Upload
evafy
View
167
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Prak Mikling
Citation preview
PERCOBAAN 13
DISINFEKTAN DAN ANTISEPTIK
BAGIAN A : EVALUASI EFEKTIVITAS ALKOHOL SEBAGAI ANTISEPTIK
I. TUJUAN
1. Mengetahui peran alkohol sebagai antiseptik.
2. Mengatahui kefektifan alkohol dalam mematikan bakteri.
II. PRINSIP
Alkohol 70% biasa digunakan untuk disinfektan kulit. Pada percobaan ini akan diketahui
keefektifan alkohol sebagai antiseptik dengan membandingkan biakan bakteri pada tangan
yang di swab dengan alkohol maupun yang tidak.
III. TEORI DASAR
Antiseptik dan disinfektan adalah senyawa kimia yang digunakan untuk mencegah
kontaminan dan infeksi. Saat ini telah banyak jenis disinfektan dan antiseptik yang telah
diperjualbelikan dengan bebas. Antiseptik dan disinfektan merupakan metode kimia untuk
mengontrol pertumbuhan mikroorganisme. Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan
pada jaringan hidup yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bentuk vegetatif
mikroba sedangkan disinfektan adalah senyawa kimia yang membunuh atau menghambat
pertumbuhan bentuk vegetatif mikroba pada material tidak hidup.
Antiseptik adalah substansi kimia yang dipakai pada kulit atau selaput lendir untuk
mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dipakai pada kulit atau selaput lendir untuk
mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan menghalangi atau merusaknya. Sedangkan
disinfektan pada dasarnya sama, namun istilah ini disediakan untuk digunakan pada benda-
benda mati. Beberapa antiseptik merupakan germisida, yaitu mampu membunuh mikroba da
nada pula yang hanya mencegah atau menunda pertumbuhan mikroba tersebut. Antibakterial
adalah antiseptik yang hanya dapat dipakai melawan bakteri.
Alkohol adalah antiseptik yang kuat. Alkohol membunuh kuman dengan cara
menggumpalkan protein dalam selnya. Kuman dari jenis bakteri, jamur, protozoa dan virus
dapat terbunuh oleh alkohol. Alkohol (yang biasanya dicampur yodium) sangat umum
digunakan oleh dokter untuk mensterilkan kulit sebelum dan sesudah pemberian suntikan
dan tindakan medis lain. Alkohol kurang cocok untuk diterapkan pada luka terbuka karena
menimbulkan rasa terbakar.
Efektivitas antiseptik dalam membunuh mikroorganisme bergantung pada beberapa
faktor, misalnya konsentrasi dan lama paparan. Konsentrasi mempengaruhi adsorpsi atau
penyerapan komponen antiseptik. Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat
fungsi biokimia membran bakteri, namun tidak akan membunuh bakteri tersebut. Ketika
konsentrasi antiseptik tersebut tinggi, komponen antiseptik akan berpenetrasi ke dalam sel dan
mengganggu fungsi normal seluler secara luas, termasuk menghambat biosintesis (pembuatan)
makromolekul dan persipitasi protein intraseluler dan asam nukleat (DNA atau RNA}. Lama
paparan antiseptik dengan banyaknya kerusakan pada sel mikroorganisme berbanding lurus.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Antiseptik).
Efisiensi semua desinfektan dan antiseptic dipengaruhi oleh beberapa factor yang
bervariasi seperti :
a. Konsentrasi
b. Lama pajanan/paparan
c. Tipe atau jenis mikroba
d. Kondisi lingkungan : PH, temperature, habitat
Jenis alkohol yang digunakan sebagai antiseptik adalah etanol (60-90%), propanol (60-
70%), dan isopropanol (70-80%) atau campuran dari ketiganya. Metil alkohol (metanol)
tidak boleh digunakan sebagai antiseptik karena dalam kadar rendah pun dapat menyebabkan
gangguan saraf dan masalah penglihatan. Metanol banyak digunakan untuk keperluan industri.
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan
1. Cawan petri
2. Swab
1. Agar nutrisi
2. Alkohol 70%
V. HASIL PENGAMATAN
Tabel 13A.1 Hasil Pengamatan Percobaan 13A
No Gambar Hasil Pengamatan
1.
Gambar 13A1.1 Kondisi awal cawan petri
setelah dilakukan percobaan
Tanggal Pengamatan:
5 Maret 2015
Keterangan :
Belum adanya perubahan yang
terlihat pada cawan petri setelah
diinokulasikan.
Gambar 12.1.2 Kondisi cawan petri setelah
diinkubasi selama 1 hari pada suhu 37oC
Tanggal Pengamatan :
6 Maret 2015
Keterangan :
Pada cawan petri terlihat adanya
sedikit pertumbuhan bakteri
ditandai dengan adanya bintik
kecil berwarna putih di bagian C
(tangan kanan belum dicuci)
dan beberapa bintik kecil putih
di bagian A (tangan kiri belum
dicuci)
VI. ANALISIS
Tahapan untuk melakukan percobaan ini cukup sederhana. Alat dan bahan yang
diperlukan hanyalah cawan petri berisi agar nutrisi sebagai media bakteri untuk dapat
tumbuh, dan swab steril berfungsi untuk mengoleskan alkohol pada jari tangan serta
alkohol 70% sebagai antiseptik. Percobaan ini diawali dengan membagi cawan petri
menjadi 4 region dan beri label nama A B C D. Lalu, menempelkan jempol kiri yang
belum dicuci pada region A, lalu langsung menempelkan jari tersebut setelah
ditempelkan pada region A pada region B. Untuk region C ercobaan dilakukan dengan
menggunakan jempol tangan kanan. Setelah itu, dimulai dengan menempelkan jari
tangan kanan pada region C, sebelum menempelkan jari tangan kanan pada region D,
swab terlebih dahulu dengan alkohol 70% lalu biarkan alkohol tersebut kering. Setelah
kering lalu tempelkan pada region terakhir, yaitu region D. Bakteri akan mengalami
pertumbuhan setelah diinkubasi 1 hari pada suhu 37oC.
Setelah diinkubasi selama 1 hari, tampak pada cawan petri bakteri yang tumbuh di
region A (jempol kiri belum dicuci) dan region C (jempol kanan belum dicuci).
Perumbuhan bakteri di region A lebih banyak namun berukuran lebih kecil daripada di
region C. Pada region C hanya tumbuh 1 bakteri berwarna putih dengan ukuran yang
lebih besar daripada bakteri di region A. Hal ini dapat dikarenakan tangan kiri lebih
banyak melakukan hal – hal yang kotor dibandingkan dengan tangan kanan.
Sedangkan pada region B dan D tidak ada pertumbuhan bakteri sama sekali. Pada
region B hal ini disebabkan karena bakteri yang terdapat pada jempol tangan kiri sudah
tereduksi karena menempel pada cawan petri region A, sehingga saat jari ditempelkan
pada region B hanya ada sedikit bakteri yang masih menempel atau bahkan sudah tidak
ada. Kemungkinan lainnya adalah jempol kiri sebelumnya tidak terlalu banyak
menyentuh benda sehingga bakteri yang menempel pada jempol kiri sangatlah sedikit.
Tidak adanya bakteri yang tumbuh pada region D menunjukkan kerja dari alkohol 70%
yang dioleskan sebelum ditempelkan pada region D. Alkohol bersifat antiseptik yang
dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup.
Alkohol 70% ternyata efektif dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan
bakteri pada percobaan ini. Keefektifan alkohol 70% dapat dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu
konsentrasi dan lama nya memberi paparan pada jempol bagian kanan. Berdasarkan hasil
percobaan tidak adanya bakteri yang tumbuh pada region D (jempol kanan setelah diberi
alkohol) menandakan konsentrasi alkohol 70% sudah cukup tinggi untuk dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, keefektifan alkohol
disebabkaan saat mengolesi alkohol pada jempol kanan dengan swab dilakukan secara
merata dan dalam waktu yang lama. Sehingga komponen aseptik sudah berpenetrasi
secara sempurna pada jempol kanan dan tidak menghasilkan perumbuhan bakteri pada
refion D.
VII. KESIMPULAN
1. Alkohol berperan sebagai antiseptik karena terbukti membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri pada region D,
2. Keefektifan alkohol dipengaruhi oleh dua hal pada percobaan ini, yaitu konsentrasi
dan lamanya paparan terhadap jempol tangan kanan. Konsentrasi alkohol 70% sudah
cukup ampuh dalam menghambat bakteri, lamanya pengolesan alkohol dilakukan
dapat berpengaruh pada komponen antiseptik pada alkohol untuk berpenetrasi.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Pelczar, Michael J.Jr dan E.Cs Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Penerbit
Universitas Indonesia : Jakarta.
T. Madigan, Michael. 2009. Brock Biology of Microorganisms: Twelfth Edition. United
States: Pearson Benjamin Cummings
(Halaman: 789-790)
BAGIAN B. EVALUASI ANTISEPTIK DENGAN METODE KEPINGAN KERTAS
I. TUJUAN
1. Mengetahui efektivitas suatu antiseptik
2. Mengetahui daya disinfeksi suatu antiseptik dan membandingkannya.
II. PRINSIP
Dalam percobaan B kali ini akan diuji beberapa jenis antiseptic dengan mencelupkan
kepingan kertas pada larutan antiseptic. Larutan antiseptic yang digunakan adalah fenol,
formaldehid dan iodine. Antiseptic merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk
mencegah kontaminasi dan infeksi, antiseptic ini bersifat bakteriostatik.
III. TEORI DASAR
Antiseptik merupakan agen bakteriosiatik, yaitu penghambat multiplikasi mikroba
tanpa membunuhnya. Namun dengan kontak yang lama, sifat bakteriosiatik menjadi
bakerisida. Dalam praktikum kali ini akan diuji beberapa jenis antiseptic dengan metode
kepingan kertas pada larutan antiseptik. Antiseptik terutama digunakan untuk mencegah
dan mengobati infeksi pada luka. Sediaan antiseptik dapat digunakan untuk mengobati
luka memar, luka iris, luka lecet dan luka bakar ringan. Penerapan antiseptik pada luka
mungkin perlu diikuti tindakan lain seperti pembersihan dan penutupan luka dengan
pembalut agar tetap bersih dan terjaga.
Formaldehida merupakan disinfektan yang bersifat karsinogenik pada konsentrasi
tinggi namun tidak korosif terhadap metal, dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit,
dan pernapasan. Senyawa ini memiliki daya inaktivasi mikroba dengan spektrum luas.
Formaldehida juga dapat terinaktivasi oleh senyawa organik[.
Formalin merupakan suatu larutan tersaturasi dari formaldehid, air, dan zat lainnya
terutama mentanol. Dalam bentuk umum, formalin terdiri dari 37% formaldehid, 6-13%
metanol dan selebihnya air. Formaldehid berguna sebagai desinfektan yaitu sebagai
bakterisida/germisida (zat yang membunuh bakteri/germ). Air berguna sebagai pelarut
formaldehid. Dan methanol berguna untuk menstabilisasi formaldehid.
Tidak seperti antibakteri dan zat germisidal yang meracuni bakteri dan sel germ, maka
formaldehid membunuh sel dengan cara membuat jaringan dan sel bakteri menjadi
dehidrasi dan mengganti cairan sel normal dengan zat seperti gel yang kaku (hal ini
menggambarkan koagulasi formaldehid). Jaringan dan sel bakteri terdiri dari
protoplasma. Penambahan formaldehid ke dalam jaringan akan memompa protoplasma
keluar dan menghancurkan sel. Untuk keperluan membalsem, tentulah keadaan ini
merupakan keadaan yang sempurna dimana formaldehid tidak hanya akan mensterilkan
jaringan tetapi juga mengganti kelembaban jaringan dengan gel yang kaku sehingga akan
menjaga bentuknya.
Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam membunuh kuman. Pada
konsentrasi rendah, daya bunuhnya disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein
secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel dengan menurunkan tegangan
permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol dijadikan standar
pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu disinfektan.
Iodin merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air dalam skala kecil.
Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk mendesinfeksi 1 liter air jernih.
Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan sebagai disinfektan adalah iodofor.
Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang cukup panjang, aktif mematikan hampir
semua sel bakteri, namun tidak aktif mematikan spora, nonkorosif, dan mudah
terdispersi. Kelemahan iodofor diantaranya aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7
(netral) dan lebih dan mahal. Iodofor tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari
49 °C.
IV. ALAT DAN BAHAN
V. HASIL PENGAMATAN
Tabel 13B. 1 Hasil pengamatan dengan biakan bakteri Bacillus cereus dan desinfektan
Formaldehide 5%
Alat Bahan
1. Cawan petri
2. Kepingan kertas
3. Pinset
4. Pembakar bunsen
1. Agar nutrisi
2. Larutan antiseptik (Fenol 5%,
Formaldehid 5%, Iodine 5%)
3. Kultur biakan bakteri, Bacillus cereus,
E.coli.
Jenis Bakteri
dan Jenis
Antiseptik
Gambar Hasil Pengamatan
Bakteri : Bacillus
cereus
Desinfektan :
Formaldehide
Gambar 13B.1.1 Kondisi awal
Tanggal Pengamatan:
5 Maret 2015
Keterangan :
Kondisi pada hari pertama.
tampak hanya kertas
rendaman formaldehide di
tengah tengah cawan
Sumber : Pengamatan
Kelompok 9
Tabel 13B. 2 Hasil pengamatan dengan biakan bakteri Bacillus cereus dan desinfektan Iodine
5%
Jenis Bakteri
dan Jenis
Antiseptik
Gambar Hasil Pengamatan
Bakteri : Bacillus
cereus
Desinfektan :
Iodine
Gambar 13B.2.1 Kondisi awal
Tanggal Pengamatan:
5 Maret 2015
Keterangan :
Kondisi pada hari pertama.
tampak hanya kertas
rendaman iodine yang
berwarna merah kehitam-
hitaman di tengah cawan.
Sumber : Pengamatan
Kelompok 9
Gambar 13B.1.2 Kondisi setelah
diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC
Tanggal Pengamatan:
6 Maret 2015
Keterangan :
Bakteri terlihat berwarna
putih, terdapat di pinggir
cawan petri, radius ±1,5
cm dari kepingan kertas.
Sumber : Pengamatan
Kelompok 8
Gambar 13B.2.2 Kondisi setelah
diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC
Tanggal Pengamatan:
6 Maret 2015
Keterangan :
Pada daerah yang diberi
iodin, tidak terlihat adanya
koloni bakteri.
Sumber : Pengamatan
Kelompok 9
Tabel 13B. 3 Hasil pengamatan dengan biakan bakteri Bacillus cereus dan desinfektan Fenol
5%
Jenis Bakteri
dan Jenis
Antiseptik
Gambar Hasil Pengamatan
Bakteri : Bacillus
cereus
Desinfektan:
Fenol
Gambar 13B.2.1 Kondisi awal
Tanggal Pengamatan:
5 Maret 2015
Keterangan :
Kondisi pada hari pertama.
tampak hanya kertas
rendaman fenol di tengah
tengah cawan
Sumber : Pengamatan
Kelompok 9
Gambar 13B.2.2 Kondisi setelah
diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC
Tanggal Pengamatan:
6 Maret 2015
Keterangan :
Bakteri terlihat berwarna
putih, terdapat di
sepanjang area
formaldehide pada
pinggiran cawan petri,
merat radius ±0,7 cm dari
kepingan kertas.
Sumber : Pengamatan
Kelompok 9
Tabel 13B. 4 Hasil pengamatan dengan biakan bakteri E.coli dan desinfektan Iodine 5%
Jenis Bakteri
dan Antiseptik Gambar Hasil Pengamatan
Bakteri : E. coli
Desinfektan :
Iodine
Gambar 13B.4.1 Kondisi awal
Tanggal Pengamatan :
5 Maret 2015
Keterangan :
Kondisi pada hari pertama.
tampak hanya kertas
rendaman iodine yang
berwarna merah kehitam-
hitaman di tengah cawan.
Sumber : Pengamatan
kelompok 12
Gambar 13B.4.2 Kondisi setelah
diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC
Tanggal Pengamatan :
6 Maret 2015
Keterangan :
Tampak garis zigzag yang
terputus di tengah cawan.
Bagian tengah terdapat bekas
kertas rendaman iodine yang
berubah menjadi warna
putih. Di sekeliling kertas
tersebut tampak lingkaran
yang tidak muncul garis
putih.
Sumber : Pengamatan
kelompok 12
Tabel 13B. 5 Hasil pengamatan dengan biakan bakteri E.coli dan desinfektan Fenol 5%
Jenis Bakteri
dan Jenis
Antiseptik
Gambar Hasil Pengamatan
Bakteri : E. coli
Desinfektan :
Fenol
Gambar 13B.5.1 Kondisi awal
Tanggal Pengamatan :
5 Maret 2015
Keterangan :
Kertas yang dibasahi dengan
fenol ditaruh di tengah cawan
petri di atas goresan bakteri E.
coli.
Sumber : Pengamatan
Kelompok 14
Gambar 13B.5.2 Kondisi akhir setelah
diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC
Tanggal Pengamatan:
6 Maret 2015
Keterangan :
Radius ±0.8 cm dari kertas
yang direndam fenol steril dari
bakteri
Sumber : Pengamatan
Kelompok 14
Tabel 13B.6 Hasil pengamatan dengan biakan bakteri E.coli dan desinfektan Formaldehide 5%
Jenis Bakteri
dan Jenis
Antiseptik
Gambar Hasil Pengamatan
Bakteri : E. coli
Desinfektan :
Formaldehide
Gambar 13.6.1 Kondisi Awal
Tanggal Pengamatan:
5 Maret 2015
Keterangan :
Tidak terlihat ada perubahan
pada cawan petri setelah
diinokulasi.
Sumber : Pengamatan
Kelompok 15
Gambar 13B.6.2 Kondisi Akhir
diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC
Tanggal Pengamatan:
6 Maret 2015
Keterangan :
Terlihat pertumbuhan bakteri
ditandai dengan warna putih,
namun tidak terlihat pada
sekitar keping kertas.
Sumber : Pengamatan
Kelompok 15
VI. ANALISIS
Tahapan percobaan diawali dengan menginokulasi bakteri secara aseptik pada cawan
petri yang berisi agar nutrisi. Sebelum dan sesudah mengambil biakan bakteri dari agar
miring, swab dan mulut tabung perlu dibakar untuk menghindari terkontaminasinya alat
alat tersebut oleh mikroorganisme lain. Setelah itu, rendam kepingan kertas berbentuk
bulat ke dalam jenis – jenis desinfektan yang tersedia dengan menggunakan pinset. Taruh
rendama kertas pada bagian tengah – tengah cawan petri. Pertumbuhan bakteri dapat
terlihat setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 hari.
Pada percobaan 13 bagian B ini seharusnya kelompok kami mengerjakan percobaan
dengan menggunakan biakan bakteri Bacillus dan desinfektan formaldehide 5%. Namun,
pada saat praktikum tidak tersedia cukup cawan petri di laboratorium sehingga kami tidak
mengerjakan percobaan ini. Data di hasil pengamatan merupakan data dari kelompok
lain. Pada tabel hasil pengamatan, bakteri Bacillus yang tumbuh di region desinfektan
formal dehide lebih sedikit dibandingan dengan bakteri Bacillus yang tumbuh di region
fenol. Bakteri tumbuh sedikit di bagian pinggiran cawan petri region formal, sedangkan
bakteri tumbuh merata di sekitar pinggiran cawan petri region fenol. Pada region Iodine
bahkan tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri sama sekali.
Berdasarkan pertumbuhan bakteri dan zona bening yang terdapat pada region fenol
dan formal dapat diakibatkan oleh beberapa hal. Formaldehid mempunyai sifat daya
inaktivasi mikroba dengan spectrum yang kuat. Ditambah lagi, formaldehid mampu
membasmi hampir semua jenis bakteri. Sehingga zona bening yang terbentuk pada
region formal lebih terbentuk dibandingkan dengan desinfektan fenol dan iodine.
Sedangkan pada fenol dan iodine tidak terbentuk jelas zona bening yang menandakan
fenol dan iodine tidak berkerja secara optimal. Berdasarkan literatur, didapat bahwa
ternyata iodine dan fenol akan bekerja dengan baik jika keduanya terdapat di dalam air.
Selain itu, karakteristik bakteri berpengaruh pula pada percobaan ini. Berdasarkan
literatur, B. cereus merupakan gram positif. Gram positif memiliki dinding sel yang lebih
tebal dibandingkan gram negative, sehingga disinfektan mudah masuk ke dalam sel dan
menghancurkannya. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui, bahwa faktor utama
yang menentukan bagaimana disinfektan bekerja adalah kadar dan suhu disinfektan,
waktu yang diberikan kepada disinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe mikroorganisme
yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi. Mekanisme kerja disinfektan mungkin
berbeda-beda dari satu disinfektan ke yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh
kerusakan pada membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas
yang berakibat kematian atau mutasi.
VII. KESIMPULAN
1. Fenol, formaldehide dan iodine belum cukup efektif dalam membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini dikarenakan masih terlihat adanya
pertumbuhan bakteri
2. Berdasarkan hasil percobaan, formaldehide terlihat paling jelas membentuk zona
bening. Sedangkan formal dan iodine tidak bekerja secara optimal dalam membentuk
zona bening.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Pelczar, Michael J.Jr dan E.Cs Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Penerbit
Universitas Indonesia : Jakarta.
T. Madigan, Michael. 2009. Brock Biology of Microorganisms: Twelfth Edition. United
States: Pearson Benjamin Cummings (Halaman: 789-790)
BAGIAN C. EFEKTIVITAS CUCI TANGAN DENGAN SABUN
I. TUJUAN
1. Mengetahui efektivitas mencuci tangan dengan sabun atau handsinitizer
II. PRINSIP
Sabun merupakan salah satu media cuci yang mengandung disinfektan. Pada
percobaan ini kita akan mengetahui seberapa jauh kemampuan sabtun sebgai disinfektan.
III. TEORI DASAR
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena
sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama
pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara
efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara
berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau
membersihkan. Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari
asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan
alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses
yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan
gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang
dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari
minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun.
IV. ALAT DAN BAHAN
V. HASIL PENGAMATAN
Alat Bahan
1. Cawan petri berisi
agat nutrisi
1. Beberapa janis sabun atau handsanitizer
Tabel 13C.1 Hasil Pengamatan dengan jenis Handsinitizer Carex
Jenis
Handsanitizer Gambar Hasil Pengamatan
Handsanitizer :
Carex
Gambar 13C.1 Kondisi awal
Tanggal Pengamatan :
5 Maret 2015
Keterangan :
Bagian A adalah tangan yang
tidak dicuci dan bagian B
adalah tangan yang
menggunakan disinfektan
carex. Pada hari pertama
tidak ada perbedaan pada
keduanya
Sumber : Pengamatan
Kelompok 12
2
Gambar 13C.1.2 Kondisi akhir setelah
diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC
Tanggal Pengamatan :
6 Maret 2015
Keterangan :
Ada perubahan berupa
adanya uap air di tutup
cawan.
Tampak pada bagian A ada 5-
6 bintik-bintik putih dengan
3 bintik yang berukuran
besar.
Gambar 13C.1.3 Kondisi akhir setelah
diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC
Sedangkan pada bagian B
terdapat juga bintik-bintik
putih kecil sekitar 3-4.
Ukuran bintik di bagian B
lebih kecil dan halus
dibanding bagian A.
Sumber : Pengamatan
Kelompok 12
Tabel 13C.1 Hasil Pengamatan dengan jenis Handsinitizer Dettol
Jenis Hand
sinitizer Gambar Haasil Pengamatan
Handsanitizer :
Dettol
Gambar 13C.2.1 Kondisi awal
Tangga Pengamatan:
5 Maret 2015
Keterangan :
Jejak sidik jari terdapat di
agar
Gambar 13C.1.2 Kondisi akhir setelah
diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC
Tanggal Pengamatan :
6 Maret 2015
Bagian A (jempol kanan
tanpa dicuci Dettol): tampak
koloni berwarna putih
(bentuk v di bagian tengah)
-Bagian B (jempol kanan
dicuci Dettol): tampak koloni
menyebar kecil-kecil dan satu
koloni besar yang agak
terpisah.
Sumber : Pengamatan
Kelompok 14
VI. ANALISIS
Tahapan percobaan pada percobaan ini sangat singkat. Setelah cawan petri yang berisi
agar nutrisi dipisah menjadi 2 region, yaitu region A dan B. Tempelkan jempol ke region
A lalu tangan diberi handsinitizer dan jempol ditempelkan kembali pada region B.
Pertmbuhan bakteri dapat diamati setelah 1 hari inkubasi pada suhu 37oC.
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat perbedaan pada region A dan region B di cawan
petri baik percobaan yang menggunakan handinitizer Carex ataupun hand sinitizer
Dettol. Pada cawan petri yang menggunakan Carex, region B masih terlihat adanya
pertumbuhan bakteri namun ukuran semakin kecil dan jumlahnya semakin sedikit.
Begitu pula cawan petri yang menggunakan Dettol. Masih adanya pertumbuhan bakteri
pada region B setelah pemberian hand sinitizer tersebut pada tangan. Hal ini dapat
disebabkan penggunaan hand sinitizer terlalu sedikit dan pemakaiannya kurang
menyeluruh dan kurang lama.
Berdasarkan literatur memang cara kerja Hand sanitizer adalah membunuh kuman
pada saat kontak dengan permukaan kulit, kemudian menguap dan pembunuhan kuman
berhenti. Proses ini berlangsung selama kurang lebih 10 detik. Kemungkinan waktu yang
kurang lama pada saat pemakaian dimana hand sanitizer belum menguap menyeluruh
menyebabkan kuman pertumbuhan kuman belum dihambat benar, sehingga masih ada
bakteri di permukaan tangan. Namun, tetap saja terlihat perbedaan saat sebelum
menggunakan handsinitizer dan sesudah memakai handsinitizer walaupun tidak
signifikan perbedaannya.
VII. KESIMPULAN
1. Hand sinitizer tidak terlalu efektif dalam membunuh kuman. Hal ini disimpulkan
berdasarkan hasil pengamatan masih adanya bakteri yang tumbuh pada region B,
region setelah tangan memakai hand sintizer.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
http://www.kalbe.co.id/product-28-handy-clean-jelly.html.(diakses pada 19 Maret 2015
pukul 22.00 WIB)
Pelczar, Michael J.Jr dan E.Cs Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Penerbit
Universitas Indonesia : Jakarta.
T. Madigan, Michael. 2009. Brock Biology of Microorganisms: Twelfth Edition. United
States: Pearson Benjamin Cummings (Halaman: 789-790)