Upload
kristina-astuti
View
49
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
DISTOSIA
Distosia secara umum adalah persalinan yang sulit, yang ditandai oleh lamanya kemajuan
persalinan. Hal ini umum terjadi apabila terdapat ketidak seimbangan proporsi antara
presentasi janin dengan jalan lahir. Pada tahun 1995, the American College of Obstetrician and
Gynaecologist mengklasifikasikan penyebab dari distosia dalam 3 golongan:
1. Kelainan Tenaga (kelainan his). Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi
dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataan servik (uterine dysfunction) serta
gangguan kontraksi otot pada kala II.
2. Kelainan Janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan
dalam letak atau dalam bentuk janin.
3. Kelainan Jalan Lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi
kemajuan persalinan.
1
Tabel Kriteria ‘active phase arrest’ dan ‘protraction disorder’ menurut
American College Of Obstetricians and Gynecologist
Pola Persalinan Nulipara Multipara
Persalinan Terhambat
Dilatasi Desensus
<1,2 cm/jam<1,0 cm/jam
<1,5 cm/jam<2,0 cm/jam
Persalinan Macet
Tidak terjadi kemajuan dilatasi >2jam >2jam
Pola Persalinan Nulipara Multipara Terapi Anjuran Terapi Khusus
Pesalinan memanjang (Prolonged latent phase)
>20 jam >14 jam Tirah baring Oksitosin atau SC pada
keadaan gawat
Persalinan terhambat 1. Protraction active-
phase dilatation2. Protraction descent
<1,2 cm/jam
<1,0 cm/jam
<1,5 cm/jam
<2 cm/jam
Ekspektatif SC untuk CPD
Persalinan macet 1. Prolonged deceleration
phase2. Secondary arrest of
dilatation3. Arrest of descent4. Failure of descent
>3jam
>2jam>1 jam
>1jam
>2 jam>1 jam
Oksitosin tanpa CPD
SC pada CPD
Istirahat bila lelah
SC
2
DISTOSIA AKIBAT ABNORMALITAS TENAGA PERSALINAN
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri kemudian menjalar merata
simetris ke seluruh korpus uteri dengan dominasi kekuatan pada fundus uteri (lapisan otot
uterus paling dominan) kemudian terdapat relaksasi secara merata dan menyeluruh. Kelainan
his terutama ditemukan pada primigravida tua. Kelainan anatomis uteri juga menghasilkan
kelainan his. Agar terjadi dilatasi servik, diperlukan kekuatan kontraksi uterus sekurang-
kurangnya 15 mmHg. Kontraksi uterus yang berlangsung secara normal dapat menimbulkan
tekanan intrauterin sampai 60 mmHg.
Dengan data diatas, maka disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi :
1. Inersia uteri
Pada inersia uteri terdapat 2 keadaan yaitu inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder.
Inersia uteri primer atau disebut juga hypotonic uterine contraction adalah keadaan saat his
didominasi fundus namun kontraksi yang terjadi lebih singkat dan jarang daripada biasanya.
Sedangkan pada inersia uteri sekunder kontraksi yang lebih singkat dan jarang itu muncul
setelah his kuat dalam waktu yang lama.
Diagnosis inersia uteri paling sulit ditegakkan pada masa laten. Setelah diagnosis inersia
uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala
janin dalam panggul dan keadaan panggul. Kemudian disusun rencanan persalinannya.
Kesalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang penderita untuk inersia uteri, padahal
persalinan belum mulai (false labour). Bila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti sebaiknya
dilakukan seksio sesarea. Namun bila tidak ada atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap
lain. Selanjutnya dapat diberikan oksitosin untuk mempebaiki his sehingga serviks dapat
membuka. Oksitosin diberikan sebanyak 5 IU dalam larutan dekstrose 5% IV dengan kecepatan
kira-kira 12 tetes per menit (tpm) dan perlahan dapat dinaikkan hingga 50 tpm tergantung
hasilnya. Infus harus dihentikan bila kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik atau
denyut jantung janin menjadi cepat atau menjadi lambat. Tidak dianjurkan memberikan
3
oksitosin pada panggul sempit, terdapat regangan segmen bawah uterus, grande multipara,
serta riwayat seksio sesarea atau miomektomi.
2. Hypertonic uterine contraction
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu
singkat. Walaupun hal ini bukan merupakan penyebab distosia, namun hal ini termasuk dalah
salah satu kelainan his. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus
presipitatus. Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah perlukaan luas pada jalan lahir
terutama vagina dan perineum. Sedangkan bayinya bisa mengalami perdarahan dalam
tengkorak karena pelepasan kompresi dalam waktu yang terlalu singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi dinamakan lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandl.
Regangan yang melampaui kekuatan segmen bawah uterus dapat menyebabkan terjadinya
ruptur uteri.
3. Incoordinate uterine contraction
Sifat his berubah, tonus otot uterus meningkat dan kontraksinya tidak berlangsung
seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian-bagiannya sehingga his tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan. Selain itu, tonus otot uterus yang meningkat akan
menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu serta dapat pula menyebabkan
hipoksia janin. Terkadang kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga
terjadi penyempitan kavum uteri pada bagian itu. Hal ini dinamakan lingkaran kontraksi atau
lingkaran konstriksi. Secara teoritis, lingkaran ini dapat ditemukan dimana mana, tetapi
biasanya ditemukan pada bagian atas dan segmen bawah uterus. Lingkaran konstriksi tidak
dapat diketahui dnegan pemeriksaan dalam, kecuali sudah ada pembukaan lengkap dan ujung
jari tangan bisa dimasukkan kedalam kavum uteri. Kelainan ini hanya dapat diobati secara
simptomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional bagian-
4
bagian uterus. Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi
ketakutan penderita seperti dengan pemberian analgesik.
Kontraksi uterus hipotonik Kontraksi uterus hipertonik
Komplikasi maternal:
Infeksi intrapartum, ruptur uteri, cedera otot dasar panggul
Bila servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang
luas.
Emboli air ketuban (jarang).
Atonia uteri dengan akibat HPP.
Komplikasi janin :
1. Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat oleh karena :
A.Kontraksi uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterin.
B.Trauma intrakranial akibat tahanan jalan lahir.
2. Paralysis pada 1/3 kasus partus presipitatus.
3. Molase kelapa janin, kaput suksedanum
Penatalaksanaan
Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik
pada kehamilan yang sedang berlangsung.
Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang diberikan.
5
6
DISTOSIA AKIBAT KELAINAN JANIN
Gangguan terhadap jalannya proses persalinan dapat disebabkan oleh kelainan
presentasi, posisi dan perkembangan janin intrauterin. Diagnosa distosia akibat janin bukan
hanya disebabkan oleh janin dengan ukuran yang besar, janin dengan ukuran normal namun
dengan kelainan pada presentasi intra uterin tidak jarang menyebabkan gangguan proses
persalinan. Penyebab tersering:
- Ukuran janin yang besar (CPD)
- Malposisi (letak sungsang, lintang)
- Malpresentasi (presentasi muka, dahi, rangkap)
Malpresentasi adalah bagian terendah janin yang berada di segmen bawah rahim, bukan
belakang kepala. Malposisi adlah penunjuk (presenting part) tidak berada di anterior. Secara
epidemilogis pada kehamilan tunggal didapatkan presentasi kepala sebesar 96,8%, bokong
2,7%, letak lintang 0,3%, majemuk 0,1%, muka 0,05% dan dahi 0,01%. Persalinan normal dapat
terjadi mankala terpenuhi keadaan-keadaan tertentu dari faktor-faktor persalinan : jalan lahir
(passage), janin (passanger), dan kekuatan (power). Dalam keadaan normal, presentasi janin
adalah belakang kepala dengan penunjuk ubun-ubun kecil dalam posisi transversal (saat masuk
pintu atas panggul), dan posisi anterior (setelah melewati pintu tengah panggul).
Apabila janin dalam keadaan malpresentasi atau malposisi, maka dapat terjadi persalinan
yang lama atau bahkan macet. Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain presentasi
belakang kepala. Malposisi adalah posisi abnormal ubun-ubun kecil relative terhadap panggul
ibu-ibu. Persalinan lama dalah persalinan kala I fase aktif dengan kontraksi uterus regular
selama lebih dari 12 jam.
PRESENTASI DAHI
Presentasi dahi terjadi manakala kepala janin dalam sikap ekstensi sedang. Pada pemeriksaan
7
dalam dapat diraba daerah sinsiput yang berada diantara ubun-ubun besar dan pangkal hidung.
Bila menetap, janin dengan presentasi ini tidak dapat dilahirkan oleh karena besarnya diameter
oksipitomental yang harus melalui panggul.
Diagnosis. Diagnosis presentasi dahi dapat ditegakkan apabila pada pemeriksaan vaginal dapat
di raba pangkal hidung, tepi atas orbita, sutura frontalis, dan ubun-ubun besar, tetapi tidak
dapat meraba dagu atau mulut janin. Apabila mulut dan dagu janin dapat teraba, maka
diagnosisnya adalah presentasi muka.
Mekanisme Persalinan. Pada umumnya presentasi dahi bersifat sementara untuk kemudian
dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala, presentasi muka, atau tetap presentasi
dahi. Mekanisme persalinan pada presentasi dahi menyerupai mekanisme persalinan pada
presentasi muka. Saat lahir melalui pintu bawah panggul, kepala akan fleksi sehingga lahirlah
dahi, sinsiput, dan oksiput. Proses selanjutnya terjadi estensi sehingga lahirlah wajah.
Penanganan. Sebagian besar presentasi dahi memerlukan pertolongan persalinan secara bedah
cesarean untuk menghindari manipulasi vaginal yang sangat meningkatkan mortalitas perinatal.
Pemberian simulasi oksitosin pada kontraksi uterus yang lemah harus dilakukan dengan sangat
hati-hati dan tidak boleh dilakukan bila tidak terjadi penurunan kepala atau dicurigai adanya
dispropporsi kepala-panggul. Jangan melahirkan menggunakan bantuan ekstraksi vakum,
forceps atau simpisiotomi karena hanya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
PRESENTASI MUKA
Presentasi muka terjadi apabila sikap janin ekstensi maksimal sehingga oksiput mendekat kea
rah punggung janin dan dagu menjadi bagian presentasinya.
Diagnosis. Diagnosi presentasi muka ditegakkan apabila pada pemeriksaan vaginal dapat diraba
mulut, hidung, tepi orbita dan dagu.Pada palpasi abdomen kadang-kadang dapat diraba
tonjolan kepala janin di dekat punggung janin.
Mekanisme Persalinan. Mekanisme persalinan presentasi muka serupa dengan persalinan
presentasi belakang kepala. Secara berurutan akan terjadi proses kepala mengalami penurunan
(descent), rotasi internal, fleksi, ekstensi, dan rotasi eksternal.
Penanganan. Posisi dagu dianterior adalah sarat yang harus dipenuhi apabila janin presentasi
8
muka hendak dilahirkan per-vaginal. Apabila tidak ada gawat janin dan persalinan berlangsung
dengan kecepatan normal, maka cukup dilakukan observasi terlebih dahulu sehingga terjadi
pembukaan lengkap. Apabila setelah pembukaan lengkap dagu berada di anterior maka
persalinan vaginal dilanjutkan seperti persalinan dengan presntasi belakang kepala. Bedah sesar
dilakukan apbila setelah pembukaan lengkap posisi dagu masih posterior, didapatkan tanda-
tanda disproporsi, atau indikasi obstetric lainnya.
Stimulasi oksitosin akhirnya diperkenankan pada posisi dagu anterior dan tidak ada tanda-tanda
disproporsi. Melakukan perubahan posisi dagu secara manual kearah anterior atau mengubah
presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala sebaiknya tidak dilakukan karena lebih
banyak menimbulkan bahaya. Melahirkan bayi presentasi muka menggunakan ekstraksi vakum
tidak diperkenankan dilakukan. Pada janin yang meninggal, kegagalan melahirkan pervaginam
secara spontan dapat diatasi dengan bedah sesar.
PRESENTASI MAJEMUK
Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas pada presentasi
kepala maupun bokong. Kepala memasuki ke panggul bersamaan dengan kaki atau tangan.
Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakala bokong memasuki panggul bersamaan dengan
tangan. Dengan pengertian presentasi majemuk tidak termasuk presentasi bokong-kaki,
presentasi bahu atau prolaps tali pusat. Apabila bagian terendah janin tidak menutupi dengan
sempurna pintu atas panggul, maka presentasi majemuk dapat terjadi.
Faktor yang meningkatkan presentasi majemuk adalah prematuritas, multiparitas, panggul
sempit, kehamilan ganda, atau pecahnya selaput ketuban dengan bagian terendah janin yang
masih tinggi.
Diagnosis. Kemungkinan adanya presentasi majemuk dapat dipikirkan apabila terjadi
kelambatan kemajuan persalinan pada persalinan fase aktif, bagian terendah janin (kepala atau
bokong) tidak dapat masuk panggul terutama setelah terjadi pecah ketuban. Apabila pada
presentasi kepala teraba juga tangan atau kaki dan apabila presentasi bokong teraba juga
tangan atau lengan. Maka diagnosis presentasi majemuk dapat kita tegakkan.
Penanganan. Penangan presnetasi majemuk dimulai dengan menetapkan adanya prolaps tali
9
pusat. Adanya prolaps tali pusat menimbulkan keadaan emergensi bagi janin, dan penangan
melakukan bedah sesar ditujukan untuk mengatasi akibat prolaps tali pusat tersebut pada
presentasi majemuk. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah presentasi janin, ada tidaknya
prolaps tali pusat, pembukaan serviks, keadaan selaput ketuban, kondisi dan ukuran janin, serta
ada tidaknya kehamilan kembar.
Apabila tidak ada prolaps tali pusat, maka dilakukan pengamatan kemajuan persalinan dengan
seksama. Pada kasus – kasus majemuk dengan kemajuan persalinan yang baik. Pada fase aktif
pembukaan serviks minimal 1 cm/jam atau pada kala 2 tejadi penurunan kepala. Umumnya
akan terjadi reposisi spontan. Setelah pembukaan lengkap, dengan semakin turunnya kepala,
maka ekstremitas dan prolaps akan tertinggal dan tidak memasuki panggul. Selanjutnya
pertolongan persalinan dilakukan sebagai mana biasanya.
Pada keadaan terjadinya kemajuan persalianan lambat atau macet dilakukan upaya reposisi
ekstremitas dan prolaps. Tekanan ekstremitas yang prolaps oleh bagian terendah janin
(kepala / bokong) dilonggarkan dulu denga cara mebuat ibu dengan posisi (knee-chest
position). Dorongan ektremitas yang prolaps kearah cranial tahan hingga his yang akan
menekan kepala atau bokong memasuki panggul seiring dengan turunnya bagian terendah
janin, jari penolong di keluarkan perlahan-lahan. Apabila tindakan reposisi tersebut gagal maka
akan dilakukan bedah sesar.
PRESENTASI BOKONG
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan terendahnya bokong-kaki atau
kombinasi keduanya. Sebelum umur kehamilan 28 minggu kejadian presentasi bokong berkisar
antara 25-30% dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi kepala pada umur
kehamilan 34 minggu. Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak diketahui, tetapi terdapat
beberapa faktor resiko selain prematuritas, yaitu abnormalitas structural uterus,
polihidramnion, plasenta previa, multiparitas, mioma uteri, kehamilan multiple, anomaly janin
dan riwayat presentasi bokng sebelumnya.
Diagnosis. Presentasi bokong dapat diketahui melalui pemeriksaan palpasi abdomen. Manuver
Leopold perlu dilakukan pada setiap kunjungan perawatan antenatal bila umur kehamilan
10
kuranglebih 34 minggu. Varian presentasi kaki adalah presentasi bokong inkomplit, kaki
komplit, kaki inkomplit, dan lutut.
Mekanisme Persalinan. Kepala adalah bagian janin yang terbesar dan kurang elastic. Pada
presentasi kepala apabila kepala dapat dilahirkan, maka bagian janin relative mudah dilahirkan.
Bokong akan memasuki panggul dengan diameter bitrokanter dalam posisi oblik. Pinggul janin
bagian depan mengalami penurunan lebih cepat dibanding pinggul belakangnya. Dengan
demikian panggul depan akan mencapai pintu tengah panggul terlebih dahulu. Penurunan
bokong berlangsung terus setelah terjadinya putaran paksi dalam. Perineum akan meregang,
vulva membuka, dan pinggul depan akan lahir terlebih dahulu. Pada saat itu, tubuh janin
mengalami putaran paksi dalam dan penurunan, sehingga mendorong pinggul bagian bawah
menekan perineum. Dengan demikian, lahirlah bokong dengan posisi diameter bitrokanter dari
anteroposterior menjadi transversal.
Persalinan pada Presentasi Bokong
· Persalinan vaginal pada presentasi bokong
· Menetukan cara persalinan
· Melahirkan bayi presentasi bokong
Prosedur Melahirkan Bokong dan Kaki :
1. Biarkan persalinan berlangsung dengan sendirinya hingga bokong tampak di vulva.
2. Pastikan bahwa pembukan sudah benar-benar lengkap sebelum memperkenankan ibu
mengejan.
3. Perhatikan hingga bokong membuka vulva.
4. Lakukan episiotomy bila perlu. Gunakan anestesi lokal sebelumnya.
5. Biarkan bokong lahir, bila tali pusat sudah tampak kendorkan. Perhatikan hingga tampak
tulang belikat (scapula) janin mulai tampak di vulva.
6. Dengan lembut peganglah bokong denga cara kedua ibu jari penolong sejajar sumbu
panggul, sedangkan jari-jari yang lain memgang belakang pinggul janin.
7. Tanpa melakukan tarikan, angkatlah kaki, bokong dan badan janin dengan kedua tangan
penolong disesuaikan dengan sumbu panggul ibu (melengkung ventrokranial kearah perut ibu)
sehingga berturut-turut lahir perut, dada, bahu dan lengan, dagu, mulut, dan seluruh kepala.
11
8. Tentukan posisi lengan janin dengan cara merabanya di depan dada, di atas kepala, atau di
belakang leher.
9. Selanjutnya lakukan langkah melahirkan lengan dan kepala spontan.
Prosedur Melahirkan Lengan di Depan Dada
1. Biarkan bahu dan lengan anterior lahir sendirinya dengan cara bokong ditarik ke arah
berlawanan (posterior). Bila tidak bisa lahir spontan, keluarkan lengan dengan cara mengusap
lengan atas janin menggunakan 2 jari penolong berfungsi sebagai bidai. Awas: perhatikan cara
melakukan yang benar untuk menghindari fraktur lengan atas.
2. Angkatlah bokong janin ke arah perut ibu untuk melahirkan bahu dan lengan posterior.
Teknik yang serupa dengan melahirkan bahu dan lengan anterior dapat dipakai bila bahu dan
lengan posterior tidak dapatlahir secara spontan. Apabila kesulitan dalam melahirkan bahu dan
lengan anterior, maka dilahirkan dahulu bahu dan lengan posteriornya.
Prosedur Melahirkan Lengan di Atas Kepala atau di Belakang Leher (Manuver Lovset)
1. Pegang janin pada pinggulnya (perhatikan cara pegang yang benar).
2. Putarkan badan bayi setengah lingkaran dengan arah putaran mengupayakan punggung yang
berada di atas (anterior).
3. Sambil melakukan gerakan memutar, lakukan traksi kebawah sehingga lengan posterior
berubah menjadi anterior, dan melahirkannya dengan menggunakan dua jari penolong di
lengan atas bayi.
4. Putar kembali badan janin kearah berlawanan (punggung tetap berada diatas) sambil
melakukan traksi ke arah bawah. Dengan demikian, lengan yang awalnya adalah anterior
kembali lagi ke posisi anterior untuk dilahirkan dengan cara yang sama.
Prosedur Melahirkan Kepala (Manuver Mauriceau-Smellie-Veit)
Pastikan tidak ada lilitan tali pusat di leher janin. Kalau ada, tali pusat dipotong dulu di dekat
pusar janin.
1. Janin dalam posisi telungkup menghadap ke bawah, letakkan tubuhnya di tangan dan
lengan penolong sehingga kaki janin berada di kiri kanan tangan tersebut (atau bila janin belum
12
dalam posisi telungkup, gunakan tangan yang menghadap wajah janin).
2. Tempatkan jari telunjuk dan jari manis di tulang pipi janin.
3. Gunakan tangan yang lain untuk memegang bahu dari arah punggung dan dipergunakan
untuk malakukan traksi.
4. Buatlah kepala fleksi dengan cara menekan tulang pipi ke arah dadanya.
5. Bila belum terjadi paksi dalam, penolong melakukan gerakan putar paksi dengan tetap
menjaga kepala tatap fleksi dan traksi pad abahu mengikuti arah sumbu panggul.
6. Bila sudah terjadi putar paksi dalam, lakukan traksi ke bawah dengan suprasimpisis.
7. Setelah suboksiput lahir di bawah simpisis, badan janin sedikit demi sedikit dielevasi ke atas
(ke arah perut ibu) dengan suboksiput sebagai hipimoklion. Berturut-turut akan lahir dagu,
mulut, dan seluruh kepala.
DISTOSIA BAHU
Distosia bahu berarti Impaksi bahu depan di atas symphysis atau ketidakmampuan untuk
melahirkan bahu dengan metoda umum. Setelah kepala lahir, terjadi impaksi bahu depan pada
symphysis pubis dalam diameter AP, sedemikian rupa sehingga sisa badan tidak dapat
dilahirkan dengan metode umum. Mungkin terjadi ketiadaan rongga antara Kepala bayi
terhadap panggul maternal umumnya dikanal sebagai "turtle sign". Dalam hal ini resusitasi
tidak mungkin dilakukan.
Komplikasi distosia bahu meliputi:
- Fetal/Neonatal: Kematian, Hypoxia/Asphyxi, perlukaan kelahiran, Faktur klavikula-
humerus, kelumpuhan plexus brakhialis
- Maternal: perdarahan postpartum, atoni uteri, laseasi jalan lahir, Ruptur uteri, infeksi
Faktor resiko: post-term pregnancy, maternal obesity, makrosomia janin, riwayat distosia
sebelumnya, prolonged labor, diabetes mellitus.
PENATALAKSANAAN. Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, pelaku praktek obstetrik
harus mengetahui betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang dapat sangat
13
melumpuhkan ini. Pengurangan interval waktu antara pelahiran kepala sampai pelahiran badan
amat penting untuk bertahan hidup. Usaha untuk melakukan traksi ringan pada awal pelahiran,
yang dibantu dengan gaya dorong ibu, amat dianjurkan. Traksi yang terlalu keras pada kepala
atau leher, atau rotasi tubuh berlebihan, dapat menyebabkan cedera serius pada bayi.
Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan episiotomi luas dan idealnya diberikan analgesi
yang adekuat. Tahap selanjutnya adalah membersihkan mulut dan hidung bayi. Setelah
menyelesaikan tahap-tahap ini, dapat diterapkan berbagai teknik untuk membebaskan bahu
depan dari posisinya yang terjepit di bawah simfisis pubis ibu:
1. Penekanan suprapubik sedang dilakukan oleh seorang asisten sementara dilakukan traksi
ke bawah terhadap kepala bayi. Mirip dengan maneuver Massanti, yaitu anterior Shoulder
Disimpaction (Eksternal), Disimpaksi bahu depan dengan penekanan di suprapubis.
Diameter biakromial lebih kecil
Tidak menekan fundus
2. Manuver McRoberts
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc
Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston. Maneuver ini terdiri dari
melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada
abdomen ibu. Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis
kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak
berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang
terhimpit.
14
3. Wood corkscrew Maneuver Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock
screw” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.
15
4. Pelahiran bahu belakang meliputi penyusuran lengan belakang janin secara hati-hati hingga
mencapai dada, yang diikuti dengan pelahiran lengan tersebut. Cingulum pektorale
kemudian diputar ke arah salah satu diameter oblik panggul yang diikuti pelahiran bahu
depan.
16
A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan
kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan
posisi fleksi siku
B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
C. Lengan posterior dilahirkan
5. Rubin (1964) merekomendasikan dua manuver. (1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi
ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka
dilakukan langkah (2) Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan
kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua
bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan.
Rubin Maneuver
6. Pematahan klavikula Mematahkan klavikula dengan cara menekan klavikula anterior
terhadap ramus pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu yang terjepit.
7. Manuver Zavanelli (cephalic replacement)
17
1) Mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau posterior bila kepala janin telah
berputar dari posisi tersebut
2) Memfleksikan kepala dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina yang
diikuti dengan pelahiran secara sesar.
3) Memberikan terbutaline 250 mg subkutan untuk menghasilkan relaksasi uterus.
8. Kleidotomi: memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, biasanya dilakukan
pada janin mati (Schram, 1983)
9. Simfisiotomi: mematahkan simfisis pubis untuk mempermudah persalinan juga dapat
diterapkan dengan sukses (Hartfield, 1986). Namun Goodwin dkk. Melaporkan bahwa tiga
kasus yang mengerjakan simfisiotomi, ketiga bayi mati dan terdapat morbiditas ibu
signifikan akibat cedera traktus urinarius.
Upaya utk memudahkan melakukan manuver2 tersebut :
Episotomi
Knee chest position
Setelah tindakan:
Waspada perdarahan postpartum
Inspeksi adanya laserasi dan trauma maternal
Periksa bayi : adakah jejas
Terangkan tindakan yangg telah dilakukan
Manajemen ALARMER :
A Ask for help (Minta bantuan)
18
L Lift/hyperflex Legs
- Hyperflexi kedua kaki ( McRobert's Manoeuver)
- Distosia Bahu umumnya dapat tertanggulangi sampai dengan 70% kasus oleh manoeuver ini.
A Anterior shoulder disimpaction (disimpaksi bahu depan)
- Pendekatan secara abdominal à penekanan suprapubic terhadap bahu depan (Mazzanti
Manuver)
- Pendekatan pervaginal à Adduction bahu depan dengan tekanan untuk mempermudah
aspek bahu belakang( yaitu. bahu didorong ke arah dada) ; hal Ini menghasilkan diameter
tekecil ( Rubin Manuver)
R Rotation of the posterior shoulder (Pemutaran bahu belakang)
- Seperti sekrup manoeuver. Bahu belakang diputar 180° menjadi bahu depan.
M Manual removal posterior arm (mengeluarkan bahu belakang secara manual)
E Episiotomy
R Roll over onto ‘all fours’(knee-chest position)
Hindari 4P:
1. Panic
2. Pulling: menarik kepala bayi
3. Pushing: mendorong fundus
4. Pivoting: angulasi kepala secara paksa
Skoring Prediksi Distosia Bahu
I. Antepartum Shoulder Dystocia Score : A Teaching Tool
Factor 0 1 2
Estimated fetal weight (Lb) 91/2 (4309 g) 81/2-91/2 (3855-4309 g) 81/2 (3855 g)
19
Maternal weight gain (Lb) >35 (16 kg) 25-35 (11-16 kg) 25 (11 kg)
Maternal Weight (Lb) >180 (82 kg) 150-180 (68-82 kg) 150 (68 kg)
Glucose Intolerance Yes Suspect No
Gestational age (Wk) >42 41-42 <41
Score : 0-3 : Great Risk
4-7 : Intermediate Risk 8-10 : Negligible Risk
II. Intrapartum Shoulder Dystocia Score : A Teaching Tool
Factor 0 1 2
Second stage Prolonged Borderline Normal
Birth weight (Lb) 91/2 (4309 g) 81/2-91/2 (3855-4309 g) 81/2 (3855 g)
Forceps Mid Low-Mid Low
First stage Arrest Protraction None
Antepartum score 1-4 5-7 8-10
Score : 0-3 : Great Risk
4-7 : Intermediate Risk
8-10 : Negligible Risk
Yang harus dikerjakan setelah distosia bahu terjadi :
1. Selalu ingat akan adanya resiko perlukaan jalan lahir ibu dan perdarahan postpartum.
Penanganan aktif kala tiga. Meriksa dan memperbaiki laserasi jalan lahir.
2. Lakukan resusitasi bayi yang sesuai dan benar. Mencari adanya trauma pada bayi.
20
3. Setiap kejadian distosia bahu harus didokumentasikan dan manoeuvers apa yang digunakan
untuk mengatasinya harus diuraikan sepenuhnya.
4. Informed consent kepada pasien dan keluarga.
21
DISTOSIA AKIBAT KELAINAN JALAN LAHIR
Kelainan jalan lahir dapat berkaitan dengan bentuk dan ukuran tulang pelvis, kelainan
jaringan lunak pada jalan lahir, massa pada traktus reproduksi atau neoplasma serta lokasi
plasenta. Kelainan tulang pelvis adalah penyebab tersering terjadinya distosia. Kesempitan
panggul dapat terjadi pada : pintu atas panggul, bidang tengah panggul pintu bawah panggul
atau kombinasi.
PENYEMPITAN PINTU ATAS PANGGUL
Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
Diameter antero-posterior terpendek.
Diameter tranversal terbesar.
Perkiraan Diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran Conjugata
Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas
panggul sering ditegakkan bila ukuran CD <>.
22
Pengukuran Conjugata Diagonalis
Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter biparietal - BPD 9.5 – 9.8 cm.
Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat melalui panggul bila diameter AP –
Pintu Atas Panggul. Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul
yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil.
Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan
hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan
langsung bagian terendah janin terhadap servik.
Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas
Panggul, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas
ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus
kesempitan Pintu Atas Panggul.
Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik selaput ketuban pada servik
dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya
persalinan. Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi terjadinya kelainan
presentasi.
Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang
meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.
PENYEMPITAN PINTU TENGAH PANGGUL
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul. Kejadian
ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK MALANG MELINTANG
23
RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior ( sebuah gangguan
putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis
melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5.
Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi bagian
anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah
tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian
posterior Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum
sacrospinosum.
Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
Diameter Sagitalis Posterior - DSP ( titik pertengahan diameter interspinous dengan
pertemuan S4 – S5) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya kesempitan PAP.
Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila jumlah dari
Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan
demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila diameter interspinous. Dugaan klinik
adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina
ischiadica yang menyolok.
PENYEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL
PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter
intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama. Apex segitiga anterior permukaan
posterior arcus pubis.
Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx). Terjadi
kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa. Berkurangnya nilai
diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala
24
terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi pada persalinan terjadi robekan perineum
yang luas.
Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa
kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.
PENILAIAN KAPASITAS PANGGUL
1. Pengukuran Conjugata Diagonalis dengan pemeriksaan panggul
2. Pengukuran diameter interspinarum menggunakan jangka pengukur Boudeloque
3. Penonjolan spina ischiadica yang ditemukan saat vaginal toucher
4. Sudut arcus pubis ( sudut arcus pubis lancip atau kurang dari 900 )
5. [ Pemeriksan X-ray pelvimetri ]
6. [ Computed Tomography Scanning ]
7. [ Magnetic Resonance Imaging ]
25
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG et al : Dystocia – Abnormal Labor in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed,
McGraw-Hill, 2005
De Cherney, Alan H. Current Obstetric and Gynecologic Diagnmosis and Treatment.
9thEdition.2003. India. The McGraw – Hill Companies Inc
Krishadi, Sofie R.et all.editor.Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin. Bagian Pertama.2005.Bandung.Bagian Obstetri dan
Ginekologi FK Unpad, Perjan RSHS
Critchclow CW, Leet TL, Beneditti TJ et al: Risk factors and infant outcomes associated
with umbilical cord prolapse: A population-base case control study among births in
Washington state. Am J Obstet Gynecol 170;163, 1994
Sporri S, Hanggi W, Brahetti A et al: Pelvimetry by magnetic resonance imaging as a
diagnostic tool to evaluate dystocia. Obstet Gynecol 89;902, 1997
Ferguson JE, Newberry YG, DeAngelis GA et al: The fetal-pelvic index has minimal utility
in predicting fetal-pelvic disproportion.Am J Obstet Gynecol 179;1186, 1998
Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RS DR. Hasan Sadikin
26