Upload
yohan-suryanto-pramono
View
145
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GENERAL BUSINESS ENVIRONMENT
Ketidakcocokan Antara Pengangguran
Terdidik Dengan Ketersediaan Lapangan
Pekerjaan
(Demography)
Disusun Oleh:
Yohan Suryanto Pramono
(10 / 310533 / PEK / 15410)
MAGISTER BISNIS
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2011
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita
penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi juga
menciptakan pertumbuhan dan peningkatan sumber daya manusia (SDM), dimana secara potensial
Indonesia mempunyai kemampuan SDM yang cukup untuk dikembangkan dan sering dihadapkan
pada berbagai kendala khususnya di bidang ketenagakerjaan, seperti perkembangan jumlah
angkatan kerja yang pesat namun tidak diikuti tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup.
Kendala lain yang merupakan kendala pokok di bidang ketenagakerjaan yaitu, penawaran tenaga
kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau kualifikasi yang dituntut oleh pasar tenaga kerja,
sehingga timbul angka pengangguran yang tinggi. Sejalan dengan pembangunan ekonomi
nasional, adanya kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja dan kemauan berbagai
sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja menjadi kesempatan kerja masih menjadi
masalah utama di bidang perekonomian.
Otonomi daerah menyebabkan perencanaan tenaga kerja dan pembangunan menjadi
perhatian pemerintah daerah. Pemerintah daerah baik Kota maupun Kabupaten dalam pembiayaan
pembangunan semakin meningkat, sehingga perlu peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan
kualitas pendidikan dan keterampilan. Untuk meningkatan kualitas sumber daya manusia, tamatan
pendidikan perlu dibekali dengan pengetahuan, keterampilan, keahlian dan kesehatan yang baik
agar siap untuk bekerja. Pendidikan mencerminkan tingkat kepandaian (kualitas) atau pencapaian
pendidikan formal dari penduduk suatu negara. Semakin tingginya tamatan pendidikan seseorang
maka semakin tinggi pula kemampuan kerja (the working capacity) atau produktivitas seseorang
dalam bekerja. Pendidikan formal merupakan persyaratan teknis yang sangat berpengaruh
terhadap pencapaian kesempatan kerja. Selain itu, tingkat upah juga memegang peranan penting
dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat upah maka semakin
tinggi pula kemampuan untuk meningkatkan kualitas seseorang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal di atas, permasalahan diuraikan oleh penulis sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap jumlah pengangguran terdidik.
2. Seberapa besar pengaruh tingkat UMK terhadap jumlah pengangguran terdidik.
3. Seberapa besar pengaruh jumlah kesempatan kerja terhadap pengangguran terdidik.
Penulis mengacu pada sumber informasi BPS Kabupaten Semarang tahun 1991-2006 untuk
membahas fakta pengaruh pengangguran terdidik dengan ketersediaan lapangan kerja.
C. Dasar Teori
Peningkatan sumber daya manusia adalah upaya meningkatkan kualitas SDM yang
menyangkut pengembangan aktifitas dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Pengembangan
SDM, dalam jangka pendek dapat diartikan sebagai pengembangan pendidikan dan pelatihan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga-tenaga terampil yang bertujuan untuk mempermudah mereka
terlibat dalam sistim sosial ekonomi di negara yang bersangkutan. Pembinaan SDM merupakan
usaha memperbesar kemampuan produksi seseorang atau masyarakat, baik dalam pekerjaan atau
kegiatan lain yang dapat mempermudah orang tersebut ditempatkan dalam pekerjaan dan
mendapatkan upah yang merupakan pembayaran atas jasa-jasa fisik atau mental yang disediakan
oleh tenaga kerja.
Kesempatan kerja yang diserap dari penduduk yang berusia kerja, dinyatakan dalam bentuk
jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan atau employment. Employment berarti keadaan orang yang
sedang mempunyai pekerjaan atau keadaan penggunaan tenaga kerja orang. Menurut konsep
Badan Pusat Statistik (BPS 1980) dalam hal ketenagakerjaan, penduduk yang termasuk dalam
kelompok usia kerja adalah penduduk yang berumur 10 tahun keatas. Batasan yang dimaksud
dengan tenaga kerja atau manpower mengandung dua pengertian. Pertama sebagian orang atau
kelompok orang-orang bagian dari penduduk yang mampu bekerja. Mampu bekerja berarti mampu
melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kedua adalah sebagai jasa yang
diberikan dalam proses produksi.
Pengangguran merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam
angkatan kerja yang ingin mendapatkan perkerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh
pekerjaan tersebut dan pengangguran merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika seseorang
tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang melakukan usaha secara aktif dalam mencari
pekerjaan.
D. Pembahasan Faktor-faktor Ketidakcocokan Tingkat Pendidikan dengan Lapangan
Pekerjaan
Berdasarkan data BPS di Kabupaten Semarang, masih banyak pencari kerja yang belum
bekerja karena pendidikan yang ia miliki tidak sesuai dengan apa yang diperlukan saat ini. Oleh
karena itu banyak orang yang bekerja tidak pada bidangnya masing-masing. Dengan banyaknya
pencari kerja, namun lapangan pekerjaan yang tersedia belum tentu bisa menempatkan para
pencari kerja tersebut sesuai dengan jumlah tamatan pendidikan yang dimiliki oleh masing-masing
pencari kerja tersebut, sehingga masih banyak yang menganggur.
Kemajuan perekonomian negara yang diukur dengan tingkat pertumbuhan ekonomi (GDP)
telah menunjukkan bahwa pengangguran tetap, menjadi ancaman terbesar. Hal ini pernah diduga
bahwa sebab dari pengangguran adalah perubahan struktur industri, ketidakcocokan keterampilan,
ketidakcocokan geografis, pergeseran demografis, kekakuan institusi, tidak bisa dipekerjakan, dan
pengangguran oleh adanya restrukturalisasi capital. Hampir semua ahli ekonomi menduga bahwa
pengangguran banyak dipengaruhi oleh variabel-variabel ekonomi seperti tingkat penanaman
modal, tingkat permintaan, dan tingkat upah yang ada. Sedangkan ahli sosial mempunyai dugaan
bahwa ada variabel-variabel sosial yang mempengaruhi tingkat pengangguran yaitu pendidikan.
Jumlah tamatan pendidikan atau jenis pendidikan diduga bisa mempengaruhi keengganan terhadap
pekerjaan – pekerjaan tertentu.
Adanya kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) akan mendorong peningkatan
pengangguran terdidik di Kabupaten Semarang. Dengan menambah tingkat upah, maka akan
menambah biaya tenaga kerja, sehinga bidang usaha yang ingin berjalan secara efisien harus
mengurangi beberapa tenaga kerjanya. Sehingga beberapa tenaga terdidik akan terkurangi pula
dan jumlah pengangguran terdidik di kabupaten Semarang meningkat. Hal ini diakibatkan karena
kenaikan upah akibat akumulasi kenaikan UMK menjadikan penambahan biaya bagi perusahaan.
Kenaikan UMK yang tidak dikuti dengan peningkatan produksi ataupun produktivitas tenaga kerja
justru akan menambah beban perusahaan, terutama beban pembayaran upah dan gaji.
Pengangguran tamatan Perguruan Tinggi di Kabupaten Semarang juga tinggi. Ini disebabkan
karena mereka memilih jenis pekerjaan dengan profesional atau ahli, tenaga administrasi, dan
tenaga kepemimpinan dan tata laksana. Tampaknya hal ini merupakan sesuatu hal yang logis,
karena pendidikan di negara kita mengarah ke modernisasi. Adapun penyebab lain dari adalah
ketidak cocokan antara jurusan pendidikan yang dimiliki dengan lapangan pekerjaan yang dijalani.
Misalnya seseorang yang menamatkan sekolah guru tapi tidak menjadi guru, adapula seseorang
tamatan sarjana pertanian tetapi kerja di kantor Bank. Ketidakcocokan antara jurusan pendidikan
dengan lapangan pekerjaan bisa diakibatkan oleh tidak tersediannya lapangan pekerjaan, sistem
balas jasa yang tidak sama atau langkanya tamatan dari suatu jurusan tertentu yang diingini oleh
suatu lapangan kerja tertentu.
E. Analisis Pembahasan Faktor Pengaruh Ketidakcocokan
Tiap tahun angka pengangguran terdidik tidak ada perubahan akibat faktor peningkatan
atau penurunan jumlah tenaga terdidik, perubahan UMK dan kesempatan kerja. Gejala tersebut
diakibatkan oleh pola pendidikan nasional saat ini yang kurang berbasis pada permasalahan
nasional dalam menciptakan lapangan kerja baru. Dengan demikian, di samping membangun
industri skala besar yang sifatnya padat modal dan teknologi, perhatian juga sudah seharusnya
diberikan pada pengembangan industri yang lebih berorientasi pada penyerapan tenaga kerja
terdidik yang tidak hanya jumlahnya besar tetapi juga tumbuh dengan sangat cepat.
Secara empiris telah terjadi kekurang-sepadanan antara Supply dan Demand keluaran
pendidikan. Adanya kekurang cocokan kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja karena profil
lulusan merupakan akibat langsung dari perencanaan pendidikan yang tidak berorentasi pada
realitas yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan diposisikan sebagai mesin ilmu pengetahuan
dan teknologi, cenderung lepas dari konteks kebutuhan masyarakat secara utuh. Kondisi
perekonomian yang masih lesu menjadi pemicu utama besarnya pengangguran terdidik di
Indonesia. Industri besar yang memerlukan banyak tenaga terampil dan terdidik (termasuk lulusan
sarjana) saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan karena naiknya harga minyak mentah dunia
dan juga karena daya saing ekspor yang rendah. Oleh karena itu, berharap banyak dari kondisi
ekonomi makro bisa memerlukan waktu lama, padahal masalah lapangan pekerjaan harus diatasi
segera karena menyangkut harkat hidup utama. Ada semacam dilema dalam penyelenggaraan
pendidikan di perguruan tinggi, yaitu antara memenuhi permintaan pasar atau bertahan dalam
proses pendidikan tinggi yang ideal. Permintaan pasar dipenuhi oleh perguruan tinggi dengan
membuka program studi yang “laku” di pasar tenaga kerja. Namun demikian, terkadang perguruan
tinggi mengabaikan kompetensinya. Alhasil, lulusan dari program studi itu tidak memiliki bekal ilmu
yang cukup sehingga menjadi sarjana yang tidak berkualitas. Alasan utama sebuah perguruan
tinggi melakukan jalan pintas seperti itu adalah demi bertahan hidup dan memperluas bisnisnya.
Perguruan tinggi sekarang mempunyai paradigma sebagai unit bisnis yang harus menghasilkan
keuntungan. Maka, orientasinya adalah menghasilkan keuntungan dalam artian jumlah mahasiswa
harus banyak. Mereka berbuat demikian karena dituntut bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan
operasionalnya.
Sesuai dengan teori permintaan dan penawaran, apabila penawaran naik, permintaan tetap
maka harga akan turun, begitupula dengan UMK di suatu daerah. Apabila upah tetap tenaga kerja
naik dan lapangan kerja tetap, sedangkan penawaran bertambah maka akan mengurangi
kesempatan orang atau tanaga kerja terdidik untuk mendapatkan pekerjaan. Sesuai dengan
permintaan dan penawaran tenaga kerja di sisi mikro ekonomi menunjukkan bahwa penambahan
kesempatan kerja merupakan penambahan permintaan tenaga kerja, secara tidak langsung
penawaran tenaga kerja yang ada, khususnya tenaga kerja terdidik dapat tertampung di dalam
lapangan kerja sehingga pengangguran terdidik dapat berkurang, atau ditekan pertumbuhannya.
Pengangguran terdidik akan dipengaruhi oleh pengangguran terdidik satu periode sebelumnya
karena belum dapat menampung pekerjaan baru.
F. Kesimpulan
Kenaikan tenaga terdidik tidak mempengaruhi kenaikan angka pengangguran terdidik.
Angka pengangguran terdidik tidak dipengaruhi oleh UMK dan Kesempatan Kerja, artinya
pendidikan tinggi tidak berperanan dalam menurunkan angka pengangguran terdidik di Kabupaten
Semarang. Tingkat perubahan UMK tidak mempengaruhi perubahan angka pengangguarn terdidik
meski konsisten dengan teori oleh karena itu angka pengangguran terdidik di Kabupaten Semarang
tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya UMK dan kesempatan kerja. Ketidakcocokan antara
karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja dan kesempatan kerja yang tersedia terjadi
di daerah ini dikarenakan adanya persepsi semakin terdidiknya seseorang, semakin besar
harapannya akan lapangan kerja yang aman. Namun hal ini terbentur pada terbatasnya daya serap
tenaga kerja di sektor formal dan belum maksimalnya fungsi pasar tenaga kerja terutama pada
lapangan kerja dan arus informasinya.
DAFTAR PUSTAKA
“Tabel Angkatan Kerja tamatan SMU, Tingkat Upah Minimum, Pertumbuhan Kesempatan
Kerja dan Pengangguran Terdidik di Kabupaten Semarang tahun 1991 – 2006”,
Jakarta, accessed 24 August 2011 at http://www.bps.go.id
Ananta, Aris., 1973, “Ciri Demografi, Kualitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi”,
Lembaga Demografi, FEUI, Jakarta.
Anton A Setyawan, 2001. ”Pengangguran Terdidik Vs Kualitas Perguruan Tinggi” Jakarta,
Kompas.
Elwin Tobing, 2007, “Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik”. Jakarta; Jurnal Kajian Strategis
Gema Nuusa.
Samoelson, Paul A, dan Nordhaus, William D., 1994, “Mikro Ekonomi”, Terjemahan oleh Tim
Erlangga Edisi Ke- XIV, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Simanjuntak, Payaman J., 1985 “Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia”, FEUI, Jakarta.
Soekirno, Sadono., 1993, “Pengantar Teori Ekonomi Mikro”, FEUI, Jakarta.
Suharno., 1990, “Angkatan Kerja di Indonesia dan Problemnya”, Bulletin Legnas, LIPI. Vol.
11/No.1
Suroto., 1992, “Strategi Pengembangan dan Perencanaan Kesempatan Kerja”, BPFE UGM,
Yogyakarta.
Susanti, Benlia., 1997, “Analisis Upah dan Jumlah Tenaga Kerja Terdidik Terhadap
Produktivitas Tenaga Kerja”. Lembaga Demografi, FEUI. Jakarta.
Susanti, Hera, Moh. Ikhsan, Widyanti., 1997, “Indikator-indikator Makro Ekonomi”, Lembaga
Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, FEUI, Jakarta.