Upload
ewicck-wackwickwackwick
View
119
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA DALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1975 DAN PERATURAN NOMOR 63 TAHUN 2000
DENGAN SURAT KEPUTUSAN MENKES
NO. 1250/MENKES/SK/XII/2009
Oleh :
Dewi Wijaksari
( 01011036 )
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI BALI
(ATRO BALI)
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat dan rahmat beliaulah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pelaksanaan Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Dalam Peraturan Perundang–Undangan Dibidang
Keselamatan Bahaya Radiasi Dan Hubungannya Dengan Surat Keputusan
Menkes No. 1250/Menkes/Sk/Xii/2009 ”.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
Bapak Tjokorda Bagus Putra Marhaendra, SH, ST, M.Erg yang telah memberikan
kesempatan kepda penulis untuk mengerjakan makalah ini serta semua pihak yang
telah memberi bantuan, bimbingan, serta saran, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari pada kesempurnaan serta
tidak lepas dari kesalahan dalam bentuk tulisan maupun penulisan kata-kata, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
“Om Santih Santih Santih Om”
Denpasar, 29 September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penulisan ................................................................................... 4
1.5. Sistematika Penulisan ............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................ 6
2.1. Peraturan-Peraturan yang Mengatur Tentang Keselamatan
Terhadap Pekerja Radiasi ....................................................................... 6
2.1.1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2000 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion ...................................................... 6
2.1.2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 1975 Mengenai Keselamatan
Terhadap Radiasi .......................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 29
3.1. Jenis Penelitian ........................................................................................ 29
3.2. Populasi dan Sampel ............................................................................... 29
3.3. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 29
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................. 31
3.1. Hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 1975 Dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
63 Tahun 2000 Dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomer 1250/MENKES/SK/XII/2009 .................................... 31
BAB VPENUTUP ......................................................................................... 32
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 32
3.2. Saran ....................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan unsur penting yang
harus dimiliki oleh suatu organisasi atau suatu perusahaan seperti Instansi
Rumah Sakit. Dalam manajemen Sumber Daya Manusia, manusia
merupakan faktor penting pendukung maju tidaknya suatu Instansi
Rumah Sakit. Oleh karena itu, Instansi Rumah Sakit harus mampu
mengelola dengan baik unsur manusia sebagai tenaga kerja dan asset
berharga yang dimiliki oleh Instansi Rumah Sakit. Manajemen Sumber
daya Manusia dalam Instansi Rumah Sakit harus dikelola dengan baik
dan benar. Sehingga dapat mendukung Instansi Rumah Sakit dalam
mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut,
maka suatu Instansi Rumah Sakit harus mampu memberi jaminan kepada
pekerja, salah satunya adalah keselamatan kerja. Namun pada
penerapannya, pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
seringkali tidak optimal. Padahal K3 ini sendiri merupakan salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
Dalam hal ini pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
lebih dikhususkan pada pekerja radiasi yang lebih berpotensi mengalami
kecelakaan dalam lingkungan radiasi. Ada banyak peraturan yang
mengatur mengenai keselamatan pekerja radiasi, beberapa diantaranya
diatur dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1975 mengenai keselamatan terhadap radiasi dan peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2000 mengenai keselamatan dan
kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion. Dimana kedua
peraturan tersebut telah menetapkan ketentuan-ketentuan yang mutlak
untuk diikuti demi keselamatan dan keamanan pekerja radiasi itu sendiri.
Selain daripada adanya peraturan yang mengatur tentang keselamatan
terhadap pekerja radiasi, terdapat pula Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomer 1250/MENKES/SK/XII/2009 yang mengatur
adanya pedoman kendali mutu terhadap peralatan diagnostic.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih
jelas mengenai kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada pekerja radiasi
serta hubungan antara peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 1975 dan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63
Tahun 2000 dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomer 1250/MENKES/SK/XII/2009 yang tertuang dalam makalah yang
berjudul “PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA DALAM PERATURAN PERUNDANG–UNDANGAN
DIBIDANG KESELAMATAN BAHAYA RADIASI DAN
HUBUNGANNYA DENGAN SURAT KEPUTUSAN MENKES NO.
1250/MENKES/SK/XII/2009 “.
1.2. Rumusan Masalah
Agar dalam penyusunan makalah ini dapat terarah, maka penulis
membatasi beberapa masalah yang akan diangkat. Beberapa masalah yang
penulis angkat adalah sebagai berikut:
1.2.1. Bagaimana hubungan peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 1975 dan peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 63 Tahun 2000 dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomer 1250/MENKES/SK/XII/2009
?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan Pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui hubungan peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 1975 dan peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2000 dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer
1250/MENKES/SK/XII/2009.
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan dari makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber pustaka bagi Mahasiswa Akademi Teknik Akademi
Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (ATRO) Bali.
1.4.2. Bagi Pembaca
Memberi gambaran yang jelas mengenai tata pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja terutama pada pekerja radiasi
dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1975 dan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63
Tahun 2000 serta hubungannya dengan KepMenKes Republik
Indonesia Nomer 1250/MENKES/SK/XII/2009.
1.4.3. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai tata
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja terutama pada pekerja
radiasi dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 1975 dan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
63 Tahun 2000 serta hubungannya dengan KepMenKes Republik
Indonesia Nomer 1250/MENKES/SK/XII/2009.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam penyusunan
Makalah ini adalah sebagai berikut :
Bab I PENDAHULUAN
yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
Bab II TINJAUAN TEORI
merupakan tinjauan pustaka yang berisi tentang landasan teori mengenai
beberapa peraturan perundangundangan dibidang keselamatan bahaya
radiasi dan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1250/Menkes/SK/XII/2009.
Bab III PEMBAHASAN
Berisi pembahasan mengenai hubungan peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 1975 dan peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 63 Tahun 2000 dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomer 1250/MENKES/SK/XII/2009.
Bab IV PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peraturan-Peraturan yang Mengatur Tentang Keselamatan
Terhadap Pekerja Radiasi
2.1.1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2000 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN
DAN KESEHATAN
TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi
pengion yang selanjutnya disebut keselamatan radiasi adalah
upaya yang dilakukan untuk menciptakan kondisi yang
sedemikian agar efek radiasi pengion terhadap manusia dan
lingkungan hidup tidak melampaui nilai batas yang ditentukan.
2. Tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apapun yang
dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga
yang berasal dari sumber radiasi pengion.
3. Instalasi adalah instalasi zat radioaktif dan atau instalasi sumber
radiasi pengion.
4. Radiasi pengion adalah gelombang elektromagnetik dan partikel
yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi
media yang dilaluinya.
5. Nilai batas dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh
Badan Pengawas yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan
anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa
menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat
pemanfaatan tenaga nuklir.
6. Dosis radiasi adalah jumlah radiasi yang terdapat dalam medan
radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima
oleh materi yang dilaluinya.
7. Catatan dosis adalah catatan tentang nilai dosis yang diterima
oleh pekerja radiasi selama bekerja di medan radiasi.
8. Pengusaha instalasi adalah pimpinan instalasi atau orang lain
yang ditunjuk untuk mewakilinya dan bertanggung jawab pada
instalasinya.
9. Petugas proteksi radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh
pengusaha instalasi dan oleh Badan Pengawas dinyatakan
mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan
proteksi radiasi.
10. Pekerja radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi
nuklir atau instalasi radiasi pengion yang diperkirakan
menerima dosis radiasi tahunan melebihi dosis untuk
masyarakat umum.
11. Kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan
termasuk kesalahan operasi kerusakan ataupun kegagalan fungsi
alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi,
kondisi paparan radiasi dan atau kontaminasi yang melampaui
batas keselamatan.
12. Badan Pelaksana adalah badan yang bertugas melaksanakan
pemanfaatan tenaga nuklir.
13. Badan Pengawas adalah badan yang bertugas melaksanakan
pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga
nuklir.
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 2
1. Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang persyaratan sistem
pembatasan dosis system manajemen keselamatan radiasi,
kalibrasi, kesiapsiagaan dan penanggulangan kecelakaan radiasi.
2. Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk menjamin keselamatan,
keamanan, dan ketentraman,
BAB III
SISTEM PEMBATASAN DOSIS
Pasal 3
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja masyarakat
dan lingkungan hidup pengusaha instalasi yang melaksanakan
setiap kegiatan pemanfaatan tenaga nukJir yang dapat
mengakibatkan penerimaan dosis radiasi harus memenuhi
prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan sebagai berikut:
a. setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus mempunyai manfaat
lebih besar dibanding dengan risiko yang ditimbulkan;
b. penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat
tidak melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh Badan
Pengawas;
c. kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan
sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk
menjamin agar paparan radiasi yang terjadi ditekan serendah-
rendahnya.
Pasal 4
1. Pengusaha instalasi yang merancang, membuat, mengoperasikan
dan atau merawat sistem dan komponen sumber radiasi yang
mempunyai potensi bahaya radiasi harus mencegah terjadinya
penerimaan dosis yang berlebih.
2. Sistem dan komponen sumber radiasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus dirancang dan dibuat sesuai dengan
standar.
3. Standar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 5
1. Apabila dalam satu lokasi terdapat beberapa fasilitas
pemanfaatan tenaga nuklir, pengusaha instalasi menetapkan
tingkat dosis yang lebih rendah untuk masing-masing instalasi,
agar dosis kumulatif tidak melampaui nilai batas dosis.
2. Pelepasan zat radioaktif ke lingkungan hidup dari semua
fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh
mengakibatkan nilai batas dosis untuk masyarakat dilampaui.
Pasal 6
1. Dalam menerapkan dosis untuk keperluan medik dengan tujuan
diagnostik dan terapi, pengusaha instalasi harus memperhatikan
perlindungan pasien terhadap radiasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf a dan c.
2. Tingkat acuan untuk dosis, laju dosis dan aktivitas yang
diberikan untuk keperluan diagnostic dan terapi diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB IV
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
Pengusaha instalasi harus menerapkan sistem manajemen
keselamatan radiasi, yang meliputi organisasi proteksi radiasi,
pemantauan dosis radiasi dan radioaktivitas, peralatan proteksi
radiasi, pemeriksaan kesehatan, penyimpanan dokumen, dan
jaminan kualitas, serta pendidikan dan pelatihan.
Bagian Kedua
Organisasi Proteksi Radiasi
Pasal 8
Pengusaha instalasi harus memiliki organisasi proteksi radiasi
yang sekurang-kurangnya terdiri atas unsur pengusaha instalasi,
petugas proteksi radiasi dan pekerja radiasi.
Pasal 9
1. Setiap pengusaha instalasi yang memanfaatkan tenaga nuklir
harus mempunyai sekurangkurangnya 1 (satu) orang petugas
proteksi radiasi.
2. Pengusaha instalasi wajib menunjuk orang lain atau dirinya
sendiri sebagai petugas proteksi radiasi.
3. Persyaratan petugas proteksi radiasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Kepala Badan Pengawas.
Bagian Ketiga
Pemantauan Dosis Radiasi dan Radioaktivitas
Pasal 10
1. Pengusaha instalasi harus mewajibkan setiap pekerja radiasi
untuk memakai peralatan pemantau dosis perorangan, sesuai
dengan jenis instalasi dan sumber radiasi yang digunakan.
2. Peralatan pemantau dosis perorangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus diolah dan dibaca oleh instansi atau badan
yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas.
3. Persyaratan untuk dapat ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas.
Pasal 11
1. Hasil pengolahan dan pembacaan peralatan pemantau dosis
perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2)
harus disampaikan kepada pengusaha instalasi dan Badan
Pengawas.
2. Pengusaha instalasi harus mengevaluasi hasil pemantauan dosis
perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
3. Apabila dari hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) terdapat dosis berlebih, pengusaha instalasi harus
melaksanakan tindak lanjut.
4. Badan Pengawas dapat melakukan pemeriksaan apabila dari
hasil evaluasi terdapat dosis berlebih.
Pasal 12
1. Pengusaha instalasi bertanggung jawab atas pelaksanaan
pencatatan dosis radiasi yang diterima oleh setiap pekerja
radiasi.
2. Pencatatan dosis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh petugas proteksi radiasi.
3. Setiap pekerja radiasi berhak mengetahui catatan dosis selama
bekerja.
4. Catatan dosis radiasi harus dapat ditunjukkan sewaktu-waktu
apabila diminta oleh Badan Pengawas.
Pasal 13
1. Pengusaha instalasi harus memberikan salinan catatan dosis
kepada pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja.
2. Apabila pekerja radiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pindah bekerja ke instalasi lain yang memanfaatkan tenaga nuklir
harus menyerahkan salinan catatan dosis sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) kepada pengusaha instalasi yang baru.
Pasal 14
1. Pengusaha instalasi harus melakukan pemantauan daerah kerja
secara terus menerus, berkala dan atau sewaktu-waktu
berdasarkan jenis instalasi dan sumber radiasi yang digunakan.
2. Pengusaha instalasi harus mencatat dan mendokumentasikan
hasil pemantauan daerah kerja.
3. Pemantauan daerah kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 15
1. Pengusaha instalasi harus melakukan pemantauan tingkat
radioaktivitas buangan zat radioaktif ke lingkungan hidup, secara
terus menerus, berkala, dan atau sewaktu-waktu.
2. Buangan zat radioaktif ke lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi nilai batas
radioaktivitas yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas.
3. Pengusaha instalasi harus mencatat dan mendokumentasikan hasil
pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 16
1. Apabila pengusaha instalasi tidak mempunyai kemampuan
melakukan pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1), pengusaha instalasi dapat menunjuk instansi atau badan
lain yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas.
2. Persyaratan untuk dapat ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas.
Pasal 17
1. Pengusaha instalasi harus dapat menunjukkan catatan dan
dokumentasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
sewaktu-waktu apabila diminta oleh Badan Pengawas.
Bagian Keempat
Peralatan Proteksi Radiasi
Pasal 18
Pengusaha instalasi harus menyediakan dan mengusahakan
peralatan proteksi radiasi, pemantau dosis perorangan, pemantau
daerah kerja dan pemantau lingkungan hidup, yang dapat berfungsi
dengan baik sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
Bagian Kelima
Pemeriksaan Kesehatan
Pasal 19
1. Setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi harus sehat
jasmani dan rohani serta serendah-rendahnya berusia 18 (delapan
belas) tahun.
2. Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan
kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh, untuk setiap orang
yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
3. Pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan oleh dokter yang ditunjuk pengusaha instalasi dan
disetujui oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan,
rumah sakit umum, atau Badan Pelaksana.
4. Jenis pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas
setelah berkonsultasi dengan instansi yang berwenang dalam bidang
kesehatan.
Pasal 20
1. Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan
bagi setiap pekerja radiasi secara berkala selama bekerja sekurang-
kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
2. Apabila dipandang perlu pengusaha instalasi dapat melakukan
pemeriksaan khusus.
Pasal 21
1. Pengusaha instalasi harus memeriksakan kesehatan pekerja radiasi
yang akan memutuskan hubungan kerja secara teliti dan menyeluruh
kepada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi dan disetujui
oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan, rumah sakit
umum, atau Badan Pelaksana.
2. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus diberikan kepada pekerja radiasi yang bersangkutan.
Pasal 22
Pengusaha instalasi narus melaksanakan pencatatan hasil pemeriksaan
kesehatan setiap pekerja radiasi dalam kartu kesehatan dan
menyimpan kartu tersebut di bawah pengawasan dokter atau petugas
lain yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi.
Pasal 23
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengusaha instalasi harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi yang
diduga menerima paparan radiasi berlebih.
Pasal 24
Biaya pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 23 adalah tanggung jawab
pengusaha instalasi yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Penyimpanan Dokumentasi
Pasal 25
Pengusaha instalasi harus tetap menyimpan dokumentasi yang
memuat catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil
pemantauan lingkungan dan kartu kesehatan pekerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 22 selama 30
(tiga puluh) tahun terhitung sejak pekerja radiasi berhenti bekerja.
Bagian Ketujuh
Jaminan Kualitas
Pasal 26
1. Pengusaha instalasi harus membuat program jaminan kualitas bagi
instalasi yang mempunyai potensi dampak radiologi tinggi untuk
kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan perawatan
instalasi, serta pengelolaan limbah radioaktif.
2. Program jaminan kualitas yang telah dibuat oleh pengusaha instalasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selanjutnya disampaikan
kepada Badan Pengawas untuk disetujui.
3. Program jaminan kualitas yang telah disetujui sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) harus dilaksanakan oleh pengusaha instalasi.
Pasal 27
Badan Pengawas melakukan inspeksi dan audit selama pelaksanaan
program jaminan kualitas untuk menjamin efektivitas
pelaksanaannya.
Pasal 28
Ketentuan dan pedoman pembuatan program jaminan kualitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Bagian Kedelapan
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 29
1. Setiap pekerja radiasi harus memperoleh pendidikan dan pelatihan
tentang keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi.
2. Pengusaha instalasi bertanggungjawab atas pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3. Pedoman pendidikan dan pelatihan bagi pekerja radiasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas.
BAB V
KALIBRASI
Pasal 30
1. Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara
berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
2. Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output)
peralatan radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
sekali .
3. Kalibrasi alat ukur radiasi dan atau peralatan radioterapi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh
instansi yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas.
Pasal 31
Ketentuan tentang Kalibrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB VI
PENANGGULANGAN KECELAKAAN RADIASI
Pasal 32
Pengusaha instalasi harus melakukan upaya pencegahan terjadinya
kecelakaan radiasi.
Pasal 33
1. Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengusaha instalasi harus
melakukan upaya penanggulangan.
2. Dalam upaya penanggulangan kecelakaan radiasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) keselamatan manusia harus diutamakan.
3. Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengusaha instalasi harus segera
melaporkan terjadinya kecelakaan radiasi dan upaya
penanggulangannya kepada Badan Pengawas dan instansi terkait
lainnya.
Pasal 34
1. Pengusaha instalasi yang mempunyai instalasi dengan potensi dampak
radiologi tinggi harus memiliki Rencana Penanggulangan Keadaan
Darurat untuk mengatasi potensi bahaya dari kecelakaan radiasi yang
mungkin terjadi selama pengoperasian instalasi tersebut.
2. Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dibuat oleh pengusaha instalasi, sekurang-kurangnya
harus memuat:
a) Jenis/klasifikasi kecelakaan yang mungkin terjadi pada instalasi;
b) Upaya penanggulangan terhadap jenis/klasifikasi kecelakaan
tersebut;
c) Organisasi penanggulangan keadaan darurat;
d) Prosedur penanggulangan keadaan darurat;
e) Peralatan penanggulangan yang harus disediakan dan perawatannya;
f) Personil penanggulangan keadaan darurat;
g) Latihan penanggulangan keadaan, darurat;
h) Sistem komunikasi dengan pihak lain yang terkait dalam
penanggulangan keadaan darurat.
Pasal 35
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRRATIF
Pasal 36
1. Badan Pengawas dapat memberikan peringatan tertulis kepada pengusaha
instalasi yang melanggar ketentuan Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat
(1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1), ayat
(2) dan ayat (3), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasa1
15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 29 ayat (2), Pasal
30, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 dalam Peraturan Pemerintah ini.
2. Jangka waktu peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah 14 (empat belas) hari sejak dikeluarkan peringatan, dan dapat
diperpanjang selama 2 (dua) kali apabila dianggap perlu.
3. Apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tetap
tidak diindahkan, Badan Pengawas dapat menghentikan sementara
pengoperasian instalasi selama 30 (tiga puluh) hari sejak perintah
penghentian sementara dikeluarkan.
4. Apabila Pengusaha instalasi yang dihentikan sementara pengoperasian
instalasinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tetap tidak
mengindahkan peringatan, izin pemanfaatan tenaga nuklir dapat dicabut
oleh Badan Pengawas.
Pasal 37
1. Pengusaha instalasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) yang dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja,
masyarakat, dan lingkungan dapat langsung diberikan Peringatan tertulis
disertai penghentian sementara pengoperasian instalasinya oleh Badan
Pengawas.
2. Apabila pengusaha instalasi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari tidak mengindahkan peringatan, izin pemanfaatan tenaga
nuklir dapat dicabut oleh Badan Pengawas.
Pasal 38
Badan Pengawas dapat langsung mencabut izin pemanfaatan tenaga nuklir
apabila Pengusaha Instalasi yang karena kelalaiannya menimbulkan
kecelakaan radiasi setelah diadakan penilaian oleh Badan Pengawas
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1975 tentang
Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi yang berhubungan dengan
keselamatan kerja terhadap radiasi tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja Terhadap
Radiasi dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 41
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
2.1.2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1975 Mengenai Keselamatan Terhadap Radiasi
B A B I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah ini dengan;
a) Dosis Radiasi: adalah jumlah energi yang dipindahkan dengan
jalan ionisasi kepada suatu volume tertentu atau kepada seluruh
tubuh. yaitu biasanya disamakan dengan jumlah energi yang
diserap oleh jaringan atau zat lainnya tiap satuan massa pada
tempat pengukuran, sedangkan satuannya ialah rad. ekivalen
dengan jumlah energi yang diserap sebesar 100 erg tiap gram zat
yang terkena radiasi itu.
b) Nilai Batas yang diizinkan : adalah dosis radiasi yang masih dapat
diterima oieh seseorang tanpa menimbulkan kelainan-kelainan
genetik atau somatik yang berarti menurut tingkat
kemajuan/pengetahuan pada dewasa ini, tidak termasuk untuk
tujuan kedokteran.
c) Petugas Proteksi Radiasi : adalah petugas yang ditunjuk oleh
Penguasa Instalasi Atom dan oleh Instansi .Yang Berwenang
dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang
berhubungan dengan persoalan proteksi radiasi.
d) Ahli Proteksi Radiasi: adalah seorang yang telah mendapat
pendidikan khusus dalam keselamatan kerja terhadap radiasi yang
menurut penilaian Instansi Yang Berwenang dianggap mempunyai
cukup keahlian dan kemampuan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan yang berhubungan dengan proteksi radiasi dan diangkat
oleh Departemen Tenaga Kerja. Transmigrasi dan Koperasi
sebagai Ahli Keselamatan Kerja atas usul Instansi Yang
Berwenang.
e) Pekerja Radiasi: adalah setiap orang yang karena jabatannya atau
tugasnya selalu berhubungan dengan medan radiasi dan oleh
Instansi Yang Berwenang senantiasa memperoleh pengamatan
tentang dosis-dosis radiasi yang diterimanya.
f) Penguasa Instalasi Atom: adalah Kepala /Direktur Instalasi Atom
atau orang lain yang ditunjuk untuk mewakilinya.
g) Kecelakaan: adalah suatu kejadian di luar dugaan yang
memungkinkan timbulnya bahaya radiasi, dan kontaminasi, baik
bagi pekerja radiasi maupun, bukan pekerja radiasi.
h) Sampah Radioaktif: adalah zat-zat radioaktif dan bahan-bahan serta
peralatan yarlg telah terkena zat-zat radioaktif atau menjadi
radioaktif karena operasi-operasi nuklir dan tidak dapat
dipergunakan lagi.
i) Instansi Yang Berwenang: adalah Badan Tenaga Atom Nasional.
BAB II
NILAI BATAS YANG DIIZINKAN
Pasal 2.
Untuk menentukan Nilai Batas Yang Diizinkan ditetapkan dosis
tertentu sehingga menurut tingkat pengetahuan dewasa ini
kemungkinan luka somatik dan kerusakan genetik dapat
dihindarkan.
Pasal 3.
Ketententuan-ketentuan Nilai. Baitas Yang Diizinkan sebagaimana
dimaksudkan pada Pasal 2 akan diatur lebih lanjut oleh Instansi
yang berwenang.
BAB III
PETUGAS DAN AHLI PROTEKSI RADIASI
Pasal 4.
Setiap Instalasi Atom harus mempunyai sekurang-kurangnya
seorang Petugas Proteksi Radiasi.
Pasal 5
1. Setiap Penguasa Instalasi Atom, dengan persetujuan Instansi Yang
Berwenang, diwajibkan menunjuk dirinya sendiri atau orang lain di
bawahnya selaku Petugas Proteksi Radiasi.
2. Petugas Proteksi Radiasi bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang berhubungan dengan keselamatan setiap orang dalam
lingkungan kekuasaannya kepada Penguasa Instalasi Atom.
Pasal 6
Petugas Proteksi Radiasi berkewajiban menyusun Pedoman Kerja,
Instruksi, dan lain-Iain yang berlaku dalam lingkungan Instafasi
Atom yang bersangkutan.
Pasal 7.
1. Untuk mengawasi ditaatinya peraturan-peraturan keselamatan kerja
terhadap radiasi. Perlu ditunjuk Ahli Proteksi Radiasi oleh Instansi
Yang Berwenang.
2. Ahli Proteksi Radiasi diwajibkan memberikan laporan kepada
Instansi Yang Berwenang dan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi
dan Koperasi secara berkala.
BAB IV
KESEHATAN
Bagian Pertama
Pemeriksaan Kesehatan Calon Pekerja dan Pekerja Radiasi
Pasal 8
Setiap calon pekerja radiasi yang akan bekerja dalam Instalasi
Atom wajib mendapat pemeriksaan atas kesehatannya secara teliti
dan mcnyeluruh oleh dokter yang ditunjuk oleh Instalasi Atom
setempat.
Pasal 9
1. Setiap pekerja radiasi disyaratkan sehat jasmaniah maupun
rohaniah.
2. Setiap pekerja radiasi secara berkala wajib mendapat pemeriksaan
atas kesehatannya secara teliti dan menyeluruh oleh dokter yang
ditunjuk oleh Instalasi Atom setempat.
Pasal 10
1. Pemeriksaan berkala bagi pekerja radiasi dilakukan 1 (satu) kali
dalam setahun.
2. Apabila dipandang perlu pemeriksaan dapat dilakukan sewaktu-
waktu.
3. Setiap pekerja radiasi yang memutuskan hubungan kerja dengan
Instalasi Atom wajib mendapat pemeriksaan atas kesehatannya
secara teliti dan menyeluruh oleh dokter yang ditunjuk oleh Instalasi
Atom setempat.
Bagian Kedua
Kartu Kesehatan
Pasal 11
1. Setiap pekerja radiasi mempunyai kartu kesehatan guna mencatat
secara teratur hasil pemeriksaan medis dan disimpan di bawah
pengawasan dokter yang ditunjuk oleh Instalasi Atom setempat.
2. Petugas Proteksi Radiasi diwajibkan mencatat datam kartu khusus
secara teratur banyaknya dosis radiasi menurut jenis yang diterima
oleh setiap pekerja dalam Instalasi Atom setempat dan kartu tersebut
disimpan di bawah pengawasan Petugas Proteksi Radiasi.
Pasal 12
Kartu kesehatan tersebut pada Pasal 11, tetap mengikuti pekerja
radiasi dalam tiap lingkungan pekerjaannya.
Bagian Ketiga
Penukaran Tugas Pekerjaan
Pasal 13
Petugas Proteksi Radiasi dapat menasehatkan untuk memindahkan
seseorang pekerja radiasi ke tempat lain, apabila Nilai Batas Yang
Diizinkan untuk jangka waktu tertentu dilampaui.
BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN KERJA DENGAN ZAT-ZAT
RADIOAKTIF DAN ATAU SUMBER RADIASI LAINNYA
Pasal 14
Semua pekerjaan yang memakai zat radioaktif terbuka dan zat
radioaktif tertutup serta sumber-sumber radiasi lainnya, harus
mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Instansi
Yang Berwenang.
Pasal 15
Wanita hamil tidak diperkenankan menerima dosis radiasi yang
melebihi Nilai Batas Yang Diizinkan sebagai yang diatur pada Pasal
3.
BAB VI
PEMBAGIAN DAERAH KERJA DAN PENGURUSAN SAMPAH
RADIOAKTIF
Pasal 16
Untuk menjaga keselamatan seseorang, maka di dalam Instalasi
Atom perlu diadakan pembagian daerah sesuai dengan tingkat
bahaya radiasinya yang ditentukan oleh. Instansi Yang Berwenang.
Pasal 17
Sampah radioaktif harus dikumpulkan, disimpan, dan dibuang pada
tempat dan dengan cara sebagai yang ditentukan dalam peraturan
yang dikeluarkan oleh Instansi Yang Berwenang.
BAB VII
KECELAKAAN
Pasal 18
Dalam hal terjadi kecelakaan, setiap Instalasi Atom diwajibkan
mengambil tindakan dan menyelenggarakan pengamanan untuk
keadaan darurat.
Pasal 19
Dalam hal terjadi kecelakaan, di mana anggota masyarakat umum
mungkin menjadi korban, harus segera diadakan hubungan dengan
pejabat/Penguasa setempat.
Pasal 20
Tindakan pengamanan dipimpin oleh Penguasa Instalasi Atom atau
orang lain yang khusus ditunjuk untuk itu dibantu oleh
pejabat/penguasa setempat.
Pasal 21
Dalam semua tindakan pertolongan terhadap kecelakaan,
keselamatan manusia diutamakan.
Pasal 22
Sebab-sebab kecelakaan harus segera diselidiki oleh suatu Team
yang terdiri dari Ahli Proteksi Radiasi dan Penguasa Instalasi Atom
yang bersangkutan atau Wakil yang ditunjuknya, yang dibentuk oleh
Instansi Yang Berwenang serta hasilnya dilaporkan kepada Instansi
Yang Berwenang.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 23
1. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam
Pasal-pasal 5 ayat (1),6,11 ayat (2) dan Pasa1 18, diancam dengan
pidana denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
2. Tindak Pidana yang dimaksudkan dalam ayat (1) adalah
pelanggaran.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
akan diatur lebih lanjut oleh Instansi Yang Berwenang.
Pasal 25
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
2.1.3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1250/Menkes/Sk/Xii/2009 Tentang Pedoman Kendali Mutu
(Quality Control) Peralatan Radiodiagnostik
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PEDOMAN KENDALI MUTU (QUALITY CONTROL)
PERALATAN RADIODIAGNOSTIK.
Kedua : Pedoman kendali mutu peralatan radiodiagnostik
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu terlampir
dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua
merupakan acuan dalam menyelenggarakan kegiatan
kendali mutu peralatan radiodiagnostik.
Keempat : Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan keputusan ini
dilakukan oleh Menteri, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, organisasi profesi dan lintas
sektor terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing
masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis ambil dalam paper ini adalah penelitian asosiatif
dalam bentuk hubungan kausal yang bertujuan mengetahui hubungan antara
Peraturan Perundangundangan MENKES dan aspek legal dengan
keselamatan bahaya radiasi.
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah dari beberapa peraturan Perundang-
undangan, Peraturan Pemerintah, yang berkaitan dengan pemanfaatan
zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya dan kendali mutu
(quality control) terhadap peralatan radiodiagnostik.
3.2.2. Sampel atau Subyek Penelitian
Subyek Penelitian dalam paper ini adalah Peraturan Pemerintah No. 63
Tahun 2000 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Tentang
Pemanfaatan Radiasi Pengion, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja
Terhadap Radiasi dan Kepmenkes No. 1250/Menkes/SK/XII/2009.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan paper ini penulis membutuhkan data yang
dikumpulkan dengan cara dokumentasi yakni mengumpulkan dokumen-
dokumen yang mendukung data berupa materi tentang peraturan Perundang-
undangan, Peraturan Pemerintah, yang berkaitan dengan pemanfaatan zat
radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya dan kendali mutu (quality control)
terhadap peralatan radiodiagnostik.
BAB IV
PEMBAHASAN
3.1. Hubungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1975 Dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2000 Dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer
1250/MENKES/SK/XII/2009
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting bagi
instalasi atau pun Rumah Sakit, karena dampak kecelakaan dan penyakit
kerja tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga citra daripada instalasi
atau rumah sakit dan tentu saja pasien baik secara langsung maupun tidak
langsung. Terdapat beberapa pengertian tentang keselamatan dan kesehatan
kerja yang telah didefinisikan oleh beberapa ahli, dan pada dasarnya definisi
tersebut mengarah pada interaksi pekerja dengan peralatan medis yang
digunakan, interaksi pekerja dengan lingkungan kerja, dan interaksi pekerja
dengan pasien.
Dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1975
mengenai keselamatan terhadap radiasi dan peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 63 Tahun 2000 mengenai keselamatan dan kesehatan
terhadap pemanfaatan radiasi pengion telah menjabarkan pokok-pokok
penting yang harus dipatuhi oleh pengusaha sebuah instansi radiologi dan
radiographer itu sendiri, meliputi batas dosis radiasi yang diperoleh, system
manajemen keselamatan radiasi, ketentuan kalibrasi peralatan radiologi dan
sebagainya. Maka dari itu, jaminan keselamatan dan kesehatan kerja para
tenaga kerja harus diprioritaskan atau diutamakan dan diperhitungkan agar
tenaga kerja merasa ada jaminan atas pekerjaan yang mereka lakukan, baik
yang beresiko maupun tidak.
Bila dihubungkan kedua peraturan tersebut dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1250/Menkes/Sk/Xii/2009 Tentang
Pedoman Kendali Mutu (Quality Control) Peralatan Radiodiagnostik maka
dapat dikatakan sangat berhubungan. Kecelakaan kerja yang terjadi bukan
hanya karena kesalahan radiographer ( Human Error ) saja melainkan juga
karena peralatan yang kurang terawat. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1250/Menkes/Sk/Xii/2009 mengatur mengenai
kendali mutu peralatan radiodiagnostik yang menjabarkan mengenai
kegiatan kendali mutu pada pesawat sinar-x, peralatan perlengkapan
radiografi seperti film dan kaset serta kegiatan-kegiatan kendali mutu
lainnya pada setiap aspek pada bidang radiologi. Kegiatan-kegiatan kendali
mutu ini terdiri dari pengujian-pengujian pada setiap item yang nanti pada
akhirnya hasil pengujian akan menjadi dasar penentuan kelayakan pakai
suatu alat radiografi. Tujuan dari adanya kendali mutu karena pelayanan
radiodiagnostik menggunakan sinar pengion yang sangat membahayakan
baik pada pasien, lingkungan maupun tenaga kesehatan itu sendiri bila tidak
diselenggarakan secara baik, maka perlu dilakukan kendali mutu.
Dengan adanya Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
tentang pedoman kendali mutu (Quality Control) peralatan radiodiagnostik,
diharapkan radiographer dapat bekerja dengan aman mengingat bahaya
radiasi yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Maka dari pertimbangan
tersebut semua alat-alat radiodiagnostik harus terjamin mutu dan kualitasnya
dengan cara menyelenggarakan kendali mutu agar tercipta kenyamanan dan
kualitas pelayanan radiodiagnostik terjamin bagi pasien dan lingkungan juga
tercipta keselamatan dan kesehatan kerja bagi radiographer.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dalam Peraturan Pemerintah yang telah dijabarkan sebelumnya
mengatur tidak saja keselamatan kerja, tetapi juga keselamatan masyarakat
dan lingkungan hidup serta tanggung jawab dari kewenangan Badan
Pengawas, pengusaha instalasi, petugas proteksi radiasi dan pekerja radiasi
dalam pemanfaatan radiasi pengion sesuai dengan pola kerja yang selalu
melaksanakan budaya kesehatan (safety culture). Keselamatan kerja
merupakan suatu keadaan aman dalam suatu kondisi aman secara fisik,
sosial, spritual, finalsial, politis dan emosional.
Dengan terlaksananya Keputusan Menkes Nomor 1250 tentang
pedoman kendali mutu (quality control) peralatan radiodiagnostik, maka
akan tercipta kenyamanan, keamanan dan kualitas pelayanan radiodiagnostik
terjamin bagi pasien dan lingkungan juga tercipta keselamatan dan
kesehatan kerja bagi radiografer. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1250/MENKES/SK/XII/2009 tentang pedoman kendali mutu
(Quality Control) peralatan radiodiagnostik sangat berpengaruh dan terkait
dengan legal aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja yangtelah diatur juga
dalam beberapa peraturan yakni peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 1975 dan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
63 Tahun 2000.
4.2. Saran
Bagi radiografer sebaiknya dalam bekerja harus selalu berpedoman
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan terkait dengan
jaminan mutu dan legal aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, untuk
menghindari terjadinya kecelakaan pada saat bekerja sehingga tercipta
keselamatan dan kesehatan kerja yang optimal serta meningkatnya mutu
pelayanan radiodiagnostik.
DAFTAR PUSTAKA
Arbelprasetyo. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3).
http://arbelprasetyo.blogspot.com. ( Diakses tanggal 26 September 2013 )
Kepmenkes no 1250/menkes/sk/xii/2009. ( Diakses tanggal 26 September 2013 )
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion. ( Diakses tanggal 26 September 2013 )
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1975 Mengenai
Keselamatan Terhadap Radiasi.( Diakses tanggal 26 September 2013 )