73
 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORA T JENDERAL PERI MBANGAN KEUANGAN

Deskripsi Dan Analisis APBD 2011 A

Embed Size (px)

DESCRIPTION

analisa APBD dirjen perimbangan

Citation preview

  • KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

    DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI iii

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Belanja dalam APBD dialokasikan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai dengan

    kemampuan pendapatannya, serta didukung oleh pembiayaan yang sehat sehingga diharapkan

    mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan pendapatan, serta

    pembangunan di berbagai sektor. Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan

    melalui peningkatan potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah ditambah dengan dana

    transfer dari pemerintah Pusat yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan layanan

    publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas. Dengan belanja yang berkualitas

    diharapkan APBD dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan

    masyarakat.

    Namun demikian, sebagaimana selalu terjadi dalam pengelolaan keuangan publik, selalu

    terjadi kendala penganggaran (budget constraint), yang tercermin dari banyaknya kebutuhan

    yang dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber pendapatan daerah. Oleh karena itu,

    prioritas belanja dan perencanaan yang baik dapat menjadi kunci untuk menyiasati kendala

    penganggaran. Terkait dengan hal tersebut, secara nasional kiranya perlu dilakukan analisis

    tentang kesehatan keuangan APBD yang mampu memberikan informasi yang berguna dalam

    memotret kondisi keuangan APBD baik dari sisi pendapatan, belanja, maupun pembiayaan.

    Di sisi pendapatan, analisis kesehatan keuangan APBD dilakukan dengan melihat

    beberapa hal, yaitu: rasio pajak (tax ratio), ruang fiskal (fiscal space), serta rasio kemandirian

    daerah. Rasio pajak mencerminkan hubungan pajak daerah dengan pendapatan domestic

    regional bruto (PDRB) daerah. Secara kewilayahan, daerah-daerah di wilayah Jawa-Bali

    menunjukkan rasio pajak yang tertinggi, namun untuk perbandingan antar-pemerintah provinsi,

    Provinsi Maluku menduduki posisi tertinggi. Ada tiga kemungkinan penyebab tingginya rasio

    tersebut, yaitu tingginya penerimaan pajak daerah, rendahnya PDRB, atau gabungan

    keduanya. Tingginya rasio pajak di Jawa-Bali disebabkan oleh faktor pertama yang mana

    potensi pajak daerah (yang memang bias kekotaan) di Jawa-Bali memang lebih besar,

    sedangkan untuk Pemerintah Maluku, faktor kedua membuat nilai rasio pajaknya tinggi.

    Ruang Fiskal merupakan rasio yang menggambarkan besarnya pendapatan yang masih

    bebas digunakan oleh daerah untuk mendanai program/kegiatan sesuai kebutuhannya.

    Penghitungan Ruang Fiskal diperoleh dengan mengurangkan seluruh pendapatan dengan

    pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) dan belanja wajib seperti

    belanja pegawai dan bunga. Hasil analisis menunjukkan bahwa ruang fiskal tertinggi baik untuk

    total pemda perprovinsi, kabupaten/kota perprovinsi, pemerintah provinsi, maupun per wilayah

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI iv

    adalah di wilayah Kalimantan, utamanya di Kalimantan Timur. Posisi terendah untuk

    kabupaten/kota adalah daerah-daerah di provinsi Jawa Tengah, sementara untuk pemerintah

    provinsi yang terendah adalah Aceh, serta untuk per wilayah adalah wilayah Sulawesi. Tinggi

    rendah angka tersebut dapat disebabkan oleh 4 (empat) faktor, yaitu: tinggi-rendahnya

    pendapatan umum, tinggi-rendahnya pendapatan yang bersifat terikat, tinggi-rendahnya belanja

    wajib, serta gabungan beberapa faktor di atas.

    Rasio kemandirian daerah dicerminkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total

    pendapatan, serta rasio transfer terhadap total pendapatan. Dua rasio tersebut memiliki sifat

    berlawanan, yaitu semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi kemandirian daerah dan sebaliknya

    untuk rasio transfer. Untuk rasio PAD, Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio tertinggi secara

    nasional, Provinsi Bali untuk kabupaten/kota per provinsi, Jawa Timur untuk per pemerintah

    provinsi dan Jawa-Bali untuk kewilayahan. Sementara itu, yang terendah secara nasional,

    kabupaten/kota per provinsi, serta per pemerintah provinsi adalah adalah Provinsi Papua Barat,

    sedangkan untuk per wilayah adalah Nusa Tenggara-Maluku-Papua. Posisi tertinggi dan

    terendah rasio transfer umumnya berkebalikan dengan posisi provinsi yang bersangkutan pada

    rasio PAD. Artinya, provinsi yang tertinggi untuk rasio PAD merupakan rasio terendah untuk

    rasio transfer dan demikian pula sebaliknya.

    Di sisi belanja daerah, analisis meliputi rasio belanja pegawai terhadap total belanja, rasio

    belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja, rasio belanja modal per total belanja,

    rasio belanja per jumlah penduduk, serta rasio belanja modal per jumlah penduduk. Semua

    rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola belanja daerah, apakah suatu daerah

    cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat dengan upaya peningkatan

    ekonomi, seperti belanja modal, atau untuk belanja yang sifatnya untuk pendanaan aparatur,

    seperti belanja pegawai tidak langsung.

    Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk belanja pegawai, Provinsi DIY memiliki rasio

    tertinggi untuk total pemda per provinsi dan kabupaten/kota per provinsi. Sementara itu, rasio

    belanja pegawai terendah untuk seluruh pemda per provinsi dan pemerintah provinsi adalah

    Provinsi Papua Barat, sedangkan untuk daerah kabupaten/kota per provinsi yang terendah

    adalah Kalimantan Timur. Hal yang hampir serupa terjadi untuk rasio belanja pegawai tidak

    langsung. Hal ini wajar, karena secara rata-rata porsi belanja pegawai tidak langsung terhadap

    total belanja pegawai total relatif hampir seragam di seluruh daerah. Sebagaimana patut

    diduga, kondisi berkebalikan terjadi untuk rasio belanja modal. DIY memiliki rasio terendah

    untuk rasio belanja modal, sedangkan Kalimantan Timur merupakan yang tertinggi. Untuk rasio

    belanja per kapita, Papua Barat dan Jawa Barat merupakan yang memiliki rasio tertinggi dan

    terendah dalam agregat per provinsi. Sementara berdasarkan pembagian wilayah, rasio di

    Kalimantan merupakan yang tertinggi, dan Jawa-Bali (tidak termasuk DKI) adalah yang

    terendah.

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI v

    Analisis APBD juga meliputi analisis atas defisit/surplus dan pembiayaan yang meliputi

    analisis defisit/surplus, Selisih Lebih atas Perhitungan Anggaran (SiLPA), penerimaan

    pembiayaan melalui pinjaman, serta rasio keseimbangan primer. Dari analisis di sisi bellow the

    line ini ternyata terdapat beberapa hal yang perlu dicermati. Salah satunya adalah adanya

    beberapa daerah yang menganggarkan defisit namun anggaran pembiayaannya tidak

    mencukupi untuk menutup defisit tersebut. Paling tidak terdapat 20 kabupaten/kota yang

    mengalami kejadian ini. Hal ini menunjukkan tidak sehatnya APBD mereka, karena dengan

    demikian belanja menjadi tidak jelas sumber pendanaannya. Sebaliknya, kondisi yang

    berlawanan juga terjadi dimana terdapat beberapa daerah yang menganggarkan surplus

    penerimaan (yang berarti terjadi selisih positif antara defisit/surplus dengan netto pembiayaan).

    Hal ini menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut memang mentargetkan SiLPA mereka.

    Terlepas dari apapun tujuan target SiLPA, namun hal ini tidak layak dilakukan dalam pola

    pengelolaan keuangan yang sehat, karena akan menimbulkan tidak efisiennya penggunaan

    budget untuk membiayai peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta mendorong munculnya

    dana yang off budget. Di samping itu, hal ini kemungkinan dapat juga disebabkan oleh

    ketidakmampuan SDM pengelola keuangan daerah dalam melakukan perencanaan anggaran.

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI vi

    KATA PENGANTAR

    Penyelenggaraan pemerintahan, baik oleh Pusat maupun Daerah mempunyai fungsi

    untuk mendorong dan memfasilitasi Pembangunan guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang

    memadai bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Terkait dengan fungsi dan peran

    sebagai motivator dan fasilitator pembangunan tersebut, pemerintah telah mengambil suatu

    pilihan kebijakan untuk lebih mengedepankan peran pemerintah daerah sebagai penggerak

    pembangunan. Melalui kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, diharapkan agar

    pemerintahan di level yang paling dekat dengan masyarakat mampu menyerap aspirasi dan

    partisipasi masyarakat lokal sehingga arah pembangunan akan sesuai dengan kebutuhan riil

    masyarakat setempat.

    Guna mendukung peran dan fungsi pemerintah daerah dalam pembangunan,

    Pemerintah telah dan akan terus mendukung pendanaan melalui mekanisme transfer ataupun

    pola pendanaan lainnya. Dukungan pendanaan tersebut telah dibuktikan dengan besarnya

    dana APBN yang disalurkan ke daerah, baik melalui skema desentralisasi maupun skema

    lainnya, seperti dekonsentrasi, tugas pembantuan, subsidi, maupun bantuan langsung ke

    masyarakat.

    Dana yang besar yang telah dan akan digulirkan melalui skema desentralisasi serta

    dana yang memang bersumber dari daerah sendiri (seperti pajak daerah dan retribusi daerah),

    selanjutnya dikelola sepenuhnya oleh pemerintah daerah dalam APBD dan

    pertanggungjawabannya sepenuhnya berada di daerah. Pada dasarnya tidak ada lagi

    mekanisme pertanggungjawaban APBD kepada Pemerintah Pusat, namun hanya berupa

    penyampaian data APBD kepada Pusat untuk keperluan Sistem Informasi Keuangan Daerah

    (SIKD).

    Dari data yang disampaikan melalui SIKD inilah kemudian disusun informasi dan

    analisis atas APBD seluruh Indonesia. Analisis APBD yang kami sampaikan dengan

    mempergunakan rasio-rasio dari komponen APBD ini diharapkan akan dapat berguna untuk

    memberikan gambaran yang menyeluruh namun ringkas mengenai situasi dan kondisi

    keuangan daerah saat ini. Potret APBD yang informatif dan akurat selanjutnya dapat digunakan

    oleh pihak yang berkepentingan, baik di pusat maupun di daerah, sebagai bahan masukan

    dalam pengambilan kebijakan yang terkait dengan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI vii

    Kami mengharapkan agar buku Deskripsi dan Analisis APBD Tahun 2011 ini dapat

    bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Besar harapan kami, agar buku ini dapat

    memberikan kontribusi yang optimal dalam pengambilan kebijakan sehingga tujuan dan cita-

    cita otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dapat terwujud.

    Jakarta, Juni 2011

    DirekturJenderal Perimbangan Keuangan,

    Dr. Marwanto Harjowiryono, MA

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI viii

    DAFTAR ISI

    Hal

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... ii

    RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................................ iiii

    KATA PENGANTAR .................................................................................................................. vii

    DAFTAR ISI ............................................................................................................................. viii

    DAFTAR TABEL......................................................................................................................... xi

    DAFTAR GRAFIK ...................................................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

    A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1

    B. Gambaran Umum APBD 2011 .................................................................................. 2

    1. Pendapatan Daerah ........................................................................................... 5

    2. Belanja Daerah .................................................................................................. 7

    3. Surplus, Defisit dan Pembiayaan Daerah ........................................................... 8

    BAB II ANALISIS PENDAPATAN DAERAH .............................................................................. 9

    A. Rasio Pajak (Tax Ratio) ............................................................................................ 9

    1. Nasional........................................................................................................... 10

    2. Kabupaten/Kota ............................................................................................... 11

    3. Pemerintah Provinsi ......................................................................................... 12

    4. Per Wilayah ..................................................................................................... 13

    B. Ruang Fiskal (Fiscal Space) .................................................................................. 13

    1. Definisi .............................................................................................................. 13

    2. Nasional ............................................................................................................ 14

    3. Kabupaten/Kota ................................................................................................ 15

    4. Pemerintah Provinsi .......................................................................................... 16

    5. Per Wilayah ....................................................................................................... 17

    C. Rasio Kemandirian Daerah .................................................................................... 18

    1. Pendahuluan ..................................................................................................... 18

    2. Nasional ............................................................................................................ 18

    3. Kabupaten/Kota ................................................................................................ 19

    4. Pemerintah Provinsi .......................................................................................... 20

    5. Per Wilayah ....................................................................................................... 20

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI ix

    BAB III ANALISIS BELANJA DAERAH ..................................................................................... 23

    A. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah ......................................... 23

    1. Nasional ............................................................................................................ 23

    2. Kabupaten/Kota ................................................................................................ 24

    3. Pemerintah Provinsi .......................................................................................... 25

    4. Per Wilayah ....................................................................................................... 25

    B. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung terhadap Total Belanja Daerah ............... 26

    1. Nasional........................................................................................................... 26

    2. Kabupaten/Kota ............................................................................................... 27

    3. Pemerintah Provinsi ......................................................................................... 28

    4. Per Wilayah ..................................................................................................... 28

    C. Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja Daerah .............................................. 29

    1. Nasional........................................................................................................... 29

    2. Kabupaten/Kota ............................................................................................... 30

    3. Pemerintah Provinsi ......................................................................................... 31

    4. Per Wilayah ..................................................................................................... 31

    D. Rasio Belanja Daerah terhadap Jumlah Penduduk ................................................. 32

    1. Nasional ............................................................................................................ 32

    2. Kabupaten/Kota ................................................................................................ 33

    3. Pemerintah Provinsi .......................................................................................... 34

    4. Per Wilayah ....................................................................................................... 35

    E. Rasio Belanja Modal terhadap Jumlah Penduduk ................................................... 35

    1. Nasional ............................................................................................................ 35

    2. Kabupaten/Kota ................................................................................................ 36

    3. Pemerintah Provinsi .......................................................................................... 37

    4. Per Wilayah ....................................................................................................... 38

    BAB IV ANALISIS DEFISIT DAN PEMBIAYAAN DAERAH ...................................................... 39

    A. Defisit ...................................................................................................................... 39

    1. Nasional ............................................................................................................ 39

    2. Kabupaten/Kota ................................................................................................ 40

    3. Pemerintah Provinsi .......................................................................................... 41

    4. Per Wilayah ....................................................................................................... 41

    5. Daerah dengan defisit yang belum ter cover oleh pembiayaan.......................... 43

    B. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran .......................................................................... 44

    1. Nasional ............................................................................................................ 44

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI x

    2. Kabupaten/Kota ................................................................................................ 45

    3. Pemerintah Provinsi .......................................................................................... 45

    4. Per Wilayah ....................................................................................................... 46

    C. Penerimaan Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman ............................................ 46

    1. Nasional ............................................................................................................ 46

    2. Kabupaten/Kota ................................................................................................ 47

    3. Pemerintah Provinsi .......................................................................................... 47

    4. Per Wilayah ....................................................................................................... 48

    5. Daerah yang melampaui batas maksimal defisit yang dibiayai pinjaman ........... 49

    6. Daerah yang menganggarkan pinjaman dengan APBD surplus ........................ 50

    D. Rasio Keseimbangan Primer ................................................................................... 51

    1. Nasional ............................................................................................................ 52

    2. Kabupaten/Kota ................................................................................................ 53

    3. Pemerintah Provinsi .......................................................................................... 54

    4. Per Wilayah ....................................................................................................... 54

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 56

    UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................................................ 57

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI xi

    DAFTAR TABEL

    Hal

    Tabel 1.1 Pembiayaan Daerah (Juta Rupiah) ........................................................................ 3

    Tabel 2.1 Provinsi yang memiliki Rasio Pajak diatas rata-rata Nasional (%) ....................... 11

    Tabel 2.2 Provinsi yang memiliki Ruang Fiskal diatas rata-rata Nasional (%) ...................... 15

    Tabel 4.1 Daerah dengan APBD minus ............................................................................... 43

    Tabel 4.2 Daerah dengan % Pinjaman diatas ketentuan yag ditetapkan di PMK ................. 49

    Tabel 4.3 Daerah yang menganggarkan pinjaman dengan APBD Surplus .......................... 51

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI xii

    DAFTAR GRAFIK

    Hal

    Grafik 1.1 Komposisi Pendapatan Daerah .............................................................................. 2

    Grafik 1.2 Komposisi Belanja Daerah ..................................................................................... 2

    Grafik 1.3 Trend APBD (dalam juta rupiah) ............................................................................ 3

    Grafik 1.4 Trend Komposisi Pendapatan Daerah TA 2007 2011(%) .................................... 4

    Grafik 1.5 Trend Belanja Daerah ............................................................................................ 5

    Grafik 1.6 Rasio Pendapatan Daerah per Wilayah ................................................................. 6

    Grafik 1.7 Rasio Belanja Daerah per Wilayah ......................................................................... 7

    Grafik 1.8 Pembiayaan per Wilayah ....................................................................................... 8

    Grafik 2.1 Rasio Pajak Nasional ........................................................................................... 10

    Grafik 2.2 Rasio Pajak Kabupaten/Kota ............................................................................... 12

    Grafik 2.3 Rasio Pajak Pemerintah Provinsi ......................................................................... 12

    Grafik 2.4 Rasio Pajak per Wilayah ...................................................................................... 13

    Grafik 2.5 Ruang Fiskal Nasional ......................................................................................... 14

    Grafik 2.6 Ruang Fiskal Kabupaten/Kota .............................................................................. 15

    Grafik 2.7 Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi ....................................................................... 16

    Grafik 2.8 Ruang Fiskal per Wilayah .................................................................................... 17

    Grafik 2.9 Rasio Kemandirian Nasional ................................................................................ 18

    Grafik 2.10 Rasio Kemandirian Kabupaten/Kota ..................................................................... 19

    Grafik 2.11 Rasio Kemandirian Pemerintah Provinsi .............................................................. 19

    Grafik 2.12 Rasio Kemandirian per Wilayah ........................................................................... 20

    Grafik 3.1 Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah Nasional ......................... 21

    Grafik 3.2 Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah Kabupaten/Kota ............. 24

    Grafik 3.3 Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah Pemerintah Provinsi ....... 24

    Grafik 3.4 Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah per Wilayah .................... 25

    Grafik 3.5 Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung terhadap Total Belanja Daerah Nasional27

    Grafik 3.6 Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung terhadap Total Belanja Daerah

    Kabupaten/Kota ................................................................................................... 27

    Grafik 3.7 Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung terhadap Total Belanja Daerah

    Pemerintah Provinsi ............................................................................................. 28

    Grafik 3.8 Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung terhadap Total Belanja Daerah

    per Wilayah .......................................................................................................... 29

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI xiii

    Grafik 3.9 Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah Nasional ..................................... 30

    Grafik 3.10 Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota .......................... 30

    Grafik 3.11 Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah Pemerintah Provinsi .................... 31

    Grafik 3.12 Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah per Wilayah ................................ 32

    Grafik 3.13 Rasio Belanja Daerah per Kapita Nasional ........................................................... 33

    Grafik 3.14 Rasio Belanja Daerah per Kapita Kabupaten/Kota ............................................... 34

    Grafik 3.15 Rasio Belanja Daerah per Kapita Pemerintah Provinsi ........................................ 34

    Grafik 3.16 Rasio Belanja Daerah per Kapita per Wilayah ...................................................... 35

    Grafik 3.17 Rasio Belanja Modal per Kapita Nasional ............................................................ 36

    Grafik 3.18 Rasio Belanja Modal per Kapita Kabupaten/Kota ................................................. 37

    Grafik 3.19 Rasio Belanja Modal per Kapita Pemerintah Provinsi ........................................... 37

    Grafik 3.20 Rasio Belanja Modal per Kapita per Wilayah ........................................................ 38

    Grafik 4.1 Rasio Surplus/Defisit terhadap Pendapatan Nasional .......................................... 39

    Grafik 4.2 Rasio Surplus/Defisit terhadap Pendapatan Kab/Kota ........................................ 40

    Grafik 4.3 Kab/Kota berdasarkan Rasio Surplus/Defisit terhadap Pendapatan (%) .............. 40

    Grafik 4.4 Rasio Surplus/defisit terhadap Pendapatan Provinsi ............................................ 41

    Grafik 4.5 Rasio Defisit/Pendapatan per wilayah .................................................................. 42

    Grafik 4.6 Penyebaran Rasio Defisit/Pendapatan per wilayah ............................................. 42

    Grafik 4.7 Rasio SiLPA terhadap Belanja Nasional .............................................................. 44

    Grafik 4.8 Rasio SiLPA terhadap Belanja Kabupaten/Kota ................................................... 45

    Grafik 4.9 Rasio SiLPA terhadap Belanja Pemerintah Provinsi ............................................. 45

    Grafik 4.10 Rasio SiLPA terhadap Belanja per Wilayah .......................................................... 46

    Grafik 4.11 Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Nasional .................................................. 46

    Grafik 4.12 Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Kabupaten/Kota ....................................... 47

    Grafik 4.13 Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Pemerintah Provinsi ................................ 48

    Grafik 4.14 Rasio pinjaman/pendapatan per wilayah .............................................................. 48

    Grafik 4.15 Penyebaran Rasio pinjaman/pendapatan per wilayah ......................................... 49

    Grafik 4.16 Rasio Primary Balance Nasional .......................................................................... 52

    Grafik 4.17 Rasio Primary Balance Kabupaten/Kota .............................................................. 53

    Grafik 4.18 Rasio Primary Balance Pemerintah Provinsi ........................................................ 54

    Grafik 4.19 Rasio Primary Balance per wilayah ...................................................................... 54

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Dalam rangka mewujudkan pelayanan publik kepada masyarakat maka seluruh

    Pemerintah Daerah di Indonesia setiap tahunnya harus merencanakan, menyusun dan

    melaksanakan seluruh kegiatan dan pendanaan yang sudah terangkum dalam rencana

    keuangan tahunan berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD yang

    disahkan dan diundangkan dengan Peraturan Daerah sebelumnya harus disetujui oleh Dewan

    Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

    APBD menunjukkan alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan dan sumber-

    sumber pendapatan, serta pembiayaan yang digunakan untuk mendanainya. Program/kegiatan

    dimaksud dilaksanakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan

    pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor. Pencapaian tujuan tersebut diharapkan

    dapat dilakukan melalui peningkatan potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah ditambah

    dengan dana transfer dari pemerintah Pusat yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan

    layanan publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas. Dengan belanja yang

    berkualitas diharapkan APBD dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan

    kesejahteraan masyarakat.

    Namun demikian, sebagaimana selalu terjadi dalam pengelolaan keuangan publik,

    selalu terjadi kendala penganggaran (budget constraint), yang mana banyaknya kebutuhan

    selalu dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber pendapatan daerah. Oleh karena itu,

    prioritas belanja dan perencanaan yang baik dapat menjadi kunci untuk menyiasati kendala

    penganggaran. Terkait dengan hal tersebut, secara nasional kiranya perlu dilakukan analisis

    tentang kesehatan keuangan APBD yang mampu memberikan informasi yang berguna dalam

    memotret kondisi keuangan APBD baik dari sisi pendapatan, belanja, maupun pembiayaan.

    Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang analisis rasio keuangan

    APBD 2011. Berdasarkan rasio keuangan APBD tersebut maka dapat disimpulkan tentang

    kualitas dan tingkat kesehatan APBD. Analisis ini didasarkan pada data sekunder berupa data

    ringkasan APBD 2011 sebanyak 524 daerah. Alat analisis utamanya adalah rasio keuangan

    yang dilakukan secara nasional (agregat provinsi, kabupaten dan kota), per provinsi, kabupaten

    dan kota dan berdasarkan wilayah (Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa

    Tenggara-Maluku-Papua).

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 2

    B. Gambaran Umum APBD 2011

    Berdasarkan data APBD yang telah dikumpulkan oleh Direktorat EPIKD yang terdiri dari

    33 Provinsi 398 Kabupaten dan 93 Kota, maka bisa kita lakukan analisis untuk mengetahui

    kondisi keuangan daerah yang tercermin dari beberapa komponen dalam APBD Tahun

    Anggaran 2011. Data yang dianalisis menggunakan data APBD yang telah dikonsolidasikan

    untuk menghilangkan penghitungan ganda atas beberapa reciprocal account.

    Grafik 1.1 Komposisi Pendapatan Daerah

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    Komposisi Pendapatan Daerah pada APBD TA 2011 secara nasional dapat dibagi

    dalam 3 (tiga) bagian utama yaitu PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang

    sah. Grafik 1.1, menunjukkan dana perimbangan merupakan komposisi yang paling

    mendominasi yaitu sebesar 68,0% atau Rp327,361 triliun dalam komposisi pendapatan daerah,

    sedangkan PAD hanya sebesar 19,0% atau sebesar Rp90,393 triliun dan Lain-lain Pendapatan

    yang sah sebesar 13,0% atau sebesar Rp61,343 triliun.

    Grafik 1.2 Komposisi Belanja Daerah

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    19,0%

    68,0%

    13,0%

    PAD

    Dana Perimbangan

    Lain-lain pend yang sah

    45% 20%

    22%

    13%

    Belanja Pegawai

    Belanja Barang dan jasa

    Belanja Modal

    Lain-lain

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 3

    Belanja daerah secara nasional pada TA 2011 mencapai Rp514,467 triliun. Belanja

    pegawai porsinya masih dominan yaitu mencapai 45,0% atau sebesar Rp229,077 triliun.

    Belanja Modal mencapai Rp113,622 triliun atau sebesar 22,0%. Belanja Barang dan Jasa

    mencapai Rp104,193 triliun atau 20,0%.

    Tabel 1.1 Pembiayaan Daerah (Juta Rupiah)

    Pembiayaan 36.090.622 Penerimaan Pembiayaan 44.497.235 Pengeluaran Pembiayaan 8.406.574

    Defisit pada APBD secara nasional yang mencapai Rp35,369 triliun. Total pembiayaan

    daerah secara nasional mencapai Rp36,090 triliun dengan penerimaan pembiayaan (SiLPA,

    Pinjaman dll) mencapai Rp44,497 triliun serta pengeluaran pembiayaan dianggarkan sebesar

    Rp8,406 triliun.

    Trend APBD (2007 2011)

    Berdasarkan data Realisasi APBD tahun 2007 2009 dan APBD 2010 hingga 2011

    yang telah dikonsolidasikan maka diperoleh gambaran sebagai berikut:

    Grafik 1.3 Trend APBD

    Sumber: Realisasi APBD 2007 2009 dan APBD 2010 - 2011 (Diolah)

    -100,000

    100,000

    200,000

    300,000

    400,000

    500,000

    2007 2008 2009 2010 2011

    Pendapatan 310,173 363,211 379,862 386,338 459,857

    Belanja 304,034 353,739 390,077 426,857 495,226

    Surplus/Defisit 6,138 9,472 -10,215 -40,519 -35,369

    Pembiayaan 55,152 59,184 63,883 40,818 36,119

    Mili

    ar R

    up

    iah

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 4

    Dari grafik tersebut di atas dapat kita ketahui secara nasional bahwa setiap tahun sejak

    2007 hingga 2011 terjadi peningkatan pendapatan daerah rata-rata sebesar 11,4% dan yang

    tertinggi peningkatannya adalah pada tahun 2011 sebesar 18%, dimana pendapatan daerah

    pada tahun 2011 sebesar Rp459,856 triliun dan pada tahun 2010 hanya sebesar Rp386,338

    triliun.

    Secara nasional trend belanja daerah mengalami rata-rata peningkatan dari tahun 2007

    hingga 2011 sebesar 11,8%. Pada tahun 2011 belanja daerah dianggarkan sebesar Rp495,225

    triliun atau meningkat 17% dari tahun 2010 yang hanya dianggarkan sebesar Rp426,857 triliun.

    Trend defisit yang dianggarkan daerah cenderung fluktuatif, tapi sejak tahun 2009 terus

    mengalami penurunan. Rata-rata defisit yang dianggarkan dari tahun 2007 hingga 2009 hanya

    sebesar -0,4%. Defisit daerah secara nasional yang tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu

    sebesar sebesar Rp40,519 triliun atau 3,6%. Sedangkan pada tahun 2011 defisit daerah secara

    nasional adalah sebesar Rp35,369 triliun atau sebesar 1,1%.

    Pembiayaan daerah netto juga menunjukkan trend yang fluktuatif selaras dengan trend

    defisit daerah. Walau rata-rata trend pembiayaan daerah netto dari tahun 2007 hingga 2011

    sebesar 0,2%, dan cenderung mengalami penurunan cukup besar pada tahun 2010 dan 2011.

    Pembiayaan daerah netto pada tahun 2011 sebesar Rp36,118 triliun bila dibandingkan dengan

    tahun 2010 yang menganggarkan pembiayaan netto sebesar Rp40,818 triliun.

    Grafik 1.4 Trend Komposisi Pendapatan Daerah TA 2007 2011

    Sumber: Realisasi APBD 2007 2009 dan APBD 2010 - 2011 (Diolah)

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    2007 2008 2009 2010 2011

    PAD 16.82 17.83 17.79 18.6 19.66

    DAPER 78.62 76.02 74.4 75.65 71.18

    Lain2 Pend yg Sah 4.57 6.16 7.82 5.75 9.16

    %

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 5

    Secara nasional ketergantungan seluruh pemerintah daerah terhadap dana

    perimbangan masih tinggi. Hal ini terlihat pada porsi PAD walaupun mengalami peningkatan

    setiap tahunnya tetapi pada tahun 2011 anggarannya hanya sebesar 19,66%. Sedangkan trend

    dana perimbangan setiap tahun mengalami penurunan hingga mencapai 71,18% pada tahun

    2011. Trend kontribusi lain-lain pendapatan yang sah sangat fluktuatif, tetapi pada tahun 2011

    menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar 9,16%.

    Grafik 1.5 Trend Belanja Daerah TA 2007 2011

    Sumber: Realisasi APBD 2007 2009 dan APBD 2010 - 2011 (Diolah)

    Bila dicermati komposisi belanja daerah secara nasional dari tahun 2007 hingga 2011

    maka dapat diketahui bahwa porsi belanja pegawai tetap dominan bila dibandingkan dengan

    jenis belanja yang lainnya. Belanja Pegawai mengalami peningkatan yang cukup tajam pada

    tahun 2010 yaitu sebesar 46,5% tetapi pada tahun 2011 turun sedikit menjadi 46,2%.

    Besarnya belanja barang dan jasa juga meningkat menjadi 21,0% pada tahun 2011.

    Sedangkan porsi belanja modal terus mengalami penurunan, yang cukup tajam terjadi pada

    tahun 2010 hanya sebesar 22,5%, tetapi pada tahun 2011 porsinya menjadi 22,1%. Sedangkan

    belanja lainnya cenderung turun hingga hanya dianggarkan sebesar 9,78% pada tahun 2011.

    1. Pendapatan Daerah

    Komposisi APBD Tahun Anggaran 2011 pada kabupaten, kota, dan provinsi secara

    aggregat menunjukkan fakta sebagai berikut:

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    2007 2008 2009 2010 2011

    B_Pegawai 39.91 41.98 43.11 46.52 46.25

    B_Barang&Jasa 18.9 18.82 19.32 19.21 21.04

    B_Modal 29.98 27.67 26.28 22.53 22.92

    B_Lain-lain 11.2 11.53 11.28 11.74 9.78

    %

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 6

    Grafik 1.6 Rasio Pendapatan Daerah Per Wilayah

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    Terlihat dari grafik tersebut beberapa rasio yang terkait dengan pendapatan daerah.

    Rasio PAD dibandingkan total pendapatan daerah yang tertinggi adalah di wilayah Jawa dan

    Bali yaitu sebesar 32,9% sedangkan yang terendah di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua

    yang hanya sebesar 6,3%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemandirian seluruh daerah

    yang berada di wilayah Jawa dan Bali relatif lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya.

    Fakta tersebut diperkuat juga dengan rendahnya rasio dana perimbangan dan transfer

    ke daerah dibandingkan total pendapatan. Berdasarkan dua rasio tersebut Jawa dan Bali hanya

    memiliki ketergantungan terhadap dana perimbangan dan transfer ke daerah masing-masing

    sebesar 59,2% dan 65,6%. Wilayah yang memiliki tingkat ketergantungan tertinggi terhadap

    dana perimbangan adalah di wilayah Kalimantan dimana rasio dana perimbangan terhadap

    total pendapatannya mencapai 80,9% persen. Sedangkan untuk rasio transfer ke daerah

    terhadap total pendapatan maka wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua menjadi wilayah

    yang tertinggi hingga mencapai 92,3%. Besarnya rasio tersebut ditengarai berasal dari adanya

    pengalokasian dana otonomi khusus dan dana penyesuaian yang relatif lebih besar bila

    dibandingkan dengan wilayah lainnya.

    00

    20

    40

    60

    80

    100

    PAD /Tot Daper/Tot Transf/ Tot

    NT Maluku Papua 6.310 76.870 92.370

    Sulawesi 12.470 80.210 86.710

    Sumatera 14.350 75.330 83.980

    Kalimantan 14.680 80.860 83.620

    Jawa Bali 32.940 59.240 65.610

    %

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 7

    2. Belanja Daerah

    Grafik 1.7 Rasio Belanja Daerah Per Wilayah

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    Bila dilihat besaran belanja daerah yang dianggarkan pada APBD TA 2011 antar

    wilayah maka dapat diketahui bahwa belanja pegawai tetap merupakan porsi terbesar yang

    harus dibelanjakan oleh daerah, selanjutnya baru diikuti oleh belanja modal serta belanja

    barang dan jasa.

    Belanja pegawai di wilayah Sulawesi mencapai 52,5% sedangkan wilayah Kalimantan

    belanja pegawainya hanya sekitar 37,5%. Fakta tersebut juga didukung oleh rasio pegawai

    terhadap jumlah total penduduk yang mencapai 1,38% di wilayah Sulawesi. Tetapi rasio

    pegawai di wilayah Kalimantan (1,26%) bukanlah yang terendah karena rasio pegawai per total

    penduduk di wilayah Jawa hanya mencapai 0,6%.

    Bisa diartikan bahwa jumlah pegawai di wilayah Jawa sangat rendah karena total

    penduduk di wilayah tersebut sangat banyak sehingga rasio belanja pegawai terhadap total

    belanja juga besar yaitu sekitar 50,6%. Ironisnya berbagai pengeluaran kegiatan yang

    terangkum dalam akun belanja modal di wilayah Jawa sangat kecil yaitu hanya sekitar 18,3%.

    Hal ini bisa berarti bahwa di satu sisi kebutuhan infrastruktur di Jawa dan Bali relatif rendah

    sehingga setiap daerah di wilayah tersebut tidak perlu menganggarkan terlalu banyak belanja

    modal atau memang karena APBD di semua daerah di Jawa dan Bali sudah terlalu berat untuk

    memberikan pelayanan publik yang tercermin dari besarnya jumlah pegawai dan rasio belanja

    pegawai per total belanjanya.

    0.0

    10.0

    20.0

    30.0

    40.0

    50.0

    60.0

    BP/Total BM/Tot BBJ/Tot

    50

    .6

    18

    .25

    22

    .02

    52

    .51

    22

    .24

    18

    .06

    45

    .53

    24

    .18

    21

    .07

    38

    .39

    26

    .62

    21

    .47

    37

    .52

    32

    .28

    21

    .12

    %

    Jawa Bali Sulawesi Sumatera NT Maluku Papua Kalimantan

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 8

    Wilayah Kalimantan menunjukkan geliat pembangunan infrastruktur yang paling

    signifikan tercermin dari rasio belanja modalnya yang mencapai sekitar 32,3% dan belanja

    barang dan jasanya juga relatif tinggi yaitu sekitar 21,1%.

    3. Surplus, Defisit, dan Pembiayaan Daerah

    Grafik 1.8 Pembiayaan Per Wilayah

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    Besarnya defisit APBD TA 2011 yang paling tinggi terjadi di wilayah Kalimantan yang

    mencapai -12,2%. Sedangkan untuk menutup defisit tersebut seluruh daerah di wilayah

    Kalimantan mengandalkan SiLPA yang bisa langsung digunakan untuk mendanai kebutuhan

    belanja yang belum tersedia dananya, rasio SiLPA terhadap total belanja daerah adalah

    sebesar 12,4%. Tetapi untuk mengantisipasi tidak tercapainya pendapatan daerah yang

    dianggarkan maka seluruh daerah di wilayah Kalimantan berencana mengajukan pinjaman

    yang rasionya mencapai 1,0% dari total pendapatan.

    Wilayah Sulawesi menganggarkan defisit sebesar -3,4% dengan rasio SiLPA sebesar

    3,8%. Rasio pinjaman terhadap total pendapatan Sulawesi sebesar 1,6% menunjukkan adanya

    kecenderungan bahwa dalam melakukan proyeksi pendapatan daerah-daerah di Sulawesi tidak

    terlalu yakin akan tingkat ketercapaian pendapatan yang berasal dari PAD maupun dana

    transfer ke daerah. Besarnya ketergantungan atas dana transfer ke daerah serta risiko fiskal

    yang harus ditanggung oleh APBN menyebabkan seluruh daerah sebaiknya juga harus mulai

    melakukan perhitungan risiko fiskal yang harus ditanggung. Porsi belanja pegawai yang tinggi

    menyebabkan berkurangnya alternatif efisiensi belanja daerah. Sehingga daerah harus mulai

    lebih inovatif dan kreatif untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya dengan ekstensifikasi

    -15.00 -10.00 -5.00 .00 5.00 10.00 15.00

    Kalimantan

    NT Maluku Papua

    Sumatera

    Jawa Bali

    Sulawesi

    Kalimantan NT Maluku Papua Sumatera Jawa Bali Sulawesi

    Defisit/Pend -12.190 -3.430 -7.350 -8.280 -3.420

    SiLPA /Bel 12.400 4.800 8.360 8.570 3.780

    Pinj /pend 1.00 .260 .500 .340 1.630

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 9

    dan intensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah agar alternatif pendanaan untuk menutup

    defisit tidak semata tergantung pada SiLPA dan pinjaman daerah.

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 10

    BAB II

    ANALISIS PENDAPATAN DAERAH

    A. Rasio Pajak (Tax Ratio)

    Perbandingan pajak terhadap pendapatan suatu perekonomian (economy), selanjutnya

    dalam analisis ini disebut rasio pajak (tax ratio), merupakan perbandingan antara jumlah

    penerimaan pajak dengan pendapatan suatu perekonomian. Dalam konteks keuangan negara,

    rasio pajak merupakan perbandingan antara pajak suatu negara dengan Pendapatan Domestik

    Bruto (PDB), sedangkan di tingkat daerah rasio pajak merupakan rasio antara pajak daerah

    wilayah perekonomian daerah tersebut dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).

    Angka rasio pajak suatu daerah dipengaruhi oleh PDRB.

    PDRB dapat dilihat dari tiga sisi: produksi, pengeluaran, serta pendapatan. Di sisi

    produksi, PDRB mengindikasikan kegiatan ekonomi suatu daerah yang secara umum dapat

    digambarkan melalui kemampuan daerah tersebut menghasilkan barang dan jasa yang

    diperlukan bagi kebutuhan hidup masyarakat pada periode tertentu. Dari sisi pengeluaran,

    PDRB menggambarkan keseluruhan pengeluaran yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi

    yang ada di suatu wilayah pada periode tertentu yaitu sektor rumah tangga (berupa konsumsi

    rumah tangga), sektor swasta (pembentukan barang modal/investasi), sektor pemerintah

    (konsumsi pemerintah di luar pembayaran non jasa /transfer non payment), serta sektor luar

    negeri (ekspor dan impor). Sementara itu, di sisi pendapatan, PDRB menggambarkan jumlah

    pendapatan yang diterima penduduk wilayah tersebut pada suatu periode berupa gaji dan

    sejenisnya, sewa modal, bunga dan sejenisnya, serta laba yang dihasilkan oleh pengusaha.

    Dari sisi mana pun PDRB diukur akan dihasilkan angka yang sama (setelah dilakukan

    penyesuaian dan koreksi).

    Terkait dengan rasio pajak, PDRB menggambarkan jumlah pendapatan potensial yang

    dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat yang jika

    berkembang dengan baik merupakan potensi yang baik bagi pengenaan pajak di wilayah

    tersebut. Oleh karena itu, mengetahui angka-angka rasio pajak di berbagai wilayah di Indonesia

    akan membantu kita dalam menganalisis secara sederhana hubungan antara pajak daerah

    wilayah tersebut dengan PDRB-nya, mengetahui jenis-jenis pajak apa saja yang potensial serta

    sektor ekonomi yang terkait, dan menilai kondisi suatu daerah dengan membandingkannya

    dengan daerah lain.

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 11

    1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

    Grafik 2.1 menunjukkan rasio pajak Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota pada 33

    Provinsi seluruh Indonesia. Dari grafik dapat dilihat bahwa Provinsi yang mempunyai rasio

    pajak tertinggi adalah provinsi Bali yaitu sebesar 8,8%. Tingginya rasio pajak ini karena pajak

    daerah Provinsi Bali sangat tinggi. Pajak daerah ini terutama berasal dari pajak yang

    disumbangkan oleh sektor industri pariwisata. Sementara itu, provinsi yang memiliki rasio pajak

    paling rendah adalah Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar 1,2%. Hal ini dapat mengindikasikan

    bahwa pajak daerah Provinsi Papua Barat sangat rendah.

    Grafik 2.1 Rasio Pajak Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    Terkait dengan perekonomian daerah, daerah yang memiliki rasio pajak yang tinggi akan

    memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi

    yang dicerminkan oleh berkembangnya sektor-sektor produksi penyumbang pertumbuhan

    ekonomi di daerah tersebut telah berperan secara optimal dalam memberikan kontribusi yang

    signifikan terhadap pajak daerah. Selain itu, peran pemerintah daerah dalam menetapkan

    kebijakan yang menunjang tercapainya peningkatan pajak daerah juga sangat menentukan.

    Sebagai contoh adalah Provinsi Bali. Selain mempunyai potensi pajak daerah yang sangat

    tinggi dari sektor pariwisata, provinsi ini juga didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah

    daerah untuk memaksimalkan potensi tersebut. Kondisi berbeda ditunjukkan oleh Provinsi

    Papua Barat yang merupakan provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua. Potensi Sumber Daya

    Alam yang melimpah, seperti pemandangan alam yang sangat indah yang dapat dikembangkan

    pada sektor pariwisata (contoh: pemandangan bawah laut di Raja Ampat), air bawah tanah, dan

    bahan galian golongan C yang dapat menjadi sumber penerimaan pajak daerah belum bisa

    1.2

    1.4

    1.5

    1.9

    2.1

    2.2

    2.3

    2.3

    2.4

    2.4

    2.5

    2.5

    2.5

    2.6

    2.6

    2.7

    2.8

    2.9

    2.9

    3.1

    3.3

    3.3

    3.3

    3.5

    3.6

    3.8

    3.9

    4.1

    4.4

    4.4

    4.6

    5.2

    8.8

    2.9

    .00

    1.00

    2.00

    3.00

    4.00

    5.00

    6.00

    7.00

    8.00

    9.00

    10.00

    Pap

    bar

    Pap

    ua

    Riau

    Sulte

    ng

    Sulb

    ar

    Kaltim

    NTT

    Aceh

    Jateng

    Sultra

    Kalb

    ar

    Jabar

    Kep

    ri

    Sum

    sel

    Jatim

    Lamp

    un

    g

    Sum

    bar

    Kalte

    ng

    Malu

    t

    Sulu

    t

    Bab

    el

    Jamb

    i

    Sum

    ut

    DK

    I

    NTB

    Ban

    ten

    Sulse

    l

    DIY

    Ben

    gkulu

    Kalse

    l

    Goronta

    Malu

    ku

    Bali

    %

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 12

    dioptimalkan untuk menunjang pendapatan pajak Daerah. Kekayaan alam lain seperti hasil

    hutan, hasil tambang selain bahan galian golongan C dan minyak bumi merupakan sumber

    pendapatan nasional yang selanjutnya dikembalikan ke provinsi tersebut berupa pendapatan

    bagi hasil yang tidak dimasukkan dalam analisis ini.

    Dari data rasio pajak 33 provinsi, diperoleh gambaran bahwa rata-rata rasio pajak

    (daerah) secara nasional adalah sebesar 3,1%, serta terdapat 13 provinsi yang memiliki rasio

    pajak diatas rata-rata nasional yaitu:

    Tabel 2.1 Provinsi yang memiliki Rasio Pajak

    diatas rata-rata Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota (%)

    2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

    Grafik 2.2 memperlihatkan rasio pajak per pemerintah kabupaten dan kota untuk

    masing-masing wilayah provinsi. Rasio pajak pemkab dan pemkot se-Provinsi Bali

    menunjukkan angka yang paling tinggi, yaitu sebesar 4,9%. Penyebab tingginya rasio tersebut

    adalah tingginya pajak daerah pemkab dan pemkot se-provinsi tersebut yang berasal dari

    sektor pariwisata. Sementara itu, rasio pajak terendah terdapat pada pemerintah kabupaten

    dan kota se-Provinsi Riau, yaitu sebesar 0,3%. Rendahnya angka tersebut disebabkan oleh

    rendahnya potensi penerimaan pajak daerah. Potensi penerimaan pajak yang tinggi di Riau

    adalah dari sektor pertambangan yang merupakan sumber penerimaan Negara yang

    selanjutnya akan menjadi sumber pendapatan bagi hasil sumber daya alam (DBH SDA) yang

    dalam rasio ini tidak dihitung.

    No Nama Daerah Rasio No Nama Daerah Rasio

    1 Provinsi Bali 8,8 8 Provinsi Banten 3,8

    2 Provinsi Maluku 5,2 9 Provinsi Nusa Tenggara Barat 3,6

    3 Provinsi Gorontalo 4,6 10 Provinsi DKI Jakarta 3,5

    4 Provinsi Bengkulu 4,4 11 Provinsi Sumatera Utara 3,3

    5 Provinsi DI Yogyakarta 4,1 12 Provinsi Jambi 3,3

    6 Provinsi Kalimantan Selatan 3,9 13 Provinsi Bangka Belitung 3,3

    7 Provinsi Sulawesi Selatan 3,9

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 13

    Grafik 2.2 Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan kota Se-Provinsi *)

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    *) Tidak termasuk DKI Jakarta

    3. Pemerintah Provinsi

    Sebagaimana terlihat pada Grafik 2.3, untuk seluruh pemerintah provinsi, rasio pajak

    tertinggi dicapai oleh Pemerintah Provinsi Maluku, yaitu sebesar 4%. Tingginya angka tersebut

    disebabkan angka pembaginya, yaitu PDRB-nya rendah. Sementara itu, rasio pajak terendah

    dari ke-33 pemprov di Indonesia adalah Pemerintah Provinsi Papua (0,9%). Rendahnya rasio

    tersebut disebabkan karena penerimaan pajak daerah yang sangat rendah.

    Grafik 2.3 Rasio Pajak Pemerintah Provinsi

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    0.3

    0.3

    0.4

    0.4

    0.4

    0.4

    0.4

    0.4

    0.5

    0.5

    0.5

    0.5

    0.5

    0.6

    0.6

    0.6

    0.6

    0.6

    0.6

    0.7

    0.8

    0.8

    0.9

    0.9

    0.9

    0.9

    0.9

    1.2

    1.2

    1.2

    1.4

    4.9

    0.6 .00

    1.00

    2.00

    3.00

    4.00

    5.00

    6.00

    Riau

    Pap

    bar

    Sulb

    ar

    Kaltim

    Lamp

    un

    g

    Sum

    sel

    Kalte

    ng

    Sulte

    ng

    Pap

    ua

    Sum

    bar

    Aceh

    Jateng

    NTT

    Jamb

    i

    Kalse

    l

    Kalb

    ar

    Bab

    el

    Ben

    gkulu

    Sultra

    Jabar

    Sulu

    t

    Jatim

    Sulse

    l

    Malu

    t

    Sum

    ut

    NTB

    Go

    ron

    talo

    Ban

    ten

    DIY

    Malu

    ku

    Kep

    ri

    Bali

    %

    0.9

    0.9

    1.2

    1.2

    1.5

    1.8

    1.8

    1.8

    1.8

    1.8

    1.8

    1.8

    1.9

    1.9

    2.1

    2.2

    2.3

    2.3

    2.3

    2.4

    2.5

    2.6

    2.7

    2.7

    2.7

    2.9

    3.0

    3.5

    3.7

    3.8

    3.8

    3.9

    4.0

    2.3

    .00

    .500

    1.00

    1.500

    2.00

    2.500

    3.00

    3.500

    4.00

    4.500

    Pap

    ua

    Pap

    bar

    Kep

    ri

    Riau

    Sulte

    ng

    Sulb

    ar

    NTT

    Jatim

    Sultra

    Aceh

    Jabar

    Jateng

    Kaltim

    Kalb

    ar

    Malu

    t

    Sum

    sel

    Sum

    bar

    Lamp

    un

    g

    Sulu

    t

    Sum

    ut

    Kalte

    ng

    Ban

    ten

    Bab

    el

    NTB

    Jamb

    i

    DIY

    Sulse

    l

    DK

    I

    Goront

    Ben

    gkulu

    Kalse

    l

    Bali

    Malu

    ku%

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 14

    4. Per Wilayah

    Grafik 2.4 Rasio Pajak per Wilayah*)

    Sumber: APBD 2011 (Diolah) *) Tidak termasuk DKI Jakarta

    Grafik 2.4 menunjukkan bahwa berdasarkan pada pembagian 5 wilayah yang terdiri atas

    Nusa Tenggara-Maluku-Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Jawa-Bali, rasio pajak untuk

    wilayah Jawa-Bali merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan 4 wilayah lainnya. Bali

    yang menempati peringkat pertama berdasarkan agregat pemerintah kabupaten dan kota se-

    provinsi, setelah digabungkan dengan seluruh daerah di Pulau Jawa tetap berada pada

    peringkat 1 berdasarkan pembagian wilayah ini.

    B. Tax perkapita

    Tax perkapita adalah perbandingan antara jumlah penerimaan pajak yang dihasilkan

    suatu daerah dengan jumlah penduduknya. Tax perkapita menunjukkan kontribusi setiap

    penduduk pada Pendapatan suatu daerah (PAD).

    1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

    Tax perkapita secara aggregate yang dapat dilihat pada Grafik 2.5 menunjukkan bahwa

    Prov. DKI Jakarta merupakan daerah yang memiliki tax perkapita tertinggi, yaitu sebesar

    Rp5.201.223 yang berarti setiap penduduk yang ada di Prov. DKI Jakarta memiliki kontribusi

    sebesar Rp5.201.223 dalam membentuk penerimaan daerah berupa Pajak Daerah. Pada grafik

    ini juga dapat dilihat ketimpangan tax perkapita yg sangat signifikan antara Prov. DKI Jakarta

    dengan provinsi yang lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kegiatan perekonomian di

    DKI Jakarta sangat besar sehingga menimbulkan basis pajak yang sangat besar. Provinsi lain

    2.7 2.3

    2.6

    3.4 3.2

    3.1

    .00

    .500

    1.00

    1.500

    2.00

    2.500

    3.00

    3.500

    4.00

    Kalimantan NT MalukuPapua

    Sumatera Jawa Bali Sulawesi

    %

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 15

    yang memiliki tax perkapita tertinggi adalah Prov. Kalimantan Timur sebesar Rp1.058.038 dan

    Prov. Bali sebesar Rp632.155.

    Grafik 2.5 Rasio Tax perkapita Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

    Sumber: APBD 2011 (Diolah) 2. Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi

    Tax perkapita pada kabupaten kota yang ada di setiap Provinsi, dapat dilihat pada

    Grafik 2.6. Pada grafik tersebut Provinsi DKI Jakarta tidak diikutsertakan, dapat dilihat bahwa

    ketimpangan tax perkapita pada daerah kabupaten dan kota dalam setiap provinsi juga terjadi

    tetapi tidak sebesar ketimpangan yang terjadi pada daerah agregat provinsi, kabupaten dan

    kota. Tiga daerah yang memiliki tax perkapita yang tertinggi adalah Bali (Rp348.952),

    Kepulauan Riau (Rp335.478) dan Kalimantan Timur (Rp180.515). Daerah Kabupaten kota

    memiliki tax perkapita yang rendah hal ini dapat disebabkan oleh karena basis pajak dan

    potensi pajak yang rendah diwilayah kabupaten kota.

    -

    1,000,000

    2,000,000

    3,000,000

    4,000,000

    5,000,000

    6,000,000

    Sula

    wes

    i Ten

    gah

    Nu

    sa T

    engg

    ara

    Tim

    ur

    Mal

    uku

    Uta

    ra

    Sula

    wes

    i Bar

    at

    Sula

    wes

    i Ten

    ggar

    a

    Pap

    ua

    Go

    ron

    talo

    Nu

    sa T

    engg

    ara

    Bar

    at

    Jaw

    a Te

    nga

    h

    Mal

    uku

    Pap

    ua

    Bar

    at

    Lam

    pu

    ng

    Kal

    iman

    tan

    Bar

    at

    Ace

    h

    Jaw

    a B

    arat

    Jam

    bi

    Ben

    gku

    lu

    Sula

    wes

    i Uta

    ra

    Sum

    ater

    a Se

    lata

    n

    Sum

    ater

    a B

    arat

    Jaw

    a Ti

    mu

    r

    DI Y

    ogy

    akar

    ta

    Kal

    iman

    tan

    Ten

    gah

    Sula

    wes

    i Sel

    atan

    Ria

    u

    Ban

    ten

    Ban

    gka

    Be

    litu

    ng

    Sum

    ater

    a U

    tara

    Kal

    iman

    tan

    Se

    lata

    n

    Kep

    ula

    uan

    Ria

    u

    Bal

    i

    Kal

    iman

    tan

    Tim

    ur

    DK

    I Jak

    arta

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 16

    Grafik 2.6 Rasio Tax perkapita Pemerintah Kabupaten dan kota se-Provinsi *)

    Sumber: APBD 2011 (Diolah) *) Tidak termasuk DKI Jakarta 3. Pemerintah Provinsi

    Tax perkapita pada seluruh pemerintah provinsi dapat dilihat bahwa Pemprov. DKI

    Jakarta merupakan daerah yang memiliki tax perkapita terbesar dengan jumlah sama dengan

    tax perkapita pada aggregat provinsi, kabupaten dan kota. Sedangkan sebaran berdasarkan

    pemerintah provinsi terdapat perbedaan dimana 3 Provinsi terbesar yaitu DKI Jakarta

    (Rp5.201.223), Kalimantan Timur (Rp877.523) dan Kalimantan Selatan (Rp331.597)

    Grafik 2.7 Rasio Tax perkapita Pemerintah Provinsi

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    -

    50,000

    100,000

    150,000

    200,000

    250,000

    300,000

    350,000

    400,000

    Sula

    wes

    i Ten

    gah

    Nu

    sa T

    engg

    ara

    Tim

    ur

    Sula

    wes

    i Bar

    at

    Lam

    pu

    ng

    Mal

    uku

    Uta

    ra

    Go

    ron

    talo

    Ben

    gku

    lu

    Jaw

    a Te

    nga

    h

    Jam

    bi

    Nu

    sa T

    engg

    ara

    Bar

    at

    Sula

    wes

    i Ten

    ggar

    a

    Mal

    uku

    Sum

    ater

    a Se

    lata

    n

    Kal

    iman

    tan

    Ten

    gah

    Pap

    ua

    Bar

    at

    Ace

    h

    Kal

    iman

    tan

    Bar

    at

    Sum

    ater

    a B

    arat

    Pap

    ua

    Kal

    iman

    tan

    Se

    lata

    n

    Ria

    u

    Jaw

    a B

    arat

    Sula

    wes

    i Uta

    ra

    Ban

    gka

    Be

    litu

    ng

    Sula

    wes

    i Sel

    atan

    Jaw

    a Ti

    mu

    r

    DI Y

    ogy

    akar

    ta

    Sum

    ater

    a U

    tara

    Ban

    ten

    Kal

    iman

    tan

    Tim

    ur

    Kep

    ula

    uan

    Ria

    u

    Bal

    i

    -

    1,000,000

    2,000,000

    3,000,000

    4,000,000

    5,000,000

    6,000,000

    Sula

    wes

    i Ten

    gah

    Nu

    sa T

    engg

    ara

    Tim

    ur

    Mal

    uku

    Uta

    ra

    Sula

    wes

    i Bar

    at

    Pap

    ua

    Sula

    wes

    i Ten

    ggar

    a

    Nu

    sa T

    engg

    ara

    Bar

    at

    Pap

    ua

    Bar

    at

    Jaw

    a Te

    nga

    h

    Go

    ron

    talo

    Mal

    uku

    Lam

    pu

    ng

    Kal

    iman

    tan

    Bar

    at

    Jaw

    a B

    arat

    Ace

    h

    Sula

    wes

    i Uta

    ra

    Jam

    bi

    Jaw

    a Ti

    mu

    r

    Ben

    gku

    lu

    DI Y

    ogy

    akar

    ta

    Sum

    ater

    a Se

    lata

    n

    Sum

    ater

    a B

    arat

    Ban

    ten

    Sula

    wes

    i Sel

    atan

    Kal

    iman

    tan

    Ten

    gah

    Ria

    u

    Sum

    ater

    a U

    tara

    Ban

    gka

    Be

    litu

    ng

    Kep

    ula

    uan

    Ria

    u

    Bal

    i

    Kal

    iman

    tan

    Se

    lata

    n

    Kal

    iman

    tan

    Tim

    ur

    DK

    I Jak

    arta

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 17

    4. Per Wilayah

    Tax perkapita per wilayah dibagi menjadi 5 wilayah yang terdiri atas Nusa Tenggara-

    Maluku-Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Jawa-Bali. Dapat dilihat pada grafik dibawah

    ini ketimpangan tax perkapita terlihat lebih rendah. Secara wilayah tax perkapita terbesar ada di

    wilayah Jawa Bali, hal ini dapat disebabkan oleh karena tingkat perekonomian di wilayah

    tersebut lebih besar dibandingkan daerah yang lainnya.

    Grafik 2.8 Rasio Tax perkapita Per Wilayah*)

    Sumber: APBD 2011 (Diolah) *) Tidak termasuk DKI Jakarta

    C. Ruang Fiskal (Fiscal Space)

    Mengacu kepada laporan Fiscal Policy for Growth and Development (World Bank, 2006)

    dinyatakan bahwa ruang fiskal (fiscal space) tersedia, jika pemerintah dapat meningkatkan

    pengeluarannya tanpa mengancam solvabilitas fiskal (fiscal solvency). Stephen S. Heller (IMF

    Policy Discussion Paper, 2005) mengemukakan bahwa ruang fiskal dapat didefinisikan sebagai

    ketersediaan ruang yang cukup pada anggaran pemerintah untuk menyediakan sumber daya

    tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan tanpa mengancam kesinambungan posisi

    keuangan pemerintah. Ruang fiskal diperoleh dari pendapatan umum setelah dikurang

    pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) serta belanja yang sifatnya

    mengikat seperti belanja pegawai dan belanja bunga.

    Ruang fiskal bisa juga muncul dari peningkatan pendapatan di berbagai sektor dan

    penurunan kewajiban pembayaran utang. Selain itu, efektivitas penggunaan anggaran di suatu

    daerah juga menunjang terciptanya ruang fiskal yang cukup memberi ruang dalam

    pembangunan suatu daerah. Dalam hal ini, perencanaan dan penganggaran yang dituangkan

    dalam APBD suatu daerah memegang peranan sangat penting. Pemerintah daerah diharapkan

    memiliki terobosan untuk memanfaatkan ruang fiskal yang ada guna memacu pertumbuhan

    ekonomi.

    -

    50,000

    100,000

    150,000

    200,000

    250,000

    300,000

    350,000

    Nusa Tenggara,Maluku, Papua

    Sulawesi Sumatera Kalimantan Jawa Bali

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 18

    Stimulus berupa kebijakan yang mampu menciptakan iklim perekonomian yang kondusif

    sangatlah diharapkan. Sektor riil seperti perdagangan dan perkembangan usaha kecil dan

    menengah yang selama ini masih belum optimal, harus diberi dukungan kebijakan dari

    pemerintah. Terkait dengan iklim investasi di suatu daerah, setidaknya ada dua hal yang perlu

    diperhatikan. Yang pertama adalah kelompok kebijakan pemerintah yang memengaruhi biaya

    seperti pajak, beban regulasi dan pungli, korupsi, infrastruktur, biaya operasi, dan investasi

    perusahaan, dan yang kedua, kelompok yang mempengaruhi risiko yang terdiri dari stabilitas

    makroekonomi, prediktibilitas kebijakan, hak properti, kepastian kontrak, dan hak untuk

    mentransfer keuntungan.

    1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

    Grafik 2.9 Ruang Fiskal Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    Ruang fiskal per provinsi menunjukkan persentase ruang fiskal seluruh pemda pada suatu

    provinsi. Caranya adalah dengan mengurangi pendapatan dengan pendapatan hibah dan

    belanja wajib yang berasal dari akumulasi APBD 2011 seluruh pemda di suatu provinsi dan

    dibagi dengan total pendapatannya. Dari perhitungan tersebut, sebagaimana digambarkan

    pada Grafik 2.9, terlihat besaran 33 ruang fiskal per Provinsi tahun 2011. Dari keseluruhan

    provinsi yang ada di Indonesia, Provinsi Papua Barat mempunyai ruang fiskal tertinggi yaitu

    mencapai 76,7%. Hal ini dapat disebabkan oleh besarnya penerimaan Provinsi Papua Barat

    yang terutama diperoleh dari dana transfer. Oleh karena itu, Provinsi Papua Barat mempunyai

    38

    .1

    40

    .6

    41

    .1

    43

    .4

    46

    .5

    48

    .2

    48

    .6

    49

    .1

    49

    .6

    49

    .8

    50

    .4

    50

    .4

    50

    .7

    51

    .7

    52

    .0

    52

    .0

    52

    .6

    53

    .7

    54

    .9

    56

    .4

    56

    .6

    58

    .0

    59

    .7

    59

    .8

    60

    .7

    62

    .6

    62

    .8

    64

    .6

    65

    .0

    67

    .8 73

    .0

    74

    .7

    76

    .7

    55.2

    .00

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    60.00

    70.00

    80.00

    90.00

    Bal

    i

    DIY

    Jate

    ng

    Sum

    bar

    NTB

    Lam

    pu

    ng

    Jati

    m

    Suls

    el

    Jab

    ar

    Sulu

    t

    Sult

    en

    g

    Go

    ron

    talo

    Ben

    gku

    lu

    NTT

    Sult

    ra

    Sum

    ut

    Kal

    sel

    Jam

    bi

    Sulb

    ar

    Mal

    uku

    Ban

    ten

    Kal

    bar

    Kal

    ten

    g

    Bab

    el

    Ace

    h

    Sum

    sel

    Mal

    ut

    Ria

    u

    DK

    I

    Kep

    ri

    Kal

    tim

    Pap

    ua

    Pap

    bar

    %

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 19

    ruang yang cukup luas dalam memenuhi kebutuhan daerahnya untuk mencapai pertumbuhan

    ekonomi yang cukup tinggi. Sebaliknya, Provinsi Bali merupakan daerah yang memiliki ruang

    fiskal terendah yaitu sebesar 38,1%. Dengan demikian, Provinsi Bali harus pandai memilih

    belanja yang tepat dalam memanfaatkan ruang fiskal yang ada untuk mendorong pertumbuhan

    ekonomi.

    Dari keseluruhan ruang fiskal provinsi di seluruh Indonesia, rata-rata nasionalnya adalah

    sebesar 55,2%. Terdapat 14 provinsi yang berada diatas rata-rata nasional dengan rincian

    sebagai berikut:

    Tabel 2.2 Provinsi yang memiliki Ruang Fiskal

    diatas rata-rata Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota (%) Provinsi Papua Barat 76.70 Provinsi Sumatera Selatan 62.59

    Provinsi Papua 74.72 Provinsi Aceh 60.67

    Provinsi Kalimantan Timur 72.97 Provinsi Bangka Belitung 59.76

    Provinsi Kepulauan Riau 67.75 Provinsi Kalimantan Tengah 59.65

    Provinsi DKI Jakarta 65.03 Provinsi Kalimantan Barat 58.01

    Provinsi Riau 64.62 Provinsi Banten 56.55

    Provinsi Maluku Utara 62.76 Provinsi Maluku 56.36

    2. Pemerintah Kabupaten/ Kota Se-Provinsi

    Grafik 2.10 Ruang Fiskal Pemerintah Kabupaten dan kota Se-Provinsi *)

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    *) Tidak termasuk DKI Jakarta

    34

    .3

    35

    .2

    38

    .0

    39

    .5

    42

    .3

    42

    .9

    45

    .3

    45

    .5

    46

    .3

    46

    .9

    46

    .9

    47

    .0

    47

    .5

    47

    .6

    47

    .9

    48

    .1

    48

    .6

    49

    .3

    50

    .5

    51

    .0

    51

    .0

    54

    .1

    55

    .9

    56

    .1

    56

    .1

    58

    .4

    60

    .6

    60

    .9

    62

    .4 67

    .8

    70

    .8

    70

    .9

    50.1

    .00

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    60.00

    70.00

    80.00

    Bal

    i

    DIY

    Jate

    ng

    Sum

    bar

    NTB

    Jati

    m

    Lam

    pu

    ng

    Ace

    h

    Suls

    el

    Jab

    ar

    Go

    ron

    talo

    Sum

    ut

    Sult

    en

    g

    Sulu

    t

    Ben

    gku

    lu

    Sulb

    ar

    Kal

    sel

    Sult

    ra

    NTT

    Jam

    bi

    Ban

    ten

    Mal

    uku

    Bab

    el

    Kal

    bar

    Kal

    ten

    g

    Sum

    sel

    Ria

    u

    Mal

    ut

    Kep

    ri

    Pap

    bar

    Pap

    ua

    Kal

    tim

    %

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 20

    Ruang fiskal seluruh pemkab dan pemkot pada suatu provinsi dapat digambarkan pada

    grafik 2.10. Dari hasil analisis ini, ruang fiskal tertinggi untuk kabupaten dan kota terdapat di

    Provinsi Kalimantan Timur yaitu sebesar 70,9%. Tingginya angka ini dapat disebabkan oleh

    pendapatan yang tidak dibatasi penggunaanya yang didominasi oleh sektor pertambangan dan

    migas serta sektor kehutanan. Ada pun ruang fiskal terendah terdapat pada kabupaten dan

    kota yang berada di Provinsi Bali, yaitu sebesar 34,3%. Rendahnya angka ini disebabkan

    tingginya pendapatan yang bersifat earmarked serta belanja wajib, khususnya belanja pegawai.

    3. Pemerintah Provinsi

    Ruang lingkup analisis ini adalah ruang fiskal pada masing-masing Pemrov.

    Sebagaimana berdasarkan aggregate provinsi, kabupaten dan kota , Pemprov. Papua Barat

    juga memiliki ruang fiskal yang tertinggi yaitu sebesar 93,7% hal ini dapat disebabkan dana

    transfer yang besar yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, sedangkan Pemprov. NTT

    mempunyai ruang fiskal yang terendah yaitu sebesar 64,4%. Hal ini dapat disebabkan karena

    pendapatan daerah yang rendah, disisi lain pendapatan DAU sebagian besar digunakan untuk

    belanja pegawai. Gambaran selengkapnya tentang ruang fiskal masing-masing Pemerintah

    provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Grafik 2.11.

    Grafik 2.11 Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    64

    .4

    64

    .9

    65

    .0

    65

    .2

    66

    .6

    68

    .0

    68

    .4

    68

    .9

    69

    .0

    70

    .0

    70

    .9

    71

    .5

    72

    .4

    72

    .8

    74

    .2

    75

    .9

    76

    .4

    78

    .1

    78

    .9

    79

    .5

    79

    .9

    80

    .4

    80

    .7

    82

    .7

    84

    .5

    84

    .6

    85

    .0

    87

    .1

    87

    .8

    87

    .9

    88

    .0

    88

    .6

    93

    .7

    77.5

    .00

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    60.00

    70.00

    80.00

    90.00

    100.00

    NTT

    Bal

    i

    DK

    I

    Ben

    gku

    lu

    Sulu

    t

    Go

    ron

    talo

    DIY

    Mal

    uku

    Sult

    ra

    Sult

    en

    g

    NTB

    Sum

    bar

    Lam

    pu

    ng

    Jam

    bi

    Mal

    ut

    Kal

    bar

    Kal

    sel

    Suls

    el

    Bab

    el

    Jab

    ar

    Jate

    ng

    Kal

    ten

    g

    Sulb

    ar

    Ria

    u

    Sum

    sel

    Jati

    m

    Sum

    ut

    Ace

    h

    Kal

    tim

    Kep

    ri

    Ban

    ten

    Pap

    ua

    Pap

    bar

    %

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 21

    4. Per Wilayah

    Untuk menghitung ruang fiskal berdasarkan pada pembagian 5 wilayah, maka wilayah

    Indonesia dibagi menjadi 5 yang terdiri atas Nusa Tenggara-Maluku-Papua, Sulawesi,

    Kalimantan, Sumatera, serta Jawa-Bali. Selanjutnya, seluruh pendapatan dikurangi pendapatan

    hibah yang sudah ditentukan penggunaannya serta belanja wajib dari APBD seluruh pemda

    suatu wilayah dan kemudian dibagi total pendapatan dimaksud. Dari penghitungan tersebut,

    secara berurutan dari ruang fiskal yang paling besar adalah Nusa Tenggara-Maluku- Papua,

    Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, serta Jawa-Bali sebagaimana ditunjukkan oleh Grafik 2.12.

    Besarnya ruang fiskal pada wilayah Nusa Tenggara-Maluku-Papua, yaitu sebesar 65,0%,

    disebabkan oleh pendapatan transfer yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian

    besar daerah di wilayah Nusa Tenggara-Maluku-Papua mempunyai ruang fiskal yang cukup

    melakukan belanja pemerintah (government spending) untuk pembangunan di daerahnya.

    Kebutuhan dasar daerah untuk belanja pegawai/gaji PNSD telah terpenuhi dan masih tersisa

    cukup memadai untuk mendanai pembangunan di daerah. Ruang Fiskal yang tinggi sangat

    menunjang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula dengan semakin

    meningkatnya percepatan pembangunan di daerah yang bersangkutan. Sementara itu, wilayah

    yang memiliki ruang fiskal terendah adalah Jawa Bali yaitu sebesar 49,5%. Hal ini disebabkan

    oleh sumber pendapatan dari dana tranfer pusat relatif kecil dibandingkan dengan 4 wilayah

    yang lainnya.

    Grafik 2.12 Ruang Fiskal Per Wilayah*)

    Sumber: APBD 2011 (Diolah) *) Tidak termasuk DKI Jakarta

    49.5 50.5

    56.6

    64.0 65.0

    55.9

    .00

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    60.00

    70.00

    Jawa Bali Sulawesi Sumatera Kalimantan NT Maluku Papua

    %

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 22

    D. Rasio Kemandirian Daerah

    Rasio kemandirian ditunjukkan oleh rasio PAD terhadap total pendapatan serta rasio

    transfer ke daerah (termasuk di dalamnya dana perimbangan) terhadap total pendapatan. Dua

    rasio yang mewakili tersebut, meskipun menunjukkan kemandirian daerah, namun memiliki

    makna yang berbeda atas angka-angkanya. Rasio PAD terhadap totalnya memiliki makna

    yang berkebalikan dengan rasio transfer terhadap total pendapatan. Semakin besar angka

    rasio PAD maka kemandirian daerah semakin besar. Sebaliknya, makin besar angka rasio

    transfer, maka akan semakin kecil tingkat kemandirian daerah dalam mendanai belanja daerah.

    Oleh karena itu, daerah yang memiliki tingkat kemandirian yang baik adalah daerah yang

    memiliki rasio PAD yang tinggi sekaligus rasio transfer yang rendah.

    1. Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

    Ruang lingkup analisis ini adalah rasio kemandirian daerah seluruh pemda di suatu

    provinsi. Penghitungannya dilakukan dengan menjumlahkan PAD seluruh pemda pada satu

    provinsi kemudian membaginya dengan total pendapatan untuk wilayah yang sama. Hal yang

    sama juga berlaku untuk rasio transfer. Dari perhitungan tersebut diperoleh potret rasio PAD

    dan Transfer terhadap pendapatan seluruh pemda yang dikelompokkan per provinsi

    sebagaimana yang ditunjukkan pada Grafik 2.13. Dari grafik tersebut juga terlihat bahwa DKI

    Jakarta memiliki rasio PAD yang paling tinggi, yaitu sebesar 61,4%, sekaligus rasio transfer

    terendah yaitu sebesar 36,3%. Sebaliknya, Provinsi Papua Barat memiliki rasio PAD terendah

    serta rasio transfer tertinggi yang masing-masing menunjukkan angka 3,5% dan 95,8%. Hal ini

    menunjukkan bahwa, DKI Jaya memiliki kemandirian daerah yang paling baik dibandingkan

    provinsi-provinsi yang lain, dan sebaliknya, Provinsi Papua Barat menunjukkan tingkat

    kemandirian yang paling rendah. Tingginya tingkat kemandirian di Provinsi DKI tersebut

    disebabkan oleh tingginya sumber-sumber PAD khususnya dari pajak daerah dan retribusi

    daerah, sedangkan rendahnya tingkat kemandirian di Provinsi Papua Barat disebabkan oleh

    rendahnya pajak daerah dan retribusi daerah di wilayah tersebut. Tingkat kemandirian daerah

    seluruh provinsi di Indonesia ditunjukkan oleh Grafik 2.13 berikut ini.

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 23

    Grafik 2.13 Rasio Kemandirian Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    2. Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi

    Grafik 2.14 Rasio Kemandirian Pemerintah Kabupaten dan kota Se-Provinsi *)

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    *) Tidak termasuk DKI Jakarta

    7.9

    21

    .3

    15

    .2

    13

    .8

    11

    .5

    13

    .8

    10

    .9

    12

    .3

    61

    .4

    26

    .6

    20

    .2

    24

    .3

    27

    .7

    11

    .3

    11

    .0

    18

    .2

    16

    .0

    9.9

    8.4

    17

    .6

    11

    .6

    35

    .7

    15

    .5

    8.0

    6.5

    3.5

    7.7

    32

    .4

    14

    .6

    8.7

    18

    .9

    2.7

    6.3

    91

    .0

    77

    .3

    83

    .1

    85

    .4

    87

    .8

    84

    .3

    84

    .9

    84

    .0

    36

    .3

    73

    .1

    78

    .8

    75

    .0

    71

    .8

    86

    .9

    87

    .8

    77

    .0

    83

    .5

    89

    .3

    91

    .2

    81

    .8

    86

    .4

    59

    .6

    81

    .7 9

    1.8

    89

    .8

    95

    .8

    91

    .5

    65

    .0

    84

    .1

    90

    .8

    79

    .6

    95

    .8

    93

    .4

    19.6

    79.0

    .00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    100.00

    120.00

    Aceh

    Sum

    ut

    Sum

    bar

    Riau

    Jamb

    i

    Sum

    sel

    Ben

    gkulu

    Lamp

    un

    g

    DK

    I

    Jabar

    Jateng

    DIY

    Jatim

    Kalb

    ar

    Kalte

    ng

    Kalse

    l

    Kaltim

    Sulu

    t

    Sulte

    ng

    Sulse

    l

    Sultra

    Bali

    NTB

    NTT

    Malu

    ku

    Pap

    ua

    Malu

    t

    Ban

    ten

    Bab

    el

    Go

    ron

    talo

    Kep

    ri

    Pap

    bar

    Sulb

    ar%

    PAD /Pend Transf/ Pend Series3 Series4

    5.6

    9.2

    6.8

    7.0

    5.0

    5.4

    4.0

    3.7

    12

    .8

    9.9

    14

    .2

    13

    .4

    4.8

    4.6

    6.1

    6.3

    4.4

    4.5

    7.8

    6.7

    26

    .1

    8.2

    5.3

    3.6

    2.8

    7.0

    16

    .5

    7.9

    5.9

    14

    .9

    2.6

    3.5

    90

    .3

    84

    .6

    88

    .3

    88

    .2

    91

    .3

    89

    .0

    89

    .5

    88

    .5

    78

    .3

    82

    .5

    78

    .3

    79

    .3 89

    .4

    91

    .7

    82

    .7

    83

    .0

    92

    .3

    93

    .1

    85

    .6

    89

    .3

    63

    .5

    85

    .6

    93

    .6

    91

    .0

    95

    .5

    91

    .4

    69

    .9 8

    6.3

    91

    .8

    79

    .0 9

    4.6

    95

    .1

    8.6

    85.0

    .00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    100.00

    120.00

    Aceh

    Sum

    ut

    Sum

    bar

    Riau

    Jamb

    i

    Sum

    sel

    Ben

    gkulu

    Lamp

    un

    g

    Jabar

    Jateng

    DIY

    Jatim

    Kalb

    ar

    Kalte

    ng

    Kalse

    l

    Kaltim

    Sulu

    t

    Sulte

    ng

    Sulse

    l

    Sultra

    Bali

    NTB

    NTT

    Malu

    ku

    Pap

    ua

    Malu

    t

    Ban

    ten

    Bab

    el

    Go

    ron

    talo

    Kep

    ri

    Pap

    bar

    Sulb

    ar

    %

    PAD /Pend Transf/ Pend Series3 Series4

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 24

    Pada Grafik 2.14 nampak bahwa rasio kemandirian tertinggi terdapat pada seluruh

    pemkab dan pemkot di Provinsi Bali yaitu sebesar 26,1 % sedangkan yang terendah adalah di

    pemkab dan pemkot di Provinsi Papua Barat sebesar 2,6%. Sedangkan rasio dana transfer

    terhadap total pendapatan tertinggi adalah pemkab dan pemkot di Provinsi Sulawesi Barat

    sebesar 95,1% dan terendah di pemkab dan pemkot di Provinsi Bali yaitu 63,5%.

    3. Pemerintah Provinsi

    PAD tertinggi dicapai oleh Pemprov Jawa timur sebesar 76,9 % dan terendah dimiliki oleh

    pemda provinsi papua barat 2,9%. Sebaliknya, transfer tertinggi terhadap total pendapatan

    adalah provinsi papua barat sebesar 97,5 % dan terendah adalah provinsi Jawa Timur sebesar

    22,9%. Data tersebut ditunjukkan pada grafik 2.15.

    Grafik 2.15 Rasio Kemandirian Pemerintah Provinsi

    Sumber: APBD 2011 (Diolah)

    4. Per Wilayah

    Analisis rasio kemandirian daerah yang terbagi menjadi lima wilayah yaitu Sumatera,

    Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, serta Papua-Maluku-Nusatenggara.dimaksudkan untuk

    menunjukkan seberapa besar kemandirian daerah pada lima kelompok wilayah yang berbeda.

    Berikut analisis terkait rasio kemandirian daerah untuk ke-5 wilayah dimaksud sebagaimana

    nampak pada Grafik 2.16.

    11

    .3

    71

    .0

    54

    .7

    35

    .1 40

    .8

    45

    .5

    36

    .8

    50

    .2 6

    1.4

    7

    5.0

    7

    1.2

    4

    9.3

    76

    .9

    42

    .2

    39

    .0

    56

    .8

    41

    .0

    35

    .9

    27

    .9

    62

    .0

    34

    .5

    58

    .3

    44

    .4

    28

    .5

    20

    .1

    5.7

    11

    .1

    71

    .1

    32

    .8

    19

    .3 2

    8.7

    2

    .9

    15

    .9 24

    .6

    28

    .4

    45

    .0

    62

    .8

    59

    .2

    54

    .1

    60

    .6

    45

    .7

    34

    .2

    24

    .9

    28

    .8

    50

    .3

    22

    .9

    57

    .6

    60

    .0

    41

    .4

    58

    .9

    55

    .9

    71

    .8

    38

    .0

    65

    .5

    32

    .9

    54

    .9

    71

    .5

    74

    .0

    29

    .2

    88

    .6

    28

    .8

    62

    .1

    80

    .7

    71

    .3

    39

    .4

    74

    .0

    50.1

    49.0

    .00

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    60.00

    70.00

    80.00

    90.00

    100.00

    Aceh

    Sum

    ut

    Sum

    bar

    Riau

    Jamb

    iSu

    msel

    Ben

    gkulu

    Lamp

    un

    gD

    KI

    Jabar

    Jateng

    DIY

    JatimK

    albar

    Kalte

    ng

    Kalse

    lK

    altimSu

    lut

    Sulte

    ng

    Sulse

    lSu

    ltraB

    aliN

    TBN

    TTM

    aluku

    Pap

    ua

    Malu

    tB

    ante

    nB

    abel

    Go

    ron

    taloK

    epri

    Pap

    bar

    Sulb

    ar%

    PAD /Pend Transf/ Pend Avg PAD/pend Avg Transf/pend

  • Deskripsi dan Analisis APBD TA 2011

    DJPK KEMENKEU RI 25

    Grafik 2.16 Rasio Kemandirian Per Wilayah*)

    Sumber: APBD 2011 (Diolah) *) Tidak termasuk DKI Jakarta

    Rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pendapatan

    Berdasarkan pembagian 5 wilayah, Ratio PAD terhadap total pendapatan wilayah Jawa-

    Bali mempunyai rasio yang paling tinggi dibandingkan dengan 4 wilayah lainnya yaitu sebesar

    32,9%. Hal ini membuktikan bahwa ketergantungan daerah-daerah di wilayah Jawa-Bali

    terhadap Dana Perimbangan dan Dana Transfer lainnya relatif tidak terlalu tinggi. Daerah-

    daerah di Jawa-Bali relatif lebih mampu menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah

    untuk menutup belanjanya. Hal ini berbeda dengan wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua

    yang mana rationya sangat rendah yaitu sebesar 6,3%. Namun demikian, secara umum ke-5

    wilayah tersebut masih memiliki rasio PAD terhadap total pendapatan di bawah 50% yang

    artinya masih memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap Pusat atau memiliki rasio

    kemandirian daerah yang rendah.

    Rasio Transfer terhadap Total Pendapatan

    Makna rasio transfer terhadap total pendapatan adalah sama dengan makna rasio dana

    perimbangan, yaitu bahwa semakin besar rasio transfer maka semakin rendah kemandirian

    daerah. Sebaliknya, semakin rendah angkanya akan semakin tinggi tingkat kemandirian

    daerah atau semakin rendah tingkat ketergantungan daerah terhadap dana pusat.

    Berdasarkan rasio ini, sebagaimana ditunjukkan Grafik 2.16, wilayah Jaw