Upload
bagus-rachmad-irwansyah
View
565
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Petrologi
Citation preview
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Lecture Note
PETROGRAFI
Oleh :
Agus Hendratno, MT.
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIKJURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS GADJAH MADA
I-0
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. PENGERTIAN DAN DEFINISI PETROGRAFI
Petrologi :
Merupakan cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai asal
usul, keterdapatan dan sejarah dari batuan.
Petrografi Batuan :
Merupakan bagian dari ilmu petrologi yang mempelajari tentang
deskripsi dan klasifikasi batuan dengan menggunakan bantuan
mikroskopi polarisasi. Deskripsi batuan secara petrografis, hal yang
penting diperhatikan adalah identifikasi komposisi mineral dan
tekstur batuan. Pengelompokkan atau pengklasifikasian batuan
didasarkan pada hasil pengamatan tekstur dan komposisi mineralogi
utama (rock forming minerals).
I.2. REVIEW MINERAL OPTIK
Mikroskop yang dipergunakan untuk pengamatan sayatan tipis dari
batuan, pada prinsipnya sama dengan mikroskop yang biasa
dipergunakan dalam pengamatan biologi. Keutamaan dari mikroskop
ini adalah cahaya (sinar) yang dipergunakan harus sinar terpolarisasi.
Karena dengan sinar itu beberapa sifat dari kristal akan nampak jelas
I-0
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
sekali. Salah satu faktor yang paling penting adalah warna dari setiap
mineral, karena setiap mineral mempunyai warna yang khusus.
Untuk mencapai daya guna yang maksimal dari mikroskop polarisasi
maka perlu difahami benar bagian-bagiannya serta fungsinya di
dalam penelitian. Setiap bagian adalah sangat peka dan karenanya
haruslah dijaga baik-baik. Kalau mikroskop tidak dipergunakan
sebaiknya ditutup dengan kerudung plastik. Bagian-bagian optik
haruslah selalu dilindungi dari debu, minyak dan kotoran lainnya.
Perlu kiranya diingat bahwa buttr debu yang betapapun kecilnya akan
dapat dibesarkan berlipat ganda sehingga akan mengganggu jalannya
pengamatan.
Mikroskop polarisasi ada beberapa model yang beredar, tetapi unsur-
unsur utamanya menunjukkan persamaan, salah satu contoh
mikroskop polarisasi seperti terlihat pada gambar 3.1. Bagian-bagian
mikroskop harus diketahui secara benar dan fungsi dari bagian
tersebut adalah :
1. Kaki mikroskop, berbentuk tapal kuda (Leitz) atau bulat (Carl
Zeiss).
2. Gigi mikroskop, berbentuk melengkung (Carl Zeiss) atau
miring/tegak (Leitz). Pada waktu pengamatan, ada yang gigimya
berada di pihak penelitian dan ada pula yang di seberang.
Antara gigir dan kaki mikroskop pada tipe Leitz dipasang sebuah
kolom, sehingga gigir mikroskop dapat diatur miring atau tegak
sesuai dengan keinginan sipemakai.
I-1
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar I. 1. Mikroskop Polarisasi tipe Leitz.
3. Tromol pengatur kasar dan halus yang umumnya terpisah.
Gunanya untuk mengatur jarak objektif dan preparat. Tromol
pengatur yang halus acapkali memiliki pembagian skala dan
gunanya untuk mengukur selisih ketinggian kedudukan obyektif.
4. Meja yang berbentuk piring dengan lubang di tengah-nya yaitu
untuk jalan cahaya yang masuk. Piring ini dapat diputar-putar
pada porosnya yang tegak, pada tepi meja mempunyai
pembagian skala dari 0° sampai 360°, dan disertai pula dengan
nonius. Ada beberapa lubang sekrup pada meja tersebut, di
antaranya untuk menempatkan penjiepit preparat (dua buah)
Tromol pengatur kasar dan halus
Cermin
Kaki mikroskop
Gigir
I-2
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
dan lubang-lubang untuk mendudukkan "mechanical stage"
yaitu suatu alat untuk menggerak-kan preparat pada dua arah
yang saling tegak lnrus.
5. Sekrup pemusat gunanya untuk mengatur agar sumbu putaran
meja tepat benar pada potongan salib rambut (cross hairs).
Biasanya sekrup pemusat merupakan bagian dari obyektif.
6. Tubus, yaitu bagian yang umumnya dengan pertolongan tromol
pengatur dapat diturun-naikkan. Tetapi pada mikroskop model
Carls Zeiss bila tromol pengatur diputar yang bergerak adalah
mejanya, sedangkan tubus tetap pada tempatnya. Sekalipun
demikian efeknya tetap sama, karena menurunkan meja sama
dengan mengangkat tubus.
7. Cermm yang selalu terdiri dari cermin datar dan konvek.
Masing-masing gunanya untuk mendapatkan pantulan sinar
sejajar dan sinar konvergen. Pada beberapa jenis mikroskop
tempat kedudukan cer'min ini digantikan oleh sumber cahaya
(lampu) yang memakai filter gelas biru.
8. Kondensor, yaitu bagian yang terdiri dari lensa cem-bung untuk
memberikan cahaya yang konvergen.
9. Diafragma iris, yaitu merupakan bagian untuk menga-tur jarak
cahaya yang masuk dengan jalan mengurangi atau menambah
besamya apetumya.
10. Merupakan bagian vital yang dibuat dari polaroid atau
prisma nicol. Arah getaran biasanya N — S, tetapi pada
mikroskop model Carl Zeiss justru E — W.
I-3
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
11. Obyektif juga merupakan bagian vital, biasanya
paling sedikit disediakan 5 buah obyektif atau lebih yang
pembesarannya berlainan.
Pada beberapa model mikroskop penggantian obyektif dapat
dilakukan dengan cepat berkat adanya sebuah revolver yang
mudah diputar. Pada revolver ini setiap obyektif didudukkan
dalam keadaan siaga.
12. Lubang tempat komparator, yaitu lubang gepeng
dimana komparator dapat diselipkan dengan arah NW - ES.
13. Analisator, yaitu suatu bagian yang vital terbuat dari
polaroid atau prisma nicol. Arah getarannya selalu tegak lurus
pada arah getaran polarisator. Sekalipun demikian pada
mikroskop penelitian arah getaran analisator dapat diatur
sekehendak kita. Bila arah getaran analisator dan polarisator
saling tegak lurus, maka disebut kedudukan nicol bersilang.
14. Lensa Bertrand merupakan lensa yang dapat
dikeluar-masukkan pula.
15. Okuler, yaitu bagian mikroskop darimana mata kita
melihat medan bayangan. Ada okuler yang memakai pembagian
skala (okuler mikrometer) dan ada pula satu, dua atau lebih
okuler tanpa pembagian skala tetapi dengan pembesaran yang
berbeda-beda.
I-4
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel I. 1. Petrological Analysis Checklist
Technique Preferred Sample : nature and size Laboratory turn around in working days
Helpful Information for the laboratory
Petrography Unweathered hand-specimen (>50 mm), or Standard thin-section, or Polished thin-section
15 (sample preparation) 5 (petrography) 5 (combined petrography and mineragraphy)
Sample type, ie outcrop, float, colluvial, depth in drill-hole. Spatial relation of samples to each other. Comments on local geology.
Mineragraphy Unweathered hand-specimen (>50 mm), or Polished thin-section, or Polished fluid inclusion plate
10 (sample preparation) 5 (mineragraphy)
As above. Geochemical data.
XRD Analyses Unweathered hand-specimen, or Crushed sample (> 1g)
2 (sample preparation) 3 (qualitative) 5 (semi-quantitiative)
Whether analysis of clays or other minerals required. Comments on local geology.
Fluid Inclusion Analyses Clear secondary vuggy quartz crystals Secondary calcite, anhydrite, barite, fluorite and adularia crystals if optically clear Sphalerite crystals
10 (sample preparation) 5 (fluid-inclusion analysis)
Where two or more veins are present, cross-cutting relationships should be noted for determination of paragenesis. Sample location including elevation.
Microprobe Analyses and SEM-EDAX
Unweathered hand-specimen, or Polished thin-section or mount
10 (sample preparation) 5 (microprobe analysis)
Quantitative or semi-quantitative analysis required. Degree of alteration determined by thin-section examination. Comments on local geology.
XRF or NA Analysis Hand-specimen. Bulk crushed powder (> 2g)
20-30 Purpose of analysis.
Mineral Stable Isotope Analyses
Hand-specimen.) Individual mineral crushed powder (> lOOg)
50 Purpose of analysis. Paragenetic relationships.
Radiometric Dating Unweathered hand-specimen. Individual mineral crushed powder (> 250g)
Radiocarbon dating: 90 (standard) 20 (express service) K/Ar, U/Pb and Rb/Sr dating: 30 to 50 days
Degree of alteration determined by thin-section examination. Purpose of analysis.
Heavy Mineral Separation Sand or pan concentrate (> Ig) 10 Regional geology. Purpose of analysis.
Fission Track Dating Unweathered hand-specimen (> 1kg) 60-90 Geological setting. Purpose of analysis.
Note: Sample sizes are minimum sizes. Hand specimens should be at least 2 x 2 cm
I-5
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel I. 2. Petrological Analysis Information
Technique Information Obtained Purpose
Petrography Rock type/primary texture. Alteration and vein mineralogy. Tcxtural relations eg brecciation, veinlng.
Primary lithology/history. Chemistry and temperature of alteration and mineralising fluids. Geological and alteration history, evidence of ore deposition, eg boiling.
Mineragraphy Opaque mineral identification. Ganguc mineral identification. Tcxtural/mineralogical relations.
Ore paragcnesis. Mineral pathfinders. Metallurgy.
XRD Analyses Crystal structure. Clay/zcolite/carbonate/sulphatc/feldspar identification. Semi-quantative mineral identification.
Mineral identification. Chemistry and temperatures of alteration and mineralising fluids. Comparative abundance of clays indicating alteration.
Fluid Inclusion Analyses Homogcnisalion temperature. Homogenisation behaviour. Freezing temperature. Daughter minerals. Degree of fill.
Temperature of fluid entrapment. Gas type and determination of boiling. Salinity of fluid. Fluid composition. Entrapment environment.
Microprobc Analyses and SEM-EDAX
Chemical composition (elements heavier than 0) for: Single point analyses. Scanning analyses. Microtcxtural relations.
Quantitative analysis of single mineral. Semi-quantitative analysis of mineral distribution/zoning Micro-paragcnesis.
XRF or NA Analysis Bulk composition of rocks or minerals. Path-finder for trace elements. Help to interpret regional geology.
Mineral Stable Isotope Analyses
Isotope ratios of sulphur, carbon, hydrogen, oxygen anu strontium.
Temperature of fluids and fluid genesis, ie magmatic or meteoric.
Radiometric Dating Radiocarbon dates (max. 75,000 years) K/Ar dates (min. 10,000 years) from biotitc, feldspars, illite, alunitc, hornblende, rock U/Pb dates (typical min. 50,000,000 years) from plutonic minerals -zircon, monazlle Rb/Sr dates (min. 30,000,000 years) from micas, feldspars, and whole rocks.
Active hydrothcnnal system dating. Date of solidificalion of igneous rock, or date of alteration: suited to hydrothermal deposits, volcanic or plutonic rocks. Date of solidification of igenous rock, or date of alteration: suited to older plutonic and mctamorphic rocks.Date of solidification of igneous rock, or date of alteration: suited to older plutonic and mctamorphic rocks.
Heavy Mineral Separation Percentage and type of heavy mineral present in sample. Identification and distribution of minerals. Fingerprints regional geology.
Fission Track Dating Ratio of spontaneous fission-track density to induced fission-tracks (min. 20 years, max. 1,400,000,000 years).
Date of cooling of igneous rocks; burial/uplift history of mctamorphic or sedimentary rocks.
I-6
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
BAB II
BATUAN BEKU
II.1. MAGMA DAN KRISTALISASI MAGMA
Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk
secara alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersuhu antara
900oC – 1.100oC dan berasal atau terbentu pada kerak bumi bagian
bawah hingga selubung bagian atas.
Pembentukan magma merupakan serangkaian proses kompleks
yang meliputi proses pemisahan (differentiation), percampuran
(assimilation), anateksis dan hibridisasi serta metamorfisma
regional. Komposisi magma ditentukan oleh komposisi bahan yang
meleleh, derajat fraksinasi dan jumlah pengotoran dalam magma
oleh batuan samping (parent rock).
Senyawa kimiawi magma yang dianalisa melalui hasil
konsolidasinya dipermukaan dalam bentuk batuan gunungapi,
dapat dikelompokkan menjadi ;
a. Senyawa-senyawa volatil, yang terutama terdiri dari fraksi
gas seperti CH4, CO2 HCl, H2S, SO2, NH3 dan sebaginya.
Komponen volatil ini akan mempengaruhi magma, antara lain :
Kandungan volatil, khususnya H2O akan menyebabkan
pecahnya ikatan Si – O – Si yang akan mempengaruhi inti
kristal. Apabila nilai viskositas magma rendah maka difusi
akan bertambah dan pertumbuhan kristal pun terjadi.
Kandungan volatil khususnya H2O akan mempengaruhi suhu
kristalisasi sebagian besar fasa mineral. Pada beberapa
II-1
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
jenis magma, fasa mineral yang menghablur akan berubah
sehingga terjadi penyimpangan terhadap reaksi Bowen.
Volatil dalam magma menentukan besarnya tekanan selama
proses kenaikan magma tersebut ke permukaan.
Unsur-unsur volatil tersebut akan mempengaruhi jenis
kegiatan gunungapi seperti terbentuknya piroklastik,
awanpanas, dan sebagainya disamping tekstur dan bentuk
kristal seperti lubang-lubang gas (vesicles) dan glass-shard.
Unsur-unsur volatil akan mempengaruhi proses pemisahan
unsur-unsur tersebut dari magma. Apabila tekanan total
(PL) lebih besar dari tekanan uap air (PH2O) dalam magma,
maka uap air atau gas tidak akan terbentuk, sedangkan
apabila tekanan total lebih besar dari tekanan cairan atau
fluida (PF) maka tidak akan terbentuk fasa gas dan semua
volatil berupa larutan.
b. Senyawa-senyawa yang bersifat non volatil dan
merupakan unsur-unsur oksida dalam magma. Jumlahnya yang
mencapai 99% isi, sehingga merupakan major element, terdiri
dari oksida-oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO,
Na2O, K2O, TiO2 dan P2O5.
c. Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace
element)dan merupakan minor element seperti Rubidium (Rb),
Barium (Ba), Stronsium (Sr), Nikel (Ni), Cobalt (Co), Vanadium
(V), Crom (Cr), Lithium (Li), Sulphur (S) dan Plumbum (Pb).
Menurut beberapa ahli magma dapat terbagi menjadi beberapa
jenis berdasarkan dari kriteria-kriteria tertentu, diantaranya :
II-2
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Berdasarkan kriteria kandungan SiO2 atau derajat keasaman
(acidity)
JENIS MAGMA KANDUNGAN SiO2 (%
berat)
Magma asam
Magma menengah
Magma basa
Magma sangat basa
> 66
52 – 66
45 – 52
< 45
Berdasarkan kriteria harga alkalilina index () menurut Peacock
(1931)
JENIS MAGMA HARGA TIPE MAGMA
Alkalic
Alkali – calcic
Calc – alkalic
Calcic
51
51 – 56
56 – 61
61
Atlantik
Pasifik
Mekanisme evolusi magma dapat dikelompokkan menjadi
pengertian diferensiasi, asimilasi dan pencampuran magma.
Diferensiasi magmatik adalah meliputi semua proses yang
mengubah magma dari asalnya yang homogen dan dalam ukuran
yang sangat besar menjadi massa batuan beku dengan bermacam-
macam komposisi.
Para ahli sepeti Bowen, Fenner, Niggli dan lainnya telah melakukan
penelitian dan membahas mengenai kristalisasi cairan silikat.
Adapun hasil penelitian mereka antara lain :
1. Kristalisasi adalah proses isotermik, dimana selama proses
pembekuan berlangsung akan dilepaskan sejumlah tenaga
panas.
II-3
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
2. Pelelehan kristal merupakan proses endodermik, dimana
proses penyerapan panas digunakan untuk melelehkan
kristal pada suhu tetap. Jumlah panas yang dibutuhkan
untuk mengubah 1 gram mineral padat menjadi lelehan pada
suhu tetap disebut latent heat fusion. dan harga latent heat
fusion sama dengan jumlah panas yang dikeluarkan apabila
mineral tersebut menghablur.
3. Pada suhu dan waktu tertentu, akan terjadi kristalisasi secara
spontan dari dua komponen yang mempunyai perbandingan
tertentu, kondisi ini disebut titik eutektik. Contoh
percampuran antara 58% diopsid dengan 42% anortit.
4. Beberapa mineral akan meleleh pada suhu tertentu secara
inconcruent, yaitu memisah lalu membentuk dua mineral
yang berbeda.
Contoh, pada suhu 1.557oC akan terjadi pemisahan enstatit
menjadi olivin dan silika.
2MgSiO3 = MgSiO4 + SiO2
(silika) (olivin) (silika)
5. Pembekuan yang cepat tidak akan menghasilkan kristal
sehingga keadaan super cooled akan membentuk kaca.
Suatu kristal dapat berkembang dan tumbuh dengan baik
didalam magma encer. Cairan magma yang mempunyai
viskositas tinggi akan mengkristal secara lambat, sehingga
magma basa pada umumnya akan membentuk batuan
bertekstur kristalin ; sedangkan magma asam pada kondisi
rate of cooling asam dapat saja super cooled dan membentuk
kaca.
II-4
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Pada proses pembekuan magma, terjadi beberapa perubahan
seperti penurunan suhu, perubahan viskositas, kristalisasi yang
sesuai dengan tahapannya, keluarnya gas dari magma dan
perubahan tekanan gas.
II-5
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
II.2. EVALUASI MAGMA
a. Proses asimilasi
Proses percampuran/pengotoran dalam magma karena
penekanan pada dinding. Proses ini terutama terjadi pada
country rocks batuan beku atau batuan lainnya.
Kondisi :
a. Bila magma granitis (mineral alkali feldspar dan hornblende),
sedang dindingnya gabro (mineral augit dan labradorit)
maka magma tidak akan mampu mencerna dinding tersebut.
b. Bila magma penerobos lebih basa dari dinding reservoir,
maka magma akan mampu mencerna hingga terbentuklah
batuan hybrid.
Contoh : magma dioritis berasimilasi dengan dinding gabro
atau limestone.
b. Mingling magma
Proses terbentuknya hybrid rocks (campuran batuan) dapat pula
terbentuk dari hasil pemisahan sebagian magma yang
mengkristal.
Urutan terbentuknya kristal
Awal terjadi mineral anhidrous (tanpa OH-) karena
terbentuk pada T tinggi, disebut pyrogenetic.
Selanjutnya T menurun, terbentuklah komponen gas dan
mineral yang mengandung gugus hidroksil, disebut
hydratogenetic.
Pyrogenetic :
II-6
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Seluruh limestone kaya plagioklas
Seluruh piroksen kecuali aegirite
Olivin
Nepheline
Leucite
Mellinite
Magnesium
Ilmenite
Pyroksen
Hydratogenetic
Kuarsa
Ortoklas
Seluruh amphibol
Garnet
Aegirit
Sodolite
Concrinite
Analcime
II.3. GEOKIMIA MAGMA DAN POSISI TEKTONIK
Diagram perbandingan persentase berat Na2O + K2O dengan
persentase berat SiO2 oleh A. Harker bermanfaat menggambarkan
komposisi batuan volkanik daratan dan penamaannya. Diagram ini
dasarnya yaitu Cox et al. (1979), dan sesuai dengan apa yang
dikeluarkan oleh subkomisi IUGS mengenai sistematik batuan beku
(Le Bas et al. 1986, dalam Wilson 1991). Diagram yang sederhana
seperti ini bermanfaat dalam mengklasifikasikan batuan beku dan
secara langsung dapat menentukan komposisi kimia utama, yang
dapat dilihat dari persen berat oksida-oksidanya.
II-7
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar 2.1. menunjukkan penamaan yang bisa digunakan pada
deskripsi batuan plutonik dan gambar 2.2. untuk batuan volkanik.
Ini sesuai dengan klasifikasi QAPF, yang didasarkan pada proporsi
modal dari mineral-mineralnya (Streckeisen, 1976, dalam Wilson
1991). Gambar 2.1. hanya bisa digunakan untuk mengklasifikasikan
batuan volkanik yang tidak potasik, sedangkan yang agak potasik
menggunakan tabel II.1. Jelasnya gambar 2.a. hanya bisa
digunakan untuk mengklasifikasi batuan volkanik yang tidak
termetasomatismekan dalam keadaan segar.
Berdasarkan gambar 2.1, batuan volkanik dibagi ke dalam dua seri
magma besar, yaitu alkali dan sub-alkali. Keduanya dipisahkan
dengan garis tebal pada diagram tersebut. Tiap-tiap seri magma ini
terdiri dari batuan-batuan dengan komposisi basa hingga asam,
dan meskipun batas keduanya ditandai dengan garis yang tebal
tetapi kenyataannya ada gradasi. Komposisi batuan-batuan
volkanik yang ditunjukkan pada diagram ini merupakan akibat dari
dua proses yang mendasar yang ditunjukkan oleh panah, pelelehan
parsial dan kristalisasi fraksi, atau dengan dominasi salah satunya
saja.
II-8
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar II. 1. Penamaan batuan beku (non-potassic) (Cox et al. 1979, dalam Wilson 1991)
Potassic Normalleucitophyte phonolite
K-trachyte trachyte
K-rhyolite rhyolite
tristanite benmoreite
latite trachyandesite
leucitite nephelinite
leucite basanite basanite
leucite tephrite taplirite
absarokite ~i basalt
shosonite
Tabel II 1. Kesamaan antara batuan nonnal dengan batuan yang memiliki nilai K yang tinggi (Wilson, 1991)
Diagram persentase berat Na20 + K2O dengan persentase berat
SiO2 bisa juga digunakan untuk menentukan deferensiasi antara
anggota basalt dari seri alkali dan subalkali (Middlemost, 1975,
dalam Wilson 1991). Pada saat contoh-contoh diplotkan dalam
diagram dan terletak di daerah alkali dan daerah subalkali maka
contoh-contoh inilah yang disebut dengan basalt transisi. Pada
gambar 3, basalt sub-alkali bisa dibagi ke dalam jenis normal dan
rendah K.
II-9
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar II. 2. Klasifikasi dari alkali basalt dan subalkali dangan parameter (a) persen berat K2O Terhadap SiO2 (b) persen berat Na2O Terhadap SiO2 (Middlemost, 1975, dalam Wilson 1991)
Secara umum, magma seri subalkali dapat dibagi ke dalam seri
alumina tinggi atau kalk alkali dan toleiit rendah K, Anggota dari
seri basalt ini secara berturut-turut yaitu subalkali dan subalkali
rendah K. Dua seri ini dapat dipisahkan berdasarkan diagram AFM
(Gambar II.3), dengan trend yang besar maka toleiitik kaya akan
besi pada awal pemisahannya, sedangkan seri kalk alkali trendnya
memotong diagram karena penumpukan besi pada saat kristalisasi
pertama oksida Fe-Ti. Perbedaan kimia yang utama dari seri
toleiitik dengan kalk alkali adalah kandungan Al2O3, basalt kalk
alkali dan andesit mengandung 16-29%, sedangkan toleiitiknya
II-10
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
hanya mengandung 12-16% Al2O3. Basalt kalk alkali dibagi lagi
menjadi basalt kalk alkali rendah K, sedang, dan tinggi berdasarkan
pada diagram perbandingan K2O dengan SiO2 di atas.
Gambar II. 3. Diagram AFM yang menunjukkan jenis toelitik dan kalk-alkali (Wilson, 1991)
Batuan-batuan dari seri magma alkali dibagi ke dalam jenis sodik,
potasik, dan K-tinggi pada pengeplotan K2O dengan Na2O. Anggota
dari seri K-tinggi mengandung sedikit silika dengan variasi nama
absarokite, leusit basalt, leusit basanit, dan leusit. Semuanya
terdeferansiasi untuk membentuk seri magma yang kaya K-tinggi
pada beberapa kasus.
Tectonic setting
Plate margin Within plateConvergent (destructive)
Divergent (constructive)
Iiitra-oceanic Intra-continental
volcanic feature
island arc, active continental margin
mid oceanic ridges, back-arc spreading centres
oceanic islands continental rift zone, continental flood basalt provinces
characteristic magma series
tholeiitic tholeiitic tholeiitic tholeiiticcalc-alkaline - - -alkaline - alkaline alkaline
SiO2 range basalts and differentiates
basalts basalts and differentiates
basalts and differentiates
Tabel II 2. Karakteristik seri magma yang berhubungan dengan tatanan tektonik tertentu (Wilson, 1991)
II-11
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel II. 2 menunjukkan karakteristik seri magma didasarkan atas
klasifikasi yang berhubungan dengan tiap lingkungan tektoniknya.
Basalt subalkali mempakan jenis yang paling umum dari batuan
volkanik yang ditemukan pada daratan dan cekungan samudera.
Basalt subalkali rendah K atau basalt toleiitik, merupakan magma
dominan yang dihasilkan pada punggungan tengah samudera dan
pada beberapa wilayah aliran basalt (flood basalt province).
Dibandingkan tipe basalt yang lainnya basalt-basalt ini
mengandung K tinggi dan kation-kation lain seperti Rb, Ba, U, Th,
Pb, Zr, dan sedikit REE.
Analisis batuan volkanik dari lantai samudera menunjukkan
komposisi yang sangat beragam. Meskipun basalt toleiitik lebih
dominan, transisi dan jenis alkali juga terdapat di beberapa daerah,
khususnya pada pemekaran samudera yang lambat seperti
Atlantik. Karakteristik kimia punggungan tengah samudera (MOR)
kelihatan bervariasi sebagai fungsi dari kecepatan pemekaran dan
elevasi punggungan kerak. Pemekaran lantai samudera juga terjadi
pada cekungan belakang busur {back arc basin) yang berhubungan
dengan subduksi, dan tekait dengan busur volkanik. Secara umum,
erupsi basalt sebanding dengan MOR dengan syarat karaktersitik
unsur utama dari unsur jejaknya berbeda.
Sekarang ini, magma seri kalk alkali seluruhnya dibatasi pada
posisinya yang berhubungan dengan subduksi. Akibatnya,
pengenalan terhadap karakteristik kalk alkali pada sikuen volkanik
masa lalu merupakan petunjuk yang sangat penting dalam
petrogenesis. Produk-produk dari volkanisme pada busur volkanik
bervariasi sesuai dengan evolusi dari busur, dalam beberapa hal,
lateral sepanjang busur. Batuan volkanik bisa dibagi ke dalam jenis
toleiitk, kalk alkali, dan alkali yang semuanya bergradasi. Jenis
II-12
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
magma toleiitik bisanya terbentuk pada busur muda, sedangkan
magma kalk alkali pada busur yang lebih tua dan batas benua aktif.
Karakteristik kimia dari batuan-batuan busur volkanik lebih
bervariasi dibandingkan dengan MOR. Proporsi lavanya yang kaya
SiO2 lebih besar, khususnya pada sen kalk alkali dangan andesit
yang lebih dominan.
Alkali basalt dan deferensiasinya umum dijumpai pada tatanan
tektonik antar lempeng seperti kepulauan samudera dan rekahan
lempeng antar benua dan jarang dijumpai pada beberapa subduksi.
Kepulauan samudera basalt (OIB) memiliki komposisi yang
mungkin bervariasi mulai dari toleiitik (Hawai, Iceland, dan
Galapagos, alkali sodik (Pulau Canary dan St. Halena) hingga alkali
potasik (Tristan da Cunha dan Gough). Umumnya evolusi magma
lebih berkembang dibandingkan basalt, seringpula berupa
kesatuan basalt-trasit atau ponolit.
Basalt daratan sangat terbatas saat ini, dan dominasinya yaitu
alkali pada tahap awal dari pemekaran daratan. Meskipun begitu,
pada wilayah kerak dengan gaya tarik yang besar, umunya akan
terdapat transisi dan toleiitik. Wilayah aliran basalt toleiitik daratan
mungkin sangat berarti di masa lalu, berhubungan dengan fase
utama pemekaran benua yang sempurna dan pembentukan dari
cekungan yang bam. Magma Kimberlit dan ultrapotasik yang
berasal dari magma alkali daratan yang sangat berbeda terbentuk
pada tatanan tektonik yang lebih luas.
II.4. MINERAL PEMBENTUK BATUAN
a. Mineral pembentuk batuan dengan indeks refraksi rendah
Name Formula
Quartz II-13
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tridymit SiO2
Kristobalit
Sanidine
Ortoklas (K,Na)AlSi3O8
FELDSPAR Mikroline
Albite NaAl Si3O8
Anortit CaAl2Si2O8
Nepheline (Na,K)AlSiO4
Kalsilite (K,Na)AlSiO4
Leusit KAlSi2O6
Sodalite Na8Al6Si6O24Cl2
Analcite NaAlSi2O6H2O
Scapolite (Na,Ca,K)4Al3(Al,Si)3Si6O24(Cl,CO3SO4,OH)
Cordierite (Mg,Fe)2Al4Si5O18
b. Mineral pembentuk batuan dengan indeks refraksi tinggi
Name FormulaForsterite Mg2SiO4
Fayalite Fe2SiO4
Monticellite CaMgSiO4
Enstatite Mg2Si2O6
Ferrosilite Fe2Si2O6
Diopside CaMgSi2O6
Hedenbergite CaFeSi2O6
Augite (Ca,Mg,Fe,Al)2(Si,Al)2O6
Pigeonite (Mg,Fe,Ca)(Mg,Fe)Si2O6
Aegirine NaFe+3 Si2O6
Jadelite NaAlSi2O6
Wollastonite CaSiO3
Anthophylite (Mg,Fe)7Si8O22(OH,F)2
Gedrite (Mg,Fe)5Al2(Al2Si6)O22(OH,F)2
Cummingtonite (Mg,Fe)7Si8O22(OH,F)2
II-14
FELDSPATOID
ORTOPIROKSEN
KLINOPIROKSEN
OLIVIN
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tremolit-actinolit Ca2(Mg,Fe)7Si8O22(OH,F)2
Hornblende Ca2(Mg,Fe,Al)5(SiAl)8O22(OH,F)2
Riebeckite Na2Fe3+2Fe2
+3 Si8O22(OH,F)2
Glaucophane Na2Mg3Al2Si8O22(OH,F)2
Biotit K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH,F)2
Muscovite KAl2(AlSi3O10)(OH,F)2
Paragonite NaAl2(AlSi3O10)(OH,F)2
Pyrophyllite Al2Si4O10(OH)8
Talc Mg3Si4O10(OH)2
Chlorite (Mg,Al,Fe)6(Al,Si)4O10(OH)8
Serpentine Mg6Si4O10(OH)8
Pyrope Mg3Al2Si3O12
Almandine Fe3Al2Si3O12
Spessartine Mn3Al2Si3O12
Grossular Ca3Al2Si3O12
Andradite Ca3 (Fe+3,Ti)2Si3O12
Vesuvianite Ca19(Mg,Fe,Al)13Si18(O,OH,F)76
Andalusite
Kyanite Al2SiO5
Sillimanite
Mullite 3Al2O3.2SiO2
Staurolite Fe2Al9Si3,75O22(OH)2
Chloritoid (Fe+2,Mg,Mn)2(Al,Fe+3)Al3O2(SiO4)2(OH)4
EpidoteCa2Fe+3Al2O(S2O7)(SiO4(OH)
Clinozoisite Ca2AlAl2O(Si2O7)(SiO4(OH)
Lawsonite CaAl2(OH)2Si2O7H2O
Gehlenite Ca2MgSi2O7
Akermanite Ca2MgSi2O7
Soda melilite NaCaAlSi2O7
Calcite CaCO3
Dolomite CaMg(CO3)2
c. Mineral accesori
Name FormulaApatite Ca5(PO4)3(OH,F,Cl)
II-15
AMPHIBOL
MICA
GARNET
MELILITE
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Zircon ZrSiO4
Sphene CaTiSiO5
Perovskite CaTiO3
Tourmalin Na(Mg,Fe,Al)3Al6Si6O18(BO3)3(OH,F)4
Corundum Al2O3
Rutile TiO2
Hematite Fe2O3
Ilmenite FeTiO3
Ulvospinel Fe2TiO4
Magnetit Fe3O4
Chromite FeCr2O4
Spinel MgAl2O4
Hercynite FeAl2O4
Fluorite CaF2
Pyrite FES2
Pyrrhotite Fe7S8 – FeS
Chalcopyrite CuFeS2
Sphalerite ZnS
Anhydrite CaSO4
Gypsum CaSO4.2H2O
Barite BaSO4
Beryl Be3Al2[Si6O18]
II.5. TEKSTUR BATUAN BEKU
Tekstur adalah cerminan hubungan antara komponen dari batuan
yang merefleksikan sejarah kejadian/petrogenesa.
a. Deskripsi Tekstur
Dalam mempelajari dan menginterpretasikan batuan beku hal
yang penting harus diperhatikan adalah membedakan mineral-
mineral primer
II-16
SPINEL
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
(mineral yang terbentuk langsung dari magma) dari mineral-
mineral sekunder (mineral yang terbentuk dari hasil alterasi atau
pelapukan), karena dalam pengklasifikasian batuan beku
didasarkan atas mineral-mineral primer bukan mieral-mineral
sekunder. Juga dijelaskan dalam diskripsi bahwa mineral-mineral
tertentu sudah mengalami perubahan menjadi mineral sekunder.
Prosentase mineral yang dipakai dalam penentuan nama batuan
adalah prosentase dari mineral-mineral primer sebelum terjadi
perubahan.
b. Tingkat Kristalinitas (crystalinite)
Holokristalin
terdiri dari kristal-kristal seluruhnya.
Hipokristalin/hypohyalin/merokristalin
terdiri atas sebagian kristal-kristal dan sebagian gelas.
Holohyalin
didominasi atas gelas
Gelas terbentuk karena :
Pendinginan cepat.
Viskositas tinggi.
Gas keluar dengan sangat cepat. Gas keluar akibat dari
viskositas tinggi sehingga terbentuk masa dasar gelas.
II-17
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
c. Ukuran Kristal
Macam – macam ukuran kristal batuan beku: > 3 cm. .: very coarse grain PLUTONIC
..................................................(deep seated intrusion)
5 mm – 3 cm.......................................................................: coarse grain........................................................................ PLUTONIC
1 mm – 5 mm .....................................................................: medium grain..................................................................... PLUTONIC
< 1 mm ..............................................................................: fine grained........................................................................
VOLCANIC ROCK
(0,5 – 1) mm........................................................................: fine grained........................................................................ HYPABYSSAL
(0,01–0,2) mm.....................................................................: microcrystaline
< 0,01 mm..........................................................................: cryptocrystaline
Ditinjau dari ukuran butir mineral, tektur dapat dibedakan
menjadi :
1. Mikrokristalin................................................................
Kristal-kristalnya dapat dibedakan dengan menggunakan
mikroskop.
2. Kriptokristalin
Kristal-kristalnya sangat halus, sulit dibedakan dengan
mikroskop ( < 0,01 mm)
3. Equigranular
II-18
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Kristal-kristalnya berukuran relatif seragam/sama besar.
4. Inequigranular
Kristal-kristalnya berukuran tidak seragam/sama (terdapat
fenokris dan masa dasar)
d. Bentuk Kristal
Bentuk-bentuk individu kristal :
1. Euhedral/idiomorf
Kristal-kristal mempunyai bentuk lengkap/baik, dan dibatasi
oleh bidang batas yang jelas.
2. Subhedral/hypidiomorf
Kristal-kristal mempunyai bentuk kurang baik dan dibatasi
oleh bidang batas yang tidak jelas.
3. Anhedral/fenomorf
Kristal-kristal mempunyai bentuk sendiri yang jelas.
Berdasarkan dari fabrik/kemasnya, tekstur equigranular dapat
dibedakan menjadi :
1. Idiomorfik granular :
Semua/hampir semua mineral berbentuk euhedral dengan
ukuran butir relatif sama dan mempunyai batas-batas yang
jelas.
2. Hypidiomorfik granular :
Terdiri atas mineral-mineral yang subhedral (dominan) dengan
besar butir yang relatif sama.
3. Allotriomorfik granular :
II-19
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Terdiri atas mineral-mineral yang berbentuk anhedral
(dominan).
II-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
e. Macam – macam tekstur
1. Tekstur Glassy-Afanitik
Tekstur Trakhitik
Paralel mikrolit-mikrolit (plagioklas dan mikro-kripto kristalin)
Tekstur Pilotasitik
Sub-paralel mikrolit-mikrolit (plagioklas dan mikro-kripto
kristalin)
Terbentuk akibat aliran magma dalam batuan volkanik
Tekstur Trachytoidal
Paralel kristal feldspar dalam batuan plutonik
2. Tekstur Porfiritik
Terdiri atas fenokris-fenokris yang tertanam dalam masa dasar
halus yang kristalin.
Kenampakan tekstur batuan beku dimana terdapat fenokris-
fenokris yang tertanam dalam masa dasar/matrik halus kristalin.
Merupakan tekstur penciri pada batuan beku intrusif dan
ekstrusif. Contohnya :
(a). Riolit, Dasit
(b). Andesit
(c). Basalt Nepelin
II-21
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
3. Tekstur Tumbuh Bersama (Intergrowth)
Pertumbuhan bersama antara 2 mineral, umumnya adalah
mineral feldspar dengan kuarsa, dapat juga plagioklas dengan
kuarsa, piroksen dan plagioklas.
Tekstur Cumulus
Batuan beku yang tersusun atas kristal-kristal (satu atau
lebih mineral) yang terbentuk pada awal kristalisasi magma,
pada proses segregasi atau konsentrasi. Sering dijumpai
pada batuan beku ultramafik.
Tekstur Intergranular
Agregasi dari butir-butir mineral mafik yang euhedral
(mineral-mineral piroksen dan atau olivin) yang dijumpai
diantara mineral-mineral plagioklas yang memanjang secara
random. Sering dijumpai pada diabas dan basalt hypabisal.
II-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tekstur Intersertal
Seperti tekstur intergranular, tetapi diantara mineral-mineral
plagioklas yang memanjang secara random terisi oleh gelas
atau altersi gelas.
Sering dijumpai pada basalt
4. Tekstur Reaksi atau Corona (KELYPHITIC RIM)
Tekstur reaksi merupakan pembungkusan mineral dalam batuan
beku, olivine, mineral yang pertama terbentuk dalam deret
diskontnue mungkin dikelilingi oleh mineral yang terbentuk
kemudian (piroksen atau hornblende). Tekstur ini dapat pula
terbentuk karena reaksi post magmatig atau dapat terjadi akibat
metamorfosa derajat rendah.
Tekstur Perthitic Kristal-kristal kecil yang tertanam secara
acak dalam kristal yang lebih besar
II-23
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tekstur Antiperthitic
Kristal-kristal piroksen tertanam secara acak dalam kristal
plagioklas. Disamping macam-macam tekstur diatas, dalam
batuan beku juga ditemukan beberapa tekstur khusus, antara
lain :
a. Tekstur Poikilitik
Kristal-kristal kecil yang tertanam secara acak dalam kristal
yang lebih besar
b. Tekstur Ophitic
Kristal-kristal plagioklas tertanam secara acak dalam kristal
yang lebih besar olivin atau piroksen. Dijumpai pada gabro
(b) dan basalt
II-24
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
c. Tekstur Sub-ophitic
Kristal-kristal plagioklas dan kristal olivin atau piroksen,
tumbuh bersama, Seperti tekstur ophitik, tetapi ukuran
kirstal relatif sama Dijumpai pada diabas (c)
II-25
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
d. Mikroporfiritik
Porfiritik terlihat di bawah mikroskop.
e. Vitrofirik
Fenokris tertanam dalam masa dasar gelas.
f. Felsofirik
Bila masa dasar terdiri atas intergrowth kuarsa dengan
feldspar.
g. Poikilitik
Adanya inklusi-inklusi mineral secara random dalam suatu
mineral besar.
h. Hyalopilitik
Mikrolit-mikrolit plagioklas dijumpai bersama-sama dengan
mikrokristalin piroksen dengan arah yang random dalam
masa dasar gelas.
II-26
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
i. Pilotasitik
Mikrolit-mikrolit plagioklas menunjukkan kesejajaran (sub-
paralel) dan dijumpai bersama-sama dengan mineral-
mineral mikrokristalin atau kriptokristalin.
j. Felled texture
Apabila masa dasar terdiri dari mikrolit-mikrolit yang tidak
beraturan
k. Vesicular
Biasa dijumpai pada lava, merupakan lubang-lubang bekas
gas
l. Amydaloid
Biasa dijumpai pada lava, merupakan bekas lubang gas
yang telah diisi oleh mineral-mineral sekunder seperti
zeolit, opal, kalsedon, klorit, kalsit dan lain-lain.
m. Tekstur Sperulit dalam Riolit
Bentuk radial dari kristal fibrus di dalam matrik gelas.
Kemungkinan komposisi sperulit alkali felsdpar dan
polymorf SiO2
n. Tekstur Graphic
kristal-kristal kuarsal yang tertanam secara acak dalam
kristal K-feldspar
o. Tekstur Mrymekite
Seperti tekstur graphic dimana bentuk kuarsa menyerupai
cacing dengan letak tak teratur
II-27
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
II.6. STRUKTUR BATUAN BEKU
Macam-macam struktur batuan beku, yaitu:
A. Intrusive (Blatt & Ehler 1980)
Memotong perlapisan batuan sedimen, menunjukkan
batuan beku terbentuk pd kurun waktu lebih muda
Batuan sedimen yg berada di dasar & di bagian atasnya
terpanggang —> Contac Effect
Tidak mengandung gelembung gas/fragmentasi pada bagian
atasnya
Fragmen-fragmen batuan beku tidak dijumpai pd sedimen
diatasnya
Pelengkungan batuan sedimen diatasnya kerap kali lebih
besar bila dibandingkan dgn sudut maksimal lereng
pengendapannya
Dijumpai inklusi
B. Ekstrusive
Umumnya bagian bawah tempat lava mengalir berbentuk
tidak teratur seperti hasil erosi
Kontaknya dapat paralel terhadap perlapisan / foliasi dari
batuan yg lebih tua (concordance)/bersudut (discordance)
Bagian atas batuan yang ditumpangi oleh batuan ekstrusif
akan memperlihatkan hasil proses pelapukan yang terjadi
sebelum batuan ekstrusif terbentuk diatasnya. Misal berupa
soil (tanah) hasil oksidasi / hidrasi
II-28
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Dijumpai material asing di dalam batuan beku yang biasa
disebut inklusi (xenolith 1 xenocryst), bersifat minor
biasanya disertai dengan efek panggang (baking effect)
Bagian permukaan atas lava yang tertimbun sedimen
berbentuk tidak teratur seperti hasil proses erosi
Beberapa lava mempunyai permukaan tidak teratur yg
terbentuk selama lava mengalir. Kontak dengan batuan
sedimen dibawahnya berupa hubungan discordance
Bagian atas suatu tubuh lava yang tertimbun sedimen dapat
menunjukkan lubang gas (kecil/medium). Struktur Vesiculer
biasa dijumpai
Erosi pada bagian atas lava dapat terjadi sebelum
pengendapan sedimen diatasnya. Lapisan soil dapat dijumpai
sebagai hasil dekomposisi lanjut (extremely weathered)
—> “bukti hubungan ketidakselarasan/unconformity
Macam – Macam Bentuk Tubuh Batuan Intrusif
Batuan Intrusif membeku di dalam batuan yang sudah ada lebih
dahulu di bawah permukaan bumi. Kontak umumnya berupa
Concordance/discordance. Jika batuan yang diterobos rapuh maka
akan disertai terjadinya pemecahan dan penyesaran. Kontak
semacam ini biasanya terjadi pada tempat yang dangkal. Di daerah
yang lebih dalam beberapa km batuan yang diterobos bersifat
plastis/lentur. Hingga lapis/foliasinya cenderung tertekan paralel
terhadap pluton yag menerobosnya. Type intrusinya disebut
diapirik dan masa batuan/lelehan yang bergerak ke atas disebut
diapir. Kontak concordance dapat dijumpai pada tempat yang
dangkal bila magma menerobos membentuk kubah, atau kekuatan
magma tidak menyebabkan pemecahan batuan yang diterobos.
II-29
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Banyak intrusi terlihat concordance pada singkapan yang
terisolasi, yang merupakan fungsi skala pengamatan.
Beberapa intrusi yang terbentuk pada kedalaman > 100 km dan
mengandung fragmen-fragmen misalnya intan yang dibawa oleh
sumber magma/induk magma.
Tipe-Tipe Intrusi
a. SILL
Concordance, tubuh tabular
Tipis, menerobos ditempat yang dangkal, pada tempat
yang relatif tidak terlipat
derajat keenceran (viscosity) magma tinggi hingga
menghasilkan bentuk seperti lempengan.
Sifat keasaman basic intermediate
Sebagian besar berkomposisi basaltic
Biasanya kristal awal yang terbentuk termasuk mineral
lebih berat turun (settlement) di dasar hingga
komposisinya bervariasi ke arah atas membentuk
perlapisan semu (pseudc stratification)
Ketebalannya beberapa - ratusan meter. Sill di Palisades
(New York) berumur Trias ketebalan 300 meter tersingkap
sepanjang 800 km & lebar 2 km.
Sill Peneplain di Antartika berumur Jura berupa Diabase
ketebalan 400 m luas singkapan 20.000 km2.
II-30
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
2. LACCOLITH
Bersifat concordance
Bentuknya seperti jamur, diameter sekitar 1-8 km,
ketebalan maks 1000 meter
Terbentuk di dalam sedimen yang tidak terganggu di
tempat yang dangkal. Lacolite terbentuk sewaktu magma
bergerak ke atas menembus lapisan yang mendatar di
dalam kerak bumi yang bersifat lebih tahan/resistance
hingga magma tersebar secara lateral membentuk kubah
di dalam lapisan yang berada di atasnya. Jika berjumpa
lapisan yang ketahanannya rendah untuk menyebar, maka
lacolith berkembang menjadi sill
Sebagian besar lacolith berkomposisi silisic atau
intermediate
Contoh : lacolith diUtah (USA)
3. LOPOLITHS
Berbentuk lenticular yang besar, bagian tengahnya
melesak, umumnya concordance suatu masa intrusi
berbentuk cerobong asap / cekungan
Sebagian besar dijumpai di daerah terlipat / sedikit terlipat
Tebal: dari lebarnya
Diameternya bervariasi dari puluhan - ratusan km dengan
ketebalan berkembang sampai ribuan meter
Umumnya kandungan min mafik-ultramafik, beberapa
diantaranya terdiferensiasi di bagian atasnya menjadi lebih
silisic
II-31
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Contoh : Ontario, Afrika Selatan
4. PHACOLITHS
Tubuh intrusi yang concordance berasosiasi dengan batuan
terlipat Bila terbentuk di dalam antiklin akan terjad!
cembung double ke arah atas. Sebaliknya bila di dalam
sinklin akan terbentuk cembung double ke arah bawah. Hal
ini menunjukkan bahwa phacolith merupakan intrusi yang
pasif, magma mengisi daerah terbuka di puncak dan di
lembah antiklin & sinklin.
Intrusi berjalan di daerah bertekanan rendah, berkembang
karena pelengseran lapisan incompetent diantara lapisan
yang lebih competent atau pelengseran satu lapisan
competent terhadap lapisan competent yang lain
Pacolith umumnya terbentuk di daerah dalam &
mempunyai batas yang tajam, mengalami gradasi. Bila
terjadi foliasi akan paralel/hampir paralel terhadap sumbu
lipatan
Komposisi batuannya bervariasi, meliputi daerah yang luas
mencapai puluhan km
5. DIKE & VEINS
Dike merupakan terobosan yang tabular & discordance
memotong foliasi/perlapisan country rocks. Intrusi ini dapat
beralih tempat ke dalam sistem kekar yang sudah ada
terlebih dahulu, dapat tunggal / majemuk
Pada beberapa daerah Dike berhub erat dg volcanic
necks/intrusi dangkal (hypabyssal) & terbentuk secara
radial
II-32
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Banyak Dike bersifat lebih resistance terhadap erosi
dibandingkan dengan batuan yg diterobosnya
Kadang menerobos vertikal/miring membentuk lempengan,
kerucut tersebar bentuk oval/melingkar. Hal ini berkaitan
dengan proses pemecahan kubah tubuh
terobosan & hilangnya tekanan intrusi yang diikuti oleh
melesahnya country rocks bagian alas sehingga dapur
magma kosong
Vein adalah pengisian mineral/batuan di dalam pecahan
host rocks berbentuk tabular kecil/lempengan, kerapkali
berasosiasi dengan replacement host rocks
6. BATHOLITHS
Suatu tubuh pluton intrusif yang besar dengan dinding
yang terjal tanpa dasar yang dikenal
Umumnya berkomposisi silisik
Berukuran 100 - ribuan km2
Banyak batholith yang concordance terhadap struktur
regional, padahal bila dipetakan otete//sangat
discordance
Pluton silisik yang besar kerap kali granit (deskripsi
lapangan) meskipun komposisinya kerap kati granodiorite
atau monzonite kuarsa
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang
besar. Seperti lava bantal yang terbentuk di lingkungan air (laut),
lava bongkah, struktur aliran dan lain-lainnya. Suatu bentuk dari
struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya.
II-33
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
a. Struktur Bantal.
Struktur bantal (pillow structure) adalah struktur yang
dinyatakan pada batuan ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh
masa yang berbentuk bantal. Dimana ukuran dari bentuk lava
ini pada umumnya antara 30 — 60 cm. Biasanya jarak antara
bantal berdekatan dan terisi oleh bahan-bahan yang
berkomposisi sama dengan bantal tersebut, dan juga oleh
sedimen-sedimen klastik. Karena adanya sedimen-sedimen
klastik ini maka struktur bantal dapat dianggap terbentuk dalam
air dan umumnya terbentuk di laut dalam.
b. Struktur Vesikular.
Di dalam lava banyak terkandung gas-gas yang segera
dilepaskan setelah tekanan menurun, ini disebabkan perjalanan
magma ke permukaan bumi. Keluamya gas-gas dari lava akan
menghasilkan lubang-lubang yang berbentuk bulat, clip, silinder
ataupun tidak beraturan. Terak (scoria) adalah lava yang
sebagian besar terdiri dari lubang-lubang yang tidak beraturan,
hal ini disebabkan lava tersebut sebagian besar mengandung
gas-gas sehingga sewaktu lava tersebut membeku membentuk
rongga-rongga yang dulu ditempati oleh gas.
Biasanya pada dasar dari aliran lava terdapat gelembung-
gelembung berbentuk silinder yang tegak lurus aliran lava. Hal
ini disebabkan gas-gas yang dilepaskan dari batuan sedimen
yang berada di bawahnya karena proses pemanasan dari lava
itu.
c. Struktur Aliran.
Lava yang disemburkan tidak ada yang dalam keadaan
homogen. Dalam perjalanannya menuju ke permukaan selalu
II-34
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
terjadi perubahan seperti komposisi, kadar gas, kekentalan,
derajat kristalisasi. Ketidak homogenan lava menyebabkan
terbentuknya struktur aliran, hal ini dicer -minkan dengan
adanya goresan berupa garis-garis yang sejajar, perbedaan
wama dan tekstur.
Struktur aliran juga dijumpai pada batuan dimana perlapisan-
perlapisan digambarkan dengan perbedaan-perbedaan dalam
komposisi atau tekstur mineralnya. Struktur aliran dapat pula
berbentuk sangat halus dan disebut tekstur aliran. Dan untuk
dapat melihatnya diperlukan mikroskop, foto 8 lembar 5
memperlihatkan tekstur aliran pada batuan yang berupa
pengarahan dari mineral-mineral tertentu seperti plagioklas.
Bentuk mineral-mineral dalam batuan yang mempu-nyai bentuk
memanjang atau pipih akan condong untuk mengarah menjadi
sejajar dengan arah aliran lava pada waktu itu.
d. Struktur Kekar.
Kekar adalah bidang-bidang pemisah yang terdapat dalam
semua jenis batuan. Kekar biasanya disebabkan oleh proses
pendinginan, tetapi ada pula retakan-retakan yang disebabkan
oleh gerakan-gerakan dalam bumi yang
berlaku sesudah batuan itu membeku. Kenampakan di lapangan
menunjukkan bahwa kekar-kekar itu tersusun dalam sistem
tertentu yang berpotongan satu dengan yang lainnya.
Retakan-retakan ada yang memotong sejajar dengan
permukaan bumi, dan menghasilkan struktur periapisan,
sedangkan yang tegak lurus dengan permukaan bumi akan
menghasilkan struktur bpngkah. Perlapisan ini pada umumnya
akan makin tipis pada bagian yang mendekati permukaan bumi.
II-35
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Retakan-retakan dapat pula membentuk kolom-kolom yang
dikenal dengan struktur kekar meniang (columnar jointing).
Struktur ini disebabkan karena adanya pendinginan dan
penyusutan yang merata dalam magma dan dicirikan oleh
perkembangan empat, lima atau enam sisi prisma,
kemungkinan juga dipotong oleh retakan yang melintang.
Bentuk seperti tiang ini umumnya terdapat pada batuan basal,
tetapi kadang-kadang juga terdapat pada batuan beku jenis
lainnya. Kolom-kolom ini berkembang tegak lurus pada
permukaan pendinginan, sehingga pada sil atau lava aliran
tersebut akan berdiri vertikal sedangkan pada dike kurang lebih
akan horizontal.
II.7. KLASIFIKASI BATUAN BEKU
Pengklasifikasian batuan beku diperoleh dengan berdasarkan
pada :
1. Komposisi mineral, hal ini dapat menunjukkan kondisi
magma pada saat kristalisasi dan menggambarkan komposisi
kimia.
2. Tekstur, hal ini dapat menunjukkan keadaan yang
mempengaruhi proses pembekuan, waktu/tempat
pembekuan
Misal :
Granular
=> plutonik lambat
Porfiritik
=> ekstrusif cepat
II-36
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Glassy
=> effusif cepat sekali
3. Komposisi kimia, hal ini dapat menunjukkan hubungan dan
tipe magma asal, kehadiran/tidaknya mineral tertentu.
Kombinasi antara komposisi mineral dan tekstur, dapat dibedakan :
Jumlah relatif antara mineral mafiks dan felsik
Kuarsa
Unsaturated minerals
Macam mineral mafiks
II-37
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar II. 4. Comparison Chart For Visual Percentage Estimation (After Terry and Chilingar, 1955).
II-38
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel II 3. General character and organization of principal igneous rocks (Wiiliam, Turner, & Gilbert, 1982)
Chapter 5Oversaturated rocks; Cl – 0 to 40
Alkali plagioklasfeldspar An 10-30
Chapter 4Saturated rocks; Cl – 0 to 40
Alkali plagioklas feldspar An 30-50
Chapter 3Saturated and undersaturated;
Cl usually > 40plagioklas An 50-100
Chapter 8undersaturated; Cl – 90 to 100
plagioklas 0-10%
Alkali granite
Syenite Monzonite Diorite
GabbroNoriteTroctoliteAnorthositeMg and CaMg pyroxenitesAlkaline gabbro
Feldspatic peridotite'
Plu
tonic
Quartz syenite
Quartz monzonite
Quartz diorite
Volk
anic
Rhyolite Dacite Trachyte Latite Andesite
Thoelitic basalts and diabasesAlkali olvine basalts
Hawaiitemugearite
Chapter 7
Feldspatoidal rocks; Cl – low to mediumAlkali feldspar
Chapter 8
Feldspatoidal rocks; Cl – low to highPlagioklas feldspar lacking
Feldspatoidal syenite
Nepheline syenite shonkiniteSodalite syenit
Feldspatoidal gabbrosEssxiteTheraliteAnalcime diabase
IjoliteAlkaline pyroxenite
Phonolite
TrachyandesiteTrachybasalt
WyomingiteNepheliniteLimburgite
Chapter 8
Volc
anic
or
qu
asi
-volc
an
ic
LamprophyresBiotite and hornblende lamprophyresCamptoniteMonchiquite
Melilite-rich rocksMeliliteAlonoite
CarbonatiteKimberlite
Nonfeldspathic peridotite (plutonic)Komatitite
II-39
Quartz > 20%
adamellite Ton
alit
eGrano- diorite
Quartz 5-20%
UltrabasicBasicIntermediete
Acid
Plu
tonic
Volc
an
ic
TephriteLeucities
Basanites
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
II.8. Klasifikasi Kimia
Pembagian klasifikasi batuan beku berdasarkan kimiawi:
a. SiO2 (keasaman)
Asam> 66 %
Intermediet(52 – 56) %
Basa(45 – 52) %
Ultrabasa< 45 %
b. Kejenuhan terhadap silika beku
Saturated rocks
Saturated rocks
Under saturated rocks
c. Kandungan alumina dalam batuan beku
Per alumina
Metaluminous ...........................................
Sub aluminous
Per Alkaline
d. Kandungan Fe, Mg mafic
Leucocratic rocks< 30 %
Mesocratic rocks(30 – 60) %
Melanocratic rocks(60-90) %
Hypermelanic rocks> 90%
II.9. KLASIFIKASI MODE
a. Batuan Ultrabasa dan Basa (plutonik & volkanik)
Berdasarkan Komposisi Mineral
Gabro (Gabbro)III-1
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Plagioklas, diopsidic augite, olivin, hornblende
Norit (Norite)
Plagioklas, hipersten (orto- Px), augit (tidak melimpah), olivin
(tidak melimpah)
Tractolit (Tractolite)
Dominan plagioklas dan olivin
Anorthosit (Anorthisite)
Kaya plagioklas (dominan), minor hipersten dan augit (sering
dijumpai)
Piroksenit (Magnesian-Calcmagnesian Pyroxenite)
Mg-orto Piroksen dan atau Clino- Piroksen
Gambar II. 5. IUGS clasification of phaneritic (plutonic) rocks
III-2
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar II. 6. Klasifikasi batuan beku plutonik mafik (IUGS)
III-3
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
b. Batuan Beku Intermediate (jenuh silika)
TIPE VOLKANIK :
Andesit
Tekstur : porfiritik, pilotasitik, fenokris plagioklas dan mineral-
mineral mafik ;olivine, augit, hipersten, hornblende dan biotit,
andesit olivin (olivine andesite) andesit basaltik (basaltic
andesite)Transisi basalt tholeiitik, komposisi mineralogi penciri ;
olivin dan labradoritandesit piroksen (pyroxene andesite)
Dominan mineral mafik piroksen ; hipersten, augit melimpah
zoning plagioklas,
andesit hornblende dan andesit biotit
hornblende and biotit andesite
Latit (latite = trachyandesite)
Tekstur : porfiritik, pilotasitik,
fenokris plagioklas (andesin atau oligoklas), sering dijumpai
sanidin atau anorthoklas menyelimuti plagioklas
piroksen ; diopsidic augite , aigerin-augit menyertai augit
dalam tipe alkali..
Trakhit (trachyte)
Tekstur trakhitik (trachytic texture), alkali felsdpart > 80 %
(modal) ; sanidin atau anorthoklas plagioklas (oligoklas atau
andesin) olivin (fayalit), clino-piroksen, amfobol dan biotit
trakhit piroksen (pyroxene trachyte) dominan mineral mafik
piroksen ; diopsidic px atau aegerin-augit, sanidin dominan,
plagioklas (andesin atau oligoklas), andesit hornblende dan
andesit biotithornblende and biotit trachyte
III-4
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
trakhit melimpah sanidin dan sedikit oligoklas, hornblende,
biotit dan diopsid
trakhit peralkalin (peralkaline trachyte) trakhit dominan
mineral mafik ; aegerin, reibekit, arfvedsonit (atau cossyrit)
dan sedikit fayalitkeratophyres
plagioklas ; albit-oligoklas, reibekit/aegerin, clorit, epidot,
uralit
TIPE PLUTONIK :
Diorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan
kadang porfiritik, fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan
mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit
diorit porfir (diorite porphyries) tekstur porfiritik dengan
fenokris zoning plagioklas,hornblende, biotit, kadang-kadang
quartz dalam masa dasar anhedral-
granular. mafic diorit (meladiorites, IUGS) CI tipikal diorit,
tetapi mengandung hornblende dan plagioklas ; andesit atau
oligoklas, Komposisi SiO2 (45 %)hornblendite
diorit dengan kendungan hornblende tinggi
Monzonit = syenodiorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), myrmekite,
poikilitik dan kadang porfiritik, 1/3 Ftot< KF<2/3 Ftot, Qz < 5 %,
fenokris plagioklas; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral
mafik utama ; hornblende, biotit dan
augit (jarang)
monzonit porfir (maonzonite porphyries)
III-5
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas, orthoklas,
perhite, mineral mafik jarang,
masa dasar integrowthsodic plagioklas dan orthoklas,
hornblende, augit, biotit, apatit, spene
Syenit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan
kadang porfiritik KF > 2/3 Ftot,`Qz < 5 %, fenokris plagioklas ;
andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ;
hornblende dan biotit, aegerin-augit, aegerin spene, apatit, zircon
alkali syenit (porfir)
KF tinggi =< 95 % Ftot, Qz < 5 %, orthoklas, mikroklin, albit
atau oligoklas, micro-perhite Qz, Foid , minor.
alkali lime syenit
high sodic plagioclase (5 - 30) % modal feldspar mineral
mafik; hornblende, biotit, diopsidik augit.
c. Batuan Beku Asam (lewat jenuh silika)
high modal Qz > 20 %
Alkali feldspar
Tipe Plutonik
Tipe Volkanik
< 10 % FtotTonalitDasit
10 - 35 % FtotGranodiorit
> 35 % Ftot
Granit
Riolit
III-6
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar II. 7. Klasifikasi batuan beku plutonik
TIPE PLUTONIK : GRANIT, GRANODIORIT, TONALIT
Tekstur : tekstur granitik, subhedrl granular (hypidiomorfic
granular), graphic (micrographic), granophyre, myrmekite,
porphyry high modal Qz > 20 % (anhedral) orthoklas, mikroklin,
plagioklas, muskovite
Granit
Komposisi mineralogi ; orthoklas dan mikroklin, Qz, calkalkalin
granit mengandung biotit, hornblende, piroksen jarang
alkali granit mengandung amphibol ; hastingsit, riebeckit dan
arfvedsonit -------(anhedral)
adamelit ------- Alkali Feld. 35 - 65 % Ftot
granophyre ---------- granophric tekxture
mineral mafik hedenbergite, fayalite dan dlm batuanperalkalin
dijumpai reibeckit
III-7
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
GRANODIORIT dan TONALIT
Qz > 20 %
KF < 10 % Ftot (Tonalit)
KF 10 - 35 % Ftot (Granodiorit)
mineral-mineral mafik biotit, hornblende
Felsik Tonalit = trondhjemite
plagioklas (andesin aatau oligoklas), Qz, dan KF dan biotit
kelimpahan sedikit
.
TIPE VOLKANIK : Dasit dan Riolit (batuan volkanik asam)
Tekstur : porfiritik, afanitik atau glassy , aphrik, hylophitik
Komposisi mineral : Qz ( tridimit, kristobalit) fenokris plagioklas
radialy fibrus spherulites
dasit
fenokris ; plagioklas (lab- olig), Qz, sanidin, beberapa mineral
mafik piroksen, hornblende (cumingtonit), biotit masa dasar
glas
riolit potassic type
Sanidin, bipiramidal Qz, biotit, hornblende, diopsidic augit
sodic/peralkaline type
Sanidin, anarthoklas, albit , bipiramidal Qz
III-8
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar II. 8. Diagram Fase dari batuan beku asam (lewat jenuh silika)d. Batuan Beku mafik felspathoid basa dan ultrabasae. Batuan
Beku mafik & felsik feldspatoid
III-9
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
f. Batuan beku basa non-feldspathoidKlasifikasi basalt normativ (yodar & tilley, 1962)1. tholeiit (a). thileiit lewat jenuh (oversaturated tholeiite) normativ quartz dan hipersten(b). tholeiit jenuh (saturated tholeiite) normativ hipersten2. tholeiit olivin tak jenuh (undersaturated olivine tholeiite)normativ hipersten dan olivin3. tholeiit olivin (olivine tholeiite)/ basalt olivin (olivine basalt) normativ olivin4. basalt olivine alkali (alkali olivine basalt)normativ olivine dan nefelin5. Basanit (basanite) normatif olivin dan nefelin
III-10
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar II. 9. Klasifikasi batuan beku basal tetrahedon (Yoder & Tilley, 1962)
III-11
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar II. 11. Klasifikasi batuan beku IUGS
III-13
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A................ B CGambar II. 12. Rhyolitic Pitchstones
dengan Microlites dan CrystallitesIsle of Arran, Scotland. Diam. 1 mm. Phenocrysts of quartz, augite, and magnetite in a glassy matrix
crowded with arborescent microlites of green hornblende, around which the glass is clear.
A. Meissen, Saxony. Diam. 2 mm. Phenocrysts of quartz with corroded outlines and conchoidal fractures, in a matrix of glass showing perlitic cracks. Trains of spherical crystallites emphasize the fluidal banding.
B. Turtle Mountains, California. Diam. 1 mm. Hornblende and sanidine phen-ocrysts lie in a matrix of glass rich in spherical and hairlike crystallites.
A B C
Gambar II. 13. Tekstur batuan Beku
A. Subhedral granular texture in granodiorite. Diam. 3 mm. Benton Range, Mono County, California. Euhedral and subhedral crystals of green hornblende and brown biotite, the .latter containing inclusions of apatite and secondary sphene. Subhedral crystals of plagioclase, and more poorly formed crystals of partially altered onhoclase (stippled), with clear, anhedral, interstitial patches of quartz.
B. Porphyritic texture in mica lamprophyre. Diam. 2 mm. Boundary Butte, Navajo Reservation, Utah. Euhedral prisms of diopside and flakes of zoned biotite, in a matrix of altered sanidine microlites, opaque oxides, and calcite.
III-14
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
C. Anhedral granular texture in granite aplite. Diam. 3 mm. Near Wellington, Nevada. Interlocking anhedral grains of quartz, microcline, orthoclase, and albite, with accessory hornblende and magnetite.
A B C
Gambar II. 14. Igneous Textures
A. Poikilitic texture in hornblende peridotite, Odenwald, Germany. Diam. 3 mm. A single crystal of hornblende encloses rounded granules ofserpentin-ized olivine and subhedral prisms of fresh diopside.
B. Ophitic texture in basalt, Kauai, Hawaiian Islands. Diam. 3 mm. Large plates of pigeonite partly enclosing laths of labradorite, and granules of olivine marginally altered to iddingsice.
C. Subophitic texture in basalt, Medicine Lake, California. Diam. 2 mm. Crystals of augite partly enveloping some of the feldspars and partly interstitial between them. One phenocryst and abundant small granules of olivine.
A B C
Gambar II. 15. Tekstur batuan Beku
A. Micrographic texture in granophyre, Rosskopf, Vosges, Germany. Diain. 2 mm. Cuneiform intergrowth of quartz and altered orthoclase. In lower part of section are granules of magnetite and flakes of hematite and lithium mica.
B. Kelyphitic rims around green spinel in troccolite, Quebec. Diam. 2 mm. In upper part of section, green spinel is included in pyrope garnet; in lower part, the
III-15
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
spinel is enveloped by a rim of anthophyllite and pale phlogopite, surrounded in turn by a radiating fibrous intergrowth of tremolite and actin-olite. These rims result from reaction between the spinel and the labradorite that makes up the rest of the section.
C. Kelyphitic rim around olivine in gabbro, Quebec. Diam. 2 mm. The olivine is enclosed by a shell ofhypersthene, around which is a second shell composed of actinolite and green spinel. The rest of the section consists of labradorite.
A B C
Gambar II. 16. Tekstur batuan Beku
A. Intergranular texture in picrite basalt, Kilauea, Hawaii. Diam. 2.5 mm. Corroded phenocrysts of olivine rimmed with magnetite and hematite in an intergranular matrix composed of laths of labrodorite and interstitial grains of augite and pigeonite.
B. Intersertal texture in tholeiitic diabase, Northumberland, England. Diam. 2 mm. Augite and labradorite occur in ophitic intergrowth; between them are irregular pools of dark-brown glass.
C. Hyaloophitic texture in basalt, Pedregal, Mexico. Diam. 2 mm. Olivine, green diopsidic augite, and laths of labradorite lie in a matrix of dark, iron-rich glass.
III-16
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar II. 17. Tekstur batuan Beku
A. Trachytic texture in trachyte, Castello d'lschia, Italy. Diam. 2 mm. Pheno-crysts of sanidine and of golden-yellow, oxidized aegirine-augite, in a fluidal groundmass of subparallel sanidine laths with intergranular aegirine-augite, aegirite, and iron oxides, plus accessory apatite and sphene. Many triangular and polygonal spaces between the sanidine laths are occupied in interserial fashion by analcite or sodalile.
B. Pilotaxitic texture in hypersthene andesite. Mount Rainier, Washington. Diam. 2 mm. Phenocrysts of hypersthene and labradorke, in a groundmass of andesine microlites with interstitial cryptocrystalline material and specks ofaugite and iron oxides. The nuidal banding is much less pronounced than in rocks of trachytic texture.
C. Hyalopilitic texture in pyroxene dacite, Weiselberg, northern Germany. Diam. 2 mm. Phenocrysts of labradorke, together with microlites of andesine-oligoclase and slender prisms ofpigeonite of random orientation, in a matrix of clear brown glass.
A B C
Gambar II. 18. Basalts and Basaltic AndesiteIII-17
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A. Basaltic andesite, Paricutin, Mexico. Diam. 2.5 mm. Phenocrysts of olivine, some elongated parallel to the base, and microlites oflabradorite in a vesicular matrix of black glass.
B. Glomeroporphyritic olivine-augite basalt, Copco Dam, northern California. Diam. 2.5 mm. A cluster of bytownite and olivine phenocrysts lies in a groundmass of labradorite laths, granular augite, and interstitial black glass.
C. Olivine-augite basalt. Craters of the Moon, Idaho. Diam. 2 mm. From the vesicular, glass-rich crust of a recent pahoehoe flow. Small crystals of olivine, augite, and labradorite, accompanied by abundant granular opaque iron oxides, in a base of clear, brown glass
A B C
Gambar II. 19. Diabases
A. Tholeiitic diabase. West Rock, New Haven, Connecticut. Diam. 2 mm. Colorless pigeonite, marginally altered to serpentine; fresh ophitic plates of pale-brown augite; laths of labradorite; granules of opaque minerals; and interstitial chloride material. Not shown in this section, but found elsewhere in the sill from which this specimen came, are a little interstitial biotite and mici;o-pegmatite. \
B. Alkali olivine diabase, Pigeon Point, Minnesota. Diam. 3 mm. Laths of calcic labradorite; olivine; ophitic, purplish augite; opaque minerals; reddish-brown biotite; and chlorite.
C. Tholeiitic diabase, Pwllheli, North Wales. Diam. 3 mm. A single plate of subcalcic augite (2V == 40°) ophitically encloses calcic plagioclase, which is almost entirely altered to calcite and prehnite and heavily stippled with granular leucoxene. The opaque grains close to the edge of the section are composed ofexsolution intergrowths ofilmenite and magnetite; near the center are two round patches of talc and serpentine after olivine; near the lower edge is an area of calcite.
III-18
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar II. 20. Differensiasi dalam Tholeiitic Diabase Sill, New Jersey
A. Specimen 3 m above the base. Diam. 3 mm. Composed of labradorile, cli-nopyroKenes, and a little hypersthene, ilmenite, and bioiite.
B. Olivine-rich specimen, 15 m above the base. Diam. 3mm. Consists ofolivine, ophitic pigeonite, labradorite laths, ilmenite, and, close together, accessory biotite and micropegmatiie.
C. Specimen from upper part of sill. Diam. 3 mm. The chief constituents are pyroxene, altered labradorite, and iron-titanium oxides. Deuteric hornblende and biotite border the pyroxene and oxides; patches of interstitial micropegmatite near center and right edge of section; prism of apatite adjoins upper-right edge.
A B
Gambar II. 21. Basalts
A. Mugearite, Isle of Skye, Scotland. Diam. 3 mm. Essentially composed of olivine, oligoclase, and iron oxide, with accessory augite, apatite, and orthoclase. The smaller olivines are elongated along [100], the larger ones, terminated by domes, are elongated along [001].
III-19
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
B. Picrile basalt, Kauai, Hawaiian Islands. Diam. 3 mm. Abundant large grains ofolivine, rimmed with iddingsite and magnetite, in an intergranular matrix ot labradorite laths, subhedral augite, and magnetite.
A B C
Gambar II. 22. Batuan Spilitic
A. Spililic diabase, Weilburg, Lahn, Germany. Diam. 2 mm. Cloudy laths of oligoclase in an intersertal matrix composed of chlorite, calcite, granular ilmenite, and leucoxene.
B. Amygdaloidal basalt. Coast Ranges, California. Diam. 2mm. Laths of cloudy oligoclase and a few of albite, with relic granules of augite, in a matrix of chlorite, calcite, ilmenite, and leucoxene. Amygdules filled by calcite and chlorite.
C. Variolitic basalt, Mount Tamalpais, California. Diam. 2 mm. Specimen from a pillow sill. Subradiating laths of albite and slender prisms of augite, in a groundmass of calcite, chlorite, and leucoxene. Amygdules of calcite and chlorite.
A B C
Gambar II. 23. Gabbros dan Troctolite
III-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A. Gabbro, Volpersdorf, Saxony. Diam. 3 mm. Labradorite and diallage are the chief primary minerals; the latter shows kelyphitic fringes of tremolite. The remainder consists of serpentine and talc.
B. Gabbro, Glen More ring dike, Mull, Scotland. Diam. 3 mm. Chiefly composed of labradorue and augite ophitically intergrown. Accessory constituents include serpentinized olivine, needles of apatite, flakes of biotite bordering plates of ilmenite, and, in the upper-left portion, a micrographic patch of quartz and K-feldspar.
C. Troctolite, Volpersdorf, Saxony. Diam. 6 mm. Essentially an olivine-labra-dorite rock. The olivine is almost entirely converted to serpentine, and the surrounding feldspar is criss-crossed by expansion cracks. Accessory augite is partly embedded in the feldspar and also forms fringes around the olivine.
A B C
Gambar II. 24. Norites dan Ferrogabbro
A. Olivine norite, Aberdeen, Scotland. Diam. 3 mm. All the visible hypersthene is optically continuous; it encloses grains of olivine and is intergrown ophit-ically with calcic labradorite. Iron ore and biotite are accessory constituents.
B. Ferrogabbro, Iron Mine Hill, Rhode Island. Composed of labradorite, iron-rich olivine, and opaque oxides containing specks of green spinel. The opaque grains are exsolution intergrowths of magnetite and ilmenite.
C. Quartz norite, Sudbury, Ontario. Diam. 3 mm. Around the large hypersthene crystals are reaction rims of green hornblende and brown biotite. Biotite also envelops accessory iron oxides. The rest of the rock is composed ofsubhedral laths of labradorite and anhedral quartz. Elsewhere, but not shown here, bluish-green arfvedsonite forms fringes around some of the hornblende.
III-21
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B
Gambar II. 25. Tipe Adirondack Anorthosite
A. Anorthosite, Frontenac County, Quebec. Diam. 1 cm. An anhedral granular intergrowth of labradorite and accessory green hornblende.
B. Andesine anorthosite from same locality. Diam. 1 cm. Interlocking anhedra of calcic andesine; large crystal of corundum fringed with iron oxide, green spinel, talc, and clinozoisite.
A B C
Gambar II. 26. Andesites
A. Pyroxene andesite, Crater Lake, Oregon. Diam. 3 rnm. Phenocrysts of zoned. labradorite-andesine, with inclusions of glass and ofhypersthene and augite, in a groundmass composed of oligoclase microlites, specks of opaque oxide and pyroxene, and interstitial cryptocrystalline material.
B. Hornblende andesite. Black Butte, Mount Shasta, California. Diam. 3 mm. Phenocrysts of oxyhornblende, pleochroic from gold to russet, fringed with granular magnetite; also phenocrysts of zoned labradorite. Pilotaxitic
III-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
groundmass of microlitic andesine and interstitial cryptocrystalline material stippled with magnetite and fumarolic hematite.
C. Hornblende andesite, Stenzelberg, Siebengebirge, Germany. Diam. 3 mm. The hornblende phenocrysts are completely replaced by granular opaque oxides and augite. These, together with phenocrysts of diopsidic augite and calcic andesine, lie in a cryptocrystalline groundmass.
A B C
Gambar II. 27. Diorite-Tonalite Spectrum
A. Hornblende diorite, near Stockholm, Sweden. Diam. 3 mm. Roughly equant subhedral crystals ofandesine-oligoclase; a little microcline, hornblende, and biotite; accessory iron oxides, apatite, and sphene.
B. Felsic tonalite (trondhjemite), Castle Towers batholith, British Columbia. Diam. 2.5 mm. Main constituent is oligoclase showing oscillatory zoning and borders of myrmekile; next in abundance is quartz, then orthoclase. Accessory constituents are biotite, apatite, iron oxides, and sphene.
C. Tonalite, Adamello, Italy. Diam. 2.5 mm. Subhedral and euhedral zoned crystals ofandesine-oligoclase, locally rimmed with orthoclase; anhedral patches of quartz; green hornblende and brown biotite; allanite partly fringed with epidote (lower right); accessory magnetite, apatite, and sphene.
III-23
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar II. 28. Monzonites and Plagioclase-Rich Granite (Adamellite)
A. Monzonite, Monzoni, Tyrol, diam. 2.5 mm. Euhedral laths of andesine; anhedral, turbid sodic orthoclase, and a little interstitial quartz. Diopsidic augite, partly bordered by green hornblende and brown biotite. Accessory minerals are opaque oxides, apatite, and sphene.
B. Quartz-bearing hornblende monzonite, Pine Nut Range, Nevada. Diam. 2.5 mm. Euhedral crystals of andesine, large anhedra of altered orthoclase, and smaller ones of quartz. Dark constituents are hornblende, sphene, ahd opaque oxides. Accessory needles of apatite.
C. Granite (adamellite), Shap Fell, Westmorland, England. Diam. 2.5 mm. Euhedral, altered crystals of oligoclase; anhedral quartz and slightly altered orthoclase. The Hakes of biotite show alteration to chlorite with liberation of secondary sphene. Accessory constituents are primary sphene, apatite, Huor-ite (near center), and allanite (near bottom).
A B C
Gambar II. 29. Syenites
III-24
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A. Quartz-bearing syenite (nordmarkite), Oslo, Norway. Diam. 2.5 mm. Large crystals of microperthite, locally veined and fringed with albite; a little quartz and biotite; accessory opaque oxides, zircon, and sphene.
B. Syenite, Ymir, British Columbia. Diam. 3 mm. The main constituents are biotite, uralitized augite and altered orthoclase. Minor constituents are small euhedral andesines and apatite.
C. Alkali syenite, Cilaor, Reunion Island. Diam. 2.5 mm. The feldspar is altered perthite; and there is a little interstitial quartz. The mafic minerals are aegi-rine-augite (palest), aegirine (darkest), and barkevikitic hornblende,
A B C
Gambar II. 30. Porphyries
A. Pneumatolyzed granite porphyry, Cornwall, England. Diam. 5 mm. Euhedral phenocrysts of quartz and altered perthite in a microgranular groundmass of tlie same minerals accompanied by abundant muscovite, topaz (near top), fluorite (right edge), and two generations of tourmaline.
B. Granodiorite porphyry, Paiyenssu, northwestern Yunnan, China. Diam. 3 mm. Large crystals of quartz and calcic oligoclase, with smaller ones of hornblende and biotile, in a microgranular matrix of quartz and alkali feldspar with accessory sphene and epidote.
C. Hornblende diorite porphyry, Carrizo Mountain laccolith, northeastern Arizona. Diam. 3 mm. Phenocrysts ofandesine, partly altered to calcite and clay minerals, and of green hornblende, some of which are twinned on the front pinacoid. The groundmass consists chiefly of microgranular feldspar with minor quartz and accessory grains of apatite and zircon. This rock might also be called and/site porphyry.
III-25
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar II. 31. Granites
A. Hornblende "granite," Plauen, near Dresden, Saxony. Diam. 3 mm. Composed of green hornblende, orthoclase, oligoclase, and quartz, with accessory magnetite, apatite, sphene, and allanite. Note that some of the oligoclase is enclosed poikilitically by hornblende and orthoclase, and, left of center, there is a little myrmekite at the contact between two orthoclase crystals. With decreasing quartz, the rock grades into syenite.
B. Biotite granite, Rockport, Maine. Diam. 3 mm. Euhedral and subhedral crystals of niicrocline-perthite; strained anhedral crystals of quartz. Two generations of biotite; the earlier in large flakes; the later in radiating tufts occupying cracks and veins. The later biotite is darker and richer in iron and is associated with pneumatolytic fluorite.
C. Peralkaline riebeckite-aegirine granite, Quincy, Massachusetts. Diam. 3 mm. Euhedral and subhedral crystals ofmicroperthile, and anhedral quartz; dark constituents are riebeckite, aegirine, and allanite.
A B
Gambar II. 32. Peralkaline Granite Porphyry
III-26
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A. Riebeckite granite porphyry, Lake Brunner, New Zealand. Diam. 3 mm. Phenocrysts of quartz and sodic orthoclase (latter not shown), in a graphic groundmass of the same two minerals accompanied by acicular riebeckite.
B. Riebeckite granite porphyry, Ailsa Craig, Scotland. Diam. 2 mm. Essentially composed of sodic orthoclase with interstitial riebeckite and quartz.
A B C
Gambar II. 33. Pneumatolyzed Granites
A. Tourmalinized granite, Cornwall, England. Diam. 3 mm. Clusters of radiating blusih-green tourmaline needles, some of them bordering a corroded phenocryst of primary brown tourmaline. The remainder of the rock consists of microperthite and quartz, the latter invading the former. At the upper right are several tourmaline needles that terminate against a ghost boundary which marks the edge of a vanished quartz or feldspar crystal.
B. Greisen, Geyer, Erzgebirge, Germany. Diam. 5 mm. Composed of topaz, lithium mica, and dusty quartz.
C. Greisen, Grainsgill, Cumberland, England. Diam. 3 mm. Composed essentially of quartz and muscovite, with accessory rutile, apatite, and arsenopyrite. The large flakes of muscovite are relics from the original granite; the plumose muscovite is secondary after orthoclase; the minute, densely packed scales of muscovite are secondary after plagioclase. Other accessory minerals in this rock, not shown, are tourmaline and molybdenite.
III-27
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar II. 34. Granite and Granodiorites
A. Biotite granite, Conway, New Hampshire. Diam. 3 mm. The feldspars are micropenhite and altered oligoclase; quartz is anhedral. Dark minerals are biotite, allanite, and a little magnetite. Two crystals of apatite near center.
B. Hornblende-biotite granodiorite, Yosemite, California. Diam. 3 mm. Approximately half the rock consists of normally zoned plagioclase (Anso-zo), and a quarter of quartz. The remainder is composed ofperthite, hornblende, and biotite, with accessory magnetite.
C. Basic inclusion in granodiorite from the same locality. Diam. 3 mm. Richer in hornblende, biotite, plagioclase, sphene, and apatite, but poorer in quartz and potassic feldspar than the enclosing rock.
A B
Gambar II. 35. Tonalites
A. Tonalite, Adamello, Italy. Diam. 2.5 mm. Subhedral and euhedral zoned crystals of andesine-oligoclase, locally rimmed with orthoclase; anhedral patches of quartz; green hornblende and brown biotite; allanite partly fringed with epidote (lower right); accessory magnetite, apatite, and sphene.
B. Felsic tonalite (trondhjemite). Castle Towers batholith, British Columbia. Diam. 2.5 mm. Main constituent is oligoclase showing oscillatory zoning and borders of
III-28
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
myrmekite; next in abundance is quartz, then orthoclase. Accessory constituents are biotite, apatite, iron oxide, and sphene.
A B C
Gambar II. 36. Granite Pegmatites
A. Garnetiferous fine-grained pegmatite, Pala, California. Diam. 2 mm. Composed ofspessartine, lithium mica, albite, microcline, quartz, and a little deep-blue tourmaline.
B. Tourmaline pegmatite, Pala, California. Diam. 2 mm. Large crystals of colorless elbaite, scattered in a matrix of lithium mica, albite, and quartz.
C. Tourmalinized pegmatite, Tuolumne Canyon, Yosemite, California. Diam. 2 mm. Large crystal of zoned blue tourmaline; abundant granulated quartz and strained microcline; accessory muscovite and spessartine.
A B C D
Gambar II. 37. Granite-Gabbro Reaction Series, Lake Manapouri, New Zealand
A. Granite, diam. 3 mm. Composed mainly of microcline-perthite, quartz, albite, and biotite. The dark clot is a gabbro relic now composed of biotite, sphene-rimmed opaque oxide, and acicular apatite.
III-29
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
B. Transitional rock. Diam. 3 mm. The constituents, in order of abundance, are oligoclase, biotite, orthoclase, hornblende, quartz, sphene, apatite, epidote, and iron oxide. In this specimen most of the hornblende of the original gabbro has been replaced by biotite.
C. Transitional rock, nearer the gabbro contact. Diam. 3 mm. ChieHy andesine and hornblende, the latter in process of replacement by biotite. Iron oxide partly replaced by sphene, abundant apatite, and a little quartz and epidote.
D. Metagabbro. Diam. 3 mm. Least-altered material. Only difference from unaltered gabbro is the presence of a little introduced quartz. Bulk of rock consists of andesine and hornblende, with accessory epidote, sphene, while mica, chlorite, and opaque oxide.
A B C
Gambar II. 38. Dacites
A. Hyalodacite, near Lassen Peak, California. Diam. 3 mm. Phenocrysts of glass-charged, zoned andesine, quartz, green hornblende, biotke, and hyper-sthene, in a glassy groundmass stippled with crystallites.
B. Basic inclusion in dacite, Lassen Peak, California. Diam. 3 mm. Laths of labradorite and calcic andesine, and prisms of reddish-brown oxyhornblende largely replaced by magnetite and hematite. Interstitial colorless glass and cristobalite; some of the latter also occurs in spheroids.
C. Pumiceous dacite obsidian. Rock Mesa, near Three Sisters, Oregon Cascades. Diam. 2 mm. Microphenocrysts ofhypersthene and corroded, glass-charged andesine, in a matrix of colorless vesicular glass.
III-30
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar II. 39. Rhyolite and Dacites
A. Rhyolite, Climax, Colorado, diam. 4 mm. Phenocrysts of quartz, orthoclase, oligoclase, and biotite, in a cryptocrystalline base stippled with minute flakes of white mica, larger, spongy granules of topaz, and (lower right) grains of fluorite and pink garnet.
B. Dacite, Sidewinder Mountain, near Barstow, California. Diam. 3 mm. Corroded phenocryst of quartz; other phenocrysts of andesine and of resorbed biotite and hornblende. Groundmass composed chiefly of quartz and K-feld-spar (microfelsite). The feldspar is partly altered; piedmontite clusters occur inside the porphyritic andesine; and smaller specks are visible inside the hornblende and biotite crystals as well as in the felsitic groundmass.
C. Tridymiie-rich hypersthene dacite. Crater Lake, Oregon. Diam. 3 mm. Phen-ocrysts of hypersthene rimmed with magnetite and hematite resulting from fumarolic oxidation; also phenocrysts of andesine. Cryptocrystalline ground-mass stippled with hematite dust; irregular patches of tridymite with char-acteristic fan-shaped twins.
III-31
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar II. 40. Rhyolites
A. Rhyolite pitchstone, near Shoshone, California. Diam. 2.5 mm. Phenocrysts of brownish-green hornblende and of andesine, in a base of banded glass showing perlilic cracks and abundant curved crystallites.
B. Spherulitic biotite rhyolite, Apati, Hungary. Diam. 3 mm. Phenocrysis of quartz, sanidine, andesine, and reddish-brown biotite in a devitrified spher-ulitic groundmass containing amygdules of opal and radiating chalcedony.
C. Sodic rhyolite (pantellerite), Santa Rosa, California. Diam. 2 mm. Phenocrysts of sodic sanidine or anorthoclase, corroded quartz, and deep-brown enig-matite. Groundmass of quartz and sanidine with needles and mosslike patches of arfvedsonite, subordinate needles of aegirine, and anhedral specks of enigmatite. In other specimens from this locality the rhyolite contains abundant opal and tridymile lining pores.
A B C
Gambar II. 41. Phonolites
A. Mafic pseudoleucite phonolite, Bearpaw Mountains, Montana. Diam. 3 nini. Phenocrysts of pseudoleucite composed of sanidine, cloudy zeolites, and a little
III-32
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
nepheline; also of biotite and diopsidic augite, the latter partly fringed with aegirine. Groundmass consists chiefly of aegirine needles, biotite, and anhedral sanidine.
B. Nosean phonolite, Wolf Rock, Cornwall, England. Diam. 2 mm. Phenocrysts of sanidine and zoned nosean, in a groundmass of euhedral nepheline, aci-cular aegirine, a few sanidine microlites, and a little interstitial turbid anal-cinie.
C. Aegirine phonolite. Lead, South Dakota. Diam. 2 mm. Kuhedral neplielines and poikilitic patches of aegirine, in a matrix composed mainly of sanidine microlites.
A B C
Gambar II. 42. Ultramafic Rocks
A. Melilitite, Ellioll County, Kentucky. Diam. 3 nun. Partly serpeiilini/ed phen-ocrysisofolivine, flakes of pale-brown phlogopite, plates of melilite with clear rims that polarize in ultra-blue, granules of perovskite and chromite, and, near top of section, a grain of pyrope garnet with a reaction rim. The dense matrix consists of iron oxide, perovskite, antigorite, and calcite, some of which is coarse grained and fills irregular pores.
B. Lherzolite, Haute Garrronne, France. Diam. 3 mm. Diallage (at bottom), bron-zite, and granular olivine, with accessory green spinel (upper right) and picotite (lower right).
C. Pyroxenite, Hope, British Columbia. Diam. 3 mm. Approximately equal amounts of ortho pyroxene and diopsidic augite. Some of the former contains lamellar inclusions of clinopyroxene. A little poikilitic hornblende (near lop of section) and pyrrhotke.
III-33
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
BAB III
BATUAN PIROKLASTIK
III.1. TEKTONIK DAN PEMBENTUKAN GUNUNGAPI
Proses pembentukan gunungapi awalnya terjadi dari suatu tumbukan
antar lempeng terutama untuk lempeng benua dengan lempeng
samudera dan lempeng samudera dengan lempeng samudera,
daerah pemekaran dan hot spot.
Pada umumnya proses pembentukan gunungapi dapat dibedakan dari
kedudukan tektonik lempengannya, yaitu:
1. Daerah pemekaran
Daerah pemekaran yang disebut juga sebagai daerah divergen
disebabkan karena adanya aktifitas tektonik yang menghasilkan
pemekaran pada lempeng samudera. Magma keluar melalui celah
pada daerah lemah dan membentuk punggungan.
Pemekaran ini menghasilkan sifat magma berupa umafik hingga
ultramafik. Sifat magma yang cenderung basa dikarenakan mantel
dari lempeng samudera sendiribersifat basa hingga ultrabasa. Tipe
batuan yang dihasilkan bersifat basa. Pada kerak kontinen juga
dapat terjadi proses pemekaran dan menghasilkan tipe batuan
dengan sifat batuan dengan sifat basa sama dengan magma yang
keluar dari pemekaran kerak samudera.
2. Daerah penunjaman
Daerah ini terjadi penunjaman salah satu lempeng atau dengan
sebutan daerah konvergen. Umumnya lempeng samudera
menyusup dibawah lempeng samudera mempunyai berat jenis
III-34
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
yang lebih besar dari pada berat jenis lempeng benua. Daerah ini
dapat menghasilkan sifat magma yang beragam mulai dari asam
hingga basa. Variasi sifat magma ini dipengaruhi dari sudut
penunjaman saat proses tumbukan lempeng samudera dengan
lempeng benua. Semakin kecil sudut penunjaman maka akan
menghasilkan magma yang bersifat asam sementara semakin
besar sudut penunjaman maka akan menghasilkan magma yang
bersifat basa.
3. Hot spot (Intraplate volcanism)
Pembentukan gunungapi dari aktifitas hot spot dikarenakan
adanya terobosan magma dari atmosfer menuju ke lithosfer dan
pada bagian bawah kerak lithosfer magma ini melewati celah yang
mempunyai kedudukan lateral. Komposisi magma bila keluar di
lempeng samudera akan bersifat basa, hal ini sama dengan produk
magma yang keluar dari pemekaran lempeng samudera, bila
magma keluar di kontinen maka sangat berpotensial menjadi
magma yang bersifat sama.
Pembentukan gunungapi daerah ini berbeda dengan proses
pemebntukan daerah subduksi dan pemekaran, karena daerah ini
mempunyai pusat magma yang tetap.
III-35
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar III. 1. Proses tektonik dan vulkanisme
III-36
Volcanisme pada setiap tatanan tektonik
Volcanisme Pada Volcanic Arc batas kontinental aktif
volcanisme pada intraplit (hotspot)
volcanime pada zona subduksi busur kepulauan
volcanime pada pusat pemekaran tengah samudera
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
III.2. PRODUK ERUPSI GUNUNGAPI
Batuann piroklastik merupakan batuan yang dihasilkan oleh erupsi
gunung api dengan ciri-ciri yang khas. Untuk mempelajari material
piroklastik, terlebih dulu kita harus memahami tentang aktivitas
vulkanisne baik proses maupun produknya. Pemahanan itu secara
umum meliputi pemahaman tentang :
1. Erupsi gunung api.
2. Material hasil aktivitas gunung api.
Gambar III. 2. Produks erupsi vulkanik
1. Erupsi Gunung Api
Menurut Muzil Anwar, 1981 erupsi gunung api adalah suatu
manifestasi gejala vulkanisme ke arah permukaan atau suatu aspek
kimiawi dari perpindahan energi ke arah permukaan yang tergantung
pada kandungan energi dalam dapur magma yang mencakup panas
III-37
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
sewaktu pendinginan magma dan tekanan gas selama pembekuan/
pendinginan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa erupsi gunung api merupakan
gejala awal munculnya gunung api baru atau aktifnya gunung api
lama.
Sifat erupsi gunung api dapat terjadi karena adanya tekanan dari
dalam bumi yang cukup besar sehingga mampu mengalahkan
tekanan beban diatasnya. Berdasrkan sumber kejadiannya erupsi
vulkanik dibedakan (Fisher, 1984) :
1. Erupsi piroklastik
Erupsi yang terjadi akibat kegiatan magma itu sendiri. Jadi
prosesnya berkisar dari pemisahan gas (degassing) dari fase
magma, naiknya tekanan ruang magma hingga melebihi
tekanan beban sumbat gunungapi sampai terjadi
ledakan/erupsi.
2. Erupsi hidrovulkanik
Erupsi ini lebih kompleks dari erupsi piroklastik. Eruspsi
hidrovolkanik sistem magmatik berinteraksi erat dengan
lingkungan sehingga menghasilkan suatu rangkaian proses
yang rumit dan terjadi dalam waktu yang relatif sangat singkat.
Erupsi hidrovulkanik secara umum didefinisikan sebagai erupsi
yang terjadi karena kontak antara air dan magrna. namun
demikian, adanya kontak antara air dan magma belum tentu
menimbulkan letusan. Dalam hal ini ada beberapa syarat agar
adanya kontak antara air dengan magma tersebut menghasilkan
letusan, yaitu :
Proses Superheating
III-38
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Yaitu proses pemanasan air oleh magma atau sumber panas
lain seperti aliran lava, aliran piroklastik dan sebagainya.
Superheating menyebabkan pondidihan air yang menghasilkan
penguapan total di seluruh bagian air yang terpanaskan.
Penguapan ini disertai ekepansi gelombang gas, sehingga
tekanan gas naik dengan cepat.
Hasil akhir dari rangkaian proses ini adalah kenaikan tekanan
yang dapat menimbulkan ledakan sebagai reaksi keseluruhan
sistem untuk mencapai kesetimbangan.
Lapisan Penahan.
Proses superheating akan menghasilkan tekanan tinggi bila
kenalkan suhu berada pada kondisi isovolume. Kondisi
semacam ini bisa dicapai bila air berada pada tempat dengan
volume ruang yang konstan, Di alam tempat tersebut terjadi
bila air berada dalam lapisan porous impermeabel. Bila tekanan
yang dihasilkan melampaui besamya tekanan litostatis lapisan
penahan maka akan terjadi letusan.
Perbandingan Air dengan Magma.
Timbulnya lotuean hidrovulkanik dikontrol oleh perbandingan
air dan magma. Yang berpengaruh pada jumlah pemanasan
dan derajat fragmentasi yang dihasilkan oleh peralihan energi.
Perbandingan air dengan magma terlalu besar menyebabkan
superheating tidak berlangsung sempurna sehingga hanya
diperoleh energi yang kecil.
III-39
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar III. 3. Sketsa mekanisme erupsi hidrovolkanik (Djoko, 1985)
2. Material hasil aktifitas gunungapi
Secara umum produk dari erupsi gunungapi bisa dibedakan atas:
a. Gas Volkanik
Pada waktu erupsi gas dikeluarkan dalam jumlah besar dengan
gaya yang kuat. Gas-gas tersebut dihasilkan oleh proses degassing
sebelum terjadi erupsi. Menurut "Volcanoes" gas-gas yang
dikeluarkan oleh erupsi gunung api biasanya berupa campuran
uap air, hidrogen, karbonmonooksida, karbondioksida, hidrogen
III-40
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
sulfida, sulfur dioksida, sulfur trioksida, klorin dan asam klorida,
dalam berbagai proporsi. Untuk mengidentifikasi gas-gas yang
dikeluarkan suatu gunung api saat erupsi sangat sulit dilakukan,
karena biasanya gas-gas tersebut telah bereaksi dengan udara.
Namun dari baunya dapat diperkirakan gas-gas yang dominan
keluar saat erupsi adalah gas-gas belerang seperti SO2 dan H2S.
b. Aliran Lava.
Lava adalah magma yang keluar dari permukaan bumi. Tingkat
keenceran lava akan mempengaruhi morfologi dari aliran lava
yang dibentuknya. Lava dengan viskositas rendah akan meleleh
dengan pelamparan luas tapi tidak tebal. Sedang lava yang agak
kental maka pemekarannya berjalan lambat dengan penyebaran
tidak begitu luas tapi sangat tebal. Lava kental akan membentuk
morfologi "volcanic dome" yaitu penimbunan ke atas dari celah ke
sisi tebing. Dan jika magmanya sangat kental akan membentuk
"plug dome".
Aliran lava bisa terjadi jika lava yang keluar saat erupsi adalah lava
encer atau sangat encer. Kadang-kadang pada aliran lava dijumpai
suatu lapisan-lapisan yang dibentuk oleh adanya perbedaan fase
pembekuan lava tersebut.
Bantuk-bentuk dan struktur hasil penbekuan lava memiliki ciri-ciri
berbeda tergantung sifat-sifat lavanya. Untuk lava yang membeku
didarat, bentuk dan strukturnya dipengaruhi oleh jarak aliran dan
viskositasnya, antara lain:
Lava Pahoe-hoe.
Dicirikan oleh bentuk yang terlipat-lipat pada permukaar.ya.
Bentuk inl terjadi oleh adanya aliran atau gerak lava di bawah
bagian yang membeku. Biasanya terjadi pada lava basalt
dengan viskositas rendah.
III-41
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Lava AA
Dicirikan oleh permukaan yang tidak teratur, runcing-runcing
dan permukaan kasar. Permukaan runcing ini terbentuk oleh
pecahan permukaan lava saat pembekuan. Lava AA bisa
terbentuk dari kelanjutan pembentukan lava pahoe hoe atau
tanpa melalui fase lava pahoe hoe.
Lava Blok.
Dibedakan dari lava AA karena bentuk yang sudah lebih teratur
dan mempunyai permukaan yang halus. Pembetukan blok-blok
pada jenis ini juga dipengaruhi oleh pemecahan permukaan
lava yang sedang membeku pada aliran lava (autobreksiasi).
Komposisi lava ini adalah lebih silikaan dan lebih kental dari
komposisi yang membentuk lava AA, sehingga hasil
autobreksiasinya lebih teratur dan halus permukaannya dalam
bentuk blok-blok.
Untuk aliran lava bawah laut dibatasi oleh tekanan air sehingga
keenceran lava dapat terpelihara yang mengakibatkan aliran
lebih jauh dan lebih tipis dibanding aliran lava darat.
c. Volkaniklastik
Merupakan seluruh material lepas yang dibentuk oleh proses
fragmentasi, dihamburkan oleh berbagai macam agen
transportasi, diendapkan pada berbagai lingkungan atau
tercampur dengan fragmen non volkanik.
III-42
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar III. 4. Proses vulkanismeIII-43
VOLCANIC ERUPTION
3
EFFUSIVE
Lava flows(Syn-Volcanic
4
EXPLOSIF
Mass flow suspensiontraction
Pyroclastic flow deposit
Pyroclastic surge deposit
Pyroclastic fall deposit
Coherent lava (or intrusion)
Autoclastic deposit
WeldedNon welded Non welded
WeldedNon welded
4
RESEDIMENTATION
Mass flow suspensiontraction
Resedimended (syn-eruption) volcaniclastic deposits
4
WEATHERING, EROSION, REWORKING AND (POST-ERUPTIVE) RESEDIMENTATION
Mass flow suspensiontraction
Volcanogenic sedimentary deposits
Encircled number: relevant part of guideBoxes: processItalics: deposit
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
III.3. ENDAPAN KLASTIKA GUNUNGAPI
Berdasarkan pengertian tersebut maka istilah vulkaniklastik
mencakup bermacam-macam batuan vulkanik, yaitu:
a. Material Piroklastik
Akumulasi material piroklastik atau sering pula disebut sebagai
tephra merupakan hasil banyak proses yang berhubungan dengan
erupsi vulkanik tanpa memandang penyebab erupsi dan asal dari
materialnya. Fisher, 1984 menyatakan bahwa fragmen piroklastik
merupakan fragmen "seketika" yang terbentuk secara langsung
dari proses erupsi vulkanik. Material piroklastik saat dierupsikan
gunung api memiliki sifat fragmental, dapat berujud cair maupun
padat. Dan setelah menjadi massa padat material tersebut
disebut sebagai batuan piroklastik.
b. Material Hidroklastik
Material ini dihasilkan oleb suatu erupsi hidrovulkanik yakni erupsi
yang terjadi karena kontak air dengan magma.
Berdasarkan cara transportasi sebelum diendapkan, akumulasi
material hidroklastik dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
- Endapan Hidroklastik Jatuhan
Endapan hidroklastik jatuhan adalah endapan yang terjadi
dari akumulasi material hidroklastik yang dilemparkan dari
pusat erupsi ke udara dan kemudian jatuh di tempat
pengendapannya. Cara transportasi material hidroklastik
jatuhan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu transportasi gerak
peluru (trajectory) dan turbulensi awan erupsi.
III-44
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
- Endapan Hidroklastik Aliran.
Endapan ini terjadi dari akumulasi material hidroklastik yang
terlempar dari pusat erupsi, kemudian bergerak sepanjang
permukaan bumi menuju tempat pengendapannya.
c. Material Autoklastik
Material ini di alam dijumpai sebagai breksi vulkanik autoklastik
yaitu bentuk fragmentasi padat karena letusan gas-gas yang ada
di dalamnya karena oleh penghancuran lava (Wright, 1963 vide
Willard, 1968). Jadi material ini merupakan gesekan oleh
penghancuran lava sebagai hasil dari perkembangan lanjut dari
pembekuan.
d. Material Alloklastik
Material ini sering disebut sebagai breksi vulkanik alloklastik yaitu
breksi yang dibenbuk oleh fragmentasi dari beberapa batuan
"preexisting" oleh proses vulkanik bawah permukaan (Wright;
1963 vide Willard; 1968). Jadi proses breksiasi dari batuan ini
terjadi di dalam gunung api baru kemudian ekstrusion sebagai
aliran breksi. Breksiasi inl mungkin dihasilkan oleh pengembangan
gas atau oleh runtuhnya gunung api yang kemudian terbentuk
rongga-rongga dan akhirnya diikuti erupsi. Aliran breksi pada tipe
ini terjadi pada derajat kemiringan dan bergerak dari gunung api
dengan media air menjadi lahar. Proses yang seperti ini
mengakibatkan batuan ini sukar dibedakan dengan breksi laharik.
Ciri dari breksi ini adalah ketebalannya yang besar dan tidak
berlapis, material penyusunnya sangat kasar dan tidak tersortasi.
Fragmen mempunyai ukuran beraneka ragam, heterolitologi.
Fragmen pumis, skoria dan batuan afanitik jarang dijumpai.
III-45
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
e. Material Epiklastik.
Material ini merupakan hasil dari pelapukan dan erosi dari batuan
vulkanlk dan umumnya bukan merupakan hasil vulkanisme yang
seumur. Karena endapan epiklastik ini merupakan hasil proses
rework dan telah mengalami transportasi maka pada umumnya
fragmen-fragmennya lebih rounded dan material piroklastik
maupun hidroklastik. Fragmen-fragmen tersebut; dapat terbentuk
oleh proses-proses non vulkanik atau proses epigenik sehingga
membentuk modifikasi butiran yang agak membulat. Material
epiklastik di alam sering dijumpai sebagai breksi laharik.
III.4. TIPE ENDAPAN PIROKLASTIK
Endapan piroklastik menurut Mc Phie et al (1993) adalah endapan
volkaniklastik primer yang tersusun oleh partikel (piroklas) terbentuk
oleh empsi yang eksplosif dan terendapkan oleh proses volkanik
primer (jatuhan, aliran, surge). Proses erupsi ekplosif yang terlibat
dalam pembentukan endapan piroklastik meliputi tiga tipe utama
yaitu : erupsi letusan magmatik, erupsi freatik dan erupsi
freatomagmatik. Ketiga tipe erupsi ini mampu menghasilkan piroklas
yang melimpah yang berkisar dari abu halus (< 1/16 mm) hingga blok
dengan panjang beberapa meter. Termasuk dalam tipe endapan
piroklastik meliputi:
1. Piroklastik aliran.
2. Piroklastik jatuhan.
3. Piroklastik surge.
1. Piroklastik Aliran
Piroklastik aliran adalah aliran panas dengan konsentrasi tinggi,
dekat permukaan, mudah bergerak, berupa gas dan partikel
III-46
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
terdispersi yang dihasilkan oleh erupsi volkanik (Wright et al 1981,
vide Mc Phie et al 1993). Fisher & Schmincke (1984) menyebutkan
bahwa piroklastik aliran adalah aliran densitas partikel-partikel dan
gas dalam keadaan panas yang dihasilkan oleh aktifitas volkanik.
Aliran piroklastik melibatkan semua aliran pekat yang dihasilkan
oleh letusan atau guguran lava baik besar maupun kecil.
2. Piroklastik Jatuhan
Piroklastik yang dilontarkan secara ledakan ke udara sementara
akan tersuspensi, yang selanjutnya jatuh ke bawah dan
terakumulasi membentuk endapan piroklastik jatuhan. Endapan
merupakan produk dari jatuhan baiistik dan konveksi turbulen pada
erupsi kolom (Lajoie, 1984). Karakteristik dari endapan dapat yang
diamati antara lapisan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran
dapat dilihat pada tabel III.1.
Tabel III. 1. Perbedaan yang dapat diamati dari lapisan antara endapan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran (Lajoie, 1984)
Piroklastik Jatuhan Piroklastik aliran
Sortasi Sortasi baik (well sorted) Sortasi buruk (poorly sorted)
Ketebalan lapisan
Teratur dan mengikuti permukaan yang ditutupi (mantle bedding)
Tidak teratur, menipis pada tinggian, menebal pada cekungan, menipis secara lateral terhadap batas saiuran
Gradasi dan laminasi
Lapisan massif jarang; gradasi normal Jarang, tapi dapat hadir, tidak ada struktur traksi yang tegas seperti laminasi parallel dan laminasi ob!ique, tetapi crude strait umum.
Lapisan massif. Gradasi terbalik umum pada endapan yang terakumulasi dari suspensi laminar (aliran debris dan butiran). Gradasi normai banyak dijumpai pada endapan yang berasal dari suspensi turbulen dan itu umumnya ditemukan
III-47
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
mendasari atau menutupi bagian laminasi.
Struktur primer yang lain
Bomb - surge dan acretionary lapilli umum dijumpai pada endapan subaerial atau shallow water. Lubang/pipa gas-escape tidak ada.
Acretionary lapilli dihasilkan pada lapisan atas pada beberapa subaerial nuees ardentes. Jarang atau tidak ada pada endapan subagueous.
Sekuen struktur primer. (Phmary sructure seguence)
Tidak ada Lubang/pipa gas-escape umum dijumpai Umum, dan umumnya itu jarang teramati pada sedimen transportasi massa (mass-transported sediments) yang lain.
3. Piroklastik Surge
Piroklastik surge adalah ground hugging, dilute (rasio partikel gas
rendah), aliran purticulate yang diangkut secara lateral di dalam
gas turbulen (Fisher 1979 vide Mc Phie e/ al 1993). Piroklastik surge
dibentuk secara langsung oleh erupsi freatomagmatik maupun
freatik (base surge) dan asosiasinya dengan piroklastik aliran {ash
cloud surge dan ground surge).
Tempat yang dilalui oleh pengendapan lapisan sangat tipis atau
laminasi biasanya disebut sebagai bed set.
III-48
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Piroklastik Jatuhan
Piroklast terlontar ke athmosfir dan jatuh ke bawah
Aliran Piroklastik
Konsentrasi partikel relatif tinggi yang bergerak di dasar/lereng volkan
Gelombang Piroklastik
Konsentrasi partikel relatif rendah yang bergerak menuruni
dasar/lereng volkan.
Gambar III. 5. Jenis endapan piroklastik
III-49
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar III. 6. Karakteristik endapan yang berasal dari erupsi eksplosif (endapan piroklastik primer) Mc Phie et al, 1983.
III-50
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
III.5. KLASIFIKASI
Pembuatan klasifikasi batuan piroklastik sudah banyak dibuat oleh
para ahli, tetapi masih terjadi kekurangan maupun perbedaan
tentang batuan piroklastik.
Klasifikasi berdasarkan perkembangan terbentuknya batuan
piroklastik sangat sulit, sedangkan saat ini klasifikasi didasarkan
pada:
Asal – usul fragmen
Ukuran fragmen
Komposisi fragmen
a. Klasifikasi berdasarkan asal – usul fragmen
Batuan piroklastik yang merupakan hasil endapan bahan volkanik dari
letusan tipe eksplosif maka Johnson dan Levis (1885), lihat Mac
Donald (1972) membuat klasifikasi sebagai berikut:
- Essential : fragmen berasal langsung dari pembekuan
magma segar
- Accessor : fragmen berasal dari lava atau piroklastik yang
terdapat pada kerucut volkanik
- Accidental : fragmen yang berasal dari batuan lain yang
tidak menunjukkan gejala pembekuan,
metamorfisme
Klasifikasi berdasarkan ukuran dari fragmen. Klasifikasi ini dibuat
pertama kali oleh Grabau (1924) dalam Carozzi (1975) :
- > 2,5 mm
:
Rudyte
III-51
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
- 2,5 – 0,5 mm
:
Arenyte
- < 0,5 mm
:
Lutyte
Klasifikasi batuan piroklastik dari Wenworth dan Williams (1932)
dalam Pettijohn banyak dipakai, tetapi kisaran yang dipakai tidak
sama antara batuan sedimen dan piroklastik :
- Breksi volkanik: Tersusun dari fragmen-fragmen diameter > 32
mm, bentuk fragmen meruncing
- Aglomerat : Fragmen berupa bom-bom dengan ukuran > 32
mm
- Lapili/tuf lapili: Fragmen tersusun atas Lapili yang berukuran
antara 4 mm – 32 mm
- Tuf kasar : Fragmen-fragmen tersusun atas abu kasar
dengan ukuran butir terletak antara 0,25 mm – 4
mm
- Tuf halus : Fragmen-fragmen tersusun atas abu halus
dengan ukuran < 0,25 mm
b. Klasifikasi berdasarkan komposisi fragmen
Klasifikasi yang telah dibuat digunakan untuk tuf, yaitu
0,25 –4 mm............................................................................: tuf
kasar
< 0,25 mm............................................................................: tuf
halus
Menurut Williams, Turner dan Gilbert (1954), tuf dapat diklasifikasikan
menjadi :
III-52
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
1. Vitric Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari gelas
2. Lithic Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari fragmen
batuan
3. Crystal Tuff : tuf dengan penyusun utama kristal dan pecahan –
pecahan kristal
III-53
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tuf, dengan membandingkan
prosentase gelas dengan kristal, yaitu:
1. Vitric Tuff:
Tuf mengandung gelas antara 75% - 100% dan kristal 0% -
25%.
2. Vitric crystal tuff:
Tuf mengandung gelas antara 50% - 75% dan kristal 25% -
50%.
3. Crystal vitric tuff:
Tuf mengandung gelas antara 25% - 50% dan kristal 50% -
75%.
4. Crystal tuff :
Tuf mengandung gelas antara 0% - 25% dan kristal 75% -
100%.
III-54
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel III. 2. Grain size-based genetic nomenclature for common types of volcaniclastic deposits. Modified from Fisher(1961)&Schmidt (1981)
GRAIN
SIZE
VOLCANICLASTIC DEPOSITS IN GENERAL and
VOLCANOGENIC SEDIMENTARY
DEPOSITS
AUTOCLASTIC DEPOSITS
RESEDIMENTED AUTOCLASTIC
DEPOSITSHyaloclastite Autobreccia
Mixture or uncertain
origin
<1/16mm
volcanic mudstonefine
hyaloclastite?
autoclastic mudstone
resedimented fine hyaloclastite, resedimented autoclastic mudstone
1/16-2 mm
volcanic sandstonehyaloclastite sandstone
autoclastic sandstone
resedimented hyaloclasiite sandstone, resedimented autoclastic sandstone
2-4 mm
volcanic conglomerate,
volcanic breccia
granular hyaloclastite
granular autobreccia
granular autoclastic breccia
resedimented granular hyaloclastite, resedimented granular autobreccia, resedimented granular autoclastic breccia
4-64 mm hyaloclastite
brecciaautobreccia
autoclastic breccia
resedimented hyaloclastite breccia, resedimented autobreccia, resedimented autoclastic breccia
> 64 mm
coarse hyaloclastite
breccia
coarse autobreccia
coarse autoclastic breccia
resedimented coarse hyaloclastite breccia, resedimented coarse autobreccia, resedimented coarse autoclastic breccia
GRAIN SIZE
PYROCLASTIC DEPOSITS PYROCLAST-RICH DEPOSITS
Unconsolidated tephra
Consolidated pyroclastic
rock
RESEDIMENTED SYN-ERUPTIVE
Post-eruptive resedimented or reworked, or uncertain origin
<1/16mm
fine ash fine tuffresedimented ash-rich mudstone
tuffaceous mudstone
1/16-2 mm
coarse ash coarse tuffresedimented ash-rich sandstone
tuffaceous sandstone
2-64 mm
lapilli tephralapillistone (or lapilli tuff or tuff-breccia)
resedimented pyroclast-rich lapillistone, resedimented pumice lapillistone, resedimented pumice and lithic lapillistone
tuffaceous conglomerate, tuffaceous breccia
>64mm
bomb (fluidal shape) tephra, block (angular)
tephra
agglomerate (bombs
present), pyroclastic
breccia
resedimented pyroclast-rich breccia, resedimented pumice breccia, resedimented pumice and lithic breccia
III-55
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel III. 3. Terms to be used for mixed pyroclastic-epiclastic rocks (after Schmid, 1981,).
Average clast size in mm.
Pyroclastic Tuffites (mixed pyroclastic-epiclastic)
Epiclastic (volcanic and/or nonvolcanic)
> 64 Agglomerate, pyroclastic breccia
Tuffaceous conglomerate, tuffaceous breccia
Conglomerate, breccia
64 - 2 Lapilli tuff 2 - 1/16 coarse Tuffaceous sandstone Sandstone 1/16 - 1/256 fine Tuffaceous siltstone Siltstone
< 1/256 Tuffaceous mudstone, shale
Mudstone, shale
Amount pyroclastic material
100% to 75% 75% to 25% 25% to 0%
Gambar III. 7. Klasifikasi tuff (after, Schmid, 1981)
III-56
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel III. 4. Classification and nomenclature of pyroclasts and well-sorted pyroclastic deposits based on clast size (after Schmid, 1981).
Clast size in mm
PyroclastPyroclastic deposit
Mainly unconsolidated tephra Mainly consolidated pyroclastic rock
> 64 bomb, block agglomerate bed of blocks or bomb, block tephra
agglomerate pyroclastic breccia
64 to 2 lapillus layer, bed of lapilli or lapilli tephra
lapilli tuff
2 to 1/16 coarse ash grain
coarse ash coarse (ash) tuff
< 1/16 fine ash grain
fine ash (dust) fine (ash) tuff
Gambar III. 8. Klasifikasi batuan piroklastik (Fisher, 1986)
III-57
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Heinrich (1956) selama pengendapan tuf bisa bercampur dengan
material sedimen yang bermacam-macam. Material sedimen yang
paling banyak dapat dipakai untuk pemberian nama tuf. Misal
serpihan atau mengandung gamping, tuf gampingan dan sebagainya.
Batuan sedimen non volkanik, bisa tercampuri oleh tuf hasil letusan
gunung berapi, sehingga membentuk campuran dua bahan
pembentuk batuan yang mempunyai sumber dan proses
pembentukan yang tidak sama. Pettijohn (1975), adanya tuf di dalam
batuan sedimen bisa dipergunakan untuk pemerian tambahan.
Sehingga akan diperoleh penamaan seperti batupasir tufa, serpih
tufan dan lainnya.
Klasifikasi berdasarkan komposisi sangat penting untuk analisa tuf.
Batuan yang berdasarkan ukuran fragmen dengan mudah dan
sederhana dapat dimasukkan ke dalam kelompok tuf ini, ternyata
mempunyai komposisi yang cukup berariasi. Variasi komposisi
tersebut dikelompokan lagi.
Vitric Tuff
Menurut Heinrich (1956), penyusun utama terdiri atas gelas. Tuf
vitrik merupakan hasil endapan primer material letusan
gunungapi. Komposisi umumnya bersifat riolitik, meskipun juga
dijumpai berkomposisi dasitik, trasitik, andesitik dan basaltik.
Kepingan gelas umumnya mempunyai bentuk meruncing. Inklusi-
inklusi magnetit banyak dijumpai dalam gelas. Gelas biasanya
tidak berwarna, tetapi apabila berkomposisi basaltik berwarna
kuning sampai coklat.
Fragmen-fragmen berupa kristal dan fosil terkadang dijumpai,
walaupun dalam prosentase yang kecil. Mineral-mineral bisa
berupa mineral penyusun riolit, andesit dan lain-lain. Mineral
skunder yang hadir antara lain kalsit, opal, kalsedon, kuarsa,
III-58
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
oksida-oksida besi dan lain-lain. Beberapa tuf vitrik yang
mengendap dalam tubuh air tersemen oleh kalsit, Heinrich (1956).
Tuf vitrik umumnya bertekstur vitroclastic, yaitu kepingan-
kepingan gelas terletak dalam matrik yang berupa abu gelas yang
sangat halus, Williams, Turner dan Gilbert (1954).
Macam-macam tuf vitrik:
Tuf palagonit
Penyusun utama gelas basa, dengan warna kuning
kehijauan sampai coklat tua. Tuf palagonit umumnya
mengandung kristal-kristal plagioklas, olivin, piroksen dan
bijih besi, lubang-lubang banyak terisi kalsit atau zeolit,
Heinrich (1956).
Porselanit atau batu cina
Penyusun berupa abu gelas yang sangat halus, sering
disebut tuf lempungan.
Welded tuff atau ignimbrit
Penyusun terdiri atas kepingan-kepingan gelas yang
terelaskan, Heinrich (1956).
Tuf pisolit
Penyusun terdiri atas pisolit-pisolit abu gelas yang sangat
halus, Williams, Turner dan Gilbert (1954).
Crystal tuff
Komposisi dominan terdiri atas kristal, sedangkan gelas dijumpai
berjumlah sedikit.
Tuf kristal riolitik, yaitu kristal kuarsa, sanidin, biotit, hornblende,
lain yang terkadang dijumpai seperti augit. Tuf kristal yang
mengandung tridimit.
III-59
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tuf kristal dasitik, yaitu kristal hornblende, hipersten, andesin,
magnetit dan augit banyak dijumpai pada trasit. Sedangkan pada
tuf kristal basaltik, tersusun atas olivin, augit, magnetit dan
labradorit.
Lithic tuff
Penyusun dominan berupa fragmen-fragmen batuan. Gelas
dijumpai dalam jumlah yang relatif sedikit. Fragmen tersebut
biasanya berupa fragmen batuapung, skoria, obsidian, andesit,
basalt, granofir, batuan beku hipo-abisik bertekstur porfiritik atau
halus. Kadang terdapat fragmen batuan plutonik, metamorfik
maupun sedimen, Heinrich (1956).
Bahan piroklastik yang dikeluarkan dari ventral volkan, sebelum
terendapkan mengalami berbagai proses, baik cara terangkuntnya
dan media transportasi, maupun material yang terendapkan.
III-60
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
III.6. PETROGRAFI
Ignimbrit/endapan aliran pumis (ignimbrites : pumice-flow deposit)
IGNIMBRIT - endapan aliran piroklastik didominasi pumis.
Gambar III. 9. Kenampakan ignimbrit di lapangan
Tekstur mikroskopi ignimbrit (nonwelded texture)
III-61
welded ignimbrite - ignimbrite terelaskanUnwelded ignimbrite - ignimbrit tak terelaskan
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tekstur mikroskopi ignimbrit (welded texture)
III-62
Nonwelded tuff dengan kenampakan glass shards
Nonwelded tuff dengan kenampakan unbroken glass
bubbles
(a). Welded tuffs dari SE Idaho
(b). Welded tuffs dari Vales, N.Mex-nampak penjajaran kristal denan glas shards
(c). Nampak kompaksi yang kuat dan perlipatan yang berlawanan dengan arah
kristal
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tekstur mikroskopi ignimbrit (welded texture)
III-63
(a). Kristal welded tuffs(b). Fragmen batu welded tuffs yang lebih tua, dikungkung oleh
ignimbrit yang lebih muda
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar III. 10. Feldspathoidal Lavas
A. Nephelinite, Mikeno, East Africa. Diam. 1 mm. Microphenocrysts of green augite and nepheline, in a matrix of dark-brown glass with granules of iron oxide, and slender microlites of sanidine.
B. Leucite basanite, Vesuvius, Italy. Diam. 3 mm. Phenocrysts of olivine, green diopsidic augite, and leucite, in an intergranular matrix of labradorile laths, iron oxide, and augite. Locally there are minute interstitial grains of sanidine.
C. Hauynophyre, Tahiti. Diam. 1 mm. Microphenocrysts of deep-sky-blue hauyne with webs ofrutile; slender prisms of pale-green diopsidic augite and euhedral granules of iron oxide, in a matrix of pale glass.
A B C
Gambar III. 11. Volcanic Ashes
A. Andesitic crystal ash erupted from the volcano Santa Maria, Guatemala, in 1902. Diam. 2 mm. Broken crystals of plagioclase, dark-green hornblende, paler-green pyroxenes, rounded bioiite Hakes, magnetite, and a few lithic chips, of andesile.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
B. Dacilic vilric ash showing pumiceous texture. Uiam. 2 mm. Product of the culminating explosions of Mount Mazama, which led to the formation of Crater Lake, Oregon. Shredded and cellular bits of pumiceous glass accompanied by fewer broken chips of plagioclase and small prisms of hypersthene.
C. Basaltic ash (Pele's Hair), Kilauea, Hawaii. Diam, 2 mm. Threads of brown basaltic glass containing bubbles of gas. Material discharged by lava fountains in the form of spray.
A B C
Gambar III. 12. Tuffs
A. Rhyolilic vitric tuff, Shasta Valley, California. Diarri. 2 mni. Shows typical vitroclastic texture. Arcuate shards of glass lie in a matrix of almost impalpable glass dust.
B. Rhyolitic crystal tuff, Etsch valley, Italy. Diam. 2 mm. Broken crystals ofquail/. and sodic plagioclase, together with small Hakes ofbiotile, in a matrix of glass dust and pumice fragments.
C. Andesitic lithic tuff, near Managua, Nicaragua. Diam. 2 mm. Fragments of various kinds ofandesite predominate; between these lies a matrix made up of plagioclase and pyroxene crystals and pale-brown glass dusi.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar III. 13. Rhyolitic Pumice and Ignimbrite
A. Rhvolitic pumice, Lipari Island, Italy. Diani. 3 mm. Entirely composed of extremely vesicular glass.
B. Incipiently welded ignimbrile, near Bishop, California. Diam. 3 mm. Specimen from the unwelded top of an ignimbrite. Crystals of quartz and sanidine, in a matrix of undeformed glass shards and dust, with well-'preserved vitro-clastic texture.
C. Welded tuff, from same locality. Diam. 3 mm. Specimen from the welded interior portion of the same ignimbrite. Constituents as in B, but here the glass shards are deformed and flattened.
A B C
Gambar III. 14. Basaltic Tuffs
A. Palagonite luff, Oamaru, New Zealand. Diam. 4 mm. Fragments of palagon-ile, pale buff within and deep gold at the margins, including crystals of olivine and labradorite. Between these fragments is a matrix of calcite.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
B. Palagonite,tuff, Oahu, Hawaiian Islands. Diam. 4 mm. The cores of the vesicular fragments consist of fresh pale-buff palagonite including crystal's of olivine; the rims of the fragments are fibrous and birefringent and largely composed of smectite. Between the fragments is a matrix of zeolites.
C. Hornblende andesite scoria, product of the last ash flows from Mount Mazama (Crater lake), Oregon. Diam. 4 mm. Phenocrysts of hornblende and labradorite, embedded in extremely vesicular, brown-to-black andesitic glass.
A B
Gambar III. 15. Volcanic Sandstones
A. Volcanic wacke (Eocene), Tyee Formation, Umpqua River, Oregon: Diam. 1.2 mm. Poorly sorted angular and subangular grains of coarse silt and sand tightly packed in an argillaceous matrix colored green by chloritic material. About half of the grains are particles of volcanic rocks, chiefly andesite; about 30% are plagioclase, chiefly andesine (lightly stippled, with cleavage); and about 20% are quartz (clear).
B. Miocene arenite, 3700 m below surface, south of Lost Hills, California. Diam. 1.2 mm. Loosely packed, subangular grains of andesite, plagioclase (lightly stippled, with cleavage), and quartz firmly cemented by coarse calcite (stippled, with two cleavages). Single calcite crystal in center encloses many sand grains.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
BAB IV
BATUAN SEDIMEN KLASTIK
IV.1. PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Asal mula mula batuan sedimen klastik adalah akibat dari proses-
proses yang menyangkut siklus sedimentasi (pelapukan – erosi -
transport - sedimentasi - diagenesa).
Dalam batuan sedimen kelompok mineral penyusunnya adalah :
a. Mineral autigenic
Terbentuk di daerah sedimentasi dan langsung diendapkan
Contoh : gipsum, kalsit, anhidrit, halit
b. Mineral allogenic
Tidak terbentuk pada daerah sedimentasi/pada saat
sedimentasi.
Telah mengalami transportasi dan kemudian diendapkan di
daerah sedimentasi
Syarat :
Tahan pelapukan
Tahan pengikisan selama transportasi sampai
pengendapan
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Stabilitas mineral dalam batuan sedimen :
1. Mineral tak stabil
Merupakan mineral yang berada pada transportasi, tetapi jarang
sampai pada pengendapan.
a. Mineral yang umumnya allogenic (jarang sekali/tidak pernah authigenic)
OlivinPiroksenPlagioklas basaHornblendePlagioklas asamEpidotAndalusitStaurolitKianitSilimanitMagnetitIlmenitGarnetSpinel
b. Mineral yang umumnya authigenic
GypsumKarbonatGlaukonitPlagioklas asamK. Feldspar
VI-20
Makin stabil
Makin stabil
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
2. Mineral stabil
Mineral yang tetap ada mulai dari transportasi sampai dengan
pengendapan.
Lempung (clay mineral)KuarsaChertMuskovitTourmalinZirkonRutileBrookitAnatase
IV.2. PROSES PEMBENTUKAN BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Dalam pembentukan batuan sedimen klastik ada 2 fase proses yaitu :
1. Fase pembentukan endapan
2. Fase pembentukan batuan sedimen klastik
1. Fase pembentukan endapan
Fase ini meliputi :
Proses pelapukan
Proses erosi
Proses transportasi
Proses pengendapan
2. Fase pembentukan batuan sedimen klastik
Fase ini sedimen yang telah terendapkan akan mengalami
beberapa proses yaitu:
Sementasi , endapan tersemenkan oleh larutan kimia
(karbonat, silika, oksida besi)
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Pemadatan ( compaction ) , memadatnya massa endapan
karena pengisian semen
Pemampatan ( desication ) , keluarnya air dari rongga-rongga
batuan
Pembatuan ( litification ) , membatunya endapan yang telah
kompak
Berdasarkan proses yang terjadi dalam pembentukan batuan sedimen
maka dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Batuan sedimen hasil proses mekanis, dengan media air, angin
dan es. Dicirikan oleh banyaknya mineral allogenik, mineralnya
detritus, bertekstur klastik, dibedakan :
berbutir kasar, misalnya: breksi, konglomerat
berbutir sedang, misalnya batupasir
berbutir halus, misalnya batulempung, batulanau
2. Batuan sedimen hasil proses kimia, banyak mengandung
mineral autogenik, komposisi material non detritus, teksturnya
non klastik, dibedakan :
sedimen evaporasi, misalnya gipsum, anhidrit, garam
sedimen karbonat, misalnya batugamping, dolomit
3. Batuan sedimen yang dihasilkan akibat aktifitas jasad kehidupan
(proses organis), misal batubara, diatome, batugamping
terumbu.
Cara pengendapan :
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Secara mekanis, ini menghasilkan sedimen detritus (sedimen
klastik)
Secara kimia, dengan reaksi anorganik (langsung) ataupun
dengan reaksi organik (dibantu oleh organisme)
Lingkungan pengendapan adalah direfleksikan oleh mineral –
mineral dalam batuan.
Untuk menghasilkan batuan sedimen, tergantung pada:
1. Litologi batuan asal
2. Stabilitas dari mineral –mineral yang ada
3. Kecepatan erosi : merupakan banyaknya materal sedimen
yang dapat diangkut / ditransport, sehingga turut
menentukan banyaknya material yang dapat/akan
diendapkan.
Transport akan menghasilkan :
Sorting/pemilahan
Roundness/kebundaran, yaitu ukuran butiran menjadi
kecil/lebih kecil
Proses diagenesa :
Dapat mengubah tekstur batuan sedimen
Dapat mengakibatkan rekristalisasi
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
IV.3. KOMPONEN DASAR KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Komponen komposisi pada batuan sedimen terbagi atas:
1. Komposisi kimia
2. Komposisi mineral
Faktor yang mempengaruhi susunan komposisi batuan sedimen :
a. Besar butir
Serpih/lempung (Al2O3, K3O, FeO)
Pasir halus > SiO2
b. Tingkat maturity/kedewasaan
Keadaan batuan sedimen dibandingkan dengan batuan induknya
Tingkatan :
Super mature
Mature
Sub mature
Immature
Tingkatan tersebut dilihat berdasarkan :
Tekstur
Mineral
komposisi
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Makin tinggi tingkat maturitynya maka makin banyak mineral
stabil yang dikandungnya.
Mineral-mineral yang umum adalah sebagai berikut:
1. Mineral Utama
Mineral yang terbentuk sebagai penyusun batuan sedimen
Kuarsa
Feldspar
Mika
Lempung
Karbonat
2. Mineral ikutan/tambahan
Jumlahnya sedikit
Zirkon
Garnet
Magnetit
Tourmalin
Piroksen
Manfaat dari komposisi mineral:
Menunjukkan komposisi batuan induk
Memberi nama batuan
Mengetahui proses pembentukannya
Mengetahui lingkungan sedimentasinya (environment)
Kepentingan ekonomi
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
IV.4. TEKSTUR DAN STRUKTUR BATUAN SEDIMEN KLASTIK
a. Tekstur batuan klastik
Batuan sedimen yang terbentuknya berasal dari hancuran batuan lain,
kemudian tertranportasi dan terdeposisi, selanjutnya mengalami
diagenesa, sehingga terbentuk batuan tersebut, misalnya : batupasir.
Khusus batuan sedimen klastik untuk penelitian harus diperhatikan
mengenai ukurannya, bentuk (shape), kebundaran (roundness),
tekstur permukaan, orientasi dan komposisi mineralnya.
Shape adalah bentuk daripada butiran tersebut, dapat dibedakan
menjadi 4 macam, yaitu:
Golongan I ................................................................oblate/tabular
Golongan II................................................................equent/equiaxial
Golongan III...............................................................bladed/triaxial
Golongan IV...............................................................prolate/rod shape
Sphericity, pengukurannya dengan cara membandingkan luas
permukaan bola yang berisi obyek yang volumenya sama dengan
volume bola tersebut.
Roundness yaitu derajat kebulatan dari butiran tersebut atau bisa juga
disebut dengan keruncingan dari bola tersebut.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Bentuk dari pada sedimen sangat dipengaruhi oleh bentuk semula,
struktur, daya tahan, media transportasi, jarak transportasi dan lama
tertransport.
Orientasi butir adalah susunan dari pada butiran tersebut, yang
mencerminkan proses pengendapannya.
Tekstur permukaan yaitu morfologi dari butiran akibat pengaruh
media transportasi dan proses setelah transportasi.
Maturity yaitu derajat kedewasaan diketahui dengan membandingkan
komposisi mineral pada suatu tempat dengan mineral yang terdapat
pada batuan asalnya.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
b. Struktur batuan sedimen Struktur batuan sedimen klastik terbagi atas :
1. Struktur Syngenetik (terjadi bersamaan dengan terjadinya
sedimentasi)
a. Proses fisik
Eksternal struktur yaitu kelihatan dari luar
Misal ukuran dan bentuk dari tubuh sedimen.
Contoh : bentuk lembaran (sheet), lensa, lidah, delta dan
shoestring.
Ada juga yang hubungannya berupa konkresi, interfingering
dan intertongue.
Internal struktur yang tercermin pada batuan sedimen itu
tersendiri
Perlapisan dan laminasi (bedding dan lamination)
o Normal current bedding yaitu perlapisan karena arus
normal, misal: perlapisan sejajar. Berdasarkan
ukurannya dibedakan menjadi :
- laminasi, bila tebal lapisan < 1 cm
- stratum, bila tebal lapisan lebih dari 1 cm
- bed, kumpulan dari beberapa laminer dan straith
o cross bedding (perlapisan silang siur) yang terjadi akibat
adanya perubahan arah arus.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
o Graded bedding (perlapisan tersusun), yang terjadi
karena adanya pemilahan ukuran butir halus ke kesar
atau sebaliknya
Freature of bedding planes yaitu bentuk dari permukaan
lapisan selama proses sedimentasi.
- Ripplemark yaitu bentuk permukaan bergelombang
karena adanya proses arus satu arah
- Mud crack yaitu bentuk retak-retak pada lapisan lumpur,
biasanya berbentuk segi lima.
- Rain drops prints yaitu bekas titik-titik air hujan pada
permukaan batuan
- Swash and riil marks yaitu jejak binatang pada
permukaan lapisan
- Flute cast yaitu bentuk gerusan pada permukaan
lapisan yang bentuknya seperti seruling
- Load cast yaitu lekukan pada batas perlapisan yang
diakibatkan oleh gaya tekan dari muatan yang ada
diatasnya.
Deformational structure
Yaitu terjadinya perubahan struktur batuan pada saat
sedimen terendapkan karena adanya tekanan.
o Post deposisional slump feature
Yaitu struktur luncuran yang terjadi akibat adanya
desakan yang tinggi
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
o Intraformationalkonglomerat
Yaitu struktur hancuran yang menyerupai konglomerat
karena adanya pergerakan pada sedimen sebelum
mengalami litifikasi
b. Struktur sedimen yang terbentuk akibat proses biologi
External structure
Biostromes
Bioherm
Keterangan menurut Cuming (1932) Bioherm adalah
merupakan panggul bukit, lensa atau yang serupa yang
mempunyai penyebaran terbatas, terdiri atas kerangka
organisme yang belum tertransportasi dan dikelilingi oleh
litologi yang berbeda.
Biostromes menurut Cuming (1932) berupa struktur
batugamping yang berlapis sebagaimana shellbed , cronoid,
coral bed, yang berupa akumulasi sisa organisme yang
belum tertransport dan tidak menunjukkan pembengkaan
seperti tanggul bukit atau lensa.
Biostromes menurut Lingk (1950) merupakan batugamping
yang berlapis dan terdiri dari organisme yang merambat dan
membentuk lapisan keras.
Internal structure
Misal fosil dalam batuan
2. Struktur epigenetik terjadi setelah batuan tersebut terbentuk)
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
a. Karena proses fisik (mekanis)
External structure
Batas antara tiap lapisan
o Batas tegas atau gradual
o Batas selaras atau tak selaras
Lipatan dan sesar
Internal structure
Clastic dike yaitu terjadi karena adanya tekanan
hidrostatika yang kuat sehingga material seperti
diinjeksikan
b. Karena proses kimia atau organisme
Corroion zone
Concretions
Stilolites
Cone in cone
Cristal mold and cast
Seins and dike
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
IV.5. KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN KLASTIK
Sand cobbles Mud (clay and fine silt)
Sandy mudstone
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Gambar IV. 2. Classification of Sandstones
Figure modified after Dolt, journal of Sedimentary Petrology, vol. 34 (1964): p. 629. Three mineral components of sand—quartz [Q), feldspar (F), and lithic grains (L)—and represented by the three apices of the triangles; points within the triangles represent relative proportions of these three components. Percentage of argillaceous matrix is represented by a vector extending toward [he rear of the diagram. The term arenite is restricted to sandstones that are essentially free of matrix material; all others are argillaceous (muddy) sandstone, or wacke.
IV.6. PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KLASTIK
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B
Gambar IV. 3. Recent Sands as Seen in Thin Section
A. Firm beach sand, Point Reyes, California. Impregnated with plastic before collection in order to preserve texture. Diam. 3 mm. Uncompacted sub-rounded grains very well sorted; porosity very high—about 30%. This is a lithic sand with high feldspar content; it contains abundant chert grains (heavily stippled), quartz (lightly stippled), feldspar (shown with cleavage lines), and various rock fragments.
B. Sand from channel of jacalitos Creek, Coalinga, California. Impregnated with plastic before collection in order to preserve texture. Diam. 3 mm. Uncompacted subangular grains fairly well sorted; porosity very high; finer-grained layer at bottom. This is a lithic sand derived from a mixed sedimentary terrane including volcanic sandstones; it contains about 40% chips of andesite, argillite, shale, chert, and serpentine, 35% quartz, and 25% feldspar.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B
Gambar IV. 4. Uncemented Sandstones as Seen in Thin Section
A. St. Peter Sandstone (Ordovician), Beloit, Wisconsin. Diam. 2.5 mm. Very well-sorted sandstone consisting of subrounded quartz grains, a quartz arenite. The texture is very porous, but grains have been compacted until they are in close contact. Compare texture in Figure 11—4A.
B. Temblor arkosic sandstone (Miocene), 2500 m below surface, Kettleman Hills, California. Diam. 2.5 mm. Moderately sorted sandstone consisting of abundant subangular grains of quartz and feldspar (with cleavage), together with fewer biotite flakes (lined) and rock particles (heavily stippled). Texture very porous, but deep burial has caused rearrangement and compaction of grains. Compare the texture in Figure 11—4B. Note deformed biotite pinched between compacted grains.
A B C
Gambar IV. 5. Cements in Sandstones
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A. Lithic arenite (Miocene, Temblor Formation), 2500 m below surface, Kettle-man Hills, California. Diam. 1 mm. Lithic grains, quartz, and plagioclase enclosed in and cemented by a single barite crystal. Note uniformly oriented right-angle cleavages in barite.
B. Volcanic arenite (Miocene, Temblor formation), 1000 m below surface, Jacal-itos Field, California. Diam. 1 mm. Cement is chlorite. A micronbrous fringe rims each grain, but in the centers of pores the chlorite appears microgranular.
C. Arkose (Miocene, Topanga Formation), Santa Monica Mountains, California. Diam. 1 mm. Calcile replacing plagioclase, irregular patches of uniformly oriented feldspar being enclosed within a single calcite crystal. An adjacent quartz-feldspar grain (upper left) is not replaced.
A B C
Gambar IV. 6. Cements in Sandstones
A. Pennsylvanian sandstone, Zuni Mountains, New Mexico. Diam. 1.5 mm. Quartz and turbid rock particles coated with ferric oxide (black), locally covered in turn by clear euhedral overgrowths of quartz, and the whole cemented by calcite (stippled). Note trains of globular opaque inclusions in quartz grains.
B. Cretaceous arkosic arenite, Gualala, California. Diam. 0.5 mm. Local clear euhedral overgrowths of authigenic quartz on detrital quartz (center, lower right, and left). Quartz overgrowths covered and remaining pores filled by the zeolite laumontite (cleavage lines but no stippling).
C. Lithic sandstone (Miocene, Temblor Formation), Reef Ridge, California. Diam. 0.75 mm. An incomplete cement of uniformly oriented calcite (stippled, with cleavage lines); voids fringed with microfibrous chlorite covering both calcite and detrital grains alike; chloritic fringe covered with opal (blank).
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar IV. 7. Graywacke
A. Ordovician lithic graywacke (Fortune Formation), Lawrence Harbor, New-foundland. Diam. 1.5 mm. An unsorted aggregate of angular grains of sand and coarse silt set in an abundant argillaceous matrix. Grains are quartz (clear or lightly stippled), feldspar (chiefly plagioclase, shown with cleavage), a few shreds of mica, and particles of phyllite, argillite, chert, and andesite or basalt. Long dimensions of most grains lie roughly parallel to bedding plane which is nearly normal to the section.
B. Franciscan graywacke, Mendocino County, California. Diam. 1.5 mm. Generally similar to A, but shows less orientation of grains, slightly less matrix, and more grains of feldspar and basalt. This specimen is typical of many Franciscan sandstones thai fall near the boundary between lithic and feld-spathic types.
C. Precambrian feldspathic graywacke, Hurley, Wisconsin. Diam. 1.3 mm. Texturally like B, except that the margins of the grains are corroded. Quartz grains are very abundant, feldspar is common, and rock chips are sparse. This is a well-known chemically analyzed graywacke (U.S. Geological Survey Bulletin, vol. 150 (1898): pp. 84-87).
A B C
Gambar IV. 8. Arkosic SandstonesVI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A. Arkose (Tertiary), Lake Manapouri, New Zealand. Diarn. 2.5 mm. Unsorted angular grains of orthoclase and oligoclase (with cleavage) and of quartz (clear), accompanied by large and small unoriented flakes of biotite and a grain of sphene (upper left), all bound together by a mortar of silty clay slightly stained with limonite. Essentially residual, resting on granitic rock from which it was derived.
B. Arkose (Pennsylvanian, Fountain Formation), Boulder, Colorado. Diam. 2.5 mm. Poorly sorted angular grains of quartz, turbid oligoclase, and microdine (both feldspars stippled and showing cleavage), and accessory flakes of muscovite, all bound together by a matrix of silty clay stained red by ferric oxides. The deposit has been transported but suggests a near-by granitic source.
C. Torridonian arkose (Precambrian), Loch Assynt, Scotland. Diam. 2.5 mm. Poorly sorted subangular grains of quartz (clear and very slightly stippled) and of microcline, orthoclase, and oligoclase, firmly bonded in a matrix of micaceous clay. Feldspars are in part fresh (shown with cleavage) and in part very turbid (stippled). A few rock fragments (schist) are not shown.
A B C
Gambar IV. 9.Arkosic Sandstones
A. Miocene arkosic arenite, or arkose, 3000 m below surface, near Simmler, California. Diam. 2 mm. Very tightly packed angular and subangular grains: not well sorted, but free from clay. Consolidated by compaction without cement. Plagioclase, orthoclase, and microcline (all lightly stippled) and quartz (blank) are about equally abundant; grains ofcalcite (heavily, stippled) and biotite are accessory. Note pinched and contorted mica.
B. Micaceous arkosic arenite, or arkose (Triassic), Portland, Connecticut. Diam. 2 mm. Fairly well-sorted angular to subangular grains of feldspar (lightly stippled) and quartz (blank); abundant parallel oriented flakes of muscovite and chloritized biotite, larger than other grains, lie parallel to the bedding. The rock is lightly cemented by scattered grains of calcite (heavily stippled and showing cleavage) and secondary quartz overgrowths (separated from detrital quartz by dotted lines). Porosity high. A few schist particles, not shown in this field.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
C. Red arkosic wacke, or arkose (Triassic), Mt. Tom, Massachusetts. Diam. 3 mm. Unsorted angular-to-subangular grains of quartz and turbid feldspar, in a very abundant matrix of ferruginous clay.
A B C
Gambar IV. 10. Lithic Arenite and Lithic Graywacke
A. Calcareous lithic arenite (Miocene Modelo Formation), Santa Monica Mountains, California. Diam. 2.5 mm. Fairly well-sorted sandstone consisting of subangular and subrounded slate and schist fragments and smaller angular grains of quartz and feldspar (trace only) cemented with fine-grained calcite.
B. Bragdon lithic graywacke (Mississippian), Trinity County, California. Diam. 2.5 mm. An unsorted aggregate of angular grains set in a dark argillaceous matrix. Less matrix than in graywackes of Figure 13-5. Grains are largely chert and devitrified rhyolites (stippled), andesile, and slate; there are fewer angular quartz grains (clear) and a trace of plagioclase (with cleavage). No preferred orientation of grains is visible.
C. Volcanic graywacke (Triassic), southern New Zealand. Diam. 2.5 mm. An unsorted aggregate of angular and subangular grains in a matrix containing much microcrystalline chlorite. Grains are chiefly fragments of andesilic or basaltic rocks; plagioclase grains (with cleavage) are common; and quartz (clear) is subordinate.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar IV. 11. Miscellaneous Lithic Sandstones
A. Andesite arenite (Upper Miocene, Neroly Formation), Mount Diablo, California. Diam. 2.5 mm. Well-sorted, loosely packed, subangular grains of andesite rock, andesine (clear, with cleavage), hypersthene (center and top), and hornblende (lower left and right). Each grain enclosed in a thin fibrous rim of smectite. Hypersthene and hornblende are euhedral, but hypersthene has been etched by intrastratal solutions after development of smectite rims. This is an epiclastic arenite, not a tuff or a tuffaceous arenite.
B. Calcareous tuffaceous sandstone (Oligocene, Tunnel Point Formation), Coos Bay, Oregon. Diam. 3 mm. A mixture of pyroclastic and epiclastic material deposited in a marine environment, where it was mixed with glauconite and cemented with very fine-grained calcite (stippled). Curved glass shards and detrital quartz and feldspar are clear; turbid fragments of meta-andesite and phyllite, and spheroidal pellets of glauconite, are darkly stippled.
C. Calcareous serpentine arenite (Eocene), southeastern Monterey County, Cal-ifornia. Diam. 3 mm. Angular and subangular grains of serpentine (line pattern), together with microcrystalline carbonate pellets (stippled), firmly cemented with finely granular calcite. Note two unbroken foraminifers.
A B C
Gambar IV. 12. Lithic ArenitesVI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A. Triassic sandstone, Boonton, New Jersey. Diam. 2 mm. Not well soned, but contains little or no clay. Composed of angular and subangular grains derived from sedimentary and low-grade metamorphic rocks. Rock fragments of shale, slate, argillite, and limestone (lower left and right); also ragged grains of quartz and very few of feldspar.
B. Chico Sandstone (Cretaceous), near Chico, California. Diam. 1 mm. Finegrained, well-sorted arenite consisting of subangular grains; poorly consolidated and very porous. Rock fragments are slate and Hne schist, with a littlt-chert; quartz (clear or slightly stippled) is abundant, and feldspar (with cleavage), both fresh and cloudy, is common; hornblende and epidote (darkly stippled, with cleavage, in upper left and at bottom) are present in every thin section; a bent flake ofbiotite in upper left.
C. Triassic sandstone (Keuper), Stuttgart, Germany. Diam. 1 mm. Tightly packed subangular grains; porosity relatively low. Abundant schist and micro-granular rock particles (lined and stippled); abundant quart/, and feldspar (lightly stippled with cleavage), both orthoclase and plagioclase; some mica flakes. Grains of mica schist are commonly oriented parallel to bedding and give the rock a very micaceous aspect in hand specimen.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
BAB V
BATUAN SEDIMEN KARBONAT
V.1. PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN KARBONAT
Batuan karbonat didefinisikan sebagai batuan dengan kandungan
material karbonat lebih dari 50 % yang tersusun atas partikel
karbonat klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil
presipitasi langsung (Reijers & Hsü, 1986). Bates & Jackson (1987)
mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang komponen
utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih
dari 50 %. Sedangkan batugamping, menurut definisi Reijers & Hsü
(1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95
%. Sehingga tidak semua batuan karbonat merupakan batugamping.
V.2. KARAKTERISTIK KOMPONEN BATUAN KARBONAT– MIKROFASIES
Menurut Tucker (1991) komponen penyusun batugamping dibedakan
atas non skeletal grain, skeletal grain, matrix, dan cement.
1). Non Skeletal Grain, terdiri dari :
a. Ooid dan Pisolid
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips
yang mempunyai satu atau lebih struktur lamina yang konsentris
dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat
atau butiran kuarsa. Ooid memliki ukuran butir < 2 mm dan
apabila memiliki ukuran > 2 mm disebut pisoid.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
b. Peloid
Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid
atau meruncing yang tersusun oleh micrite dan tanpa struktur
internal. Ukuran dari peloid antara 0,1 – 0,5 mm.
c. Pellet
Pellet merupakan partikel berukuran < 1mm berbentuk spheris
atau elips dengan komposisi CaCO3. Secara genetis pellet
merupakan kotoran dari organisme.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
d. Agregat dan Intraklas
Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran
karbonat yang tersemen bersama-sama oleh semen
mikrokristalin atau tergabung akibat material organik.
Sedangkan intraklas ialah fragmen dari sedimen yang sudah
terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat
pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut/tidal flat.
2). Skeletal Grain.........................................................................
Merupakan butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang
terdiri dari seluruh mikrofosil, butiran fosil ataupun pecahan dari
fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan allochem yang paling
umum dijumpai dalam batugamping.
3). Lumpur Karbonat dan Micrite.
Micrite adalah matriks yang biasanya berwarna gelap. Pada
batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Micrite
memilliki ukuran butir kurang dari 4 um. Micrite dapat mengalamai
alterasi dan dapat tergantikan oleh mosaik mikrospar yang kasar.
4). Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar
butiran dan mengisi rongga pori yang terendapkan setelah fragmen
dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, sulfat atau oksida
besi.
V.3. KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT
Dalam praktikum ini digunakan 4 macam klasifikasi yaitu klasifikasi
untuk batugamping yaitu klasifikasi Dunham (1962) yang kemudian
dikembangkan menjadi klasifikasi Embry & Klovan (1971), klasifikasi VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Folk (1959) dan klasifikasi untuk batuan campuran silisiklastik-
karbonat yaitu Klasifikasi Mount (1985).
a. Klasifikasi Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971).........
Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan pada tekstur deposisi dari
batugamping. Karena menurut Dunham, dalam sayatan tipis,
tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar
dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan
Folk (1959).
Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi
adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported
diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham
beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan
yang berarus tenang. Sebaliknya Dunham berpendapat bahwa
batuan dengan fabrik grain supported terbentuk pada energi
gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat
mengendap.
Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10 %) di dalam
matrikss lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone
tersebut mengandung butiran tidak saling bersinggungan disebut
wackestone. Lain halnya bila antar butirannya saling
bersinggungan disebut packstone atau grainstone; packstone
mempunyai tekstur grain-supported dan biasanya memiliki matriks
mud. Dunham memakai istilah boundstone untuk batugamping
dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen-
komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi
(misalnya : pengendapan lingkungan terumbu). Dalam hal ini
boundstone ekuivalen dengan istilah biolithite dari Folk.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Klasifikasi Dunham (1962) memiliki kemudahan dan kesulitan.
Kemudahannya adalah tidak perlunya menentukan jenis butiran
dengan detail karena tidak menentukan dasar nama batuan.
Kesulitan adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang menjadi
dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam
sayatan hanya memberi kenampakan dua dimensi, oleh karena itu
harus dibayangkan bagaimana bentuk tiga dimensi batuannya
agar tidak salah dalam penafsirannya.
Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham
(1962) dengan membagi batugamping menjadi dua kelompok
besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone
berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya
tidak terikat secara organis selama proses deposisi.
Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry
dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1962) hanya saja
tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar
penglasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat
(packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat
(boundstone) ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971)
membagi lagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu
framestone, bindstone,dan bafflestone, berdasarkan atas
komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap
sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan yang
mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm > 10 %.
Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-
supported dan floatstone untuk matrix supported. Klasifikasi
Embry & Klovan (1971) dapat dilihat pada Gambar V.1.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel V. 1. Klasifikasi Embry & Klovan (Reijers & Hsü, 1986)
Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah dapat
dipakai untuk menentukan tingkat diagenesis karena apabila sparit
dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat
diagenesis.
Tabel V. 2. Klasifikasi Dunham (1962)
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
b. Klasifikasi Folk (1959)
Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat
klasifikasi ini adalah bahwa proses pengendapan pada batuan
karbonat sebanding dengan batupasir, begitu juga dengan
komponen-komponen penyusun batuannya, yaitu :
a. Allochem
Analog dengan pasir atau gravel pada batupasir. Ada empat
macam allochem yang umum dijumpai yaitu intraklas, oolit, fosil
dan pellet
b. Microcrystalline calcite ooze
Analog dengan matrik pada batupasir. Disebut juga micrite
(mikrit) yang tersusun oleh butiran berukuran 1- 4 μm.
c. Sparry calcite (sparit)
Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit
karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan pengisi
rongga antar pori.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel V. 3. Klasifikasi Folk (1959)
c. Klasifikasi Mount (1985)
Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif.
Menurutnya sedimen campuran memiliki empat komponen :
(1) Silisiclastic sand (kuarsa, feldspar yang berukuran pasir),
(2) Mud campuran silt dan clay),
(3) Allochem butiran karbonat seperti pelloid, ooid, bioklas, dan
intraklas yang berukuran >20 µm), dan lumpur karbonat
atau mikrit (berukuran <20 µm).
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Komponen-komponen tersebut suatu tetrahedral yang memiliki
pembagian delapan kelas umum dari sedimen campuran. Nama-
nama tiap kelas menggambarkan baik tipe butir dominan maupun
komponen antitetik yang melimpah sebagai contoh : batuan yang
mengandung material silisiklastik >50 % berukuran pasir dengan
sedikit allochem maka disebut allochemical sandstone. Diagram
klasifikasi Mount (1985) dapat dilihat pada Gambar V. 3.
SILISICLASTIC >CARBONATE ?
SAND >MUD ?
ALLOCHEMS >MICRITE ?
NAME
yesyes allochemical sandstone
no micrite sandstoneyes
noyes allochemical mudrock
no micrite mudrock
yesyes sandy allochem limestone
no sandy micriteno
noyes muddy allochem limestone
no muddy micrite
Tabel V. 4. Klasifikasi Mount untuk penamaan batuan campuran silisiklastik-karbonat (Mount,1985)
V.4. TIPE-TIPE POROSITAS/PERMEABILITAS
Ada beberapa ahli geologi yang mencoba memberikan klasifikasi
mengenai tipe-tipe porositas tersebut. Salah satu di antaranya adalah
Choquette & Pray (1970) dalam Reeckmann & Sanders (1981).
Klasifikasi ini mencoba menghubungkan ukuran pori, bentuk dengan
kemas dari batuan tersebut. Adapun klasifikasi dari Choquette & Pray
(1970) adalah sebagai berikut :
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
1. Porositas pada batuan karbonat, sepenuhnya dikontrol oleh
kemas batuan yang disebut sebagai fabric selective dan dibagi
menjadi:
a. Interparticle :
Bisa termasuk dalam porositas primer yaitu merupakan pori –
pori yang terdapat di antara partikel atau intergranular, dan
biasanya tidak mengalami sementasi. Porositas ini bervariasi
tergantung pada sortasi, kemas, dan ukuran butiran.
b. Intraparticle :
Pori–pori yang terdapat di dalam butiran, bisa terbentuk sebagai
porositas primer atau bisa terbentuk pada awal diagenesis, oleh
proses yang dikenal sebagai maceration, dimana material
organik yang ada, dibusukkan di antara skeletal. Jenis porositas
ini juga bisa disebabkan oleh proses perpindahan dari interior
butiran yang tidak terlalu mengalami kalsitifikasi. Melalui
proses ini tertinggal bagian cortex-nya saja.
c. Intercrystalline :
Merupakan pori–pori yang terdapat diantara kristal–kristal yang
relatif sama ukurannya, yang tumbuh karena adanya proses
rekristalisasi atau dolomitisasi. .
d. Mouldic :
Suatu rongga yang terbentuk karena proses pelarutan fragmen
dalam batuan. Porositas ini termasuk porositas sekunder dan
termasuk dalam fabric selective. Untuk membentuk tipe
porositas ini, dibutuhkan perbedaan tingkat kelarutan antara
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
butiran dan struktur yang ada. Terbentuk dalam batuan
monomineralik berhubungan dengan perbedaan kristalinitas,
ukuran kristal, inklusi organik, porositas primer dan lain-lain.
e. Fenestral :
Merupakan variasi dari interparticle porosity yang terbentuk
pada lingkungan yang khusus, seperti supratidal levee.
Terbentuk sebagai akibat hilangnya beberapa butir pembentuk
batuan sehingga terbentuk rongga–rongga yang besar.
f. Shelter :
Merupakan variasi dari interparticle porosity, dimana adanya
butiran yang berbentuk lempeng, menjadi semacam payung
bagi area di bawahnya, untuk melindungi dari pengisian
sedimen yang mengendap.
g. Growth framework :
Pertumbuhan kerangka seperti kerangka koral, yang
mengakibatkan rongga yang diisi oleh koral, menjadi terbuka.
2. Porositas batuan karbonat tersebut tidak dipengaruhi atau
dikontrol oleh kemas (fabric) batuan, disebut sebagai not fabric
selective, yaitu porositas:
a.Fracture :
Rongga yang berbentuk rekahan, yang terbentuk akibat adanya
tekanan luar, dan biasanya terjadi setelah pengendapan, serta
berasosiasi dengan proses perlipatan, pensesaran ataupun salt
doming. Terjadi pada batuan karbonat yang relatif brittle,
biasanya homogen, seperti kapur dan dolomit.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
b.Channel :
Saluran antar rongga yang terbentuk akibat pelarutan.
c. Vug :
Lubang yang terbentuk sebagai akibat proses pelarutan, seperti
gerowong.
d.Cavern :
Pelarutan lubang yang bisa membesar, sehingga dapat
dimasuki manusia.
.
Tabel V. 5.
3. Porositas batuan karbonat yang dapat bersifat sebagai kedua–
duanya, disebut sebagai fabric selective or not. Tipe porositas
ini antara lain :
Breccia :
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Terbentuk karena adanya proses retakan yang menyebabkan
batuan hancur menjadi bongkah-bongkah kecil dan terbentuklah
pori-pori yang berada di antaranya.
Boring :
Pori-pori yang terbentuk karena adanya aktivitas pemboran oleh
organisme.
Burrow :
Porositas yang terbentuk karena penggalian organisme.
Shrinkage :
Penciutan, dimana sedimen yang telah diendapkan, menjadi
kering dan menciut, sehingga terjadi rekahan-rekahan yang
dapat menimbulkan pori.
V.5. DIAGENESA BATUAN KARBONAT
a. Lingkungan Diagenesis
Diagenesis di bawah air laut : laut dangkal, bagian laut dalam
Meteoric diagenesisfreshwater diagenesis : diatas muka air
tanah, di bawah muka air tanah
b. Lingkup dan proses diagenesis
Lingkup diagenesis : pengisian pori, lithifikasi, neomorphisme
dan pelarutan
Proses diagenesis
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
1. Pengisian pori dengan mikrit/lumpur karbonat
2. Mikritisasi oleh ganggang
3. Pelarutan
4. Sementasi
5. Polimorfisme
6. Rekristaliasi
7. Pengubahan/penggantian
8. Dolomitisasi
9. Slisifikasi
Sementasi : proses perekatan antar butir batuan akibat adanya
proses pelarutan dan pembatuan
V.6. TEKSTUR BATUAN SEDIMEN KARBONAT
Pada umumnya batuan terdiri dari mineral – mineral authigenic.
Batuan memperlihatkan gejala diagenesa pada tekanan (P) dan
temperatur (T) tertentu, maka porositas batuan menjadi sangat
rendah atau hilang.
Batuan karbonat dicirikan oleh porositas yang rendah dan ditandai
oleh tekstur mozaic. Contoh : batugamping
Terdiri dari kristal – kristal kalsit dan tidak memperlihatkan porositas /
porositas rendah. Butiran – butiran kalsit dapat berupa polygon –
polygon atau bergerigi. Butiran kalsit yang bergerigi menunjukkan
adanya rekristalisasi yang terjadi pada saat diagenesa. Sebelum
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
rekristalisasi, ada pori sehingga menjadi ada porositas. Pada non
klastik kadang - kadang ada butiran – butiran yang amorf :
o Kalsedon
o Opal
Ciri yang penting pada batuan karbonat, butiran – butiran yang mula –
mula halus, pada diagenesa akan menjadi bertambah besar.
Ada 3 unsur tekstur :
Butiran (grain)
Butiran klastik (yang tertransport), disebut sebagai fragmen
Massa dasar (matrix)
Lebih halus dari butiran/fragmen, diendapkan bersama-sama
dengan fragmen
Semen (cement)
Berukuran halus, merekat butiran/fragmen dan matriks :
diendapkan kemudian (setelah fragmen dan massa dasar)
Sorting/pemilahan
Sorting baik
Besar butir merata (matriks hanya sedikit/tidak ada)
Sorting buruk
Besar butir tak merata dan matriks cukup banyak
Rounding/kebundaran
Merupakan sifat permukaan dari pada butiran
VI-20
Sebagai semen
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Disebabkan oleh pengaruh transport terhadap butiran yang
akibatnya menjadi butiran membundar
Terbagi atas :
- Angular (menyudut)
- Sub angular (menyudut tanggung)
- Sub rounded (membulat tanggung)
- Rounded (bulat)
- Well rounded (sangat bulat)
V.7. FAMILI BATUGAMPING
Ada tiga tipe famili batugamping, yaitu:
1. Sparry allochemical rocks/mud-free allochems
Batugamping tipe ini merupakan batugamping yang tersaring dan
identik dengan konglomerat dan batupasir yang well rounded dan
pada umumnya terbentuk pada kondisi pengendapan yang
dipengaruhi oleh arus yang mempunyai tenaga yang penuh. Daerah
pengendapanseperti itu misalnya daerah pantai, bar ataupun
daerah submarin yang dangkal.
Tapi biarpun demikian dapat juga sparry allochemical rocks
terbentuk pada lingkungan dengan arus yang lebih lemah.
2. Microcrystalline allochemical rocks
Batugamping tipe ini identik dengan batupasir lempungan ataupun
konglomerat dan terbentuk pada lingkungan pengendapan yang
dipengaruhi oleh arus yang tidak begitu kuat dan begitu cepat.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
3. Microcrystalline rocks
Batugamping tipe ini identik dengan batulempung dan terbentuk
pada lingkungan yang tidak dipengaruhi oleh arus yang kuat.
Dari semua partikel alkimia, intraklast adalah paling penting karena
terbentuk di air dangkal, dibawah garis gelombang, atau mencirikan
kemungkinan adanya pengangkatan tektonik.
Akan tetapi tidaklah dapat dipungkiri bahwa satuhal dapat terjadi
diantara banyak kemungkinan yang merupakan suatu kelainan.
Kelainan-kelainan tersebut misalnya, mikrit dapat terbentuk di
dalam zone energi yang tinggi jika lumpur karbonat tersebut
terperangkap oleh algae yang kotor (penuh lumpur) dan diangkut
dengan keras oleh gelombang.
Sedangkan sparit mungkin saja terjadi pada suatu lingkungan air
yang tenang apabila disitu terjadi suatu akumulasi fragmen-
fragmen fossil, dan zat kimia yang terdapat pada lingkungan
tersebut tidak bercampur dengan lumpur karbonat. Sparit tersebut
dapat terbentuk oleh pretipitasi kimiawi ataupun oleh peristiwa
abrasi dalam lingkungan yang tenang tersebut.
Mikrit atau diamikrit adalah analog dengan lempung/serpih yang
terbentuk di tengah-tengah dari sebagian besar laguna ataupun
terentuk di dalam air laut lepas pantai.
Batuan yang tersaring dari lumpur karbonat ataupun tersaring dari
alokimia merupakan transisi biomikrit ke biosparit dan identik
dengan immature sandstone.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Batuan tersebut dapat terbentuk apabila gelombang atau arus tidak
begitu kuat. Bila kegiatan arus tersebut berlangsung dengan
sporadis maka semua mikrit tidak akan dapat dikikis ataupun
diangkut.
Biosparite, intrasparite dan sebagainya adalah identik dengan super
mature sandstone.
Satu hal yang dipandang penting di dalam pembagian lingkungan
pengendapan batugamping adalah adanya matriks lumpur
gampingan dan semen sparry calsite yang diakibatkan oleh adanya
pembagian antara kegiatan gelombang dan arus. Arus turbulen
akan mempercepat proses pencucian lumpur gampingan dan
lumpur gampingan tersebut kemudian bercampur satu sama lain
hingga menjadi suatu suspensi lumpur karbonat. Suspensi lumpur
karbonat tersebut kemudian diangkut ke dalam zone energi rendah.
Proses tersebut merupakan garis pemisah antara tingkat mature
dan sub mature dalam batupasir dan antara mikrit dan sparit dalam
klasifikasi pertama Folk (1959).
Derajat sortasi/pemilahan
Derajat sortasi untuk pertama kalinya ditulis oleh Dunham, R.J. dan
seperti halnya dalam batupasir derajat sortasi dalam batugamping
merupakan fungsi dari mean grain size.
Sebagai contoh, bila semua material alokimia terdiri dari fossil,
sehingga hanya mempuyai satu sifat saja, maka sortasinya akan
bagus. Derajat sortasi tersebut tetap bagus walaupun pengaruh arus
kuat, karena ukuran dari binatang-binatang tersebut tidak dapat
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
dipisah-pisahkan satu sama lain dalam arti kata lain mempunyai
ukuran yang mendekati seragam.
Penyaringan, pemilahan dan pembundaran dalam karbonat
Penyaringan dari matriks lumpur karbonat terjadi pada tingkat energi
yang rendah karena lumpur karbonat mempunyai diameter yang
begitu sangat halusnya dan mempunyai sifat mudah diangkut atau
dipindahkan ke tempat lain. Batuan yang yang di dalam proses
pembentukkannya tidak mengalami penyaringan (winnowing) akan
tercirikan oleh melimpahnya kandungan lumpur karbonat (seperti
biomikrit), pada umumnya mempunyai indikasi diendapkan pada
lingkungan dengan energi yang rendah.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar V. 1. Allochemical Limestones
a. Foraminiferal biomicrite (Eocene), Italy. Diam. 3 mm. Abundant foraminifers in a matrix of microcrystalline calcite (stippled). Orbitoids predominate, but a variety of other forms is included.
b. Gastropod biomicrite (Miocene), Ulm, Germany. Diam. 3 mm. Fresh-water limestone containing abundant whole and broken Planorbis shells. Matrixes turbid microcrystalline calcite (dark stippling) containing patches of clear coarser calcite. Larger shells were partly filled with carbonate mud at the time of deposition. Voids remaining within shells, and also cavities under shell fragments, were later filled with coarser spar as a result of authigenic precip-itation. The filling within several shells is an example of geopetal structure; contact between microcrystalline calcite and sparry calcite within shells is the bedding surface and is shown right side up.
c. Trilobite sparite (Silurian), Asker, Norway. Diam. 3 mm. Very abundant car-apaces of the trilobite Olenus enclosed in sparry calcite cement in which crudely columnar crystals stand approximately normal to the shell surfaces.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar V. 2. Allochemical Limestones
A. Biomicrite, Twin Creek Limestone (Jurassic), near Jackson, Wyoming. Diarn. 2.7 mm. Poorly sorted, ragged organic fragments enclosed in a matrix of calcite mud (stippled). Most larger fragments are fibrous calcite and may be bits of brachiopod or of certain molluscan shells; two coarse calcite fragments are bits of echinoids. Ragged, disoriented character of the organic fragments suggests bioturbation.
B. Crinoidal limestone, Trenton Limestone (Ordovician). Trenton Falls, New York. Diam. 3 mm. Medium-grained limestone composed of tightly interlocking crinoid fragments. Pressure solution along grain boundaries has produced microstylolites between the grains. One phosphate shell fragment in lower part of diagram. '
C. Cephalopod biomicrite (Silurian), Chuohle, Bohemia. Diam. 4 mm. Casts of the nautiloid cephalopod Orthoceras (circular cross-sections) composed of medium-grained sparry calcite are embedded in a matrix of microcrystalline calcite and small shell fragments. Absence of any trace of shell in the large casts suggests that the original shells were removed by solution and the resulting molds later filled with calcite spar,
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar V. 3. Oolitic Limestones
A. Pleistocene ooids. Great Salt Lake, Utah. Diam. 3 mm. Ooids consist of sub-angular detrital quartz grains enclosed by aragonite having both concentric and radial fibrous structure. Incipient cement.
B. Oomicrite, Volksen, Deister Mountains, Germany. Diam. 3 mrp. Loosely packed ooids consist of nuclei encased by microcrystalline calcite (dark stippling); nuclei are shell fragments, some of which have been recrystallized to calcite mosaics. Ooids occur in a micrite matrix that has been partially recrystallized; note patches of neomorphic microspar and fine-grained spar. The allochems are called ooids, because nuclei are visible and also because vague relics of concentric structure are visible in some (not illustrated); they have probably been micritized.
C. Composite ooids (Pleistocene), Pyramid Lake, Nevada. Diam. 6 mm. Large ooids consisting of microcrystalline (stippled) and radial fibrous (clear) concentric layers. Nuclei are fragments of broken ooids, clusters of tiny ooids (right and center), and bits of granular carbonate (lower right). Incipient cementation as in A.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar V. 4. Oolitic Limestones
A. Oolitic biosparite (Jurassic), Bath, England. Diam. 2.5 mm. Radial fibrous calcite ooids (upper right), microgranular calcite pellets (heavily stippled, at bottom), and abraded shell fragments, all cemented with fine-grained calcite. Cement fabric consists of bladed calcite crystals rimming each carbonate fragment, with coarse calcite crystals (lightly stippled, near bottom) occupying the centers of original pores. Some shell fragments are original fibrous calcite; some are abraded single crystals, probably from echinoids (right and left); some are recrystallized granular calcite and were probably aragonite originally. Micrite envelopes on most allochems.
B. Recent ooids, coast of southern Florida. Diam. 2.5 mm. Dark microcrystalline ooids having distinct concentric structure. Nuclei are microcrystalline pellets; concentric carbonate is aragonite. Partly cemented with fine-grained calcite, which probably formed in the vadose environment. Remaining pores are blank.
C. Oosparite, St. Louis Limestone (Mississippian), Bowling Green, Kentucky. Diam. 2.5 mm. Ooids consisting of radial fibrous calcite, but with distinct concentric banding, tightly packed and firmly cemented by fine-grained clear calcite. Nuclei in ooids are mostly microcrystalline calcite pellets, but a few appear organic (right edge and lower right). Compare the looser packing in B.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar V. 5..Dolomitized Limestones
A. Dolomitized Devonian coral. Bear River Range, northern Utah. Diam. 8 mm. Limestone matrix and septa of coral replaced by very fine-grained dolomite; coarser dolomite has filled in between septa in coral; dolomite euhedra near the center are enclosed in a single large calcite crystal.
B. Dolomitized crinoidal limestone (Silurian), Niagara River, \New York. Diam. 6 mm. Coarse calcite crystals (stippled) are remnants of crinoid plates and stem segments enclosed and marginally replaced by a fine-grained mosaic of subhedral dolomite crystals.
C. Dolomitized Devonian coral {Cyathophyllum}, Eifel, Germany. Diam. 3 mm. Coral structure cut longitudinally. Septa consist of cross-oriented prismatic dolomite; dolomite mosaic between septa is composed of interlocking larger anhedral grains, generally elongated parallel to septa.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar V. 6. Dolomites
A. Lone Mountain Dolomite (Silurian), 3000 m below surface, near Eureka, Nevada. Diam. 2.5 mm. Mosaic of dolomite anhedra, not visibly different from some recrystallized calcite mosaics.
B. Glauconitic Bonneterre Dolomite (Cambrian), near St. Louis, Missouri. Diam. 2.5 mm. Inequigranular dolomite mosaic, with patches of microcrystalline glauconite between dolomite grains. Local ferric oxide (black), Compare pellet form of glauconite (stippled) in C. Relict ovoid in large dolomite grain at right may be organic. The rock contains some detrital quartz grains (not shown in this field) and is perhaps a dolomitized glauconitic calcarenite.
C. Sandy glauconitic dolomite (Cambrian, Sawatch Formation), Ute Pass, El 1'aso County, Colorado. Subrounded quartz grains and glauconite pellets Healing in a dolomite mosaic; probably a dolomitized calcarenite. Compare the non-porous mosaic of anhedral dolomite grains at the bottom with porous aggregate of dolomite rhombs in upper part of figure. Local ferric oxide stain (black).
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar V. 7. Cherts
A. Cherty portion of Madison Limestone (Mississippian), Bear River Range, northern Utah. Diam. 2.5 mm. Dolomite rhombohedra and detrital quartz sporadic grains (blank and irregular) set in a matrix of microcrystalline quartz. Chert bands like that in center parallel the bedding and alternate with others, like that at bottom, composed almost entirely of dolomite. Opaque lamina in dolomite is probably organic material. Secondary veinlet of chalcedony.
B. Foraminiferal chert (Upper Miocene, McLure Formation), Reef Ridge, California. Diam. 2 mm. In lower half, well-preserved calcite tests, infilled partly with coarse calcite (two cleavages) and partly with chalcedony (blank), are set in a matrix of opal (stippled). In upper half, matrix is clear chalcedony (blank), and calcite tests (without distinct outlines) have been largely replaced by chalcedony.
C. Chert in Helderberg Limestone (Devonian), Genesee County, New York. Diam. 2.5 mm. An irregular patch of uniformly oriented calcite (dark stippling plus cleavage) is enclosed and seemingly replaced by microcrystalline quartz (light stippling). Dolomite euhedra, some of which are zoned, are scattered through both chert and calcite.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar V. 8. Ironstones
A. Frodingham Ironstone (Lias), Scunthrope, Lincolnshire, England. Diam. 2 mm. Ovoid limonite ooids in a shelly limestone. Ooids are brown, concentrically banded, and translucent in thin section. The matrix is finely granular calcite, containing a variety of abraded shell fragments, some of which are granular and some fibrous. Cavities in three shell fragments (center and lower part) are filled with green chamosite (stippled).
B. Northampton Sand Ironstone (Lias), Corby, Northamptonshire, England. Diam. 2 mm. Sideritic limestone containing numerous chamosite ooids (stippled lightly) and also shell fragments and grains of detrital quartz (blank). One ooid has quartz nucleus. An abraded phosphate shell fragment (stippled) in lower center, two fibrous shell fragments marginally replaced by siderite.
C. Northampton Sand Ironstone (Lias), Irthlingborough, Northamptonshire, England. Diam. 2 mm. Chamosite ooids in a matrix of chamosite mud. Both matrix and ooids partly replaced by patches of granular siderite.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
BAB VI
BATUAN METAMORF
VI.1. PENGERTIAN BATUAN METAMORF
Metamorfosa adalah suatu proses pengubahan batuan akibat
perubahan P (tekanan), T (temperatur) atau kedua-duanya.
Proses metamorfosa merupakan proses isokimia yang tidak terjadi
penambahan unsur-unsur kimia. Temperatur yang dibutuhkan
berkisar antara 2000 C - 8000C. Proses metamorfosa berjalan tanpa
melalui fase cair.
Akibat metamorfosa adalah batuan keluar dari kondisi kesetimbangan
lama dan memasuki kondisi kesetimbangan yang baru.
Perubahan yang terjadi pada tekstur dan assosiasi mineral, sedangkan
yang tetap komposisi kimia, fase padat (tanpa melalui fase cair).
Berdasarkan perubahan P dan T, dikelompokan atas:
a. Progresive metamorfosa, merupakan perubahan dari P dan T
rendah ke P dan T tinggi.
b. Retrogresive metamorfosa, merupakan perubahan dari P dan T
tinggi ke P dan T rendah.
Kondisi fisik yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi
rekristalisasi dan tekstur.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A. Tekanan
Tekanan hidrostatik
Tekanan searah (stress)
Kelompok mineral yang dikenal, yaitu :
o Stress mineral yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap
tekanan.
Contoh: Staurolit, kianit
o Anti stress mineral yaitu mineral-mineral yang jarang
dijumpai pada batuan yang mengalami stress.
Contoh: olivin, andalusit.
B. Temperatur
Pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih efektif dari pada
perubahan tekanan dalam hal pengaruhnya bagi perubahan
mineralogi.
Katalisator berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada
metamorfosa bertemperatur rendah.
Hal-hal yang mempercepat reaksi :
a. Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran.
b. Deformasi batuan, yaitu batuan yang pecah-pecah menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga memudahkan kontak antara
larutan kimia dengan fragmen-fragmen.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
C. Komposisi
Type metamorfosa
a. Metamorfosa termal :
Disebut juga metamorfosa dinamo atau metamorfosa kontak
Terjadi akibat perubahan temperatur (kenaikan temperatur)
Biasa dijumpai disekitar intrusi/batuan plutonik
b. Metamorfosa regional
Terjadi akibat perubahan (kenaikan) P dan T bersama-sama
Meliputi daerah yang luas, misalnya pada geosinklin yang
mengalami sedimentasi kemudian terlipat
Tekanan yang berpengaruh adalah P hidrostatis & P stress
c. Metamorfosa kataklastik
Disebut juga metamorfosa kinematik atau metamorfosa
dislokasi
Adanya penghancuran batuan oleh sesar dsb, kemudian
diikuti dengan rekristalisasi .. (kenaikan P stress)
Struktur-struktur pada metamorfosa kataklastik :
struktur kataklastik :
Apabila penghancuran tidak begitu kuat (butiran masih
kasar)
struktur milonitik :
Apabila penghancuran cukup kuat (butiran sedang)
struktur filonitik :
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Apabila penghancuran kuat sekali (butiran halus sekali)
VI.2. TEKSTUR DAN STRUKTUR
1. Sifat pertumbuhan kristal
Rekristalisai terjadi dalam keadaan padat, maka setiap kristal
yang tumbuh harus mempunyai daya desak/daya tumbuh yang
tinggi
Tekstur sangat khas disebabkan oleh P dan T tinggi
Setiap tekstur yang terbentuk pada saat metamorfosa disebut
tekstur kristaloblastik
Dpl adalah tekstur dari kristal-kristal yang dihasilkan oleh
proses metamorfosa
Tekstur sisa (yang terbentuk sebelum metamorfosa) diberi
awalan blasto, contoh: Blastoporfiritik
2. Urutan kristalisasi (Crystaloblastic series)
Mineral yang tersusun menurut kemampuan mendesak dari
mineral terhadap mineral di sekitarnya
Jika kuat cenderung untuk tumbuh sempurna (euhedral)
Golongan 1rutile – titanit – magnetit
Golongan 2 turmalin – kyanit – sataurolit – garnet
Golongan epidot – zolsit – forsierit
Golongan 4 piroksin – ampibol – wollastonit
Golongan 5 mika – klorit – talk
Golongan 6 kalsit – dolomit
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Golongan 7kordierit – skapelit – feldspar
Golongan 8kuarsa
Kuarsa umumnya dijumpai dalam bentuk anhedral
3. Bentuk individul kristal
Idioblast mineral berbentuk euhedral
Hypidioblast/xenoblastikmineral berbentuk enhedral
4. Tekstur
Lepidoblastikterdiri dari mineral-mineral tabular
Nematoblastikterdiri dari mineral-mineral prismatik
Granoblastik terdiri dari mineral - mineral yang
equidimensional (granular) dengan batas-
batas yang satured (tak teratur). Mineral-
mineral mempunyai bentuk anhedral
Granuloblastik terdiri dari mineral - mineral yang
equidimensional (granular) dengan batas-
batas yang unsatured (lebih teratur).
Mineral-mineral mempunyai bentuk
anhedral
Homeoblastik apabila batuan terdiri dari satu tekstur
Contoh: Lebidoblastik saja ataupun Nematoblastik
saja
Heteroblastik apabila batuan terdiri atas lebih dari satu
tekstur
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Contoh: Lebidoblastik dan Granoblastik
Ada beberapa mineral yang ditemukan dengan ukuran yang lebih
besar dari pada yang lain, dikenal sebagai tekstur porfiroblastik.
Mineral-mineral tersebut ditemukan pada deret atas dari urutan
rekristalisasi (Crystalloblastic series).
Mineral-mineral tersebut adalah :
Garnet
Kyanit
Andalusit
Kordierit
Staurolit
Tekstur relict merupakan tekstur sisa yang dapat
menunjukkan batuan asal sebelum mengalami
proses metamorfose
Contohnya :
Blastoporfiritikbatuan asal bertekstur porfiritik
Blastofitikbatuan asal bertekstur ofitik
Tekstur lain yang biasa dijumpai
Granoblastik polygonal
Decussate
Sama dengan granoblastik polygonal, hanya bentuk
individu kristal lebih euhedral dan rapat sekali
Web tekstur
Khas untuk metamorfose thermal
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Mortar tekstur
Merupakan hasil crushing/pemecahan sehingga
hancur
Sacaroidal
Seperti gula pasir
5. Struktur batuan metamorf
Secara umum struktur batuan metamorf terdiri atas foliasi dan
non foliasi.
a. Foliasi (schistosity)
Merupakan struktur paralel yang ditimbulkan oleh mineral-
mineral pipih sebagai akibat proses metamorfosa.
Foliasi ini meskipun tak sempurna, dapat diperlihatkan oleh
mineral-mineral prismatik yang menunjukan orientasi tertentu.
Mineral pipih ...............................................................
biotit
Mineral prismatik.........................................................
hornblende, piroksen
b. Non foliasi
Merupakan struktur yang dibentuk oleh mineral yang
equidimensional sehingga terdiri atas butiran – butiran
(granular), dapat dijumpai pada batuan hornfels.
Foliasi dihasilkan oleh metamorfosa regional dan metamorfosa
kataklastik
Non foliasi dihasilkan metamorfosa termal...........................
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Struktur – struktur yang biasa dikenal:
1. Slaty cleavage
Merupakan struktur foliasi planar yang dijumpai sebagai bidang-bidang belah pada batu sabak
2. Granulose/hornfelsic
Tidak menunjukkan cleavage
Merupakan mozaic yang terdiri dari mineral-mineral yang equidimensional
Merupakan hasil dari metamorfosa termal
3. Filitik
Terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dari pada slaty cleavage
Batuan mempunyai kilap yang lebih mengkilap daripada batu sabak
Sudah mulai terjadi pemisahan mineral pipih dengan mineral granular, tetapi masih belum jelas/belum sempurna
Gejala segregation / pemisahan tersebut disebut juga diferensiasi metamorfosa
4. Schistose
Struktur akibat perulangan dari mineral pipih dengan mineral equigranular/equidimensional
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Mineral pipih orientasinya tidak terputus-putus (menerus)
Disebut juga close schistosity
5. Gneissose
Struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral equidimensional atau granular
Orientasi mineral pipih terputus-putus (tidak menerus) oleh mineral-mineral granular
Disebut juga open schistosity
6. Milonitik
Berbutir halus
Menunjukkan goresan-goresan akibat granulation (penggerusan) yang kuat
7. Filonitik
Gejala dan kenampakan sama dengan milonitik
Disini sudah terjadi rekristalisasi
Menunjukkan kilap silky
VI.3. KLASIFIKASI
Klasifikasi batuan metamorf dapat terbagi berdasarkan komposisi
kimia dan tekstur.
1. Klasifikasi berdasarkan komposisi kimia batuan metamorf
a. Batuan metamorf sekis pelitik
Merupakan batuan sekis yang banyak mengandung Al
Di darat berasal dari : lempung, serpih, mudstoneVI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
b. Batuan metamorf kuarso-feldspatik
merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung
kuarsa dan feldspar
dapat berasal dari batupasir greywacke
c. Batuan metamorf yang kalkareous
merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung
Ca
dapat berasal dari batugamping, dolomit
d. Batuan metamorf yang basic
Batuan metamorf dengan kadar Fe dan Mg tinggi
Dapat berasal dari tuff
e. Batuan magnesian
Batuan metamorf yang kaya Mg saja
Dapat berasal dari batuan sedimen yang kaya akan Mg
2. Klasifikasi berdasarkan Struktur
a. Hornfels/granulose Batuan metamorf yang terdiri dari mozaic butir-butir yang
equidimensional (mineral yang granular/interlocking) dan tidak menunjukkan pengarahan/orientasi/foliasi
Tidak menunjukkan schistosity Tekstur granoblastik Struktur granular/hornfelsik Hasil metamorfosa thermal / metamorfose kontak
b. Slate (batusabak) Batuan metamorf berbutir halus Struktur : slaty cleavage (memperlihatkan foliasi yang jelas,
tetapi tanpa agregation banding (selang seling mineral pipih dan granular)
Sebagai hasil metamorfosa regional dari mudstone, siltstone, claystone dan lain-lain
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Catatan: makin tinggi derajat metamorfosa, semakin terlihat segregation banding
c. Phyllite Batuan metamorf berbutir halus Memperlihatkan schistosity Mulai terlihat segregation banding (meskipun kurang baik,
terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dibanding slate, sudah mulai terjadi pemisahan mineral pipih dengan mineral granular
Memperlihatkan kilap karena timbulnya mineral muskovit dan klorit
Butiran lebih halus daripada batusabakd. Sekis
Batuan metamorf yang sangat schistose, Butiran – butiran cukup kasar sehingga mineral -
mineralnya dapat dibedakan satu sama lain segregation banding baik sekali terdiri dari perulangan mineral – mineral pipih / tabular
dengan mineral granular, orientasi mineral pipih terputus-putus oleh mineral granular (open schistocity)
Struktur close schistose Sebagai hasil metamorfosa regional
e. Amphibolite Batuan metamorf yang berbutir sedang – kasar Terdiri atas mineral hornblende dan plagioklas saja,
kadang-kadang ada biotit dan minera penyerta Schistosity timbul akibat orientasi dari mineral – mineral
prismatik (hornblende) Schistosity tidak sebaik batuan sekis Hasil metamorfosa regional berderajat medium-tinggi
f. Gneiss Batuan metamorf berbutir kasar Schistosity tidak baik karena terpotong oleh mineral-
mineral equidimensional (kuarsa dan feldspar) Struktur : open schistose Hasil metamorfose regional
g. Granulite Batuan metamorf tanpa mika / ampibol (sedikit)
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tidak ada schistosity Terdiri atas mineral – mineral equidimensional dan
prismatik Tekstur : granoblastik Kadang – kadang ada orientasi yang diperlihatkan oleh
mineral kuarsa atau feldspar atau kedua – duanya sehingga sebagai lensa-lensa pipih
Hasil metamorfose regional fasies granuliteh. Marble
Batuan metamorfose yang terdiri dari karbonat (kalsit atau dolomit)
Tekstur granoblastik Schistosity tidak ada, kalaupun ada sangat buruk dan
hanyalah berupa orientasi dari lensa-lensa kalsiti. Milonit
Batuan metamorf berbutir halus Sebagai hasil penggerusan yang kuat Terlihat goresan-goresan ataupun lensa-lensa dari batuan
asal yang tidak hancur, berbentuk seperti mata Sebagai hasil metamorfose kataklastik
j. Kataklastik Butiran lebih kasar dari pada milonit Penggerusan kurang kuat Tidak ada rekonstitusi kimia
k. Filonit Gejala dan kenampakan sama dengan milonit Disini sudah terjadi rekristalisasi Menunjukkan kilap silky, karena adanya mineral mika Sebagai hasil penggerusan (granulation) yang kuat sekali Butiran halus sekali
VI. 4. FASIES METAMORFOSE DAN TEKTONIK LEMPENG
Fasies metamorfose adalah kelompok batuan metamorfose yang
menunjukkan suatu kondisi fisik tertentu yang dicirikan oleh asosiasi
mineral yang tetap.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Dalam menentukan fasies metamorfose, perlu diingat 2 hal yang
penting, yaitu:
Komposisi mineral batuan metamorf
Kondisi fisik (temperatur dan tekanan)
Harus diingat bahwa asosiasi mineral tidak akan menyimpang dari
komposisi kimia batuan asal.
Fasies-fasies yang dikenal dalam batuan metamorf:
1. Fasies metamorf kontak
a. Fasies albite-epidot-hornfels
b. Fasies Hornblende-hornfels
c. Fasies Piroksen-hornfels
- Temperatur tinggi
- Tekanan sedang
- Metamorfose thermal
d. Fasies sanidinit
2. Fasies Metamorfose regional derajad rendah
a. Fasies zeolit
b. Fasies pumpelit
c. Fasies Lawsonit-albit-clorit
d. Fasies Skis Biru (blueschist) atau Skis-mika (glaucophane-
schist)
e. Fasies Skis Hijau (green-schist)
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
3. Fasies Metamorfose regional derajat tinggi
a. Fasies amphibolite
Silimanit – almandit sub fasies (Tekanan dan temperatur
tinggi)
Staurolit – kianit sub fasies (Tekanan dan temperatur
rendah)
Kordierit – antofilit sub fasies (Tekanan dan temperatur
sedang)
b. Fasies granulite
c. Fasies eklogit (Lebih tinggi dari granulite fasies)
VI. 5. PRODUK METAMORFOSA KONTAK DAN MEKANIK
Pelitik Hornfels : melimpah mineral mengandung oksida Al2O3
(andalusit atau cordierit atau keduanya) porfiroblastik,
matrik granoblastik berbutri halus : kuarst, felsdpar,
mika atau grafit.
Fasies Piroksin Homfels : orthoklas atau mikroklin
hadir bersama andalusit atau silimanit tanpa
muskovit. Fasies Sanidinit: Batuan basaltik
mengandung xenolit kaya alumma-homfds
Buchite : Xenolit, pada partial melting yang menghasilkan
batuan transisi antara batuan beku dan metamorf
Pelitic buchite ; cordierit, spinel, alumunium silikat
mulit (temperatur tinggi) jarang, dan glas.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Pelitic Spoted schist : Bagian luar kontak aureole yang berkembang
pada batuan tekstur slaty atau filitik yang akan
menghasilkan batuan metamorf tekstur foliasi;
schistosic. Asal batuan mengandung oksida K2O tinggi
atau sedimen pelitik kandungan biotit atau muskovit
tinggi.
Kuarts-Feldspatik hornfels : Kuarst, plagioklas dan K-feldspar dari
batupasir atau siliceous volcanic rocks (riolit, dasit)
Tekstur ; mosaik kuarts dan feldspart
Marmer (Marble): hasil metamorfisme kontak tingkat tinggi, kontak
dengan batuan karbonat dan dolomit, Granoblastik,
mosaik butiran kalsit yang seragam.
Cals-Silicate Hornfels dan Skarn : matamorfik kontak calcium-bearing
silicates. Skarn metamorfik pada argillaceons
limestones
Basic Hornfels : Metamorfisme kontak tingkat tinggi pada famili
basalt dan andesit. Granobalstik, mosaik labradorit,
diopsid, hipersten dan asesirus magnetit, apatit dan
spinel. Pada batuan asal sangat basa, dijumpai olivin
Magnesian Hornfels : hornfels kasar dengan komposisi magnesian
amphibol seperti antopilit atau cummingtonit, cordierit
dan biotit, almandin, gamet.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel VI. 1. Some Characteristic Mineral Assemblages (Accessory Phases Omitted) in Common Rocks on Contact Aureoles
Rock Group Hornblende-Hornfels Facies Pyroxene-hornfels FaciesPelitic Muscovite-biotite
Andalusite'-muscovite-biotiteAndalusite'-cordierite-muscovite-
biotite Staurolite-biotite andalusite"Staurolite-cordierite-muscovite
Plus anyor all of quarts plagioclase K-feldspar
With quartz K-feldspar-sillimanite''-cordierite K-feldspar—sillimanite''
Without quartz. Cordierite-corundum-spinelCordierite-corundum-sillimanite''
Plus biotite(andplagioclase)
Plus any or all biotite, K-feldspar, plagioclase
Calcareous1. Calcic marbles'
Calcite-tremolite (-quartz) Calcite-diopside (-quartz) Calcite-tremolite-diopside Calcite-diopside-grossular
Calcite-wollastonite (-diopside) Calcite-diopside (-forsterite)Calcite-wollastonite-diopside-
grossular2. Magnesian
marbles (metadolomites)'
Calcite-dolomite-tremolite-clinohumiteCalcite-dolomite-forsteriteCalcite-dolomite-forsterite-phlogopite
Calcite-forstente-periclase Calcite-forsterite-monticellite Cakite-forsterite-spinel Calcite-forsterite-diopside
Clinohumitc possible additional phase
3. Calc-silicate rocks
Diopside-epidote-hornblende Diopside-grossular-epidote Diopside-vesuvianite-grossular-wollastonite Diopside and grossular, commonly with significant iron
Diopside-wollastonite-grossular-vesuvianite Diopside-grossular-anorthite (or calcic plagioclase)
Basic Hornblende-plagiocalse (-biotite, -almandine) Hornblende-plagioclase-diopside
Diopside-hypersthene-plagioclase Diopside-olivine-plagioclase
Magnesian1. Metaserpenites
2. Alumious types
Antigorite-forsterite-tremolite Forsterite-talc-tremolite Forsterite-anthophyllite-tremoliteAnthophyllite-talc
Cordierite anthophyllite (-biotite) Anthophyllite-curnmingtonite-biotite
Forsterite-enstatite-spinel (-diopside)
Hypersthene-cordierite (-biotite)
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
'Or sillimanite. '"Or andalusite. < K-feldspar or plagioclase, or both, possible minor phase.
VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
VI. 6. PRODUK METAMORFOSA REGIONAL DERAJAD RENDAH
1. Metamorfisme sangat rendah Immature product
Metapelitik : Batuan induk shale, pada fase awal terkena metamorfisme (montmonlonit, illit, pyrophyllite)
Metagraywacke
Metabasalt
Fasies Zeolit dan Pumpellyite
2. Metamorfisme pada tekanan sedang Mature Product
Slate dan Filit : Asal sedimen berbutir halus, komposisi utania mica, clorit kuarts dan grafit. Asesoris : tourmalin, rutil, epidot-, spinel, magnetit dan pirit.
Pelitik Skis Mika : komposisi dominan ; muskovit, dorit, kuarts serta albit, epidot atau clinozoisit, dolomit (atau kalsit). Asesoris ; spinel, tourmalin, apatit dan magnetit, sering pula gamet, grafit dan rutil.
Kuarts-Feldphatic Skis Mika : Skis mika turunan asal dari graywacke dengan kuarts dan felsdpart melimpah.
Low-Grade Calc-Schists : tekstur skistosik komposisi kalsit, dolomit, dan sedikit kuarts ,albit, muskovit, clorit, clonozoisit, spinel dan gafit.
Skis hijau (Greenschists): metmorfisme temperatur rendah pada batuan basa-semibasa. Melimpah mineral clorit, epidot dan aktinolit.
Magnesian Schists : metamorfisme pada batuan peridotit pada metamorfisme asosiasi dengan hidrotermal dan metamorfisme burial
Fasies Skis Hijau (Greenschist)
3. Metamorfisme pada tekanan tinggi mature product (tekanan
diatas 10-12 kb)
Fasies Skis Biru (Blueschist)VI-20
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel VI. 2. Low-grade mineral paragenesis in relation to facies of regional metamorphism (selected mineral assemblages)
Rock type Zeolite and pumpellyite facies Greenschist facies Blueschist faciesMetapelites Montmorrillonite-illite-quartz-alkali
feldspar + pyrophylliteMuscovite (phengitic)-chlorite-quartz-albite-epidote + stilpnomelane orbital chloritoidSame as above plus biotite + almandine; stilpnomelane rare
Muscovite (phengitic)- paragonite-lawsonite-chlorite-glaucophane-quartz-albite-sphene
Metagraywacke Quartz-heulandite + analcimeQuartz-albite-laumontite-prehnite-chlorite + stilpnomelaneQuartz-albite-prehnite-pumpellyite-chlorite + stilpnomelane
Quartz-albite-epidote-muscovite-chlorite + stilpnomelaneSame as above with biotite + almandine; stilpnomelane absent
Quartz-jedelite-muscovite-chloite-lawsonite-glaucophane-spheneSame as above + almandine + epidote
metacherts Quartz + iron oxides Quartz + iron oxides Quartz-piedmontite-muscovite-spessartine-stilpnomelane
Quartz-stilpnomelane-spessatineQuartz-crossite-aegirine + lawsonite
Calcareous Calcite + quartz Calcite-quartz + tremolite orbital talcCalcite-dolomites + tremolite orbital talcCalcite-zoisite-grossular (andraditic)Calcite-albite-epidote
Argonite + lawsonite + glaucophaneCalcite + relict aragonite
Metabasalt Sphilitic assemblages\; albite-chlorite-epidote orbital pumpellyte + relict augite
Albite-chlorite-epidote + stilpnomelaneAlbite-actinolite-epidote-chlorite + calcite + biotite
Albite-lawsonite-pumpellyite-glaucophane-chlorite-stilpnomelane-spheneAlbite-epidote-glaucophane-omphasite-chlorite-actinoliteAlbite-lawsonite-clinozoisite-chlorite + hornblende + almadine
Serpentinites and derivative magnesite rocks
Chrysotile and/orbital lizardite + brucite Calcite-quartz + tremoliteAntigorite-calcite-talcAntigorite-diopside-forsteriteTalc-magnesite + tremolite
Antigorite + tremolite + talc
VI-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
VI. 7. PRODUK METAMORFOSA REGIONAL DERAJAT TINGGI
Hydrous Rocks :
High-Grade Skis Pelitik
Kuarts-Feldspart Skis dan Gneis
Granitik dan Granodioritik Gneis
Amphibolit : batuan metamorfik foliasi dengan komposisi
utama homblende dan plagioklas
High-Grade Magnesian Skis : progresif
Anhydrous Rocks :
Kuartsit
High-grade Marbles dan Calc-granulits
Granulit: kuarts-Feldspart Granulit, Piroksen Granulit
Ecklogit
VI-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
Tabel VI. 3. High-Grade Mineral Paragenesis in Relation to Facies of Regional Metamorphism (Selected Mineral Assemblages)
Rock Type Amphibolite Facies Granulite Facies Eclogite FaciesMetapelite (micas
predominant) and quartzo-feldspathic rocks (quarts and feldspars predominant)
Muscovite-biotite-quartz-plagioclase ± orthoclasea-almandine ± staurolite ± kyanite or sillimanite ± chlorite ± epidote
Same as above, with cordierite and andalusite as Al2SiO3 potymorphb
Quartz- K- feldspar-plagioclase-sillimanile (or kyanite)-almandine-phlogopite
Same plus cordierile (kyanile excluded)c
Granitic Quartz-plagioclase-orthoclase (or microcline)-biotite ± hornblende or muscovite
Quartz-orthoclase (or microcline)-plagioclase-hypersthene-augite-almandine
Quartz-jadeite-phengile-zosite-pyrope-rutile
Metacherts Quartz-diopside(hedenbergitic)-hypersthene-garnet Quartz-diopside-hedenbergite-
cummingtonite-garnet
Quartz-hedenbergite-fayalite-magnetite
Calcareous Calcite-tremolite-quartz Calcite-diopside-quartz Calcite-diopside-tremolite Calcite-dolomite-forsterite
clinohumite Calcite-tremolite-forsterite-phlogopite Zoisite-scapolite-quartzCalcite-plagioclase (An>20) Diopside-zoisite-plagioclase ± hornblende
Calcite-dolomite-forsterite spinelCalcite-diopside-wollastonite' Diopside-scapolite-bytownite-
grossular-andradite
Garnet (magnesian grossular)-omphacite ± kyanite
Metabasalt and metagabbros
Hornblende-plagiocklase + biotite + alamandite
Hornblende-plagiocklase + diopside + almandine
Hornblende-plagiocklase – epidote + quartz
Plagiocklase – diopside-hyperstene-rutile + olivine + spinel + sapphirine
Omphacite-pyrope-almandite-rutile + kyanite + amphibolite
Magnesian schist and granulite
Antigorite-forsterite-tremoliteForsterite-talc-tremoliteForsterite-anthophyllite-tremoliteForsterite-enstatite-tremolite + spinelMagnesit-anthophyllite (or enstatite)-
tremolite
Forsterite-enstatite-diopside + spinel
Forsterite-enstatite-diopside-pyrope-spinel
VI-22
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar VI. 1. Metamorphic Textures
A. Porphyroblastic texture in garnei-mica-quartz schist, Perthshire, Scotland. Diam. 5 mm. Porphyroblasis of garnet enclose curved trains of graphite inclusions, the arrangement of which indicates counterclockwise rotation of the growing porphyroblasts.
B. Granoblastic texture in garnet-hypersthene-plagioclase granulite, Hart-mannsdorf. Saxony. Diam. 2 mm. The two largest crystals are of almandine garnet.
C. Poikiloblastic (sieve) texture in skarn, Doubtful Sound, New Zealand. Diam. 1 mm. On the right, pink andradite garnet; on the left, part of a large crystal of epidote enclosing quartz and calcite.
A B C
Gambar VI. 2. Pelitic Hornfelses and Spotted Slates
A. Ctiiastolite slate, Fichtelgebirge, Bavaria. Diam. 3 mm. A porphyroblast of chiastolite (now converted to a mat of indeterminate colorless micaceous minerals), cut at right angles to the z (c) axis, shows geometrically arranged graphite inclusions. The groundmass consists of finely crystalline, colorless micas, pale-brown biotite, and minor quartz and graphite. Note how the slaty
VI-23
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
cleavage (horizontal) and the cross-cutting strain-slip cleavage (steeply inclined) have been destroyed in the vicinity of the growing porphyroblast.
B. Chiastolite slate, near Mariposa, Sierra Nevada, California. Diam. 7 mm. Section cut parallel to slaty cleavage. Porphyroblasts of altered chiastolite are enclosed in a matrix of biotite, graphite, and quartz. Note tlie unaltered core, which has survived in the upper part of the central porphyroblast.
C. Andalusite hornfels, near Andlau, Germany. Diam. 3 mm. Spongy andalusite, biotite, muscovite, and iron oxides in a matrix of quartz.
A B C
Gambar VI. 3. Skarns
A. Scapolite-aciinolite-phlogopite marble, Germany. Diam. 2.5 mm. The three colorless idioblastic crystals with relatively low refractive index are of scapo-lite.
B. Skarn, Donegal, Ireland. Diam. 2.5 mm. Vesuvianite enveloping green diop-sidic pyroxene (in lower half). Grossular (upper right) and vesuvianite (upper edge), both enclosing granular epidote-clinozoisite.
C. Skarn, Aberdeenshire, Scotland. Diam. 2 mm. Large prismatic crystal of vesuvianite (at left) and darker grains of grossular-andradite with irregular fracture, enclosed in colorless, radially prismatic prehnite.
VI-24
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar VI. 4. Basic Hornfelses
A. Diopsicle-plagioclase-biotite hornfels, near Cisco, Sierra Nevada, California. Uiani. 3 nun. Diopside shown stippled; a few grains of magnetite.
B. Hornblende-plagioclase hornfels, near Cisco, Sierra Nevada, California. Diam. 3 mm. Relict phenocrysts of plagioclase retaining zonary structure indicate igneous origin.
C. "Beerbachite," Odenwald, Germany. Diam 3 mm. Hypersthene, diopside, pla-gioclase, and magnetite; pyroxenes show retrograde alteration to fibrous pale-green amphibole; olivine (not shown) is also present.
A B C
Gambar VI. 5. Magnesian Contact Marbles
A. Chondrodite-spinel marble. Amity, New York. Diani. 3 mm. Pale-yellow chon-drodite and deep-green pleonaste in a matrix of calcite. A single crystal of pyrite (right) and a ragged Hake of graphite (lower left). Addition of fluorine and sulfur is indicated by presence of chondrodite and pyriie.
VI-25
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
B. Ludwigite-forsterite-spinel marble, Twin Lakes, Sierra Nevada, California. Diani. 2 mm. Calcite encloses round grains of forsterite and green pleonaste and slender prisms of the magnesium-iron borate ludwigite ("y == dark brown; a = dark green; refractive index 1.85-2.0; elongation parallel to "y). Presence of ludwigite indicates addition of boron and iron.
C. Brucite marble (predazzite), Predazzo, Italy. Diam. 2 mm. Colorless clear areas are of brucite, pseudomorphous after periclase; under crossed polar-izers they show a complex, concentric arrangement of deformational kinks in the brucite crystals. A few round granules of forsterite are also present.
A B C
Gambar VI. 6. Mylonites
A. San Gabriel Mountains, California. Diam. 5 mm. Strained and broken coarse crystals ("porphyroclasts") of feldspar and a train of garnet granules set in a fine-grained schistose matrix of quartz and feldspar veined with granoblastic quartz.
B. Granite mylonite, San Gabriel Mountains, California. Diam. 5 mm. Coarse, strained, partially granulated crystals are of plagioclase, microcline, and quartz. The granular matrix is composed of quartz, feldspar, and biotite.
C. Mylonitic augen gneiss, Deadman Lake, British Columbia. Diam. 6 mm. Ovoid relict crystals of plagioclase and of K-feldspar, in a matrix of muscovite, chlorite, and quartz, traversed by swarms of stringers of later undeformed quartz.
VI-26
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
A B C
Gambar VI. 7. High-Grade Politic Schists
A. Almandine-biotite-plagioclase schist, sillimanite zone, Scottish Highlands. Diain. 4.5 mm.
B. Staurolite-biotite-muscovite-quartz schist, near Innsbruck, Austria. Diam. 4.5 mm. The central porphyroblast of golden staurolite is marginally altered to finely divided white mica (retrograde metamorphism involving introduction of potassium).
C. Kyanite-staurolite-almandine-muscovite schist with minor biotite and quartz, Gassets, Vermont. Diam. 3 mm. Pale-pink almandine at right and top left margins; golden siaurolite, lacking cleavage, at top right and lower right; kyanite prisms have well-developed cleavage (the crystal at lower left is cut parallel to {100} and shows a nearly centered negative bisectrix figure; extinction is at 30° to the cleavage).
A B
Gambar VI. 8. Eclogites
A. Kyanite eclogite, Suiztal, Tyrol. Diam. 3 mm. Pink pyrope, colorless ompha-cite, and kyanite, with accessory rutile. Crystals ofkyanite (with closely spaced cleavage cracks) show strong preferred orientation.
VI-27
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM
B. Eclogite, closely associated with serpentinite, near Healdsburg, Coast Ranges, California. Diam. 3 mm. Idioblastic pink garnets rimmed with chlorite; abun-dant colorless omphacite; deep-brown rutile rimmed with granular sphene. Sphene and chlorite (and in other sections glaucophane) are products of incipient retrograde metamorphism.
VI-28
DAFTAR PUSTAKAAkiho M., 1978, Metamorphism and Metamorphic Belts, George
Aleen & Unwin. The Gresham Press. London.Boggs, S., Jr., 1987, Principles of Sedimentology und Stratigraphy,
Mc Hill Publishing Company, Ohio. Cas, R.A.F. & Wright, J.V., 1987, Volcanic Successions : Modern and
Ancient, Allen and Unwin (Publisher) Ltd., London UK. Ernest G. E., and Blatt H., 1982, Petrology of Igneous, Sedimentary,
and Metamophic Rodes, W. H. Freeman and Company, San Fransisco.
Fisher, R.V. & H.-U., Schmince, 1984, Pyroclastic Rocks, Springer-Verlag, Berlin.
Flugel,. E, 1982, Microfacies Analysis of Limestones, Springer-Verlag, New York.
Gilbert., C, M,. Turner., F.J., and Williams., H, 1982, Petrography; An introduction to the Study of Rocks in Thin Section.
Groves, D., I, and Muller., D., 1997, Potassic Igneous Rocks and Associated Gold-Copper Mineralization, Springer .
Hekinian, R., 1982, Petrology of Ocean Floor, Elsevier Scientific Publishing. Company, Asterdam,
Hyndman, Donald., W., 1972, Petrology of Igneous and Metamorphic Rocks, Mc.Graw-Hill, Inc,
Macdonald., G., A, 1972, Volcanoes, University of Hawaii, Prentise-Hall, Inc, New Jersey.
Mc. Phie., J., Doyle,. And Allen, 1993, Volcanic Texture, Centre for Ore Deposit and Exploration Studies, University Tasmania.
Pettijohn., F. J, 1957, Sedimentary Rocks, Harper and Brother, New York.
Philpotts., Anthony., R, 1989, Petrography of Igneous and Metamorphic Rocks, Prentice Hall. Inc.
Rollinson, H., 1993, Using Geochemical Data : Evaluation, Presentation, Interpretation, Longman Group, United Kingdom.
Rusdi, Irianto, 2003, Endapan Volkaniklastik pada Lingkungan Laut, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Geologi, (tidak dipublikasikan)
Sorensen., H, 1979, The Alkaline Rocks, Universitetets Mineralogiske-Geoloske Instituter, Copenhagen, John Wiley & Sons.
Travis, R. B., 1955, Classification of Rocks, Quarterly of Colorado School of Mines.
Williams, H. & McBirney, A. 1979, Volcanology, Freeman Cooper and Company, San Francisco,
Wilson, M.,1991, Igneous Petrogenesis : A Global Tectonic Approach, Publisher, London
Df-1
Contoh Format Deskripsi Batuan
LABORATORIUMPETROGRAFI
LOKASI SATUAN
TUGU Batugamping Bioklastik
Analisa sayatan tipis batuan No. Lokasi No. Peraga BagianPemeriksa : Jenis batuan : Nama Lapangan :
Perbesaran 40 xDeskripsi Sayatan Tipis
Nikol Paralel
a b c d e f g h I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nikol bersilang
a b c d e f g h I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Df-2
LEMBAR DATA PETROGRAFI
IDENTIFIKASI CONTOH
Kedalaman
Lokasi
TIPE BATUAN DAN TEKSTUR
Nama Batuan Batupasir Sorting Poorly sorted
Klasifikasi Quarzarenite Roundness Angular – sub angular
Range ukuran butir 0,04 – 0,3 mm Hubungan antar butir PC >< mengambang
Mean ukuran butir 0,12 mm (very fine sand Struktur
Butiran terrigenous % Matriks %Butiran karbonat
%
Monocrystalline quartz 76.25 Lempung detrital 16 Buitiran skeletal
Straight extenctionCarbonate mud
Foraminiferals
Undulose extenction Pseudomatrix Arenaceous foramsPseudomatrix Planktonic forams
Feldspars Vulcanic glass Small benth. forams
Potash feldspar Indeterminate Large foramsPlagioclase feldspar 1.5Microline 0.5 CEMENTS % Mollucas
Lithic fragments Silica PellecypodaIgneous Pyrite Gastropoda
Acid Chlorite OstracodaBasic Kaolinite
Metamorphic Illite AlgalsPolycristalline quartz
3 Zeolites Red algae
Low grade Indeterminate clays Green algaeMod. Grade Calcite spar Blue green algaeHigh grade Dolomite
Sedimentary Siderite EchinodermsChert Ferroan calcite BrachiopodClaystone Ferroan dolomite BryozoanSiltstone Pylloid algaeSandstone REPLACEMENT % Corals
Calcite spar Indeterminate bioclast
Accessory minerals DolomiteMicas 0.5 Siderite Non skeletal grainsGlauconite Kaolinite IntraclastHeavy minerals Chlorite OolitesCarbonacous mat Pyrite PisolitesOpaque minerals Indeterminate clays Oncolites
Df-3