Upload
leque
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
PADA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN
MELALUI MEDIA ANIMASI KANTONG HITUNG
SISWA KELAS 1 SEMESTER II
SLB-B YRTRW SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2010/ 2011
SKRIPSI
Oleh:
MA’RUFI MUSTIKASARI
K5107023
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
PADA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN
MELALUI MEDIA ANIMASI KANTONG HITUNG
SISWA KELAS 1 SEMESTER II
SLB-B YRTRW SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2010/ 2011
Oleh:
MA’RUFI MUSTIKASARI
K5107023
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Oktober 2011
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. A. Salim Choiri, M. Kes Drs. Subagya, M. Si
NIP. 19570901 198203 1 002 NIP. 19601001 1983031 1 012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang tanda tangan
Ketua : Drs. Gunarhadi, MA 1. __________
Sekretaris : Priyono, S.Pd, M. Si 2. __________
Anggota : Drs. A. Salim Choiri, M. Kes 3. __________
Anggota : Drs. Subagya, M.Si 4. __________
Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Dekan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.
NIP 1960 07 27 1987 02 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Ma’rufi Mustikasari. UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA PADA MATERI PENJUMLAHAN DAN
PENGURANGAN MELALUI MEDIA ANIMASI KANTONG HITUNG
SISWA KELAS I SEMESTER II SLB-B YRTRW SURAKARTA TAHUN
AJARAN 2010/ 2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar
matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan melalui media animasi
kantong hitung pada siswa kelas 1 Semester II SLB-B YRTRW Surakarta.
Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas merupakan
pencermatan terhadap kegiatan belajar yang berupa sebuah tindakan yang sengaja
dimunculkan yang terjadi dalam sebuah kelas bersama. Penelitian ini berupa
kolaborasi atau kerjasama antar peneliti, guru dan peserta didik. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, test, dan
dokumentasi. Untuk menguji validitas data, penulis menggunakan validitas isi
atau content validity. Penulis menyesuaikan item-item dalam instrumen dengan
kebutuhan penelitian dan keadaan sekolah yang diteliti. Item tersebut disesuaikan
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar pada sekolah tersebut. Teknik
analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif dan analisis kritis.
Data kuantitatif berupa hasil test dianalisis dengan menggunakan deskriptif
komparatif yaitu dengan mencari nilai rerata dan presentase ketuntasan belajar.
Kemudian membandingkan nilai test antara siklus dengan indikator ketercapaian.
Sedangkan data kualitatif yang berasal dari hasil obervasi, wawancara dan
dokumen dianalisis dengan menggunakan analisis kritis.
Peningkatan prestasi dan keaktifan peserta didik dalam penelitian ini dapat
dilihat dari hasil pretest, test siklus I, dan test siklus II serta pengamatan keaktifan
peserta didik dalam pembelajaran matematika yang dilakukan oleh peneliti yang
dapat digambarkan bahwa prosentasi keberhasilan adalah 9/9 X 100% = 100%.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa Penerapan Media Animasi Kantong Hitung dapat
Meningkatkan Pretasi Belajar Matematika pada Materi Pejumlahan dan
Pengurangan Siswa Kelas 1 Semester II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran
2010/ 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Ma’rufi Mustikasari. THE ATTEMPT OF IMPROVING THE
MATHEMATICS LEARNING ACHIEVEMENT IN SUMMING AND
SUBTRACTING MATERIAL USING COUNTING SACK ANIMATION
MEDIA IN THE I GRADERS OF SEMESTER II OF SLB-B YRTRW
SURAKARTA IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/ 2011. Thesis, Surakarta:
Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University,
October 2011.
The objective of research is to improve the mathematics learning
achievement in summing and subtracting material using counting sack animation
media in the I Graders of Semester II of SLB-B YRTRW Surakarta.
This study belonged to a Classroom Action Research, the one observing
the learning teaching in the form of action generated deliberately occurring in a
collective class. This study was collaboration of authors, teachers, and students.
Techniques of collecting data used were interview, observation, test, and
documentation. In order to validate the data, the writer used content validity. The
writer adjusted the items of instrument with the research’s demand and the
condition of school studied. Those items were adjusted with the standard
competency and basic competency of the school. Techniques of analyzing data
used were descriptive normative and critical analyses. The quantitative data
included the result of test analyzed using descriptive comparative technique, by
finding the mean and percentage value of learning passing, then comparing the
tests value between cycles using achievement indicator. Meanwhile, the
qualitative data derived from the result of observation, interview and document
that were than analyzed using critical analysis.
The improvement of student’s achievement and activeness can be seen
from the implementation of pretest, cycle I test, and cycle II test as well as the
observation on students’ activeness in mathematics learning by the author that can
be represented in the percentage successfulness of 9/9 x 100% = 100%.
Based on the result of research, it can be concluded that The Application
of Counting Sack Animation Media can Improve The Mathematics Learning
Achievement in Summing and Subtracting Material in the I Graders of Semester
II of SLB-B YRTRW Surakarta in The School Year of 2010/ 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
(QS. Al Insyirah: 7)
Pelajarilah ilmu dan mengajarlah kamu, rendahkanlah dirimu terhadap
guru-gurumu dan berlakulah lemah lembut terhadap murid-muridmu.
(HR. Tabrani)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kusuntingkan skripsi ini untuk:
Bapak Ibu tercinta dan Kakak-kakakku yang menjadi semangat dalam
menopang langkahku dengan kasih sayang, doa, dan pengorbanan yang tak
pernah bertepi
Sahabat-sahabat terbaikku, Atik, Amin, Ayub, Arfira, Haris, Deni, Nurul,
Puji, Triana, Dwi, Pramitha, Umi, Pita, semoga persahabatan ini tak kan
lekang oleh waktu
Teman-teman seperjuangan PLB 2007, yang memberikan motivasi dan
bantuan
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA PADA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN
MELALUI MEDIA ANIMASI KANTONG HITUNG SISWA KELAS I
SEMESTER II SLB-B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/ 2011.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Peneliti menerima banyak bantuan dalam penyusunan skripsi ini dari
berbagai pihak. Untuk itu peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada
yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan UNS yang telah memberikan ijin menyusun skripsi
ini.
2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNS
Surakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Gunarhadi, MA, Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP
UNS yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.
4. Priyono, S. Pd, M. Si, Sekertaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa
FKIP UNS yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.
5. Drs. A. Salim Choiri, M.Kes; Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Drs. Subagya, M. Si; Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Semua dosen Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP UNS atas ilmu
yang telah diberikan selama ini.
8. Bapak Misdi, S. Pd, Kepala Sekolah SLB-B YRTRW Surakarta yang telah
memberikan ijin penelitian di SLB-B YRTRW Surakarta.
9. Ibu Umi Sihmi, S. Pd, Guru kelas I SLB-B YRTRW Surakarta yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
10. Bapak Ibu dan Kakak-kakak tercinta yang telah memotivasi dan
mendoakan setiap saat.
11. Sahabat-sahabatku Atik, Amin, Ayub, Arfira, Haris, Deni, Nurul, Puji,
Triana, Dwi, Pramitha, Umi, Pita.
12. Teman-teman PLB 2007 yang selalu memberi motivasi dan dukungan
13. Berbagai pihak yang telah membantu penulis, yang tidak mungkin penulis
sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca.
Surakarta, Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................................... i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
PENGAJUAN SKRIPSI ....................................................................................... ii
PERSETUJUAN ................................................................................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
MOTTO .............................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN .............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 9
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................... 10
A. Tinjauan Pustaka .................................................................... 10
1. Hakekat Anak Tunarungu ................................................. 10
a. Pengertian Anak Tunarungu ....................................... 12
b. Faktor Penyebab Ketunarunguan ................................ 13
c. Klasifikasi Anak Tunarungu ....................................... 19
d. Karakteristik Anak Tunarungu ................................... 28
2. Hakekat Prestasi Belajar ................................................... 32
a. Pengertian Belajar ....................................................... 32
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ...... 33
c. Pengertian Prestasi Belajar. ....................................... 36
3. Hakekat Mata Pelajaran Matematika untuk Anak
Tunarungu ......................................................................... 37
a. Hakekat Mata Pelajaran Matematika ......................... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
b. Hakekat Mata Pelajaran Matematika untuk Anak
Tunarungu ................................................................... 43
4. Hakekat Media Animasi Kantong Hitung ......................... 46
a. Pengertian Media ........................................................ 46
b. Jenis-jenis Media Pembelajaran ................................. 48
c. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran ..................... 49
d. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran .................. 51
e. Pengertian Media Animasi Kantong Hitung .............. 53
5. Penggunaan Media Animasi Kantong Hitung pada
Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan
Pengurangan untuk Anak Tunarungu ............................... 54
B. Kerangka Berpikir .................................................................. 56
C. HipotesisTindakan .................................................................. 58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 59
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 59
1. Tempat Penelitian .............................................................. 59
2. Waktu penelitian ................................................................ 59
B. Pendekatan Penelitian ............................................................. 60
C. Subjek Penelitian .................................................................... 62
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 63
1. Observasi ...................................................................... 63
2. Wawancara ...................................................................... 66
3. Teknik Analisis Dokumen ................................................. 68
4. Teknik Test ...................................................................... 69
E. Sumber Data ........................................................................... 71
F. Uji Validitas Data .................................................................... 71
G. Teknik Analisis Data ............................................................... 73
H. Indikator ............................................................................... 74
I. Prosedur Penelitian.................................................................. 75
1. Prasiklus ........................................................................... 75
2. Survei ........................................................................... 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
3. Pelaksanaan Siklus ........................................................... 76
a. Perencanaan ............................................................... 76
b. Tindakan .................................................................... 79
c. Observasi ................................................................... 79
d. Analisis Refleksi ........................................................ 80
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 81
A. Deskripsi Awal ...................................................................... 81
B. Deskripsi Hasil Penelitian ...................................................... 82
1. Prasiklus ...................................................................... 82
a. Hasil Test Kemampuan Awal ..................................... 82
b. Hasil Observasi Keaktifan Peserta Didik .................... 84
2. Pelaksanaan Siklus I .......................................................... 87
a. Perencanaan ................................................................ 87
b. Tindakan ..................................................................... 91
c. Pengamatan ................................................................. 92
d. Analisis Refleksi ....................................................... 98
3. Pelaksanan Siklus II ......................................................... 99
a. Perencanaan .............................................................. 99
b. Tindakan ................................................................... 104
c. Pengamatan ............................................................... 106
d. Analisis Refleksi ....................................................... 113
C. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................ 113
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN................................ 118
A. Simpulan ............................................................................... 118
B. Saran ..................................................................................... 118
C. Implikasi ............................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 120
LAMPIRAN ..................................................................................................... 123
DAFTAR TABEL
Tabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
1. Klasifikasi Anak Tunarungu Dikaitkan dengan Penyebab Derajat
Ketulian, Nilai Prognostik, dan Validitas Gangguan Pendengaran ................ 21
2. Rincian Jadwal Waktu dan Jenis Penelitian ................................................... 59
3. Daftar Nama Peserta Didik Kelas I SLB-B YRTRW Surakarta ..................... 62
4. Instrumen Pedoman Observasi Terhadap Kemampuan Guru
Mengelola Kelas.............................................................................................. 64
5. Instrumen Pedoman Observasi Terhadap Kemampuan
Guru Menjelaskan ........................................................................................... 65
6. Instrumen Pedoman Observasi Terhadap Kemampuan Guru Melakukan
Tindakan dalam Pembelajaran Matematika dengan Media Animasi
Kantong Hitung ............................................................................................... 65
7. Instrumen Kriteria Keberhasilan Guru Melakukan Tindakan dalam
Pembelajaran Matematika dengan Media Animasi Kantong Hitung ............. 66
8. Instrumen Keaktifan Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika
dengan Media Animasi Kantong Hitung ........................................................ 68
9. Kisi-Kisi Soal ................................................................................................. 70
10. Deskripsi Indikator Ketercapaian ................................................................... 75
11. Daftar Nilai Hasil Pretest Mata Pelajaran Matematika ................................. 82
12. Tabulasi Keaktifan Awal Peserta Didik Kelas I SLB-B YRTRW
Surakarta ........................................................................................................ 85
13. Hasil Observasi Keaktifan Awal Peserta Didik Kelas I SLB-B
YRTRW Surakarta .......................................................................................... 86
14. Daftar Nilai Hasil Test Siklus I Mata Pelajaran Matematika ........................ 94
15. Tabulasi Keaktifan Peserta Didik Kelas I SLB-B YRTRW Surakarta
Siklus I .......................................................................................................... 96
16. Hasil Observasi Keaktifan Peserta Didik Kelas D IC SLB-B YRTRW
Surakarta Siklus I ............................................................................................ 97
17. Daftar Nilai Hasil Test Siklus II Mata Pelajaran Matematika ..................... 108
18. Tabulasi Keaktifan Peserta Didik Kelas I SLB-B YRTRW Surakarta
Siklus II ....................................................................................................... 109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
19. Hasil Observasi Keaktifan Peserta Didik Kelas I SLB-B YRTRW Surakarta
Siklus II ......................................................................................................... 110
20. Peningkatan Nilai Test Tiap siklus .............................................................. 111
DAFTAR GAMBAR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Gambar
1. Penggaris ..................................................................................................... 40
2. Bola ..................................................................................................... 40
3. Meja ..................................................................................................... 40
4. Penggaris .................................................................................................... 41
5. Bola ..................................................................................................... 41
6. Meja ..................................................................................................... 41
7. Animasi Kantong Hitung 8 ......................................................................... 54
8. Animasi Kantong Hitung 9 ......................................................................... 55
9. Animasi Kantong Hitung 10 ....................................................................... 56
10. Alur Kerangka Berpikir .............................................................................. 57
11. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ........................................................... 61
12. Animasi Kantong Hitung 13 ........................................................................ 77
13. Animasi Kantong Hitung 14 ........................................................................ 78
14. Animasi Kantong Hitung 15 ........................................................................ 78
15. Animasi Kantong Hitung 16 ........................................................................ 89
16. Animasi Kantong Hitung 17 ........................................................................ 89
17. Animasi Kantong Hitung 18 ........................................................................ 89
18. Animasi Kantong Hitung 19 ........................................................................ 102
19. Animasi Kantong Hitung 20 ........................................................................ 103
20. Animasi Kantong Hitung 21 ........................................................................ 103
DAFTAR GRAFIK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
1. Perbandingan Hasil Pretest dengan KKM .................................................... 83
2. Perbandingan Hasil Test Siklus I dengan Hasil Pretest ................................ 94
3. Perbandingan Hasil Pretest, Hasil Test Siklus I dan Hasil Test II ............. 112
DAFTAR LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Lampiran
1. Silabus SDLB ......................................................................................... 123
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ............................................ 124
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ........................................... 130
4. Kisi-Kisi Soal ......................................................................................... 136
5. Soal Evaluasi ......................................................................................... 137
6. Kunci Jawaban ......................................................................................... 138
7. Daftar Nama Peserta Didik ...................................................................... 139
8. Instrumen Keaktifan Peserta Didik Siklus I ............................................. 140
9. Instrumen Pedoman Observasi Terhadap Kemampuan Guru Mengelola
Kelas Siklus I ........................................................................................... 142
10. Instrumen Pedoman Observasi Terhadap Kemampuan Guru Menjelaskan
Siklus I ..................................................................................................... 144
11. Instrumen Pedoman Observasi Terhadap Kemampuan Guru Melakukan
Tindakan dengan Menggunakan Media Animasi Kantong Hitung
Siklus I ..................................................................................................... 146
12. Instrumen Pedoman Observasi Kriteria Keberhasilan Guru dalam
Melakukan Tindakan dengan Menggunakan Media Animasi Kantong
Hitung Siklus I ......................................................................................... 147
13. Instrumen Keaktifan Peserta Didik Siklus II ........................................... 149
14. Instrumen Pedoman Observasi Terhadap Kemampuan Guru Mengelola
Kelas Siklus II .......................................................................................... 151
15. Instrumen Pedoman Observasi Terhadap Kemampuan Guru Menjelaskan
Siklus II .................................................................................................... 153
16. Instrumen Pedoman Observasi Terhadap Kemampuan Guru Melakukan
Tindakan dengan Menggunakan Media Animasi Kantong Hitung
Siklus II ..................................................................................................... 156
17. Instrumen Pedoman Observasi Kriteria Keberhasilan Guru dalam
Melakukan Tindakan dengan Menggunakan Media Animasi Kantong
Hitung Siklus II ........................................................................................ 157
18. Tabulasi Test Kemampuan Awal .............................................................. 158
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
19. Tabulasi Test Siklus I ................................................................................ 159
20. Tabulasi Test Siklus II .............................................................................. 160
21. Surat Perijinan Penelitian .......................................................................... 161
22. Foto-Foto Penelitian ................................................................................. 166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Telinga sebagai indera pendengaran manusia merupakan organ untuk
melengkapi informasi yang diperoleh melalui penglihatan. Berdasar hal tersebut,
kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan pendengaran berarti
kehilangan kemampuan menyimak secara utuh peristiwa di sekitarnya, sehingga
semua peristiwa yang terekam oleh penglihatan anak tunarungu tampak seperti
terjadi secara tiba-tiba tanpa dapat memahami gejala awalnya.
Tunarungu merupakan suatu keadaaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama
melalui indera pendengaran. Akibat dari hal tersebut, anak tunarungu mengalami
kesulitan untuk memperoleh dan mengolah informasi yang bersifat auditif,
sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam melakukan aktifitas berbahasa dan
komunikasi secara verbal.
Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami gangguan
pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar. Orang yang tuli
adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran (lebih dari 70 dB)
yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi bahasa
melalui pendengarannya sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan
orang lain baik dengan memakai maupun tidak memakai alat bantu
dengar. Orang yang kurang dengar adalah orang yang mengalami
kehilangan pendengaran (sekitar 27 sampai 69 dB) yang biasanya dengan
menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya masih
memungkinkan untuk memproses informasi bahasa sehingga dapat
memahami pembicaraan orang lain di sekitarnya. Ocha, 2010 (dalam,
http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-
pendidikan-anak-tuna-rungu/).
Menurut Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 13) “anak
tunarungu mempunyai daya abstraksi yang kurang dibandingkan anak
mendengar”. Daya abstraksi yang kurang pada beberapa tugas hanya akibat dari
kemampuan berbahasa anak, bukan merupakan suatu keterbelakangan mental.
Kemampuan mengabstraksi juga bertambah, jika kemampuan berbahasanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
ditingkatkan. Anak tunarungu yang tidak mempunyai kelainan lain, potensi
kecerdasannya normal bahkan mungkin supernormal, namun karena daya ingat
anak tunarungu ini kurang terhadap hal-hal yang diverbalisasikan, ditambah
dengan kemampuan yang kurang dalam kemampuan daya abstraksinya, anak
tunarungu pada umumnya menunjukkan prestasi yang lebih rendah dibanding
anak mendengar.
Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu
mengalami masalah dalam hal pendengaran yang mengakibatkan kesulitan dalam
memperoleh dan mengolah informasi yang bersifat auditif, sehingga dapat
menimbulkan hambatan dalam melakukan aktivitas berbahasa dan komunikasi
secara verbal. Hal tersebut berpengaruh terhadap penerimaan dan pengolahan
informasi dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga mengakibatkan prestasi
akademik mereka rendah. Prestasi akademik yang rendah pada anak tunarungu
mengakibatkan pendidikan anak tunarungu menjadi lebih lambat dibanding anak
mendengar.
Anak yang mengalami kelainan pendengaran akan menanggung
konsekuensi sangat kompleks, tidak terkecuali dalam pendidikannya. Berdasar hal
tersebut, maka untuk mengembangkan potensi anak tunarungu secara optimal
praktis memerlukan layanan atau kebutuhan pendidikan secara khusus. Kebutuhan
pelayanan pendidikan khusus ini, tidak lepas dari penggunaan indera Anak
tunarungu dalam masalah transfer of knowledge yang hanya terbatas pada indera
visual atau penglihatan saja. Permasalahan anak tunarungu dalam transfer of
knowledge ini berlaku bagi seluruh mata pelajaran, tidak terkecuali mata pelajaran
matematika.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang selalu
diajarkan pada jenjang pendidikan sejak TK, SD, SLTP, SMA bahkan tidak
terkecuali di SLB. Matematika merupakan ilmu yang membutuhkan fungsi kerja
otak, karena matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan ide-ide atau
konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalaran deduktif yang
membutuhkan pemahaman secara bertahap dan berurutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Parwoto (2007: 125) mengatakan “matematika adalah ilmu tentang
struktur-struktur abstrak karena penelaahan bentuk-bentuk dalam matematika
membawa matematika itu ke dalam struktur-struktur abstrak pengetahuan”.
Pengetahuan matematika merupakan ilmu yang abstrak bagi peserta didik, terlebih
bagi peserta didik tunarungu yang daya abstraksinya rendah. Banyak alasan
perlunya peserta didik belajar matematika.
Cornelius (dalam Mulyono Abdurrohman, 1999: 253) mengemukakan
lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan
(1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan
masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan
dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan
kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya.
Aspek-aspek pemahaman suatu konsep termasuk pemahaman rumus-
rumus dan aplikasinya merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki
peserta didik dalam pembelajaran matematika, akan tetapi dalam kenyataannya
masih banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
permasalahan matematika, hal ini dikarenakan pemahaman konsep yang dimiliki
peserta didik kurang.
Berdasar beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas, bila
dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain, maka pembelajaran matematika
sebaiknya tidak disamakan dengan ilmu yang lain. Matematika sebagai suatu ilmu
mengenai struktur dan hubungan-hubungannya sangat memerlukan simbol-simbol
dan lambang-lambang.
Matematika berperan sangat penting untuk menyelesaikan berbagai
masalah di dalam kehidupan sehari-hari , untuk itu setiap anak yang mengenyam
pendidikan berhak mendapatkan mata pelajaran matematika, tidak terkecuali anak
tunarungu. Mata pelajaran matematika khususnya materi penjumlahan dan
pengurangan merupakan konsep dasar yang harus dimiliki peserta didik, oleh
karena itu penguasaan konsep kedua jenis operasi hitung tersebut perlu mendapat
perhatian yang sungguh-sungguh dari para guru SLB. Perhatian yang sungguh-
sungguh dari para guru SLB diperlukan karena pembelajaran Matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
merupakan proses berjenjang (bertahap), dimulai dari konsep yang sederhana
menuju konsep yang lebih sukar. Pembelajaran Matematika harus dimulai dari
tahapan konkrit ke semikonkrit, dan berakhir pada yang abstrak. Pembelajaran
Matematika hendaknya mengikuti metode spiral yang artinya dalam
memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau
bahan yang telah dipelajari, tidak terkecuali materi penjumlahan dan pengurangan.
Materi penjumlahan dan pengurangan memegang peranan penting di
dalam mata pelajaran matematika, karena merupakan dasar yang harus dimiliki
oleh seseorang untuk mempelajari matematika lebih lanjut. Konsep penjumlahan
dan pengurangan harus dilakukan dengan benar dalam mengajarkannya. Materi
penjumlahan dan pengurangan menjadi landasan untuk mempelajari operasi-
operasi hitung yang lebih tinggi, seperti perkalian dan pembagian, serta operasi-
operasi hitung yang lainnya. Ini berarti bahwa dengan memahami penjumlahan
dan pengurangan, peserta didik tidak terkecuali peserta didik tunarungu akan
mudah mempelajari operasi hitung lainnya. Hal tersebut membawa konsekuensi
bahwa guru sebagai individu, dituntut untuk menguasai berbagai macam
kemampuan, di antaranya kemampuan memilih dan menentukan materi maupun
media pembelajaran.
Menurut Piaget (dalam Mulyono Abdurrohman, 1999: 34)
Perkembangan intelektual meliputi empat tahap berikut: (1) tahap sensori-motorik
(0:0-2:0 tahun), (2) tahap praoperasional (2-7 tahun), (3) tahap operasional
konkrit (7-11 tahun), dan (4) tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas).
Bruner (dalam Mulyono Abdurrohman, 1999:34) berpendapat terdapat
tiga tahapan dalam proses Pembelajaran yaitu: (1) Tahapan Enactive
adalah tahap dalam proses belajar yang ditandai oleh manipulasi secara
langsung objek-objek berupa benda atau peristiwa konkret; (2) tahap
Econic ditandai oleh penggunaan perumpamaan atau tamsilan (imagery);
(3) sedangkan tahapan Symbolic ditandai oleh penggunaan simbol dalam
proses belajar.
Fenomena di lapangan menunjukan bahwa materi operasi hitung
penjumlahan dan pengurangan dalam mata pelajaran matematika disajikan secara
abstrak tanpa mempedulikan tahapan belajar peserta didik. Guru menyajikan
materi penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
konvensional. Metode konvensional yang digunakan oleh guru lebih berfokus
dengan metode ceramah dan tidak melibatkan aktivitas peserta didik sehingga
kemampuan peserta didik dalam memecahkan operasi hitung khususnya
penjumlahan dan pengurangan kurang maksimal.
Peneliti dalam melaksanakan observasi pembelajaran matematika di
kelas I SLB-B YTRW Surakarta, khususnya pada materi penjumlahan dengan
atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik
meminjam, menemukan bahwa ternyata setelah di jelaskan dan diberikan tugas
tentang operasi hitung penjumlahan dan pengurangan, kurang lebih hanya 33%
yang dapat menyelesaikannya dengan baik. Mereka masih terfokus pada besar
kecilnya bilangan dan tanda operasinya saja tanpa mempertimbangkan posisi
bilangan yang telah diketahui dan yang harus dicari, misalnya pada soal 33 + … =
60, peserta didik mencari jawabannya dengan menjumlahkan kedua suku yang
diketahui sehingga jawaban peserta didik menjadi: 33 + 93 = 60. Jawaban 93,
diperoleh dari hasil menjumlah 33 dengan 60. Peserta didik sering mengulang
kesalahan yang sama, meskipun pada pertemuan sebelumnya telah dijelaskan dan
diberi latihan soal dengan jumlah yang cukup tentang operasi penjumlahan dan
pengurangan, baik suku yang tidak diketahui berada di ruas kanan maupun pada
salah satu suku di ruas kiri.
Salah satu penyebab rendahnya daya retensi hasil belajar ini menurut
pandangan kaum strukturalis adalah karena proses pemahaman peserta didik
terhadap konsep abstrak penjumlahan dan pengurangan tidak dilakukan melalui
proses pengalaman yang nyata. Eisenhart (dalam http://sutisna.com/jurnal/jurnal-
kependidikan/penerapan-konsep-kesetimbangan-pada-operasi-penumlahan-dan
pengurangan-di-sekolah-dasar).
Berdasarkan asumsi di atas dan observsi yang telah dilakukan oleh
peneliti, maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa kelemahan yang dimiliki
peserta didik kelas I SLB-B YRTRW Surakarta, sehingga mereka tidak dapat
menyelesaikan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan tersebut dengan
baik. Kelemahan tersebut menjadikan peneliti memilih mereka sebagai subjek
penelitian. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. peserta didik belum menguasai materi prasyarat untuk sebuah konsep baru.
2. peserta didik kurang mampu mengkomunikasikan konsep yang telah dipelajari
baik gagasan, tanggapan atau lambang.
3. materi ajar matematika yang abstrak, disampaikan dengan tidak
memperhatikan tahapan pembelajaran yang bersifat konkrit ke abstrak.
4. media yang digunakan tidak tepat, kurang memperhatikan tahapan kognitif
peserta didik tunarungu.
Permasalahan tersebut hendaknya perlu dicarikan alternatif metode
pembelajaran yang mampu melibatkan peserta didik secara aktif sesuai dengan
tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Proses belajar mengajar juga akan
lebih variatif dan kreatif jika menggunakan media pembelajaran. Begitu juga
dalam mata pelajaran matematika, terlebih lagi bagi anak tunarungu.
Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2005: 15) mengemukakan bahwa,
“pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh psikologis terhadap siswa”.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa media merupakan
alat yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pelajaran agar materi yang
disampaikan lebih dapat dipahami oleh peserta didik. Penggunaan media yang
menarik mampu meningkatkan prestasi peserta didik. Keberhasilan penggunaan
media untuk meningkatkan prestasi peserta didik tergantung pada isi pesan, cara
menjelaskan pesan, dan karakteristik penerima pesan. Media pembelajaran dapat
menghasilkan atau mendekati realitas, dapat mengganti kata-kata yang merupakan
lambang tidak sempurna. Hal ini dapat mudah membantu meningkatkan dan
merangsang minat dari sebuah kelas yang apatis. Media-media pembelajaran juga
mempunyai hubungan nilai hiburan serta tidak memperkecil arti pokok
pelajarannya, tetapi justru membantu memperjelas konsep yang akan
disampaikan.
Tujuan utama penggunaan media pembelajaran adalah agar konsep-
konsep dan ide dalam matematika yang sifatnya abstrak dapat dikaji, dipahami,
dan dicapai oleh penalaran peserta didik, terutama peserta didik yang masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
memerlukan bantuan alat yang sifatnya nyata, terlihat dengan jelas dalam
menangkap ide atau konsep yang diajarkan. Setiap media yang digunakan oleh
guru matematika dalam proses pengajarannya harus berdasarkan tujuan
intruksional yang telah disusun. Artinya tujuan itulah yang menentukan media
karena materi yang disajikan didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, maka
dengan sendirinya media tersebut harus mengandung ide-ide atau konsep-konsep
yang terkandung dalam materi tersebut.
Sejalan dengan teori-teori tersebut, maka peneliti berusaha memecahkan
masalah tersebut melalui pengunaan media animasi kantong hitung dalam
pembelajaran matematika khususnya materi penjumlahan dan pengurangan.
Penelitian ini, akan memulai pembelajaran matematika dari tahapan konkrit
menuju abstrak sebagaimana yang diungkapkan oleh Bruner. Media animasi
kantong hitung pada tahapan proses pembelajaran, menurut Bruner termasuk
dalam tahap Econic yang ditandai oleh penggunaan perumpamaan atau tamsilan.
Media animasi adalah menciptakan gerakan, seperti yang sering dilihat
dalam televisi maupun di layar lebar. Kata animasi berasal dari kata animation
yang berasal dari kata dasar to anime di dalam kamus Indonesia inggris berarti
menghidupkan. Secara umum animasi merupakan suatu kegiatan menghidupkan,
menggerakkan benda mati. Suatu benda mati diberi dorongan, kekuatan, semangat
dan emosi untuk menjadi hidup atau hanya berkesan hidup. Animasi dapat
membantu proses kegiatan belajar mengajar, jika peserta didik melakukan proses
kognitif dibantu dengan animasi, sedangkan tanpa aniamsi proses kognitif sulit
dilakukan. Peserta didik yang memiliki latar belakang dan pengetahuan bahasa
yang rendah cenderung memerlukan bantuan, salah satunya animasi, yang
bertujuan untuk menangkap konsep materi yang disampaikan. Animasi juga dapat
dijadikan media yang menarik perhatian peserta didik agar tetap fokus dan
semangat dalam mengikuti proses belajar mengajar. Perlakuan khusus pada
penggunaan media animasi untuk pembelajaran anak tunarungu adalah peran serta
dari guru sebagai fasilitator.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa animasi
merupakan suatu media elektronik yang menarik yang berupa gambar bergerak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Penggunaaan media animasi dalam sistem pengajaran diharapkan dapat lebih
efektif dan membantu anak tunarungu dalam memecahkan masalah berhitung
penjumlahan dan pengurangan. Ilustrasi animasi atau gambar bergerak juga
diharapkan dapat menghidupkan pemahaman peserta didik dalam pemecahan
masalah penjumlahan dan pengurangan angka-angka yang bersifat abstrak.
Media animasi kantong dalam penelitian ini merupakan media animasi
yang berisi gambar-gambar animasi tiga dimensi yang dapat bergerak otomatis
yang berupa kantong-kantong hitung beserta lidi-lidi. Setiap penambahan dan
pengurangan lidi dalam kantong tersebut, maka lidi akan berkurang secara
otomatis. Proses berkurang dan bertambahnya lidi tersebut akan nampak secara
visual sehingga menguntungkan anak tunarungu yang inderanya terbatas pada
visual. Proses visual tersebut akan membantu peserta didik untuk lebih mudah
membayangkan proses bertambahnya dan berkurangnya suatu bilangan.
Berdasar pada permasalahan-permasalahan yang dijelaskan di atas, maka
mendorong penulis untuk melakukan penelitian dan mengkaji lebih lanjut ke
dalam skripsi dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
pada Materi Penjumlahan dan Pengurangan Melalui Media Animasi Kantong
Hitung Siswa Kelas I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/
2011”.
B. Rumusan Masalah
Apakah Penerapan Media Animasi Kantong Hitung dapat Meningkatkan
Prestasi Belajar Matematika pada Materi Penjumlahan dan Pengurangan Siswa
Kelas I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Peningkatan Prestasi Belajar Matematika pada Materi
Penjumlahan dan Pengurangan Melalui Media Animasi Kantong Hitung Siswa
Kelas I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Sekolah:
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini bagi sekolah adalah
bertambahnya referensi media pembelajaran menuju perkembangan kualitas
pembelajaran matematika yang efektif, kreatif dan menyenangkan pada
materi penjumlahan dan pengurangan.
2. Guru
a. Pembelajaran matematika melalui media animasi kantong hitung dalam
meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik tunarungu kelas
I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta dapat diterapkan oleh guru, serta
memberikan alternatif solusi pada kesulitan penyampaian materi
penjumlahan dan pengurangan pada mata pelajaran matematika.
b. Salah satu pilihan untuk penerapan pendekatan pembelajaran dengan
pilihan media pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik
tunarungu kelas I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta.
3. Peserta didik tunarungu kelas I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta
a. Alternatif media belajar untuk meningkatkan prestasi belajar matematika
peserta didik.
b. Sarana untuk membantu peserta didik dalam melakukan operasi
penjumlahan dan pengurangan dalam mata pelajaran matematika.
4. Peneliti selanjutnya
a. Salah satu referensi untuk melakukan kajian-kajian lebih lanjut mengenai
suatu rancangan pembelajaran matematika pada materi penjumlahan dan
pengurangan melalui media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
dan karakteristik peserta didik.
b. Salah satu bahan kajian yang relevan dalam penelitian lanjutan dengan
variabel yang sama, di sekolah dan kondisi yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakekat Anak Tunarungu
a. Pengertian Anak Tunarungu
Anak tunarungu atau anak yang mengalami kelainan pendengaran dalam
kehidupan sehari-hari sering diasumsikan sebagai orang yang tidak mendengar
sama sekali atau disebut tuli oleh masyarakat awam. Hal ini didasarkan pada
anggapan bahwa kelainan dalam aspek pendengaran dapat mengurangi fungsi
pendengaran. Asumsi tersebut tidak seluruhnya salah, namun perlu diluruskan,
karena tidak semua anak tunarungu mengalami kehilangan pendengaran secara
total atau tuli.
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” yang artinya kurang dan
“rungu” yang artinya pendengaran. Berdasar hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa anak tunarungu adalah anak yang kurang mampu mendengar atau tidak
mampu mendengar suara. Tunarungu juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan
kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengaran.
Menurut Djoko Sindhusakti (1997: 23), “Anak tunarungu adalah anak
yang pada periode 3 tahun pertama dari kehidupannya mengalami gangguan
pendengaran, yang mengakibatkan terjadinya gangguan bicara oleh karena
persepsi dan asosiasi dari suara datang ke telinga terganggu”.
Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74)
mengemukakan bahwa “Seseorang yang tidak atau kurang mampu
mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of
hearing)”. Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami
kerusakan dalam taraf berat sehingga pedengarannya tidak berfungsi lagi,
sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar,
baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar”.
Donald F. Mores (dalam Murni Winarsih, 2007: 22) berpendapat bahwa
tunarungu adalah istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang
ringan sampai berat sehingga menghambat proses infomasi bahasa melalui
pendengaran baik menggunakan alat bantu maupun tidak menggunakan alat
bantu.
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau
tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan
bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin
yang layak. Mufti Salim, (dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74).
Menurut Sudibyo Markus (dalam Sardjono, 2000: 6) “Anak tunarungu
wicara adalah mereka yang menderita tunarungu sejak bayi atau sejak lahir, yang
karenanya tak dapat menangkap pembicaraan orang lain, sehingga tak mampu
mengembangkan kemampuan bicaranya, meskipun tak mengalami gangguan pada
alat suaranya”.
Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya, sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara
verbal. Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak –Anak
dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak
menyandang ketunaruguan pada saat berbicara, mereka berbicara tanpa
suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau
bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka berisyarat . Sukaesih, 2010
(dalam http://sukaesih21.wordpress.com/2010/05/29/pengertian-anak-
tunarungu/).
Megawati Iswari (2007: 57) menyatakan istilah tunarungu ditujukan pada
anak yang kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian yang disebut kurang
dengar, maupun seluruhnya yang disebut tuli.
Menurut Soewito (dalam Sardjono, 1999: 9), “Anak tunarungu adalah
seorang yang mengalami kesulitan pendengaran berat sampai total, yang tidak
dapat lagi menangkap tutur kata tanpa melihat bibir lawan bicaranya”.
Sri Agus S (dalam http://sriagussupriani.blogspot.com/2009/12/anak-
tunarungu.html) mengemukakan bahwa, “Istilah tunarungu digunakan
untuk orang yang mengalami gangguan pendengaran yang mencakup tuli
dan kurang dengar. Orang yang tuli adalah orang yang mengalami
kehilangan pendengaran (lebih dari 70 dB) yang mengakibatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kesulitan dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya
sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain baik dengan
memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar. Orang yang kurang
dengar adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran (sekitar 27
sampai 69 dB) yang biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar,
sisa pendengarannya memungkinkan untuk memproses informasi bahasa
sehingga dapat memahami pembicaraan orang”.
Permanarian menyatakan bahwa banyak istilah di dalam bahasa Inggris
yang dipergunakan yang mengacu pada populasi individu yang menyandang
ketunarunguan. Istilah tersebut didefinisikan berdasarkan kebutuhan pendidikan
dan budaya. Istilah tersebut antaralain adalah:
1. Kata "deaf" menurut definisi Individuals with Disabilities Education
Act, (undang-undang pendidikan bagi individu penyandang cacat
Amerika Serikat) tahun 1990 adalah ketunarunguan yang berdampak
negatif terhadap kinerja pendidikan individu dan demikian parah
sehingga individu itu terganggu dalam kemampuanya untuk
memproses informasi linguistik (komunikasi) melalui pendengaran,
dengan ataupun tanpa amplifikasi (alat bantu dengar).
2. Istilah "hard of hearing" berarti ketunarunguan, baik permanen
maupun berfluktuasi, yang berdampak negatif terhadap kinerja
pendidikan seorang individu tetapi yang memungkinkannya
mempunyai akses ke komunikasi verbal pada tingkat tertentu dengan
ataupun tanpa amplifikasi (IDEA 1990).
3. Istilah "Deaf" yang ditulis dengan huruf D kapital mengacu pada
individu penyandang ketunarunguan yang mengidentifikasi dirinya
sendiri sebagai anggota "budaya tunarungu" (Deaf Culture. Individu-
individu ini memandang dirinya sebagai satu populasi yang
dipersatukan oleh kesamaan latar belakang budaya, kesamaan
pengalaman, kesamaan riwayat keluarga (menikah dengan sesama
tunarungu), dan kesamaan bahasa yaitu American Sign Language
(ASL).
4. Istilah "hearing-impaired" kini sering dipergunakan untuk mengacu
pada mereka yang "deaf" maupun yang "hard of hearing". Istilah
"deaf mute" dan "deaf and dumb" (tuli bisu) kini tidak dipergunakan
lagi. Istilah tersebut tidak hanya dianggap kuno, tetapi juga dipandang
ofensif. Survey tahun 1981 di Australia menemukan bahwa 59% dari
populasi tunarungu menyandang ketunarunguan ringan, 11% sedang,
20% berat, dan 10% tidak dapat dipastikan klasifikasinya.
(http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasi-
tunarungu.html).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
tunarungu merupakan suatu keadaan dimana fungsi indera pendengaran seseorang
mengalami gangguan yang disebabkan oleh kerusakan indera pendengaran, baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menyerang telinga bagian luar, tengah, maupun dalam. Kerusakan tersebut mulai
dari taraf ringan, sedang, maupun tuli total, sehingga mengakibatkan terjadinya
hambatan dalam perkembangan bahasanya dan memerlukan pendidikan khusus
sesuai karakteristiknya. Ketunarunguan ini juga mengakibatkan anak mengalami
kesulitan dalam memperoleh dan mengolah informasi yang bersifat auditif,
sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam melakukan aktivitas berbahasa dan
komunikasi secara verbal. Hambatan komunikasi yang bersifat auditif tersebut
berpengaruh terhadap penerimaan dan pengolahan informasi dalam kegiatan
belajar mengajar, sehingga mengakibatkan prestasi akademik mereka rendah dan
pendidikan anak tunarungu menjadi lebih lambat dibanding anak mendengar.
Atas dasar itulah, pemberian layanan pendidikan yang relevan dengan
karakteristik kelainan anak tunarungu dapat diharapkan menimbulkan motif
berprestasi.
Anak yang mengalami kelainan pendengaran akan menanggung
konsekuensi sangat kompleks, tidak terkecuali dalam pendidikannya. Anak
tunarungu seringkali dihinggapi rasa keguncangan, tidak percaya diri dan tidak
mampu mengontrol lingkungannya. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi
penderita tunarungu yang harus berjuang dalam meniti tugas perkembangannya.
Beberapa rentetan masalah yang muncul akibat gangguan ini, penderita akan
mengalami berbagai hambatan dalam meniti perkembangannya, tidak terkecuali
aspek akademiknya. Berdasar hal tersebut, maka untuk mengembangkan potensi
anak tunarungu secara optimal praktis memerlukan layanan atau kebutuhan secara
khusus tidak terkecuali dalam penggunaan media dalam pembelajaran.
b. Faktor Penyebab Ketunarunguan
Ketunarunguan disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa ahli
mendefinisikan penyebab ketunarunguan dari berbagai sudut pandang.
Berdasarkan waktu terjadinya, penyebab ketunarunguan dapat terjadi pada waktu
sebelum lahir (prenatal), ketika lahir (natal), dan setelah dilahirkan (postnatal).
Menurut Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 33) faktor-
faktor penyebab ketunarunguan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
1. Faktor dalam diri anak
Faktor dalam diri yang bisa menyebabkan ketunarunguan antaralain:
a) Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua orangtuanya
yang mengalami ketunarunguan. Banyak kondisi genetik yang berbeda
sehingga dapat menyebabkan ketunarunguan. Transmisi yang disebabkan
oleh gen yang dominan represif dan berhubungan dengan jenis kelamin.
b) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit campak Jerman (rubella).
Penyakit rubella pada masa kandungan tiga bulan pertama akan
berpengaruh buruk pada janin. Rubella dari pihak ibu merupakan penyebab
yang paling umum yang dikenal sebagai penyebab ketunarunguan.
c) Ibu yang sedang mengandung menderita taxoemenia, hal ini bisa
mengakibatkan kerusakan pada plasenta yang mempengaruhi terhadap
pertumbuhan janin. Jika hal tersebut menyerang syaraf atau alat-alat
pendengaran maka anak tersebut akan lahir dalam keadaan tunarungu.
2. Faktor dari luar diri anak
a) Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan. Misal, anak terserang herpes
implex, jika infeksi ini menyerang alat kelamin ibu dapat menular pada saat
anak dilahirkan. Demikian pula dengan penyakit kelamin yang lain, dapat
ditularkan melalui terusan jika virusnya masih dalam keadaan aktif.
Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh ibu kepada anak yang dilahirkan
dapat menimbulkan infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat-
alat atau syaraf pendengaran.
b) Meningitis atau radang selaput. Berdasar beberapa hasil penelitian para ahli
tentang ketunarunguan yang disebabkan karena meningitis antaralain
penelitian yang dilakukan vermon.
c) Otitis media (radang telinga bagian tengah)
Otitis media adalah radang pada telinga bagian tengah. Sehingga
menimbulkan nanah, dan nanah tersebut mengumpul dan mengganggu
hantaran bunyi. Jika kondisi ini kronis dan tidak segera diobati, penyakit ini
bisa menimulkan kehilangan pendengaran yang tergolong ringan sampai
sedang. Otitis media adalah salah satu penyakit yang sering terjadi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
anak-anak sebelum mencapai usia 6 tahun. Anak-anak secara berkala harus
mendapat pemeriksaan dan pengobatan yang teliti sebelum memasuki
sekolah karena kemungkinan menderita otitis media yang menyebabkan
ketunarunguan. ketunarunguan yang disebabkan otitis media adalah
tunarungu tipe konduktif. Davis dan Flower mengatakan bahwa nanah yang
ada di telinga bagian tengah lebih sering menjadi penyebab hilangnya
pendengaran. Otitis media juga dapat ditimbulkan karena infeksi pernafasan
atau pilek dan penyakit anak-anak seperti campak.
d) Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan alat-alat
pendengaran bagian tengah dan dalam.
Moh. Effendi (2006: 65-66) menyatakan, secara terinci determinan
ketunarunguan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah anak dilahirkan dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Ketunarunguan sebelum lahir (prenatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi
ketika anak masih dalam kandungan ibunya. Ada beberapa kondisi yang
menyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dalam kandungan,
antaralain adalah a) hereditas atau keturunan, menurut Moores presentasi anak
yang mengalami ketunarunguan jenis ini sekitar 30%-60%. Ketunarunguan
jenis ini sering disebut tunarungu genetis; b) maternal rubella, merupakan
penyakit cacar air Jerman, atau campak. Virus penyakit tersebut berbahaya jika
menyerang wanita ketika tiga bulan pertama waktu kehamilan sebab dapat
mempengaruhi atau berakibat buruk terhadap anak atau bayi yang
dikandungnya; c) pemakaian antibiotik overdosis, beberapa obat-obatan
antibiotik yang jika diberikan dalam jumlah besar akan mengakibatkan
ketunarunguan atau kecacatan yang lain. Contoh obat-obat tersebut adalah
sterptomycin, dan kanamicin; d) taxoemia, ketika sang ibu sedang
mengandung, karena suatu sebab tertentu sang ibu menderita keracunan pada
darahnya (taxoemia). Kondisi ini dapat berpengaruh pada rusaknya placenta
atau janin yang dikandungnya, akibatnya ada kemungkinan sesudah bayi lahir
aakan menderita tunarungu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2. Ketunarunguan yang terjadi saat lahir (neonatal), yaitu ketunarunguan yang
terjadi saat anak dilahirkan. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan
ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dilahirkan antaralain sebagai
berikut: a) lahir premature, premature adalah proses bayi lahir yang terlalu dini
sehingga berat badan dan panjang badannya realatif sering di bawah normal,
dan jaring-jaringan tubuhnya masih sangat lemah, akibatnya anak lebih mudah
terkena anoxia (kekurangan oksigen) yang berpengaruh pada kerusakan inti
cochlea; b) Rhesus Factor, ketunarunguan yang dialami oleh anak-anak yang
dilahirkan bisa jadi karena ketidakcocokan antara rhesus ibu dengan rhesus
anak yang dikandungnya. Ketidakcocokan rhesus tersebut dapat terjadi jika
seorang perempuan memiliki rhesus negatif kawin dengan laki-laki yang
mempunyai rhesus positif maka akan ada kemungkinan anak yang dikandung
mempunyai rhesus positif, seperti yang dimiliki ayahnya, dan tidak sejenis
dengan rhesus ibunya. Akhirnya sel-sel darah merah yang membentuk
antibodi, justru akan merusak sel-sel darah merah anak, dan anak mengalami
kekurangan sel darah merah (anemia), menderita sakit kuning (jaundice).
Ketika anak tersebut lahir akan menderita ketunarunguan. Jadi kesimpulannya,
selama anak yang dikandung, jika jenis rhesus darah anak tidak sesuai dengan
rhesus darah ibu yang mengandungnya, selama itu pula anak yang dilahirkan
akan mengalami abnormalitas (kelainan), dan sebaliknya jika rhesus darah
sesuai maka anak yang dilahirkan akan normal; c) tang verlossing, adakalanya
bayi yang dikandung tidak dapat lahir secara wajar, artinya untuk
mengeluarkan bayi tersebut dari kandungannya mempergunakan pertolongan
atau bantuan alat. Untuk mengatasi kondisi yang demikian biasanya dokter
menggunakan tang dalam membantu lahir bayi. Lahir dengan cara ini memang
dapat berhasil, tetapi tidak jarang mengalami kegagalan yang fatal pada
susunan syaraf pendengaran, akibatnya kemungkinan anak mengalami
ketunarunguan.
3. Ketunarunguan setelah lahir (postnatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi
setelah anak dilahirkan oleh ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan
ketunarunguan yang terjadi setelah dilahirkan antaralain sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
a) Penyakit meningitis cerebralis, adalah peradangan yang terjadi pada
selaput otak. Terjadinya ketunarunguan ini karena pada pusat susunan
syaraf pendengaran mengalami kelainan akibat peradangan tersebut. Jenis
ketunarunguan akibat peradangan selaput otak ini biasanya jenis
ketunarunguan perseptif. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya
peradangan yang fatal harus berhati-hati dalam menjaga bagian-bagian
vital di daerah kepala, agar tidak mengalami kecelakaan, seperti jatuh, atau
terkena benturan benda-benda keras, yang akan berakibat fatal.
b) Infeksi, ada kemungkinan sesudah anak lahir kemudian terserang penyakit
campak (measles), thypus, influeza, dan lain-lain. Keberadaan anak yang
terkena akut akan menyebabkan anak mengalami tunarungu persepektif
karena virus-virus akan menyerang bagian-bagain penting dalam rumah
siput (cochlea) sehingga mengakibatkan peadangan.
c) Otitis media, keadaan ini menunjukkan dimana cairan otitits media
(kopoken=jawa) yang berwarna kekuning-kuningan tertimbun di dalam
telinga tengah. Kalau keadaanya sudah kronis atau tidak terobati dapat
menimbulkan gangguan pendengaran, karena hantaran suara yang melalui
telinga bagian tengah terganggu. Pada penderita secretory otitis akan
menderita ketunarunguan konduktif. Bedanya cairan mengental dan
menyumbat rongga telinga bagian tengah, dan terjadi pembesaran adenoid,
sinusitis dan seterusnya sehingga terjadilah alergi pada alat pendengaran.
penyakit ini sering terjadi pada masa anak-anak, satu dari delapan anak
yang diduga mengalami otitis media.
M. Tholib, (dalam http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/02/anak-tunarungu/)
mengemukakan pendapat tentang factor penyebab tunarungu sebagai berikut:
1. penyebab tunarungu tipe konduktif:
a. kerusakan/ gangguan yagn terjadi pada telinga luar yang dapat disebabkan
antaralain oleh:
1) tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (atresia meatus skudtikud
externus), dan
2) terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. keruskan/ gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat disebabkan
antaralain oleh hal-hal berikut:
1) Ruda Paksa, yairu adanya tekanan/ benturan yagn keras pada telinga
seperti karena jatuh tabrakan, tertusukk, dan sebagainya.
2) Terjadinya peradangan/ infeksi pada telinga tengah (otitis media),
3) Otosclerosisi, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang
stapes,
4) Tympanysclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/ zat kapur pada gendang
dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran.
5) Anomali kongenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya
tulang pendengarn yang dibawa sejak lahir.
6) Disfungsi tuba eusthachius (saluran yang menghubungakn rongga telinga
tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada
nasopharynx.
2. penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorineural
a. disebabkan oleh faktor genetik (keturunaan)
b. disebabkan oleh faktor nongenetik antaralain:
1) rubella (campak Jerman)
2) ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak
3) meningitis (selaput otak)
4) trauma akustik
Trybus dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 32-33)
mengemukakan bahwa “penyebab tunarungu yaitu: 1) keturunan, 2) penyakit
bawaan dari pihak ibu, 3) komplikasi selama kehamilan dan kelahiran, 4) radang
selaput otak, 5) otitis media, dan 6) penyakit anak berupa radang atau luka-luka.
Menurut Moh. Amin dkk (dalam Sardjono, 2000: 10) berdasarkan
waktunya faktor penyebab ketunarunguan adalah sebagai berikut: (1) faktor
sebelum anak dilahirkan (prenatal), (2) faktor saat anak dilahirkan (natal), (3)
faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal). Hal tersebut dapat dijelaskan secara
singkat sebagai brikut:
1) Faktor sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (masa prenatal)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a) Faktor keturunan (hereditas)
b) Cacar air, campak (rubella, gueman measles)
c) Terjadi taxoemia (keracunan darah)
d) Penggunaan pil kina atau obat-obatan dalam jumlah besar (usaha untuk
mengugurkan kandungan)
e) Kelahiran premature
f) Kekurangan osigen (anoxia)
2) Pada waktu proses kelahiran (masa neonatal)
a) Faktor rhesus (Rh) ibu dan anak tidak sejenis
b) Anak lahir dengan bantuan forcept (alat bantu tang)
c) Proses kelahiran yang terlalu lama
3) Sesudah anak dilahirkan (masa postnatal)
a) Infeksi (measles/ campak)
b) Meningitis (peradangan selaput otak)
c) Otitis media yang kronis
d) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
terdapat banyak faktor penyebab ketunarunguan, baik ditinjau dari waktu
terjadinya ataupun tempat terjadinya kerusakan indera pendengaran. Faktor-faktor
tersebut saling terkait. Berdasarkan waktu terjadinya, penyebab ketunarunguan
meliputi prenatal (sebelum dilahirkan atau dalam kandungan), neonatal (saat
dilahirkan), dan post natal (sesudah masa kelahiran). Berdasar pada tempat
kerusakannya, ketunarunguan disebabkan oleh kerusakan indera bagian luar,
tengah dan dalam. Penyebab ketunarunguan tersebut bisa terjadi karena
penggunaan obat-obat kimia yang berlebihan, baik disengaja ataupun tidak.
c. Klasifikasi Anak Tunarungu
Anak tunarungu terbagi dalam beberapa klasifikasi. Secara umum,
klasifikasi mereka dibagi dalam tunarungu ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi
dari beberapa ahli berbeda-beda tergantung dari segi mana ketunarunguan itu
diklasifikasikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Menurut Moh. Effendi (2006: 63-65) ditinjau dari lokasi terjadinya
ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai
berkut:
1. Tunarungu konduktif
Ketunarunguan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang berfungsi
sebagai penghantar suara di telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput
gendang, serta ketiga tulang pendengaran yang terdapat di telinga bagian dalam
dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan. Gangguan pendengaran
yang terjadi pada organ-organ penghantar suara ini jarang sekali melebihi
rentangan antara 60-70 dB dari pemeriksaan audiometer. Oleh karena itu, tipe
tunarungu ini disebut tunarungu konduktif.
2. Tunarungu perseptif
Ketunarunguan perseptif disebabkan oleh terganggunya organ-organ
pendengaran yang terdapat di belahan telinga bagian dalam. Sebagaimana
orang, telinga di bagian dalam memiliki fungsi sebagai alat persepsi dari
getaran suara yang dihantarkan oleh organ-organ pendengaran di belahan
telinga bagian luar dan tengah. Ketunarunguan perseptif ini terjadi jika getaran
suara yang diterima oleh telinga bagian dalam (terdiri dari rumah siput, serabut
syaraf pendengaran, corti) yang bekerja mengubah rangsang mekanis menjadi
rangsang elektris, tidak dapat diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Oleh
karena itu, tunarungu tipe ini disebut juga tunarungu saraf (saraf yang
berfungsi untuk mempersepsi bunyi atau suara).
3. Tunarungu campuran
Ketunarunguan tipe campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada
telinga yang sama rangkain organ-organ telinga yang berfungsi sebagai
penghantar dan menerima rangsangan suara mengalami gangguan, sehingga
tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran antara ketunarunguan
konduktif dan ketunarunguan perseptif.
Menurut Djoko Shindusakti (1997: 42) ketunarunguan yang dialami oleh
anak tunarungu dikaitkan dengan penyebab derajat ketulian, nilai prognostik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
validitas sosial akibat gangguan pendengaran. Klasifikasi tersebut adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Anak Tunarungu Dikaitkan dengan Penyebab Derajat
Ketulian, Nilai Prognostik, dan Validitas Gangguan Pendengaran
Jenis Ketulian Pathologi Derajat
Ketulian
Prognostik Sosial
Tuli konduksi Kerusakan telinga
luar dan tengah
Ringan
Sedang
Revesibel
Baik
Baik
Kurang
Tuli syaraf Kerusakan pada
reseptor tegah
Ringan
Sedang
Reversibel
Baik
Kurang
Tuli campuran Kerusakan telinga
luar,tengah,dalam
Berat-total Reversibel
Baik
Kurang
Jelek
Tuli sentral
Tumor, trauma
pendarahan dalam
otak
Berat Irreversible
Jelek
Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengarkan bunyi,
Ashman dan Elkins (1994: 2) mengklsifikasikan ketunarunguan ke dalam empat
kategori yaitu:
1. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi dimana orang
masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka
sering tidak menyadari bahwa sering diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan
dalam percakapan.
2. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi dimana
orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 41-65 dB. Mereka
mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah
pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi
dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
3. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi dimana orang
hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 66-95 dB. Mereka sedikit
memahami percakapan pembicara bila mempehatikan wajah pembicara dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya,
tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4. Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi
dimana orang hanya dapat mendengar bunyi hanya dengan intensitas 96 dB
atau lebih ke atas. Mendengar percakapan normal tidak mungkin baginya,
sehingga dia sangat tergantung pada komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada
yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang
sangat tinggi (superpower).
Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 32) mengklasifikasikan
anak tunarungu menjadi tiga klasifikasi berdasarkan anatomi fisiologisnya, yaitu:
1. Tunarugu konduksi (hantaran), merupakan ketunarunguan yang keruskan atau
tidak berfungsinya alat-alat pengantar getaran suara pada telinga bagian tengah.
Tunarungu konduksi terjadi karena pengurangan intensitas bunyi yang
mencapai telinga bagian dalam, dimana syaraf pendengaran berfungsi.
2. Tunarungu sensorineural (syaraf) merupakan ketunarunguan yang disebabkan
karena kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat pendengaran bagian dalam
syaraf pendengaran yang menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada
Lobus Temporalis.
3. Tunarungu campuran, merupakan ketunarunguan yang pada syaraf
pendengaran, baik bagain luar, tengah, dan dalam.
Berdasarkan tingkat kerusakan atau kehilangan kemampuan
mendengar, menurut Sukaesih tunarungu dibagi menjadi: 1) Sangat ringan, 27- 40
dB; 2) Ringan, 41-44 dB; 3) Sedang, 56-70 dB; 4) Berat, 71-90 dB; 5) Ekstrim, 91
dB keatas tuli. (http://sukaesih21.wordpress.com/2010/05/29/pengertian-anak-
tunarungu/).
Jamila K.A Muhammad (2008:59) berpendapat bahwa, ”terdapat
berbagai faktor yang berkaitan dengan klasifikasi masalah pendengaran, yaitu
tahap kehilangan pendengaran, usia ketika kehilangan pendengaran dan jenis-jenis
masalah kehilangan pendengaran”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Berdasarkan kepentingan pendidikan Andreas Dwidjosumanto (dalam
Sutjihati Somantri 1996: 74) mengemukakan klasifikasi berdasarkan tingkat
keberfungsian telinga, sebagai berikut:
1. Tingkat I: Kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB,
penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara
khusus.
2. Tingkat II: kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB.
Penderitanya kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus dalam
kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara, dan bantuan latihan
berbahasa secara khusus.
3. Tingkat III: kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB.
4. Tingkat IV: Kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Kirk dan Gallagher (dalam Megawati Iswari, 2007: 58) mengemukakan
tingkatan tunarungu antara lain:
1. tunarungu ringan yang kehilangan kemampuan mendengar 27-40 dB
2. tunarungu sedang yang kehilangan kemampuan mendengar 41-55 dB
3. tunarungu berat yang kehilangan kemampuan mendengar 71-90 dB
4. tunarungu sangat berat yang kehilangan kemampuan mendengar 91 dB ke atas.
Menurut Ocha, ketunarunguan dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa hal. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut
a) Tunarungu Ringan (Mild Hearing Loss)
b) Tunarungu Sedang (Moderate Hearing Loss).
c) Tunarungu Agak Berat (Moderately Severe Hearing Loss)
d) Tunarungu Berat (Severe Hearing Loss)
e) Tunarungu Berat Sekali (Profound Hearing Loss)
2. Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
a) Ketunarunguan Prabahasa (Prelingual Deafness)
b) Ketunarunguan Pasca Bahasa (Post Lingual Deafness)
3. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis,
ketunarunguan dapat di-klasifikasikan sebagai berikut.
a) Tunarungu Tipe Konduktif
b) Tunarungu Tipe Sensorineural
c) Tunarungu Tipe Campuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
4. Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan
sebagai berikut.
a) Tunarungu Endogen
b) Tunarungu Eksogen
(http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-
pendidikan-anak-tuna-rungu/).
Menurut Moh. Effendi (2006: 59-60) berdasarkan kepentingan
pendidikan, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight loses)
Ciri-ciri anak tunarungu kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut
antaralain: (a) kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas
antara pendengaran normal dan kekurangan pendengaran taraf ringan, (b) tidak
mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat mengikuti sekolah
biasa danegan syarat tempat duduknya diperhatiakn, terutama harus dekat
dengan guru, (c) dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui kemampuan
pendengarannya, (d) perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasanya
supaya perkembanagan bahasa dan bicaranya tidak terhambat, dan (e)
disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengar untuk
membantu meningkatkan ketajaman daya pendengarannya. Untuk kepentingan
pendidikannya pada anak tunarungu kelompok ini cukup hanya memerlukan
latihan membaca bibir untuk pemahaman percakapan.
2. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild losses)
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut antaralain: (a)
dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat, (b) tidak mengalami
kesulitan untuk mengekspresikan isi hatinya, (c) tidak dapat menangkap suatu
percakapan yang lemah, (d) kesulitan menangkap isi pembicaraaan dari lawan
bicaranya, jika berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya
(berhadapan), (e) untuk menghindari kesulitan bicara perlu mendapatkan
bimbingan yang baik dan intensif, (f) ada kemungkinan dapat mengikuti
sekolah biasa, namun untuk kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan
dalam kelas khusus, dan (g) disarankan menggunakan alat bantu dengar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
(hearing aid) untuk menambah ketajaman daya pendengarannya. Kebutuhan
layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu memmbaca bibir,
latihan pendengaran, latihan bicara, artikulasi, serta latiahn kosakata.
3. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60dB (moderate
losses)
Ciri-ciri anak kEhilangan pendengaran pada rentangan tersebut antaralain: (a)
dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira satu meter, sebab
ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak normal, (b) sering terjadi mis-
understanding terhadap lawan bicaranya, jika ia diajak bicara, (c) penyandang
tunarungu kelompok ini mengalami kelainan bicara terutama, pada huruf
konsonan. Misalnya huruf konsonan “K” atau “G” mungkin diucapkan menjadi
“T” atau “D”, (d) kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam
percakapan, (e) perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas. Kebutuhan
layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini meliputi latihan
artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata serta perlu menggunakan
alat bantu dengar untuk membantu ketajaman pendengarannya.
4. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe losses)
Ciri-ciri anak kehilangan pendngaran pada rentangan tersebut adalah: (a)
kesulitan membedakan suara, dan (b) tidak memiliki kesadaran bahwa benda-
benda yang ada di sekitarnya memiliki getaran suara. Kebutuhan layanan
pendidikannya, perlu lyanan khusus dalam belajar bicara maupun bahasa,
menggunakan alat bantu dengar sebab anak yang tergolong kategori ini tidak
mampu berbicara spontan. Oleh sebab itu, tunarungu ini disebut juga tunarungu
pendidikan, artinya mereka benar-benar dididik sesuai dengan kondisi
tunarungu. Pada instensitas suara mendengar suara keras dari jarak dekat,
seperti gemuruh pesawat terbang, gonggongan anjing, teter mobil, dan
sejenisnya. Kebutuhan pendidikan anak tunarungu kelompok ini perlu latihan
pendengaran intensif, membaca bibir, latihan pembentukan kosakata.
5. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas (profoundly
losses)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada kelompok ini, hanya dapat
mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1 inchi atau sama sekali tidak
mendengar. Biasanya ia tidak menyadari bunyi keras, mungkin juga ada reaksi
jika dekat telinga. Anak tunarungu kelompok ini meskipun menggunakan
pengeras suara, tetapi tetap tidak dapat memahami atau menangkap suara. Jadi,
mereka menggunakan alat bantu dengar atau tidak dalam belajar bicara atau
bahasanya sama saja. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu
dalam kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk
kesadaran bunyi, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan
menggunakan metode-metode pengajaran yang khusus, seperti tactile
kinestetic, visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan inderanya
yang tersisa.
Berdasarkan penyebabnya, terdapat tiga jenis ketunarunguan:
1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada
bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang
bunyi ke bagian dalam telinga seseorang.
2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan
pada bagian dalam telinga atau syaraf pendengaran yang mengakibatkan
terhambatnya pengiriman pesan berupa bunyi ke otak.
3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat
proses pendengaran yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan
memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik
pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemrosesan
pendengaran ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur
dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa
yang didengarnya. Seorang anak dapat juga mengalami kombinasi bentuk-
bentuk ketunarunguan. (http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-
dan-klasifikasi-tunarungu.html).
Uden (dalam Murni Winarsih, 2007: 26) mengklasifikasikan tunarungu
menjadi tiga yaitu:
1) berdasarkan saat terjadinya, meliputi:
a) tunarungu bawaan: terjadi tumarungu sejak lahir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
b) tunarungu setelah lahir: terjadi tunarungu setelah lahir yang
disebabkan karena kecelakaan atau penyakit
2) berdasarkan tempat kerusakan
a) kerusakan telinga luar dan tengah
b) kerusakan telinga bagian dalam
3) berdasarkan taraf penguasaan bahasa
a) tuli prabahasa: terjadi tunarungu pada saat belum menguasai
bahasa
b) tuli purna bahasa: terjadi tunarungu setelah menguasai bahasa.
Menurut Samuel A.Kirk yang dikutip oleh Permanarian Somad dan Tati
Hernawati (1996: 29) kehilangan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. 0 dB : menunjukkan pendengaran yang optimal
2. 1-26 dB : menunjukkan seseorang yang masih mempunyai pendengaran
yang normal
3. 27-40 dB : mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh,
membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan
memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan)
4. 41-55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi
kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara
(tergolong tunarungu sedang).
5. 56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat, masih
mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara
dengan menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara
yang khusus (tergolong tunarungu agak berat).
6. 71-90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-
kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa
yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi
bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat).
7. 91 dB ke atas : mungkin sadar adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak
bergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk
proses menerima informasi, dan yang bersangkutan dianggap
tuli (tergolong tunarungu berat sekali).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Berdasar beberapa pendapat tentang klasifikasi anak tunarungu di atas,
penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya anak tunarungau memang luas
cakupannya dan memang harus ditinjau dari berbagai sisi dalam proses
klasifikasi. Klasifikasi anak tunarungu tersebut bertujuan untuk mempermudah
dalam pemberian pelayanan dan pendidikan khusus bagi anak tunarungau, agar
dalam kehidupan baik individu serta sosial dapat berjalan dengan lancar dan
meminimalkan bantuan dari orang lain. Seiring dengan berkembangnya teknologi,
pengklasifikasian anak tunarungupun dapat lebih luas lagi. Pengklasifikasian ini
dibutuhkan sesuai tujuan, baik dalam bidang kesehatan maupun pendidikan.
Pengklasifikasian dalam pendidikan ditujukan untuk memberikan pelayanan
khusus yang mereka butuhkan sesuai dengan derajat kehilangan pendengarannya.
d. Karakteristik Anak Tunarungu
Kehilangan pendengaran yang dialami anak tunarungu berdampak pada
kemiskinan kosakata, kesulitan berbahasa dan berkomunikasi, efeknya dapat
menyebabkan perbedaan yang sangat signifikan tentang apa yang tidak dapat dan
apa yang dapat dilakukan oleh anak tuanrungu maupun anak normal.
Mohammad Effendi (2006: 75) mengemukakan bahwa, “Ada dua hal
penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek
kebahasaanya. Pertama, konsekuensi akibat kelainan pendengaran (tunarungu)
berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam rangsangan bunyi yang
ada di sekitarnya. Kedua, akibat keterbatasannya dalam menerima rangsang bunyi
pada penderita akan mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi
bahasa yang ada di sekitarnya”.
Andreas Dwidjosumarto (1996: 36) mengemukakan bahwa, ”karena anak
tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan
berkembang bila ia tidak dididik atau dilatih secara khusus. Akibat dari
ketidakmampuanya dibandingkan dengan anak yang mendengar dengan usia yang
sama, maka dalam perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Secara fisik karakteristik anak tunarungu tidak nampak jelas. Permanarian
Somad dan Tati Hernawati (1996: 34-39) melihat karakterisik anak tunarungu dari
beberapa segi:
1) Karakteristik dalam segi intelegensi
Anak tunarungu ada yang memiliki intelegensi tinggi, rata-rata dan rendah
sama seperti halnya anak normal. Akan tetapi intelegensi mereka tidak
mendapatkan kesempatan untuk berkembang, karena pendengaran mereka
terganggu sehingga sedikit sekali informasi yang diperoleh anak tunarungu.
Dengan demikian perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama
cepatnya dengan anak normal lainnya.
2) Karakteristik bahasa dan bicara
Kemampuan bahasa dan bicara anak tunarungu jauh berbeda dengan
kemampuan bahasa dan bicara anak normal. Hal itu disebabkan karena anak
tunarungu tidak dapat mendengar bahasa, kemampuan bahasanya tidak akan
berkembang jika tidak dididik dan dilatih secara khusus. Perkembangan bahasa
erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Akibat ketidakmampuannya
untuk mendengar dibanding dengan anak normal sebayanya, maka
perkembangan bahasa anak tunarungu tertinggal jauh.
3) Karakteristik dalam segi emosi dan sosial
Tunarungu menyebabkan seseorang terasing dari aturan sosial dan pergaulan
dalam kehidupan masyarakat mereka, maka anak tunarungu mengalami
hambatan dalam perkembangan kepribadian untuk menuju dewasa. Hal
tersebut menimbulkan efek negatif bagi anak tunarungu, seperti:
a) Egosentrisme melebihi anak normal
Karena anak tunarungu mengalami hambatan dalam pendengarannya maka
mereka lebih menggunakan penglihatannya dalam pengamatan, maka anak
tunarungu mempunyai sifat ingin tahu yang besar yang seolah-olah mereka
selalu ingin melihat, hal itu dapat meningkatkan sifat egosentrisme mereka,
bahkan mereka ingin memilikinya, dan bisa terjadi ia langsung merebutnya
dari tangan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
b) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang luas
Anak tunarungu sering merasa menguasai keadaan yang diakibatkan oleh
pendengaran yang mengalami gangguan, maka ia sering merasa takut dan
khawatir.
c) Ketergantungan terhadap orang lain
Sikap ketergantungan anak tunarungu menunjukkan bahwa ia putus asa dan
ingin mencari bantuan.
d) Perhatian sukar dialihkan
Keterbatasan bahasa menyebabkan keterbatasan berpikir seseorang, pikiran
anak tunarungu terpaku pada hal yang konkrit, seluruh perhatiannya tertuju
pada sesuatu dan sulit untuk melepaskannya karena ia tidak mempunyai
kemampuan lain. Sehingga jalan pikiran anak tunarungu sulit untuk
berpindah ke hal lain yang belum nyata.
e) Pada umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tidak banyak
masalah. Kemiskinan dalam bahasa mengakibatkan anak tunarungu dengan
mudah meyampaiakan perasaan dan apa yang ada dalam pikirannya tanpa
memandang segi-segi yang akan menghalanginya.
f) Mudah marah dan mudah tersinggung
Anak tunarungu sering mengalami kesulitan dalam menyampaikan perasaan
dan apa yang dipikirkan serta kesulitan memahami apa yang disampaikan
orang lain, maka hal tersebut diwujudkan dengan kemarahan.
Sutjihati Sumantri (1996: 74) mengemukakan bahwa ”sudah menjadi
kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi
antara satu orang dengan oranglain”. Namun bagi anak tunarungu tidaklah
demikian, karena anak ini mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinana
bahasa membuat dia tidak mampu terlibat baik dalam situasi sosialnya.
Sebaliknya, orang mendengar pada umumnya juga sulit memahami perasaaan dan
pikirannya.
Menurut Sardjono (2000: 41) “karakteristik yang paling cocok dari anak
tunarugu yaitu terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara mereka terbatas
pada kosakata dan pengertian kata-kata abstrak”. Hal ini dikarenakan karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
mereka hanya melalui penglihatan dalam belajar bahasa. Berdasar hal tersebut
terdapat beberapa karakteristik anak tunarungu antaralain:
1. Perbendaharaan kata yang dimiliki terbatas dibandingkan dengan anak
normal seusianya.
2. Kesulitan mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan
3. Kesulitan mengartikan kata-kata yang bersifat abstrak
4. Nada bicara kadang tidak teratur, ada yang monoton dan nada tinggi
5. Bicaranya terputus-putus akibat pernafasan dan penguasaan
kosakatanya terbatas
6. Bicaranya cenderung diikuti gerakan anggota tubuh untuk
memperjelas ucapannya.
Menurut Terezinha Nunes, anak-anak tunarungu mempunyai kesempatan
belajar yang seakan-akan tiba-tiba, tanpa tahu asal-usulnya, akibat dari kehilangan
pendengaran mereka. Anak tunarungu memiliki akses yang miskin untuk
memperoleh sumber informasi. Proses belajar yang eakan-akan tiba-tiba mungkin
memberikan kesempatan yang sedikit bagi mereka. Akibatnya, beberapa konsep
yang anak-anak tunarungu pelajari secara “mendadak” di setiap hidupnya
mungkin menjadikan mereka memerlukan suatu bentuk pelajaran yang jelas di
sekolahnya. (www.acfos.org/publication/ourarticles/pdf/acfos3/nunes.pdf).
Cruickshank (dalam Moh. Effendi, 2006) mengemukakan bahwa anak
tunarungu seringkali memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-
kadang tampak terbelakang. Kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh derajat
gangguan pendengaran yang dialami oleh anak saja, melainkan juga tergantung
pada potensi kecerdasan yang dimilikinya. Rangsangan mental serta dorongan
lingkungan di sekitar dapat memberikan kesempatan bagi anak tunarungu untuk
mengembangakan kecerdasanya. Anak tunarungu hanya dapat menunjukkan
kemampuan dalam bidang motorik dan mekanik, serta intelegensi konkrit, tetapi
memiliki keterbatasan dalam intelegensi verbal dan kemampuan akademik.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
anak tunarungu mempunyai karakteristik yang berbeda dengan anak normal pada
umumnya. Perkembangan bahasa anak tunarungau memang sangat terbatas, baik
dari segi perkembangan membaca, bahasa tuli, maupun ujaran. Hal ini merupakan
dampak dari gangguan indera pendengaran mereka. Anak tunarungu sebagai
makhluk sosisalpun mengalami hambatan. Mereka mengalami kesulitan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
menyesusaikan diri dengan lingkungan orang normal pada umumnya.
Lingkunganpun melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan
nilainya dianggap sebagai orang yang kurang mampu berkarya. Padahal, pada
dasarnya mereka memerlukan kebersamaan dalam kehidupan sosial dengan orang
normal pada umumnya.
2. Hakekat Prestasi Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha
pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.
Belajar sendiri mempunyai pengertian sebagai suatu yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Belajar dapat membawa perubahan bagi si pelaku baik perubahan
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Perubahan tersebut akan membantu
peserta didik untuk memecahkan masalahdalam hidupnya serta dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Menurut Winkell (dalam R. Anggkowo dan A.Kosasih, 2007: 48) belajar
merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan demi menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, ketrampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan
dan berbekas.
Belajar dan mengajar adalah dua proses yang mempunyai hubungan
sangat erat dalam dunia pengajaran. Belajar biasanya dikhususkan kepada peserta
didik dan mengajar kepada guru. Belajar dalam arti luas yaitu suatu proses
perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan
dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai mata pelajaran atau lebih luas lagi
dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman.
Baharudin (2009: 163) mengemukakan bahwa pokok-pokok belajar
adalah perubahan dengan mendapatkan kecakapan baru, latihan atau praktik, dan
adanya perubahan tingkah laku aktual maupun potensial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Menurut kelompok teori kognitif (dalam Mulyono Abdurrohman, 1999:
34), belajar adalah proses pencapaian perubahan pemahaman (insight),
pandangan, harapan, atau pola berpikir.
Menurut Skinner (dalam R. Angkowo dan A. Kosasih, 2007: 47) belajar
adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung
secara progresif.
Definisi tersebut didukung oleh Mulyono Abdurrohman (1999: 28) yang
berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses dari seorang individu yang
berupaya mencapai tujuan belajar atau yang disebut hasil belajar, yaitu suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
Morgan (dalam M. Ngalim Purwanto, 2002: 84) mengemukakan bahwa
“belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan dan pengalaman”.
Menurut R. Angkowo dan A. Kosasih (2007: 52) terdapat tiga klasifikasi
proses belajar, yaitu 1) memandang belajar sebagai proses, 2) memandang belajar
sebagai hasil, 3) memandang belajar sebagai fungsi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan pembelajar untuk mencapai
tujuan belajar. Selama proses belajar tersebut terdapat perubahan-perubahan ke
arah yang lebih baik. Perubahan tersebut berupa peningkatan kecakapan,
keterampilan dan sikap yang bersifat relatif dan konstan, sebagai suatu hasil dari
latihan dan pengalaman.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Edgar Dale (dalam Hujair A H Sanaky, 2009: 40) pengalaman
belajar berlangsung dari tingkat yang konkret menuju tingkat yang lebih abstrak.
Pada tingkat yang konkret, seseorang dapat belajar dari kenyataan atau
pengalaman langsung yang bertujuan dalam kehidupan kita. Kemudian meningkat
ke tingkat yang lebih atas menuju puncak kerucut, dalam tingkat yang abstrak
bentuk simbol-imbol. Pembagian tingkatan-tingkatan itu, semata-mata untuk
membantu melihat pengalaman belajar. Kerucut pengalaman yang dikemukakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Edgar Dale dengan pola berpikir dari konkrit sampai abstrak adalah sebagai
berikut: (1) Pengalaman langsung dan bertujuan, (2) Pengalaman tiruan yang
diatur, (3) Pengalaman dramatasi, (4) Demonstrasi, (5) Karyawisata, (6) pameran,
(7) televisi, (8) gambar hidup, (9) rekaman radio, gambar tetap, (10) gambar, (11)
simbol visual, (12) verbal.
Menurut Bruner (dalam Mulyono Abdurrohman, 1999: 34) terdapat tiga
tahapan dalam proses Pembelajaran yaitu: (1) Tahapan Enactive adalah
tahap dalam proses belajar yang ditandai oleh manipulasi secara
langsung objek-objek berupa benda atau peristiwa konkrit; (2) tahap
iconic ditandai oleh penggunaan perumpamaan atau tamsilan (imagery);
(3) sedangkan tahapan symbolic ditandai oleh penggunaan simbol dalam
proses belajar.
Menurut Piaget (dalam Mulyono Abdurrohman, 1999: 34)
Perkembangan intelektual meliputi empat tahap berikut: (1) tahap sensori-motorik
(0:0-2:0 tahun), (2) tahap praoperasional (2-7 tahun), (3) tahap operasional
konkret (7-11 tahun), dan (4) tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas).
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu
melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut
selalu berubah. Adanya interaksi dengan lingkungan tersebut, maka menjadikan
fungsi intelektualnya semakin berubah.
Dua kelompok teori psikologis mempunyai pendapat yang berbeda
tentang proses belajar yaitu kelompok teori behavioristik dan kelompok
teori kognitif. Kelompok teori behavioristik memandang manusia sebagai
makhluk pasif yang dipengaruhi oleh stimulasi dari lingkungan,
sedangkan kelompok teori kognitif memandang manusia sebagai
makhluk aktif yang bebas membuat pilihan. Teori neurologis
menjelaskan bahwa struktur otak merupakan hasil interaksi antara pola
genetik dengan lingkungan (Mulyono Abdurrohman, 1999: 42).
Proses pembelajaran pada seseorang memang bertahap, karena terdapat
tujuan yang ingin dicapai. Bloom (dalam R. Angkowo dan A. Kosasih, 2007: 53-
54) membagi tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan menjadi tiga ranah,
yaitu
1. Ranah kognitif (cognitive domain)
a. Pengetahuan (knowledge)
b. Pemahaman (comprehension)
c. Penerapan (application)
d. Analisa (analysis)
e. Sintesa (synthesis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
f. Evaluasi (evaluation)
2. Ranah afektif (affective domain)
a. Penerimaan (receiving)
b. Partisipasi (responding)
c. Organisasi (organization)
d. Pembentukan pola hidup (characterization by or value complex)
3. Ranah psikomotorik (psychomotoric domain)
a. Persepsi (perception)
b. Kesiapan (set)
c. Gerakan terbimbing (guided respon)
d. Gerakan yang terbiasa (mechanical response)
e. Gerakan yang kompleks (complek response)
f. Pesuaian pola gerakan (adjusment)
g. Motivasi belajar (creativity)
Berkenaan dengan hasil belajar, Gagne mengemukakan lima jenis atau
tipe belajar, yakni: 1) belajar kemahiran intelektual (kognitif), 2) belajar informasi
verbal, 3) belajar mengatur kegaiatan intelektual, 4) belajar keterampilan motorik,
5) belajar sikap (R. Angkowo. A. Kosasih, 2007: 54).
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa proses
belajar pada diri seseorang terjadi secara bertahap dari hal-hal yang bersifat
konkret ke arah yang abstrak. Perkembangan kognitif seseorang berkaitan dengan
struktur otak, sedangkan struktur otak dipengaruhi oleh stimulasi yang diberikan
oleh lingkungan. Setiap proses pembelajaran hendaknya tingkat keberhasilannya
dapat diukur, disamping dapat diukur dari segi prosesnya.
Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Clark (dalam R. Angkowo dan A. Kosasih, 2007: 50) hasil belajar peserta didik di
sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan 30% dipengaruhi
oleh lingkungan.
Menurut R. Angkowo dan A. Kosasih (2007: 50) hasil belajar peserta
didik dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri peserta didik
yang berupa kemampuan peserta didik dan faktor yang datang dari luar.
Berkaitan dengan faktor dalam diri peserta didik selain faktor kemampuan, ada
juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar,
ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisisk dan psikis. Sedangkan faktor
lingkungan yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
pengajaran. Yang dimaksud kualitas pengajaran adalah efektif tidaknya proses
pembelajaran dalam mencapai tujuan instruksional.
Faktor lain yang turut menentukan hasil belajar yaitu pendekatan belajar.
Ini berkaitan dengan upaya pembelajaran yang meliputi strategi dan metode
pembelajaran. Ketiga faktor ini dalam banyak hal saling berkaitan dan
mempengaruhi satu sama lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar seorang peserta
didik. Faktor tersebut adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
meliputi keadaan lingkungan termasuk di dalamnya adalah penggunaan media
dalam pembelajaran. Penggunaan media sangat efektif dalam meningkatkan hasil
belajar peserta didik. Sedang faktor internal meliputi kemampuan peserta didik,
motivasi, minat dan sebagainya. Kedua faktor tersebut saling terkait dan saling
mendukung.
c. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan tolok ukur bagi keberhasilan seseorang
dalam melakukan suatu usaha. Kehadiran prestasi belajar dalam kehidupan
manusia pada tingkat dan jenis tertentu memberikan kepuasan tertentu pada
manusia (Moh. Uzer, 2005: 24).
Prestasi belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 700)
mempunyai pengertian hasil yang dicapai, dilakukan atau dikerjakan.
Zainal Arifin (1989: 3) mengemukakan prestasi adalah hasil dari
kemampuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam menyelesaiakn sesuatu hal.
Definisi tersebut didukung oleh Mulyono Abdurrohman (1999: 42) yang
berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
selesai melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor
yang berasal dari dalam diri anak dan faktor yang berasal dari lingkungan.
Syafir (dalam http://www.syafir.com/2011/02/12/pengertian-prestasi-
belajar) mengemukakan Prestasi belajar adalah segala sesuatu yang dicapai
dimana prestasi itu menunjang kecakapan seorang manusia. Kemudian ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
pendapat lain mengatakan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah
berusaha secara intensif sehingga hasil itu merupakan keunggulan.
Menurut Keller (dalam Mulyono Abdurrohman 1999: 39) hasil belajar
adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak.
Adi Nugroho (dalam http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/pengertian-
prestasi-belajar.hml) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil
belajar yang telah dicapai menurut kemampuan yang tidak dimiliki dan
ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri
seseorang yang diperlukan dari belajar dengan waktu tertentu, prestasi
belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian.
Winkell (1996: 162) mengatakan bahwa “prestasi adalah suatu bukti
keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”.
S. Nasution (1996: 17) menyatakan prestasi belajar adalah:
“kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berpikir, merasa dan brbuat”.
Menurut Sunarto, Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi
tiga aspek yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi
kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memeneuhi target dalam kriteria
tersebut”.(http://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/pengertia-prestasi-
belajar/).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa prestasi belajar adalah bukti keberhasilan yang telah dicapai dalam bentuk
penilaian. Prestasi Belajar merupakan suatu hasil usaha maksimal seseorang yang
dinyatakan dalam simbol, angka, huruf, dan kalimat dalam periode tertentu.
Prestasi belajar dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi. Hasil evaluasi
menunjukkan tentang tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik.
3. Hakekat Pembelajaran Matematika untuk Anak Tunarungu
a. Hakekat Mata Pelajaran Matematika
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang selalu
diajarkan pada jenjang pendidikan TK, SD, SLTP, hingga SMA bahkan tidak
terkecuali di SLB. Matematika merupakan ilmu yang membutuhkan fungsi kerja
otak karena matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan ide-ide atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalaran deduktif yang
membutuhkan pemahaman secara bertahap dan berurutan.
A. Halim menyatakan bahwa matematika didefinisikan sebagai ilmu
tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
(http://masthoni.wordpress.com/2009/07/12/melihat-kembali-definisi-dan
deskripsi-matematika/).
Menurut Parwoto (2007: 125) matematika adalah ilmu tantang struktur-
struktur abstrak karena penelaahan bentuk-bentuk dalam matematika membawa
matematika itu ke dalam struktur-struktur abstrak pengetahuan. Pengetahuan
matematika merupakan ilmu yang abstrak bagi peserta didik, terlebih bagi peserta
didik tunarungu yang daya abstraksinya rendah.Terdapat banyak alasan perlunya
siswa belajar matematika.
Cornelius (dalam Mulyono Abdurrohman, 1999:253) mengemukakan
lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan
(1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan
masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan
dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan
kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya.
Aspek-aspek pemahaman suatu konsep termasuk pemahaman rumus-
rumus dan aplikasinya merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki
peserta didik dalam pembelajaran matematika, akan tetapi dalam kenyataannya
masih banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
permasalahan matematika, hal ini dikarenakan pemahaman konsep yang dimiliki
siswa kurang.
Menurut Mulyono Abdurrohman (1999: 257) ada lima kekeliruan yang
dilakukan oleh anak belajar berhitung. Kelima jenis kekeliruan teersebut adalah:
1) Kekurangan pemahaman simbol
2) Kekurangan pemahaman tentang nilai tempat
3) Kekurangan pemahaman dalam melakukan perhitungan
4) Penggunaan proses menghitung yang keliru
5) Kesulitan dalam menulis
Menurut Bruner (dalam Mulyono Abdurrohman, 1999:34) terdapat tiga
tahapan dalam proses Pembelajaran Matematika, yaitu: (1) Tahapan Enactive
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
adalah tahap dalam proses belajar yang ditandai oleh manipulasi secara langsung
objek-objek berupa benda atau peristiwa konkret; (2) tahap iconic ditandai oleh
penggunaan perumpamaan atau tamsilan (imagery); (3) sedangkan tahapan
symbolic ditandai oleh penggunaan simbol dalam proses belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas, bila
dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain maka pembelajaran matematika
sebaiknya tidak disamakan dengan ilmu yang lain. Mata pelajaran matematika
berperan sangat penting untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan
sehari-hari, untuk itu setiap anak yang mengenyam pendidikan berhak
mendapatkan mata pelajaran matematika, tidak terkecuali anak SLB. Keyakinan
peserta didik mengenai kecakapan atau kemampuan mengerjakan matematika
dan memahami sifat-sifat matematika mempunyai pengaruh yang penting
terhadap penyelesaian soal. Gurupun mempunyai peran serta dalam penanaman
konsep matematika, karena merekalah yang menyampaiakn materi. Guru yang
tepat adalah yang menyampaikan materi berdasar pada tahapan-tahapan
perkembangan kognitif anak.
Kemampuan berhitung dalam pembelajaran matematika sangat penting.
Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari kemampuan yang bertingkat dari
kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung
dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dasar berhitung,
kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan melakukan operasi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau
tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan
pembagian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian di bawah.
1. Kemampuan dasar berhitung, terdiri atas:
a) Mengelompokkan (classification), yaitu kemampuan mengelompokkan
objek sesuai warna, bentuk, maupun ukurannya. Objek yang sejenis
dikelompokkan dalam suatu himpunan, misalnya himpunan kursi, himpunan
kelereng merah, himpunan bola besar, dan lain-lain. Pada anak yang
kesulitan mengklasifikasi, anak tersebut kesulitan menentukan bilangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
ganjil dan genap, bilangan cacah, bilangan asli, bilangan pecahan, dan
seterusnya.
b) Membandingkan (comparation), yaitu kemampuan membandingkan atau
kuantitas dari dua buah objek. Misalnya:
(1) Penggaris A lebih panjang dari penggaris B
Penggaris A Penggaris B
Gambar 1. Penggaris
(2) Bola X lebih kecil dari Bola Y
Bola X Bola Y
Gambar 2. Bola
(3) Meja Merah lebih banyak dari meja Biru, dan seterusnya.
Meja Merah
Meja Biru
Gambar 3. Meja
c) Mengurutkan (seriation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau
kuantitas lebih dari dua buah objek. Pola pengurutannya sendiri bisa dimulai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
dari yang paling minimal ke yang paling maksimal atau sebaliknya.
Contohnya:
(1) Penggaris A paling pendek, Penggaris B agak panjang, dan Penggaris C
paling panjang;
Penggaris A
Penggaris B
Penggaris C
Gambar 4. Penggaris
(2) Bola X paling besar, Bola Y lebih kecil, dan Bola Z paling kecil;
Bola X Bola Y Bola Z
Gambar 5. Bola
(3) Meja Merah paling banyak, Meja Biru lebih sedikit, dan Meja Ungu
paling sedikit;
Meja Merah
Meja Biru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Meja Ungu
Gambar 6. Meja
(4) 5 – 4 – 3 atau 20 – 40 – 70 – 80 – 100; dan seterusnya.
(5) Menyimbolkan (simbolization), yaitu kemampuan membuat simbol
atas kuantitas yang berupa angka/bilangan (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9) atau
simbol tanda operasi dari sebuah proses berhitung seperti tanda +
(penjumlahan), - (pengurangan), x (perkalian), atau ÷ pembagian), <
(kurang dari), > (lebih dari), dan = (sama dengan) dan lain-
lain.Penguasaan simbol-simbol tanda ini akan berguna saat anak
melakukan operasi hitung.
d) Konservasi, yaitu kemampuan memahami, mengingat, dan menggunakan
suatu kaidah yang sama dalam proses/operasi hitung yang memiliki
kesamaan. Bentuk konkret dari konservasi adalah penggunaan rumus atau
kaidah suatu operasi hitung. Dalam sebuah operasi hitung berlangsung
proses yang serupa untuk objek kuantitas yang berbeda. Misalnya dengan
memahami konsep penjumlahan anak akan tahu bahwa 2+5 adalah 7 dan
4+9 adalah 13; karena meskipun jumlah angkanya berbeda tetapi pola
hitungannya sama. Anak akan mengalami kesulitan saat menterjemahkan
kalimat bahasa menjadi kalimat matematis pada soal cerita.
(6) Kemampuan dalam menentukan nilai tempat;
Dalam berhitung/matematis, pemahaman akan nilai tempat adalah sesuatu
yang penting, karena bilangan ditentukan nilainya oleh urutan atau posisi
suatu angka di antara angka lainnya. Dalam matematika, bilangan yang
terletak di sebelah kiri nilainya lebih besar dari bilangan di sebelah kanan.
Misalnya pada bilangan 15; angka ”1” nilainya adalah 1puluhan sedangkan
angka ”5” adalah ”5 satuan”. Konsep nilai puluhan dan satuan melekat pada
posisi/tempatnya masing-masing. Begitu juga nilai ratusan, ribuan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
puluhribuan, dan seterusnya. Pemahaman mengenai konsep nilai tempat
juga penting dalam operasi hitung. Pada operasi penjumlahan konsep ini
akan mengarahkan penentuan berapa nilai yang disimpan, sedangkan
operasi pengurangan konsep nilai tempat akan mengarahkan penentuan
berapa nilai yang dipinjam.
(7) Kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik
menyimpan; dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam. Anak
yang tidak menguasai tahapan konservasi akan kesulitan melakukan operasi
hitung. Anak yang belum menguasai konsep nilai tempat akan mengalami
kesulitan dalam proses operasi hitung penjumlahan dengan menyimpan atau
pengurangan dengan meminjam. Erna Maryati, 2010 dalam
(http://ernamaryati.blogspot.com.2010/11/penjumlahan-dan-pengurangan-
untuk-kelas.html).
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa kemampuan operasi hitung pada anak terjadi secara bertahap meliputi lima
tahap dasar, membandingkan, mengurutkan, simbolisasi, konservasi, menentukan
nilai tempat, dan kemampuan operasi penjumlahan. Kemampuan operasi hitung
tersebut saling terkait dan setiap tahapan harus sudah sangat dipahami peserta
didik untuk melanjutkan tiap tahap berhitung berikutnya. Operasi penjumlahan
meliputi operasi penjumlahan dengan dan tanpa teknik menyimpan, sedang
operasi pengurangan meliputi dengan dan tanpa teknik meminjam.
b. Hakekat Mata Pelajaran Matematika untuk Anak Tunarungu
Tahapan pembelajaran matematika untuk anak tunarungu tidak berbeda
dengan anak yang mendengar. Anak tunarungu memiliki tingkat kecerdasan yang
tidak berbeda dengan anak yang mendengar.
Anak tuli tidak semuanya lemah dalam matematika dibanding anak yang
mendengar. Kira-kira 15% dari anak-anak tuli berat menunjukkan hasil tes yang
standar pada usia rata-rata mereka. Jika kehilangan pendengaran menyebabkan
kesulitan matematika secara langsung, maka tidak akan ada anak tuli yang
menunjukkan prestasi yang memadai pada usia rata-rata mereka. Peserta didik tuli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
tampil di atas rata-rata atau rata-rata di tingkat tes yang diadakan untuk standar
anak normal. Apabila gangguan pendengaran adalah penyebab langsung dari
kesulitan dalam matematika, maka tidak ada peserta didik tunarungu yang
menampilkan tingkat prestasi yang memadai untuk usia mereka. Wood dan
Howard (dalam www.acfos.org/publication/ourarticles/pdf/acfos3/nunes.pdf)
Gangguan pendengaran tidak dapat diperlakukan sebagai penyebab
langsung kesulitan dalam matematika, tetapi sebagai faktor risiko.
Beberapa temuan dalam literature menunjukkan bahwa gangguan
pendengaran bukanlah penyebab langsung kesulitan dalam matematika.
Terdapat dua alasan gangguan pendengaran tidak menyebabkan lansung
kesulitan matematika. Alasan tersebut adalah Pertama tidak semua
peserta didik tunarungu lebih lemah dalam matematika dibanding
dengan peserta didik yang mendengar. Kedua, kebanyakan studi telah
menemukan tidak ada korelasi atau hanya sangat kecil korelasi antara
tingkat gangguan pendengaran dan pencapaian matematika. Hasil ini
menunjukkan bahwa gangguan pendengaran bukanlah penyebab
langsung dari kesulitan dalam matematika. Nunes dan Morene (dalam
www.acfos.org/publication/ourarticles/pdf/acfos3/nunes.pdf)
Materi pembelajaran matematika di sekolah dasar dengan sekolah luar
biasa khususnya untuk anak tunarugu tidak jauh berbeda. Mata pelajaran
matematika pada satuan pendidikan Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Bilangan
2. Geometri dan Pengukuran
3. Pengolahan Data
Berdasar hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa anak tunarungu
intelegensinya tidak jauh berbeda dengan anak mendengar. Anak tunarungu
mampu berprestasi dalam mata pelajaran matematika. Ketunarunguan bukan
penyebab langsung terhadap rendahnya prestasi belajr matematika. Penggunaan
media yang tepat mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik tunarungu.
Kognitif anak cacat pendengaran atau anak-anak tunarungu tidak
berbeda dari rekan-rekan mendengarnya dan ada bukti yang menunjukkan bahwa
anak-anak tunarungu dalam mempelajari konsep dengan urutan yang sama dan
dengan cara yang sama sebagaimana yang dilakukan anak-anak mendengar.
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa anak-anak gangguan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
pendengaran secara keseluruhan dalam semua pembelajaran termasuk
pembelajaran matematika, umumnya tertunda karena dasar bahasa terbatas.
Ketika konsep-konsep matematika diajarkan visual maka anak dengan gangguan
pendengaran lebih mudah untuk memahami. Anak gangguan pendengaran yang
berorientasi visual, lebih cenderung lebih mudah untuk beradaptasi dengan bentuk
tertulis dibanding dengan seorang anak mendengar karena mereka lebih terfokus
pada hal-hal visual. Anak-anak tunarungu lebih mungkin untuk mencoba, dan
pada waktunya mengerti, masalah matematika ketika mereka menggunakan
tangan dan visual menjalankan kegiatan matematika dan sumber daya. Elizabeth
(dalam http://www.ttaconline.org/staff/sol/scideaf.html)
Nunes dan Moreno mengidentifikasi dua kesulitan khusus peserta didik
tunarungu yang dapat menjelaskan mengapa mereka berisiko untuk
berprestasi rendah dalam matematika. Pertama, anak-anak tunarungu
memiliki kesempatan lebih sedikit untuk belajar. Mereka belajar secara
insidentil sebagai konsekuensi dari gangguan pendengaran mereka.
Tunarungu pada anak muda, menyebabkan mereka tidak memiliki akses
terhadap banyak sumber informasi misalnya melalui radio, dan
percakapan di meja makan malam. Mereka hanya dapat belajar secara
insidental yang menbuat mereka menderita karena kurangnya
kesempatan.
(www.acfos.org/publication/ourarticles/pdf/acfos3/nunes.pdf).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa gangguan pendengaran bukan merupakan penyebab langsung kesulitan dan
rendahnya prestasi matematika anak tunarungu. Gangguan pendengaran tersebut
hanya sebuah faktor resiko, karena pada kenyataannya mereka memiliki
intelegensi rata-rata atau bahkan di atas rata-rata dan tidak berbeda dengan anak
yang mendengar. Prestasi belajar matematika mereka akan meningkat bahkan di
atas rata-rata apabila di dalam pembelajaran matematika penyampaianya
dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi pembelajaran dan media yang
sesuai dengan karakteristik dan perkembangan tahapan intelegensi mereka. Materi
akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik dengan gangguan pendengaran
apabila media yang digunakan bersifat visual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
4. Hakekat Media Animasi Kantong Hitung
a. Pengertian Media
Media merupakan suatu bagian yang disatukan dari penyajian pelajaran,
yang memberikan sumbangan unik untuk mencapai tujuan pelajaran secara
umum. Media pembelajaran dapat menghasilkan atau mendekati realitas, dapat
mengganti kata-kata yang merupakan lambang tidak sempurna. Hal ini dapat
mudah membantu meningkatkan dan merangsang minat dari sebuah kelas yang
apatis. Media-media pembelajaran juga mempunyai hubungan nilai hiburan serta
tidak memperkecil arti pokok pelajarannya, tetapi justru membantu memperjelas
konsep yang akan disampaikan.
Menurut R. Angkowo dan A. Kosasih (2007: 10) Kata media berasal dari
bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau
pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses
pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau
elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali
informasi verbal atau visual. Media juga dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga dapat
terdorong dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne (dalam Hujair AH Sanaky, 2004:3) media adalah
berbagai jenis komponen atau sumber belajar dalam lingkungan pembelajar yang
dapat merangsang pembelajar untuk belajar.
R. Angkowo dan A. Kosasih (2007:11) merumuskan media adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang
pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan peserta didik
sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri peserta didik.
Tujuan utama penggunaan media pembelajaran ini, adalah agar konsep-
konsep dan ide dalam matematika yang sifatnya abstrak dapat dikaji, dipahami,
dan dicapai oleh penalaran peserta didik, terutama peserta didik yang masih
memerlukan bantuan alat yang sifatnya nyata, terlihat dengan jelas dalam
menangkap ide atau konsep yang diajarkan. Setiap media yang digunakan oleh
guru matematika dalam proses pengajarannya harus berdasarkan tujuan
intruksional yang telah disusun. Artinya tujuan itulah yang menentukan media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
karena materi yang disajikan didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, maka
dengan sendirinya media tersebut harus mengandung ide-ide atau konsep-konsep
yang terkandung dalam materi tersebut.
Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2005: 15) mengemukakan bahwa,
“pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh psikologis terhadap siswa”
Azhar Arsyad (2005: 15) menyatakan bahwa, “dalam suatu proses belajar
mengajar, ada dua unsur yang amat penting yaitu metode mengajar dan media
pembelajaran”.
Mc Luhan (dalam Basuki Wibawa, 2001: 11) bahwa “Media sangat luas
sehingga mencakup semua alat komunikasi dari seorang ke orang lain yang tidak
ada di hadapannya’.
Definisi tersebut didukung oelh Romiszowski (dalam Basuki Wibawa,
2001: 12) yang berpendapat bahwa “Media adalah pembawa pesan yang berasal
dari suatu sumber pesan (yang berupa orang atau benda) kepada penerima pesan.
Gerlach dan Ely (dalam Azhar Arsyad, 2005:23) berpendapat bahwa
media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau
kejadian yang membangaun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian
ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara
lebih khusus, pengertain media dalam proses belajar mengajar cenderung
diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk
menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual verbal.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa media memiliki makna yang sangat luas. Media merupakan alat yang
digunakan oleh guru dalam menyampaikan pelajaran agar materi yang
disampaikan lebih dapat dipahami oleh peserta didik. Penggunaan media yang
menarik mampu meningkatkan prestasi peserta didik. Keberhasilan penggunaan
media untuk meningkatkan prestasi siswa tergantung pada isi pesan, cara
menjelaskan pesan, dan karakteristik penerima pesan. Ditinjau dari bidang
pendidikan, utamanya dalam proses belajar mengajar, maka dapat disimpulkan
bahwa media adalah alat yang berfungsi sebagai pembawa pesan baik berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
benda mati maupun makhluk hidup, sedang penerima pesan adalah peserta didik.
Media ini berinteraksi dengan peserta didik melalui indera peserta didik.
Penggunaaan media sangat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi
belajar bagi anak tunarungu. Proses belajar mengajar akan lebih variatif dan
kreatif jika menggunakan media pembelajaran. Begitu juga dalam mata pelajaran
matematika, terlebih lagi bagi anak tunarungu. Mereka sangat membutuhkan
media sebagai alat bantu dalam memvisualisasikan hal-hal yang bersifat abstrak,
terutama yang terkandung dalam materi.
b. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Media pembelajaran terbagi menjadi beberapa kategori. Ada yang
melihat dari aspek fisiknya dan ada yang melihat dari sisi panca indera.
Berdasarkan jenisnya, Hujair AH Sanaky (2009: 21-22) mengklasifikasikan
media menjadi tiga, yaitu: a) media audio, yaitu media yang digunakan dengan
mengandalkan pendengaran, b) media visual, yaitu media yang digunakan dengan
mengandalkan penglihatan, c) media audio visual, yaitu media yang digunakan
dengan mengandalkan penglihatan dan pendengaran.
Menurut R. Anggkowo dan A.Kosasih (2007: 13-14) media dibagi
menjadi tiga jenis yaitu, (1) media grafis, termasuk di dalamnya media
visual, yakni pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-
simbol komunikasi visual, (2) media audio, media jenis ini berkaitan
dengan indera pendenaran, (3) media proyeksi diam, media jenis ini
mempunyai persamaan dengan media grafis dalam arti menyajikan
rangsangan-rangsangan visual. Perbedaannya, media grafis dapat secara
langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan.
Sedangkan, proyeksi diam, pesan tersebut haus diproyeksikan dengan
proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran.
Menurut Heinich, Molenda, Russel (dalam R. Anggkowo dan A.
Kosasih, 2007: 12) jenis media yang lazim dipergunakan dalam pembelajaran
antaralain: media nonproyeksi, media proyeksi, media audio, media gerak, media
komputer, komputer multimedia, hipermedia, dan media jarak jauh.
Media pembelajaran menurut Hujair AH Sanaky (2009:38)
diklasifikasikan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
a. Bahan yang mengutamakan kegaitan membaca atau dengan menggunakan
simbol-simbol kata dan visual (bahan-bahan cetakan dan bacaan).
b. Alat-alat audio-visual, alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini, yaitu:
c. Media yang menggunakan teknik atau masinal, yaitu slide, film strif, film
rekaman, radio, televisi, video, VCD, labolatorium elektronik, dll.
d. Kumpulan benda-benda (material collections)
e. Contoh-contoh kelakuan, perilaku pengajar
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa terdapat tiga klasifikasi dan jenis media, yaitu media audio, media visual
dan media audio visual, yang masing-masing terdiri dari berbagai jenis dan
contoh. Berdasarkan klasifikasi dan jenisnya tersebut penggunaan media dalam
pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik peserta
didik, karena penggunaan media dalam pebelajaran dapat membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, membangkitkan keinginan dan minat
yang baru, bahkan membawa pengaruh terhadap psikologis peserta didik.
c. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Media pembelajaran dapat digunakan untuk menciptakan komunikasi
yang efektif antara guru dan peserta didik. Media pembelajaran dapat digunakan
sebagai alat bantu dalam proses belajar-mengajar, baik di dalam maupun diluar
kelas. Media pembelajaran mengandung aspek-aspek alat dan teknik yang sangat
erat pertaliannya dengan metode mengajar.
Tiap-tiap media memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh
pemakainya. Pengenalan jenis media dan karakteristiknya merupakan salah satu
faktor dalam penentuan pemilihan media.
Menurut R. Anggkowo dan A.Kosasih (2007:12) dalam memilih media
orang perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
1. Kejelasan maksud dan tujuan pemilihan tersebut;
2. Sifat dan ciri-ciri media yang akan dipilih;
3. Adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan karena pemilihan media
pada dasarnya adalah proses pengambilan keputusan akan adanya alternatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
pemecahan yang dituntut oleh tujuan. Kecuali prinsip-prinsip tersebut, ada juga
norma atau patokan yang bisa dipakai dan digunakan pada proses pemilihan
tersebut.
Proses pemilihan media tidak sama dengan pemilihan buku pegangan
dalam pembelajaran. Pemilihan buku pegangan perlu memperhatikan kebutuahn
dan kemampuan peserta didik yang akan diajar. Menurut Wilkinson (dalam R.
Anggkowo dan A. Kosasih, 2007:14) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam memilih media pembelajaran, yakni: (1) tujuan, media pembelajaran
hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang dirumuskan, (2) ketepatgunaan,
(3) keadaan peserta didik, media akan efektif digunakan apabila tidak tergantung
dari beda interindividual antara peserta didik, (4) ketersediaan, (5) biaya.
Azhar Arsyad (2005: 75) mengungkapkan bahwa kriteria pemilihan
media bersumber dari konsep bahwa media merupakan bagian dari system
instruksional secara keseluruhan. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang patut
diperhatiakn dalam memilih media, yaitu:
a) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
b) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang bersifat fakta, konsep, prinsip, atau
generalisasi.
c) Praktis, luwes, bertahan.
d) Guru terampil menggunakannya.
e) Mengelompokkan sasaran.
f) Mutu teknis.
Menurut Canei, R. Springfield, dan Clark (dalam R. Anggkowo dan A.
Kosasih, 2007:15) dasar pemilihan alat bantu visual adalah memilih alat bantu
yang sesuai dengan kematangan, minat, dan kemampuan kelompok.
Berdasarkan beragam pernyataan di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa dalam menggunakan media pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran, karakteristik dan kebutuhan individual peserta didik,
kesesuaian dengan materi, ketersediaan, biaya, kemampuan guru dalam
mengoperasionalkan media, serta kualitas media yang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
d. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Media pembelajaran memiliki manfaat dan fungsi yang besar terhadap
tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut Hujair A H Sanaky (2009: 4) manfaat
media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1) Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat menumbuhkan
motivasi dan belajar siswa
2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami
pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai tujuan pengajaran
dengan baik,
3) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan
pengajar tidak kehabisan tenaga,
4) Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan penjelasan daripengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang
dilakukan seperti: mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
Manfaat media pembelajaran menurut Kemp dan Dyton (dalam Azhar
Arsyad, 2005: 21-22) antaralain: 1) meminimalkan perbedaan penafsiran baik
dari guru maupun dari siswa, 2) media dapat disossialisasikan sebagai penarik
perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan, 3) pembelajaran
menjadi lebih interaktif dengan dirterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip
psikologis yang diterima dalam hal partisispasi peserta didik, umpan balik, dan
pengautan, 4) mempersingkat lama waktu pelajaran, 5) meningkatkan kualitas
pembelajaran, 6) pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimanapun diinginkan,
7) meningkatkan sikap positif peserta didik terhadap pembelajaran, 8) mengubah
guru menjadi positif dalam pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
manfaat media pembelajaran adalah untuk memudahkan penerima pesan yaitu
peserta didik dalam menerima dan memahami konsep materi yang disampaikan
untuk mencapai hasil pembelajaran yang amksimal. Penggunaan media pada
tahap orientasi pembelajaranakan sangat membantu kefektifan proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
pembelajaran dan penyampaian pesan serta isi pelajaran saat itu. Selain itu,
pembelajaran bermedia dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman,
menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran, serta
memadatkan imformasi.
Menurut Arief S. Sadiman, dkk (1986: 16-17) secara umum media
pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalist (dalam bentuk
kata-kata tertulis atau lisan belaka),
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera
3) Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat
diatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk
menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi yang lebih langsung
antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan, memungkinkan anak
didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
4) Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan
pengalaman yang berbeda, sedankan kurikulum dan materi pendidikan
ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami
kesulitan bilaman semuanya itu harus diatasi sendiri.
Menurut AH Sanaky (2009: 6) media pembelajaran berfungsi untuk
merangsang pembelajaran dengan:
1. Menghadirkan obyek sebenarnya dan obyek yang langkah,
2. Membuat duplikasi yag sebenarnya dari obyek sebenarnya,
3. Membuat konsep abstrak ke konsep konkret,
4. Memberi kesamaan persepsi,
5. Mengatasi hambatan waktu, jumlah, dan jarak,
6. Menyajikan ulang informasi secara kosisten, dan
7. Memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai, dan menarik,
sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa
fungsi dari media pembelajaran adalah menampilkan serangkaian peristiwa secara
nyata yang penyajiannya dalam waktu singkat , serta mampu mengurangi
penyampaian materi dalam bentuk verbalisme. Tujuan utama penggunaan media
pembelajaran ini, adalah agar konsep-konsep dan ide dalam matematika yang
sifatnya abstrak dapat dikaji, dipahami, dan dicapai oleh penalaran peserta didik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
terutama peserta didik yang masih memerlukan bantuan alat yang sifatnya nyata,
terlihat dengan jelas dalam menangkap ide atau konsep yang diajarkan. Setiap
media yang digunakan oleh guru matematika dalam proses pengajarannya harus
berdasarkan tujuan intruksional yang telah disusun. Artinya tujuan itulah yang
menentukan media karena materi yang disajikan didasarkan pada tujuan yang
ingin dicapai, maka dengan sendirinya media tersebut harus mengandung ide-ide
atau konsep-konsep yang terkandung dalam materi tersebut.
e. Pengertian Media Animasi Kantong Hitung
Pengertian anaimasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas,
1990: 53) tersurat bahwa “Animasi adalah acara televisi yang berbentuk
rangakaian lukisan atau gambar yang digerakkan secara mekanik elektroniks
sehingga tampak di layar menjadi bergerak”.
Menurut Reiber “bagian penting lain pada multimedia adalah animasi.
Animasi dapat digunakan untuk menarik perhatian peserta diklat jika digunakans
ecara tepat, tetapi sebaliknya animasi juga dapat mengalihkan perhatian dari
substansi materi yagn disampaikan ke hiasan animatif yang justru tidak penting”.
(http.//biologi-staincb.web.id/blog/artikel-pendidikan).
Animasi merupakan sebuah media yang tidak terlepas dari bantuan
komputer dan multimedia. Kata animasi berasal dari kata animation yang berasal
dari kata dasar to anime di dalam kamus Indonesia inggris berarti menghidupkan.
Secara umum animasi merupakan suatu kegiatan menghidupkan,menggerakkan
benda mati. Penggunaaan komputer untuk menyajikan bahan-bahan pembelajaran
sebagai pengganti buku teks dengan suatu variasi pembelajran yang terprogram
disebut pembelajaran dengan media komputer (Compter Assisted Instruction).
Berdasar beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa proses
belajar mengajar akan lebih variatif dan kreatif jika menggunakan media
pembelajaran. Begitu juga dalam mata pelajaran Matematika, terlebih lagi bagi
anak tunarungu. Mereka sangat membutuhkan media sebagai alat bantu dalam
memvisualisasikan hal-hal yang bersifat abstrak, terutama yang terkandung dalam
soal-soal abstrak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan menggunakan media yang
sesuai dengan materi penjumlahan dan pengurangan yaitu berupa animasi kantong
hitung. Media animasi kantong hitung ini di dalamnya terdapat kantong puluhan
dan kantong satuan.
5. Penggunaan Media Animasi Kantong Hitung pada
Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan
Pengurangan Anak Tunarungu
Media animasi kantong hitung merupakan media animasi yang berisi
gambar-gambar animasi tiga dimensi yang dapat bergerak otomatis yang berupa
kantong-kantong hitung beserta lidi-lidi. Setiap penambahan dan pengurangan lidi
dalam kantong tersebut, maka lidi akan berkurang secara otomatis. Proses
berkurang dan bertambahnya lidi tersebut akan nampak secara visual sehingga
menguntungkan anak tunarungu yang inderanya terbatas pada visual. Proses
penjumlahan danpengurangan tersebut tidakhanya dapa tdibayangkan oleh anak
tunarungu, melainkan dapat dilihat langsung. Kantong-kantong tersebut terdiri
dari kantong satuan dan kantong puluhan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 7. Animasi Kantong Hitung
Materi mata pelajaran matematika yang disampaikan dalam penelitian ini
meliputi:
1. Penjumlahan tanpa teknik memnyimpan
Misal: 31 + 53 = 84
24 + 42 = 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2. Pengurangan tanpa teknik meminjam
Misal: 83 = 80 + 3
62 = 60 + 2
20 + 1 = 21
3. Penjumlahan dengan teknik menyimpan
Misal: 53 = 50 + 3
37 = 30 + 7
90 + 0 = 90
4. Pengurangan dengan teknik meminjam
Misal:62
17
45
Cara kerja media aniamsi kantong hitung tersebut adalah sebagai berikut:
Misal: 61
19
42
Gambar 8. Animasi Kantong Hitung
Keterangan: Di tempat satuan ada 1 lidi, di tempat puluhan ada 6 lidi. Di tempat
satuan ada 1 lidi dikurangi 9 lidi tidak bisa, maka pinjam 1 lidi
bilangan di depannya, yaitu dari tempat puluhan. Bilangan di
depannya puluhan, maka satu lidi bernilai 10 (IIIIIIIIII). Kantong
tersebut jumlah lidinya akan berubah karena sudah ditambah dan
dikurangi, kantong tersebut berubah seperti gambar berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Gambar 9. Animasi Kantong Hitung
Keterangan: ditempat satuan yang semula berjumlah 1 lidi menjadi 11 lidi
kaarena mendapat pinjaman 1 lidi dari kantong puluhan yang
bernilai 10. Sedangkan, Ditempat puluhan lidi menjadi 5 karena
dipinjam 1 lidi oleh tempat satuan. Setelah dipinjam maka proses
pengurangan berlangsung, nampak sepaerti gambar berikut:
Gambar 10. Animasi Kantong Hitung
Keterangan : di tempat semula, tempat Satuan terdapat 11 lidi dikurang 9 sama
dengan 2 lidi. Di tempat puluhan masih 5 lidi dikurangi 1 lidi sama
dengan 4 lidi.
Jadi 61 – 19 = 42
Berdasarkan pemaparan proses penggunaan media animasi kantong
hitung tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses penjumlahan dan
pengurangan dua bilangan tersebut akan sangat terlihat proses bagaimana awal
dan akhirnya. Hal ini sangat menguntungkan anak tunarungu. Hasil penjumlahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dan pengurangan tersebut tidak nampak mendadak ataupun insidental tetapi
tergambarkan dengan visual proses dan langkah-langkahnya.
B. Kerangka Berpikir
Tunarungu merupakan suatu keadaaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama
melalui indera pendengaran. Akibat dari adanya gangguan tersebut, akan
mengakibatkan gangguan pada fungsi pendengaran.
Berdasar pada hambatan anak tunarungu dalam berkomunikasi secara
verbal, maka penggunaan media pembelajaran bagi anak tunarungu, harus sesuai
dengan ciri ketunarunguan dan karakteristik mereka. Media pembelajaran
hendaknya bertahap sesuai dengan kemampuan kognitif mereka. Media
pembelajaran hendaknya diawali dengan penggunaan media yang kongkrit baru
abstrak. Peneliti, dalam penelitian ini akan menggunakan media animasi kantong
hitung dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan.
Berikut kerangka berpikir peneliti:
Gambar 11. Alur Kerangka berpikir
Kondisi awal: peserta didik tunarungu mengalami hambatan dalam
pendengaran yang mengakibatkan prestasi belajar matematika rendah
Tindakan: Pembelajaran matematika dengan menggunakan media animasi
kantong hitung
Kondisi akhir setelah tindakan:
Prestasi peserta didik tunarungu dalam pembelajaran matematika meningkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
C. Hipotesis Tindakan
Penerapan pembelajaran matematika dengan media aniamsi kantong
hitung mungkin dapat membantu peserta didik meningkatkan prestasi belajar
matematika materi penjumlahan dan pengurangan. Berdasarkan hal tersebut, maka
dapat dirumuskan hipotesis ”Penggunaan Media Animasi Kantong Hitung dapat
meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan
pada Siswa Kelas I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/
2011”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kelas I SLB-B YRTRW Surakarta. Kelas
tersebut berjumlah 9 peserta didik yang terdiri dari 3 peserta didik putri dan
6 peserta didik putra. Sekolah tersebut, beralamat di Gumunggung Rt 01/
Rw 11, Gilingan, Banjarsari, Surakarta, Kode Pos 57139.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan kurang lebih empat bulan, terhitung sejak
Januari 2011. Berikut rincian jadwal waktu dan jenis kegiatan penelitian
Tabel 2. Rincian Jadwal Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
No Kegiatan
Tahun 2011
Februari Maret Mei Juli
2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4
1 Penyusunan
proposal
2 Skripsi
bab1, 2, 3
3 Penyusunan
instrumen
4 Perijinan
5 Pelaksanaan
penelitian
6 Analisis
data
7 Penyusunan
laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (classroom action
research). Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang didasarkan
adanya masalah yang dihadapi guru dan peserta didik pada proses pembelajaran.
Penelitian ini menerapkan solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini
melibatkan partisipasi aktif peneliti, guru dan peserta didik.
McNiff (dalam Suharsimi Arikunto, dkk 2006:102) memandang
“penelitian tindakan kelas merupakan penelitian reflektif yang dilakukan oleh
pendidik sendiri terhadap kurikulum, pengembangan sekolah, meningkatkan
prestasi belajar, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya”.
Suharsimi Arikunto, dkk (2006: 3) mengemukakan bahwa “penelitian
tindakan kelas (PTK) merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersama”.
Definisi tersebut didukung oleh Kemmis dan Carr dalam Kasbolah
(2001: 63) yang menyebutkan penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk
penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat
sosial dan bertujuan untuk memperbaiki pekerjaanya, memahami pekerjaan ini
serta situasi dimana pekerjaan ini dilakukan yang prosesnya terdiri dari empat
aspek, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, ddan refleksi.
Menurut McTaggart (dalam Suharsimi Arikunto dkk, 2006:106) terdapat
beberapa hal yang perlu dipahami tentang penelitian tindakan kelas:
1. PTK adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan pendidikan dengan
melakukan perubahan ke arah perbaikan terhadap hasil pendidikan
dan pembelajaran
2. PTK partisipatori, adalah melibatkan orang yang melakukan kegiatan
untuk meningkatkan praktiknya sendiri.
3. PTK dikembangkan melalui suatu self-reflective spiral, a spiral of
cycles pf planning, acing, observasing, reflecting, the re-planning.
4. PTK adalah kolaboratif, melibatkan partisipan bersama-sama
bergabung untuk mengkaji praktik pembelajaran dan mengembangkan
pemahaman tentang makna tindakan.
5. PTK menumbuhkan kesadaran diri mereka yang berpartisipasi dan
berkolaborasi dalam seluruh tahapan PTK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Permasalahan
Perencanaan
tindakan II
Permasalahan
baru hasil
Apabila masalah
belum terseselaikan
Refleksi II
Pelaksanaan
tindakan II
Pengamatan/
mengumpulkan
data
Pelaksanaan
tindakan I
Refleksi I
Perencanaan
tindakan I
Dilanjutkan ke
siklus selanjutnya
Pengamatan/
pengumpulan data
II
6. PTK adalah prosesbelajar yang sistematis, dalam proses tersebut
menggunakan kecerdasan kritis membangun komitmen melakukan
tindakan.
7. PTK memerlukan orang untuk membangun teori tentang praktik
mereka(guru).
8. PTK memerlukan gagasan atau asumsi ke dalam praktek untuk
mengkaji secara sistematis bukti yang menantangnya (memberikan
hipotesis tindakan).
9. PTK memungkinkan kita untuk memberikan rasional justifikasi
tentang pekerjaan kita terhadap orang lain dan membuat orang
menjadi kritis dalam analisis.
Prosedur penelitian tindakan kelas ini mencakup langkah-langkah: (1)
prasiklus (2) observasi, (3) pelaksanaan siklus. Prosedur penelitian tindakan kelas
ini, secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 12. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Fokus permasalahan pada rencana penelitian ini adalah rendahnya
prestasi belajar matematika pada peserta didik kelas I Semester II SLB-B
YRTRW Surakarta khususnya pada materi penjumlahan dan pengurangan.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian difokuskan pada upaya peningkatan prestasi
belajar matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan dengan
menggunakan media animasi kantong hitung. Peneliti akan memilih dua variabel
yang terdiri dari satu variabel terikat (x) dan satu variabel bebas (y). Variabel
bebas dalam penelitan ini adalah media animasi kantong hitung, sedangkan
variabel terikat adalah prestasi belajar matematika peserta didik kelas I Semester
II SLB-B YRTRW Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik Kelas I Semester II
SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011. Peserta didik di kelas ini
berjumlah 9 orang yang terdiri dari 6 peserta didik putra dan 3 peserta didik putri.
Pertimbangan peneliti mengambil subjek tersebut adalah karena sebagian
besar dari mereka mengalami kesulitan pada mata pelajaran matematika
khususnya pada materi Operasi penjumlahan dan pengurangan. Berikut daftar
nama peserta didik kelas I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta:
Tabel 3. Daftar Nama Peserta Didik Kelas I SLB-B YRTRW Surakarta
No Kode Subjek Usia Kelas Jenis Kelamin
1. JR 7th IC L
2. CK 7th IC L
3. HZ 7h IC L
4. TM 7th IC L
5. FL 7th IC L
6. AL 8th IC L
7. PT 11th IC P
8. EV 7th IC P
9. AM 8th IC P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menerapkan beberapa teknik pengumpulan data. Teknik
pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti di dalam
mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi
Pengumpulan data melalui observasi dalam penelitain ini ditujukan
untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam
pelajaran matematika pada matematika pada materi penjumlahan dan
pengurangan menggunakan media animasi kantong hitung, kemampuan
peneliti mengelola pembelajaran, dan keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran matematika.
Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2008: 203) mengemukakan bahwa
”observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatau proses yang
tersususn dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dan diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan”.
Pelaksanaan pengumpulan data dari segi proses pelaksanaanya dapat
dibedakan menjadi participant observation (observer berperan serta) dan
nonparticipant observation (observasi nonpartisipan). Peneliti pada tahap ini
tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan yang dilakukan peserta didik
pada guru. Fokus observasi penelitain ini adalah pada kegiatan pembelajaran
matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan kelas I Semester II
SLB-B YRTRW Surakarta.
Observasi dalam penelitian ini, dilakukan bersamaan dengan
pelaksaanaan kegiatan pembelajaran. Observasi terhadap peserta didik
difokuskan pada keaktifan peserta didik dalam belajar serta kesungguhan
peserta didik dalam menyelesaikan tugas. Observasi terhadap guru difokuskan
dalam kemampuan guru dalam menjelaskan dan mengelola kelas. Dalam
penelitian ini peneliti juga bertindak sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran
saat itu, jadi observasi terhadap kemampuan guru dalam menjelaskan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
mengelola kelas, dibantu oleh guru kelas yang bersangkutan. Pedoman
observasi dalam penelitian ini adalah berupa instrumen sebagai berikut:
Tabel 4. Instrumen Pedoman Observasi terhadap Kemampuan Guru Mengelola
Kelas
No No Aspek Yang Diamati 1 211 2 2 3 3 4 4
1. Bersikap tanggap:
a. Memandang secara seksama
b. Gerakan mendekati
c. Teguran
d. Tepat waktu
2. Membagi perhatian:
a. Secara visual
b. Secara vebal visual
3. Memusatkan perhatian kelompok:
a. Menyiapkan
b. Menciptakan atau mengarahkan perhatian
4. Menuntut tanggung jawab:
a. Menyuruh peserta didik lain mengawasi rekannya
b. Menyuruh peserta didik lain menunjukkan pekerjaanya
5. Petunjuk yang jelas:
a. Kepada seluruh peserta didik
b. Kepada peserta didik secara individual
6. Memberikan teguran:
a. Menekankan pada tingkah laku
b. Menyarankan alternatif tingkah laku
c. Teguran yang efektif
d. Menggunakan mimik dan gerak
e. Menetapkan harapan-harapan
7. Memberikan penguatan:
a. Mimik dan gerak
b. Sentuhan
c. Tanda dan benda
Total
Keterangan:
4 = sangat baik
3 = baik
2 = sedang
1 = kurang
Penilaian:
Skor 20 – 40 = kurang
Skor 41 – 60 = cukup
Skor 61 – 80 = baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Tabel 5. Instrumen Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan
No No Aspek yang Diamati 1 1 2 2 3 4 4
1. Kejelasan:
a. Menggunakan kalimat yang tidak berbelit-belit
b. Menghindari penggunaan kata yang berlebihan dan meragukan
2. Penggunaan contoh atau ilustrsi:
a. Menggunakan contoh-contoh
b. Contoh relevan dengan penjelasan
c. Contoh sesuai dengan kemampuan anak
3. Pengorganisasian:
a. Menunjukkan peta konsep
b. Memberikan ikhtisar butir yang penting
4. Penekanan pada materi yang penting:
a. Dengan cara mengulangi
b. Dengan mimik dan gerakan
c. Kejelasan artikulasi
5. Balikan:
a. Mengajukan pertanyaan untuk mengetahui sikap, mental, dan
pemahaman peserta didik dari penjelasan tersebut
b. Menggunakan balikan untuk menyesuaikan ketepatan
atau mengubah maksud penjelasan
Total
Keterangan: 4 = sangat baik
3 = baik
2 = sedang
1 = kurang
Tabel 6. Instrumen Pedoman Observasi Kemampuan Guru Melakukan Tindakan
dalam Pembelajaran Matematikadengan Media Animasi Kantong Hitung
No Kegiatan Guru Rentang
Nilai
1 2 3
1. Kemampuan guru memberikan apersepsi
2. Kemampuan guru menyampaikan tujaun pembelajaran
3. Kemampuan guru memberikan motivasi
4. Kemampuan guru menjelaskan tentang fungsi masing-
masing animasi kantong hitung
5. Kemampuan guru menjelaskan tentang langkah-langkah
penjumlahan dan pengurangan menggunakan media
animasi kantong hitung
6. Kemampuan guru memberikan penjelasan terhadap
materi
7. Kemampuan guru memberikan pertolongan
Jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Keterangan: 3 = sangat jelas
2 = jelas
1 = kurang jelas
Tabel 7. Kriteria Keberhasilan Guru Melakukan Tindakan dalam Pembelajaran
Matematika dengan Media Animasi Kantong Hitung
No Rentang
Skor
Kriteria
Keberhasilan
Keterangan
1. 17 – 18 Sangat berhasil Memberikan apersepsi yang
menarik, menyampaikan tujuan
pemelajaran dengan baik.
penguasaan materi yang kompeten,
penjelasan yang runtut, serta
mampu membimbing dan
memotivasi peserta didik dengan
tepat.
2. 13 – 16 Berhasil Memberikan apersepsi yang
menarik, menyampaikan tujuan
pemelajaran dengan baik.
penguasaan materi yang kompeten,
penjelasan yang runtut, serta
kurang sabar membimbing dan
memotivasi peserta didik dengan
tepat.didik.
3. 9 – 12 Kurang berhasil Memberikan apersepsi yang
menarik, menyampaikan tujuan
pemelajaran dengan baik.
penguasaan materi yang kompeten,
penjelasan yang kurang runtut,
serta kurang mampu membimbing
dan memotivasi peserta didik
dengan tepat.
4. 6 – 8 Sangat kurang
berhasil
Memberikan apersepsi kurang
menarik, menyampaikan tujuan
pemelajaran kurang baik.
penguasaan materi kurang
kompeten, penjelasan yang kurang
runtut, serta kurang mampu
membimbing dan memotivasi
peserta didik dengan tepat.
2. Wawancara
Sugiyono (2008: 194) mengemukakan bahwa, ”Wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permaslaahn yang harus diteliti, dan juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yagn lebih mendalam
dan jumlah respondenya sedikit/ kecil”.
Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2008:194) mengemukakan bahwa hal
yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode
wawancara adalah sebagai berikut:
a) Bahwa subjek atau responden adalah orang yang paling tahu
tentang dirinya sendiri
b) Bahwa ada yang dinyatakan oleh subjek peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya
c) Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang
dimaksudkan oleh peneliti.
Sedangkan keaktifan peserta didik dapat dinilai berdasarkan instrumen
di bawah ini:
Tabel 8. Instrumen Keaktifan Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika
No Aspek yang Diamati 1 2 3 4
1. Perhatian peserta didik terhadap penjelasan guru
2. Peserta didik tanggap terhadap perintah guru
3. Peserta didik mampu dalam menjawab
pertanyaan lisan guru
4. Peserta didik mampu memberikan tanggapan
mengenai penjelasan guru
5. Peserta didik Menyimak dengan baik ketika
teman berpendapat
6. Peserta didik Tidak sibuk dengan hal lain saat
guru menerangkan ataupun saat mengerjakan
soal
7. Peserta didik mampu menyelesaikan soal
evaluasi
8. Peserta didik Tidak membuat gaduh setelah
selesai mengerjakan soal
9. Peserta didik mampu mengerjakan soal di depan
kelas
10. Peserta didik Sabar menunggu giliran dalam
tugas individual selanjutnya
11. Peserta didik mendapatkan nilai dari hasil
evaluasi memenuhi KKM
Total
Keterangan: Penilaian:
4 = baik sekali Skor 11 – 21 = tidak aktif
3 = baik Skor 22 – 31 = cukup aktif
2 = sedang Skor 21 – 44 = sangat aktif
1 = kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
3. Teknik Analisis Dokumen
Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, baik tertulis maupun tidak.
Arikunto (1996: 234) dalam Prosedur Penelitan Suatu Tindakan Praktis
menjelaskan bahwa dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang bermakna
barang-barang tertulis. Barang-barang tertulis tersebut dapat berupa buku-
buku, majalah, peraturan, notulen rapat, dan sebagainya.
Hamdani dan Hermana (2008) mengungkapkan dokumentasi dapat
berupa dokumen-dokumen baik berupa dokumen primer maupun sekunder
yang menunjang proses pembelajaran di kelas. Elliot dalam Wiriaatmadja
(2006: 121) yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitan,
antaralain Silabus dan rencana pelajaran.
Berdasar pendapat Elliot tersebut Penelitian ini dilaksanakan melalui
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sebelum dilakukannya
penelitian yaitu dengan menganalisis dokumen-dokumen berupa:
a. Laporan diskusi-diskusi tentang kurikulum, diskusi dilaksanakan antara
guru dan peneliti untuk membahas kegiatan penelitian yang telah
berlangsung dan strategi atau langkah selanjutnya
b. Berbagai macam ujian atau tes, tes dilaksanakan dua kali, yaitu sebelum
perlakauan (pre-test), dan setelah perlakuan (post-test). Post-test akan
dilakasanakan beberapa kali dalam tiap siklus sampai tercapai tujuan
pembelajaran;
c. Laporan rapat, tidak ada rapat dalam kegiatan ini;
d. Laporan tugas siswa, tidak ada pemberian tugas dalam penelitian ini;
e. Bagian-bagian dari buku teks yang digunakan dalam pembelajaran, buku
teks yang relevan dalam pelajaran digunakan untuk menyususn rencana
pelaksanaan pembelajaran kemudian dikaitkan dengan pelaksanaan
penggunaan media animasi kantong hitung dalam kegiatan pelaksanaan
pelajaran matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan.
f. Contoh essay yang ditulis pesrta didik, dalam penelitian ini peserta didik
tidak menulis sontoh essay tetapi mengerjakan test.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Berdasarkan hal tersebut Peneliti dalam penelitian ini akan
menganalisis dokumen yang berupa: raport, silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran, hasil tes peserta didik kelas I Semester II SLB-B YRTRW
Surakarta.
Analisis dokumentasi dalam penelitian ini, dilaksanakan untuk
mendapatkan nilai kompetensi pada peserta didik dan mengetahui peningkatan
prestasi belajar matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan pada
tiap siklus.
4. Teknik Test
Test adalah suatu teknik atau cara dalam rangka melaksanakan
kegiatan evaluasi yang di dalamnya terdapat berbagai item atau serangkaian
tugas yang harus dikerjakan atau yang harus dijawab oleh peserta didik.
Sarwiji Suwandi (2008: 68) mengemukakan bahwa, ”Pemberian tes
dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil yang diperoleh peserta didik
setelah kegiatan pemberian tindakan. Dengan kata lain tes disusun dan
dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan siswa sesuai dengan siklus
yang ada”.
Menurut Suharsimi Arikunto (2003 139), “tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakanuntuk mengukur
ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki
oleh individu atau kelompok”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tes
merupakan seperangkat atau serangkaian tugas atau pertanyaan yang diberikan
kepada peserta didik yang berisi bahan-bahan uji yang representatif tentang
jenis bidang studi studi atau mata pelajaran tertentu atau kemampuan psikis
tertentu.
Teknik tes dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan
hasil belajar setelah peserta didik diberi pembelajaran matematika pada materi
penjumlahan dan pengurangan dengan media animasi kantong hitung. Tes yang
dipilih adalah tes tertulis dengan bentuk essay. Langkah-langkah yang ditempuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
peneliti adalah dengan menyiapkan instrumen, menilainya, dan mengolah data
yang diperoleh. Jumlah soal yang akan diberikan adalah 20 soal essay. Masing-
masing soal memiliki skor 5.
Penilaian: Nilai Akhir = Jumlah benar × 5
1
Keterangan: Nilai benar adalah 5, nilai salah adalah 0
Skor tertinggi adalah 5 × 20 =100
Skor terendah adalah 0 × 20 =0
Tabel 9. Kisi-Kisi Soal
Kompetensi
Dasar
Bahan Kelas
Semester
Materi Pokok Indikator Jumlah
Soal
Nomor
Soal
1 2 3 4 5 6
Melakukan
penjumlahan
dan
pengurangan
bilangan dua
angka
Kelas I/
Semester
II
1. Penjumlahan
bersusun
dengan atau
tanpa teknik
menyimpan
2. Pengurangan
bersusun
dengan atau
tanpa teknik
menyimpan
1. menjumlahkan
penjumlahan
bersusun tanpa
teknik
menyimpan
2. menjumlahkan
penjumlahan
bersusun
dengan teknik
menyimpan
3. mengurangkan
pengurangan
bersusun tanpa
teknik
meminjam
4. mengurangkan
pengurangan
dengan teknik
meminjam
5
5
5
5
1, 2, 3,
4, 5,
6, 7, 8,
9, 10
11, 12,
13, 14,
15,
16, 17,
18, 19,
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
E. Sumber Data
Beberapa sumber data yang penting yang dijadikan sebagai sasaran
penggalian dan pengumpulan data serta informasi di dalam penelitian ini meliputi
berbagai pihak. Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Informan, yaitu guru kelas I SLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2010/
2011;
2. Dokumen berupa raport, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, hasil tes
peserta didik, serta hasil wawancara dengan guru dan peserta didik kelas I
Semester II SLB-B YRTRW Surakarta.
F. Uji Validitas Data
Validitas merupakan keakuratan atau kesahihan data yang telah
dikumpulkan yang nantinya akan dianalisa dan ditarik kesimpulannya pada akhir
penelitian. Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan ukurannya.
Menurut Ebel (dalam http://fitriayunita.blogspot.com/2007/10/task-4-
macam-macam-validitas.html) Istilah validitas meliputi beberapa keragaman
kategori yaitu:
1. Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara
skor dengan kinerja.
2. Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek
psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi
bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik
dalam pengukuran.
3. Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam
mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
4. Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur
dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau
ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan
menggunakan teknik analisis faktor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
5. Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik
uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung
bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
6. Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya
sampling dari suatu populasi. Validitas isi digunakan untuk situasi dimana
pemakai tes akan menarik kesimpulan domain butir tes berdasarkan skor tes
individu ke domain butir yang lebih besar yang serupa dengan butir-butir
yang terdapat dalam tesnya sendiri.
7. Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi
dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan
alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan
instruksional.
Adapun dalam penelitian ini, uji validitas yang digunakan adalah
content validity. Menurut Wakhinudin validitas isi (content validity) digunakan
untuk situasi dimana pemakai tes akan menarik kesimpulan domain butir tes
berdasarkan skor tes individu ke domain butir yang lebih besar yang serupa
dengan butir-butir yang terdapat dalam tesnya sendiri. Berdasar hal tersebut, dapat
dinyatakan bahwa validitas isi digunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana
ketepatan isi tes yang disampel dari seluruh domain perilaku yang diwakilinya.
Jadi merupakan justifikasi yang bersifat subjektif. Meskipun begitu, validitas isi
adalah hal pertama yang harus ditegakkan dalam mengembangkan tes. Jika tujuan
pengajaran dan tujuan kurikuler sudah terwakili dalam tes maka dapat dinyatakan
bahwa tes tersebut sudah memiliki validitas isi. Yang harus dipertimbangkan agar
sebuah tes memiliki validitas isi antara lain: tujuan, susunan pemilihan butir,
aspek yang di uji oleh butir dan kesimpulan dari hasil tes (tujuan yang tercapai).
Untuk itu adalah penting justifikasi para ahli dalam bidangnya untuk menentukan
validitas isi tes.( http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/08/02/validitas-isi/).
Validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan melalui pengujian
terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Validitas isi harus mencakup
keseluruhan kawasan isi tidak saja menunjukkan bahwa alat ukur tersebut harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan
tidak keluar dari batasan tujuan ukur. Walaupun isi atau kandungannya
komprehensif tetapi bila suatu alat ukur mengikutsertakan pula item-item yang
tidak relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas
alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang
sesungguhnya. Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai
oleh alat ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu.
Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan
hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan
sependapat dan sepaham dengan sejauh mana validitas isi suatu alat ukur telah
tercapai.(http://tentangpenelitian.blogspot.com/2009/04/definisi-validitasisi.html).
Validitas Alat ukur yang ditilik dari segi isi tes dalam penelitian ini diuji
kevalidannya dengan menggunakan content validity atau validitas isi. Hal ini
dilakukan dengan menyesuaikan item-item dalam instrumen dengan kebutuhan
penelitian dan keadaan sekolah yang diteliti. Item-item tersebut meliputi tujuan,
susunan pemilihan butir, aspek yang di uji oleh butir dan kesimpulan dari hasil tes
(tujuan yang tercapai). Item-item instrumen dalam penelitian ini disesuaikan dan
diukur berdasarkan kurikulum dan Standar Kompetensi serta Kompetensi Dasar
yang digunakan di SLB-B YRTRW Surakarta.
G. Teknik Analisis Data
Sarwiji Suwandi (2008: 70) mengemukakan bahwa “teknik analisis yang
digunakan untuk menganalisisi data-data yang telah berhasil dikumpulkan
antaralain dengan teknik deskriptif komparatif (statistik deskriptif komparatif) dan
teknik analisis kritis”.
Secara khusus teknik analisis data dalam penelitian ini adalah Teknik
statistik deskriptif komparatif untuk menganalisi data kuantitatif, dan teknik
analisis data kritis untuk menganlisis data kualitatif. Teknik analisis data
komparatif dalama penelitan ini diberlakukan pada Data yang berupa tes
diklarifikasikan sebagai data kuantitatif. Data Tersebut dianalisis secara deskriptif
komparatif, yakni membandingkan nilai tes antar siklus dengan indikator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
pencapaian. Analisis dilakukan pada tiap siklus yang telah dilakukan. Pada tahap
berikutnya menampilkan data dalam bentuk tabel dan grafik mengambarkan
peningkatan prestasi peserta didik dalam pelajaran matematika pada materi
penjumlahan dan pengurangan. Tahap selanjutnya, peneliti menarik kesimpulan
dari tabel grafik, tabel dan deskripsi yang dibuat. Teknik analisis kritis dalam
penelitian ini digunakan untuk menganalisis data kualitatif, misalnya dari hasil
wawancara, observasi dan analisis dokumen. Teknik analisis kritis mencakup
kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja peserta didik
dan guru dalam proses pembelajaran berdasarkan kriteria normatif yang
diturunkan dari kajian teoritis maupun dari ketentuan yang ada.
Peneliti dalam penelitian ini mencari data dengan teknik triangulasi data
atau sumber yaitu mengecek data yang diperoleh sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda yakni dicek dengan wawancara mendalam, observasi
partisipatif, tes, dan dokumentasi. Selain itu, juga menggunakan review informan
kunci yaitu guru dan peserta didik kelas I SLB-B YRTRW Surakarta yakni
menginformasikan data atau interpretasi temuan kepada informan kunci sehingga
diperoleh kesepakatan peneliti dengan informan tentang data tersebut. Hal ini
dilakukan dengan kegiatan diskusi setelah kegiatan pengamatan maupun kajian
dokumen.
H. Indikator
Peneliti menetapkan beberapa indikator dalam penelitian ini. Penetapan
indikator ini untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika pada
materi penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan media animasi
kantong hitung pada peserta didik kelas I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta.
Indicator yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah pada siklus terakhir
sekurang-kuranganya peserta didik kelas 1 Semester II SLB-B YRTRW Surakarta
Tahun Ajaran 2010/ 2011 dapat mencapai:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Table 10. Deskripsi indicator Ketercapaian
N
o
Variable Indikator Keterangan
1. Ketuntasan belajar
peserta didik dalam
pembelajaran
matematika materi
penjumlahan dan
pengurangan
7 dari 9 peserta
didik mampu
mendapat ≥ 63.
KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal)
mata pelajaran
matematika adalah ≥63.
2. Keaktifan peserta didik
dalam pembelajaran
matematika materi
penjumlahan dan
pengurangan
7 dari 9 peserta
didik termasuk
dalam kategori
aktif
1. Skor 10-20=kurang
aktif
2. Skor 21-30=cukup
aktif
3. Skor 31-40= aktif
dengan 11 aspek yang
diamati dengan penilaian
criteria:
1. 4 = sering,
2. 3 = kadang-kadang,
3. 2 = pernah,
4. 1 = tidak pernah
I. Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa prosedur guna memperoleh hasil yang
diharapkan. Prosedur-prosedur tersebut telah penulisrencanakan sebelum
penelitian. Prosedur yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Prasiklus
Peneliti berkunjung ke SLB-B YRTRW Surakarta dan menemui kepala
sekolah. Peneliti meminta ijin kepada kepala sekolah untuk mengadakan
penelitian di sekolah tersebut. Peneliti meminta ijin dengan disertai surat ijin dari
Dekan FKIP UNS yang dilampiri proposal penelitian. Pada tahap ini peneliti juga
menemui guru kelas I SLB-B YRTRW Surakarta, untuk mempersiapkan kegiatan
survei awal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
2. Studi atau survei
Peneliti melakukan survei awal pada peserta didik kelas I SLB-B
YRTRW Surakarta, untuk mengenal kemampuan peserta didik dalam peroses
pembelajaran matematika dengan materi penjumlahan dan pengurangan. Survei
ini dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran matematika dengan materi
penjumlahan dan pengurangan dan memeriksa hasil tes sebelum dilakukan
tindakan.
3. Pelaksanaan siklus
Pelaksanaan penelitian ini, mekanismenya diwujudkan dalam bentuk
siklus yang setiap siklus mencakup empat kegiatan, yaitu (1) perencanaan, (2)
tindakan (3) observasi, (4) analisis dan refleksi. Siklus ini akan dihentikan apabila
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dan indikator yang ditetapkan sudah
tercapai, namun apabila KKM dan indikator belum tercapai maka siklus akan
terus dilanjutkan hingga KKM dan indikator tercapai. Adapun secara rincian
empat tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan meliputi kegiatan meninjau silabus dan membuat
rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) mata pelajaran matematika
materi penjumlahan dan pengurangan. Dalam tahap perencanaan tersebut
Peneliti bersama dengan guru juga mendiskusikan langkah-langkah tindakan
yang akan dilakukan dalam kegiatan penelitian tersebut, yaitu:
Siklus I
a) Langkah-langkah pembelajaran pertemuan pertama:
(1) Peneliti mengucapkan salam dan memimpin peserta didik untuk
berdoa bersama.
(2) Peneliti memberikan apersepsi kepada peserta didik, yaitu
melakukan pembicaraan awal berkaitan dengan materi yang akan
disampaikan.
(3) Peneliti menjelaskan nilai tempat satuan dan puluhan.
(4) Peneliti menuliskan beberapa bilangan di papan tulis, peserta didik
menyebutkan nilai tempat bilangan-bilangan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
(5) Peneliti menjelaskan langkah-langkah operasi hitung penjumlahan
tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam
dengan media animasi kantong hitung.
(6) Peneliti memberikan soal operasi hitung penjumlahan tanpa teknik
menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam kepada
peserta didik untuk dikerjakan di depan kelas.
(7) Peneliti menutup kegiatan dengan berdoa dan berpesan kepada
peserta didik agar belajar di rumah.
b) Langkah-langkah pembelajaran pertemuan kedua:
(1) Peneliti memberikan salam kepada peserta didik dan memimpin
berdoa.
(2) Peneliti mempresensi peserta didik.
(3) Peneliti memberikan apersepsi kepada peserta didik, yaitu
melakukan pembicaraan awal yang berkaitan dengan materi yang
akan diajarkan dengan menanyakan materi pertemuan hari kemarin.
(4) Peneliti menjelaskan langkah-langkah operasi hitung penjumlahan
dengan teknik menyimpan dan pengurangan dengan teknik
meminjam melalui media animasi kantong hitung. Penjelasan
peneliti terhadap peserta didik mengenai pengurangan dengan
teknik meminjam adalah sebagai berikut:
Misal: 61
19 _
42
Gambar 13. Animasi Kantong Hitung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Keterangan: Di tempat satuan ada 1 lidi, di tempat puluhan ada 6
lidi. Di tempat satuan ada 1 lidi dikurangi 9 lidi tidak bisa, maka
pinjam 1 lidi bilangan di depannya, yaitu dari tempat puluhan.
Bilangan di depannya puluhan, maka satu lidi bernilai 10
(IIIIIIIIII). Kantong tersebut jumlah lidinya akan berubah karena
sudah ditambah dan dikurangi, kantong tersebut berubah seperti
gambar berikut:
Gambar 14. Animasi Kantong Hitung
Keterangan: ditempat satuan yang semula berjumlah 1 lidi menjadi 11
lidi kaarena mendapat pinjaman 1 lidi dari kantong puluhan yang
bernilai 10. Sedangkan, Ditempat puluhan lidi menjadi 5 karena
dipinjam 1 lidi oleh tempat satuan. Setelah dipinjam maka proses
pengurangan berlangsung, nampak sepaerti gambar berikut:
Gambar 15. Animasi Kantong Hitung
Keterangan : di tempat semula, tempat Satuan terdapat 11 lidi
dikurang 9 sama dengan 2 lidi. Di tempat puluhan masih 5 lidi
dikurangi 1 lidi sama dengan 4 lidi.
Jadi 61 – 19 = 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
(5) Peneliti memberikan soal operasi hitung penjumlahan dengan
teknik menyimpan dan pengurangan dengan teknik meminjam
kepada peserta didik untuk dikerjakan di depan kelas.
(6) Peneliti memberikan latihan tes tertulis yang mencakup materi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam kepada peserta
didik untuk mengetahui kemampuan pemahaman peserta didik
terhadap materi yang telah disampaikan peneliti pada siklus I.
(7) Peneliti menutup pembelajaran dengan berdoa dan berpesan kepada
peserta didik agar rajin belajar.
Apabila pelaksanaan tindakan pada siklus I belum berhasil maka
dilanjutkan pada siklus II dengan berbagai perbaikan-perbaikan. Perencanaan
tindakan pada siklus II dilaksanakan setelah siklus I dijalani. Perencanaan
tindakan tersebut dilakukan oleh guru bersama peneliti.
b. Tindakan
Tahap tindakan dilakukan dengan menerapkan media animasi kantong
hitung dalam pembelajaran matematika sebagaimana yang telah disepakati
antara peneliti dengan guru. Peneliti melaksanakan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang telah dibuat sebelumnya dengan sistematis.
Adapun skenario pelaksanaanya adalah sebagai berikut: Penelitian tindakan
kelas ini tiap siklusnya dilakukan dalam dua pertemuan, masing-masing
pertemuan dilakukan selama 90 menit. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap
yaitu: Perencanaan, Pelaksanaan tindakan, Observasi, Analisis dan Refleksi.
c. Observasi
Kasbolah (2001: 5) pelaksanaan observasi terfokus harus ada
persiapan tentang alat-alat yang akan digunakan. Observasi dilaksanakan
pada saat pembelajaran berlangsung dan ketika tiap pesreta didik
mengerjakan lembar kegiatan dengan menggunakan media animasi kantong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
hitung pada tahap pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dilaksanakan oleh
peneliti sendiri, sehingga dapat mengetahui langsung pemahaman peserta
didik tentang materi yang sudah dijelaskan dan keaktifan peserta didik
dalam mengikuti pelajaran dan menyelesaikan soal. Tahap ini, peneliti juga
mengamati keaktifan guru dan peserta didik saat pembelajaran matematika
pada materi penjumlahan dan pengurangan dilaksanakan. Evaluasi
dilaksanakan pada akhir pertemuan, secara individu. Berdasarkan dari hasil
pengamatan dan hasil evaluasi pada pertemuan I dan II, maka dapat
ditetapkan untuk langkah pembelajaran berikutnya.
d. Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis hasil evaluasi dapat
diketahui apakah pembelajaran pada siklus pertama sudah berhasil atau
belum.
Kasbolah (2001: 55) menjelaskan bahwa refleksi merupakan kegiatan
analisis sintesis, interpretasi, dan eksplansi terhadap semua informasi yang
diperoleh dari penelitian tindakan kelas, tercakup di dalamnya adalah
kegiatan evaluasi. Refleksi dari penelitian yang akan dilaksanakan adalah
pencermatan yang akan dilakukan peneliti selama dan sesudah tindakan
dilakukan.
“refleksi dalam penelitian tindakan kelas adalah upaya untuk mengkaji
apa yang telah dan atau tidak terjadi, apa yang terjadi dihasilkan atau
yang belum berhasil dituntaskan oleh tindkan perbaikan yang telah
dilakukan. Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan langkah
lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Dengan kata
lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau
kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara dan untuk menentukan
tindak lanjut dalam rangka mencapai tujuan akhir yang mungkin
ditetapkan dalam rangka pencapaian berbagai tujuan sementara
lainnya”. (Suharno, 2009: 98)
Analisis dan refleksi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan rencana
menganalisisi hasil observasi, hasil pekerjaan peserta didik, serta hasil
wawancara. Apabila dalam analisis diketahui bahwa tindakan yang
dilakukan belum berhasil maka dilakukan perbaikan pada siklus II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Awal
Penelitian ini dilakukan di kelas 1 Semester II SLB-B YRTRW
Surakarta Tahun Pelajaran 2010/ 2011. Sekolah tersebut, beralamat di
Gumunggung Rt 01/ Rw 11, Gilingan, Banjarsari, Surakarta, Kode Pos 57139.
Subjek penelitian ini berjumlah sembilan peserta didik, yang terdiri dari enam
peserta didik putra dan tiga peserta didik puteri. Sebagian besar dari mereka
mengalami kesulitan pada mata pelajaran matematika khususnya materi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau
tanpa teknik meminjam.
Penyampaian materi di kelas ini dilakukan dengan metode konvensional
sehingga peserta didik cenderung bosan. Metode konvensional yang digunakan
oleh guru berfokus pada metode ceramah dan jarang melibatkan aktivitas peserta
didik sehingga kemampuan peserta didik dalam memecahkan materi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau
tanpa teknik meminjam kurang maksimal yang mengakibatkan rendahnya prestasi
belajar matematika peserta didik.
Kondisi awal peserta didik kelas 1 SLB-B YRTRW Surakarta yang akan
dideskripsikan adalah pada kemampuan materi penjumlahan dengan atau tanpa
teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam serta
keaktifan peserta didik dalam pembelajaran matematika semester II. Kemampuan
awal peserta didik diperoleh dari hasil observasi, pretest dan hasil wawancara
dengan Ibu Umi Sihmi, S. Pd selaku guru kelas 1 SLB-B YRTRW Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Pra-Siklus
a. Hasil Test Kemampuan 2Awal
Penelitian tindakan kelas yang berjudul Upaya Peningkatan Prestasi
Belajar Matematika pada Materi Penjumlahan dan Pengurangan Melalui Media
Animasi Kantong Hitung Siswa Tunarungu Kelas 1 Semester II SLB-B YRTRW
Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011 ini dilakukan dalam dua siklus. Tiap siklus
terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
analisis refleksi. Sebelum tahap-tahap tersebut dilakukan, peneliti mengadakan
kegiatan survei pada kegiatan prasiklus untuk mendapatkan data awal yang akan
digunakan sebagai bahan penguat perbandingan peningkatan prestasi belajar
matematika peserta didik sebelum diterapkan penggunaan media aniamsi kantong
hitung pada tiap siklus. Kegiatan prasiklus tersebut dilakukan dengan mengamati
kegiatan pembelajaran matematika pada materi penjumlahan dengan atau tanpa
teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam.
Langkah terakhir dalam kegiatan prasiklus tersebut adalah pemberian pretest.
Berikut hasil pretest atau test kemampuan awal peserta didik tersebut:
Tabel 11. Daftar Nilai Hasil Pretest Mata Pelajaran Matematika Materi
Penjumlahan dan Pengurangan Peserta Didik Kelas 1 SLB-B YRTRW Surakarta
Semester II Tahun Ajaran 2010/ 2011
No Kode Subyek KKM Hasil Pretest
1. JR 63 50
2. CK 63 65
3. HZ 63 65
4. TM 63 75
5. FL 63 55
6. AL 63 50
7. PT 63 50
8. EV 63 50
9. AM 63 50
Nilai dalam tabel 11 tersebut diperoleh dari hasil tes kemampuan awal
yang dilakukan oleh peneliti. Tes kemampuan awal yang dilaksanakan tersebut
mencakup tes tertulis yang diberikan secara individual. Tes tertulis mencakup
materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
dengan atau tanpa teknik meminjam. Berdasar tabel 10 di atas terdapat tiga
peserta didik yang mendapat nilai ≥ 63 atau sebesar 33% dari sembilan peserta
didik secara keseluruhan. Sedangkan, enam peserta didik lain mendapat nilai < 63
atau sebesar 67% dari sembilan peserta didik secara keseluruhan. Apabila ditinjau
dari KKM (Krtiteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan untuk mata
pelajaran matematika di SLB-B YRTRW Surakarta yaitu ≥ 63, maka hanya
terdapat tiga peserta didik yang mencapai ketuntasan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kemampuan awal peserta didik dalam materi penjumlahan dengan atau
tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam
adalah 33%. Prosentase tersebut menunjukkan tidak tercapainya indikator yang
ditetapkan oleh peneliti. Indikator yang ditetapkan oleh peneliti adalah terdapat
tujuh atau lebih peserta didik yang mencapai nilai ≥ 63. Ketidaktercapaian
indikator pada pretes tersebut akan lebih jelas dengan gambaran grafik di bawah
ini:
0
10
20
30
40
50
60
70
80
JR CK HS TM FL AL PT EV AM
KKM
PRETEST
Grafik 1. Perbandingan Hasil Pretest dengan KKM Mata Pelajaran Matematika
Materi Penjumlahan dan Pengurangan Peserta Didik Kelas 1 SLB-B YRTRW
Surakarta Semester II Tahun Ajaran 2010/ 2011
Grafik 1 tersebut menyajikan hasil tes awal atau pretest yang dilakukan
oleh peneliti dibandingkan dengan KKM. Warna biru menunjukkan KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan oleh sekolah. Dari grafik tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
dapat terbaca bahwa KKM yang ditetapkan sekolah adalah ≥ 63. Hal tersebut
dapat diartikan bahwa apabila peserta didik mencapai nilai ≥ 63 maka peserta
didik tersebut telah mencapai KKM. Warna merah menunjukkan hasil pretest
peserta didik. Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan, bahwa hanya tiga
peserta didik saja yang mencapai nilai ≥ 63 atau 33% dari keseluruhan jumlah
peserta didik. Sedangkan enam peserta didik atau 67% dari keseluruhan peserta
didik hanya memperoleh nilai < 63. Hal tersebut menunjukkan
Ketidaktercapaiannya nilai peserta didik dengan indikator yang telah ditetapkan
peneliti. Indikator yang ditetapkan peneliti adalah terdapat tujuh dari sembilan
peserta didik yang mencapai nilai ≥ 63, sedangkan pada grafik menunjukkan
hanya tiga peserta didik yang mencapai nilai di atas 63. Enam peserta didik
yang lain hanya mencapai nilai < 63. Sehingga terdapat 67% peserta didik tidak
mencapai indikator yang ditetapkan peneliti. Bedasarkan Hal tersebut, maka
peneliti memberikan solusi dengan Penerapan Media Animasi Kantong Hitung
dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Materi Penjumlahan dan
Pengurangan Peserta Didik Tunarungu Kelas 1 Semester II SLB-B YRTRW
Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011.
b. Keaktifan Peserta Didik
Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas, untuk itu semua
komponen dalam kelas yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar dalam
penelitian ini juga diamati, salah satunya keaktifan peserta didik dalam
pembelajaran. Keaktifan peserta didik yanag diamati adalah keaktifan dalam
mengikuti pembelajaran matematika pada materi penjumlahan dengan atau tanpa
teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam.
Keaktifan peserta didik tersebut dinilai oleh peneliti melalui pengamatan yang
dilakukan selama pelaksanaan siklus berlangsung dengan mengisi instrumen yang
telah disiapakan oleh peneliti sebelumnya. Adapun hasil observasi terhadap
keaktifan peserta didik dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 12. Tabulasi Keaktifan Awal Peserta Didik Kelas I SLB-B YRTRW
Surakarta pada Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan
Semester II Tahun Pelajaran 2010/ 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
No Aspek yang Diamati Inisial Nama Peserta Didik Kelas I
JR CK HS TM FL AL PT EV AM
1. Perhatian peserta didik
terhadap penjelasan
guru
1 3 3 3 3 1 1 2 1
2. Peserta didik tanggap
terhadap perintah guru
1 2 3 3 2 1 1 2 1
3. Peserta didik mampu
dalam menjawab
pertanyaan lisan guru
1 3 3 3 2 1 1 2 1
4. Peserta didik mampu
memberikan tanggapan
mengenai penjelasan
guru
1 3 2 3 2 1 1 1 1
5. Peserta didik
menyimak dengan baik
ketika teman
berpendapat
1 2 2 2 2 1 1 1 2
6. Peserta didik tidak
sibuk dengan hal lain
saat guru menerangkan
ataupun saat
mengerjakan soal
1 2 2 2 2 1 1 2 1
7. Peserta didik mampu
menyelesaikan soal
evaluasi
1 4 4 4 2 1 1 1 1
8. Peserta didik tidak
membuat gaduh setelah
selesai mengerjakan
soal
1 2 2 2 2 3 1 1 1
9. Peserta didik mampu
mengerjakan soal di
depan kelas
2 3 3 4 2 1 1 1 1
10. Peserta didik sabar
menunggu giliran
dalam tugas individual
selanjutnya
1 2 2 3 1 1 2 2 2
11. Peserta didik
mendapatkan nilai dari
hasil evaluasi
memenuhi KKM
1 4 4 4 2 1 1 1 1
Total Skor 12 31 30 33 22 13 12 16 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Tabel 13. Hasil Observasi Keaktifan Awal Peserta Didik Kelas I Semester II
SLB-B YRTRW Surakarta pada Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan
dan Pengurangan Semester II Tahun pelajaran 2010/ 2011
No Nama Skor Siklus I Keterangan
1. JR 12 Kurang Akif
2 CK 31 Aktif
3. HS 30 Aktif
4. YM 33 Aktif
5. FL 22 Kurang Aktif
6. AL 13 Kurang Aktif
7. PT 12 Kurang Aktif
8. EV 16 Kurang Aktif
9. AM 13 Kurang Aktif
Berdasar hasil observasi terhadap keaktifan peserta didik dalam
pembelajaran matematika pada tanggal 2 Mei 2011 sebagaimana yang tercantum
dalam tabel 12 dan 13 di atas, terdapat enam peserta didik dalam katagori kurang
aktif atau sebesar 67% dan terdapat tiga peserta didik dalam katagori aktif atau
sebesar 33%. Adapun aspek observasi terhadap keaktifan peserta didik tersebut
secara garis besar mencakup perhatian terhadap penjelasan dan perintah guru serta
aktivitas peserta didik dalam proses belajar. Observasi terhadap peserta didik ini
mulai dipantau sejak pelajaran dimulai sampai pelajaran berakhir. Berdasar tabel
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada pengamatan awal ini indikator yang
ditetapkan oleh peneliti belum tercapai. Peserta didik yang dalam katagori aktif
hanya tiga peserta didik, sedangkan peneliti menetapkan tujuh atau lebih peserta
didik harus dalam katagori aktif. Sebagaimana yang telah disampaikan di atas,
ketidaktercapaian indikator tersebut peneliti tindak lanjuti dengan Penerapan
Media Animasi Kantong Hitung dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar
Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Peserta Didik Tunarungu
Kelas 1 Semester II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
2. Pelaksanaan Siklus I
a. Perencanaan
Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti pada kegiatan
prasiklus maka diperoleh beberapa data dan permasalahan. Data yang diperoleh
dan masalah yang sudah teridentifikasi oleh peneliti disampaikan kepada Ibu Umi
Sihmi, S.Pd selaku guru kelas 1 Semester II SLB-B YRTRW Surakarta.
Permasalahan yang paling utama adalah rendahnya prestasi belajar matematika
peserta didik tunarungu SLB-B YRTRW Surakarta Kelas 1 Semester II Tahun
Ajaran 2010/ 2011, khususnya pada materi penjumlahan dengan atau tanpa
teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam.
Keaktifan peserta didik di dalam pembelajaran matematika juga kurang,
khususnya pada materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam. Berdasarkan hal tersebut, maka
tahap selanjutnya peneliti dan guru kelas yaitu Ibu Umi Sihmi, S. Pd
mendiskusikan rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian.
Pada kesempatan diskusi tersebut, peneliti kemudian mengajukan solusi berupa
penerapan media animasi kantong hitung dalam pembelajaran matematika pada
materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan
dengan atau tanpa teknik meminjam. Langkah selanjutnya, peneliti menyajikan
data yang telah dikumpulkan dan bersama-sama dengan guru menentukan
langkah-langkah yang akan ditempuh.
Tahap perencanaan Siklus I meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Peneliti dan guru mendiskusikan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
dengan materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam berdasarkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD).
2) Peneliti dan guru mendiskusikan langkah-langkah pembelajaran yang akan
dilaksanakan pada tahap tindakan siklus I.
a) Langkah-langkah pembelajaran pertemuan pertama:
(1) Peneliti mengucapkan salam dan memimpin peserta didik untuk
berdoa bersama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
(2) Peneliti memberikan apersepsi kepada peserta didik, yaitu melakukan
pembicaraan awal berkaitan dengan materi yang akan disampaikan.
(3) Peneliti menjelaskan nilai tempat satuan dan puluhan.
(4) Peneliti menuliskan beberapa bilangan di papan tulis, peserta didik
menyebutkan nilai tempat bilangan-bilangan tersebut.
(5) Peneliti menjelaskan langkah-langkah operasi hitung penjumlahan
tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam
dengan media animasi kantong hitung.
(6) Peneliti memberikan soal operasi hitung penjumlahan tanpa teknik
menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam kepada peserta
didik untuk dikerjakan di depan kelas.
(7) Peneliti menutup kegiatan dengan berdoa dan berpesan kepada
peserta didik agar belajar di rumah.
b) Langkah-langkah pembelajaran pertemuan kedua
(8) Peneliti memberikan salam kepada peserta didik dan memimpin
berdoa.
(9) Peneliti mempresensi peserta didik.
(10) Peneliti memberikan apersepsi kepada peserta didik, yaitu
melakukan pembicaraan awal yang berkaitan dengan materi yang
akan diajarkan dengan menanyakan materi pertemuan hari kemarin.
(11) Peneliti menjelaskan langkah-langkah operasi hitung penjumlahan
dengan teknik menyimpan dan pengurangan dengan teknik
meminjam melalui media animasi kantong hitung. Penjelasan
peneliti terhadap peserta didik mengenai pengurangan dengan teknik
meminjam adalah sebagai berikut:
Misal: 61
19 _
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Gambar 16. Animasi Kantong Hitung
Keterangan: Di tempat satuan ada 1 lidi, di tempat puluhan ada 6 lidi. Di tempat
satuan ada 1 lidi dikurangi 9 lidi tidak bisa, maka pinjam 1 lidi
bilangan di depannya, yaitu dari tempat puluhan. Bilangan di
depannya puluhan, maka satu lidi bernilai 10 (IIIIIIIIII). Kantong
tersebut jumlah lidinya akan berubah karena sudah ditambah dan
dikurangi, kantong tersebut berubah seperti gambar berikut:
Gambar 17. Animasi Kantong Hitung
Keterangan: ditempat satuan yang semula berjumlah 1 lidi menjadi 11 lidi
kaarena mendapat pinjaman 1 lidi dari kantong puluhan yang
bernilai 10. Sedangkan, Ditempat puluhan lidi menjadi 5 karena
dipinjam 1 lidi oleh tempat satuan. Setelah dipinjam maka proses
pengurangan berlangsung, nampak sepaerti gambar berikut:
Gambar 18. Animasi Kantong Hitung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Keterangan : di tempat semula, tempat Satuan terdapat 11 lidi
dikurang 9 sama dengan 2 lidi. Di tempat puluhan
masih 5 lidi dikurangi 1 lidi sama dengan 4 lidi.
Jadi 61 – 19 = 42
(12) Peneliti memberikan soal operasi hitung penjumlahan dengan teknik
menyimpan dan pengurangan dengan teknik meminjam kepada
peserta didik untuk dikerjakan di depan kelas.
(13) Peneliti memberikan latihan tes tertulis yang mencakup materi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan
dengan atau tanpa teknik meminjam kepada peserta didik untuk
mengetahui kemampuan pemahaman peserta didik terhadap materi
yang telah disampaikan peneliti pada siklus I.
(14) Peneliti menutup pembelajaran dengan berdoa dan berpesan kepada
peserta didik agar rajin belajar
3) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian, yang berupa tes dan nontes.
Instrumen tes dinilai berdasar hasil pekerjaan peserta didik dalam
menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan peneliti. Instrumen nontes
dinilai berdasarkan pedoman observasi yang telah disiapkan oleh peneliti
dengan mengamati kemampuan dan keaktifan peserta didik dalam
pembelajaran pembelajaran matematika pada operai hitung penjumlahan dan
pengurangan. Instrumen nontest tersebut terdiri dari instrumen keaktifan
peserta didik di dalam pembelajaran matematika, Instrumen Pedoman
Observasi terhadap Kemampuan Guru Mengelola Kelas, Instrumen Observasi
Kemampuan Guru dalam Menjelaskan, Instrumen Pedoman Observasi
Kemampuan Guru Melakukan Tindakan dalam Pembelajaran Matematika
dengan Media Animasi Kantong Hitung, dan Instrumen Kesulitan Guru dalam
Pembelajaran Matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
b. Tindakan
Siklus I terdiri dari dua pertemuan yang dilakukan pada tanggal 5 dan 6
Mei 2011. Pelaksanaan tindakan pada tahap ini disesuaikan dengan rencana yang
telah ditetapkan peneliti bersama Ibu Umi sihmi selaku guru kelas 1 SLB-B
YRTRW Surakarta semester II tahun ajaran 2010/ 2011.
1) Pertemuan pertama
Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2011. Tindakan
yang dilakuan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran matematika
pada materi penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik
meminjam dengan media animasi kantong hitung. Peneliti dalam tahap ini juga
melakukan pengamatan terhadap kemampuan dan keaktifan peserta didik dalam
pembelajaran matematika dengan penggunaan media animasi kantong hitung. Ibu
Umi Sihmi, S. Pd selaku Guru kelaspun berperan dalam melakukan observasi
terhadap kemampuan peneliti dalam menjelaskan materi dan mengelola kelas.
Langkah pertama yang dilakukan peneliti pada tahap ini adalah menyapa
perserta didik dengan memberi salam dan memimpin berdoa. Langkah berikutnya,
peneliti mengadakan apersepsi kemudian menjelaskan nilai tempat satuan dan
puluhan pada suatu bilangan. Peneliti menuliskan satu bilangan di atas papan
tulis, kemudian menanyakan kepada peserta didik nilai tempat bilangan tersebut.
Peserta didik satu persatu menyebutkan nilai tempat bilangan tersebut. Peneliti
mengamati peserta didik secara seksama, setelah peserta didik paham, peneliti
menjelaskan langkah-langkah materi penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan tanpa teknik meminjam dengan media animasi kantong hitung.
Tahap akhir pada pertemuan pertama tersebut adalah pemberian soal materi
penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam
di papan tulis untuk dikerjakan satu per satu.
2) Pertemuan kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2011. Pertemuan ini
merupakan rangkaian dari pertemuan pertama. Pertemuan kedua ini difokuskan
pada materi penjumlahan dengan teknik menyimpan dan pengurangan dengan
teknik meminjam dengan penggunaan media animasi kantong hitung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat, peneliti
membuka pembelajaran dengan menyapa peserta didik dengan salam dan
memimpin berdoa serta mempresensi peserta didik satu persatu. Langkah
selanjutnya, peneliti membangkitkan ingatan peserta didik dengan memberikan
apersepsi yang berkaitan dengan materi yang telah disampaikan pada pertemuan
sebelumnya. Tahap selanjutnya, peneliti menjelaskan materi penjumlahan dengan
teknik menyimpan dan pengurangan dengan teknik meminjam dengan
menggunakan media animasi kantong hitung. Langkah yang dilakukan peneliti
selanjutnya adalah meminta peserta didik mengerjakan soal di papan tulis satu
persatu. Peneliti membenarkan beberapa jawaban peserta didik yang masih salah.
Tahap berikutnya, Peneliti memberikan tes tertulis secara individu yang
mencakup materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam untuk mengetahui kemampuan
peserta didik dalam memahami materi yang telah disampaikan oleh peneliti pada
siklus I. Seusai kegiatan tersebut, peneliti menutup pembelajaran dengan berdoa
dan tidak lupa berpesan kepada peserta didik agar banyak berlatih mengerjakan
soal khususnya pada materi penjumlahan dengan teknik menyimpan dan
pengurangan dengan teknik meminjam.
c. Pengamatan
Tahap observasi atau pengamatan pada siklus I dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan siklus I yaitu pada tanggal 5 dan 6 Mei 2011.
Peneliti selain bertindak sebagai pengajar dalam penelitian ini juga bertindak
sebagai pengamat. Peneliti mengamati kegiatan belajar mengajar dari awal sampai
akhir dan mencatat hasil pembelajaran pada siklus I di dalam kelas saat
pembelajaran matematika materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik
menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam berlangsung.
Peneliti berperan sebagai partisipan aktif, karena peneliti terlibat langsung dalam
kegiatan belajar mengajar bersama peserta didik dimana peneliti juga bertindak
sebagai guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Pertemuan pertama pada penelitian ini, dilaksanakan pada tanggal 5 Mei
2011 yang berlangsung selama 90 menit. Kegiatan pembelajaran berlangsung
pada pukul 07.30 hingga pukul 09.00. Peneliti mengawali pembelajaran dengan
memimpin doa dan mengucapkan salam kepada peserta didik. Selanjutnya peneliti
memberikan apersepsi dengan pertanyaan pancingan yang mengarah ke materi
dengan menuliskan beberapa bilangan di papan tulis. Tahap berikutnya, peneliti
meminta peserta didik menyebutkan nilai tempat satuan dan puluhan pada
bilangan tersebut. Hanya terdapat empat peserta didik saja yang aktif tunjuk jari
untuk maju di depan kelas. Peneliti selanjutnya memberikan materi penjumlahan
tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam dengan media
animasi kantong hitung. Kegiatan pembelajaran tersebut tidak hanya digunakan
peneliti untuk menyampaikan materi saja, melainkan juga mengisi instrumen yang
telah peneliti siapkan untuk mengetahui keaktifan peserta didik selama
pembelajaran berlangsung.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2011 yang
berlangsung selama 90 menit. Tidak berbeda dengan pertemuan pertama, tahap ini
juga dimulai dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 09.00. Penyampaian materi
pada pertemuan kedua tersebut tidak jauh berbeda dengan pertemuan pertama.
Namun fokus materi pada pertemuan kedua adalah penjumlahan dengan teknik
menyimpan dan pengurangan dengan teknik meminjam, sedang pada pertemuan
pertama adalah penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa
teknik meminjam. Pada pertemuan kedua dilaksanakan test tertulis secara
individual yang mencakup materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik
menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam guna
mengetahui kemampuan peserta didik dalam memahami materi operasi hitung
penjumlahan dan pengurangan yang telah disampaikan peneliti dengan
menggunakan media animasi kantong hitung. Peneliti dalam melaksanakan
penelitian berkolaborasi dengan guru kelas, sehingga antara peneliti dan guru
memiliki peran masing-masing dan saling bekerjasama satu sama lain. Berikut
hasil test pada siklus I:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Tabel 14. Daftar Nilai Hasil Test Siklus I Mata Pelajaran Matematika Materi
Penjumlahan dan Pengurangan Peserta Didik Kelas 1 SLB-B YRTRW Surakarta
Semester II Tahun Ajaran 2010/ 2011
No Kode Subjek KKM Pretest Hasil Siklus I
1. JR 63 50 60
2. CK 63 65 80
3. HZ 63 65 80
4. TM 63 75 85
5. FL 63 55 65
6. AL 63 50 55
7. PT 63 50 60
8. EV 63 50 60
9. AM 63 50 60
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
JR CK HS TM FL AL PT EV AM
PRETEST
SIKLUS I
Grafik 2. Perbandingan Hasil Test Siklus I dengan Pretest Mata Pelajaran
Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Peserta Didik Kelas 1
Semester II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011
Grafik 2 dan tabel 14 di atas menunjukkan hasil test pada siklus I
dibandingkan dengan pretest pada prasiklus. Peningkatan nilai dari masing-
masing peserta didik dapat ditunjukkan oleh grafik tersebut. Setelah diadakan
pembelajaran dengan penggunaan media animasi kantong hitung pada siklus I,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
terdapat peningkatan nilai yang tinggi dibanding dengan hasil pretest. Peserta
didik yang berinisial JR mengalami peningkatan yang awalnya mempunyai nilai
50 menjadi 60, namun JR belum mencapai KKM yang ditetapkan oleh sekolah.
Begitu pula dengan peserta didik yang berinisial AL, AV, PT, dan AM mereka
juga mengalami peningkatan nilai yang tinggi, namun belum mencapai KKM
yang ditetapkan oleh sekolah. Peserta didik yang telah mencapai KKM dengan
nilai ≥ 63 adalah empat orang dari keseluruhan peserta didik yang berjumlah
sembilan orang. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah
peserta didik yang telah mencapai KKM adalah 44% saja. Sedangkan lima peserta
didik lainnya atau 56% dari keseluruhan peserta didik mempunyai nilai < 63 atau
di bawah KKM yang telah ditetapkan. Sedangakan Indikator yang ditetapkan oleh
peneliti, dapat dikatakan tercapai apabila terdapat tujuh atau lebih jumlah peserta
didik yang mendapat nilai ≥ 63. Sesuai dengan indikator ketercapaian yang
ditetapkan, maka hasil test pada siklus I tidak mencapai indikator yang ditetapkan
oleh peneliti. Ketidaktercapaian indikator tersebut dianalisis dan direfleksi untuk
kemudian dilakukan tindakan lagi pada siklus II.
Peneliti juga melakukan observasi pada siklus I, selama pembelajaran
matematika berlangsung berdasarkan instrumen yang telah dibuat untuk
mengetahui keaktifan peserta didik dalam pembelajaran. Gurupun berperan serta
dalam melakukan observasi terhadap kemampuan peneliti dalam menjelaskan dan
mengelola kelas serta membantu peneliti ketika mengalami kesulitan dalam
pembelajaran. Berdasarkan observasi peneliti pada pelaksanaan tindakan siklus I
dengan pengamatan terhadap keaktifan peserta didik saat pembelajaran
matematika melalui lembar observasi maka diperoleh hasil sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Tabel 15. Tabulasi Keaktifan Peserta Didik Kelas I Semester II SLB-B YRTRW
Surakarta pada Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan
Tahun pelajaran 2010/ 2011
No Aspek yang Diamati Inisial Nama Peserta Didik Kelas I
JR CK HS TM FL AL PT EV AM
1. Perhatian peserta didik
terhadap penjelasan
guru
2 3 3 3 3 2 2 2 2
2. Peserta didik tanggap
terhadap perintah guru
2 3 3 3 3 2 2 3 2
3. Peserta didik mampu
dalam menjawab
pertanyaan lisan guru
2 3 4 4 3 2 2 2 2
4. Peserta didik mampu
memberikan tanggapan
mengenai penjelasan
guru
2 3 3 4 3 2 2 2 2
5. Peserta didik
menyimak dengan baik
ketika teman
berpendapat
2 3 3 3 3 2 2 2 2
6. Peserta didik tidak
sibuk dengan hal lain
saat guru menerangkan
ataupun saat
mengerjakan soal
2 3 3 3 3 3 3 3 3
7. Peserta didik mampu
menyelesaikan soal
evaluasi
2 4 4 4 3 2 2 2 2
8. Peserta didik tidak
membuat gaduh setelah
selesai mengerjakan
soal
2 3 3 3 3 3 2 2 2
9. Peserta didik mampu
mengerjakan soal di
depan kelas
2 4 4 4 4 2 2 2 2
10. Peserta didik sabar
menunggu giliran
dalam tugas individual
selanjutnya
2 3 3 3 3 2 2 2 2
11. Peserta didik
mendapatkan nilai dari
hasil evaluasi
memenuhi KKM
2 4 4 4 4 2 2 2 2
Total 22 36 37 38 32 24 23 24 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Tabel 16. Hasil Observasi Keaktifan Peserta Didik Kelas I Semester II SLB-B
YRTRW Surakarta pada Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan
Pengurangan Tahun pelajaran 2010/ 2011
No Nama Skor Siklus I Keterangan
1. JR 22 Kurang Akif
2 CK 36 Aktif
3. HS 37 Aktif
4. TM 38 Aktif
5. FL 32 Aktif
6. AL 24 Kurang Aktif
7. PT 23 Kurang Aktif
8. EV 24 Kurang Aktif
9. AM 22 Kurang Aktif
Tabel 15 dan 16 di atas menunjukan bahwa peserta didik katagori aktif
dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan sebanyak
empat peserta didik dari sembilan peserta didik secara keseluruhan atau sebesar
44%. Sedangkan lima peserta didik yang lain dalam kategori kurang aktif atau
sebesar 56 %. Terjadi peningkatan keaktifan pada pelaksanaan tindakan siklus I
ini jika dibandingkan dengan kondisi awal yang baru mencapai tiga peserta didik
dari sembilan peserta didik secara keseluruhan atau sebesar 33%, sedangkan enam
dari sembilan peserta didik secara keseluruhan dalam kategori tidak aktif atau
sebesar 66%. Jadi terdapat peningkatan sebesar 11% dibandingkan dari kondisi
awal. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap peningkatan prestasi dan keaktifan
peserta didik dalam pembelajaran matematika pada materi penjumlahan dengan
atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik
meminjam pada tindakan siklus 1 diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Ketuntasan belajar mencapai 44% yaitu sebanyak empat peserta didik
yang mencapai KKM yaitu mendapatkan nilai ≥ 63.
2) Peserta didik yang aktif selama kegiatan belajar mengajar sebanyak
empat peserta didik dari sembilan peserta didik secara keseluruhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
3) Peserta didik yang kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar
berjumlah lima orang peserta didik dari sembilan peserta didik secara
keseluruhan.
4) Peneliti sebagai guru dalam kemampuan mengelola kelas mendapat
kategori kurang berhasil dengan skor 12 dari skor maksimal 18.
d. Analisis dan Refleksi
Tahap analisis dan refleksi ini dilaksanakan peneliti bersama guru kelas 1
SLB-B YRTRW Surakarta dengan mengadakan diskusi terkait pelaksanaan
tindakan pada siklus 1. Analisis yang dimaksud adalah analisis terhadap hasil
observasi, serta hasil test peserta didik. Secara umum, terdapat beberapa
kelemahan yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung, yaitu:
1) Peneliti belum mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
bagi peserta didik.
2) Peneliti terlalu cepat dalam memberikan penjelasan, sehingga peserta
didik masih mengalami kesulitan dalam memahami materi.
3) Kegiatan pembelajaran masih bersifat satu arah dari pihak peneliti,
sedangkan peserta didik masih bertindak sebagai penerima materi saja.
4) Peserta didik masih belum paham penjelasan penggunaan media animasi
kantong hitung.
5) Guru belum bisa memantau kegiatan peserta didik secara menyeluruh,
karena hanya beberapa peserta didik yang sering mendapatkan bimbingan
dan pengarahan. Hal tersebut dikarenakan guru terkadang disibukkan oleh
beberapa peserta didik yang selalu harus dibantu karena kurang bisa
mandiri.
Berdasarkan hasil tes pada siklus I, terdapat empat peserta didik yang
telah mencapai ketuntasan yaitu mendapatkan nilai ≥ 63 atau 44% dari
keseluruhan sembilan peserta didik. Peserta didik yang aktif dalam pembelajaran
tersebut juga sebanyak empat peserta didik dari keseluruhan sembilan peserta
didik atau 44%. Berdasar indikator ketercapaian yang telah ditetapkan, maka
dapat disimpulkan bahwa pada siklus I sudah terjadi peningkatan prestasi, namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
tidak berhasil dalam indikator ketercapaian. Seharusnya, berdasar indikator yang
ditetapkan nilai ≥ 63 hendaknya dicapai oleh tujuh atau lebih peserta didik.
Berdasar hal tersebut, maka siklus I belum berhasil dan harus dilanjutkan
penelitian pada siklus II dengan refleksi sebagai berikut:
1) Peneliti dan guru menciptakan suasana belajar yang menyenangakan dan
lebih santai dengan memasukkan permainan edukasi pada peserta didik
agar peserta didik lebih antusias, sungguh-sungguh dan senang dalam
mengikuti pembelajaran.
2) Peneliti menjelaskan materi dengan tidak terlalu cepat dan tidak buru-buru
agar peserta didik memahami materi yang disampaikan.
3) Peneliti dan guru memberikan perhatian secara menyeluruh tidak hanya
berfokus kepada beberapa peserta didik tertentu saja.
4) Guru dan peneliti dalam memberikan perhatian kepada peserta didik tidak
hanya di depan kelas, melainkan juga menghampiri peserta didik yang ada
di belakang maupun samping kanan dan kiri.
5) Kegiatan pembelajaran dipusatkan kepada peserta didik dengan memberi
kesempatan peserta didik untuk menggunakan media animasi kantong
hitung secara langsung.
6) Guru memberikan hadiah kepada peserta didik misal berupa nilai
tambahan, ungkapan-ungkapan pujian yang membangkitkna semangat
agar peserta didik terdorong untuk mau berperan aktif dalam
memperhatikan penjelasan peneliti serta bersungguh-sungguh dalam
mengerjakan tugas yang diberikan oleh peneliti.
7) Guru hendaknya menjelaskan secara lebih mendetail penjelasan materi
penjumlahan dan pengurangan dengan penggunaan media animasi kantong
hitung.
3. Pelaksanaan Siklus II
a. Perencanaan
Pelaksanaan siklus I telah mencapai peningkatan pada hasil tes akhir
maupun hasil obsertvasi keaktifan peserta didik dalam pembelajaran matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
khususnya materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, namun indikator yang
ditetapkan oleh peneliti belum dapat dicapai oleh seluruh peserta didik, maka
penelitian dilanjutkan pada siklus II dengan berbagai perbaikan-perbaikan yang
direncanakan.
Kegiatan perencanaan ini dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2011.
Peneliti dan guru menyepakati adanya siklus II mengingat terdapat beberapa
kelemahan-kelemahan dan tidak tercapainya indikator yang ditetapkan setelah
dilakukan analisis pada siklus I. Peneliti dan guru kelas 1 SLB-B YRTRW
Surakarta sepakat bahwa siklus II akan dilaksanakan pada tanggal 17 dan 18 Mei
2011. Peneliti dan guru kemudian mendiskusikan rancangan tindakan yang akan
dilaksanakan dalam proses penelitian selanjutnya. Rancangan kegiatan dalam
siklus II ini berbeda dengan siklus I. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengatasi
berbagai kelemahan yang ada pada siklus I. Berdasar hal tersebut, maka
disepakati hal-hal yang perlu diperbaiki guru dan peneliti dalam meningkatkan
prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan
dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik
meminjam. Kegiatan perencanaan tindakan pada siklus II mencakup langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Peneliti dan guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai
dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
2) Peneliti dan guru berkolaborasi bersama dalam mendiskusikan langkah-
langkah kegiatan belajar mengajar mata pelajaran matematika materi
penjumlahan dan pengurangan dengan media animasi kantong hitung,
yaitu sebagai berikut:
a) Langkah-langkah pada pertemuan pertama:
(1) Peneliti memimpin doa dan memberi salam pada peserta didik, serta
menanyakan kabar peserta didik.
(2) Peneliti mengatur pengelompokan peserta didik agar tiap-tiap peserta
didik mendapatkan komputer ataupun laptop.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
(3) Peneliti mempresensi peserta didik dan menkondisikan peserta didik
dengan memberikan apersepsi yang berkaitan dengan materi yang
akan disampaikan.
(4) Peneliti menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan
berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator
yang telah ditetapkan.
(5) Peneliti membagikan rangkuman materi pelajaran yang akan dibahas
pada pertemuan tersebut.
(6) Peneliti memberikan beberapa soal di depan kelas untuk
membangkitkan ingatan peserta didik.
(7) Peneliti meminta peserta didik untuk membuat pertanyaan tentang
operasi hitung penjumlahan menyimpan dan pengurangan tanpa
teknik meminjam untuk dijawab oleh teman lain.
(8) Peserta didik satu per satu mengerjakan soal yang diberikan
temannya dengan menggunakan media animasi kantong hitung
secara bergantian dengan menggunakan komputer masing-masing.
(9) Peneliti memberikan penekanan kembali serta membantu kesulitan
yang dialami peserta didik.
(10) Peserta didik dan peneliti bersama-sama menyelesaikan soal-soal
operasi hitung penjumlahan dan pengurangan tanpa teknik
menyimpan dengan media animasi kantong hitung.
b) Langkah-langkah pada pertemuan kedua
(1) Peneliti memimpin berdoa dan memberi salam pada peserta didik,
menanyakan kabar serta menyiapkan peserta didik.
(2) Peneliti mempresensi peserta didik
(3) Peneliti mengatur pengelompokan peserta didik agar tiap-tiap
peserta didik mendapatkan komputer ataupun laptop.
(4) Peneliti menyiapkan peserta didik dengan apersepsi yaitu bertanya
jumlah uang saku masing-masing peserta didik kemudian
menjumlahkannya menjadi satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
(5) Peneliti menyegarkan suasana pembelajaran dengan memberikan
permainan yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya.
(6) Peneliti menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan
dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar
dan indikator yang telah ditetapkan.
(7) Peneliti membagikan rangkuman materi yang akan dipelajari pada
pertemuan tersebut kepada peserta didik.
(8) Peneliti menjelaskan materi operasi hitung penjumlahan dengn
teknik menyimpan dan pengurangan dengan teknik meminjam
dengan menggunakan media animasi kantong hitung.
(9) Peneliti mengajak peserta didik bermain operasi hitung
penjumlahan dengan teknik menyimpan dan pengurangan dengan
teknik meminjam dengan menggunakan media animasi kantong
hitung. Penjelasan peneliti terhadap peserta didik mengenai
pengurangan dengan teknik meminjam adalah sebagai berikut:
Misal: 61
19 _
42
Gambar 19. Animasi Kantong Hitung
Keterangan: Di tempat satuan ada 1 lidi, di tempat puluhan ada 6 lidi. Di
tempat satuan ada 1 lidi dikurangi 9 lidi tidak bisa, maka pinjam 1 lidi
bilangan di depannya, yaitu dari tempat puluhan. Bilangan di depannya
puluhan, maka satu lidi bernilai 10 (IIIIIIIIII). Kantong tersebut jumlah
lidinya akan berubah karena sudah ditambah dan dikurangi, kantong
tersebut berubah seperti gambar berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Gambar 20. Animasi Kantong Hitung
Keterangan: ditempat satuan yang semula berjumlah 1 lidi
menjadi 11 lidi kaarena mendapat pinjaman 1 lidi dari kantong
puluhan yang bernilai 10. Sedangkan, Ditempat puluhan lidi
menjadi 5 karena dipinjam 1 lidi oleh tempat satuan. Setelah
dipinjam maka proses pengurangan berlangsung, nampak seperti
gambar berikut:
Gambar 21. Animasi Kantong Hitung
Keterangan : di tempat semula, tempat Satuan terdapat 11 lidi
dikurang 9 sama dengan 2 lidi. Di tempat puluhan
masih 5 lidi dikurangi 1 lidi sama dengan 4 lidi.
Jadi 61 – 19 = 42
(10) Peserta didik diminta untuk mengerjakan soal operasi hitung
penjumlahan dengan teknik menyimpan dan pengurangan dengan
teknik meminjam secara bergantian dengan media animasi kantong
hitung secara bergantian.
(11) Peserta didik diminta untuk mengisi angka yang kosong pada
lembar kerja yang disediakan peneliti.
(12) Peneliti memberikan penekanan dan membenarkan kesalahan yang
dilakukan peserta didik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
(13) Peneliti memberikan soal tertulis secara individual yang mencakup
materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam.
b. Tindakan
Pelaksanaan tindakan II ini dilaksanakan pada tanggal 17 dan 18 Mei
2011 yang masing-masing pertemuan berlangsung selama 90 menit. Tindakan
dalam kegiatan ini dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah
direncanakan. Siklus II ini merupakan penyempurnaan dari siklus I. Pelaksanaan
tindakan pada siklus II berbeda dengab siklus I. Terdapat perbaikan-perbaikan
dalam tiap langkah-langkah pembelajarannya. Kegiatan pembelajran matematika
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pertemuan Pertama
Pelaksanaan tindakan pertama siklus ke II adalah pada tanggal 17 Mei
2011. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
pembelajaran matematika dengan Kompetensi Dasar menjumlahkan bilangan dua
angka. Penelitian ini mengambil materi penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan tanpa teknik meminjam. Peneliti memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi peserta didik untuk menggunakan media animasi kantong
hitung secara langsung. Setiap dua peserta didik berhak menggunakan satu
komputer untuk digunakan dalam pembelajaran. Peneliti berkolaborasi dengan
guru, sehingga antara peneliti dan guru memiliki peran masing-masing di dalam
penelitian. Peneliti melaksanakan pembelajaran materi penjumlahan tanpa teknik
menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam. dengan menggunakan
media animasi kantong hitung di ruang komputer. Peneliti juga melakukan
observasi terhadap keaktifan peserta didik saat pembelajaran berlangsung. Guru
berperan dalam melakukan observasi terhadap kemampuan peneliti dalam
menjelaskan dan mengelola kelas serta membantu peneliti ketika mengalami
kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama siklus II adalah
sebagai berikut, peneliti memimpin berdo’a dan memberi salam pada peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
didik serta menanyakan kabar dan menyiapkan peserta didik fokus pada pelajaran.
Kemudian peneliti menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan berdasarkan
standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pada mata pelajaran
matematika dengan materi penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan tanpa teknik meminjam. Selanjutnya peneliti melakukan apersepsi
dengan memberikan pertanyaan pancingan yaitu bertanya penjumlahan tanpa
teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam seperti yang sudah
dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Langkah selanjutnya peneliti membagikan
materi pelajaran yang akan dibahas. Peneliti meminta peserta didik untuk
membuat pertanyaan tentang penjumlahan untuk dijawab oleh teman lain
menggunakan media animasi kantong hitung, kemudian peserta didik yang lain
menilai penggunaan media animasi kantong hitung dan hasil dari soal lemparan.
Demikian seterusnya sampai semua peserta didik mendapat giliran yang sama.
Selanjutnya peneliti meminta peserta didik untuk maju ke depan kelas menjawab
soal penjumlahan bersusun dengan menggunakan media animasi kantong hitung.
Sebagai penutup peneliti memberikan penekanan kembali serta membantu
kesulitan yang dihadapi peserta didik.
2) Pertemuan Kedua
Pelaksanaan tindakan pada siklus II pertemuan adalah tanggal 18 Mei
2011. Pertemuan ini merupakan lanjutan dari pertemuan pertama. Pertemuan
kedua ini difokuskan pada materi penjumlahan dengan teknik menyimpan dan
pengurangan dengan teknik meminjam. Peneliti memulai pelajaran dengan
memimpin berdoa dan menyapa peserta didik serta mempresensi mereka satu per
satu. Selanjutnya peneliti membagi mereka dalam bentuk kelompok dengan tujuan
agar setiap dua peserta didik berhak menggunakan satu komputer untuk
digunakan dalam pembelajaran. Berdasar RPP yang telah dibuat, kegiatan
pembelajaran diawali dengan apersepsi, yaitu bertanya dengan uang saku peserta
didik dan bertanya hasil penjumlahan uang saku semua peserta didik. Peneliti
mengajak peserta didik bermain penjumlahan dan pengurangan, yaitu dengan soal
yang sudah peneliti siapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Tahap selanjutnya, peneliti membagikan materi yang akan dipelajari
kepada paserta didik. Peneliti lalu menjelaskan materi pengurangan dengan
menggunakan media animasi kantong hitung. Peserta didik diminta menggerjakan
soal penjumlahan dengan teknik menyimpan dan pengurangan dengan teknik
meminjam di depan kelas. Peserta didik diminta mengisi angka yang kosong pada
lembar kerja yang disediakan peneliti. Peneliti memberikan penekanan dan
membenarkan kesalahan yang dilakukan peserta didik.
Tahap terakhir pada pertemuan kedua siklus II ini adalah pemberian soal
tertulis materi penjumlahan dengan atautanpa teknik menyimpan dan pengurangan
dengan atau tanpa teknik meminjam sebagaimana yang telah diberikan pada siklus
I guna mengetahui kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau
tanpa teknik meminjam.
c. Pengamatan
Tahap observasi siklus II dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanan
tindakan siklus II yaitu pada tanggal 17 dan 18 Mei 2011. Peneliti sebagai
partisipan aktif mengamati kegiatan belajar mengajar dari awal sampai akhir dan
mencatat hasil siklus II pada saat pembelajaran matematika berlangsung. Peneliti
berperan sebagai partisipan aktif, karena peneliti terlibat langsung dalam kegiatan
yang dilakukan oleh anak dalam kegiatan belajar mengajar yaitu bertindak sebagai
guru.
Pertemuan pertama siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2011.
Pelaksanaan kegiatan pertemuan pertama berlangsung selama 90 menit.
Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini berbeda dengan tindakan siklus I. Peneliti
memperbaiki langkah-langkah pembelajaran. Kegiatan pembelajaran berlangsung
pada pukul 07.30 sampai dengan 09.00. Peneliti mengawali pembelajaran dengan
memimpin berdo’a kemudian mengucapkan salam kepada peserta didik.
Selanjutnya peneliti mempresensi dan menyiapkan peserta didik untuk mengikuti
pelajaran. Tahap selanjutnya, peneliti menjelaskan kegiatan yang akan
dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
pada mata pelajaran matematika dengan materi penjumlahan tanpa teknik
menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam. Selanjutnya peneliti
melakukan apersepsi dengan memberikan pertanyaan pancingan yaitu bertanya
mengenai penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik
meminjam seperti yang sudah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Peneliti
juga membagi murid dalam bentuk kelompok sehingga dua orang berhak
memakai satu komputer atau laptop. Langkah selanjutnya peneliti membagikan
materi pelajaran yang akan dibahas. Peneliti meminta peserta didik untuk
membuat pertanyaan tentang penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan
pengurangan tanpa teknik meminjam untuk dijawab oleh teman lain
menggunakan media animasi kantong hitung, kemudian peserta didik lain menilai
pengunaan media animasi kantong hitung dan hasil dari soal lemparan. Demikian
seterusnya sampai semua peserta didik mendapat giliran yang sama. Selanjutnya
peneliti meminta peserta didik untuk maju ke depan kelas menjawab soal
penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam
dengan menggunakan media animasi kantong hitung. Sebagai penutup peneliti
memberikan penekanan kembali serta membantu kesulitan yang dihadapi peserta
didik.
Pelaksanaan pertemuan kedua pada tanggal 18 Mei 2011. Peneliti
berkolaborasi dengan guru kelas I dalam pelaksanaan tindakan siklus II, sehingga
antara peneliti dan guru memiliki peran masing-masing dan saling bekerjasama
satu sama lain. Tindakan pada pertemuan kedua berbeda dengan tindakan siklus I.
Penjelasan materi pada pertemuan kedua ini berfokus pada materi penjumlahan
dengan teknik menyimpan dan pengurangan dengan teknik meminjam.
Pertemuan kedua diawali dengan menjelaskan penjumlahan dengan teknik
menyimpan dan pengurangan dengan teknik meminjam dengan menggunakan
media animasi kantong hitung. Peserta didik berhak memakai laptop dan
komputer, satu kompute atau satu laptop untuk dua orang. Pada siklus II ini juga
diberikan rangkuman materi. Kegiatan pembelajaran juga diawali dengn
permainan. Banyak perbaikan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Setelah
semua kegiatan dilalui, peneliti memberikan test tertulis mencakup materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau
tanpa teknik meminjam secara individual sebagai tahap terakhir pada pertemuan
kedua siklus II.
Hasil test pada siklus I menunjukkan peningkatan nilai yang tinggi,
namun peningkatan nilai tersebut belum mencapai indikator yang ditetapkan oleh
peneliti. Peneliti, pada siklus II berperan sebagai guru sekaligus pengamat.
Sedang kolabolator berperan sebagai pengamat kegiatan belajar mengajar.
Terdapat beberapa perbedaan tindakan yang dilakukan pada siklus I dibanding
dengan siklus II. Perbedaan tersebut antaralain peserta didik diberikan rangkuman
materi, peserta didik berhak menggunakan komputer, peneliti lebih jelas dan tidak
terburu-buru dalam menjelaskan, serta beberapa hal lagi yang merupakan
perbaikan dari siklus I. Siklus II terdiri dari dua pertemuan. Evaluasi pada siklus
II berupa pemberian test tertulis yang mencakup materi penjumlahan dengan atau
tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam
secara individual. Berikut hasil tes pada siklus II:
Tabel 17. Daftar Nilai Hasil Test Siklus II Mata Pelajaran Matematika Materi
Penjumlahan dan Pengurangan Peserta Didik Kelas 1 Semester II SLB-B
YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011
No Kode Subyek KKM Pretest Test Siklus I Test Siklus II
1. JR 63 50 60 75
2. CK 63 65 80 95
3. HZ 63 65 80 95
4. TM 63 75 85 100
5. FL 63 55 65 90
6. AL 63 50 55 70
7. PT 63 50 60 75
8. EV 63 50 60 80
9. AM 63 50 60 75
Tabel 17 di atas menunjukkan hasil test siklus II mata pelajaran
matematika pada materi materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan
dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam peserta didik Kelas 1
Semester II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011. Nilai peserta
didik tersebut mengalami peningkatan yang tinggi. Tabel tersebut menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
bahwa sembilan peserta didik pada test siklus II tersebut mendapat nilai ≥ 63.
Sedangkan, penetapan indikator oleh peneliti dikatakan tercapai apabila terdapat
tujuh atau lebih peserta didik yang mendapat nilai ≥ 63. Jadi seluruh peserta didik
yang berjumlah sembilan orang tersebut telah mencapai indikator yang ditetapkan
oleh peneliti pada siklus II tersebut. Pencapaian indikator tersebut membuktikan
keberhasilan penggunaan media animasi kantong hitung dalam upaya peningkatan
prestasi belajar matematika materi penjumlahan dan pengurangan pada peserta
didik kelas 1 SLB-B YRTRW Surakarta pada siklus II ini. Keberhasilan
pencapaian indikator tersebut mengartikan bahwa penelitian pada siklus dua
dihentikan dan tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya karena sudah tercapai
indikator yang ditetapkan.
Peneliti juga melakukan observasi terhadap keaktifan peserta didik saat
pembelajaran berlangsung. Sedangkan guru berperan dalam melakukan observasi
terhadap kemampuan peneliti dalam menjelaskan dan mengelola kelas serta
membantu peneliti ketika mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Observasi
keaktifan peserta didik dilakukan sejak siklus I dan siklus II. Tidak berbeda
dengan observasi terhadap kemampuan peneliti dalam menjelaskan dan mengelola
kelas juga dilakukan pada siklus II. Observasi dilakukan dengan lembar observasi
yang telah disiapkan. Hasil observasi peneliti terhadap keaktifan peserta didik
dalam pembelajaran matematika dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 18. Hasil Observasi Keaktifan Siklus II Peserta Didik Kelas I Semester II
SLB-B YRTRW Surakarta pada Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan
dan Pengurangan Tahun pelajaran 2010/ 2011
No Aspek yang Diamati Inisial Nama Peserta Didik Kelas I
JR CK HS TM FL AL PT EV AM
1. Perhatian peserta didik
terhadap penjelasan guru
3 4 4 4 3 3 3 4 3
2. Peserta didik tanggap
terhadap perintah guru
3 4 4 4 3 3 3 3 3
3. Peserta didik mampu dalam
menjawab pertanyaan lisan
guru
4 4 4 4 4 3 4 4 3
4. Peserta didik mampu
memberikan tanggapan
mengenai penjelasan guru
4 4 4 4 4 3 3 3 3
5. Peserta didik menyimak
dengan baik ketika teman
3 4 4 4 4 3 3 3 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
berpendapat
6. Peserta didik tidak sibuk
dengan hal lain saat guru
menerangkan ataupun saat
mengerjakan soal
3 4 4 4 3 3 3 3 3
7. Peserta didik mampu
menyelesaikan soal evaluasi
4 4 4 4 4 4 4 4 4
8. Peserta didik tidak membuat
gaduh setelah selesai
mengerjakan soal
3 4 4 4 3 3 3 3 3
9. Peserta didik mampu
mengerjakan soal di depan
kelas
4 4 4 4 4 4 4 4 4
10. Peserta didik sabar
menunggu giliran dalam
tugas individual selanjutnya
4 4 4 4 4 3 3 3 3
11. Peserta didik mendapatkan
nilai dari hasil evaluasi
memenuhi KKM
4 4 4 4 4 4 4 4 4
Total 39 44 44 44 40 36 37 38 36
Tabel 19. Hasil Observasi Keaktifan Peserta Didik Kelas I Semester II SLB-B
YRTRW Surakarta pada Pembelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan
Pengurangan Tahun pelajaran 2010/ 2011
No Nama Skor Siklus I Keterangan
1. JR 39 Aktif
2 CK 44 Aktif
3. HS 44 Aktif
4. YM 44 Aktif
5. FL 40 Aktif
6. AL 36 Aktif
7. PT 37 Aktif
8. EV 38 Aktif
9. AM 36 Aktif
Pada tabel 18 dan 19 di atas menunjukkan bahwa peserta didik dengan
kategori aktif dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dengan atau
tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam
sebanyak sembilan peserta didik dari sembilan peserta didik secara keseluruhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
atau sebesar 100%. Berdasar hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan keaktifan pada pelaksanaan tindakan siklus II ini jika dibandingkan
dengan pelaksanaan tindakan siklus I. Pada siklus I kategori aktif dalam
pembelajaran matematika pada materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik
menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam sebesar 44%.
Sedangkan enam peserta didik yang lain dalam kategori kurang aktif atau sebesar
56%. Jadi terdapat peningkatan sebersar 44%.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembelajaran matematika pada
materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan
dengan atau tanpa teknik meminjam pada tindakan siklus II diperoleh hasil
sebagai berikut:
1) Ketuntasan belajar mencapai 100% yaitu sebanyak sembilan peserta didik.
2) Peserta didik yang aktif selama kegiatan belajar mengajar bejumlah
sembilan peserta didik dari sembilan peserta didik secara keseluruhan.
3) Peneliti sebagai guru dalam kemampuan mengelola kelas mendapat kategori
berhasil dengan skor 16 dari skor maksimal 18.
Peningkatan kemampuan pesera didik dalam pembelajaran matematika
pada materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan dapat dilihat pada tabel
dan disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut ini:
Tabel 20. Peningkatan Nilai Tes Tiap Siklus Pada Mata Pelajaran Matematika
Materi Penjumlahan dan Pengurangan Peserta Didik Kelas I Semester II SLB-B
YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011
No Inisial Nama Pretest Siklus I Siklus II Keterangan
1. JR 50 60 75 Meningkat
2. CK 65 80 95 Meningkat
3. HS 65 80 95 Meningkat
4. TM 75 85 100 Meningkat
5. FL 55 65 90 Meningkat
6. AL 50 55 70 Meningkat
7. PT 50 60 75 Meningkat
8. AV 50 60 80 Meningkat
9 AM 50 60 75 Meningkat
% Tuntas 33% 44% 100% Tuntas
Tabel 20 di atas merupakan rekapitulasi hasil tes penjumlahan materi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
tanpa teknik meminjam dimulai dari pretest, postest siklus I dan postest siklus II.
Tabel tersebut memperlihatkan adanya peningkatan sejak diadakan test pada
siklus I dan siklus II. Hasil pretest di atas yang merupakan dasar penentuan
kemampuan awal terlihat bahwa dari semua peserta didik hanya terdapat tiga
peserta didik yang mencapai ketuntasan atau ketuntasan baru mencapai 33%. Pada
hasil tes siklus I persentase ketuntasan mencapai 44% atau terjadi grafik
peningkatan 11% apabila dibandingkan dengan kemampuan awal. Hasil tes
siklus II menunjukkan persentase tuntas sebesar 100% atau terjadi peningkatan
56% apabila dibandingkan dengan test pada siklus I. Peningkatan hasil test mata
pelajaran matematika materi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan
dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam pada peserta didik kelas 1
SLB-B YRTRW Surakarta dapat terlihat dalam grafik sebagai berikut:
Grafik 3. Perbandingan Peningkatan Hasil Pretes, Tes Siklus I dan Test Siklus II
Mata Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Peserta Didik
Kelas I Semester II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011
Grafik 3 tersebut menunjukkan dengan jelas peningkatan hasil tes pada
setiap siklus. Grafik 3 tersebut menunjukkan peningkatan hasil tes pada pretest,
test siklus I, dan test siklus II. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
keseluruhan peserta didik yang berjumlah sembilan orang memperoleh nilai ≥ 63
pada test yang dilakukan pada siklus II.
d. Analisis dan Refleksi
Secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran matematika dengan
menggunakan media animasi berjalan dengan lancar. Berbagai kelemahan yang
dialami pada siklus I dapat teratasi pada siklus II. Semua peserta didik mengalami
peningkatan nilai pada hasil test akhir yang diberikan pada siklus II. Semua
peserta didik yang terdiri dari sembilan peserta didik tersebut mendapatkan nilai
≥ 63. Berdasarkan indikator yang ditetapkan oleh peneliti, maka nilai hasil test
akhir pada siklus II tersebut telah memenuhi indikator. Demikian pula dengan
keaktifan peserta didik, semua peserta didik memperoleh skor > 30 yang dapat
dikatakan bahwa pada siklus II ini telah tercapai indikator keaktifan peserta didik.
Jadi 100% peserta didik kelas 1 SLB-B YRTRW Surakarta mencapai indikator
yang ditetapkan oleh peneliti. Keberhasilan pencapaian indikator pada siklus II
tersebut menunjukkan keberhasilan penggunaan media animasi kantong hitung
dalam pembelajran matematika, untuk itu penelitian tidak dilanjutkan ke siklus
selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Penerapan Media Animasi Kantong Hitung dapat Meningkatkan Prestasi Belajar
Matematika pada Materi Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I Semester
II SLB-B YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011.
C. Pembahasan
Penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan Media Animasi Kantong
Hitung dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika pada Materi
Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I Semester II SLB-B YRTRW
Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011. Keberhasilan dalam penelitian ini sejalan
dengan teori dari beberapa pakar yang telah disampaikan dalam landasan teori.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Sejalan dengan pendapat Sardjono (2000: 41) yang mengatakan bahwa
“karakteristik yang paling cocok dari anak tunarugu yaitu terhambatnya
perkembangan bahasa dan bicara mereka terbatas pada kosakata dan pengertian
kata-kata abstrak”, maka dapat disimpulkan bahwa Penerapan Media Animasi
Kantong Hitung dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika pada Materi
Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I Semester II SLB-B YRTRW
Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011. Hal tersebut dikatakan sejalan, karena dalam
penggunaan media animasi kantong hitung disesuaikan dengan ciri dan
karakteristik peserta didik tunarungu. Fakta yang terdapat di SLB-B YRTRW
pada kelas 1 menunjukkan bahwa peserta didik tunarungu mengalami hambatan
dalam pendengarannya. Peserta didik tersebut memerlukan perlakuan khusus,
salah satunya penggunaan media, sehingga penerapan media animasi kantong
hitung yang bersifat visual ini dapat memaksimalkan penyampaian materi dalam
kelas tersebut. Dengan maksimalnya penyampaian materi secara visual tersebut,
hasil test peserta didik terbukti mengalami peningkatan dan mencapai indikator
yang ditetapkan oleh peneliti. Hal tersebut juga sejalan dengan teori yang
disampaikan oleh Elizabeth (dalam http://www.ttaconline. org/staff/sol /scideaf.
html) Anak gangguan pendengaran yang berorientasi visual, lebih cenderung lebih
mudah untuk beradaptasi dengan bentuk tertulis dibanding dengan seorang anak
mendengar karena mereka lebih terfokus pada hal-hal visual. Hal tersebut
ditunjukkan oleh hasil pretest di atas yang merupakan dasar penentuan
kemampuan awal terlihat bahwa dari semua peserta didik hanya terdapat tiga
peserta didik yang mencapai ketuntasan atau ketuntasan baru mencapai 33%. Pada
hasil tes siklus I setelah penggunaan media animasi kantong hitung dalam
pembelajaran matematika persentase ketuntasan mencapai 44% atau terjadi grafik
peningkatan 11% apabila dibandingkan dengan kemampuan awal. Hasil tes siklus
II menunjukkan persentase tuntas sebesar 100% atau terjadi peningkatan 56%
apabila dibandingkan dengan test pada siklus I. Hal ini menunjukkan
keberhasilan penggunaan media animasi kantong hitung karena bersifat visual dan
memperhatikan tahapan konkrit ke semikonkrit hingga abstrak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Namun penggunaan media animasi kantong hitung dalam pembelajaran
matematika tersebut mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dalam
ketersediaan media. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Wilkinson (dalam R.
Anggkowo dan A. Kosasih, 2007:14) yang menyatakan bahwa ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam memilih media pembelajaran salah satunya adalah
ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung. Padahal, penyampaian materi
dengan penerapan media animasi kantong hitung harus menggunakan komputer
ataupun laptop. Sedangkan di sekolah tersebut jumlah komputer terbatas,
sehingga peserta didik tidak bisa menggunakan satu komputer untuk satu peserta
didik. Untuk itu Sekolah hendaknya menyediakan sarana berupa komputer agar
penerapan media animasi kantong hitung tersebut maksimal. Gurupun sebagai
tenaga pengajar jarang menggunakan komputer sebagai media pembelajaran,
untuk itu hendaknya gurupun memanfaatkan media animasi kantong hitung
tersebut dalam pembelajaran matematika.
Proses belajar pada diri seseorang terjadi secara bertahap dari hal-hal
yang bersifat konkrit ke arah yang abstrak. Perkembangan kognitif seseorang
berkaitan dengan struktur otak, sedangkan struktur otak dipengaruhi oleh
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Dalam penelitian ini penggunaan media
animasi kantong hitung memperhatikan tahapan belajar peserta didik. Animasi
kantong hitung termasuk dalam tahapan econic yang ditandai dengan
perumpamaan berupa gambar animasi bergerak. Dengan animasi kantong hitung
tersebut peserta didik bisa melihat proses pengurangan dan penjumlahan secara
langsung, hal ini membuat peserta didik lebih mudah dalam memahami tiap
materi yang disampaikan. Hal tersebut sejalan dengan teori yang disampaikan
oleh Bruner (dalam Mulyono Abdurrohman, 1999: 34) terdapat beberapa tahapan
pembelajaran salah satunya adalah tahap econic yang ditandai oleh penggunaan
perumpamaan atau tamsilan (imagery). Penggunaan media animasi kantong
hitung yang memperhatikan tahapan-tahapan pembelajaran tersebut terbukti
berhasil dilihat dari meningkatnya hasil tes dari tes kemampuan awal, test siklus I,
dan test siklus II sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Media animasi kantong hitung dalam penelitian ini`penyajiannya tidak
terlalu verbalist atau tulisan-tulisan saja, melainkan penyajian proses asal-usul
penjumlahan dan pengurangan terlihat jelas. Hal ini sejalan dengan teoriyang
disampaikan oleh Arief S. Sadiman, dkk (1986: 16-17) yang menyatakan bahwa
secara umum media pendidikan mempunyai beberapa kegunaan salah satunya
adalah memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalist (dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). Media animasi kantong hitung dalam
penelitian ini dibuat dengan gambar-gambar animasi yang menarik yang dapat
dimainkkan oleh peserta didik sehingga memotivasi peserta didik untuk aktif
dalam pembelajaran. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, prestasi dan
keaktifan peserta didik mengalami kenaikan dalam tiap siklus. Pada test
kemampuan awal terdapat tiga peserta didik atau 33% yang aktif dalam
pembelajaran. Pada siklus I terjadi peningkatan 11%, jadi total terdapat empat
peserta didik atau 44% yang aktif dalam pembelajran matematika tersebut.
Sedangkan pada siklus II peningkatan mencapai 56% sehingga menjadi total
100% atau keseluruhan dari sembilan peserta didik yang aktif dalam
pembelajaran.
Secara umum media tersebut mempunyai beberapa kelebihan
diantaranya: 1) media tersebut menarik dan menyenangkan sehingga memotivasi
peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran matematika khususnya materi
penjumlahan dan pengurangan, 2) media tersebut bersifat visual sehingga
mempermudah peserta didik memahami materi dalam pembelajaran matematika
khususnya penjumlahan dan pengurangan, 3) media tersebut menggambarkan
terjadinya proses pengurangan dan penjumlahan secara jelas, jadi anak tidak
hanya membayangkan atau abstrak tapi dapat melihat langsung. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2005: 15) yang
menyatakan bahwa, “pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar
mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh
psikologis terhadap siswa”. Untuk itu, penggunaan media ini perlu dipertahankan
dengan menerapkan media animasi kantong hitung dalam pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan. Terdapat peningkatan
prestasi dan keaktifan peserta didik tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan pretest,
test siklus I, dan test siklus II yang dapat digambarkan bahwa prosentasi
keberhasilan adalah 9/9 X 100% = 100%.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Penerapan
Media Animasi Kantong Hitung dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
pada Materi Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I Semester II SLB-B
YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
BAB V
SIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data di atas dapat terlihat bahwa terjadi peningkatan
nilai pada tiap siklus. Pada test kemampuan awal terdapat tiga peserta didik atau
33% yang mendapatkan nilai ≥ 63 dan aktif dalam pembelajaran. Pada siklus I
terjadi peningkatan 11%, jadi total terdapat empat peserta didik atau 44% yang
mendapatkan nilai ≥ 63 dan aktif dalam pembelajaran. Sedangkan pada siklus II
peningkatan mencapai 56% sehingga menjadi total 100% atau keseluruhan dari
sembilan peserta didik mendapatkan nilai ≥ 63 dan aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Penerapan
Media Animasi Kantong Hitung dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
pada Materi Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I Semester II SLB-B
YRTRW Surakarta Tahun Ajaran 2010/ 2011.
B. Saran
Berdasar hasil kesimpulan yang telah disampaikan, maka peneliti
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Saran untuk Sekolah
a) Sekolah hendaknya menyosialisasikan penggunaan media animasi
kantong hitung dalam rangka mengefektifkan penggunaan media
tersebut.
b) Sekolah hendaknya menyediakan sarana prasarana yang menunjang
kebutuhan penggunaan media animasi kantong hitung berupa
pemenuhan kebutuhan komputer.
2. Saran untuk guru
Guru hendaknya menerapkan penggunaan media animasi kantong hitung
dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
sebagai salah satu solusi peningkatan prestasi belajar matematika bagi
peserta didik.
3. Saran untuk peserta didik
Peserta didik hendaknya ikut terlibat aktif dalam penggunaan media
animasi kantong hitung dalam pembelajaran matematika materi
penjumlahan dan pengurangan baik di rimah maupun di sekolah.
4. Untuk Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satau bahan
perbandingan untuk menciptakan metode yang lebih efektif bagi peserta
didik Tunarungu. Sebaiknya peneliti menambahkan variabel penelitian
agar lebih berkembang.
C. Implikasi
Implikasi dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan prestasi belajar
matematika peserta didik tunarungu kelas I Semester II SLB-B YRTRW
Surakarta melalui penggunaan media animasi kantong hitung dalam pembelajaran
matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan, untuk itu penggunaan
media tersebut perlu diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika pada
materi penjumlahan dan pengurangan. Penggunaan media tersebut selain
meningkatkan prestasi belajar matematika juga mampu menghadirkan suasana
yang menarik dan menyenangkan, serta dapat memotivasi peserta didik untuk
terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran matematika materi penjumlahan dan
pengurangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
DAFTAR PUSTAKA
Adi Nugroho. 2008. Pengertian Prestasi Belajar. http://sobatbaru.blogspot.com/
2008/06 /pengertian-prestasi-belajar.html. Download tanggal 10 Februari
2011.
Andreas Dwijsumarto. 2006. Ortopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Dirjen
DIKTI.
Arif. 2010. Validitas Isi. http://tentangpenelitian.blogspot.com/2009/04/definis-
validitas-isi.html. Download tanggal 23 Januari 2011.
Arif Sadiman, dkk. 1986. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Ashman, A. And Elkins, J. (eds). 1994. Education Children with Special Needs.
Sidney: Prentice Hall of Australia Pty Ltd.
Azhar. Basuki Wibawa, Farida. 2001. Media Pengajaran. Bandung: Maulana.
Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jakarta: Ar-Ruzz
Media.
Departemen Pendidikan Nasional. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai
Pustaka: Jakarta.
Djoko Shindu Sakti. 1997. Deteksi Dini Gangguan Pendengaran. Surakarta:
PKH/ FKIP/ UNS.
Elizabeth Rey. 2010. Discovering mathematics: The challenges that deaf/hearing-
impaired children encounter. http://www.education.auckland.ac.nz.pdf.
Dowload tanggal 10 Februari 2011.
Ernamaryati. 2010. Penjumlahan dan Pengurangan untuk Kelas Dua SD.
http://ernamaryati.blogspot.com/2010/11/penjumlahan-dan-pengurangan-
untuk-kelas.html. Download tanggal 10 Februari 2011.
Herumen. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Hujair A H Sanaky. 2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Safiria Insania
Press.
Jamila.K.A Muhammad. 2008. Special Education For Special Children. Jakarta:
Hikmah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Kasihani Kasbolah. 2001. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Universitas Negeri
Malang.
M. Ngalim Purwanto. 2002. Belajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.
M. Tholib. 2009. Anak Tunarungu. http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/02/
anaktunarungu. Download tanggal 1 Januari 2011.
Mega Iswari. 2007. Kecakapan Hidup bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Departmen Pendidikan Nasional.
Moh Efendi. 2006. Pengantar Psikologi Ortopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Moh. Uzer Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyono Abdurahman. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Pusban Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Murni Winarsih. 2007. Intervensi Dini bagi Anak Tuna Rungu dalam
Pemerolehan Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional.
Nizar Alam Hamdani dan Dody Hermana. 2008. Classroom Action Research.
Jakarta: Rahayasa.
Ocha. 2010. Karakteristik dan Pendidikan Anak Tunarungu. http://ochamutz91.
wordpress.com/2010/05/29/karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-rungu/.
Download tanggal 10 Februari 2011.
Parwoto. 2007. Strategi Pembelajaran Anak Berkebutuahn Khusus. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Permanarian Somad, Tati Hernawati. 1996. Ortopedagogik Anak Tuna Rungu.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Permanarian Somad. 2008. Definisi dan klasifikasi Anak Tunarungu.
(http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasi-
tunarungu.html). Download tanggal 10 Februari 2011.
R. Anggkowo, A. Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta:
Grassindo.
Reiber. 2009. Multimedia Animasi. http.//biologi-staincb.web.id/blog/artikel-
pendidikan. Download tanggal 10 Februari 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Rochiati Wiriatmadja. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:
Remaja Rosadakarya.
Sardjono. 1999. Orthopedagogiek Anak Tunarungu 1. Surakarta: UNS PRESS.
_______. 2000. Orthopedagogiek Tunarungu 1. Surakarta: DEKDIKBUD
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwiji Suwandi. 2008. PTK dan Karya Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi
Guru Rayon 13.
Sri Agus S. 2010. Anak Tunarungu. http://sriagussupriani.blogspot.com/2009/12/
anak-tunarungu.html. Download tanggal 10 Februari 2011.
Soedomo Hadi. 2005. Pengelolaan Kelas. Surakarta: LPP UNS dan UPT
Penerbitan dan Percetakan UNS.
Subliyanto. 2011. Pengumpulan Data PTK. (ahref=http://www6.shoutmix.com/ ?
subliyanto>viewshoutbox</a). Download tanggal 23 Januari 2011.
Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian pendidikan. Bandung: Aflabeta.
Suharno. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (prinsip-prinsip dasar dan
implementasinya). Surakarta: Media Perkasa.
Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Suharsimi Arikunto. 1992. Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan
Evaluasi. Jakarta: CV Rajawali.
________________. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktis.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika kontemporer. Bandung:
FPMIPA UPI.
Sukaesih. 2010. Pengertian Anak Tunarungu. http://sukaesih21.wordpress.com/
2010/05/29/pengertian-anak-tunarungu/. Download tanggal 10 Februari
2011.
Sutjihati Somantri. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: DIRJEN DIKTI.
Sunarto. 2009. Pengertian Prestasi Belajar. http://sunartombs.wordpress.com
/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/. Download tanggal 10 Februari
2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Sutjihati Somantri. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: DIRJEN DIKTI.
Syafir. 2011. Pengertian Prestasi Belajar. http://www.syafir.com/2011/02/12/
pengertian-prestasi-belajar. Download tanggal 10 Februari 2011.
Terezinha Nunes. 2009. Promoting Deaf Pupils Achievment in Matemathics.
(www.acfos.org/publication/ourarticles/pdf/acfos3/nunes.pdf). Download
tanggal 10 Februari 2011.
Wakhinudin. 2010. Validitas Isi. http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/08/02/
validitas-isi/. Download tanggal 23 Januari 2011.