8
1 SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan DIMENSI RUANG HIJAU DAN CITRA KAWASAN PADA PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN Daim Triwahyono [email protected] Program Studi Arsitektur FTSP-ITN Malang ABSTRAK Ruang Hijau sebagai sebuah konsep pembangunan wilayah selain memberikan pengaruh pada kualitas lingkungan, juga berpengaruh pada tata guna lahan dan bentuk (citra) kota. Kajian dimensi ruang hijau dan citra kawasan dilakukan dalam upaya perlindungan dan upaya mempertahankan karakter visual yang membentuk identitas kota. Dengan mengambil kasus pengembangan kawasan perkotaan Waingapu dan Larantuka, dilakukan identifikasi elemen citra kawasan sebagai dasar penetapan arah perkembangan kawasan perkotaan, sementara konsep ruang hijau digunakan untuk memenuhi ketentuan kebutuhan ruang terbuka dan memperkuat citra kawasan sesuai tujuan, dimensi, sifat, serta karakteristiknya. Metode pengolahan data yang digunakan dalam kajian ini adalah rasionalistik dan development dengan paradigma kualitatif, metode identifikasi karakteristik fisik ruang hijau dan karakter visual kawasan menggunakan rasionalistik kualitatif, sedangkan analisis perlindungan dan perkembangan fisik kawasan perkotaan dilakukan melalui metoda development kualitatif, dengan merumuskan sejumlah rencana perlindungan dan pengembangannya. Hasil kedua analisis memberikan gambaran bahwa pendekatan pola ruang hijau dan citra visual kawasan, dapat dipakai sebagai dasar untuk mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dalam proses perkembangan kota. Keywords; RUANG HIJAU; CITRA KAWASAN; dan PERKEMBANGAN KOTA PENDAHULUAN Sebagai ibukota kabupaten, kota Waingapu dan Larantuka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat, secara geografis lokasi keduanya sebagai kota pantai di wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki kesamaan sejarah perkembangan perkotaan yang diawali dengan fungsi pelabuhan sebagai sarana akses keluar masuk kawasan, dan pada tahap berikutnya berkembang sesuai kondisi topogafi. Perkembangan kawasan perkotaan terjadi sebagai konsekuensi meningkatnya jumlah penduduk serta kebutuhan akan sarana prasarana penunjangnya, hal ini memerlukan kepastian peruntukan lahan yang diatur melalui perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatannya. Dalam hal ini permasalahan yang sering terjadi adalah menurunnya kualitas fisik dan visual kawasan, sebagai akibat dari: Konflik kebutuhan lahan, antara untuk kepentingan investasi atau konservasi; Perubahan fungsi lahan dari terbuka menjadi terbangun. Alih fungsi peruntukan ruang hijau ke fungsi lain banyak ditemui di kota-kota besar di Indonesia, salah satunya karena belum adanya kemauan politik dan kebijakan pemerintah, serta belum optimalnya partisipasi masyarakat yang mendukung keberadaan ruang terbuka kota. Sehingga, ruang terbuka kota hanya diartikulasikan sebagai pelengkap dan pengisi ruang sisa kota, bukan sebagai elemen pembentuk kota. Pudarnya citra kawasan sebagai ciri sesuai karakter kawasan terjadi dibeberapa kota yang kurang memperhatikan nilai nilai kesejarahan, social budaya dan kondisi fisik alamnya dalam proses pengembangan dan pelaksanaan pembangunan kawasan. Maksud kajian ini adalah untuk memberikan gambaran contoh kasus melalui pendekatan pola ruang hijau dan citra visual kawasan, dapat dipakai sebagai dasar untuk mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dalam proses perkembangan kota.

Dimensi Ruang Hijau Dan Citra Kawasan Pada an Kawasan Perkotaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

disajikan pada : SEMINAR NASIONAL Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan FTSP - ITN MALANG,15 JULI 2010

Citation preview

Page 1: Dimensi Ruang Hijau Dan Citra Kawasan Pada an Kawasan Perkotaan

1

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

DIMENSI RUANG HIJAU DAN CITRA KAWASAN PADA PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN

Daim Triwahyono [email protected]

Program Studi Arsitektur FTSP-ITN Malang

ABSTRAK

Ruang Hijau sebagai sebuah konsep pembangunan wilayah selain memberikan pengaruh

pada kualitas lingkungan, juga berpengaruh pada tata guna lahan dan bentuk (citra) kota. Kajian dimensi ruang hijau dan citra kawasan dilakukan dalam upaya perlindungan dan upaya

mempertahankan karakter visual yang membentuk identitas kota. Dengan mengambil kasus pengembangan kawasan perkotaan Waingapu dan Larantuka, dilakukan identifikasi elemen citra

kawasan sebagai dasar penetapan arah perkembangan kawasan perkotaan, sementara konsep ruang

hijau digunakan untuk memenuhi ketentuan kebutuhan ruang terbuka dan memperkuat citra kawasan sesuai tujuan, dimensi, sifat, serta karakteristiknya.

Metode pengolahan data yang digunakan dalam kajian ini adalah rasionalistik dan development dengan paradigma kualitatif, metode identifikasi karakteristik fisik ruang hijau dan karakter visual kawasan menggunakan rasionalistik kualitatif, sedangkan analisis perlindungan dan perkembangan fisik kawasan perkotaan dilakukan melalui metoda development kualitatif, dengan merumuskan sejumlah rencana perlindungan dan pengembangannya. Hasil kedua analisis

memberikan gambaran bahwa pendekatan pola ruang hijau dan citra visual kawasan, dapat dipakai sebagai dasar untuk mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dalam proses perkembangan

kota.

Keywords; RUANG HIJAU; CITRA KAWASAN; dan PERKEMBANGAN KOTA

PENDAHULUAN Sebagai ibukota kabupaten, kota Waingapu dan Larantuka mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang cukup pesat, secara geografis lokasi keduanya sebagai kota pantai di wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki kesamaan sejarah perkembangan perkotaan yang diawali dengan fungsi pelabuhan sebagai sarana akses keluar masuk kawasan, dan pada tahap berikutnya berkembang sesuai kondisi topogafi. Perkembangan kawasan perkotaan terjadi sebagai konsekuensi meningkatnya jumlah penduduk serta kebutuhan akan sarana prasarana penunjangnya, hal ini memerlukan kepastian peruntukan lahan yang diatur melalui perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatannya. Dalam hal ini permasalahan yang sering terjadi adalah menurunnya kualitas fisik dan visual kawasan, sebagai akibat dari:

• Konflik kebutuhan lahan, antara untuk kepentingan investasi atau konservasi; • Perubahan fungsi lahan dari terbuka menjadi terbangun.

Alih fungsi peruntukan ruang hijau ke fungsi lain banyak ditemui di kota-kota besar di Indonesia, salah satunya karena belum adanya kemauan politik dan kebijakan pemerintah, serta belum optimalnya partisipasi masyarakat yang mendukung keberadaan ruang terbuka

kota. Sehingga, ruang terbuka kota hanya diartikulasikan sebagai pelengkap dan pengisi ruang sisa kota, bukan sebagai elemen pembentuk kota. Pudarnya citra kawasan sebagai ciri sesuai karakter kawasan terjadi dibeberapa kota yang kurang memperhatikan nilai nilai kesejarahan, social budaya dan kondisi fisik alamnya dalam proses pengembangan dan pelaksanaan pembangunan kawasan. Maksud kajian ini adalah untuk memberikan gambaran contoh kasus melalui pendekatan pola ruang hijau dan citra visual kawasan, dapat dipakai sebagai dasar untuk mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dalam proses perkembangan kota.

Page 2: Dimensi Ruang Hijau Dan Citra Kawasan Pada an Kawasan Perkotaan

2

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

DASAR TEORI A. Citra sebuah kota sesungguhnya tidak sekedar terbentuk dari monumen-monumen

pencakar langit yang arogan di tengah kota, tetapi juga tercipta oleh suatu nuansa gerak, antara kegiatan manusianya dengan massa pembentuk kota itu sendiri. Citra suatu kawasan perkotaan adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan pandangan/persepsi masyarakatnya. Gambaran tersebut dipengaruhi oleh 3 (tiga) komponen utama, yaitu: (1) Potensi kawasan perkotaan yang ’dibacakan’ sehingga menjadi identitas, dimana

orang dapat memahami gambaran kawasan perkotaan dimaksud. (2) Potensi kawasan perkotaan yang ’disusun’ sehingga menjadi suatu struktur

kawasan, dimana orang dapat melihat pola perkotaan dimaksud. (3) Potensi kawasan perkotaan yang ’dibayangkan’ sehingga menjadi makna,

dimana orang dapat memahami ruang perkotaan dimaksud. Citra suatu kota dapat diujudkan dalam 5 (lima) elemen, yaitu: Path (jalur), Edge (tepian), District (kawasan), Node (simpul), dan Landmark (tetenger), Dalam perwujudannya, kelima elemen citra kota tersebut memiliki banyak formulasi dan kombinasi karena sangat sulit dilihat secara terpisah. Kelima elemen akan berfungsi dan memiliki arti secara bersamaan dalam jaringan (interaksi) yang besar pada skala kota.

B. Perwujudan wajah 3 dimensi kawasan perkotaan sebagai ‘bahan dasar’ elemen citra kota, dapat dipahami melalui kajian perancangan kota, Roger Trancik mengemukakan tiga pendekatan teori berikut sebagai landasan penelitian perancangan perkotaan, yaitu: Teori Figure Ground Teori ini dapat dipahami melalui pola per-kotaan dengan melihat hubungan antara bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space). Teori Linkage Teori ini dapat dipahami dari segi dinamika rupa perkotaan yang dianggap sebagai generator kota itu. Analisis linkage adalah alat yang baik untuk memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan sebuah tata ruang perkotaan. Teori Place Teori ini dipahami dari segi seberapa besar kepentingan ‘tempat-tempat’ perkotaan yang terbuka terhadap sejarah, terhadap budaya, dan pemanfaatannya oleh masyarakat.

C. Pada dasarnya image terhadap suatu kawasan kota, dapat berkembang dari waktu kewaktu seiring dengan pertumbuhan kawasan itu sendiri. Pertumbuhan kota ini berbeda satu sama lain, namun secara umum akan membentuk pola-pola pertumbuhan tertentu seperti linier, konsentris atau hexagonal. Menurut Perroux (1995), pertumbuhan tidak terjadi serentak pada setiap saat, tetapi dimulai pada beberapa titik atau kutub tertentu, dengan tingkat intensitas yang berbeda dan selanjutnya menyebar ke berbagai arah. Beberapa teori-teori perumbuhan kota tersebut antara lain: Konsentrik; Sektoral; Multiple Nuclei; dan Teori Pusat Christaller

D. Ketentuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang terbuka dalam berbagai bentuknya, menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembentukan citra kawasan melalui perpaduan elemen fisik ‘masa dan ruang’. Berdasarkan Permendagri No.1 Tahun 2007, Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam

kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Page 3: Dimensi Ruang Hijau Dan Citra Kawasan Pada an Kawasan Perkotaan

3

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

METODOLOGI Studi ini dilakukan melalui pendekatan rasionalistik development. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji elemen fisik yang membentuk karakter visual kawasan kota, berdasarkan sejumlah teori dan dengan hasil akhir berupa perlindungan dan perkembangan elemen fisik kawasan kota untuk mempertahankan karakter visual yang membentuk identitas kota. Variabel dan sub variabel studi yang digunakan ditentukan berdasarkan kebutuhan pembahasan yaitu aspek geografis, topografis, sosial dan budaya termasuk didalamnya kondisi sarana dan prasarana yang ada, Elemen citra kawasan sesuai teori Kevin Lynch digunakan sebagai dasar penetapan arah perkembangan dan pola tata ruang kota, sementara konsep ruang hijau disamping untuk memenuhi ketentuan kebutuhan ruang terbuka digunakan pula untuk memperkuat citra kawasan sesuai tujuan, dimensi, sifat, serta karakteristiknya. Proses pengumpulan data dilakukan melalui metode pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dengan mendatangi langsung sumber informasi yaitu dengan teknik observasi lapangan, dan wawancara. Sementara pengumpulan data sekunder

dengan menggali informasi melalui sumber-sumber kepustakaan. Metode pengolahan data yang digunakan adalah rasionalistik dan development dengan paradigma kualitatif. Identifikasi karakteristik fisik RTH dan karakter Visual kawasan dilakukan dengan metoda rasionalistik kualitatif, yaitu dengan mengidentifikasi kondisi eksisting kawasan studi dan mengkaji kondisi tersebut berdasarkan pada teori dan tinjauan kepustakaan yang digunakan. Sedangkan Analisis perlindungan dan perkembangan fisik kawasan kota dilakukan melalui metoda development kualitatif, yaitu dengan merumuskan sejumlah rencana perlindungan dan pengembangannya berdasarkan hasil analisis karakter visual kawasan studi. Secara umum, tahapan pelaksanaan studi dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Pengamatan awal (identifikasi) kondisi eksisting dan kecenderungan (trend) perkembangan kawasan kota

2. Pengumpulan data dan pemetaan elemen citra kawasan melalui survey visual 3. Analisis elemen citra dominan dan fungsi RTH sebagai pendukungnya 4. Arahan perkembangan dan zonasi berdasarkan penetapan elemen citra kawasan

PEMBAHASAN OBYEK KAJIAN 1. KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA WAINGAPU

Secara Geografis Kota Waingapu termasuk dalam Wilayah Kabupaten Sumba Timur. Pada Tahun 2009 luas wilayah Perkotaan Kota

Waingapu 7.216 Ha. secara fisik wilayah kota merupakan kawasan perbukitan, dimana secara administratif terbagi menjadi 12 Kelurahan

dengan jumlah penduduk 60.000 Jiwa.

PENELUSURAN Elemen Fisik Strategis Dalam Proses Pengembangan Kota Waingapu

Berdasarkan potensi elemen fisik kawasan yang dimiliki dan dapat dimanfaatkan sebagai penanda kawasan dalam kaitannya dengan

proses perkembangan kota Waingapu, meliputi beberapa elemen sebagai berikut:

(1) Keberadaan jalan utama di pusat kota, yang saat ini masih menjadi satu-satunya orientasi kegiatan masyarakat kota Waingapu.

GAMBAR 1 LOKASI KOTA WAINGAPU

Page 4: Dimensi Ruang Hijau Dan Citra Kawasan Pada an Kawasan Perkotaan

4

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

(2) Keberadaan 3 (tiga) buah pelabuhan, yaitu pelabuhan lama (pelabuhan ikan), pelabuhan baru (pelabuhan penumpang-barang), serta pelabuhan ferry (pelabuhan penyeberangan) mampu menunjukkan potensi wilayah perkotaan Kota Waingapu sebagai kota yang siap berkembang secara lebih baik lagi. Hal tersebut didukung pula dengan keberadaan Bandar Udara (moda transportasi udara) dan Terminal (moda transportasi darat).

(3) Keberadaan ruang terbuka kota (taman kota, lapangan olahraga, pacuan kuda) sebagai sentra aktivitas yang memperkuat image.

(4) Keberadaan Kampung Raja di Prailiu sebagai kampung adat yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi area wisata budaya Waingapu.

(5) Keberadaan sungai besar yang membelah kawasan perkotaan (6) Keberadaan jalur jalan utama dari Sumba tengah ke Sumba Timur; serta rencana ring-

road yang berada di bagian selatan kota (7) Keberadaan pusat-pusat kegiatan, seperti; pusat pertokoan; pusat perkantoran.

Elemen fisik kawasan tersebut diatas secara dominan akan mempengaruhi arah

perkembangan kota dan dapat digunakan untuk mempertegas keberadaan ruang perkotaan sedsuai ciri/ karakter yang diinginkan.

jalur sirkulasi dan aksesibilitas dari arah barat-selatan ditandai dengan adanya gerbang kota yang menjadi main gate bagi pergerakan dari wilayah Kabupaten Sumba Tengah menuju ke arah pusat kota. dari pusat kota ini kemudian secara

prinsip jalur sirkulasi dipecah menjadi 4 bagian, yaitu: (a) ke arah Timur melewati

kawasan budaya Kampung Raja dan berakhir di gerbang Bandara; (b) ke arah Selatan melewati kawasan peribadatan, hamparan lahan pertanian subur, dan berakhir di kawasan

Bendungan Kambaniru; (c) ke arah Utara menuju pelabuhan lama yang merupakan pelabuhan ikan; (d) ke arah Utara-Barat melewati kawasan industri/ pergudangan menuju Pelabuhan Baru,

menyisir pinggir pantai dengan hamparan hijau tanaman bakau kearah Pelabuhan Penyeberangan.

Pusat kota waingapu berada pada area sepanjang jalan dari pelabuhan lama menuju pemukiman tradisional

kampong raja. Area ini terbagi dalam 4 fungsi utama, perkantoran; pertokoan; perumahan; dan pemukiman tradisional. Kawasan ini dapat dijadikan sebagai ikon kota, yang diujudkan melalui

penataan karakteristik elemen fisik

GAMBAR 2 ELEMEN FISIK STRATEGIS

KOTA WAINGAPU

Page 5: Dimensi Ruang Hijau Dan Citra Kawasan Pada an Kawasan Perkotaan

5

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

PROP. NTB

KABUPATEN T T S

KABUPATEN KUPANG

KABUPATEN T T U

KABUPATEN

BELU

Negara Timor Leste

NegaraTimor Les

KABUPATEN ALOR

KABUPATEN LEMBATA

KABUPATEN FLORES TIMUR

KABUPATEN SIKKA

KABUPATEN ENDE

KABUPATEN NGADA

KABUPATEN MANGGARAI

KABUPATEN MANGGARAI BARAT

KABUPATEN SUMBA BARAT

KABUPATEN SUMBA TIMUR

KABUPATEN ROTE NDAO

Labuan Bajo

Ruteng

Bajawa Ende

Maumere

Larantuka Lewoleba

Kalabahi

WaikabubakWaingapu

Baa

Soe

Kefamenanu

Atambua

KUPANG

L A U T F L O R E S

L A U T S A W U

SELAT SUMBA

SELAT OMBAI

L A U

T

T I

M O

R

sesuai fungsi kegiatan didalamnya. Untuk mendukung dan memperkuat keberadaan elemen fisik tersebut, penempatan ruang hijau direncanakan menjadi satu kesatuan didalamnya. Secara eksisting keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) ini dapat berupa jaur hijau, taman kota, taman lingkungan perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran dan bangunan komersil, hutan kota, pemakaman umum, lapangan olah raga, lapangan upacara, parkir terbuka, jalur hijau, sempadan pantai, dan lahan pertanian. 2. KAJIAN PENGEMBANGAN KOTA LARANTUKA

Kota Larantuka sebagai Ibu Kota Kabupaten Flores Timur berada dibagian timur Pulau Flores, dengan luas wilayah + 99,82 Km2, terletak di kaki Gunung Ile Mandiri terdiri dari 14 Kelurahan dan 8 Desa. Kota Larantuka; Memiliki kondisi

topografi dengan kemiringan diatas 15 %, sedangkan pada bagian tengah Kota Larantuka kondisi topografinya relatif agak datar dengan kemiringan berkisar

5% - 15% dan semakin berkurang karena berada di tepi pantai. Konsep Pengembangan CITRA Kota Larantuka A. Sejalan dengan konsep pengembangan Kota Larantuka, yaitu: “Terwujudnya Kota

Larantuka sebagai GERBANG PERDAGANGAN, INDUSTRI, DAN PARIWISATA Menuju Kehidupan Kota Larantuka yang RELIGIUS, INDAH, NYAMAN DAN SEHAT” maka konsep pengembangan identitas kota Larantuka adalah menghadirkan kawasan kota yang mencakup prasarana dan sarana kota dalam tatanan dan perwujudan fisik Kota dengan Citra Kota yang Religius, Indah, Nyaman dan Sehat.

B. Dengan pola perkembangan kota yang linier, maka masing-masing Bagian Wilayah Kota

memiliki bentuk, kekuatan dan karakteristik yang berbeda, sehingga untuk mewujudkan tatanan kota dengan Citra yang utuh harus menggunakan konsep hirarkhi dan sequence dalam perencanaan unsur-unsur pembentuk identitas kota.

C. Untuk mencapai rancangan Citra Kota yang Religius, Indah, Nyaman dan Sehat, dibutuhkan identifikasi dan pemahaman terhadap unsur-unsur pembentuk identitas kota yang ada secara menyeluruh.

PENELUSURAN Elemen Fisik Strategis Dalam Proses Pengembangan Kota Larantuka

BANDARA GEWAYANT

PATH / JALUR

PERKANTOTERMIN

PERKANTO

PAS

PERTOK

PELABUHAN

RUANG

DP

PUS

PELABUTERMI

RENCANA

RENCANA

REINHA

WISATA

AIR

GUNUNG ILE

GAMBAR 4 LOKASI KOTA LARANTUKA

GAMBAR 5 ELEMEN FISIK STRATEGIS

KOTA LARANTUKA

Page 6: Dimensi Ruang Hijau Dan Citra Kawasan Pada an Kawasan Perkotaan

6

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Penetapan Citra Kawasan dalam Rencana Pengembangan Kota Larantuka • Penetapan batas kota bagian barat dengan menghadirkan Gerbang Kota

• Penataan kembali kawasan Wisata Air Panas di Desa Bantala. • Pengembangan kawasan Pelabuhan Penyeberangan Waibalun sebagai elemen Node

di kawasan barat Kota Larantuka.

• Pengembangan kawasan Pelabuhan Laut Larantuka sebagai landmark di kawasan pusat Kota Larantuka.

• Meningkatkan peran bangunan dan masyarakat adat Desa Mokantarak dan Waibalun untuk terciptanya ‘distrik’ dengan kwalitas visual lingkungan,

• Mengolah kembali kawasan monumen Reinha Rosari di Kelurahan Larantuka.

• Meningkatkan peran bangunan-bangunan peninggalan portugis di kota Larantuka dalam struktur dan pola tata ruang kota Larantuka.

• Meningkatkan peran bangunan-bangunan religius baik yang berupa gedung atau artefak lain sebagai icon kota Larantuka, sesuai dengan potensinya

• Memberikan ruang-ruang terbuka disekitar bangunan-bangunan religius dan bangunan bersejarah di kota Larantuka.

• Meningkatkan dan mengembangkan potensi kawasan Taman Doa Santa Delarosa menjadi elemen Node Kota, dengan mengolah elemen dan unsure lansekap.

• Menetapkan Jalur Prosesi Ritual Jalan Salib sebagai elemen Pathway Kota Larantuka dengan kwalitas ruang religious, sepanjang jalan yang dilalui prosesi keagamaan tersebut.

• Menetapkan kawasan Gereja Kathedral sebagai kawasan konservasi di kota Larantuka dan menjadikan sebagai Landmark Kota.

• Menentukan batas utara yang berbatasan dengan kawasan lindung (Gunung Ilemandiri), serta batas selatan kawasan pesisir pantai dan mengembangkan

sebagai elemen Edge dengan penataan lansekap sesuai dengan fungsinya. • Mengolah persimpangan jalan di Kel Postoh persimpangan Jl. Niaga dan Jl. Joacim

DL De Rosari dengan meletakkan Sclupture sebagai focal-point. • Mengolah persimpangan jalan di Kel Weri pada persimpangan Jl. Diponegoro

dengan jalan Jalur Bawah dengan meletakkan Sclupture sebagai focal-point. • Mengolah kwalitas jalan disepanjang Jl. Diponegoro mulai dari persimpangan

Postoh sampai Pasar Ekasapta sebagai eleman Pathway dengan kwalitas visual kawasan perdagangan.

• Mengolah kwalitas jalan sepanjang Jl. Diponegoro mulai Kel. Pukentobi Wangibao sampai persimpangan Kel. Weri sebagai eleman Pathway dengan kwalitas visual kawasan perkantoran.

• Mengolah kwalitas jalan disepanjang tepi pantai di kawasan Kel. Tiwatobi sebagai elemen Edge dengan kwalitas visual wisata pantai.

Keberadaan elemen fisik visual tersebut dipertegas dengan penempatan ruang hijau sesuai fungsi dan karakternya. Penataan elemen citra tersebut menjadi bagian dalam proses pengembangan kota, khususnya sebagai pembentuk citra kawasan sekaligus berperan

sebagai orientasi kawasan.

Page 7: Dimensi Ruang Hijau Dan Citra Kawasan Pada an Kawasan Perkotaan

7

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

KESIMPULAN HASIL KAJIAN Tabel 1

Resume Hasil Kajian

NO MATERI BAHASAN OBYEK KAJIAN KETERA

NGAN WAINGAPU LARANTUKA

1 KARAKTER LOKASI

Kota Pantai; Di Dominasi

Perbukitan; Luas wilayah

7200 Ha; jumlah penduduk 60.000

Kota Pantai Dan Di Lereng

Gunung; Luas wilayah 9900

Ha; jumlah penduduk 70.000 jiwa

Kota kecil

dng

Kepadatan rendah

2 POLA RUANG

• Ibukota Kab. Sumba

Timur

• Pusat Kota Didominasi

fungsi Perdagangan; Wisata;

• Ibukota Kab. Flores Timur • Pusat Kota Didominasi

fungsi Pelabuhan;

Perdagangan Dan Perkantoran;

-

3 STRUKTUR RUANG

DAN POLA JALAN

RADIAL dengan pusat di

pelabuhan lama; jalan

lingkar penghubung timur-barat sebagai pembatas

kota

Sub pusat kegiatan

menyebar ditandai dengan

fungsi dominan, Perkantoran; Bandara; dan

Permukiman Tradisional

LINIER memanjang

mengikuti garis pantai; tiga

jalur jalan utama yang sejajar, dibagian atas

(lereng gunung) tengah dan bawah (tepi pantai);

Sub pusat kegiatan

menyebar linier sejajar garis pantai.

Pelabuhan

dan

bandara merupakan

akses utama dari

luar kota/

pulau

4 TANDA FISIK BATAS WILAYAH

Sisi utara batas alam

(laut); sisi selatan dibatasi

jalan lingkar; sisi timur barat dibatasi gerbang

kota

Sisi utara dan selatan batas

alam (gunung dan laut);

sisi timur barat gerbang kota

-

5 ELEMEN CITRA DOMINAN

NODES; LANDMARK;

EDGES; DISTRICK;

NODES; LANDMARK;

EDGES; PATHWAYS

Diambil dari

5 elemen

citra Kevin Lynch

6 FUGSI DAN PERAN ELEMEN HIJAU

• Pembatas kawasan • Memberi kesan lunak pada ruang terbuka

kawasan • Mempertegas Identitas ruang

• Pembatas kawasan • Memberi kesan lunak pada ruang terbuka

kawasan • Mempertegas Identitas ruang

Pemanfaata

n tanaman lokal

7 ARAHAN PERKEMBANGAN

(fisik) Kawasan Kota

• RENCANA Perkembangan (fisik) kota diawali dengan penetapan elemen citra kawasan; dengan elemen hijau untuk mempertegas keberadaan elemen citra tersebut.

• Penetapan elemen citra sesuai skala layanannya; skala kota; kawasan; dan lingkungan

Page 8: Dimensi Ruang Hijau Dan Citra Kawasan Pada an Kawasan Perkotaan

8

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010 Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Hasil dari kajian tersebut memberikan gambaran bahwa pendekatan pola tata ruang hijau dan citra visual kawasan dalam mempertahankan dan mengembangkan kawasan kota, dapat dipakai sebagai dasar dalam mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dan perkembangan kota sesuai karakteristik wilayahnya. DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDA Kabupaten Flores Timur (2008); Laporan Rencana RDTR Kota Larantuka BAPPEDA Kabupaten Sumba Timur (2009); Laporan Rencana RDTR Kota Waingapu

Cliff, Moughtin, (1996); Urban Design, Green Dimensions, Architectural Press, London Landry, Charles (2006); The Art of City Making, Earthscan,USA

Lynch, Kevin (1960); The Image of The City, MIT Press

Lynch, Kevin (1981); A Theory of Good City Form, MIT Press Riddell, Robert (2004); Sustainable Urban Planning, Tipping the balance; Blackwell Publ. Ltd.

Sullivan, Cary, editor (2003); Time-Saver Standards for Urban Design, The McGraw-Hill Companies, Inc.

Trancik, Roger (1986); Finding Lost Space; Theories Of Urban Design, V. N. Reinhold Comp.