Upload
coassprinting
View
139
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Refarat
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk
penyakit mrnular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 Tahun 1962. Kelompok
penykit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak
orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih
yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan leh bakteri yang di tandai
oleh demam insidious yang berlangsung lama, sakit kepala, badan lemas, anoreksia,
bradikardi relative serta splenomegali.3
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi (s.typhi) atau Salmonella paratyphi (S.paratyphi) yang masuk dalam tubuh manusia.4
Demam tifoid adalah infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.4
Dari defenisi di atas maka disimpulakan bahwa demam tifoid adalah penyakit
sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (s.typhi) atau Salmonella paratyphi
(S.paratyphi) yang masuk dalam tubuh manusia (saluran pencernaan) dengan ditandai oleh
demam lebih dari 7 hari, sakit kepala, badan lemas, anoreksia, bradikardi relative serta
splenomegali dan juga merupakan kelompok penyakit yang mudah menular serta menyerang
banyak orang sehingga menimbulkan wabah.4
2.2 Etiologi
Adapun penyebab dari penyakit Demam tifoid ini adalah Bakteri Salmonella typhi
(s.typhi) atau Salmonella paratyphi (S.paratyphi).3
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A dan Salmonella Partyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang
lain. Demam yang disebabkan oleh S.typhi cenderung untuk menjadi berat daripada bentuk
infeksi salmonella yang lain.3
2
Kuman ini hidup baik sekali pada suhu manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 70oC maupun antiseptic. Bakteri ini memiliki 3 komponen
antigen, yaitu :
1. Antigen O (somotik)
2. Antigen H (flagel)
3. Anti Vi (virulen)
4. Protein membran heloin.3
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Proses perjalanan penyakit
Salmonella typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus.
Setelah mencapai usus, Salmonella Typhosa menembus ileum di tangkap oleh sel
mononeklear, disusul bakteremi I. bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang
baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina
propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke
plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening Mesenterika. Selanjutnya
melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke sirkulasi
darah sehingga mengakibtkan bakteramia pertama yang simtomatik) dan menebar ke seluruh
organ retikuloendotetial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid
dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakteremia
yang keduadengan disertai tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.1
Di dalam hati kuman akan masuk ke dalam empedu, berkembangbiak dan bersama
cairan empedu di ekskresikan secara “intermittent” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi darah setelah
menembus usus. Proses yang sama berulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi
dan hiperaktif maka saat fagositosis Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
imflamasi yang selanjutnyaakan menimbulkan gejala reaksi imflamasi sistemik seperti
3
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, intabilitas vascular, gangguan mental dan
koagulasi.
Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan hyperplasia jaringan pada
organ. Perdarhan salran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini akan berkembng hingga ke lapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel do reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya
komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ
lain.1,2
2.4 Manifestasi Klinis
Demam merupakan keluhan klinis yang terpenting pada semua penderita demam
typhoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala
yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S.typhi.
menggigil tidak bisa didapatkan pada demam typhoid tetapi pada penderita yang hidup di
daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin karena di sebabkan oleh malaria. Namun
demikian demam tyfoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit
kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain
S.typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis.3
Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi,
stupor, psikotik, atau koma,nyeri perut kadang tidak dapat dibedakan dengan apendisitis.
Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.1
Masa tunas demam typoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang di
timbul sangat bervarisi dariringan hingga berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit
yang khas di sertai komplikasi.1
4
- Pada minggu pertama ditemukan gejala klinis dan keluhan demam typhoid seperti
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi, atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya ditemukan peningkatan suhu tubuh, sifat
demam adalah miningkat perlahan-lahan dan terutama pada soere dan malam hari.
- Pada minggu ke dua ditemukan gejala-gejala yang lebih jelas seperti demam,
bradikardi, lidah berselaput (kotor di bagian tengah tepid an ujung merah),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa :stuporkoma,
delirium, atau psikosis.4
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer sering ditemukan leucopenia, dapat pula
terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa
disertai oleh infeksi sekunder. Selain itu pula ditemukn anemia ringan dan trombositopenia.
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju
endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.1
b. Uji Serologi
Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S.typhi. pada uji widal
terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody yang disebut
aglunitin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah
dimatikan dan di olah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam typhoid yaitu :
a. Aglutinin O : dari tubuh kuman
b. Aglutini H : flagella kuman
c. Aglutinin Vi : simpai kuman
5
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tyfoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi
kuman ini.
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
akan meningkat secara cepat dan mencapai punjak pada minggu ke empat dan tetap tinggi
selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian di ikuti
oleh aglutinin H. pada orang yang sudah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6
bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji
Widal untuk menentukan kesembuhan penyakit.1
Ada beberapa factor yang mempengaruhi uji Widal yaitu:
- Pengobatan dini dengan antibiotik
- Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid
- Waktu pengambilan darah
- Daerah endemic atau non-endemik
- Riwayat vaksinasi
- Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid
akibat infeksi demam typhoid masa lalu atau vaksinasi
- Factor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang dan strain
Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna
diagnostic untuk demam typoid. Batas titer yang sering di gunakan hanya kesempakatan
saja., hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di berbagai laboratorium
setempat.1
d. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Pada pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali
menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan
khusus.1
6
e. Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negative
tidak menyikirkan demam tyfoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal berikut:
- Telah mendapat terapi antibiotic.
Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.
- Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc).
Bila darah yang dibiakkan terlalu sedikit hasil biakan akan negatif. Darah yang di
ambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu
(oxgall) untuk pertumbuhan kuman.
- Riwayat vaksinasi.
Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibody dalam darah pasien. Antibodi
(aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif.
- Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin
meningkat.1,5
2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi
yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat
penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu di butuhkan
pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosa.1
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Pengobatan
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a. Istirahat dan Perawatan
Dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
b. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
7
Dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
c. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang
air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.
Dalam perawatan perlu sekali di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan
perlengkapan yang di pakai. Posisi pasien perlu di awasi untuk mencegah dekubitus
dan pneumonia ortostatik sehingga hiene perorangan tetap perlu di perhatikan dan di
jaga.
d. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan peyakit demam
tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan uum dan gizi
penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.
Di masa lampau penderita demam tifoid di beri iet bubur saring, kemudian di
tingkatkan menjadi bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet
tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring
tersebut ditunjukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau
perforasi usus. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini
yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang
berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
e. Pemberian antimikroba
Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah
sebagai berikut:
- Kloramfenikol
Di inidonesi klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk
mengobai demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari dapat
diberikan secara oral atau intravena. Diberikan sampa dengan 7 hari bebas panas.
Penyuntikan intramuskuar tidak di anjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak
dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan
obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7 hari.
- Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfeikol pada demam tyfoid hampir sama dengan
klorampenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan
8
terjadianya anemia aplastik lebih rendah di bandingkan kloramfenikol. Dosis
tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke 5.
- Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini di laporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk
orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg
dan 80 mg trimetoprim) di berikan selama 2 minggu.
- Ampisilin dan amoksisilin
Kemapmpuan obat ini untuk menurunkan demam lebih redah di bandingkan
dengan kloramfenikol, dosis yang di ajnurkan berkiar 50-150mg/kgBB di
gunakan selam 2 minggu.
- Sefalosforin generasi ke tiga
Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke 3 yang terbukti efektif untuk
demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang di anjurkan adalah antara 3-4 gr
salam dextrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekai sehari, di berikan
selama 3 hingga 5 hari.
- Golongan Flurokuinolon
Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan atura pemberiannya :
(1) Norfloksasin, dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
(2) Siprofloksasin, dosis 2 x 500 mg/hariselama 6 hari
(3) Ofloksasin, dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
(4) Fleroksasin, dosis 400 mg/hari selama 7 hari
(5) Peflokssin, dosis 400 mg/hari selama 7 hari
- Kombinasi obat antimikroba
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja
antara lain toksik tifoid peritonitis atau perforasi serta syok septic, yang pernah
terbukti ditemukan 2 macam organism dalam kultur darah selain kuman
salmonella.
- Kortikosteroid
Penggunaan steroid di indikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang
mengalami syok septic dengan dosis 3 x 5 mg.
9
2.7.2 Pengobatan Demam Tifoid Pada Wanita Hamil
Klorampenikol tidak di anjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dikhawatirkan
dapat terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada neonates.
Tiamfenikol juga tidak dianjurkan di gunakan pada trimester pertama kehamilan karena
kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Pada
kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunkan. Demikian juga obat golongan
fluorokuinolon maupun kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid.
Obat yang di anjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.1,4,5
2.8 Komplikasi Demam Tifoid
Sebagai suatu penyakit iskemik maka hampir semua organ terutama tubuh dapat
diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada demam tifoid, yaitu:
- Komplikasi instestinal : perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, dan
pancreatitis.
- Komplikasi ekstra-intestinal
(1) Komplikasi kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.
(2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, KID, thrombosis, dan trombositopenia.
(3) Komplikasi paru : pneumonia, epiema, pleuritis.
(4) Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis.
(5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
(6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis.
(7) Komplikasi neuropsikiatrik atau tifoid toksik.1,5
2.9 Pencegahan Demam Tifoid
Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan
berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan an kematian akibt demam tifoid ,
menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun Negara, mendatangkan visa Negara yang
berasal dari wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat Negara endemic dan
10
hiperendemik sehingga mereka tidak takut lagi terserang tifoid saat berada di daerah
kunjungan wisata.1,3
2.9.1 Vaksinasi
Vaksin pertama kali ditemukan pada tahun 1896 dan setelah tahun 1960mefektivitas
vaksinasi telah ditegakkan, keberhasiln proteksi sebesar 51-88% (WHO) dan sebesar 67%
(universitas Maryland) bila terpapar 105 bakteri tetapi tidak mampu proteksi bila terpapar
107 bakteri.
Vaksinasi tisoid belum dianjurkn secara rutin di USA, demikian juga di daerah lain.
Indkasi vaksinasi adalah bila:
- Bila hendak mengujungi daerah endemic, risiko terserang demam tifoid semakin
tinggi untuk daerah berkembang (Amerika Latin, Asia, Afrika)
- Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid
- Petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
Jenis-jenis vaksin
- Vaksin oral : Ty21a (vivotif Berna). Vaksin ini belum beredar di Indonesia
- Vaksin parenteral : ViCPS (typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul polisakarida.
Indikasi vaksin
a. Populasi : anak usia sekolah di daerah endemic, personil militer, petugas rumah sakit
laboratorium kesehatan industry makanan dan minuman.
b. Individual : pengunjung atau wisatawan ke daerah endemik, orang yang kontak erat
dengan pengidap demam tifoid (karier)
Kontraindikasi
Vaksin hidup oral Ty21a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran yang alergi
atau reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan. Bila diberikan
bersamaan dengan obat anti-malaria (klorokuin, meflokuin) dianjurkan minimal setelah 24
jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi
bersamaan dengan obat sulfonamide atau antimikroba lainnya.1,3,5
11
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi (s.typhi) atau Salmonella paratyphi (S.paratyphi) yang masuk dalam tubuh manusia
(saluran pencernaan) dengan ditandai oleh demam lebih dari 7 hari, sakit kepala, badan
lemas, anoreksia, bradikardi relative serta splenomegali dan juga merupakan kelompok
penyakit yang mudah menular serta menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah.
Adapun penyebab dari penyakit Demam tifoid ini adalah Bakteri Salmonella typhi
(s.typhi) atau Salmonella paratyphi (S.paratyphi).
Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi,
stupor, psikotik, atau koma,nyeri perut kadang tidak dapat dibedakan dengan apendisitis.
Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.
Masa tunas demam typoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang di
timbul sangat bervarisi dariringan hingga berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit
yang khas di sertai komplikasi.
Pada minggu pertama ditemukan gejala klinis dan keluhan demam typhoid seperti
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi, atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya
ditemukan peningkatan suhu tubuh, sifat demam adalah miningkat perlahan-lahan dan
terutama pada soere dan malam hari.
Pada minggu ke dua ditemukan gejala-gejala yang lebih jelas seperti demam,
bradikardi, lidah berselaput (kotor di bagian tengah tepid an ujung merah), hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa :stuporkoma, delirium, atau psikosis.
Pengidap tifoid (karier) adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin)
mengandung S.typhi setelah 1 tahun pasca-demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Kasus
tifoid dengan kuman S.typhi masih dapat ditemukan di feses atau urin selama 2-3 bulan
disebut karier pasca-penyembuhan.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo W Aru.20011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. FKUI. Jakarta
2. Price A Sylvia. 2006. Patofisiologi. EGC. Jakarta
3. Behrman, dkk. 2000. Nelson : Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: EGC.
4. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: FKUI.
5. . 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.
6. www.sribd.com/typhoid
7. www.docstoc.com
13
STATUS PASIEN
I. Anamnesa Pasien
Nama : Nabila Ramizah
Umur : 5 tahun
J. Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Tanggal masuk : 20 Maret 2013
Jam masuk : 09.30 WIB
BB masuk : 16 kg
II. Anamnesa Orang Tua
Nama Ayah : Heri Wahyudi Nama Ibu : Yenita
Umur : 34 tahun Umur : 31 tahun
Pekerjaan : PNS Pekerjaan : IRT
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Jl. Kelapa Binjai
RPT :
III. Riwayat Kelahiran
14
Tanggal Lahir : 25 Juli 2012
Cara Lahir : SC
BB Lahir : 3000 gram
Tempat Lahir : Rumah Sakit
Penolong : Dokter Spesialis Kandungan
Keadaan Lahir : Menangis spontan
IV. Riwayat Imunisasi
BCG : 1x
DPT :5x
Polio : 5x
Hepatitis : 3x
Campak : 1x
V. Riwayat Perkembangan Anak
Lahir 0 Bulan = Langsung menangis
0-3 Bulan = Belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata.
3-6 Bulan = Berusaha meraih benda, menaruh benda ke mulut.
6-8 Bulan = Dapat tengkurap
9-12 Bulan = Dapat berdiri sendiri tanpa bantuan
12-14 Bulan = Bisa berjalan, belajar makan sendiri.
2-3 Tahun = Bisa melompat dan berjalan lancer
3-5 Tahun = Mulai berinteraksi dengan teman seumuran.
15
VI. Riwayat Pemberian Makan
0-4 Bulan : ASI Semaunya
4-6 Bulan : ASI Semaunya + Bubur Susu
6-10 Bulan : ASI Semaunya + Nasi Tim
10-12 Bulan : ASI Semaunya + Nasi Tim + Biskuit + Buah
12-14 Bulan : ASI Semaunya + Nasi + Telur + Buah
2 Tahun s/d Sekarang : Menu keluarga
VII. Anamnesa Penyakit
KU : Demam
T :
Pasien Datang ke RSUD DR. RM. Djoelham Binjai pada tanggal 20-03-2013 pukul 09.30
diantar oleh orang tua pasien dengan keluhan demam. Hal ini dialami pasien sejak 7 hari
yang lalu sebelum pasien masuk rumah sakit. Demam yang dirasakan pasien naik turun, naik
pada sore hari dan turun menjelang pagi. Selain demam pasien juga mengeluh sakit kepala,
nafsu makan berkurang sejak 2 hari sebelum masuk ke rumah sakit, mual dan muntah, orang
tua pasien mengatakan bahwa pasien muntah bila diberi makan. Pasien juga mengeluh sakit
perut.
RPT : -
RPO : -
VIII. Pemeriksaan fisik
Vital Signs
Sensorium : Compos Mentis
16
HR ` : 100x/i
RR : 28 x/i
T :39,5oC
BB Masuk :16 kg
Sianosis : (-)
Edema : (-)
Ikterus : (-)
Ptekie : (-)
Status Gizi
BB = 16 kg
Umur = 5 tahun
BBN = 2N + 8
= 2 x 5 + 8
= 10 + 8
= 18
Status gizi = BB SekarangBB Normal
x 100
=1618
x 100
= 88, 88 (Status gizi baik)
Status Generalisata
Kepala
17
Rambut : Berwarna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Conjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
Telinga : Serumen (-)
Hidung : Septum Deviasi (-). Sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir kering (+), lidah kotor (+)
Leher : Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-)
Thorax
Paru-paru I : Simetris ki=ka
P : Vocal Fremitus ki=ka
P : Sonor seluruh lapang paru
A : Vesiculer seluruh lapang paru
Jantung I : Ictus cordis terlihat (-)
P : Ictus cordis teraba (-)
P : Redup
A : BJ I, BJ II normal, regular
Abdomen
I : Datar
A : Peristaltik meningkat (-)
P : Nyeri tekan (-)
P : Tymphani
18
Genitalia
Perempuan, tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior : Edema (-), sianosis (-), akral dingin (-)
Inferior : Edema (-), Sianosis (-), akral dingin (-)
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 21 Maret 2013
Darah Lengkap Normal
Leukosit : 8,4 x 103 /uL 5,00 – 12, 0
Eritrosit : 4, 42 x 10 6 /uL 4, 00 – 5, 20
Haemoglobin : 10,2 g/dl 12, 0 – 15, 5
Trombosit : 172 x 103 /uL 150 – 450
Hematokrit : 32,5 % 35,0 - 49,0
Tes Widal
Salmonella Typhi Salmonella Para Typhi
O : 1
401
80
140
140
H : 1
801
401
40
140
19
IX. Resume
KU : Demam
T :
Pasien Datang ke RSUD DR. RM. Djoelham Binjai pada tanggal 20-03-2013 pukul 09.30
diantar oleh orang tua pasien dengan keluhan demam. Hal ini dialami pasien sejak 7 hari
yang lalu sebelum pasien masuk rumah sakit. Demam yang dirasakan pasien naik turun, naik
pada sore hari dan turun menjelang pagi. Selain demam pasien juga mengeluh sakit kepala,
nafsu makan berkurang sejak 2 hari sebelum masuk ke rumah sakit, mual dan muntah, orang
tua pasien mengatakan bahwa pasien muntah bila diberi makan. Pasien juga mengeluh sakit
perut.
RPT : -
RPO : -
Vital Signs
Sensorium : Compos Mentis
HR : 100x/i
RR : 28 x/i
T : 39,5oC
BB Masuk :16 kg
Status Gizi : 88, 8 % (Gizi Baik)
Status Lokalisata
Kepala : Mulut : Mukosa bibir kering, lidah kotor
Leher : Dalam Batas Normal
20
Thorax : Dalam Batas Normal
Abdomen : Dalam Batas Normal
Ekstremitas : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 21 Maret 2013
Darah Lengkap Normal
Leukosit : 8,4 x 103 /uL 5,00 – 12, 0
Eritrosit : 4, 42 x 10 6 /uL 4, 00 – 5, 20
Haemoglobin : 10,2 g/dl 12, 0 – 15, 5
Trombosit : 172 x 103 /uL 150 – 450
Hematokrit : 32,5 % 35,0 - 49,0
Tes Widal
Salmonella Typhi Salmonella Para Typhi
O : 1
401
80
140
140
H : 1
801
401
40
140
X. Diagnosis Banding
Demam typhoid
Malaria
DHF
21
XI. Diagnosis Kerja
Demam typhoid
XI. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
Bed rest
Diet MB
Farmakologi
IVFD RL 50 gtt/i → sampai BAK →30 gtt/i
Cefotaxime 500 mg / 12 jam / IV
Ranitidine 25 mg / 8 jam / IV
Novalgin 200 mg / 8 jam / IV
Anjuran
Tes serologi (Tubex)
Kultur Feses
Prognosa : Dubia et Bonam
FOLLOW UP
Rabu, 20 Maret 2013 pukul 13. 00
KU : Demam, perut kembung, mual, muntah
Vital Sign
HR : 100 x /i
RR : 28 x/I
T : 39 0C
BB : 16 kg
22
Terapi :
IVFD RL 50 gtt/i → sampai BAK →30 gtt/i
Cefotaxime 500 mg / 12 jam / IV
Ranitidine 25 mg / 8 jam / IV
Novalgin 200 mg / 8 jam / IV
Rabu, 20 Maret 2013 pukul 20. 00
KU : Demam, perut kembung, muntah (-)
Vital Sign
HR : 102 x /i
RR : 26 x/I
T : 38 0C
BB : 16 kg
Kamis, 21 Maret 2013 pukul 06. 00
KU : Perut kembung, mual, muntah
Vital Sign
HR : 100 x /i
RR : 30 x/I
T : 37, 2 0C
BB : 16 kg
Terapi :
IVFD RL 50 gtt/i → sampai BAK →30 gtt/i
23
Cefotaxime 500 mg / 12 jam / IV
Ranitidine 25 mg / 8 jam / IV
Novalgin 200 mg / 8 jam / IV
Kamis, 21 Maret 2013 pukul 06. 00
KU : Demam (-), Muntah (-), Sakit Perut (-)
Vital Sign
HR : 104 x /i
RR : 26 x/I
T : 36, 3 0C
BB : 16 kg
Jumat, 21 Maret 2013 pukul 06. 00
KU : Demam (-), Muntah (-)
Vital Sign
HR : 100 x /i
RR : 26 x/I
T : 36, 5 0C
BB : 16 kg
Pasien PBJ
24
25