Upload
muhammad-yusuf-arrozhi
View
58
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
Diskusi kasus
STOMATITIS
oleh :
Shita Ganestya
G0006156
KEPANITERAAN KLINIK SMF / LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
1
2
2012
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stomatitis Aphtous Reccurent atau yang di kalangan awam disebut sariawan
adalah luka yang terbatas pada jaringan lunak rongga mulut. Istilah recurrent
digunakan karena memang lesi ini biasanya hilang timbul. Luka ini bukan infeksi,
dan biasanya timbul soliter atau di beberapa bagian di rongga mulut seperti pipi, di
sekitar bibir, lidah, atau mungkin juga terjadi di tenggorokan dan langit-langit
mulut.
B. Penyebab
Hingga kini, penyebab dari sariawan belum dipastikan, tetapi ada faktor-
faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetusnya. Beberapa di antaranya
adalah:
- Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi
yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan
jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah
- Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi.
- Stress
- Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa
menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan
terhadap iritasi
- Gangguan autoimun / kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita
memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya sendiri.
- Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang
mengiritasi jaringan lunak
- Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena hipersensitivitas
terhadap rangsangan antigenik tertentu terutama makanan.
3
Ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR adalah
keturunan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang
tuanya menderita SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga.
C. Gejala
Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1-2 hari di
daerah yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di
rongga mulut. Sariawan dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di jaringan
mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari, luka seperti
melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih di tengahnya, dibatasi
dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan rasa yang
tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran
saliva (air liur) menjadi meningkat.
Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi
ulser minor, ulser mayor, dan ulser hepetiform.
- Ulser minor adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter
kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya
bulat, berbatas jelas, dan biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit
kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.
- Ulser mayor biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas
jelas. Tipe ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat
menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
- Ulser herpetiform adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan
lesi berkelompok dan terdiri dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak.
D. Pemeriksaan
Selain pemeriksaan visual, pemeriksaan laboratoris diindikasikan bagi
pasien yang menderita SAR diatas usia 25 tahun dengan tipe mayor yang selalu
hilang timbul, atau bila sariawan tidak kunjung sembuh, atau bila ada gejala dan
keluhan lain yang berkaitan dengan faktor pemicu.
E. Diagnosis banding
4
Lesi SAR bisa sangat mirip dengan manifestasi penyakit lain dan sulit
dibedakan dengan beberapa penyakit tertentu. Untuk membedakannya, ada
beberapa hal yang perlu diketahui di antaranya:
- Jumlah, bentuk, dan ukuran lesi, serta seberapa sering lesi hilang timbul
(rekuren)
- Usia penderita saat pertama kali timbul sariawan
- Perubahan mukosa atau jaringan kutan
- Ada/tidaknya keterlibatan sistem organ atau adanya gejala lain
- Obat-obatan yang sedang dikonsumsi
- Faktor-faktor pada host/penderita, misalnya:
o Genetik
o Defisiensi nutrisi
o Masalah pada sistem imun
o Stress, masalah psikologis atau fisik
F. Patogenesis
Ada beberapa teori yang menyebutkan kaitan SAR dengan mikroba di dalam
mulut seperti Streptococcus, Helicobacter pilori dan herpes virus, namun hingga
kini teori tersebut belum disepakati secara universal.
Faktor utama yang dikaitkan dengan SAR adalah faktor genetik, defisiensi
hematologi, kelainan imunologis, dan faktor lokal seperti trauma pada mulut dan
kebiasaan merokok. Selama 30 tahun terakhir penelitian yang dilakukan
menyiratkan adanya hubungan antara SAR dan limfotoksisitas, antibody-
dependent cell-mediated cytotoxicity, defek pada sel limfosit, dan perubahan
dalam rasio limfosit CD4 terhadap CD8.
Riset yang baru-baru ini dilakukan banyak berpusat pada jaringan sitokin
mukosa. Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa adanya respon imun yang
diperantarai sel secara berlebihan pada pasien SAR, sehingga menyebabkan
5
ulserasi lokal pada mukosa. Selain itu, faktor yang paling banyak
didokumentasikan dalam penelitian adalah faktor herediter.
Dalam satu penelitian yang melibatkan 1303 anak dari 530 keluarga,
didapati adanya kerentanan yang lebih meningkat terhadap SAR pada anak-anak
yang orang tuanya adalah penderita SAR. Pasien yang memiliki orang tua
penderita SAR beresiko hingga 90 % untuk terkena SAR juga, sedangkan pasien
yang orang tuanya tidak pernah terkena SAR hanya beresiko 20 %. Lebih jauh
lagi, human leukocyte antigen (HLA) yang spesifik secara genetik ternyata
teridentifikasi pada pasien SAR, terutama pada kelompok etnis tertentu. Ada juga
penelitian yang mengkaitkan SAR minor dengan faktor genetik yang berkaitan
dengan fungsi imun terutama gen yang mengendalikan pelepasan Interleukin (IL)-
1B dan IL-6.
Defisiensi hematologi terutama serum besi, folat, atau vitamin B12juga
banyak dikaitkan sebagai factor etiologis dari pasien SAR. Salah satu penelitian
melaporkan keadaan klinis yang membaik hingga 75 % pada pasien SAR saat
defisiensi hematologis yang dideritanya terdeteksi dan dilakukan terapi.
Faktor lainnya yang dikaitkan dengan SAR diantaranya adalah kecemasan
dan stress psikologis yang sering terjadi. Perubahan hormon seperti menstruasi,
trauma pada jaringan mukosa seperti sering tergigit secara tidak sengaja, dan
alergi makanan juga dilaporkan sebagai faktor resiko terjadinya SAR.
G. Perawatan
SAR sebetulnya dapat sembuh sendiri, karena sifat dari kondisi ini adalah
self-limiting. Obat-obatan untuk mengatasi SAR diberikan sesuai dengan tingkat
keparahan lesi. Untuk kasus ringan, jenisnya bisa berupa obat salep yang
berfungsi sebagai topical coating agent yang melindungi lesi dari gesekan dalam
rongga mulut saat berfungsi dan melindungi agar tidak berkontak langsung
dengan makanan yang asam atau pedas. Selain itu ada juga salep yang berisi
anestesi topical untuk mengurangi rasa perih. Obat topikal adalah obat yang
diberikan langsung pada daerah yang terkena (bersifat lokal).
6
Pada kasus yang sedang hingga berat, dapat diberikan salep yang
mengandung topikal steroid. Dan pada penderita yang tidak berespon terhadap
obat-obatan topikal dapat diberikan obat-obatan sistemik.
Penggunaan obat kumur chlorhexidine dapat membantu mempercepat
penyembuhan SAR. Namun penggunaan obat ini secara jangka panjang dapat
menyebabkan perubahan warna gigi menjadi kecoklatan.
Obat-obatan tersebut didapat dengan resep dokter. Meskipun penyakit ini
terbilang ringan, ada baiknya bila ditangani oleh dokter gigi spesialis penyakit
mulut.
H. Pengobatan
Sebagian besar sariawan sembuh sendiri, karenanya pengobatan hanya untuk
mengurangi keluhan, kecuali jika ada infeksi sekunder ke jaringan sekitarnya.
Obat-obat yang lazim digunakan, antara lain:
- Analgesik lokal (tablet hisap atau obat kumur), misalnya Benzydamine
(Tanflex, Tantum). Tablet hisap dapat digunakan setiap 3-4 jam (maksimum
12 tablet perhari) hingga sembuh (maksimum 7 hari). Sedangkan obat kumur
digunakan berkumur selama 1 menit, setiap 3 jam hingga sembuh (maksimum
7 hari)
- Anestesi lokal ( cairan atau gel oles), misalnya Lidokain, benzokain, dioleskan
pada sariawan (sering dioleskan karena efek anestesi berlangsung singkat).
- Antiseptik (obat kumur), misalnya iodin povidon (bethadin, septadine,
molexdine), klorheksidin (minosep), heksetidin (bactidol, hexadol).
- Kortikosteroid, misalnya: triamsinolon (ketricin, kenalog in orabase),
dioleskan 2-3 kali sehari sesudah makan (maksimal 5 hari).
I. Pencegahan
- Hindari stress yang berlebihan, dan tingkatkan kualitas tidur minimal 8 jam
sehari. Tidur yang berkualitas bukan hanya dilihat dari lamanya waktu tidur.
Tidur dalam kondisi banyak beban pikiran atau stress dapat menurunkan
kualitas tidur.
7
- Perbaiki pola makan. Pola makan dan diet yang sehat tidak hanya akan
mencegah sariawan namun juga meningkatkan kualitas hidup secara
keseluruhan. Perbanyak sayuran hijau dan buah yang kaya akan asam folat,
vitamin B-12 dan zat besi. Bila sedang menderita SAR, hindari makanan yang
pedas dan asam.
- Jaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut.
8
ILUSTRASI KASUS
I. ANAMNESA
a. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. L
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Nusukan, Surakarta
b. Keluhan Utama : sakit pada bibir sebelah atas
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih 2 hari yang lalu pasien mengeluh sakit pada bibir sebelah
atas. Pasien merasa kesulitan saat memakan sesuatu, pada bibir atas terasa
sangat perih sekali. Demam (-), batuk (-), dan pilek (-).
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat sakit jantung : disangkal
b. Riwayat stroke : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
d. Riwayat batuk lama : disangkal
e. Riwayat sakit liver : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
g. Riwayat mondok : disangkal
9
e. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat minum jamu : disangkal
c. Riwayat minum obat pegal linu : disangkal
d. Riwayat minum minuman keras : disangkal
e. Riwayat olah raga teratur : disangkal
f. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
a. Riwayat sakit gula : disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
c. Riwayat sakit gula : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
f. Riwayat batuk lama : disangkalII. PEMERIKSAAN FISIK
A
.
Keadaan Umum Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda Vital
Status Gizi
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 72 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Heart rate : 72 x/ menit, irama reguler
Frekuensi Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.8 0C
BB=49 kg
TB=155 cm
C
.
Kulit Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-),
ekimosis (-), pucat (-)
D
.
Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban
(-), mudah rontok (-), luka (-)
10
E
.
Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema
palpebra (-/-), strabismus (-/-)
F
.
Telinga Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan
mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
G
.
Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi
penghidu baik
H
.
Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), gigi tanggal (+), bibir
kering (+), pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-),
stomatitis (+), luka pada sudut bibir (-)
I. Leher JVP R+2cm (tidak meningkat), trakea di tengah, simetris,
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi
cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)
J. Thorax Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =
kiri, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan
torakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB
axilla (-/-)
Jantung :
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis teraba di SIC V 1 cm medial linea
medioclavicularis
Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis
dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea
11
medioklavicularis sinistra
Pinggang jantung : SIC II-III parasternalis sinistra
→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi HR : 72 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni,
intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-). Bunyi
jantung I > Bunyi jantung II, di SIC V 1 cm medial linea
medioklavikula sinistra dan SIC IV linea parasternal
sinistra. Bunyi jantung II > Bunyi jantung I di SIC II linea
parasternal dextra et sinistra.
Pulmo :
Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar
(-). Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar,
retraksi intercostal (-)
Palpasi Simetris. Pergerakan dada ka = ki, peranjakan dada ka = ki,
fremitus raba kanan = kiri
Perkusi Sonor / Sonor
Auskultasi Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan
wheezing (-/-), ronchi basah kasar (-/-), ronchi basah halus
basal paru (-/-), krepitasi (-/-)
K
.
Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok
kostovertebra (-),
L
.
Abdomen :
Inspeksi Dinding perut sejajar dari dinding thorak, distended (-),
venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)
Auscultasi Peristaltik (+) normal
Perkusi Timpani, pekak alih (-)
12
Palpasi Supel, nyeri tekan (-). Hepar tidak teraba. Lien tidak teraba.
M Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
N
.
Ekstremitas Kuku pucat (+), spoon nail (-)
Akral dingin Odem
_ _
_ _
_ _
_ _
III.DIAGNOSIS
Stomatitis
IV. PENGOBATAN
1. Nonmedikamentosa
- Hindari stress yang berlebihan, dan tingkatkan kualitas tidur minimal 8
jam sehari.
- Perbaiki pola makan.
- Jaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut.
2. Medikamentosa
R/ Betadine Gargle fl. No. I
S 8 dd gurgle 1 spatio 3 hora
R/ Kenalog in orabase zalf 0,1% tube No. I
S uc
R/ Becefort tab No. X
S 1 dd tab 1
Pro: Nn. L (25 th)
13