Upload
niaaseta
View
35
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dismenorea, psikiatri dan hormon
Citation preview
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk
tindakan seseorang (Maulana, 2009).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pengetahuan terdiri dari :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini adalah
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
Universitas Sumatera Utara
16
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diatikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penelitian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria- kriteria yang
ada.
3. Proses Penyerapan Pengetahuan
a. Kesadaran (Awarennes)
Kesadaran merupakan tahap di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu tentang stimulus (objek).
b. Merasa tertarik (Interest)
Merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek
sudah mulai timbul.
Universitas Sumatera Utara
17
c. Menimbang-nimbang (Evaluation)
Tahap di mana responden menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut terhadap dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
d. Trial
Di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
diketahui oleh stimulus.
e. Adoption
Adoption merupakan tahap di mana subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
(Notoatmodjo, 2003).
B. Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Menurut Stuart (2006) definisi kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak
jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki objek spesifik kecemasan dialami secara
subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal dan berada dalam suatu
rentang.
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara
subyektif dialami dan dikomunikasikan secara intrapersonal. Kecemasan adalah
kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang
tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
(Suliswati, 2005).
Universitas Sumatera Utara
18
Menurut Dalami (2009), kecemasan adalah merupakan respon emosional
terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar
dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
2. Faktor Predisposisi
Stuart (2006) mengemukakan bahwa penyebab kecemasan dapat dipahami
melalui berbagai teori yaitu teori psikoanalitis dimana sigud freud
mengidentifikasikan kecemasan sebagai konflik emosional yang terjdi antara dua
elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan
impuls primitive, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan
oleh norma budaya. Ego dan Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen
yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya.
Teori interpersonal Sullifan menjelaskan bahwa kecemasan timbul dari
perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan
juga berhubungan dengan perkembangan trauma, individu dengan harga diri
rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat (Stuart, 2006).
Teori perilaku meyebutkan kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu karena mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Ahli perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan
yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk meghindari kepedihan.
Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu terbiasa sejak kecil dihadapkan
suatu ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan
selanjutnya. Ahli teori konflik memandang kecemasan sebagai pertentangan antar
dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal
Universitas Sumatera Utara
19
balik antara konflik dan kecemasan yaitu konflik menimbulkan kecemasan, dan
kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya
meningkatkan konflik yang dirasakan (Stuart, 2006).
Kajian keluarga menyebutkan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui
dalam suatu keluarga. Kesemasan juga terkait dengan tugas perkembangan
individu dalam keluarga (Stuart, 2006).
Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine, obat-obat yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama
aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang
berhubungan dengan kecemasan. Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayat
kecemasan pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan.
Kecemasan mungkin disertai oleh gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kemampuan individu untuk mengatasi stressor (Stuart, 2006).
Menurut Stuart (2006) respon terhadap kecemasan meliputi respon fisiologi,
perilaku, kognitif dan efektif yaitu :
a. Respon fisiologi
Gejala somatik/fisik (otot), meliputi : sakit dan nyeri otot-otot, kaku, kedutan
otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil. Gejala sensorik meliputi : tinnitus (telinga
berdengung), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas, perasaan
ditusuk-tusuk. Gejala kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), meliputi :
takikardia (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi
mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang
(berhenti sekejap). Gejala pernafasan : Rasa tertekan di dada, perasaan tercekik,
merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang. Gejala gastrointestinal
Universitas Sumatera Utara
20
meliputi : sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan
sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual,
muntah, buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi), kehilangan
berat badan. Gejala urogenital, meliputi : sering buang air kecil, tidak dapat
menahan kencing, tidak datang bulan (tidak ada haid), masa haid amat pendek,
haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini.
Adapun gejala gejala yang dialami oleh orang yang mengalami kecemasan
adalah (1) ketegangan motorik / alat gerak seperti : gemetar, tegang, nyeri otot,
letih, tidak dapat santai, gelisah, tidak dapat diam, kening berkerut, mudah kaget
(2). Hiperaktifitas saraf autonom (simpatis dan saraf parasimpatis) seperti keringat
berlebihan, jantung berdebar debar, rasa dingin ditelapak tangan dan kaki, mulut
kering, pusing, rasa mual, sering buang air kecil, diare, muka merah / pucat, denyut
nadi dan nafas cepat (3). Rasa khawatir yang berlebihan tentang hal hal yang akan
datang seperti : cemas, takut, khwatir, membayangkan akan datangnya kemalangan
terhadap dirinya (4). Kewaspadaan berlebihan seperti : Perhatian mudah beralih,
sukar konsentrasi, sukar tidur, mudah tersinggung, tidak sabar ( Hawari, 2004).
b. Respon perilaku
Respon kecemasan terhadap perilaku adalah gelisah, ketenangan fisik, tremor,
reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cidera,
menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah,
menghindar, hiperventilasi dan sangat waspada.
c. Respon kognitif
Respon kecemasan pada kognitif adalah perhatian terganggu, konsentrasi
buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir,
Universitas Sumatera Utara
21
lapang persepsi menurun, keativitas menurun, produktifitas menurun, bingung,
sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali,
takut pada gambar visual, takut cidera atau kematian, kilas balik, mimpi buruk.
d. Respon afektif
Respon kecemasan pada afektif adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,
tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa,
rasa bersalah, dan malu. Menurut suliswati (2005) respons afektif klien akan
mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi
emosi terhadap kecemasan.
3. Tingkat Kecemasan
Peplau membagi tingkat kecemasan ada empat (Stuart, 2001) yaitu:
a. Kecemasan ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih
waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera. Dapat
memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
b. Kecemasan sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi
penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan
orang lain.
c. Kecemasan berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail
yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain. Seluruh
Universitas Sumatera Utara
22
perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak
perhatian atau arahan untuk terfokus pada area lain.
d. Kecemasan berat sekali atau panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena
hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan
perintah. Terjadi peningkatan aktifitas motorik, berkurangnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran
rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai disorganisasi
kepribadian.
4. Gejala Klinis Cemas
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami
gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut :
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
c. Takut sendirian, takut keramaian, dan banyak orang.
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan,
gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2004).
Universitas Sumatera Utara
23
C. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere
yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah
bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis
(Widyastuti, 2009).
Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat berbagai
definisi tentang remaja, yaitu:
a. Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan Anak,
remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
b. Menurut Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah
mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
untuk tinggal
c. Menurut UU Perkawinan No,1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja
apabila sudah cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak
perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.
d. Menurut World Health Organization (WHO), remaja bila anak mencapai
umur 10-18 tahun (Soetjiningsih, 2004).
2. Ciri-ciri Perubahan Masa Remaja
a. Perkembangan nonfisik
Masa remaja, menurut ciri perkembangannya dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
Universitas Sumatera Utara
24
1) Masa remaja awal (10-12 tahun), dengan ciri yaitu ingin bebas, lebih
dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak, lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhnya.
2) Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri yaitu mencari identitas
diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas
seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.
3) Masa remaja akhir (16-19 tahun), dengan ciri yaitu mampu berfikir
abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra
jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan
kebebasan diri.
b. Perubahan fisik pada masa remaja
Perubahan yang terjadi yaitu :
1) Pada remaja laki-laki yaitu muncul tanda seks primer yaitu mimpi
basah. Muncul tanda-tanda seks skunder yaitu tumbuhnya jakun, penis
dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, suara
bertambah besar, dada lebih lebar, badan berotot, tumbuh kumis di atas
bibir, jambang dan rambut di sekitar kemaluan dan ketiak.
2) Pada remaja perempuan yaitu muncul tanda seks primer yaitu terjadi
haid yang pertama (menarche). Muncul tanda seks skunder yaitu
pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, tumbuh rambut di
sekitar kemaluan dan ketiak, payudara membesar.
Universitas Sumatera Utara
25
c. Perubahan Kejiwaan
Perubahan kejiwaan yang dialami remaja meliputi :
1) Perubahan emosi yaitu : sensitif (mudah menangis, cemas, tertawa dan
frustasi), mudah bereaksi terhadap rangsangan dari luar, agresif
sehingga mudah berkelahi.
2) Perkembangan inteligensia yaitu : mampu berfikir abstrak dan senang
memberi kritik, ingin mengetahui hal-hal yang baru sehingga muncul
perilaku ingin mencoba hal yang baru (Pinem, 2009).
D. Dismenorhea (Nyeri Haid)
1. Definisi
Dismenorhea adalah nyeri haid menjelang atau selama haid sehingga dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari. Dibagi menjadi dua yaitu :
a. Dismenorhea primer
Dismenorhea primer, dengan mula timbulnya beberapa bulan sampai
beberapa tahun sesudah menarche, terjadi berhubungan dengan siklus
ovulasi.
b. Dismenorhea sekunder
Dismenorhea sekunder disebabkan oleh keadaan patologik pelvik yang
spesifik dan dapat terjadi pada setiap saat selama masa reproduksi pasien
(Moore, 2001).
2. Etiologi
Etiologi dismenorhea berbeda antara dismenorhea primer dengan sekunder
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
26
a. Dismenorhea primer
Diduga disebabkan oleh kontraksi otot rahim atau iskemi, faktor-faktor
psikologis, dan faktor-faktor servikal (Moore, 2001).
b. Dismenorhea sekunder
Disebabkan oleh kelainan ginekologik (Wiknjosastro, 2006).
3. Patofisiologi
Wanita dengan dismenorhea mempunyai peningkatan aktifitas rahim, yang
ditunjukkan sebagai peningkatan tonus istirahat, peningkatan kontraktilitas,
peningkatan frekuensi kontraksi atau kerja yang tak terkoordinasi. Bukti bahwa
prostaglandin terlibat dalam dismenorheaa adalah meyakinkan. Cairan haid dari
wanita dengan dismenorhea mempunyai kadar lebih tinggi daripada kadar
prostaglandin normal (Moore, 2001).
Prostaglandin adalah C20 hidrokarbon dengan cincin siklopentan dan
dihasilkan oleh enzim mikrosom (sintetaseprostaglandin) dari asam arakidonat.
Ketika progesteron disekresi setelah ovulasi, endometrium yang telah mengalami
luteinisasi sanggup mensintesis prostaglandin. Jika ada gangguan keseimbangan
antara prostasiklin, yang menyebabkan vasodilatasi dan relaksasi miometrium,
prostaglandin F2, yang menyebabkan vasokontriksi dan kontraksi miometrium,
dan prostaglandin E2, yang menyebabkan kontraksi miometrium dan vasodilatasi,
sehingga kerja PGF2 lebih menonjol, akan terjadi iskemia miometrium (angina
uterus) dan hiperkontraktilitas uterus. Di samping itu, vasopresin juga berperan
pada dismenorhea. Vasopresin meningkatkan sintesis prostaglandin dan dapat
bekerja pada arteri-arteri uterus secara langsung (Llewellyn, 2001).
Universitas Sumatera Utara
27
4. Tanda-Tanda Klinis
a. Dismenorhea Primer
Ada beberapa tanda klinis yang menunjukkan bahwa seseorang mengalami
dismenorhea primer, yaitu :
1) Terjadi pada usia lebih muda (15-25 tahun) dan frekuensi menurun
sesuai bertambahnya usia dan biasanya berhenti setelah melahirkan.
2) Sering terjadi pada nullipara
3) Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur, permulaan awal 90%
mengalami gejala di dalam 2 tahun menarche.
4) Nyeri timbul beberapa jam mendahului haid dan meningkat pada hari
pertama atau kedua haid.
5) Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spesifik
6) Biasanya nyeri paling kuat terasa pada perut bawah dan menyebar ke
punggung atau paha sebelah dalam
7) Tidak dijumpai keadaan patologik pelvik
8) Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik
9) Sering memberikan respons terhadap pengobatan medika mentosa.
10) Pemeriksaan pelvik normal
11) Sering disertai mual, muntah, diare, kelelahan dan nyeri kepala.
b. Dismenorhea sekunder
Beberapa tanda klinis yang menggambarkan bahwa seseorang mengalami
dismenorhea sekunder, yaitu :
1) Terjadi pada usia lebih tua (30 sampai 40 tahun)
2) Tidak berhubungan dengan paritas
Universitas Sumatera Utara
28
3) Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
4) Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersama dengan keluarnya darah.
5) Nyeri sering terasa terus-menerus dan tumpul.
6) Berhubungan dengan kelainan pelvik
7) Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi.
8) Seringkai memerlukan tindakan operatif (Mansjoer, 2002).
5. Penanganan
a. Dismenorhea primer
1) Konseling
Perlu dijelaskan bahwa dismenorhea adalah gangguan yang tidak
berbahaya untuk kesehatan. Nasehat mengenai makanan sehat, istirahat
yang cukup dan berolahraga bisa membantu mengurangi nyeri.
2) Pemberian obat analgetik
Obat analgetik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin,
fenasetin dan kafein. Obat-obat paten yang beredar di pasaran antara
lain novalgin, ponstan, acetaminophen dan lain-lain.
3) Terapi hormonal
Dengan cara pemberian pil kombinasi kontrasepsi.
4) Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
5) Dilatasi kanalis servikalis
Merupakan upaya terakhir, apabila usaha-usaha lain gagal (Winkjosastro,
2006).
Universitas Sumatera Utara
29
Beberapa tips untuk mengurangi dismenorhea primer, yaitu :
1) Mengurangi konsumsi kopi ( yang mengandung kafein )
2) Tidak merokok maupun minum alkohol
3) Mengurangi mengkonsumsi garam dan memperbanyak minum air putih
4) Mengkonsumsi makanan tinggi kalsium, karena kalsium dapat
meringankan kram
5) Memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran
6) Suhu panas dapat meringankan keluhan, lakukan pengompresan dengan
handuk panas atau botol air panas pada perut atau punggung bawah atau
mandi dengan air hangat
7) Olahraga.
b. Dismenorhea sekunder
Penanganan sesuai dengan penyebabnya (Manuaba, 2001).
Universitas Sumatera Utara