49
PERAN DIVERSIFIKASI PANGAN DALAM MENUNJANG SWASEMBADA BERAS UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL BAB I : PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 mencapai 241 juta jiwa. saat ini, laju pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,5 persen pertahun atau bertambah sekitar 3,5 juta jiwa. Jika diakumulasikan, maka hingga akhir tahun 2012 mendatang, jumlah penduduk Indonesia di perkirakan akan mencapai 245 juta jiwa. 1 Pada tahun 2022 penduduk Indonesia akan mencapai sekitar 273 juta jiwa, mengkonsumsi 37,6 juta ton beras), atau membutuhkan sebanyak 68 juta ton gkg pada tingkat produksi di lapangan, sebagaimana pada tabel 1dengan memakai data terkoreksi memperlihatkan bahwa neraca produksi kebutuhan beras sudah negatif sejak 2010. Tabel 1 : Produksi beras “as produced” dan data terkoreksi pada tingkat siap konsumsi (as consumed), serta perkiraan permintaan beras tahun 2015-2025 1 BKKBN Pusat pada http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=44150 pada 2012-12-25 1

Kertas karya diversifikasi pangan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kertas karya diversifikasi pangan

PERAN DIVERSIFIKASI PANGAN DALAM MENUNJANG SWASEMBADA

BERAS UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

BAB I : PENDAHULUAN

Jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 mencapai 241 juta jiwa. saat ini, laju pertumbuhan

penduduk Indonesia mencapai 1,5 persen pertahun atau bertambah sekitar 3,5 juta jiwa. Jika

diakumulasikan, maka hingga akhir tahun 2012 mendatang, jumlah penduduk Indonesia di

perkirakan akan mencapai 245 juta jiwa.1 Pada tahun 2022 penduduk Indonesia akan

mencapai sekitar 273 juta jiwa, mengkonsumsi 37,6 juta ton beras), atau membutuhkan

sebanyak 68 juta ton gkg pada tingkat produksi di lapangan, sebagaimana pada tabel 1dengan

memakai data terkoreksi memperlihatkan bahwa neraca produksi kebutuhan beras sudah

negatif sejak 2010.

Tabel 1 : Produksi beras “as produced” dan data terkoreksi pada tingkat siap konsumsi(as consumed), serta perkiraan permintaan beras tahun 2015-2025

Sumber : Sumarno, “ANTISIPASI DEFISIT PANGAN BERAS SEPULUH TAHUN YANG AKAN DATANG”

prosiding “Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X” Jakarta – 19 – 21 November 2012

1 BKKBN Pusat pada http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=44150 pada 2012-12-25

1

Page 2: Kertas karya diversifikasi pangan

Untuk memperoleh produksi 68 juta ton gkg pada tahun 2022 akan berhadapan dengan lebih

banyak masalah, yang utama adalah luas lahan sawah menyusut karena konversi lahan;

ketersediaan air berkurang; Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) lebih tinggi

intensitasnya; tenaga kerja di lapangan semakin mahal dan sulit diperoleh; dan harga sarana

produksi semakin mahal. Walaupun prognosa kebutuhan produksi beras masih termasuk

dalam kisaran kapasitas produksi maksimal dari sumberdaya lahan yang ada, namun

diperlukan tindakan antisipasi oleh adanya kemungkinan terjadi perubahan pola iklim yang

ekstrim (climate change) sehingga mengganggu kemampuan produksi pangan nasional.2

Climate change mempunyai dampak yang nyata pada sektor pertanian, yaitu antara lain

terjadinya pergeseran awal musim, penurunan luas panen karena kenaikan muka air laut,

dan kekeringan dan banjir yang diskontinyu.3 Lebih jauh lagi fenomena perubahan iklim

global mempengaruhi Kemampuan produksi dan pembentukan stok pangan; fluktuasi

penawaran dan permintaan pangan di pasar internasional; folatilitas harga pangan

internasional; 4

Hal lainnya yang mempengaruhi ketahanan pangan nasional5 berupa permasalahan yang ada

pada kerangka pasar global yaitu kenaikan dan fluktuasi harga minyak bumi yang tinggi

akan meningkatkan kompetisi pemanfaatan komoditas antara pangan dan energi; Kebijakan

perdagangan tiap negara cenderung mendahulukan ketahanan pangan domestiknya, sehingga

pasar pangan internasional semakin tidak menentu dan semakin tidak dapat diramalkan;

Jumlah penduduk dunia terus meningkat dan konsumsi beras/kapita terus naik, terutama dari

negara-negara miskin Asia dan Afrika, meningkatkan total kebutuhan pangan, juga beras;

Penduduk miskin dan rawan pangan sangat besar, sekitar 1/6 penduduk dunia (+ 1 milyar).

Dalam negeri sendiri, tantangan Ketahanan Pangan berupa Produksi pangan tidak

dihasilkan secara merata, bersifat musiman dan bervariasi sesuai kemampuan antar daerah;

Konversi lahan pertanian masih tinggi dan tidak terkendali; Kompetisi pemanfaatan dan

degradasi sumber daya air semakin meningkat; Infrastruktur pertanian/pedesaan masih

kurang memadai; Prasarana dan sarana transportasi belum memadai, sehingga biaya

distribusi pangan relatif tinggi; Laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi (periode

2Sumarno “ANTISIPASI DEFISIT PANGAN BERAS SEPULUH TAHUN YANG AKAN DATANG” prosiding “Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X” Jakarta – 19 – 21 November 2012

3 Hasil rapat Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X Pada tanggal 17 Juli 2012 dan 20 Juli 2012 yang diselenggarakan oleh Badan POM4 Bahan kuliah Dr. Ir. Endang Sugiharti, MSi pada program KSKN angkatan 32 UI, Jakarta tahun 20125 Ibid

2

Page 3: Kertas karya diversifikasi pangan

2000-2010 = 1,49%/th); Konsumsi beras per kapita masih tinggi (139,15 kg/kapita/th);

Beberapa daerah rawan bencana: (kerawanan pangan transien) ; Masih terdapat daerah dan

masyarakat miskin: (kerawanan pangan kronis)6

Ketahanan Pangan Nasional juga terkait erat dengan status gizi masyarakat, hal ini terlihat

pada dua indikator pada tujuan pertama Millenium Development Goals ( MDGSs yang

dikeluarkan PBB pada tahun 2008. Tujuan pertama dari MDGs adalah bahwa pada tahun

2015 nanti setiap negara diharapkan mampu untuk menurunkan kemiskinan dan kelaparan

separuh dari kondisi awal pada tahun 1990. Dua dari lima indikator sebagai penjabaran tujuan

pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita (indikator

keempat) dan menurunnya jumlah penduduk defisit energi atau kelaparan (indikator kelima).

Kedua indikator tersebut mencerminkan tingginya keterkaitan antara kondisisi ketahanan

pangan dengan status gizi masyarakat.7

Ketahanan Pangan Nasional adalah prioritas nasional, sehingga ada beberapa hal penting

yang mesti dilakukan untuk mempertahankan ketahanan pangan dari ancaman climate change

serta Permasalahan global lainnya dan permasalahan lokal terhadap Ketahanan Pangan

Nasional serta keterkaitannya dengan status gizi masyarakat yang mempengaruhi produksi

dan konsumsi pangan masyarakat, memerlukan sejumlah kebijakan yang mesti diambil

pemerintah untuk mengatasinya antara lain Intensifikasi (peningkatan produksi per hektar),

Ekstensifikasi (perluasan areal tanah), Diversifikasi Pangan (mengurangi konsumsi beras

dengan karbohidrat lainnya), Mengurangi bertambahnya jumlah penduduk (1,4%/tahun),

Penggunaan teknologi Biotek yang merupakan inovasi yang mempunyai “kemampuan untuk

mengatur perubahan sebagai suatu peluang bukan suatu ancaman”.8

Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada

beras tetapi juga upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang

berkualitas dan mampu berdaya saing dalam percaturan globalisasi.

BAB II : PERAN DIVERSIFIKASI PANGAN DALAM MENUNJANG SWASEMBADA

BERAS UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

6 Ibid 7 Dewan Ketahanan Pangan, “Buku Indonesia Tahan Pangan 2015” 20098Hasil rapat Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X Pada tanggal 17 Juli 2012 dan 20 Juli 2012 yang

diselenggarakan oleh Badan POM

3

Page 4: Kertas karya diversifikasi pangan

Di antara negara ASEAN, Indeks Ketahanan Pangan global Indonesia pun menempati posisi

kelima dari tujuh negara yang dievaluasi karena terus-menerus menggantungkan pemenuhan

kebutuhan pangan pokok dari impor seperti yang ditunjukan tabel berikut ini :

Tabel 2 : Food Security Index Negara Asia Tenggara 

Negara Kategori IndeksMalaysia good 63,9Thailand good 57,9Vietnam moderate 50,4Filipina moderate 47,1Indonesia moderat 46,8Myanmar moderat 37,2Kamboja moderat 30,0

Sumber: Economist Intelligence Unit

Indonesia hanya memperoleh level moderat dengan peringkat ke-64 dari 105 negara dalam

Indeks Ketahanan Pangan yang dirilis Economist Intelligence Unit. Di ASEAN, Indonesia

hanya tercatat di urutan kelima dari tujuh negara kawasan yang termasuk dalam Indeks

Ketahanan Pangan. Di peringkat pertama Asia Tenggara terdapat Malaysia, disusul Thailand,

Vietnam, dan Filipina Pemeringkatan dilakukan menggunakan 25 indikator yang terbagi ke

dalam tiga kategori besar, yakni jangkauan dan akses finansial, ketersediaan, kualitas dan

keamanan pangan. Berdasarkan data EIU, ketahanan pangan suatu negara terukur ketika

penduduk memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi untuk memenuhi makanan bernutrisi

yang dibutuhkan bagi kesehatan dan berkegiatan. Indonesia cukup menonjol pada kategori

persediaan pangan. Pada indikator volatilitas persediaan pangan, Indonesia memasuki

peringkat kedua di Asia dengan skor 98,4, di bawah China yang mendapat skor 100. Salah

satu tantangan terbesar Indonesia yakni pembenahan infrastruktur dasar pertanian untuk

mendukung akses logistik dan kegiatan pertanian. Pembangunan jalan perdesaan masih

dibutuhkan. Petani seringkali harus menghabiskan biaya banyak untuk distribusi. sistem

irigasi dan jembatan juga merupakan tantangan. Selanjutnya Penyuluhan terkait pertanian

yang tidak terorganisir juga menjadi kendala karena perubahan struktur pemerintah daerah

yang desentralisasi saat ini justru menghambat proses edukasi petani. Tatangan lainnya

adalah regulasi yang rumit terhadap perizinan produk bahan baku pangan terbaru.9

9  http://www.bisnis.com/articles/indeks-ketahanan-pangan-daya-dukung-infrastruktur-jadi-penghambat-di-indonesia 31 12 2012

4

Page 5: Kertas karya diversifikasi pangan

Posisi ketahanan pangan Indonesia berada di bawah Filipina, pesaing dalam kelompok negara

pengimpor beras terbesar di dunia. Impor itu sudah terjadi di hampir semua komoditas

pertanian seperti beras, jagung, kedelai, gandum, dan gula. Bahkan gandum, 100% diimpor di

antaranya dari Turki, Australia, dan AS. Namun dalam acara di Kementerian Keuangan,

Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan reformasi agraria harus

disukseskan agar Indonesia bisa memproduksi pangan lagi. Menurut Presiden, pemerintah

memiliki anggaran untuk meningkatkan swasembada pangan, di antaranya target surplus 10

juta ton beras pada 2014.10

Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2012 tentang pangan yang dikeluarkan pada tanggal 17 November 2012 yang

menyatakan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara

sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik

jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat,

aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Dalam undang-undang tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi terpenuhinya

Pangan ini tidak dimaksudkan sebagai kemandirian pangan ( swasembada pangan) karena

kondisi terpenuhinya pangan bisa diadakan melalui produksi dalam negeri, cadangan pangan

nasional dan impor. Sedangkan kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa

dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri. Hal ini ditegaskan

dalam undang-undang tersebut bahwa Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya

Pangan dari hasil produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional serta impor apabila

kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Jadi jelas, dari Undang-undang

tentang pangan, ketahanan pangan adalah produksi dalam negeri ditambah impor. Kebutuhan

adalah konsumsi ditambah cadangan. Apabila produksi dalam negeri telah mencapai

swasemba impor masih bisa dilakukan karena ada cadangan (surplus) yang mesti dipenuhi,

misalnya untuk beras sebesar 10 juta ton ditahun 2014. Impor tidak langsung berhubungan

dengan swasembada beras tapi berhubungan langsung dengan ketahanan pangan atau impor

mesti dilihat dari kacamata ketahanan pangan dulu setelahnya baru dari kacamata

kemandirian pangan (swasembada pangan).

10 http://www.mediaindonesia.com/read/2012/07/07/336333/265/114/Ketahanan-Pangan-Rawan 2012-12-14

5

Page 6: Kertas karya diversifikasi pangan

Sedangkan Penganekaragaman Pangan (diversifikasi pangan) adalah upaya peningkatan

ketersediaan dan konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada

potensi sumber daya lokal. Dapat juga ditarik kesimpulan, diversifikasi pangan adalah

upaya peningkatan ketersediaan (supply) dan konsumsi (demand) pangan yang beragam, ada

diversifikasi kertersediaan pangan dan ada diversifikasi konsumsi pangan.

Diversifikasi Pangan memang bertujuan mengurangi konsumsi beras dan

menggantikannya dengan karbohidrat lainnya sebagai pangan pokok, hal ini akan

menurunkan permintaan terhadap beras dan juga berarti penurunan penyediaaan beras,

selanjutnya akan menurunkan level swasembada beras. Dengan turunnya level swasembada

beras, tekanaan terhadap keharusan memenuhi penyediaan beras sebagai bagian dari

kecukupan pangan juga berkurang dan hal ini mendukung Ketahanan Pangan. Kecukupan

pangan diisi dengan pangan karbohidrat lainnya dari pangan yang berbasis pada potensi

sumber daya lokal sehingga persyaratan Ketahanan Pangan yaitu pangan itu harus cukup

baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat,

aktif, dan produktif secara berkelanjutan, dapat terpenuhi.

Sejak tahun 2008 Indonesia sudah mencapai swasembada beras. Produksi beras saat ini

sudah mencukupi untuk kebutuhan konsumsi nasional. Tahun 2012 produksi beras nasional

diperkirakan mencapai 38,564 juta ton, lebih banyak dari kebutuhan konsumsi beras nasional

sebesar 33,035 juta ton.  Artinya Indonesia sudah mencapai swasembada beras, masih ada

surplus sekitar 3-4 juta ton. Tapi pemerintah tetap membuka keran impor. Impor beras itu

untuk tambahan cadangan ketahanan pangan. atau memperkuat stok surplus.11

Angka kebutuhan konsumsi nasional semestinya ditambah target stok (surplus) setiap

tahunnya sehingga adanya impor yang terus dilakukan menunjukan ketahanan pangan dapat

dengan mudah terganggu apabila situasi permintaan dan penawaran beras internasional

terganggu. Stok surplus ini sangat berguna dan tidak bisa dihindarkan dalam perencanaan

pangan karena bisa dipakai menstabilkan harga beras jika ada spekulan bermain di pasar.

Sedangkan impor beras menunjukan adanya potensi dominasi asing yang bisa mengganggu

ketahanan pangan. Artinya ketahanan pangan sebagaimana yang didefinisikan Undang-

Undang no 18 tahun 2012 maupun undang-undang sebelumnya pada tahun 1996 memang

11 Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, “Pemerintah Tetap Impor Beras Meski Swasembada” pada

http://www.tempo.co/read/news/2012/09/26/090432062/Pemerintah-Tetap-Impor-Beras-Meski-Swasembada diunduh pada 2012-12-24

6

Page 7: Kertas karya diversifikasi pangan

tidak diartikan sebagai kemandirian pangan dan tentunya akan menurunkan kebijakan yang

berbeda jika ketahanan pangan sama dengan kemandirian pangan yang mungkin mengarah

pada kebijakan proteksi produksi dan subsidi petani untuk pupuk, land reform dan lain

sebagainya. Dengan definisi yang ada, ketahanan pangan rentan karena walaupun

swasembada tercapai (tanpa memasukan stok beras sebagai kebutuhan) impor akan tetap

dilakukan sehingga masih diperlukan kebijakan diversifikasi pangan agar permintaan beras

menurun setiap tahunnya.12

Diversifikasi Pangan juga diperlukan karena suatu penelitian menunjukan bahwa persediaan

pangan yang cukup secara nasional ternyata tidak menjamin adanya ketahanan pangan

tingkat regional maupun rumah tangga/individu.13

BAB III : PERMASALAHAN

Permasalahan terkait Diversifikasi Pangan yang menarik muncul dari pejabat terkait yang

mengatakan bahwa Diversifikasi pangan berjalan di tempat14, apabila diversifikasi pangan

itu diukur dengan skor PPH maka Skor PPH pada 2011 baru mencapai 77,3 dari skor ideal

100. Skor tersebut muncul karena konsumsi karbohidrat dari sumber pangan umbi-umbian

relatif kecil dan cenderung menurun, padahal konsumsi terigu meningkat terus.15 Adanya

kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal ; Cukup

tingginya kesenjangan mutu gizi konsumsi masyarakat desa dan kota;

Selanjutnya AKG Angka Kecukupan Gizi) perlu di updating sesuai perkembangan pola

hidup dan aktivitas masyarakat, terjadi ketidak seimbangan gizi pada masyarakat, adanya

masalah Keamanan pangan dan kasus-kasus keracunan pangan.16

12 Bandingkan dengan kondisi 1995/1996 yang menyatakan : Sasaran pembangunan pangan pada Repelita VI (1995/1996) adalah makin mantapnya ketahanan pangan yang dicirikan oleh terpeliharanya kemantapan swasembada pangan secara dinamis. Sasaran tersebut terkait erat dengan sasaran diversifikasi pangan serta peningkatan kualitas konsumsi pangan dalam rangka mewujudkan pola pangan yang bermutu gizi seimbang. diunduh dari www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6578/ - 2012-12-25

13 Saliem, HP.,M.Ariani, Y.Marisa, T.B. Purwantini dan EM Lokollo.2001. Analisis Ketahanan Pangan Tingkat Rumah

Tangga dan Regional. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Departemen Pertanian, Bogor.

14 Kepala LIPI dalam laporannya selaku Ketua Panitia Pengarah WNPG X ,Jakarta 20 November 201215http://www.sehatnews.com/2012/06/12/pola-konsumsi-pangan-masyarakat-indonesia-belum-bergizi-seimbang/25 12 2012

16 Kepala LIPI dalam laporannya selaku Ketua Panitia Pengarah WNPG X ,Jakarta 20 November 2012

7

Page 8: Kertas karya diversifikasi pangan

Pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia pada saat ini umumnya masih timpang, belum

beragam dan bergizi seimbang karena masyarakat terlalu banyak mengonsumsi beras17, hal

ini terlihat pada permintaan beras untuk dikonsumsi terus meningkat sejalan dengan

pertumbuhan penduduk; Permintaan terhadap beras itu juga semakin meningkat karena

masyarakat pemakan non-beras cenderung beralih ke beras sebagai dampak perubahan

kondisi sosial, ekonomi dan budaya; Dari sisi dampak perubahan iklim global menyebabkan

risiko produksi dan harga beras meningkat.

Sedangkan dari sisi teknologi dan ekonomi, permasalahan diversifikasi pangan adalah

Lambatnya perkembangan, penyebaran dan penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal

untuk meningkatkan nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra dan daya terima ; Belum

berkembangnya agro industri pangan yang berbasis sumberdaya lokal ; belum optimalnya

pemberian insentif bagi dunia usaha dan masyarakat pengembang aneka produk olahan

pangan lokal ; Kurangnya fasilitas pemberdayaan ekonomi untuk meningkatkan aksesibilitas

pangan Beragam, Bergizi, Berimbang, Aman dan Halal (3B-AH) 18

Dari sisi penerimaan masyarakat, diversifikasi pangan terhambat dari kebiasaan masyarakat

lokal. Pemerintah sendiri mengakui proses diversifikasi pangan masih sangat sulit diterapkan

karena masih terhambat pola pikir masyarakat.19 Seperti di Kupang, NTT, masalah

diversifikasi pangan justru terletak pada pangan lokal itu sendiri, seorang pengamat

mengatakan “Mengonsumsi pangan lokal seperti jagung bose, pisang rebus, ubi-ubian, dinilai

merendahkan martabat pengonsumsi, bahkan ketika kedapatan mengonsumsi pangan tersebut

dianggap sudah kelaparan,”20

Dari segi kelembagaan yang menangani pertanian, ketahanan pangan, diversifikasi pangan,

terfragmentasi diantara beberapa lembaga yang menimbulkan ego sektoral sehingga

kontinuitas program dan kegiatan terkait tidak berjalan lancar dan tidak fokus.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN17 Kepala Badan Ketahanan Pangan pada http://www.tempo.co/read/news/2012/09/14/090429500/Pemerintah-Akui-

Diversifikasi-Pangan-Sulit 2012-12-26

18 Dr. Ir. Endang Sugiharti, MS.i, Bahan Kuliah Ketahanan Pangan, Program KSKN- UI, Jakarta 201219 Gayatri K. Rana, BKP, pada http://www.tempo.co/read/news/2012/09/14/090429500/Pemerintah-Akui-Diversifikasi-

Pangan-Sulit 2012-12-26

20 Leta Rafael Levis pada http://www.iposnews.com/2012/06/09/nasi/ diunduh 18 12 2012

8

Page 9: Kertas karya diversifikasi pangan

IV.A. INDIKATOR DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN

Sejarah diversifikasi pangan di Indonesia dimulai pada saat diresmikannya Fakultas

Pertanian Universitas Indonesia pada 27 April 1952. Pada saat peletakan batu pertama

Presiden Soekarno dalam pidato sambutannya menyerukan penganekaragaman bahan

makanan pokok pengganti beras. Saat itu, penduduk Indonesia yang berjumlah 75 juta jiwa

membutuhkan sekitar 6,5 juta ton beras. Karena produksi dalam negeri hanya sekitar 5,5 juta

ton, maka sisanya harus didatangkan dari luar negeri. Kenyataannya gerakan itu hanya

menyentuh sebagian besar elite, tidak menjamah semua lapisan masyarakat yang justru

menempati urutan kuantitas terbesar dari penduduk Indonesia. Ironisnya lagi, yang

dianjurkan hanya golongan masyarakat nonpegawai negeri sipil dan Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia (ABRI). Kedua golongan itu justru memperoleh jatah pembagian beras

setiap bulan. Sebaliknya, rakyat harus mengantre untuk bisa memperoleh jatah beras murah

yang jumlahnya sangat terbatas.21 Selanjutnya pada tahun 1960 Pemerintah mencanangkan

Program Perbaikan Mutu Makanan Rakyat. Sembilan tahun kemudian, 1969, Pemerintah

mempopulerkan slogan “Pangan Bukan Hanya Beras” tujuannya dengan memanfaatkan

bahan pangan lokal untuk pengganti beras disebut Beras Tekad yang terbuat dari Singkong

Selanjutnya terbitlah INPRES Nomor 14 Tahun 1974 tentang Perbaikan Mutu Makanan

Rakyat dan disempurnakan dengan Inpres Nomor 20 Tahun 1979 tentang

Menganekaragamkan Jenis Pangan dan Meningkatkan Mutu Gizi Makanan Rakyat.

Pada periode 1993 - 1998 Program Diversifikasi Pangan dan Gizi dilaksanakan oleh

Departemen Pertanian. Lalu di tahun 1989 Pemerintah mendirikan Kantor Menteri Negara

Urusan Pangan dengan Program “Aku Cinta Makanan Indonesia”. Kemudian keluarkan UU

No.7 tahun 1996 Tentang Pangan, diikuti oleh PP Nomor 68 tahun 2002 Tentang Ketahanan

Pangan; Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang “Percepatan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal” ; Permentan No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan

Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP); Peraturan Menteri Pertanian

No.65/Permentan/ OT.140/12/2010 tentang SPM Bidang Ketahanan Pangan Propinsi dan

Kabupaten/Kota dan yang terbaru adalah UU No 8 Tahun 2012 tentang Pangan.

Undang-Undang terbaru ini menyebutkan bahwa Penganekaragaman Pangan merupakan

upaya meningkatkan Ketersediaan Pangan yang beragam dan yang berbasis potensi sumber

21 Her Suganda, Wartawan di Jawa Barat pada http://mediatani.wordpress.com/2008/03/10/masalah-diversifikasi-pangan/ diunduh 18 12 2012

9

Page 10: Kertas karya diversifikasi pangan

daya lokal untuk memenuhi pola konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan

aman; mengembangkan usaha Pangan; dan/atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penganekaragaman Pangan Dilakukan dengan penetapan kaidah Penganekaragaman Pangan;

serta pengoptimalan Pangan Lokal;

Undang-Undang terbaru ini juga menyatakan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

merupakan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan Gizi

masyarakat dan mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif. Penganekaragaman konsumsi

Pangan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mem budayakan pola

konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta sesuai dengan potensi dan

kearifan lokal.

Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dan membudayakan pola konsumsi pangan

yang beragam berangkat dari kenyatan bahwa pola pangan pokok utama Indonesia

mengarah ke pola tunggal yaitu beras. Suatu analis22 menunjukan :

1. Semua propinsi di Indonesia pada tahun 1979 mempunyai pola pangan pokok utama

beras dan pada tahun 2005 posisi tersebut masih tetap, kalaupun berubah hanya terjadi

pada pangan kedua, antara jagung dan umbi-umbian;

2. Di KTI, pola pangan tunggal berupa beras pada tahun 1979 hanya terjadi di satu

propinsi yaitu Kalimantan Selatan, namun pada tahun 1996 sudah menjadi 8 propinsi

yaitu Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, NTB, Sulsel, Sulut dan Sulteng;

3. Pada tahun 1993, sebagian besar propinsi mempunyai pola pangan pokok yang sudah

mengarah ke pola tunggal yaitu beras. Kecenderungan ini terjadi pada masyarakat

kaya dan miskin,

4. Pada tahun 2002, pangan pokok kedua masyarakat sudah tidak dari umbi-umbian atau

jagung tetapi dari mie. Perubahan ini semakin signifikan pada tahun 2005, semua

masyarakat di kota atau desa dan kaya atau miskin hanya mempunyai satu pola

pangan pokok yaitu beras dan mie.

Terjadi pergeseran pola pangan pada periode 2002 -2005 disebabkan keberhasilan kampanye

produsen mie instan untuk membuat mie sebagai makanan Indonesia dan pergeseran ini

menyebabkan penurunan konsumsi beras namun penurunan konsumsi beras ini tidak

diimbangi oleh peningkatan konsumsi pangan lokal seperti umbi-umbian, sagu dan jagung,

22 Hasil analisis dengan menggunakan series data Susenas yang dilakukan oleh Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian serta Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian

10

Page 11: Kertas karya diversifikasi pangan

sehingga tidak bisa dikatakan penurunan konsumsi beras sebagai akibat kebijakan

diversifikasi pangan, komposisi perkembangan konsumsi pangan pokok sebagaimana terlihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Pangan Pokok (Kg/kap)

Tahun Beras Jagung Terigu Ubi kayu

Ubi jalar

Sagu Umbi lain

2002 115,5 3,4 8,5 12,8 2,8 0,3 0,52003 109,7 2,8 7,2 12,0 3,3 0,3 0,62004 107,0 3,2 7,7 15,1 5,4 0,4 0,72005 105,2 3,3 8,4 15,0 4,0 0,5 0,62006 104,0 3,0 8,2 12,6 3,2 0,5 0,6

Sumber : Susenas,BPS, diolah oleh Badan Ketahanan Pangan

Tabel 3 ini memperlihatkan penurunan konsumsi beras periode 2002-2006 dari 115,5 kg/kap

menjadi 104 kg/kap tapi diikuti pula oleh penurunan konsumsi jagung dari 3,4 kg/kap

menjadi 3 kg/kap sedangkan sagu naik dari 0,3 kg/kap menjadi 0,5 kg/kap. Kedepan, sagu

bisa diandalkan jadi panganan pokok khususnya untuk masyarakat Indonesia Timur.

Penganekaragaman Konsumsi Pangan atau Diversifikasi konsumsi pangan masyarakat

Indonesia bisa juga ditunjukan dengan indikator skor Pola Pangan Harapan (PPH), skor ini

menunjukkan bahwa skor mutu konsumsi pangan penduduk Indonesia periode 2002–2011

secara nasional (kota + desa) tidak pernah menyentuh angka 90 seperti ditunjukan diagram

berikut ini :

Diagram 1 : SKOR PPH 2002 – 2011

11

Page 12: Kertas karya diversifikasi pangan

Diagram ini menunjukan skor PPH nasional yang berfluktuasi dibawah angka 80 kecuali

tahun 2007 dan 2008. Skor ini masih jauh dari angka ideal 100. Jika dibandingkan dengan

skor PPH tahun 1995 sebesar 7223 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa diversifikasi

pangan tidak benar-benar jalan ditempat tapi pastinya selama 17 tahun, Indonesia berada

dalam pola konsumsi pangan yang kurang ideal sementara ada sejumlah kebijakan, program

dan kegiatan terkait diversifikasi pangan yang tentunya dilakukan selama masa itu dan masih

akan diteruskan pada tahun-tahun selanjutnya karena amanat undang-undang.

Diagram ini juga menunjukan perbedaan Skor PPH yang menolok antara Kota dengan Desa.

Sampai dengan tahun 2008 skor PPH kota diatas 80 tapi selanjutnya menurun pada angka

78,7 artinya pola konsumsi pangan orang kota memburuk. Sedangkan di desa, skor PPH nya

lebih buruk dibanding Kota.

Fluktuasi skor PPH tidak pernah menuju ke arah yang lebih baik karena skor tersebut yang

masih jauh dari skor ideal 100 menunjuk pola konsumsi pangan yang masih didominasi

konsumsi energi kelompok padi-padian seperti terlihat pada tabel 1, hal ini terjadi karena

kurangnya kesadaran masyarakat akan pangan yang beragam, bergizi, berimbang, dan aman, dan

diikuti juga dengan semakin meningkatnya konsumsi terigu yang merupakan bahan pangan

impor. Sementara itu, konsumsi pangan yang lainnya masih belum memenuhi komposisi ideal

yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi – umbian, pangan hewani, sayur dan buah.

PPH diperkenalkan Pada tahun 1989 oleh FAO-RAPA di Bangkok.24 Pola Pangan

Harapan (PPH) atau Desirable Dietery Pattern adalah suatu komposisi pangan yang

seimbang untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan gizi penduduk. PPH mencerminkan

susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. PPH dapat

dinyatakan dalam bentuk komposisi energi (kalori) aneka ragam pangan; dan komposisi

berat (gram atau kg) aneka ragam pangan yang memenuhi kebutuhan penduduk.

PPH diadakan dengan tujuan untuk menghasilkan suatu komposisi normal atau standar

pangan dalam memenuhi kebutuhan gizi penduduk. sekaligus juga mempertimbangkan

keseimbangan gizi (nutricional balance), cita rasa (porlability), daya cerna (digestability), 23 Pada akhir Repelita VI penyediaan pangan dalam bentuk energi sesuai dengan PPH diharapkan mencapai skor mutu pangan sekitar 72 dengan kecukupan ketersediaan energi mencapai rata-rata 2.500 kilokalori per orang per hari.Dengan salah satu kebijakan berupa mendorong diversifikasi konsumsi pangan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pola pangan yang beranekaragam untuk meningkatkan gizinya; diunduh dari www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6578/ - 2012-12-25

24 tridewanti.lecture.ub.ac.id/files/.../pola-pangan.ppt – diunduh pada 24 12 2012

12

Page 13: Kertas karya diversifikasi pangan

daya terima masyarakat (acceptability), kualitas dan kemampuan daya beli (affeadebility)

PPH berguna untuk Perencanaan, ketersediaan, dan produksi pangan; Sebagai evaluasi

tingkat pencapaian kinerja perencanaan; Pengukuran diversifikasi dan ketahanan pangan;

serta Pedoman dalam merumuskan pesan-pesan gizi. Untuk Indonesia komposisinya

sebagaimana tabel berikut ini :

Tabel 4 : Kualitas Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Tahun 2011 Berdasarkan PPH

Tabel ini menunjukan komposisi skor PPH 2011 sebesar 77,3 dibandingkan komposisi skor

PPH ideal 100. Terlihat energi sebesar 1.952 masih dibawah standar 2.000, sedangkan %tase

AKG sebesar 96,3 masih belum mencapai 100.

Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG)25 atau Recommended Dietary Allowances

(RDA) atau Safe Level yaitu suatu anjuran tentang jumlah zat gizi yang diperlukan

seseorang atau kelompok orang agar hampir semua orang (97,5% populasi) dapat hidup

sehat. AKG berguna untuk mengukur tingkat konsumsi ; merencanakan konsumsi pangan

dan ketersediaan pangan ; menentukan fortifikasi zat gizi dalam makanan. Angka

Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG) berbeda setiap masanya sebagaimana ditentukan

dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG).

25 Ibid

13

Page 14: Kertas karya diversifikasi pangan

Berdasarkan diagram 1 perihal skor PPH dari 2002 sampai dengan 2011 menunjukan

fluktuasi skor terjadi pada wilayah yang jauh dari posisi ideal sementara pemerintah

menetapkan target skor PPH 2014 sebesar 93,3, sangat tinggi dibanding angka PPH 2011

sebesar 77,3. Untuk itu pemerintah telah menyiapkan program Percepatan Pengembangan

Konsumsi Pangan (P2KP) dengan sasaran Tercapainya pola konsumsi pangan yang beragam,

bergizi seimbang dan aman yang dicerminkan oleh Kenaikan skor PPH (tahun 2009 = 75,7;

tahun 2014 = 93,3) ; Konsumsi beras/kapita menurun (1,5 %/tahun). Adapun manfaat dari

P2KP adalah meningkatnya kualitas SDM; dan Mengurangi tekanan untuk mempermudah

pencapaian swasembada beras. Jika dalam 5 tahun konsumsi beras per kapita turun 1,5%

maka situasi diperkirakan seperti tabel berikut ini :

Tabel 5 : Proyeksi Konsumsi Beras 2015

Sumber : Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian 26

Jika P2KP berhasil, pada tahun 2015 maka Kebutuhan beras dapat dikurangi = 2,59 juta ton

Setara dengan Padi GKG = 4,60 juta ton dan Luas panen = 900 ribu (produktivitas 5,1 ton/ha)

Mungkin saja poyeksi ini bisa terwujud karena penurunan beras mendekati target, seperti

tabel berikut ini :

26 BKP, KEBIJAKAN NON PRODUKSI UNTUK ANTISIPASI FLUKTUASI PASOKAN DAN HARGA PANGAN

GLOBAL MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL , Disampaikan dalam Lokakarya“Antisipasi Dampak Perubahan Iklim dan Krisis Pangan dalam Upaya Memantapkan Ketahanan Pangan” di Hotel Bidakara ,Jakarta, 4 April 2012

14

Page 15: Kertas karya diversifikasi pangan

Sumber : Dr. Ir.Endang Sugiharti, MSi, Ketahanan Pangan

Terjadi penurunan konsumsi beras sebesar 1,4 % selama tahun 2009-2010, angka ini hampir

mencapai sasaran Perpres No 22 yaitu penurunan konsumsi beras sebesar 1,5%. Adanya

penurunan konsumsi beras ini dapat menunjukan bagaimana peranan diversifikasi pangan

dalam menunjang swasembada beras untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

IV.B. PERUBAHAN KONSUMSI PANGAN

Konsumsi Pangan di Indonesia tampaknya mengalami dua kali perubahan yang mendasar.

Pertama terjadinya pergerakan pangan pokok lokal non-beras menuju beras, ketika

konsumsi beras agak turun sedikit, pergerserannya ke produk berbahan gandum. Dua

perubahan mendasar ini disebabkan kebijakan pemerintah. Kampanye keberhasilan

swasembada beras di tahun 1984 jelas menempatkan beras sebagai primadona pangan pokok

dan menggerakan masyarakat dengan pangan pokok non-beras menuju beras. Kebijakan yang

memudahkan impor gandum menyebabkan pemakaian terigu naik dengan signifikan. Tabel

berikut ini menunjukan pergerakan kelompok pangan periode 2005 – 2009 yang ditimbang

dengan skor PPH.

Tabel 7 : Konsumsi Pangan Masyarakat Menurut Kelompok PPH (Gram/Kap/hari)

15

Page 16: Kertas karya diversifikasi pangan

Sumber : Mewa Ariani, Analisis konsumsi pangan tingkat masyarakat Mendukung Pencapaian Diversifikasi Pangan, Gizi Indon 2010, 33(1):20-28

Tabel 7 ini menunjukan, kecuali padi-padian serta minyak dan lemak, kelompok pangan

lainnya tidak bisa memenuhi standar skor PPH. Masih jauh dari cukup. Kelompok pangan

Padi-padian berfluktuasi pada wilayah skor tidak sesuai harapan karena jauh dari angka

ideal 275. Kelompok pangan umbi-umbian yang paling parah, sudah jauh dari skor PPH 100

malah mengalami penurunan yang signifikan dari 60 pada tahun 2005 menjadi 40,2 pada

tahun 2009. Adanya peningkatan pendapatan, mungkin menyebabkan pergeseran pangan

pokok umbi-umbian menuju pangan primadona yaitu beras. Kontribusi energi dari umbi-

umbian seharusnya sekitar 100 gram baru mencapai 40 gram/kapita/hari. Sulit untuk

meningkatkan konsumsi umbi-umbian. Padahal makanan umbi-umbian adalah sangat baik

untuk kesehatan karena salah satu faktornya adalah indek glikemiknya yang rendah, sehingga

mampu mencegah terjadinya penyakit diabetes. Sebuah penelitian27 menyimpulkan bahwa

pola konsumsi pangan pokok di Indonesia dari pola yang beragam pangan pokok ke arah pola

tunggal dan ke arah beras. Penelitian itu juga menyebutkan masyarakat yang semula

mempunyai pola jagung seperti di Provinsi Nusa Tenggara Timur serta sagu di Papua dan

Maluku juga sudah bergerask ke arah beras. Untuk kelompok pangan minyak dan lemak

sebesar 21,8 sudah meliwati skor PPH ideal tapi tidak berlebihan seperti terjadi pada

masyarakat Amerika Serikat dimana obesitas menjadi gangguan kesehatan yang dialami

masyarakat.

Tabel 8 : Perkembangan Konsumsi Beberapa Jenis Pangan (Gram/kap/hari)

27 Ariani,M. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok untuk Mendukung Swasembada Beras. Makalah pada Seminar

Nasional Hasil Penelitian Tanaman Serealia, 27-28 Juli. Makasar: s.n, 2010.

16

Page 17: Kertas karya diversifikasi pangan

Sumber : Mewa Ariani, Analisis konsumsi pangan tingkat masyarakat Mendukung Pencapaian Diversifikasi Pangan, Gizi Indon 2010, 33(1):20-28

Tabel 8 ini menunjukan konsumsi beras menunjukkan kecenderungan yang menurun dari

tahun ke tahun walaupun dengan laju yang kecil. Walaupun menurun, namun tingkat

konsumsi beras masih tinggi yaitu 280,06 gram/kapita/hari atau 100,82 kg/kapita/tahun di

tahun 2009.

Konsumsi jagung menunjukkan penurunan yang signifikan yaitu 7,38 persen/tahun selama

lima tahun terakhir. Penurunan konsumsi jagung bukan karena ketersediaan jagung yang

terbatas, namun lebih karena perubahan pola pangan pokok. Produksi jagung secara nasional

pada tahun 2009 mencapai 17,6 juta ton dan menurut neraca produksi dan konsumsi,

ketersediaan jagung dari produksi domestik mencapai dua kali lipat dari kebutuhannya28.

Konsumsi Jenis Pangan Terigu megalami peningkatan signifikan dengan laju pertumbuhan

sebesar 6,86% kedua setelah susu, sementara laju konsumsi pangan lainnya adalah negatif.

Pada Direktori Badan ketahanan Pangan tahun 2009 terlihat bahwa rumahtangga yang

tingkat pendapatannya di atas Rp.100 ribu/kapita/bulan, pola konsumsi pangan pokoknya

sudah pola beras+terigu (termasuk turunannya seperti mi instan). Sebaliknya pada kelompok

pendapatan di bawah Rp.100 ribu/kapita/bulan, masih ditemukan pola pangan pokok yang

menggunakan pangan lokal seperti jagung, ubikayu dan sagu.

28 Hadi, P.U dan Sri.H.S.2010. Prospek, Masalah dan Strategi pemenuhan Kebutuhan Pangan Pokok. Makalah dalam Seminar Nasional Era baru Pembangunan Pertanian: Strategi Mengatasi Masalah pangan, Bio-Energi dan Perubahan Iklim.

25 November. Bogor: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2010.

17

Page 18: Kertas karya diversifikasi pangan

Berkembangnya mi instan sebagai makanan utama setelah beras didorong oleh kebijakan

jaman orde baru yang memprioritaskan terigu selain beras. Adanya kebijakan impor gandum

untuk diproses menjadi tepung di dalam negeri dan subsidi harga terigu oleh pemerintah,

maka harga terigu menjadi murah sehingga makanan berbasis gandum seperti mi instan dan

aneka roti/kue telah menjadi bagian hidup masyarakat. Dalam Sinar Tani Nomor 3356

tahun 2010 Pejabat Badan Ketahanan Pangan mengemukakan bahwa pada masyarakat

perkotaan sudah mulai mengurangi konsumsi beras tetapi sayang beralih ke makanan yang

bahan bakunya dari terigu. Dua puluh tahun yang lalu, konsumsi terigu per kapita/tahun

hanya 6 kg, sekarang sudah mencapai 17 kg/kapita/tahun. Impor gandum indonesia sudah

mencapai 6 juta ton/tahun setara dengan 24 triliun rupiah.

Tingkat konsumsi ubikayu, ubijalar dan umbi lainnya menurun secara signifikan. penurunan

konsumsi umbi-umbian lebih banyak dikarenakan perubahan gaya hidup yang berdampak

pada gaya makan. Dengan tingkat konsumsi yang terus menurun seperti ini menjadi ironis

karena Indonesia kaya dengan beragam pangan sumber karbohidrat berbasis pangan lokal

dengan budidaya yang relatif mudah, tidak memerlukan teknologi yang sulit dan biaya yang

murah. Namun adanya anggapan pangan lokal umbi-umbian adalah makanan inferior dan

dianggap orang miskin bila mengkonsumsinya. Padahal makanan umbi-umbian adalah

sangat baik untuk kesehatan karena salah satu faktornya adalah indek glikemiknya yang

rendah, sehingga mampu mencegah terjadinya penyakit diabetes.

Konsumsi pangan hewani dan sayur/buah menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun, namun

tingkat konsumsinya masih lebih rendah dibandingkan dengan anjuran PPH. Kedua

kelompok pangan ini sangat penting peranannya dalam kesehatan manusia dan sekaligus

pencapaian kualitas sumberdaya manusia.

Seperti terlihat pada Tabel 7, konsumsi pangan hewani dan sayur+buah menunjukkan

kenaikan dari tahun ke tahun, walaupun belum sesuai dengan harapan. Dibandingkan dengan

negara lain, konsumsi pangan hewani Indonesia masih rendah. Konsumsi daging di negara

Malaysia mencapai 48 kg/kapita/tahun, sedangkan di Filipina sebesar 18 kg/kapita/tahun.

Konsumsi telur ayam per kapita per tahun di Indonesia 51 butir, sementara di Malaysia

mencapai 279 butir29.

Tingkat konsumsi sayuran dan buah-buahan pada tahun 2009 masing-masing sebesar 49,1 kg

dan 22,8 kg per kapita per tahun. Konsumsi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan

29 10. Yudohusodo,S. Abad Pertarungan Talenta. Kompas, 27 Januari 2006. hal. 4.

18

Page 19: Kertas karya diversifikasi pangan

rekomendasi Food Agriculture Organisation (FAO) yaitu masing-masing 75

kg/kapita/tahun30.

IV.C. ASPEK EKONOMI DAN TEKONOGI DIVERSIFIKASI PANGAN

Diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memperoleh keragaman zat gizi sekaligus melepas

ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu yaitu beras dengan pangan

pokok lainnya yang berbasis potensi sumber daya lokal. Ketergantungan yang tinggi terhadap

beras dapat memicu ketidakstabilan jika pasokan terganggu dan sebaliknya jika masyarakat

menyukai pangan alternatif yaitu pangan yang bersumber dari daerahnya sendiri maka

ketidakstabilan ketahanan pangan akan dapat dijaga.

Hasil pertanian, pangan lokal dan budidaya pangan lokal suatu daerah merupakan suatu aset

ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu sangat tepat apabila sasaran

pembangunan bidang pangan di Indonesia diantaranya adalah terwujudnya ketahanan pangan

rumah tangga, terwujudnya penganekaragaman pangan serta terjamin keamanan pangan.

Untuk mewujudkan agar pangan lokal lebih berperan, perlu dimulai dari sisi penyediaan di

sisi hulu. Selanjutnya, dilakukan sosialisasi bagaimana cara mengolah atau memasak pangan

lokal tersebut dan bahan juga harus mudah diperoleh di pasaran serta harga terjangkau. Untuk

itu perlu dilakukan penggalian sumber pangan lokal, melakukan deseminasi teknologi

pengolahan pangan, teknologi skala usaha industri kecil dan Koperasi. penyediaan teknologi

ekstraksi untuk sagu dan pengolahan sagu menjadi mie sagu misalnya.

Selain itu Teknologi yang dikembangkan juga untuk pemanasan, pengeringan, pendinginan

dan pembekuan, untuk penambahan bahan kimia (pengawet, pewarna, pengental, peningkat

cita rasa dan sebagainya) atau kombinasi keduanya.

Dalam perkembangannya, teknologi pangan di samping digunakan untuk mengurangi

kerusakan juga untuk memperkaya zat gizi dan juga untuk merubah sifat bahan pangan

sehingga sesuai dengan selera konsumen. Adapun tahapan perkembangan teknologi

pengolahan hasil pertanian adalah dimulai dari pengaturan aktivitas air, pengeringan,

teknologi fermentasi, pengalengan hingga teknologi makanan ringan. Diikuti dengan

teknologi Makanan cepat hidang (instan), pembekuan cepat, dan teknologi kemasan.

30 Irawan,B; H.Tarigan; B.Wiryono; J.Hestina dan Ashari. Kinerja pembangunan Komoditas Hortikultura 2006 dan Prospek

19

Page 20: Kertas karya diversifikasi pangan

Usaha diseminasi teknologi pangan untuk pangan lokal yang dilakukan pemerintah telah

banyak dilakukan. BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi) telah

melakukan beberapa kegiatan antara lain di Grobogan Jawa Tengah dan di Kupang Nusa

Tenggara Timur dengan mengenalkan teknologi pengolahan jagung. Sedangkan teknologi

pengolahan sagu dilaksanakan di Papua dan Maluku. Kegiatan diseminasi tersebut

diharapkan dapat memperkuat ketersediaan pangan di daerah berbasis bahan baku lokal.

Potensi sagu di Papua mampu menjadi suatu lumbung pati sagu untuk dunia. Berdasarkan

data statistik di Papua ada 1,2 juta hektar kebun sagu. Potensi sagu di Papua ini sudah jauh

melampaui terigu produksi dunia, apalagi pati-pati dari kentang. Potensi sagu di Papua sudah

bisa menjadi sumber pangan dimasa depan.Sagu bisa sebagai andalan pangan masa depan

dan menjadikan sagu jadi produk ketahanan pangan di Indonesia

BPPT tengah mengembangkan dan memanfaatkan teknologi industri berbasis pati sagu di

Papua untuk mendukung ketahanan pangan. Selanjutnya diadakan lagi suatu teknologi yang

mengorientasikan limbah dari proses industri sagu untuk dikonversikan menjadi energi dan

mempersiapkan suatu proses yang ramah lingkungan dari industri sagu ini  menjadi bagian

dari program sustainable development dan green development” Industri sagu yang

sustainable mampu menjadi solusi bagi masalah pangan maupun keterbatasan pangan global.

Industri juga akan menghasilkan bahan-bahan baru berbasis sagu seperti plastic degradable

berbasis sagu atau produk-pruduk lain yang berpotensi sangat besar dan dapat dikembangkan 

pada masa-masa yang akan datang. Saat ini sedang dibangun dan dalam proses kontruksi

pabrik pengolahan pati sagu 30.000 ton/bulan yang akan berproduksi akhir tahun 2012

dengan Kebun sagu di Papua seluas 40.000 hektar.31

IV.D. KELEMBAGAAN DIVERSIFIKASI PANGAN

Saat ini, ada tiga lembaga pangan yakni Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang diketuai

Presiden, Badan Ketahanan Pangan (BKP) di bawah Kementerian Pertanian dan Perum

Bulog. Komisi IV DPR telah menyiapkan tiga skenario lembaga pangan sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan, nantinya lembaga

pangan tersebut harus berada di bawah langsung dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Skenario pertama, meleburkan DKP, BKP dan Bulog menjadi satu lembaga pangan setingkat

31http://www.bppt.go.id/index.php/component/content/article/56-bioteknologi-dan-farmasi/1200-bppt-dukung-

pengembangan-industri-sagu-di-papua

20

Page 21: Kertas karya diversifikasi pangan

kementerian. Lembaga pangan tersebut nantinya menjadi regulator (pengambil kebijakan)

sedangkan sebagai operator (pelaksana kebijakan) pemerintah bisa menunjuk ke Bulog.

Lembaga itu bisa bernama badan kemandirian pangan, atau badan kedaulatan pangan.

Kedua, pemerintah bisa membentuk holding pangan yang mana posisi Bulog tetap seperti

saat ini yakni sebagai penyedia, pendistribusi, pergudangan dan stabilisator pangan.

Sementara itu, posisi BKP ditingkatkan menjadi badan atau lembaga yang mengurusi bidang

pangan dan bertangung jawab langsung kepada Presiden, sedangkan DKP dibubarkan.

Skenario ketiga,pemerintah membubarkan DKP dan BKP, sementara posisi Bulog dinaikkan

pangkatnya setingkat kementerian yang bertangung jawab langsung ke Presiden. Lembaga

pangan tersebut nantinya fokus menangangi lima komoditi yakni beras, jagung, kedelai, gula

dan daging.32

Perubahan kelembagaan, program dan kegiatan terkait pangan telah banyak dilakukan. Dulu,

pada tahun 1989 Pemerintah juga pernah mendirikan Kantor Menteri Negara Urusan

Pangan dengan Program “Aku Cinta Makanan Indonesia”. Apapun kelembagaannya, tetap

saja skor PPH bergerak di wilayah yang tidak memenuhi harapan. Yang menjadi pertanyaan

dari rangkaian kelembagaan diversifikasi pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian

Pertanian dan Dewan Ketahanan Pangan serta Bulog, dimanakah pemerintah menempatkan

posisi pertanian, unsur strategis dari Ketahanan Pangan. Berikut ini adalah ringkasan Pidato

Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Prof. Dr.

Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, SU pada 14 April 2008.

Sejak awal Kemerdekaan Indonesia, pembangunan pertanian lebih dititik-beratkan pada

ambisi untuk mencapai swasembada beras bagi rakyat Indonesia. Pada perkembangannya

ternyata ambisi tersebut belum bisa dicapai hingga akhir pemerintahan Presiden Republik

Indonesia pertama. Bahkan, pada saat itu harga beras justru semakin naik dan rakyat tidak

mampu membeli beras.

Kemudian, pada masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia kedua, program pencapaian

swasembada beras masih menjadi titik berat pembangunan pertanian. Namun, pembangunan

pertanian pada masa itu relatif dapat dilaksanakan secara konsisten dengan Rencana

Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) sebagai pedoman. Keberhasilan pembangunan

32 Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron pada http://www.badanketahananpangan.com/ 2012-12-15

21

Page 22: Kertas karya diversifikasi pangan

sektor pertanian pada saat itu dapat ditunjukkan oleh peningkatan produksi beras sehingga

mencapai tingkat swasembada beras pada tahun 1984.

Namun, setelah tercapainya ambisi swasembada beras tersebut program pengembangan

sektor pertanian mengalami masa ”anti-klimaks”. Program pembangunan ekonomi nasional

selanjutnya dititik-beratkan pada sektor industri, termasuk industri yang berbasis pertanian.

Pada prakteknya, pengembangan sektor industri justru dilakukan dengan ”mengorbankan”

hasil pembangunan sektor pertanian, antara lain: (1) pengembangan industri tekstil dan

produk tekstil yang berbasis kapas impor, dan (2) diterapkannya kebijakan harga beras murah

agar tingkat upah buruh rendah sehingga sektor industri dapat berkembang. Hasilnya, sektor

industri berkembang cepat namun kinerja sektor pertanian menjadi stagnant atau bahkan

menurun.

Kemudian, peralihan sistem pemerintahan ke ”Orde Reformasi” yang telah berjalan sekitar

sepuluh tahun ini ternyata tidak pula memberikan perhatian terhadap pengembangan sektor

pertanian. Subsistem pertanian yang pada masa lalu menjadi pilar-pilar penyangga sektor

pertanian justru terpecah ke beberapa departemen. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan

adanya pemindahan wewenang pengelolaan irigasi ke Departemen Pekerjaan Umum;

pengelolaan BUMN pertanian ke Kementerian BUMN; pengelolaan sub-sektorperikanan ke

Departemen Kelautan dan Perikanan; pengembangan perdagangan dan industri hasil

pertanian ke Departemen Perindustrian dan Perdagangan; dan sebagainya. Akibatnya, posisi

sektor pertanian menjadi semakin lemah dan tidak mampu berkembang sehingga tidak

berdaya menghadapi ”gelombang” globalisasi ekonomi dunia.

Selanjutnya, pemerintahan ingin membangun kembali sektor pertanian dengan program

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Intinya adalah untuk mempercepat

laju perkembangan Sektor Pertanian secara luas agar mampu memberikan kontribusi nyata

terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, kenyataannya program tersebut belum

dapat dilaksanakan secara luas hingga di tingkat daerah, karena (1) kebijakan pengembangan

ekonomi nasional yang bersifat parsial akibat terpisahnya sub-sistem pertanian, dan (2)

sangat tergantung dari perhatian pemerintah daerah pada pengembangan sektor pertanian di

daerahnya masing-masing.33

33 Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, SU, PENGEMBANGAN PERTANIAN MENUJU SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN YANG BERORIENTASI PASAR DAN RAMAH LINGKUNGAN, , Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,2008

22

Page 23: Kertas karya diversifikasi pangan

Rangkaian keadaan tersebut paling tidak memberikan beberapa catatan yang dapat digunakan

untuk pengembangan sektor pertanian, serta penyusuan kelembagaan ketahanan Pangan serta

kelembagaan Diversifikasi Pangan.

Keberhasilan pembangunan pertanian dapat dicapai melalui program yang terkoordinasi dan

disertai dengan ”ego sektoral” yang rendah karena unsur-unsur terkait pertanian sudah

terlanjur terfragmentasi, penyusunan kelembagaan ketahanan pangan yang baru justru tidak

menambah daftar fungsi yang terfragmentasi tersebut justru bisa mengumpulkan kembali

fungsi-fungsi yang terlanjur terpisah tadi sehingga lembaga ini nantinya dapat menyusun

kegiatan yang tidak hanya menyalurkan dana bansos APBN ke petani untuk membuat

gudang tapi bisa memberikan tanah ke petani, menyalurkan subsidi serta menyusun regulasi

yang dibutuhkan untuk itu.

IV. E. PERSEPSI DAN BUDAYA TERHADAP PANGAN LOKAL

Upaya untuk melakukan diversifikasi makanan pokok saat ini masih terkendala persoalan

persepsi dan budaya, selain "dosa" politik pangan masa lalu. Politik pangan di zaman Orde

Baru, telah menggerus kearifan lokal dalam konteks diversifikasi pangan.Di Maluku yang

masyarakatnya turun-temurun mengonsumsi sagu kini di sana justru lebih mudah ditemukan

beras.

Pada era Orde Baru, para pegawai negeri sipil (PNS) mendapat jatah beras 20 kilogram per

anggota rumah tangga. Kebijakan ini sering dituding sebagai penyebab semakin banyaknya

orang yang suka beras, termasuk PNS di wilayah timur Indonesia, yang dulunya mungkin

makan sagu, ubi jalar, atau jagung. Kini, kebijakan pembagian beras sudah dihentikan, tetapi

masyarakat telanjur cinta beras. Kebijakan zaman reformasi lain lagi. Pemerintah membagi-

bagikan beras untuk orang miskin dengan harga sangat murah. Akibatnya, masyarakat miskin

tetap memilih beras dan tidak menghiraukan pangan sumber karbohidrat lain yang murah. 34

Ketidakkonsistenan dalam promosi diversifikasi pangan juga dicerminkan oleh kurangnya

kepedulian jajaran pertanian terhadap pangan umbi-umbian. Penyuluh pertanian sering lebih

berkonsentrasi kepada petani sawah yang memproduksi beras. Para penyuluh ini tentu tidak

sepenuhnya bersalah karena mereka juga ingin menyukseskan swasembada beras. Namun,

semua ini menumbuhkan ketidak pedulian terhadap pangan sumber karbohidrat nonberas.

34 Ahmad Subagyo, anggota Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan NasionalKetua Komisi IV DPR Romahurmuziy pada http://regional.kompas.com/read/2012/10/08/18564965/Diversifikasi.Pangan.Pokok.Terkendala.Persepsi

23

Page 24: Kertas karya diversifikasi pangan

Pada Hari Pangan, Hari Gizi Nasional, atau peringatan Hari Kemerdekaan diadakan lomba

menu nonberas. Setelah lomba selesai, tamat pula diversifikasi pangan padahal diversifikasi

pangan yang sebenarnya adalah gerakan yang terus-menerus disuarakan dan dipraktikkan

dalam pola makan bangsa.35

Dari sisi persepsi, muncul juga hambatan untuk diversifikasi pangan. Orang makan tiwul,

misalnya, selama ini masih dipersepsikan minor, identik dengan orang tidak mampu. Padahal

masyarakat di sejumlah daerah secara turun-temurun mengonsumsi bahan nonberas sebagai

makanan pokok. di sejumlah daerah di Jawa Timur kini telah digencarkan pembuatan pangan

berbahan mocaf (tepung singkong). Bahan pangan ini bisa diolah menjadi makanan semacam

beras analog, mi instan, dan berbagai kue36.

Ali Khomsan, Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Fema IPB, mempertanyakan Hari

tanpa nasi bagi masyarakat Depok, Jawa Barat. Bisakah diversifikasi konsumsi pangan

dipaksakan melalui peraturan pemerintah? Diversifikasi adalah kesadaran yang ditunjang

oleh kesejahteraan dan keteladanan. Sesungguhnya prasyarat penting keberhasilan

diversifikasi pangan adalah membaiknya kesejahteraan. Masyarakat menengah atas

mengonsumsi nasi dalam jumlah lebih sedikit karena menu makannya tidak lagi didominasi

nasi. Mereka punya pilihan sumber protein dan lemak, termasuk buah, sehingga mengurangi

tekanan permintaan beras. Ali Khomasan memberikan contoh beberapa budaya diversifikasi

pagan dimana Pemimpin informal masyarakat Cirendeu memberi contoh langsung untuk

tidak makan nasi dan menyosialisasikan alasan mengapa mereka lebih baik makan rasi. Pola

makan nonberas pun bisa terus dipertahankan. masyarakat Kampung Cirendeu-Cimahi yang

mengonsumsi beras singkong (rasi) sejak 1924. Di Jepang, anak-anak usia TK diperkenalkan

dengan diversifikasi pangan melalui menu makan di sekolah. Tidak setiap hari nasi disajikan

sebagai makanan di sekolah sehingga sejak usia dini telah tertanam di benak bangsa Jepang

bahwa makan tidak berarti harus bersua nasi dan merasa kenyang dengan pangan lain.

Oleh karena itu, melalui pendidikan sejak usia dini seperti di Jepang dan gerakan masyarakat

melalui Tim Penggerak PKK diharapkan diversifikasi pangan kembali ke hakikatnya. Urusan

makan nasi atau tidak makan nasi tidak perlu diatur pemerintah. Semakin banyak aturan,

35 Ibid36Ibid

24

Page 25: Kertas karya diversifikasi pangan

semakin pintar pula bangsa kita mencari celah untuk melanggar. Kalau pemerintah melarang

makan nasi, kita makan lontong.37

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

V.A. KESIMPULAN

Walaupun Indonesia telah mencapai swasemba beras di tahun 2008 namun ketahan pangan

masih belum berapa pada posisi aman mengingat pertumbuhan penduduk Indonesia yang

cukup tinggi, juga ada permasalahan nasional di bidang pembangunan pangan, ada juga

keterkaitan ketahanan pangan dengan status gizi masyarakat, tapi lebih disebabkan kondisi

pasar Internasional dan perubahan iklim yang mempengaruhi pangan dunia. Dampak

globalisasi jelas mempengaruhi ketahanan pangan Indonesia karena ketergantungan impor

pangan termasuk beras dan terigu yang semakin tinggi yang dikhususnya untuk menjaga stok

beras nasional yang memang diperlukan untuk menjaga stabilitas harga beras.

Untuk itu diversifikasi pangan diperlukan dalam rangka mengurangi tingkat konsumsi beras

yang ditargetkan 1,5% pertahunnya. UU nomor 8 tahun 2012 tentang Pangan menyatakan

Penganekaragaman konsumsi Pangan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

dan mem budayakan pola konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta

sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.Pernyataan ini berdasarkan data bahwa pola pangan

pokok utama Indonesia mengarah ke pola tunggal yaitu beras.

Diversifikasi konsumsi pangan masyarakat Indonesia bisa juga ditunjukan dengan indikator

skor Pola Pangan Harapan (PPH), skor ini menunjukkan diversifikasi pangan tidak benar-

benar jalan ditempat tapi pastinya selama 17 tahun, Indonesia berada dalam pola konsumsi

pangan yang kurang ideal.

Pemerintah menetapkan target skor PPH 2014 sebesar 93,3. Untuk itu pemerintah telah

menyiapkan program Percepatan Pengembangan Konsumsi Pangan (P2KP). Jika P2KP

berhasil, pada tahun 2015 maka Kebutuhan beras dapat dikurangi = 2,59 juta ton.Mungkin

saja proyeksi ini bisa terwujud karena terjadi penurunan konsumsi beras sebesar 1,4 %

selama tahun 2009-2010, Adanya penurunan konsumsi beras ini dapat menunjukan

bagaimana peranan diversifikasi pangan dalam menunjang swasembada beras untuk

mendukung ketahanan pangan nasional.

37 Ali Khomsan Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Fema IPB http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/02/29/11260178/Diversifikasi.Pangan.Salah.Kaprah 2012-12-23

25

Page 26: Kertas karya diversifikasi pangan

Konsumsi Pangan di Indonesia tampaknya mengalami dua kali perubahan yang mendasar.

Pertama terjadinya pergerakan pangan pokok lokal non-beras menuju beras, ketika

konsumsi beras agak turun sedikit, pergerserannya ke produk berbahan gandum.

Usaha diseminasi teknologi pangan untuk pangan lokal yang dilakukan pemerintah telah

banyak dilakukan. BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi) telah

melakukan beberapa kegiatan antara lain di Grobogan Jawa Tengah dan di Kupang Nusa

Tenggara Timur, Papua dan Maluku. Kegiatan diseminasi tersebut diharapkan dapat

memperkuat ketersediaan pangan di daerah berbasis bahan baku lokal.

Komisi IV DPR telah menyiapkan tiga skenario lembaga pangan sebagaimana diamanatkan

dalam Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan, nantinya lembaga pangan tersebut

harus berada di bawah langsung dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Upaya untuk melakukan diversifikasi makanan pokok saat ini masih terkendala persoalan

persepsi dan budaya, selain "dosa" politik pangan masa lalu. Ada beberapa contoh suksesnya

budaya diversifikasi pagan dimana Pola makan non-beras pun bisa terus dipertahankan.

masyarakat Kampung Cirendeu-Cimahi yang mengonsumsi beras singkong (rasi) sejak 1924.

Di Jepang, anak-anak usia TK diperkenalkan dengan diversifikasi pangan melalui menu

makan di sekolah.

V.B. SARAN :

Dalam Rapat Koordinasi yang diadakan Kementerian Pertanian, Presiden Soesilo Bambang

Yudhoyono mengingatkan agar Indonesia bersiap dengan berbagai kemungkinan perubahan

iklim global dan fluktuasi kenaikan harga pangan, hambatan yang mengganggu peningkatan

ketahanan pangan harus diatasi sekarang. Sudah saatnya Indonesia harus mandiri dari segi

pangan. Indonesia tak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri tetapi bisa dijual ke

luar negeri. Kalau goalnya di 2014 adalah surplus beras, marilah segala sesuatunya kita

arahkan kesitu.38

Hasil analisis dari bahasan terdahulu menunjukan bahwa konsumsi pangan masyarakat

Indonesia masih perlu ditingkatkan kuantitas dan keragamannya. Keragaman dari aspek

kelompok pangan dan juga komoditas di dalam kelompok tersebut disesuaikan dengan

konsep pola pangan harapan (PPH) dan potensi sumberdaya lokal.

38 http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/08/06/m8bqs0-soal-pangan-sby-ingatkan-perubahan-iklim-global

26

Page 27: Kertas karya diversifikasi pangan

Implementasi program dan kegiatan diversifikasi pangan telah banyak dilakukan, namun

pada umumnya masih bersifat demonstratif (pameran, pelatihan, sosialisasi) dan belum

menyentuh pada perilaku masyarakat untuk mengimplementasikan dalam pola konsumsi

makanan sehari-hari. Untuk itu rekomendasi pengembangan program diversifikasi pangan

adalah sebagai berikut39 :

Program/kegiatan diversifikasi pangan perlu disiapkan dengan perencanaan secara

holistik dan terintegrasi, mulai dari hulu (budidaya) hingga hilirnya (pemasaran

produk), serta dengan target capaian yang jelas.

Proses pengolahan produk pangan lokal perlu dilakukan dengan memanfaatkan

proses/ teknologi tepat guna, sehingga diperoleh produk pangan yang standar, serta

memenuhi kriteria konsumsi makanan seimbang dan aman.

Pengembangan produk lokal perlu didukung industri pengolahan dengan

memanfaatkan teknologi tepat-guna dalam upaya meningkatkan nilai tambah, daya

saing dan pengembangan pemasaran.

Untuk mendukung diversifikasi pangan direkomendasikan juga untuk dapat

dilaksanakan dengan substitusi impor, misalnya Mocaf khususnya untuk tepung

terigu/gandum dengan memanfaatkan produk lokal seperti sagu, singkong, ubi jalar

dan sebagainya untuk dikembangkan menjadi  mie, biskuit dan roti.

Dukungan pemerintah (daerah/pusat) dan kementerian terkait dalam bentuk

kebijakan/ peraturan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi akan

menentukan keberhasilan program diversifikasi pangan.40

Juga diperlukan dukungan kebijakan fiskal terhadap diversifikasi pangan. Sebagai contoh

produk mocaf yang berasal dari singkong tidak perlu dikenakan pajak penambahan nilai

(PPN) 10 % karena akan memberatkan pelaku usaha lokal. Disamping itu bagi daerah yang

telah menerapkan penggunaan pangan lokal diberikan semacam kemudahan usaha dan

adanya kompensasi sosial yang lebih nyata. Selama ini dirasakan diversifikasi hanya

diserukan di tingkat kebijakan namun di tingkat operasionalnya kurang mendapat perhatian.41

39 http://www.bppt.go.id/index.php/component/content/article/56-bioteknologi-dan-farmasi/1203-diversifikasi-pangan-berbasis-potensi-lokal

40 Ibid41 http://techno.okezone.com/read/2012/08/16/56/678454/sentuhan-teknologi-untuk-pangan-lokal27 12 2012

27

Page 28: Kertas karya diversifikasi pangan

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad Subagyo, anggota Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Nasional dan Ketua Komisi IV DPR

Romahurmuziy pada http://regional.kompas.com/read/2012/10/08/18564965/ Diversifikasi.Pangan.Pokok.

Terkendala.Persepsi

2. Ali Khomsan Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Fema IPB http://bisniskeuangan.

kompas.com/read/2012/02/29/11260178/ Diversifikasi.Pangan.Salah.Kaprah 2012-12-23

3. Ariani,M. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok untuk Mendukung Swasembada Beras. Makalah pada Seminar

Nasional Hasil Penelitian Tanaman Serealia, 27-28 Juli. Makasar: s.n, 2010.

4. BKP, KEBIJAKAN NON PRODUKSI UNTUK ANTISIPASI FLUKTUASI PASOKAN DAN HARGA

PANGAN GLOBAL MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL , Disampaikan dalam

Lokakarya“Antisipasi Dampak Perubahan Iklim dan Krisis Pangan dalam Upaya Memantapkan Ketahanan

Pangan” di Hotel Bidakara ,Jakarta, 4 April 2012

5. BKKBN Pusat pada http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=44150 pada 2012-12-25

6. Badan POM, Hasil rapat Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X Pada tanggal 17 Juli 2012 dan 20

Juli 2012

7. Dewan Ketahanan Pangan, “Buku Indonesia Tahan Pangan 2015” 2009

8. Dwidjono Hadi Darwanto, SU Prof. Dr. Ir., PENGEMBANGAN PERTANIAN MENUJU SISTEM PERTANIAN

BERKELANJUTAN YANG BERORIENTASI PASAR DAN RAMAH LINGKUNGAN, , Pidato Pengukuhan

Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,2008

9. Endang Sugiharti, MSi , Dr. Ir. , Bahan kuliah pada program KSKN angkatan 32 UI, Jakarta tahun 2012

10. Gayatri K. Rana, BKP, pada http://www.tempo.co/read/news/2012/09/14/090429500/Pemerintah-Akui-

Diversifikasi-Pangan-Sulit 2012-12-26

11. Hadi, P.U dan Sri.H.S.2010. Prospek, Masalah dan Strategi pemenuhan Kebutuhan Pangan Pokok. Makalah dalam

Seminar Nasional Era baru Pembangunan Pertanian: Strategi Mengatasi Masalah pangan, Bio-Energi dan

Perubahan Iklim. 25 November. Bogor: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2010.

12. Her Suganda, Wartawan di Jawa Barat pada http://mediatani.wordpress.com/2008/03/10/masalah-diversifikasi-

pangan/ diunduh 18 12 2012

13. Irawan,B; H.Tarigan; B.Wiryono; J.Hestina dan Ashari. Kinerja pembangunan Komoditas Hortikultura 2006 dan

Prospek

14. Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron pada http://www.badanketahananpangan.com/ 2012-12-15

15. Kepala LIPI dalam laporannya selaku Ketua Panitia Pengarah WNPG X ,Jakarta 20 November 2012

16. Kepala Badan Ketahanan Pangan pada http://www.tempo.co/read/news/2012/09/14/090429500/Pemerintah-Akui-

Diversifikasi-Pangan-Sulit 2012-12-26

17. Leta Rafael Levis pada http://www.iposnews.com/2012/06/09/nasi/ diunduh 18 12 2012

18. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian serta Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian,

Hasil analisis dengan menggunakan series data Susenas..

19. Saliem, HP.,M.Ariani, Y.Marisa, T.B. Purwantini dan EM Lokollo.2001. Analisis Ketahanan Pangan Tingkat

Rumah Tangga dan Regional. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Ekonomi

Pertanian, Badan Litbang Departemen Pertanian, Bogor.

28

Page 29: Kertas karya diversifikasi pangan

20. Sumarno “ANTISIPASI DEFISIT PANGAN BERAS SEPULUH TAHUN YANG AKAN DATANG” prosiding

“Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X” Jakarta – 19 – 21 November 2012

21. tridewanti.lecture.ub.ac.id/files/.../pola-pangan.ppt – diunduh pada 24 12 2012

22. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan yang dikeluarkan pada tanggal 17 November 2012

23. Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, “Pemerintah Tetap Impor Beras Meski Swasembada” pada

Yudohusodo,S. Abad Pertarungan Talenta. Kompas, 27 Januari 2006. hal. 4

24. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/08/06/m8bqs0-soal-pangan-sby-ingatkan-perubahan-iklim-

global

25. http://www.bppt.go.id/index.php/component/content/article/56-bioteknologi-dan-farmasi/1203-diversifikasi-

pangan-berbasis-potensi-lokal

26. http://www.majalahpangan.com/artikel.php?id=124 27 12 2012

27. http://techno.okezone.com/read/2012/08/16/56/678454/sentuhan-teknologi-untuk-pangan-lokal27 12 2012

28. http://www.bppt.go.id/index.php/component/content/article/56-bioteknologi-dan-farmasi/1200-bppt-dukung-

pengembangan-industri-sagu-di-papua

29. http://www.sehatnews.com/2012/06/12/pola-konsumsi-pangan-masyarakat-indonesia-belum-bergizi-seimbang/25

12 2012

30. http://www.tempo.co/read/news/2012/09/26/090432062/Pemerintah-Tetap-Impor-Beras-Meski-Swasembada

diunduh pada 2012-12-24

31. http://www.bisnis.com/articles/indeks-ketahanan-pangan-daya-dukung-infrastruktur-jadi-penghambat-di-indonesia

31 12 2012

32. http://www.mediaindonesia.com/read/2012/07/07/336333/265/114/Ketahanan-Pangan-Rawan 2012-12-14

33. http://www.mediaindonesia.com/read/2012/07/07/336333/265/114/Ketahanan-Pangan-Rawan 2012-12-14

34. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6578/ - 2012-12-25

29

Page 30: Kertas karya diversifikasi pangan

PERAN DIVERSIFIKASI PANGAN DALAM MENUNJANG

SWASEMBADA BERAS UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN

PANGAN NASIONAL

Mata Kuliah : Geografi, Demografi dan Sumber Daya AlamDosen : Dr. Ir. Endang Sugiharti, MS.i

30

Page 31: Kertas karya diversifikasi pangan

Oleh : Edi Suryadi

NPM : 1206196271

KAJIAN STRATEJIK KETAHANAN NASIONAL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS INDONESIA

J A K A R T A

Januari 2 0 1 3

Keterangan Gambar :

Warga Kampung Adat Cireundeu, Leuwigajah, Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat, menanak nasi singkong dengan cara tradisional menggunakan kayu bakar dan kukusan Makanan nasi singkong atau beras singkong yang terbuat dari singkong yang digiling menjadi tepung ini menjadi makanan pokok warga kampung adat tersebut yang masih terjaga hingga kini. Kompas/Rony Ariyanto Nugroho Neneng (31) , Jumat (23/9/2012).

31

Page 32: Kertas karya diversifikasi pangan

Daftar Isi

Halaman Judul ……………………………………………………………………….. i

Daftar isi …………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1

BAB II PERAN DIVERSIFIKASI PANGAN DALAM MENUNJANG

SWASEMBADA BERAS UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN

PANGAN NASIONAL ....................................................................... 4

BAB III Permasalahan ................................…………………………………. 7

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .....................................……….. 9

A. INDIKATOR DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN ............ 9

B. PERUBAHAN KONSUMSI PANGAN .....…………………… 16

C. ASPEK EKONOMI DAN TEKONOGI DIVERSIFIKASI PANGAN 19

D. KELEMBAGAAN DIVERSIFIKASI PANGAN ...................... 21

32

Page 33: Kertas karya diversifikasi pangan

E. PERSEPSI DAN BUDAYA TERHADAP PANGAN LOKAL ….. 24

BAB V Kesimpulan dan Saran ……………………………………………….. 25

Kesimpulan …………………………………………………………… 25

Saran ………………………………………………………………….. 27

Daftar Pustaka ………………………………………………………………………… 28

ii

33