Definisi Stroke

Embed Size (px)

Citation preview

A. Stroke 1. Definisi Stroke Istilah stroke atau penyakit cerebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui suplai arteri otak (Sylvia and Lorraine, 2005). Lisa Bowman (2009) menyatakan stroke merupakan perubahan struktur fisiologis yang terjadi pada otak sebagai akibat dari penurunan aliran darah ke otak yang disebabkan oleh adanya sumbatan berupa trombus, embolus ataupun terjadinya perdarahan di lapisan otak. Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu. Berdasarkan beberapa definisi diatas, stroke merupakan gangguan neurologik yang bersifat mendadak, yang terjadi akibat penurunan, pembatasan maupun terhentinya aliran darah ke otak yang disebabkan oleh sumbatan yang akam menimbulkan tanda dan gejala sesuai dengan area otak mana yang terganggu. 2. Klasifikasi Stroke Menurut Ignatavicus (2008) stroke diklasifikasikan ke dalam dua sub pokok utama, meliputi stroke ishkemik dan stroke hemoragik. a. Stroke iskemik Merupakan stroke yang disebabkan oleh adanya oklusi pada arteri cerbral sebagai akibat adanya trombus maupun embolus. Stroke yang disebabkan trombus dinamakan trombotic stroke, yang dikaitkan dengan perkembangan Atherosclerosis pada dinding pembuluh darah. Sedangkan stroke yang disebabkan oleh embolus dinamakan embolitic stroke, yang muncul sebagai akibat terlepasnya sekelompok emboli

dan pecahan itu berjalan menuju arteri cerebral melalui arteri karotis maupun vertebobasiler sistem. b. Stroke Hemoragic Merupakan stroke yang disebabkan oleh terganggunya integritas pembuluh darah, yang menyebabkan munculnya perdarahan pada lapisan otak maupun perdarahan pada rongga otak seperti ventricular, subdural maupun subarchnoid. Perdarahan ini biasanya terjadi sebagai hasil dari hipertensi yang kronis, rupture arteriovenous maupun

ruptured aneurysm (retaknya abnormalitas balon yang tebentuk karena adanya kelemahan dan distorsi dinding artery). Menurut Junaidi, 2006, Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke non haemoragik dibagi menjadi 4, yaitu: 1) TIA (transient ischemik attack) merupakan serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam 2) RIND (reversible ischemic neurologic deficit) merupakan gejala neurologis yang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari 3) progressing stroke atau stroke in evolution merupakan kelainan atau defisit neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat 4) complete stroke atau stroke komplit merupakan kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi. 3. Patofisiologi Otak merupakan organ tubuh yang sangat sensitif terhadap perubahan aliran darah, terutama pada saat aliran darah ke otak berkurang. Ketika terjadi hipoksia pada otak, akan berdampak munculnya ishkemi otak, karena otak tidak mampu untuk melakukan metabolisme anaerob, dimana tanpa adanya glucosa dan oksigen. Ishkemi yang singkat pada otak akan berdampak munculnya kerusakan otak yang bersifat sementara atau yang sering disebut sebagai transient ishcemic attact (TIA). Kematian sel atau perubahan struktur permanen otak akan terjadi selama kurang dari 3

sampai 10 menit. Adapun dampak infark yang terjadi ditentukan oleh lokasi mana yang terkena infark dan kemampuan aliran darah yang mensuplai area tersebut. Penurunan perfusi otak biasanya disebabkan karena adanya sumbatan pada arteri cerebral ataupun munculnya perdarahan ishkemik intracerebral. pada lapisan Sumbatan otak, itu

menyebabkan

sehingga

menimbulkan miskinnya arteri dan edem pada jaringan di sekelilingnya. Sel-sel inti otak yang berada di pusat area otak dapat menglami kematian dengan segera setelah terjadi serangan stroke, dan pada keadaan inilah disebut sebagai Primary neural injury. Stroke menyerang pada susunan sraf pusat maka lesi yang diakibatkan termasuk pada lesi upper motor neuron. Hemiplegi yang diakibatkan lesi pada kortek motor primer bersifat kontralateral, kerusakan yang menyeluruh namun belum meruntuhkan semua neuron kortek pyramidal sesisi, menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh kontraleteral dari yang ringan sampai sedang. Meskipun yang terkena sisi tubuh kanan atau kiri pada umumnya terdapat berbedaan antara lengan dan tungkai, perbedaan tersebut nampak jika kerusakan pada tingkat korteks namun jika kerusakan pada tingkat kapsula interna maka hemiplegi tidak ada perbedaan. Kerusakan atau kelumpuhan yang dikarenakan lesi pada kapsula interna hampir selamanya disertai hipertonus yang khas hal ini dikarenakan pada kapsula interna dilewati serabut serabut ekstrapiramidal. Tergantung pada arteri yang terkena maka lesi vaskular yang terjadi di kapsula interna dapat mengakibatkan kerusakan area disekitarnya seperti radiasio optika, nucleus kaudatus dan putamen sehingga hemiplegia akibat lesi kapsula interna memperihatkan kelumpuhan upper motor neuron yang disertai oleh rigiditas, atetosis, distonia tremor atau hemianopia. Gambaran klinis utama yang dapat dikaitkan dengan pembuluh darah otak yang pecah adalah sebagai berikut : 1) Kerusakan pada vertebro basilaris (sirkulasi posterior) mengakibatkan terjadinya kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak,

peningkatan reflek tendon, ataksia, tanda babinsky bilateral, disfagia, disartria, koma, gangguan daya ingat, gangguan penglihatan dan muka baal. 2) Kerusakan pada arteri karotis interna (sirkulasi anterior) gejalanya biasanya unilateral. Lokasi yang paling sering terkena pada bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Tanda tandanya adalah anggota gerak atas terasa lemah dan baal, bila hemisfer dominan maka dapat terjadi afasia ekspresif. 3) Kerusakan pada arteri cerebri anterior gejala utamanya adalah perasaan kacau, kelemahan kontralateral terutama pada tungkai, lengan bagian proksimal mungkin juga terkena, gerak voluntair tungkai terganggu, gangguan sensorik kontralateral, demensia, muncul reflek patologis. 4) Kerusakam pada arteri cerebri posterior tanda gejalanya adalah koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual, hemianopsia. 5) Kerusakan pada arteri cerebri media gejalanya adalah monoparesis atau hemiparesis kontralateral, kadang kadang ada hemianopsia kontralateral, afasia global bila hemisfer dominan terkena, gangguan pada semua fungsi yang berkaitan dengan percakapan dan komunikasi, disfagia (Aminudin, 2000). 4. Tanda dan gejala Tanda dan gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi tergantung dari topis dan derajat beratnya lesi. Akan tetapi tanda dan gejala yang dijumpai pada penderita pasca stroke haemoragik stadium akut secara umum meliputi a) gangguan motorik : kelemahan atau kelumpuhan separo anggota gerak, gangguan, gerak volunter, gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi b) gangguan sensoris : gangguan perasaan, kesemutan, rasa tebal-tebal c) gangguan bicara : sulit berbahasa (disfasia), tidak bisa bicara (afasia motorik), tidak bisa memahami bicara orang (afasia sensorik) d) gangguan kognitif (Soetedjo, 2004, dalam Rujito, 2007).

5. Komplikasi Komplikasi yang akan timbul apabila pasien stroke tidak mendapat penanganan yang baik. Komplikasi yang dapat muncul antara lain Abnormal tonus Abnormal tonus secara postural mengakibatkan spastisitas. Serta dapat menggangu gerak dan menghambat terjadinya keseimbangan. Sindrom bahu Sindrom bahu merupakan komplikasi dari stroke yang dialami sebagian pasien. Pasien merasakan nyeri dan kaku pada bahu yang lesi akibat imobilisasi. Deep vein trombosis Deep vein trombosis akibat tirah baring yang lama, memungkinkan trombus terbentuk di pembuluh darah balik pada bagian yang lesi. Hal ini menyebabkan oedem pada tungkai bawah. Orthostatic hypotension Orthostatic hypotension terjadi akibat kelainan barometer pada batang otak. Penurunan tekanan darah di otak mengakibatkan otak kekurangan darah. Kontraktur Kontraktur terjadi karena adanya pola sinergis dan spastisitas. Apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan menyebabkan otot-otot mengecil dan memendek. B. Gangguan Mobilisasi 1. Pengertian Gangguan mobilisasi (Imobilisasi) adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang. 2. Etiologi Penyebab imobilitas fisik bermacam-macam dan dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan internal dan eksternal. a. Faktor internal Penurunan fungsi muskuloskeletal

i. ii. iii. iv.

otot-otot (atrrofi, distrofi, atau cedera) tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalasia) sendi (arthritis dan tumor) kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan)

Perubahan fungsi neurologis a. infeksi (mis.ensefalitis) b. tumor c. trauma d. obat-obatan e. penyakit vaskuler (mis. Stroke) f. penyakit demielinasi (mis. Sklerosis multiple) g. penyakit degeneratif (mis. Penyakit parkinson) h. terpajan produk racun (mis. Karbonmonoksida) i. gangguan metabolik (mis. Hipoglikemia) j. gangguan nutrisi k. nyeri penyebabnya multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma. l. defisit perseptual kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori. m. berkurangnya kemampuan kognitif gangguan proses kognitif, seperti demensia berat n. jatuh efek fisik : cedera atau fraktur efek psikologis : sindrom setelah jatuh o. perubahan hubungan sosial faktor-faktor aktual (mis. Kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau teman-teman) faktor-faktor persepsi (mis. Perubahan pola pikir seperti depresi) p. aspek psikologis ketidakberdayaan dalam belajar, depresi.

Faktor eksternal 1. program terapeutik program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan kuantitas pergerakan pasien. Contoh program pembatasan meliputi : faktor-faktor mekanis dan farmakologis, tirah baing, dan restrein. 2. faktor mekanis dan farmakologis : mencegah atau menghambat pergerakan tubuh dengan menggunakan peralatan eksternal (gips dan traksi) atau alat-alat ( yang dihuubuungkan dengan pemberian cairan intravena, pengisapan gaster, kateter urin, dan oksigen). Agen farmasetik seperti sedatif, analgesik, tranquilizer, dan anesteti yang digunakan unntuk mengubah tingkat kesadaran pasien dapat mengurangi pergerakan atau menghilangkan secara keseluruhan. 3. Tirah baring dapat dianjurkan pada penanganan penyakit atau sekuela cedera. Istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan beban kerja jantung. Selain itu, istirahat memberikan untuk kesempatan pada sistem nyeri,

muskuloskeletal

relaksasi,

menghilangkan

mencegah iitasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera, dan meminimalkan efek gravitasi. 4. Restrein fisik dan pengaman tempat tidur biasanya diunakan pada lansia yang diinstitusionalisasi. 3. Dampak No 1 2 Efek Penurunan konsumsi oksigen maksimum. Penurunan fungsi ventrikel kiri Intoleransi orthostatik Peningkatan jantung, sinkop 3 Penurunan curah jantung Penurunan latihan 4 Penurunan volume sekuncup Penurunan kapasitas toleransi denyut

kebugaran 5 Peningkatan katabolisme protein Penurunan massa otot

tubuh, atrofi muskular, penurunan kekuatan otot 6 7 8 Peningkatan pembuangan kalsium Perlambatan fungsi usus Pengurangan miksi Osteoporosis disuse Konstipasi Penurunan kandung kemih 9 10 Gangguan metabolisme glukosa Penurunan ukuran thoraks Intoleransi glukosa Penurunan kapasitas evakuasi

fungsional residual 11 Penurunan aliran darah pulmonal Atelektasis, penurunan

PO2, peningkatan pH 12 Penurunan cairan tubuh total Penurunan plasma, volume penurunan

keseimbangan natrium 13 Gangguan sensori Perubahan depresi dan kognisi, ansietas,

perubahan persepsi 14 Gangguan tidur Bermimpi pada siang

hari, halusinasi

C. Range Of Motion Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal kedalam suatu program intervensi terapeutik Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot ataupun gaya ekternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf.

Faktor-faktor yang dapat menurunkan ROM, yaitu penyakit-penyakit sistemik, sendi, nerologis atau pun otot; akibat pengaruh cedera atau pembedahan; inaktivitas atau imobilitas.