26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi sangat terkait dengan ketersediaan dan aksesibilitas pangan penduduk. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2009 jumlah penduduk sangat rawan pangan (asupan kalori <1.400 Kkal/orang/hari) mencapai 14,47 persen, meningkat dibandingkan dengan kondisi tahun 2008, yaitu 11,07 persen. Jumlah ini masih sangat jauh dari target MDG’s 2015 yaitu 8,5 persen. Sehingga masih diperlukan kerja yang lebih keras untuk menurunkan jumlah penduduk rawan pangan tersebut (RAN-PG, 2011-2015). Penanganan masalah pangan dan gizi ini merupakan salah satu agenda penting dalam pembangunan nasional. Karena pangan dan gizi adalah salah satu hal yang terkait langsung dengan kesehatan masyarakat. Pembangunan perlu diarahkan kepada pemanfaatan potensi sumberdaya alam lokal, peningkatan produktivitas tenaga kerja pedesaan terutama dalam memperkuat ketahanan pangan berkelanjutan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Peningkatan ketahanan pangan haruslah didasarkan pada penggalangan ”kekuatan” sumberdaya lokal dan sekecil mungkin tergantung input dari luar (impor). Ketersediaan pangan per kapita di suatu daerah mungkin bisa tercukupi secara statistik, namun hal 1 | Analisis Jurnal Diversifikasi Pangan

DIVERSIFIKASI PANGAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DIVERSIFIKASI PANGAN

Citation preview

Page 1: DIVERSIFIKASI PANGAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi sangat terkait dengan ketersediaan dan aksesibilitas

pangan penduduk. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2009 jumlah

penduduk sangat rawan pangan (asupan kalori <1.400 Kkal/orang/hari)

mencapai 14,47 persen, meningkat dibandingkan dengan kondisi tahun

2008, yaitu 11,07 persen. Jumlah ini masih sangat jauh dari target MDG’s

2015 yaitu 8,5 persen. Sehingga masih diperlukan kerja yang lebih keras

untuk menurunkan jumlah penduduk rawan pangan tersebut (RAN-PG,

2011-2015).

Penanganan masalah pangan dan gizi ini merupakan salah satu agenda

penting dalam pembangunan nasional. Karena pangan dan gizi adalah salah

satu hal yang terkait langsung dengan kesehatan masyarakat. Pembangunan

perlu diarahkan kepada pemanfaatan potensi sumberdaya alam lokal,

peningkatan produktivitas tenaga kerja pedesaan terutama dalam

memperkuat ketahanan pangan berkelanjutan dan pemberdayaan ekonomi

masyarakat. Peningkatan ketahanan pangan haruslah didasarkan pada

penggalangan ”kekuatan” sumberdaya lokal dan sekecil mungkin tergantung

input dari luar (impor).

Ketersediaan pangan per kapita di suatu daerah mungkin bisa

tercukupi secara statistik, namun hal itu tidak menjamin seluruh rumah

tangga tercukupi kebutuhan gizinya. Karena belum tentu pangan

terdistribusi secara merata ke seluruh rumah tangga, sehingga tidak

menjamin seluruh rumah tangga terpenuhi secara cukup baik dari segi

kualitas maupun kuantitasnya, aman, merata, terjangkau, serta sesuai dengan

selera (preferensi) individu-individu dalam rumah tangga.

Pengembangan diversifikasi pengolahan pangan lokal dipandang

strategis dalam menunjang ketahanan pangan, terutama berkaitan dengan

aspek promosi ketersediaan pangan yang beragam, penanggulangan masalah

gizi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat (penciptaan dan

pengembangan usaha ekonomi produktif). Jika disisi hilir (pengolahan dan

1 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 2: DIVERSIFIKASI PANGAN

pemasaran) produktif, maka secara otomatis akan mendorong pula

produktivitas di sektor hulu, sehingga ketahanan pangan yang tercermin dari

terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya

pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan

terjangkau dapat terwujud.

Diversifikasi pangan atau penganekaragaman pangan bukan

merupakan isu baru, tetapi sudah dikumandangkan sejak dikeluarkannya

Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu

Makanan Rakyat (PMMR). Maksud dari instruksi ini adalah untuk

menganekaragamkan jenis dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat,

baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya sebagai usaha penting bagi

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat,

material, dan spiritual.

Pelaksanaan Inpres No. 14 Tahun 1974 tersebut sampai akhir Pelita II

nampaknya belum memberikan hasil seperti yang diharapkan, sehingga lima

tahun setelah itu pemerintah mengeluarkan lagi Inpres No. 20 tahun 1979

juga tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat sebagai penyempurnaan

Inpres Tahun 1974 yang disesuaikan dengan struktur kabinet pada waktu

itu. Dalam tahap pembangunan nasional berikutnya, upaya diversifikasi

pangan selalu tercantum di dalamnya (Suhardjo, 1998).

2 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 3: DIVERSIFIKASI PANGAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diversifikasi Pangan

Diversifikasi pangan dapat mendukung stabilitas ketahan pangan

sehingga dapat dipandang sebagai salah satu pilar pemantapan ketahanan

pangan. Oleh karena itu akselerasi diversivikasi pangan sebagaimana

diamanatkan dalam Perpres No. 22 Tahun 2009 harus dapat diwujudkan.

Terdapat berbagai pengertian tentang diversifikasi pangan.

Diversifikasi konsumsi pangan menurut Peraturan Pemerintah RI No 68

Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan Pasal 1 ayat 9 dijabarkan sebagai

upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi

seimbang (BBKP 2002). Hasil penelitian Martianto et al. (2009) mengenai

percepatan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal menunjukkan bahwa

perspektif diversifikasi pangan terdiri dari diversifikasi semua jenis pangan

dan diversifikasi pangan pokok. Salah satu kendala pada diversifikasi

pangan adalah tingginya konsumsi beras.

Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan dalam konteks Indonesia

diversifikasi/keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai

pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan

konsumsi bahan pangan non beras. Menurut Suhardjo dan Martianto (1992)

semakin beragam konsumsi pangan maka kualitas pangan yang dikonsumsi

semakin baik. Oleh karena itu dimensi diversifikasi pangan tidak hanya

terbatas pada pada diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga

makanan pendamping.

Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi

pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu (1)

diversifikasi konsumsi pangan, (2) diversifikasi ketersediaan pangan, dan

(3) diversifikasi produksi pangan. Sementara, Soetrisno (1998)

mendefinisikan diversifikasi pangan lebih sempit (dalam konteks konsumsi

pangan) yaitu sebagai upaya menganekaragamkan jenis pangan yang

dikonsumsi, mencakup pangan sumber energi dan zat gizi, sehingga

3 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 4: DIVERSIFIKASI PANGAN

memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik

ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya.

2.2 Pentingnya Diversifikasi Pangan

Hipocrates, seorang filosof Yunani menyatakan bahwa makanan

mempunyai manfaat penting untuk pemeliharaan kesehatan dan

penyembuhan penyakit. Dalam pernyartaannya tersirat bahwa ada zat-zat

tertentu dalam makanan yang apabila dikonsumsi akan membantu

membangun kesehatan seseorang. Sebaliknya, apabila zat tersebut tidak

diperoleh dari makanan yang dikonsumsi, maka dapat menimbulkan

penyakit. Kemudian hasil analisis kandungan gizi pada berbagai jenis

pangan menunjukan tidak ada satu jenis pangan pun yang mengandung zat

gizi yang lengkap yang mampu memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan

oleh manusia, kecuali ASI. Itupun hanya untuk bayi yang berusia 4-6 bulan

lebih dari usia itu memerlukan makanan tambahan (Forum Kerja

Penganekaragaman pangan, 2003). Oleh karena itu penting sekali upaya

diversifikasikan pangan di dunia terutama di negara Indonesia yang

memiliki masalah yamg sangat kompeks di bidang pangan ini.

Bila orang sadar bahwa makanan beragam itu penting untuk

kesehatan, maka semestinya setiap orang akan makan makanan beragam

setiap harinya. Kenyataan tidaklah demikian. Meskipun mengerti banyak

orang yang tidak dapat melakukannya. Keterbatasan daya beli umumnya

merupakan alasan utama mengapa orang tidak bisa makan makanan secara

beragam. Karena tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam

mengakses pangan secara beragam, maka diperlukan upaya-upaya yang

mendorong dan memfasilitasi agar setiap orang memperoleh pangan dalam

jumlah dan keragaman yang cukup (Forum Kerja Penganekaragaman

Pangan, 2003). Sesuai dengan prinsip penganekaragaman menu makanan

maka ada dua tujuan yang ingin dicapai:

a. agar ketergantungan masayarakat kepada salah satu jenis makanan

pokok, terutama beras dapat dikurangi,

b. agar mutu gizi susunan makanan masyarakat dapat ditingkatkan (Badan

Penelitian dan Pengembangan kesehatan, 1991).

4 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 5: DIVERSIFIKASI PANGAN

Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan

pasal 9 menyebutkan:

1) penganekaragaman pangan diselenggarakan untuk meningkatkan

ketahanan pangan dengan memperhatikan sumber daya, kelembagaan,

dan budaya lokal,

2) penganekaragaman pangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat1

dilakukan dengan cara:

a) Meningkatkan keragaman pangan,

b) Mengembangkan teknologi pengolahan dan produk pertanian dan

c) Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

anekaragam pangan dengan prrinsip gizi berimbang.

2.3 Pangan

Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga

Negara untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya cukup

jumlahnya, bermutu baik, dan harganya terjangkau. Salah satu komponen

pangan adalah karbohidrat yang merupakan sumber utama energi bagi

tubuh. Kelompok tanaman yang menghasilkan karbohidrat disebut tanaman

pangan. Di Indonesia tanaman pangan yang digunakan oleh masyarakat

masih terbatas pada beberapa jenis, yaitu padi, jagung, ubi kayu, dan ubi

jalar. Selain sebagai sumber karbohidrat, ada tanaman pangan yang

merupakan sumber protein. Jenis tanaman penghasil protein yang masuk ke

dalam tanaman pangan, antara lain kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau.

Karena alasannya banyak dikenal dan digunakan sebagai bahan pangan,

tanaman tersebut disebut sebagai kelompok tanaman pangan utama. Jadi,

istilah tanaman pangan utama muncul lebih karena alasan kultur daripada

fungsinya (Purwono dan Purnawati, 2008).

Pangan merupakan sumberdaya kemanusiaan yang unik. Pangan

merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi

setiap rakyat Indonesia, hal ini sesuai dengan UU No. 7 tahun 2006. Pangan

memiliki dimensi yang sangat kompleks, tidak saja dari sisi kehidupan dan

kesehatan, tetapi juga dari sisi sosial, budaya, dan politik.

5 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 6: DIVERSIFIKASI PANGAN

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia

untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat

gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi

landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan

sepanjang siklus kehidupan. Janin dalam kandungan, bayi, balita, anak,

remaja, dewasa maupun usia lanjut membutuhkan makanan yang sesuai

dengan syarat gizi untuk mempertahankan hidup, tumbuh dan berkembang,

serta mencapai prestasi kerja (Karsin, 2004).

Menurut UU RI No. 7 tahun 1996, pangan didefinisikan sebagai

segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah

maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman

bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku

pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,

pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan

adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan

baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,

pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.

2.4 Pangan Olahan

Pangan olahan merupakan hasil dari pengolahan produk primer

ataupun produk setengah jadi menjadi produk jadi pada komoditas pertanian

yang dimanfaatkan sebagai pangan untuk dikonsumsi manusia. Pangan

olahan merupakan produk olahan berasal dari komoditas pertanian

(pertanian dalam artian luas) pada umumnya mempunyai karakteristik yang

khas, antara lain :

1) Mudah rusak dan tidak tahan lama.

2) Diproduksi berdasarkan ketersediaan bahan baku (raw material).

3) Volumenya besar tetapi nilai nominalnya relatif kecil.

4) Lokalita yang spesifik (tidak dapat diproduksi disemua tempat).

6 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 7: DIVERSIFIKASI PANGAN

Sedangkan menurut UU no. 18 tahun 2012 tentang pangan

menyatakan pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses

dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

Menurut Saparinto dan Hidayati pangan olahan yaitu makanan hasil proses

pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan

tambahan. Pangan olahan bisa dibedakan menjadi pangan olahan siap saji

dan tidak siap saji.

a. Pangan olahan siap saji adalah makanan yang sudah diolah dan siap

disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan,

contoh: pisang goreng dan lain-lain.

b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan yang sudah mengalami

proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan

lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum, contoh: makanan kaleng

dan lain-lain.

c. Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi

kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas

kesehatan, contoh: susu rendah lemak untuk orang yang menjalani diet

lemak dan lain-lain.

2.5 Ketahanan Pangan

Pangan merupakan hal penting yang harus dipenuhi oleh setiap

manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Pangan yang dimaksud dalam

hal ini adalah pangan pokok bagi masyarakat Indonesia, yaitu beras, sumber

karbohidrat bagi tubuh. Tercukupinya asupan gizi yang terkandung dalam

pangan dan diserap oleh tubuh dapat menghasilkan sumber daya manusia

yang berkualitas. Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan,

maka setiap negara akan mendahulukan pembangunan ketahanan pangannya

sebagai fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya (Arumsari dan

Rini, 2007).

Oleh karena itu, Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan

ketahanan pangan dan hal tersebut dituangkan dalam Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Undang-Undang tersebut

mendefinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi terpenuhinya

7 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 8: DIVERSIFIKASI PANGAN

pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang

cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Berdasarkan definisi tersebut, ketahanan pangan yang dimaksud tidak hanya

di tingkat global, nasional, dan regional tapi juga sampai pada tingkat rumah

tangga.

Ketersediaan pangan nasional dan regional tidak menjamin adanya

ketahanan pangan rumahtangga atau individu karena ketersediaan pangan

dan ketahanan pangan ditentukan oleh akses untuk mendapatkan pangan

(Saliem et al., 2005).

Ketahanan pangan merupakan komitmen Indonesia pada sektor

pembangunan pangan yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 7

tahun 1996 tentang pangan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 tahun

2002 tentang ketahanan pangan. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun

1996 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 tahun 2002 tentang pangan,

ketahanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan

bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup

dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Rahayu,

2007). Terdapat beberapa definisi lain tentang ketahanan pangan yang

dikemukakan baik oleh lembaga perbankan maupun hasil konferensi

internasional. Menurut World Bank dalam Indaryanti (2003) mendefinisikan

ketahanan pangan sebagai akses semua orang pada setiap saat terhadap

pangan yang mencukupi untuk menjamin kehidupan yang aktif dan sehat.

Berdasarkan hasil konferensi internasional World Conference on Human

Right (1993) dalam Saliem (2005), ketahanan pangan didefinisikan sebagai

kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu baik dalam jumlah

maupun mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan

sesuai dengan budaya setempat.

FAO/WHO, 1992 mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses

setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap

waktu untuk keperluan hidup sehat. Ketahanan pangan pada tataran nasional

merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya

memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan

juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis

8 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 9: DIVERSIFIKASI PANGAN

pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk

mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan

nasional terhadap impor (Litbang Deptan, 2005).

Ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan (sufficiency),

akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty , 2004).

Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi

suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu

ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability dan stability),

kemudahan memperoleh pangan (food accessibility) dan pemanfaatan

pangan.

Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu

sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu

subsistem ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan

kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut

masalah produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian

rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian bersifat musiman,

terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi keluarga

harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.

Sementara itu subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses

peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga

pangan. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya akses masyarakat

terhadap pangan yang cukup. Surplus pangan tingkat wilayah, belum

menjamin kecukupan pangan bagi individu/masyarakat.

Sedangkan subsistem konsumsi menyangkut pendidikan masyarakat

agar mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat

mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat

kebutuhannya. Konsumsi pangan tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang

cukup dan berimbang tidak efektif bagi pembentukan manusia yang sehat,

daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan produktif (Thaha, dkk, 2000).

Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka ketahanan

pangan tidak mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan

pangan (Suryana, 2003).

9 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 10: DIVERSIFIKASI PANGAN

BAB III

PEMBAHASAN

Wuri Marsigit (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Pengembangan

Diversifikasi Produk Pangan Olahan Lokal Bengkulu untuk Menunjang

Ketahanan Pangan Berkelanjutan menjelaskan bahwa kurang adanya

pemanfaatan potensi sumberdaya alam lokal dan dari hal itu sebisa mungkin

masyarakat di daerah tesebut tidak terlalu tergantung pada input dari luar (impor)

untuk memperkuat ketahanan pangan berkelanjutan dan pemberdayaan ekonomi

masyarakat. Dengan adanya pengembangan diversifikasi pengolahan pangan lokal

diharapkan mampu menunjang ketahanan pangan yang berkaitan dengan aspek

promosi ketersediaan pangan yang beragam, penanggulangan masalah gizi seperti

adanya kekurangan energi dan protein yang dialami oleh sebagian besar

masyarakat Bengkulu, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat.

Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah penelitian yang

dilaksanakan selama kurang lebih 8 bulan di seluruh kabupaten dan kota yang ada

di provinsi Bengkulu serta responden yang memenuhi kriteria dipilih secara

purposif. Subjeknya adalah sebanyak 107 responden yang diambil di wilayah

pesisir, dataran sedang, dan dataran tinggi. Metode pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan metode survey, wawancara, observasi, dan

dokumentasi obyek- obyek penelitian. Data yang dikumpulkan yakni berupa data

primer dan data sekunder. Untuk data primer yang berupa data bahan baku dan

bahan tambahan pembuatan dianalisa kandungan gizinya dengan menggunakan

Software Computer System Online on Dietry Analysis (SODA), untuk tingkat

higienitas pengolahan dianalisa dengan tingkat penerapan good manufacturing

practice/Cara produksi makanan yang baik dipahami dan dilaksanakan (Anonim,

2008). Sedangkan data sekunder nilai tambah produk pangan olahan dihitung

dengan menggunakan rumus perhitungan nilai tambah menurut Hayami and

Masao (1981).

Hasil penelitian jurnal menyatakan bahwa potensi diversifikasi produk

pangan olahan lokal sangat besar dengan adanya potensi sumber bahan pangan

yang dimiliki oleh setiap wilayah mudah didapat. Hal ini juga dipengaruhi letak

topografi suatu wilayah di Provinsi Bengkulu yang meliputi dataran tinggi,

10 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 11: DIVERSIFIKASI PANGAN

dataran rendah, dan perairan. Sumber pangan juga dapat dikembangkan sebagai

komoditas di setiap wilayah sehingga sangat potensial dalam upaya mengurangi

hidup konsumtif dengan kecenderungan hidup produktif dengan cara

memberdayakan masyarakat dalam kegiatan ekonomi dan kemandirian pangan.

Sebab masyarakat mudah mendapatkan bahan pangan tersebut, mudah diolah, dan

dikonsumsi untuk kebutuhan pangan sehari-hari yang berarti memenuhi empat

aspek ketahanan pangan. Untuk mengenalkan produk pangan olahan ke daerah

lain diperlukan pengenalan dan promosi yang dilakukan secara terus menerus,

baik melalui penyuluhan, pelatihan, maupun pendampingan. Hal ini akan

membuat masyarakat sadar secara pelahan-lahan akan potensi pangan lokal yang

tersedia untuk memenuhi kebutuhan gizi agar dapat hidup sehat tanpa harus

mengeluarkan dana yang terlalu tinggi, sehingga kesadaran pangan dan gizi akan

berdampak kepada kemandirian pangan, dan pada akhirnya akan menunjang

ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable food security). Kandungan gizi dari

dalam sumber bahan pangan lokal dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

No Sumber Bahan Baku Utama

Jumlah Sampel

Produk

(n) (persen)

1 Karbohidrat 45 42.06

2 Protein 23 21.50

3 Lemak 10 9.35

4 Vitamin 14 13.08

5 Mineral 15 14.02

Total 107 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kandungan karbohidrat dan

protein tinggi yang dimiliki oleh setiap sumber bahan pangan produk lokal dapat

mengurangi masalah gizi di Provinsi Bengkulu yang secara umum mengalami

kekurangan energi dan protein (KEP) yang dapat menyebabkan anemia gizi besi

dan defisiensi vitamin A. Produk pangan olahan yang dapat mencegah dan

menanggulangi KEP yakni nasi singkong, nasi tiwul, nasi jawawut, bubur ayam

jagung, juada perenggi, otak-otak ikan nila, sala udang, buntil daun talas, rendang

11 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 12: DIVERSIFIKASI PANGAN

lokan, sate kijing, cendol lidah buaya, urap bunga turi, jus pinang, cumi pare

kelapa muda, telur asin (itik), dan lain-lain. Apabila makanan-makanan tersebut

ditambah atau dipromosikan sebagai pangan olahan lokal Bengkulu dalam menu

makanan maka akan berpotensi besar sebagai produk diversfikasi pangan dan juga

akan menambah citra usaha catering, rumah/warung makan, dan restoran yang ada

di Provinsi Bengkulu.

Penerapan cara produksi makanan yang baik (CPMB) masih memerlukan

upaya-upaya untuk mensosialisasikan dan mengadakan pelatihan-pelatihan agar

produk pangan olahan yang dihasilkan bermutu baik dan terjamin keamanannya.

Dalam pengembangan diversifikasi produk pangan olahan di Bengkulu diperlukan

pelatihan CPMB yang bertujuan untuk mengetahui apakah produk pangan olahan

tersebut aman dan dapat diterima baik secara fisik, kimia, mikrobiologi, maupun

organoleptik serta baik dikonsumsi untuk rumah tangga atau akan dikomersilkan.

Nilai tambah produk pangan olahan lokal bisa saja meningkat sebab bahan

baku yang tersedia di daerah tersebut sangat besar. Dengan adanya pengembangan

diversifikasi produk pangan olahan lokal maka diharapkan dapat meningkatkan

kegiatan perekonomian. Sehingga pilihan diversifikasi pangan juga meningkat

secara otomatis dalam mempengaruhi ketahanan pangan, dapat dipertahankan dan

atau ditingkatkan secara terus-menerus (berkelanjutan).

Untuk potensi pengembangan produk yang berhubungan dengan ketahanan

pangan, pengolahan, dan pemasaran hasil pertanian Provinsi Bengkulu fokus pada

ketahanan pangan yang masih berada dalam aspek ketersediaan. Aspek distribusi,

pengolahan hasil dan peningkatan nilai tambah, diversifikasi konsumsi pangan,

serta upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat Bengkulu khususnya dalam

bidang pangan masih belum banyak mendapat perhatian. Di masa mendatang,

fokus pangan dan strategi pengembangannya perlu pengarahan pada implementasi

paradigma baru ketahanan pangan berkelanjutan (Sustainable Food Security

Paradigm). Paradigma ketahahan pangan berkelanjutan perlu mempertimbangkan

empat indikator utama (Sudaryanto dan Rusastra, 2002):

1. Ketersediaan pangan (food availability). Kecukupan kersediaan pangan adalah

penting, tetapi belum cukup menjamin ketahanan pangan bagi masyarakat.

Walaupun pagu (ketersediaan) pangan tersedia cukup, tetapi bila masyarakat

12 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 13: DIVERSIFIKASI PANGAN

tidak memiliki daya beli yang memadai maka akan terjadi krisis pangan

(hunger paradox), misalnya gizi buruk.

2. Pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama yang mayoritas tinggal di

pedesaan dan masyarakat miskin kota untuk dapat meningkatkan daya beli

(accessibility).

3. Ketahanan terhadap risiko (vulnerability). Sistem pangan juga harus memiliki

ketahanan yang cukup terhadap risiko penurunan produksi pangan sebagai

akibat faktor alam, krisis keuangan, sosial dan politik. Karena itu jaringan

pengaman sosial (social safety net) adalah komponen penting dari sistem

ketahanan pangan berkelanjutan.

4. Aspek keberlanjutan (sustainability). Aspek keberlanjutan mensyaratkan tidak

adanya perkembangan negatif dalam jangka panjang (non-negative long term

trend) untuk ketersediaan dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan.

Dalam mengembangkan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu hal yang

perlu diarahkan pada pertanian yakni kegiatan pasca panen, pengolahan dan

pemasaran dengan kegiatan pendukungnya berupa budidaya dan produksi tinggi

yang menjamin kualitas, kuantitas dan kontinuitas pengembangan ketahanan

pangan. Hal ini akan mampu meningkatkan nilai tambah dalam peningkatan

pendapatan serta peningkatan dan penciptaan lapangan kerja baru. Di dalam

pembangunan pertanian Provinsi Bengkulu ke depannya tidak hanya

menghasilkan produk segar saja namun juga akan menjual ataupun mengkonsumsi

produk pangan olahan yang apabila dijual akan meningkatkan taraf hidup dan

kesejahteraan.

Untuk memenuhi ketersediaan pangan secara kualitas, kuantitas dan

kontinuitas sekaligus dalam penunjang pemberdayaan ekonomi masyarakat,

perbaikan gizi, produktivitas pertanian, dan penciptaan lapangan kerja desa-desa

di Provinsi Bengkulu yang berbasis pertanian perlu dikembangkan sebagai sentra

industri pengolahan pangan agroindustri beserta produk sampingannya yang

mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sehari-hari tanpa harus

konsumtif. Selain itu upaya kemandirian pangan juga harus dikembangkan agar

desa terus menjadi sentra agroindustri dan sentra produksi pangan segar dan

olahan tetapi hal ini juga tidak dapat lepas dari campur tangan Perguruan Tinggi

13 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 14: DIVERSIFIKASI PANGAN

yang berada di Provinsi Bengkulu yang melakukan pengembangan desa melalui

Tri Dharma.

Pengembangan diversifikasi pangan olahan lokal Bengkulu dapat

memanfaatkan kelompok-kelompok yang sudah terbentuk di pedesaan sebab

penggunaan sarana/media yang sudah ada akan lebih efektif dalam pengembangan

produk olahan. Apabila produk olahan banyak dijumpai di desa berarti banyak

pilihan-pilihan untuk dikonsumsi keluarga dan berperan sebagai diversifikasi

pangan. Selain upaya di atas dapat juga pengembangan produk dilakukan melalui

program aksi desa mandiri pangan yang dicanangkan oleh Badan Ketahanan

Pangan Provinsi Bengkulu. Desa Mandiri Pangan adalah desa yang

masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan

dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan

subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara

berkelanjutan. Di Provinsi Bengkulu Program Desa Mandiri Pangan telah

mencapai 14 Desa Mandiri Pangan yang terbentuk berarti untuk mencapai

program yang dicanangkan akan terwujud. Di dalam pengembangan desa mandiri

pangan harus selalu diarahkan untuk mengembangkan produk olahan wilayah

setempat.

14 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 15: DIVERSIFIKASI PANGAN

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dengan adanya potensi sumber bahan pangan yang mudah didapat dan

faktor topografi di setiap wilayah di provinsi Bengkulu, potensi diversifikasi

produk pangan olahan lokal menjadi sangat besar. Sehingga sumber pangan

dapat dikembangkan sebagai komoditas di setiap wilayah yang nantinya

akan sangat membantu dalam mengurangi hidup konsumtif masyarakat di

daerah tersebut dengan cara memberdayakan masyarakat dalam kegiatan

ekonomi dan kemandirian pangan. Hal ini akan menunjang ketahanan

pangan berkelanjutan (sustainable food security).

Dalam pengembangan diversifikasi produk pangan olahan di

Bengkulu diperlukan pelatihan Cara Pengolahan Makanan yang Baik

(CPMB) yang bertujuan untuk mengetahui apakah produk pangan olahan

tersebut aman dan dapat diterima baik secara fisik, kimia, mikrobiologi,

maupun organoleptik serta baik dikonsumsi untuk rumah tangga dan/atau

untuk dikomersilkan. Dengan adanya pengembangan diversifikasi produk

pangan olahan lokal maka diharapkan dapat meningkatkan kegiatan

perekonomian masyarakat di provinsi Bengkulu.

4.2 Saran

Dengan pemanfaatan sumber daya yang sudah tersedia di pedesaan di

provinsi Bengkulu seperti adanya kelompok-kelompok masyarakat yang

sudah terbentuk, pengembangan diversifikasi pangan olahan lokal akan

lebih efektif. Selain itu, pengoptimalan program aksi Desa Mandiri Pangan

yang dicanangkan oleh Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu juga

akan mampu membantu untuk mengembangkan produk pangan olahan lokal

di provinsi Bengkulu.

15 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 16: DIVERSIFIKASI PANGAN

Daftar Pustaka

Anonim. (2008). Cara Pengolahan/Produksi Yang Baik/Good Manufacturing Practice (GMP) Pada Produk Pengolahan Hasil Pertanian. Permentan No.35/Permentan/ OT.140.17./2008. Departemen Pertanian

Anonim. (2008). Laporan Tahunan. Subdin Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu (2008)

Arumsari, Vini dan Wulandari Dwi Etika Rini. 2007. Peran Wanita Tani dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan pada Tingkat Rumahtangga di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13 No.1, April 2008 Hal: 71-82. (Situs Universitas Islam Indonesia http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/52/150)

II Tinjauan Pustaka.______. Bogor Agricultural University http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/57975/BAB%20II.%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=3 (diakses pada tanggal 25 April 2013)

Bab II Tinjauan Pustaka. _______. Bogor Agricultural University http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53146/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=2 (diakses pada tanggal 25 April 2013)

Bab II Tinjauan Pustaka Chapter II._______. Universitas Sumatera Utara http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20884/3/Chapter%20II.pdf (diakses pada tanggal 26 April 2013)

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional : Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015

Hayami, Y. dan Masao, K. (1981). Asian Village Economy at the Crossroads. Tokyo University Press. Tokyo

Indaryanti, Yoyoh. 2003. Analisis Strategi Ketahanan Pangan Komunitas Petani (Studi Kasus di Desa Sidajaya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat). Tesis pada Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. (Tidak diterbitkan). Bogor

Karsin, E. S., 2004. Peranan Pangan dan Gizi Dalam Pembangunan. Dalam Y. F. Baliwati, A. Khomsan dan M. Dwiriani (Eds), Pengantar Pangan dan Gizi, Penebar Swadaya, Jakarta

Nur’aripin, Adi Purnama. _______. Diversifikasi Pangan Untuk Mengatasi Krisis Pangan Di Indonesia. Bogor Agricultural University http://www.ipb.ac.id/lombaartikel/pendaftaran/uploads/tpb/pertanian-dan-pangan/Diversifikasi.pdf (diakses pada tanggal 26 April 2013)

Prasetyo, Edi, Mukson. 2003. Kajian Pemasaran Produk Pangan Olahan di Beberapa Kabupaten di Jawa Tengah. Universitas Diponegoro

http://eprints.undip.ac.id/967/1/laporan_penelitian_edy_pras.pdf (diakses pada tanggal 26 April 2013)

16 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n

Page 17: DIVERSIFIKASI PANGAN

Rahayu, Dewi. 2007. Analisis Program Pemberdayaan Masyarakat PT Riau Andalan Pulp And Paper Dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumahtangga. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. (Tidak diterbitkan). Bogor

Saliem, Handewi Purwanti, Adreng Purwoto, Gatoet Sroe Hardono, Tri Bastuti Purwantini, Yana Supriyatna, Yuni Marisa, dan Waluyo. 2005. Manajemen Ketahanan Pangan Era Otonomi Daerah dan Perum BULOG. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Marsigit, Wuri. 2010. Pengembangan Diversifikasi Produk Pangan Olahan Lokal Bengkulu untuk Menunjang Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu http://repository.unib.ac.id/225/1/Paper%20Pak%20Wuri.pdf. (diakses pada tanggal 26 April 2013)

17 | A n a l i s i s J u r n a l D i v e r s i f i k a s i P a n g a n