Demam Berdarah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Demam Berdarah

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang

    disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spectrum manivestasi klinis

    yang bervariasi antara yang paling ringan, Demam Dengue (DD), DBD yang

    disertai dengan renjatan atau Dengue Shock Syndrome (DSS) (WHO, 2012).

    World Health Organization (WHO) memperkirakan kejadian Demam

    Berdarah Dengue (DBD) telah meningkat dengan faktor (by a factor) yakni 30

    kali lipat selama 50 tahun terakhir. Insiden Demam Berdarah terjadi baik di

    daerah tropik maupun subtropik wilayah urban, menyerang lebih dari 100 juta

    penduduk tiap tahun, termasuk 500.000 kasus DBD dan sekitar 30.000 kematian

    terutama anak-anak. Penyakit ini endemic di 100 negara termasuk Asia (WHO,

    1999; Xu, 2006; Kementerian Kesehatan, 2010).

    Dengan pemanasan global (Global Warming) dalam makna biting rate

    perilaku mengigit nyamuk akan meningkat maka akan terjadi perluasan dan

    eskalasi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Pemanasan global dan

    perubahan lingkungan merupakan variabel utama penyebab meluasnya kasus

    Demam Berdarah Dengue di berbagai belahan dunia (e.g. Achmadi, 2008; Mc

    Michcael, 2008; Kementerian Kesehatan, 2010).

  • 2

    Virus dengue dilaporkan telah banyak menjangkiti lebih dari 100 negara,

    terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil

    dan bagian lain seperti Amerika Selatan, Karibia, Asia tenggara dan India. Jumlah

    orang yang terinfeksi diperkirakan 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat

    dirumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5

    milyar orang atau hampir 40 % populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD

    yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat

    (Knowlton, dkk, 2009).

    Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis.

    Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam

    jumlah penderita Demam berdarah Dengue setiap tahunnya. Sementara itu

    terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization

    (WHO) mencatat Negara Indonesia sebagai Negara dengan kasus Demam

    Berdarah Dengue tertinggi di Asia Tenggara (Kementerian Kesehatan, 2010).

    Menurut Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan, Kementrian Kesehatan

    tahun 2010 pada saat ini Indonesia sedang terjadi transisi demografi dan

    epidemiologi, degradasi lingkungan, meningkatnya industrialisasi, urbanisasi,

    kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, meningkatnya arus

    informasi, globalisasi dan pesatnya perkembangan transportasi. Perubahan

    tersebut dapat membawa dampak positif dan atau negatif terhadap kualitas

    lingkungan atau ekosistem yang akan berpengaruh terhadap faktor risiko kejadian

    dan penularan penyakit tular vektor seperti Demam Berdarah Dengue. Dengan

  • 3

    laju pembangunan, pertumbuhan penduduk, dan perubahan ekosistem yang cepat,

    masalah kesehatan lingkungan menjadi lebih kompleks. Demam Berdarah Dengue

    merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, karena angka kesakitan

    semakin menigkat, masih menimbulkan kematian dan sering terulangnya kejaian

    luar biasa (KLB).

    Penyakit Demam berdarah Dengue ini merupakan penyakit endemis

    terutama pada daerah perkotaan dan cenderung menimbulkan kejadian luar biasa.

    Menurut Ditjen PP dan PL (2011) faktor-faktor penyebab meluasnya penyakit

    Demam Berdarah Dengue di Indonesia adalah sebagai berikut: kepadatan

    penduduk, mobilitas penduduk, kualitas infra struktur, kebiasaan menyimpan

    barang-barang bekas, perilaku manusia, tempat penampungan air, pendidikan,

    penghasilan,mata pencaharian, golongan umur, curah hujan, suhu udara,

    kelembapan, kecepatan angin, 4 serotipe virus dengue dan nyamuk Aedes aegypti

    yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

    Variasi curah hujan merupakan faktor iklim yang erat kaitannya dengan

    persebaran dari populasi nyamuk Aedes aegypti (Kementerian Kesehatan, 2011).

    Menurut Kementrian Kesehatan RI (2010) curah hujan dan kejadian Demam

    Berdarah Dengue (DBD) memiliki hubungan yang signifkan. Pola siklus

    peningkatan bersamaan dengan kondisi curah hujan. Interaksi antara suhu udara

    dan turunnya hujan adalah determinan yang penting dari penularan dengue, karena

    semakin rendah suhu mempengaruhi ketahanan hidup nyamuk dewasa, jadi dapat

    mempengaruhi laju penularan. Lebih jauh lagi, meningkatnya curah hujan dan

  • 4

    suhu udara dapat mempengaruhi pola makan dan reproduksi nyamuk, dan

    meningkatkan kepadatan populasi nyamuk sebagai vektor (WHO, 2012).

    Prasetyo (2012) melakukan pengamatan faktor-faktor yang mempengaruhi

    penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Magetan,

    Kabupaten Magetan. Data yang digunakan adalah angka bebas jentik, maya

    indeks, kepadatan penduduk, serta data tentang klimatologis. Pada penelitian

    tersebut digunakan sistem informasi geografis untuk menganalisis data dan

    membuat pemetaan persebaran penyakit Demam Berdarah Dengue. Hasil

    penelitiannya menyabutkan bahwa terdapat keterkaitan antara tingkat curah hujan

    dan suhu udara dengan penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue.

    Penyakit Demam Berdarah Dengue sampai saat ini menjadi masalah bagi

    kesehatan masyarakat di Indonesia baik dari segi jumlah penderita yang dari tahun

    ke tahun cenderung terjadi peningkatan dan persebarannya. Selain itu menjadi

    masalah kesehatan dikarenakan sejak ditemukan kasus kasus penyakit Demam

    Berdarah Dengue pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, angka kejadian kasus

    meningkat dan menyebar ke seluruh daerah kabupaten yang berada di wilayah

    Timor Timur, angka kematian kasus Demam Berdarah Dengue masih tinggi,

    terutama penderita yang datang terlambat dengan derajat IV, vektor penyakit

    Demam Berdarah Dengue yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

    banyak dijumpai di Indonesia, selain mobilitas penduduk yang cepat memudahkan

    persebaran sumber penularan dari satu kota ke kota lain (Soegianto, 2004).

  • 5

    Kejadian Demam Berdarah Dengue di Indonesia pada tahun 2008 tercatat

    ada 137.469 kasus (IR = 59,02 per 100.000 penduduk) dengan jumlah kematian

    sebesar 1.187 (CFR = 0,86%). Jumlah kasus pada tahun 2009 sebanyak 154.855

    dengan kematian 1.384 (CFR = 0,89%), bila dibangkan dengan tahun 2008

    mengalami peningkatan. Sedangkan pada tahun 2010 (sampai dengan Januari)

    telah dilaporkan sebanyak 2.603 kasus dengan kematian 35 orang (CFR = 1,35) di

    12 provinsi yakni : Babel, Lampung, Banten, Jabar, DIY, Kalbar, Kalteng, Kalsel,

    Kaltim, Sulut, Gorontalo dan NTT (Kemenkes RI, 2010).

    KotaYogyakarta berada di tengah-tengah Provinisi Daerah Istimewa

    Yogyakarta dengan luas wilayah 32,5 Km2

    atau 1 % dari luas provinsi.

    Secara adminitratif luas wilayah tersebut dibagi menjadi 14 kecamatan, 45

    kelurahan,614 RW dan 2.523 RT. Kota Yogyakarta yang terletak di daerah

    dataran lereng gunung berapi Merapi, secara geografis terletak di antara 11024

    19 BT dan 110 28 53 BT, 7 49 26 LS dan 7 15 24 LS dengan ketinggian

    rata-rata 114 meter di atas permukaan laut. Formasi geologi yang terdapat di

    Kota Yogyakarta adalah Batuan Sedimen Old Andesit denganjenis tanah regosal

    atau vulkanis muda. Kemiringan lahan antara 0-2 % terletak di kecamatan

    Umbulharjo mencapai 764,54 Ha sedangkan daerah dengan kemiringan diatas

    40% yang terbesar terdapat di KecamatanKotagededengan kemiringan mencapai

    3,94 Ha.Wilayah Kota Yogyakarta sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten

    Sleman, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman, sebelah

    selatanberbatasandengan Kabupaten Bantul serta sebelah barat berbatasan dengan

  • 6

    Kabupaten Bantul dan Sleman. Sungai yang melintas ada 4 yaitu sungai Winongo,

    Code, Gajah Wong dan Widuri. Jumlah penduduk sampai dengan akhir tahun

    2012 berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebanyak

    427.592 jiwa yang terdiri atas laki-laki 210.433 jiwa dan perempuan 217.113

    jiwa. Dengan luas wilayah yang hanya 32,5 Km2 maka rata-rata kepadatan

    penduduk mencapai 13.161 jiwa/Km2. Kepadatan tertinggi di kecamatan

    Ngampilan yaitu 23.268 jiwa/Km2 dan terendah di kecamatan Umbulharjo yaitu

    8.381 jiwa/Km2 (Profil Kesehatan Kota Yogyakarta, 2012).

    Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2012, kasus

    Demam Berdarah Dengue di kota Yogyakarta merupakan kasus yang perlu

    diwaspadai sepanjang tahun. Penyakit demam berdarah merupakan penyakit

    endemis setiap tahun dan dilaporkan terdapat penderita yang meninggal selama

    lima tahun terakhir dapat diuraikan sebagai berikut: tahun 2007 terdapat 767 kasus

    3 orang diantaranya meninggal, tahun 2008 terdapat 768 kasus dengan kematian 6

    0rang, tahun 2009 terdapat 688 kasus dengan kematian 5 orang, tahun 2010

    terdapat 1517 kasus dengan kematian 6 orang, tahun 2011 terdapat 460 kasus

    dengan kematian 2 orang dan tahun 2012 terdapat 374 kasus dengan kematian 2

    orang. Distribusi kejadian kasus Demam Berdarah Dengue dapat dilihat pada

    gambar 1.1. Angka Kejadian Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Yogyakarta

    Tahun 2007 2012.

  • 7

    Gambar 1.1

    Angka Kejadian Kasus Demam Berdarah

    Dengue Di Kota Yogyakarta

    Tahun 2007 2012

    Pada gambar 1.1 angka kejadian kasus Demam Berdarah Dengue di Kota

    Yogyakarta dari tahun ke tahun selama lima tahun terakhir mengalami naik turun.

    Angka kejadian terbesar terjadi pada tahun 2010 disaat terjadinya kejadian luar

    biasa (KLB) di Kota Yogyakarta. Dari gambar tersebut juga dapat terlihat angka

    kematian dapat ditekan akan tetapi untuk angka kejadian penyakit masih terbilang

    tinggi. Pada tahun 2012 jumlah kasus yang terjadi adalah 374 kasus dengan

    jumlah kematian sebanyak 2 kasus. Angka kejadian untuk tahun 2011 sebanyak

    460 kasus dengan kematian sebanyak 2 kasus. Terjadi penurunan angka kejadian

    2007 2008 2009 2010 2011 2012

    Penderita 767 768 688 1517 460 374

    Mati 3 6 5 6 2 2

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    1400

    1600

    Sumber: Laporan P2, Kasus DBD per Kelurahan di Kota Yogyakarta,

    2007 - 2012

  • 8

    pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 akan tetapi untuk angka kematiannya

    tidak mengalami penurunan ataupun peningkatan.

    Sedangkan distribusi kejadian penyakit Demam berdarah Dengue pada

    tahun 2007 2012 per puskesmas di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada gambar

    1.2 berikut

    Gambar 1.2

    Angka Kejadian Kasus Demam Berdarah Dengue

    Per Puskesmas Kota Yogyakarta

    Tahun 2007 - 2012

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    Ju

    mla

    h K

    asu

    s

    2007 2008 2009 2010 2011 2012

    Sumber: Laporan P2, Kasus DBD per Kelurahan di Kota Yogyakarta,

    2007 - 2012

  • 9

    Pada gambar 1.2 terlihat Puskesmas Umbulharjo I dan umbulharjo II

    selalu memiliki angka kejadian paling tinggi di wilayah Kota Yogyakarta. Hal ini

    tidak sebanding dengan jumlah kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta,

    kecamatan Umbulharjo memiliki jumlah kepadatan penduduk paling rendah

    diantara 13 kecamatan lainnya di Kota Yogyakarta.

    Tabel 1.1.

    Angka Kejadian Kasus Demam Berdarah Dengue

    per Puskesmas di Kota Yogyakarta

    Tahun 2012

    No. Kecamatan Puskesmas Jumlah Kasus

    1. Danurejan Danurejan I

    Danurejan II

    17

    2. Gedongtengen Gedongtengen 34

    3. Gondokusuman Gondokusuman I

    Gondokusuaman II

    25

    4. Gondomanan Gondomanan 9

    5. Jetis Jetis 10

    6. Kotagede Kotagede I

    Kotagede II

    36

    7. Kraton Kraton 11

    8. Mantrijeron Mantrijeron 36

    9. Mergangsan Mergangsan 24

    10. Ngampilan Ngampilan 19

    11. Pakualaman Pakualaman 5

    12. Tegalrejo Tegalrejo 15

    13. Wirobrajan Wirobrajan 52

    14. Umbulharjo Umbulharjo I

    Umbulharjo II

    83

    Jumlah 374

    Sumber: Laporan P2, Kasus DBD per Kelurahan di Kota Yogyakarta Tahun 2012

    Berdasarkan tabel 1.1 angka kejadian kasus Demam Berdarah Dengue

    paling tinggi berada di wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I dan II dengan

    angka kejadian sebesar 83 kasus, kemudian diikuti wilayah kerja Puskesmas

  • 10

    Wirobrajan dengan angka kejadian sebesar 52 kasus, wilayah kerja Puskesmas

    Mantrijeron angka kejadian sebesar 36 kasus. Sedangkan angka kejadian kasus

    Demam Berdarah Dengue paling rendah berada di wilayah kerja Puskesmas

    Pakualaman dengan angka kejadian sebesar 5 kasus.

    Rata-rata distribusi kejadian kasus Demam Berdarah Dengue dari tahun

    2007 2012 per Puskesmas di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada gambar 1.3

    Menurut data pada gambar tersebut terlihat bahwa kejadian Demam Berdarah

    Dengue banyak terjadi di wilayah kerja Pukesmas Umbulharjo I dan II.

    Gambar 1. 3

    Rata-rata Kejadian Kasus Demam Berdarah Dengue

    Per Puskesmas Kota Yogyakarta

    Tahun 2007 2012

    Sumber: Laporan P2 Kasus DBD per Kelurahan di Kota Yogyakarta, 2007 2012

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    Rata-rata/tahun

  • 11

    Dalam rangka melaksanakan EWORS (Early Working Recognition

    System) juga dikenal sebagai SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) terhadap berbagai

    masalah kesehatan yang terjadi yang berkembang di masyarakat, maka

    dibentuklah tim surveilens puskesmas dan surveilens kelurahan oleh Dinas

    Kesehatan Kota Yogyakarta. Tim ini bertanggung jawab dalam merecover

    wilayah kota yang terdiri dari 45 kelurahan yang masuk dalam wilayah kerja 18

    puskesmas di Kota Yogyakarta.

    Dalam optimalisasi kerjanya, tim tersebut terkoordinir dalam 4 (empat)

    zona kerja. Keempat zona dinamakan Zona A, B, C, dan D. Zona A membawahi

    wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen, Tegalrejo, Jetis, Ngampilan dan

    Wirobrajan. Zona B membawahi wilayah kerja Puskesmas Pakualaman, Kraton,

    Gondomanan, Mantrijeron, dan Mergangsan. Zona C membawahi wilayah kerja

    Puskesmas Danurejan I, Danurejan II, Gondokusuman I dan Gondokusuman II.

    Dan selebihnya Zona D membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I,

    Umbulharjo II, Kotagede I dan Kotagede II.

    Jumlah kasus demam berdarah dengue dalam Zona D pada tahun 2012

    dapat dilihat pada tabel 1.2 bahwa angka kejadian demam berdarah dengue paling

    tinggi sebanyak 124 kasus berada dalam Zona D yang membawahi wilayah kerja

    Puskesmas Umbulharjo I, Puskesmas Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I dan

    Puskesmas Kotagede II yang berada di wilayah Kota Yogyakarta.

  • 12

    Tabel 1.2

    Kejadian DBD Menurut Zona Kerja Sistem Surveilans

    Di Wilayah Kota Yogyakarta

    Tahun 2012

    Zona Kerja Kelurahan Puskesmas

    Jumlah

    Kasus

    DBD

    A

    Kricak

    Karangwaru

    Bener

    Tegalrejo

    Bumijo

    Cokrodiningratan

    Gowongan

    Sosromenduran

    Pringgokusuman

    Ngampilan

    Notoprajan

    Pakuncen

    Wirobrajan

    Patangpuluhan

    Pusk. Gedongtengen

    Pusk. Jetis

    Pusk. Tegalrejo

    Pusk. Ngampilan

    Pusk. Wirobrajan

    118

    B

    Ngupasan

    Prawirodirjan

    Purwokinanti

    Gunungketur

    Wirogunan

    Keparakan

    Brontokusuman

    Gedongkiwo

    Suryodiningratan

    Matrijeron

    Kadipaten

    Panembahan

    Kepatihan

    Pusk. Gondomanan

    Pusk. Kraton

    Pusk. Mantrijeron

    Pusk. Mergangsan

    Pusk. Pakualaman

    85

  • 13

    C

    Klitren

    Baciro

    Demangan

    Kotabaru

    Terban

    Tegalpanggung

    Suryatmajan

    Bausasran

    Pusk. Danurejan I

    Pusk. Danurejan II

    Pusk. Gondokusuman I

    Pusk. Gondokusuman II

    42

    D

    Mujamuju

    Semaki

    Tahunan

    Pandeyan

    Warungboto

    Giwangan

    Sorosutan

    Rejowinangun

    Purbayan

    Prenggan

    Pusk. Umbulharjo I

    Pusk. Umbulharjo II

    Pusk. Kotagede I

    Pusk. Kotagede II

    124

    Sumber: DINKES Kota Yogyakarta, 2012

    Berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian Demam Berdarah

    Dengue, pemetaan tentang distribusi penyebaran penyakit Demam Berdarah

    Dengue secara spasial adalah hal yang cukup penting. Dengan mengingat pula

    bahwa penyebaran penyakit merupakan salah satu studi dalam bidang

    epidemiologi pada suatu populasi untuk pengendalian masalah-masalah kesehatan

    yang terjadi (CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000). Seiring dengan perkembangan

    dalam bidang teknologi informasi di dunia kesehatan, maka dipergunakan sebuah

    sistem informasi teknologi yang dapat bekerja secara cepat, tepat dan akurat.

    Sistem informasi teknologi yang dapat membantu dalam studi epidemiologi ini

    adalah Sistem Informasi Geografis (SIG).

  • 14

    Sistem informasi geografis merupakan salah satu manajemen berbasis data

    yang dibantu oleh perangkat keras yakni komputer serta perangkat lunak

    (software) merupakan teknologi pemetaan yang mengatur dan menyimpan

    sejumlah besar informasi dengan berbabagi tujuan. Dalam sistem informasi

    geografis terdapat penambahan analisis geografis untuk teknologi informasi

    dengan menyediakan sebuah antarmuka anatara data dan peta, yang bertujuan

    untuk memudahkan penyajian informasi bagi pembuat keputusan secara cepat,

    efisien dan efektif (WHO, 2010).

    Analisis spasial sendiri pada bidang kesehatan merupakan hasil sinergi

    dari ilmu geografi dan ilmu kesehatan dengan berbagai atributnya. Kemudian

    dengan proses geomatika dan geoinformasi dapat dihasilkan suatu analisis spasial

    seperti halnya dengan regionalisasi suatu permasalahan baik secara formal

    amupun informal (Indriasih, 2008).

    Berdasarkan latar belakang diatas dalam upaya pengendalian penyebaran

    penyakit Demam Berdarah dengue, maka digunakanlah Sistem Informasi

    Geografis (SIG) yang berkaitan dengan penyakit Demam Berdarah Dengue.

    Dengan sistem informasi geografis dapat dilihat gambaran distribusi spasial dari

    penyakit demam berdarah dengue di suatu daerah seperti pola persebaran penyakit

    dan lainnya. Dengan mengacu pada EWORS (Early Working Recognition System)

    atau SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota

    Yogyakarta dan melihat data rata-rata kejadian/tahun per Puskesmas di Kota

    Yogyakarta, oleh sebab itu peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian

  • 15

    dengan judul Analisis Spasial Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue

    (DBD) Dalam Zona D di Kota Yogyakarta Tahun 2012

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah di uraikan di

    atas, maka dapat di rumuskan masalah, anatara lain :

    1. Bagaimanakah distribusi spasial penyebaran penyakit Demam Berdarah

    Dengue (DBD) dalam Zona D di Kota Yogyakarta tahun 2012?

    2. Bagaimanakah gambaran curah hujan, suhu udara, kelembaban udara,

    kepadatan penduduk, Angka Bebas Jentik (ABJ) pada penyebaran penyakit

    Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D di Kota Yogyakarta tahun

    2012?

    3. Apakah ada kecenderungan karakteristik host/pejamu pada penyebaran

    penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D di Kota

    Yogyakarta?

    4. Apakah ada kecenderungan kondisi lingkungan rumah pada penyebaran

    penyakit DBD dalam Zona D di Kota Yogyakarta?

  • 16

    C. Batasan Masalah

    1. Tema Penelitian

    Tema dalam penelitian ini adalah Analisis Spasial Penyebaran Penyakit

    Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D Di Kota Yogyakarta Tahun

    2012.

    2. Responden

    Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D (Wilayah kerja

    Puskesmas Umbulharjo I, Umbulharjo II, Kotagede I dan Kotagede II di Kota

    Yogyakarta Tahun 2012.

    3. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dalam Zona D yang membawahi wilayah kerja

    Puskesmas Umbulharjo I, Umbulharjo II, Kotagede I dan Kotagede II di Kota

    Yogyakarta.

    4. Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 Maret 2014.

    D. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wilayah sebaran kasus

    Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan Sistem informasi geografis.

    Serta menganalisis faktor-faktor risiko yang mempengaruhi penyebaran

    penyakit DBD dalam Zona D di Kota Yogyakarta.

  • 17

    2. Tujuan Khusus

    a. Menganalisis secara spasial penyebaran penyakit DBD dalam Zona D di

    Kota Yogyakarta tahun 2012.

    b. Mengetahui kecenderungan karakteristik host/pejamu pada penyebaran

    penyakit dalam Zona D di kota Yogyakarta.

    c. Mengetahui kecenderungan karakteristik kondisi lingkungan rumah pada

    penyebaran penyakit DBD dalam Zona D di kota Yogyakarta.

    d. Mendeskripsikan kondisi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara,

    kepadatan penduduk dan Angka Bebas Jentik (ABJ) pada penyebaran

    penyakit DBD Dalam Zona D di Kota Yogyakarta.

    E. Manfaat Penelitian

    1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

    Dapat dijadikan sebagai latar belakang dalam pengambilan keputusan tentang

    upaya kesehatan dalam menaggulangi penyebaran penyakit Demam Berdarah

    Dengue (DBD) di wilayah kota Yogyakarta.

    2. Bagi Instansi Pendidikan Stikes Surya Global Yogyakarta

    a. Dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

    b. Pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa.

    c. Melatih mahasiswa untuk peka terhadap permasalahan di lingkungan

    sekitarnya terutama masalah kesehatan masyarakat.

  • 18

    3. Bagi Peneliti

    a. Dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang persebaran kasus

    demam berdarah dengue dengan menggunakan sistem informasi geografis

    dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

    b. Memberikan gambaran tentang persebaran kasus demam berdarah dengue

    dengan menggunakan sistem nformasi geografis dan faktor-faktor yang

    mempengaruhinya.

    F. Keaslian Penelitian

    1. Aries Prasetyo, tahun 2012 dengan judul penelitian Analisis Spasial

    Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Magetan,

    Kabupaten Magetan Tahun 2010 jenis penelitian bersifat survei deskriptif

    analitik dengan rancangan menggunakan SIG dan pendekatan secara Cross

    sectional. Subjek penelitian secara Population Sampling (Sampel dengan

    kasus). Hasil dari penelitian tersebut adalah ada hubungan antara kepadatan

    penduduk, Maya Index, Suhu Udara dan Curah Hujan dengan persebaran

    penyakit Demam Berdarah Dengue. Sedangkan ABJ dan Presentase luas

    pemukiman tidak berhubungan bermakna dengan persebaran penyakit

    Demam Berdarah Dengue. Terdapat empat cluster kasus Demam Berdarah

    Dengue dan pola difusi mengikuti difusi ekspansi tipe menular (Contagius

    Difution).

  • 19

    Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan sistem informasi

    geografis untuk membuat pemetaan penyakit demam berdarah dengue dengan

    analisis spasial dan menggambarkan kondisi suhu udara serta curah hujan.

    Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian dan dalam penelitian

    ini menggunakan uji statistik untuk mengetahui kecendrungan dari

    karakteristik host/pejamu dan kondisi lingkungan rumah dalam penyebaran

    penyakit demam berdarah dengue.

    2. Citra Indriani, tahun 2010 dengan judul penelitian Pola Spasial-Temporal

    Demam chikungunya dan Demam Berdarah Dengue di Kota Yogyakarta

    Tahun Tahun 2008 jenis penelitian bersifat pendekatan studi ekologi dengan

    memanfaatkan SIG, penginderaan jauh dan statistik. Subjek penelitian secara

    population sampling (sampel dengan kasus). Hasil dari penelitian tersebut

    adalah analisis tren temporal menunjukkan kemiripan pola antara

    Chikungunya dan DHF, tren keduanya meningkat setelah terjadi hujan deras

    beberapa minggu sebelumnya. Terdapat hubungan positif antara kedua

    penyakit dengan kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan. Chikungunya

    dan DHF cenderung terjadi di area pemukiman yang berada di dekat lahan

    komersial. Kluster secara spasial dan temporal ditemukan pada dua penyakit

    tersebut.

    Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang kasus demam

    berdarah dengue dengan dukungan SIG dan kepadatan penduduk. Perbedaan

    dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut tidak meneliti tentang curah

  • 20

    hujan, suhu udara, kelembapan udara, ABJ, dan karakteristik host/pejamu dan

    peneliti tidak meneliti tentang penyakit Chikungunya.

    3. Frans Yosep Sitepu, tahun 2011 dengan judul penelitian Analisis Spasial

    Faktor-faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Singkawang

    Tahun 2010 jenis penelitian bersifat Studi Kontrol. Subjek penelitian secara

    case control (Sampel kasus dengan kontrol). Hasil dari penelitian tersebut

    adalah tidak menggunakan obat anti nyamuk tidak melakukan kegiatan PSN

    dan kepadatan penduduk merupakan faktor risiko penyebab DBD di Kota

    Singkawang.

    Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang kasus Demam

    Berdarah Dengue dengan dukungan SIG. perbedaan dengan penelitian ini

    adalah jenis penelitian dan tidak menggunakan kontrol kasus serta lokasi

    yang berbeda.

    4. Yusuf Mukhlisin, tahun 2008 dengan judul penelitian Analisis Spasial dan

    Temporal Kejadian Demam Berdarah Dengue di Provinsi Daerah Istimewa

    Yogyakarta Tahun 1997 2006 jenis penelitian bersifat observasional

    dengan analisis spasial dan temporal dengan rancangan penelitian Cross

    Sectional. Subjek penelitian diambil secara population sampling (Sampel

    dengan kasus). Hasil dari penelitian tersebut adalah selama 10 tahun terakhir

    ada tren peningkatan kasus penyakit tiap 3 tahun di Provinsi DIY, paling

    tinggi di Kota Yogyakarta.

  • 21

    Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang kasus Demam

    Berdarah Dengue dengan dukungan SIG. Perbedaan dengan penelitian ini

    adalah dalam penelitian ini akan meneliti tentang persebaran kasus DBD dan

    pola persebaran dengan analisis terhadap faktor-faktor risiko yang

    berhubungan melalui uji statistik, dan jenis penelitian yang digunakan oleh

    peneliti.