Upload
andi-siti-hardiyanti
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 difterinih
1/16
Penyakit Difteri yang Menyerang Saluran Nafas Atas
I Gede Karyasa
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat 11470
Email i!ede"kar#asa$#a%oo.com
Pendahuluan
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya yang terutama menyerang
daerah saluran nafas atas pada manusia. Penularannya biasanya terjadi melalui percikan ludah
dari orang yang membawa kuman penyebab penyakit tersebut dan bisa juga ditularkan
melalui benda ataupun makanan yang telah terkontaminasi. Penyakit ini ditemukan diseluruh
dunia dan saat ini insiden penyakitnyapun menurun seiring penggunaan vaksin difteri.
Insiden difteri biasanya terjadi pada penduduk dikalangan miskin dan tingkat pendidikan
yang rendah. Kematian oleh karena difteripun terjadi akibat individu yang tidak mendapat
imunisasi.1,
!bstruksi saluran nafas atas karena difteri merupakan keadaan darurat karena dapat
menyebabkan kematian. "ejala seperti sesak nafas sampai retraksi pada otot pernafasan dapat
terjadi dan apabila tidak mendapat terapi yang adekuat pasien akan gelisah dan sianosis
karena hipoksia. Penyumbatan mekanik karena difteri laring #$ullneck% dan miokarditis
paling sering menyebabkan kematian.
Anamnesis adalah komunikasi ua arah yang dilakukan oleh dokter
dengan pasien atau dengan keluarga pasien untuk mengetahui keluhan
riwayat penyakit pasien sekarang, dahulu dan riwayat penyakit dalam
keluarganya sendiri. Hal ini penting untuk diketahui dalam penegakan
diagnosa penyakit pasien dan menentukan terapi yang terbaik serta
meramalkan prognosisnya. Hal-hal yang penting untuk ditanyakan :
1. Identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin alamat, suku
bangsa, status pernikahan, agama dan pekerjaan pasien.
1
8/18/2019 difterinih
2/16
2. Keluhan utama, yaitu keluhan yang menyebaban pasien datang
untuk berobat. !iwayat perjalanan penyakit, dengan menanyakan keluhan
pertama kali yang timbul sampai penderita datang berobat. Hal ini
perlu ditanyakan untuk mengetahui perjalanan penyait dari awal
sampai dengan ke dokter untuk menyingkirkan diagnosis banding
yang dipikirkan dari keluhan utama. "eberapa petunjuk anamnesis
yang mungkin dapat membantu diagnosis#. !iwayat kesehatan keluarga, disini akan ditanyakan apakah ada
anggota keluargayang menderita penyakit tertentu yang mungkin
bisa memberatkan sakit yang diderita oleh pasien.
Etiologi
Cornybacterium Dihteriae
Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan difteri.
$akteri ini dikenal juga sebagai basillus Klebs!"#ffler karena ditemukan pada 1&&' oleh
bakteriolog (erman, )dwin Klebs #1&*'+11% dan -riedrich /ffler #1&0+110%.
&. di'%t%eriae adalah makhluk anaerobik fakultatif dan "ram positif , ditandai dengan
tidak berkapsul, tidak berspora, tak bergerak, dan berbentuk batang 1 hingga & m dan lebar
2,* hingga 2,& m. Pada kultur, kelompok bakteri ini akan berhubungan satu sama lain.
$anyak strain &. di'%t%eriae yang memproduksi racun difteri, sebuah eksotoksin protein
dengan ciri khasnya memproduksi eksotoksin baik in vivo maupun in vitro, dengan berat
molekul 3 kilodalton yang tidak tahan panas maupun cahaya dan mempunyai fragmen..
Ketidakaktifan racun dengan serum antiracun merupakan dasar dalam vaksinasi anti difteri.
4idak semua strain berbahaya. Produksi racun akan terjadi bila bakteri dinfeksi oleh
sebuah bakteriofaga #bakteriofag yang mengandung toksigen%. 4oksin ini dapat diperlihatkan
dengan uji netralisasi toksin in vivo pada marmut, yaitu uji kematian atau dengan teknik
imunopresiptin agar atau disebut juga uji Elek yang merupakan suatu uji reaksi polimerase.1
4erdapat tiga subspesies yang dikenal yakni5 &. di'%t%eriae mitis, &. di'%t%eriae
intermedius, dan &. di'%t%eriae !ravis. Ketiganya berbeda pada kemampuan untuk mengolah
6at gi6i tertentu. 7emuanya dapat menjadi berbahaya yang menyebabkan difteri atau tidak
berbahaya sama sekali pada manusia.$akteri ini peka pada sebagian besar antibiotika,
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Bakterihttp://id.wikipedia.org/wiki/Difterihttp://id.wikipedia.org/wiki/Difterihttp://id.wikipedia.org/wiki/1884http://id.wikipedia.org/wiki/Jermanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Jermanhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Edwin_Klebs&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Friedrich_L%C3%B6ffler&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Anaerobikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Anaerobikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gram_positifhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Racun_difteri&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Racun_difteri&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Dalton_(satuan)http://id.wikipedia.org/wiki/Vaksinasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Vaksinasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Bakteriofagahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bakteriofagahttp://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Difterihttp://id.wikipedia.org/wiki/1884http://id.wikipedia.org/wiki/Jermanhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Edwin_Klebs&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Friedrich_L%C3%B6ffler&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Anaerobikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gram_positifhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Racun_difteri&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Dalton_(satuan)http://id.wikipedia.org/wiki/Vaksinasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Bakteriofagahttp://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bakteri
8/18/2019 difterinih
3/16
seperti penisilin, ampisilin, sefalosporin, kuinolon, kloramfenikol, tetrasiklin, sefuroksim dan
trimetrofim.1,,*
Eidemiologi
Di Indonesia, dari data lima rumah sakit di (akarta, $andung, 8akassar, 7emarang, dan
Palembang, Parwati 7.$asuki melaporkan angka yang berbeda. 7elama tahun 11+13, dari
'9* pasien difteria, terdapat '0: usia balita, 9: usia kurang dari 1 tahun, ': usia 0+
tahun, dan ': usia diatas 12 tahun. $erdasarkan suatu K$ difteria di kota 7emarang pada
tahun 22*, dilaporakan bahwa dari ** pasien sebanyak '3: berusia 10+'' tahun serta *2:
berusia 0+1' tahun.1 Khusus provinsi 7umatera 7elatan, selama tahun 22*+22 penemuan
kasus difteri cenderung terjadi penurunan, kasus terbanyak pada tahun 229 #1 kasus% dan
terendah pada tahun 22* # kasus%, meskipun demikian 7umatera 7elatan merupakan
provinsi terbesar kedua untuk kasus difteri pada tahun 22&.
Di Indonesia penyakit ini muncul kembali sejak tahun 221 di ;ianjur, 7emarang,
4asikmalaya, "arut, dan (awa 4imur dengan case fatality rate #;-
8/18/2019 difterinih
4/16
$ambar %o.1 &.diphteriae
'edia sistin agar darah akan menghambat pertumbuhan
organisme lain dan bila media direduksi oleh (ornyba(terium
di)teri maka akan terbentuk koloni abu-abu kehitaman.1
$ambar %o.2 "iakan &.*iphteriae
$aktor %isiko
Imunisasi
Pada bayi yang tidak mendapat imunisasi DP4 dan D4 secara lengkap akan sangat
berisiko terkena difteri. >aksin DP4 adalah vaksin * in 1 yang diberika n biasanya dalam
bentuk suntikan pada otot lengan ataupun paha. Imunisasi DP4 diberikan sebanyak * kali,
dimulai dari umur bulan , * bulan dan ' bulan. 7elang waktu tidak lebih dari ' minggu.
#
8/18/2019 difterinih
5/16
Kemudian dilakukan imunisasi ulang 1 tahun setelah DP4 III dan pada usia ra sekolah 0+3
tahun.*,'
(ika anak mengalami raksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka dibrikan D4. DP4
memberi perlindungan selama 12 tahun, maka dari itu perlu diberikan booster pada usia1'+13
tahun.
"ambar ?o.* ;ara Pemeberian >aksin
Kualitas &aksin 'ang tidak (agus
=rtinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurang menjaga coldcain secara
sempurna sehingga mempengaruhi kualitas vaksin.
$aktor lingkungan tidak sehat
ingkungan dengan sanitasi yang rendah dapat menunjang terjadinya penyakit difteri.
)ingkat Pengetahuan Ibu %endah
Dimana peranan seorang ibu sangat penting untuk mengetahui perkembangan sang
anak dan bahkan kebutuhan sang anak akan imunisasi. Pengetahuan ibu utuk mengenali
secara dini akan timbulnya penyakitpun menjadi sangat penting.
Akses Pelayanan Kesehatan
Kurangnya akses pelayanan kesehatan dapat dilihat dari cakupan imunisasi di tiap
daerah.
+
8/18/2019 difterinih
6/16
Patogenesis
7umber penularan penyakit difteri adalah manusia, baik sebagai penderita ataupun
carrier. ;ara penularan melalui kontak denga penderita lain pada masa inkubasi dan kontak
dengan carrier melalui pernafasan atau dropet infection secara langsung maupun dari benda
atau makanan yang terkontaminasi.
;orynebacterium Difteri adalah organisme yang minimal melakukan invasif, secara
umum jarang memasuki aliran darah tetapi berkembang lokal pada membran mukosa atau
pada jaringan rusak dan menghasilkan eksotoksin paten yang menyebar ke seluruh tubuh
melalui aliran darah dan sistim limfatik. )fek toksin pada jaringan tubuh ialah hambatan
pembentukan protein dalam sel.
Pembentukan protein dalam sel dimulai dari penggabungan asam amino yang terikat
transfer
8/18/2019 difterinih
7/16
"ambar ?o. ' ;ara Penularan Difteri
7ecara garis besar Patogenisitas ;orynebacterium difteri mncakup dua fenomena,
yaitu 5
1. Invasi dari jaringan lokal tenggorokan, kemudian terjadi kolonisasi dan proliferasi
bakteri.
. 4oksin difteri menyebabkan kematian sel dan jaringan eukaryotik karena terjadi
hambatan sintesa protein dalam sel yang merupakan efek toksik pada jaringan
tubuh.
Penyakit ini dibagi menjai tiga derajat berdasarkan berat ataupun ringanna penyakit.
1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala
hanya nyeri menelan.
. Infeksi sedang bila pseudmembran telah menyerang sampai faring dan menimbulkan
bengkak pada laring.
*. Infeksi berat bila terjadi obstuksi nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi
seperti miokarditis, neuritis dan nefritis.
Manifestasi Klinis
7angat bergantung pada berbagai faktor dan bervariasi. 7ebagai faktor primer adalah
imunitas pasien terhadap toksin difteri, virulensi serta kemampuan kuman membentuk toksin
dan lokasi penyakit secara anatomis. -aktor lain termasuk umur, penyakit sisitemik penyerta
dan penyakit nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Difteri bisa memberikan gejala demam
8/18/2019 difterinih
8/16
namun jarang melebihi *&, derajat celcius, malaise, kongesti vaskular sampai pembentukan
pseudomembran.,*
Klasifikasi Difteri
Difteri *idung
=walnya menyerupai common cold, dengan gejala pilek ringan dan pengeluaran sekret.
Pengeluaran sekret tersebut bisa terjadi hanya pada satu lubang hidung maupun keduanya,
bisa menjadi mukopurulen dan dijumpai eksoriasi pada lubang hidung luar dan bibir bagian
atas sehingga terlihat seperti impetigo. Pada pemeriksaan rinoskopi dijumpai membran putih
pada septum nasi. 7ekret hidung kadang mengaburkan membran tersebut.
"ambar ?o.0 Difteri Aidung
=bsorbsi toksin pada hidung sangat lambat sehingga membutuhkan waktu lama untuk
menegakkan diagnosis. Pada penderita yang tidak diobati pengeluaran sekret akan
berlangsung cukup lama bisa sampai hitungan minggu dan ini merupakan sumber penularan.
Infeksi dapat diatasi dengan pemberian antibiotik.1,
Difteri )onsil $aring
Pada saat akut akan memberikan gambaran berupa nyeri tenggorokan, demam *&,0
derajat celcius, nadi cepat, tampak lemah, nafas berbau, anoreksia dan malaise. Dalam 1+
hari timbul membran berwarna putih kelabu menutup tonsil, dinding faring, meluas ke uvula
dan palatum molle atau ke laring dan trakea.
8/18/2019 difterinih
9/16
"ambar ?o.3 Infeksi -aring
Bsaha melepas membran tersebut akan mengakibatkan pendarahan, limfadenitis
servikalis dan submandibular bila terjadi bersamaan dengan udem pada jaringan lunak leher
akan mengakibatkan timbulnya Bullneck. Pada kasus berat akan terjadi kegagalan pernafasan
atau sirkulasi. 7elain itu penyakit ini dapat menyebabkan lisis palatum molle yang disertai
kesukaran menelan dan regurgitasi. $erat ringannya penyakit ini sangat tergantung pada
derajat penetrasi toksin dan luas membran yang terkena.1,,*
"ambar ?o.9 $ullneck
/
8/18/2019 difterinih
10/16
Difteri "aring
$iasanya merupakan perluasan difteri faring, jarang sekali dijumpai berdiri sendiri.
"ejalanya sukar dibedakan dengan tridor progresif dan batuk kering. $ila terjadi pelepasan
membran yang menutupi jalan nafas akan menyebabkan kematian mendadak. Pada kasus
berat dapat meluas ke percabangan trakeobronkial. Difteri jenis ini merupakan kasus paling
berat karena mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.1,'
Diagnosis Difteri
Diagnosis disini menjadi sangat penting karena keterlambatan pemberian antitoksin
sangat mempengaruhi prognosis pada penderita. Diagnosis harus sesegera mungkin
ditegakkan dari gejala klinis sambil menunggu hasil tes dari mikrobiologi. =danya membran
pada bagian tenggorokan sebenarnya tidak terlalu spesifik bagi difteri, karena beberapa
penyakit lain juga dapat menimbulkan membran pada tenggorokan. ?amun membran yan
timbul pada difteri berbeda dengan membran penyakit lain, yaitu pada difteri berwarna lebih
gelap dan disertai lebih banyak fibrin yang melekat pada mukosa dibawahnya dan apabila
diangkat akan menimbulkan perdarahan.
Bntuk pemeriksaan bakteriologis dapat dilakukan dengan pengambilan preparat
langsung dari membran dan bahan dibawah membran. Dapat dilakukan kultur dengan
medium oeffler, tellurite dan media agar darah. Pada difteri yang lebih berat pemeriksaan
);" atau electrocardio!ram dapat digunakan untuk mengetahui apakah sudah terjadi
miokarditis atau belum.
Pada test 7chick #imunitas% tes ini berguna untuk menentukan kerentanan penderita,
diagnosis serta penatalaksanaan pada difisiensi kekebalan. Bji ini dilakukan dengan cara
menyuntikan toksin difteri dosis kecil secara intradermal. Bji ini dianggap positif apabila
didapatkan adanya reaksi inflamasi pada tempat injeksi yang terjadi dalam '+*3 jam. Aal
ini menandakan tidak ada kekebalan, demikian sebaliknya. CA! menyatakan pemeriksaan
ini sudah jarang dilakukan karena adanya kesulitan dalam teknik injeksi intradermal dan
adanya rasa ketidaknyamanan bila hasilnya positif.
10
8/18/2019 difterinih
11/16
"ambar ?o. & Bji 7hick
Bntuk pembiakan yang akurat dilakuan dengan cara -lourescent antibody techniue.
Diagnosis pasti dengan isolasi ;orynebacterium Difteri pada media oeffler dan dilanjutkan
dengan tes toksinogenitas secara in+vivo dan in+vitro dengan tes )lek.3
Abses Peritonsiler
=bses peritonsiler dapat terjadi pada umur 12+32 tahun, namun paling sering terjadi
pada umur 2+'2 tahun. Pada anak+anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun
sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada
anak+anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki+laki dan perempuan. $ukti
menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral
untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses
peritonsiler. Di =merika insiden tersebut kadang+kadang berkisar *2 kasus per 122.222 orang
per tahun, dipertimbangkan hampir '0.222 kasus setiap tahun'.
=bses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai
akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana yang terlibat. "ejala dan tanda
klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan. =bses peritonsiler #Euinsy% merupakan salah
satu dari =bses leher dalam dimana selain itu abses leher dalam dapat juga abses retrofaring,
abses parafaring, abses submanidibula dan angina ludovici #udwig =ngina% *.
=bses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada bagian
kepala dan leher. "abungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di daerah peritonsilar. 4empat
yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah adalah didaerah pillar tonsil anteroposterior,
fossa piriform inferior, dan palatum superior '.
=bses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran organisme bakteri penginfeksi
tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar faring menyebabkan
pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus kapsul tonsil tetapi tetap dalam batasotot konstriktor faring. =bses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau
11
8/18/2019 difterinih
12/16
infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Ceber di kutub atas tonsil. $iasanya kuman
penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. $iasanya unilateral dan lebih sering
pada anak+anak yang lebih tua dan dewasa muda.
=bses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang
bersifat anaerob. !rganisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler
adalah (tre'tococcus '#o!enes#"roup = $eta+hemolitik streptoccus%, (ta'%#lococcus aureus,
dan )aemo'%ilus in*luen+ae. 7edangkan organisme anaerob yang berperan
adalah Fuso,acterium. -revotella -or'%#romonas Fuso,acteriumdan -e'tostre'tococcus
s''. Bntuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara
organisme aerobik dan anaerobik 3.
Abses %etrofaring
=bses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah
retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam #deep neck
infection %. Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi
di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe
retrofaring. !leh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur ' F 0 tahun, maka sebagian
besar abses retrofaring terjadi pada anak+anak dan relatif jarang pada orang dewasa. =bses
pada ruang ini merupakan kegawatdaruratan yang mengancam kehidupan dengan segera,
baik dalam hal menyumbat saluran napas maupun komplikasi bahaya lainnya.
=khir F akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai. Aal ini disebabkan
penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafas atas. Pemeriksaan
mikrobiologi berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman sangat membantu dalam
pemilihan antibiotik yang tepat. Calaupun demikian, angka mortalitas dari komplikasi yang
timbul akibat abses retrofaring masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang
cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Penatalaksanaan abses retrofaring dilakukan secara
medikamentosa dan operatif . Insisi abses retrofaring dapat dilakukan secara intra oral atau
pendekatan eksternal bergantung dari luasnya abses. Pada umumnya abses retrofaring
mempunyai prognosis yang baik apabila didiagnosis secara dini dan dengan penanganan yang
tepat sehingga komplikasi tidak terjadi.
12
8/18/2019 difterinih
13/16
Komlikasi
Dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membran, jumlah toksin, waktu antara
timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin.
1.Komplikasi sekunder biasanya terjadi oleh kuman streptokokus da stafilokokus yang
ikut menginvasi dan memperberat gejal difteri.
.Infeksi lokal obstruksi jalan nafas akibat membran ataupun udem jalan nafas.
*.Infeksi sistemik efek eksotoksin.
Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung yang dapat berlanjut menjadi
gagal jantung. Kerusakan sistem saraf berupa kelumpuhan yang menyebabkan gerakan
tak terkoordinasi bahkan bisa berakibat kelumpuhan total. Dan dapat menimbulkan
kematian mendadak oleh karena obstruksi jalan nafas.
Prognosis
Prognosis penyakit difteri dipengaruhi beberapa hal.
1.Bsia
8akin rendah usia penderita prognosis akan semakin buruk. Kematian sering
ditemukan pada anak yang berusia kurang dari ' tahun dan terjadi akibat sumbatan
oleh membran difteri
. Caktu pemberian antitoksin, semakin cepat antitoksin itu diberikan maka prognosis
akan semakin baik, tentunya hal ini juga dipengaruhi penegakan diagnosis oleh
dokter.
*.4ipe klinis Difteri
8ortalitas tertinggi terdapat pada difteri aring+faring, ?asofaring dan faring.
'.Keadaan umum penderita, penderita dengan gi6i dan status imunisasi yang baik
tentunya akan memberi prognosis yang lebih baik pula.
Difteri yang disebabkan oleh strain gravis biasanya memberikan prognosis buruk.
7emakin luas daerah yang diliputi membran difteri maka semakin berat pula penyakit yang
diderita. Difteri laring lebih mudh menimbulkan efek fatal pada bayi atau pada penderita
tanpa pemantauan yang ketat. 4erjadinya megakariositik atau miokarditis yang disertai
kelainan atrioventikuler menggambarkan prognosis yang jauh lebih buruk.1,3
Pengobatan dan Penatalasanaan
4ujuannya adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya. 8encegah dan
mengusahakan agar tidak ada faktor penyulit penyakit, mengeliminasai ;orynebacter difteri
untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta yang dapat mempersulit
penyembuhan penyakit.
1
8/18/2019 difterinih
14/16
Pengobatan +mum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif dua
kali berturut+turut. Pada umunya pasien tetap diisolasi +* minggu #tirah baring% serta
diberikan cairan dan nutrisi lain secara adekuat, makan lunak dan mudah dicerna. Penderita
diawasi ketat selama isolasi.
Pengobatan Khusus
ADS ,Anti Difteri Serum-
=ntitoksin harus segera diberikan apabila telah terdiagnosis Difteri. Dengan pemberian
antitoksin pada hari pertama diharapkan kemungkinan kematian pada penderita menurun.
"ambar ?o. 4abel Dosis =D7
7ebelum dilakukan pemberian =D7 harus diuji kulit atau mata terlebih dahulu karena
pada pemberian =D7 dapat terjadi reakasi anafilaktik sehingga harus disediakan 151222
larutan adrenalin dalam spuit. Bji kulit dilakukan dengan penyuntikan 2,1ml =D7 dalam
larutan garam fisiologis secara intrakutan. Aasil positif bila dalam 2 menit tarjadi indurasi
G12mm. 7edangkan untuk uji mata dilakukan dengan meneteskan larutan serum 1512 dalam
garam fisiologis. Aasil positif bila dalam 2 menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva.
$ila uji mata atau kulit positif, maka =D7 diberikan secara desentasi apabila negatif =D7
diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ditentukan oleh lama dan beratnya penyakit, tidak
bergantung pada berat badan pasien yang berkisar 2.222+12.222.
Antibiotik
Diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk membunuh bakteri,
menghentikan produksi toksin dan mencegah penularan organisme pada kontak.
;orynebacterium Diphteriae biasanya rentan terhadap penisilin, eritromisin, klindamisin,
rifampisin dan tetrasiklin. Penisilin dapat diberikan dengan dosis 0222+02222 B@kg$$@hari
i.m tiap jam selama 1' hari atau bila hasil biakan pada * hari berturut+turut negatif. Bntuk
)ritromisin diberikan '2+02 mg@kg$$@hari dengan dosis maksimal gram@hari tiap 3 jamselama 1' hari.
1#
8/18/2019 difterinih
15/16
Pencegahan
Pencegahan penyakit Difteri terutama pada anak dapat dilakukan dengan memberikan
imunisasi DP4 #Diphteria, Pertusis, 4etanus%. 8enurut rekomendasi Ikatan Dokter =nak
Indonesia #ID=I% vaksin DP4 diberikan pada anak usia , ' dan 3 bulan kemudian
dilanjutkan kembali saat anak berusia 1& dan ' bulan. Dan diulang saat usia pra+sekolah.
Imunisasi DP4 merupakan vaksin mati untuk memertahankan kadar antibodi menetap tinggi
di atas ambang pencegahan. Pada anak dibawah usia 1 tahun vaksin DP4 mengakibatkan
panas sedang. Panas menandakan bahwa tubuh sedang bekerja terhadap vaksin tersebut.1,'
Panas dapat turun jika anak diberkan parasetamol atau =7I.
Kesimulan
;orynebacterium diphteriae adalah kuman batang Hgada gram positif , dapat
menimblkan infeksi pada faring, laring dan hidung. Infeksi ini menyebabkan gejala+gejala
lokal maupun sistemik yang terutama disebabkan oleh ekstoksin yang dikeluarkan pada
tempat infeksi. Infeksi dapat terjadi melalui drplet maupun benda dan makanan yang telah
terkontaminasi oleh carrier maupun oleh orang yang sedang menderita. Pengobatan yang
efektif untuk penyakit ini didapat dengan cara teknik pemberian =D7.
Daftar Pustaka
1. "uilfole P". -uture prospects of diphteria. Deadly disease and epidemics diphteria.
B7= 5 22.p.9+120.
. Deterding
8/18/2019 difterinih
16/16
'. 4hompson D. Pharyngitis. Aeads and neck surgery. Philadelphia 5 ippincot
company. 211.p0'*+3.
0. $anvoet6 (D. "angguan laring dalam. $uku ajar penyakit 4A4. )disi 3. (akarta 5
)";. 1'.p*9&+&0.
. Koufman (=, $elafsky P;. Infectius and inflamatory disease of the larynL.
!torhynolaryngology head and neck surgery. $; decker inc 5 22.p11&0+3.
1