Upload
achas
View
2.927
Download
43
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUANI. PENDAHULUAN
A. Latar Beelakang
Wilayah pesisir adalah suatu jalur saling pengaruh antara darat dan laut,
yang memiliki ciri geosfer yang khusus, kearah darat dibatasi oleh pengaruh sifat-
sifat fisik laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh
proses alami serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan di darat
(BAKOSURTANAL, 1990).
Pada bentang lahan pesisir (coastal landscape) tercangkup perairan laut yang
disebut dengan pantai atau tepi laut, adalah suatu daerah yang meluas dari titik
terendah air laut pada saat surut hingga ke arah daratan sampai mencapai batas
efektif dari gelombang. Pertemuan antara air laut dan daratan ini dibatasi oleh
garis pantai (shore line), yang kedudukannya berubah sesuai denga kedudukan
pada saat pasang surut, pengaruh gelombang dan arus laut.
Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat
produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik
dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang
berasal daratan, perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air
dan sedimen yang terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan
dari batuan pembentuk tebing pantainya. Kekuatan dari darat ini sangat beraneka.
Sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang,
pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari udara berupa angin yang
mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah
hujan (Davies, 1972 dalam Soetikno, 1993).
Ekosistem pantai mempunyai berbagai sumberdaya alam yang berpotensi untuk
dikembangkan. Salah satu potensinya meliputi keanekaragaman hayatii ekosistem
terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Jenis ekosistem ini merupakan habitat
nursery ground bagi berbagai macam spesies ikan karang (Epinephelus sp),
gastropoda (Thrombus sp), bivalvia (Anadara sp), dan kepiting bakau (Scylla serrata).
Namun demikian, semakin meningkatnya upaya pengelolaan sumberdaya pesisir dan
laut yang kurang berwawasan lingkungan, sehingga telah berdampak terhadap
penurunan produktivitas primer perairan. Kemelimpahan zat hara di zone yang menjadi
pusat perkembangan kegiatan industri perikanan dan pariwisata akan berkurang
peranannya. Padahal peranan positif ekologis terumbu karang-padang lamun-mangrove
adalah sebagai penyeimbang faktor biologis, fisis dan kemis (Nybakken, 1992).
Misalnya: akar mangrove, khususnya Rhizophora apicullata dan R. mucronata berperan
sebagai perangkap sedimen terhadap komunitas padang lamun dan terumbu. Demikian
juga peranan terumbu karang sebagai penghalang empasan gelombang terhadap
komunitas padang lamun. Kriterium baik atau buruknya parameter lingkungan perairan
pantai bergantung pada hubungan interaksi ketiga komunitas tersebut.
Karena sebagai ekosistem yang memiliki kemelimpahan dan
keanekaragaman hayati yang tinggi, memungkinkan manusia untuk
memanfaatkan, mengeksplotasi dan membudidayakan sumber daya hayati yang
ada tersebut. Berdasarkan prespektif produktivitas biologik, wilayah pesisir
mendapat sebutan sebagai “parabolik domain” karena mempunyai produktivitas
paling tinggi, namun demikian juga rentan dan berpeluang mendapat tekanan dari
darat maupun dari laut (Gueloget dan Perthuisot, 1992).
Oleh karena itu, perlu diupayakan beberapa spesifikasi metode pengembangan
wilayah kepesisiran dan kelautan yang layak dan sesuai dengan ekosistem yang ada,
guna menunjang program pembangunan berwawasan lingkungan. Dalam hal ini, upaya
manajemen pesisir dan laut secara terpadu yang berpedoman pada pelestarian fungsi
lingkungan hidup merupakan prioritas utama pembangunan suatu kawasan (Dahuri,
dkk., 1996). Pembangunan dan pengembangan kawasan dapat berupa zone
konservasi, preservasi dan budidaya. Secara ekonomis wilayah pesisir dan laut dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan untuk berbagai jenis usaha.
Secara ekologis terdapat fenomena dinamis seperti: abrasi, akresi, erosi,
deposisi dan intrusi air laut. Di samping itu, masih terdapat juga fenomena nonalamiah
seperti: pembabatan hutan mangrove untuk pertambakan, pembangunan dermaga/jetty
untuk pendaratan ikan dan reklamasi pantai. Gejala yang umum terjadi di wilayah
kepesisiran adalah interaksi faktor alam dan aktivitas manusia secara bersamaan,
sebagai penyebab adanya ketidakseimbangan siklus biogeokimia (Cook dan
Doornkamp, 1990)
Manfaat ekosistem pantai sangat banyak, namun demikian tidak terlepas dari
permasalahan lingkungan, sebagai akibat dari pemanfaatan sumber daya alam di
wilayah pantai. Permasalahan lingkungan yang sering terjadi diwilayah perairan pantai,
adalah; pencemaran, erosi pantai, banjir, inturusi air laut, penurunan biodiversitas pada
ekosistem mangrove dan rawa, serta permasalahan sosial ekonomi (Kusumaatmadja,
1996 dalam Dahuri dkk, 1996).
Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena
merupakan daerah pertemuan kekuatan yang berasal darat dan laut Perubahan ini
dapat terjadi secara lambat hingga cepat tergantung pada imbang daya antara
topografi, batuan, dansifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Oleh karena
itu didalam pengelolaan daerah pessisir diperlukan suatu kajian keruangan mengingat
perubahan ini bervariasi antar suatu tempat dengan tempat lain.
Pemanfaatan teknologi untuk usaha peningkatan produktivitas dibutuhkan konsep
geomorfologi, khususnya ekologi bentanglahan yang tepat dan jelas. Wujud aplikasinya
adalah penataan ruang yang sesuai dengan tujuan pembangunan berwawasan
lingkungan. Penaataan ruang bisa dibantu dengan teknologi Sistem Informasi Geografis
(SIG) yang cermat terutama rencana pengembangan suatu kawasan. Apabila para
pengguna jasa SIG dapat menginterpretasikan potensi sumberdaya alam sesuai
batas kelentingannya, maka degradasi lingkungan
akibat aktivitas manusia akan berangsur-angsur pulih kembali.
Penempatan informasi yang akurat berakselerasi terhadap proses klasifikasi,
identifikasi, pengolahan dan pengambilan keputusan (Clark, 1995). Ini berarti
penguasaan teoretis melalui metode pendekatan geomorfologis akan lebih bersifat
sahih untuk evaluasi sebuah data. Namun, perlu juga ditunjang oleh penguasaan praktik
lapangan, sehingga karakteristik bidang kajiannya akan menjadi terfokus.
Dengan mengacu pada karakteristik suatu bentuklahan yang fenomenologis,
misalnya: sifat, asal dan proses yang terjadi di pantai dapat dikaji secara mendalam
tentang perubahan kondisi lingkungan (Thornbury, 1958). Secara periodik dapat pula
diketahui urut-urutan kejadian baik yang telah, sedang maupun yang akan terjadi
(Pethick, 1984). Selanjutnya pemikiran yang holistik tersebut dijadikan sebagai
pedoman untuk mengelola suatu kawasan pantai dengan berbagai macam faktor
keunikannya.
Pendekatan yang perlu dilakukan untuk memonitor proses dinamis pantai
menurut Cooke dan Doornkamp (1990) dikelompokkan berdasarkan penggunaan bukti
sedimentasi atau erosi yang berhubungan dengan bangunan penghalang pantai.
Fenomena ini dapat terukur melalui pendekatan komputasi transfer sedimen yang
meliputi:
(1)(1) estimasi energi gelombang;estimasi energi gelombang;
(2)(2) pemantauan partikel-partikel terlarut;pemantauan partikel-partikel terlarut;
(3)(3) menggunakan perangkap sedimen;menggunakan perangkap sedimen;
(4)(4) pengukuran arah dan kecepatan pengangkutan partikel-partikel sedimen. pengukuran arah dan kecepatan pengangkutan partikel-partikel sedimen.
Secara geologi, proses perubahan garis pantai yang diamati pada saat
sekarang, datanya dapat digunakan untuk meramal proses yang akan terjadi. Di
samping itu, secara geomorfologis perubahan garis pantai dapat dilacak berdasarkan
litologi, proses dan material penyusun (Lobeck, 1939). Data pendukung yang diperoleh
menunjukkan di lokasi penelitian terdapat deposisional marin. Hal ini dapat dilihat dari
tipe pasut di perairan Cilacap yang tergolong bertipe ganda campuran (Dahuri, dkk.,
1996). Bentuk kenampakan ini timbul akibat beberapa komponen konstruksional
berupa: 1) material yang bergerak, 2) daerah yang terpengaruh gelombang, 3) refraksi
gelombang, 4) relief dasar laut dan julat pasut (Supardjo, 1995).
Hasil bentuk topografi deposisional marin menurut Thornbury (1958) dapat
diamati dari perubahan profil pantai hasil pengendapan. Observasi langsung di
lapangan menunjukkan adanya pembentukan beach ridge sebagai bukti telah terjadi
proses deposisi, dengan periodisasi pembentukannya masih relatif baru. Di lokasi yang
sama, dijumpai pula adanya material-material yang terendapkan di zone supratidal.
Sudut datang gelombang di masing-masing lokasi pengambilan sampel rata-rata
sangat kecil. Artinya relatif sejajar dengan garis pantai. Menurut Dahuri, dkk. (1996),
jika sudut datang gelombang kecil atau sama dengan nol, maka akan terbentuk arus
sibak pantai dan terbentuknya arus susur pantai. Keadaan ini merupakan indikator
transportasi sedimen sepanjang pantai.
B. Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat permasalahan yang akan ditimbulkan
pada lokasi pariwisata Pantai Baron dan Pantai Krakal dalam hubungannya dengan
dinamika pantai di kedua daerah tersebut.
II. II. TINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKA
A. Geomorfologi Wilayah Pesisir
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentang alam yang meliputi
sifat dan karakteristik dari bentuk morfologi, klasifikasi dan perbedaannya serta proses
yang berhubungan terhadap pembentukan morfologi tersebut. Secara garis besar
bentuk morfologi permukaan bumi sekarang ini terbentuk oleh beberapa proses
alamiah, antara lain :
1. Proses yang berlangsung dari dalam bumiProses yang berlangsung dari dalam bumi, yang membentuk morfologi
gunungapi, pegunungan lipatan, pegunungan patahan, dan undak pantai.
2. Proses disintegrasi/degradasiProses disintegrasi/degradasi yang mengubah bentuk permukaan muka
bumi karena proses pelapukan dan erosi menuju proses perataan daratan.
3. Proses agradasiProses agradasi yang membentuk permukaan bumi baru dengan akumulasi
hasil erosi batuan pada daerah rendah, pantai dan dasar laut.
4. Proses biologiProses biologi yang membentuk daratan biogenik seperti terumbu karang
dan rawa gambut (Dahuri, 1996).
Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan,
karena daerah tersebut menjadi tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal dari
daratan dan lautan. Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga
sangat cepat, tergantung pada imbang dayaimbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya
dengan gelombang, pasang surut dan angin. Perubahan pantai terjadi apabila proses
geomorfologi yang terjadi pada suatu segmen pantai melebihi proses yang biasa terjadi.
Perubahan proses geomorfologi tersebut sebagai akibat dari sejumlah faktor lingkungan
seperti faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang surut, gelombang, arus lautgeologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang surut, gelombang, arus laut
dan salinitasdan salinitas (Sutikno, 1993).
Menurut Dahuri (1996), ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan
besar dalam pembentukan pantai. Ombak yang terjadi di laut dalam pada umumnya
tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat di dalamnya.
Sebaliknya ombak yang terdapat di dekat pantai, terutama di daerah pecahan ombak
mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai,
seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar laut untuk
ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak
berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (erosi laut). Daya penghancur
ombak terhadap daratan/batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterjalanketerjalan
garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut di depan pantai,garis pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut di depan pantai,
bentuk pantai, terdapat atau tidaknya penghalang di muka pantaibentuk pantai, terdapat atau tidaknya penghalang di muka pantai dan sebagainya.
Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pantai, arus laut, terutama
yang mengalir sepanjang pantai merupakan penyebab utama yang lain dalam
membentuk morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang
waktu yang lama, dapat pula terjadi karena ombak yang membentur pantai secara
miring. Berbeda dengan peran ombak yang mengangkut sedimen tegaklurus terhadap
arah ombak, arus laut mampu membawa sedimen yang mengapung maupun yang
terdapat di dasar laut. Pergerakan sedimen searah dengan arah pergerakan arus,
umumnya menyebar sepanjang garis pantai. Bentuk morfologi spit, tombolo, beach
ridge atau akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul pantai menunjukkan hasil
kerja arus laut. Dalam hal tertentu arus laut dapat pula berfungsi sebagai penyebab
terjadinya abrasi pantai.
Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan
pengangkutan sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran
pantai. Apabila jumlah sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak
dan arus laut, maka pantai akan dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah
sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam pengangkutannya, maka
dataran pantai akan bertambah. Selain itu aktivitas manusia yang memanfaatkan pantai
untuk berbagai kepentingan juga dapat merubah morfologi pantai menjadi rusak apabila
pengelolaannya tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.
B. Kondisi Oseanografi dan Dinamika Perairan Pesisir
Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh
terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan
salinitas serta angin. Fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada
kawasan pesisir dan lautan sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisik perairan
yang berbeda-beda.
Wilayah pantai memiliki dinamika perairan yang kompleks. Proses-proses
utama yang sering terjadi meliputi sirkulasi massa air, percampuran (terutama antara
dua massa air yang berbeda), sedimentasi dan erosi, dan upwelling. Proses tersebut
terjadi karena adanya interaksi antara berbagai komponen seperti daratan, laut, dan
atmosfir.
a.Pasang Suruta.Pasang Surut
Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir
periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari (Dahuri,
1996). Pasut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan
seluruh massa air. Energinya pun sangat besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di
teluk-teluk atau selat-selat yang sempit, gerakan naik turunnya muka air akan
menimbulkan terjadinya arus pasang surut. Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh
angin yang hanya terjadi pada air lapisan tipis di permukaan, arus pasut bisa mencapai
lapisan yang lebih dalam (Nontji, 1987).
b.Gelombang Lautb.Gelombang Laut
Hampir tak pernah terlihat permukaan laut dalam keadaan tenang sempurna,
selalu saja ada gelombang, bisa berupa riak kecil ataupun gelombang yang besar.
Setiap gelombang mempunyai tiga unsur yang penting yakni panjang, tinggi dan
periode. Antara panjang gelombang dan tinggi gelombang tidak terdapat hubungan
yang pasti, tetapi gelombang yang mempunyai panjang yang jauh akan mempunyai
kemungkinan mencapai gelombang yang tinggi pula (Nontji, 1987).
Gelombang yang ditemukan di permukaan laut pada umumnya terbentuk karena
adanya proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat-saat tertentu
disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang ini merambat ke segala arah
membawa energi tersebut yang kemudian dilepaskannya ke pantai dalam bentuk
hempasan gelombang (Dahuri, 1996).
Menurut Nontji (1987), gelombang yang terhempas ke pantai akan melepaskan
energi. Makin tinggi gelombang makin besar tenaganya memukul ke pantai. Pasir laut
atau terumbu karang yang membuat dangkalnya suatu perairan berfungsi sebagai
peredam pukulan gelombang. Oleh sebab itu pengambilan pasir laut, pengambilan atau
perusakan terumbu karang memberikan kesempatan lebih besar bagi gelombang untuk
menggempur dan merusak kestabilan garis pantai.
Lebih lanjut masalah gelombang yang merupakan fluktuasi air laut dijelaskan
oleh Yuwono (1986) tentang gelombang yang disebabkan oleh angin, dengan periode
yang lebih lama. Secara terinci dijelaskan masalah fluktuasi air laut adalah sebagai
berikut:
a.a. gelombang pasang surut (gelombang pasang surut (astronomical tideastronomical tide););
b.b. gelombang tsunami;gelombang tsunami;
c.c. gelombang oskilasi (gelombang oskilasi (basin oscillationbasin oscillation););
d.d. gelombang badai (gelombang badai (strom surgestrom surge););
e.e. gelombang pengaruh klimatologigelombang pengaruh klimatologi
c.Arus Pantaic.Arus Pantai
Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai yang
berpengaruh terhadap proses sedimentasi/abrasi di pantai. Pola arus pantai ini
ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang
dengan garis pantai. Jika sudut datang itu cukup besar, maka akan terbentuk arus
menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan
hidrostatik.
Jika sudut datang relatif kecil atau sama dengan nol (gelombang yang datang
sejajar dengan pantai), maka akan terbentuk arus meretas pantai (rip current) dengan
arah menjauhi pantai di samping terbentuknya arus menyusur pantai. Diantara kedua
jenis arus pantai ini, arus menyusur pantailah yang mempunyai pengaruh lebih besar
terhadap transportasi sedimen pantai (Dahuri, 1996).
Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horisontal massa air.
Sistem-sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin utama yang
berbeda satu sama lain, mengikuti garis lintang sekeliling dunia dan di masing-masing
daerah ini angin secara terus menerus bertiup dengan arah yang tidak berubah-ubah
(Nybakken, 1988).
d.Suhu dan Salinitasd.Suhu dan Salinitas
Suhu dan salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam
sirkulasi untuk mempelajari asal usul massa air (Dahuri, 1996). Suhu air merupakan
faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian-pengkajian kelautan. Data
suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam
laut, tetapi juga dalam kaitannya dengan kehidupan hewan atau tumbuhan, bahkan
dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi. Suhu air di permukaan
dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, antara lain curah hujan, penguapan, kelembaban
udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas matahari. Oleh sebab itu suhu di
permukaan biasanya mengikuti pula pola musiman (Nontji, 1987).
e.Angine.Angin
Angin merupakan parameter lingkungan penting sebagai gaya penggerak dari
aliran skala besar yang terdapat baik di atmosfir maupun lautan (Dahuri, 1996). Menurut
Kramadibrata (1985), karena letak bumi terhadap matahari yang berbeda-beda dan
berubah-ubah sepanjang tahun, maka pada beberapa bagian bumi timbul perbedaan
temperatur udara. Hal ini menjadikan perbedaan tekanan udara di bagian-bagian
tersebut. Akibat adanya perbedaan tekanan udara inilah terjadi gerakan udara yaitu dari
tekanan tinggi menuju ke tekanan rendah. Gerakan ini disebut sebagai angin.
C.Ekosistem EstuariaC.Ekosistem Estuaria
Estuaria adalah suatu badan air pantai setengah tertutup yang berhubungan
langsung dengan laut terbuka, sehingga sangat terpengaruh oleh gerakan pasut,
dimana air laut bercampur dengan air tawar dari buangan air daratan, contohnya muara
sungai, teluk pantai, rawa pasut, dan badan air di balik pematang pantai (Odum, 1993).
D.Ekosistem Terumbu KarangD.Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem di dasar laut tropis yang di bangun
terutama oleh biota penghasil kapur, khususnya jenis-jenis karang batu dan alga
berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya, seperti jenis-jenis
mollusca, crustacea, ekhinodermata, polychaeta, porifera dan tunicata serta biota lain
yang hidup bebas di perairan sekitarnya termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis
ikan (Randall dan Eldredge, 1983 dalam Sabdono, 1996).
Terumbu karang merupakan keunikan diantara asosiasi atau komunitas lautan
yang seluruhnya dibentuk oleh kegiatan biologis. Terumbu adalah endapan-endapan
masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum
Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan sedikit tambahan
dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat
(Nybakken, 1988).
III. METODOLOGI DAN PENGAMATANIII. METODOLOGI DAN PENGAMATAN
A. Lokasi
Dalam praktikum ini mengambil lokasi di wilayah pantai selatan pulau Jawa, yang
terbentang dari kabupaten Gunungkidul. Lokasi praktikum yang telah dilaksanakan
antara lain: pantai Krakal dan Baron.
B. Metode
Metode yang digunakan dalam kajian inii adalah metode deskriptif. Sedangkan
metode penentuan sampelnya adalah metode purposive. Ada pun tujuan dari masing-
masing metode tersebut, dinyatakan sebagai berikut:
a) Metode deskriptifMetode deskriptif, yaitu untuk membuat deskripsi yang sistematis, faktual dan akurat
mengenai sifat suatu populasi. Penelitian ini umumnya tidak menguji hipotesis,
membuat ramalan, atau mencari implikasi hubungan antarpeubah (Sudarmoyo,
1993).
b) Metode penentuan sampelMetode penentuan sampel, yaitu untuk menentukan pengambilan sampel
berdasarkan beberapa dasar pertimbangan. Umumnya dasar pertimbangan ini
meliputi spesifikasi tertentu. Spesifikasi tersebut dalam praktikum ini meliputi: 1)
aspek kekontrasan satuan medan; 2) aspek zonasi pengaruh faktor oseanografi;
dan 3) aspek pemanfaatan sumberdaya.
C. Data Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan di lapangan akan disampaikan pada ke
dua lokasi, terutama kondisi fisik, biotik, dan hasil
pengukuran parameter oseanografi secara langsung di
lapangan. Hasil pengamatan lapangan adalah sebagai
berikut:
1. PANTAI BARON1. PANTAI BARON
A.A. Hasil pengukuran di lapangan sebagai berikutHasil pengukuran di lapangan sebagai berikut ::1. Posisi: S 87’,729” T 11032,947”.2. Periode gelombang:.3. EC air sungai bawah tanah: 482 ms/cm.4. Suhu air laut: 28°C; pH air laut: 6; Ec air laut: 1200 s/cm.5. Kelembaban 72-73%.6. Kecepatan angin: 3,75; 3,4; 3,7; 4,0;4,5; 4,0 (rerata 3,89 m/dt).7. Vegetasi: palem, waru; kelapa; akasia; pandanus; pescapreae.
B.B. Hasil pengamatan di lapangan sebagai berikutHasil pengamatan di lapangan sebagai berikut ::1. Bentuk pantai: lengkung, bentuk lereng terjal, cliff berteras;2. Bentuk lereng: tidak beraturan (terjal);3. Topografi pantai: berombak; Topografi medan: berbukit;4. Relief pantai: 0-5%; (pendugaan)5. Lebar gisik: 50 m; (pendugaan)
2. PANTAI KRAKAL2. PANTAI KRAKAL
A.A. Hasil pengukuran di lapangan sebagai berikutHasil pengukuran di lapangan sebagai berikut::1. Posisi: 80 08,77” LS dan 1700 35, 94” BT2. Periode gelombang: 3’4” ; 2’10”3. Kecepatan angin: 5 m/dt.4. Suhu udara: 29° ; Suhu air laut: 28,5°; Kelembaban 78%5. Lereng gisik 7,8° ; Sudut datang gelombang: 35°6. Diameter ukuran butir: 0,7-1 mm.7. Long shore current: 89 m/5 menit = 89 m/300 dt = 0,296 m/dt.8. Vegetasi: pescaprae, pandanus dengan kerindangan sangat rendah.B.B. Hasil pengamatan lapangan sebagai berikutHasil pengamatan lapangan sebagai berikut ::1. Bentuk pantai: lengkung; Bentuk lereng: rata;2. Topografi pantai: miring; Relief pantai: 0-5%;3. Topografi medan: berombak;4. Lebar gisik: >100 m;5. Material penyusun: karst; (sedimen padu: batu gamping; sedimen tidak padu: pasir
marin).
Dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan dapat dibuat perhitungan-
perhitungan dengan menggunakan beberapa formula, untuk menghitung parameter
gelombang. Dari hasil perhitungan yang didapat, selanjutnya dianalisis karakteristik
pantai, baik dari aspek fisik, biotis serta berbagai proses alam lain yang mempengaruhi.
Berbagai formula yang dipakai mendasari perhitungan, dan hasil perhitungan
sebagaimana disajikan pada penjelasan berikut.
D. Formula Yang Digunakan
Rumus-rumus sederhana untuk menghitung parameter gelombang:
1.1. Panjang gelombang (Panjang gelombang (LL), dengan rumus:), dengan rumus:L = T2
2.2. Kecepatan angin pada ketinggian 10 meter (Kecepatan angin pada ketinggian 10 meter (UU1010), dengan rumus:), dengan rumus:U10 = U(z) (10/z)1/7
3.3. Tinggi gelombang (Tinggi gelombang (HH), dengan rumus:), dengan rumus:H = 0,031 (U10)2
4.4. Periode gelombang (Periode gelombang (TT), dengan rumus:), dengan rumus:T = (2 L/g) atau T2 = 2 L/g
5.5. Tinggi empasan (Tinggi empasan (HbHb), dengan rumus:), dengan rumus:Hb = 0,39.g1/5 (T.H2)2/5
6.6. Kecepatan gelombang (Kecepatan gelombang (vv), dengan rumus:), dengan rumus:V = L/T
7.7. Amplitudo gelombang (Amplitudo gelombang (aa), dengan rumus:), dengan rumus:a = ½ H
8.8. Energi gelombang (Energi gelombang (EE), dengan rumus:), dengan rumus:E = ( g H2 L)/8
9.9. Kecepatan arus sepanjang pantai (Kecepatan arus sepanjang pantai (vtvt), dengan rumus:), dengan rumus:vt = 1,19 (g. Hb)1/2 sinb cosb
10.10. Kekuatan gelombang (Kekuatan gelombang (PPee), dengan rumus:), dengan rumus:
Pe = (Ecn) sinb cosb
11.11. Total angkutan sedimen (Total angkutan sedimen (QQ), dengan rumus:), dengan rumus:Q = 6,8 Pe
12.12. Faktor penentu akresi/erosi pantai (Faktor penentu akresi/erosi pantai (GoGo), dengan rumus:), dengan rumus:Go = (Ho/Lo) (tg)0,27 (d50/Lo)-0,67
Keterangan:
ZZ : ketinggian pengukuran kecepatan angin (meter);: ketinggian pengukuran kecepatan angin (meter);aa : amplitudo gelombang (meter);: amplitudo gelombang (meter);gg : percepatan gravitasi (9,8 m/dt: percepatan gravitasi (9,8 m/dt22))ππ : konstanta sebesar 3,14159;: konstanta sebesar 3,14159;vtvt : kecepatan arus sepanjang pantai (m/dt);: kecepatan arus sepanjang pantai (m/dt);vv : kecepatan gelombang (m/dt);: kecepatan gelombang (m/dt);CC : kecepatan gelombang pada perairan dalam (m/dt);: kecepatan gelombang pada perairan dalam (m/dt);ρρ : berat jenis air laut (1,025 kg/m: berat jenis air laut (1,025 kg/m33););nn : fungsi kedalaman air (0,5 air dalam; 1 air dangkal);: fungsi kedalaman air (0,5 air dalam; 1 air dangkal);ααbb : sudut datang empasan (derajat);: sudut datang empasan (derajat);HH00 : tinggi gelombang maksimum di lapangan (meter);: tinggi gelombang maksimum di lapangan (meter);LL00 : panjang gelombang (meter);: panjang gelombang (meter);DD5050 : median ukuran butir ke-50 dari contoh sedimen;: median ukuran butir ke-50 dari contoh sedimen;δδ : sudut lereng dasar tepi pantai (derajat).: sudut lereng dasar tepi pantai (derajat).
E. Hasil Perhitungan Data
Hasil perhitungan parameter gelombang dengan mengaplikasikan formula di atas
disajikan di bawah ini sebagai berikut (hanya sebagian parameter yang bisa di ukur):
PANTAI KRAKALPANTAI KRAKAL
-Panjang gelombang (-Panjang gelombang (LL) = 1,56 (T) = 1,56 (T22)= 1,56 x 10)= 1,56 x 1022 = 156 meter = 156 meter
-Indeks Hempasan Gelombang (I)= Hg/g. m. T-Indeks Hempasan Gelombang (I)= Hg/g. m. T22 = 100 = 100 Dengan, g = 9,81, m = 1, T = 10, dan Hg = 1 Dengan, g = 9,81, m = 1, T = 10, dan Hg = 1
-Faktor penentu akresi/erosi pantai (-Faktor penentu akresi/erosi pantai (GoGo) = {H/Lo .Tg ) = {H/Lo .Tg }}0,270,27 {d {d5050/Lo}/Lo}-0,67-0,67 = {2/156 x tg 5= {2/156 x tg 500}}0,270,27{0,8/156}{0,8/156}-0,67-0,67
= 0,55= 0,55
F. Analisis Hasil perhitungan data
Dari hasil perhitungan di atas, ditambah dengan data pengamatan di lapangan,
dapat dianalisis dari aspek fisik dan biotik, sosial dan kultural. Lebih lanjut akan dipakai
sebagai dasar pijakan pada bab-bab pembahasan berikutnya, sampai pengelolaan
wilayah dan lingkungan, yang berkaitan dengan ekosistem pantai dan pesisir secara
menyeluruh dan terpadu.
Dalam menganalisis hasil perhitungan lokasi yang berasal dari proses
pembentukan yang hampir sama, akan diperbandingkan sehingga dapat diketahui
faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses tersebut, baik secara alami maupun
pengaruh dari aktivitas manusia (antropogenicantropogenic). Namun proses akibat aktivitas manusia
akan lebih banyak dibahas dalam manajemen pantai/pesisir (coastal zone
management) yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan.
3.3.13.3.1 Kajian Aspek FisikKajian Aspek Fisik
Secara umum terlihat dari kenampakan fisik bahwa pantai-pantai selatan Pulau
Jawa memiliki karakteristik yang hampir sama. Hal ini disebabkan karena letak
geografis Pulau Jawa yang berhadapan langsung dengan samudera Indonesia dengan
ombak besar, memberikan kesamaan ciri pantainya.
3.3.23.3.2 Kajian Aspek BiotikKajian Aspek Biotik
Di pantai Krakal terdapat sisa – sisa terumbu karang yang diperdagangkan
sebagai hiasan. Sumberdaya perikanan telah cukup banyak diusahakan terutama
pantai Baron. Ikan yang ditangkap kebanyakan adalah ikan-ikan pelagis, udang dan
sebagian kecil ikan karang.
3.3.33.3.3 Kajian AntropogenikKajian Antropogenik
Pemanfaatan daerah pesisir untuk kepentingan manusia sangat beragam mulai
dari perikanan tangkap dan budidaya, pariwisata, dan permukiman, pertanian, dan lain-
lain. Perikanan tangkap di pantai Selatan sudah cukup berkembang sekalipun ada
hambatan gelombang laut yang besar.
Pemanfaatan dan pengusahaan lahan oleh manusia banyak menimbulkan
perubahan fisik bentang lahan yang nyata. Konstruksi bangunan pantai banyak ditemui
seperti groin, tanggul, pelabuhan dan pemecah gelombang.
IV.IV. HASIL DAN PEMBAHASANHASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa interaksi positif
antara relief, material penyusun pantai dan kekuatan aksi gelombang merupakan salah
satu indikator penentuan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai bentuk usaha
kegiatan manusia.
lokasi pengambilan sampel akan dibahas berdasarkan metode pendekatan 3
aspek, berupa: parameter lingkungan fisik, biotik dan konsep pengelolaan lingkungan
pantai (berdasarkan karakteristik uniknya). Penjelasan singkat masing-masing
parameter tersebut adalah sebagai berikut:
a)a) Parameter GeofisisParameter Geofisis
Parameter geofisis dari masing-masing lokasi didasarkan pada bentuklahan,
proses geomorfis dan material penyusun yang berperan aktif dalam penggunaan lahan.
Pendekatan yang berorientasi pada bentuklahan dimaksudkan sebagai proses
pentahapan analisis terhadap biodiversitas dan pemanfaatannya.
Karakteristik unik setiap bentuklahan kemudian dilakukan pengukuran dan
pengamatan, agar terstruktur proses pelingkupan sesuai dengan sasaran praktikum
lapangan.
b) Parameter Lingkungan Kemis dan Biologisb) Parameter Lingkungan Kemis dan Biologis
Parameter kemis dan biologis yang diamati adalah suhu, kelembaban, pH, Ec
dan vegetasi. Kisaran nilai parameter kimia bervariasi antara lokasi yang satu dengan
lainnya, sesuai dengan bentanglahan yang terbentuk. Pada prinsipnya ekologi
bentanglahan berfungsi sebagai batasan zonasi dengan berbagai variasi ecotipe
(Farino, 1998). Sedangkan formasi vegetasi alami meliputi waru (Hibiscus tiliaceus),
pandan (Pandanus tectorius), golongan herba (Ipomaea pes-caprae), rumput angin
(Spinifex littoreus) dan golongan rerumputan (Ischaemum muticum).
Pembahasan lebih lengkap pada masing-masing lokasi, akan diuraikan sebagai
berikut:
1. PANTAI BARON 1. PANTAI BARON
Pantai Baron memiliki tingkat kemampuan lahan yang cukup baik sebagai salah
satu tempat wisata pantai. Hal ini dapat terlihat pada faktor fisik dan keindahan
alamnya memberikan warna dan corak tersendiri, sehingga menyebabkan berbeda
dengan pantai-pantai lain yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai Baron
mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan karena memiliki keindahan pada
pantainya, di mana terdapat keunikankeunikan dan kealamiankealamian alam yang khas.
a.a. Penggunaan tanah / lahanPenggunaan tanah / lahan
Dengan keindahan dan kekhasan pantai yang dimiliki, maka penggunaan lahan
di pantai Baron dijadikan kawasan wisata pantai. Segala fasilitas pendukung seperti
taman, jalan, areal parkir, warung makan, dan pedagang souvenir semakin
berkembang. Ditambah lagi pengunjung yang semakin meningkat jumlahnya hanya
untuk menikmati keindahan pantai. Dengan makin berkembangnya kawasan pantai ini,
maka secara otomatis juga kebutuhan akan air juga besar untuk menunjang aktifitas
sehari-hari.
Saat ini pantai Baron hanya mengandalkan pasokan air dari mata air yang
berada di wilayah bagian selatan yang memiliki elevasi lebih tinggi. Dengan demikian
hanya suplai air secara vegetatif yang diandalkan selama ini. Hal ini merupakan
kendala bagi kawasan wisata pantai, di mana pasokan air yang masih sangat terbatas
bagi kebutuhan pariwisata daerah ini, belum lagi jika terjadi penurunan kualitas air
akibat pencemaran yang ada.
b.b. Aspek Sumberdaya LahanAspek Sumberdaya Lahan
Keindahan yang dimiliki pantai Baron menyebabkan pantai ini dijadikan pilihan
sebagai tempat berlibur, menghilangkan stress, dan sekedar berekreasi. Beberapa hal
yang menyebabkan pantai ini memiliki nilai tambah yang tinggi adalah lokasi pantai
yang berada pada suatu lembah yang menjorok ke laut. Kenampakan seperti ini
memberik kesan seakan-akan lokasi pantai diapit oleh dua buah perbukitan dengan
lereng yang curam. Faktor lain sebagai keunggulan pantai ini adalah terdapatnya gisik
pantai yang landai sehingga para pengunjung merasa seakan-akan berada pada suatu
dataran yang luas.
Kenampakan bukit di kiri dan kanan pantai juga cukup indah. Tebing yang terjal
memberikan nuansa tersendiri bagi pengunjung yang melihatnya. Selain itu di bagian
bawah tebing ini mengalir sebuah sungai bawah tanah yang alirannya sepanjang tahun
dan memberikan pasokan air tawar. Air tawar yang berasal dari sungai bawah tanah
bertemu dengan air asin dari laut memberi keunikan tersendiri pantai ini yang jarang
dapat ditemukan di pantai lain.
Demikian pula dengan banyaknya tanaman kelapa yang tumbuh di sekitar pantai
memberikan fenomena tersendiri bagi pengunjung. Faktor aksesibilitas juga memegang
peranan yang utama dimana pantai ini memiliki jarak yang tidak begitu jauh dari kota
Yogyakarta.
c.c. Aspek Sumberdaya AirAspek Sumberdaya Air
Lahan yang dimiliki oleh pantai Baron memiliki beberapa kemampuan dalam
memberikan air bagi kebutuhan manusia. Sumber pemenuhan air tersebut adalah dari
aliran air sungai bawah tanah dan air tanah yang terdapat di gisik pantai.
Sumber air dan aliran sungai bawah tanah di daerah ini dalam memberikan
pasokan air tawar sangat tinggi. Aliran airnya senantiasa mengalir sepanjang tahun
karena daerah tangkapan di bagian atas sangat luas. Jenis air yang dikandungnya juga
merupakan air tawar yang dapat digunakan oleh manusia, meskipun dengan beberapa
pembatas dalam hal kualitasnya. Secara kuantitas sumber air dari sungai bawah tanah
ini tidak memiliki masalah untuk memenuhi kebutuhan air bagi para wisatawan
disebabkan debit yang dimiliki sangat besar.
d.d. Faktor PembatasFaktor Pembatas
Satu hal yang menjadi permasalahan bagi sumber air adalah kualitas airnya
mengandung kapur terlalu tinggi. Tingginya kandungan kapur disebabkan oleh
terlarutnya mineral kalsium karbonat selama air mengalir dari bagian hulu hingga ke
bagian hilir. Bukti ini dapat dilihat secara kasat mata dari kenampakan kerak berwarna
kuning kecoklatan pada alat-alat penduduk di sekitar daerah ini yang digunakan untuk
merebus air tersebut dimasak.
Bahkan jika alat pengendap tersebut dilengkapi dengan material yang dapat
menyaring material halus seperti pasir halus, kerikil, dan ijuk maka kandungan kapur
dapat diturunkan secara tajam. Permasalahan ini perlu diperhatikan, karena bila air
yang mengalir dari sungai bawah tanah tersebut langsung digunakan untuk konsumsi
sehari-hari maka dalam waktu beberapa puluh tahun yang akan datang, penduduk yang
minum air tersebut dapat terkena penyakit yang mengganggu fungsi ginjal.
Permasalahan lain yang dihadapi dalam pemanfaatan air sungai bawah tanah
tersebut adalah dalam hal teknologi pendistribusiannya. Beberapa waktu yang lalu
pernah diupayakan pemanfaatan air tersebut dengan memompa ke atas yang
selanjutnya dialirkan ke rumah-rumah penduduk secara grafitatif. Namun cara ini tidak
berhasil disebabkan kuatnya aliran sungai tersebut sehingga air tidak dapat terpompa
ke atas. Oleh karena itu hingga saat ini sumberdaya ini tidak pernah dimanfaatkan
secara optimal. Selama ini aliran tersebut hanya digunakan oleh penduduk untuk mandi
sehari-hari.
e.e. Sumber Air dari Gisik PantaiSumber Air dari Gisik Pantai
1)1) PotensiPotensi
Potensi air tawar yang ada di gisik pantai ini relatif terbatas, namun bila
digunakan hanya untuk kebutuhan pemakaian di pantai maka dengan pengelolaan yang
baik akan tercipta kesinambungan sumberdaya air tawar di gisik pantai. Keberadaan air
tawar di gisik pantai ini disebabkan karena material pasir yang ada di gisil pantai
mampu menangkap air hujan yang berasa tawar, sehingga dalam waktu yang lama
akumulasi penumpukan air ke dalamnya mengakibatkan material pasir berfungsi
sebagai akifer bagi gisik pantai.
2)2) Faktor PembatasFaktor Pembatas
Yang menjadi faktor pembatas dalam hal pemanfaatan air tawar di gisik pantai
ialah kuantitas yang dimiliki sangat terbatas sehingga bila penurapan dilakukan secara
berlebihan maka akan mengganggu fungsi akifer di beting gisik dalam menghalangi
intrusi air laut. Jika hal ini terjadi maka kualitas air di beting gisik akan menurun, bahkan
dapat menyebabkan tidak sesuai kualitas menurut baku mutu air golongan B. Oleh
karena itu jika akifer di beting gisik ini akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
air tawar bagi pariwisata di Pantai Baron, maka harus dilakukan konservasi sumber
daya air di beting gisik tersebut.
Beberapa konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi
penurapan air tawar hanya melalui sumur gali. Salah satu alasan diberlakukannya
kebijakan seperti ini lebih mempertimbangkan aspek sosial budaya. Jika penurapan
dilakukan menggunakan mesin pompa, bahkan bila menggunakan jenis jet pump, maka
kemungkinan terjadi intrusi air laut sangat besar. Konservasi lainnya adalah membuat
sumur resapan dengan memanfaatkan aliran permukaan dari tebing di sekitar gisik
pantai. Dengan demikian diharapkan terjadi keseimbangan antara jumlah air yang
masuk dan air yang keluar.
Faktor pembatas lainnya yakni mudahnya air tawar di beting gisik ini tercemar
oleh bahan-bahan pencemar. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah
dangkalnya muka air tanah dari permukaan tanah sehingga waktu penyaringan bahan-
bahan pencemar sebelum masuk air tanah sangat cepat. Faktor lain yang
menyebabkan mudahnya bentangalam tersebut tercemar adalah material yang dimiliki
berukuran relatif besar. Besarnya ukuran material menyebabkan rongga-rongga antar
butir juga berukuran relatif besar sehingga bahan-bahan tercemar akan mudah melalui
rongga antarbutir tersebut.
f.f. Permasalahan LingkunganPermasalahan Lingkungan
Sebuah bentang alam yang diubah dari keadaan aslinya akan menyebabkan
perubahan lingkungan dari waktu ke waktu. Beberapa masalah lingkungan yang ada di
pantai ini antara lain adalah abrasi serta pencemaran di gisik pantai.
Abrasi yang terjadi pada tebing-tebing di gisik pantai sudah sangat lanjut. Di satu
sisi proses tersebut memberikan kenampakan alam yang khas sebagai hasil proses
erosi gelombang laut. Namun di sisi lain bila proses tersebut dibiarkan berlanjut, atau
bahkan dipercepat dengan tindakan manusia yang tidak disengaja maupun disengaja,
maka bukan tidak mungkin proses abrasi tersebut lambat laun akan mengikis gisik
pantai pula yang berarti keindahan pantai Baron akan hilang pula.
Oleh karena itu harus diantisipasi semenjak dini proses tersebut, di antaranya
dengan membiarkan karang laut tumbuh di muka pantai. Dengan tumbuhnya karang
pantai di muka laut maka kekuatan gelombang laut akan dapat terkurangi.
g.g. PencemaranPencemaran
1) Pencemaran logam berat1) Pencemaran logam berat
Logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh hewan umumnya tidak
dikeluarkan lagi dari tubuh mereka. Karena itu logam-logam ini cenderung untuk
menumpuk di dalam tubuh mereka. Akibatnya logam-logam ini akan terus ada di
sepanjang rantai makanan. Hal ini disebabkan oleh predator pada satu tropik level
makan mangsa mereka dari tropik level lebih rendah yang lebih tercemar. Suatu bukti
nyata dapat dilihat dari jaringan tubuh kebanyakan predator tingkat tinggi (dari sistem
rantai makanan) termasuk ikan yang akhirnya dimakan oleh manusia.
Dari sini terlihat bahwa kandungan konsentrasi logam berat terdapat lebih tinggi
pada tubuh hewan yang letaknya lebih tinggi di dalam tropil level. Dari kenyataan ini
dapat disimpulkan bahwa predator tingkat tinggi akan lebih banyak menumpuk logam
dari kadar yang masih diperbolehkan untuk logam berat di dalam tubuhnya. Dengan
kata lain dapat dijelaskan bahwa untuk hewan yang umurnya lebih panjang dari
mangsa-mangsanya akan mempunyai waktu lebih banyak dalam menumpuk logam
berat dalam tubuhnya.
Bertitik tolak dari kejadian ini, maka konsentrasi air raksa pada ikan konsumen
seperti tuna, kadang-kadang mempunyai nilai yang lebih tinggi dari kadar yang boleh
dimakan oleh manusia (kira-kira pada batas 0,5 persejuta untuk beberapa negara).
2) Sampah2) Sampah
Sampah-sampah yang mengandung kotoran minyak kadang-kadang dibuang
begitu saja ke dalam laut melalui sistem daerah aliran sungai. Sampah-sampah ini
kemungkinan mengandung logam berat dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Tetapi
umumnya mereka kaya akan bahan-bahan organik, sehingga akan memperkaya
kandungan zat-zat makanan pada suatu daerah tercemar yang membuat kondisi
lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Aktifitas pernapasan dari organisme ini sering mempertipis kandungan oksigen
khususnya di daerah semi tertutup misalnya estuaria. Hal ini kemungkinan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di
situ.
3) Pestisida3) Pestisida
Kerusakan yang terjadi terhadap lingkungan yang disebabkan oleh pencemar
sedemikian jauh, dianggap suatu tindakan yang tidak disengaja. Lain halnya dengan
pencemaran akibat pestisida. Mereka sengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan
dengan maksud untuk mengontrol hama tanaman atau organisme-organisme lain yang
tinggi yaitu dapat memebunuh organisme yang tidak diingini tanpa merusak hewan
yang dikehendaki. Kenyataanya hampir dapat dilihat, bahwa tujuan semacam ini tidak
mungkin dapat dicapai karena pestisida yang dipakai pasti akan membunuh spesies
yang lain.
4) Mengontrol Lautan4) Mengontrol Lautan
Walaupun pengaruh dari pembuangan bahan pencemar ke dalam lautan
umumnya merupakan suatu tindakan yang tidak disengaja, ternyata sering
mengakibatkan hal-hal yang merugikan. Mereka umumnya cenderung dapat
dikumpulkan sementara dan akan hilang pengaruhnya setelah sumber pencemarannya
dipindahkan.
Pencemaran semacam ini biasanya mudah dikontrol, sehingga kerugian yang
lebih parah dapat dicegah yaitu dengan mengurangi atau menghindari sama sekali
pembuangan bahan beracun ke dalam lautan. Hal ini disebabkan karena adanya proses
penumpahan racun secara perlahan-lahan di lautan. Berdasarkan sifat ini perlu adanya
pengawasan secara teliti dan seksama dalam jangka waktu yang lama dengan cara
melihat perubahan-perubahan yang terjadi di lautan dan pengaruh bahan-bahan ini
terhadap populasi organisme di sini.
Permasalahan lainnya ialah kerusakan lingkungan gisik pantai, yang lebih
banyak disebabkan faktor antropogenic. Kemungkinan pencemaran terhadap air tanah
pengotoran terhadap gisik, bahkan pencemaran dalam bidang moral merupakan
persoalan-persoalan yang harus diperhitungkan sejak dini. Seyogyanya pada tiap-tiap
bagian di pantai ini disediakan tempat sampah, agar para pengunjung memperoleh
kemudahan dalam membuang sampah.
Permasalahan lain yang dapat mencemari air tanah di daerah ini adalah
pendeknya jarak septic tank dan muka air tanah. Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi
pencemaran, maka konstruksi septic tank harus dirancang sedemikian rupa agar tidak
menjadi beban lingkungan. Faktor ini terkadang dianggap oleh sebagian kalangan
sebagai masalah kecil, namun berdampak besar mengingat korban dari kebobrokan
moral adalah generasi muda yang merupakan tulang punggung bangsa.
h.h. Kemungkinan Pengembangan di Masa DepanKemungkinan Pengembangan di Masa Depan
Melihat potensi yang dimiliki pantai Baron sedemikian besarnya, maka pantai ini
memiliki potensi yang baik untuk pengembangan wisata pantai. Beberapa hal harus
tetap diperhatikan untuk mempertahankan keindahan dan keberlangsungan wisata ini,
di antaranya adalah masalah kelingkungan dan peningkatan sumberdaya manusia
penduduk setempat.
2. PANTAI KRAKAL2. PANTAI KRAKAL
Di antara lokasi pantai yang dikunjungi, Pantai Krakal merupakan pantai yang
sangat dipengaruhi oleh dinamika perairan. Letaknya yang berhadapan langsung
dengan samudera menyebabkan besarnya pengaruh parameter oseanografi terhadap
bentukan pantai. Dari hasil perhitungan, diperoleh gelombang, arus, dan angin yang
kuat, dimana pantai mengalami akresi. Akan tetapi keindahan pantainya tidak kalah
menariknya dengan pantai yang lain karena keunikan yang dimiliki. Oleh karena itu
pantai ini perlu dikembangkan, khususnya untuk daerah wisata pantai.
Dalam pengembangan wisata pantai diperlukan kajian-kajian yang mendalam
agar permasalahan-permasalahan yang ada dapat terpecahkan dengan baik. Salah
satu bentuk kajian yang dapat dilakukan adalah menganalisis aspek lingkungan
wilayah. Dalam menganalisis sebuah wilayah, maka aspek kelingkungan yang ada tidak
boleh dilupakan mengingat aspek ini merupakan aspek timbal balik bagi kehidupan
manusia itu sendiri khususnya yang berada di daerah tersebut.
Dalam beberapa hal, terdapat aspek lingkungan yang tidak mengenal batas
ruang, seperti pencemaran udara. Permasalahan-permasalahan lainnya adalah
perubahan sebuah fungsi kawasan, pembangunan dengan memberikan dampak bagi
warga sekitar khususnya dampak negatif adalah permasalahan yang cukup penting
untuk diperhatikan. Permasalahan-permasalahan tersebut menjadi penting seiring
dengan dinamika pembangunan dan perubahan sosial kemasyarakatan.
a.a. Kemungkinan PencemaranKemungkinan Pencemaran
Dalam aspek pengembangan wilayah untuk sebuah peruntukan harus
diperhatikan aspek pencemaran yang ditimbulkan maupun diterima wilayah tersebut.
Aspek ini menjadi penting karena amat sukar mengukur kerusakan kesejahteraan
masyarakat akibat pencemaran (Reksohadiprojo, dkk, 1997:11).
1) Pencemaran Suara1) Pencemaran Suara
Pencemaran suara tidak ada di daerah ini karena di sekitar daerah kajian bukan
merupakan kawasan industri sehingga relatif aman bagi warga terhadap pencemaran
jenis ini. Yang perlu diperhatikan adalah adanya kemungkinan-kemungkinan
dibangunnya kawasan industri di daerah ini sebagai wujud berkembangnya jalur selatan
Jawa, khususnya jalur Yogyakarta - Purwokerto. Jika pembangunan kawasan industri
tidak akan dibuat maka daerah ini aman terhadap pencemaran suara. Oleh karena itu
koordinasi dengan instansi terkait perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan aspek-
aspek dalam mengembangkan daerah perkotaan.
2) Pencemaran Udara2) Pencemaran Udara
Secara umum ketiga bentuk lahan yang terdapat dalam satu wilayah pesisir
tidak memiliki sumber pencemaran udara dan relatif stabil terhadap pencemaran udara.
Hal ini cukup beralasan karena pengaruh angin laut sangat dominan sehingga siklus
perputaran udara sangat tinggi. Hanya saja kandungan uap air dalam udara relatif
banyak mengandung garam yang kurang baik untuk kondisi bangunan dan kendaraan
bermotor pada umumnya. Hal ini dapat mempercepat terjadinya korosi pada bangunan
yang mempergunakan bahan dari besi.
Aspek adanya garam dalam udara harus diperhitungkan ketika daerah ini akan
dikembangkan menjadi kawasan wisata. Karena bukan tidak mungkin di kemudian hari
timbul konflik-konflik dari penghuni kawasan sebagai akibat ketidakpuasan terhadap
mutu bangunan yang ditawarkan. Hal ini tidak dapat ditawar lagi karena sebagian besar
developer yang ditugaskan untuk mengembangkan kawasan wisata umumnya
memberikan kualitas bangunan yang kurang baik. Jika pengembangan kawasan ini
tidak diserahkan kepada developer (dengan kawasan pemerintah) maka sangat
dimungkinkan individu-individu yang akan menggunakan kawasan tersebut akan
memanfaatkan lahan tanpa mengindahkan aspek lingkungan sekitarnya.
3) Pencemaran Air Tanah3) Pencemaran Air Tanah
Pencemaran yang lain adalah pencemaran air tanah. Salah satu ciri daerah
pesisir adalah kerentanan yang tinggi terhadap pencemaran air tanah. Oleh karena itu
faktor ini merupakan faktor yang harus diperhatikan secara khusus karena dampak dari
pencemaran terhadap kesehatan manusia tidak dapat dirasakan dalam waktu dekat,
tetapi mengalami akumulasi terlebih dahulu yang akhirnya akan menimbulkan
gangguan kesehatan. Sumber dari pencemaran ini dapat berasal dari daerah bagian
atas atau dari kawasan itu sendiri.
Untuk sumber pencemaran yang berasal dari daerah bagian atas dapat dicegah
atau ditanggulangi dengan pengolahan limbah dari permukiman atau industri.
Sedangkan untuk limbah yang bersumber dari kawasan wisata itu sendiri dapat diatasi
dengan membangun wahana pengelolaan air limbah yang dalam hal ini berupa limbah
rumah tangga. Jika dibuat sebuah instalasi pengolah air limbah, maka dana yang
dikeluarkan tidak akan seimbang dengan dampak positif yang diterima warga
pemukiman. Pembuatan sebuah septic tank besar kiranya dapat memecahkan
masalahan pencemaran yang bersumber dari permukiman.
Dari kedua bentuk lahan yang terdapat di daerah pesisir, bentuk lahan yang
paling rentan terhadap pencemaran air tanah adalah gisik pantai. Daerah ini rentan
karena permukaan air tanahnya relatif dangkal sehingga jarak masuknya bahan
pencemar ke dalam tanah sangat pendek. Selain itu jenis material yang mudah
meloloskan diri merupakan aspek terpenting yang harus diperhatikan dalam
mengantisipasi dampak terhadap pencemaran air tanah.
Adanya dua karakter fisik yang rentan terhadap pencemaran tersebut maka tidak
terdapat tahap pencucian bahan pencemar oleh material permukaan sehingga bahan
pencemar akan langsung bercampur ke dalam air tanah. Bahan pencemar yang paling
banyak mencemari kawasan pemukiman adalah tinja manusia dimana bahan pencemar
ini bersumber juga dari kawasan pemukiman.
Adapun bentuk lahan yang paling stabil terhadap pencemaran air tanah adalah
daerah dataran aluvial mengingat permukaan air tanahnya cukup dalam dan
materialnya yang halus sehingga memungkinkan terjadinya pencucian dalam waktu
yang lama sebelum bahan pencemar bercampur ke dalam air tanah sehingga kadar
bahan pencemar relatif sedikit bahkan tidak ada sama sekali.
Pencemaran lain yang cukup rentan dialami di daerah dengan kondisi fisik
seperti ini adalah pencemaran air tanah oleh pestisida pertanian. Sebagaimana
diketahui bahwa kecenderungan petani di negara berkembang memakai pestisida
dalam jumlah yang berlebih sehingga kelebihan tersebut akan terbuang bahkan akan
mencemari air tanah. Keadaan ini dapat dicegah dengan pemberian informasi yang
benar kepada petani di sekitar kawasan yang harus dilakukan oleh Dinas Pertanian
setempat.
Daya kerentanan kedua bentuk lahan di atas terhadap bahan pencemar sisa
pestisida sama dengan kerentanan dari bahan pencemaran terhadap air tanah yang
lainnya. Yaitu berturut-turut adalah dataran aluvial, dan yang paling rentan adalah
beting gisik.
b.b. Kemungkinan Gangguan Proses AlamKemungkinan Gangguan Proses Alam
Bencana alam merupakan sebuah proses alami yang memakan korban jiwa.
Kejadian ini pasti terdapat pada lokasi tempat permukiman teragihkan. Jika kejadian
alami seperti ini terjadi pada wilayah yang tidak terdapat pemukiman maka kejadian ini
disebut sebagai proses alami biasa. Jenis kejadian alam ini pasti terjadi di setiap
permukaan bumi. Yang membedakan hanyalah jenis kejadian alam dan intensitas serta
frekuensi dari kejadian alam tersebut.
Pada lokasi kajian masing-masing lokasi memiliki karakteristik tersendiri
terhadap proses alam yang ada. Pantai Krakal dengan beberapa jenis proses alam
yang dapat membahayakan bagi lokasi kepariwisataan. Proses pengendapan oleh
angin merupakan sebuah proses alam yang sangat dinamik mengingat perpindahan
material pasir di daerah ini sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena angin yang bertiup
sangat kencang dengan material pasir yang relatif ringan dan lepas.
Adanya aspek dinamika perpindahan material pasir menyebabkan pengendapan
dan juga erosi (degradasi) atau dengan kata lain penurunan permukaan sebuah areal
karena material pasir tersebut berpindah. Jika pantai ini akan digunakan sebagai
kawasan kepariwisataan maka aspek dinamika perpindahan material pasir harus
diperhitungkan dengan cermat. Bila ini diabaikan maka bukan tidak mungkin bangunan-
bangunan rekayasa manusia yang dibangun akan tertimbun oleh material pasir lepas
ini. Selain itu adanya uap air yang masih banyak mengandung garam tentunya akan
merusak kualitas bangunan rekayasa manusia dan besarnya gelombang, angin, dan
arus yang dapat merusak bangunan tersebut.
c.c. Kualitas Lingkungan Wisata yang DiharapkanKualitas Lingkungan Wisata yang Diharapkan
Sebuah kawasan wisata diharapkan memiliki fungsi sebagai tempat bermukim
wisatawan selama berhari-hari. Segala kebutuhan harus mampu ditunjang oleh kota
tersebut, termasuk didalamnya kebutuhan akan sarana pendukung seperti fasilitas
kesehatan dan kenyamanan. Untuk menjaga berlangsungnya fungsi tatanan
masyarakat yang ada maka lingkungan harus senantiasa dijaga kualitasnya. Oleh
karena itu tidaklah terlau berlebihan bila diperlukan adanya organisasi lingkungan hidup
sebagai pengontrol untuk menjaga keberlangsungan fungsi tersebut. Organisasi
lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan
sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang libngkungan hidup
(Muljono, 1998).
Jika ditilik dari lokasi kota terdekat, maka daerah kajian terletak pada jarak yang
relatif jauh dari kota terdekat yaitu kota Wonosari sebagai Ibukota Kabupaten Tingkat II
Gunung Kidul, sehingga pemenuhan prasarana kesehatan harus dipertimbangan
dengan baik. Selain itu sarana transportasi haruslah mendukung pengembangan
kawasan wisata. Selain kedua faktor di atas masih banyak faktor lainnya yang harus
dipertimbangkan dalam mengembangkan kawasan wisata tersebut. Namun faktor-faktor
tersebut lebih bersifat rekayasa yang dapat diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan
para pembuat keputusan yang berwenang dan berkepentingan. Dan hal yang prinsip
tidak boleh dilupakan yakni peran serta masyarakat, harus diajak sejak dini untuk
merencanakan tata ruang dalam pengembangan wilayah.
Lebih lanjut dapat ditarik benang merah bahwa pembuatan dan pembangunan
sarana dan prasarana yang berkaitan dengan aspek sosial tidak akan menimbulkan
masalah dari segi fisik wilayah, karena pembangunan sebuah bangunan sebagai
pelengkap sarana dan prasarana di bidang sosial memiliki karakter yang sama dengan
pembangunan kawasan pemukiman. Adapun prioritas areal untuk pembangunannya
dapat di sekitar kawasan pemukiman dan dapat juga di lokasi lainnya sepanjang sesuai
dengan peruntukan untuk pendirian sebuah bangunan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan dan tidak dapat
direkayasa adalah faktor kemampuan fisik wilayah itu sendiri seperti tercukupinya
kebutuhan akan air bersih sehari-hari dari sumber pemenuhan yang ada di sekitar
wilayah tersebut, sebab merupakan hal yang sangat mustahil jika akan memenuhi
kebutuhan air dengan mengambil dari sumber pemenuhan di daerah lain karena
kebijakan seperti ini akan menimbulkan masalah dalam pengelolaan pemenuhan
kebutuhan air di masa mendatang.
Secara fisik hidrologis, daerah kajian memiliki sumber daya air tanah yang
melimpah, namun pengelolaan penurapan air tanah tetap harus diperhatikan mengingat
sebagian kawasan yang dikembangkan berada pada perbatasan dengan tepi laut. Jika
pengelolaan ini tidak diperhatikan dengan baik maka di kemudian hari dikawatirkan
akan terjadi intrusi air laut mencapai hingga daerah pedalaman. Pengelolaan terhadap
keajegankeajegan sumberdaya alam merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan kualitas kawasan di masa mendatang.
Sebenarnya permasalahan pemenuhan air bersih tidak akan menjadi masalah
yang serius selama sumber-sumber pemenuhan dapat berfungsi dan mencukupi
kebutuhan pemakai. Namun kenyataan yang ada sekarang adalah sebagian besar
sumber pemenuhan air bersih tidak mampu mengimbangi lagi jumlah permintaan,
sehingga pengelolaan air tanah menjadi penting dalam kasus ini. Dalam pengelolaan
sumberdaya ini termasuk juga di dalamnya penjagaan fungsi tempat penyimpanan air
tanah, sehingga dimungkinkan pengambilan yang berlebih selama fungsi tersebut dapat
dijaga, misalnya dengan pembuatan sumur resapan dari air limbah yang telah terolah.
d.d. Perkembangan Kawasan di Masa MendatangPerkembangan Kawasan di Masa Mendatang
1) Obyek pendukung yang telah ada1) Obyek pendukung yang telah ada
Beberapa obyek dan kawasan pendukung yang telah ada sedikit banyak akan
mempengaruhi perkembangan sebuah kawasan di masa mendatang. Beberapa obyek
wisata yang berdekatan dengan Pantai Krakal yakni Pantai Baron dan Pantai Kukup
relatif ramai dikunjungi oleh wisatawan. Aspek perkembangan di masa mendatang bagi
kawasan ini cukup berpotensi karena wisatawan dapat sekaligus mengunjungi ketiga
lokasi wisata yang masing-masing mempunyai daya tarik tersendiri. Tetapi perlu diingat
bahwa keindahan alam saja bukanlah satu-satunya daya tarik wisatawan. Yang lebih
mendasar adalah dukungan dari sosial budaya masyarakat, yang memiliki karakteristik
tertentu akan dapat memberikan sumbangan yang sangat signifikan terhadap paket-
paket yang ditawarkan. Sinergi antara keindahan alam dengan budaya masyarakat
akan membvawa dampak yang baik, karena paket pariwisata dunia, akan berarti bila
budaya masyarakat juga menunjang alam dalam perspektif “ecotourism”“ecotourism”.
2) Aspek Aksebilitas2) Aspek Aksebilitas
Selain daya dukung wilayah bagi suatu peruntukan tertentu, faktor aksebilitas
memegang peranan yang penting. Hal ini cukup beralasan karena perkembangan
sebuah daerah akan senantiasa mengikuti pusat-pusat perkembangan yang telah ada
seperti sentra-sentra perekonomian, pendidikan, perindustrian, jalur transportasi dan
beberapa aspek pendukung lainnya.
Oleh karena itu aspek lingkungan menjadi bagian yang tidak boleh ditinggalkan
dalam kajian kewilayahan terutama pemukiman, sebab permasalahan pemukiman yaitu
pemusatan-pemusatan kegiatan dan tempat tinggal manusia, akan senantiasa
mendapatkan perhatian dalam pengelolaan lingkungan hidup (Hardjosoemantri, 1986).
Bagaimana pun juga sebuah daerah yang dirancang sebagai kawasan wisata
akan mengalami perkembangan. Bahkan bila daerah tersebut merupakan wilayah yang
berdekatan dengan daerah wisata lainnya maka kemungkinan daerah yang
dikembangkan daerah di sekitarnya. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya paket-
paket wisata yang dirancang dengan memasukkan beberapa daerah wisata menjadi
paket perjalanan wisata.
Oleh karena itu aspek antisipasi terhadap dampak-dampak perkembangan
wilayah sudah harus diantisipasi sejak dini. Dalam hal ini peran serta masyarakat
sekitar sangat dibutuhkan, sebab sebuah pembangunan tanpa melibatkan masyarakat
sekitar akan menyebabkan konflik-konflik sosial di kalangan mereka yang selanjutnya
akan berdampak pada seluruh aspek pembangunan.
KesimpulanKesimpulan Berdasarkan satuan bentuk lahan dan dinamika pantai, maka ke dua lokasi ini
sangat memungkinkan untuk pengembangan pariwisata. Namun di dalam
pengembangannya harus disesuaikan dengan dinamika dari pantai untuk ke dua lokasi
ini, sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang akan timbul yang akan merusak
kondisi lingkungan di sana.
SaranSaran
Di dalam pengembangan ke dua lokasi ini harus dipikirkan bentuk kegiatan wisata
yang cocok dan sesuai dengan kondisi dinamika pantainya.
Catatan :
Pantai KrakalPantai Krakal total angkutan sedimen hasil hitungan
sangat besar (237,9 m3/hari). Data ini hasil pengamatan
sesat, jadi tidak mewakili rata-rata angkutan sedimen di
Krakal. Sekalipun demikian, bisa dianalisa bahwa
sedimentasi ini kemungkinan terutama disebabkan angin
yang paling kencang diantara seluruh daerah penelitian.
Sudut datang gelombang juga paling besar, yang
dipengaruhi angin tenggara dari laut bebas, dan arus juga
dibelokkan pulau karang kecil di sebelah timur daerah
pengamatan.
DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA
Aksornkoae, S.Aksornkoae, S. 1993. Eology and Management of Mangroves. Thailand: IUCN.
Alaertas, G. dan S. Santika.Alaertas, G. dan S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Bearman, G. (Ed.).Bearman, G. (Ed.). 1989. Waves, Tides and Shallow Water Processes. Oxford, England: Pergamon Press, Ltd.
Bird, E.C.F. and O.S.R. Ongkosongo.Bird, E.C.F. and O.S.R. Ongkosongo. 1980. Environmental Changes on the Coasts of Indonesia. Tokyo, Japan: The United Nations Univ.
Cooke, R.U. and J.C. Doornkamp. Cooke, R.U. and J.C. Doornkamp. 1990. Geomorphology in Environmental Management. 2nd ed. New York, USA: Oxford Univ. Press, inc.
Clark, J.R.Clark, J.R.1995. Coastal Zone Management Handbook. USA: CRC Press.
Dackombe, R.V. dan V. Gardiner. Dackombe, R.V. dan V. Gardiner. 1983. Geomorphological Field Mannual. London: George Allen & Unwin.
Dahuri, R. J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Stepu.Dahuri, R. J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Stepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT Paradya Paramita.
Farina, A.Farina, A. 1998. Principles and Methods in Landscape Ecology. London: Chapman & Hall.
Kramadibrata, S. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Ganeça Exact.
Mudjiono, 1997. Potensi Fauna Moluska di Perairan Pulau Kapoponang Kab. Pangkap Sulsel. Jakarta: Puslitbang Oseanologi-LIPI
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Nybakken, J.W.Nybakken, J.W. 1993. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis (penerjemah: Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo). Jakarta: PT Gramedia.
Odum, E.P. Odum, E.P. 1996.. Dasar-Dasar Ekologi (penerjemah: Samingan, T. Dan B. Srigandono). Edisi ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Pethick, J. Pethick, J. 1984.. An Introduction to Coastal Oceanography. Great Britain: Edward Arnold, Ltd.
Reksohadiprodjo, S. dan A.B.P Brojonegoro. 1997. Ekonomi Lingkungan. Yogyakarta: BPPFE.
Sabdono, A. 1990. “Studi Ekotoksisitas Pencemaran Senyewa Herbisida pada Ekosistem Terumbu Karang di Pantai Utara Jawa Tengah”. Semarang: PS Ilmu Kelautan Undip.
Subardjo, P. Subardjo, P. 1995.. “Karakteristik Bentuk dan Geologi Pantai di Indonesia”. Semarang: PS Ilmu Kelautan Undip.
Sudarmoyo, B.Sudarmoyo, B. 1993. Metode Penelitian bagi Mahasiswa Ilmu-ilmu Pertanian dan Biologi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Supriharyono.Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia.
Sutikno, 1993. “Karakteristik Bentuk dan Geologi di Indonesia”. Yogyakarta: Diklat PU Wil III. Dirjen Pengairan DPU.
Thornbury, W.D.Thornbury, W.D. 1958. Priciples of Geomorphology. London: John Wiley & Sons, inc.
Thurman, H.V.Thurman, H.V. 1996. Essentials of Oceanography. 5th ed. U.K.: Prentice Hall, inc. Pp. 154-178.
Whitten, T., R.E. Soeriaatmadja, S.A. Afiff.Whitten, T., R.E. Soeriaatmadja, S.A. Afiff. 1999. Ekologi Jawa dan Bali (penerjemah: Kartikasari, S.N., T.B. Utami dan A. Widyantoro). Jilid II. Jakarta: Prenhalindo.
Yuwono, N. Yuwono, N. 1986. Teknik Pantai. Ed. ke-2, vol. I. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik UGM.
LAMPIRANLAMPIRAN
Data Tambahan Karakteristik ke Dua Lokasi1. Pantai Baron1. Pantai Baron-Material penyusun: karst; (sedimen padu: pasir dan gamping;
sedimen tidak padu: pasir fluvial dan pasir marin, sedimen sungai bawah tanah);
-Proses geomorfologi: sedimentasi, abrasi, pelapukan; (jenis pelapukan: solusional; tingkat pelapukan: menengah);
-Genesis pantai: asal pembentukan pantai: fluvio marin, marin dan aeolin);2. Pantai Krakal2. Pantai Krakal
-Proses geomorfologi: abrasi; Proses abrasi: Panjang daerah abrasi: 500-2000 m; Perubahan garis pantai: ringan; Gerusan kaki bangunan: bahaya bangunan dan bahaya
lingkungan;
Prose pelapukan: Jenis pelapukan: kemis; Tingkat pelapukan: ringan; Genesis pantai: asal pembentukan pantai: marin, tektonik
dan organik;
Penjelasan lapanganPenjelasan lapangan: : Beberapa proses erosi pantai yang terjadi diantaranya
proses: hidraulik, abrasi, atrisi, dan karena ada pulau di depan pantai sehingga terjadi gelombang berbelah (difraksi gelombang) yang menyebabkan perubahan relief dasar laut. Potensi daerah adalah pasir putih dengan bentuk runcing dan banyak terdapat cangakang moluska. Untuk menghindari energi angin yang keras dapat diatasi dengan penanaman cemara laut.
1. Lokasi Pantai Baron
Satuan Medan Karakteristik Medan Relief/morfologi Proses Tipe Batuan Tanah Hidrologi Vegetasi Penggunaan Lahan
Gisik landai – curam marine dan bebatuan pasir - Payau aktivitas- l fufial marine lepas ada muara perikanan,
Sungai bwh TPI, warung tanah
Cliff curam marine, abrasi karst - Sungai bwh waru, semak Tektonik tanah pandan
Dataran datar fluvial dan karst entisol air tawar sawah, pe- Aluvial solusional inceptisol dari hujan mukiman , (Lembah isian) k. campuran
2. Pantai Krakal
Relief/morfologi Proses Tipe Batuan Tanah Hidrologi Vegetasi Penggunaan Lahan
Platform datar-landai marine batuan karang - air asin ganggang Laut
Gisik landai – curam marine sedimen pasir bebatuan air asin penginapan, Induk permeabili- dan warung tas tinggi
Dataran Aluvial datar fluvial sedimen lepas entisol air tawar sawah, (pasir – debu) tegalan, Pemukiman
Hinterland datar – berbukit solusional karst molisol air tanah pemukiman, (Lahan Buritan) dalam penginapan, keb. campur
Notch, Stack, tidak beraturan marine krakal - air bawah pandan, Arch, Cliff tanah semakTabel. Data Lapangan
Lokasi V. angin T b d50 Suhu Vol1 Vol2 V2 V10 V periode- kemiringan sudut ukuran udara air swash back Gelombang grs. Pantai empasan butir swash
KRAKAL 5km/jm 10 12% 5 0 0,8 mm 10 10
BARON 14 20% 4 0 226 170
“Permasalahan dan Dinamika Pantai Pada“Permasalahan dan Dinamika Pantai Pada Daerah Wisata Pantai Baron dan Krakal,Daerah Wisata Pantai Baron dan Krakal,
Yogyakarta”Yogyakarta”
Laporan Praktek Lapangan
Mata Kuliah Geografi Pesisir dan Kelautan
Oleh :JOHANSON. D. PUTINELLA
14848/IV-7/407/00
PROGRAM PASCASARJANAILMU LINGKUNGAN, ANTAR BIDANG
UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA
2002