Desain Sistem Proyeksi Distorsi Minimum - · PDF filemerupakan sistem proyeksi peta konformal TM, ... Sistem Koordinat Kartesian X, Y, Z direpresentasikan kepermukaan rupabumi, berupa

Embed Size (px)

Citation preview

  • Desain Sistem Proyeksi Distorsi Minimum Untuk Pengintegrasian Berbagai Skala Peta

    Dalam Upaya Mewujudkan Satu Peta Indonesia Raya Ringkasan Sistem Koordinat Planimetrik Nasional (SKPN), selama ini lebih dikenal sebagai sistem proyeksi transverse mercator yaitu TM6 atau Universal Transverse Mercator (UTM) dan TM3. SKPN didesain untuk memudahkan dalam menggunakan koordinat planimetrik 2-dimensi bagi praktisi survei dan pemetaan, teknik rekayasa, sistem/sains informasi geografi, sistem informasi kadaster, dan pekerjaan lainnya, yang sekaligus bersamaan dengan menggunakan Datum Geodesi Nasional yang saat ini dinamakan Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI). Aspek fungsionalisasi SKPN dan SRGI, akan tidak optimal dalam implementasinya bila hal-hal berikut menjadikan tidak atau enggan diterima oleh khalayak, yaitu: (1) Jarak-jarak di peta pada kenyataannya berbeda signifikan dengan jarak-jarak horizontal sebenarnya di tanah, (2) pada umumnya praktisi dan pengguna akan menghindari hal yang membuat rumit dan tidak dipahami mereka, dan (3) manfaat yang diperoleh tidak menjadi pembenaran dengan melalui hitungan rumit dan ekstra data. Namun, ketiga hambatan tersebut dapat diatasi melalui pendidikan, pelatihan dan spesifikasi teknis, dan dengan ketersediaan kecanggihan instrumentasi ukur dan/atau rekam ditambah begitu digdayanya mesin hitungan komputer di-era serba digital, berbagai solusi hanya tinggal memilih. Dan dari pilihan yang tersedia, sudah pada saatnya untuk men.de.sa.in ulang kebijakan SKPN yang selama ini digunakan. Satu alternatif pilihan logis adalah dengan mengimplementasikan Sistem Proyeksi Distorsi Minimum atau SPDM, agar perbedaan signifikan jarak-jarak di peta dan jarak-jarak horizontal sebenarnya di tanah, secara virtual terminimalisir. SPDM layak diimplementasikan, supaya seluruh data geospasial (DG) dan produk informasi geospasial (IG) dapat inter-operabilitas, dan upaya mewujudkan Satu Peta Indonesia Raya menjadi suatu keniscayaan. Pada konteks kekinian melakukan jalan pintas map rubber-sheeting and/or rubber-cheating harus dihindarkan, hari gini ... apa kata dunia?. Tulisan ini mengulas algoritma Sistem Proyeksi Distorsi Minimum sebagai suatu alternatif dari SKPN yang digunakan selama ini, untuk mendukung terwujudnya Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy supaya dalam implementasinya menjadi lebih mudah. Latar Belakang Tuntutan dari para pengguna akan ketersediaan produk DG dan IG berkualitas dengan ketelitian tinggi pada saat ini dan mendatang, adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini terjadi, karena kebutuhan suatu sistem koordinat yang menghasilkan jarak-jarak di bidang proyeksi atau peta, baik di lembaran kertas maupun di basis data geospasial digital, dapat sedekat mungkin dengan jarak-jarak sebenarnya dipermukaan rupabumi dari hasil pengukuran terestris.

  • Sistem koordinat proyeksi dipastikan mengandung distorsiini suatu kenyataan adanya. Suatu distorsi linier adalah terdapat perbedaan antara jarak 2 titik berkoordinat dibidang proyeksi atau peta dan jarak horizontal sebenarnya di 2 titik yang sama dipermukaan rupabumi. Perbedaan jarak akibat distorsi ini, dapat signifikan dan menimbulkan keraguan tentang jarak mana yang benar. Jarak horizontal sebenarnya pada 2 titik dipermukaan rupabumi = 1000 m, di peta TM6 atau UTM dengan faktor-skala: 0,9996 di meridian sentral, jaraknya = 999,6 m, artinya terjadi distorsi sebesar 40 cm. Hal yang sama, di peta TM3 dengan faktor-skala: 0,9999 di meridian sentral, jaraknya = 999,9 m, terjadi distorsi sebesar 10 cm. Dan titik-titik yang lokasinya makin jauh dari meridian sentral, distorsi membesar. Walaupun, distorsi tersebut tidak dapat dieliminir, tetapi masih dapat diminimalisir sekecil mungkin, diantaranya dengan Sistem Proyeksi Distorsi Minimum. Dan SPDM adalah masih merupakan sistem proyeksi peta konformal TM, yang bertujuan untuk membuat cakupan area seluas mungkin dengan distorsi linier minimal, dan tetap dapat mempertahankan bentuk, jarak, dan lebih lanjut sudut dan azimuth. Desain SPDM adalah untuk lebih memudahkan antar produk survei terestris dengan data sistem/sains informasi geografi dan data sistem informasi kadaster terjadi interoperabilitas. Sehingga, kondisi dan letak objek-objek sebenarnya dipermukaan rupabumi atau di-tanah dapat ter-representasi-kan dengan seamless pada seluruh DG dan produk IG, serta dalam pelayanannya untuk pemanfaatan bersama. Sistem Koordinat Geodesi Suatu posisi yang dinyatakan dengan tingkat ketelitian koordinat pada komponen horizontal dan vertikal, adalah untuk menunjukkan ukuran kedekatan nilai koordinat tersebut hasil data pengukuran dan/atau pengamatan berikut proses hitung perataan data, terhadap nilai koordinat sebenarnya. Pada aspek solid geometry, nilai koordinat sebenarnya dari suatu penentuan posisi di permukaan rupabumi adalah yang berawal atau mengacu pada pusat massa gayaberat Bumi, Earth Center Earth Fixed (ECEF). Dan dinyatakan dalam Sistem Koordinat Kartesian X, Y, Z (Xo, Yo, Zo = Geosentris). Sistem Koordinat Kartesian X, Y, Z direpresentasikan kepermukaan rupabumi, berupa stasiun-stasiun geodetik referensi yang sebaran lokasinya hampir merata secara geometris di daratan bumi secara global, dan posisinya ditentukan dengan teknologi space geodesy. Selanjutnya, nilai koordinat stasiun-stasiun geodetik referensi global tersebut, direalisasikan berupa daftar koordinat dalam kerangka terestris referensi International Terrestrial Reference Frame (ITRF). Dan proses evolusinya pada saat ini adalah ITRF2014 epoch 2010.00. Para pengguna dalam penentuan posisi geodetik, dapat mengakses langsung nilai koordinat sebenarnya ITRF pada stasiun-stasiun geodetik referensi global, yang pada umumnya dapat dilakukan dengan penentuan posisi berbasis konstelasi satelit Global Positioning System (GPS)/Global Navigation Satellite System (GNSS). Kualitas tingkat ketelitian koordinat yang diperoleh dari penentuan posisi-posisi tersebut, sangat tergantung pada metode pengamatan, piranti lunak yang digunakan, dan strategi proses hitung perataan jaringan data lanjutan yang dapat mengeliminir sumber-sumber kesalahan teridentifikasi.

    Desain Sistem Proyeksi Distorsi Minimum Untuk Pengintegrasian Berbagai Skala Peta

    Dalam Mewujudkan Satu Peta Indonesia Raya [email protected]

    2

  • Selanjutnya, dari nilai koordinat posisi-posisi yang ditentukan dipermukaan rupabumi tersebut dan dinyatakan dalam koordinat Kartesian X, Y, Z, di-konversi keberbagai sistem koordinat lainnya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Diagram 1. menggambarkan alur proses dari koordinat X, Y, Z di-konversi ke sistem koordinat lainnya.

    Diagram 1. Proses konversi dari koordinat X, Y, Z ke koordinat lainnya

    Dalam proses hitungan konversi koordinat metode langsung, setelahnya sangat disarankan melakukan proses hitungan konversi koordinat metode terbalik, untuk dapat dikembalikan ke koordinat semula sebelum konversi. Hal ini dimaksudkan selain untuk validasi rumus atau persamaan yang digunakan, juga dikembalikan ke koordinat semula, utamanya: ke koordinat lintang (), bujur (), tinggi (h) dan/atau X,Y,Z adalah untuk memudahkan pengintegrasian berbagai jenis data. Seluruh proses hitungan konversi koordinat didokumentasikan dengan lengkap dan rapih, sebagai metadata!!. Untuk pemberian koreksi dari perubahan koordinat linier dan/atau non-linier akibat proses aktifitas seismik atau perubahan koordinat sebab-sebab lainnya, hanya dapat diimplementasikan pada nilai koordinat toposentrik (e,n,u).

    Desain Sistem Proyeksi Distorsi Minimum Untuk Pengintegrasian Berbagai Skala Peta

    Dalam Mewujudkan Satu Peta Indonesia Raya [email protected]

    3

  • Distorsi pada proyeksi peta Pada proses hitungan suatu proyeksi peta, dipastikan akan terjadi distorsi, hal yang tidak dapat dihindarkan. Terjadinya distorsi adalah merupakan konsekuensi dari suatu upaya merepresentasikan permukaan rupabumi dari bidang lengkung dengan variasi elevasi (3-Dimensi=3D) ke bidang datar (=2D). Dan distorsi tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya suatu perubahan pada hubungan antara lokasi titik-titik yang benar di permukaan rupabumi dan titik-titik yang direpresentasikan di-bidang datar atau peta. Distorsi tidak dapat dieliminir. Apa yang masih dapat dilakukan adalah meminimalisir efek-efek yang mengakibatkannya. Secara umum, terdapat 2 tipe distorsi pada proyeksi peta, yaitu: 1. Distorsi linier, adalah beda jarak antara koordinat dua titik di-bidang proyeksi atau peta

    dan dibandingkan dengan jarak horizontal sebenarnya pada dua titik yang sama di permukaan rupabumi atau di-tanah. Dan dinyatakan dengan simbol .

    Dapat dinyatakan sebagai rasio dari panjang distorsi dan panjang jarak:

    misal. meter dari distorsi per-km; dan dinyatakan dengan satuan part-per-million (=mm/km) 0,3 m/1,5 km = 200 ppm = 200 mm/km.

    Distorsi linier bisa positif atau negatif: distorsi NEGATIF, menunjukkan bahwa panjang jarak di-peta LEBIH PENDEK daripada panjang jarak horizontal sebenarnya di-tanah. distorsi POSITIF, menunjukkan bahwa panjang jarak di-peta LEBIH PANJANG daripada panjang jarak horizontal sebenarnya di-tanah.

    2. Distorsi sudut, pada proyeksi konformal TM sama dengan sudut konvergensi peta, dan dinyatakan dengan simbol . Sudut konvergensi adalah beda sudut antara Utara-grid (peta) dan Utara-sebenarnya (geodetik). parameter yang sangat dibutuhkan untuk aplikasi pengukuran terestris dan teknik rekayasa.

    Sudut konvergensi sama dengan nol di meridian-sentral (MS) proyeksi, positif di timur dari meridian-sentral, dan negatif di barat meridian-sentral (Gambar 1.).

    Gambar 1. Sudut Konvergensi Meridian

    Desain Sistem Proyeksi Distorsi Minimum Untuk Pengintegrasian Berbagai Skala Peta

    Dalam Mewujudkan Satu Peta Indonesia Raya [email protected]

    4

  • Makin jauh dari meridian