47
BAB I PENDAHULUAN Definisi sindrom koroner akut tegantung pada ciri khusus pada masing-masing elemen dari trias berupa presentasi klinis (termasuk riwayat penyakit arteri koroner), perubahan elektrokardiografi dan marker biokimia jantung. Suatu sindrom koroner akut dapat terjadi tanpa adanya perubahan elektrokardiografi atau peningkatan marker biokimia, saat diagnosis didasari adanya riwayat penyakit arteri koroner sebelumnya atau pemeriksaan konfirmasi berikutnya. 1 Di Amerika Serikat setiap tahun sebanyak 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pektoris tak stabil dan sekitar 6-8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan. 2 Penatalaksanaan dini pada pasien dengan sindrom koroner akut ditentukan oleh adanya perubahan khas pada elektrokardiografi, berupa ada atau tidak adanya segmen ST elevasi. Kombinasi terhadap presentasi klinis, suatu elevasi segmen ST sindrom koroner akut didefinisikan sebagai adanya peningkatan > 1 mm ST segmen pada sekurangnya pada dua sadapan ekstremitas yang berdekatan, 1

Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pengaruh terhadap terapi antikoagulan yang dapat dipergunakan sebagai pengganti penghambat trombin non oral

Citation preview

Page 1: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

BAB I

PENDAHULUAN

Definisi sindrom koroner akut tegantung pada ciri khusus pada masing-

masing elemen dari trias berupa presentasi klinis (termasuk riwayat penyakit arteri

koroner), perubahan elektrokardiografi dan marker biokimia jantung. Suatu sindrom

koroner akut dapat terjadi tanpa adanya perubahan elektrokardiografi atau

peningkatan marker biokimia, saat diagnosis didasari adanya riwayat penyakit arteri

koroner sebelumnya atau pemeriksaan konfirmasi berikutnya.1

Di Amerika Serikat setiap tahun sebanyak 1 juta pasien dirawat di rumah sakit

karena angina pektoris tak stabil dan sekitar 6-8 persen kemudian mendapat serangan

infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis

ditegakkan.2

Penatalaksanaan dini pada pasien dengan sindrom koroner akut ditentukan

oleh adanya perubahan khas pada elektrokardiografi, berupa ada atau tidak adanya

segmen ST elevasi. Kombinasi terhadap presentasi klinis, suatu elevasi segmen ST

sindrom koroner akut didefinisikan sebagai adanya peningkatan > 1 mm ST segmen

pada sekurangnya pada dua sadapan ekstremitas yang berdekatan, > 2 mm elevasi ST

pada sekurangnya dua sadapan prekordial yang bersebelahan, atau adanya suatu

bundle branch block yang baru. Dalam hal tidak adanya peningkatan segmen ST

(non-ST segmen elevation acute coronary syndrome), penatalaksanaan pasien akan

diawali dengan penanganan tanpa terapi reperfusi emergensi. 1

Salah satu terapi yang diberikan pada penderita sindrom koroner akut adalah

antikoagulan. Antikoagulan standar yang dipakai berupa unfractionated heparin

(UFH). Efek samping dan risiko perdarahan yang besar dapat terjadi pada pemberian

unfractionated heparin, maka low molecular weight heparin (LWMH) telah menjadi

alternatif yang lebih disukai pada kondisi ini. Namun efektifias pemberian jangka

panjang untuk pencegahan komplikasi lanjut berupa kejadian reinfark miokard,

1

Page 2: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

iskemia rekuren, ternyata tidak terlalu berbeda bila diberikan lebih dari delapan

hari.1,2

Direct thrombin inhibitor merupakan antikoagulan dengan target spesifik

pada trombin. Direct thrombin inhibitor memiliki efek antikoagulan yang dapat

diprediksi dengan variabilitas individu yang kecil, tidak berinteraksi langsung

terhadap trombosit atau protein plasma dan tidak memerlukan antitrombin sebagai

kofaktor. 3

Tinjauan pustaka ini diangkat untuk memberikan gambaran dan pilihan terapi

antikoagulan pada penderita sindrom koroner akut, sehingga terapi yang diberikan

efektif dan dengan risiko yang mungkin timbul dapat diminimalisasi.

2

Page 3: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

BAB II

SINDROM KORONER AKUT

2.1 Definisi

Istilah sindrom koroner akut merujuk pada adanya suatu keadaan iskemik akut

otot jantung. Sindrom koroner akut meliputi angina pektoris tidak stabil, non-elevasi

segmen ST infark miokard (tidak ada elevasi segmen ST), dan elevasi segmen ST

infark miokard (ada elevasi segmen ST yang menetap).

Angina pektoris tidak stabil merupakan suatu sindrom klinis antara angina

pektoris stabil dengan infark miokard akut. Ada tiga bentuk utama yang

digambarkan; angina pektoris saat istirahat, angina pektoris yang baru terjadi (new

onset), dan angina pektoris yang semakin meningkat.4,5

2.2 Tampilan Klinis pada Sindrom Koroner Akut

Angina pektoris stabil ditandai oleh adanya gejala iskemik berupa perasaan

tidak nyaman di dada oleh karena penyempitan arteri koroner, hal tersebut akan

menyebabkan berkurangnya hantaran oksigen untuk keperluan metabolisme otot

jantung. Angina pektoris juga berhubungan dengan gejala lainnya, seperti berkeringat

dingin, sakit kepala, mual, perasaan sempit, dan lelah. Angina pektoris tidak stabil

secara klinis ditandai oleh perubahan bentuk angina pektoris stabil dengan gejala

yang lebih sering atau lebih berat, gejala tidak hilang selama 20 menit atau lebih, atau

berkembang menjadi angina pektoris saat istirahat. Istilah sindrom koroner akut

mendeskripsikan spektrum kejadian angina tidak stabil hingga menjadi infark

miokard.6

3

Page 4: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

2.3 Patogenesis

Proses utama suatu inisiasi sindrom koroner akut adalah adanya gangguan

terhadap plak aterom. Terjadi celah atau ruptur pada plak tersebut akan mengarah

pada pembentukan trombin dan deposisi fibrin lokal. Terjadi peningkatan agregasi

dan adhesi trombosit serta terbentuknya trombus intrakoroner. Angina tidak stabil dan

non-Elevasi segmen ST infark miokard berhubungan dengan oklusi partial trombus

berwarna putih dan kaya trombosit. Mikrotrombus dapat lepas dan menyebarkan

emboli, menyebabkan iskemik dan infark. Sebaliknya, Elevasi segmen ST (atau

gelombang Q) infark miokard berupa trombus putih, kaya fibrin, oklusif yang lebih

stabil. 4,7

Gambar 1. Skema yang menggambarkan pembentukan plak aterosklerosis, diawali

deposit lapisan lemak hingga terjadinya trombosis8.

4

Page 5: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Gambar 2. Spektrum sindrom koroner akut berdasarkan gambaran elektrokardiografi

dan marker biokimia nekrosis miokard (troponin T, troponin I, dan

creatine kinase myocard band), pada pasien dengan nyeri dada kardiak

akut.4

2.4 Penatalaksanaan

Agregasi trombosit dan pembentukan trombus merupakan peranan kunci

terjadinya sindrom koroner akut, penatalaksanaan lanjut (seperti pemberian

glikoprotein IIb/IIIa inhibitor, low molecular weight heparin, dan clopidrogel),

keamanan serta penggunaan yang luas atas percutaneous coronary intervention

menyebabkan banyaknya pertanyaan mengenai managemen penatalaksanaan yang

optimal.

Pasien dengan angina pektoris tidak stabil atau non-elevasi segmen ST infark

miokard mewakili kelompok heterogen atas tampilan spektrum klinis yang luas, tidak

hanya meyakinkan pasien untuk menerima terapi yang paling sesuai atas faktor risiko

yang dimiliki, tetapi juga menghindari potensi bahaya atas pengobatan yang

5

Page 6: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

dilakukan. Oleh karena itu, diagnosis yang akurat dan estimasi faktor risiko terhadap

efek samping pengobatan merupakan prasyarat pemilihan terapi yang paling sesuai.6,7

2.4.1 Strategi penanganan konservatif dibandingkan invasif dini.

Terapi konservatif melibatkan managemen medis intensif, diikuti dengan

stratifikasi risiko dengan tes non invasif (biasanya dengan stres tes) untuk

menentukan apakah pasien memerlukan angiografi koroner. Pendekatan ini

berdasarkan hasil dari dua uji klinis acak (TIMI IIIB dan VANQWISH) yang

menunjukkan bahwa tidak ada perbaikan hasil akhir atas strategi tindakan invasif dini

bila dilakukan secara rutin, dibandingkan dengan pendekatan selektif.

Namun hal tersebut bertolak belakang dengan uji klinis acak berikutnya

(FRISC II, TACTICS-TIMI 18, dan RTA 3) yang menunjukkan manfaat atas

penggunaan stent yang disertai glikoprotein IIb/IIIa inhibitor. Ketiga penelitian

tersebut menunjukkan bahwa strategi invasif dini (percutaneous coronary

intervention atau coronary artery bypass) memberikan hasil akhir yang lebih baik

dari pada terapi non-invasif. TACTIC-TIMMI 18 juga menunjukkan manfaat yang

lebih besar atas pengobatan invasif dini terhadap pasien risiko tinggi, yang

ditunjukkan dengan adanya peningkatan konsentrasi troponin T plasma, sementara

pada pasien dengan risiko rendah memiliki hasil akhir yang sama antara tindakan

invasif dini dibandingkan dengan terapi non-invasif. 9

2.4.2 Identifikasi pasien risiko tinggi

Identifikasi pasien dengan risiko tinggi terhadap kematian, infark miokard,

dan iskemia berulang yang perlu diberikan terapi antirombotik agresif dan angiografi

koroner segera. Diagnosis awal dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit,

elektrokardiografi, dan peningkatan konsentrasi marker biokimia. Informasi yang

sama juga digunakan untuk menilai risiko efek samping yang muncul.9

6

Page 7: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

2.4.3 Skor risiko TIMI (Thrombolysis In Myocardial Infarction)

Usaha untuk membuat model formulasi faktor-faktor klinis lebih mudah

digunakan. Antman dan kawan-kawan telah mengidentifikasi tujuh faktor risiko

prognostik bebas atas kematian awal dan infark miokard.

Pasien dengan skor risiko TIMI ≥ 3 akan mendapat manfaat yang signifikan

atas terapi invasif dini, semantara skor < 2 tidak akan bermanfaat. Oleh karena itu,

pasien dengan skor risiko TIMI > 3 sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan

angiografi segera (idealnya dalam 24 jam), dengan melihat revaskularisasi melalui

percutaneous intervention atau operasi pintas. Sebagai tambahan, pasien dengan

peningkatan marker troponin, elevasi ST segmen, atau hemodinamik yang tidak stabil

sebaiknya juga segera menjalani angiografi.1,9,10

Tujuh variabel skor risiko TIMI :

Usia > 65 tahun

> 3 faktor risiko untuk penyakit arteri koroner

> 50% stenosis koroner pada agiografi

Perubahan ST segmen > 0,5 mm

Peningkatan konsentrasi serum marker kardiak

Penggunaan aspirin pada 7 hari sebelum kejadian

Skor < 2 , risiko rendah; skor > 2 risiko tinggi.

7

Page 8: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Gambar 3. Pintas manajeman pasien dengan angina pektoris tidak stabil atau non-

elevasi segmen ST infark miokard 4

2.5 Terapi Antitrombosit

2.5.1 Aspirin

Dibandingkan dengan plasebo, aspirin mengurangi setengah kejadian

komplikasi vaskuler pada pasien dengan angina tidak stabil (kematian

kardiovaskuler, infark miokard yang tidak fatal dan stroke yang tidak fatal), dan

mengurangi sepertiga kejadian infark miokard akut.1

2.5.2 Kombinasi terapi aspirin dan clopidrogel

2.5.2.1 Sindrom koroner akut non-elevasi segmen ST

Pada uji klinis clopidogrel in unstable angina to prevent recurrent events

(CURE), kombinasi aspirin (300 mg awal dan 75-150 mg harian) disertai clopidrogel

8

Page 9: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

(300 mg awal dan 75 mg harian) lebih efektif dibandingkan aspirin saja. Kombinasi

terapi lebih jauh menurunkan 2,1% absolute risk reduce (20% relative risk reduce)

atas kombinasi hasil akhir terhadap kejadian kematian kardiovaskuler, stroke atau

infark miokard pada pasien risiko tinggi (elektrokardiografi menunjukkan bukti

iskemik atau peningkatan marker jantung) pada non-ST elevasi sindrom koroner akut.

Manfaat tersebut terlihat pada 24 jam terapi dan utamanya karena reduksi infark

miokard atau iskemik yang berkurang.1

2.5.2.2 Sindrom koroner akut elevasi segmen ST

Penelitian CLARITY-TIMI 28 (clopidogrel 300 mg dilanjutkan 75 mg per

hari) dan COMMIT/CCS (clopidogrel 75 mg per hari) menunjukkan peningkatan

patensi (terbukanya lumen) pada arteri yang berhubungan dengan infark miokard dan

mengurangi mortalitas bila terapi aspirin kombinasi clopidogrel dibandingkan

terhadap aspirin saja. Reduksi atas angka kematian, reinfark atau stroke (9% relative

risk reduce) didapatkan tanpa adanya peningkatan perdarahan mayor. 1

2.5.3 Glikoprotein IIB/IIIA antagonis reseptor.

2.5.3.1 Sindrom koroner akut non-elevasi segmen ST

Pasien risiko tinggi dengan non-ST elevasi sindom koroner akut sebaiknya

diberikan glikoprotein IIb/IIIa antagonis reseptor, terutama bila pasien sedang

menjalani percutaneous coronary intervention (PCI).

2.5.3.2 Sindrom koroner akut elevasi segmen ST

Hanya sedikit manfaat yang didapatkan bila glikoprotein IIb/IIIa antagonis

reseptor diberikan pada kelompok pasien ini. Sedikit sekali mengurangi kejadian

reinfark, terjadinya peningkatan perdarahan mayor dan tidak ada perbedaan pada

angka mortalitas.1,4

9

Page 10: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

2.5.4 Terapi Antikoagulan

2.5.4.1 Unfractionated Heparin

Pada pasien dengan dengan sindrom koroner akut non elevasi segmen ST,

pemberian unfractionated heparin dalam 48 jam mengurangi angka kematian

maupun infark miokard. Sementara pada pasien dengan sindrom koroner akut elevasi

segmen ST, bila disertai pemberian aspirin dan fibrinolitik, unfractionated heparin

mengurangi angka kejadian reinfark.1,2,4

2.5.4.2 Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

2.5.4.2.1 Sindrom koroner akut non-elevasi segmen ST

Chocrane telah mengulas tujuh randomised controlled trials (RCT) atas

penggunaan LMWH dibandingkan dengan unfractionated heparin untuk mengurangi

infark miokard dan kejadian prosedur revaskulariasi koroner. Kejadian mortalitas

dan perdarahan mayor ternyata tidak berbeda. Penggunaan LMWH setelah rawat inap

lebih dari delapan hari ternyata tidak bermanfaat. Bila disertai dengan penggunaan

glikoprotein IIb/IIIa reseptor antagonis, efektifitas LWMH tidak lebih baik

dibandingkan unfractionated heparin, tetapi komplikasi perdarahan lebih sedikit.

2.5.4.2.2 Sindrom koroner akut elevasi segmen ST

RCT yang membandingkan LMWH dengan UFH pada sindrom koroner akut

elevasi segmen ST, menunjukkan bahwa LMWH lebih menguntungkan, menurunkan

angka infark miokard, dan rekuren iskemia. Namun terapi diatas tidak menurunkan

insidens mortalitas, sehingga dikembangkanlah antikoagulan direct thrombin

inhibitor.4

2.5.4.3 Direct Thrombin Inhibitor

Suatu metaanalisis dari 11 uji acak menunjukkan superioritas direct thrombin

inhibitor dibandingkan dengan UFH pada pasien sindrom koroner akut. Terjadi 20 %

relative risk reduce atas reinfark dalam tujuh hari, dan terperlihara pada 30 hingga

10

Page 11: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

180 hari. Meskipun tidak didapatkan perbedaan pada angka mortalitas. Dibandingkan

dengan UFH, maka direct thrombin inhibitor tidak memiliki risiko perdarahan mayor,

kecuali pada pasien sindrom koroner akut elevasi segmen ST yang disertai dengan

pemberian trombolisis, terjadi 30% relative risk reduce reinfark selama empat hari

yang diimbangi dengan peningkatan 32% risiko relatif atas perdarahan moderat.1,11

2.5.5 Terapi Fibrinolitik

Penggunaan fibrinolitik streptokinase, anistreplase, dan tissue plasminogen

activator menurunkan angka kematian dibandingkan dengan plasebo. Namun terapi

tersebut bermanfaat pada pasien dengan sindrom koroner akut elevasi segmen ST,

dan tidak berbeda bermakna pada pasien dengan sindrom koroner akut non-elevasi

segmen ST maupun angina pektoris tidak stabil.1,4

11

Page 12: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

BAB III

ANTIKOAGULAN

Antikoagulan merupakan substansi yang dapat mencegah pembekuan darah.

Kelompok antikoagulan digunakan sebagai terapi medis gangguan trombosis,

transfusi darah, dialisis ginjal serta mencegah pembekuan dalam tabung pemeriksaan

darah. 12

3.1 Coumarin (Antagonis vitamin K)

Merupakan antagonis vitamin K oral. Preparat yang tersedia adalah warfarin,

acenocoumarol. Diperlukan waktu 48 hingga 72 jam hingga efek antikoagulannya

bekerja. Sering kali disertai dengan pemberian heparin bila diperlukan efek

antikoagulan yang cepat. Antikoagulan ini digunakan untuk terapi pasien dengan

deep vein thrombosis (DVT), emboli paru, atrial fibrilasi, dan katup jantung prostetik

mekanis.

3.1.1 Mekanisme aksi

Warfarin menghambat sintesis faktor pembekuan yang tergantung vitamin K

yaitu faktor II, VII, IX dan X, serta regulasi protein C dan protein S. Prekursor faktor

pembekuan ini memerlukan karboksilasi residu asam glutamat agar faktor pembekuan

terikat pada permukaan fosfolipid endotel pembuluh darah. Enzim yang digunakan

untuk karboksilasi asam glutamat adalah gamma-glutamyl carboxyalase. Reaksi

karboksilasi akan terjadi bila enzim karboksilase dapat mengubah bentuk reduksi

vitamin K (vitamin K hydroquinone) menjadi vitamin K epoxide. Vitamin K epoxide

diubah kembali menjadi vitamin K dan vitamin K hydroquinone oleh enzim vitamin

K epoxide reduktase (VKOR).

Warfarin menghambat epoxide reduktase (khususnya subunit (VKORC1),

sehingga menghilangkan kemampuan vitamin K dan vitamin K hydroquinone dalam

12

Page 13: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

jaringan, yang menghambat aktifitas karboksilasi glutamil karboksilase. Bila ini

terjadi, faktor pembekuan tidak dapat lagi meng-karboksilasi residu asam glutamat,

dan tidak dapat terikat pada permukaan endotel pembuluh darah, sehingga menjadi

tidak aktif. Faktor pembekuan yang aktif, yang telah diproduksi sebelumnya akan

mengalami degradasi (dalam beberapa hari) dan digantikan oleh faktor pembekuan

yang tidak aktif, sehingga efek antikoagulan menjadi nyata.13

Protein C dan protein S juga bergantung pada aktifitas vitamin K, sehingga

warfarin juga menyebabkan penurunan kadar protein C dan protein S. penurunan

kadar protein S akan menyebabkan penurunan aktifitas protein C (yang berfungsi

sebagai kofaktor) sehingga mengurangi degradasi faktor Va dan faktor VIIIa. Efek

antitrombosis tidak akan tampak hingga terjadi pengurangan yang signifikan atas

faktor II yang terjadi beberapa hari kemudian. Sehingga, untuk mendapatkan efek

antikoagulan yang cepat, perlu ditambahkan heparin.14

3.2 Heparin

Heparin, yang juga di kenal sebagai unfractionated heparin (UFH),

merupakan glikosaminoglikan sulfat tinggi, yang digunakan sebagai antikoagulan

injeksi. Meskipun digunakan sebagai antikoagulan utama dalam pengobatan, peranan

fisiologis di dalam tubuh masih belum jelas, karena antikoagulan darah yang diterima

kebanyakan berupa derivat proteoglikan heparin sulfat dari sel endotel.15 Heparin

biasanya disimpan dalam granula sekretori sel mast dan hanya dilepaskan ke

pembuluh darah yang mengalami cedera. Telah diusulkan bahwa heparin memiliki

kegunaan utama selain sebagai antikoagulan, yaitu sebagai mekanisme pertahanan

terhadap invasi bakteri atau material asing.

3.2.1 Mekanisme Kerja

Heparin dan derivat low molecular weight heparin (enoxaparin, dalteparin,

tinzaparin) efektif untuk mencegah deep vein thromboses dan emboli pulmonal pada

pasien yang berisiko,16 namun tidak ada bukti bahwa salah satu terapi lebih efektif

13

Page 14: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

dari pada yang lain dalam mencegah mortalitas. Heparin terikat pada enzim inhibitor

antitrombin III yang menyebabkan antitrombin III menjadi aktif. Aktifasi antitrombin

III kemudian menginaktifasi trombin dan protesase lain yang terlibat dalam

pembekuan darah, terutama faktor Xa. Kecepatan inaktifasi protease oleh antitrombin

III dapat meningkat hingga 1000 kali karena ikatan heparin.17

Perubahan antitrombin III karena ikatan dengan heparin akan menginhibisi

faktor Xa. Untuk menghambat trombin, maka trombin juga harus mengikat polimer

heparin pada situs proximal pentasakarida. Terbentuknya komplek antara antitrombin

III, trombin dan heparin menyebabkan inaktifasi trombin. Untuk alasan tersebut,

aktivitas heparin melawan trombin tergantung dengan ukurannya, ternary complex

memerlukan sedikitnya 18 unit sakarida untuk formasi yang efesien. Sementara

aktifitas anti faktor Xa hanya memerlukan satu ikatan.

Hal tersebut mengarahkan dikembangkannya low molecular weight heparin

(LMWH), serta fondaparinux sebagai antikoagulan. Target terapi LMWH dan

fondaparinux berupa anti faktor Xa dari pada anti-trombin (IIa). Fondaparinux

merupakan pentasakarida sintetik, yang memiliki struktur yang nyaris identik dengan

rangkaian pentasakarida (dapat ditemukan pada polimer heparin dan heparin sulfat)

yang terikat pada antritrombin III.

LMWH dan fondaparinux mengurangi risiko osteoporosis dan heparin

induced thrombocytopenia (HIT). Tidak diperlukan monitoring activated partial

thromboplastin time (aPTT), karena aPTT tidak sensitif terhadap perubahan faktor

Xa. Sementara efek heparin diukur dengan activated thromboplastin time (aPTT).17

3.3 Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

Heparin merupakan polisakarida dengan panjang rantai dan berat molekul

yang bervariasi. Berat molekul unfractionated heparin antara 5000 hingga 40.000

dalton. Berbeda dengan LMWH, yang terdiri dari polisakarida rantai pendek dan

berat molekul yang ringan. LMWH didefinisikan sebagai garam heparin dengan berat

14

Page 15: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

molekul rata-rata kurang dari 5000 dalton, dan didapatkan dengan cara fraksinasi atau

depolimerisasi heparin.18

3.3.1 Aktifitas anti faktor Xa

Efek LMWH tidak dapat diukur dengan menggunakan tes partial

thromboplastin time (PTT) atau activated clotting time (ACT). Terapi LMWH

dimonitor dengan menggunakan anti-factor Xa assay, mengukur aktifitas antifaktor

Xa. Sementara aktifitas antifaktor Xa relatif tidak berpengaruh pada heparin dengan

molekul yang berat dan karenanya kurang terpengaruh oleh efek potent antagonis

heparin yang dapat dilepaskan oleh trombosit. Metodelogi pemeriksaan anti-faktor

Xa adalah memeriksa sejumlah residu faktor Xa dengan menambahkan substrat

kromogenik yang menyerupai substrat alami faktor Xa, membuat residu faktor Xa

dipecahkan, melepaskan senyawa berwarna yang dapat dideteksi oleh

spektrofotometer. LMWH memiliki rasio anti-faktor Xa terhadap anti-trombin

sebesar lebih dari 1,5.18

LMWH memiliki perbedaan dengan unfrationated heparin berupa:

Berat molekul rata-rata : unfractionated heparin 15 kDa dan LMWH 4,5 kDa

Tidak memerlukan monitor parameter koagulasi aPTT

Risiko perdarahan yang lebih kecil

Risiko osteoporosis yang lebih kecil pada penggunaan jangka panjang

Efek antikoagulan pada unfractionated heparin dapat reversibel dengan

protamin sulfat, namun pada LMWH efek protemin sulfat terbatas.

Efek yang kurang terhadap trombin dibandingkan heparin

3.4 Direct thrombin inhibitor (DTI)

15

Page 16: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Antikoagulan lainnya adalah direct thrombin inhibitor. Termasuk dalam

kelompok ini adalah lepirudin, bivalirudin, argatroban dan dabigatran. Suatu oral

direct thrombin inhibitor, ximelagatran telah ditolak oleh Food and Drug

Administration (FDA) pada september 2004 dan ditarik dari pasaran pada Februari

2006 atas laporan adanya gangguan fungsi hati yang berat. Pada november 2010,

Dabigatran oral telah disetujui oleh FDA untuk terapi pada pasien dengan atrial

fibrilasi.11, 19

3.5 Antikoagulan lainnya

Digunakan dalam instrumen laboratorium, tabung tes, kantung transfusi.

Kebanyakan bekerja dengan mengikat ion kalsium, mencegah pembekuan darah.

Yang tersedia adalah, ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), sitrat, dan oxalat.

3.6 Indikasi terapi

Antikoagulan digunakan sebagai terapi pada pasien dengan atrial fibrilasi,

emboli pulmonal, deep vein thrombosis (DVT), venous thromboembolism (VTE),

stroke, infark miokard dan hiperkoagubilitas didapat atau genetik.12

BAB IV

16

Page 17: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

DIRECT THROMBIN INHIBITOR

Terapi antikoagulan untuk klinis dimulai sejak keberhasilan isolasi

glikosaminoglikan sulfat dari hati anjing, yang disebut dengan heparin, oleh Howell

tahun 1923 dan digunakan untuk pengobatan emboli trombus tahun 1939. Kemudian,

bishidroksikoumarin dinyatakan sebagai antagonis vitamin K, dan diakui memiliki

potensi sebagai terapi oral pada penyakit tromboemboli. Pengakuan tersebut memicu

pengembangan struktur antagonis lainnya untuk kepentingan klinis. Manfaat dari

preparat tersebut kemudian digunakan sebagai profilaksis tindakan bedah dan

nonbedah. Obat-obat tersebut secara umum memiliki efek samping yang bervariasi,

interaksi antar obat yang kompleks dan multipel, dan tidak memadai sebagai

profilaksis. Isu dan masalah tersebut mengarahkan pencarian obat yang lebih efektif,

kurang toksik, dan target yang lebih baik.20

4.1 Struktur

Ada dua kelompok direct thrombin inhibitor : inhibitor divalent dan inhibitor

monovalen. Divalent inhibitor mengikat substrate recognition site (exosite 1) dan

catalytic site trombin. Monovalen inhibitor hanya mengikat catalytic site.

Termasuk dalam kelompok bivalen inhibitor adalah desirudin, lepirudin, dan

bivalirudin (bentuk rekombinan ekstrak hirudin lintah). Kelompok monovalen

inhibitor adalah argratoban, ximelagatran, dan melagatran.3,11

4.1.1 Kelompok 1: Desirudin, Lepirudin, dan Bivalirudin

Desirudin dan lepirudin rekombinan terdiri dari 65 asam amino polipeptida

yang berbeda dari hirudin melalui sulfasi C-terminal tyrosin dan melalui perubahan

isoleusin menjadi leusin. Ukuran 7 kDa. Bagian terminal amino dari bentuk

polipeptida globuler mengikat catalytic site trombin, sementara terminal carboxy dua

belas mengurangi pembentukan dan perluasan interaksi dengan mengikat exosite 1

17

Page 18: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

fibrinogen. Ikatan peptida dengan trombin bersifat irreversibel dan menghambat

pemecahan fibrinogen menjadi fibrin. Ikatan pada substat tersebut memerlukan akses

exosite 1, karenanya peptida-peptida tersebut tidak menghambat trombin yang telah

terikat dengan fibrinogen.

Bivalirudin merupakan derivat 20 asam amino hirudin. Amino terminal terdiri

dari rangkaian situs inhibitor aktif, D-Phe-Pro-Arg, yang terhubung dengan rantai

tetra-glisin yang fleksibel dengan dua belas asam amino dari carboxy terminal hirudin

yang terikat pada exosite 1. Ikatan Pro-Arg- peptida dapat dipecah secara lambat oleh

catalytic site trombin, oleh karenanya fungsi bivalirudin dapat menghambat secara

reversibel dan memiliki waktu paruh yang pendek (20 hingga 30 menit). 3,11

4.1.2 Kelompok 2 : Argatroban, Dabigatran, Ximelagatran, dan Melagatran

Merupakan inhibitor monovalen yang memiliki ikatan reversibel dan afinitas

yang tinggi terhadap trombin. Kelompok ini merupakan molekul sintetis kecil yang

merupakan turunan modifikasi N-tosyl-L-arginine methyl ester. Suatu struktur kristal

kompleks antara trombin dan argatroban menunjukkan bahwa ikatan inhibitor pada

kantung hidrofobik dalam catalytic site trombin. Ximelagatran merupakan pro-drug

dan bentuk metabolit aktifnya berupa peptidomietik sintetis kecil yang menyerupai

rangkaian D-Phe-Pro-Arg tripeptide bivalirudin.

Dabigatran etexilate mesilate merupakan prodrug yang menjadi senyawa aktif

setelah dimetabolisme dihati menjadi dabigatran. Dabigaran juga memiliki

reversibilitas dan afinitas yang tinggi terhadap inhibisi trombin. Dabigatran tidak

memerlukan monitoring rutin koagulan, tidak memerlukan titrasi dosis, efek

antikoagulan yang konsisten dan dapat diprediksi, mula kerja yang cepat, tidak

diperlukan pembatasan diet makanan serta tidak memiliki interaksi antar obat. 11,21,22

4.2 Mekanisme Kerja

18

Page 19: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Setelah pembuluh darah mengalami jejas, faktor jaringan terpapar pada

permukaan endotelium yang rusak. Interaksi faktor jaringan dengan plasma faktor VII

mengaktifkan kaskade koagulasi, menghasilkan trombin melalui tahapan aktifasi seri

proenzim. Aktifasi faktor V, VIII, dan XI, akan membentuk trombin lebih banyak

lagi dan menstimulasi trombosit. Trombin merupakan sentral dari proses pembekuan.

Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Lebih lanjut, aktifasi faktor XIII, akan

membentuk anyaman ikatan fibrin, menstabilkan bekuan. Kaskade koagulasi

diregulasi oleh antikoagulan alamiah, sistem protein C dan protein S, dan

antitrombin, yang akan membantu membatasi pembentukan plak hemostasis pada

tempat jejas.20,22

Gambar 5. Target Intervensi kaskade koagulasi 11,22

4.3 Perbedaan dengan Heparin

Heparin bekerja dengan mengikat dan mengkatalisis aktifitas antitrombin.

Kompleks heparin-antitrombin akhirnya menghambat aktifitas faktor Xa dan IIa

(trombin). Sebagai tambahan, UFH menghambat trombin dengan cara mengikat

antitrombin secara simultan dan menjaga kelangsungan kedua molekul tersebut.

19

D T I

Page 20: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Heparin tidak dapat menghambat trombin yang telah terikat dengan fibrin, dan

trombin yang terikat dengan fibrin degradation products (FDS). Heparin yang terikat

pada sel endotel dan plasma protein akan membatasi avaibilitasnya untuk berikteraksi

dengan antitrombin sehingga mengurangi efek potensial antikoagulan dari heparin.

Sementara rantai LMWH tidak cukup panjang untuk menjembatani trombin ke

antitrombin, sehingga kondisi tersebut menyebabkan faktor Xa lebih banyak

dihambat dari pada inhibisi trombin.22,23

Obat penghambat trombin dapat memblokade aksi trombin dengan ikatan

pada tiga tempat: active site, catalytic site, dan dua exosite. Exosite 1 merupakan

tempat ikatan fibrin, dengan demikian peptida yang sesuai akan terikat pada active

site. Exosite 2 sebagai tempat ikatan heparin. Trombin oleh low molecul weight

heparins (LMWH) diikat secara tidak langsung. LMWH mengkatalisis fungsi

antitrombin. Suatu kompleks heparin-trombin-antitrombin terbentuk bila heparin

beserta antitrombin mengikat secara terus-menerus pada exosite 2 trombin.

Selanjutnya, heparin menjadi jembatan antara trombin dan fibrin dengan mengikat

fibrin dan exosite 2. Karena kedua trombin exosite digunakan oleh kompleks fibrin-

heparin-trombin, aktifitas enzimatik trombin diproteksi dari inaktifasi oleh komplek

heparin-antitrombin. Maka dari itu, heparin memiliki kemampuan reduksi dan

inhibisi ikatan fibrin-trombin, yang tampak mengganggu, karena trombin yang aktif

dapat memicu terjadinya pembentukan trombus.22

Direct thrombin inhibitor dapat bereaksi tanpa terikat dengan antitrombin.

Direct thrombin inhibitor dapat menghambat ikatan trombin terhadap fibrin atau

fibrin degeneration products (FDP). Direct thrombin inhibitor bivalen memblokade

trombin pada active site dan exosite 1, sementara direct thrombin inhibitor

monovalen hanya mengikat active site. Termasuk dalam kelompok direct thrombin

inhibitor bivalen adalah hirudin, bivalirudin, lepirudin dan desirudin. Sementara

kelompok direct thrombin inhibitor monovalen adalah argatroban, dabigatran,

melagatran dan ximelagatran. Hirudin alamiah dan rekombinant (lepirudin dan

desirudin) membentuk suatu kompleks irreversibel stochiometric 1:1 pada trombin.

20

Page 21: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Hirudin sintetik (bivalirudin) dengan cara yang sama mengikat active site dan exosite

1, tetapi saat terikat, bivalirudin tersebut dipecah oleh trombin, sehingga fungsi active

site trombin mengalami restorasi. Karena itu, bivalirudin menghasilkan inhibisi

trombin sementara.11,22

Dengan berinteraksi hanya pada active site, direct thrombin inhibitor

uinvalent menginaktifasi ikatan fibrin trombin. Argatroban dan melagatran

memisahkan fibrin dari trombin, meninggalkan enzim trombin aktif dalam jumlah

sedikit untuk interaksi hemostasis. Dengan mengurangi aktifasi trombosit yang

dimediasi oleh trombin, direct thrombin inhibitor juga memiliki efek antitrombosit.

Karena direct thrombin inhibitor tidak terikat dengan protein plasma, maka direct

thrombin inhibitor akan menghasilkan respon yang dapat diprediksi dari pada

unfractionated heparin.22

Gambar 6. Tiga tempat ikatan pada molekul trombin 22

21

Page 22: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Gambar 7. Mekanisme aksi direct thrombin inhibitor dibandingkan dengan heparin.11

Keterangan gambar : Tanpa heparin, kecepatan inaktifasi trombin oleh antitrombin relatif rendah, namun setelah perubahan conformational change yang diinduksi oleh heparin, antitrombin terikat irreversibel dan menghambat active site trombin. Oleh karena itu, aktifitas antikoagulan heparin berasal dari kemampuannya untuk menghasilkan komplek heparin-trombin-antitrombin. Aktifitas direct thrombin inhibitor lebih independen, tidak memerlukan antitrombin dan berikteraksi langsung dengan molekul trombin. Meskipun direct thrombin inhibitor bivalen menigkat exosite 1 dan active site secara simultan, direct thrombin inhibitor univalen berikteraksi hanya pada active site. Pada kadar yang rendah, kompleks heparin-antirombin tidak dapat mengikat trombin yang terikat fibrin, sementara direct thrombin inhibitor dapat mengikat dan menghambat aktifitas trombin tidak hanya pada trombin yang larut namun juga pada trombin yang terikat fibrin pada bekuan darah.11

22

Page 23: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

BAB V

PERAN DIRECT THROMBIN INHIBITOR

PADA SINDROM KORONER AKUT

Beberapa direct thrombin inhibitor, seperti hirudin, bivalirudin, ximelagatran,

melagatran, dan dabigatran, baik sendiri maupun kombinasi, telah menjalani evaluasi

yang luas pada penelitian fase 3 terhadap pencegahan dan pengobatan trombosis

arteri dan vena. Food and drug administration (FDA) telah menyetujui empat direct

thrombin inhibitor parenteral. Hirudin dan argatroban untuk pengobatan heparin-

induced thrombocytopenia (HIT), bivalirudin sebagai alternatif terhadap heparin pada

percutaneous coronary intervention (PCI), dan desirudin sebagai profilaksis

tromboemboli pada operasi tulang pinggul. Pada tahun 2010, FDA menyetujui

dabigatran sebagai terapi atrial fibrilasi.11, 22, 23

5.1 Sindrom Koroner Akut dengan atau tanpa Percutaneous Coronary

Intervention

Pasien dengan sindroma koroner akut (infark miokard akut, baik dengan atau

tanpa ST-segmen elevasi, dan unstable angina) tetap berisiko terhadap terjadinya

iskemik miokard yang berulang, sehingga diperlukan terapi dengan aspirin,

clopidogrel, dan heparin.1,2

Peran direct thrombin inhibitor pada manajemen sindrom koroner akut telah

diulas pada penelitian meta analisis Direct Thrombin Inhibitor Trialists Collaborative

Group. Telah dikumpulkan sebelas uji acak, dengan jumlah 35.970 pasien yang telah

menyetujui menggunakan direct thrombin inhibitor atau unfractionated heparin dari

24 jam hingga 7 hari kemudian, dan pasien dipantau setidaknya selama 30 hari.

Dibandingkan dengan heparin, direct thrombin inhibitor dapat mengurangi insiden

kematian dan miokard infark pada akhir pengobatan dan tiga puluh hari. Perbedaan

yang bermakna terutama pada reduksi infark miokard, sementara insiden kematian

23

Page 24: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

perbedaannya tidak bermakna. Analisis berdasarkan bahan obat menyatakan bahwa

hirudin dan bivalirudin memberikan manfaat yang sama, terjadi sedikit peningkatan

yang tidak bermakna atas insiden kematian dan infark miokard. Perdarahan yang

serius lebih sering terjadi pada hirudin dibandingkan dengan heparin namun jarang

sekali pada bivalirudin dan inhibitor univalen.11,24,25,26

Gambar 4. Patofisilogi heparin induced thrombocytopenia (HIT)27

Keterangan : Patogenesis HIT: Heparin terikat pada platelet faktor 4 (PF4), yang mengekspos neoepitop PF4 dan memicu terbentuknya antibodi (1). Terbentuk kompleks imun heparin-PF4-IgG (2), dan IgG pda kompleks multimolekuler memicu aktifasi trombosit via ikatan pada Fc reseptor (3). Aktifasi trombosit melepaskan PF4 tambahan (4a) dan mikropartikel protrombotik trombosit (4b), yang akan memperkuat reaksi koagulasi. Risiko trombosis lebih jauh ditingkatkan oleh ikatan dari PF4 terhadap heparin-like molecules pada EC, berkontribusi terhadap antibodi yang dimediasi oleh cedera endotel.Singkatan : HIT, heparin induced thrombocytopenia; PF4, platelet factor 4; EC, endothelial cells.

24

Page 25: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Pada tahun 2001 telah didapatkan data penelitian klinis acak pada sindrom

koroner akut. Pada penelitian tersebut, dilakukan penelitian pada pasien dengan

infark miokard elevasi segmen ST yang telah menerima bivalirudin atau

unfractionated heparin yang dikombinasikan dengan streptokinase. Tidak didapatkan

perbedaan yang bermakna dalam observasi selama tiga puluh hari terhadap angka

kematian dari kedua kelompok perlakuan, meskipun bivalirudin menunjukkan

manfaat pada kejadian reinfark dalam 96 jam. Selain itu, hasil meta analisis

menunjukkan bahwa perdarahan yang serius tidak lebih rendah pada bivalirudin.11

Telah banyak penilaian yang dilakukan atas peranan direct thrombin inhibitor

pada sindrom koroner akut. Dalam ulasan penelitian meta analisis dan Hirulog and

Early Reperfusion or Occlusion 2 (HERO-2), direct thrombin inhibitor telah

dibandingkan dengan unfractionated heparin. Namun demikian, sejumlah analisis

memperkirakan bahwa low molecul weight heparin mungkin lebih superior

dibandingkan dengan unfractionated heparin pada pasien dengan unstable angina

dan infark miokard. Lebih lanjut, terapi agresif dengan antiplatelet telah menjadi

standar pengobatan pada sindrom korener akut, sementara peranan direct thrombin

inhibitor yang dikombinasikan dengan aspirin dan clopidogrel, serta inhibitor

glikoprotein IIb/IIIa belum ditegakkan.

Hirudin bukanlah pilihan terapi yang menarik bagi pasien dengan sindrom

koroner akut, karena observasi selanjutnya menunjukkan peningkatan perdarahan,

serta biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan unfractionated heparin.

Bivalirudin juga tidak lebih aman atau lebih bermanfaat dibandinkan unfractionated

heparin dan tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan penyakit tersebut.11

5.2 Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Pasien yang menjalani percutaneous coronary Intervention (PCI) tidak

mendapatkan manfaat klinis yang signifikan bila diberikan hirudin dan bivalirudin

dibandingkan dengan unfractionated heparin. Tetapi kejadian perdarahan yang serius

lebih sedikit pada hirudin dan bivalirudin dibandingakan unfractionated heparin.11

25

Page 26: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Bivalirudin telah dibandingkan dengan heparin selama prosedur angioplasti

pada post infark miokard dan unstable angina. Penilaian atas kejadian kematian,

infark miokard, dan revaskularisasi pada 7 dan 90 hari, lebih sedikit pada bivalirudin,

terutama diperlihatkan dari kebutuhan akan tindakan revaskularisasi. Pada hari ke 90,

perdarahan serius bekurang secara signifikan pada grup bivalirudin (3,7 persen vs 9,3

persen).25,26,28

Dalam penelitian Randomized Evaluation in Percutaneous Coronary

Intervention Linking Angiomax to Reduced Clinical Events 2 (REPLACE-2), pasien

yang menjalani PCI elektif atau segera, secara acak menerima unfractionated heparin

plus inhibitor glikoprotein IIb/IIIa atau menerima bivalirudin dan ditambahkan

inhibitor glikoprotein IIb/IIIa hanya bila terjadi komplikasi selama prosedur tindakan.

Hasil gabungan penilaian manfaat dan keamanan mengenai angka kematian, infark

miokard, pengulangan revaskularisasi urgensi, dan perdarahan serius ternyata

tidaklah bermakna antara kedua grup. Namun, penggunaan bivalirudin berhubungan

dengan kejadian perdarahan serius yang lebih rendah. Hanya 7,2 persen yang

menerima bivalirudin diberikan tambahan inhibitor GPIIb/IIIa, sehingga biaya

pengobatan menjadi lebih lendah. Disimpulkan bahwa bivalirudin tampaknya lebih

aman dibandingkan heparin pada pasien yang mejalani prosedur PCI.25 ,26,28

5.3 Terapi Jangka Panjang Sindrom Koroner Akut

Pada pasien sindrom koroner akut, pemberian aspirin telah mengurangi risiko

relatif kejadian iskemik sebanyak 23 persen. Kemudian penambahan antagonis

vitamin K mengurangi komplikasi kardiovaskuler, namun memerlukan biaya yang

lebih mahal. Terapi jangka panjang dengan low molecular weight heparin tidak

menunjukkan manfaat tambahan dari pada pemberian dengan aspirin saja. Peranan

direct thrombin inhibitor pada profilaksis jangka panjang pada pasien yang juga

menggunakan aspirin, telah diteliti pada Efficacy and Safety of the Oral Direct

Thrombin Inhibitor Ximelagatran in Patients with Recent Myocardial Damage

(ESTEEM). Empat dosis oral Ximelagatran telah dibandingkan dengan plasebo pada

26

Page 27: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

pasien dengan infark miokard. Ximelagatran secara bermakna telah mengurangi

insiden mortalitas, infark miokard nonfatal, dan iskemia berat yang berulang selama

periode enam bulan pengobatan dibandingkan dengan plasebo. Penggunaan

ximelagatran tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian perdarahan yang lebih

serius dibandingkan dengan penggunaan aspirin saja, namun risiko total perdarahan

menjadi lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan dosis. Peningkatan alanin

aminotransferase tiga kali lipat atau lebih dari limit normal terjadi pada 11 persen

pasien yang diterapi dengan ximelagatran dibandingkan 2 persen pasien yang

menerima plasebo. Namun tahun 2004, obat ini tidak disetujui oleh FDA, karena efek

samping pada gangguan fungsi hati dan telah ditarik di pasaran pada tahun 2006.11,27,29

Sediaan oral lainnya adalah dabigatran. Preparat ini telah disetujui di Eropa,

Kanada dan Jepang pada tahun 2008 sebagai profilaksis dan terapi venous

thromboembolism pada pasien pasca operasi total penggantian lutut dan pinggul.

Agen ini akhirnya disetujui oleh FDA Amerika Serikat pada tahun 2010 sebagai

terapi atrial fibrilasi.19,30,

BAB VI

27

Page 28: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

EFEK SAMPING DIRECT THROMBIN INHIBITOR

PADA SINDROM KORONER AKUT

Terdapat sejumlah efek samping penggunaan antikoagulan pada sindrom

koroner akut. Efek samping yang paling berbahaya adalah perdarahan mayor.

Perdarahan mayor (major bleeding) adalah:22,32

- Terjadinya perdarahan yang nyata secara klinis

- Memerlukan transfusi darah > 2 unit packed red cell atau whole blood

- Terjadi penurunan haemoglobin 2 g/dl

6.1 Dabigatran

Dispepsia dan gastritis (35% dibandingkan dengan warfarin 24%) bukan

perdarahan major (16,6% dibandingkan warfarin 18,4%), perdarahan mayor (3,3%

dibandingkan warfarin 3,6%), peningkatan alanin aminotransferase (ALT) > 3 kali

batas normal (3%), perdarahan intrakranial (0,3% dibandingkan warfarin 0,8%),

hipersensitif, termasuk urtikaria, pruritus, ruam (<0,1%) 31,32

6.2 Argatroban

Perdarahan gastrointestinal (14%), hematuria (12%), penurunan hemoglobin

dan hematokrit (10%), perdarahan mayor (5,3%) 33

6.3 Ximelagatran

Peningkatan alanin aminotransferase (ALT) > 3 kali batas normal (6-12%),

perdarahan mayor (0,9% dibandingkan warfarin 0,5%), perdarahan mayor dan minor

(5,1% dibandingkan warfarin 4,1%)34,35

6.4 Bivalirudin

28

Page 29: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Perdarahan mayor, nyeri punggung (42%), sakit kepala (12%), hipotensi

(12%), hipertensi, bradikardi, mual, muntah dispepsia , insomnia (<5%)36

6.5 Lepirudin

Perdarahan mayor (19,5%), perdarahan pada tempat injeksi (14%), anemia

(12%), hematom (11%), perdarahan (<11%), hematuria (7%), abnormalitas fungsi

hati (5%), pneumonia (5%).37

6.6 Desirudin

Perdarahan mayor dan minor (30%), anemia (3%), tromboflebitis (2%), mual

(2%), reaksi alergi (2%). Kurang dari 1% ; perdarahan mayor, hipotensi, edem

tungkai, demam, hematuria, sakit kepala, epistaksis, muntah, hematemesis.38

BAB VII

29

Page 30: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

MONITORING DIRECT THROMBIN INHIBITOR

7.1 Rentang terapi dan monitoring

Rekombinan hirudin perlu dimonitor dengan menggunakan activated partial

thromboplastin time (aPTT). Lepirudin dimonitor sejak empat jam setelah terapi

inisial dan tiap perubahan dosis dan setiap hari berikutnya. Target aPTT adalah 1,5

hingga 2,5 kali rata-rata nilai referensi. Di sisi lain, desirudin hanya perlu dimonitor

bila pasein memiliki insufisiensi renal atau adanya peningkatan risiko perdarahan.

Bila perlu, aPTT harus diperiksa setiap hari. Namun demikian, aPTT bukanlah

monitor yang ideal untuk hirudin pada tingkat dosis yang tinggi, karena tidak ada

hubungan linier terhadap peningkatan respon dosis. Pada saat diperlukan dosis tinggi

seperti operasi bypass kardiopulmonal, respon aPTT tetap datar sehinga perlu

digunakan ecarin clotting time (ECT) untuk memonitor terapi dengan hirudin.

Bivalirudin dapat dimonitor dengan activated clotting time (ACT). Namun,

hanya perlu dimonitor pada pasien dengan insufisiensi renal atau risiko perdarahan

yang meningkat.

Argatroban sebaiknya dimonitor dengan aPTT atau ACT. Nilai aPTT harus

diukur setiap dua jam sejak terapi inisial hingga rentang terapi mencapai 1,5 hingga 3

kali nilai dasar aPTT didapatkan.

Untungnya melagatran, ximelagatran, serta dabigatran memiliki respon

antikoagulan yang dapat diprediksi sehingga tidak memerlukan monitor pada

kebanyakan pasien. Nilai aPTT tidak memiliki korelasi terhadap manfaat dan risiko

perdarahan. 3,22,30

Tabel 1. Direct Thrombin Inhibitor3

30

Page 31: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

Direct Thrombin Inhibitor

Pemberian Waktu Paruh Klirens Dosis Monitor

Argatroban Intravena 39-51 menit Hepar HIT 2 ug/kg/mntPCT pada HIT -

Monitor aPTT setiap dua jam hingga nilai aPTT 1,5-3 kali.

Bivalirudin Intravena 20-30 menit 80% metabolit plasma, 20% renal

0,75 mg/kg BB bolus, disertai infus 1,75 mg/kg/jam selama PTCA atau PCI

Pasien dengan gangguan ginjal dimonitor dengan activated clotting time (ACT). ACT >300 detik menunjukkan antikoagulan adekuat

Lepirudin Intravena 60 menit Renal. 0,15 mg/kg/jam Target aPTT 1,5 – 2,5.

Ximelagran

Melagatran

Oral

Subkutan

1,5-4 jam Renal Ximelagtran 24 mg, dua kali sehari

Tidak rutin diperlukan

Dabigatran Oral 12-17 jam Hepar 150 mg, dua kali sehari

Tidak rutin diperlukan

BAB VIII

31

Page 32: Direct Trombin Inhibitor LAST AKHIR

SIMPULAN

Penatalaksanaan dini pada pasien dengan sindrom koroner akut ditentukan

oleh adanya perubahan khas pada elektrokardiografi, berupa ada atau tidak adanya

segmen ST elevasi. Dalam hal tidak adanya peningkatan segmen ST (non-ST segmen

elevation acute coronary syndrome), penatalaksanaan pasien akan diawali dengan

penanganan tanpa terapi reperfusi emergensi.

Salah satu terapi yang diberikan pada pasien dengan sindroma koroner akut

adalah pemberian antikoagulan. Heparin telah lama digunakan dalam prosedur

penatalaksanaan sindrom koroner akut. Sejumlah keterbatasan pada obat tersebut

mendorong pengembangan lebih lanjut untuk mendapatkan obat yang lebih baik.

Direct thrombin inhibitor merupakan antikoagulan dengan target spesifik

pada trombin. Direct thrombin inhibitor memiliki efek antikoagulan yang dapat

diprediksi dengan variabilitas individu yang kecil, tidak berinteraksi langsung dengan

protein plasma dan tidak memerlukan antitrombin sebagai kofaktor. Penggunaan

preparat ini menjanjikan keamanan dan kemudahan dalam terapi pada pasien dengan

sindrom koroner akut.

32