Upload
viko-bagus-lisephano
View
214
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
I. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang
1. Anamnesis
Presentasi yang paling umum adalah adanya massa di daerah pipi posterior tanpa
rasa sakit dan tanpa gejala > 80% pasien. Sekitar 30% dari pasien mengeluhkan rasa
sakit yang terkait dengan massa, meskipun keganasan kelenjar parotis sebagian besar
tidak sakit. Kemungkinan besar rasa sakit menunjukkan adanya invasi perineural yang
memungkinkan adanya keganasan pada pasien dengan massa parotis.
Dari pasien dengan tumor ganas parotis, 70-20% terdapat adanya kelemahan atau
kelumpuhan saraf wajah, yang hampir tidak pernah menyertai lesi jinak dan
menunjukkan prognosis buruk. Sekitar 80% dari pasien dengan kelumpuhan saraf wajah
telah terjadi metastasis nodul pada saat diagnosis. Pasien-pasien ini memiliki
kelangsungan hidup rata-rata 2,7 tahun dan selama 10 tahun sebesar 14-26%.
Aspek penting yang lain dari anamnesis meliputi lama waktu timbulnya massa,
riwayat lesi kulit sebelumnya atau eksisi lesi parotis. Pertumbuhan massa yang relatif lambat
cenderung jinak. Riwayat adanya karsinoma sel skuamosa, melanoma ganas, atau
histiocytoma bersifat ganas menunjukkan metastasis intraglandular atau metastasis ke
kelenjar getah bening parotis. Kemungkinan besar tumor parotis yang kambuh menunjukkan
reseksi awal yang tidak memadai.
Sebuah laporan adanya sakit pada telinga mungkin menunjukkan perluasan tumor
ke dalam saluran pendengaran. Adanya keluhan mati rasa sering menunjukkan invasi
saraf pada cabang kedua atau ketiga dari saraf trigeminal.(7)
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pasien dengan tumor kelenjar saliva, diindikasikan pemeriksaan kepala dan
leher secara cermat. Perhatian harus langsung pada ukuran, lokasi dan mobilitas dari
tumor. Ada atau tidak ada penekanan dari tumor sebaiknya dicatat. Adanya paralisis
nervus facialis seharusnya meningkatkan kecurigaan adanya suatu keganasan pada
pasien, walaupun jarang, tumor jinak dapat juga menyebabkan paralisis nervus facialis.(4)
3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
penegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan histopatologik dan
pemeriksaan radiologik ( foto polos, sialografi, CT- Scan, dan MRI)
a. Pemeriksaan Histopatologik
1. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiration Biopsy)
Biopsi Aspirasi Jarum halus merupakan alat yang sederhan untuk diagnostic.
Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan yaitu tingkat keakuratan yang cukup
tinggi dengan sensitifitas 88-98% dan spesifitas 94% pada tumor jinakBiopsi aspirasi
jarum halus juga sensitive dalam mendeteksi keganasan sebesar 58-98 % dengan
spesifitas 71-88%. Tekhnik ini sederhana, dapat ditoleransi dengan komplikasi yang
minimal. Selain untuk menegakan diagnosis defenitif, pemeriksaan ini juga
bermanfaat untuk menentukan tindakan tepat selanjutnya dan untuk evaluasi
preoperative. Keakuratan FNAb bergantung pada ketrampilan citopatologist.
2. Bedah Diagnostik
Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional dan enukleasi massa
parotis berhubungan dengan peningkatan rekurensi tumor, terutama pada adenoma
pleiomorfik. Penanganan bedah yang baik untuk tumor parotis adalah reseksi bedah
komplit melalui parotidektomi dengan identifikasi dan preservasi nervus fasialis.
Identifikasi nervus fasialis ditujukan agar dapat dilakukan eksisi tumor yang adekuat
dan mencegah cedera nervus fasialis. Cara ini memeastikan batas jaringan sehat
yang adekuat disekeliling tumor, sehingga pada kebanyakan kasus tidak hanya
bersifat diagnostic, tetapi juga kuatif. cara ini jarang dilakukan dan biasanya
dilakukan hanya pada pasien dengan keganasan yang tidak dapat dioperasi. Pada
kasus seperti ini, biopsy dengan insis terbuka berguna dalam diagnostic histopatologi
dan terapi radiasi paliatif atau kemoterapi.
b. Pemeriksaan Radiologi
1. Sialograi
Tekhnik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam air atau minyak
langsung keduktus submandibula atau parotis. Setelah pemakaian anastesi topical pada
daerah duktus, tekanan yang lembut dilakukan pada kelenjar, dan muara duktus yang
kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur. Muara duktus dilebarkan dengan
menggunakan sonde lakrimal. Kateter ukuran 18, mirip dengan jenis yang digunakan
untuk pemberian cairan intravena, atau pipa polietilen secara lembut dimasukkan sekitar
2 cm kedalam duktus.. Kateter dipastikan pada sudut mulut. Tekhnik ini sama untuk
kelenjar parotis dan submandibula. Bagaimanapun kanulasi duktus kelenjar
submandibula, memebutuhkan kesabaran dari pada pelebaran duktus parotis. Film biasa
sinar X diperoleh untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi radioopak, seperti
batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras disuntikan secara lembut
melalui kateter kedalam kelenjar sampai penderita merasakan adanya tekanan tetapi
tidak melewati tititk ketika penderita mengeluh nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral
oblik, oblik, dan anteriposterior. Ketika kateter diangkat penderita dapat diberikan
sedikit sari buah lemon. Dalam 5 sampai 10 menit pengambilan foto ulang. Normal jika
seluruh media kontras dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media kontras dalam
kelenjar 24 jam setelah test ini pasti abnormal
Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang dapat larut dalam air
dan lemak. Sekarang ini Pantopaque dan Lipidol merupakan bahan kontras yang paling
popular.
Sialografi lebih berguna pada gangguan – gangguan kronis kelenjar parotis seperti
sialadenitis rekuren, sindrom sjorgen, atau obstruksi duktus seperti striktur. sialografi
tidak berguna untuk membedakan massa jinak dari massa keganasan. Sialografi
merupakan kontra indikasi terdapatnya peradangan aKut kelenjar yang bAru terjadi.
2. CT-Scan dan MRI
CT-Scan dan MRI digunakan untuk menemukan tumor dan menggambarkan
luasnya. Sedangkan biopsi untuk menegaskan jenis sel.(10)