39
EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN DESAIN STUDI COHORT DAN CROSS SECTIONAL

desain studi cohort dan cross sectional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

contoh desain studi cohort dan cross sectional berdasarkan jurnal ilmiah

Citation preview

  • EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN

    DESAIN STUDI COHORTDAN CROSS SECTIONAL

  • KELOMPOK : 9Nanda Serafina (10121001002)Fariza Wiranti (10121001047)Hedy Trijaya Meilinda (10121001061)Wuri Handayani Eldi (10121001088)Muhammad Zam Zam (10121001025 )

  • STUDI COHORT

  • OUTCOME SINDROM NEFROTIK PADA ANAK PENELITIAN PROSPEKTIFSindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala :1. Proteinuria masif (_ 40 mg/m2 LPB/ jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau _ 2+ )2. Hipoalbuminemia ) 2,5 g/dL3. Edema4. Hiperkolesterolemia (> 250 mg/dL) Walapun jarang, SN sering pula disertai dengan gejala hematuria dan hipertensi.

  • SN pada anak, sebagian besar (80-90%) mempunyai gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM). Pada pengobatan dengan kortikosteroid inisial, sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif) (1,2,3,4). Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4 5% menjadi gagal ginjal terminal dan sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal (5). Dalam perjalanan penyakitnya, 76 93% akan mengalami relaps, 30% diantaranya akan mengalami relaps sering / frekuen, 10 20% akan mengalami relaps jarang. Sedangkan 40 50% sisanya akan mengalami dependen steroid (6,7,8,9).

  • Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respon terhadap pengobatan steroid lebih dapat dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu, pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respon klinik yaitu sindrom nefrotik senstitif steroid (SNSS) dimana proteinuria dengan cepat menghilang dan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) dimana steroid tidak mampu menginduksi terjadinya remisi (10,11,12).

  • Didapatkan 91 penderita dengan SN, 75 (82,4%) penderita respon terhadap pemberian steroid inisial, diklasifikasikan sebagai sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS), 16 (17,6%) penderita sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS). Sebagian besar (82,4%) penderita SN sentitif steroid (SNSS). 35,2% penderita yang respon terhadap steroid. Pada SNRS anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki. 32,5% anak remisi dalam ) 1 minggu. Waktu terjadinya relaps dapat digunakan sebagai prediksi lebih akurat daripada waktu terjadinya remisi. ISPA merupakan komplikasi infeksi paling banyak (92,3%) pada SN.

  • DESAIN STUDI COHORT

  • HUBUNGAN OBESITAS SENTRAL DENGAN ANDROPAUSE DI RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTOSemakin meningkatnya prevalensi gaya hidup menetap dan perubahan pola makan, obesitas muncul sebagai penyebab penting yang dapat merugikan kesehatan. Saat ini terdapat bukti bahwa prevalensi kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas meningkat sangat tajam di seluruh dunia dan mencapai tingkatan yang membahayakan. Ada kemungkinan bahwa peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas menjadi sebagian dari tren, yang disertai dengan penurunan sperma yang terhitung selama beberapa dekade terakhir.

  • Andropause adalah suatu sindrom klinik dan biokimia yang berhubungan dengan peningkatan usia dengan karakteristik gejala yang khas dan defisiensi testosterone serum, berakibat sangat merugikan bagi kualitas hidup dan berefek kurang baik terhadap berbagai fungsi organ.

  • Semakin obesitas sentral maka kejadian andropause akan semakin meningkat di Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto. Hipotesis tersebut diterima karena dalam penelitian ini, obesitas sentral terbukti secara statistic memiliki hubungan yang signifikan terhadap andropause. Untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh obesitas sentral terhadap terjadinya andropause perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam diusulkan untuk melakukan penelitian selanjutnya untuk melakukan pengukuran kadar testosteron pada laki-laki yang mengalami obesitas sentral dan membandingkan hasilnya dengan hasil kuesioner.

  • Analisis Bivariat obesitas sentral dengan Andropause

  • DESAIN STUDI COHORT

  • KelebihanDapat mengatur komparabilitas dari awal Dapat menetapkan besarnya angka risiko dari suatu waktu ke waktu yg lainAdanya keseragaman observasi, baik pd faktor risiko maupun faktor efek

  • KekuranganMemerlukan waktu yg lamaPerlu sarana dan pengelolaan yg rumit Kemungkinan adanya subyek penelitian yg drop out dpt mengganggu hasil Adanya masalah etis, terkait pengamatan subyek dari awal sampai terjadinya efek

  • STUDI CROSS SECTIONAL

  • Definisi Adalah studi Epidemiologi yang mempelajari Prevalensi, Distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik secara serentak pada individu dari populasi pada satu saat.

  • Pencuplikan ( Random, Fixed Eksposure atau Fixed disease)

    TerpaparBerpenyakit(E+D+)

    TerpaparTak Berpenyakit(E+D-)

    Tak TerpaparBerpenyakit(E-D+)

    Tak Terpapar,Tak Berpenyakit(E-D-)

    Populasi

  • CONTOH JURNAL Hubungan Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah di Kelurahan Tinjomoyo Kecamatan Banyumanik SemarangBEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PLOSO KECAMATAN PACITAN TAHUN 2009

  • Hubungan Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah di Kelurahan Tinjomoyo Kecamatan Banyumanik SemarangDari 54 responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 27 anak (50%) dan yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 27 anak (50%). Laki laki dan perempuan menunjukkan pola skor yang berbeda pada pengukuran intelegensi konvensional oleh karena itu ada anggapan dari para ahli bahwa masalah perbedaan jenis kelamin harus dipertimbangkan dalam melakukan interpretasi tes IQ. Hasil penelitian keikutsertaan PAUD menunujukkan sebanyak sebanyak 25 responden (46,3%) tidak mengikuti PAUD dan sebanyak 29 responden (53,7%) mengikuti PAUD. Hasil dari penelitian tes IQ menunujukkan sebanyak 6 responden (11,1%) mempunyai IQ low normal, sebanyak 32 responden (59,3%) mempunyai IQ everage, sebanyak 13 responden (24,1%) mempunyai IQ high everage, dan 3 responden (5,6%) mempunyai IQ superior.

  • Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden yang memiliki IQ superior mengikuti program PAUD dan semua responden yang memiliki IQ diatas ratarata (high everage) mengikuti program PAUD. Sebanyak 13 responden (40,6%) dari 32 responden yang memiliki IQ ratarata (everage) mengikuti program PAUD dan 19 responden lainnya (59,4%) tidak mengikuti program PAUD. Semua responden yang memiliki IQ dibawah ratarata (low normal) tidak mengikuti PAUD. Uji analisa secara statistik hubungan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan perkembangan kognitif anak usia prasekolah menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kesalahan (alpha) 0,05, diperoleh hasil yang signifikan (p=0,000) yang berarti p value< 0,05, maka dapat disimpulkan Ho ditolak sehingga ada hubungan antara Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan perkembangan kognitif anak usia prasekolah.

  • DESIGN CROSS-SECTIONALANAK USIA DINIanak usia prasekolah di kel. TinjomoyoPAUDIQ high everage & superiorIQ low normal &everageTIDAK PAUDIQ high everage & superiorIQ low normal &everagePOINT TIMERANDOM/ACAKABCD

  • Ukuran epidemiologi pada studi dengan desain Cross-Sectional :

    PENDIDIKANIQ HIGH EVERAGE & SUPERIORIQ LOW NORMAL & EVERAGETOTALPAUD16 ( A )13 ( B )29 ( A + B )TIDAK PAUD - ( C )25 ( D )25 ( C + D )TOTAL163854

  • Prevalens 1 = a / (a+b) = 16/ 29= 0,55% adalah proporsi IQ high everage & superior diantara orang- orang yang PAUD Prevalens 2= c / (c+d) = 0/ 25= 0 %adalah proporsi IQ high everage & superior diantara orang-orang yang tidak PAUD

  • BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PLOSO KECAMATAN PACITAN TAHUN 2009Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negaranegara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik.

  • penelitianPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negaranegara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik.

  • Tujuan penelitian :

    1. Untuk mengetahui hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan. 2. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan. 3. Untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan tutup pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan. 4. Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi pengurasan kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan. 5. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan.

  • Tabel hasil uji chi square

    Hubungan X2p-valuekeputusanKejadian DBD dan keberadaan jentik Aedes aegepty pada kontrainer37,5680,001H0 ditolakKejadian DBD dan kebiasaan menggantung pakaian13,3860,001H0 ditolakKejadian DBD dan ketersediaan tutup pada kontainer11,2060,001H0 ditolakKejadian DBD dan frekuensi pengurasan kontainer4,8920,027H0 ditolakKejadian DBD dan pengetahuan responden tentang DBD4,6870,030H0 ditolak

  • DESAIN STUDI sampelkeberadaan jentik Aedes aegeptyDBD ( + )DBD ( - )kebiasaan menggantung pakaianDBD ( + )DBD ( - )ketersediaan tutup pada kontainerDBD ( + )DBD ( - )frekuensi pengurasan kontainerDBD ( + )DBD ( - )pengetahuan responden tentang DBDDBD ( + )DBD ( - )

  • Kekuatan Mudah dilakukan dan murah, karena tidak perlu Follow UpEffisien untuk mendeskripsikan distribusi penyakit dihubungkan dengan karakteristik populasiSering digunakan Administrator Kesehatan untuk merencanakan fasilitas, pelayanan, maupun program kesehatan Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligusJarang terancam loss to follow-up (drop out)Membangun hipotesis dari hasil analisis

  • Kekuatan Bermanfaat untuk menformulasikan hipotesis hubungan kausal yang akan diuji pada studi yang lainTidak memaksa subyek mengalami faktor risikoTidak ada subyek yang kebetulan sebagai kontrol untuk kehilangan kesempatan mendapatkan therapi Dapat memberikan informasi frekuensi & distribusi penyk. yang menimpa masyarakat, serta informasi mengenai FR yang menyebabkan terjadinya penyakit.Studi cross sectional memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak hanya para pasien yang mencari pengobatan, hingga generalisasinya cukup memadaiRelatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh

  • Kelemahan Sulit untuk menentukan sebab akibat karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan (temporal relationship tidak jelas)Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek, karena inidividu yang cepat sembuh atau cepat meninggal mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring dalam studiDibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel yang dipelajari banyakTidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidensi maupun prognosisTidak praktis untuk meneliti kasus yang jarangTidak menggambarkan perjalanan penyakit

  • SUMBER

    http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/vk/article/view/332...http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/252/241http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Jurnal/mandala%20september%202011/HUBUGAN%20OBESITAS%20SENTRAL%20DENGAN%20ANDROPAUSE%20DI%20RSUD%20PROF.%20Dr.%20MARGONO%20SOEKARJO%20PURWOKERTO.pdf http://eprints.undip.ac.id/9475/1/articel.pdfhttp://statistikian.blogspot.com/2012/08/perbedaan-cross-sectional-case-control.html

  • Terima kasih

    **********