Upload
dayuipb
View
186
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Pati atau Sirup Dekstrosa
1. Reaksi Butanolisis
Reaksi butanolisis (glikosidasi) merupakan reaksi antara monosakarida
(sumber pati – patina) dan butanol dengan mengguanakn katalis asam untuk
membentuk produk intermediate butil glikosida. Selama proses reaksi butanolisis
terjadi pemisahan air (H2O). Pemilihan katalis pada proses sintesis APG bertujuan
untuk memepercepat / memperpendek proses sintasis APG. Selain itu juga sangat
menentukan keberhasilan terbentuknya ikatan asetal.
Butanolisis
Transasetalisasi
Distilasi
Netralisasi
Pelarutan
Pemucatan
Alkil Poliglikosida
Butanol
Fatty AlcoholButanol / Air
Fatty Alcohol
Air
Pemurnian
Katalis yang dipilih dalam proses sintesis APG adalah katalis oraganik
asam p-toluena sulfonat. Katalis asam p-toluena sulfonat bersifat bisa diurai oleh
lingkungan, merupakan jenis asam lemah. Penggunaan asam lemah bertujuan
untuk menghindari adanya kemungkinan bereaksi asam dengan menghidrolisa
glukosa. Penggunaan asam lemah ini juga akan memudahkan dalam proses
netralisasi. Selain itu asam p-toluena sulfonat juga bersifat tidak korosif terhadap
pipa besi ataupun stainless steel (Hill et al., 1996).
2. Reaksi Transasetalisasi
Reaksi transasetalisasi (transglikosidasi) merupakan reaksi antara produk
butyl glikosida hasil dari proses butanolisis dengan fatty alcohol / alkohol rantai
panjang (C8-C22) dengan katalis asam. Pada proses reaksi tranasetalisasi ini, gugus
butil pada produk butil glikosida akan diganti dengan gugus alkil pada alkohol
rantai panjang sehingga membentuk produk Alkil Poliglikosida (APG). Selama
proses reaksi transasetalisasi butanol dan air akan menguap.
Menurut Gibson et al., (2001), penentuan katalis asam yang digunakan
dalam proses sintesis APG menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Katalis pertama (reaksi butanolisis) kira – kira 0,7 – 1,4 % dari berat pati
Katalis kedua (reaksi transasetalisasi) kira – kira 25 – 50 % dari berat
katalis yang pertama.
3. Netralisasi
Tahapan netralisasi bertujuan untuk menghentikan proses tranasetalisasi
dengan menambahkan basa hingga tercapai suasana basa yaitu pada pH sekitar 8-
10. Netralisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antarra lain dengan
penetralan menggunakan alkali, natrium karbonat, ammonia ataupun dengan
menggunakan uap (deacidifikasi). Netralisasi dengan alkali terutama dengan
NaOH sering dilakukan pada industry karena lebih efisien dan lebih murah
(Kertaren, 1986).
Menurut Wuest et al,. (1996), jenis basa yang dapat digunakan untuk
proses netralisasi meliputi alkali metal dan aluminium salt. Selain itu juga dapat
dari anion dari basa organik maupun inorganic seperti sodium hidroksida (NaOH),
potassium hidroksida, kalsium hidroksida, alumunium hidroksida dan sebagainya.
Penggunaan larutan sodium hidroksida (NaOH) sangat dianjurkan karena
NaOH tidak bereaksi terhadap alkohol atau produk. Selain itu, proses
penambahannya lebih mudah karena berbentuk larutan dan tidak memerlukan
penyaringan untuk menghilangkan garam yang tebentuk (Wuest et al., 1996).
4. Distilasi
Tahapan distilasi bertujuan untuk menghilangkan fatty alcohol yang tidak
ikut bereaksi. Proses distilasi ini memerlukan suhu tinggi dan tekanan rendah
untuk memisahkan / menguapkan fatty alcohol yang tidak ikut bereaksi. Proses
distilasi ini dapat dilakukan pada suhu sekitar 140º - 180º C dengan tekanan
sekitar 0,1-2 mmHg, tergantung fatty alcohol yang digunakan. Semakin panjang
rantai fatty alcohol maka semakin tinggi suhu dan semakin rendah tekanan yang
dibutuhkan.
Pada tahapan destilasi diharapkan memperoleh kandungan fatty alcohol
sekecil mungkin pada produk APG yaitu kurang dari 5 % dari berat produk.
Kelebihan fatty alcohol yang tidak bereaksi pada produk akan mengurangi
efektifitas kerja dari surfaktan APG.
Hasil akhir dari proses distilasi akan diperoleh produk surfaktan APG
kasar berbentuk pasta yang bewarna kecoklatan dan berbau kurang enak. Oleh
karena itu perlu dilakuakn proses pemurnian untuk memperoleh APG yang
memiliki penampakan yang lebih baik dan bau yang tidak terlalu menyengat.
5. Pemucatan (Bleaching)
Pemurnian merupakan suatu proses meningkatkan kualitas suatu bahan
agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian yang
dikenal adalah secara kimia ataupun fisika. Pemurnian secara fisika memerlukan
peraltan penunjang yang cukup spesifik, akan tetapi bahan yang dihasilkan lebih
baik, karena warnanya lebih jernih dan komponen utamanya menjadi lebih tinggi.
Untuk metode pemurnian kimiawi bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan
yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran dengan absorben atau
senyawa pengomplek tertentu (Hernani, 2007).
Proses pemurnian surfaktan APG terdiri dari beberapa tahap, yaitu : tahap
netralisasi, tahap distilasi, tahap pelarutan, dan tahap pemucatan (bleaching) serta
isolasi produk (Buchanan et al,. 1998).
Proses pemucatan (bleaching) merupakan salah satu tahap pemurnian
surfaktan APG yang dilakukan sebagai tahap akhir proses sintesis surfaktan APG.
Proses pemucatan bertujuan untuk membuat penampakan dan bau surfaktan APG
yang lebih baik. Proses pemicatan dilakukan dengan menambahkan larutan H2O2
ditambah air dan NaOH hingga diperoleh produk dengan pH 8-10. Proses
bleaching dilakukan pada suhu 80 – 90 º C selama 30 – 120 menit pada tekanan
normal (Hill et al,. 1996).
Menurit Schmidt (1993), proses pemucatan (bleaching) merupakan suatu
tahapan proses pemurnian surfaktan APG yang bertujuan untuk menghilangkan
zat – zzat yang tidak disukai dan menghilangkan bau. Dalam proses pemucatan
(bleaching) ini, produk surfaktan APG akan mengalami peningkatan / pencerahan
warna dan penstabilan waran alkil poliglikosida.
Proses pemucatan (bleaching) dapat dilakukan dengan adsorben, bahan
kimia, maupun dengan cara pemanasan. Pemucatan dapat juga dilakukan dengan
cara adsorbs dan chelasi. Adsorbs dilaukan dengan cara mencampur produk
dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah lempung (fuller earth), lempung
aktif (activated clay), dan arang aktif atau dapat juga mengguankan bahan kimia
lainnya, sedangkan chelasi adalah proses pengikatan ion dengan zat pengkelat
seperti asam sitrat dan EDTA (Kertaren, 1986).