255
Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM Lecture Note PETROGRAFI Oleh : I-0

Diktat Petro

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Petrologi

Citation preview

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Lecture Note

PETROGRAFI

Oleh :

Agus Hendratno, MT.

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIKJURUSAN TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS GADJAH MADA

I-0

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Yogyakarta, 2005

I-1

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. PENGERTIAN DAN DEFINISI PETROGRAFI

Petrologi :

Merupakan cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai asal

usul, keterdapatan dan sejarah dari batuan.

Petrografi Batuan :

Merupakan bagian dari ilmu petrologi yang mempelajari tentang

deskripsi dan klasifikasi batuan dengan menggunakan bantuan

mikroskopi polarisasi. Deskripsi batuan secara petrografis, hal yang

penting diperhatikan adalah identifikasi komposisi mineral dan

tekstur batuan. Pengelompokkan atau pengklasifikasian batuan

didasarkan pada hasil pengamatan tekstur dan komposisi mineralogi

utama (rock forming minerals).

I.2. REVIEW MINERAL OPTIK

Mikroskop yang dipergunakan untuk pengamatan sayatan tipis dari

batuan, pada prinsipnya sama dengan mikroskop yang biasa

dipergunakan dalam pengamatan biologi. Keutamaan dari mikroskop

ini adalah cahaya (sinar) yang dipergunakan harus sinar terpolarisasi.

Karena dengan sinar itu beberapa sifat dari kristal akan nampak jelas

I-0

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

sekali. Salah satu faktor yang paling penting adalah warna dari setiap

mineral, karena setiap mineral mempunyai warna yang khusus.

Untuk mencapai daya guna yang maksimal dari mikroskop polarisasi

maka perlu difahami benar bagian-bagiannya serta fungsinya di

dalam penelitian. Setiap bagian adalah sangat peka dan karenanya

haruslah dijaga baik-baik. Kalau mikroskop tidak dipergunakan

sebaiknya ditutup dengan kerudung plastik. Bagian-bagian optik

haruslah selalu dilindungi dari debu, minyak dan kotoran lainnya.

Perlu kiranya diingat bahwa buttr debu yang betapapun kecilnya akan

dapat dibesarkan berlipat ganda sehingga akan mengganggu jalannya

pengamatan.

Mikroskop polarisasi ada beberapa model yang beredar, tetapi unsur-

unsur utamanya menunjukkan persamaan, salah satu contoh

mikroskop polarisasi seperti terlihat pada gambar 3.1. Bagian-bagian

mikroskop harus diketahui secara benar dan fungsi dari bagian

tersebut adalah :

1. Kaki mikroskop, berbentuk tapal kuda (Leitz) atau bulat (Carl

Zeiss).

2. Gigi mikroskop, berbentuk melengkung (Carl Zeiss) atau

miring/tegak (Leitz). Pada waktu pengamatan, ada yang gigimya

berada di pihak penelitian dan ada pula yang di seberang.

Antara gigir dan kaki mikroskop pada tipe Leitz dipasang sebuah

kolom, sehingga gigir mikroskop dapat diatur miring atau tegak

sesuai dengan keinginan sipemakai.

I-1

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar I. 1. Mikroskop Polarisasi tipe Leitz.

3. Tromol pengatur kasar dan halus yang umumnya terpisah.

Gunanya untuk mengatur jarak objektif dan preparat. Tromol

pengatur yang halus acapkali memiliki pembagian skala dan

gunanya untuk mengukur selisih ketinggian kedudukan obyektif.

4. Meja yang berbentuk piring dengan lubang di tengah-nya yaitu

untuk jalan cahaya yang masuk. Piring ini dapat diputar-putar

pada porosnya yang tegak, pada tepi meja mempunyai

pembagian skala dari 0° sampai 360°, dan disertai pula dengan

nonius. Ada beberapa lubang sekrup pada meja tersebut, di

antaranya untuk menempatkan penjiepit preparat (dua buah)

Tromol pengatur kasar dan halus

Cermin

Kaki mikroskop

Gigir

I-2

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

dan lubang-lubang untuk mendudukkan "mechanical stage"

yaitu suatu alat untuk menggerak-kan preparat pada dua arah

yang saling tegak lnrus.

5. Sekrup pemusat gunanya untuk mengatur agar sumbu putaran

meja tepat benar pada potongan salib rambut (cross hairs).

Biasanya sekrup pemusat merupakan bagian dari obyektif.

6. Tubus, yaitu bagian yang umumnya dengan pertolongan tromol

pengatur dapat diturun-naikkan. Tetapi pada mikroskop model

Carls Zeiss bila tromol pengatur diputar yang bergerak adalah

mejanya, sedangkan tubus tetap pada tempatnya. Sekalipun

demikian efeknya tetap sama, karena menurunkan meja sama

dengan mengangkat tubus.

7. Cermm yang selalu terdiri dari cermin datar dan konvek.

Masing-masing gunanya untuk mendapatkan pantulan sinar

sejajar dan sinar konvergen. Pada beberapa jenis mikroskop

tempat kedudukan cer'min ini digantikan oleh sumber cahaya

(lampu) yang memakai filter gelas biru.

8. Kondensor, yaitu bagian yang terdiri dari lensa cem-bung untuk

memberikan cahaya yang konvergen.

9. Diafragma iris, yaitu merupakan bagian untuk menga-tur jarak

cahaya yang masuk dengan jalan mengurangi atau menambah

besamya apetumya.

10. Merupakan bagian vital yang dibuat dari polaroid atau

prisma nicol. Arah getaran biasanya N — S, tetapi pada

mikroskop model Carl Zeiss justru E — W.

I-3

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

11. Obyektif juga merupakan bagian vital, biasanya

paling sedikit disediakan 5 buah obyektif atau lebih yang

pembesarannya berlainan.

Pada beberapa model mikroskop penggantian obyektif dapat

dilakukan dengan cepat berkat adanya sebuah revolver yang

mudah diputar. Pada revolver ini setiap obyektif didudukkan

dalam keadaan siaga.

12. Lubang tempat komparator, yaitu lubang gepeng

dimana komparator dapat diselipkan dengan arah NW - ES.

13. Analisator, yaitu suatu bagian yang vital terbuat dari

polaroid atau prisma nicol. Arah getarannya selalu tegak lurus

pada arah getaran polarisator. Sekalipun demikian pada

mikroskop penelitian arah getaran analisator dapat diatur

sekehendak kita. Bila arah getaran analisator dan polarisator

saling tegak lurus, maka disebut kedudukan nicol bersilang.

14. Lensa Bertrand merupakan lensa yang dapat

dikeluar-masukkan pula.

15. Okuler, yaitu bagian mikroskop darimana mata kita

melihat medan bayangan. Ada okuler yang memakai pembagian

skala (okuler mikrometer) dan ada pula satu, dua atau lebih

okuler tanpa pembagian skala tetapi dengan pembesaran yang

berbeda-beda.

I-4

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel I. 1. Petrological Analysis Checklist

Technique Preferred Sample : nature and size Laboratory turn around in working days

Helpful Information for the laboratory

Petrography Unweathered hand-specimen (>50 mm), or Standard thin-section, or Polished thin-section

15 (sample preparation) 5 (petrography) 5 (combined petrography and mineragraphy)

Sample type, ie outcrop, float, colluvial, depth in drill-hole. Spatial relation of samples to each other. Comments on local geology.

Mineragraphy Unweathered hand-specimen (>50 mm), or Polished thin-section, or Polished fluid inclusion plate

10 (sample preparation) 5 (mineragraphy)

As above. Geochemical data.

XRD Analyses Unweathered hand-specimen, or Crushed sample (> 1g)

2 (sample preparation) 3 (qualitative) 5 (semi-quantitiative)

Whether analysis of clays or other minerals required. Comments on local geology.

Fluid Inclusion Analyses Clear secondary vuggy quartz crystals Secondary calcite, anhydrite, barite, fluorite and adularia crystals if optically clear Sphalerite crystals

10 (sample preparation) 5 (fluid-inclusion analysis)

Where two or more veins are present, cross-cutting relationships should be noted for determination of paragenesis. Sample location including elevation.

Microprobe Analyses and SEM-EDAX

Unweathered hand-specimen, or Polished thin-section or mount

10 (sample preparation) 5 (microprobe analysis)

Quantitative or semi-quantitative analysis required. Degree of alteration determined by thin-section examination. Comments on local geology.

XRF or NA Analysis Hand-specimen. Bulk crushed powder (> 2g)

20-30 Purpose of analysis.

Mineral Stable Isotope Analyses

Hand-specimen.) Individual mineral crushed powder (> lOOg)

50 Purpose of analysis. Paragenetic relationships.

Radiometric Dating Unweathered hand-specimen. Individual mineral crushed powder (> 250g)

Radiocarbon dating: 90 (standard) 20 (express service) K/Ar, U/Pb and Rb/Sr dating: 30 to 50 days

Degree of alteration determined by thin-section examination. Purpose of analysis.

Heavy Mineral Separation Sand or pan concentrate (> Ig) 10 Regional geology. Purpose of analysis.

Fission Track Dating Unweathered hand-specimen (> 1kg) 60-90 Geological setting. Purpose of analysis.

Note: Sample sizes are minimum sizes. Hand specimens should be at least 2 x 2 cm

I-5

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel I. 2. Petrological Analysis Information

Technique Information Obtained Purpose

Petrography Rock type/primary texture. Alteration and vein mineralogy. Tcxtural relations eg brecciation, veinlng.

Primary lithology/history. Chemistry and temperature of alteration and mineralising fluids. Geological and alteration history, evidence of ore deposition, eg boiling.

Mineragraphy Opaque mineral identification. Ganguc mineral identification. Tcxtural/mineralogical relations.

Ore paragcnesis. Mineral pathfinders. Metallurgy.

XRD Analyses Crystal structure. Clay/zcolite/carbonate/sulphatc/feldspar identification. Semi-quantative mineral identification.

Mineral identification. Chemistry and temperatures of alteration and mineralising fluids. Comparative abundance of clays indicating alteration.

Fluid Inclusion Analyses Homogcnisalion temperature. Homogenisation behaviour. Freezing temperature. Daughter minerals. Degree of fill.

Temperature of fluid entrapment. Gas type and determination of boiling. Salinity of fluid. Fluid composition. Entrapment environment.

Microprobc Analyses and SEM-EDAX

Chemical composition (elements heavier than 0) for: Single point analyses. Scanning analyses. Microtcxtural relations.

Quantitative analysis of single mineral. Semi-quantitative analysis of mineral distribution/zoning Micro-paragcnesis.

XRF or NA Analysis Bulk composition of rocks or minerals. Path-finder for trace elements. Help to interpret regional geology.

Mineral Stable Isotope Analyses

Isotope ratios of sulphur, carbon, hydrogen, oxygen anu strontium.

Temperature of fluids and fluid genesis, ie magmatic or meteoric.

Radiometric Dating Radiocarbon dates (max. 75,000 years) K/Ar dates (min. 10,000 years) from biotitc, feldspars, illite, alunitc, hornblende, rock U/Pb dates (typical min. 50,000,000 years) from plutonic minerals -zircon, monazlle Rb/Sr dates (min. 30,000,000 years) from micas, feldspars, and whole rocks.

Active hydrothcnnal system dating. Date of solidificalion of igneous rock, or date of alteration: suited to hydrothermal deposits, volcanic or plutonic rocks. Date of solidification of igenous rock, or date of alteration: suited to older plutonic and mctamorphic rocks.Date of solidification of igneous rock, or date of alteration: suited to older plutonic and mctamorphic rocks.

Heavy Mineral Separation Percentage and type of heavy mineral present in sample. Identification and distribution of minerals. Fingerprints regional geology.

Fission Track Dating Ratio of spontaneous fission-track density to induced fission-tracks (min. 20 years, max. 1,400,000,000 years).

Date of cooling of igneous rocks; burial/uplift history of mctamorphic or sedimentary rocks.

I-6

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

I-7

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB II

BATUAN BEKU

II.1. MAGMA DAN KRISTALISASI MAGMA

Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk

secara alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersuhu antara

900oC – 1.100oC dan berasal atau terbentu pada kerak bumi bagian

bawah hingga selubung bagian atas.

Pembentukan magma merupakan serangkaian proses kompleks

yang meliputi proses pemisahan (differentiation), percampuran

(assimilation), anateksis dan hibridisasi serta metamorfisma

regional. Komposisi magma ditentukan oleh komposisi bahan yang

meleleh, derajat fraksinasi dan jumlah pengotoran dalam magma

oleh batuan samping (parent rock).

Senyawa kimiawi magma yang dianalisa melalui hasil

konsolidasinya dipermukaan dalam bentuk batuan gunungapi,

dapat dikelompokkan menjadi ;

a. Senyawa-senyawa volatil, yang terutama terdiri dari fraksi

gas seperti CH4, CO2 HCl, H2S, SO2, NH3 dan sebaginya.

Komponen volatil ini akan mempengaruhi magma, antara lain :

Kandungan volatil, khususnya H2O akan menyebabkan

pecahnya ikatan Si – O – Si yang akan mempengaruhi inti

kristal. Apabila nilai viskositas magma rendah maka difusi

akan bertambah dan pertumbuhan kristal pun terjadi.

Kandungan volatil khususnya H2O akan mempengaruhi suhu

kristalisasi sebagian besar fasa mineral. Pada beberapa

II-1

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

jenis magma, fasa mineral yang menghablur akan berubah

sehingga terjadi penyimpangan terhadap reaksi Bowen.

Volatil dalam magma menentukan besarnya tekanan selama

proses kenaikan magma tersebut ke permukaan.

Unsur-unsur volatil tersebut akan mempengaruhi jenis

kegiatan gunungapi seperti terbentuknya piroklastik,

awanpanas, dan sebagainya disamping tekstur dan bentuk

kristal seperti lubang-lubang gas (vesicles) dan glass-shard.

Unsur-unsur volatil akan mempengaruhi proses pemisahan

unsur-unsur tersebut dari magma. Apabila tekanan total

(PL) lebih besar dari tekanan uap air (PH2O) dalam magma,

maka uap air atau gas tidak akan terbentuk, sedangkan

apabila tekanan total lebih besar dari tekanan cairan atau

fluida (PF) maka tidak akan terbentuk fasa gas dan semua

volatil berupa larutan.

b. Senyawa-senyawa yang bersifat non volatil dan

merupakan unsur-unsur oksida dalam magma. Jumlahnya yang

mencapai 99% isi, sehingga merupakan major element, terdiri

dari oksida-oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO,

Na2O, K2O, TiO2 dan P2O5.

c. Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace

element)dan merupakan minor element seperti Rubidium (Rb),

Barium (Ba), Stronsium (Sr), Nikel (Ni), Cobalt (Co), Vanadium

(V), Crom (Cr), Lithium (Li), Sulphur (S) dan Plumbum (Pb).

Menurut beberapa ahli magma dapat terbagi menjadi beberapa

jenis berdasarkan dari kriteria-kriteria tertentu, diantaranya :

II-2

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Berdasarkan kriteria kandungan SiO2 atau derajat keasaman

(acidity)

JENIS MAGMA KANDUNGAN SiO2 (%

berat)

Magma asam

Magma menengah

Magma basa

Magma sangat basa

> 66

52 – 66

45 – 52

< 45

Berdasarkan kriteria harga alkalilina index () menurut Peacock

(1931)

JENIS MAGMA HARGA TIPE MAGMA

Alkalic

Alkali – calcic

Calc – alkalic

Calcic

51

51 – 56

56 – 61

61

Atlantik

Pasifik

Mekanisme evolusi magma dapat dikelompokkan menjadi

pengertian diferensiasi, asimilasi dan pencampuran magma.

Diferensiasi magmatik adalah meliputi semua proses yang

mengubah magma dari asalnya yang homogen dan dalam ukuran

yang sangat besar menjadi massa batuan beku dengan bermacam-

macam komposisi.

Para ahli sepeti Bowen, Fenner, Niggli dan lainnya telah melakukan

penelitian dan membahas mengenai kristalisasi cairan silikat.

Adapun hasil penelitian mereka antara lain :

1. Kristalisasi adalah proses isotermik, dimana selama proses

pembekuan berlangsung akan dilepaskan sejumlah tenaga

panas.

II-3

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

2. Pelelehan kristal merupakan proses endodermik, dimana

proses penyerapan panas digunakan untuk melelehkan

kristal pada suhu tetap. Jumlah panas yang dibutuhkan

untuk mengubah 1 gram mineral padat menjadi lelehan pada

suhu tetap disebut latent heat fusion. dan harga latent heat

fusion sama dengan jumlah panas yang dikeluarkan apabila

mineral tersebut menghablur.

3. Pada suhu dan waktu tertentu, akan terjadi kristalisasi secara

spontan dari dua komponen yang mempunyai perbandingan

tertentu, kondisi ini disebut titik eutektik. Contoh

percampuran antara 58% diopsid dengan 42% anortit.

4. Beberapa mineral akan meleleh pada suhu tertentu secara

inconcruent, yaitu memisah lalu membentuk dua mineral

yang berbeda.

Contoh, pada suhu 1.557oC akan terjadi pemisahan enstatit

menjadi olivin dan silika.

2MgSiO3 = MgSiO4 + SiO2

(silika) (olivin) (silika)

5. Pembekuan yang cepat tidak akan menghasilkan kristal

sehingga keadaan super cooled akan membentuk kaca.

Suatu kristal dapat berkembang dan tumbuh dengan baik

didalam magma encer. Cairan magma yang mempunyai

viskositas tinggi akan mengkristal secara lambat, sehingga

magma basa pada umumnya akan membentuk batuan

bertekstur kristalin ; sedangkan magma asam pada kondisi

rate of cooling asam dapat saja super cooled dan membentuk

kaca.

II-4

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Pada proses pembekuan magma, terjadi beberapa perubahan

seperti penurunan suhu, perubahan viskositas, kristalisasi yang

sesuai dengan tahapannya, keluarnya gas dari magma dan

perubahan tekanan gas.

II-5

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

II.2. EVALUASI MAGMA

a. Proses asimilasi

Proses percampuran/pengotoran dalam magma karena

penekanan pada dinding. Proses ini terutama terjadi pada

country rocks batuan beku atau batuan lainnya.

Kondisi :

a. Bila magma granitis (mineral alkali feldspar dan hornblende),

sedang dindingnya gabro (mineral augit dan labradorit)

maka magma tidak akan mampu mencerna dinding tersebut.

b. Bila magma penerobos lebih basa dari dinding reservoir,

maka magma akan mampu mencerna hingga terbentuklah

batuan hybrid.

Contoh : magma dioritis berasimilasi dengan dinding gabro

atau limestone.

b. Mingling magma

Proses terbentuknya hybrid rocks (campuran batuan) dapat pula

terbentuk dari hasil pemisahan sebagian magma yang

mengkristal.

Urutan terbentuknya kristal

Awal terjadi mineral anhidrous (tanpa OH-) karena

terbentuk pada T tinggi, disebut pyrogenetic.

Selanjutnya T menurun, terbentuklah komponen gas dan

mineral yang mengandung gugus hidroksil, disebut

hydratogenetic.

Pyrogenetic :

II-6

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Seluruh limestone kaya plagioklas

Seluruh piroksen kecuali aegirite

Olivin

Nepheline

Leucite

Mellinite

Magnesium

Ilmenite

Pyroksen

Hydratogenetic

Kuarsa

Ortoklas

Seluruh amphibol

Garnet

Aegirit

Sodolite

Concrinite

Analcime

II.3. GEOKIMIA MAGMA DAN POSISI TEKTONIK

Diagram perbandingan persentase berat Na2O + K2O dengan

persentase berat SiO2 oleh A. Harker bermanfaat menggambarkan

komposisi batuan volkanik daratan dan penamaannya. Diagram ini

dasarnya yaitu Cox et al. (1979), dan sesuai dengan apa yang

dikeluarkan oleh subkomisi IUGS mengenai sistematik batuan beku

(Le Bas et al. 1986, dalam Wilson 1991). Diagram yang sederhana

seperti ini bermanfaat dalam mengklasifikasikan batuan beku dan

secara langsung dapat menentukan komposisi kimia utama, yang

dapat dilihat dari persen berat oksida-oksidanya.

II-7

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar 2.1. menunjukkan penamaan yang bisa digunakan pada

deskripsi batuan plutonik dan gambar 2.2. untuk batuan volkanik.

Ini sesuai dengan klasifikasi QAPF, yang didasarkan pada proporsi

modal dari mineral-mineralnya (Streckeisen, 1976, dalam Wilson

1991). Gambar 2.1. hanya bisa digunakan untuk mengklasifikasikan

batuan volkanik yang tidak potasik, sedangkan yang agak potasik

menggunakan tabel II.1. Jelasnya gambar 2.a. hanya bisa

digunakan untuk mengklasifikasi batuan volkanik yang tidak

termetasomatismekan dalam keadaan segar.

Berdasarkan gambar 2.1, batuan volkanik dibagi ke dalam dua seri

magma besar, yaitu alkali dan sub-alkali. Keduanya dipisahkan

dengan garis tebal pada diagram tersebut. Tiap-tiap seri magma ini

terdiri dari batuan-batuan dengan komposisi basa hingga asam,

dan meskipun batas keduanya ditandai dengan garis yang tebal

tetapi kenyataannya ada gradasi. Komposisi batuan-batuan

volkanik yang ditunjukkan pada diagram ini merupakan akibat dari

dua proses yang mendasar yang ditunjukkan oleh panah, pelelehan

parsial dan kristalisasi fraksi, atau dengan dominasi salah satunya

saja.

II-8

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 1. Penamaan batuan beku (non-potassic) (Cox et al. 1979, dalam Wilson 1991)

Potassic Normalleucitophyte phonolite

K-trachyte trachyte

K-rhyolite rhyolite

tristanite benmoreite

latite trachyandesite

leucitite nephelinite

leucite basanite basanite

leucite tephrite taplirite

absarokite ~i basalt

shosonite

Tabel II 1. Kesamaan antara batuan nonnal dengan batuan yang memiliki nilai K yang tinggi (Wilson, 1991)

Diagram persentase berat Na20 + K2O dengan persentase berat

SiO2 bisa juga digunakan untuk menentukan deferensiasi antara

anggota basalt dari seri alkali dan subalkali (Middlemost, 1975,

dalam Wilson 1991). Pada saat contoh-contoh diplotkan dalam

diagram dan terletak di daerah alkali dan daerah subalkali maka

contoh-contoh inilah yang disebut dengan basalt transisi. Pada

gambar 3, basalt sub-alkali bisa dibagi ke dalam jenis normal dan

rendah K.

II-9

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 2. Klasifikasi dari alkali basalt dan subalkali dangan parameter (a) persen berat K2O Terhadap SiO2 (b) persen berat Na2O Terhadap SiO2 (Middlemost, 1975, dalam Wilson 1991)

Secara umum, magma seri subalkali dapat dibagi ke dalam seri

alumina tinggi atau kalk alkali dan toleiit rendah K, Anggota dari

seri basalt ini secara berturut-turut yaitu subalkali dan subalkali

rendah K. Dua seri ini dapat dipisahkan berdasarkan diagram AFM

(Gambar II.3), dengan trend yang besar maka toleiitik kaya akan

besi pada awal pemisahannya, sedangkan seri kalk alkali trendnya

memotong diagram karena penumpukan besi pada saat kristalisasi

pertama oksida Fe-Ti. Perbedaan kimia yang utama dari seri

toleiitik dengan kalk alkali adalah kandungan Al2O3, basalt kalk

alkali dan andesit mengandung 16-29%, sedangkan toleiitiknya

II-10

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

hanya mengandung 12-16% Al2O3. Basalt kalk alkali dibagi lagi

menjadi basalt kalk alkali rendah K, sedang, dan tinggi berdasarkan

pada diagram perbandingan K2O dengan SiO2 di atas.

Gambar II. 3. Diagram AFM yang menunjukkan jenis toelitik dan kalk-alkali (Wilson, 1991)

Batuan-batuan dari seri magma alkali dibagi ke dalam jenis sodik,

potasik, dan K-tinggi pada pengeplotan K2O dengan Na2O. Anggota

dari seri K-tinggi mengandung sedikit silika dengan variasi nama

absarokite, leusit basalt, leusit basanit, dan leusit. Semuanya

terdeferansiasi untuk membentuk seri magma yang kaya K-tinggi

pada beberapa kasus.

Tectonic setting

Plate margin Within plateConvergent (destructive)

Divergent (constructive)

Iiitra-oceanic Intra-continental

volcanic feature

island arc, active continental margin

mid oceanic ridges, back-arc spreading centres

oceanic islands continental rift zone, continental flood basalt provinces

characteristic magma series

tholeiitic tholeiitic tholeiitic tholeiiticcalc-alkaline - - -alkaline - alkaline alkaline

SiO2 range basalts and differentiates

basalts basalts and differentiates

basalts and differentiates

Tabel II 2. Karakteristik seri magma yang berhubungan dengan tatanan tektonik tertentu (Wilson, 1991)

II-11

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel II. 2 menunjukkan karakteristik seri magma didasarkan atas

klasifikasi yang berhubungan dengan tiap lingkungan tektoniknya.

Basalt subalkali mempakan jenis yang paling umum dari batuan

volkanik yang ditemukan pada daratan dan cekungan samudera.

Basalt subalkali rendah K atau basalt toleiitik, merupakan magma

dominan yang dihasilkan pada punggungan tengah samudera dan

pada beberapa wilayah aliran basalt (flood basalt province).

Dibandingkan tipe basalt yang lainnya basalt-basalt ini

mengandung K tinggi dan kation-kation lain seperti Rb, Ba, U, Th,

Pb, Zr, dan sedikit REE.

Analisis batuan volkanik dari lantai samudera menunjukkan

komposisi yang sangat beragam. Meskipun basalt toleiitik lebih

dominan, transisi dan jenis alkali juga terdapat di beberapa daerah,

khususnya pada pemekaran samudera yang lambat seperti

Atlantik. Karakteristik kimia punggungan tengah samudera (MOR)

kelihatan bervariasi sebagai fungsi dari kecepatan pemekaran dan

elevasi punggungan kerak. Pemekaran lantai samudera juga terjadi

pada cekungan belakang busur {back arc basin) yang berhubungan

dengan subduksi, dan tekait dengan busur volkanik. Secara umum,

erupsi basalt sebanding dengan MOR dengan syarat karaktersitik

unsur utama dari unsur jejaknya berbeda.

Sekarang ini, magma seri kalk alkali seluruhnya dibatasi pada

posisinya yang berhubungan dengan subduksi. Akibatnya,

pengenalan terhadap karakteristik kalk alkali pada sikuen volkanik

masa lalu merupakan petunjuk yang sangat penting dalam

petrogenesis. Produk-produk dari volkanisme pada busur volkanik

bervariasi sesuai dengan evolusi dari busur, dalam beberapa hal,

lateral sepanjang busur. Batuan volkanik bisa dibagi ke dalam jenis

toleiitk, kalk alkali, dan alkali yang semuanya bergradasi. Jenis

II-12

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

magma toleiitik bisanya terbentuk pada busur muda, sedangkan

magma kalk alkali pada busur yang lebih tua dan batas benua aktif.

Karakteristik kimia dari batuan-batuan busur volkanik lebih

bervariasi dibandingkan dengan MOR. Proporsi lavanya yang kaya

SiO2 lebih besar, khususnya pada sen kalk alkali dangan andesit

yang lebih dominan.

Alkali basalt dan deferensiasinya umum dijumpai pada tatanan

tektonik antar lempeng seperti kepulauan samudera dan rekahan

lempeng antar benua dan jarang dijumpai pada beberapa subduksi.

Kepulauan samudera basalt (OIB) memiliki komposisi yang

mungkin bervariasi mulai dari toleiitik (Hawai, Iceland, dan

Galapagos, alkali sodik (Pulau Canary dan St. Halena) hingga alkali

potasik (Tristan da Cunha dan Gough). Umumnya evolusi magma

lebih berkembang dibandingkan basalt, seringpula berupa

kesatuan basalt-trasit atau ponolit.

Basalt daratan sangat terbatas saat ini, dan dominasinya yaitu

alkali pada tahap awal dari pemekaran daratan. Meskipun begitu,

pada wilayah kerak dengan gaya tarik yang besar, umunya akan

terdapat transisi dan toleiitik. Wilayah aliran basalt toleiitik daratan

mungkin sangat berarti di masa lalu, berhubungan dengan fase

utama pemekaran benua yang sempurna dan pembentukan dari

cekungan yang bam. Magma Kimberlit dan ultrapotasik yang

berasal dari magma alkali daratan yang sangat berbeda terbentuk

pada tatanan tektonik yang lebih luas.

II.4. MINERAL PEMBENTUK BATUAN

a. Mineral pembentuk batuan dengan indeks refraksi rendah

Name Formula

Quartz II-13

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tridymit SiO2

Kristobalit

Sanidine

Ortoklas (K,Na)AlSi3O8

FELDSPAR Mikroline

Albite NaAl Si3O8

Anortit CaAl2Si2O8

Nepheline (Na,K)AlSiO4

Kalsilite (K,Na)AlSiO4

Leusit KAlSi2O6

Sodalite Na8Al6Si6O24Cl2

Analcite NaAlSi2O6H2O

Scapolite (Na,Ca,K)4Al3(Al,Si)3Si6O24(Cl,CO3SO4,OH)

Cordierite (Mg,Fe)2Al4Si5O18

b. Mineral pembentuk batuan dengan indeks refraksi tinggi

Name FormulaForsterite Mg2SiO4

Fayalite Fe2SiO4

Monticellite CaMgSiO4

Enstatite Mg2Si2O6

Ferrosilite Fe2Si2O6

Diopside CaMgSi2O6

Hedenbergite CaFeSi2O6

Augite (Ca,Mg,Fe,Al)2(Si,Al)2O6

Pigeonite (Mg,Fe,Ca)(Mg,Fe)Si2O6

Aegirine NaFe+3 Si2O6

Jadelite NaAlSi2O6

Wollastonite CaSiO3

Anthophylite (Mg,Fe)7Si8O22(OH,F)2

Gedrite (Mg,Fe)5Al2(Al2Si6)O22(OH,F)2

Cummingtonite (Mg,Fe)7Si8O22(OH,F)2

II-14

FELDSPATOID

ORTOPIROKSEN

KLINOPIROKSEN

OLIVIN

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tremolit-actinolit Ca2(Mg,Fe)7Si8O22(OH,F)2

Hornblende Ca2(Mg,Fe,Al)5(SiAl)8O22(OH,F)2

Riebeckite Na2Fe3+2Fe2

+3 Si8O22(OH,F)2

Glaucophane Na2Mg3Al2Si8O22(OH,F)2

Biotit K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH,F)2

Muscovite KAl2(AlSi3O10)(OH,F)2

Paragonite NaAl2(AlSi3O10)(OH,F)2

Pyrophyllite Al2Si4O10(OH)8

Talc Mg3Si4O10(OH)2

Chlorite (Mg,Al,Fe)6(Al,Si)4O10(OH)8

Serpentine Mg6Si4O10(OH)8

Pyrope Mg3Al2Si3O12

Almandine Fe3Al2Si3O12

Spessartine Mn3Al2Si3O12

Grossular Ca3Al2Si3O12

Andradite Ca3 (Fe+3,Ti)2Si3O12

Vesuvianite Ca19(Mg,Fe,Al)13Si18(O,OH,F)76

Andalusite

Kyanite Al2SiO5

Sillimanite

Mullite 3Al2O3.2SiO2

Staurolite Fe2Al9Si3,75O22(OH)2

Chloritoid (Fe+2,Mg,Mn)2(Al,Fe+3)Al3O2(SiO4)2(OH)4

EpidoteCa2Fe+3Al2O(S2O7)(SiO4(OH)

Clinozoisite Ca2AlAl2O(Si2O7)(SiO4(OH)

Lawsonite CaAl2(OH)2Si2O7H2O

Gehlenite Ca2MgSi2O7

Akermanite Ca2MgSi2O7

Soda melilite NaCaAlSi2O7

Calcite CaCO3

Dolomite CaMg(CO3)2

c. Mineral accesori

Name FormulaApatite Ca5(PO4)3(OH,F,Cl)

II-15

AMPHIBOL

MICA

GARNET

MELILITE

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Zircon ZrSiO4

Sphene CaTiSiO5

Perovskite CaTiO3

Tourmalin Na(Mg,Fe,Al)3Al6Si6O18(BO3)3(OH,F)4

Corundum Al2O3

Rutile TiO2

Hematite Fe2O3

Ilmenite FeTiO3

Ulvospinel Fe2TiO4

Magnetit Fe3O4

Chromite FeCr2O4

Spinel MgAl2O4

Hercynite FeAl2O4

Fluorite CaF2

Pyrite FES2

Pyrrhotite Fe7S8 – FeS

Chalcopyrite CuFeS2

Sphalerite ZnS

Anhydrite CaSO4

Gypsum CaSO4.2H2O

Barite BaSO4

Beryl Be3Al2[Si6O18]

II.5. TEKSTUR BATUAN BEKU

Tekstur adalah cerminan hubungan antara komponen dari batuan

yang merefleksikan sejarah kejadian/petrogenesa.

a. Deskripsi Tekstur

Dalam mempelajari dan menginterpretasikan batuan beku hal

yang penting harus diperhatikan adalah membedakan mineral-

mineral primer

II-16

SPINEL

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

(mineral yang terbentuk langsung dari magma) dari mineral-

mineral sekunder (mineral yang terbentuk dari hasil alterasi atau

pelapukan), karena dalam pengklasifikasian batuan beku

didasarkan atas mineral-mineral primer bukan mieral-mineral

sekunder. Juga dijelaskan dalam diskripsi bahwa mineral-mineral

tertentu sudah mengalami perubahan menjadi mineral sekunder.

Prosentase mineral yang dipakai dalam penentuan nama batuan

adalah prosentase dari mineral-mineral primer sebelum terjadi

perubahan.

b. Tingkat Kristalinitas (crystalinite)

Holokristalin

terdiri dari kristal-kristal seluruhnya.

Hipokristalin/hypohyalin/merokristalin

terdiri atas sebagian kristal-kristal dan sebagian gelas.

Holohyalin

didominasi atas gelas

Gelas terbentuk karena :

Pendinginan cepat.

Viskositas tinggi.

Gas keluar dengan sangat cepat. Gas keluar akibat dari

viskositas tinggi sehingga terbentuk masa dasar gelas.

II-17

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

c. Ukuran Kristal

Macam – macam ukuran kristal batuan beku: > 3 cm. .: very coarse grain PLUTONIC

..................................................(deep seated intrusion)

5 mm – 3 cm.......................................................................: coarse grain........................................................................ PLUTONIC

1 mm – 5 mm .....................................................................: medium grain..................................................................... PLUTONIC

< 1 mm ..............................................................................: fine grained........................................................................

VOLCANIC ROCK

(0,5 – 1) mm........................................................................: fine grained........................................................................ HYPABYSSAL

(0,01–0,2) mm.....................................................................: microcrystaline

< 0,01 mm..........................................................................: cryptocrystaline

Ditinjau dari ukuran butir mineral, tektur dapat dibedakan

menjadi :

1. Mikrokristalin................................................................

Kristal-kristalnya dapat dibedakan dengan menggunakan

mikroskop.

2. Kriptokristalin

Kristal-kristalnya sangat halus, sulit dibedakan dengan

mikroskop ( < 0,01 mm)

3. Equigranular

II-18

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Kristal-kristalnya berukuran relatif seragam/sama besar.

4. Inequigranular

Kristal-kristalnya berukuran tidak seragam/sama (terdapat

fenokris dan masa dasar)

d. Bentuk Kristal

Bentuk-bentuk individu kristal :

1. Euhedral/idiomorf

Kristal-kristal mempunyai bentuk lengkap/baik, dan dibatasi

oleh bidang batas yang jelas.

2. Subhedral/hypidiomorf

Kristal-kristal mempunyai bentuk kurang baik dan dibatasi

oleh bidang batas yang tidak jelas.

3. Anhedral/fenomorf

Kristal-kristal mempunyai bentuk sendiri yang jelas.

Berdasarkan dari fabrik/kemasnya, tekstur equigranular dapat

dibedakan menjadi :

1. Idiomorfik granular :

Semua/hampir semua mineral berbentuk euhedral dengan

ukuran butir relatif sama dan mempunyai batas-batas yang

jelas.

2. Hypidiomorfik granular :

Terdiri atas mineral-mineral yang subhedral (dominan) dengan

besar butir yang relatif sama.

3. Allotriomorfik granular :

II-19

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Terdiri atas mineral-mineral yang berbentuk anhedral

(dominan).

II-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

e. Macam – macam tekstur

1. Tekstur Glassy-Afanitik

Tekstur Trakhitik

Paralel mikrolit-mikrolit (plagioklas dan mikro-kripto kristalin)

Tekstur Pilotasitik

Sub-paralel mikrolit-mikrolit (plagioklas dan mikro-kripto

kristalin)

Terbentuk akibat aliran magma dalam batuan volkanik

Tekstur Trachytoidal

Paralel kristal feldspar dalam batuan plutonik

2. Tekstur Porfiritik

Terdiri atas fenokris-fenokris yang tertanam dalam masa dasar

halus yang kristalin.

Kenampakan tekstur batuan beku dimana terdapat fenokris-

fenokris yang tertanam dalam masa dasar/matrik halus kristalin.

Merupakan tekstur penciri pada batuan beku intrusif dan

ekstrusif. Contohnya :

(a). Riolit, Dasit

(b). Andesit

(c). Basalt Nepelin

II-21

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

3. Tekstur Tumbuh Bersama (Intergrowth)

Pertumbuhan bersama antara 2 mineral, umumnya adalah

mineral feldspar dengan kuarsa, dapat juga plagioklas dengan

kuarsa, piroksen dan plagioklas.

Tekstur Cumulus

Batuan beku yang tersusun atas kristal-kristal (satu atau

lebih mineral) yang terbentuk pada awal kristalisasi magma,

pada proses segregasi atau konsentrasi. Sering dijumpai

pada batuan beku ultramafik.

Tekstur Intergranular

Agregasi dari butir-butir mineral mafik yang euhedral

(mineral-mineral piroksen dan atau olivin) yang dijumpai

diantara mineral-mineral plagioklas yang memanjang secara

random. Sering dijumpai pada diabas dan basalt hypabisal.

II-22

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tekstur Intersertal

Seperti tekstur intergranular, tetapi diantara mineral-mineral

plagioklas yang memanjang secara random terisi oleh gelas

atau altersi gelas.

Sering dijumpai pada basalt

4. Tekstur Reaksi atau Corona (KELYPHITIC RIM)

Tekstur reaksi merupakan pembungkusan mineral dalam batuan

beku, olivine, mineral yang pertama terbentuk dalam deret

diskontnue mungkin dikelilingi oleh mineral yang terbentuk

kemudian (piroksen atau hornblende). Tekstur ini dapat pula

terbentuk karena reaksi post magmatig atau dapat terjadi akibat

metamorfosa derajat rendah.

Tekstur Perthitic Kristal-kristal kecil yang tertanam secara

acak dalam kristal yang lebih besar

II-23

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tekstur Antiperthitic

Kristal-kristal piroksen tertanam secara acak dalam kristal

plagioklas. Disamping macam-macam tekstur diatas, dalam

batuan beku juga ditemukan beberapa tekstur khusus, antara

lain :

a. Tekstur Poikilitik

Kristal-kristal kecil yang tertanam secara acak dalam kristal

yang lebih besar

b. Tekstur Ophitic

Kristal-kristal plagioklas tertanam secara acak dalam kristal

yang lebih besar olivin atau piroksen. Dijumpai pada gabro

(b) dan basalt

II-24

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

c. Tekstur Sub-ophitic

Kristal-kristal plagioklas dan kristal olivin atau piroksen,

tumbuh bersama, Seperti tekstur ophitik, tetapi ukuran

kirstal relatif sama Dijumpai pada diabas (c)

II-25

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

d. Mikroporfiritik

Porfiritik terlihat di bawah mikroskop.

e. Vitrofirik

Fenokris tertanam dalam masa dasar gelas.

f. Felsofirik

Bila masa dasar terdiri atas intergrowth kuarsa dengan

feldspar.

g. Poikilitik

Adanya inklusi-inklusi mineral secara random dalam suatu

mineral besar.

h. Hyalopilitik

Mikrolit-mikrolit plagioklas dijumpai bersama-sama dengan

mikrokristalin piroksen dengan arah yang random dalam

masa dasar gelas.

II-26

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

i. Pilotasitik

Mikrolit-mikrolit plagioklas menunjukkan kesejajaran (sub-

paralel) dan dijumpai bersama-sama dengan mineral-

mineral mikrokristalin atau kriptokristalin.

j. Felled texture

Apabila masa dasar terdiri dari mikrolit-mikrolit yang tidak

beraturan

k. Vesicular

Biasa dijumpai pada lava, merupakan lubang-lubang bekas

gas

l. Amydaloid

Biasa dijumpai pada lava, merupakan bekas lubang gas

yang telah diisi oleh mineral-mineral sekunder seperti

zeolit, opal, kalsedon, klorit, kalsit dan lain-lain.

m. Tekstur Sperulit dalam Riolit

Bentuk radial dari kristal fibrus di dalam matrik gelas.

Kemungkinan komposisi sperulit alkali felsdpar dan

polymorf SiO2

n. Tekstur Graphic

kristal-kristal kuarsal yang tertanam secara acak dalam

kristal K-feldspar

o. Tekstur Mrymekite

Seperti tekstur graphic dimana bentuk kuarsa menyerupai

cacing dengan letak tak teratur

II-27

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

II.6. STRUKTUR BATUAN BEKU

Macam-macam struktur batuan beku, yaitu:

A. Intrusive (Blatt & Ehler 1980)

Memotong perlapisan batuan sedimen, menunjukkan

batuan beku terbentuk pd kurun waktu lebih muda

Batuan sedimen yg berada di dasar & di bagian atasnya

terpanggang —> Contac Effect

Tidak mengandung gelembung gas/fragmentasi pada bagian

atasnya

Fragmen-fragmen batuan beku tidak dijumpai pd sedimen

diatasnya

Pelengkungan batuan sedimen diatasnya kerap kali lebih

besar bila dibandingkan dgn sudut maksimal lereng

pengendapannya

Dijumpai inklusi

B. Ekstrusive

Umumnya bagian bawah tempat lava mengalir berbentuk

tidak teratur seperti hasil erosi

Kontaknya dapat paralel terhadap perlapisan / foliasi dari

batuan yg lebih tua (concordance)/bersudut (discordance)

Bagian atas batuan yang ditumpangi oleh batuan ekstrusif

akan memperlihatkan hasil proses pelapukan yang terjadi

sebelum batuan ekstrusif terbentuk diatasnya. Misal berupa

soil (tanah) hasil oksidasi / hidrasi

II-28

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Dijumpai material asing di dalam batuan beku yang biasa

disebut inklusi (xenolith 1 xenocryst), bersifat minor

biasanya disertai dengan efek panggang (baking effect)

Bagian permukaan atas lava yang tertimbun sedimen

berbentuk tidak teratur seperti hasil proses erosi

Beberapa lava mempunyai permukaan tidak teratur yg

terbentuk selama lava mengalir. Kontak dengan batuan

sedimen dibawahnya berupa hubungan discordance

Bagian atas suatu tubuh lava yang tertimbun sedimen dapat

menunjukkan lubang gas (kecil/medium). Struktur Vesiculer

biasa dijumpai

Erosi pada bagian atas lava dapat terjadi sebelum

pengendapan sedimen diatasnya. Lapisan soil dapat dijumpai

sebagai hasil dekomposisi lanjut (extremely weathered)

—> “bukti hubungan ketidakselarasan/unconformity

Macam – Macam Bentuk Tubuh Batuan Intrusif

Batuan Intrusif membeku di dalam batuan yang sudah ada lebih

dahulu di bawah permukaan bumi. Kontak umumnya berupa

Concordance/discordance. Jika batuan yang diterobos rapuh maka

akan disertai terjadinya pemecahan dan penyesaran. Kontak

semacam ini biasanya terjadi pada tempat yang dangkal. Di daerah

yang lebih dalam beberapa km batuan yang diterobos bersifat

plastis/lentur. Hingga lapis/foliasinya cenderung tertekan paralel

terhadap pluton yag menerobosnya. Type intrusinya disebut

diapirik dan masa batuan/lelehan yang bergerak ke atas disebut

diapir. Kontak concordance dapat dijumpai pada tempat yang

dangkal bila magma menerobos membentuk kubah, atau kekuatan

magma tidak menyebabkan pemecahan batuan yang diterobos.

II-29

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Banyak intrusi terlihat concordance pada singkapan yang

terisolasi, yang merupakan fungsi skala pengamatan.

Beberapa intrusi yang terbentuk pada kedalaman > 100 km dan

mengandung fragmen-fragmen misalnya intan yang dibawa oleh

sumber magma/induk magma.

Tipe-Tipe Intrusi

a. SILL

Concordance, tubuh tabular

Tipis, menerobos ditempat yang dangkal, pada tempat

yang relatif tidak terlipat

derajat keenceran (viscosity) magma tinggi hingga

menghasilkan bentuk seperti lempengan.

Sifat keasaman basic intermediate

Sebagian besar berkomposisi basaltic

Biasanya kristal awal yang terbentuk termasuk mineral

lebih berat turun (settlement) di dasar hingga

komposisinya bervariasi ke arah atas membentuk

perlapisan semu (pseudc stratification)

Ketebalannya beberapa - ratusan meter. Sill di Palisades

(New York) berumur Trias ketebalan 300 meter tersingkap

sepanjang 800 km & lebar 2 km.

Sill Peneplain di Antartika berumur Jura berupa Diabase

ketebalan 400 m luas singkapan 20.000 km2.

II-30

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

2. LACCOLITH

Bersifat concordance

Bentuknya seperti jamur, diameter sekitar 1-8 km,

ketebalan maks 1000 meter

Terbentuk di dalam sedimen yang tidak terganggu di

tempat yang dangkal. Lacolite terbentuk sewaktu magma

bergerak ke atas menembus lapisan yang mendatar di

dalam kerak bumi yang bersifat lebih tahan/resistance

hingga magma tersebar secara lateral membentuk kubah

di dalam lapisan yang berada di atasnya. Jika berjumpa

lapisan yang ketahanannya rendah untuk menyebar, maka

lacolith berkembang menjadi sill

Sebagian besar lacolith berkomposisi silisic atau

intermediate

Contoh : lacolith diUtah (USA)

3. LOPOLITHS

Berbentuk lenticular yang besar, bagian tengahnya

melesak, umumnya concordance suatu masa intrusi

berbentuk cerobong asap / cekungan

Sebagian besar dijumpai di daerah terlipat / sedikit terlipat

Tebal: dari lebarnya

Diameternya bervariasi dari puluhan - ratusan km dengan

ketebalan berkembang sampai ribuan meter

Umumnya kandungan min mafik-ultramafik, beberapa

diantaranya terdiferensiasi di bagian atasnya menjadi lebih

silisic

II-31

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Contoh : Ontario, Afrika Selatan

4. PHACOLITHS

Tubuh intrusi yang concordance berasosiasi dengan batuan

terlipat Bila terbentuk di dalam antiklin akan terjad!

cembung double ke arah atas. Sebaliknya bila di dalam

sinklin akan terbentuk cembung double ke arah bawah. Hal

ini menunjukkan bahwa phacolith merupakan intrusi yang

pasif, magma mengisi daerah terbuka di puncak dan di

lembah antiklin & sinklin.

Intrusi berjalan di daerah bertekanan rendah, berkembang

karena pelengseran lapisan incompetent diantara lapisan

yang lebih competent atau pelengseran satu lapisan

competent terhadap lapisan competent yang lain

Pacolith umumnya terbentuk di daerah dalam &

mempunyai batas yang tajam, mengalami gradasi. Bila

terjadi foliasi akan paralel/hampir paralel terhadap sumbu

lipatan

Komposisi batuannya bervariasi, meliputi daerah yang luas

mencapai puluhan km

5. DIKE & VEINS

Dike merupakan terobosan yang tabular & discordance

memotong foliasi/perlapisan country rocks. Intrusi ini dapat

beralih tempat ke dalam sistem kekar yang sudah ada

terlebih dahulu, dapat tunggal / majemuk

Pada beberapa daerah Dike berhub erat dg volcanic

necks/intrusi dangkal (hypabyssal) & terbentuk secara

radial

II-32

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Banyak Dike bersifat lebih resistance terhadap erosi

dibandingkan dengan batuan yg diterobosnya

Kadang menerobos vertikal/miring membentuk lempengan,

kerucut tersebar bentuk oval/melingkar. Hal ini berkaitan

dengan proses pemecahan kubah tubuh

terobosan & hilangnya tekanan intrusi yang diikuti oleh

melesahnya country rocks bagian alas sehingga dapur

magma kosong

Vein adalah pengisian mineral/batuan di dalam pecahan

host rocks berbentuk tabular kecil/lempengan, kerapkali

berasosiasi dengan replacement host rocks

6. BATHOLITHS

Suatu tubuh pluton intrusif yang besar dengan dinding

yang terjal tanpa dasar yang dikenal

Umumnya berkomposisi silisik

Berukuran 100 - ribuan km2

Banyak batholith yang concordance terhadap struktur

regional, padahal bila dipetakan otete//sangat

discordance

Pluton silisik yang besar kerap kali granit (deskripsi

lapangan) meskipun komposisinya kerap kati granodiorite

atau monzonite kuarsa

Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang

besar. Seperti lava bantal yang terbentuk di lingkungan air (laut),

lava bongkah, struktur aliran dan lain-lainnya. Suatu bentuk dari

struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya.

II-33

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

a. Struktur Bantal.

Struktur bantal (pillow structure) adalah struktur yang

dinyatakan pada batuan ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh

masa yang berbentuk bantal. Dimana ukuran dari bentuk lava

ini pada umumnya antara 30 — 60 cm. Biasanya jarak antara

bantal berdekatan dan terisi oleh bahan-bahan yang

berkomposisi sama dengan bantal tersebut, dan juga oleh

sedimen-sedimen klastik. Karena adanya sedimen-sedimen

klastik ini maka struktur bantal dapat dianggap terbentuk dalam

air dan umumnya terbentuk di laut dalam.

b. Struktur Vesikular.

Di dalam lava banyak terkandung gas-gas yang segera

dilepaskan setelah tekanan menurun, ini disebabkan perjalanan

magma ke permukaan bumi. Keluamya gas-gas dari lava akan

menghasilkan lubang-lubang yang berbentuk bulat, clip, silinder

ataupun tidak beraturan. Terak (scoria) adalah lava yang

sebagian besar terdiri dari lubang-lubang yang tidak beraturan,

hal ini disebabkan lava tersebut sebagian besar mengandung

gas-gas sehingga sewaktu lava tersebut membeku membentuk

rongga-rongga yang dulu ditempati oleh gas.

Biasanya pada dasar dari aliran lava terdapat gelembung-

gelembung berbentuk silinder yang tegak lurus aliran lava. Hal

ini disebabkan gas-gas yang dilepaskan dari batuan sedimen

yang berada di bawahnya karena proses pemanasan dari lava

itu.

c. Struktur Aliran.

Lava yang disemburkan tidak ada yang dalam keadaan

homogen. Dalam perjalanannya menuju ke permukaan selalu

II-34

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

terjadi perubahan seperti komposisi, kadar gas, kekentalan,

derajat kristalisasi. Ketidak homogenan lava menyebabkan

terbentuknya struktur aliran, hal ini dicer -minkan dengan

adanya goresan berupa garis-garis yang sejajar, perbedaan

wama dan tekstur.

Struktur aliran juga dijumpai pada batuan dimana perlapisan-

perlapisan digambarkan dengan perbedaan-perbedaan dalam

komposisi atau tekstur mineralnya. Struktur aliran dapat pula

berbentuk sangat halus dan disebut tekstur aliran. Dan untuk

dapat melihatnya diperlukan mikroskop, foto 8 lembar 5

memperlihatkan tekstur aliran pada batuan yang berupa

pengarahan dari mineral-mineral tertentu seperti plagioklas.

Bentuk mineral-mineral dalam batuan yang mempu-nyai bentuk

memanjang atau pipih akan condong untuk mengarah menjadi

sejajar dengan arah aliran lava pada waktu itu.

d. Struktur Kekar.

Kekar adalah bidang-bidang pemisah yang terdapat dalam

semua jenis batuan. Kekar biasanya disebabkan oleh proses

pendinginan, tetapi ada pula retakan-retakan yang disebabkan

oleh gerakan-gerakan dalam bumi yang

berlaku sesudah batuan itu membeku. Kenampakan di lapangan

menunjukkan bahwa kekar-kekar itu tersusun dalam sistem

tertentu yang berpotongan satu dengan yang lainnya.

Retakan-retakan ada yang memotong sejajar dengan

permukaan bumi, dan menghasilkan struktur periapisan,

sedangkan yang tegak lurus dengan permukaan bumi akan

menghasilkan struktur bpngkah. Perlapisan ini pada umumnya

akan makin tipis pada bagian yang mendekati permukaan bumi.

II-35

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Retakan-retakan dapat pula membentuk kolom-kolom yang

dikenal dengan struktur kekar meniang (columnar jointing).

Struktur ini disebabkan karena adanya pendinginan dan

penyusutan yang merata dalam magma dan dicirikan oleh

perkembangan empat, lima atau enam sisi prisma,

kemungkinan juga dipotong oleh retakan yang melintang.

Bentuk seperti tiang ini umumnya terdapat pada batuan basal,

tetapi kadang-kadang juga terdapat pada batuan beku jenis

lainnya. Kolom-kolom ini berkembang tegak lurus pada

permukaan pendinginan, sehingga pada sil atau lava aliran

tersebut akan berdiri vertikal sedangkan pada dike kurang lebih

akan horizontal.

II.7. KLASIFIKASI BATUAN BEKU

Pengklasifikasian batuan beku diperoleh dengan berdasarkan

pada :

1. Komposisi mineral, hal ini dapat menunjukkan kondisi

magma pada saat kristalisasi dan menggambarkan komposisi

kimia.

2. Tekstur, hal ini dapat menunjukkan keadaan yang

mempengaruhi proses pembekuan, waktu/tempat

pembekuan

Misal :

Granular

=> plutonik lambat

Porfiritik

=> ekstrusif cepat

II-36

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Glassy

=> effusif cepat sekali

3. Komposisi kimia, hal ini dapat menunjukkan hubungan dan

tipe magma asal, kehadiran/tidaknya mineral tertentu.

Kombinasi antara komposisi mineral dan tekstur, dapat dibedakan :

Jumlah relatif antara mineral mafiks dan felsik

Kuarsa

Unsaturated minerals

Macam mineral mafiks

II-37

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 4. Comparison Chart For Visual Percentage Estimation (After Terry and Chilingar, 1955).

II-38

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel II 3. General character and organization of principal igneous rocks (Wiiliam, Turner, & Gilbert, 1982)

Chapter 5Oversaturated rocks; Cl – 0 to 40

Alkali plagioklasfeldspar An 10-30

Chapter 4Saturated rocks; Cl – 0 to 40

Alkali plagioklas feldspar An 30-50

Chapter 3Saturated and undersaturated;

Cl usually > 40plagioklas An 50-100

Chapter 8undersaturated; Cl – 90 to 100

plagioklas 0-10%

Alkali granite

Syenite Monzonite Diorite

GabbroNoriteTroctoliteAnorthositeMg and CaMg pyroxenitesAlkaline gabbro

Feldspatic peridotite'

Plu

tonic

Quartz syenite

Quartz monzonite

Quartz diorite

Volk

anic

Rhyolite Dacite Trachyte Latite Andesite

Thoelitic basalts and diabasesAlkali olvine basalts

Hawaiitemugearite

Chapter 7

Feldspatoidal rocks; Cl – low to mediumAlkali feldspar

Chapter 8

Feldspatoidal rocks; Cl – low to highPlagioklas feldspar lacking

Feldspatoidal syenite

Nepheline syenite shonkiniteSodalite syenit

Feldspatoidal gabbrosEssxiteTheraliteAnalcime diabase

IjoliteAlkaline pyroxenite

Phonolite

TrachyandesiteTrachybasalt

WyomingiteNepheliniteLimburgite

Chapter 8

Volc

anic

or

qu

asi

-volc

an

ic

LamprophyresBiotite and hornblende lamprophyresCamptoniteMonchiquite

Melilite-rich rocksMeliliteAlonoite

CarbonatiteKimberlite

Nonfeldspathic peridotite (plutonic)Komatitite

II-39

Quartz > 20%

adamellite Ton

alit

eGrano- diorite

Quartz 5-20%

UltrabasicBasicIntermediete

Acid

Plu

tonic

Volc

an

ic

TephriteLeucities

Basanites

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

II.8. Klasifikasi Kimia

Pembagian klasifikasi batuan beku berdasarkan kimiawi:

a. SiO2 (keasaman)

Asam> 66 %

Intermediet(52 – 56) %

Basa(45 – 52) %

Ultrabasa< 45 %

b. Kejenuhan terhadap silika beku

Saturated rocks

Saturated rocks

Under saturated rocks

c. Kandungan alumina dalam batuan beku

Per alumina

Metaluminous ...........................................

Sub aluminous

Per Alkaline

d. Kandungan Fe, Mg mafic

Leucocratic rocks< 30 %

Mesocratic rocks(30 – 60) %

Melanocratic rocks(60-90) %

Hypermelanic rocks> 90%

II.9. KLASIFIKASI MODE

a. Batuan Ultrabasa dan Basa (plutonik & volkanik)

Berdasarkan Komposisi Mineral

Gabro (Gabbro)III-1

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Plagioklas, diopsidic augite, olivin, hornblende

Norit (Norite)

Plagioklas, hipersten (orto- Px), augit (tidak melimpah), olivin

(tidak melimpah)

Tractolit (Tractolite)

Dominan plagioklas dan olivin

Anorthosit (Anorthisite)

Kaya plagioklas (dominan), minor hipersten dan augit (sering

dijumpai)

Piroksenit (Magnesian-Calcmagnesian Pyroxenite)

Mg-orto Piroksen dan atau Clino- Piroksen

Gambar II. 5. IUGS clasification of phaneritic (plutonic) rocks

III-2

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 6. Klasifikasi batuan beku plutonik mafik (IUGS)

III-3

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b. Batuan Beku Intermediate (jenuh silika)

TIPE VOLKANIK :

Andesit

Tekstur : porfiritik, pilotasitik, fenokris plagioklas dan mineral-

mineral mafik ;olivine, augit, hipersten, hornblende dan biotit,

andesit olivin (olivine andesite) andesit basaltik (basaltic

andesite)Transisi basalt tholeiitik, komposisi mineralogi penciri ;

olivin dan labradoritandesit piroksen (pyroxene andesite)

Dominan mineral mafik piroksen ; hipersten, augit melimpah

zoning plagioklas,

andesit hornblende dan andesit biotit

hornblende and biotit andesite

Latit (latite = trachyandesite)

Tekstur : porfiritik, pilotasitik,

fenokris plagioklas (andesin atau oligoklas), sering dijumpai

sanidin atau anorthoklas menyelimuti plagioklas

piroksen ; diopsidic augite , aigerin-augit menyertai augit

dalam tipe alkali..

Trakhit (trachyte)

Tekstur trakhitik (trachytic texture), alkali felsdpart > 80 %

(modal) ; sanidin atau anorthoklas plagioklas (oligoklas atau

andesin) olivin (fayalit), clino-piroksen, amfobol dan biotit

trakhit piroksen (pyroxene trachyte) dominan mineral mafik

piroksen ; diopsidic px atau aegerin-augit, sanidin dominan,

plagioklas (andesin atau oligoklas), andesit hornblende dan

andesit biotithornblende and biotit trachyte

III-4

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

trakhit melimpah sanidin dan sedikit oligoklas, hornblende,

biotit dan diopsid

trakhit peralkalin (peralkaline trachyte) trakhit dominan

mineral mafik ; aegerin, reibekit, arfvedsonit (atau cossyrit)

dan sedikit fayalitkeratophyres

plagioklas ; albit-oligoklas, reibekit/aegerin, clorit, epidot,

uralit

TIPE PLUTONIK :

Diorit

Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan

kadang porfiritik, fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan

mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit

diorit porfir (diorite porphyries) tekstur porfiritik dengan

fenokris zoning plagioklas,hornblende, biotit, kadang-kadang

quartz dalam masa dasar anhedral-

granular. mafic diorit (meladiorites, IUGS) CI tipikal diorit,

tetapi mengandung hornblende dan plagioklas ; andesit atau

oligoklas, Komposisi SiO2 (45 %)hornblendite

diorit dengan kendungan hornblende tinggi

Monzonit = syenodiorit

Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), myrmekite,

poikilitik dan kadang porfiritik, 1/3 Ftot< KF<2/3 Ftot, Qz < 5 %,

fenokris plagioklas; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral

mafik utama ; hornblende, biotit dan

augit (jarang)

monzonit porfir (maonzonite porphyries)

III-5

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas, orthoklas,

perhite, mineral mafik jarang,

masa dasar integrowthsodic plagioklas dan orthoklas,

hornblende, augit, biotit, apatit, spene

Syenit

Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan

kadang porfiritik KF > 2/3 Ftot,`Qz < 5 %, fenokris plagioklas ;

andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ;

hornblende dan biotit, aegerin-augit, aegerin spene, apatit, zircon

alkali syenit (porfir)

KF tinggi =< 95 % Ftot, Qz < 5 %, orthoklas, mikroklin, albit

atau oligoklas, micro-perhite Qz, Foid , minor.

alkali lime syenit

high sodic plagioclase (5 - 30) % modal feldspar mineral

mafik; hornblende, biotit, diopsidik augit.

c. Batuan Beku Asam (lewat jenuh silika)

high modal Qz > 20 %

Alkali feldspar

Tipe Plutonik

Tipe Volkanik

< 10 % FtotTonalitDasit

10 - 35 % FtotGranodiorit

> 35 % Ftot

Granit

Riolit

III-6

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 7. Klasifikasi batuan beku plutonik

TIPE PLUTONIK : GRANIT, GRANODIORIT, TONALIT

Tekstur : tekstur granitik, subhedrl granular (hypidiomorfic

granular), graphic (micrographic), granophyre, myrmekite,

porphyry high modal Qz > 20 % (anhedral) orthoklas, mikroklin,

plagioklas, muskovite

Granit

Komposisi mineralogi ; orthoklas dan mikroklin, Qz, calkalkalin

granit mengandung biotit, hornblende, piroksen jarang

alkali granit mengandung amphibol ; hastingsit, riebeckit dan

arfvedsonit -------(anhedral)

adamelit ------- Alkali Feld. 35 - 65 % Ftot

granophyre ---------- granophric tekxture

mineral mafik hedenbergite, fayalite dan dlm batuanperalkalin

dijumpai reibeckit

III-7

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

GRANODIORIT dan TONALIT

Qz > 20 %

KF < 10 % Ftot (Tonalit)

KF 10 - 35 % Ftot (Granodiorit)

mineral-mineral mafik biotit, hornblende

Felsik Tonalit = trondhjemite

plagioklas (andesin aatau oligoklas), Qz, dan KF dan biotit

kelimpahan sedikit

.

TIPE VOLKANIK : Dasit dan Riolit (batuan volkanik asam)

Tekstur : porfiritik, afanitik atau glassy , aphrik, hylophitik

Komposisi mineral : Qz ( tridimit, kristobalit) fenokris plagioklas

radialy fibrus spherulites

dasit

fenokris ; plagioklas (lab- olig), Qz, sanidin, beberapa mineral

mafik piroksen, hornblende (cumingtonit), biotit masa dasar

glas

riolit potassic type

Sanidin, bipiramidal Qz, biotit, hornblende, diopsidic augit

sodic/peralkaline type

Sanidin, anarthoklas, albit , bipiramidal Qz

III-8

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 8. Diagram Fase dari batuan beku asam (lewat jenuh silika)d. Batuan Beku mafik felspathoid basa dan ultrabasae. Batuan

Beku mafik & felsik feldspatoid

III-9

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

f. Batuan beku basa non-feldspathoidKlasifikasi basalt normativ (yodar & tilley, 1962)1. tholeiit (a). thileiit lewat jenuh (oversaturated tholeiite) normativ quartz dan hipersten(b). tholeiit jenuh (saturated tholeiite) normativ hipersten2. tholeiit olivin tak jenuh (undersaturated olivine tholeiite)normativ hipersten dan olivin3. tholeiit olivin (olivine tholeiite)/ basalt olivin (olivine basalt) normativ olivin4. basalt olivine alkali (alkali olivine basalt)normativ olivine dan nefelin5. Basanit (basanite) normatif olivin dan nefelin

III-10

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 9. Klasifikasi batuan beku basal tetrahedon (Yoder & Tilley, 1962)

III-11

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 10. Reaksi seri bowen

III-12

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar II. 11. Klasifikasi batuan beku IUGS

III-13

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A................ B CGambar II. 12. Rhyolitic Pitchstones

dengan Microlites dan CrystallitesIsle of Arran, Scotland. Diam. 1 mm. Phenocrysts of quartz, augite, and magnetite in a glassy matrix

crowded with arborescent microlites of green hornblende, around which the glass is clear.

A. Meissen, Saxony. Diam. 2 mm. Phenocrysts of quartz with corroded outlines and conchoidal fractures, in a matrix of glass showing perlitic cracks. Trains of spherical crystallites emphasize the fluidal banding.

B. Turtle Mountains, California. Diam. 1 mm. Hornblende and sanidine phen-ocrysts lie in a matrix of glass rich in spherical and hairlike crystallites.

A B C

Gambar II. 13. Tekstur batuan Beku

A. Subhedral granular texture in granodiorite. Diam. 3 mm. Benton Range, Mono County, California. Euhedral and subhedral crystals of green hornblende and brown biotite, the .latter containing inclusions of apatite and secondary sphene. Subhedral crystals of plagioclase, and more poorly formed crystals of partially altered onhoclase (stippled), with clear, anhedral, interstitial patches of quartz.

B. Porphyritic texture in mica lamprophyre. Diam. 2 mm. Boundary Butte, Navajo Reservation, Utah. Euhedral prisms of diopside and flakes of zoned biotite, in a matrix of altered sanidine microlites, opaque oxides, and calcite.

III-14

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

C. Anhedral granular texture in granite aplite. Diam. 3 mm. Near Wellington, Nevada. Interlocking anhedral grains of quartz, microcline, orthoclase, and albite, with accessory hornblende and magnetite.

A B C

Gambar II. 14. Igneous Textures

A. Poikilitic texture in hornblende peridotite, Odenwald, Germany. Diam. 3 mm. A single crystal of hornblende encloses rounded granules ofserpentin-ized olivine and subhedral prisms of fresh diopside.

B. Ophitic texture in basalt, Kauai, Hawaiian Islands. Diam. 3 mm. Large plates of pigeonite partly enclosing laths of labradorite, and granules of olivine marginally altered to iddingsice.

C. Subophitic texture in basalt, Medicine Lake, California. Diam. 2 mm. Crystals of augite partly enveloping some of the feldspars and partly interstitial between them. One phenocryst and abundant small granules of olivine.

A B C

Gambar II. 15. Tekstur batuan Beku

A. Micrographic texture in granophyre, Rosskopf, Vosges, Germany. Diain. 2 mm. Cuneiform intergrowth of quartz and altered orthoclase. In lower part of section are granules of magnetite and flakes of hematite and lithium mica.

B. Kelyphitic rims around green spinel in troccolite, Quebec. Diam. 2 mm. In upper part of section, green spinel is included in pyrope garnet; in lower part, the

III-15

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

spinel is enveloped by a rim of anthophyllite and pale phlogopite, surrounded in turn by a radiating fibrous intergrowth of tremolite and actin-olite. These rims result from reaction between the spinel and the labradorite that makes up the rest of the section.

C. Kelyphitic rim around olivine in gabbro, Quebec. Diam. 2 mm. The olivine is enclosed by a shell ofhypersthene, around which is a second shell composed of actinolite and green spinel. The rest of the section consists of labradorite.

A B C

Gambar II. 16. Tekstur batuan Beku

A. Intergranular texture in picrite basalt, Kilauea, Hawaii. Diam. 2.5 mm. Corroded phenocrysts of olivine rimmed with magnetite and hematite in an intergranular matrix composed of laths of labrodorite and interstitial grains of augite and pigeonite.

B. Intersertal texture in tholeiitic diabase, Northumberland, England. Diam. 2 mm. Augite and labradorite occur in ophitic intergrowth; between them are irregular pools of dark-brown glass.

C. Hyaloophitic texture in basalt, Pedregal, Mexico. Diam. 2 mm. Olivine, green diopsidic augite, and laths of labradorite lie in a matrix of dark, iron-rich glass.

III-16

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 17. Tekstur batuan Beku

A. Trachytic texture in trachyte, Castello d'lschia, Italy. Diam. 2 mm. Pheno-crysts of sanidine and of golden-yellow, oxidized aegirine-augite, in a fluidal groundmass of subparallel sanidine laths with intergranular aegirine-augite, aegirite, and iron oxides, plus accessory apatite and sphene. Many triangular and polygonal spaces between the sanidine laths are occupied in interserial fashion by analcite or sodalile.

B. Pilotaxitic texture in hypersthene andesite. Mount Rainier, Washington. Diam. 2 mm. Phenocrysts of hypersthene and labradorke, in a groundmass of andesine microlites with interstitial cryptocrystalline material and specks ofaugite and iron oxides. The nuidal banding is much less pronounced than in rocks of trachytic texture.

C. Hyalopilitic texture in pyroxene dacite, Weiselberg, northern Germany. Diam. 2 mm. Phenocrysts of labradorke, together with microlites of andesine-oligoclase and slender prisms ofpigeonite of random orientation, in a matrix of clear brown glass.

A B C

Gambar II. 18. Basalts and Basaltic AndesiteIII-17

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Basaltic andesite, Paricutin, Mexico. Diam. 2.5 mm. Phenocrysts of olivine, some elongated parallel to the base, and microlites oflabradorite in a vesicular matrix of black glass.

B. Glomeroporphyritic olivine-augite basalt, Copco Dam, northern California. Diam. 2.5 mm. A cluster of bytownite and olivine phenocrysts lies in a groundmass of labradorite laths, granular augite, and interstitial black glass.

C. Olivine-augite basalt. Craters of the Moon, Idaho. Diam. 2 mm. From the vesicular, glass-rich crust of a recent pahoehoe flow. Small crystals of olivine, augite, and labradorite, accompanied by abundant granular opaque iron oxides, in a base of clear, brown glass

A B C

Gambar II. 19. Diabases

A. Tholeiitic diabase. West Rock, New Haven, Connecticut. Diam. 2 mm. Colorless pigeonite, marginally altered to serpentine; fresh ophitic plates of pale-brown augite; laths of labradorite; granules of opaque minerals; and interstitial chloride material. Not shown in this section, but found elsewhere in the sill from which this specimen came, are a little interstitial biotite and mici;o-pegmatite. \

B. Alkali olivine diabase, Pigeon Point, Minnesota. Diam. 3 mm. Laths of calcic labradorite; olivine; ophitic, purplish augite; opaque minerals; reddish-brown biotite; and chlorite.

C. Tholeiitic diabase, Pwllheli, North Wales. Diam. 3 mm. A single plate of subcalcic augite (2V == 40°) ophitically encloses calcic plagioclase, which is almost entirely altered to calcite and prehnite and heavily stippled with granular leucoxene. The opaque grains close to the edge of the section are composed ofexsolution intergrowths ofilmenite and magnetite; near the center are two round patches of talc and serpentine after olivine; near the lower edge is an area of calcite.

III-18

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 20. Differensiasi dalam Tholeiitic Diabase Sill, New Jersey

A. Specimen 3 m above the base. Diam. 3 mm. Composed of labradorile, cli-nopyroKenes, and a little hypersthene, ilmenite, and bioiite.

B. Olivine-rich specimen, 15 m above the base. Diam. 3mm. Consists ofolivine, ophitic pigeonite, labradorite laths, ilmenite, and, close together, accessory biotite and micropegmatiie.

C. Specimen from upper part of sill. Diam. 3 mm. The chief constituents are pyroxene, altered labradorite, and iron-titanium oxides. Deuteric hornblende and biotite border the pyroxene and oxides; patches of interstitial micropegmatite near center and right edge of section; prism of apatite adjoins upper-right edge.

A B

Gambar II. 21. Basalts

A. Mugearite, Isle of Skye, Scotland. Diam. 3 mm. Essentially composed of olivine, oligoclase, and iron oxide, with accessory augite, apatite, and orthoclase. The smaller olivines are elongated along [100], the larger ones, terminated by domes, are elongated along [001].

III-19

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Picrile basalt, Kauai, Hawaiian Islands. Diam. 3 mm. Abundant large grains ofolivine, rimmed with iddingsite and magnetite, in an intergranular matrix ot labradorite laths, subhedral augite, and magnetite.

A B C

Gambar II. 22. Batuan Spilitic

A. Spililic diabase, Weilburg, Lahn, Germany. Diam. 2 mm. Cloudy laths of oligoclase in an intersertal matrix composed of chlorite, calcite, granular ilmenite, and leucoxene.

B. Amygdaloidal basalt. Coast Ranges, California. Diam. 2mm. Laths of cloudy oligoclase and a few of albite, with relic granules of augite, in a matrix of chlorite, calcite, ilmenite, and leucoxene. Amygdules filled by calcite and chlorite.

C. Variolitic basalt, Mount Tamalpais, California. Diam. 2 mm. Specimen from a pillow sill. Subradiating laths of albite and slender prisms of augite, in a groundmass of calcite, chlorite, and leucoxene. Amygdules of calcite and chlorite.

A B C

Gambar II. 23. Gabbros dan Troctolite

III-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Gabbro, Volpersdorf, Saxony. Diam. 3 mm. Labradorite and diallage are the chief primary minerals; the latter shows kelyphitic fringes of tremolite. The remainder consists of serpentine and talc.

B. Gabbro, Glen More ring dike, Mull, Scotland. Diam. 3 mm. Chiefly composed of labradorue and augite ophitically intergrown. Accessory constituents include serpentinized olivine, needles of apatite, flakes of biotite bordering plates of ilmenite, and, in the upper-left portion, a micrographic patch of quartz and K-feldspar.

C. Troctolite, Volpersdorf, Saxony. Diam. 6 mm. Essentially an olivine-labra-dorite rock. The olivine is almost entirely converted to serpentine, and the surrounding feldspar is criss-crossed by expansion cracks. Accessory augite is partly embedded in the feldspar and also forms fringes around the olivine.

A B C

Gambar II. 24. Norites dan Ferrogabbro

A. Olivine norite, Aberdeen, Scotland. Diam. 3 mm. All the visible hypersthene is optically continuous; it encloses grains of olivine and is intergrown ophit-ically with calcic labradorite. Iron ore and biotite are accessory constituents.

B. Ferrogabbro, Iron Mine Hill, Rhode Island. Composed of labradorite, iron-rich olivine, and opaque oxides containing specks of green spinel. The opaque grains are exsolution intergrowths of magnetite and ilmenite.

C. Quartz norite, Sudbury, Ontario. Diam. 3 mm. Around the large hypersthene crystals are reaction rims of green hornblende and brown biotite. Biotite also envelops accessory iron oxides. The rest of the rock is composed ofsubhedral laths of labradorite and anhedral quartz. Elsewhere, but not shown here, bluish-green arfvedsonite forms fringes around some of the hornblende.

III-21

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B

Gambar II. 25. Tipe Adirondack Anorthosite

A. Anorthosite, Frontenac County, Quebec. Diam. 1 cm. An anhedral granular intergrowth of labradorite and accessory green hornblende.

B. Andesine anorthosite from same locality. Diam. 1 cm. Interlocking anhedra of calcic andesine; large crystal of corundum fringed with iron oxide, green spinel, talc, and clinozoisite.

A B C

Gambar II. 26. Andesites

A. Pyroxene andesite, Crater Lake, Oregon. Diam. 3 rnm. Phenocrysts of zoned. labradorite-andesine, with inclusions of glass and ofhypersthene and augite, in a groundmass composed of oligoclase microlites, specks of opaque oxide and pyroxene, and interstitial cryptocrystalline material.

B. Hornblende andesite. Black Butte, Mount Shasta, California. Diam. 3 mm. Phenocrysts of oxyhornblende, pleochroic from gold to russet, fringed with granular magnetite; also phenocrysts of zoned labradorite. Pilotaxitic

III-22

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

groundmass of microlitic andesine and interstitial cryptocrystalline material stippled with magnetite and fumarolic hematite.

C. Hornblende andesite, Stenzelberg, Siebengebirge, Germany. Diam. 3 mm. The hornblende phenocrysts are completely replaced by granular opaque oxides and augite. These, together with phenocrysts of diopsidic augite and calcic andesine, lie in a cryptocrystalline groundmass.

A B C

Gambar II. 27. Diorite-Tonalite Spectrum

A. Hornblende diorite, near Stockholm, Sweden. Diam. 3 mm. Roughly equant subhedral crystals ofandesine-oligoclase; a little microcline, hornblende, and biotite; accessory iron oxides, apatite, and sphene.

B. Felsic tonalite (trondhjemite), Castle Towers batholith, British Columbia. Diam. 2.5 mm. Main constituent is oligoclase showing oscillatory zoning and borders of myrmekile; next in abundance is quartz, then orthoclase. Accessory constituents are biotite, apatite, iron oxides, and sphene.

C. Tonalite, Adamello, Italy. Diam. 2.5 mm. Subhedral and euhedral zoned crystals ofandesine-oligoclase, locally rimmed with orthoclase; anhedral patches of quartz; green hornblende and brown biotite; allanite partly fringed with epidote (lower right); accessory magnetite, apatite, and sphene.

III-23

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 28. Monzonites and Plagioclase-Rich Granite (Adamellite)

A. Monzonite, Monzoni, Tyrol, diam. 2.5 mm. Euhedral laths of andesine; anhedral, turbid sodic orthoclase, and a little interstitial quartz. Diopsidic augite, partly bordered by green hornblende and brown biotite. Accessory minerals are opaque oxides, apatite, and sphene.

B. Quartz-bearing hornblende monzonite, Pine Nut Range, Nevada. Diam. 2.5 mm. Euhedral crystals of andesine, large anhedra of altered orthoclase, and smaller ones of quartz. Dark constituents are hornblende, sphene, ahd opaque oxides. Accessory needles of apatite.

C. Granite (adamellite), Shap Fell, Westmorland, England. Diam. 2.5 mm. Euhedral, altered crystals of oligoclase; anhedral quartz and slightly altered orthoclase. The Hakes of biotite show alteration to chlorite with liberation of secondary sphene. Accessory constituents are primary sphene, apatite, Huor-ite (near center), and allanite (near bottom).

A B C

Gambar II. 29. Syenites

III-24

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Quartz-bearing syenite (nordmarkite), Oslo, Norway. Diam. 2.5 mm. Large crystals of microperthite, locally veined and fringed with albite; a little quartz and biotite; accessory opaque oxides, zircon, and sphene.

B. Syenite, Ymir, British Columbia. Diam. 3 mm. The main constituents are biotite, uralitized augite and altered orthoclase. Minor constituents are small euhedral andesines and apatite.

C. Alkali syenite, Cilaor, Reunion Island. Diam. 2.5 mm. The feldspar is altered perthite; and there is a little interstitial quartz. The mafic minerals are aegi-rine-augite (palest), aegirine (darkest), and barkevikitic hornblende,

A B C

Gambar II. 30. Porphyries

A. Pneumatolyzed granite porphyry, Cornwall, England. Diam. 5 mm. Euhedral phenocrysts of quartz and altered perthite in a microgranular groundmass of tlie same minerals accompanied by abundant muscovite, topaz (near top), fluorite (right edge), and two generations of tourmaline.

B. Granodiorite porphyry, Paiyenssu, northwestern Yunnan, China. Diam. 3 mm. Large crystals of quartz and calcic oligoclase, with smaller ones of hornblende and biotile, in a microgranular matrix of quartz and alkali feldspar with accessory sphene and epidote.

C. Hornblende diorite porphyry, Carrizo Mountain laccolith, northeastern Arizona. Diam. 3 mm. Phenocrysts ofandesine, partly altered to calcite and clay minerals, and of green hornblende, some of which are twinned on the front pinacoid. The groundmass consists chiefly of microgranular feldspar with minor quartz and accessory grains of apatite and zircon. This rock might also be called and/site porphyry.

III-25

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 31. Granites

A. Hornblende "granite," Plauen, near Dresden, Saxony. Diam. 3 mm. Composed of green hornblende, orthoclase, oligoclase, and quartz, with accessory magnetite, apatite, sphene, and allanite. Note that some of the oligoclase is enclosed poikilitically by hornblende and orthoclase, and, left of center, there is a little myrmekite at the contact between two orthoclase crystals. With decreasing quartz, the rock grades into syenite.

B. Biotite granite, Rockport, Maine. Diam. 3 mm. Euhedral and subhedral crystals of niicrocline-perthite; strained anhedral crystals of quartz. Two generations of biotite; the earlier in large flakes; the later in radiating tufts occupying cracks and veins. The later biotite is darker and richer in iron and is associated with pneumatolytic fluorite.

C. Peralkaline riebeckite-aegirine granite, Quincy, Massachusetts. Diam. 3 mm. Euhedral and subhedral crystals ofmicroperthile, and anhedral quartz; dark constituents are riebeckite, aegirine, and allanite.

A B

Gambar II. 32. Peralkaline Granite Porphyry

III-26

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Riebeckite granite porphyry, Lake Brunner, New Zealand. Diam. 3 mm. Phenocrysts of quartz and sodic orthoclase (latter not shown), in a graphic groundmass of the same two minerals accompanied by acicular riebeckite.

B. Riebeckite granite porphyry, Ailsa Craig, Scotland. Diam. 2 mm. Essentially composed of sodic orthoclase with interstitial riebeckite and quartz.

A B C

Gambar II. 33. Pneumatolyzed Granites

A. Tourmalinized granite, Cornwall, England. Diam. 3 mm. Clusters of radiating blusih-green tourmaline needles, some of them bordering a corroded phenocryst of primary brown tourmaline. The remainder of the rock consists of microperthite and quartz, the latter invading the former. At the upper right are several tourmaline needles that terminate against a ghost boundary which marks the edge of a vanished quartz or feldspar crystal.

B. Greisen, Geyer, Erzgebirge, Germany. Diam. 5 mm. Composed of topaz, lithium mica, and dusty quartz.

C. Greisen, Grainsgill, Cumberland, England. Diam. 3 mm. Composed essentially of quartz and muscovite, with accessory rutile, apatite, and arsenopyrite. The large flakes of muscovite are relics from the original granite; the plumose muscovite is secondary after orthoclase; the minute, densely packed scales of muscovite are secondary after plagioclase. Other accessory minerals in this rock, not shown, are tourmaline and molybdenite.

III-27

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 34. Granite and Granodiorites

A. Biotite granite, Conway, New Hampshire. Diam. 3 mm. The feldspars are micropenhite and altered oligoclase; quartz is anhedral. Dark minerals are biotite, allanite, and a little magnetite. Two crystals of apatite near center.

B. Hornblende-biotite granodiorite, Yosemite, California. Diam. 3 mm. Approximately half the rock consists of normally zoned plagioclase (Anso-zo), and a quarter of quartz. The remainder is composed ofperthite, hornblende, and biotite, with accessory magnetite.

C. Basic inclusion in granodiorite from the same locality. Diam. 3 mm. Richer in hornblende, biotite, plagioclase, sphene, and apatite, but poorer in quartz and potassic feldspar than the enclosing rock.

A B

Gambar II. 35. Tonalites

A. Tonalite, Adamello, Italy. Diam. 2.5 mm. Subhedral and euhedral zoned crystals of andesine-oligoclase, locally rimmed with orthoclase; anhedral patches of quartz; green hornblende and brown biotite; allanite partly fringed with epidote (lower right); accessory magnetite, apatite, and sphene.

B. Felsic tonalite (trondhjemite). Castle Towers batholith, British Columbia. Diam. 2.5 mm. Main constituent is oligoclase showing oscillatory zoning and borders of

III-28

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

myrmekite; next in abundance is quartz, then orthoclase. Accessory constituents are biotite, apatite, iron oxide, and sphene.

A B C

Gambar II. 36. Granite Pegmatites

A. Garnetiferous fine-grained pegmatite, Pala, California. Diam. 2 mm. Composed ofspessartine, lithium mica, albite, microcline, quartz, and a little deep-blue tourmaline.

B. Tourmaline pegmatite, Pala, California. Diam. 2 mm. Large crystals of colorless elbaite, scattered in a matrix of lithium mica, albite, and quartz.

C. Tourmalinized pegmatite, Tuolumne Canyon, Yosemite, California. Diam. 2 mm. Large crystal of zoned blue tourmaline; abundant granulated quartz and strained microcline; accessory muscovite and spessartine.

A B C D

Gambar II. 37. Granite-Gabbro Reaction Series, Lake Manapouri, New Zealand

A. Granite, diam. 3 mm. Composed mainly of microcline-perthite, quartz, albite, and biotite. The dark clot is a gabbro relic now composed of biotite, sphene-rimmed opaque oxide, and acicular apatite.

III-29

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Transitional rock. Diam. 3 mm. The constituents, in order of abundance, are oligoclase, biotite, orthoclase, hornblende, quartz, sphene, apatite, epidote, and iron oxide. In this specimen most of the hornblende of the original gabbro has been replaced by biotite.

C. Transitional rock, nearer the gabbro contact. Diam. 3 mm. ChieHy andesine and hornblende, the latter in process of replacement by biotite. Iron oxide partly replaced by sphene, abundant apatite, and a little quartz and epidote.

D. Metagabbro. Diam. 3 mm. Least-altered material. Only difference from unaltered gabbro is the presence of a little introduced quartz. Bulk of rock consists of andesine and hornblende, with accessory epidote, sphene, while mica, chlorite, and opaque oxide.

A B C

Gambar II. 38. Dacites

A. Hyalodacite, near Lassen Peak, California. Diam. 3 mm. Phenocrysts of glass-charged, zoned andesine, quartz, green hornblende, biotke, and hyper-sthene, in a glassy groundmass stippled with crystallites.

B. Basic inclusion in dacite, Lassen Peak, California. Diam. 3 mm. Laths of labradorite and calcic andesine, and prisms of reddish-brown oxyhornblende largely replaced by magnetite and hematite. Interstitial colorless glass and cristobalite; some of the latter also occurs in spheroids.

C. Pumiceous dacite obsidian. Rock Mesa, near Three Sisters, Oregon Cascades. Diam. 2 mm. Microphenocrysts ofhypersthene and corroded, glass-charged andesine, in a matrix of colorless vesicular glass.

III-30

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 39. Rhyolite and Dacites

A. Rhyolite, Climax, Colorado, diam. 4 mm. Phenocrysts of quartz, orthoclase, oligoclase, and biotite, in a cryptocrystalline base stippled with minute flakes of white mica, larger, spongy granules of topaz, and (lower right) grains of fluorite and pink garnet.

B. Dacite, Sidewinder Mountain, near Barstow, California. Diam. 3 mm. Corroded phenocryst of quartz; other phenocrysts of andesine and of resorbed biotite and hornblende. Groundmass composed chiefly of quartz and K-feld-spar (microfelsite). The feldspar is partly altered; piedmontite clusters occur inside the porphyritic andesine; and smaller specks are visible inside the hornblende and biotite crystals as well as in the felsitic groundmass.

C. Tridymiie-rich hypersthene dacite. Crater Lake, Oregon. Diam. 3 mm. Phen-ocrysts of hypersthene rimmed with magnetite and hematite resulting from fumarolic oxidation; also phenocrysts of andesine. Cryptocrystalline ground-mass stippled with hematite dust; irregular patches of tridymite with char-acteristic fan-shaped twins.

III-31

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar II. 40. Rhyolites

A. Rhyolite pitchstone, near Shoshone, California. Diam. 2.5 mm. Phenocrysts of brownish-green hornblende and of andesine, in a base of banded glass showing perlilic cracks and abundant curved crystallites.

B. Spherulitic biotite rhyolite, Apati, Hungary. Diam. 3 mm. Phenocrysis of quartz, sanidine, andesine, and reddish-brown biotite in a devitrified spher-ulitic groundmass containing amygdules of opal and radiating chalcedony.

C. Sodic rhyolite (pantellerite), Santa Rosa, California. Diam. 2 mm. Phenocrysts of sodic sanidine or anorthoclase, corroded quartz, and deep-brown enig-matite. Groundmass of quartz and sanidine with needles and mosslike patches of arfvedsonite, subordinate needles of aegirine, and anhedral specks of enigmatite. In other specimens from this locality the rhyolite contains abundant opal and tridymile lining pores.

A B C

Gambar II. 41. Phonolites

A. Mafic pseudoleucite phonolite, Bearpaw Mountains, Montana. Diam. 3 nini. Phenocrysts of pseudoleucite composed of sanidine, cloudy zeolites, and a little

III-32

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

nepheline; also of biotite and diopsidic augite, the latter partly fringed with aegirine. Groundmass consists chiefly of aegirine needles, biotite, and anhedral sanidine.

B. Nosean phonolite, Wolf Rock, Cornwall, England. Diam. 2 mm. Phenocrysts of sanidine and zoned nosean, in a groundmass of euhedral nepheline, aci-cular aegirine, a few sanidine microlites, and a little interstitial turbid anal-cinie.

C. Aegirine phonolite. Lead, South Dakota. Diam. 2 mm. Kuhedral neplielines and poikilitic patches of aegirine, in a matrix composed mainly of sanidine microlites.

A B C

Gambar II. 42. Ultramafic Rocks

A. Melilitite, Ellioll County, Kentucky. Diam. 3 nun. Partly serpeiilini/ed phen-ocrysisofolivine, flakes of pale-brown phlogopite, plates of melilite with clear rims that polarize in ultra-blue, granules of perovskite and chromite, and, near top of section, a grain of pyrope garnet with a reaction rim. The dense matrix consists of iron oxide, perovskite, antigorite, and calcite, some of which is coarse grained and fills irregular pores.

B. Lherzolite, Haute Garrronne, France. Diam. 3 mm. Diallage (at bottom), bron-zite, and granular olivine, with accessory green spinel (upper right) and picotite (lower right).

C. Pyroxenite, Hope, British Columbia. Diam. 3 mm. Approximately equal amounts of ortho pyroxene and diopsidic augite. Some of the former contains lamellar inclusions of clinopyroxene. A little poikilitic hornblende (near lop of section) and pyrrhotke.

III-33

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB III

BATUAN PIROKLASTIK

III.1. TEKTONIK DAN PEMBENTUKAN GUNUNGAPI

Proses pembentukan gunungapi awalnya terjadi dari suatu tumbukan

antar lempeng terutama untuk lempeng benua dengan lempeng

samudera dan lempeng samudera dengan lempeng samudera,

daerah pemekaran dan hot spot.

Pada umumnya proses pembentukan gunungapi dapat dibedakan dari

kedudukan tektonik lempengannya, yaitu:

1. Daerah pemekaran

Daerah pemekaran yang disebut juga sebagai daerah divergen

disebabkan karena adanya aktifitas tektonik yang menghasilkan

pemekaran pada lempeng samudera. Magma keluar melalui celah

pada daerah lemah dan membentuk punggungan.

Pemekaran ini menghasilkan sifat magma berupa umafik hingga

ultramafik. Sifat magma yang cenderung basa dikarenakan mantel

dari lempeng samudera sendiribersifat basa hingga ultrabasa. Tipe

batuan yang dihasilkan bersifat basa. Pada kerak kontinen juga

dapat terjadi proses pemekaran dan menghasilkan tipe batuan

dengan sifat batuan dengan sifat basa sama dengan magma yang

keluar dari pemekaran kerak samudera.

2. Daerah penunjaman

Daerah ini terjadi penunjaman salah satu lempeng atau dengan

sebutan daerah konvergen. Umumnya lempeng samudera

menyusup dibawah lempeng samudera mempunyai berat jenis

III-34

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

yang lebih besar dari pada berat jenis lempeng benua. Daerah ini

dapat menghasilkan sifat magma yang beragam mulai dari asam

hingga basa. Variasi sifat magma ini dipengaruhi dari sudut

penunjaman saat proses tumbukan lempeng samudera dengan

lempeng benua. Semakin kecil sudut penunjaman maka akan

menghasilkan magma yang bersifat asam sementara semakin

besar sudut penunjaman maka akan menghasilkan magma yang

bersifat basa.

3. Hot spot (Intraplate volcanism)

Pembentukan gunungapi dari aktifitas hot spot dikarenakan

adanya terobosan magma dari atmosfer menuju ke lithosfer dan

pada bagian bawah kerak lithosfer magma ini melewati celah yang

mempunyai kedudukan lateral. Komposisi magma bila keluar di

lempeng samudera akan bersifat basa, hal ini sama dengan produk

magma yang keluar dari pemekaran lempeng samudera, bila

magma keluar di kontinen maka sangat berpotensial menjadi

magma yang bersifat sama.

Pembentukan gunungapi daerah ini berbeda dengan proses

pemebntukan daerah subduksi dan pemekaran, karena daerah ini

mempunyai pusat magma yang tetap.

III-35

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar III. 1. Proses tektonik dan vulkanisme

III-36

Volcanisme pada setiap tatanan tektonik

Volcanisme Pada Volcanic Arc batas kontinental aktif

volcanisme pada intraplit (hotspot)

volcanime pada zona subduksi busur kepulauan

volcanime pada pusat pemekaran tengah samudera

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

III.2. PRODUK ERUPSI GUNUNGAPI

Batuann piroklastik merupakan batuan yang dihasilkan oleh erupsi

gunung api dengan ciri-ciri yang khas. Untuk mempelajari material

piroklastik, terlebih dulu kita harus memahami tentang aktivitas

vulkanisne baik proses maupun produknya. Pemahanan itu secara

umum meliputi pemahaman tentang :

1. Erupsi gunung api.

2. Material hasil aktivitas gunung api.

Gambar III. 2. Produks erupsi vulkanik

1. Erupsi Gunung Api

Menurut Muzil Anwar, 1981 erupsi gunung api adalah suatu

manifestasi gejala vulkanisme ke arah permukaan atau suatu aspek

kimiawi dari perpindahan energi ke arah permukaan yang tergantung

pada kandungan energi dalam dapur magma yang mencakup panas

III-37

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

sewaktu pendinginan magma dan tekanan gas selama pembekuan/

pendinginan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa erupsi gunung api merupakan

gejala awal munculnya gunung api baru atau aktifnya gunung api

lama.

Sifat erupsi gunung api dapat terjadi karena adanya tekanan dari

dalam bumi yang cukup besar sehingga mampu mengalahkan

tekanan beban diatasnya. Berdasrkan sumber kejadiannya erupsi

vulkanik dibedakan (Fisher, 1984) :

1. Erupsi piroklastik

Erupsi yang terjadi akibat kegiatan magma itu sendiri. Jadi

prosesnya berkisar dari pemisahan gas (degassing) dari fase

magma, naiknya tekanan ruang magma hingga melebihi

tekanan beban sumbat gunungapi sampai terjadi

ledakan/erupsi.

2. Erupsi hidrovulkanik

Erupsi ini lebih kompleks dari erupsi piroklastik. Eruspsi

hidrovolkanik sistem magmatik berinteraksi erat dengan

lingkungan sehingga menghasilkan suatu rangkaian proses

yang rumit dan terjadi dalam waktu yang relatif sangat singkat.

Erupsi hidrovulkanik secara umum didefinisikan sebagai erupsi

yang terjadi karena kontak antara air dan magrna. namun

demikian, adanya kontak antara air dan magma belum tentu

menimbulkan letusan. Dalam hal ini ada beberapa syarat agar

adanya kontak antara air dengan magma tersebut menghasilkan

letusan, yaitu :

Proses Superheating

III-38

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Yaitu proses pemanasan air oleh magma atau sumber panas

lain seperti aliran lava, aliran piroklastik dan sebagainya.

Superheating menyebabkan pondidihan air yang menghasilkan

penguapan total di seluruh bagian air yang terpanaskan.

Penguapan ini disertai ekepansi gelombang gas, sehingga

tekanan gas naik dengan cepat.

Hasil akhir dari rangkaian proses ini adalah kenaikan tekanan

yang dapat menimbulkan ledakan sebagai reaksi keseluruhan

sistem untuk mencapai kesetimbangan.

Lapisan Penahan.

Proses superheating akan menghasilkan tekanan tinggi bila

kenalkan suhu berada pada kondisi isovolume. Kondisi

semacam ini bisa dicapai bila air berada pada tempat dengan

volume ruang yang konstan, Di alam tempat tersebut terjadi

bila air berada dalam lapisan porous impermeabel. Bila tekanan

yang dihasilkan melampaui besamya tekanan litostatis lapisan

penahan maka akan terjadi letusan.

Perbandingan Air dengan Magma.

Timbulnya lotuean hidrovulkanik dikontrol oleh perbandingan

air dan magma. Yang berpengaruh pada jumlah pemanasan

dan derajat fragmentasi yang dihasilkan oleh peralihan energi.

Perbandingan air dengan magma terlalu besar menyebabkan

superheating tidak berlangsung sempurna sehingga hanya

diperoleh energi yang kecil.

III-39

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar III. 3. Sketsa mekanisme erupsi hidrovolkanik (Djoko, 1985)

2. Material hasil aktifitas gunungapi

Secara umum produk dari erupsi gunungapi bisa dibedakan atas:

a. Gas Volkanik

Pada waktu erupsi gas dikeluarkan dalam jumlah besar dengan

gaya yang kuat. Gas-gas tersebut dihasilkan oleh proses degassing

sebelum terjadi erupsi. Menurut "Volcanoes" gas-gas yang

dikeluarkan oleh erupsi gunung api biasanya berupa campuran

uap air, hidrogen, karbonmonooksida, karbondioksida, hidrogen

III-40

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

sulfida, sulfur dioksida, sulfur trioksida, klorin dan asam klorida,

dalam berbagai proporsi. Untuk mengidentifikasi gas-gas yang

dikeluarkan suatu gunung api saat erupsi sangat sulit dilakukan,

karena biasanya gas-gas tersebut telah bereaksi dengan udara.

Namun dari baunya dapat diperkirakan gas-gas yang dominan

keluar saat erupsi adalah gas-gas belerang seperti SO2 dan H2S.

b. Aliran Lava.

Lava adalah magma yang keluar dari permukaan bumi. Tingkat

keenceran lava akan mempengaruhi morfologi dari aliran lava

yang dibentuknya. Lava dengan viskositas rendah akan meleleh

dengan pelamparan luas tapi tidak tebal. Sedang lava yang agak

kental maka pemekarannya berjalan lambat dengan penyebaran

tidak begitu luas tapi sangat tebal. Lava kental akan membentuk

morfologi "volcanic dome" yaitu penimbunan ke atas dari celah ke

sisi tebing. Dan jika magmanya sangat kental akan membentuk

"plug dome".

Aliran lava bisa terjadi jika lava yang keluar saat erupsi adalah lava

encer atau sangat encer. Kadang-kadang pada aliran lava dijumpai

suatu lapisan-lapisan yang dibentuk oleh adanya perbedaan fase

pembekuan lava tersebut.

Bantuk-bentuk dan struktur hasil penbekuan lava memiliki ciri-ciri

berbeda tergantung sifat-sifat lavanya. Untuk lava yang membeku

didarat, bentuk dan strukturnya dipengaruhi oleh jarak aliran dan

viskositasnya, antara lain:

Lava Pahoe-hoe.

Dicirikan oleh bentuk yang terlipat-lipat pada permukaar.ya.

Bentuk inl terjadi oleh adanya aliran atau gerak lava di bawah

bagian yang membeku. Biasanya terjadi pada lava basalt

dengan viskositas rendah.

III-41

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Lava AA

Dicirikan oleh permukaan yang tidak teratur, runcing-runcing

dan permukaan kasar. Permukaan runcing ini terbentuk oleh

pecahan permukaan lava saat pembekuan. Lava AA bisa

terbentuk dari kelanjutan pembentukan lava pahoe hoe atau

tanpa melalui fase lava pahoe hoe.

Lava Blok.

Dibedakan dari lava AA karena bentuk yang sudah lebih teratur

dan mempunyai permukaan yang halus. Pembetukan blok-blok

pada jenis ini juga dipengaruhi oleh pemecahan permukaan

lava yang sedang membeku pada aliran lava (autobreksiasi).

Komposisi lava ini adalah lebih silikaan dan lebih kental dari

komposisi yang membentuk lava AA, sehingga hasil

autobreksiasinya lebih teratur dan halus permukaannya dalam

bentuk blok-blok.

Untuk aliran lava bawah laut dibatasi oleh tekanan air sehingga

keenceran lava dapat terpelihara yang mengakibatkan aliran

lebih jauh dan lebih tipis dibanding aliran lava darat.

c. Volkaniklastik

Merupakan seluruh material lepas yang dibentuk oleh proses

fragmentasi, dihamburkan oleh berbagai macam agen

transportasi, diendapkan pada berbagai lingkungan atau

tercampur dengan fragmen non volkanik.

III-42

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar III. 4. Proses vulkanismeIII-43

VOLCANIC ERUPTION

3

EFFUSIVE

Lava flows(Syn-Volcanic

4

EXPLOSIF

Mass flow suspensiontraction

Pyroclastic flow deposit

Pyroclastic surge deposit

Pyroclastic fall deposit

Coherent lava (or intrusion)

Autoclastic deposit

WeldedNon welded Non welded

WeldedNon welded

4

RESEDIMENTATION

Mass flow suspensiontraction

Resedimended (syn-eruption) volcaniclastic deposits

4

WEATHERING, EROSION, REWORKING AND (POST-ERUPTIVE) RESEDIMENTATION

Mass flow suspensiontraction

Volcanogenic sedimentary deposits

Encircled number: relevant part of guideBoxes: processItalics: deposit

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

III.3. ENDAPAN KLASTIKA GUNUNGAPI

Berdasarkan pengertian tersebut maka istilah vulkaniklastik

mencakup bermacam-macam batuan vulkanik, yaitu:

a. Material Piroklastik

Akumulasi material piroklastik atau sering pula disebut sebagai

tephra merupakan hasil banyak proses yang berhubungan dengan

erupsi vulkanik tanpa memandang penyebab erupsi dan asal dari

materialnya. Fisher, 1984 menyatakan bahwa fragmen piroklastik

merupakan fragmen "seketika" yang terbentuk secara langsung

dari proses erupsi vulkanik. Material piroklastik saat dierupsikan

gunung api memiliki sifat fragmental, dapat berujud cair maupun

padat. Dan setelah menjadi massa padat material tersebut

disebut sebagai batuan piroklastik.

b. Material Hidroklastik

Material ini dihasilkan oleb suatu erupsi hidrovulkanik yakni erupsi

yang terjadi karena kontak air dengan magma.

Berdasarkan cara transportasi sebelum diendapkan, akumulasi

material hidroklastik dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

- Endapan Hidroklastik Jatuhan

Endapan hidroklastik jatuhan adalah endapan yang terjadi

dari akumulasi material hidroklastik yang dilemparkan dari

pusat erupsi ke udara dan kemudian jatuh di tempat

pengendapannya. Cara transportasi material hidroklastik

jatuhan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu transportasi gerak

peluru (trajectory) dan turbulensi awan erupsi.

III-44

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

- Endapan Hidroklastik Aliran.

Endapan ini terjadi dari akumulasi material hidroklastik yang

terlempar dari pusat erupsi, kemudian bergerak sepanjang

permukaan bumi menuju tempat pengendapannya.

c. Material Autoklastik

Material ini di alam dijumpai sebagai breksi vulkanik autoklastik

yaitu bentuk fragmentasi padat karena letusan gas-gas yang ada

di dalamnya karena oleh penghancuran lava (Wright, 1963 vide

Willard, 1968). Jadi material ini merupakan gesekan oleh

penghancuran lava sebagai hasil dari perkembangan lanjut dari

pembekuan.

d. Material Alloklastik

Material ini sering disebut sebagai breksi vulkanik alloklastik yaitu

breksi yang dibenbuk oleh fragmentasi dari beberapa batuan

"preexisting" oleh proses vulkanik bawah permukaan (Wright;

1963 vide Willard; 1968). Jadi proses breksiasi dari batuan ini

terjadi di dalam gunung api baru kemudian ekstrusion sebagai

aliran breksi. Breksiasi inl mungkin dihasilkan oleh pengembangan

gas atau oleh runtuhnya gunung api yang kemudian terbentuk

rongga-rongga dan akhirnya diikuti erupsi. Aliran breksi pada tipe

ini terjadi pada derajat kemiringan dan bergerak dari gunung api

dengan media air menjadi lahar. Proses yang seperti ini

mengakibatkan batuan ini sukar dibedakan dengan breksi laharik.

Ciri dari breksi ini adalah ketebalannya yang besar dan tidak

berlapis, material penyusunnya sangat kasar dan tidak tersortasi.

Fragmen mempunyai ukuran beraneka ragam, heterolitologi.

Fragmen pumis, skoria dan batuan afanitik jarang dijumpai.

III-45

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

e. Material Epiklastik.

Material ini merupakan hasil dari pelapukan dan erosi dari batuan

vulkanlk dan umumnya bukan merupakan hasil vulkanisme yang

seumur. Karena endapan epiklastik ini merupakan hasil proses

rework dan telah mengalami transportasi maka pada umumnya

fragmen-fragmennya lebih rounded dan material piroklastik

maupun hidroklastik. Fragmen-fragmen tersebut; dapat terbentuk

oleh proses-proses non vulkanik atau proses epigenik sehingga

membentuk modifikasi butiran yang agak membulat. Material

epiklastik di alam sering dijumpai sebagai breksi laharik.

III.4. TIPE ENDAPAN PIROKLASTIK

Endapan piroklastik menurut Mc Phie et al (1993) adalah endapan

volkaniklastik primer yang tersusun oleh partikel (piroklas) terbentuk

oleh empsi yang eksplosif dan terendapkan oleh proses volkanik

primer (jatuhan, aliran, surge). Proses erupsi ekplosif yang terlibat

dalam pembentukan endapan piroklastik meliputi tiga tipe utama

yaitu : erupsi letusan magmatik, erupsi freatik dan erupsi

freatomagmatik. Ketiga tipe erupsi ini mampu menghasilkan piroklas

yang melimpah yang berkisar dari abu halus (< 1/16 mm) hingga blok

dengan panjang beberapa meter. Termasuk dalam tipe endapan

piroklastik meliputi:

1. Piroklastik aliran.

2. Piroklastik jatuhan.

3. Piroklastik surge.

1. Piroklastik Aliran

Piroklastik aliran adalah aliran panas dengan konsentrasi tinggi,

dekat permukaan, mudah bergerak, berupa gas dan partikel

III-46

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

terdispersi yang dihasilkan oleh erupsi volkanik (Wright et al 1981,

vide Mc Phie et al 1993). Fisher & Schmincke (1984) menyebutkan

bahwa piroklastik aliran adalah aliran densitas partikel-partikel dan

gas dalam keadaan panas yang dihasilkan oleh aktifitas volkanik.

Aliran piroklastik melibatkan semua aliran pekat yang dihasilkan

oleh letusan atau guguran lava baik besar maupun kecil.

2. Piroklastik Jatuhan

Piroklastik yang dilontarkan secara ledakan ke udara sementara

akan tersuspensi, yang selanjutnya jatuh ke bawah dan

terakumulasi membentuk endapan piroklastik jatuhan. Endapan

merupakan produk dari jatuhan baiistik dan konveksi turbulen pada

erupsi kolom (Lajoie, 1984). Karakteristik dari endapan dapat yang

diamati antara lapisan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran

dapat dilihat pada tabel III.1.

Tabel III. 1. Perbedaan yang dapat diamati dari lapisan antara endapan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran (Lajoie, 1984)

Piroklastik Jatuhan Piroklastik aliran

Sortasi Sortasi baik (well sorted) Sortasi buruk (poorly sorted)

Ketebalan lapisan

Teratur dan mengikuti permukaan yang ditutupi (mantle bedding)

Tidak teratur, menipis pada tinggian, menebal pada cekungan, menipis secara lateral terhadap batas saiuran

Gradasi dan laminasi

Lapisan massif jarang; gradasi normal Jarang, tapi dapat hadir, tidak ada struktur traksi yang tegas seperti laminasi parallel dan laminasi ob!ique, tetapi crude strait umum.

Lapisan massif. Gradasi terbalik umum pada endapan yang terakumulasi dari suspensi laminar (aliran debris dan butiran). Gradasi normai banyak dijumpai pada endapan yang berasal dari suspensi turbulen dan itu umumnya ditemukan

III-47

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

mendasari atau menutupi bagian laminasi.

Struktur primer yang lain

Bomb - surge dan acretionary lapilli umum dijumpai pada endapan subaerial atau shallow water. Lubang/pipa gas-escape tidak ada.

Acretionary lapilli dihasilkan pada lapisan atas pada beberapa subaerial nuees ardentes. Jarang atau tidak ada pada endapan subagueous.

Sekuen struktur primer. (Phmary sructure seguence)

Tidak ada Lubang/pipa gas-escape umum dijumpai Umum, dan umumnya itu jarang teramati pada sedimen transportasi massa (mass-transported sediments) yang lain.

3. Piroklastik Surge

Piroklastik surge adalah ground hugging, dilute (rasio partikel gas

rendah), aliran purticulate yang diangkut secara lateral di dalam

gas turbulen (Fisher 1979 vide Mc Phie e/ al 1993). Piroklastik surge

dibentuk secara langsung oleh erupsi freatomagmatik maupun

freatik (base surge) dan asosiasinya dengan piroklastik aliran {ash

cloud surge dan ground surge).

Tempat yang dilalui oleh pengendapan lapisan sangat tipis atau

laminasi biasanya disebut sebagai bed set.

III-48

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Piroklastik Jatuhan

Piroklast terlontar ke athmosfir dan jatuh ke bawah

Aliran Piroklastik

Konsentrasi partikel relatif tinggi yang bergerak di dasar/lereng volkan

Gelombang Piroklastik

Konsentrasi partikel relatif rendah yang bergerak menuruni

dasar/lereng volkan.

Gambar III. 5. Jenis endapan piroklastik

III-49

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar III. 6. Karakteristik endapan yang berasal dari erupsi eksplosif (endapan piroklastik primer) Mc Phie et al, 1983.

III-50

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

III.5. KLASIFIKASI

Pembuatan klasifikasi batuan piroklastik sudah banyak dibuat oleh

para ahli, tetapi masih terjadi kekurangan maupun perbedaan

tentang batuan piroklastik.

Klasifikasi berdasarkan perkembangan terbentuknya batuan

piroklastik sangat sulit, sedangkan saat ini klasifikasi didasarkan

pada:

Asal – usul fragmen

Ukuran fragmen

Komposisi fragmen

a. Klasifikasi berdasarkan asal – usul fragmen

Batuan piroklastik yang merupakan hasil endapan bahan volkanik dari

letusan tipe eksplosif maka Johnson dan Levis (1885), lihat Mac

Donald (1972) membuat klasifikasi sebagai berikut:

- Essential : fragmen berasal langsung dari pembekuan

magma segar

- Accessor : fragmen berasal dari lava atau piroklastik yang

terdapat pada kerucut volkanik

- Accidental : fragmen yang berasal dari batuan lain yang

tidak menunjukkan gejala pembekuan,

metamorfisme

Klasifikasi berdasarkan ukuran dari fragmen. Klasifikasi ini dibuat

pertama kali oleh Grabau (1924) dalam Carozzi (1975) :

- > 2,5 mm

:

Rudyte

III-51

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

- 2,5 – 0,5 mm

:

Arenyte

- < 0,5 mm

:

Lutyte

Klasifikasi batuan piroklastik dari Wenworth dan Williams (1932)

dalam Pettijohn banyak dipakai, tetapi kisaran yang dipakai tidak

sama antara batuan sedimen dan piroklastik :

- Breksi volkanik: Tersusun dari fragmen-fragmen diameter > 32

mm, bentuk fragmen meruncing

- Aglomerat : Fragmen berupa bom-bom dengan ukuran > 32

mm

- Lapili/tuf lapili: Fragmen tersusun atas Lapili yang berukuran

antara 4 mm – 32 mm

- Tuf kasar : Fragmen-fragmen tersusun atas abu kasar

dengan ukuran butir terletak antara 0,25 mm – 4

mm

- Tuf halus : Fragmen-fragmen tersusun atas abu halus

dengan ukuran < 0,25 mm

b. Klasifikasi berdasarkan komposisi fragmen

Klasifikasi yang telah dibuat digunakan untuk tuf, yaitu

0,25 –4 mm............................................................................: tuf

kasar

< 0,25 mm............................................................................: tuf

halus

Menurut Williams, Turner dan Gilbert (1954), tuf dapat diklasifikasikan

menjadi :

III-52

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

1. Vitric Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari gelas

2. Lithic Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari fragmen

batuan

3. Crystal Tuff : tuf dengan penyusun utama kristal dan pecahan –

pecahan kristal

III-53

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tuf, dengan membandingkan

prosentase gelas dengan kristal, yaitu:

1. Vitric Tuff:

Tuf mengandung gelas antara 75% - 100% dan kristal 0% -

25%.

2. Vitric crystal tuff:

Tuf mengandung gelas antara 50% - 75% dan kristal 25% -

50%.

3. Crystal vitric tuff:

Tuf mengandung gelas antara 25% - 50% dan kristal 50% -

75%.

4. Crystal tuff :

Tuf mengandung gelas antara 0% - 25% dan kristal 75% -

100%.

III-54

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel III. 2. Grain size-based genetic nomenclature for common types of volcaniclastic deposits. Modified from Fisher(1961)&Schmidt (1981)

GRAIN

SIZE

VOLCANICLASTIC DEPOSITS IN GENERAL and

VOLCANOGENIC SEDIMENTARY

DEPOSITS

AUTOCLASTIC DEPOSITS

RESEDIMENTED AUTOCLASTIC

DEPOSITSHyaloclastite Autobreccia

Mixture or uncertain

origin

<1/16mm

volcanic mudstonefine

hyaloclastite?

autoclastic mudstone

resedimented fine hyaloclastite, resedimented autoclastic mudstone

1/16-2 mm

volcanic sandstonehyaloclastite sandstone

autoclastic sandstone

resedimented hyaloclasiite sandstone, resedimented autoclastic sandstone

2-4 mm

volcanic conglomerate,

volcanic breccia

granular hyaloclastite

granular autobreccia

granular autoclastic breccia

resedimented granular hyaloclastite, resedimented granular autobreccia, resedimented granular autoclastic breccia

4-64 mm hyaloclastite

brecciaautobreccia

autoclastic breccia

resedimented hyaloclastite breccia, resedimented autobreccia, resedimented autoclastic breccia

> 64 mm

coarse hyaloclastite

breccia

coarse autobreccia

coarse autoclastic breccia

resedimented coarse hyaloclastite breccia, resedimented coarse autobreccia, resedimented coarse autoclastic breccia

GRAIN SIZE

PYROCLASTIC DEPOSITS PYROCLAST-RICH DEPOSITS

Unconsolidated tephra

Consolidated pyroclastic

rock

RESEDIMENTED SYN-ERUPTIVE

Post-eruptive resedimented or reworked, or uncertain origin

<1/16mm

fine ash fine tuffresedimented ash-rich mudstone

tuffaceous mudstone

1/16-2 mm

coarse ash coarse tuffresedimented ash-rich sandstone

tuffaceous sandstone

2-64 mm

lapilli tephralapillistone (or lapilli tuff or tuff-breccia)

resedimented pyroclast-rich lapillistone, resedimented pumice lapillistone, resedimented pumice and lithic lapillistone

tuffaceous conglomerate, tuffaceous breccia

>64mm

bomb (fluidal shape) tephra, block (angular)

tephra

agglomerate (bombs

present), pyroclastic

breccia

resedimented pyroclast-rich breccia, resedimented pumice breccia, resedimented pumice and lithic breccia

III-55

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel III. 3. Terms to be used for mixed pyroclastic-epiclastic rocks (after Schmid, 1981,). 

Average  clast size in mm.

Pyroclastic Tuffites  (mixed pyroclastic-epiclastic)

Epiclastic (volcanic and/or nonvolcanic)

> 64  Agglomerate, pyroclastic breccia 

Tuffaceous conglomerate, tuffaceous breccia 

Conglomerate, breccia 

64 - 2  Lapilli tuff     2 - 1/16  coarse  Tuffaceous sandstone  Sandstone  1/16 - 1/256  fine  Tuffaceous siltstone  Siltstone 

< 1/256    Tuffaceous mudstone, shale 

Mudstone, shale 

Amount pyroclastic material 

100% to 75%  75% to 25%  25% to 0% 

Gambar III. 7. Klasifikasi tuff (after, Schmid, 1981)

III-56

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel III. 4. Classification and nomenclature of pyroclasts and well-sorted pyroclastic deposits based on clast size (after Schmid, 1981).

Clast size in mm

PyroclastPyroclastic deposit

Mainly unconsolidated tephra Mainly consolidated pyroclastic rock

> 64  bomb, block  agglomerate bed of blocks or bomb, block tephra 

agglomerate pyroclastic breccia 

64 to 2  lapillus  layer, bed of lapilli or lapilli tephra 

lapilli tuff 

2 to 1/16  coarse ash grain 

coarse ash  coarse (ash) tuff 

< 1/16  fine ash grain 

fine ash (dust)  fine (ash) tuff 

Gambar III. 8. Klasifikasi batuan piroklastik (Fisher, 1986)

III-57

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Heinrich (1956) selama pengendapan tuf bisa bercampur dengan

material sedimen yang bermacam-macam. Material sedimen yang

paling banyak dapat dipakai untuk pemberian nama tuf. Misal

serpihan atau mengandung gamping, tuf gampingan dan sebagainya.

Batuan sedimen non volkanik, bisa tercampuri oleh tuf hasil letusan

gunung berapi, sehingga membentuk campuran dua bahan

pembentuk batuan yang mempunyai sumber dan proses

pembentukan yang tidak sama. Pettijohn (1975), adanya tuf di dalam

batuan sedimen bisa dipergunakan untuk pemerian tambahan.

Sehingga akan diperoleh penamaan seperti batupasir tufa, serpih

tufan dan lainnya.

Klasifikasi berdasarkan komposisi sangat penting untuk analisa tuf.

Batuan yang berdasarkan ukuran fragmen dengan mudah dan

sederhana dapat dimasukkan ke dalam kelompok tuf ini, ternyata

mempunyai komposisi yang cukup berariasi. Variasi komposisi

tersebut dikelompokan lagi.

Vitric Tuff

Menurut Heinrich (1956), penyusun utama terdiri atas gelas. Tuf

vitrik merupakan hasil endapan primer material letusan

gunungapi. Komposisi umumnya bersifat riolitik, meskipun juga

dijumpai berkomposisi dasitik, trasitik, andesitik dan basaltik.

Kepingan gelas umumnya mempunyai bentuk meruncing. Inklusi-

inklusi magnetit banyak dijumpai dalam gelas. Gelas biasanya

tidak berwarna, tetapi apabila berkomposisi basaltik berwarna

kuning sampai coklat.

Fragmen-fragmen berupa kristal dan fosil terkadang dijumpai,

walaupun dalam prosentase yang kecil. Mineral-mineral bisa

berupa mineral penyusun riolit, andesit dan lain-lain. Mineral

skunder yang hadir antara lain kalsit, opal, kalsedon, kuarsa,

III-58

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

oksida-oksida besi dan lain-lain. Beberapa tuf vitrik yang

mengendap dalam tubuh air tersemen oleh kalsit, Heinrich (1956).

Tuf vitrik umumnya bertekstur vitroclastic, yaitu kepingan-

kepingan gelas terletak dalam matrik yang berupa abu gelas yang

sangat halus, Williams, Turner dan Gilbert (1954).

Macam-macam tuf vitrik:

Tuf palagonit

Penyusun utama gelas basa, dengan warna kuning

kehijauan sampai coklat tua. Tuf palagonit umumnya

mengandung kristal-kristal plagioklas, olivin, piroksen dan

bijih besi, lubang-lubang banyak terisi kalsit atau zeolit,

Heinrich (1956).

Porselanit atau batu cina

Penyusun berupa abu gelas yang sangat halus, sering

disebut tuf lempungan.

Welded tuff atau ignimbrit

Penyusun terdiri atas kepingan-kepingan gelas yang

terelaskan, Heinrich (1956).

Tuf pisolit

Penyusun terdiri atas pisolit-pisolit abu gelas yang sangat

halus, Williams, Turner dan Gilbert (1954).

Crystal tuff

Komposisi dominan terdiri atas kristal, sedangkan gelas dijumpai

berjumlah sedikit.

Tuf kristal riolitik, yaitu kristal kuarsa, sanidin, biotit, hornblende,

lain yang terkadang dijumpai seperti augit. Tuf kristal yang

mengandung tridimit.

III-59

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tuf kristal dasitik, yaitu kristal hornblende, hipersten, andesin,

magnetit dan augit banyak dijumpai pada trasit. Sedangkan pada

tuf kristal basaltik, tersusun atas olivin, augit, magnetit dan

labradorit.

Lithic tuff

Penyusun dominan berupa fragmen-fragmen batuan. Gelas

dijumpai dalam jumlah yang relatif sedikit. Fragmen tersebut

biasanya berupa fragmen batuapung, skoria, obsidian, andesit,

basalt, granofir, batuan beku hipo-abisik bertekstur porfiritik atau

halus. Kadang terdapat fragmen batuan plutonik, metamorfik

maupun sedimen, Heinrich (1956).

Bahan piroklastik yang dikeluarkan dari ventral volkan, sebelum

terendapkan mengalami berbagai proses, baik cara terangkuntnya

dan media transportasi, maupun material yang terendapkan.

III-60

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

III.6. PETROGRAFI

Ignimbrit/endapan aliran pumis (ignimbrites : pumice-flow deposit)

IGNIMBRIT - endapan aliran piroklastik didominasi pumis.

Gambar III. 9. Kenampakan ignimbrit di lapangan

Tekstur mikroskopi ignimbrit (nonwelded texture)

III-61

welded ignimbrite - ignimbrite terelaskanUnwelded ignimbrite - ignimbrit tak terelaskan

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tekstur mikroskopi ignimbrit (welded texture)

III-62

Nonwelded tuff dengan kenampakan glass shards

Nonwelded tuff dengan kenampakan unbroken glass

bubbles

(a). Welded tuffs dari SE Idaho

(b). Welded tuffs dari Vales, N.Mex-nampak penjajaran kristal denan glas shards

(c). Nampak kompaksi yang kuat dan perlipatan yang berlawanan dengan arah

kristal

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tekstur mikroskopi ignimbrit (welded texture)

III-63

(a). Kristal welded tuffs(b). Fragmen batu welded tuffs yang lebih tua, dikungkung oleh

ignimbrit yang lebih muda

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar III. 10. Feldspathoidal Lavas

A. Nephelinite, Mikeno, East Africa. Diam. 1 mm. Microphenocrysts of green augite and nepheline, in a matrix of dark-brown glass with granules of iron oxide, and slender microlites of sanidine.

B. Leucite basanite, Vesuvius, Italy. Diam. 3 mm. Phenocrysts of olivine, green diopsidic augite, and leucite, in an intergranular matrix of labradorile laths, iron oxide, and augite. Locally there are minute interstitial grains of sanidine.

C. Hauynophyre, Tahiti. Diam. 1 mm. Microphenocrysts of deep-sky-blue hauyne with webs ofrutile; slender prisms of pale-green diopsidic augite and euhedral granules of iron oxide, in a matrix of pale glass.

A B C

Gambar III. 11. Volcanic Ashes

A. Andesitic crystal ash erupted from the volcano Santa Maria, Guatemala, in 1902. Diam. 2 mm. Broken crystals of plagioclase, dark-green hornblende, paler-green pyroxenes, rounded bioiite Hakes, magnetite, and a few lithic chips, of andesile.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Dacilic vilric ash showing pumiceous texture. Uiam. 2 mm. Product of the culminating explosions of Mount Mazama, which led to the formation of Crater Lake, Oregon. Shredded and cellular bits of pumiceous glass accompanied by fewer broken chips of plagioclase and small prisms of hypersthene.

C. Basaltic ash (Pele's Hair), Kilauea, Hawaii. Diam, 2 mm. Threads of brown basaltic glass containing bubbles of gas. Material discharged by lava fountains in the form of spray.

A B C

Gambar III. 12. Tuffs

A. Rhyolilic vitric tuff, Shasta Valley, California. Diarri. 2 mni. Shows typical vitroclastic texture. Arcuate shards of glass lie in a matrix of almost impalpable glass dust.

B. Rhyolitic crystal tuff, Etsch valley, Italy. Diam. 2 mm. Broken crystals ofquail/. and sodic plagioclase, together with small Hakes ofbiotile, in a matrix of glass dust and pumice fragments.

C. Andesitic lithic tuff, near Managua, Nicaragua. Diam. 2 mm. Fragments of various kinds ofandesite predominate; between these lies a matrix made up of plagioclase and pyroxene crystals and pale-brown glass dusi.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar III. 13. Rhyolitic Pumice and Ignimbrite

A. Rhvolitic pumice, Lipari Island, Italy. Diani. 3 mm. Entirely composed of extremely vesicular glass.

B. Incipiently welded ignimbrile, near Bishop, California. Diam. 3 mm. Specimen from the unwelded top of an ignimbrite. Crystals of quartz and sanidine, in a matrix of undeformed glass shards and dust, with well-'preserved vitro-clastic texture.

C. Welded tuff, from same locality. Diam. 3 mm. Specimen from the welded interior portion of the same ignimbrite. Constituents as in B, but here the glass shards are deformed and flattened.

A B C

Gambar III. 14. Basaltic Tuffs

A. Palagonite luff, Oamaru, New Zealand. Diam. 4 mm. Fragments of palagon-ile, pale buff within and deep gold at the margins, including crystals of olivine and labradorite. Between these fragments is a matrix of calcite.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Palagonite,tuff, Oahu, Hawaiian Islands. Diam. 4 mm. The cores of the vesicular fragments consist of fresh pale-buff palagonite including crystal's of olivine; the rims of the fragments are fibrous and birefringent and largely composed of smectite. Between the fragments is a matrix of zeolites.

C. Hornblende andesite scoria, product of the last ash flows from Mount Mazama (Crater lake), Oregon. Diam. 4 mm. Phenocrysts of hornblende and labradorite, embedded in extremely vesicular, brown-to-black andesitic glass.

A B

Gambar III. 15. Volcanic Sandstones

A. Volcanic wacke (Eocene), Tyee Formation, Umpqua River, Oregon: Diam. 1.2 mm. Poorly sorted angular and subangular grains of coarse silt and sand tightly packed in an argillaceous matrix colored green by chloritic material. About half of the grains are particles of volcanic rocks, chiefly andesite; about 30% are plagioclase, chiefly andesine (lightly stippled, with cleavage); and about 20% are quartz (clear).

B. Miocene arenite, 3700 m below surface, south of Lost Hills, California. Diam. 1.2 mm. Loosely packed, subangular grains of andesite, plagioclase (lightly stippled, with cleavage), and quartz firmly cemented by coarse calcite (stippled, with two cleavages). Single calcite crystal in center encloses many sand grains.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB IV

BATUAN SEDIMEN KLASTIK

IV.1. PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN KLASTIK

Asal mula mula batuan sedimen klastik adalah akibat dari proses-

proses yang menyangkut siklus sedimentasi (pelapukan – erosi -

transport - sedimentasi - diagenesa).

Dalam batuan sedimen kelompok mineral penyusunnya adalah :

a. Mineral autigenic

Terbentuk di daerah sedimentasi dan langsung diendapkan

Contoh : gipsum, kalsit, anhidrit, halit

b. Mineral allogenic

Tidak terbentuk pada daerah sedimentasi/pada saat

sedimentasi.

Telah mengalami transportasi dan kemudian diendapkan di

daerah sedimentasi

Syarat :

Tahan pelapukan

Tahan pengikisan selama transportasi sampai

pengendapan

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Stabilitas mineral dalam batuan sedimen :

1. Mineral tak stabil

Merupakan mineral yang berada pada transportasi, tetapi jarang

sampai pada pengendapan.

a. Mineral yang umumnya allogenic (jarang sekali/tidak pernah authigenic)

OlivinPiroksenPlagioklas basaHornblendePlagioklas asamEpidotAndalusitStaurolitKianitSilimanitMagnetitIlmenitGarnetSpinel

b. Mineral yang umumnya authigenic

GypsumKarbonatGlaukonitPlagioklas asamK. Feldspar

VI-20

Makin stabil

Makin stabil

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

2. Mineral stabil

Mineral yang tetap ada mulai dari transportasi sampai dengan

pengendapan.

Lempung (clay mineral)KuarsaChertMuskovitTourmalinZirkonRutileBrookitAnatase

IV.2. PROSES PEMBENTUKAN BATUAN SEDIMEN KLASTIK

Dalam pembentukan batuan sedimen klastik ada 2 fase proses yaitu :

1. Fase pembentukan endapan

2. Fase pembentukan batuan sedimen klastik

1. Fase pembentukan endapan

Fase ini meliputi :

Proses pelapukan

Proses erosi

Proses transportasi

Proses pengendapan

2. Fase pembentukan batuan sedimen klastik

Fase ini sedimen yang telah terendapkan akan mengalami

beberapa proses yaitu:

Sementasi , endapan tersemenkan oleh larutan kimia

(karbonat, silika, oksida besi)

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Pemadatan ( compaction ) , memadatnya massa endapan

karena pengisian semen

Pemampatan ( desication ) , keluarnya air dari rongga-rongga

batuan

Pembatuan ( litification ) , membatunya endapan yang telah

kompak

Berdasarkan proses yang terjadi dalam pembentukan batuan sedimen

maka dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Batuan sedimen hasil proses mekanis, dengan media air, angin

dan es. Dicirikan oleh banyaknya mineral allogenik, mineralnya

detritus, bertekstur klastik, dibedakan :

berbutir kasar, misalnya: breksi, konglomerat

berbutir sedang, misalnya batupasir

berbutir halus, misalnya batulempung, batulanau

2. Batuan sedimen hasil proses kimia, banyak mengandung

mineral autogenik, komposisi material non detritus, teksturnya

non klastik, dibedakan :

sedimen evaporasi, misalnya gipsum, anhidrit, garam

sedimen karbonat, misalnya batugamping, dolomit

3. Batuan sedimen yang dihasilkan akibat aktifitas jasad kehidupan

(proses organis), misal batubara, diatome, batugamping

terumbu.

Cara pengendapan :

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Secara mekanis, ini menghasilkan sedimen detritus (sedimen

klastik)

Secara kimia, dengan reaksi anorganik (langsung) ataupun

dengan reaksi organik (dibantu oleh organisme)

Lingkungan pengendapan adalah direfleksikan oleh mineral –

mineral dalam batuan.

Untuk menghasilkan batuan sedimen, tergantung pada:

1. Litologi batuan asal

2. Stabilitas dari mineral –mineral yang ada

3. Kecepatan erosi : merupakan banyaknya materal sedimen

yang dapat diangkut / ditransport, sehingga turut

menentukan banyaknya material yang dapat/akan

diendapkan.

Transport akan menghasilkan :

Sorting/pemilahan

Roundness/kebundaran, yaitu ukuran butiran menjadi

kecil/lebih kecil

Proses diagenesa :

Dapat mengubah tekstur batuan sedimen

Dapat mengakibatkan rekristalisasi

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

IV.3. KOMPONEN DASAR KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN KLASTIK

Komponen komposisi pada batuan sedimen terbagi atas:

1. Komposisi kimia

2. Komposisi mineral

Faktor yang mempengaruhi susunan komposisi batuan sedimen :

a. Besar butir

Serpih/lempung (Al2O3, K3O, FeO)

Pasir halus > SiO2

b. Tingkat maturity/kedewasaan

Keadaan batuan sedimen dibandingkan dengan batuan induknya

Tingkatan :

Super mature

Mature

Sub mature

Immature

Tingkatan tersebut dilihat berdasarkan :

Tekstur

Mineral

komposisi

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Makin tinggi tingkat maturitynya maka makin banyak mineral

stabil yang dikandungnya.

Mineral-mineral yang umum adalah sebagai berikut:

1. Mineral Utama

Mineral yang terbentuk sebagai penyusun batuan sedimen

Kuarsa

Feldspar

Mika

Lempung

Karbonat

2. Mineral ikutan/tambahan

Jumlahnya sedikit

Zirkon

Garnet

Magnetit

Tourmalin

Piroksen

Manfaat dari komposisi mineral:

Menunjukkan komposisi batuan induk

Memberi nama batuan

Mengetahui proses pembentukannya

Mengetahui lingkungan sedimentasinya (environment)

Kepentingan ekonomi

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

IV.4. TEKSTUR DAN STRUKTUR BATUAN SEDIMEN KLASTIK

a. Tekstur batuan klastik

Batuan sedimen yang terbentuknya berasal dari hancuran batuan lain,

kemudian tertranportasi dan terdeposisi, selanjutnya mengalami

diagenesa, sehingga terbentuk batuan tersebut, misalnya : batupasir.

Khusus batuan sedimen klastik untuk penelitian harus diperhatikan

mengenai ukurannya, bentuk (shape), kebundaran (roundness),

tekstur permukaan, orientasi dan komposisi mineralnya.

Shape adalah bentuk daripada butiran tersebut, dapat dibedakan

menjadi 4 macam, yaitu:

Golongan I ................................................................oblate/tabular

Golongan II................................................................equent/equiaxial

Golongan III...............................................................bladed/triaxial

Golongan IV...............................................................prolate/rod shape

Sphericity, pengukurannya dengan cara membandingkan luas

permukaan bola yang berisi obyek yang volumenya sama dengan

volume bola tersebut.

Roundness yaitu derajat kebulatan dari butiran tersebut atau bisa juga

disebut dengan keruncingan dari bola tersebut.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Bentuk dari pada sedimen sangat dipengaruhi oleh bentuk semula,

struktur, daya tahan, media transportasi, jarak transportasi dan lama

tertransport.

Orientasi butir adalah susunan dari pada butiran tersebut, yang

mencerminkan proses pengendapannya.

Tekstur permukaan yaitu morfologi dari butiran akibat pengaruh

media transportasi dan proses setelah transportasi.

Maturity yaitu derajat kedewasaan diketahui dengan membandingkan

komposisi mineral pada suatu tempat dengan mineral yang terdapat

pada batuan asalnya.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar IV. 1. Derajat kebundaran

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b. Struktur batuan sedimen Struktur batuan sedimen klastik terbagi atas :

1. Struktur Syngenetik (terjadi bersamaan dengan terjadinya

sedimentasi)

a. Proses fisik

Eksternal struktur yaitu kelihatan dari luar

Misal ukuran dan bentuk dari tubuh sedimen.

Contoh : bentuk lembaran (sheet), lensa, lidah, delta dan

shoestring.

Ada juga yang hubungannya berupa konkresi, interfingering

dan intertongue.

Internal struktur yang tercermin pada batuan sedimen itu

tersendiri

Perlapisan dan laminasi (bedding dan lamination)

o Normal current bedding yaitu perlapisan karena arus

normal, misal: perlapisan sejajar. Berdasarkan

ukurannya dibedakan menjadi :

- laminasi, bila tebal lapisan < 1 cm

- stratum, bila tebal lapisan lebih dari 1 cm

- bed, kumpulan dari beberapa laminer dan straith

o cross bedding (perlapisan silang siur) yang terjadi akibat

adanya perubahan arah arus.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

o Graded bedding (perlapisan tersusun), yang terjadi

karena adanya pemilahan ukuran butir halus ke kesar

atau sebaliknya

Freature of bedding planes yaitu bentuk dari permukaan

lapisan selama proses sedimentasi.

- Ripplemark yaitu bentuk permukaan bergelombang

karena adanya proses arus satu arah

- Mud crack yaitu bentuk retak-retak pada lapisan lumpur,

biasanya berbentuk segi lima.

- Rain drops prints yaitu bekas titik-titik air hujan pada

permukaan batuan

- Swash and riil marks yaitu jejak binatang pada

permukaan lapisan

- Flute cast yaitu bentuk gerusan pada permukaan

lapisan yang bentuknya seperti seruling

- Load cast yaitu lekukan pada batas perlapisan yang

diakibatkan oleh gaya tekan dari muatan yang ada

diatasnya.

Deformational structure

Yaitu terjadinya perubahan struktur batuan pada saat

sedimen terendapkan karena adanya tekanan.

o Post deposisional slump feature

Yaitu struktur luncuran yang terjadi akibat adanya

desakan yang tinggi

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

o Intraformationalkonglomerat

Yaitu struktur hancuran yang menyerupai konglomerat

karena adanya pergerakan pada sedimen sebelum

mengalami litifikasi

b. Struktur sedimen yang terbentuk akibat proses biologi

External structure

Biostromes

Bioherm

Keterangan menurut Cuming (1932) Bioherm adalah

merupakan panggul bukit, lensa atau yang serupa yang

mempunyai penyebaran terbatas, terdiri atas kerangka

organisme yang belum tertransportasi dan dikelilingi oleh

litologi yang berbeda.

Biostromes menurut Cuming (1932) berupa struktur

batugamping yang berlapis sebagaimana shellbed , cronoid,

coral bed, yang berupa akumulasi sisa organisme yang

belum tertransport dan tidak menunjukkan pembengkaan

seperti tanggul bukit atau lensa.

Biostromes menurut Lingk (1950) merupakan batugamping

yang berlapis dan terdiri dari organisme yang merambat dan

membentuk lapisan keras.

Internal structure

Misal fosil dalam batuan

2. Struktur epigenetik terjadi setelah batuan tersebut terbentuk)

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

a. Karena proses fisik (mekanis)

External structure

Batas antara tiap lapisan

o Batas tegas atau gradual

o Batas selaras atau tak selaras

Lipatan dan sesar

Internal structure

Clastic dike yaitu terjadi karena adanya tekanan

hidrostatika yang kuat sehingga material seperti

diinjeksikan

b. Karena proses kimia atau organisme

Corroion zone

Concretions

Stilolites

Cone in cone

Cristal mold and cast

Seins and dike

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

IV.5. KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN KLASTIK

Sand cobbles Mud (clay and fine silt)

Sandy mudstone

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Gambar IV. 2. Classification of Sandstones

Figure modified after Dolt, journal of Sedimentary Petrology, vol. 34 (1964): p. 629. Three mineral components of sand—quartz [Q), feldspar (F), and lithic grains (L)—and represented by the three apices of the triangles; points within the triangles represent relative proportions of these three components. Percentage of argillaceous matrix is represented by a vector extending toward [he rear of the diagram. The term arenite is restricted to sandstones that are essentially free of matrix material; all others are argillaceous (muddy) sandstone, or wacke.

IV.6. PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN KLASTIK

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B

Gambar IV. 3. Recent Sands as Seen in Thin Section

A. Firm beach sand, Point Reyes, California. Impregnated with plastic before collection in order to preserve texture. Diam. 3 mm. Uncompacted sub-rounded grains very well sorted; porosity very high—about 30%. This is a lithic sand with high feldspar content; it contains abundant chert grains (heavily stippled), quartz (lightly stippled), feldspar (shown with cleavage lines), and various rock fragments.

B. Sand from channel of jacalitos Creek, Coalinga, California. Impregnated with plastic before collection in order to preserve texture. Diam. 3 mm. Uncompacted subangular grains fairly well sorted; porosity very high; finer-grained layer at bottom. This is a lithic sand derived from a mixed sedimentary terrane including volcanic sandstones; it contains about 40% chips of andesite, argillite, shale, chert, and serpentine, 35% quartz, and 25% feldspar.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B

Gambar IV. 4. Uncemented Sandstones as Seen in Thin Section

A. St. Peter Sandstone (Ordovician), Beloit, Wisconsin. Diam. 2.5 mm. Very well-sorted sandstone consisting of subrounded quartz grains, a quartz arenite. The texture is very porous, but grains have been compacted until they are in close contact. Compare texture in Figure 11—4A.

B. Temblor arkosic sandstone (Miocene), 2500 m below surface, Kettleman Hills, California. Diam. 2.5 mm. Moderately sorted sandstone consisting of abundant subangular grains of quartz and feldspar (with cleavage), together with fewer biotite flakes (lined) and rock particles (heavily stippled). Texture very porous, but deep burial has caused rearrangement and compaction of grains. Compare the texture in Figure 11—4B. Note deformed biotite pinched between compacted grains.

A B C

Gambar IV. 5. Cements in Sandstones

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Lithic arenite (Miocene, Temblor Formation), 2500 m below surface, Kettle-man Hills, California. Diam. 1 mm. Lithic grains, quartz, and plagioclase enclosed in and cemented by a single barite crystal. Note uniformly oriented right-angle cleavages in barite.

B. Volcanic arenite (Miocene, Temblor formation), 1000 m below surface, Jacal-itos Field, California. Diam. 1 mm. Cement is chlorite. A micronbrous fringe rims each grain, but in the centers of pores the chlorite appears microgranular.

C. Arkose (Miocene, Topanga Formation), Santa Monica Mountains, California. Diam. 1 mm. Calcile replacing plagioclase, irregular patches of uniformly oriented feldspar being enclosed within a single calcite crystal. An adjacent quartz-feldspar grain (upper left) is not replaced.

A B C

Gambar IV. 6. Cements in Sandstones

A. Pennsylvanian sandstone, Zuni Mountains, New Mexico. Diam. 1.5 mm. Quartz and turbid rock particles coated with ferric oxide (black), locally covered in turn by clear euhedral overgrowths of quartz, and the whole cemented by calcite (stippled). Note trains of globular opaque inclusions in quartz grains.

B. Cretaceous arkosic arenite, Gualala, California. Diam. 0.5 mm. Local clear euhedral overgrowths of authigenic quartz on detrital quartz (center, lower right, and left). Quartz overgrowths covered and remaining pores filled by the zeolite laumontite (cleavage lines but no stippling).

C. Lithic sandstone (Miocene, Temblor Formation), Reef Ridge, California. Diam. 0.75 mm. An incomplete cement of uniformly oriented calcite (stippled, with cleavage lines); voids fringed with microfibrous chlorite covering both calcite and detrital grains alike; chloritic fringe covered with opal (blank).

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar IV. 7. Graywacke

A. Ordovician lithic graywacke (Fortune Formation), Lawrence Harbor, New-foundland. Diam. 1.5 mm. An unsorted aggregate of angular grains of sand and coarse silt set in an abundant argillaceous matrix. Grains are quartz (clear or lightly stippled), feldspar (chiefly plagioclase, shown with cleavage), a few shreds of mica, and particles of phyllite, argillite, chert, and andesite or basalt. Long dimensions of most grains lie roughly parallel to bedding plane which is nearly normal to the section.

B. Franciscan graywacke, Mendocino County, California. Diam. 1.5 mm. Generally similar to A, but shows less orientation of grains, slightly less matrix, and more grains of feldspar and basalt. This specimen is typical of many Franciscan sandstones thai fall near the boundary between lithic and feld-spathic types.

C. Precambrian feldspathic graywacke, Hurley, Wisconsin. Diam. 1.3 mm. Texturally like B, except that the margins of the grains are corroded. Quartz grains are very abundant, feldspar is common, and rock chips are sparse. This is a well-known chemically analyzed graywacke (U.S. Geological Survey Bulletin, vol. 150 (1898): pp. 84-87).

A B C

Gambar IV. 8. Arkosic SandstonesVI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Arkose (Tertiary), Lake Manapouri, New Zealand. Diarn. 2.5 mm. Unsorted angular grains of orthoclase and oligoclase (with cleavage) and of quartz (clear), accompanied by large and small unoriented flakes of biotite and a grain of sphene (upper left), all bound together by a mortar of silty clay slightly stained with limonite. Essentially residual, resting on granitic rock from which it was derived.

B. Arkose (Pennsylvanian, Fountain Formation), Boulder, Colorado. Diam. 2.5 mm. Poorly sorted angular grains of quartz, turbid oligoclase, and microdine (both feldspars stippled and showing cleavage), and accessory flakes of muscovite, all bound together by a matrix of silty clay stained red by ferric oxides. The deposit has been transported but suggests a near-by granitic source.

C. Torridonian arkose (Precambrian), Loch Assynt, Scotland. Diam. 2.5 mm. Poorly sorted subangular grains of quartz (clear and very slightly stippled) and of microcline, orthoclase, and oligoclase, firmly bonded in a matrix of micaceous clay. Feldspars are in part fresh (shown with cleavage) and in part very turbid (stippled). A few rock fragments (schist) are not shown.

A B C

Gambar IV. 9.Arkosic Sandstones

A. Miocene arkosic arenite, or arkose, 3000 m below surface, near Simmler, California. Diam. 2 mm. Very tightly packed angular and subangular grains: not well sorted, but free from clay. Consolidated by compaction without cement. Plagioclase, orthoclase, and microcline (all lightly stippled) and quartz (blank) are about equally abundant; grains ofcalcite (heavily, stippled) and biotite are accessory. Note pinched and contorted mica.

B. Micaceous arkosic arenite, or arkose (Triassic), Portland, Connecticut. Diam. 2 mm. Fairly well-sorted angular to subangular grains of feldspar (lightly stippled) and quartz (blank); abundant parallel oriented flakes of muscovite and chloritized biotite, larger than other grains, lie parallel to the bedding. The rock is lightly cemented by scattered grains of calcite (heavily stippled and showing cleavage) and secondary quartz overgrowths (separated from detrital quartz by dotted lines). Porosity high. A few schist particles, not shown in this field.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

C. Red arkosic wacke, or arkose (Triassic), Mt. Tom, Massachusetts. Diam. 3 mm. Unsorted angular-to-subangular grains of quartz and turbid feldspar, in a very abundant matrix of ferruginous clay.

A B C

Gambar IV. 10. Lithic Arenite and Lithic Graywacke

A. Calcareous lithic arenite (Miocene Modelo Formation), Santa Monica Mountains, California. Diam. 2.5 mm. Fairly well-sorted sandstone consisting of subangular and subrounded slate and schist fragments and smaller angular grains of quartz and feldspar (trace only) cemented with fine-grained calcite.

B. Bragdon lithic graywacke (Mississippian), Trinity County, California. Diam. 2.5 mm. An unsorted aggregate of angular grains set in a dark argillaceous matrix. Less matrix than in graywackes of Figure 13-5. Grains are largely chert and devitrified rhyolites (stippled), andesile, and slate; there are fewer angular quartz grains (clear) and a trace of plagioclase (with cleavage). No preferred orientation of grains is visible.

C. Volcanic graywacke (Triassic), southern New Zealand. Diam. 2.5 mm. An unsorted aggregate of angular and subangular grains in a matrix containing much microcrystalline chlorite. Grains are chiefly fragments of andesilic or basaltic rocks; plagioclase grains (with cleavage) are common; and quartz (clear) is subordinate.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar IV. 11. Miscellaneous Lithic Sandstones

A. Andesite arenite (Upper Miocene, Neroly Formation), Mount Diablo, California. Diam. 2.5 mm. Well-sorted, loosely packed, subangular grains of andesite rock, andesine (clear, with cleavage), hypersthene (center and top), and hornblende (lower left and right). Each grain enclosed in a thin fibrous rim of smectite. Hypersthene and hornblende are euhedral, but hypersthene has been etched by intrastratal solutions after development of smectite rims. This is an epiclastic arenite, not a tuff or a tuffaceous arenite.

B. Calcareous tuffaceous sandstone (Oligocene, Tunnel Point Formation), Coos Bay, Oregon. Diam. 3 mm. A mixture of pyroclastic and epiclastic material deposited in a marine environment, where it was mixed with glauconite and cemented with very fine-grained calcite (stippled). Curved glass shards and detrital quartz and feldspar are clear; turbid fragments of meta-andesite and phyllite, and spheroidal pellets of glauconite, are darkly stippled.

C. Calcareous serpentine arenite (Eocene), southeastern Monterey County, Cal-ifornia. Diam. 3 mm. Angular and subangular grains of serpentine (line pattern), together with microcrystalline carbonate pellets (stippled), firmly cemented with finely granular calcite. Note two unbroken foraminifers.

A B C

Gambar IV. 12. Lithic ArenitesVI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Triassic sandstone, Boonton, New Jersey. Diam. 2 mm. Not well soned, but contains little or no clay. Composed of angular and subangular grains derived from sedimentary and low-grade metamorphic rocks. Rock fragments of shale, slate, argillite, and limestone (lower left and right); also ragged grains of quartz and very few of feldspar.

B. Chico Sandstone (Cretaceous), near Chico, California. Diam. 1 mm. Finegrained, well-sorted arenite consisting of subangular grains; poorly consolidated and very porous. Rock fragments are slate and Hne schist, with a littlt-chert; quartz (clear or slightly stippled) is abundant, and feldspar (with cleavage), both fresh and cloudy, is common; hornblende and epidote (darkly stippled, with cleavage, in upper left and at bottom) are present in every thin section; a bent flake ofbiotite in upper left.

C. Triassic sandstone (Keuper), Stuttgart, Germany. Diam. 1 mm. Tightly packed subangular grains; porosity relatively low. Abundant schist and micro-granular rock particles (lined and stippled); abundant quart/, and feldspar (lightly stippled with cleavage), both orthoclase and plagioclase; some mica flakes. Grains of mica schist are commonly oriented parallel to bedding and give the rock a very micaceous aspect in hand specimen.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB V

BATUAN SEDIMEN KARBONAT

V.1. PENGERTIAN BATUAN SEDIMEN KARBONAT

Batuan karbonat didefinisikan sebagai batuan dengan kandungan

material karbonat lebih dari 50 % yang tersusun atas partikel

karbonat klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil

presipitasi langsung (Reijers & Hsü, 1986). Bates & Jackson (1987)

mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yang komponen

utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih

dari 50 %. Sedangkan batugamping, menurut definisi Reijers & Hsü

(1986) adalah batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95

%. Sehingga tidak semua batuan karbonat merupakan batugamping.

V.2. KARAKTERISTIK KOMPONEN BATUAN KARBONAT– MIKROFASIES

Menurut Tucker (1991) komponen penyusun batugamping dibedakan

atas non skeletal grain, skeletal grain, matrix, dan cement.

1). Non Skeletal Grain, terdiri dari :

a. Ooid dan Pisolid

Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips

yang mempunyai satu atau lebih struktur lamina yang konsentris

dan mengelilingi inti. Inti penyusun biasanya partikel karbonat

atau butiran kuarsa. Ooid memliki ukuran butir < 2 mm dan

apabila memiliki ukuran > 2 mm disebut pisoid.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b. Peloid

Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid

atau meruncing yang tersusun oleh micrite dan tanpa struktur

internal. Ukuran dari peloid antara 0,1 – 0,5 mm.

c. Pellet

Pellet merupakan partikel berukuran < 1mm berbentuk spheris

atau elips dengan komposisi CaCO3. Secara genetis pellet

merupakan kotoran dari organisme.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

d. Agregat dan Intraklas

Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran

karbonat yang tersemen bersama-sama oleh semen

mikrokristalin atau tergabung akibat material organik.

Sedangkan intraklas ialah fragmen dari sedimen yang sudah

terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat

pelepasan air lumpur pada daerah pasang surut/tidal flat.

2). Skeletal Grain.........................................................................

Merupakan butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang

terdiri dari seluruh mikrofosil, butiran fosil ataupun pecahan dari

fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan allochem yang paling

umum dijumpai dalam batugamping.

3). Lumpur Karbonat dan Micrite.

Micrite adalah matriks yang biasanya berwarna gelap. Pada

batugamping hadir sebagai butir yang sangat halus. Micrite

memilliki ukuran butir kurang dari 4 um. Micrite dapat mengalamai

alterasi dan dapat tergantikan oleh mosaik mikrospar yang kasar.

4). Semen

Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar

butiran dan mengisi rongga pori yang terendapkan setelah fragmen

dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, sulfat atau oksida

besi.

V.3. KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT

Dalam praktikum ini digunakan 4 macam klasifikasi yaitu klasifikasi

untuk batugamping yaitu klasifikasi Dunham (1962) yang kemudian

dikembangkan menjadi klasifikasi Embry & Klovan (1971), klasifikasi VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Folk (1959) dan klasifikasi untuk batuan campuran silisiklastik-

karbonat yaitu Klasifikasi Mount (1985).

a. Klasifikasi Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971).........

Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan pada tekstur deposisi dari

batugamping. Karena menurut Dunham, dalam sayatan tipis,

tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar

dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan

Folk (1959).

Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi

adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported

diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham

beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan

yang berarus tenang. Sebaliknya Dunham berpendapat bahwa

batuan dengan fabrik grain supported terbentuk pada energi

gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat

mengendap.

Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10 %) di dalam

matrikss lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone

tersebut mengandung butiran tidak saling bersinggungan disebut

wackestone. Lain halnya bila antar butirannya saling

bersinggungan disebut packstone atau grainstone; packstone

mempunyai tekstur grain-supported dan biasanya memiliki matriks

mud. Dunham memakai istilah boundstone untuk batugamping

dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen-

komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi

(misalnya : pengendapan lingkungan terumbu). Dalam hal ini

boundstone ekuivalen dengan istilah biolithite dari Folk.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Klasifikasi Dunham (1962) memiliki kemudahan dan kesulitan.

Kemudahannya adalah tidak perlunya menentukan jenis butiran

dengan detail karena tidak menentukan dasar nama batuan.

Kesulitan adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang menjadi

dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam

sayatan hanya memberi kenampakan dua dimensi, oleh karena itu

harus dibayangkan bagaimana bentuk tiga dimensi batuannya

agar tidak salah dalam penafsirannya.

Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham

(1962) dengan membagi batugamping menjadi dua kelompok

besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone

berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya

tidak terikat secara organis selama proses deposisi.

Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry

dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1962) hanya saja

tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar

penglasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat

(packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat

(boundstone) ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971)

membagi lagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu

framestone, bindstone,dan bafflestone, berdasarkan atas

komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap

sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan yang

mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm > 10 %.

Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-

supported dan floatstone untuk matrix supported. Klasifikasi

Embry & Klovan (1971) dapat dilihat pada Gambar V.1.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel V. 1. Klasifikasi Embry & Klovan (Reijers & Hsü, 1986)

Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah dapat

dipakai untuk menentukan tingkat diagenesis karena apabila sparit

dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat

diagenesis.

Tabel V. 2. Klasifikasi Dunham (1962)

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b. Klasifikasi Folk (1959)

Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat

klasifikasi ini adalah bahwa proses pengendapan pada batuan

karbonat sebanding dengan batupasir, begitu juga dengan

komponen-komponen penyusun batuannya, yaitu :

a. Allochem

Analog dengan pasir atau gravel pada batupasir. Ada empat

macam allochem yang umum dijumpai yaitu intraklas, oolit, fosil

dan pellet

b. Microcrystalline calcite ooze

Analog dengan matrik pada batupasir. Disebut juga micrite

(mikrit) yang tersusun oleh butiran berukuran 1- 4 μm.

c. Sparry calcite (sparit)

Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit

karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan pengisi

rongga antar pori.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel V. 3. Klasifikasi Folk (1959)

c. Klasifikasi Mount (1985)

Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif.

Menurutnya sedimen campuran memiliki empat komponen :

(1) Silisiclastic sand (kuarsa, feldspar yang berukuran pasir),

(2) Mud campuran silt dan clay),

(3) Allochem butiran karbonat seperti pelloid, ooid, bioklas, dan

intraklas yang berukuran >20 µm), dan lumpur karbonat

atau mikrit (berukuran <20 µm).

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Komponen-komponen tersebut suatu tetrahedral yang memiliki

pembagian delapan kelas umum dari sedimen campuran. Nama-

nama tiap kelas menggambarkan baik tipe butir dominan maupun

komponen antitetik yang melimpah sebagai contoh : batuan yang

mengandung material silisiklastik >50 % berukuran pasir dengan

sedikit allochem maka disebut allochemical sandstone. Diagram

klasifikasi Mount (1985) dapat dilihat pada Gambar V. 3.

SILISICLASTIC >CARBONATE ?

SAND >MUD ?

ALLOCHEMS >MICRITE ?

NAME

yesyes allochemical sandstone

no micrite sandstoneyes

noyes allochemical mudrock

no micrite mudrock

yesyes sandy allochem limestone

no sandy micriteno

noyes muddy allochem limestone

no muddy micrite

Tabel V. 4. Klasifikasi Mount untuk penamaan batuan campuran silisiklastik-karbonat (Mount,1985)

V.4. TIPE-TIPE POROSITAS/PERMEABILITAS

Ada beberapa ahli geologi yang mencoba memberikan klasifikasi

mengenai tipe-tipe porositas tersebut. Salah satu di antaranya adalah

Choquette & Pray (1970) dalam Reeckmann & Sanders (1981).

Klasifikasi ini mencoba menghubungkan ukuran pori, bentuk dengan

kemas dari batuan tersebut. Adapun klasifikasi dari Choquette & Pray

(1970) adalah sebagai berikut :

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

1. Porositas pada batuan karbonat, sepenuhnya dikontrol oleh

kemas batuan yang disebut sebagai fabric selective dan dibagi

menjadi:

a. Interparticle :

Bisa termasuk dalam porositas primer yaitu merupakan pori –

pori yang terdapat di antara partikel atau intergranular, dan

biasanya tidak mengalami sementasi. Porositas ini bervariasi

tergantung pada sortasi, kemas, dan ukuran butiran.

b. Intraparticle :

Pori–pori yang terdapat di dalam butiran, bisa terbentuk sebagai

porositas primer atau bisa terbentuk pada awal diagenesis, oleh

proses yang dikenal sebagai maceration, dimana material

organik yang ada, dibusukkan di antara skeletal. Jenis porositas

ini juga bisa disebabkan oleh proses perpindahan dari interior

butiran yang tidak terlalu mengalami kalsitifikasi. Melalui

proses ini tertinggal bagian cortex-nya saja.

c. Intercrystalline :

Merupakan pori–pori yang terdapat diantara kristal–kristal yang

relatif sama ukurannya, yang tumbuh karena adanya proses

rekristalisasi atau dolomitisasi. .

d. Mouldic :

Suatu rongga yang terbentuk karena proses pelarutan fragmen

dalam batuan. Porositas ini termasuk porositas sekunder dan

termasuk dalam fabric selective. Untuk membentuk tipe

porositas ini, dibutuhkan perbedaan tingkat kelarutan antara

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

butiran dan struktur yang ada. Terbentuk dalam batuan

monomineralik berhubungan dengan perbedaan kristalinitas,

ukuran kristal, inklusi organik, porositas primer dan lain-lain.

e. Fenestral :

Merupakan variasi dari interparticle porosity yang terbentuk

pada lingkungan yang khusus, seperti supratidal levee.

Terbentuk sebagai akibat hilangnya beberapa butir pembentuk

batuan sehingga terbentuk rongga–rongga yang besar.

f. Shelter :

Merupakan variasi dari interparticle porosity, dimana adanya

butiran yang berbentuk lempeng, menjadi semacam payung

bagi area di bawahnya, untuk melindungi dari pengisian

sedimen yang mengendap.

g. Growth framework :

Pertumbuhan kerangka seperti kerangka koral, yang

mengakibatkan rongga yang diisi oleh koral, menjadi terbuka.

2. Porositas batuan karbonat tersebut tidak dipengaruhi atau

dikontrol oleh kemas (fabric) batuan, disebut sebagai not fabric

selective, yaitu porositas:

a.Fracture :

Rongga yang berbentuk rekahan, yang terbentuk akibat adanya

tekanan luar, dan biasanya terjadi setelah pengendapan, serta

berasosiasi dengan proses perlipatan, pensesaran ataupun salt

doming. Terjadi pada batuan karbonat yang relatif brittle,

biasanya homogen, seperti kapur dan dolomit.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b.Channel :

Saluran antar rongga yang terbentuk akibat pelarutan.

c. Vug :

Lubang yang terbentuk sebagai akibat proses pelarutan, seperti

gerowong.

d.Cavern :

Pelarutan lubang yang bisa membesar, sehingga dapat

dimasuki manusia.

.

Tabel V. 5.

3. Porositas batuan karbonat yang dapat bersifat sebagai kedua–

duanya, disebut sebagai fabric selective or not. Tipe porositas

ini antara lain :

Breccia :

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Terbentuk karena adanya proses retakan yang menyebabkan

batuan hancur menjadi bongkah-bongkah kecil dan terbentuklah

pori-pori yang berada di antaranya.

Boring :

Pori-pori yang terbentuk karena adanya aktivitas pemboran oleh

organisme.

Burrow :

Porositas yang terbentuk karena penggalian organisme.

Shrinkage :

Penciutan, dimana sedimen yang telah diendapkan, menjadi

kering dan menciut, sehingga terjadi rekahan-rekahan yang

dapat menimbulkan pori.

V.5. DIAGENESA BATUAN KARBONAT

a. Lingkungan Diagenesis

Diagenesis di bawah air laut : laut dangkal, bagian laut dalam

Meteoric diagenesisfreshwater diagenesis : diatas muka air

tanah, di bawah muka air tanah

b. Lingkup dan proses diagenesis

Lingkup diagenesis : pengisian pori, lithifikasi, neomorphisme

dan pelarutan

Proses diagenesis

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

1. Pengisian pori dengan mikrit/lumpur karbonat

2. Mikritisasi oleh ganggang

3. Pelarutan

4. Sementasi

5. Polimorfisme

6. Rekristaliasi

7. Pengubahan/penggantian

8. Dolomitisasi

9. Slisifikasi

Sementasi : proses perekatan antar butir batuan akibat adanya

proses pelarutan dan pembatuan

V.6. TEKSTUR BATUAN SEDIMEN KARBONAT

Pada umumnya batuan terdiri dari mineral – mineral authigenic.

Batuan memperlihatkan gejala diagenesa pada tekanan (P) dan

temperatur (T) tertentu, maka porositas batuan menjadi sangat

rendah atau hilang.

Batuan karbonat dicirikan oleh porositas yang rendah dan ditandai

oleh tekstur mozaic. Contoh : batugamping

Terdiri dari kristal – kristal kalsit dan tidak memperlihatkan porositas /

porositas rendah. Butiran – butiran kalsit dapat berupa polygon –

polygon atau bergerigi. Butiran kalsit yang bergerigi menunjukkan

adanya rekristalisasi yang terjadi pada saat diagenesa. Sebelum

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

rekristalisasi, ada pori sehingga menjadi ada porositas. Pada non

klastik kadang - kadang ada butiran – butiran yang amorf :

o Kalsedon

o Opal

Ciri yang penting pada batuan karbonat, butiran – butiran yang mula –

mula halus, pada diagenesa akan menjadi bertambah besar.

Ada 3 unsur tekstur :

Butiran (grain)

Butiran klastik (yang tertransport), disebut sebagai fragmen

Massa dasar (matrix)

Lebih halus dari butiran/fragmen, diendapkan bersama-sama

dengan fragmen

Semen (cement)

Berukuran halus, merekat butiran/fragmen dan matriks :

diendapkan kemudian (setelah fragmen dan massa dasar)

Sorting/pemilahan

Sorting baik

Besar butir merata (matriks hanya sedikit/tidak ada)

Sorting buruk

Besar butir tak merata dan matriks cukup banyak

Rounding/kebundaran

Merupakan sifat permukaan dari pada butiran

VI-20

Sebagai semen

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Disebabkan oleh pengaruh transport terhadap butiran yang

akibatnya menjadi butiran membundar

Terbagi atas :

- Angular (menyudut)

- Sub angular (menyudut tanggung)

- Sub rounded (membulat tanggung)

- Rounded (bulat)

- Well rounded (sangat bulat)

V.7. FAMILI BATUGAMPING

Ada tiga tipe famili batugamping, yaitu:

1. Sparry allochemical rocks/mud-free allochems

Batugamping tipe ini merupakan batugamping yang tersaring dan

identik dengan konglomerat dan batupasir yang well rounded dan

pada umumnya terbentuk pada kondisi pengendapan yang

dipengaruhi oleh arus yang mempunyai tenaga yang penuh. Daerah

pengendapanseperti itu misalnya daerah pantai, bar ataupun

daerah submarin yang dangkal.

Tapi biarpun demikian dapat juga sparry allochemical rocks

terbentuk pada lingkungan dengan arus yang lebih lemah.

2. Microcrystalline allochemical rocks

Batugamping tipe ini identik dengan batupasir lempungan ataupun

konglomerat dan terbentuk pada lingkungan pengendapan yang

dipengaruhi oleh arus yang tidak begitu kuat dan begitu cepat.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

3. Microcrystalline rocks

Batugamping tipe ini identik dengan batulempung dan terbentuk

pada lingkungan yang tidak dipengaruhi oleh arus yang kuat.

Dari semua partikel alkimia, intraklast adalah paling penting karena

terbentuk di air dangkal, dibawah garis gelombang, atau mencirikan

kemungkinan adanya pengangkatan tektonik.

Akan tetapi tidaklah dapat dipungkiri bahwa satuhal dapat terjadi

diantara banyak kemungkinan yang merupakan suatu kelainan.

Kelainan-kelainan tersebut misalnya, mikrit dapat terbentuk di

dalam zone energi yang tinggi jika lumpur karbonat tersebut

terperangkap oleh algae yang kotor (penuh lumpur) dan diangkut

dengan keras oleh gelombang.

Sedangkan sparit mungkin saja terjadi pada suatu lingkungan air

yang tenang apabila disitu terjadi suatu akumulasi fragmen-

fragmen fossil, dan zat kimia yang terdapat pada lingkungan

tersebut tidak bercampur dengan lumpur karbonat. Sparit tersebut

dapat terbentuk oleh pretipitasi kimiawi ataupun oleh peristiwa

abrasi dalam lingkungan yang tenang tersebut.

Mikrit atau diamikrit adalah analog dengan lempung/serpih yang

terbentuk di tengah-tengah dari sebagian besar laguna ataupun

terentuk di dalam air laut lepas pantai.

Batuan yang tersaring dari lumpur karbonat ataupun tersaring dari

alokimia merupakan transisi biomikrit ke biosparit dan identik

dengan immature sandstone.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Batuan tersebut dapat terbentuk apabila gelombang atau arus tidak

begitu kuat. Bila kegiatan arus tersebut berlangsung dengan

sporadis maka semua mikrit tidak akan dapat dikikis ataupun

diangkut.

Biosparite, intrasparite dan sebagainya adalah identik dengan super

mature sandstone.

Satu hal yang dipandang penting di dalam pembagian lingkungan

pengendapan batugamping adalah adanya matriks lumpur

gampingan dan semen sparry calsite yang diakibatkan oleh adanya

pembagian antara kegiatan gelombang dan arus. Arus turbulen

akan mempercepat proses pencucian lumpur gampingan dan

lumpur gampingan tersebut kemudian bercampur satu sama lain

hingga menjadi suatu suspensi lumpur karbonat. Suspensi lumpur

karbonat tersebut kemudian diangkut ke dalam zone energi rendah.

Proses tersebut merupakan garis pemisah antara tingkat mature

dan sub mature dalam batupasir dan antara mikrit dan sparit dalam

klasifikasi pertama Folk (1959).

Derajat sortasi/pemilahan

Derajat sortasi untuk pertama kalinya ditulis oleh Dunham, R.J. dan

seperti halnya dalam batupasir derajat sortasi dalam batugamping

merupakan fungsi dari mean grain size.

Sebagai contoh, bila semua material alokimia terdiri dari fossil,

sehingga hanya mempuyai satu sifat saja, maka sortasinya akan

bagus. Derajat sortasi tersebut tetap bagus walaupun pengaruh arus

kuat, karena ukuran dari binatang-binatang tersebut tidak dapat

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

dipisah-pisahkan satu sama lain dalam arti kata lain mempunyai

ukuran yang mendekati seragam.

Penyaringan, pemilahan dan pembundaran dalam karbonat

Penyaringan dari matriks lumpur karbonat terjadi pada tingkat energi

yang rendah karena lumpur karbonat mempunyai diameter yang

begitu sangat halusnya dan mempunyai sifat mudah diangkut atau

dipindahkan ke tempat lain. Batuan yang yang di dalam proses

pembentukkannya tidak mengalami penyaringan (winnowing) akan

tercirikan oleh melimpahnya kandungan lumpur karbonat (seperti

biomikrit), pada umumnya mempunyai indikasi diendapkan pada

lingkungan dengan energi yang rendah.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 1. Allochemical Limestones

a. Foraminiferal biomicrite (Eocene), Italy. Diam. 3 mm. Abundant foraminifers in a matrix of microcrystalline calcite (stippled). Orbitoids predominate, but a variety of other forms is included.

b. Gastropod biomicrite (Miocene), Ulm, Germany. Diam. 3 mm. Fresh-water limestone containing abundant whole and broken Planorbis shells. Matrixes turbid microcrystalline calcite (dark stippling) containing patches of clear coarser calcite. Larger shells were partly filled with carbonate mud at the time of deposition. Voids remaining within shells, and also cavities under shell fragments, were later filled with coarser spar as a result of authigenic precip-itation. The filling within several shells is an example of geopetal structure; contact between microcrystalline calcite and sparry calcite within shells is the bedding surface and is shown right side up.

c. Trilobite sparite (Silurian), Asker, Norway. Diam. 3 mm. Very abundant car-apaces of the trilobite Olenus enclosed in sparry calcite cement in which crudely columnar crystals stand approximately normal to the shell surfaces.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 2. Allochemical Limestones

A. Biomicrite, Twin Creek Limestone (Jurassic), near Jackson, Wyoming. Diarn. 2.7 mm. Poorly sorted, ragged organic fragments enclosed in a matrix of calcite mud (stippled). Most larger fragments are fibrous calcite and may be bits of brachiopod or of certain molluscan shells; two coarse calcite fragments are bits of echinoids. Ragged, disoriented character of the organic fragments suggests bioturbation.

B. Crinoidal limestone, Trenton Limestone (Ordovician). Trenton Falls, New York. Diam. 3 mm. Medium-grained limestone composed of tightly interlocking crinoid fragments. Pressure solution along grain boundaries has produced microstylolites between the grains. One phosphate shell fragment in lower part of diagram. '

C. Cephalopod biomicrite (Silurian), Chuohle, Bohemia. Diam. 4 mm. Casts of the nautiloid cephalopod Orthoceras (circular cross-sections) composed of medium-grained sparry calcite are embedded in a matrix of microcrystalline calcite and small shell fragments. Absence of any trace of shell in the large casts suggests that the original shells were removed by solution and the resulting molds later filled with calcite spar,

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 3. Oolitic Limestones

A. Pleistocene ooids. Great Salt Lake, Utah. Diam. 3 mm. Ooids consist of sub-angular detrital quartz grains enclosed by aragonite having both concentric and radial fibrous structure. Incipient cement.

B. Oomicrite, Volksen, Deister Mountains, Germany. Diam. 3 mrp. Loosely packed ooids consist of nuclei encased by microcrystalline calcite (dark stippling); nuclei are shell fragments, some of which have been recrystallized to calcite mosaics. Ooids occur in a micrite matrix that has been partially recrystallized; note patches of neomorphic microspar and fine-grained spar. The allochems are called ooids, because nuclei are visible and also because vague relics of concentric structure are visible in some (not illustrated); they have probably been micritized.

C. Composite ooids (Pleistocene), Pyramid Lake, Nevada. Diam. 6 mm. Large ooids consisting of microcrystalline (stippled) and radial fibrous (clear) concentric layers. Nuclei are fragments of broken ooids, clusters of tiny ooids (right and center), and bits of granular carbonate (lower right). Incipient cementation as in A.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 4. Oolitic Limestones

A. Oolitic biosparite (Jurassic), Bath, England. Diam. 2.5 mm. Radial fibrous calcite ooids (upper right), microgranular calcite pellets (heavily stippled, at bottom), and abraded shell fragments, all cemented with fine-grained calcite. Cement fabric consists of bladed calcite crystals rimming each carbonate fragment, with coarse calcite crystals (lightly stippled, near bottom) occupying the centers of original pores. Some shell fragments are original fibrous calcite; some are abraded single crystals, probably from echinoids (right and left); some are recrystallized granular calcite and were probably aragonite originally. Micrite envelopes on most allochems.

B. Recent ooids, coast of southern Florida. Diam. 2.5 mm. Dark microcrystalline ooids having distinct concentric structure. Nuclei are microcrystalline pellets; concentric carbonate is aragonite. Partly cemented with fine-grained calcite, which probably formed in the vadose environment. Remaining pores are blank.

C. Oosparite, St. Louis Limestone (Mississippian), Bowling Green, Kentucky. Diam. 2.5 mm. Ooids consisting of radial fibrous calcite, but with distinct concentric banding, tightly packed and firmly cemented by fine-grained clear calcite. Nuclei in ooids are mostly microcrystalline calcite pellets, but a few appear organic (right edge and lower right). Compare the looser packing in B.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 5..Dolomitized Limestones

A. Dolomitized Devonian coral. Bear River Range, northern Utah. Diam. 8 mm. Limestone matrix and septa of coral replaced by very fine-grained dolomite; coarser dolomite has filled in between septa in coral; dolomite euhedra near the center are enclosed in a single large calcite crystal.

B. Dolomitized crinoidal limestone (Silurian), Niagara River, \New York. Diam. 6 mm. Coarse calcite crystals (stippled) are remnants of crinoid plates and stem segments enclosed and marginally replaced by a fine-grained mosaic of subhedral dolomite crystals.

C. Dolomitized Devonian coral {Cyathophyllum}, Eifel, Germany. Diam. 3 mm. Coral structure cut longitudinally. Septa consist of cross-oriented prismatic dolomite; dolomite mosaic between septa is composed of interlocking larger anhedral grains, generally elongated parallel to septa.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 6. Dolomites

A. Lone Mountain Dolomite (Silurian), 3000 m below surface, near Eureka, Nevada. Diam. 2.5 mm. Mosaic of dolomite anhedra, not visibly different from some recrystallized calcite mosaics.

B. Glauconitic Bonneterre Dolomite (Cambrian), near St. Louis, Missouri. Diam. 2.5 mm. Inequigranular dolomite mosaic, with patches of microcrystalline glauconite between dolomite grains. Local ferric oxide (black), Compare pellet form of glauconite (stippled) in C. Relict ovoid in large dolomite grain at right may be organic. The rock contains some detrital quartz grains (not shown in this field) and is perhaps a dolomitized glauconitic calcarenite.

C. Sandy glauconitic dolomite (Cambrian, Sawatch Formation), Ute Pass, El 1'aso County, Colorado. Subrounded quartz grains and glauconite pellets Healing in a dolomite mosaic; probably a dolomitized calcarenite. Compare the non-porous mosaic of anhedral dolomite grains at the bottom with porous aggregate of dolomite rhombs in upper part of figure. Local ferric oxide stain (black).

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 7. Cherts

A. Cherty portion of Madison Limestone (Mississippian), Bear River Range, northern Utah. Diam. 2.5 mm. Dolomite rhombohedra and detrital quartz sporadic grains (blank and irregular) set in a matrix of microcrystalline quartz. Chert bands like that in center parallel the bedding and alternate with others, like that at bottom, composed almost entirely of dolomite. Opaque lamina in dolomite is probably organic material. Secondary veinlet of chalcedony.

B. Foraminiferal chert (Upper Miocene, McLure Formation), Reef Ridge, California. Diam. 2 mm. In lower half, well-preserved calcite tests, infilled partly with coarse calcite (two cleavages) and partly with chalcedony (blank), are set in a matrix of opal (stippled). In upper half, matrix is clear chalcedony (blank), and calcite tests (without distinct outlines) have been largely replaced by chalcedony.

C. Chert in Helderberg Limestone (Devonian), Genesee County, New York. Diam. 2.5 mm. An irregular patch of uniformly oriented calcite (dark stippling plus cleavage) is enclosed and seemingly replaced by microcrystalline quartz (light stippling). Dolomite euhedra, some of which are zoned, are scattered through both chert and calcite.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar V. 8. Ironstones

A. Frodingham Ironstone (Lias), Scunthrope, Lincolnshire, England. Diam. 2 mm. Ovoid limonite ooids in a shelly limestone. Ooids are brown, concentrically banded, and translucent in thin section. The matrix is finely granular calcite, containing a variety of abraded shell fragments, some of which are granular and some fibrous. Cavities in three shell fragments (center and lower part) are filled with green chamosite (stippled).

B. Northampton Sand Ironstone (Lias), Corby, Northamptonshire, England. Diam. 2 mm. Sideritic limestone containing numerous chamosite ooids (stippled lightly) and also shell fragments and grains of detrital quartz (blank). One ooid has quartz nucleus. An abraded phosphate shell fragment (stippled) in lower center, two fibrous shell fragments marginally replaced by siderite.

C. Northampton Sand Ironstone (Lias), Irthlingborough, Northamptonshire, England. Diam. 2 mm. Chamosite ooids in a matrix of chamosite mud. Both matrix and ooids partly replaced by patches of granular siderite.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

BAB VI

BATUAN METAMORF

VI.1. PENGERTIAN BATUAN METAMORF

Metamorfosa adalah suatu proses pengubahan batuan akibat

perubahan P (tekanan), T (temperatur) atau kedua-duanya.

Proses metamorfosa merupakan proses isokimia yang tidak terjadi

penambahan unsur-unsur kimia. Temperatur yang dibutuhkan

berkisar antara 2000 C - 8000C. Proses metamorfosa berjalan tanpa

melalui fase cair.

Akibat metamorfosa adalah batuan keluar dari kondisi kesetimbangan

lama dan memasuki kondisi kesetimbangan yang baru.

Perubahan yang terjadi pada tekstur dan assosiasi mineral, sedangkan

yang tetap komposisi kimia, fase padat (tanpa melalui fase cair).

Berdasarkan perubahan P dan T, dikelompokan atas:

a. Progresive metamorfosa, merupakan perubahan dari P dan T

rendah ke P dan T tinggi.

b. Retrogresive metamorfosa, merupakan perubahan dari P dan T

tinggi ke P dan T rendah.

Kondisi fisik yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi

rekristalisasi dan tekstur.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A. Tekanan

Tekanan hidrostatik

Tekanan searah (stress)

Kelompok mineral yang dikenal, yaitu :

o Stress mineral yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap

tekanan.

Contoh: Staurolit, kianit

o Anti stress mineral yaitu mineral-mineral yang jarang

dijumpai pada batuan yang mengalami stress.

Contoh: olivin, andalusit.

B. Temperatur

Pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih efektif dari pada

perubahan tekanan dalam hal pengaruhnya bagi perubahan

mineralogi.

Katalisator berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada

metamorfosa bertemperatur rendah.

Hal-hal yang mempercepat reaksi :

a. Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran.

b. Deformasi batuan, yaitu batuan yang pecah-pecah menjadi

fragmen-fragmen kecil sehingga memudahkan kontak antara

larutan kimia dengan fragmen-fragmen.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

C. Komposisi

Type metamorfosa

a. Metamorfosa termal :

Disebut juga metamorfosa dinamo atau metamorfosa kontak

Terjadi akibat perubahan temperatur (kenaikan temperatur)

Biasa dijumpai disekitar intrusi/batuan plutonik

b. Metamorfosa regional

Terjadi akibat perubahan (kenaikan) P dan T bersama-sama

Meliputi daerah yang luas, misalnya pada geosinklin yang

mengalami sedimentasi kemudian terlipat

Tekanan yang berpengaruh adalah P hidrostatis & P stress

c. Metamorfosa kataklastik

Disebut juga metamorfosa kinematik atau metamorfosa

dislokasi

Adanya penghancuran batuan oleh sesar dsb, kemudian

diikuti dengan rekristalisasi .. (kenaikan P stress)

Struktur-struktur pada metamorfosa kataklastik :

struktur kataklastik :

Apabila penghancuran tidak begitu kuat (butiran masih

kasar)

struktur milonitik :

Apabila penghancuran cukup kuat (butiran sedang)

struktur filonitik :

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Apabila penghancuran kuat sekali (butiran halus sekali)

VI.2. TEKSTUR DAN STRUKTUR

1. Sifat pertumbuhan kristal

Rekristalisai terjadi dalam keadaan padat, maka setiap kristal

yang tumbuh harus mempunyai daya desak/daya tumbuh yang

tinggi

Tekstur sangat khas disebabkan oleh P dan T tinggi

Setiap tekstur yang terbentuk pada saat metamorfosa disebut

tekstur kristaloblastik

Dpl adalah tekstur dari kristal-kristal yang dihasilkan oleh

proses metamorfosa

Tekstur sisa (yang terbentuk sebelum metamorfosa) diberi

awalan blasto, contoh: Blastoporfiritik

2. Urutan kristalisasi (Crystaloblastic series)

Mineral yang tersusun menurut kemampuan mendesak dari

mineral terhadap mineral di sekitarnya

Jika kuat cenderung untuk tumbuh sempurna (euhedral)

Golongan 1rutile – titanit – magnetit

Golongan 2 turmalin – kyanit – sataurolit – garnet

Golongan epidot – zolsit – forsierit

Golongan 4 piroksin – ampibol – wollastonit

Golongan 5 mika – klorit – talk

Golongan 6 kalsit – dolomit

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Golongan 7kordierit – skapelit – feldspar

Golongan 8kuarsa

Kuarsa umumnya dijumpai dalam bentuk anhedral

3. Bentuk individul kristal

Idioblast mineral berbentuk euhedral

Hypidioblast/xenoblastikmineral berbentuk enhedral

4. Tekstur

Lepidoblastikterdiri dari mineral-mineral tabular

Nematoblastikterdiri dari mineral-mineral prismatik

Granoblastik terdiri dari mineral - mineral yang

equidimensional (granular) dengan batas-

batas yang satured (tak teratur). Mineral-

mineral mempunyai bentuk anhedral

Granuloblastik terdiri dari mineral - mineral yang

equidimensional (granular) dengan batas-

batas yang unsatured (lebih teratur).

Mineral-mineral mempunyai bentuk

anhedral

Homeoblastik apabila batuan terdiri dari satu tekstur

Contoh: Lebidoblastik saja ataupun Nematoblastik

saja

Heteroblastik apabila batuan terdiri atas lebih dari satu

tekstur

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Contoh: Lebidoblastik dan Granoblastik

Ada beberapa mineral yang ditemukan dengan ukuran yang lebih

besar dari pada yang lain, dikenal sebagai tekstur porfiroblastik.

Mineral-mineral tersebut ditemukan pada deret atas dari urutan

rekristalisasi (Crystalloblastic series).

Mineral-mineral tersebut adalah :

Garnet

Kyanit

Andalusit

Kordierit

Staurolit

Tekstur relict merupakan tekstur sisa yang dapat

menunjukkan batuan asal sebelum mengalami

proses metamorfose

Contohnya :

Blastoporfiritikbatuan asal bertekstur porfiritik

Blastofitikbatuan asal bertekstur ofitik

Tekstur lain yang biasa dijumpai

Granoblastik polygonal

Decussate

Sama dengan granoblastik polygonal, hanya bentuk

individu kristal lebih euhedral dan rapat sekali

Web tekstur

Khas untuk metamorfose thermal

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Mortar tekstur

Merupakan hasil crushing/pemecahan sehingga

hancur

Sacaroidal

Seperti gula pasir

5. Struktur batuan metamorf

Secara umum struktur batuan metamorf terdiri atas foliasi dan

non foliasi.

a. Foliasi (schistosity)

Merupakan struktur paralel yang ditimbulkan oleh mineral-

mineral pipih sebagai akibat proses metamorfosa.

Foliasi ini meskipun tak sempurna, dapat diperlihatkan oleh

mineral-mineral prismatik yang menunjukan orientasi tertentu.

Mineral pipih ...............................................................

biotit

Mineral prismatik.........................................................

hornblende, piroksen

b. Non foliasi

Merupakan struktur yang dibentuk oleh mineral yang

equidimensional sehingga terdiri atas butiran – butiran

(granular), dapat dijumpai pada batuan hornfels.

Foliasi dihasilkan oleh metamorfosa regional dan metamorfosa

kataklastik

Non foliasi dihasilkan metamorfosa termal...........................

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Struktur – struktur yang biasa dikenal:

1. Slaty cleavage

Merupakan struktur foliasi planar yang dijumpai sebagai bidang-bidang belah pada batu sabak

2. Granulose/hornfelsic

Tidak menunjukkan cleavage

Merupakan mozaic yang terdiri dari mineral-mineral yang equidimensional

Merupakan hasil dari metamorfosa termal

3. Filitik

Terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dari pada slaty cleavage

Batuan mempunyai kilap yang lebih mengkilap daripada batu sabak

Sudah mulai terjadi pemisahan mineral pipih dengan mineral granular, tetapi masih belum jelas/belum sempurna

Gejala segregation / pemisahan tersebut disebut juga diferensiasi metamorfosa

4. Schistose

Struktur akibat perulangan dari mineral pipih dengan mineral equigranular/equidimensional

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Mineral pipih orientasinya tidak terputus-putus (menerus)

Disebut juga close schistosity

5. Gneissose

Struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral equidimensional atau granular

Orientasi mineral pipih terputus-putus (tidak menerus) oleh mineral-mineral granular

Disebut juga open schistosity

6. Milonitik

Berbutir halus

Menunjukkan goresan-goresan akibat granulation (penggerusan) yang kuat

7. Filonitik

Gejala dan kenampakan sama dengan milonitik

Disini sudah terjadi rekristalisasi

Menunjukkan kilap silky

VI.3. KLASIFIKASI

Klasifikasi batuan metamorf dapat terbagi berdasarkan komposisi

kimia dan tekstur.

1. Klasifikasi berdasarkan komposisi kimia batuan metamorf

a. Batuan metamorf sekis pelitik

Merupakan batuan sekis yang banyak mengandung Al

Di darat berasal dari : lempung, serpih, mudstoneVI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

b. Batuan metamorf kuarso-feldspatik

merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung

kuarsa dan feldspar

dapat berasal dari batupasir greywacke

c. Batuan metamorf yang kalkareous

merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung

Ca

dapat berasal dari batugamping, dolomit

d. Batuan metamorf yang basic

Batuan metamorf dengan kadar Fe dan Mg tinggi

Dapat berasal dari tuff

e. Batuan magnesian

Batuan metamorf yang kaya Mg saja

Dapat berasal dari batuan sedimen yang kaya akan Mg

2. Klasifikasi berdasarkan Struktur

a. Hornfels/granulose Batuan metamorf yang terdiri dari mozaic butir-butir yang

equidimensional (mineral yang granular/interlocking) dan tidak menunjukkan pengarahan/orientasi/foliasi

Tidak menunjukkan schistosity Tekstur granoblastik Struktur granular/hornfelsik Hasil metamorfosa thermal / metamorfose kontak

b. Slate (batusabak) Batuan metamorf berbutir halus Struktur : slaty cleavage (memperlihatkan foliasi yang jelas,

tetapi tanpa agregation banding (selang seling mineral pipih dan granular)

Sebagai hasil metamorfosa regional dari mudstone, siltstone, claystone dan lain-lain

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Catatan: makin tinggi derajat metamorfosa, semakin terlihat segregation banding

c. Phyllite Batuan metamorf berbutir halus Memperlihatkan schistosity Mulai terlihat segregation banding (meskipun kurang baik,

terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dibanding slate, sudah mulai terjadi pemisahan mineral pipih dengan mineral granular

Memperlihatkan kilap karena timbulnya mineral muskovit dan klorit

Butiran lebih halus daripada batusabakd. Sekis

Batuan metamorf yang sangat schistose, Butiran – butiran cukup kasar sehingga mineral -

mineralnya dapat dibedakan satu sama lain segregation banding baik sekali terdiri dari perulangan mineral – mineral pipih / tabular

dengan mineral granular, orientasi mineral pipih terputus-putus oleh mineral granular (open schistocity)

Struktur close schistose Sebagai hasil metamorfosa regional

e. Amphibolite Batuan metamorf yang berbutir sedang – kasar Terdiri atas mineral hornblende dan plagioklas saja,

kadang-kadang ada biotit dan minera penyerta Schistosity timbul akibat orientasi dari mineral – mineral

prismatik (hornblende) Schistosity tidak sebaik batuan sekis Hasil metamorfosa regional berderajat medium-tinggi

f. Gneiss Batuan metamorf berbutir kasar Schistosity tidak baik karena terpotong oleh mineral-

mineral equidimensional (kuarsa dan feldspar) Struktur : open schistose Hasil metamorfose regional

g. Granulite Batuan metamorf tanpa mika / ampibol (sedikit)

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tidak ada schistosity Terdiri atas mineral – mineral equidimensional dan

prismatik Tekstur : granoblastik Kadang – kadang ada orientasi yang diperlihatkan oleh

mineral kuarsa atau feldspar atau kedua – duanya sehingga sebagai lensa-lensa pipih

Hasil metamorfose regional fasies granuliteh. Marble

Batuan metamorfose yang terdiri dari karbonat (kalsit atau dolomit)

Tekstur granoblastik Schistosity tidak ada, kalaupun ada sangat buruk dan

hanyalah berupa orientasi dari lensa-lensa kalsiti. Milonit

Batuan metamorf berbutir halus Sebagai hasil penggerusan yang kuat Terlihat goresan-goresan ataupun lensa-lensa dari batuan

asal yang tidak hancur, berbentuk seperti mata Sebagai hasil metamorfose kataklastik

j. Kataklastik Butiran lebih kasar dari pada milonit Penggerusan kurang kuat Tidak ada rekonstitusi kimia

k. Filonit Gejala dan kenampakan sama dengan milonit Disini sudah terjadi rekristalisasi Menunjukkan kilap silky, karena adanya mineral mika Sebagai hasil penggerusan (granulation) yang kuat sekali Butiran halus sekali

VI. 4. FASIES METAMORFOSE DAN TEKTONIK LEMPENG

Fasies metamorfose adalah kelompok batuan metamorfose yang

menunjukkan suatu kondisi fisik tertentu yang dicirikan oleh asosiasi

mineral yang tetap.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Dalam menentukan fasies metamorfose, perlu diingat 2 hal yang

penting, yaitu:

Komposisi mineral batuan metamorf

Kondisi fisik (temperatur dan tekanan)

Harus diingat bahwa asosiasi mineral tidak akan menyimpang dari

komposisi kimia batuan asal.

Fasies-fasies yang dikenal dalam batuan metamorf:

1. Fasies metamorf kontak

a. Fasies albite-epidot-hornfels

b. Fasies Hornblende-hornfels

c. Fasies Piroksen-hornfels

- Temperatur tinggi

- Tekanan sedang

- Metamorfose thermal

d. Fasies sanidinit

2. Fasies Metamorfose regional derajad rendah

a. Fasies zeolit

b. Fasies pumpelit

c. Fasies Lawsonit-albit-clorit

d. Fasies Skis Biru (blueschist) atau Skis-mika (glaucophane-

schist)

e. Fasies Skis Hijau (green-schist)

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

3. Fasies Metamorfose regional derajat tinggi

a. Fasies amphibolite

Silimanit – almandit sub fasies (Tekanan dan temperatur

tinggi)

Staurolit – kianit sub fasies (Tekanan dan temperatur

rendah)

Kordierit – antofilit sub fasies (Tekanan dan temperatur

sedang)

b. Fasies granulite

c. Fasies eklogit (Lebih tinggi dari granulite fasies)

VI. 5. PRODUK METAMORFOSA KONTAK DAN MEKANIK

Pelitik Hornfels : melimpah mineral mengandung oksida Al2O3

(andalusit atau cordierit atau keduanya) porfiroblastik,

matrik granoblastik berbutri halus : kuarst, felsdpar,

mika atau grafit.

Fasies Piroksin Homfels : orthoklas atau mikroklin

hadir bersama andalusit atau silimanit tanpa

muskovit. Fasies Sanidinit: Batuan basaltik

mengandung xenolit kaya alumma-homfds

Buchite : Xenolit, pada partial melting yang menghasilkan

batuan transisi antara batuan beku dan metamorf

Pelitic buchite ; cordierit, spinel, alumunium silikat

mulit (temperatur tinggi) jarang, dan glas.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Pelitic Spoted schist : Bagian luar kontak aureole yang berkembang

pada batuan tekstur slaty atau filitik yang akan

menghasilkan batuan metamorf tekstur foliasi;

schistosic. Asal batuan mengandung oksida K2O tinggi

atau sedimen pelitik kandungan biotit atau muskovit

tinggi.

Kuarts-Feldspatik hornfels : Kuarst, plagioklas dan K-feldspar dari

batupasir atau siliceous volcanic rocks (riolit, dasit)

Tekstur ; mosaik kuarts dan feldspart

Marmer (Marble): hasil metamorfisme kontak tingkat tinggi, kontak

dengan batuan karbonat dan dolomit, Granoblastik,

mosaik butiran kalsit yang seragam.

Cals-Silicate Hornfels dan Skarn : matamorfik kontak calcium-bearing

silicates. Skarn metamorfik pada argillaceons

limestones

Basic Hornfels : Metamorfisme kontak tingkat tinggi pada famili

basalt dan andesit. Granobalstik, mosaik labradorit,

diopsid, hipersten dan asesirus magnetit, apatit dan

spinel. Pada batuan asal sangat basa, dijumpai olivin

Magnesian Hornfels : hornfels kasar dengan komposisi magnesian

amphibol seperti antopilit atau cummingtonit, cordierit

dan biotit, almandin, gamet.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel VI. 1. Some Characteristic Mineral Assemblages (Accessory Phases Omitted) in Common Rocks on Contact Aureoles

Rock Group Hornblende-Hornfels Facies Pyroxene-hornfels FaciesPelitic Muscovite-biotite

Andalusite'-muscovite-biotiteAndalusite'-cordierite-muscovite-

biotite Staurolite-biotite andalusite"Staurolite-cordierite-muscovite

Plus anyor all of quarts plagioclase K-feldspar

With quartz K-feldspar-sillimanite''-cordierite K-feldspar—sillimanite''

Without quartz. Cordierite-corundum-spinelCordierite-corundum-sillimanite''

Plus biotite(andplagioclase)

Plus any or all biotite, K-feldspar, plagioclase

Calcareous1. Calcic marbles'

Calcite-tremolite (-quartz) Calcite-diopside (-quartz) Calcite-tremolite-diopside Calcite-diopside-grossular

Calcite-wollastonite (-diopside) Calcite-diopside (-forsterite)Calcite-wollastonite-diopside-

grossular2. Magnesian

marbles (metadolomites)'

Calcite-dolomite-tremolite-clinohumiteCalcite-dolomite-forsteriteCalcite-dolomite-forsterite-phlogopite

Calcite-forstente-periclase Calcite-forsterite-monticellite Cakite-forsterite-spinel Calcite-forsterite-diopside

Clinohumitc possible additional phase

3. Calc-silicate rocks

Diopside-epidote-hornblende Diopside-grossular-epidote Diopside-vesuvianite-grossular-wollastonite Diopside and grossular, commonly with significant iron

Diopside-wollastonite-grossular-vesuvianite Diopside-grossular-anorthite (or calcic plagioclase)

Basic Hornblende-plagiocalse (-biotite, -almandine) Hornblende-plagioclase-diopside

Diopside-hypersthene-plagioclase Diopside-olivine-plagioclase

Magnesian1. Metaserpenites

2. Alumious types

Antigorite-forsterite-tremolite Forsterite-talc-tremolite Forsterite-anthophyllite-tremoliteAnthophyllite-talc

Cordierite anthophyllite (-biotite) Anthophyllite-curnmingtonite-biotite

Forsterite-enstatite-spinel (-diopside)

Hypersthene-cordierite (-biotite)

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

'Or sillimanite. '"Or andalusite. < K-feldspar or plagioclase, or both, possible minor phase.

VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

VI. 6. PRODUK METAMORFOSA REGIONAL DERAJAD RENDAH

1. Metamorfisme sangat rendah Immature product

Metapelitik : Batuan induk shale, pada fase awal terkena metamorfisme (montmonlonit, illit, pyrophyllite)

Metagraywacke

Metabasalt

Fasies Zeolit dan Pumpellyite

2. Metamorfisme pada tekanan sedang Mature Product

Slate dan Filit : Asal sedimen berbutir halus, komposisi utania mica, clorit kuarts dan grafit. Asesoris : tourmalin, rutil, epidot-, spinel, magnetit dan pirit.

Pelitik Skis Mika : komposisi dominan ; muskovit, dorit, kuarts serta albit, epidot atau clinozoisit, dolomit (atau kalsit). Asesoris ; spinel, tourmalin, apatit dan magnetit, sering pula gamet, grafit dan rutil.

Kuarts-Feldphatic Skis Mika : Skis mika turunan asal dari graywacke dengan kuarts dan felsdpart melimpah.

Low-Grade Calc-Schists : tekstur skistosik komposisi kalsit, dolomit, dan sedikit kuarts ,albit, muskovit, clorit, clonozoisit, spinel dan gafit.

Skis hijau (Greenschists): metmorfisme temperatur rendah pada batuan basa-semibasa. Melimpah mineral clorit, epidot dan aktinolit.

Magnesian Schists : metamorfisme pada batuan peridotit pada metamorfisme asosiasi dengan hidrotermal dan metamorfisme burial

Fasies Skis Hijau (Greenschist)

3. Metamorfisme pada tekanan tinggi mature product (tekanan

diatas 10-12 kb)

Fasies Skis Biru (Blueschist)VI-20

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel VI. 2. Low-grade mineral paragenesis in relation to facies of regional metamorphism (selected mineral assemblages)

Rock type Zeolite and pumpellyite facies Greenschist facies Blueschist faciesMetapelites Montmorrillonite-illite-quartz-alkali

feldspar + pyrophylliteMuscovite (phengitic)-chlorite-quartz-albite-epidote + stilpnomelane orbital chloritoidSame as above plus biotite + almandine; stilpnomelane rare

Muscovite (phengitic)- paragonite-lawsonite-chlorite-glaucophane-quartz-albite-sphene

Metagraywacke Quartz-heulandite + analcimeQuartz-albite-laumontite-prehnite-chlorite + stilpnomelaneQuartz-albite-prehnite-pumpellyite-chlorite + stilpnomelane

Quartz-albite-epidote-muscovite-chlorite + stilpnomelaneSame as above with biotite + almandine; stilpnomelane absent

Quartz-jedelite-muscovite-chloite-lawsonite-glaucophane-spheneSame as above + almandine + epidote

metacherts Quartz + iron oxides Quartz + iron oxides Quartz-piedmontite-muscovite-spessartine-stilpnomelane

Quartz-stilpnomelane-spessatineQuartz-crossite-aegirine + lawsonite

Calcareous Calcite + quartz Calcite-quartz + tremolite orbital talcCalcite-dolomites + tremolite orbital talcCalcite-zoisite-grossular (andraditic)Calcite-albite-epidote

Argonite + lawsonite + glaucophaneCalcite + relict aragonite

Metabasalt Sphilitic assemblages\; albite-chlorite-epidote orbital pumpellyte + relict augite

Albite-chlorite-epidote + stilpnomelaneAlbite-actinolite-epidote-chlorite + calcite + biotite

Albite-lawsonite-pumpellyite-glaucophane-chlorite-stilpnomelane-spheneAlbite-epidote-glaucophane-omphasite-chlorite-actinoliteAlbite-lawsonite-clinozoisite-chlorite + hornblende + almadine

Serpentinites and derivative magnesite rocks

Chrysotile and/orbital lizardite + brucite Calcite-quartz + tremoliteAntigorite-calcite-talcAntigorite-diopside-forsteriteTalc-magnesite + tremolite

Antigorite + tremolite + talc

VI-22

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

VI. 7. PRODUK METAMORFOSA REGIONAL DERAJAT TINGGI

Hydrous Rocks :

High-Grade Skis Pelitik

Kuarts-Feldspart Skis dan Gneis

Granitik dan Granodioritik Gneis

Amphibolit : batuan metamorfik foliasi dengan komposisi

utama homblende dan plagioklas

High-Grade Magnesian Skis : progresif

Anhydrous Rocks :

Kuartsit

High-grade Marbles dan Calc-granulits

Granulit: kuarts-Feldspart Granulit, Piroksen Granulit

Ecklogit

VI-22

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Tabel VI. 3. High-Grade Mineral Paragenesis in Relation to Facies of Regional Metamorphism (Selected Mineral Assemblages)

Rock Type Amphibolite Facies Granulite Facies Eclogite FaciesMetapelite (micas

predominant) and quartzo-feldspathic rocks (quarts and feldspars predominant)

Muscovite-biotite-quartz-plagioclase ± orthoclasea-almandine ± staurolite ± kyanite or sillimanite ± chlorite ± epidote

Same as above, with cordierite and andalusite as Al2SiO3 potymorphb

Quartz- K- feldspar-plagioclase-sillimanile (or kyanite)-almandine-phlogopite

Same plus cordierile (kyanile excluded)c

Granitic Quartz-plagioclase-orthoclase (or microcline)-biotite ± hornblende or muscovite

Quartz-orthoclase (or microcline)-plagioclase-hypersthene-augite-almandine

Quartz-jadeite-phengile-zosite-pyrope-rutile

Metacherts Quartz-diopside(hedenbergitic)-hypersthene-garnet Quartz-diopside-hedenbergite-

cummingtonite-garnet

Quartz-hedenbergite-fayalite-magnetite

Calcareous Calcite-tremolite-quartz Calcite-diopside-quartz Calcite-diopside-tremolite Calcite-dolomite-forsterite

clinohumite Calcite-tremolite-forsterite-phlogopite Zoisite-scapolite-quartzCalcite-plagioclase (An>20) Diopside-zoisite-plagioclase ± hornblende

Calcite-dolomite-forsterite spinelCalcite-diopside-wollastonite' Diopside-scapolite-bytownite-

grossular-andradite

Garnet (magnesian grossular)-omphacite ± kyanite

Metabasalt and metagabbros

Hornblende-plagiocklase + biotite + alamandite

Hornblende-plagiocklase + diopside + almandine

Hornblende-plagiocklase – epidote + quartz

Plagiocklase – diopside-hyperstene-rutile + olivine + spinel + sapphirine

Omphacite-pyrope-almandite-rutile + kyanite + amphibolite

Magnesian schist and granulite

Antigorite-forsterite-tremoliteForsterite-talc-tremoliteForsterite-anthophyllite-tremoliteForsterite-enstatite-tremolite + spinelMagnesit-anthophyllite (or enstatite)-

tremolite

Forsterite-enstatite-diopside + spinel

Forsterite-enstatite-diopside-pyrope-spinel

VI-22

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

Cordierite-anthophyllite

VI-22

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar VI. 1. Metamorphic Textures

A. Porphyroblastic texture in garnei-mica-quartz schist, Perthshire, Scotland. Diam. 5 mm. Porphyroblasis of garnet enclose curved trains of graphite inclusions, the arrangement of which indicates counterclockwise rotation of the growing porphyroblasts.

B. Granoblastic texture in garnet-hypersthene-plagioclase granulite, Hart-mannsdorf. Saxony. Diam. 2 mm. The two largest crystals are of almandine garnet.

C. Poikiloblastic (sieve) texture in skarn, Doubtful Sound, New Zealand. Diam. 1 mm. On the right, pink andradite garnet; on the left, part of a large crystal of epidote enclosing quartz and calcite.

A B C

Gambar VI. 2. Pelitic Hornfelses and Spotted Slates

A. Ctiiastolite slate, Fichtelgebirge, Bavaria. Diam. 3 mm. A porphyroblast of chiastolite (now converted to a mat of indeterminate colorless micaceous minerals), cut at right angles to the z (c) axis, shows geometrically arranged graphite inclusions. The groundmass consists of finely crystalline, colorless micas, pale-brown biotite, and minor quartz and graphite. Note how the slaty

VI-23

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

cleavage (horizontal) and the cross-cutting strain-slip cleavage (steeply inclined) have been destroyed in the vicinity of the growing porphyroblast.

B. Chiastolite slate, near Mariposa, Sierra Nevada, California. Diam. 7 mm. Section cut parallel to slaty cleavage. Porphyroblasts of altered chiastolite are enclosed in a matrix of biotite, graphite, and quartz. Note tlie unaltered core, which has survived in the upper part of the central porphyroblast.

C. Andalusite hornfels, near Andlau, Germany. Diam. 3 mm. Spongy andalusite, biotite, muscovite, and iron oxides in a matrix of quartz.

A B C

Gambar VI. 3. Skarns

A. Scapolite-aciinolite-phlogopite marble, Germany. Diam. 2.5 mm. The three colorless idioblastic crystals with relatively low refractive index are of scapo-lite.

B. Skarn, Donegal, Ireland. Diam. 2.5 mm. Vesuvianite enveloping green diop-sidic pyroxene (in lower half). Grossular (upper right) and vesuvianite (upper edge), both enclosing granular epidote-clinozoisite.

C. Skarn, Aberdeenshire, Scotland. Diam. 2 mm. Large prismatic crystal of vesuvianite (at left) and darker grains of grossular-andradite with irregular fracture, enclosed in colorless, radially prismatic prehnite.

VI-24

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar VI. 4. Basic Hornfelses

A. Diopsicle-plagioclase-biotite hornfels, near Cisco, Sierra Nevada, California. Uiani. 3 nun. Diopside shown stippled; a few grains of magnetite.

B. Hornblende-plagioclase hornfels, near Cisco, Sierra Nevada, California. Diam. 3 mm. Relict phenocrysts of plagioclase retaining zonary structure indicate igneous origin.

C. "Beerbachite," Odenwald, Germany. Diam 3 mm. Hypersthene, diopside, pla-gioclase, and magnetite; pyroxenes show retrograde alteration to fibrous pale-green amphibole; olivine (not shown) is also present.

A B C

Gambar VI. 5. Magnesian Contact Marbles

A. Chondrodite-spinel marble. Amity, New York. Diani. 3 mm. Pale-yellow chon-drodite and deep-green pleonaste in a matrix of calcite. A single crystal of pyrite (right) and a ragged Hake of graphite (lower left). Addition of fluorine and sulfur is indicated by presence of chondrodite and pyriie.

VI-25

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Ludwigite-forsterite-spinel marble, Twin Lakes, Sierra Nevada, California. Diani. 2 mm. Calcite encloses round grains of forsterite and green pleonaste and slender prisms of the magnesium-iron borate ludwigite ("y == dark brown; a = dark green; refractive index 1.85-2.0; elongation parallel to "y). Presence of ludwigite indicates addition of boron and iron.

C. Brucite marble (predazzite), Predazzo, Italy. Diam. 2 mm. Colorless clear areas are of brucite, pseudomorphous after periclase; under crossed polar-izers they show a complex, concentric arrangement of deformational kinks in the brucite crystals. A few round granules of forsterite are also present.

A B C

Gambar VI. 6. Mylonites

A. San Gabriel Mountains, California. Diam. 5 mm. Strained and broken coarse crystals ("porphyroclasts") of feldspar and a train of garnet granules set in a fine-grained schistose matrix of quartz and feldspar veined with granoblastic quartz.

B. Granite mylonite, San Gabriel Mountains, California. Diam. 5 mm. Coarse, strained, partially granulated crystals are of plagioclase, microcline, and quartz. The granular matrix is composed of quartz, feldspar, and biotite.

C. Mylonitic augen gneiss, Deadman Lake, British Columbia. Diam. 6 mm. Ovoid relict crystals of plagioclase and of K-feldspar, in a matrix of muscovite, chlorite, and quartz, traversed by swarms of stringers of later undeformed quartz.

VI-26

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

A B C

Gambar VI. 7. High-Grade Politic Schists

A. Almandine-biotite-plagioclase schist, sillimanite zone, Scottish Highlands. Diain. 4.5 mm.

B. Staurolite-biotite-muscovite-quartz schist, near Innsbruck, Austria. Diam. 4.5 mm. The central porphyroblast of golden staurolite is marginally altered to finely divided white mica (retrograde metamorphism involving introduction of potassium).

C. Kyanite-staurolite-almandine-muscovite schist with minor biotite and quartz, Gassets, Vermont. Diam. 3 mm. Pale-pink almandine at right and top left margins; golden siaurolite, lacking cleavage, at top right and lower right; kyanite prisms have well-developed cleavage (the crystal at lower left is cut parallel to {100} and shows a nearly centered negative bisectrix figure; extinction is at 30° to the cleavage).

A B

Gambar VI. 8. Eclogites

A. Kyanite eclogite, Suiztal, Tyrol. Diam. 3 mm. Pink pyrope, colorless ompha-cite, and kyanite, with accessory rutile. Crystals ofkyanite (with closely spaced cleavage cracks) show strong preferred orientation.

VI-27

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

B. Eclogite, closely associated with serpentinite, near Healdsburg, Coast Ranges, California. Diam. 3 mm. Idioblastic pink garnets rimmed with chlorite; abun-dant colorless omphacite; deep-brown rutile rimmed with granular sphene. Sphene and chlorite (and in other sections glaucophane) are products of incipient retrograde metamorphism.

VI-28

Lecture Note : Petrografi, Agus Hendratno – Geologi UGM

VI-29

DAFTAR PUSTAKAAkiho M., 1978, Metamorphism and Metamorphic Belts, George

Aleen & Unwin. The Gresham Press. London.Boggs, S., Jr., 1987, Principles of Sedimentology und Stratigraphy,

Mc Hill Publishing Company, Ohio. Cas, R.A.F. & Wright, J.V., 1987, Volcanic Successions : Modern and

Ancient, Allen and Unwin (Publisher) Ltd., London UK. Ernest G. E., and Blatt H., 1982, Petrology of Igneous, Sedimentary,

and Metamophic Rodes, W. H. Freeman and Company, San Fransisco.

Fisher, R.V. & H.-U., Schmince, 1984, Pyroclastic Rocks, Springer-Verlag, Berlin.

Flugel,. E, 1982, Microfacies Analysis of Limestones, Springer-Verlag, New York.

Gilbert., C, M,. Turner., F.J., and Williams., H, 1982, Petrography; An introduction to the Study of Rocks in Thin Section.

Groves, D., I, and Muller., D., 1997, Potassic Igneous Rocks and Associated Gold-Copper Mineralization, Springer .

Hekinian, R., 1982, Petrology of Ocean Floor, Elsevier Scientific Publishing. Company, Asterdam,

Hyndman, Donald., W., 1972, Petrology of Igneous and Metamorphic Rocks, Mc.Graw-Hill, Inc,

Macdonald., G., A, 1972, Volcanoes, University of Hawaii, Prentise-Hall, Inc, New Jersey.

Mc. Phie., J., Doyle,. And Allen, 1993, Volcanic Texture, Centre for Ore Deposit and Exploration Studies, University Tasmania.

Pettijohn., F. J, 1957, Sedimentary Rocks, Harper and Brother, New York.

Philpotts., Anthony., R, 1989, Petrography of Igneous and Metamorphic Rocks, Prentice Hall. Inc.

Rollinson, H., 1993, Using Geochemical Data : Evaluation, Presentation, Interpretation, Longman Group, United Kingdom.

Rusdi, Irianto, 2003, Endapan Volkaniklastik pada Lingkungan Laut, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Geologi, (tidak dipublikasikan)

Sorensen., H, 1979, The Alkaline Rocks, Universitetets Mineralogiske-Geoloske Instituter, Copenhagen, John Wiley & Sons.

Travis, R. B., 1955, Classification of Rocks, Quarterly of Colorado School of Mines.

Williams, H. & McBirney, A. 1979, Volcanology, Freeman Cooper and Company, San Francisco,

Wilson, M.,1991, Igneous Petrogenesis : A Global Tectonic Approach, Publisher, London

Df-1

Contoh Format Deskripsi Batuan

LABORATORIUMPETROGRAFI

LOKASI SATUAN

TUGU Batugamping Bioklastik

Analisa sayatan tipis batuan No. Lokasi No. Peraga BagianPemeriksa : Jenis batuan : Nama Lapangan :

Perbesaran 40 xDeskripsi Sayatan Tipis

Nikol Paralel

a b c d e f g h I

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Nikol bersilang

a b c d e f g h I

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Df-2

LEMBAR DATA PETROGRAFI

IDENTIFIKASI CONTOH

Kedalaman

Lokasi

TIPE BATUAN DAN TEKSTUR

Nama Batuan Batupasir Sorting Poorly sorted

Klasifikasi Quarzarenite Roundness Angular – sub angular

Range ukuran butir 0,04 – 0,3 mm Hubungan antar butir PC >< mengambang

Mean ukuran butir 0,12 mm (very fine sand Struktur

Butiran terrigenous % Matriks %Butiran karbonat

%

Monocrystalline quartz 76.25 Lempung detrital 16 Buitiran skeletal

Straight extenctionCarbonate mud

Foraminiferals

Undulose extenction Pseudomatrix Arenaceous foramsPseudomatrix Planktonic forams

Feldspars Vulcanic glass Small benth. forams

Potash feldspar Indeterminate Large foramsPlagioclase feldspar 1.5Microline 0.5 CEMENTS % Mollucas

Lithic fragments Silica PellecypodaIgneous Pyrite Gastropoda

Acid Chlorite OstracodaBasic Kaolinite

Metamorphic Illite AlgalsPolycristalline quartz

3 Zeolites Red algae

Low grade Indeterminate clays Green algaeMod. Grade Calcite spar Blue green algaeHigh grade Dolomite

Sedimentary Siderite EchinodermsChert Ferroan calcite BrachiopodClaystone Ferroan dolomite BryozoanSiltstone Pylloid algaeSandstone REPLACEMENT % Corals

Calcite spar Indeterminate bioclast

Accessory minerals DolomiteMicas 0.5 Siderite Non skeletal grainsGlauconite Kaolinite IntraclastHeavy minerals Chlorite OolitesCarbonacous mat Pyrite PisolitesOpaque minerals Indeterminate clays Oncolites

Df-3

Df-4