Upload
fajar-copy-paste
View
103
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
desain instruksional
Citation preview
8AHANAJAR
PROGRAM PENGEMBANGAN KETERAMPIlAN DASARTEKNIKINSTRUKSIONAL .. .
. . (PEKERTI)UNTUK DOSENMUDA
DESAIN~INSTRUKSIONAL
Prof. Dr. AtWl SUparman
PUSAT ANTAR UNIVERSITASUNTUK
PElillNGKATAN DAN PENGEMBANGAN AKTIVIi'AS INSTRUKSIONALDIREKTORAT JENDE:RAL PENDIDIKAN llNGGI
DEPARTEMl:N PEND1DlKAN DAN KEBUDAVMN1997
111111111111111111111111111111111111111111111111111111
Hak Cipta ada pada PAU-PPAIUniversitas TerbukaJln. Gabe Raya, Pondok Cabe, CiputatJakarta
Dilarang mengutip sebagian ataupunseluruh isi buku ini datarn bentuk apapuntanpa seijin PAU-PPAIUniversitas Terbuka
Cetakan Pertama 1992Cetakan KedlJa 1993Cetakan Ketiga 1994Cetakan Keempat1995Cetakan Kelima 1996'Cetakan keenam 1997
,":,'
PEKERTI
KATA PENGANTAR
Peningkatan kualitas dosen, terutama dosen-dosen mudayang baru diangkat, menjadi salah satu pokok pernananDirektorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Setiap dosendituntut untuk menguasai bidang ilmunya sendiri' dan juga carapenyampaiannya .kepada mahasiswa. Umumnya dosen-dosenmuda sudah cukup mempunyai bekal penguasaan terhadap bidangilm unya, tetapi masih kurang terampil dalam menyampaikanmateri bidang ilmu tersebut kepada mahasiswa.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut DIKTI menyeleng-garakan program pelatihan keterampilandasar teknikinstruksional untuk dosen muda dengan harapan dosen mudadapat menerapkan konsep-konsep dasar tentang proses belajar-mengajar sejak dini.
Pusat Antar Universitas - Pengembangan dan PeningkatanAktivitas Instruksional (pAU-PPAI) di Universitas Terbukaditugaskan oleh DIKTI untuk mengembangkan paket programtersebut, dantahun 1993, program tersebut telah siap untukdigunakan. Sejumlah buku akan digunakan sebagai peganganprogram tersebut, yaitu:
Buku la: Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan MengajarBuku lb: Teori Belajardan Model-model.PembelajaranBuku 2 : Desain InstruksionalBuku 13: Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan
Satuan Acara Pengajaran (SAP)Buku 2b: Panduan Praktik MengajatBuku 3 : Penilaian Hasil BelajarB uku Pedoman PenyelenggaraanBuku Pedoman Penatar dan FasilitatorBuku Pedoman MagangJadwal Pelatihan
Program pelatihan keterampiJandasar teknik instruksional untukdosen muda ini diharapkan mulai berlangsung tahun 1993. Kiranyaprogram inibesar manfaatnyabagi tercapainyarnutu pendidikan yanglebib baik lagi di Indonesia. .
Direktur Pembinaao Sarana Akademis
~~Pr~f. Dr. Ir. Bambaog Soebendro
.' 'NIP. 130244444
PEKERTI
KATA PENGANTAR
Pusat Antar Universitas untuk Pengembangan danPeningkatan Aktivitas Instruksional (PAU-PPAI) di UniversitasTerbuka, adaIahsaIah satu dari enambelas PAU, yang dibentukuntuk menciptakan dan mengembangkan prasaranaakadernikyang diperIukan daIarn usaha meningkatkan kualitas danproduktivitas pendidikan tinggi,
Salah satu bentuk kegiatannyaadalah pengembangan bahanmstruksional yang menggunakan bahasa Indonesia, berupabuku ajar, monografi, bahan kuliah, buku panduan, dan model.Bahan instruksional tersebut dapat merupakan karya asli,saduran, ataupun terjemahan. Karya ini merupakan salah satubasil pengembangan tersebut. Penulisnya menyadari karya initentu tidak Iuput dari kekurangan atau kelemahan. Oleh karenaitu kami ikut mengharapkan saran-saran untuk penyempurnaandari para sej aw at , pemakai, dan semua pihak yangberkepentingan.
Hak cipta karya ini ada pada penulis. PAU-PPAI mencetaksecara terbatas untuk kepentingan sendiri sebagai suatu uji cobapenyebaran, Mereka yang bermaksud menggandakan ataumenerbitkan karya ini lebih lanjut harus mendapat persetujuantertulis dari penulis atau PAU-PPAI.
Kami berharap karya ini dapat dipergunakan sebagai bahan,bahkan mungkin sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatanbeIajar dan pembelajaran. Di samping itu bahan ini diharapkan .merupakan tambahan dalam memperkaya khasanah ilmupengetahuan kita dalam bidang teknologi instruksionaI, baikkonsepsi maupun aplikasinya.
Kepala PAUPPAI
Dr. Christina ngindaan, M.EdNIP. 130 278 074
iii
PEKERTI
KATA PENGANTAR
Diterbitkannya buku Desain Instruksional ini merupakanhal yang rnenggembirakan bagi perkembangan teknologiinstruksional, karena hal itu berarti bertambahnya buku acuanbagi para dosen, guru, dan praktisi di lembaga pendidikan 'danpelatihan dalam rnelaksanakan usaha peningkatan kualitas sisteminstruksional.
Buku ini selain berisi konsep-konsep dan prinsip-prinsipdesain instruksional, juga dan terutama berisiprosedur atautuntutan praktisi yang'berisi langkah demi langkah yang perludiikuti dalam mengembangkan, mendesain kembali, ataumernperbaiki sistem instruksional, termasuk mengembangkanbahan ajar atau bahan pelatihan.
Dengan didukung pendidikan formal dan pengalaman penulisdalam berbagai lembaga pendidikan sebagai pengajar dankonsultan diharapkan buku ini dapat memenuhi kebutuhanberbagai kalangan kaum praktisi yangbergerak dalam bidangpendidikan.
Penggunaan buku ini tentu akan lebih efektif bila isinyasecara terus menerus disempurnakan. Oleh karena itu kami ikutmengharapkan saran perbaikan dari pemakai.
Prof. Dr. Setijadi
PEKERT/
Kesempatan menulis buku ini diperoleh dari Pusat AntarUniversitas (PAU) yang ada pada Universitas Terbuka di bawahpengelolaan Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas BersamaAntar Universitas (CPIU) Bank Dunia XVII - Direktorat JenderalPendidikan Tinggi, Pusat tersebut mempunyai program penulisanbahan kuliah. Salah satu di antaranya adalah penulisan buku ini.Karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepadaBapak Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Pimpinan CPIUBank Dunia XVII, Rektor UT, dan Direktur PAU-UT ataskesempatan yang telah diberikan kepada penulis.
Untukmenyelesaikan buku ini 'penulis telah mendapatbantuan dari berbagai pihak, antara lain:1. Tenaga pengajar Florida State University (FSU) terutama
Robert M. Gagne, Roger Kaufman, Walter W. Wager, JohnM. Keller, dan Walter Dick yang telah memberikan masukankepada penulis selama kurang lebih tiga bulan di FSU.
2. Prof; Dr. Setijadi yang. telah me-review isi buku ini, danternan sejawat Deddi Anggadiredja, S.E.,MBA yang telahmemberikan masukan berharga.
Karena itu pada tempatnya kiranya penulis menyampaikanterima kasih dan penghargaan kepada mereka.
Sebenarnya buku ini telah hampir selesai ditulis pada tahun1~87 tetapi karena adanya masalah teknis dalam upayapenyempurnaan, baru benar-benar dapat diselesaikan danditerbitkan oleh PAU-UT pada awal tahun 1993. Oleh karena itupula penulis ingin nienyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dr. Christina Mangindaan, M.Ed, DirekturPAU yang telah berhasil memecahkan masalah teknis tersebut.
Akhirnya, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepadaTim Inti AA dari berbagai perguruan tinggi negeri, yang telahbersedia memberikan komentar, kritikvdan saran perbaikansebagai umpan balik sehingga telah dapat penulis gunakanuntuk menyempurnakan buku ini, Saran-saran yang serupa masihpenulis nantikan dari para pembaca.
PenuUs
v
PEKERTI
KATA PENGANTARPRAKATADAFTAR lSI
. DAFTAR lSI
Halaman
ivvi
BABI PENDAHULUAN 1lsi Singkat Buku Ini 1Kegiatan Instruksional sebagai suatu Sistem 4Prinsip-prmsip Instruksional 14Latihan 25Rangkuman 26
BAB II MODELPENGEMBANGANlNSTRUKSIONAL" 29Pengertian Pengembangan Instruksional 29Berbagai Model Pengembangan Instruksional 33Model yang terbaik 52Latihan 52Rangkuman 57
BAB III MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN
XINSTRUKSIONAL DAN MENULISTUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM 60Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional 62Menulis Tujuan Instruksional Umum 75Sedikit tentang Taksonomi Tujuan Pendidikan 80Latihan 83Rangkuman 85
BAB IV /' MELAKUKAN ANALISIS/ f INSTRUKSIONAL 89(
-. Pengertian Analisls Instruksional 89Empat Macam Struktur Perilaku 89Langkah-Iangkah melakukan AnalisisInstruksional 100Latihan 103Rangkuman 106
vi
PEKERTJ
BAB V MENGIDENTIFIKASI PERILAKUDAN KARAKTERISTIK AWAL SISWA 107Perilaku AwaI Siswa 110Karakteristik AwaI Siswa 113Latihan 114Rangkuman 117
BAB VI MERUMUSKAN TUJUANINSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) 118Pengertian TIK 119Bagaimana Merumuskan TIK 122Hubungan TIK dengan lsi Pelajaran 129Latihan 130Rangkuman 131
BAB VII MENYUSUN TES ACUAN PATOKAN 132Pengertian Tes Acuan Patokan 133Tes Acuan Norma 135Persamaan dan Perbedaan Tes AcuanNorma dan Tes Acuan Patokan 139Prosedur Penyusunan Tes Acuan Patokan 141Menggunakan Tes Acuan Patokan 150Latihan 151Rangkuman 152
BAB VIII MENGEMBANGKANSTRATEGI INSTRUKSIONAL 153Apakah Strategi Instruksional itu? 155Komponen Utama Pertama: UrutanKegiatan Instruksional 160Komponen Utama Kedua: MetodeInstruksional 166Komponen Utama I
PEKERTI
BAB IX MENGEMBANGKANBAHANINSTRUKSIONAL 195Tiga Bentuk Kegiatan Instruksional 196Tiga Macam PengembanganBahan Instruksional 200MengembangkanPedoman Siswadan Pedoman Pengajar 205Latihan 207Rangkuman 207
BABX MENDESAIN DAN MELAKSANAKANEVALUASI FORMATIF 209Pengertian Evaluasi Formatif 210Empat Tahap Evaluasi Formatif 212Komponen yang Perlu Diperhatikandalam Mer,encanakan Evaluasi Formatif 217Merevisi Produk Instruksional 219Latihan 224Rangkuman 225
SENARAI 227
/~-.
r"",~, -, (\
'iii
. I 1." i '\ '! II," ,i!\",I, . i:'\ I ,.' PEKERTI .i fl'I!"lli;~1 III I' ,"
, !,BABI
PENDAHULUA.N
A. lsi S.ingkat SUku Ini
Dalam buku ini diuraikan suatu proses sistematik yangharus dilalui dalam membangun sistem instruksional yangefektif dan efisien. Proses tersebut biasanya dilakukan olehdosen, guru atau tenaga yang bekerja sebagai pendesaininstruksional (instructional designer) di lembaga pendidikan.
Bila kita ingat sejenak pengalaman kita sejak menjadimurid Sekolah Dasar, siswa Sekolah Menengah sampai menjadimahasiswa diPerguruan Tinggi akan dapat diidentifikasiberbagai jenis pengajaran yang telah digunakan oleh para gurukita. Di antara para pengajar itu ada yang mempersiapkan :seluruh kegiatan pengajarannya secara khusus jauh sebelummemulainya dan ada pula yang membuat persiapan untuksetiap kali pengajaran. Kelompok pengajar yang lainnyamerasa tidak perlu membuat persiapan apa pun ,sebelumrn engajar. Kelompok yang terakhir ini langsung mengajarkarena merasa telah dapat mengajar dengan baik apabilamengetahui topik yang akan diajarkan untuk setiap kalipertemuan. Setiap pengajar, baik yang membuat persiapanmaupun tidak, selalu mencari cara untuk melaksanakan kegiataninstruksionalnya sebaik-baiknya. Demikian pula setiappengeioia program pendidikan danlatihan senantiasa mencarijalan meningkatkan kualitas programnya melalui cara-carayang dikenainya atau dianggapnya baik.
Buku ini diharapkan dapat membantu usaha tersebut,Isinya terdiri atas seP9Iuh ~a~h,,~(ajt~:.U " " "
Bab I dan !;B~~ :11 :#te~g\lr.~,k~~ "o~sep dan prmsipPengembangan Instru~slo.pal :,yang' diperkaya denganperbandingan berpl;lgai, . ~nod~l, P~ng'1~Qang
" '\
PEKERTI
tujuan Instruksional Umum :
Seearaumum, setelah Andamempelajaribuku ini Anda diharapkandapat mengembangkan satu program instruksional bagi matakuliahyang Anda bina.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK):, , I
Setelah mempelajari buku ini, Anda diharapkan dapat:
Alur berpikir dalam proses pengembangan instruksionalyang digunakan dalam buku ini hampir sejalan dengan modelpengembangan instruksional lain.
Beberapa hal khususyang perIu 4ije~a!~kanadalah:
1. Proses pengembangan, instruksional dalam buku 101dimaksudkan untuk 4iter~pkan padakegiatan instruksionaldalam kelas biasa .! ti~lilk tintuk . mengembangkan babanbelajar mandiri. Walaupun dbmikian, penerapan prinsipyang sarna untuk hal yang tersebut belakangan ini diulaspula.
2. Langkah pertama dalam proses pengembangan instruksionalyang terdapat dalam buku ini adalah proses meng-identifikasi kebutuhan instruksional, kemudian perumusantujuan instruksional umum, Penerapan langkah pertama
2
PEKERTI
ini ditujukan kepada kegiatan instruksional dalam kelasbiasa, baik pada lembaga pendidikan formalmaupunIembaga-lembaga pendidikan dan latihan (Diklat).
3. Langkah ketiga, mengidentifikasi perilaku awal mahasiswa.Hal ini tidak dimaksudkan untukmengukur pengetahuan,keterampilan dan sikap mahasiswa yang rnenjadi prasyaratuntuk mengikuti kegiatan instruksional, tetapidimaksudkan untuk mengetahui pengetahuan, kete-rampilan, dan perilaku awal mahasiswa. Hasilnya digunakanuntuk menentukan titik berangkat dalam kegiataninstruksional yang sesuai dengan perilaku awal mahasiswa.
4. Garis penghubung antara Tujuan Instruksional Khusus(TIK) dan Strategi Instruksional tidak diselingi denganMenulis Tes Acuan Patokan. Ini mempunyai pengertianbahwa kegiatan menulis strategi instruksional dapatdilakukan tanpa menunggu selesainya penulisan tes acuanpatokan. .
5. Kegiatan merevisi bahan instruksional tidak dipisahkandari evaluasi formatif.
6. Dalam pengembangan strategi instruksional, penulis tidakmenggunakan satu strategi instruksional untuk segalamacam TIK, tetapi memberikan berbagaialternatifstrategi instruksional yang sesuai untuk setiap tujuan.
lsi buku ini kecuali Bab I dan II, merupakan uraiandari. prosedur pengembangan instruksional yang dikembangkan
atas prinsip-prinsip tertentu. Prosedur tersebut diharapkanuntuk diterapkan secara fleksibel sesuai dengan kondisipengajar, mahasiswa, dan Iingkungan atau sumber-sumberlain yang tersedia. Dengan perkataan lain, penulis tidakbermaksud menyajikan suatu resep yang harus digunakansecara kaku, tetapi mengembangkan suatu model pengem-bangan instruksional yang penerapannya disesuaikandengan kemampuan dan ketersediaan sumber-sumber pactaAnda.
3
PEKERTI
. Dalam jangka yang Iebih panjang, sebagai pengajar Andadlha:apkan dapat mengajar Iebih baik sehingga prestasibelajar mahasiswa Anda Iebih tinggi. Bagi Anda yang bekerja disuatu Iembaga Diklat diharapkan buku ini dapat membanmmenyusun program instruksional yang efektif dan efisien. BiIakegiatan instruksionalyang Anda laksanakan atau kelola lebihsistematik, proses untuk memperbaiki dan meningkatkan kuali-tasnya akan Iebih jelas. I
B. Kegiatan Instruksional sebagai Suatu Sistem
Istilah sistem telah digunakan secara Iuas. Istilah itusecara umum berarti benda, peristiwa, kejadian atau cara yangterorganisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang Iebih kecildan seluruh bagian tersebut secara bersama-sama berfungsiuntuk mencapai tujuan tertentu. Definisi ini menunjukkanbahwa suatu benda atau peristiwa baru disebut sistem bilamemenuhi empat kriteria secara serentak, yaitu: Pertama,dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Kedua,setiap bagian tersebut mempunyai fungsi tersendiri. Ketiga,seluruhbagian itu melakukan fungsisecara bersama. Keempat,fungsi bersama yang dilakukannya mempunyai suatu tujuantertentu. Suatu sistem lebih dari sekedar gabungan dari bagian-bagian. Ia harus mempunyai tujuan tertentu yang tidak dapatdicapai oleh fungsi dari satu atau beberapa bagian darinya.
Dari pengertian di atas, benda atau peristiwa berikut inidapat disebut sistem: sepeda, mesin tik, lemari es, pesawattelevisi,bumi, proses peredaran darah, program latihan kesega-ran jasmani, administrasi kepegawaian, upacara keagamaan,pemberian kredit oleh bank, dan pengelolaan darrnawisatamahasiswa suatu sekolah.
Berikut ini dikemukakan beberapa kegiatan yang perludipertimbangkan sebagai sistem berdasarkan empat kriteriatersebut di atas: pengembangan kurikulum, pengembangankaset audio, pengembangan program televisi atau video,pengembangan modul, kegiatan Instruksional. Bagaimanamenurut pendapat Anda? Ya, itu semua merupakan sistem.
4
I I
PEKERTI
Kadang-kadang kita merasa kata sistem hanya tepat untukbenda atau peristiwa yang besar atau prosedur yang mempu-nyai ruang lingkup luas. Mesin tik hanyalah bagian dad admi-nistrasi keuangan, karena itu ia hanya sebuah subsistem. Pere-daran darah hanyalah sebuah subsistem dari sistem faal manusia.Demikian pula lemari es yang merupakan salah satu bag iandari pabrik pengalengan ikan dan pesawat televisi sebagaibagian dari sistem telekomunikasi.
Bila pola berpikir di atas diikuti seeara konsisten,adrninistrasi keuangan pun belumdapat disebut sebagai suatusistem karena ia hanya salah satu bagian dari administrasisecara keseluruhan di suatu kantor, Demikian pula manusiasebagai subsistem dati masyarakat des a tempat tinggalnya.Kalau begitu.iadministrasi atau masyarakat desa adalah suatusistem. sedangkan yang lebih keeil dari itu disebut subsistem,Manakah batas lingkup suatu sistem? Sebelum pertanyaan inidijawab marilah kita pelajari sesuatu yang lebih besar darisistem. .
Lebih luasdiui suatu sistem adalah suprasistem.Administrasiumum hanyalah bagian dari pengelolaan suatukantor yang berstatus suprasistem. Sistem sosial masyarakatdesa adalah bagian dari suprasistem masyarakat suatukecamatan. Sistem telekomunikasi adalah bagian dad supra-sistem komunikasi. Tetapi muneul pertanyaan lain. Apakahnama sesuatu yang lebih besar dari suprasistem yang telahdisebutkan tadi seperti sistem administrasi negara, sistemsosial, sis tern pendidikan, sistem ekonomi, jagat raya?Manakah batas subsistem, sistem, dan suprasistem?Jawabannya tergantung kepada tempat kedudukan Anda atau dimana Anda menempatkan diri. Bila Anda sedang mengajar didepan kelas ataumempelajari eara mengajar, kegiataninstruksional dapat Anda tempatkan sebagai suatu sistem,sedangkan penyelenggaraan tes sebagai. subsistem, danpengelolaan program pendidikan di lembaga Anda bekerjasebagai suprasistem.
Demikian pula bila Anda menempatkan diri sebagaiseorang ahli Antropologi Budaya yang bekerja di suatu daerah,kebudayaan suku bangsa di tempat Anda bekerja dapat dipan-dang sebagai suatu sistem, Sedangkan kebudayaan di suatu
5
PEKERTf
desa di dalam daerah tersebut disebut subsistern, dankebudayaan bangsa kita disebut suprasistem. Batas lingkupsistem ditentukan oleh orang yang memandangnya. Seseorangmelihat batas itudari tempat ia berdirLBagi orang yangbekerja di lembaga nasional atau orang yang menempatkan diridi lem baga tersebut, batas ruang lingkup sistem baginya adalahtingkat nasionaI. Lebih kecil dati itu disebut subsistem danlebih besar dari itu disebut suprasistem..
Setiap sistem menerima masukan dati suprasistem berupabahan mentah, tenaga, .atau sumber daya. Masukan itu diolahdalam sistem dan kemudian menghasilkan keluaran yang dikem-balikan lagi kepada suprasistem berupa produk atau pelayanan.Karena itu, bila suatu sistem tidak berfungsi.: misalnya dise-babkan tidak mendapat masukan dati suprasistem atau tidakdapat mengolah masukan tersebut sehingga tidak menghasilkankeluaran seperti yang diinginkan, sistem itu diganti ataudiperbaiki. Filbeck (1974) melukiskan model sistem secaraumum dalam diagram yang tampak dalam gambar 1.
Suprasistem Komponen, Bagian,dan Proses Sistem
/~ ~A,-- ~"
Supraslstem
Gambar 1. Model Sistem Secara Umum
6
PEKERTI
Filbeck melukiskan sistern sebagai Iingkaran besar yangberada di tengah, Di dalamnya terdapat lingkaran-lingkarankecjI sebagai subsistem yang saling berhubungan atauberintegrasi dalam menjalankan fungsinya,
Hubungan antara dua subsistem mungkin berbedadengan hubungan antara dua subsistem yang lain. SubsistemB dan D yang dilukiskan dengan dua anak panah timbal balik,misalnya terjadiantara bagian administrasi dan perpustakaan.Bagian administrasi memberi biaya dan tenaga kerja, sedangkanbagian perpustakaan memberikan data tentang daftar bukuyang diperlukan, kebutuhan tenagakerja, dan ruangan perpus-takaan kepada bidang administrasi untuk dijadikan bahan per-timbangan dalam mengambil keputusan.
Hubungan antara subsistem A dan C dilukiskan dengansatu anak panah. Subsistem A, rnisalnya bagian pengembangankurikulum, memberikan data kepada subsistem C, misalnyabagian produksi media, untuk dijadikan dasar dalam mengem-bangkan media yang tepat guna.
Masukan yang diterima dari suprasistem dilukiskandengan anak panah besar di sisi kid dan keluaran yangdikembalikan kepada suprasistern dilukiskan sebagai anakpanah besar pula di sebelah kanan Iingkaran sistern.
Dari konsep sistem berkernbang beberapa terminologiyang berkaitan, yaitu pandangan sistem (system view),pendekatan sistern(syste.m approach), analisis sis tern (systemanalysis) dan sintesa sistem (system synthesis). Pandangansistern adalah kebiasaan rnemandang benda atau peristiwadalarn hidup sebagai suatu sistem. Bila pandangan sistemini diterapkan dalarn memecahkan masalah, proses pernecahanmasalah itu disebut pendekatan sistem. Dalam prosestersebut terlibat kegiatan memecah suatu sistem rnenjadibeberapa subsistern dan mengidentifikasi hubungan darisetiap subsistem dengan subsistem yang lain. Kegiatan sepertiini disebut analisis sistem, Dengan analisis sistem kita tidaksaja dapat mengidentifikasi subsistem yang ada dalam suatusistern, tetapi juga mengidentifikasi fungsi masing-masingserta kaitan fungsi subsistem yang satu dengan yang lain dalammerijalankan fungsi bersama. Dengan analisis sistem dapat
7
PEKERTI
I,)\\\a diide\\.tif.i'k.a~i ~\\bsi~tem ma\\.a ":fa\\.'6 tida\. be;d.\l\\.'6'S\de\\~a\\ \)a\"k. ~e\\\\\.'6~a ~e,\\l d\'6a\\.t\ a\a\l d\~e,'tla\'k.\.
Di samping analisis sistern, dalarn pendekatan sistem terlibatpula sintesis sistern yang rnerupakan kegiatan memadukan,menarnbahkan, atau rnengkornbinasikan subsistem barn kepadasubsistem yang telah ada sehingga menimbulkan sistem baru,Filbeck menggambarkan dalam bentuk bagan kaitan antarakonsep sistern, pandangan sistem, pendekatan sistem,analisis sistem, dan sintesis sistem seperti dalam gambar 2.
HasiI penerapan pendekatan sistem dalam memecahkanmasalah instruksional adalah sistern instruksional yangefektif dan efisien. Demikian pula penerapannya dalamproses pengembangan instruksional dapat menghasilkan suatusistem instruksional (Twelker, Urbach, dan Buck, 1972).Bentuk nyata dari sis tern instruksional itu adalah satuset bahandan strategi instruksional yang telah teruji secara efektif danefisien di lapangan.
Gagne (1979) mengatakan bahwa sistem instruksionaladalah suatu set peristiwa yang mempengaruhi mahasiswasehingga terjadi proses belajar. Suatu set peristiwa itu mungkindigerakkan oleh pengajar sehingga disebut pengajaran, mungkinpula digerakkan oleh mahasiswa sendiri dengan menggunakanbuku, gambar, program televisi, ataukombinasi berbagaimedia. Baik digerakkan oleh guru maupun digerakkan olehmahasiswa sendiri, kegiatan itu haruslah terencana secarasistematik untuk dapat disebut kegiatan instruksional. Jadi,pengajaran adalah salah satu bentuk kegiatan instruksional.
Kegiatan yang dilakukan mahasiswa dalam kehidupansehari-hari tanpa perencanaan sebelurnnya disebut pengalamanbukan kegiatan instruksional walaupun keg iatan itumenyebabkan perubahan pada perilaku mahasiswa.
Kegiatan instruksional merupakan komposisi bagian-bagiandan fungsi masing-masing untuk mencapai tujuan instruksionalyang telah dirumuskan sebelumnya. Apabilasalah satubag ian di dalamnya tidak berfungs! dengan baik, tujuaninstruksional yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai denganbaik pula. Karena itu, kegiatan instruksional disebuf sistern.
8
I MEjiU ?)
PEKERTI
MULAI DENGANSTUDITERHADAPSISTEM YANG ADA
SEKARANG
PANDANGAN SISTEM. YANG DENGAN
ttlELALUI. PENERAPANSECARA TERAMPIL
PENGEMBANGANKONSEP SISTEM
YANG MEMPENGARUHIPERSEPSITERHADAP
DUNIA
~PENDEKATAN SISTEM
PEMECAHAN~~\..\5\'S MASALAH
9
Gambar 2. Pengembangan Keterampilan Sistem
i PEKERTI
Penggunaan pendekatan sistern dalam kegiatan in-struksional berkembang lebih pesat sete1ah muncu1nya teknolngiinstruksiona1 sejak awa1 tahun 1960-an. Sebagai ilmu, bidangkajian, dan profesi, tekno1ogi instruksiona1 berkembangterus. Kegiatan instruksiona1 dianalisis menjadi subsistem-subsistem sebagai berikut: tujuan instruksional, tes, strategiinstruksional, bahan instruksional dan evaluasi, di sampingkomponen pengajar, mahasiswa, dan fasilitas. Karena itu,untuk memecahkan masalah instruksiona1 kita perlu mengujifungsi setiap subsistem tersebut. Untuk menguji fungsi setiapsubsistem ini digunakan analisis sistem. Hasil pengujian inimemberi petunjuk subsistem yang perlu diganti atau diperbaiki.Langkah selanjutnya adalah mensintesis sistem barn dengancara mengintegrasikan subsistem barntersebut dengansubsistemyang lain untuk mewujudkan sistem yang Iebih baik.
Untuk mengembangkan sistem instruksional yang sesuaibagi mata pelajaran, program pendidikan, dan mahasiswatertentu telah berkembang suatu teknologi yang disebutpengembangan instruksional. Ia merupakan bagian dari teknologiinstruksionaI. Pada dasarnya pengembangan instruksionalmerupakan proses yang sarna dengan di atas, yaitumengidentifikasi subsistem yang menjadi bagiandari sistem,mengidentifikasi fungsi dan kaitan setiap subsistem yang satudengan yang lain, mengembangkan setiap subsistem, mensintesissemua subsistem yang ada di dalamnya menjadi satukesatuan, dan kemudian mengevaluasi fungsinya sebagaisuatu sistem keseluruhan.
.Dalam bentuk bagan sederhana, pendekatan sistem akantampak sebagai berikut:
Mengidentifikasl }---~ Mengembangkan t--- L.-_~__-'f
Merevisl
I I1-----1__1----1
Gambar 3. Bagan Sederhana Pendekatan Sistem
10
PEKERTI
Pendekatan sistem di dalam dunia pendidikan sebenarnyamerupakan difusidari pendekatan slstem yang semuladigunakan oleh pengembangan sistem persenjataan padaangkatan bersenjata. Dari sana pendekatan sistem menjalar kebidang industri untuk memproduksi komoditi merekasebelummenyebar ke bidang-bidang lain.
Penerapan pendekatan sistem dalam dunia pendidikandapat diarahkan kepada berbagai tujuan tergantung kepadamasalah yangakan dipecahkan. Hasil penerapanpendekatansistem ,itu dapat berupa pelayanan administrasi, registrasi,atau pengadaan bahan komputer, Untuk kegiatan instruksional,hasil pendekatan sistem terarah kepada peningkatankualitasbelajar mahasiswa.
Bagan pendekatan sistem yang sederhana seperti yangtelah digambarkan di atas akan berkembang lebih kompleksapabila digunakan untuk pemecahan masalah, tergantung kepadakompleksitas masalah dan besar-kecilnyalembaga pendidikan.Walaupundemikian,prinsip yang digunakan untuk menyusuns'istem instruksional tersebut sarna.
Perhatikan Model, Pengembangan Instruksional (MPI)berikut ini yang menunjukkan langkah-Iangkah' dalammenyusun sistem instruksional yang digunakan dalam bukuini. Ia . tampak lebih kompleks dari bagan sederhana diatas.
Tahap mengidentifikasi yang terdapat dalam bagan seder-hana telah diuraikan menjadi tiga langkah sebagai. berikut:
1. mengidentifikasikebutuhan instruksional dan menulis tujuaninstruksional umum;
2. melakukan analisis instruksional;
3. mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal mahasiswa,
Tahap mengembangkan telah diuraikan menjadi empatIangkah sebagai berikut:
4. menulis tujuan instruksional khusus;
11
PEKERTI
5. rnenulis tes aeuan patokan;
6. rnenyusun strategi instruksionaI;
7. mengembangkan bahan instruksional.
Tahap mengevaluasi dan merevisi dinyatakan sebagaiberikut:
8. mendesain dan melaksanakan evaluasi forrnatif yangterrnasuk di dalarnnya kegiatan merevisi.
Hasil akhir dari kedelapan Iangkah tersebut adalah sis terninstruksional yang siap pakai. Sebagai dasar untuk rnemahamiproses pengembangan instruksional tersebut dalarn subbabberikut ini akan dikemukakan prinsip-prinsip kegiataninstruksional. Dengan memahamiprinsip-prinsip ini, Andaakan lebih mudah mengikuti jalan berpikir yang dipergunakanModel Pengembangan Instruksional (MPI) tersebut. .
Model tersebut menunjukkan urntan kegiatan yang ditempuhorang dalam rnendesain sistem instruksional. Langkah pertamaadalah menentukan kebutuhan instruksional dan rnerumuskantujuan instruksional umum. Langkah kedua melakukan analisisinstruksional. Langkah ketiga mengidentifikasi prilaku dankarakteristik awal mahasiswa. Langkah keempat merumuskantujuan instruksional khusus. Langkah kelirna menulis tes acuan
.patokan. Langkah keenam menyusun strategi instruksional.Langkah ketujuh mengembangkan bahan instruksional. Langkahkedelapan mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif.Langkah ke sembilan mendapatkan sistem instruksional.
Bentuk bagan model tersebut dapat Anda lihat pada halamanberikut.
12
PEKERTI
I .... _._-- I J,MENYUSUN
MENGE~ DESAINDAN SlSTEM. BAHAN r-" MELAKSANAKAN f--,. INSTRUKSlaw.INSTRUKSlONAL EVAlUASIFORMATIF
.
MENYUSUN STRATEGl
INSTRUKSIONAL.>:
fir I IL L L J J
r---------T----------tI
t I.J ME~~1ES I i Ir~ MEL.AKIJKANANAUSlS
lNSTRUKSlONAL
MENUUSTWUAN~ INSTRUKSlONAL r-)o
KHUSUS (TlIQ
tII
MENGlDEtrnFIKASI IL.)o PERiLAKtJ DAN I
KARAKTERlmK IAWN. MAHASlSWAI
IDENTlFlKASIKEBUTUHANINSTRtlKSlONALDAN MENUllS t->TWUANINSTRUI
PEKERTI
C. Prinsip-prinsip Instruksional
Setiap teknologi bam tampak kompleks atau merepotkansehingga kalau tidak karena memaharni manfaatnya orang engganmenggunakannya dan kembali menggunakan tekno-logi yang lama.Untuk membuka tutup botol kecap, misalnya, telah biasa digunakanorang pinggir meja ataupaku yang tertancappada liang. Mengapakitahams menggunakan alat khusus yang masih hams dipelajari caramenggunakannya? Bukankah mempelajari penggunaan alat itumemerlukan waktu? Apalagi bilaberpikir kemungkinan untuk gagalpada percobaan pertamakarenakitabelum terampil menggunakannya.Alat bam yang lebih kompleks itu akan mengunnmgkan pemakaisedikitnya dalam tiga hal sebagai berikut: Pertama, meningkatkankualitas, karena bibir botol tidak atau sedikit kemungkinan pecah.Kedua, lebih aman, karena tidak ada atau sedikit kemungkinanmenimbulkan bahaya akibat tutnpbotol melesat dan mengenai matakita. Ketiga, lebih efisien, karena lebih cepat berhasil.
Bidang pekerjaan keeil seperti membuka tutup botol biladilakukan terus menerus dan berulang kali tentu dapat dihitungnilai ekonornis dan psikologisnya. Apalagi bila pekerjaantersebut dilakukan di suatu pabrik.
Bagaimana dengan penggunaan teknologi instruksional?Berapa nilai peningkatan kualitas instruksional yang digunakanoleh seorang pengajar untuk sekian ribu mahasiswa yangdiajarnya selama bertahun-tahun setelah ia memperbaikisis tern instruksionalnya rnelalui proses pengernbanganisntruksional? 'aila ada yang dapat menghitungnya denganeerrnat tentu nilainya akan lebihbesar dari yang diperkirakan.
Meningkatkan kualitas instruksional dengan menggunakanteknologi instruksional tidaklah sederhana, tetapitidak terlalukompleks untuk dipelajari pengajar atau pengelola programpendidikan, manakala cukup keinginan untuk meningkatkankeprofesionalannya. .
Setiap teknologi dibangun atas dasar teori tertentu.Demikian pula dengan teknologi instruksional, dibangun atasdasar prinsip-prinsip yang ditarik dari teori psikologi terutarnateori belajar dan hasil-hasil :penelitian dalam kegiatan in-
14
PEKERTI
struksional (instruction). Prinsip-prinsip yang digunakan dalamperigembangan instruksional dapat dikelompokkan .menjadidua belas macam (Filbeck, 1974). Berikut ini diuraikansecara singkat setiap prinsip tersebut dan diikuti denganImpfikasinya dalam kegiatan instruksional. Prinsip danimplikasi ini kemudian diterapkan dalam proses pengembanganinstruksional yang digunakan dalam buku ini.
Prinsip Pertama .
Respon-respon baru (new responses) diulang sebagaiakibat dari respon tersebut. Bila respon .itu berakibatmenyenangkan, mahasiswa (learner) cenderung untukmengulang respon tersebut karena ingin memelihara akibatyang menyenangkan. Bila akibat respon itu kurangmenyenangkan, mahasiswa cenderungmencari jalan yangdapat mengurangi rasa tidak menyenangkan tersebut dengancara menghindari respon yang samaatau melakukan perilaku(behavior) lain. Agar efektif, akibat dari suatu respon harusjelas terasa bagi mahasiswa, segera setelah ia membuat respon.Setelah akibat yang segera itu diberikan beberapa kali secaraberturut-turut, mahasiswa akan tetap memelihararespon tersebutwalaupun k;emudian akibat itu diberikan setiap lima kali,sepuluh kali, bahkan lebih jarang lagi.
Implikasi prinsip pertama ini kepada kegiatan instruksionalantara lain adalah:
1 Periunya pemberian umpan balik positif dengan segeraatas keberhasilan atau respon yang benar dari mahasiswa.Pada babak permulaan umpan balik yang' menyenangkantersebut harus seringkali diberikan, tetapi tahap berikut-nya dapat diberikan -lebih jarang secara random.
2. Mahasiswa harus aktifmembuat respon, bukan dudukdiam dan mendengarkan saja. Akibat yang menyenangkanatau yang kurang menyenangkan hanya diberikan bilamahasiswa aktif membuat respon.
15
PEKERTI
Dalam proses pengembangan ins'truksional, prinsip miditerapkan dalam bentuk pemberian latihan (exercise) dan tesuntuk dikerjakan mahasiswa serta pemberian umpan baliksegera terhadap hasilnya.
Prinsip Kedua
Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon,tetapi juga di bawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda yangterdapat dalam lingkungan mahasiswa. Kondisi atau tanda-tanda tersebut berbentuk tulisan, gambar, komunikasiverbal, keteladanan guru, atau perilaku sesama mahasiswa.
Tulisan dilarang merokok, gambar sebatang rokok yangdiberi tanda silang merah atautidak adanya tempat puntungrokok, misalnya, adalah kondisi yang diciptakan agar orangtidak merokok. Nasihat orang tua untuk mendorong anaknyabersernbahyang atau kebiasaah keluarga untuk sembahyangbersama merupakan salah satu kondisi untuk menciptakanperilaku seluruh anggota keluarganya taat kepada ajaranagama. Dernikian pula kerja sarna yang baik di antaramahasiswa dalam suatu kelompok belajarmerupakan kondisiuntuk menciptakan perilaku rajin belajar bagi setiap anggotakelompok belajar tersebut.
Implikasi prinsip kedua ini pada teknologi instruksionaladalah perlunya menyatakan tujuan instruksional secara jelaskepada mahasiswa sebelum pelajaran dimulai agar mahasiswabersedia belajar lebih giat. Tujuan instruksional itu berisipengetahuan, keterampilan, atau setiap perilaku yang akandapat dilakukan mahasiswa setelah menyelesaikan pelajaran.Apabila mahasiswa melihat pentingnya sesuatu yang akandikuasainya tersebut bagi hidupnya nanti, mahasiswa dapatdiharapkan lebih aktif melakukan kegiatan belajarnya untukmenguasai pengetahuan, keterampilan, atau sikap yangtercantum dalam tujuan tersebut. Penjelasan tentang tujuaninstruksional tersebutadalahkondisi untuk menciptakan perilakubelajar mahasiswa.
16
PEKERTI
Agar tujuan instruksionaltersebut jelas bagi manasiswa.rnaka teknik perumusannya menggunakan ikata kerja yangoperasional yaitu perilaku mahasiswa yang tampak oleh matadan dapat diukur.
Disamping itu implikasi prinsip kedua ini pada teknologiinstruksional adalah penggunaan berbagai metode dan mediaagar dapat mendorong keaktifan mahasiswa dalam pros~sbelajarnya. Penggunaan .metode diskusi, simulasi dan berm~mperan atau penggunaan media film bingkai (slide), kaset audio,gambar dan benda sebenarnya (realia) misalnyamerupakankondisi yang diciptakan untuk membuat mahasiswa belajardengan aktif.
.Prinsip Ketiga
Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan .hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat denganpemberian akibat yang menyenangkan. Karena.itu pengetahuandan keterampilan baru yang telah dikuasai mahasiswa harussering dimunculkan dan diberi akibat yang menyenangkan agarketerampilan baru itu selalu digunakan mahasiswa.
Implikasi prinsipketiga 101 terhadap teknologimstruksional adalah pemberian isi pelajaran yang bergunapada mahasiswa di dunia luar ruangan kelas dan memberikanumpan balik berupa imbalan dan penghargaan terhadapkeberhasilan mahasiswa, .
Dalam proses pengembangan instruksional, penentuan apayang akan diajarkan vkepada mahasiswa didasarkan kepadahasil langkah mengidentifikasi kebutuhan instruksional sehinggayang dipelajari mahasiswaadalah pengetahuan, ketera~pilandan sikap yang memang belum dikuasai tetapi'dibutuhkannyadalam kehidupan sehari-hari, .
Selanjutnya mahasiswa seringdiberi .latihan dan tes agarp engetahuan, keterampilan dan sikap yang baru dikuasainyas-exing dimunculkan pula. Bila mahasiswa dapat melakukanLatihan atau mampu mencapai hasil tesdengan.baik, makaguru harus memberinya umpanbalik yang berupa pemberian
17
PEKERTI
nilai, pujian atau konfirmasi kepada mahasiswa bahwa hasilyang dicapainya benar atau baik. Dengan demikian mahasiswaakan selalu berusaha melakukan hal yang sarna menakala iamenghadapi latihan, tes atau masalah yang sarna. Umpan balikatas hasil belajar mahasiswa dan penghargaan ataskemajuannya akan mempercepat tercapainya tujuan belajarmahasiswa.
Prinsip Keempat
Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yangterbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.
Prinsip Kelima
Belajar,menggeneralisasikan dan membedakan adalahdasar untukbelajar sesuatu yang kompleks seperti pemecahanmasalah.
Karena itu, dalam pengembangan instruksional perIudigunakan secara luas bukan saja contoh-contoh yang positif,melainkan juga yang negatif. Uraian materi pelajaran perludiperjelas dengan contoh yang positif dan yang negatif. Untukmenjelaskan perilaku yang baik menurut norma yang berlaku,
18
PcKcRTJ
guru harus pula memberikan contoh-contoh yang bertentangandengan norma tersebut. Untuk menjelaskanbilangan genap,m isalnya, guru perlumemberikan contoh bilangangenap danc ontob bilangan ganjil, Agar murid tahu benar mana yangdfsebut benda kongkret, guru harus pula menjelaskan manabenda yang tidak termasuk benda .kongkrer-atau abstrak.
Prinsip Keenam .
Status mentalmahasiswa untuk menghadapipelajaranakan mempengaruhi perhatian dan ketekunan mahasiswa selamaproses belajar.
Implikasi prinsip keenam ini dalam teknologi instruksionaladalah pentingnya menarik perhatian mahasiswa untukmempelajari isi pelajaran. Dosen harus melakukan langkahpertama dalam proses instruksional, yaitu menunjukkank.epada mahasiswa hal-hal sebagai berikut:
1
1 . Apa yang akan dikuasai mahasiswa setelah selesai prosesbelajar, Ini berartidosen menjelaskan tujuan instruksionalkepada mahasiswa.
2. Bagaimana mahasiswa menggunakan apa yang dikuasainyadalam kehidupan sehari-hari.
3. Bagaimana sesuatu yang dikuasainya itu dapat me-lengkapi, menambah, atau berintegrasi dengan apa yangtelah dikuasai sebelumnya.Penjelasan ini pentingartinyakarena mahasiswa akan belajar lebih cepatdan mudah bilaia dapat mengintegrasikan sesuatu yang baru dipelajarinyadengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telahdimilikisebelumnya. .
4. Bagaimana prosedur yang harus diikuti atau kegiatan yangharus dilakukan mahasiswa agar ia mencapai tujuaninstruksional. .
5. Bagaimana cara penilaian yang akan diberikan kepadarnahasiswa dalam pelajaran tersebut atau apa keuntunganmahasiswa bila ia mencapai tujuan instruksional tersebut.
19
PEKERTI
Dalam proses pengembangan instruksional, dirumuskan stra-tegi instruksional yang di dalamnya terdapat bagian pen-dahuluan sebelurn menginjak ke bagian penyajian ataupresentasi. Pada bagian pendahuluan tersebut terdapat kegia- ,tan-kegiatan yang harus dilakukanpengajar untuk mem-persiapkan mental mahasiswa sebelum mempelajari materipelajaran yang menjadi inti kegiatan instruksionaL
Kelima hal di atas merupakan pokok-pokok penjelasanyang harus dirumuskan pen gembang instruksional pada bagianpendahuluan.
Prinsip Ketojub
Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-Iangkahkecil dan disertai umpan balik untuk penyelesaian setiapIangkah akan membantu sebagian besar mahasiswa.
Implikasinya dalam teknologi instruksional adalah:1. Penggunaan buku teks terprogram (programmed texts
atau programmed instructions).2. Pengajar harus menganalisis pengalaman belajar mahasiswa
menjadi kegiatan-kegiatan kecH dan setiap kegiatan keciltersebut disertai latihan dan umpan batik terhadap hasilnya.
Dari sinilah munculnya ide pemecahan materi pelajaranmenjadimodul-modul. Materi pelajaran yang luas dan kom-pleks, yang akan diajarkan kepada mahasiswa selama satusemester. atau satu periode tertentu dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, Setiap bagian itu merupakan bagiantersendiri, karena isinya telah utuh atanbulat. Ia disebut modulinstruksional atau moduloDengan demikian, mahasiswa dapatmempelajari materi pelajaran tersebut secara bertahap, sedikitdemi sedikit. '
Prinslp Kedelapan
Kebutuhan memecah materi belajar yang kompleksmenjadi keglatan-kegiatan kecilakan dapat dikurangi bila materibelajar yang kompleks itu dapat diujudkan dalam suatu model.
20
P/EKERTI
Irnplikasinya dalam teknologi instruksional adalahpenggunaanmedia dan mctode instruksional yani dapatmeng.g ambarkan materi yang kompleks kepada mahasiswaseperti: modef. realia, film, prograin televisi, program video.dram a, demonstrasi,
Dalam proses pengembang an instruksional, isi pelajarandibagi menjadi bagian yang lebih kecil. Setiap bagian itu tidakperlu sama besarnya antara satu dengan yang lain. Bagianyang mengandung isi pelajaran yang kompleks dapat lebih besardaripada yang lain dan perlu didukung dengan penggunaanmodel, media lain. dan berbagai metode instruksional. . .
I .
U ntuk mengajarkan sopan santun yang diterima oleh masya-rakat sekitar atau mengajarkan watak Pancasilais tidakcukupatau mungkin tidak dapat dengan hanya menggunakan penjela-san tentang pengertian sopan santun atau watak Paneasilais.Pengembang instruksional perlu menggunakan film. metodesimudasi, atau bermain peran yang dapat menggambarkankonsep sopan santun atau watak Pancasilais tersebut.
Prinsip Kesembilan
Keterampilan tingkat tinggi seperti keterampilan me-mecabkanmasalah adalah perilaku kompleks yang terbentukdad komposisi keterampilan dasar yang lebih sederhana.
Implikasinya dalam teknologi instruksional adalah:1. Tujuan instruksional umum harus dirumuskan dalam
bentuk basil belajar yang operasional agar dapat dianalisismenjadi tujuan-tujuanyang lebih khusus. '
2. Demonstrasi atau model yang digunakan barus didesainsejalan dengan hasil anali sis tersebut di atas agar dapatmenggambarkan secara jelas komponen-komponen yangterma,suk dalam perilaku yang kompleks tersebut.
~~l~m pe~gembangan instruksionaI digunakan prosesanatists mstrukslO~al .untu~ memecah perilaku yang terdapatdalam TIU ":lenJadl perilaku yang lebih khusus. .Tanpape~ecahan penlak~ rang kompleks menjadi perilaku yangl~blh sederhana 1.01. ke~latan instruksional tidak dapatdllakukan secara aistematik atau bertahap dan berurutan.
21
PEKERTI
Prinsip Kesepuluh
Belajar cenderung menjadi cepat dan efisien sertamenyenangkan bila mahasiswa diberi informasi bahwa iamenjadi lebih rnarnpu dalarn keterarnpilan memecahkanrnasalah. Orang cenderungbelajar Iebih cepat bila diberiinformasi ten tang kualitas penampilannya dan bagairnana carameningkatkannya lebih baik.
I
Implikasinya dalam teknologi instruksional adalah:
I. Urutan pelajaran harus dimulai dariyang sederhana dansecara bertahap menuju kepada yang lebih kompleks agarkeberhasilan mahasiswa dalam pelajaran yang lalu (yanglebih sederhana) dapat mendorongnya lebih kuat untukmeng-uasai pelajaran yang .akan datang (yang lebihkompleks).
2. Kernajuan. mahasiswa dalam menyelesaikan pelajaranharus diinformasikan kepadanya agar keyakinan kepadakemampuan dirinya lebih besaruntuk. memecahkan rnasalahyang Iebih kompleks pada waktu yang akan datang.,Dalarn proses pengembangan instruksional terdapat tes
formatif dan umpan balik atas hasilnyapada akhir setiap bag ianpelajaran. Selanjutnya, mahasiswa diberi petunjuk pulauntuk melakukan kegiatan lanjutan atas dasar hasil tes formatifyang diperolehnya. Tes formatif, urnpan balik, dan tindaklanjut ini merupakan kunci utama untuk membangkitkan danmeningkatkan motivasi mahasiswa untuk belajar lebih giat.Karena itu, pengembang instruksional harus mengembangkanketiga komponen tersebut pada akhir setiap bagian pelajaran.Para dosen atau pengeioia program pendidikanmempunyaikewajiban untuk mengontrol pelaksanaan ketiga komponentersebut oleh rnahasiswa, Suatu sistem instruksional yang tidakdisertai pelaksanaan ketiga komponen tersebut oleh mahasiswaakan cenderung membuat proses belajar lebih lambat, tidakefisien, dan tidak menyenangkan, bahkan dapat mengakibatkanfrustrasi pada mahasiswa.
22
PEKERTI
Prinsip Kesebelas
Perkembangan dan kecepatan belajar mahasiswa bervariasi,ada yang maju dengan cepit, ada yang lebih lambat. Disamping Itu, perkembangan dan kecepatan belajar seorangmahasiswa tidak ,stabil dari suatu hari ke hari yang lain dantidak sarna dati suatu mata pelajaran ke mata pelajaran yanglain. Variasi dalam kecepatan belajar itu tidak selalu dapatdiramalkan. Hasil tesintelegensi, gaya kognitif, dan minatarau sikap untuk belajar tidak mempunyai hubungan yangsignifikan terhadap variasi tersebut. Tetapi variasi penguasaanterhadap pelajaran yang terdahulu mempunyai hubungan yanglebih berarti terhadap variasi tersebut,
Implikasi prinsip ini terhadap teknologi instruksionaladalah:1. Pentingnya penguasaan mahasiswa dalam materi pelajaran
prasyarat sebelum mempelajari materi pelajaran selanjutnya.Penggnnaan cara belajar tuntas (mastery learning) sangatpenting bagi materi pelajaran terutama yang tersusunsecara hirarkikal,
2. Mahasiswa mendapat kesempatan maju menurut kecepatanmasing-masing.
Dalam pengembangan instruksional, penguasaan mahasiswaterhadap pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang menjadiprasyarat harus mencapai tingkat 80% atau lebih sebelummeneruskan ke bagian selanjutnya.
Bagi yang mengembangkan bahan belajar -mandiri,bahan tersebut harus didesain sedemikianvrupa sehinggamahasiswa dapat maju menurut kecepatan masing-masing.Bahan tersebut harus lengkap memuat isi pelajaran yangd ipelajari mahasiswa tanpa mengacu kepada bahan belajarlain yang tidak diketahui secarapasti bahwa dimilikimahasiswa, Di samping itu, bahan tersebutharus dilengkapidengan tes formatif dan kuncinya serta petunjuk tentang tindaklanjut yang nams dilakuk.an mahasiswa setelah mengetahuihasil tes formatifnya.
Bagi para dosen yang bias a mengajar di dalam kelas biasa,p erlu selalu diingat bahwa perbedaan kecepatah mahasiswa
23
PEKERTI
~e~untut perbedaan perlakuan agar seluruh mahasiswa yangdiajarnya secara bersama dapat mengikuti pelajaran yangdiberikannya. Perbedaan perlakuan tersebut mungkin berupabimbingan dalam kelas, pemberian tugas, dan penggunaanmetode instruksional yang tepat, yang dapat membantumahasiswa yang lambat, tetapi tidak merugikan mahasiswayang cepat,
Prinsip Keduabelas
Dengan persiapan, mahasiswa dapat mengernbangkankemampuan mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiridan menimbulkan urnpan balik bagidirinya untuk membuatrespon yang benar.
Implikasinya dalamteknologi instruksional adalah pern-berian ke.mungkinan bagi rnahasiswa untuk memilih waktu,cara, dan sumber-sumber lain, di samping yang' telahditetapkan dalam sistem instruksional agar dapat membuatdirinya mencapai tujan instruksional.
Dalam proses pengembangan instruksional dilakukanpenyusunan panduan mahasiswa yang berisi petunjuk tentangtugas-tugas yang diharapkan dilakukan mahasiswa selamamengikuti pelajaran tersebut. Dengan demikian, mahasiswaterutama yang telah matang, dibarapkan dapat menyusunpersiapan dan melakukan kegiatan sendiri : yang mengarahkepada penyelesaiantugas tersebut tanpa menunggu mahasiswayang lain atau tanpa harus tergantung sepenuhnya kepadakegiatan instruksional yang dipimpin oleh dosen di dalam kelas.
Melihat keduabelas prinsip yang telah diuraikan, dapatdisimpulkan bahwa penerapan desain instruksional merupakanpekerjaan yang tidak sederhana tapi kompleks. Namun pekerjaanyang kompleks. itu harus dilakukan dengan seksama bila kita
.mengharapkan terjadinya kegiatan instruksional yang efektifdan efisien.
Dalam waktu dua puluh tahun terakhir ini teknolog iinstruksional telah berkembang dengan pesat dengan mengarn-bil empat ciri utama, yaitu:
24
PEKERTI
1. Menerapkan pendekatan sistem;2. - Meilggunakan sumber belajar seluas mungkin;3. Bertujuan meningkatkan kualitas belajar manusia;4. Berorientasi kepada kegiatan instruksional individual.
Fokus dari teknologi instruksional bukan pada prosespsikologis .bagaimana mahasiswa belajar, melainkan padaproses bagaimana teknologi perangkat Iunak dan kerasdigunakan mengkomunikasikan pengetahuan, keterampilan,atau sikap kepada mahasiswa sehingga mahasiswa mengalamiperubahan perilaku seperti yang diharapkan.
Dengan empat ciri utama tersebut teknologi instruksionalsemakin memperhalus dan mempertajam kemampuannya dalammemecahkan masalah belajar.
Salah satu bagian teknologi instruksional yangmenjadipusat perhatian buku ini adalah pengembangan instruksional.Dari contoh model yang akan disajikan dalam Bab II ini akansegera tampak bahwa pengembangan instruksional merupakansalah satu teknologi perangkat lunak (software technology)yang canggih untuk membangun sistem instruksional yangberkualitas tinggi. '
D. Latihan
Berikut ini terdapat beberapa butir latihan yang perlu Andakerjakan. Maksud latihan ini adalah membantu Andamenguasai konsep-konsep dan prinsip-prinsip instruksionalyang baru saja selesai Anda pelajari. '
Latihan bukanlah tes. Ia bagian dari proses belajar Anda.Karena ia bukan tes, tidak ada yang dapat memberikan kuneijawaban kepada Anda. Untuk memeriksa kebenaran latihanyang Anda lakukan, ikutilah petunjuk-petunjuk yang terdapatdi dalamnya dan bandingkanlah dengan konsep, prinsip, atauprosedur yang telah diuraikan dalam Bab ini. Selamatbekerja. .
1. Dari sudut pandangan Anda dan sesuai dengan bidangkerja atau minat Anda, sebutkan contoh suatu sistem,
25
PEKERTJ
subsistem, dan suprasisternnya. Bila :Anda dapat rnenye-butkan satu contohyang lain lagi.Tatihan Anda untuk burirsatu ini akan semakin sempurna.
2. Lakukan analisis terhadap sistem yang .telah Anda sebut(satu sistem saja) sehinggadapat diidentifikasikan faktor-faktor sebagai berikut:a. Masukan;b. Proses: maeam subsistem dan kaitan fungsinya masing-
masing;c. Keluaran.
3., Pilihlah tiga di antara dua belas pnnsip yang telahdiuraikan dalam Bab ini. Ketiga prinsip yang Anda pilihharus berkaitan dengan tiga komponen berikut: tujuaninstruksional, kegiatan penyajian pelajaran, dan tes,Kemudian, uraikan cara menerapkan ketiga prinsip yangAnda pilih tersebut dalam kegiatan instruksionaI.
4. Diskusikan hasillatihan Anda dengan seorang atau bebe-rapa ternan Anda. Untuk setiap perbedaan pendapat yangsulit dipadukan, gunakanlah bacaan dalam Bab ini sebagaibahan aeuan
E. Rangkuman
Pengembangan instruksional sebagai suatu proses yangsistematik untuk menghasilkan suatu sistem instruksional yangsiap digunakan merupakan proses yang panjang. Kadang-kadangsementara ahli menganggapnya identik dengan teknologiinstruksional.
Pengembangan instruksionaladalah salah satu ujudpenerapan pendekatan sistem dalam kegiatan instruksional.Ujud yang lain yang setara dengannya adalah produksi danpenggunaan media instruksional, evaluasi instruksional, danpengelolaan instruksional.Semuanya itu adalah bidang-bidangdalarn teknologi instruksional, .
. Sebagai suatu siklus dalam sisterninstruksional keseluruhan,letak pengembangan instruksional berada paling awal. Proses
26
PEKERTI
rersebut disusul dengan implementasi dan diakhiri denganevaluasi. Dengan demikian, bagi seseorang yang berdiri dalamsuatu proses instruksional keseluruhan, pengembanganinstruksional itu merupakan sub sistem. Tetapi, bagi pengembangInatruksional, ia adalah suatu sistem, yaitu sistem pengembanganinstruksional. Hal ini sesuai dengan pengertian tentang sistemyang menyatakan bahwa garis batas atau ruang Iingkup suatusistem itu relatif tergantung kepada tempat kedudukan orangyang memandangnya. ..
27
PEKERTJ
Daftar Kepustakaan
Filbeck, Robert. Systems in Teaching and Learning. Lincoln:Professional Educators Publications, 1974.
Twelker, Paul A., Urbach, Floyd D., & Buck, James E. TheSystematic Deyelopment of Instruction. Stanford: ERICClearinghouse on Media and Technology, 1972.
Gagne, R.M., & Briggs L.J. Principles ofInstructional Design.(2nd ed.) New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979.
I \
28
PEKERTI
BAB II
MODEL PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL
A. Pengertian Pengembangan Instruksional
Pengembangan instruksional ada1ah termino1ogi yangberkembang sejak kurang1ebih dua pu1uh tahun yang 1a1u.Penerapannya di Indonesia mu1ai populer dengan penggunaanProsedur Pengembangan Sistem Instruksional. yang disingkatPPSI pada permu1aan 1970, khususnya dalam mengiringimunculnya Kurikulum 1975 yang berlaku untuk tingkatSekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Sejak saar itupengembangan instruksiona1 menjadi kegiatan yang lebihmenonjol, tidak saja di tingkat sekolah dasar dan menengah,tetapi juga di perguruan tinggi dan lembaga pendidikan danlatihan (Diklat). Di perguruan tinggi, misalnya, kegiatanpengembangan instruksional dilakukan dengan lebih giatrnelalui penataran Proses Be1ajar Mengajar sejak tahun 1979.
.,
Di lembaga-1embaga Diklat, baik yang berada di bawahdepartemen maupun yang berstatus swasta telah berkembangpula kegiatan yang serupa. Tenaga-tenaga pengajar,pelatih, pengembang kuriku1um ditambah tenaga khusus yangmereka miliki memberikan perhatian 1ebih besar terhadapkegiatan pengembangan instruksional,
Apakah pengembangan instruksiona1 itu sebenainya?Berbagai ahli di bawah ini mengemukakan berbagai definisipengembangan instruksional.
Clarence Schauer (1971) menyebutnya sebagai perenca-naan secara akaI sehat untuk mengidentifikasikan masa1ah
29
PEKERTI
belajar dan rnengusahakan pemecahan masalah tersebut denganmenggunakan suatu rencana terhadap pelaksanaan, evaluasi,uji coba, umpan balik, dan hasilnya. Hamreus (1971)menyebutnya secara singkat sebagai proses yang sistematikuntuk meningkatkan kualitas kegiatan instruksional, dan Buhl(1975) menyebutnya sebagai suatu set kegiatan yang bertujuanmeningkatkan kondisi belajar bagi mahasiswa.
Kecuali Schauer, tidak seorang pundari ahli' di atas yangmenunjukkan secara jelas bagaimana proses pengembanganinstruksionaI itu berlangsung. Mereka lebih menitikberatkanpengertian pengembangan instruksional pada tujuan ataumaksudnya, yaitu memecahkan masalahbelajar, meningkatkankualitas kegiatan instruksional, atau meningkatkan kondisi-kondisi belajar.
Bila mempelajari pengertian pengembangan instruksionalyang dikemukakan tiga pihak lain di bawah ini, kita akanmelihat lebih jelas bagaimana proses tersebut berlangsung.Twelker, Urbach, dan Buck (1972) mendefinisikannya sebagaicara yang sistematik untuk mengidentifikasi, mengembangkan,dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi belajar denganmaksud mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Reigeluth(1978) mengartikannya sebagai tiga tahap kegiatan sebagaiberikut:1. Desain yang bagi seorangpengembang instruksional ber-
fungsi sebagai cetakan biru atau blue print bagi ahlibangunan. .
2. Produksi yang berarti penggunaan desain untuk membuatprogram instruksional.
3. Validasi yang merupakan penentuan kualitas atau validitasdari produk akhir.
AT&T atau American Telephone & Telegraph (1985),mendefinisikan desain instruksional sebagai suatu resepdalam menyusun peristiwa dan kegiatan yang diperlukan untukmemberikan petunjuk ke arahpencapaian tujuan belajartertentu. Hasil proses desain instruksional merupakan cetakbiru untuk pengembangan bahan instruksional dan media yangakan digunakan untuk mencapai tujuan,
30
PEKERTI
AT&T adalah' suatu perusahaan telepon dan telegraf diAmerika Serikat yang dewasa ini dipandang sebagai salahsatu organisasi yang mempunyai sistempengembangan pro-gram latihan yang paling maju. Organisasi ini membagiprosespengembangan instruksional menjadi dua tahap, yaituproses desain untuk menghasilkan cetak biru dan prosespengembangan yang menggunakan cetak biru tersebut sebagaidasar untuk mengembangkan bahan dan media instruksionaI.
Reigeluth danAT&T tampaknya sejalan. Proses pengem-bangan instruksional lebih panjang dari desain instruksional.Tetapi, kalau diperhatikan model desain instruksional karanganDick & Carey (1985) atau karangan Gagne (1979), yangmerupakan dua model dari .dua tokoh kuat dalam bidangtersebut, proses desain instruksional mereka sarna panjangnyadengan proses pengembangan instruksional yang dimaksudkantokoh-tokoh lain. Produknya tidak berhenti sampai disusunnyacetak biro, tetapi terus sampai ke tahap pengembangan bahaninstruksional dan evaluasi formatifnya,
Pada saat penulis melontarkan berbagai definisi itu, didalam perkuliahan seorang mabasiswa bertanya: Jadi, apa de-finisi pengembangan instruksional itu?' Penulis tertegun sejenakkarena memang merasa sulit untuk mencari definisi yangdianggap tepat oleh setiap orang. Penulis menjawab bahwapenulis ingin mendefinisikan pengembangan instruksionalsebagai suatu proses yang sistematik dalam mengidentifikasirnasalah, mengembangkan bahan dan strategi instruksional,serta mengevaluasi efektifitas dan efisiensinya dalam mencapaitujuan instruksionaI. Dalam susunan bahasa : yang lain,pengembangan . instruksional adalah proses yang sistematikdalam mencapai tujuan instruksional secara efektif dan efisienrnelalui pengidentifikasian masalah, pengembangan strategidan bahan instruksional, serta pengevaluasian terbadapstrategi dan bahan instruksional tersebut untuk menentukanapanya yang harus direvisi.
Kedua definisi tersebut mengandung pengertian yangsama, yaitu:1. Tujuan atau hasil akhir pengembangan instruksional adalah
satu set bahan.dan strategi instruksional yang efektif danefisien dalam mencapai tujuan instruksional. Hasil inidisebut pula sistem instruksional.
31
,i
i'.., ,i."1 : ".:'
PEKERTI
2. Proses pengembanganinstruksional dimulai dengan meng-identifikasi masalah, dilanjutkan dengan mengembangkanstrategi dan bahan instruksional, kemudian diakhiridengan mengevaluasi efektifitasdan efisiensinya. Prosesevaluasi di sini termasukkegiatan revisi.
, ';, i
Pada ke&empata~: laiq', ~atflm diskusi dengan Prof. JohnKeller di Florida State University awal .tahun 1987, penulismengajukan pert~?ra~~1 seb~&ai~eri~~t~,f}pa.,~,e~a de.sain in-struksional ,,~en,!1i,llll,: !iP~rrg, :~W. ~a,:n~lln ! I:l,q~,l~~~ksNnal bila ke-nyataannya para'' ali~i:Ihen'~g~n#anislil~llQesain'instruksionalsebagai proses y~gi s~IPalde~g~n proses pengembanganinstruksional? PefmPiti~~rt ,!~:~~ ~e~gun~ang .~iskpsi 'yangmendalarn di antat~\li~~roi.:I~~~hlfnya; (h~apal. kesdpakatanbahwa secara kon~~pt~iil, ::'proses desain dirnulai dariidentifikasi masalaha~~\i''ideJ1.~if,ikasii:kebu\uhan instruksionaldan diakhiri dengan ide*ifika&~bahan :d,an strategi instruksional.Sedangkan proses pengembapgandhulai dengan m~milihatau mengernbangkan.bahan instruksional dan menuangkannyake dalam strategi instruksionalyang telah didesain, kemudiandiakhiri dengan mengevaluasi strategi berikut bahan in-struksional tersebut untuk meningkatkan efektifitas danefisiensinya.
i I
Ii ',I Ii' .: i
""
32
Tetapi, perbedaan secara konseptual itu sulit dipraktikkan,karena pada kenyataannya proses pengembangan instruksionalbila harus berdiri sendiri akan mulai dari titik awal, yaituidentifikasi masalah sebagaimana halnya permulaan kegiatandesain .instruksional. 'Sebaliknya, proses desain instruksionalbila harus I b,erdiri sendiri tidak berhenti pada pengidenti-fikasian bahan dan strategi instruksional, karena desain sepertiitu tidak mungkin dapat diketahui kualitasnya bila belumdigunakan untukmengembangkan bahan instruksional. Karenaitu, proses desain instruksional itu selalu diteruskan.ke prosesselanjutnya, yaitu produksi danevaluasi sehinggamenghasilkansistem ,instr~ksional"Yiang .diinginkan. Pada akhirnya, dapatdisimpulkan :p~hW~":, ~~lam,~raktik proses. desain danpengembangan lllstlj4kslO,nai tersebut sama panjangnya,
;J' "!,' i "~,: , ~ IKarena itu, dalam buku ini penulis ingin menggunakan
istilah pengembangan ,instruksional dengan pengertiandesain dan pengembangan Instruksional karenaalasan praktis,
1:'1:::'1 ',1 ' !' ;\:: r :
;:: i: ~j; ~ di ,!' lI 1Iii ':1
l\i 1: 'I~I:! j~ 'I" :1\. Fi
,
PEKERTI
Alasan ini akan dapat Anda benarkan bila memperhatikanmodel-model yang akandimunculkan dalam subbab berikutini. Sebagian di antaranya menggunakan istilah pengembanganInstruksional, dan sebagian lagi menggunakan kata desaininstruksional. Tetapi, proses yang ditampilkan keduanya sama-sama meliputi proses desain, produksi, dan evaluasi formatif.Dalam suatu siklus lengkap kegiatan instruksional, letakpengembangan instruksional berada pada tahap pertama,Selanjutnya, menyusul pelaksanaan kegiatan instruksionalsebagai tahap kedua dan evaluasi instruksional sebagai tahapketiga. Perhatikan bagan berikut ini.
Tahap I Tahap II Tahaplll
Pengembangan Pelaks.anaan EvaluaslInstruksional Kegiatan lristruksional
. Instniksional
ttlL_~~ ~_~ ~
Gambar 5. Siklus Lefl9kap Kegiatan Instruksional
Seluruh isi buku ini mengupas tahap pertama saja. Prosesyang terjadi pada tabap pertama itu cukup panjang. Untukmemabami proses tersebut dalam subbab berikut ini diajukanlima model pengembangan instruksional. Kelima model terse-but diperbandingkan untuk melihat persamaan dan perbedaan-oya.
B. Berbagai Model Pengembangan Instruksional
Penggunaan Pendekatan Sistem dalam PengembanganInstruksional telah menghasilkan berbagai model. Tidaksemua model itu serupa. Sebagian sesuai untuk digunakanuntuk memecahkan masalahyang lebih luas, sebagianIag isesuai untuk pemecahan masalah yang lebih sempit, yaitu disuatu lembaga yang mempunyai kondisi khusus. Berikut ini
33
PEKERTI
disampaikan lima model pendekatan sistem yang telahdigunakan, baik oleh pengarangnya sendiri maupun oleh oranglain. Perbandingan kelima model ini diturunkan dad karyaTwelker, Urbach, dan Buck (1972). Judul dan pengarangkelima model yang tergolong sebagai pendahulu tersebuttampak dalam daftar berikut ini. '
Judul Pengarang Tahun
1. System Approach tor Corrigan 1966Education (SAFE)
2. Michigan State University Barson 1967Instructional SystemsDevelopment Model \:
I
3.
4.
5.
Project MINERVA ,Instructional Systems ;'1 i~'Design ' -! " !,
Teaching R~sea;'epb'Sj5t~qJ! II, H ;'t'_:;" .l~ i,: ;:jf
Banathy InstructJoh~/: T'Devefop~ent St~~trrr~: j~J;:! Ii
Tracey,
ii\. ':
Hal-nr.eu'", I,ll,!'"
BanathyI
1967
1 1968 "I
1968
Bermula dari bagan sederhana pendekatan sistem sepertiyang digambarkan dalamlgambar 3 halaman 10, kelimapengarang tersebut mengernbangkan model yang jauh lebihkompleks. '
34 I,
PEKERTI
x
SINTESISSISTEM
ANAUSISSISTEM
APA
MENYUSUN RENCANA VAUDASl ATAU TES LAPANGAN(UETODEIALATJIotEDIA I SEPERTI D1PERLUKAN
IoIENGIOENTIFIKASI STRATEGlPEREHc.w.AN MASAlAH
IoIENDESAJN PENGELOLAANIRENCAHAPEI.AI
PEKERTI
. MENENTUKAHTW~ PEtODIKAH lJMUMP:EAGURtJAH T.INGGI. FAKUlTAS, JURUSAN, MATA KULIAH
MEMIUH BENTII( 1N'0RIiIAS1 YNi REPRESENTATiF
MENGIJMPUlJ
PEKERTI
DATAPEKERJAAN
v1otEHGJ00NTIAICASi
PERSYARATANLATIHAH
LMERUIoIUSKAN MENYUSUN
1
I
TAHAPPENDEANISlANDANPENGElOlAAHS1STEU
TAHAPM&ISISDESAlN
TAHAPPENGEUIlANGANDAN,PENILAIAN
MENGIDENTlFIKASl (1)MASALAHINSTRUKSIONAL
MENENTUKAN DAN (2)MEMILIHSTAF PENDUKUNG
MENENTUKAN (3)KONTAOLPENGELOLAAN
PEKERTI
PEKERTI
r------------------,IIII
-->JIIIIIIIII
---JIIIIIIIIIII
---J
L_' J -
V
ANAUSlSDAH AHAUSlS DAN PERUllUSAN T\JGA&-T\JGA8 BElAlARPERULlUSAN TlWAH
~@-~-'~
MEHEWKAHMENllAI DAH KARAKTERI-TUGAS' KOUPETENSt -) SASl TUGAS-TUGAS
S1STEJd BELAIAR - MASUKAH BElAJAR YANG 1
PEKERTI
Kelima model pendekatan sistem tersebut dapat di-bandingkan dari segi pentahapan prosesnya. Tiga tahap yangakan digunakan sebagai dasar perbandirigan adalah: . .
Tahap pertama, Definisi Masalah dan Organisasi yang meliputi tigalangkah, yaitu:a. Identifikasi Masalah;b. Analisis Latar (Settillg);c. Organisasi Pengelolaan.
Tahap kedua, Analisis dan Pengembangan Sistem yang meliputitiga langkah pula, yaitu:a. Identifikasi Tujuan;b. Penentuan Metode;c. Penentuan Prototipe.
!
Tahap ketiga, Evaluasi yang meliputi tiga langkah sebagaiberikut:a. Melaksanakan tes atau uji coba prototipe;b. Menganalisis hasil uji coba;c. Implementasi atau uji coba ulang.
Marilah kita mulai memperbandingkan kelima modeltersebut langkah demi langkah.
1. Tahap pertama, Definisi Masalah dan Organisasi yangmeliputi tiga langkah.
a. ldentifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan proses membandingkankeadaan sekarang dengan keadaanyang sehamsnya, Hasilnyaakan menunjukkan kesenjangan antara kedua keadaantersebut. Kesenjangan ini disebut kebutohan(needs). Bilakesenjangan kedua keadaan tersebut besar, kebutuhan itoperlu diperhatikan atau diselesaikan. Kebutuhan yang besardanditetapkan untuk diatasiitudisebut masalah, sedangkankebutuhan yang lebih kecil mungkin untuk sementara atauseterusnya diabaikan. Ia merupakan kebutuhanyang tidakdianggap sebagai masalah, Hasil akhir dati identifikasimasalah adalah perumusan tujuan umum.
40
PEKERTI
Bila kita perhatikan, bahasa yang digunakan kelirnamodel di atas berbeda, tetapi maksudnya sama. Perbanding-an istilah yang digunakan oleh kelirna model tersebuttampak sebagai berikut:
MODEL
Teaching Research System
Michigan State UniversityInstructional System: -Development Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
KEGIATAN
Mendefinlslkan masalahinstruksional
Menentukan tujuanpendldikanumum: Perguruan Tlnggl,Fakultas, Jurusan, Mata kullah.
(1) Menllal kebutuhan;(2) Menentukan tujuan misi;(3) Menentukan persyaratan
penampllan (performance)mlsl
(4) Menentukanhambatan;(5) Menentukan profll misi;(6) Melakukan anallsls
fungslonal(7) Melakukan analisis tugas;(8) Melakukan analisis
metode dan alat;(9) Membuat keputusan
kelayakan final (terusatau berhentl);
Mengumpulkan datapekerjaan
Maksud slstem
Tabel 2. Perbandlngan IstIJah untukMenyatakan Identlfikasl Masalah
41
PEKERTI
b. Analisis Latar
Analisis latar meliputi kegiatan menentukankarakteristik mahasiswa dan sumber belajar yang tersediauntuk digunakan dalam pemecahan masalah. Apa bahasayang dipergunakan oleh kelima model di atas?
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System (1) Mengldentiflkasl populaslmahasiswa
(2) Mengumpulkan bahanpelajaran yang relevan;
(3) Menganalisis contextlnstrukslonal;
Michigan State University Mengumpulkan data masukanInstructional SystemsDevelopment Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
Mengidentiflkasi strategialternatlf pemecahan masalah
Mengldentlflkasi keperluanpelatihan
(1) Menilai kompetensl masukan(2) Tes Masukan
Tabel 3. Perbandlngan IstflahuntuK Menyataken Anallsls Latar
42
PEKERTI
c. Organisasi Pengelolaan
Kegiatan yang tennasuk Organisasi Pengelolaan cukupluas, yaitu meUputi:1. Pendefmisian tugas dan tanggung jawab yang
diperlukan;2. Pembentukan jaringan berkomunikasi untuk meng-
organisasikan pengumpulan dan pendistribusian infor-masi kepada tim pengembangan;
3. Pembentukan reneana proyek dan prosedur kontroI.
Kegiatan pengembangan instruksional untuk skala luasseperti skala nasional, regional, perguruan tinggi ataulembaga, biasanya dilaksanakan oleh suatu tim. Untuk itu,perlu dibentuk suatu organisasi formal yang membagi tugasdan tanggung jawab setiap anggota tim dengan jelas agarkegiatan pengembangan instruksional ito sejauh mungkinterhindar dari hambatan atau kegagalan. Marilab kita lihatkembali kelimamodel yang kita bandingkan masing-masingdan tenninologi apa yang mereka gunakan untuk menjelas-kan pengertian organisasi pengelolaan ini.
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System (1)Menentukan dan memilihstat pendukung
(2) Menentukan kontrolpengelolaan
Michigan. State University Tidak adaInstructional SystemsDevelopment Model
SAFE Mendesain pengelolaan ataurencana pelaksanaan set lapalternatif.
Project MINERVA Tidak ada
Banathy Tldak ada
Tabel 4. Perbandinganlstllah untuk Menyatakan OrganisasiPengelolaan .
43
PEKERTI
2. Tahap kedua, Analisis, dan Pengembangan Sistem
Hasil kegiatan tahap pertama, yaitu Definisi Masalah danOrganisasi memberikan arah kepada tim atau pengembanginstruksional untuk memulai kegiatan tahap kedua, yaitu tahapAnalisis dan Pengembangan Sistem. Tahap ini meliputi tigalangkah, yaitu: identifikasi tujuan, penentuan metode, danpembuatan prototipe.
a. Identifikasi Tujuan
Tujuan adalah apa yang akan dapat dikerjakan olehmahasiswa setelah menyelesaikan prosesbelajar. Tujuan iniharuslah bermanfaat bagi mahasiswa. Ia berbentuk perilakumahasiswa yang dapatdiukur. Tujuan ini kemudian diuraikanmenjadi tujuan-tujuan khusus, yaitu tujuan yang lebih rineidan spesifik. Selanjutnya, tujuan khusus ini disusun dalamurutan yang logis. Atas dasar tujuan inilah isi pelajarandipilih dan disajikan kepada mahasiswa kelak.Kelima model yang kita bandingkan menggunakan istilahyang berbeda untuk menggambarkan pengertian tujuantersebut.
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System (1) Mengidentlfikasi tujuanperilaku (behavioralobjectives)
(2) Menentukan tujuan-tujuanKhusus
Michigan State UnIversityInstructional SystemsDevelopment Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
Menentukan secara speslfikperilaku awal dan akhlr
Menentukan Tujuan Misi
Merumuskan tujuanpenampllan
Speslflkasl tujuan
Tabel 5. Perbandlngan (stflsh untuk Menyatakan Identlflkasl Tujuan
44
PEKERT/
Bila kita perhatikan dengan cermat, kata tujuan yangdigunakan kelima model tersebut bervariasi. Ada yangmenggunakankata tujuan yang menunjukkan perilaku(behavioral objective). tujuan penarnpilan (performanceobjective). atau tujuan saja (objective) untuk pengertianyang sarna.
b. Penentuan Metode
Penentuan metode dan media instruksional sangatpenting untuk memungkinkan mahasiswa mencapai tujuaninstruksional, Metode yang diidentifikasi dapat lebih darisatu, atau beberapa altematif metode, karena dalam ujicoba adakemungkinan metode yang digunakantidak efektifsehingga perlu diganti dengan metode lain.
Istilah yang digunakan para ahli bervariasi. Ada yangmenggunakan istilah metode instruksional untuk pengertiancara dan alat-alat yang digunakan dalam kegiataninstruksional, ada pula yang memisahkan pengertian metodedan media sebagai cara dan alat transmisi. Sebagian lagimenggunakan istilah . strategi instruksional untukmenggantikan kedua kata metode dan media tersebut.
Berbagai istilah digunakan oleh kelima model yangkita bandingkan tampaksebagai berikut:
45
PEKERTI
MODEL KEGIATAN
Teaching Research (1 ) Mengldentlflkasl tlpeSystem belajar;
(2) Menentukan kondlsi belajar;(3) Menentukan penyesualan
terhadap porbedasnindividual;
(4) Mengldentiflkasl bentukkeglatan Instrukslonal;
Michigan State (1 ) Merencanakan strateg i;University Instructional (2) Mengembangkan.contoh
. Systems Development pengajaran untuk lsiModel pelajaran tertentu;
(3) Memilih bentuk informaslyang representatif;
(4) Menentukan alattransmisi.SAFE (1 ) Memllih rencana pengelolaan
dan pelaksanaan yangmempunyai keefektlfan biayaoptimal;
(2) Menganalisa alternatlf darisegl keefektlfan dankeuntungan biaya;
(3) Meml~lh pengelolaan ataurencana pelaksanaan yangmempunyaJ efektlvitas blayayang paling optimal.
Project MINERVA (1 ) .Memilih lsi matapelajaran;(2) Memlllh stralegl Instrukslonal.
Banathy (1 ) Menemukan tugas-tugasbelajar:
(2) Mengidentifikasi dankarakterisasl tugas-tugasbelajar yang aktual;
(3.) Menganallslsfungsi;(4) Menganallsls komponen;(5) Pendlstrlbuslan;(6) Penjadwalao.
Tabel6. Perbandlngan lstllah untuk Menyatakan Penentuah Metode
46
PEKERTI
c. Pembuatan Prototipe .
Pembuatanprototipe merupakan permulaan produksiuntuk menghasilkan barang yang sesungguhnya. Di sam-ping itu, pada kesempatan ini pula dimulai pengembangandesain evaluasi dan pennulaan review teknis terhadapsistem tersebut oleh para ahli serta penyusunan tes yangakandigunakan untuk mengukur perilaku mahasiswa, baiksebelum maupun setelah uji coba nanti,Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelima model yangkita bandingkan tampak dalam taOOI di bawah ini,
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System (1) Mengembangkan prototlpeIns1ruksional;
(2) Menyusun alat pengukurpenampllan;
(3) Menyusun alat pengukurpenampilankhusus; .
(4) Review teknls dankomunlkasl;
Michigan State UniversityInstructional SystemDevelopment Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
(1) Mengumpulkan,mendesaln, dan mempro-duksl media yang telahditentukan;
(2) Mengeinbangkan raslonaluntuk tes awal dan akhir;
(3) Mengembangkan instru-man avaluasi donganInformasl tentang mana-rnahaslswa dan media.
Tidak spssltlk
(1) Memproduksi bahaninstruksional;
(2) Menyusun tes penampilan.
Tes Acuan Patokan
label7. Perbandlngan IstUah untukMenyatakanPembuatan Prototipe
47
o PEKERTI
3. Tahap ketiga, Evaluasi yang meliputi tiga langkahsebagai berikut:
Tahap akhir dari suatu proses pengembangan in-struksional adalah evaluasi. Hasilnya akan menjadi dasarpengambilan keputusan tentang dua hal. yaitu: seberapa baikprototipe instruksional dalam mencapai tujuan, dan bagianmana yang masih lemah sehingga perlu direvisi sertabagaimana merevisinya?
Banyak ahli pengembangan instruksional berpendapatbahwa evaluasi merupakan dasar dalam pendekatan sistem,sehingga tanpa evaluasi yang memadai seluruh prosespengembangan instruksional itu kehilangan maknanya.
Tahap evaluasi meliputi tiga langkah sebagai berikut:pelaksanaan uji coba prototipa, analisis hasil dan irnple-mentasi/penggunaannya kembali.
a. Uji Coba Prototipe Instruksional
Uji coba prototipe biasanya mengarnbil bentuk-bentuk dibawah ini:1) Uji cobapengembangan untukmelihatkomponen yang
perIu direvisi;2) Uji coba validasi untuk melihat seberapa jauh
mahasiswa mencapai tujuan isntruksional;3) Uji coba lapangan untuk menentukan apakah pengajar
dan mahasiswa lain dapat menggunakan bahan-bahantersebut.
Berbagai .istilah dan langkah digunakan olehpengembang instruksional untuk melaksanalcan uji cobaprototipe ini.
48
PEKERTt
MODEL KEGIATAN
TeachIng Research System (1) Ujl coba prototlpe;(2) Menyelenggarakan tes
penampllan;
Michigan State UniversityInstructional SystemsDevelopment Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
Tes lapangan dengan kelompokmahasiswa .
(1) Menyusun Rencana Validasiatau Tes Lapangan (rnetoce/alat/media) seperti diperlu-kan;
(2) Implementasllmemantaupengelolaan dan rencanapelaksanaan;
(3) Mengevaluasi penampilan;
(1) Melaksanakan kegiatanInstruksional;
(2) Melaksanakan(dan menganalisis) tes;
(1) Latlhan sistem;(2) Tes sistem;
Tebel s. Perbandingan [stilah untuk Menyatakan Uji Coba Prototipe
b. Analisis Hasil
Analisis hasil melibatkan tiga jenis kegiatan, yaitu:pertama, tabulasi dan memproses data evaluasi, Kedua,menentukan hubungan antarametodeyangdigunakan, hasilyang dicapai, dan tujuan yang ingin dicapai, Ketiga,menafsirkan data. Kualitas revisi yang akan dibuat tergan-tung kepada interpretasi ini.
Kelima model yang kita perbandingkan menggunakanistilah yang berbeda seperti tampak dalam tabel berikut.
49
MODEL KEGIATAN
PEKERTI
Teaching Research System (1) Menganalisa hasil uji coba;(2) Menganalisis tes;
Michigan State University Tidak spesifikInstructional SystemsDevelopment Model
SAFE EvaLuasi penampilan(proses dan prod uk)
Project MINERVA Mengevaluasi keglataninstruksional
Banathy Mengevaluasi
.."4Tabel 9. Perbandingan lstilah untuk Menyatakan Analisis Hasil
c. Implementasi/uji coba ulang
Berdasarkan interpretasi data hasil uji coba revrsidilakukan dari revisi keeil sampai revisi total. Akhimya,keputusan harus diambil untuk mengakhiri uji coba ulangdan kemudian mengimplementasikan.
Kelima model yang kita bandingkan menggunakanberaneka ragam istilah untuk menyatakan hal tersebut.
50
PEKERTf
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System MemodlfiKaslslsteminstruksionaJ
. Michigan State Universityinstructional SystemsDevelopment Model
SAFEprestasi yang diinglnkan.
Project MINERVA
Banathy
(1) Mengidentifikasiletakdanmangoreksi kelamahan;
(2) Mengevaluasi danmengulangkembali untuk memperbaikisebagaimana diperlukan.
Merevisi untuk mencapai
(Tertuang dalam bentuk garisumpan ballk)
Mengubah untuk memperbaiki
Tabel10. Perbandingan Istilah untuk Menyatakan Implementasi/UjiCoba Ulang ,
Bila Anda perhatikan perbandingan kelima model diatas, ternyata disarnping istilah-istilah yang rnereka gunakantidak sama, urutan Iangkah-langkah yang mereka tempuhjuga tidak selalu sarna.
Ini menunjukkan bahwa proses pengembangan in-. struksional itu tidak terdiri atasurutan langkah-langkah yangbaku,atau yang tidak dapat ditawarlagi. Yang ada dansudahbaku adalah model dasar untuk pengernbanganinstruksional, yaitu: mengidentifikasi, mengembangkan,dan mengevaluasi atau merevisi.
51
PEKERTJ
C. Model yang Terbaik
Mengikuti perbandingan kelima model pendekatan sistemyang diterapkan dalam desain instruksional mungkin ada orangyang ingin memilih salah satu yang terbaik dan menganggapnyasebagai model standar untuk semua rnacam kegiataninstruksional. Keinginan seperti itu sebaiknya dibatalkan,sebab setiap model itu baik dan sesuai untuk kondisi tertentu,Kondisi yang dimaksud adalah besar-kecil atau kompleks-tidaknya suatu Iernbaga pendidikan, ruang Iingkup tugaslembaga pendidikan, serta kemampuan pengeJoJa. ModelMINERVA misalnya sering digunakan daJam diklat karenasesuai untuk menghasilkan sistem instruksional yang mengarahpada pembentukan keterampilan kerja karyawan.
Setiap model itu dimaksudkan untuk menghasilkan. suatusistem instruksional. Prosedur yang mirip digunakan an tarasatu dengan yang lain, tetapi mereka menggunakan penjelasanurutan dan bahasa yang tidak selalu sarna. Seseorangpengem-bang instruksional dapat memilih salah satu di antaranya yangdianggapnya sesuai, atau mungkin pula mengkombinasikanbeberapa di antaranya untuk menyusun suatu model baru. Per-tanyaan yang lebih mendasar adaJah: seberapa jauh model itudapat digunakan secara efektif dan efisien?
I
D. latlhan
Di dunia masih banyak lagi model pengembangan in-struksional lain di luar yang telah diperbandingkan di atas.Lima buah di antaranya adalah:1. Instructional System Design, karangan Gagne (1979)2. Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan KebudayaanRepublik Indonesia (l975) .
3. Systems Approach Model for Designing Instruction,karangan Dick dan Carey (1985)
4. AT&T Instructional Development Model (1985)5. Model Pengembangan Instruksional (MPI) yang digunakan
dalam buku ini (1987). ' .
Kelima model tersebut tampak sebagai berikut: .
52
PEKEIm
1. 11l9tnu:tiolUJl S"". Desi,. (Gape, 1979)I . .
a. Tingkat Sistem(1) Analisis Kebutuhan, Tujuan Umum, dan Prioritas(2) Analisis Sumber, Hambatan, dan AlternatiC Sistem
Peluncuran .(3) Penentuan Lingkup dan Urutan Korikulum dan
Mala pelajaran; Desain Sistem Peluncuran.
b. Tingkat Matapelajaran(4) Menentukan Struktur Matapelajaran dan Urutan;(5) Analisis Tujuan Matapelajaran.
c. TingkatMatasajian(6) Pendefinisian Tujuan Penampilan;(7) Mempersiapkan Rencana Matasajian (atau modul);(8) Mengembangkan~ Memilih Bahan. Media;(9) MenilaiPenampilanMahasiswa(pengukurPenampilan).
d. Tingkat Sistem(10) Persiapan Pengajar;(II) Evaluasi Formatif;(12) Tes.Lapangan, Revisi;(13) Evaluasi Sumatif;(14) Pelaksanaan dan Difusi.
53
PEKERT/
2. PPSI
1, Mt'ng\:G':1;';cr~ ie:'i ,:~'y'/~, 2. Me:!ycmpoik~;n meter! r,;=-o
lojoron3. Me~odokon !QS 'J~:hir~.. p.,ibc"'an
III I
MENGEMBANG-r~ MENDESAINMENGEMBANG- MENGEMBANG- KAN DAN DAN MELAKSA-KAN BUfIR TES KAN STRATEGI MEMIUH BAHAN NAKAN1->1 AcuAN LJ INSTRUKSlONAl I--~ INSTRUKSIONAL . EVALUASI
PATOKAN I 'I I., FORMATIF
--T-----r--'I I I
3. Model Did and Carey (1990)
MENGIDENTI-FIKASI TUJUANINSTRUKSIONAL ....>UMUM
MENULISTUJUANK1NERJA
MEREVISI
KEGIATANINSTRUKSIONAL
II
-!-I
-!-I
.J.
MENGlDEtrnAKASIL>I PERllAKU DAN
KARAKTERISTIK
55
TIIIIIIAWAlSlfMA .1 -'
L~ -----------------Gamb8r12. The Dick and Carey Systems Approach Model forDesigning Instruction
MENDESAINDAN MElAKSA-
NAKANEVALUASISUMATIF
PEKEFlTl
4. AT&T Instructional Development Model (1985)
AnO~9SAJloflm
Menu~ Desoin~ Pa:~aonl -t -t r--~ebuluhon r~uon . In~ru~OlIal
Keler~OI\
4 Pengerroangan ~ P~ronaon ~ tvo.bJ~~an
Gambar 13. AT&T Instructional Development Model
S. Model Pengenibangan Instruksional yang digunakandalam buku iBi (lihat gambar 4, halaman 13)
Perhatikan dengan seksama kelima model tersebut, kernu-dian bandingkan dua buah di antaranya dengan menggunakantiga tahap seperti yang tercantum dalam halaman 39, yaitu:
Tahap pertama, Definisi Masalah, dan Organisasia. Identifikasi Masalah; I
. b. Analisis Setting (Latar);
. c. Organisasi Pengelolaan.
56
PEKERTI
Tahap kedua, Analisis dan Pengembangan Sistema. Identifikasi Tujuan;b. Penentuan Meiode;c. .Pembuatan Prototipe.
Tahap ketiga, Bvaluasia. Melaksanakan tes atau uji coba prototipe;b. Menganalisis hasil uji coba;c. Implementasi/uji coba ulang.
Diskusikan hasil latihan Anda dengan ternan Anda ataukerjakan latihan tersebut bersama ternan Anda.
E. Rangkuman
Model-model pengembangan instruksional semakin lamasemakin ban yak, karena setiap ahli, setiap institusi cenderungrnenciptakan model sendirisesuai dengan kebutuhan institusiyang akan menggunakannya dan kebutuhan populasi sasaran.'Tetapi, pada gads besarnya setiap model dapat dibagi dalarntiga tahap, yaitu: tahap definisi.tahap analisisdan pengembangansistem, dan tahapevaluasi. Setiap tahap terdiri dari beberapalangkah.
Perbedaan antaramedel yang satu dengan yang Iainterletakpada empat faktor, yaitu:1. Tingkat penggunaannya seperti tingkat institusi dan tingkat
mata pelajaran: .2. Penggunaan istilah dalam setiap tahap dan langkah..3. Jumlah langkahpada setiaptahap; .4. Lengkap tidaknya konsep dan prinsip yang digunakan.
Pada garis besarnya model yang digunakan dalam buku iniyaitu Model PengembanganInstruksional (MPI), sama denganmodel yang lain. Ia dibangun berdasarkan prinsip-prinsip belajardan instruksional. Model tersebut terdiri atas tiga tahap dansetiap tahap terdiri dari beberapa langkah.
Tahap pertama, definisi, terdiri dari tiga langkah sebagaiberikut:
57
PEKERTI
I. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuaninstruksional umum;
2. Melakukan analisis instruksional;3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal mahasiswa.
Tahap kedua, analisis dan pengembangan sistem, terdiridari empat langkah sebagai berikut:1. Menulis tujuan instruksional khusus;2. Menulis tes acuan patokan;3. Menyusun strategi instruksional;4. Mengembangkan bahan instruksionaI.
Tahap ketiga, terdiri atas satu langkah yaitu melaksanakanevaluasi formatif. MPI dimaksudkan untuk digunakan padatingkat mata pelajaran dan kursus, tidak untuk program studidan program yang bersifat lebih iuas. Oleh karena itu, populasisasarannya adalah pengajar termasuk dosen, pelatih danpengelolaprogram pendidikan dan latihan, yang baru bermaksudmengembangkan mata pelajaran atau kursusnya secarasistematik.
Sejalan dengan karakteristik populasi sasaran tersebut,konsep, prinsip, dan prosedur yang digunakan pada setiap langkahMPI lebih banyak dimaksudkan untuk keperluan praktis daripadakeperluan teoritis. Karena itu, uraian dan contoh setiap langkahpada MPI dibuat menjadi sederhana, dan menghindari hal-halyang rurnit, terlalu rinei atau terlalu abstrak. Di samping itu,latihan yang mengikuti setiap langkah dalam MPI diarahkankepada pengembangan mata pelajaran atau kursus yang menjaditanggung jawab pembaca. Dengan demikian, hasilnyadiharapkan memberikan pengaruh kepada penampilan pembacadalarn mengembangkan kegiatan instruksionalnya.
58
PEKERTI
Oaftar Kepustakaan
Reigeluth, C.M., Bunderson, C Victor Merrill, M.David, "Whatis the Design Science ofInstruction" dalam Journal 0/Instructional Development, 1978. I, (2)
Twelker, Paul A., Urbach, Floyd D., & Buck, James E., TheSystematic Development ofInstruction. Stanford: ERICClearinghouse on Media and Technology, 1972.
The AT&T - Communications Learning and Development Or-ganization.Instructional Design Alternatives. Somerset,New Jersey: AT&T-C~ 1985.
59
PEKERTI
BAB III
MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHANINSTRUKSIONAl DAN MENULIS TUJUAN
INSTRUKSIONAl UMUM
SISTEAINSTRUISIONAl
MENYUSUNDESAIN DANMELAKSANA
KAN EVAlUASIFORMATIF
MENGEM-BAHGKAN
BAHANINSTRUKSIONAl
MENYUSUNSTRATEGI
INSTRUKSIONAl
AI
IIIII
,I IL.J I I I__ _ J
r------~-------t
~ I IMENUUS Ires ACOAN 1---.,.------,PATOKAN I~>
MELAKUKANANALISIS
~INSTRUKSIONAl
.'MENULISTUJUAN
INSTRUKSIONAlKHUSUS
(TIl
PEKERTI
BilaAnda mengajar mahasiswa atau bawahan Anda,pertanyaan yang pertama harus diajukan kepada did Andasendiri adalah: Apakah pemberian pelajaran itu memecahkanmasalah? Secara rinei pertanyaan tersebut dapat dipecah menjadibeberapa pertanyaan sebagai berikut:1 . Apa kebutuhanyang dihadapi?2. Apakah kebutuhan tersebut merupakan masalah?3. Apa penyebabnya?4. Apakah pemberian pelajaran merupakancara yang tepat
untuk memecahkan masalah?5. Apakah pengetahuan, keterampilan atau sikap yang Anda
ajarkan itu benar-benar belum dikuasai mahasiswa danpenting bagi mahasiswa?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengancermat bila Anda tidak melakukan suatu langkah awal yangseharusnya dilakukan pengajar, pengelola program.pendidikanatau pengembang instruksional, yaitu mengidentifikasikebutuhan instruksional dan menulis tujuan instruksional umum.
Langkah pertama ini merupakan rangkaian dari dua kegiatanyang dijadikansatu karena keduanya sangat bertalian eratoHasil kegiatan tpertama, yaitu mengidentifikasi kebutuhanLnstruksional. tidak lain daftar pengetahuan, keterampilan, dansikap yang masih belum dikuasai mahasiswa dan perlu dikuasairnahasiswa. Atas dasar hasil kegiatan pertama ini dilakukanlangkah kedua, yaitu perumusan TID.
,.Marilah kita ikutiuraian dan contab setiap kegiatan di atas.
61
PEKERTI
A. Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional
1. Pengertian Kebutuhan Instruksional
Kebutuhan adalah kesenjangan keadaan saat ini dibandingkandengan keadaan yang seharusnya. Dengan perkataan lain,setiap keadaan yang kurang dari yang seharusnya menunjukkanadanya kebutuhan. Apabila kesenjangan itu besar ataumenimbulkan akibat lebih jauh sehingga perlu ditempatkansebagai prioritas untuk diatasi, kebutuhan itu disebut masalah.
Dalam bidang pendidikan, misalnya, keadaan saat inimenunjukkan lambatnya para lulusan menerima ijazah dariperguruan tinggi tempat mereka kuliah. Para lulusan harusmenunggu lama untuk mendapatkannya, sebelum dapatmernpergunakannya dalam melamar pekerjaan. Setelah dite lititernyata penyebabnya adalah tidak adanya petugas kh