Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
[1]
Dr. I Nengah Putra Aprianto, M.Si (Han)
[2]
Judul: INFORMATION TECHNOLOGY DESIGN TNI AL GUNA MENDUKUNG STRATEGI PERTAHANAN LAUT NUSANTARA Penulis: Dr. I Nengah Putra Aprianto, M.Si (han) Editor: Dr. Adi Bandono, M.Pd ISBN. 978-602=9167-24-5 Cetakan Pertama, 2018 Hak Cipta ©2018 I Nengah Putra A Percetakan CV. Kartika Mulya Diterbitkan oleh: CV. Bintang (Penerbit Bintang Surabaya) Anggota IKAPI Jl. Potroagung 3 No. 41C, Surabaya 60135 Tel. (031) 371-5941, email: [email protected] Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari Penerbit.
[3]
Saat ini hakekat ancaman bergeser dari yang sifatnya
berasal dari ancaman negara (state threat) berideologi tertentu
dengan kekuatan senjata menuju pada kelompok ancaman non
negara (nonstate threat) dengan tingkat penguasaan teknologi
yang tinggi. Beberapa ancaman tersebut diantaranya adalah
Senjata Penghancur Massa (Weapons of Mass Destructions),
Electronic Warfare, Peperangan Komputer (Computer Warefare),
Peperangan Ranjau (Mine Warfare), Urbanisasi dan Perang
Gerilya (Urban and Guerilla Warefare) dan Terorisme (Terrorism)
dalam kontek ancaman Non Traditional Warfare dan Asymetric
Warfare. Perubahan hakekat ancaman tersebut membuat negara
saat ini tidak sekedar membutuhkan aktor-aktor yang berani dan
kuat, tetapi juga memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
tinggi pada penggunaan teknologi alutsista dan strategi militer
modern dengan mengedepankan berbagai perhitungan serta
pemikiran. Hal ini diperoleh dari ilmu militer modern, baik
operation analysis maupun measure of effectiveness dan dituntut
memiliki kemampuan dalam Information Technology.
Keberhasilan pelaksanaan tugas pokok TNI Angkatan Laut
akan sangat bergantung kepada Postur TNI Angkatan Laut.
Pembangunan kekuatan TNI AL sebagai the fighting instrument
perlu dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan kebijakan
pertahanan negara, yaitu Kekuatan Pokok Minimum Pertahanan
(Minimum Essential Force/MEF). Dalam rangka mendukung
keberhasilan tugas pokok TNI AL, dihadapkan pada keterbatasan
anggaran, jumlah minimum kekuatan dan ancaman yang sangat
komplek maka sangat perlu didukung teknologi informasi TNI AL
yang kuat dan aman sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam
penyelenggaraan pertahanan negara di laut secara signifikan dan
mampu meminimalisir risiko dari ancaman aspek maritim.
KATA PENGANTAR
[4]
Teknologi Informasi menjadi sangat penting dan
dibutuhkan dalam organisasi militer, substansi terkait masalah IT.
Pertama, ancaman faktor nirmiliter yang berdimensi
ipoleksosbud, teknologi dan informasi yang dapat membahayakan
kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara.
Kedua, ancaman nirmiliter berbasis Teknologi dan Informasi
antara lain kejahatan cyber dan ketergantungan terhadap produk
negara lain. Ketiga, penangkalan menghadapi ancaman nirmiliter
berbasis Teknologi dan Informasi berupa meningkatkan
kemampuan unsur pertahanan nirmiliter, peningkatan sumber
daya manusia dan tersedianya industri nasional serta secara
bertahap akan dikembangkan kemampuannya menuju NCW
(Network Centric Warfare).
Maksud utama dari penulisan buku ini adalah
mengemukakan bagaimanakah penerapan prinsip CobiT dalam
menilai kondisi pengelolaan IT guna mengetahui tingkat
kemampuan dan kematangan serta rekomendasi kebijakannya
yang digunakan sebagai masukan pada penyusunan rancangan
ITMP TNI AL, Bagaimanakah proses perumusan rancangan
pembangunan kekuatan dan kemampuan teknologi informasi TNI
AL yang mampu mendukung dan selaras dengan Strategi
Pertahanan Laut Nusantara, Bagaimanakah tahapan
pembangunan dan langkah implementasi IT TNI AL agar dapat
diwujudkan secara baik sesuai yang direncanakan.
Dengan beberapa tujuan diantaranya, mengidentifikasi dan
mendiskripsikan kondisi teknologi informasi TNI AL yang ada saat
ini dan yang diinginkan berdasarkan framework penilaian CobiT,
terkait dengan tata kelola dan manajemen IT guna mengetahui
tingkat kemampuan dan kematangan serta rekomendasi
kebijakan yang digunakan sebagai masukan dalam proses
perumusan rancangan ITMP TNI AL, mendeskripsikan rancangan
pembangunan kekuatan dan kemampuan teknologi informasi TNI
AL yang mencakup sasaran, strategi, arah kebijakan, kebutuhan
dan aktifitas bisnis, kebutuhan IT, aplikasi, infrastruktur IT,
arsitektur IT dan sistem keamanan IT serta menemukan model
[5]
kerangka IT TNI AL yang digunakan sebagai acuan dalam proses
perumusan rencana dan rancangan IT TNI AL yang mampu
mendukung dan selaras dengan Strategi Pertahanan Laut
Nusantara, dan mendeskripsikan tahapan pembangunan dan
langkah implementasi IT TNI AL terkait berbagai kebutuhan IT di
berbagai sisi, yang meliputi: sistem dan prosedur, kebutuhan
aplikasi, kebutuhan perangkat keras, kebutuhan SDM, pelatihan
serta prioritasnya yang disesuaikan dengan kebutuhan TNI AL.
Oleh karena itu, konten buku ini cocok tidak saja bagi TNI
Angkatan Laut tetapi juga bagi mahasiswa, akademisi dan
stakeholder yang lain untuk memberikan sumbangan pemikiran
dalam menentukan kebijakan pembangunan teknologi informasi
bagi TNI maupun TNI AL guna memperkuat militernya dengan
memanfaatkan dukungan kekuatan dan keunggulan informasi
secara cepat, tepat, akurat dan aman. Sebagai bahan pemikiran
dalam upaya peningkatan kesadaran (awareness) pentingnya
pengelolaan teknologi informasi berdasarkan kebutuhan operasi
guna mendukung Tugas Pokok TNI AL dalam penyelenggaraan
Strategi Pertahanan Laut Nusantara dan sebagai bahan acuan
dalam menyusun rencana dan rancangan manajemen sistem
informasi yang melingkupi pengembangan sumber daya manusia
dan organisasi IT di Lingkungan TNI AL, serta memberikan
gambaran rencana pentahapan dan prioritas pembangunan IT
yang dikaitkan dengan kebutuhan organisasi TNI AL sekaligus
sebagai rujukan, baik dalam jangka pendek, sedang maupun
jangka panjang dalam pembangunan IT TNI AL.
Banyak pihak yang telah berkontribusi dalam ikut
menyelesaikan buku ini, maka pada kesempatan yang baik ini,
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tidak
terhingga, kepada: Bapak Prof. Dr. Abdul Hakim., S.Sos., M.Si.,
Bapak Herman Tolle, ST., MT., Ph.D., Bapak Dr. Ir. Sholeh Hadi
Pramono, M.S., dan Bapak Amin Setyo Leksono., S.Si., M.Si., Ph.D,
Kolonel Laut (KH) Dr. Adi Bandono, M.Pd, dan Mayor Laut (P)
Harun D., yang telah memberikan bimbingan, arahan dan waktu
untuk mengoreksi buku ini.
[6]
Terima kasih juga saya sampaikan untuk Istri dan anak-
anak saya, dhi Galuh Subangsih, Ni Putu Arga Oktoviramitha Sari,
Agus Wahyudi Bintoro, Katya Alula Zahra dan I Made Paramawira
Putra atas do’a dan dukungan yang telah diberikan. Juga rekan-
rekan satu angkatan Prodi PDIL Program Pascasarjana Univeritas
Brawijaya serta segenap Sivitas Akademika STTAL atas dukungan,
motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan maupun
pustaka yang ditinjau, penulis menyadari bahwa buku ini masih
kurang dan perlu pengembangan lebih lanjut agar benar-benar
bermanfaat. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran agar buku ini lebih sempurna. Akhir kata, penulis
berharap buku ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Surabaya, 2 Maret 2018
Penulis,
I Nengah Putra Aprianto
[7]
DAFTAR ISI
Cover Luar 1
Cover Dalam 2
Kata Pengantar 3
Daftar Isi 7
Bab 1 PEMBUKAAN 10
A. Latar Belakang 11
B. Rumusan Rancangan Grand Design Teknologi
Informasi TNI AL guna Mendukung Sistem
Informasi Pertahanan Maritim Indonesia 18
C. Keterbaruan (Novelty) Pembahasan Konten 21
Bab 2 SISTEM INFORMASI PERTAHANAN
MARITIM INDONESIA 22
A. Kepentingan Nasional Indonesia dalam
Lingkup Keamanan Maritim 23
B. Peluang dan Ancaman dalam Keamanan
Maritim Indonesia 25
C. Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) 30
D. Sistem Informasi, Teknologi Informasi,
dan Manajemen Strategik Teknologi Informasi 39
E. CobiT 42
F. Teknologi Informasi berbasis C4ISR 49
G. Network Centric Warfare 53
H. Manajemen Risiko 55
I. Identifikasi Risiko Berdasarkan Cobit For II
Risk 56
J. Ancaman Aset Teknologi Informasi 61
K. Dasar kebijakan Yuridis 64
[8]
BAB 3 PENERAPAN PRINSIP COBIT PADA
PENGEMBANGAN SISTEM DAN
TEKNOLOGI INFORMASI TNI AL 67
A. Organisasi, Visi dan Misi TNI AL 68
B. Tugas, Peran dan Fungsi TNI AL 69
C. Kondisi Postur TNI AL 71
D. Kondisi Exiting Teknologi Informasi TNI AL 74
E. Infrastruktur 75
F. Kondisi Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya
Manusia 75
G. Penerapan Prinsip Cobit 76
H. Rancangan Pembangunan Kekuatan dan
Kemampuan Teknologi Informasi TNI AL 83
I. Tahapan Pembangunan dan Langkah
Implementasi Teknologi Informasi TNI AL 115
BAB 4 PERAN COBIT DALAM PERANCANGAN SISTEM
DAN TEKNOLOGI INFORMASI TNI AL 118
A. Peran Cobit dalam Perancangan Teknologi
Informasi TNI AL 119
B. Tata Kelola Teknologi Informasi TNI AL 129
C. Pembuatan Kerangka Teknologi Informasi
TNI AL 132
D. Rancangan Pembangunan Kekuatan dan
Kemampuan Teknologi Informasi TNI AL 136
E. Strategi Meningkatkan Peran Teknologi
Informasi di TNI AL 148
F. Konsep Pembangunan Sistem dan
Teknologi Informasi TNI AL 152
G. Strategi Pembangunan Sistem Informasi TNI AL 157
H. Strategi Manajemen Sistem dan Teknologi
Informasi 174
I. Strategi Peningkatan Sumber Daya Manusia
IT di TNI AL 177
J. Dampak Teknologi Informasi di Oganisasi
[9]
TNI AL 180
K. Tahapan Pembangunan dan Langkah
Implementasi Teknologi Informasi TNI AL 192
BAB 5 PENUTUP 199
A. Kesimpulan 200
B. Saran 201
DAFTAR SINGKATAN 205
DAFTAR TABEL 208
DAFTAR GAMBAR 209
DAFTAR PUSTAKA 211
[10]
[11]
BAB I
PEMBUKAAN
A. Latar Belakang
Keberadaan sebuah negara tidak akan terlepas dari
lingkungan sekitarnya. Maksud dari lingkungan sekitar adalah
lingkungan strategis (strategic environment) yang merupakan
interaksi dinamis antara konteks internal dan eksternal,
hubungan, kecenderungan, peluang (opportunities) dan ancaman
(threats). Pola interaksi tersebut melibatkan aktor negara (state
actors) dan aktor-non negara (non-state actors). Sebagaimana
yang disampaikan oleh Yarger (2006) bahwa hubungan interaksi
dinamis akan melibatkan pola hubungan antara lingkungan alam,
aktor negara dan non-negara.
Dalam laporan global trends 2030 peta kekuatan negara-
negara di dunia akan mengalami perubahan drastis pada 2030.
Asia akan mengimbangi Amerika Utara dan Eropa dalam hal
kekuatan global, utamanya berdasarkan GDP, jumlah populasi,
alokasi militer dan investasi teknologi. Dalam proyeksi tersebut,
Indonesia dipandang sebagai salah satu negara yang akan
memiliki peningkatan kekuatan (emerging power) pada tahun
2030. Akan tetapi, catatan yang perlu diperhatikan adalah
Indonesia perlu meningkatkan kekuatan maritim mereka
sehingga mampu mengelola potensi dan ancaman yang mungkin
muncul pada wilayah perairan mereka (NIC, 2012).
Indonesia merupakan salah satu negara terluas didunia
dengan total luas negara - mencakup daratan dan lautan -
mencapai 5.193.250 km². Hal ini menempatkan Indonesia sebagai
negara terluas ke-7 di dunia setelah Rusia, Kanada, Amerika
Serikat, China, Brasil dan Australia. Dibandingkan dengan luas
negara-negara di Asia, Indonesia berada diperingkat ke-2 dan jika
disejajarkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia
merupakan sebagai negara terluas di Asia Tenggara. Selain itu,
Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
[12]
dengan wilayah maritim yang sangat luas. Garis pantainya sekitar
81.000 km². Indonesia memiliki lebih dari 17.499 pulau dan
wilayah lautnya meliputi 7,9 juta km² dari luas total wilayah
Indonesia termasuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
(Djalal, 2012).
Dengan kedudukannya pada jalur perdagangan dan
transportasi laut yang strategis, Indonesia memiliki tantangan
dalam pengelolaan ketahanan maritim yang mencakup berbagai
dimensi termasuk didalamnya dimensi pertahanan dan
keamanan. Penentuan batas-batas yuridiksi nasional selalu
menemui rintangan khususnya dialami oleh negara-negara
kepulauan yang memiliki kepentingan memperoleh sumber daya
alam laut baik hasil laut seperti perikanan maupun hasil dibawah
perut bumi seperti minyak dan gas. Kasus Sipadan dan Ligitan,
Celah Timor, Laut Ambalat, Laut China Selatan dan lainnya adalah
contoh nyata persoalan batas-batas laut nasional. Hal tersebut
dapat memicu dan meningkatkan ketegangan (disputes) maupun
konflik (conflicts) antar negara. Indonesia sebagai negara
kepulauan harus terus berusaha meningkatkan yurisdiksi maritim
mereka untuk menanggulangi berbagai macam peluang
(opportunities) dan ancaman (threats) yang melingkupinya.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menetapkan
kebijakan kemaritiman nasional melalui konsep Indonesia sebagai
Poros Maritim Dunia. Konsep ini disampaikan Presiden Joko
Widodo pada Konferensi Tingkat Tinggi ke-9 East Asia Summit
(EAS), 13 November 2014. Melalui konsep PMD maka agenda
pembangunan nasional akan difokuskan pada lima pilar utama,
yaitu:
1. Membangun kembali budaya maritim Indonesia.
2. Menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan
pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar
utama.
3. Memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan
konektivitas maritim dengan membangun tol laut, deep
[13]
seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata
maritim.
4. Menerapkan diplomasi maritim, melalui usulan
peningkatan kerjasama di bidang maritim dan upaya
menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan,
pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan,
dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa
laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara dan
bukan memisahkan.
5. Membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung
jawab menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan
maritim.
Dalam rangka membangun kekuatan maritim yang kuat,
militer Indonesia memiliki Strategi Pertahanan Laut Nusantara
(SPLN) yang pada hakikatnya merupakan “strategi pertahanan
negara yang dilaksanakan di laut”. Strategi ini dirumuskan
berdasarkan konsep SPLN yang mengacu kepada dinamika atau
perkembangan lingkungan strategis dan kemampuan sumber
daya nasional yang tersedia. Strategi yang digunakan dalam
pelaksanaan SPLN adalah: 1) Detterence Strategy; 2) Layered
Defence Strategy; 3) Sea Control Strategy.
Sebagai komponen utama pertahanan negara di laut adalah
TNI Angkatan Laut yang bertugas melaksanakan kebijakan
pertahanan negara yaitu mempertahankan kedaulatan negara dan
keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan
bangsa, melaksanakan Operasi Militer Perang dan Operasi Militer
Selain Perang serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan
perdamaian regional dan internasional. Dalam upaya mendukung
kebijakan maritim nasional melalui konsep Indonesia sebagai
Poros Maritim Dunia dan penyelenggaraan pertahanan negara di
laut, TNI Angkatan Laut melaksanakan tugas-tugas yang
merupakan pengejawantahan dari tiga peran yang bersifat
universal yaitu Peran Militer, Peran Polisionil dan Peran
Diplomasi.
[14]
Keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas TNI Angkatan Laut
akan sangat bergantung kepada Postur TNI Angkatan Laut.
Menurut Marsetio (2014:101), pembangunan kekuatan TNI AL
sebagai the fighting instrument perlu dilaksanakan secara
konsisten sesuai dengan kebijakan pertahanan negara, yaitu
Kekuatan pokok minimum pertahanan (Minimum Essential
Force/MEF). Latar belakang MEF yang lahir karena keterbatasan
anggaran, sesungguhnya tidak dapat dijadikan alasan dalam
pencapaian aspirasi Indonesia sebagai kekuatan laut kawasan
apabila dilaksanakan secara konsisten.
Dihadapkan pada tantangan dan ancaman yang berkembang
dinamis, pembangunan kekuatan the fighting instrument kekuatan
laut Indonesia merupakan keharusan untuk mengamankan
kepentingan nasional. Dalam rangka mendukung keberhasilan
tugas pokok TNI AL, dihadapkan pada keterbatasan anggaran,
jumlah minimum kekuatan dan ancaman yang sangat komplek
maka sangat perlu didukung teknologi informasi TNI AL yang kuat
dan aman sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam
penyelenggaraan pertahanan negara di laut secara signifikan dan
mampu meminimalisir risiko-risiko dari ancaman-ancaman aspek
maritim.
Revolutionary in Military Affair (RMA) (Octavian, 2012:54)
mendorong seluruh negara untuk berupaya meningkatkan
pemanfaatan teknologi, terutama negara-negara adidaya yang
telah menerapkan teknologi khususnya Teknologi Informasi (IT)
untuk memperkuat militernya dengan memanfaatkan dukungan
kekuatan dan keunggulan informasi secara cepat, tepat, akurat
dan aman. Staf ahli panglima TNI bidang C4ISR, Yono Reksoprojo
dalam Seminar C4ISR, mengungkapkan bahwa “dalam
perkembangannya, pemberdayaan teknologi informasi secara
umum sangat berdampak terhadap dunia kemiliteran modern dan
telah menjadikan potensi isu Millitary Driven Information menjadi
Information Driven Millitary”. Isu tentang Perang Informasi,
secara teknis menjadi bias, kapan dimulai, oleh siapa, militer
maupun non militer sehingga setiap saat dapat mengancam
[15]
kedaulatan dan keutuhan NKRI. Karena itu arah visi dan misi
yang tepat dan presisi dalam memanfaatkan IT pasti akan
meningkatkan kinerja dalam penyelenggaraan pertahanan negara
secara signifikan.
Jika ditilik dari uraian di atas maka TNI/TNI AL dituntut
untuk memiliki kemampuan pertahanan dan keamanan yang
memadai. IT yang diperlukan harus memiliki kemampuan
operasional yang dapat menyelenggarakan dukungan informasi
dalam perang (Information in War /IIW), Peperangan Informasi
(Information Warfare/IW) dan kerjasama informasi (Information
Cooperation/IC). Kondisi ini diwujudkan dalam bentuk
kemampuan pertahanan Perangkat Lunak (Software Defenses) dan
kemampuan pertahanan Perangkat Keras (Hardware Defenses).
Oleh karena itu untuk mengantisipasi dan mengatasi terjadinya
berbagai ancaman di laut, maka pembinaan IT dituntut untuk
mampu mewujudkan kekuatan dan kemampuan Cyber (Cyber
Power) serta dapat menciptakan superiority informasi dalam
rangka mendapatkan competitive advantage dalam pelaksanaan
tugas.
Puskodalops (Pusat Komado dan Kendali Operasi) Mabesal
adalah bagian TNI AL sebagai penyelenggaraan IT yang bertugas
mendukung setiap kegiatan TNI AL. Tugas Pokok Puskodalops TNI
AL yang bersifat strategis berdasarkan implementasi C4ISRk
yaitu: 1) Tugas komando dan kendali yaitu menyelenggarakan
komando dan pengendalian terhadap operasi TNI AL,
mengumpulkan, menilai dan mengolah data serta menyajikan
informasi tentang kegiatan operasi; 2) Melaksanakan koordinasi
dengan Pusat Pengendali Operasi TNI dan Puskodal Angkatan,
Polri dan Bakamla, tentang berbagai jenis data dan informasi
operasi; 3) Melaksanakan pengawasan dan pengendalian
terhadap penyelenggaraan Puskodal Kotama Operasi TNI AL,
menyiapkan keperluan operasi dan mengatur kesiagaan Puskodal
Mabesal; dan 4) Dalam keadaan darurat dapat ditugaskan sebagai
salah satu alternatif cadangan pengganti Pusdalops TNI.
[16]
Penyelenggaraan komando dan kendali bersandar pada
infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi guna
memperoleh informasi, dimana dalam strategi militer keunggulan
informasi yang didukung dengan teknologi informasi yang handal
merupakan aset yang strategis untuk memenangkan suatu
pertempuran. Dengan demikian, peranan teknologi informasi
sangat berpengaruh terhadap terlaksananya strategi pertahanan
negara termasuk strategi pertahanan negara di laut. Pelaksanaan
strategi pertahanan negara di laut perlu didukung dengan
teknologi informasi yang tepat sehingga mampu melakukan
pengendalian lingkungan laut (sea control), bila sistem informasi
kuat dan aman maka akan mampu meminimalisir risiko dan
terbebas dari segala ancaman yang selama ini ada sehingga
stabilitas dan keseimbangan serta keamanan lingkungan laut
menjadi terjaga.
Kondisi IT existing TNI AL yang telah tergelar di organisasi
TNI AL, selama ini belum sepenuhnya mampu melaksanakan
tugas pokok sesuai dengan visi dan misinya, belum sepenuhnya
memiliki kemampuan terkait IT dan belum sepenuhnya mampu
mendukung pelaksanaan tugas pokok TNI AL, tata kelola dan
manajemen IT TNI AL belum berjalan dengan baik, hal ini ditandai
dengan beberapa permasalahan diantaranya adalah aplikasi
bersifat parsial, terdapat aplikasi yang duplikasi, belum sharing
data, IT belum terhubung dengan eksternal TNI AL, tidak aman
dan SDM IT terbatas dan tidak merata serta ketersediaan
anggaran untuk pengembangan dan pembangunan IT terbatas.
Kondisi ini menjadikan IT di lingkungan TNI AL belum
memiliki kemampuan dalam mendukung tugas pokok dalam
penyelenggaraan pertahanan negara di laut yang disebabkan
karena IT TNI AL dibangun tidak melalui proses perancangan
yang baik dan terintegrasi sesuai kebutuhan bisnis dalam
organisasi TNI AL sehingga IT TNI AL yang ada perlu dirancang
melalui sebuah design teknologi informasi berupa Grand Design
Information Technology (GDIT) atau dalam bentuk Information
Technology Master Plan (ITMP) TNI AL.
[17]
Penelitian tentang rancangan kapabilitas IT berdasarkan
prinsip CobiT-5 telah banyak dilakukan diberbagai instansi, baik
industri, akademi dan pemerintahan diberbagai Negara,
penelitian yang terkait dengan rancangan kapabilitas IT,
diantaranya adalah: Penelitian sifat asimetrik yang berhubungan
dengan ICT dari organisasi dengan metode pengembangan
asimetrik positif dan negative yang diciptakan oleh ICT;
Membandingkan konsep CobiT-5 dengan berbagai macam
literatur akademik tentang tata kelola IT; Evaluasi potensi
penggunaan sub-set CobiT 5 yang optimal untuk audit ITG di
organisasi sektor publik Australia; Menganalisis infrastruktur dan
tata kelola TI e-Government dan e-governance di RDA Turki
dengan menerapkan kerangka kerja CobiT-5; Tata kelola dalam
CobiT-5 memungkinkan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan
mengevaluasi kebutuhan stakeholder, menetapkan arah, dan
mengawasi kinerja, aturan serta proses; Evolusi model dan
menganalisis atribut yang menjadi ciri dalam model,
membandingkan tingkat kematangan dari kerangka CobiT
sebelumnya; Mengembangkan cetak biru TI yang tidak hanya
dilihat sebagai pendukung aspek TI berdasarkan Prinsip CobiT
dari kegiatan akademik dan non akademik tetapi secara
keseluruhan aspek lingkup tata kelola universitas; Efektivitas
pelaksanaan Perangkat Keamanan Informasi CobiT 5 dalam
mengurangi risiko Serangan Cyber terhadap Supply Chain
Management System (SCMS); Design fisik dan fungsional Sistem
informasi perintah darurat dari tumpahan minyak di laut
berdasarkan C4ISR; Penerapan kerangka kerja CobiT 5 di dalam
organisasi kesehatan di Kroasia dan juga dampaknya terhadap
tingkat kematangan tata kelola e-Health dan penyelarasan
strategis dengan perawatan kesehatan; CAT5 digunakan untuk
mengukur kematangan tingkat tata kelola TI, sehingga
memudahkan proses peningkatan layanan TI, tool CAT5
didasarkan pada kerangka kerja CobiT-5; dan Penelitian tentang
mengintegrasikan konsep kerangka CobiT 5, ITIL ®V3 dan
Balanced Scorecard (BSc) keseimbangan menjadi sebuah model
[18]
baru untuk mempelajari Informasi Teknologi Pemerintahan (ITG),
Teknologi Informasi Manajemen (ITM) dan layanan informasi.
Penelitian rangcangan ITMP TNI AL dilakukan guna
mendapat gambaran secara lengkap terkait kondisi operasional
yang saat ini ada dan terjadi di TNI AL serta kendala dan
harapannya terhadap peran IT. Dari data yang diperoleh akan
dilakukan analisis terkait berbagai kebutuhan IT TNI AL di
berbagai sisi meliputi sistem dan prosedur, kebutuhan aplikasi,
kebutuhan perangkat keras, kebutuhan SDM, dan sebagainya.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah proses rancangan
kapabilitas IT TNI AL yang dirumuskan berdasarkan integritas
protokol tata kelola IT berdasarkan CobiT-5, SMIT, NCW dan
C4ISR yang diselaraskan dengan Sistem Tatalaksana dalam
Organisasi dan Sistem Operasi Pertahanan Negara di Laut serta
berdasarkan tinjauan Kepentingan Nasional Indonesia dan
Kebijakan Yuridis yang dilengkapi dengan efektivitas pelaksanaan
perangkat keamanan Informasi CobiT dalam mengurangi risiko
serangan Cyber.
B. Rumusan Rancangan Grand Design Teknologi Informasi
TNI AL Guna Mendukung Sistem Informasi Pertahanan
Maritim Indonesia
Rancangan ITMP ini perlu dirumuskan dengan berdasarkan
pada analisa kebutuhan terhadap teknologi informasi TNI AL
kedepan dalam rangka mengantisipasi tantangan kemajuan jaman
sekaligus mampu mengatasi berbagai ancaman serta dapat
mendukung penyelenggaraan Sistem Pertahanan Negara di Laut.
ITMP dapat dijadikan sebagai dasar dan pedoman dalam rangka
pelaksanaan pengembangan IT TNI AL yang telah dibangun dan
dikembangkan selama ini.
Perancangan ini dilakukan untuk menyesuaikan
perkembangan kebutuhan IT di TNI AL kedepan dalam rangka
mengantisipasi tantangan kemajuan jaman era revolusi industri
4.0. Untuk itu diperlukan pemikiran dan kajian mendalam melalui
suatu penelitian yang dilakukan secara komprehensif terkait
[19]
kondisi operasional, aset, bisnis, dan sebagainya. Perencanaan
teknologi informasi ini akan melingkupi sistem tatalaksana
tatakelola dalam organisasi dan sistem operasi pertahanan negara
utamanya pertahanan matra laut yang menjadi tanggung jawab
dan bidang garapan TNI AL.
Bagaimanakah penerapan prinsip CobiT dalam menilai
kondisi pengelolaan IT guna mengetahui tingkat kemampuan dan
kematangan serta rekomendasi kebijakannya yang digunakan
sebagai masukan pada penyusunan rancangan ITMP TNI AL.
Bagaimanakah proses perumusan rancangan pembangunan
kekuatan dan kemampuan teknologi informasi TNI AL yang
mampu mendukung dan selaras dengan Strategi Pertahanan Laut
Nusantara. Bagaimanakah tahapan pembangunan dan langkah-
langkah implementasi IT TNI AL agar dapat diwujudkan secara
baik sesuai yang direncanakan dalam renstra (perencanaan
strategis) yang telah ditetapkan?
Rancangan dilakukan pada design ITMP TNI AL yang
memiliki tujuan dalam mengidentifikasi dan mendiskripsikan
kondisi teknologi informasi TNI AL yang ada saat ini dan yang
diinginkan berdasarkan framework penilaian CobiT, terkait
dengan tata kelola dan manjemen IT guna mengetahui tingkat
kemampuan dan kematangan serta rekomendasi kebijakan yang
digunakan sebagai masukan dalam proses perumusan rancangan
ITMP TNI AL. Mendeskripsikan rancangan pembangunan
kekuatan dan kemampuan teknologi informasi TNI AL yang
mencakup sasaran, strategi, arah kebijakan, kebutuhan dan
aktifitas bisnis, kebutuhan IT, aplikasi, infrastruktur IT, arsitektur
IT dan sistem keamanan IT serta menemukan model kerangka IT
TNI AL yang digunakan sebagai acuan dalam proses perumusan
rencana dan rancangan IT TNI AL yang mampu mendukung dan
selaras dengan dengan Strategi Pertahanan Laut Nusantara.
Mendeskripsikan tahapan pembangunan dan langkah
implementasi IT TNI AL terkait berbagai kebutuhan IT di berbagai
sisi, yang meliputi: sistem dan prosedur, kebutuhan aplikasi,
[20]
kebutuhan perangkat keras, kebutuhan SDM, pelatihan serta
prioritasnya yang disesuaikan dengan kebutuhan TNI AL.
Secara praktis isi buku ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam memilih dan menentukan kebijakan
pembangunan teknologi informasi TNI AL untuk memperkuat
militernya dengan memanfaatkan atau mendayagunakan
dukungan kekuatan dan keunggulan informasi secara cepat, tepat,
akurat dan aman. Selain itu sebagai bahan pemikiran dalam upaya
peningkatan kesadaran (awareness) pentingnya pengelolaan
teknologi informasi berdasarkan kebutuhan operasi guna
mendukung Tugas Pokok TNI AL dalam penyelenggaraan Strategi
Pertahanan Laut Nusantara. Serta sebagai bahan acuan dalam
menyusun rencana dan rancangan manajemen sistem informasi
yang melingkupi pengembangan sumber daya manusia dan
organisasi IT di Lingkungan TNI AL yang dikaitkan dengan
kebutuhan Organisasi TNI AL sekaligus sebagai rujukan, baik
dalam jangka pendek, sedang maupun jangka panjang dalam
pembangunan IT TNI AL.
Secara teori isi buku ini, dapat memberikan kontribusi
akademis dalam pengembangan teori-teori dan memberikan
tambahan referensi serta memperkaya khasanah keilmuan
dibidang pengembangan teknologi informasi yang didasarkan
pada prinsip Control Objective for Information and related
Technology (CobiT), Strategic Management Information
Technology (SMIT), Network Centric Warfare (NCW) dan
Command, Control, Communications, Computers, Surveillance and
Reconnaissance (C4ISR) dengan tinjauan Kepentingan Nasional
Indonesia, Peluang dan Ancaman Keamanan Maritim Indonesia,
UU No. 34/2004 tentang TNI, Doktrin Pertahanan Negara, Doktrin
TNI, Doktrin TNI AL, Pemetaan Sistem SPLN, Kondisi Kekuatan
dan Kelemahan teknologi informasi TNI AL yang dilengkapi
dengan efektivitas pelaksanaan perangkat keamanan Informasi
CobiT dapat mengurangi risiko dari serangan Cyber yang kini
semakin marak di dunia maya. Banyak perangkat sistem dan
teknologi informasi dari instansi pemerintah ataupun swasta yang
[21]
telah berhasil diretas oleh para hacker dengan mudahnya. Hal ini
menunjukkan betapa lemahnya sistem informasi dan teknologi
informasi yang dimiliki instansi atau organisasi tersebut.
Pengembangan sistem dan teknologi informasi melalui penerapan
Cobit akan mampu memperkuat sistem dan teknologi informasi
yang telah dibangun sebelumnya. Buku ini semoga mampu
menginspirasi bagi para pembaca yang terdiri dari para ahli dan
praktisi dibidang sistem dan teknologi informasi dalam
memperkuat sistem dan teknologi informasi milik instansi atau
organisasi dimana pun dia berada.
C. Keterbaruan (Novelty) Pembahasan Konten.
Pembahasan konten dalam buku ini memiliki keterbaruan
yang terletak pada Information Technology Design TNI AL yang
dirumuskan dengan pendekatan integritas protokol tata kelola IT
berdasarkan CobiT-5, SMIT, NCW dan C4ISR yang diselaraskan
dengan Sistem Tatalaksana dalam Organisasi dan Sistem Operasi
Pertahanan Negara di Laut serta berdasarkan tinjauan
Kepentingan Nasional Indonesia, Peluang dan Ancaman
Keamanan Maritim Indonesia, UU No. 34/2004 tentang TNI,
Doktrin Pertahanan Negara, Doktrin TNI, Doktrin TNI AL,
Pemetaan Sistem SPLN, Kondisi Kekuatan dan Kelemahan
teknologi informasi TNI AL. Information Technology Design TNI
AL mencakup sasaran, strategi, kerangka IT, arsitektur, aplikasi
dan infrastruktur IT yang dipengaruhi adanya perkembangan
Information and Communications Technology (ICT). Information
Technology Design TNI AL juga mencakup kapabilitas
kepemimpinan dalam Sistem Informasi, kesatuan pemikiran
sistem informasi dalam organisasi dan perencanaan arsitektur IT
serta sistem pendukung keamanan IT, sehingga tata kelola ITMP
TNI AL dapat dibangun sesuai kebutuhan organisasi TNI AL dan
dimanfaatkan secara optimal mendukung pelaksanaan Tugas
Pokok TNI AL yang selaras dengan Strategi Pertahanan Laut
Nusantara.
[22]
SISTEM INFORMASI PERTAHANAN MARITIM INDONESIA
[23]
BAB 2
SISTEM INFORMASI PERTAHANAN MARITIM INDONESIA
A. Kepentingan Nasional Indonesia dalam Lingkup
Keamanan Maritim
Putra (2017) dalam kajiannya menyebutkan bahwa
kepentingan nasional Indonesia dapat ditemukan dalam dokumen
Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2015 yang dinyatakan
sebagai menjaga tetap tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan
UUD NRI 1945 serta terjaminnya kelancaran pembangunan
nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Kepentingan nasional
tersebut merupakan kelanjutan dari tujuan nasional seperti
tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Kajian Putra (2017) menemukan perbedaan antara Buku
Putih Pertahanan Indonesia tahun 2015 dengan dokumen
sebelumnya yang diterbitkan pada tahun 2008 berkenaan dengan
kategorisasi kepentingan nasional Indonesia. Pada dokumen Buku
Putih Pertahanan tahun 2015 tidak lagi disebutkan kategorisasi
tersebut padahal, hal ini cukup sebagai pijakan pembangunan
strategi seperti disampaikan oleh Yarger (2006) dan Nuechterlein
(sebagaimana dikutip dalam Drew dan Snow, 2002). Disebutkan
dalam dokumen Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2015
bahwa kepentingan nasional Indonesia disusun dalam tiga
kategori, yaitu bersifat mutlak, vital, dan penting. Tetap tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan
kepentingan nasional yang bersifat mutlak sehingga segala daya
upaya perlu dilakukan untuk kepentingan tersebut. Sementara itu
memastikan tetap berlanjutnya pembangunan nasional untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika,
[24]
sejahtera, adil, makmur, dan demokratis merupakan kepentingan
nasional yang bersifat vital. Sedangkan kepentingan nasional
memiliki kategori bersifat penting ketika Indonesia
berkepentingan untuk turut menciptakan perdamaian dunia dan
stabilitas regional.
Namun demikian, Putra (2017) mencatat Buku Putih
Pertahanan Indonesia tahun 2015 tetap mencantumkan kaidah-
kaidah pokok untuk mewujudkan kepentingan nasional Indonesia
yang terdiri dari tiga kaidah pokok yaitu tata kehidupan, upaya
pencapaian tujuan, dan sarana yang digunakan. Kaidah pokok tata
kehidupan dalam perwujudan kepentingan nasional ditunjukkan
melalui kesatuan tata nilai dengan berlandaskan Pancasila dan
UUD 1945 yang berketuhanan Yang Maha Esa serta menjunjung
tinggi kebhinekaan dalam interaksi sosial yang harmonis.
Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang memiliki sifat
keberlanjutan, berwawasan lingkungan, dan berketahanan
nasional yang berdasarkan wawasan nusantara merupakan titik
berat dari kaidah upaya pencapaian tujuan. Sementara itu, kaidah
pokok sarana yang digunakan lebih bertolak pada perhatian
penggunaan seluruh potensi dan kekuatan nasional dilakukan
dengan menyeluruh dan terpadu.
Putra (2017) menjelaskan dalam kajiannya bahwa melalui
kedua dokumen tersebut tampak unsur kepentingan nasional
yang bersifat survival, vital, dan mayor dalam kategori
Nuechterlein telah dipenuhi kepentingan nasional Indonesia. Akan
tetapi, kepentingan nasional yang telah dinyatakan dalam
dokumen tersebut lebih condong berorientasi ke dalam negeri
dibanding ke luar negeri. Satu elemen yang sangat jelas
menunjukkan orientasi keluar adalah “ikut melaksanakan
ketertiban dunia” dengan tingkat partisipasi dalam kategori yang
bersifat penting. Putra (2017) berpendapat kondisi ini
kemungkinan besar dipengaruhi oleh karena NKRI belum lama
mencapai kemerdekaannya yaitu masih dibawah 100 tahun
sehingga tugas terbesarnya adalah melaksanakan pembangunan
nasional di segala bidang. Namun demikian, pemerintah NKRI
[25]
menyadari bahwa pencapaian tujuan nasional tidak bisa terlepas
dari kondisi dan interaksi dengan lingkungan regional maupun
global.
Putra (2017) menyampaikan kepentingan nasional
Indonesia dalam dokumen tersebut pada akhirnya akan
menentukan penterjemahan keamanan maritim Indonesia.
Ditengarai keamanan maritim Indonesia lebih bercorak kepada
kemanan nasional (national security), keamanan manusia (human
security), dan keamanan ekonomi (economy security) dalam sudut
pandang matriks keamanan maritim yang dipergunakan Buzan
(2007). Sedangkan penekanan masih kurang terlihat pada elemen
lingkungan maritim (marine environment) yang penjelasannya
hanya pada tingkat kaidah-kaidah pokok bukan dalam pernyataan
kepentingan nasional itu sendiri.
B. Peluang dan Ancaman dalam Keamanan Maritim
Indonesia
Peluang dan ancaman yang melingkupi keamanan maritim
Indonesia dapat ditinjau dari berbagai faktor mulai dari politik-
hukum, ekonomi, pertahanan-keamanan, sosial budaya,
lingkungan, dan teknologi (Putra, 2017). Seperti telah disebutkan,
keamanan maritim Indonesia cenderung berada pada unsur
matriks keamanan nasional (national security), keamanan
manusia (human security), dan keamanan ekonomi (economy
security) melalui matriks keamanan maritim (Buzan, 2007).
Keseluruhan faktor tersebut saling mempengaruhi dan
berdampak kepada kepentingan nasional Indonesia yang pada
akhirnya mempengaruhi strategi pembangunan kekuatan dan
kemampuan militer Indonesia, TNI, khususnya dalam kajian ini
lebih lanjut adalah TNI AL. Setiap faktor-faktor tersebut memiliki
elemen-elemen pembentuk yang memiliki tingkat pengaruh
tertentu kepada keamanan maritim Indonesia baik yang
berkategori peluang ataupun ancaman.
Khusus pada faktor pertahanan-keamanan, hampir semua
elemen-elemen pembentuk berkategori ancaman dengan tingkat
[26]
pengaruh yang besar kepada keamanan maritim Indonesia seperti
konflik di perairan Asia, anggaran pertahanan Indonesia, tingkat
insiden pembajakan dan perampokan di perairan Indonesia,
kejahatan lintas negara, dan penangkapan ikan ilegal. Satu elemen
ancaman yaitu peningkatan kontestasi kekuatan militer di
kawasan Asia menunjukkan pada tingkat pengaruh sedang di atas
rata-rata. Sesuai dengan garis kebijakan luar negeri Indonesia
yang bebas aktif maka Indonesia tidak dalam posisi terlibat dalam
kontestasi kekuatan militer yang dipicu oleh konflik perairan di
Asia.
Namun demikian, bukan berarti keadaan tersebut tidak
mungkin berekskalasi menjadi lebih tinggi tingkat pengaruhnya
terhadap keamanan maritim Indonesia. Jika kepentingan nasional
semakin terancam oleh elemen tersebut maka tingkat
pengaruhnya pun akan semakin meningkat. Satu elemen yang
menjadi peluang adalah kekuatan Angkatan Laut Indonesia saat
ini yang semakin meningkat seiring dengan program Minimum
Essential Force yang telah dijalankan sejak era pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono. Pengaruh perkembangan lingkungan
strategis terhadap keamanan maritim Indonesia adalah berikut:
Tabel 2.1 Rekapitulasi Lingkungan Strategis & Pengaruhnya kepada
Keamanan Maritim.
KATE GORI
SKALA TINGKAT PENGARUH PADA
KEAMANAN MARITIM KETERANGAN
P A KECIL ⇔ BESAR
1 2 3 4 5 6
FAKTOR POLITIK – HUKUM
1 Pembagian zona teritorial laut
•
Konflik pada pembagian zona teritorial ZEE, dan batasan continental yang melibatkan Indonesia dan negara tetangga di zona maritim yg berbatasan scr langsung
[27]
2
Kebijakan LN US : Re-balancing Asia dan kehadiran the great power lainnya di perairan Asia
•
Meningkatnya ketegangan kawasan. Potensi konflik terbuka tinggi
3
Konsolidasi sistem dan budaya politik nasional
•
Transisi dan konsolidasi system demokrasi. Terobosan kehidupan politik
4 Terfragmentasi nya kebijakan maritim nasional
• Kebijakan yg kompleks dan banyak yang tumpang tindih
5
Kompleksitas kelembagaan maritime nasional
• Kewenangan kelembagaan dan pengambilan keputusan
6 Otonomi daerah • Ego sektoral. koordinasi pemerintah pusat dan daerah
FAKTOR EKONOMI
1
Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia yg tinggi secara keseluruhan
•
Mendorong perekonomian nasional, kerjasama antar negara meningkat
2
Besaran &pertumbuhan ekonomi china secara signifikan
•
Kesiapan menjadi hegemon baru dan kontestansi dgn US sbg hegemoni lama
3
Dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
• Mendorong perekonomian nasional
4 Pertumbuhan ekonomi Indonesia
• Berkorelasi erat dgn pengeluaran anggaran fungsi pertahanan
5
Sumber daya laut di permukaan & bawah laut
• Sumber perekonomian nasional
6 Anggaran belanja fungsi
• Sumber daya fungsi keamanan maritim
[28]
pertahanan aspek keamanan nasional
FAKTOR PERTAHANAN – KEAMANAN
1 Konflik di perairan Asia
• Berimbas pada kepentingan nasional
2
Peningkatan kontestansi kekuatan militer di kawasan Asia
•
Tujuan dan kepentingan nasional tdk mengarah pada kontestansi kekuatan militer
3
Pengeluaran anggaran belanja pertahanan nasional
• Berkaitan dengan sumber daya dan kapabilitas TNI AL
4 Kekuatan Angkatan Laut
• Tugas pokok terkait menjaga kepentingan nasional
5
Tingkat insiden pembajakan & perompakan di perairan Indonesia
• Mempengaruhi kestabilan kawasan dan kepentingan nasional secara langsung
6 Kejahatan lintas Negara
•
7 Ilegal, ureported & unregulated (IUU) fishing
•
FAKTOR SOSIAL – BUDAYA
1 Jumlah populasi Indonesia
• Potensi sumber daya manusia
2 Struktur populasi dalam kelompok umur
•
Terkait dengan kepenerimaan kontruksi ancaman yg dibangun oleh otoritas pemerintah dan kekuatan AL
3 Pemerataan populasi di wilayah nasional
•
Kesenjangan potensi sumber daya manusia antar wilayah meningkatkan kerawanan
[29]
4 Kesadaran akan budaya maritime
• Reorientasi budaya dan cara pandang bangsa
5 Budaya masyarakat perbatasan
•
Potensi munculnya ketegangan di wilayah perbatasan masih relatif mampu diatas dgn pembinaan daerah & keterbatasan infrastruktur
FAKTOR LINGKUNGAN
1
Kondisi geografis terhadap alur pelayaran
•
Meningkatkan potensi kerawanan dan keamanan perairan. Kepentingan nasional Negara Negara lain
2
Kondisi geografis terhadap perbatasan Negara
•
Potensi dan ketegangan dan konflik dengan negara tetangga
3
Kondisi geografis terhadap fishing ground
• Meningkatkan potensi kerawanan dan keamanan perairan
4
Kondisi geografis terhadap zona bencana
•
Kekuatan maritim lebih kepada penyelamatan jalur penyelamatan bukan titik sentral langsung ancaman bencana alam. Terkecuali yang berkaitan dgn angin dan hujan.
FAKTOR TEKNOLOGI
1 Perkembangan teknologi maritime
•
Berkaitan dengan interoparability pengamanan maritim nasional
2 Kepemilikan teknologi maritime
•
3 Serangan cyber pada informasi maritime
•
[30]
Sumber: Putra (2017)
Jenis ancaman keamanan maritim Indonesia yang telah
diidentifikasi oleh hasil kajian Putra (2017) sejalan dengan bentuk
dan jenis ancaman yang tertuang dalam Doktrin TNI AL, Eka
Sasana Jaya, yaitu ancaman dengan kekerasan (mulai dari agresi
sampai dengan konlik kepentingan yang bersumber dari Sea Lane
of Communication/SLOC), ancaman terhadap sumber daya laut
dan lingkungan (mulai dari perebutan sumber daya alam di laut
sampai dengan perusakan ekosistem laut), ancaman pelanggaran
hukum (mulai dari pembajakan di laut sampai dengan kejahatan
lintas negara), serta ancaman bahaya navigasi.
Perkembangan teknologi maritim yang terekam dalam
faktor teknologi pada kerangka lingkungan strategis
menunjukkan tingkat pengaruh yang tinggi dengan kategori
peluang kepada keamanan maritim. Di saat yang sama, faktor
lingkungan mendorong penggunaan peluang teknologi maritim
tersebut untuk mengimbangi dan mengatasi ancaman yang
muncul karena kondisi alamiah Indonesia.
Peluang yang muncul dari perkembangan teknologi maritim
tersebut juga dapat mengatasi berbagai ancaman yang muncul
dalam faktor pertahanan-keamanan sehingga mendorong
peningkatan kemampuan TNI, dalam hal ini adalah TNI AL.
Pembangunan kekuatan dan kemampuan IT TNI AL dapat
memanfaatkan peluang dari faktor teknologi. Dari sudut pandang
lainnya, situasi peluang dan ancaman pada keamanan maritim
Indonesia akan mempengaruhi bentuk dan pilihan strategi
teknologi informasi TNI AL mulai dari pembangunan kapabilitas,
kompetensi sampai kepada infrastruktur IT.
C. Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN)
Sebagai upaya mencapai tujuan dan kepentingan nasional
serta tindak lanjut dari amanat perundang-undangan pertahanan
negara dan TNI dalam panduan Doktrin Eka Sasana Jaya maka TNI
AL menyusun Strategi Pertahanan Laut Nusantara. Pada
hakekatnya SPLN merupakan strategi pertahanan yang
[31]
dilaksanakan di laut yang dipengaruhi secara dinamis oleh
perkembangan lingkungan strategis, dan ketersediaan sumber
daya nasional dimana diselenggarakan melalui operasi gabungan,
operasi matra, dan operasi bantuan dengan didukung oleh
kekuatan nasional. Tiga konsep utama yang mendasari SPLN
adalah konsep pertahanan berlapis, pergeseran medan juang, dan
pertahanan semesta.
Tiga sasaran strategis SPLN adalah tercegahnya niat dari
pihak pengganggu, tertanggulanginya berbagai macam ancaman,
dan terciptanya kondisi yuridiksi laut yang terkendali. Ketiga
sasaran tersebut akan dicapai oleh SPLN yang mengandung tiga
strategi generik utama yaitu strategi penangkalan (deterrence
strategy), pertahanan berlapis (layer defence strategy) dan
pengendalian laut (sea control strategy). Lihat Gambar 2.1.
Pokok-pokok penyelenggaraan SPLN dirancang dalam dua
kondisi yaitu damai dan krisis atau perang. Pada kondisi damai
(Lihat Gambar 2.2), tujuan (ends) yang ingin dicapai oleh SPLN
meliputi dua hal, yaitu menimbulkan dampak penangkalan dan
menciptakan kondisi perairan yuridiksi nasional yang terkendali.
Tujuan tersebut dicapai penataan gelar operasi laut yang
berkaitan dengan strategi penangkalan dan pengendalian laut
Gambar 2.1 Sasaran Strategis SPLN Sumber: Hasil Olah Data Penulis; Mabes TNI AL (2004)
[32]
baik melalui diplomasi TNI AL, kehadiran di laut, operasi siaga
tempur, dan operasi laut sehari-hari (ways). Secara keseluruhan
berbagai macam cara dalam strategi tersebut dipenuhi dengan
penggunaan dan pemanfaatan sumber daya (means) dari dalam
TNI yang mencakup Kapal Perang Republik Indonesia (KRI), Kapal
Angkatan Laut (KAL), pesawat udara TNI AL, marinir, dan
pangkalan TNI AL.
Pada kondisi krisis atau perang (Lihat Gambar 2.3), tujuan
(ends) yang ingin dicapai oleh SPLN adalah menghancurkan
kekuatan lawan yang dapat mengancam kedaulatan dan keutuhan
wilayah NKRI. Untuk mencapai tujuan tersebut, akan dicapai
dengan cara (ways) yang menggunakan pendekatan strategi
pertahanan berlapis dan pengendalian laut.
Pada strategi pertahanan berlapis akan melibatkan daerah
yang dijadikan medan penyanggah, medan pertahanan utama, dan
daerah perlawanan. Pendekatan strategi tersebut akan
melibatkan sistema kesenjataan yang berbeda satu dengan
lainnya. Sedangkan pada strategi pengendalian laut akan
melibatkan semua sistema kekuatan laut yang bertopang pada
kemampuan tempur Angkatan Laut. Disinilah peran TNI
Angkatan Laut dalam menjaga kedaulatan wilayah laut.
Pada medan penyanggah, sistema kesenjataan meliputi:
kekuatan permukaan, bawah permukaan, kekuatan udara,
pasukan khusus, dan dukungan dari TNI AU. Pada medan
pertahanan utama hampir sama dengan medan penyanggah
kecuali pasukan khusus. Jika medan penyanggah dan pertahanan
utama sudah ditembus oleh pihak lawan maka medan terakhir
disebut daerah perlawanan dimana akan melibatkan keseluruhan
sistem kesenjataan TNI dan kekuatan nasional. Sumber daya
(means) yang diperlukan demi terlaksananya berbagai
pendekatan strategi diatas mencakup keseluruhan kekuatan TNI
AL dan Non-TNI AL.
Disini diperlukan sinergitas yang kokoh diantara unsur-
unsur kekuatan TNI AL dan Non-TNI AL. Sinergitas yang kokoh
diantara unsur-unsur kekuatan tersebut akan melahirkan
[33]
kekuatan yang lebih besar dalam menanggulangi setiap ancaman,
baik ancaman dari dalam maupun ancaman dari luar. Ancaman-
ancaman yang datang meskipun dalam potensi yang sangat besar
dan kompleks hanya akan dapat diatasi dengan kekuatan
sinergitas yang erat diantara berbagai unsur kekuatan baik
kekuatan TNI AL maupun kekuatan non-TNI AL.
Gambar 2.2 Pokok-Pokok Penyelenggaraan SPLN Pada Masa Damai
* Operasi Muhibah *
*
Operasi perdamaian
(peace keeping
operation)
*
Pameran
bendera/unjuk
kekuatan
* Operasi Keamanan laut
* Operasi bantuan
Sumber
DayaKRI dan KAL Pangkalan TNI AL
Pesawat
Udara TNI
AL
Marinir
Str
ateg
i P
enye
len
gg
araa
n
Menyiapkan mandala laut utk operasi tempurMenjamin penggunaan &
pemanfaatan laut
Pola Operasi : Pola Operasi :
Strategi Pengendalian
Laut
Operasi Siaga Tempur
Pola Operasi : Pola Operasi :
Operasi siaga tempur di
perairan rawan selektif
Tujuan
Menimbulkan dampak penangkalan yg tinggi (deterrence effect )
Menciptakan kondisi perairan yuridiksi Indonesia terkendali (sea control )
Kehadiran di Laut Operasi Laut Sehari-hari
Diplomasi AL
Penggelaran Operasi
M A S A D A M A I
Penataan gelar operasi
laut
Strategi
Penangkalan Laut
[34]
Tujuan
Penataan gelar
operasi laut
Operasi
Penghancuran
kekuatan lawan
Operasi Pemutusan
garis perhubungan
laut lawan
Operasi
perlindungan garis
perhubungan laut
sendiri
*Kekuatan
permukaan*
Kekuatan
permukaan*
Seluruh jenis
kesenjataan TNI
*Kekuatan bawah
permukaan*
Kekuatan bawah
permukaan*
Seluruh kekuatan
nasional
* Kekuatan udara * Kekuatan udara
* Pasukan khusus * Dukungan TNI AU
* Dukungan TNI AU
KRI Pangkalan Khusus TNI
AL
Str
ate
gi P
en
ye
len
gg
ara
an
Menghancurkan kekuatan lawan yang mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (destroying )
M A S A P E R A N G
Medan PenyanggahMedan Pertahanan
UtamaDaerah Perlawanan
Pola Operasi :
Operasi Gabungan dan Operasi bantuan
Penggelaran
Operasi
Strategi Pertahanan Berlapis
(Layer defence )
Strategi Pengendalian Laut
(Sea Control )
Daerah :
Kekuatan TNI ALSumbe
r DayaKekuatan Non-TNI
Marinir Pesawat Udara TNI AL Pangkalan TNI AL
Daerah : Daerah :
Mulai dari ZEE s/d
lautan teritorial
Sistem Kesenjataan:
Mulai dari ZEE ke luarProyeksi kekuatan ke
darat lewat laut
Sistem Kesenjataan: Sistem Kesenjataan:
Kekuatan Pemukul Strategis TNI AL & AU
Kekuatan TNI AL & AUSeluruh Kekuatan TNI & kekuatan nasional
Gambar 2.3 Pokok-Pokok Penyelenggaraan SPLN Pada Masa Perang Sumber: Hasil Olah Data Penulis; Mabes TNI AL (2004)
[35]
Gambar 2.4 Pokok-Pokok Penyelenggaraan SPLN pada masa krisis atau Perang
(Sumber : Hasil olah data Penulis; Mabes TNI AL, 2004)
[36]
Jika dikaji landasan pemikiran SPLN, peranan doktrin baik
Doktrin Pertahanan RI, Doktrin TNI, dan Doktrin TNI AL Eka
Sasana Jaya tidak dinyatakan dalam dokumen ini. Padahal
dokumen Doktrin Pertahanan RI (2007) menyatakan sebagai
berikut:
Doktrin pertahanan pada hakikatnya adalah suatu ajaran
tentang prinsip-prinsip fundamental pertahanan negara yang
diyakini kebenarannya, digali dari nilai-nilai perjuangan bangsa
dan pengalaman masa lalu untuk dijadikan pelajaran dalam
mengembangkan konsep pertahanan sesuai dengan tuntutan
tugas pertahanan dalam dinamika perubahan, serta dikemas
dalam bingkai kepentingan nasional (p.4).
Selanjutnya, pada masa damai, Doktrin Pertahanan Negara
digunakan sebagai penuntun dan pedoman bagi penyelenggara
pertahanan negara dalam menyiapkan kekuatan dan pertahanan
dalam kerangka kekuatan untuk daya tangkal yang mampu
mencegah setiap hakikat ancaman serta kesiapsiagaan dalam
meniadakan ancaman, baik yang berasal dari luar maupun yang
timbul di dalam negeri (p.4). Pada keadaan perang, Doktrin
Pertahanan Negara memberikan tuntutan dan pedoman dalam
mendayagunakan segenap kekuatan nasional dalam upaya
pertahanan guna menyelamatkan negara dan bangsa dari
ancaman yang dihadapi (p.5)
Hal ini bertentangan dengan apa yang disampaikan Drew
dan Snow (2002) dimana keberadaan doktrin sangat penting dan
mempengaruhi pembentukan strategi. Seolah-olah perumusan
SPLN lebih mengacu kepada landasan idiil, konstitusional,
visional, dan lain sebagainya tanpa mengacu kepada doktrin yang
telah dibentuk.
Terkait dengan persoalan doktrin lainnya, dokumen SPLN
pada Bab VI Penutup menyatakan sebagai berikut, “…Strategi
Pertahanan Laut Nusantara dan berkedudukan sebagai Doktrin
Perang Laut TNI AL yang merupakan penjabaran dari Konsepsi
Strategi Pertahanan Nusantara” (p.20). Pernyataan tersebut
bertentangan dengan stratifikasi doktrin yang disusun dalam
[37]
Doktrin Pertahanan Negara RI (2007) dimana disebutkan tingkat
doktrin dasar adalah Doktrin Pertahanan Negara RI, setelah itu
tingkat doktrin induk dalam pertahanan militer adalah Doktrin
TNI Tridek, dan terakhir, tingkat doktrin pelaksanaan dalam
lingkup pertahanan militer adalah doktrin matra, khusus TNI AL
adalah Doktrin Eka Sasana Jaya.
Dengan demikian ketika dokumen SPLN menyebut dirinya
sebagai “Doktrin Perang Laut TNI AL” belum mendapatkan tempat
dalam stratifikasi doktrin yang digunakan Doktrin Pertahanan
Negara RI. Dalam sudut pandang Drew dan Snow (2002), istilah
“Doktrin Perang Laut TNI AL” mendapatkan tempat sebagai
doktrin yang bertipe lingkungan (environmental doctrine) yang
pada dasarnya menjelaskan bagaimana penggunaan kekuatan
medium tertentu (darat, laut, atau udara) dalam olah yudha.
Sebagaimana disebutkan oleh Doktrin Pertahanan Negara
RI (2007) serta Drew dan Snow (2002) bahwa doktrin bukanlah
sesuatu yang statik tetapi harus mampu menyerap dan
menyesuaikan kedinamisan perubahan lingkungan strategis.
Dijelaskan pula, doktrin mempengaruhi bagaimana strategi
dirumuskan. Yarger (2006) menekankan pentingnya perubahan
lingkungan strategis diantisipasi ke dalam pembangunan strategi.
Namun demikian, mulai dari Doktrin Pertahanan Negara RI,
Doktrin TNI Tridek, dan Doktrin Eka Sasana Jaya masih terbatas
menjelaskan dasar perubahan lingkungan strategis yang dinamis,
terutama perubahan yang radikal dan penuh dengan lompatan-
lompatan (distruptive change) akibat perkembangan teknologi
khususnya teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga doktrin
belum cukup dijadikan pijakan bagaimana pertahanan negara
baik militer oleh TNI, khususnya dalam kajian ini adalah TNI AL
dan non-militer harus menghadapi situasi tersebut.
Berkelindan dengan perubahan pusat kekuatan dan
interaksi politik beserta ekonomi dunia teknologi informasi dan
komunikasi yang berubah secara distruptive tersebut mengubah
wajah bentuk peperangan (Octavian, 2012; Smith, 2010; RAND,
2002; Prabowo, 2009; Alberts, Gartska, dan Stein, 2000); Lind, et
[38]
al., 1989). Walaupun tertulis dalam Dokumen SPLN Bab III
Perkembangan Lingkungan Strategis di sub bab 1.2 Luar Negeri,
bagian c. sebagai berikut:
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
pesat, melahirkan alat-alat perang yang semakin canggih
dengan daya hancur dan tingkat akurasi yang tinggi, serta
daya jangkau yang jauh. Hal ini mengakibatkan terjadinya
perubahan bentuk dan sifat peperangan secara mendasar,
yang mempengaruhi perkembangan strategi pertahanan
negara (p.7)
Selanjutnya disinggung sedikit melalui dokumen Pola Dasar
Pembinaan TNI AL, pada bagian Struktur Kemampuan khususnya
dalam kelompok Kemampuan Dukungan lewat kemampuan
Komando, Kendali, Komunikasi dan Informasi (K3I) serta
pengambangan kemampuan peperangan elektronika. Akan tetapi
perhatian kepada sistem teknologi informasi dan komunikasi
masih dianggap sebagai faktor pendukung dibanding faktor
kritikal yang mengubah wajah bentuk peperangan. Selain itu
bagaimana arahan besar pembangunan kemampuan K3I dan
peperangan elektronika juga belum terjelaskan dengan cukup
kuat.
Hal ini juga tidak terserap dalam pijakan perkembangan
strategis perumusan SPLN dimana minim sekali menyerap
berbagai perubahan bentuk peperangan saat ini dan mendatang.
SPLN belum menyerap dan mengantisipasi bentuk peperangan
modern, asimetris, dan informasi. Padahal dengan geografi negara
kepulauan, penerapan konsep pergeseran medan juang, sistem
Senjata Armada Terpadu (SSAT) untuk kekuatan TNI AL dan
operasi gabungan yang mensyaratkan perhatian khusus kepada
kemampuan antar operasi (inter-operability capability) melalui
network centric operations (NCO) dan pendekatan komando-
kendali (command and control/C2) yang berlandaskan kapabilitias
dan kemampuan IT.
[39]
D. Sistem Informasi (IS), Teknologi Informasi (IT), dan
Manajemen Strategik Teknologi Informasi (SMIT).
Sistem informasi (IS) merupakan kumpulan komponen yang
saling berhubungan dari proses pengumpulan, penyimpanan, dan
distribusi informasi yang ditujukan untuk membantu
pengambilan keputusan dan pengendalian organisasi (Laudon dan
Laudon, 2014). Turban, et al. (2006) menambahkan kegiatan
analisis dalam IS dan penitikberatan pada tujuan spesifik.
Sedangkan Teknologi informasi (IT) merupakan gabungan
antara perangkat keras (hardware) dan lunak (software) yang
dibutuhkan organisasi untuk mencapai tujuannya (Laudon dan
Laudon, 2014). Turban, et al. (2006) menyebut IT dalam
pengertian luas sebagai kumpulan sistem komputer dalam
organisasi tetapi titik beratnya adalah pada penggambaran
bagaimana organisasi melakukan pengumpulan informasi.
Flodstrom (2006) bahwa IT merupakan penyedia dan pemproses
informasi melalui system mesin atau pengguna terintegrasi
ditujukan untuk mendukung strategi, operasi, pengelolaan,
analisis, dan fungsi pengambilan keputusan organisasi. Para ahli
menyatakan pemaknaan antara IS dan IT adalah saling bertukar
sehingga sering dinyatakan sebagai IS/IT (Laudon dan Laudon,
2014; Flodstrom, 2006; Turban, et al., 2006; Ward dan Griffiths,
1996)
Sementara itu pada tataran strategis, pengelolaan IS/IT
dirumuskan sebagai manajemen strategik teknologi informasi
(SMIT) yang disebut oleh Flodstrom (2006) sangat berkaitan
dengan upaya pencapaian tujuan organisasi sehingga menjadi
unggul dalam lingkungan kompetitif melalui perencanaan dan
perancangan strategi penggunaan IS/IT. Penyelarasan (alignment)
antara tujuan, dan organisasi dengan strategi IS/IT menjadi hal
yang kritikal untuk diperhatikan (Kerney, 2011; McKeen, 2008;
Alcuaz, 1989). Seperti digambarkan pada skema pada Gambar 2.5
dimana strategi organisasi harus menjadi arah bagi pembangunan
strategi IT dan operasi orgaisasi. Disaat yang bersamaan,
keduanya memberikan umpan balik kepada strategi organisasi
[40]
sebagai salah satu input penting bagi perubahan ataupun
penyesuain strategi (strategy shifting) dalam konteks yang
berubah dinamis (context changing). Strategi IT dan operasi
organisasi akan membentuk bagaimana IT dioperasikan. Operasi
IT tersebut pada akhirnya akan memberikan umpan balik kepada
operasi organisasi dan strategi IT yang ada.
Gambar 2.5 Penyelarasan antara Strategi Organisasi dan IT Sumber: IT Governance Institute (2003)
Alcuaz, JR. (1989) menjelasan lebih jauh keterkaitan
pengaruh lingkungan organisasi bisnis (business environment) dan
teknologi dalam keterkaitan antara sistem bisnis dengan IS.
Dilanjutkan oleh Alcuaz yang menyatakan keunggulan bersaing
dapat dicapai jika adanya hubungan yang erat antara strategi
bisnis dengan strategi IS. Elemen utama sistem bisnis adalah misi
organisasi dan sasarannya yang menjadi panduan dalam
membangun strategi sebagai kumpulan berbagai cara untuk
mencapai tujuan tersebut. Strategi ini kemudian akan membentuk
organisasi dalam membangun struktur organisasi dalam yang
kemudian tertuang kedalaman bagaimana organisasi dalam
melakukan operasinya. Rangkaian tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan organisasi. Elemen utama IS adalah misi dan sasaran
dari IS yang harus selaras dengan misi dan sararan sistema bisnis
[41]
yg kemudian menjadi arahan dalam pembangunan strategi IS.
Arsitektur IS terbangun dalam rangka mewujudkan strategi IS
yang pada akhirnya menjadi sebuah operasi IS sebagai bagian dari
operasi organisasi. Tentu saja arsitektur IS harus erat kaitannya
dengan struktur organisasi. Elemen utama IS tersebut
dipengaruhi erat oleh teknologi khususnya IT yang akan
dipergunakan atau menjadi bagian integral dari IS. Lihat Gambar
2.6.
Gambar 2.6 Keterkaitan antara Sistem Bisnis dan IS Sumber: Alcuaz JR (1989)
Sementara itu, Henderson dan Venkatraman (1990)
membangun model penyelarasan strategis (strategic alignment)
transformasi organisasi (transformational organization) melalui
IT dengan memperhatikan tiga fungsi utama, yaitu kesesuaian
strategis (strategic fit), integrasi fungsional (functional
integration), dan penyelarasan silang dimensi (cross-dimension
alignment). Di dalam proses bisnis menghasilkan strategi yang
melibatkan berbagai dimensi mulai dari keunggulan pembeda,
cakupan dan tata kelola bisnis yang kemudian akan melalui
Mission/
Objectives
Strategy
Organization
Structure
Operational
Plans/Tactics
Business
EnvironmentTechnology
Mission/
Objectives
Strategy
Architecture
Applications
Business Systems Information Systems
[42]
sebuah proses kesesuaian strategis dalam membangun
infrastruktur administrasi, proses, dan keahlian yang diperlukan.
Begitu pula pada proses IT menghasilkan strategi IT akan
melibatkan cakupan teknologi, tata kelola IT, dan kompetensi
sistemik. Dimensi-dimensi tersebut akan diturunkan ke dalam
pembangunan infrastruktur IT, proses, dan keahlian yang
diperlukan. Berbagai dimensi dari kedua sisi tersebut baik sisi
bisnis maupun IT harus terjadi integrasi fungsional dan
keselarasan antar dimensi untuk mencapai penyelerasan
strategis. Dengan demikian maka transformasi organisasi melalui
IT akan dapat tercapai (lihat Gambar 2.7). Hu, Zhang, dan Su
(2014) menyebut model serupa ini dengan sebutan kerangka
kerja kapabilitas IT berbasis kompetisi strategis (strategic
competition).
Gambar 2.7 Model Keselarasan Strategis Transformasi Organisasi Melalui IT
Sumber: Henderson dan Venkatraman (1990)
E. CobiT (Control Objective for Information and related
Technology)
CobiT adalah sebuah standar dalam kerangka kerja terkait
tata kelola Teknologi Informasi (TI). Kerangka kerja tersebut
memberikan arahan berupa kontrol internal untuk pengelolaan
Business Scope
Distinctive
Competencies
Business
Governance
Technology
Scope
Systemic
CompetenciesIT Governance
Administrative
Infrastructure
Processes Skills
IT Infrastructure
Processes Skills
Business Strategy IT Strategy
Organizational Infrastructure &
Processes
IT Infrastructure &
Processes
FUNCTIONAL INTEGRATION
External
Strategic Fit
Internal
Key
Strategic Fit
Functional Integration
Cross-Dimension Alignment
BUSINESS IT
[43]
proses teknologi informasi agar memenuhi tujuan teknologi
informasi yang mendukung tujuan bisnis organisasi.
Dengan mengacu kerangka kerja CobiT, organisasi dapat
mengelola sumber daya teknologi informasinya sehingga dapat
(IT Governance Institute, 2007): 1) Mengurangi kompleksitas dan
meningkatkan efektivitas biaya karena integrasi yang lebih baik
dan lebih mudah; 2) Meningkatkan kepuasan pengguna; 3)
Meningkatkan integrasi keamanan informasi dalam perusahaan;
4) Mengurangi risiko atas keputusan, 5) Meningkatkan
pencegahan, deteksi dan pemulihan; 6) Meningkatkan
pengelolaan biaya yang berhubungan dengan fungsi keamanan
informasi.
1. Prinsip CobiT Versi 5
Dalam publikasinya, Enabling Information, IT Governance
Framework (ISACA, 2013) menyediakan referensi kerangka
terstruktur mengenai penataan, pengarahan dan pengelolaan dari
informasi sebagai aset penting perusahaan. Kerangka berbasis
informasi tersebut didasarkan kepada kelima prinsip, yaitu:
a. Meeting Stakeholder Needs (Penyesuaian terhadap
Kebutuhan). Prinsip ini berguna untuk pendefinisian
prioritas untuk implementasi, perbaikan, dan jaminan.
Kebutuhan stakeholder dituangkan dalam Goals Cascade
sehingga menjadi tujuan yang lebih spesifik, dapat
dilaksanakan, disesuaikan dalam konteks tujuan
perusahaan, tujuan yang terkait teknologi informasi, tujuan
yang akan dicapai enabler. Selain itu sistem tata kelola harus
mempertimbangkan seluruh stakeholder terutama ketika
membuat keputusan mengenai penilaian manfaat.
b. Convering the Enterprise End-to-End (Mengintegrasi dan
Mengakomodasi). Prinsip ini berguna untuk
mengintegrasikan tata kelola teknologi informasi
perusahaan ke dalam tata kelola perusahaan. Sistem tata
kelola teknologi informasi yang diusung CobiT 5 dapat
[44]
menyatu dengan sistem tata kelola perusahaan dengan
lancar. Tata kelola ini mencakup semua fungsi dan proses
dalam perusahaan. Dalam prinsip ini, berarti CobiT 5
menganggap semua tata kelola dalam manajemen teknologi
informasi enabler untuk perusahaan.
c. Applying a Single Integrated Framework (Penggunaan
sebuah framework yang terintegrasi). Prinsip ini berguna
untuk menyelaraskan diri dengan standar dan framework
relevan lain, sehingga perusahaan mampu menggunakan
CobiT 5 sebagai framework tata kelola umum dan
integrator. Juga berguna untuk menyatukan semua
pengetahuan yang sebelumnya tersebar dalam berbagai
framework ISACA.
d. Enabling a Holistic Approach (Pendekatan menyeluruh).
Prinsip CobiT 5 memandang bahwa setiap enabler saling
mempengaruhi satu sama lain dan menentukan apakah
penerapan CobiT 5 akan berhasil. Manajemen teknologi
informasi perusahaan yang efisien dan efektif memerlukan
pendekatan yang menyeluruh, mempertimbangkan
beberapa komponen yang berinteraksi. CobiT 5
mendefinisikan satu set enabler untuk mendukung
pelaksanaan tata kelola yang komperhensif dan sistem
manajemen teknologi informasi untuk perusahaan. Enabler
didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat membantu untuk
mencapai tujuan perusahaan.
e. Separating Governance from Management (Tegas antara
Tata Kelola and Manajemen). Prinsip CobiT 5 memuat
perbedaan yang jelas antara tata kelola dan manajemen.
Perbedaannya terkait kegiatan, struktur organisasi, serta
pelayanan untuk tujuan yang berbeda pula. Governance
merupakan tata kelola yang memastikan bahwa tujuan
perusahaan dapat dicapai dengan melakukan evaluasi
[45]
terhadap kebutuhan, kondisi dan pilihan stakeholder,
menerapkan arah melalui prioritas dan pengambilan
keputusan terhadap arah dan tujuan yang telah disepakati.
Pada kebanyakan perusahaan, tata kelola adalah tanggung
jawab dari dewan direksi dibawah kepemimpinan ketua.
Sedangkan management, terkait perencanaan, membangun,
menjalankan dan memonitor aktivitas-aktivitas yang sejalan
dengan arah yang ditetapkan oleh badan tata kelola untuk
mencapai tujuan perusahaan. Pada kebanyakan perusahaan,
manajemen menjadi tanggung jawab eksekutif manajemen
dibawah pimpinan CEO.
Gambar 2.8: Prinsip CobiT 5
Sumber: ISACA (2013)
2. Tujuh Kategori Enabler
Kerangka kerja CobiT mendefinisikan 7 (tujuh) kategori
enabler yang dibutuhkan dalam menata dan mengelola sumber
[46]
daya teknologi informasi agar dapat memenuhi tujuan teknologi
informasi yang mendukung tujuan bisnis organisasi (ISACA,
2012). Ketujuh kategori tersebut mencakup: Pertama, Prinsip,
kebijakan dan kerangka kerja adalah kendaraan untuk
menerjemahkan perilaku yang diinginkan menjadi paduan praktis
untuk manajemen sehari-hari; Kedua, Proses menggambarkan set
terorganisir praktek dan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu
dan menghasilkan set output dalam mendukung pencapaian
keseluruhan tujuan yang terkait teknologi informasi; Ketiga,
Struktur Organisasi adalah pengambilan keputusan kunci entitas
dalam suatu perusahaan; Keempat, Budaya, etika dan perilaku
individu dan perusahaan yang sangat sering diremehkan sebagai
faktor keberhasilan dalam kegiatan tata kelola dan manajemen;
Kelima, Informasi diperlukan untuk menjaga organisasi berjalan
dengan baik dan diatur, tetapi pada tingkat operasional, informasi
sangat sering adalah produk utama dari perusahaan itu sendiri;
Keenam, Layanan, Infrastruktur dan Aplikasi Meliputi
Infrastruktur, teknologi dan aplikasi yang menyediakan
perusahaan dengan pengolahan informasi teknologi dan jasa.
Sementara; Ketujuh, Manusia, keterampilan dan kompetensi yang
diperlukan untuk berhasil menyelesaikan semua kegiatan, dan
untuk membuat keputusan yang benar dan mengambil tindakan
korektif.
Gambar 2.9. Tujuh Kategori Enabler Kerangka Kerja CobiT Sumber: ISCA (2012)
[47]
3. Pengelolaan Proses IT.
Sumber daya teknologi informasi (IT) dibutuhkan dalam
mendukung proses teknologi informasi, mulai dari perencanaan,
pengembangan, penyampaian, hingga pemantauan dan evaluasi.
Kerangka kerja CobiT berfokus kepada proses teknologi informasi
yang dikelompokkan ke dalam 5 (lima) domain utama seperti
terlihat pada Gambar 2.10.
Setiap domain tersebut terdiri dari proses-proses teknologi
informasi, sementara karakteristik dari tiap domain dalam CobiT
tersebut diuraikan lebih lanjut sebagai berikut.
a. Evaluate, Direct, and Monitor (EDM). Menyediakan
arahan untuk penataan dan pengelolaan Proses teknologi
informasi. Domain ini memiliki 5 (Lima) Proses TI, yaitu: (1)
EDM 01 Ensure governance framework setting and
maintenance; (2) EDM 02 Ensure benefits delivery; (3) EDM
03 Ensure risk optimisation; (4) EDM 04 Ensure resource
optimisation; (5) EDM 05 Ensure stakeholder transparency.
b. Align, Plan, and Organize (APO). Menyediakan arahan
dalam pengembangan solusi berbasis teknologi informasi
dan penyampaiannya berbentuk layanan teknologi
informasi. Domain ini memiliki 13 Proses teknologi
informasi, yaitu: (1) APO 01 Manage the IT management
framework; (2) APO 02 Manage strategy; (3) APO 03
Manage enterprise architecture; (4) APO 04 Manage
innovation; (5) APO 05 Manage portfolio; (6) APO 06
Manage budget and costs; (7) APO 07 Manage human
resources; (8) APO 08 Manage relationships; (9) APO 09
Manage service agreements; (10) APO 10 Manage suppliers;
(11) APO 11 Manage quality; (12) APO 12 Manage risk; dan
(13) APO 13 Manage security. Manage the IT management
framework.
c. Build, Acquire and Implement (BAI). Menyediakan solusi
pengembangan solusi berbasis teknologi informasi. Domain
[48]
ini memiliki 10 (sepuluh) Proses teknologi informasi, yaitu:
(1) BAI 01 Manage programmes and projects; (2) BAI 02
Manage requirements definition; 3) BAI 03 Manage solutions
identification and build; (4) BAI 04 Manage availability and
capacity; (5) BAI 05 Manage organisational change
enablement; (6) BAI 06 Manage changes; (7) BAI 07 Manage
change acceptance and transitioning; (8) BAI 08 Manage
knowledge; (9) BAI 09 Manage assets; dan (10) BAI 10
Manage configuration.
d. Deliver, Service, and Support (DSS). Menyampaikan
solusi berupa layanan teknologi informasi kepada
pengguna. Domain ini memiliki 6 (enam) Proses teknologi
informasi, yaitu: (1) DSS 01 Manage operations; (2) DSS 02
Manage service requests and incidents; (3) DSS 03 Manage
problems; (4) DSS 04 Manage continuity; (5) DSS 05 Manage
security services; dan (6) DSS 06 Manage business process
controls.
e. Monitor, Evaluate, and Assess (MEA). Memantau dan
mengevaluasi seluruh proses agar berjalan sesuai arahan.
Domain ini memiliki 3 (tiga) Proses teknologi informasi,
yaitu: (1) MEA 01 Monitor, evaluate and assess performance
and conformance; (2) MEA 02 Monitor, evaluate and assess
the system of internal control; dan (3) MEA 03 Monitor,
evaluate and assess compliance with external requirements.
[49]
Gambar 2.10 Lima Domain CobiT dalam Proses IT Sumber: ISCA (2012)
F. Teknologi Informasi berbasis C4ISR
Perkembangan Teknologi selalu memberi akibat, baik
positif maupun negatif dimana yang bersifat positif merupakan
manfaat dan peluang yang harus dimanfaatkan seoptimal
mungkin, C4ISR berkembang dari komponen pendukung yang
terkandung di dalam setiap kata di dalamnya yaitu Command,
Control, Communications, Computers, Surveillance and
Reconnaissance yang saat ini menjadi trend seiring fungsi serta
peran C4ISR di dalam dunia kemiliteran. C4ISR merupakan system
of system yang terus berkembang, dikarenakan C4ISR merupakan
sebuah kebutuhan dan menjadi sebuah komponen utama pada
[50]
setiap Organisasi Militer, baik pada saat damai maupun pada saat
operasi militer atau perang.
1. C4ISR sebagai Komando dan Kendali
Konsep C4ISR mempunyai suatu kemampuan
memperoleh informasi-informasi akurat dan andal, tentang
kondisi aktual musuh yang diperoleh melalui sistem sensor-
sensor (radar) maupun sistem satelit pencitraan,
mengumpulkan data musuh serta keadaan geografis dan
mengirimkannya ke Command Center, kemudian Sub-System
lain mengolahnya menjadi suatu informasi yang dibutuhkan
bagi Komandan pemegang keputusan, yang diteruskan sebagai
perintah yang diberikan kepada pelaksana-pelaksana tempur
di medan pertempuran (Udara, Darat maupun Laut) untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan eksekusi perintah sehingga
dapat menangkal atau membuat serangan terhadap musuh.
Gambar 2.11 C4ISR sebagai Komando dan Kendali Sumber: Paparan PT. INTI pada acara kunjungan kerja siswa Seskoal Angkatan 43 (2005)
Implementasi C4ISR di dalam sebuah Komando dan
Kendali lebih menjurus pada pembuatan arahan kepada
[51]
keputusan yang dilaksanakan oleh seorang Komandan guna
mengatur gerak pasukannya dalam menyelesaikan misi yang
komplek. Peran itu didukung oleh beberapa layer Sub-System
salah satunya teknologi informasi dimana komputer
komunikasi menyediakan kemampuan utama untuk
mewujudkan situasi kesiapan komando yaitu informasi
pertempuran tentang mengenai kedudukan dan kekuatan
pasukan musuh dan pasukan sendiri serta parameter
peperangan lainnya yang dibutuhkan oleh seorang Panglima
atau Komandan sehingga sistem ini berperan secara praktis,
cepat dan tepat untuk mencapai keunggulan pertempuran
ketika keputusan dibuat.
2. C4ISR dalam bentuk Perang Hibrida
Globalisasi telah berimplikasi secara langsung ataupun
tidak langsung terhadap dimensi ideologi, ekonomi, teknologi
dan informasi, sehingga karakteristik dari hakekat ancaman
terhadap TNI telah mengalami transformasi. Sebagai
konsekuensinya, ancaman yang sebelumnya dapat
dikategorikan sebagai ancaman luar (external threats)
berbentuk konvensional/inkonvensional bagi TNI, sekarang
bisa menjelma/ mentransformasikan dirinya menjadi ancaman
internal (internal threats). Oleh karenanya, sudah sepatutnya
TNI di dalam melihat hakekat ancaman ini harus melihat
seluruh konteks yang obyektif, up-to-date dan sebenarnya,
dimana ancaman internal merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dari hakekat ancaman eksternal.
Ini semua tentu akan berdampak kepada terciptanya
kenyataan bahwa kekuatan lawan dapat masuk ke wilayah
suatu negara tanpa harus/hanya dengan wujud militer negara
tertentu, tetapi efek dari serangannya memiliki kekuatan dan
dampak militer yang signifikan, serta mempunyai kontribusi
besar di dalam konteks mengancam kedaulatan negara
tersebut (not necessarily military forms of threats, but has the
[52]
capability and high severe impacts to the sovereignity of a
nation) (Suhartono, 2011).
Perang Hibrida (Hybrid War), yaitu sebuah strategi
militer yang memadukan antara perang konvensional, perang
yang tidak teratur dan ancaman cyber warfare, baik berupa
serangan nuklir, senjata biologi dan kimia, alat peledak
improvisasi dan perang informas (Suhartono, 2013), kekuatan-
kekuatan non-negara saat ini telah beroperasi untuk
mengganggu Militer suatu negara (antara lain lewat sabotase
elektronik dan bahkan opini dalam konteks Perang Informasi
Strategis). Ancaman bentuk inilah yang kemudian
dikategorikan sebagai Information Warfare. Di masa lalu
militer memandang informasi hanya merupakan pendukung
pertempuran. Di masa yang akan datang informasi tidak lagi
merupakan fungsi pendukung tetapi sudah memegang peranan
yang utama di dalam pertempuran. Di masa depan, Teknologi
Informasi dapat meningkatkan kemampuan pasukan,
mengubah cara kerja organisasi, skala organisasi, sistem
integrasi, dan infrastruktur perang ataupun kekuatan militer.
Strategi serta taktis perang informasi telah menjadi
perhatian penuh dalam pengembangan keamanan cyber yang
sangat didukung oleh perkembangan keamanan cyber di
bidang pertahanan, sebagaimana dikenal dengan istilah
pertahanan cyber (Cyber Defense). Kementerian Pertahanan
dan Tentara Nasional Indonesia mulai menerapkan inisiatif
pertahanan cyber militer di lingkungan organisasi masing-
masing, walaupun upaya tersebut masih difokuskan untuk
melindungi kepentingan internal.
Upaya pengembangan pertahanan cyber militer memiliki
potensi untuk dapat dikembangkan dan diberdayakan sebagai
salah satu pilar pendukung penerapan keamanan cyber
nasional. Dengan meningkatkan peran dan kerjasama militer
dengan sipil (civil-military cooperation) dalam rangka
mewujudkan keamanan cyber nasional, diharapkan dapat
membangun sebuah kekuatan cyber (Cyber Power) Nasional.
[53]
Dengan kekuatan cyber nasional, diharapkan dapat
mewujudkan kemampuan keamanan cyber nasional yang
memiliki 3 (tiga) daya yang sangat diperlukan dalam rangka
meningkatkan ketahanan nasional di ranah cyber, yaitu: Daya
Tangkal, Daya Tindak dan Daya Pulih (Unhan, 2012:97).
G. Network Centric Warfare (NCW)
Prinsip dasar yang digunakan dalam konsep Network Centic
Warefare, meliputi, Pertama, Merencanakan, membangun dan
mengembangkan jaringan sesuai dengan tuntutan kebutuhan
operasional system, sehingga memiliki kemampuan sharing
informasi (Robustly Networked Force improves Information
Sharing and Collaboration). Kedua, Meningkatkan kualitas
informasi yang dapat membangkitkan Kesadaran Sharing Situasi
(Information Sharing and Collaboration enhances Quality of
Information and Shared Situational Awareness). Ketiga, Proses
sharing dan Sinkronisasi Situasi (Quality of Information enables
New Processes, Shared Situational Awareness enables Self
Synchronization). Keempat, Meningkatkan efektivitas misi (These,
in turn, dramatically increased Mission Effectiveness).
Prinsip dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa:
“Memperoleh informasi yang benar hanya untuk orang-orang
yang benar, pada sasaran dan waktu yang tepat, dalam suatu
format yang dapat digunakan, secara jelas dengan arti yang tidak
meragukan, dalam satuan gabungan dan kekuatan koalisi”.
[54]
Gambar 2.12 Network Centric Warfare Concept Implementation Sumber: Boyd, Williams, Skinner & Wilson (2005)
Konsep dasar tersebut dijabarkan dalam domain NCW yang
dapat diartikan, sbb: Pertama, Bagaimana memperoleh informasi
yang benar, agar dapat menghasilkan kualitas informasi yang
diharapkan, merupakan tugas dan tanggung jawab information
domain. Kedua, Bagaimana menyiapkan orang-orang yang benar,
yaitu para personel yang memenuhi persyaratan kemampuan
tertentu serta memiliki profesionalisme, motivasi, dedikasi dan
loyalitas yang dipersyaratkan oleh Cognitive and Social Domain.
dan Ketiga, Bagaimana menyiapkan personel pengguna sistem
dan informasi yang memiliki kesadaran sharing situasi dapat
memanfaatkan keunggulan dan kualitas informasi dengan
berbagai proses dan cara-cara baru, sehingga terwujudnya
sinkronisasi yang merupakan implementasi pekerjaan dalam
Physical Domain dengan hasil yang Optimal, sehingga mampu
menghasilkan Misi yang Effektif, dalam satuan gabungan dan
dalam kekuatan koalisi, merupakan tugas Physical Domain.
[55]
H. Manajemen Risiko
Ervita Safitri, SE. MSi mendefinisikan risiko sebagai berikut:
(1) Risiko adalah peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan.
(2) Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa.
(3) Risiko adalah penyimpangan hasil aktual dari hasil yang
diharapkan. dan (4) Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil yang
berbeda.
Sementara itu, manajemen risiko merupakan proses
menganalisis risiko atau kerugian dan mengambil tindakan untuk
meminimalisasi potensi maupun realita dampak yang dihadapi
organisasi. Berdasarkan CobiT for IT Risk, manajemen risiko
mencakup elemen-elemen utama berikut ini:
1. Komunikasi dan konsultasi. Komunikasi dan konsultasi
dilakukan dengan pihak internal maupun eskternal
perusahaan yang terkait dengan proyek manajemen risiko.
2. Konteks. Elemen ini berkaitan dengan penentuan parameter
dalam manajemen risiko yang harus memperhatikan faktor
PEST (Politik, Ekonomi, Sosial, dan Teknologi). Hasil analisis
PEST tersebut digunakan manajer untuk membangun
konteks manajemen risiko yang meliputi kebijakan, proses
metodologi, kriteria rating risiko, pelatihan, serta pelaporan
setiap proses yang dilakukan.
3. Identifikasi Risiko. Identifikasi tempat, waktu, alasan dan
bagaimana suatu kejadian atau risiko bisa terjadi.
4. Analisis Risiko. Identifikasi dan evaluasi proses kontrol
yang saat ini dilakukan untuk menentukan konsekuensi dan
kemungkinan tingkat risiko.
5. Evaluasi Risiko. Pada elemen ini dilakukan perbandingan
antara perkiraan tingkat risiko terhadap pre-established
criteria dan mempertimbangkan potensi manfaat serta
kerugian yang ditimbulkan. Perbandingan tersebut
membantu pembuatan keputusan terkait perawatan
(pemeliharaan/tindakan) tentang prioritas.
[56]
6. Perlakuan terhadap Risiko. Pengembangan dan
implementasi strategi efektivitas biaya dan rencana
peningkatan potensi manfaat dengan mengurangi biaya.
7. Monitor dan review. Proses-proses manajemen risiko
perlu dimonitor dan ditinjau untuk kontinuitas
peningkatannya.
I. Identifikasi Risiko berdasarkan CobiT for IT Risk
Berdasarkan standard CobiT for IT Risk, identifikasi risiko
memegang peranan penting pada penilaian risiko. Baik
identifikasi maupun penilaian risiko merupakan rangkaian tahap
dari manajemen risiko seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.13. Identifikasi risiko penting karena merupakan tahap pertama
yang harus dilakukan karena dalam tahap ini dilakukan
penentuan risiko-risiko beserta karakteristiknya yang mungkin
akan mempengaruhi proyek. Kegagalan dalam tahapan ini akan
berpengaruh besar terhadap tahapan manajemen risiko
selanjutnya dan tentu akan mempengaruhi reliabilitas bagi proyek
karena banyaknya kerentanan/celah yang mungkin akan terjadi
di masa yang akan datang.
[57]
Gambar 2.13 Manajemen Risiko berdasarkan CobiT for IT Risk Sumber: ISACA (2013).
Tujuan utama dalam identifikasi risiko adalah untuk
mengetahui daftar-daftar risiko yang potensial dan berpengaruh
terhadap tujuan/ proses bisnis suatu organisasi. Sesuai dengan
CobiT for IT Risk, identifikasi risiko tersebut dapat dilakukan
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Masukan Identifikasi Risiko.
Apa saja yang dapat terjadi, kapan, dan dimana?
Pertanyaan ini akan menjawab secara detail apa saja yang
kemungkinan negatif dapat terjadi dalam suatu proses bisnis
dilihat dari waktu dan posisi/tempat yang dipengaruhi.
Untuk mengetahui apa saja yang dapat terjadi, suatu
organisasi dapat melakukan studi terkait proses bisnis
perusahaan, proses bisnis dari layanan bidang teknologi
informasi dan komunikasi yang dimiliki. Sedangkan, Mengapa
dan bagaimana risiko dapat terjadi? Pertanyaan ini digunakan
sebagai pertimbangan terkait dengan penyebab risiko dan
skenarionya.
[58]
2. Teknik Identifikasi Risiko
Berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk melakukan
identifikasi risiko antara lain sebagai berikut: (1)
Brainstorming dengan pihak terkait, (2) Wawancara langsung
kepada pihak yang bertanggung jawab. (3) Wawancara tertulis.
(4) Ceklis. (5) Analisis proyek sebelumnya. (6) Analisis SWOT,
dan (8) Analisis asumsi dari tim pakar.
Selain hal tersebut, faktor-faktor lain yang juga perlu
diperhatikan adalah: (1) Pemilihan metodologi identifikasi
risiko yang sesuai dengan kondisi eksisting
perusahaan/organisasi. (2) Sumberdaya manusia yang
dilibatkan dalam aktivitas identifikasi risiko. (3) Pendekatan
siklus hidup untuk mengidentifikasi risiko dan menentukan
bagaimana risiko berubah dan masuk dalam siklus hidup
tersebut.
3. Identifikasi Risiko berdasarkan ISO/IEC 27001
Panduan manajemen risiko berdasarkan CobiT for IT
Risk menjelaskan masukan dan teknik dari identifikasi risiko,
namun belum dapat menjelaskan proses identifikasi risiko itu
sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan standar lain yang dapat
menjelaskan bagaimana proses identifikasi risiko yang
komprehensif, yaitu ISO/IE 27001. Berikut ini adalah proses
identifikasi risiko berdasarkan ISO/IEC 27001: (1) Identifikasi
asset-aset teknologi informasi yang dimiliki oleh organisasi. (2)
Identifikasi ancaman pada setiap aset-aset teknologi informasi
tersebut. (3) Identifikasi kerentanan yang diakibatkan oleh
ancaman. (4) Identifikasi dampak kerugian dalam aspek
confidentiality, integrity and availability.
[59]
Gambar 2.14 Hubungan antara CobiT for IT Risk dan ISO 27001 Sumber: David (2013)
Penjabaran sebagai framework, CobiT 5 telah
menggabungkan/ mengintegrasikan berbagai macam
framework, diantaranya adalah ITIL® (Information Technology
Infrastructure Library) dan ISO 20000 dalam bidang IT Service
Management, PRINCE2® (PRojects IN Controlled Environments)
dalam bidang Project Management Framework, ISO 27000 dan
variannya yang digunakan untuk Information Security,
TOGAF® (The Open Group Architecture Framework) dalam
bidang Enterprise Architecture. Irisan kesamaan coverage
antara CobiT 5 dengan framework tersebut bisa digambarkan
dalam Gambar 2.13, dimana area yang beririsan berarti lokasi
domain CobiT 5 yang mempunyai kesamaan dengan
framework lainnya. Pada penelitian ini menggunakan
framework ISO 27001 yang merupakan varian dari ISO 27000,
dimana berfungsi sebagai framework untuk Information
[60]
Security atau Keamanan Informasi sehingga dari Gambar 2.14
untuk bisa melakukan evaluasi terhadap keamanan Informasi
pada Aset teknologi informasi yang dimiliki Organisasi TNI AL,
maka akan melakukan evaluasi referensi terhadap domain
APO, BAI, DSS dan MEA terhadap framework ISO 27001.
Keterkaitan antara CobiT for IT Risk dengan ISO/IEC 27001
adalah seperti yang terlihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Keterkaitan CobiT for IT Risk dan ISO 27001 Sumber: Hasil Olah Data Penulis
[61]
J. Ancaman Aset Teknologi Informasi.
Ancaman dalam suatu teknologi informasi dan komunikasi
bersifat membahayakan dan menyebabkan kerentanan terhadap
sistem. Ancaman dapat dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan
penyebabnya, meliputi:
1. Ancaman terhadap Fasilitas Fisik.
Tabel 2.3 menjelaskan contoh-contoh ancaman terhadap
fasilitas fisik dari suatu teknologi informasi, misalnya fasilitas
yang berupa infrastruktur jaringan dan perangkat keras
lainnya. Ancaman terhadap fasilitas fisik dapat dibagi dalam
tiga kategori, meliputi:
a. Ancaman alam. Ancaman yang bersifat alam, terdiri dari:
pergerankan bumi (gempa bumi, gunung meletus,
tsunami, dll), api (kebakaran), air (banjir), badai (angin,
hujan, salju, es, dll).
b. Ancaman Layanan. Ancaman layanan bisa berupa:
telepon, internet, listrik, gas, udara, kegagalan peralatan,
dan sakit yang dialami sumberdaya manusia terkait.
c. Ancaman Kehilangan. Ancaman kehilangan dapat
berbentuk: petty theft (breaking & entering), vandalism,
Seige (armed robbery, bombing), human error, sabotase,
toxic hazmat (hazardous materials) spills & radiation.
[62]
Tabel 2.2 Ancaman terhadap fasilitas fisik
KATEGORI ANCAMAN
ANCAMAN UKURAN DETEKTOR
Alam
Pergerakan bumi (gempa bumi, gunung meletus, dsb.)
Api (Kebakaran) Smoke alarms, Inspect for elec. code violations
Air (Banjir)
Badai (angin, hujan, salju, es)
Layanan
Telepon
Internet
Listrik
Gas
Udara
Kegagalan peralatan
Sakit yang dialami sumberdaya manusia terkait
Kehilangan
Petty Theft (Breaking & Entering), Vandalism
Lighting, Guards, Escorts, CCTV, Motion detectors, Facial recognition
Seige (Armed robbery, Bombing) Detectors of metal and explosives
Human Error Access Logs, Change Logs, Audits
Sabotase Post-employment Security clearances, Credit checks, Supervisory Ratings, Employee Satisfaction Surveys, Sting operations,
Toxic Hazmat (Hazardous materials) spills & Radiation
Carbon Monoxide detectors, Fire Dept. Inspections
2. Ancaman terhadap Data Elektronik.
Tabel 2.2 menjelaskan contoh-contoh ancaman terhadap
data elektronik, yaitu data yang tersimpan dalam suatu sistem,
baik data yang tersimpan di komputer stand-alone maupun
yang terhubung dengan jaringan.
[63]
Tabel 2.3 Ancaman terhadap Data Elektronik
KATEGORI SERANGAN
DIMENSI KETERLIBATAN
TIPE SERANGAN
Interferensi
Aktif
Spam pada email yang mengganggu
Denial of Service yang membuat sistem menjadi sibuk
Bacteria yang merusak data dan boot sector
Pasif
Worms yang menjalankan instruksi – instruksi yang tidak dikehendaki sistem
Virus yang menggandakan dirinya sendiri dan merugikan data
Rabbits yang berjalan dalam sistem dan memakan banyak sumberdaya (memori atau bandwidth)
Intersepsi
Impersonasi
Aktif Connection / Session Hijacking dan Spoofing
Pasif
Eavesdropping yang menganalisis sistem sehingga dapat melakukan perbuatan apapun pada sistem
Compromised Key : tersebarnya informasi sensitif
Aktif
IP Address Spoofing yang mengalihkan ke halaman tipuan
Man-in-the-middle spoofing yaitu adanya pihak ketiga yang merekam hubungan antara sender dan receiver sebenarnya
Crack
Replay
DDOS
DNS Name Server cache loading
Pasif Trap Doors
Trojan Horses
3. Ancaman terhadap Perangkat Lunak.
Tabel 2.3 menjelaskan contoh ancaman yang dapat
terjadi dalam suatu perangkat lunak, yaitu yang disebabkan
oleh kegagalan perangkat lunak dan program yang jahat.
[64]
Tabel 2.4 Ancaman terhadap perangkat lunak
MACAM ANCAMAN CONTOH
Kegagalan perangkat lunak
Kegagalan fungsional
Code error
Bugs
Program yang jahat Virus, worm, Trojan
4. Ancaman terhadap Sumberdaya Manusia
Tabel 2.5 menunjukkan contoh-contoh ancaman yang
disebabkan atau yang dapat terjadi pada sumberdaya manusia
yang bertanggung jawab dalam aset teknologi informasi.
Tabel 2.5 Ancaman pada Sumberdaya Manusia
MACAM ANCAMAN CONTOH
Kesalahan Manusia
Kesalahan pemasukan data.
Kesalahan penghapusan data.
Kesalahan operator (salah memberi label pada media penyimpanan
K. Dasar Kebijakan Yuridis
Pijakan dasar bagi Pembangunan Teknologi Informasi di
TNI AL mengacu kepada Undang Undang/peraturan dan
metodologi yang berlaku di industri umum dan militer. Acuan
yang berkaitan dengan urgensi penerapan teknologi informasi di
TNI AL, antara lain, meliputi:
1. Undang - Undang Republik Indonesia No. 3/2002
tentang Pertahanan Negara. Penjabaran Pasal 3 UU
dalam konteks Pertahanan negara matra laut intinya dapat
diterjemahkan bahwa upaya Pertahanan negara disusun
[65]
dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai
negara kepulauan. Artinya pembangunan infrastruktur
antara lain gelar jaring komunikasi data jarak jauh (antar
pulau) seyogyanya disesuaikan dengan kondisi geografis
agar dicapai efisiensi dan efektifitas yang tinggi.
2. Peraturan Menteri Pertahanan No. Per/03/M/II/2008
tentang Buku Putih Pertahanan Indonesia. Beberapa
substansi yang berkaitan dengan Teknologi Informasi,
meliputi: Pertama, Ancaman yang menggunakan faktor-
faktor nirmiliter yang berdimensi Ipoleksosbud, teknologi
dan informasi dinilai mempunyai kemampuan
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, dan keselamatan bangsa, serta keselamatan umum;
Kedua, Ancaman nirmiliter dalam dimensi berbasis
Teknologi dan Informasi antara lain kejahatan cyber dan
ketergantungan terhadap produk negara lain; Ketiga,
Penangkalan menghadapi ancaman nirmiliter berdimensi
basis Teknologi dan Informasi berupa meningkatkan
kemampuan unsur pertahanan nirmiliter, peningkatan
sumberdaya manusia dan tersedianya industri nasional.
3. Peraturan Menteri Pertahanan No. Per/23/M/XII/2007
tentang Doktrin Pertahanan. Beberapa substansi bidang
teknologi informasi, meliputi: Pertama, Implementasi
Pemikiran Konseptual yang mengedepankan sejumlah
kemampuan fundamental pertahanan yang saling
terintegrasi satu sama lain. Kemampuan fundamental
pertahanan meliputi komando, informasi, persiapan untuk
mencegah pendadakan, pengerahan kekuatan, daya tahan,
dan daya dukung; Kedua, Saat ini perang berbasis nirmiliter
lebih mengemuka dibandingkan dengan perang tradisional
yang berbasis kekuatan militer. Perang yang berdimensi
nirmiliter jauh lebih berbahaya karena mandala perangnya
bersifat maya, tidak kelihatan, tidak bersifat fisik, sehingga
[66]
sulit dideteksi dan sering kali terlambat untuk diantisipasi.
Kecepatan teknologi informasi yang dinamis sering dan sulit
untuk dideteksi dan diprediksi.
4. Kebijakan Strategis Kasal Dalam Mewujudkan Postur TNI
AL sampai dengan Tahun 2024.
[67]
5. Rencana Pembangunan Kekuatan TNI AL sampai dengan Tahun 2024.
6.
PENERAPAN PRINSIP COBIT PADA PENGEMBANGAN SISTEM DAN
TEKNOLOGI INFORMASI TNI AL
[68]
BAB III
PENERAPAN PRINSIP COBIT PADA PENGEMBANGAN SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI TNI AL
A. Organisasi, Visi dan Misi TNI AL
1. Bagan Organisasi TNI AL
Gambar 3.1. Struktur Organisasi TNI AL, Sumber: Organisasi dan Prosedur TNI AL
[69]
2. Visi dan Misi TNI AL
Visi TNI AL adalah terwujudnya TNI Angkatan Laut yang
Handal dan Disegani, sedangkan Misinya adalah (1) Membina
kekuatan dan kemampuan TNI AL yang berkelanjutan secara
efektif dan efisien; (2) Menjamin tegaknya kedaulatan dan
hukum, keamanan wilayah laut, keutuhan wilayah NKRI serta
Terlaksananya Diplomasi Angkatan Laut dan Pemberdayaan
Wilayah Pertahanan Laut; (3) Mewujudkan Personel TNI AL
yang Bermoral dan Profesional; (4) Mewujudkan kekuatan TNI
AL menuju Kekuatan Pokok Minimun (Minimum Essential
Force/MEF); (5) Menjamin terlaksananya tugas - tugas bantuan
kemanusiaan; (6) Mewujudkan organisasi TNI AL yang sehat
dan berwibawa; dan (7) Mewujudkan Keluarga Besar TNI AL
yang sehat dan sejahtera.
B. Tugas, Peran dan Fungsi TNI Angkatan Laut
1. Tugas TNI AL
a. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004
tentang TNI, Tuga-tugas TNI AL adalah sebagai berikut:
(1) Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang
pertahanan; (2) Menegakkan hukum dan menjaga
keamanan di wilayah laut Yurisdiksi Nasional sesuai
dengan Hukum Nasional dan Hukum Internasional yang
telah diratifikasi; (3) Melaksanakan tugas Diplomasi
Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan
politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah (4)
Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan
pengembangan kekuatan matra laut; (5) Kemampuan
Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut (Dawilhanla).
b. Berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor
Perpang/26/V/2008 tanggal 5 Mei 2008 tentang Operasi
Laut, tugas Operasi Laut TNI AL adalah (1) Operasi
Militer untuk Perang (OMP) dan (2) Operasi Militer
Selain perang (OMSP).
[70]
2. Peran dan Fungsi TNI AL
a. Peran TNI AL, meliputi: (1) Peran Militer
(Military/Defence) yaitu peran yang dilaksanakan dalam
rangka menegakkan kedaulatan negara di laut; (2) Peran
Polisionil (Constabulary) yaitu peran yang dilaksanakan
dalam rangka menegakkan hukum di laut; (3) Peran
Diplomasi (Diplomacy) yaitu peran yang merupakan
penggunaan dan unjuk kekuatan Angkatan Laut sebagai
sarana diplomasi dalam mendukung kebijaksanaan luar
negeri pemerintah; dan (4) Peran Dukungan yaitu peran
untuk melaksanakan operasi lain selain perang (Military
Operations Other Than War) dalam rangka
memanfaatkan kekuatan TNI AL bagi kepentingan
bangsa dan negara.
b. Fungsi TNI Angkatan Laut. Dalam kaitannya dengan
tujuan dasar strategi militer, TNI AL memiliki dua fungsi
dasar, yaitu: (1) Pengendalian Laut. Pada dasarnya
pengendalian laut bertujuan untuk menjamin
kepentingan nasional di dan lewat laut, dan bertujuan
agar mampu secara optimal memanfaatkan potensi laut
yang dimilikinya untuk kepentingan bangsa sendiri, serta
mampu mencegah atau menghambat pemanfaatan oleh
bangsa lain yang dapat merugikan kepentingan sendiri
dan (2) Proyeksi kekuatan. Merupakan bagian dari
pengendalian laut dengan menggunakan kapal-kapal TNI
AL dan pasukan Marinir untuk memastikan
pengendalian dan terpeliharanya keamanan di laut dan
daerah penting lainnya. Proyeksi kekuatan juga
digunakan untuk mendukung kampanye kekuatan darat
dan udara. Spektrum yang lebih luas ini meliputi operasi
amfibi, penggunaan pesawat angkut udara, bantuan
tembakan kapal terhadap sasaran di darat, dalam
mendukung kampanye udara dan darat.
[71]
C. Kondisi Postur TNI AL
1. Kekuatan TNI AL
Kondisi Alutsista yang dimiliki TNI Angkatan Laut masih
dalam jumlah yang sangat terbatas jika dihadapkan pada tugas
yang harus diemban dan cakupan luas wilayah yang harus
diamankan kurang memadai untuk siap operasi, Kekuatan
tersebut digolongkan dalam Unsur Striking Force, Unsur
Supporting Force dan Unsur Patroling Force. Kondisi
keterbatasan tersebut tidak hanya pada kekuatan KRI, tetapi
juga pada Alutsista lainnya seperti pesawat udara dan
peralatan tempur Korps Marinir. Hal ini berpengaruh terhadap
kemampuan TNI Angkatan Laut dalam pelaksanaan tugas di
lapangan. Adapun kekuatan Alutsista TNI Angkatan Laut saat
ini meliputi: (1) Kapal Perang RI (KRI) dalam berbagai type,
jenis dan ukuran; (2) KAL dan Patkamla, terdiri dari berbagai
jenis dan ukuran; (3) Pesawat Udara, terdiri dari berbagai type
dan jenis; dan (4) Kendaraan Tempur Marinir. terdiri dari
berbagai type dan jenis.
Alutsista TNI Angkatan Laut saat ini terdiri dari berbagai
jenis dan tipe yang beragam. Hal ini berpengaruh pada tingkat
kesiapan operasional yang cenderung menurun karena
permasalahan pemeliharaannya yang sulit. Beberapa kapal
patroli yang dimiliki saat ini juga merupakan kapal yang
terbuat dari bahan fiberglass dan tidak sesuai dengan
spesifikasi militer (milspec). Dari komposisi Alutsista yang ada,
maka kekuatan KRI dan Pesud belum sepenuhnya mampu
untuk melaksanakan tugas penegakan kedaulatan negara di
laut secara optimal, karena saat ini jumlah kapal-kapal patroli
jauh lebih banyak dibandingkan kapal-kapal pemukul,
sehingga kemampuan yang dominan adalah kemampuan
penjagaan keamanan laut.
2. Kemampuan TNI AL
Pelaksanaan tugas, peran dan fungsi TNI AL dihadapkan
pada gambaran kekuatan TNI AL sangat berpengaruh pada
[72]
tingkat kemampuan TNI Angkatan Laut yang berakibat
menurunnya kemampuan TNI AL sehingga keberhasilan
pelaksanaan tugas pokok TNI AL belum sepenuhnya terlaksana
secara optimal. Adapun kemampuan TNI AL tersebut meliputi:
a. Kemampuan Intelijen. Kemampuan Intelijen TNI
Angkatan Laut saat ini pada umumnya masih
memerlukan peningkatan terutama sarana dan
prasarana pendukungnya.
b. Kemampuan Pertahanan. Kemampuan pertahanan
merupakan gabungan dari profesionalitas prajurit dan
kesiapan Alutsista untuk melaksanakan kegiatan
penegakan kedaulatan dalam rangka menjaga keutuhan
wilayah NKRI, kondisi kemampuan pertahanan, sebagai
berikut: (1) Kemampuan peperangan permukaan, bawah
permukaan, pernika kurang memadai; (2) Kemampuan
peperangan amfibi dan pertahanan pantai terutama
proyeksi kekuatan dua BTP Marinir terhadap dua
sasaran amfibi secara serentak kurang memadai; (3)
Kemampuan peperangan khusus yang meliputi antara
lain kemampuan peperangan anti nubika, anti teror, anti
atau lawan sabotase atas/bawah air masih harus
ditingkatkan; (4) Kemampuan Anglamil untuk
mendukung Serpas dan Serlog dalam operasi laut kurang
memadai.
c. Kemampuan Keamanan. Kemampuan keamanan ini
meliputi: (1) Kemampuan penegakan hukum di laut dan
pengamanan lalu lintas laut; (2) Kemampuan untuk
membantu pelaksanaan operasi militer selain perang
serta bantuan kepada Polri dan otoritas sipil dalam
upaya mewujudkan keamanan dalam negeri; (3)
Kemampuan anti perompakan dan tindak kekerasan di
laut guna menurunkan angka perompakan dan kegiatan
ilegal lainnya di laut dalam rangka menyelamatkan
kekayaan negara, serta memperbaiki citra bangsa dan
negara di mata internasional kurang memadai.
[73]
d. Kemampuan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.
Berupa kemampuan yang diarahkan pada peningkatan
kemampuan pemberdayaan potensi maritim nasional
maupun kewilayahan seperti industri dan jasa maritim
strategis serta berbagai komponen cadangan lainnya
guna mendukung kemampuan pertahanan negara di laut
masih belum optimal.
e. Kemampuan Dukungan. Pembinaan kemampuan
dukungan pada satuan operasi meliputi kemampuan
sebagai berikut: (1) Kemampuan Surta Hidro-
Oseanografi; (2) Kemampuan dukungan logistik operasi;
(3) Kemampuan pembinaan Komando, Kendali,
Komunikasi, Komputerisasi, Informasi, Pengamatan dan
Pengintaian (K4IPP); (4) Kemampuan lembaga
pendidikan; (5) Kemampuan penelitian dan
pengembangan; (6) Kemampuan dalam mendukung
operasi kemanusiaan dan bantuan akibat bencana alam
(Humanitarian Assistance and Disaster Relief) maupun
kecelakaan di laut serta kegiatan SAR; (7) Pelaksanaan
kegiatan pemeliharaan; dan (8) Faswatpers belum
memadai dan masih perlu ditingkatkan.
3. Gelar Kekuatan TNI AL
Lokasi unit kerja TNI AL tersebar di seluruh wilayah
Republik Indonesia, namun secara singkat dapat dikatakan,
bahwa unit kerja TNI AL terdiri dari:
a. Mabes TNI Angkatan Laut di Jakarta terdiri atas: Eselon
Pimpinan (Kasal dan Wakasal) dan Eselon Pembantu
Pimpinan/Staf (Srenal, Spamal, Sopsal, Spersal, slogal
dan Spotmar) serta Eselon Pelayanan (Puskodal,
Setumal dan Denma) berada di Jakarta, 20 Kedinasan di
Jakarta, Pushidrosal dan Puspomal di Jakarta,
Puspenerbal di Surabaya, 3 Lemdik (Seskoal di Jakarta,
AAL, Kodiklatal dan STTAL di Surabaya), 3 Kotama
Binops (Armabar dan Kolinlamil di Jakarta dan Armatim
[74]
di Surabaya), 1 Kotama Pembinaan/Kormar di Jakarta, 1
Kotama Fungsional/Kodiklatal di Surabaya.
b. Kotama Pembinaan dan Operasional.
1) Koarmabar., terdiri dari: Makoarmabar, Guspurlabar,
Guskamlabar, KRI dan KAL, Pangkalan (Pangkalan
Kelas A, Pangkalan Kelas B, Pangkalan Kelas C, Lanal
Khusus, Posal dan Pos Pengamat serta Posal Satrad
yang berada di Wilayah Barat, Fasharkan dan
Yonmarhanlan.
2) Koarmatim, terdiri dari: Makoarmabar, Guspurlabar,
Guskamlabar, KRI dan KAL, Pangkalan (Pangkalan
Kelas A, Pangkalan Kelas B, Pangkalan Kelas C, Lanal
Khusus, Posal dan Pos Pengamat serta Posal Satrad
yang berada di Wilayah Barat, Fasharkan dan
Yonmarhanlan.
3) Kolinlamil, terdiri dari Mako Kolinlamil dan
Satlinlamil.
4) Kotama Pembinaan, terdiri dari Marinir dan
Kodiklatal.
5) Lembaga pendidikan, terdiri dari: Akademi Angkatan
Laut, Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut
dan Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut.
6) Puspenerbal, terdiri dari: Mako Puspenerbal, Pesawat
udara dan Pangkalan.
7) Pushidrosal, terdiri dari: Mako Pushidros, KRI
berbagai jenis dan KAL.
D. Kondisi Existing Teknologi Informasi TNI AL
1. Hardware
Untuk mendukung kegiatan Sistem Informasi di
lingkungan TNI AL diperlukan dukungan teknologi Informasi
yang sesuai dengan kebutuhan. Pada strategi teknologi
informasi ini, perlu diperhatikan adanya perkembangan
infrastruktur teknologi informasi yang berubah dengan sangat
cepat. Maka pengembangan Sistem Informasi di lingkungan
[75]
TNI AL harus dilakukan pada infrastruktur yang mendukung
dan mempersiapkan Sistem Informasi di TNI AL guna
memasuki era modernisasi tersebut.
2. Software
Software yang digunakan di TNI AL menggunakan Sistem
Operasi (Windows, Linux) pemilihan penggunaan Microsoft
Windows tersebut karena sebagian besar pemakai di TNI AL
sudah terbiasa mengunakan Microsoft Windows sehingga lebih
mudah diterima dan digunakan oleh pengguna yang ada dan
Software Aplikasi (Microsoft Office, Visual Basic, Foxpro, PHP,
ASP dan sebagainya). Software tersebut merupakan bahasa
pemrograman yang banyak digunakan di dalam mendukung
kegiatan Sistem Informasi di TNI AL.
E. Infrastruktur
Jaringan Komputer di TNI AL Menggunakan protokol
jaringan berbasis TCP/IP dan menggunakan fasilitas Virtual
Private Network (VPN) dan VSAT untuk menjamin keamanan
pertukaran data, Infrastruktur jaringan dapat dibagi-pakai
(sharing) dengan infrastruktur jaringan yang sudah tersedia.
Internet : Jaringan LAN telah tersambung ke hampir semua unit di
Markas besar dan beberapa Lantamal di kota besar tergelar ke 22
titik. Infrastruktur internet ini di selenggarakan oleh Diskomlekal
menggunakan Astinet, Server berada di Disinfolahtal. Komunikasi
data berbasiskan VPN-IP dan VSAT-IP untuk menghubungkan
Mabesal dengan Kotama/Lantamal.
F. Kondisi Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia
(SDM)
Personil TNI Angkatan Laut yang menangani bidang
Teknologi dan Sistem Informatika sekitar 0,5 % dari seluruh
kekuatan, padahal semakin majunya sistem persenjataan dan
infrastruktur pendukung kekuatan maka porsi penggunaan
teknologi informasi semakin dominan, sehingga perlunya
[76]
peningkatan SDM bidang TI yang memadai. Secara kualitas
Sumber Daya Manusia yang ada di TNI AL masih belum mencapai
apa yang diharapkan, dengan menggunakan infrastruktur
teknologi informasi yang dimiliki saat ini, TNI AL mendapatkan
hambatan pada personil (SDM) yang mampu mengoperasikan
perangkat TI. SDM bidang pengelolaan TI yang belum merata
disemua unit. Sedangkan secara Kuantitas Sumber Daya Manusia
Bidang Teknologi Informasi yang berada di TNI AL dengan
kriteria penempatan di Infolahta dan disiplin ilmu komputer,
kursus yang diikuti di Pusdatin Kemhan, Pusinfolahta Mabes TNI
dan Disinfolahtal terbatas.
G. Penerapan Prinsip CobiT
1. Analisis Kondisi Teknologi Informasi Existing TNI AL.
Kajian terhadap dokumentasi yang ada dan analisis serta
observasi terhadap beberapa unit kegiatan memberikan
gambaran kondisi sistem informasi yang terdapat di TNI AL
saat ini.
a. Kondisi Software Aplikasi. Kondisi teknologi Informasi
di TNI AL adalah sebagai berikut:
1) Belum tersedia Master Plan yang resmi bagi
pembangunan sistem informasi di TNI AL.
2) Aplikasi dibangun tidak dilakukan dengan
perencanaan yang menyeluruh, teritegrasi dan
bersifat parsial.
3) Terdapat beberapa aplikasi yang berfungsi hampir
sama atau ada bagian yang fungsinya tumpang tindih
(overlapping), contohnya Silingops dan Sippo.
4) Integrasi aplikasi dan data diantara aplikasi yang
terkait belum dilakukan.
5) Sharing data sulit dilakukan karena keterbatasan
infrastruktur dan alasan keamanan.
6) Tidak ada koneksi aplikasi dengan eksternal TNI AL
misalnya dengan Kementrian Keuangan.
[77]
7) Aplikasi berjalan pada berbagai platform sehingga
menyulitkan pemeliharaan.
8) Aplikasi yang mendukung komando operasi militer
masih pada tingkat K3I (Komando, Kontrol,
Komunikasi dan Intelijen).
9) Aplikasi yang telah ada di TNI AL saat ini antara lain
adalah sebagai berikut: (a) 1 buah Aplikasi untuk
Pengawasan, (b) 7 buah Aplikasi untuk bidang
pendukung operasi/intelijen, (c) 4 buah Aplikasi
untuk Logistik, (d) 5 buah Aplikasi untuk Keuangan,
(e) 4 buah Aplikasi bidang Administrasi, (f) 8 buah
Aplikasi untuk personalia, (g) 4 buah Aplikasi bidang
hukum, (h) 3 buah Aplikasi bidang Anggaran.
b. Kondisi Sumber Daya Manusia. Kondisi SDM yang
berkaitan dengan kemampuan dan wawasan IT adalah
sebagai berikut:
1) Komposisi sumberdaya manusia bidang teknologi
informasi saat ini yang berada di Disinfolahta dan di
lingkungan TNI AL masih terbatas.
2) Kondisi SDM dilihat dari kemampuan dan kompetensi
dibidang komputer masih rendah.
3) Budaya dalam menggunakan komputer pendukung
sebagai pengolahan data dan informasi masih rendah.
4) Dukungan pimpinan terhadap penggunaan komputer
secara terintegrasi dan informasi masih rendah.
2. Tingkat Kemampuan IT TNI AL berdasarkan Framework
CobiT.
Tingkat kemampuan sistem dan teknologi informasi TNI
AL berdasarkan Framework Cobit 5 yang meliputi: Align, Plan,
and Organize (APO), Evaluate, Direct and Monitor (EDM), Build,
Acquire and Implement (BAI), dan Deliver, Sevice, and Support
(DSS).
[78]
a. Align, Plan and Organise (APO). Tingkat kemampuan
menurut domain APO adalah 2,63 (diantara 2 dan 3)
seperti yang terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil Pengukuran Domain APO
Kode Control Objective Tingkat Kemampuan Harapan
APO01 Manage the IT
Management Framework 2,63 5
APO02 Manage Strategy 2,58 5
APO03 Manage Enterprise
Architecture 2,85 5
APO04 Manage Innovation 2,59 5
APO05 Manage Portfolio 2,59 5
APO06 Manage Budget and
Costs 2,59 5
APO07 Manage Human
Resources 2,52 5
APO10 Manage Suppliers 2,58 5
APO11 Manage Quality 2,57 5
APO12 Manage Risk 2,83 5
Rata-rata 2,63
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
[79]
Untuk grafik perbandingan kondisi saat ini dengan harapan
dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Grafik Perbandingan Tingkat Kemampuan dan
Harapan pada Domain APO Sumber: Hasil Olah Data Penulis
b. Evaluate, Direct and Monitor (EDM). Tingkat
kemampuan pada domain EDM adalah 2,63 seperti yang
terlihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Hasil Pengukuran Domain EDM
Kode Control Objective Tingkat Kemampuan Harapan
EDM01 Ensure Governance Framework
Setting and Maintenance 2,67 5
EDM02 Ensure Benefits Delivery 2,60 5
EDM03 Ensure Risk Optimisation 2,64 5
Rata-rata 2,63
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
[80]
Untuk grafik perbandingan kondisi saat ini dengan harapan
dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Grafik Perbandingan Tingkat Kemampuan
dan Harapan pada Domain EDM Sumber: Hasil Olah Data Penulis
c. Build, Acquire and Implement (BAI). Hasil dari
perhitungan didapatkan tingkat kemampuan pada
domain BAI adalah 2,55 seperti yang terlihat pada Tabel
3.3.
Tabel 3.3 Hasil Pengukuran Domain BAI
Kode Control Objective Tingkat Kemampuan Harapan
BAI01 Manage Programmes and Projects 2,67 5
BAI02 Manage Requirements Definition 2,60 5
BAI03 Manage Solution, Identification and
Build 2,64 5
BAI05 Manage Organisational Change
Enablement 2,43 5
BAI06 Manage Changes 2,53 5
BAI07 Manage Change Acceptance and
Transitioning 2,61 5
BAI08 Manage Knowledge 2,36 5
Rata-rata 2,55
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
[81]
Untuk grafik perbandingan kondisi saat ini dengan harapan
dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Grafik Perbandingan Tingkat Kemampuan
dan Harapan pada Domain BAI Sumber: Hasil Olah Data Penulis
d. Deliver, Service and Support (DSS). Hasil dari
mapping control objective hanya mendapatkan satu
control saja pada domain DSS yaitu “DSS02 Manage
Service Requests and Incidents” yang bernilai 2,48.
Hasil penilaian terhadap proses-proses teknologi informasi
saat ini di Organisasi TNI AL mendapatkan tingkat kemampuan TI
berada pada level diantara 2 dan 3, artinya proses-proses
teknologi informasi belum sepenuhnya berjalan dengan maksimal,
hal ini teridentifikasi dari aspek:
1. Dokumentasi perencanaan strategis teknologi informasi.
2. Kejelasan dalam pemisahan fungsi teknologi informasi dan
stakeholders yang bertanggung-jawab terhadap organisasi.
3. Kesiapan fungsi sistem informasi (pengembangan dari
kumpulan data yang dimiliki).
4. Proses teknologi informasi (tanggung-jawab atas ketepatan
dan keamanan dari setiap data, serta untuk meningkatkan
efektivitas dan pengendalian terhadap pertukaran informasi
antara aplikasi yang digunakan dan entitas yang ada).
[82]
5. Teknologi yang digunakan (melihat fungsi dari layanan
informasi, perencanaan infrastruktur, teknologi
architecture, technological direction, acquisition plans,
standards, migration strategies, dan contingency).
6. Pengembangan control framework teknologi informasi
organisasi dan penentuan serta mengkomunikasikan
kebijakan-kebijakan yang dibuat.
7. Pengembangan yang berkelanjutan dan tindakan
transparansi stakeholders.
8. Kebutuhan akan aplikasi atau fungsi baru yang memerlukan
analisis sebelum memperoleh atau membuatnya yang
mampu digunakan untuk menjamin bahwa keperluan bisnis
akan terpenuhi di dalam pendekatan yang efektif dan
efisien.
9. Proses-proses untuk memperoleh, mengimplementasikan,
dan memperbarui infrastruktur teknologi yang dimiliki.
10. Peningkatan pengetahuan yang berkaitan dengan sistem
yang baru harus tersedia.
11. Kesiapan sumber daya teknologi informasi (seperti orang,
perangkat keras, perangkat lunak dan jasa perlu
disediakan, pengadaan sumber daya teknologi informasi
membutuhkan suatu ketentuan dan tata cara pelaksanaan,
seperti membuat prosedur pengadaan, melakukan seleksi
vendor, menyusun persetujuan berdasarkan kontrak dan
proses pengadaan itu sendiri).
12. Penambahan dan perawatan darurat, yang menghubungan
infrastruktur dan aplikasi.
13. Pengembangan sistem yang baru dibutuhkan sistem
operasional.
Tingkat penilaian ini dapat diartikan bahwa “proses-proses
teknologi informasi yang telah dijalankan belum
diimplementasikan dalam cara yang lebih teratur (direncanakan,
dipantau, dan disesuaikan), dan hasil proses yang dihasilkan
masih belum seluruhnya ditetapkan, dikendalikan, dan dijaga
dengan baik”. Hal ini nantinya akan menjadi bahan pertimbangan
[83]
dalam penyusunan Tata Kelola teknologi informasi pada proses
pembangunan Sistem Informasi di TNI AL.
H. Rancangan Pembangunan Kekuatan dan Kemampuan
Teknologi Informasi TNI AL
1. Analisis Terhadap Organisasi TNI AL Saat Ini
Analisis terhadap kondisi organisasi TNI AL saat ini,
meliputi analisis arah kebijakan bisnis TNI AL, Visi dan Misi
TNI AL, fungsi bisnis dan analisis rantai nilai aktifitas TNI AL.
Pada tahapan ini juga dilakukan analisis terhadap kondisi
sumber daya manusia. Tujuan dari analisis ini adalah
memberikan gambaran dan pemahaman kondisi TNI AL pada
saat ini sebagai titik awal memulai pengembangan sistem
informasi di TNI AL. Data yang digunakan pada analisis ini
adalah dari hasil observasi dan dokumentasi terhadap tinjauan
kondisi terkini TNI AL.
a. Analisis Terhadap Tugas dan Fungsi TNI AL
TNI AL adalah sebagai salah satu matra pertahanan
Negara Republik Indonesia, yang memiliki tugas yaitu: (1)
melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan,
(2) menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah
laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum
internasional yang telah diratifikasi, (3) melaksanakan
tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung
kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan Pemerintah,
(4) melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan
pengembangan kekuatan matra laut, (5) melaksanakan
pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
TNI Angkatan Laut melaksanakan tugas-tugas yang
merupakan pengejawantahan dari tiga peran universal
Angkatan Laut yang meliputi Peran Militer, Peran
Konstabulari dan Peran Diplomasi. Keberhasilan
pelaksanaan tugas-tugas TNI Angkatan Laut akan sangat
[84]
bergantung kepada terwujudnya kemampuan dan kekuatan
sesuai dengan postur TNI Angkatan Laut.
Dalam kaitannya dengan tujuan dasar Strategi Militer,
TNI AL memiliki dua fungsi dasar yaitu Pengendalian Laut
dan Proyeksi Kekuatan. Tingkat pengendalian di laut
sangat ditentukan dengan tersedianya kekuatan yang
diproyeksikan. Sebaliknya, kemampuan untuk
memproyeksikan kekuatan dibuat untuk mendukung
pengendalian laut. Pada dasarnya pengendalian laut
bertujuan untuk menjamin kepentingan nasional di dan
lewat laut, dan bertujuan agar mampu secara optimal
memanfaatkan potensi laut yang dimilikinya untuk
kepentingan bangsa sendiri, serta mampu mencegah atau
menghambat pemanfaatan oleh bangsa lain yang dapat
merugikan kepentingan sendiri. Adapun proyeksi kekuatan
merupakan bagian dari pengendalian laut dengan
menggunakan kapal-kapal TNI AL dan pasukan Marinir
untuk memastikan pengendalian dan terpeliharanya
keamanan di laut dan daerah penting lainnya. Proyeksi
kekuatan juga digunakan untuk mendukung kampanye
kekuatan darat dan udara. Spektrum yang lebih luas ini
meliputi operasi amfibi, penggunaan pesawat angkut udara,
bantuan tembakan kapal terhadap sasaran di darat, dalam
mendukung kampanye udara dan darat.
b. Analisis Terhadap Peran TNI AL
Selain tugas dan fungsi dasar tersebut di atas TNI AL
memiliki banyak peran penting yang harus dijalankan
dalam rangka menjalankan tugas. Peran TNI AL tersebut
adalah Militer, Polisionil, Diplomasi dan Dukungan dalam
melaksanakan Operasi Militer Selalin Perang.
1) Peran Militer (Military). Peran Militer dilaksanakan
dalam rangka menegakkan kedaulatan negara di laut
dengan cara pertahanan negara dan penangkalan
serta menyiapkan kekuatan untuk persiapan perang,
[85]
menangkal setiap ancaman militer melalui laut,
menjaga stabilitas kawasan maritim, melindungi dan
menjaga perbatasan laut antar negara tetangga.
2) Peran Polisionil (Constabulary). Peran Polisionil
dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum di
laut, melindungi sumber daya dan kekayaan laut
nasional, memelihara ketertiban di laut, menjaga
keamanan jalur lintas laut internasional serta
mendukung pembangunan bangsa, dalam hal ini
memberikan kontribusi terhadap stabilitas dan
pembangunan nasional. Peran polisionil ini
dilaksanakan di seluruh perairan yurisdiksi nasional
yang diselenggarakan dengan cara menggelar operasi
laut di kawasan strategis dan operasi laut sehari-hari,
baik secara mandiri maupun gabungan dengan
komponen kekuatan laut lainnya.
3) Peran Diplomasi (Diplomacy). Peran Diplomasi
merupakan penggunaan dan unjuk kekuatan
Angkatan Laut sebagai sarana diplomasi dalam
mendukung kebijaksanaan luar negeri pemerintah,
dan dirancang untuk mempengaruhi kepemimpinan
negara atau beberapa negara dalam keadaan damai
atau pada situasi yang bermusuhan. Peran diplomasi
ini dilaksanakan dengan cara menghadirkan kekuatan
di laut dan melaksanakan kunjungan ke luar negeri
guna menunjukkan kemampuan dan kekuatan serta
menampilkan sosok Angkatan Laut yang kuat dan
berwibawa sebagai simbol dari kekuatan yang
memiliki daya tahan operasi yang tinggi.
4) Peran Dukungan. Peran lainnya yang tidak kalah
pentingnya yaitu peran untuk melaksanakan operasi
lain selain perang (Military Operations Other Than
War) dalam rangka memanfaatkan kekuatan TNI AL
bagi kepentingan bangsa dan negara. Peran tersebut
mencakup tugas-tugas kemanusiaan dan
[86]
penanggulangan bencana, search and rescue (SAR),
operasi perdamaian dan operasi bantuan lainnya yang
dibutuhkan.
c. Analisis terhadap struktur organisasi TNI AL
Fungsi organisasi TNI AL terdiri dari dua bagian besar
yaitu Mabes (Markas Besar) dan Kotama (Komando Utama).
Unsur yang berada di Mabes TNI AL berfungsi sebagai
penyedia kebijakan dan koordinator, sedangkan Kotama
(Komando Utama) adalah pelaksana kebijakan TNI AL di
lapangan.
Struktur organisasi TNI AL memungkinkan setiap unit
mempunyai akses (jalur komando) langsung ke pimpinan
(Kasal/Wakasal). Dari hasil observasi dapat diketahui
bahwa:
1) SRENAL membawahi Dislitbangal, Disinfolahtal,
Diskual, Setumal dan Detasemen Markas.
2) SPAMAL membawahi Dispamal dan Dispenal.
3) SOPSAL membawahi Diskomlekal, Pusdishidrosal,
Disopslatal, Puspenerbal, Diskumal dan Puskodal.
4) SPERSAL membawahi Disminpersal, Diswatpersal,
Puspomal, Disdikal, Diskesal dan Dispsial.
5) SLOGAL membawahi Dismatal, Dissenlekal, Disadal,
Disbekal, Difaslanal dan Dislaikmatal.
6) SPOTMAR membawahi Dispotmar.
[87]
Gambar 3.5 Struktur Organisasi TNI AL
Sumber: Dokumen Orgaspros TNI AL
Lokasi unit kerja TNI AL tersebar di seluruh wilayah
Republik Indonesia, namun secara singkat dapat dikatakan,
bahwa unit kerja TNI AL terdiri dari:
1) Mabes TNI Angkatan Laut di Jakarta terdiri atas:
Eselon Pimpinan (Kasal dan Wakasal) dan Eselon
Pembantu Pimpinan/Staf (Srenal, Spamal, Sopsal,
Spersal, Slogal dan Spotmar) serta Eselon Pelayanan
(Puskodal, Setumal dan Denma) berada di Jakarta, 20
Kedinasan di Jakarta, Pushidrosal dan Puspomal di
Jakarta, Puspenerbal di Surabaya, 3 Lemdik (Seskoal
di Jakarta, AAL dan STTAL di Surabaya), 3 Kotama
Binops (Armabar dan Kolinlamil di Jakarta dan
Armatim di Surabaya), 1 Kotama Pembinaan/Kormar
[88]
di Jakarta, 1 Kotama Fungsional/Kodiklatal di
Surabaya.
2) Kotama Pembinaan dan Operasional.
a) Koarmabar. Terdiri dari: Makoarmabar,
Guspurlabar, Guskamlabar, KRI dan KAL,
Pangkalan (Pangkalan Kelas A, Pangkalan Kelas B,
Pangkalan Kelas C, Lanal Khusus, Posal dan Pos
Pengamat serta Posal Satrad yang berada di
Wilayah Barat, Fasharkan dan Yonmarhanlan.
b) Koarmatim. Terdiri dari: Makoarmabar,
Guspurlabar, Guskamlabar, KRI dan KAL,
Pangkalan (Pangkalan Kelas A, Pangkalan Kelas B,
Pangkalan Kelas C, Lanal Khusus, Posal dan Pos
Pengamat serta Posal Satrad yang berada di
Wilayah Barat, Fasharkan dan Yonmarhanlan.
c) Kolinlamil. Terdiri dari Mako Kolinlamil dan
Satlinlamil.
3) Kotama Pembinaan. Terdiri dari Marinir dan
Kodiklatal.
4) Lembaga pendidikan, Terdiri dari: Akademi Angkatan
Laut, Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut
dan Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut.
5) Puspenerbal. Terdiri dari: Mako Puspenerbal,
Pesawat udara dan Pangkalan.
6) Pushidrosal. Terdiri dari: Mako Pushidros, KRI
berbagai jenis dan KAL.
d. Analisis Arah Kebijakan Bisnis
1) Arah Kebijakan Bisnis TNI AL
Arah kebijakan bisnis TNI AL dapat dilihat dari Visi
dan Misi TNI AL seperti yang telah digariskan pada
Kebijakan Strategis Kepala Staf Angkatan Laut dalam
mewujudkan Postur TNI AL sampai dengan tahun 2024
adalah: “Terwujudnya Kekuatan TNI AL yang Handal
[89]
dan Disegani”. Sedangkan Misi yang diemban untuk
mewujudkan visi tersebut di atas adalah:
a) Membina kekuatan dan kemampuan TNI AL yang
berkelanjutan secara efektif dan efisien.
b) Menjamin tegaknya kedaulatan dan hukum,
keamanan wilayah laut, keutuhan wilayah NKRI
serta terlaksananya diplomasi angkatan laut dan
pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
c) Mewujudkan personel TNI AL yang bermoral,
professional, dan berani.
d) Mewujudkan kekuatan TNI AL menuju Kekuatan
Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF).
e) Menjamin terlaksananya tugas-tugas bantuan
kemanusiaan.
f) Mewujudkan organisasi TNI AL yang sehat dan
berwibawa.
g) Mewujudkan keluarga besar TNI AL yang sehat dan
sejahtera.
2) Arah Kebijakan Bisnis Disinfolahtal (Dinas
Informasi dan Pengolahan Data TNI AL).
Disinfolahtal sebagai unit kerja yang menjalankan
fungsi penyelenggaraan sistem informasi di TNI AL juga
memiliki Visi dan Misi dalam menjalankan tugasnya.
Arah kebijakan bisnis DISINFOLAHTAL dapat dilihat
pada Visi dan Misinya seperti sebagai berikut:
a) Visi. ”Tersedianya Sisfo Terpadu TNI AL Dalam
Rangka Mendukung Peningkatan Kualitas
Pelaksanaan Tugas TNI AL”.
b) Misi. “Menyelenggarakan koordinasi & kerjasama
dengan para pembina fungsi terkait dalam rangka
mewujudkan fasilitas, sarana & prasarana berbasis
teknologi informasi, yang dapat memberikan
kemudahan & nilai tambah dalam kegiatan
pelaksanaan tugas TNI AL”.
[90]
Sebagai unit kerja yang menjalankan dan
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
penyelenggaraan pengelolaan ITMP TNI AL maka Visi
dan Misi Disinfolahtal yang ada perlu dievaluasi apakah
sejalan dan searah dengan Visi dan Misi TNI AL. Hal ini
diperlukan untuk menjamin agar pengembangan sistem
informasi dapat sesuai dengan arah organisasi TNI AL.
e. Analisis Kondisi Lingkungan Internal & Ekternal TNI
AL Saat Ini.
Untuk mengenali kondisi Lingkungan Internal dan
Ekternal TNI AL digunakan analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity and Thread) yang merujuk pada
kajian penulis sebelumnya tentang peluang dan ancaman
dalam keamanan maritim Indonesia, yang berjudul “The
Effect of Strategic Environment Change toward Indonesia
Maritime Security: Threat and Opportunity”. Analisis SWOT
digunakan untuk menggambarkan posisi kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman. Posisi kekuatan dan
kelemahan adalah menggambarkan posisi TNI AL secara
internal sedangkan posisi peluang dan ancaman adalah
menggambarkan posisi TNI AL terhadap kondisi eksternal
ditengah kekuatan militer di negara lain khususnya di
kawasan Asia. Berikut adalah analisis SWOT terhadap
kondisi internal dan ekternal TNI AL:
1) Kekuatan (Strength). (a) Memiliki potensi maritim
sebagai salah satu kekuatan dalam mengamankan
wilayah laut Indonesia; (b) Mempunyai komitmen dan
disiplin yang tinggi pada pelaksanaan tugas; (c)
Mempunyai sistem alur komando yang jelas; (d) TNI
AL menguasai kondisi lapangan dengan sangat baik.
2) Kelemahan (Weakness). (a) Berkurangnya
kemampuan dan kekuatan Alutsista TNI AL karena
ada yang sudah tua dan tidak layak lagi dioperasikan;
(b) Terbatasnya anggaran biaya TNI AL khususnya
[91]
untuk peremajaan Alutsista TNI AL dan
pengembangan TIK; (c) Koordinasi diantara unit kerja
mempunyai kendala komunikasi dan sharing data; (d)
Terbatasnya kemampuan dan wawasan SDM TNI AL
dalam bidang TIK.
3) Peluang (Oportunity). (a) Mengefektifkan dan
mengefisienkan proses kerja dan penggunaan
Alutsista; (b) Peningkatan kemampuan pengambilan
keputusan dan pengawasan; (c) Peningkatan
produktifitas SDM dan kesejahteraan SDM; (d)
peningkatan pengelolaan aset dan logistik.
4) Ancaman (Thread). (a) Peningkatan kekuatan militer
di kawasan ASIA yang dapat mengancam kedaulatan
NKRI; (b) Embargo peralatan militer dari negara
pemasok Alutsista; (c) Perebutan sumber daya alam
dan klaim batas wilayah laut dari negara tetangga; (d)
Adanya keinginan pihak luar untuk mencuri, merusak
data/informasi milik TNI AL.
Dari analisis SWOT tersebut terlihat bahwa kinerja
TNI AL memiliki potensi untuk dikembangkan lebih baik
lagi. Meskipun kelemahannya terlihat sangat mendasar
antara lain lemahnya dukungan IT kepada organisasi TNI
AL. Termasuk juga terbatasnya kemampuan dan
kompetensi SDM dalam menggunakan IT untuk membantu
melaksanakan tugasnya. Namun disamping kelemahan, TNI
AL memiliki kekuatan yang sangat baik antara lain adalah
komitmen yang tinggi, jalur komando yang jelas dan potensi
maritim.
f. Analisis Fungsi Bisnis Saat Ini.
Struktur organisasi tersebut diatas menggambarkan
secara hirarki struktur unit kerja di TNI AL. Pada struktur
organisasi tersebut di atas dapat diidentifikasi fungsi-fungsi
apa saja yang ada di dalam tubuh organisasi TNI AL. Secara
[92]
garis besar fungsi bisnis di TNI AL dapat dibagi atas 10
kelompok besar, yaitu:
1) Fungsi Pimpinan berfungsi sebagai mendukung
proses manajemen, pengambilan keputusan dan
penentuan kebijakan serta menentukan arah jalannya
organisasi.
2) Fungsi Intelijen adalah fungsi yang menangani
kegiatan Intelejen.
3) Kelompok Fungsi Operasi berfungsi melaksanakan
operasi laut.
4) Fungsi-Fungsi Logistik berfungsi mengelola logistik.
5) Fungsi Personalia (Sumber Daya Manusia) berfungsi
melakukan pengelolaan Sumber Daya Manusia.
6) Fungsi Keuangan berfungsi mengelola keuangan.
7) Fungsi Administrasi dan Umum berfungsi mendukung
administrasi dan umum TNI AL.
8) Fungsi Perencanan berfungsi melaksanakan
perencanaan dan pengendalian anggaran.
9) Fungsi Pengawasan berfungsi melaksanakan
pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
kegiatan.
10) Fungsi Sistem dan Teknologi Informasi berfungsi
memberikan layanan sistem dan teknologi informasi
bagi seluruh fungsi bisnis.
Hubungan antar kelompok fungsi tersebut dapat
digambarkan pada diagram balok seperti pada Gambar 5.5.
Fungsi Pimpinan merupakan fungsi yang
mengkoordinasikan fungsi-fungsi yang berada di bawahnya.
Fungsi Intelijen dan Fungsi Operasi merupakan fungsi
utama yang langsung berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan organisasi. Sedangkan kelompok dibawah fungsi
operasi (Fungsi Logistik, Fungsi Keuangan, Fungsi
Personalia dan Administrasi dan Umum) berfungsi sebagai
pendukung kelompok Fungsi Utama tersebut.
[93]
Fungsi Utama dan Fungsi Pendukung juga akan
melaksanakan fungsi perencanaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan rencana dilakukan oleh Fungsi
Pengawasan. Seluruh fungsi-fungsi tersebut diatas dalam
melaksanakan tugasnya didukung oleh Fungsi Sistem dan
Teknologi Informasi. Rincian dari masing-masing fungsi
dapat dilihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Diagram Blok Kelompok Fungsi Bisnis
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Penjelasan dari masing-masing kelompok fungsi
tersebut di atas adalah:
1) Fungsi Pimpinan berfungsi sebagai mendukung proses
manajemen, pengambilan keputusan dan penentuan
kebijakan serta menentukan arah jalannya organisasi.
[94]
2) Kelompok Fungsi Penggunaan Kekuatan merupakan
fungsi utama TNI AL yang terdiri fungsi Intelijen
(Penyelidikan, Pengamanan dan Penggalangan) dan
Operasi (Operasi Militer/Laut, Operasi Khusus dan
Latihan).
3) Kelompok Pembinaan Kekuatan terdiri dari Fungsi
Logistik, Fungsi Personalia dan Fungsi Keuangan.
4) Fungsi-Fungsi Logistik berfungsi mendukung kegiatan
yang berkaitan dengan logistik organisasi TNI AL. Fungsi
logistik terdiri dari subfungsi Pembinaan Material,
Perbekalan, Pemeliharaan dan Fasilitas Pangkalan.
5) Fungsi Personalia (Sumber Daya Manusia) berfungsi
mendukung pengelolaan Sumber Daya Manusia di TNI
AL terdiri dari subfungsi Administrasi Personalia,
Pendidikan Personalia dan Pengamanan Personalia.
6) Fungsi Keuangan berfungsi mendukung kegiatan
keuangan di TNI AL terdiri dari subfungsi Anggaran dan
Keuangan.
7) Fungsi Administrasi dan Umum berfungsi mendukung
administrasi dan umum di TNI AL.
8) Fungsi Perencanaan berfungsi mendukung proses
perencanan anggaran dan kegiatan TNI AL.
9) Fungsi Pengawasan berfungsi melaksanakan
pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
kegiatan di TNI AL.
10) Fungsi Sistem dan Teknologi Informasi berfungsi
memberikan layanan sistem dan teknologi informasi bagi
seluruh fungsi bisnis di TNI AL.
g. Analisis Rantai Nilai Aktifitas Saat Ini
Analisis selanjutnya adalah identifikasi aktifitas apa
saja yang terdapat pada organisasi TNI AL menggunakan
analisis rantai nilai (Value Chain). Analisis rantai nilai
memberikan gambaran bagaimana hubungan setiap
aktifitas dapat memberikan kontribusi dan nilai kepada
[95]
pencapaian misi organisasi. Hubungan antar aktifitas
dengan aktifitas lainnya TNI AL dapat dilihat pada diagram
rantai nilai (value chain) seperti Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Rantai Nilai Kondisi TNI AL
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Pada Gambar 3.7 rantai nilai terdapat kelompok
aktifitas utama dan kelompok aktifitas pendukung.
Kelompok aktifitas utama adalah kelompok aktivitas yang
memberikan nilai langsung kepada pencapaian misi
organisasi.
Kelompok aktifitas pendukung adalah kelompok
aktifitas yang mendukung aktifitas utama dan tidak
memberikan nilai langsung kepada pencapaian misi
organisasi. Pada rantai nilai tersebut, hanya aktifitas utama
yang berurutan sesuai dengan baris waktu sedangkan
aktifitas pendukung tidak berhubungan dengan waktu
(berurutan). Setiap aktifitas berkontribusi memberikan
[96]
nilainya kepada aktifitas yang lain untuk mencapai atau
mendukung misi organisasi. Sedangkan misi adalah alasan
utama dari keberadaan organisasi tersebut.
Pada identifikasi awal, terdapat dua aktivitas yang
terkait dengan kegiatan Fungsi Utama TNI AL yaitu aktifitas
penggunaan kekuatan yang terdiri dari aktifitas yang
Intelijen dan Operasi. Kedua aktifitas ini berhubungan
langsung terhadap pencapaian visi dan misi TNI AL. Pada
gambar rantai nilai tersebut di atas, aktifitas utama terdiri
dari aktifitas Intelijen dan diikuti oleh Aktifitas Operasi.
Aktifitas operasi sangat bergantung kepada aktifitas
intelijen dalam menjalankan aktivitasnya. Oleh karena itu
semakin baik aktifitas Intelijen dalam menjalankan
tugasnya akan memberikan nilai bagi aktifitas operasi
dalam menjalankan tugasnya. Demikian pula kegagalan
aktifitas Intelijen dalam memberikan nilainya akan
berdampak pula kepada kinerja aktifitas selanjutnya. Oleh
karena itu masing-masing aktivitas harus dapat
memberikan nilai yang maksimal dalam mencapai tujuan
dan misi organisasi tersebut.
Disamping itu juga peran aktifitas pendukung sangat
diperlukan agar aktifitas utama dapat berjalan lancar,
efektif dan efisien sehingga memberikan nilai yang
maksimal terhadap pencapaian misi organisasi. Aktifitas
pendukung berfungsi mendukung aktifitas utama agar
dapat berjalan baik sesuai dengan yang diharapkan.
Aktifitas pendukung terdiri dari aktifitas Logistik,
Keuangan dan Personalia, Humas, Hukum, Perencanaan,
Pengawasan, Administrasi dan Umum, serta Sistem dan
Teknologi Informasi. Disamping itu juga Aktifitas
pendukung tidak hanya berperan pada kegiatan biasa
(damai) namun juga berperan mendukung aktifitas utama
pada masa keadaan perang.
[97]
h. Analisis Teknologi Informasi Yang Diinginkan
Seperti telah kita ketahui bahwa tersedianya
informasi mempunyai peran vital bagi keberhasilan upaya
sebuah misi operasi dan pertahanan militer. Keberhasilan
dalam mengolah data menjadi informasi berguna sangat
mutlak diperlukan. Hal itu sudah disadari oleh Departemen
Pertahanan dengan diterbitkaNnya berbagai peraturan
Menteri Pertahanan tentangi perlunya membangun sistem
informasi yang dapat memenuhi kebutuhan pertahanan.
Oleh karena itu, terkait Peraturan Menteri Pertahanan dan
Renstra TNI AL maka kebutuhan Sistem Informasi TNI AL
yang diinginkan adalah sebagai berikut:
1) Analisis IT dalam Perspektif Peraturan Menteri
Pertahanan.
Berdasarkan Permenhan No. Per/03/M/II/2008
tentang Buku Putih Pertahanan Indonesia dan No.
Per/23/M/XII/2007 tentang Doktrin Pertahanan Negara
RI, bahwa tersedianya informasi mempunyai peran vital
dalam mencapai keberhasilan dalam penyelenggaraan
sebuah misi operasi dan pertahanan militer.
Keberhasilan dalam mengolah data menjadi informasi
merupakan hal yang sangat mutlak diperlukan. Oleh
karena itu, terkait dengan kedua Permenhan tersebut
tentang perlunya membangun sistem informasi yang
dapat memenuhi kebutuhan pertahanan maka
kebutuhan IT yang diinginkan adalah sebagai berikut:
a) Sistem informasi harus dapat mendukung kegiatan
utama operasi Angkatan Laut yaitu pembinaan
kekuatan dan penggunaan kekuatan baik dimasa
damai (OMSP) maupun masa perang (OMP) serta
tugas khusus lainnya (SAR dan lain-lain).
b) Sistem informasi mendukung fungsi Komando
yang diperlukan untuk mengarahkan,
mengkoordinasi, mensinkronkan dan mengontrol
kekuatan pertahanan. Unsur-unsur penting dalam
[98]
informasi suatu komando adalah akurasi,
kecepatan, ketepatan, sumber dan proses. Kondisi
ini memungkinkan TNI AL memiliki Information
Superiority untuk menjadikan sebuah misi dapat
tercapai dengan efektif dan efisien.
c) Dilengkapi dengan kemampuan intelligence
assessment yang lengkap dengan system situation
assessment atas perencanaan misi/operasi.
Kemampuan secara spesifik pada fasilitas ISR
(Intelegent, Surveillance and Reconnaissance) yang
harus menonjol adalah pada kemampuan deteksi,
klasifikasi dan identifikasi yang harus bisa tampil
dengan cara real-time visual streaming pada suatu
situasi operasi atau insiden.
d) Memiliki kemampuan untuk secara tepat
mempersiapkan alokasi sumber daya internal dan
nasional yang dapat didayagunakan menjadi
kekuatan pertahanan nasional khususnya di
bidang sistem informasi.
e) Memiliki kemampuan pengolahan data yang akurat
dan tinggi dengan output berupa alternatif-
alternatif tindakan serta risiko-risikonya, sehingga
memudahkan pengambilan keputusan disaat
penting dan genting tersebut.
f) Mendukung kemampuan perang yang berbasis
nirmiliter karena perang tersebut lebih
mengemuka dibandingkan dengan perang yang
berbasis kekuatan militer dimasa mendatang.
g) Memiliki kemampuan penangkalan terhadap
gangguan serangan nirmiliter. Perang nirmiliter
sering tidak mudah untuk dideteksi dan sering kali
terlambat untuk diantisipasi.
h) Memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan
berbagai sistem informasi yang sudah ada di TNI
AL.
[99]
i) Sistem ini juga harus didukung dengan tersedianya
infrastruktur yang terintegrasi satu sama lain yang
memungkinkan terjadinya koneksi segenap
sumber daya yang berada di lingkungan TNI AL,
baik melalui jaringan komunikasi suara maupun
data.
2) Analisis IT dalam Perspektif Strategi Teknologi
Informasi dan Manajemen.
Analisa terhadap cara pandang terhadap Sistem
Informasi dan Manajemen, yang meliputi identifikasi
pada Sistem informasi dari perspektif teknis dan
pencapaian tujuan yang diinginkan/outcome, Pengertian
tentang Informasi, Sumber Informasi, Teknis Sistem
Informasi, Pengertian Sistem Informasi, Dimensi Sistem
informasi, Evaluasi aset komplementer yang dibutuhkan
bagi teknologi informasi agar dapat memberikan
manfaat dalam pencapaian tujuan yang diinginkan, dan
Sistem Informasi Operasional yang berfungsi sebagai
sarana penyebaran informasi dari pimpinan kepada staf
bawahan maupun sebaliknya. Setelah data direduksi dan
dikategorisasi adalah sebagai berikut:
a) TNI AL telah terbantu dengan berbagai Sistem
Informasi yang ada, oleh karena itu merasa bahwa
keberadaan dan peran sistem informasi sangat
penting bagi TNI AL.
b) TNI AL telah merasakan manfaat sistem informasi
dalam memberikan solusi atas permasalahan dan
memberikan nilai ekonomis namun menyarankan
untuk selalu dikembangkan dan ditingkatkan ke
solusi-solusi permasalahan lainnya yang belum
tercakup dalam sistem informasi yang telah ada.
c) Melalui fasilitas sistem informasi di berbagai
institusi, TNI AL telah mengakomodir aspek level
kepentingan manajerial (Informasi Strategis,
[100]
Taktis Maupun Operasional) dengan baik terutama
untuk membantu pengambilan keputusan.
d) Perlu meningkatkan dan memperluas sumber
informasi eksternal sebagai pelengkap dan
pendukung sumber informasi internal.
e) Sistem informasi TNI AL telah memenuhi
kebutuhan akan informasi rutin maupun informasi
insidentil dengan baik berupa data baik data teks
maupun data gambar/video dan suara.
f) Sistem informasi TNI AL telah memenuhi kriteria
teknis sistem informasi yaitu sebagai komponen
yang saling berhubungan, namun belum semua
jenis sistem informasi terhubung/terintegrasi
dengan baik, karena belum adanya Information
Technology Master Plan (ITMP) atau Grand Design
Sistem Informasi TNI AL.
g) Fungsi Informasi pada sistem informasi di TNI AL
masih belum seluruhnya sesuai dan belum
memenuhi kriteria informasi, sehingga masih
perlu adanya peningkatan dari aspek kelengkapan
data dan informasi, aspek bentuk informasi (audio,
visual, multimedia) serta aspek keterpaduan.
h) Pada dasarnya Sistem Informasi TNI AL telah
memenuhi kebutuhan kombinasi dari 3 elemen
yaitu manajemen, organisasi dan teknologi.
Keberadaan elemen-elemen tersebut tertuang
pada Struktur Organisasi, Job Description serta
pelaksanaan tugas dari setiap stakeholder di
jajaran TNI AL yang terkait dengan
penyelenggaraan Sistem Informasi TNI AL (seperti
Sopsal, Puskodal, Disinfolahtal, Diskomlekal,
Dissenlekal dan sebagainya). Namun masih adanya
duplikasi kewenangan dan tanggung jawab dalam
organisasi yang mengatur penggunaan sistem
informasi dalam menunjang tugas-tugas TNI AL.
[101]
i) Tujuan sistem informasi di TNI AL telah
memberikan dampak yang positif terhadap
peningkatan proses pengambilan keputusan,
peningkatan kinerja dan akhirnya dapat
meningkatkan profitabilitas organisasi.
j) Sistem informasi TNI AL sudah mampu
mengakomodasi penyebaran informasi untuk yang
bersifat rutin, namun belum berfungsi optimal
untuk informasi yang bersifat insidentil dan
memerlukan respon cepat.
k) Tingkat kenyamanan dalam menggunakan sistem
informasi sangat mudah dioperasikan dalam
pengiriman informasi dari komando atas sampai
satuan bawah.
l) Dalam beberapa bidang tugas, sistem informasi
mampu mendukung kebutuhan tugas maupun
operasi, namun secara keseluruhan belum mampu
mengakomodir kebutuhan tugas secara maksimal.
m) Untuk saat ini, Kondisi sistem informasi belum
mampu menyesuaikan dengan perkembangan
perangkat keras dikarenakan masih terkendala
dengan skala prioritas dibandingkan kebutuhan
bidang tugas yang lain dan faktor keterbatasan
anggaran untuk bidang teknologi informasi dan
SDM.
n) Media penyimpanan pada sistem informasi di TNI
AL saat ini digunakan sebatas untuk informasi
yang bersifat rutin.
o) Tingkat kecepatan pengolahan data relatif masih
rendah dikarenakan belum maksimalnya proses
otomatisasi menggunakan SI/IT dan masih banyak
informasi yang diperoleh serta diolah secara
manual.
p) Tingkat kecepatan sistem informasi dalam
mendeteksi kesalahan pemrosesan data
[102]
merupakan hal yang menjadi perhatian. Mengingat
deteksi kesalahan dalam logika pemrograman
sudah dilaksanakan pengecekan dan uji coba pada
tahap pembangunan sistem serta pembatasan
terhadap kemungkinan kesalahan yang dilakukan
oleh user juga sudah dilaksanakan, akan tetapi
kesalahan yang ditimbulkan akibat human error
oleh user masih sulit dideteksi secara cepat
sehingga masih perlu adanya pelaksanaan
pelatihan terhadap pengguna sistem informasi
guna mengurangi kesalahan tersebut.
q) Untuk saat ini, tingkat keamanan penyimpanan
data yang disimpan dalam sistem belum dapat
diukur secara jelas, hal ini dikarenakan untuk
tingkat kotama, banyak data yang disimpan oleh
masing-masing satker secara individu dan belum
terpusat pada sistem tertentu.
r) Tingkat kapasitas sistem informasi untuk
menyimpan data operasi sudah mampu memenuhi
harapan pengguna.
s) Jaringan untuk mendukung sistem informasi di TNI
AL sudah efisien dan efektif.
t) Kondisi jaringan sudah baik namun perlu
peremajaan dan peningkatan kapasitas untuk
mendukung sistem informasi operasional TNI AL.
u) Beberapa kendala pada Sistem Informasi Operasi
diantaranya adalah: 1) Belum adanya penggunaan
yang lebih mendalam dari sistem informasi ini
terhadap penyelenggaraan operasi di laut
dikarenakan belum sepenuhnya sistem berjalan
sesuai yang diharapkan karena masih dalam taraf
pengembangan. 2) Pemberian instruksi/komando
melalui Radio over Internet Protocol (RoIP)
terkendala pada sistem jaringan.
[103]
i. Analisis SWOT Terhadap IT TNI AL.
Analisa terhadap Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Ancaman terhadap kondisi TNI AL yang ada dan bagaimana
mengatasinya maka dilakukan dengan membandingkan
masing-masing komponen. Terlihat jelas solusi atau
strategi yang dihasilkan dari analisa SWOT yang mengarah
kepada penggunaan Teknologi Informasi dan
pengembangan SDM. Kata kunci dalam penggunaan
teknologi dan sistem informasi adalah pencapaian
efektifitas dan efisiensi operasional. Sasaran ini diperlukan
agar investasi IT dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi organisasi TNI AL. Selanjutnya hasil analisa
dan pendefinisian SWOT TNI AL dapat dijadikan acuan
dalam menentukan kebijakan dan tahapan implementasi
pada proses pengembangan IT TNI AL.
Tabel 3.4. Analisa SWOT Terhadap TNI AL
ANALISA SWOT
Pada RENC
& BANG
TEKNOLOGI
INFORMASI TNI
AL
STRENGTH WEAKNESS
TNI AL mempunyai sistem alur
komando / komunikasi yang jelas
dan SDM nya mempunyai disiplin
yang tinggi dalam pelaksanaan
tugas
Anggaran belanja TNI AL
masih terfokus pada
peningkatan alutsista,
sedangkan peran TI belum
menjadi salah satu tiang
utama kekuatan TNI AL
Disinfolahtal mempunyai
kewenangan utama membangun
Sistem Informasi di seluruh TNI AL
Belum tersedianya
infrastruktur TI dan aplikasi
pendukungnya yang
mencukupi diseluruh TNI AL
Tersedianya support sumber daya
dari dalam dan luar negeri yang
mencukupi untuk membangun
seluruh sistem Informasi yang
dibutuhkan
Belum terbentuknya budaya
penggunaan TI pada
sebagian proses kerja TNI
AL, shg koordinasi antar unit
masih terkendala pd
kecepatan akses komunikasi
dan sharing data
[104]
Tersedianya dukungan politik dan
kebijakan dari pemerintah untuk
meningkatkan peran e-gov pada
seluruh instansi pemerintah sipil
dan militer
Terbatasnya kemampuan dan
wawasan SDM TNI AL dlm
bidang TI, karena sistem
rekruitmen SDM bidang TI
lebih banyak mengacu pada
penggunaan kekuatan untuk
sistem operasi milter
OPPORTUNITY STRATEGI S-O STRATEGI W-O
Perlunya
peningkatan
efesiensi dan
efektifitas
pelaksanaan
kegiatan pembinaan
dan penggunaan
kekuatan
Membangun rencana induk
pembangunan SI/TI baik sebagai
alat utama maupun alat bantu
komunikasi pembinaan dan
penggunaan kekuatan
Membangun aplikasi layanan
proses bisnis setiap unit dan
mengintegrasikannya sebagai
Sistem informasi manajemen
dan sistem informasi
eksekutif
Perlunya
peningkatan
intensitas
koordinasi yang
efisien untuk
meningkatkan
kemampuan
perencanaan,
pengawasan dan
pengambilan
keputusan
Menyusun ulang Visi, Misi
Disinfolahtal sebagai pengelola TI
di TNI AL dan merobah peran TI
dalam proses bisnis TNI AL
menjadi alat utama pembinaan dan
penggunaan kekuatan TNI AL
Membangun infrastruktur
jaringan untuk seluruh unit
pusat hingga kesatuan
terkecil
Peningkatan
efisiensi, efektifitas
dan akuntabilitas
pengelolaan
administrasi,
keuangan dan
logistik untuk
peningkatan
produktifitas dan
kesejahteraan SDM
Menyusun perencanaan strategis
dan anggaran belanja TI sesuai
Misi dan Visi baru TNI AL
Membuat perencanaan
kebutuhan SDM bidang TI
untuk seluruh unit TNI AL
sesuai rencana induk
pengembangan TI
[105]
Salah satu syarat
utama untuk
peningkatan
performance
institusi adalah
selalu terupdatenya
penggunaan sistem
dan teknologi
informasi terkini
Membangun sisdur dan kebijakan
keamanan penggunaan TI untuk
mengontrol jalannya semua sistem
sesuai standar yang ditetapkan
oleh panglima
Membangun jaringan
pendukung (vendor,
Perguruan tinggi dan
lembaga pemerintah terkait)
pengembangan TI yang kuat
dan berkelanjutan
THREAD STRATEGI S-T STRATEGI W-T
Semakin tingginya
intensitas perang
teknologi informasi
untuk mengacaukan
sistem pertahanan
lawan dan adanya
kejahatan dari
petualang didunia
maya (Cracker)
Perlunya dibangun infrastruktur TI
sebagai alat utama sistem senjata
perang cyber, baik sebagai alat
penyerang maupun sebagai alat
pertahanan dengan mengacaukan
alat komunikasi lawan
Membangun pemahaman
kepada pengambil kebijakan
anggaran negara tentang
adanya perang cyber dan
pentingnya perlindungan data
dan informasi militer dengan
memberikan perbandingan
skenario digunakan atau tidak
digunakannya peran TI sbg
salah satu tiang utama
pembangunan militer yang
modern
Dalam
perkembangan
teknologi perang
terbaru adalah
penggunaan
teknologi informasi
untuk mendahului
perang yang
sesungguhnya
untuk mengacaukan
sistem pertahanan
lawan
Perlunya dibangun sistem
keamanan TI yang handal dan
selalu terupdate mengikuti
perkembangan jaman untuk
melindungi data/informasi penting
Membangun pengetahuan
(knowledge) seluruh unit akan
pentingnya integrasi data
untuk memudahkan
koordinasi antar unit dan
mempercepat akses data
yang dibutuhkan
Semakin
berkembangnya
mesin perusak
data/informasi yang
Perlunya dibangun sistem backup
dan recovery data yang bisa di
gunakan lagi beberapa saat setelah
data center rusak, serta adanya
Membangun unit khusus
pengelolaan TI (semacam
cyber police di kepolisian)
dengan melibatkan
[106]
diciptakan oleh
kelompok / isntitusi
yang tidak
bertanggungjawab
(malware, spyware
dll)
sistem forensik data universitas dan lembaga
teknis pemerintah terkait
Adanya keinginan
pihak luar untuk
mencuri, merusak
data/informasi milik
TNI AL.
Perlunya dibangun infrastruktur
jaringan utama dan cadangan TI
yang tidak diketahui oleh umum
Sosialisasi bentuk ideal
budaya TI dan update
pengetahuan keamanan TI
pada semua tingkat personil
dalam bentuk seminar dan
massmedia
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
j. Analisis Fungsi Bisnis Yang Diinginkan.
Fungsi bisnis utama dari TNI AL yag ada saat ini
seperti yang digambarkan pada diagram balok pada gambar
3.6 terdiri dari dua fungsi yaitu Intelijen dan Operasi. Dalam
pelaksanaan tugasnya Fungsi Intelijen harus mendapatkan
berbagai data dan informasi dan kemudian mengolahnya
menjadi informasi yang berguna bagi intelijen. Sesuai
dengan strategi W-T pada Analisa SWOT maka agar Fungsi
Intelijen dapat berjalan dengan baik maka perlu
ditambahkan suatu fungsi lain yaitu Fungsi pengolahan
informasi dan data atau disebut Fungsi Lahta, lihat Gambar
3.8.
Fungsi ini berperan membantu Fungsi Intelijen dalam
menjalankan tugasnya antara lain mengumpulkan data dari
berbagai sumber dan bentuk yaitu berupa data intelijen,
data pernika, radar, data ancaman dari serangan hacker
komputer dan virus, potensi maritim, hidrologi, cuaca dan
sebagainya kedalam database. Untuk mendapatkan
berbagai data Fungsi Infolahta selain melakukan
pengelolaan database juga mengintegrasikan berbagai input
data, sensor dari berbagai peralatan elektronika (Pernika)
antara lain radio dan radar di TNI AL dan sebagainya.
[107]
Dengan adanya penambahan Fungsi Infolahta maka
diharapkan kinerja Fungsi Penggunaan Kekuatan dapat
lebih efektif dan efisien.
Dengan demikian fungsi bisnis utama akan terdiri dari
fungsi Infolahta, Fungsi Intelejen dan Operasi. Ketiga fungsi
ini adalah merupakan bagian terpenting pada kelompok
fungsi Penggunaan Kekuatan dalam pencapaian visi dan
misi TNI AL. Oleh karena itu kelompok fungsi ini perlu
mendapat perhatian dan menjadi prioritas dalam
pengembangan sistem informasi di TNI AL. Keberhasilan
dalam menjalankan fungsi utama sesuai dengan arah bisnis
TNI AL akan membuat TNI AL menjadi efektif dan efisien
dalam menjalankan tugasnya.
Fungsi ini berperan membantu Fungsi Intelijen dalam
menjalankan tugasnya antara lain mengumpulkan data dari
berbagai sumber dan bentuk yaitu berupa data intelijen,
data pernika, radar, data ancaman dari serangan hacker
komputer dan virus, potensi maritim, hidrologi, cuaca dan
sebagainya kedalam database. Untuk mendapatkan
berbagai data Fungsi Infolahta selain melakukan
pengelolaan database juga mengintegrasikan berbagai input
data, sensor dari berbagai peralatan elektronika (Pernika)
antara lain radio dan radar di TNI AL dan sebagainya.
Dengan adanya penambahan Fungsi Infolahta maka
diharapkan kinerja Fungsi Penggunaan Kekuatan dapat
lebih efektif dan efisien.
Dengan demikian fungsi bisnis utama akan terdiri dari
fungsi Infolahta, Fungsi Intelejen dan Operasi. Ketiga fungsi
ini adalah merupakan bagian terpenting pada kelompok
fungsi Penggunaan Kekuatan dalam pencapaian visi dan
misi TNI AL. Oleh karena itu kelompok fungsi ini perlu
mendapat perhatian dan menjadi prioritas dalam
pengembangan sistem informasi di TNI AL. Keberhasilan
dalam menjalankan fungsi utama sesuai dengan arah bisnis
[108]
TNI AL akan membuat TNI AL menjadi efektif dan efisien
dalam menjalankan tugasnya.
Kelompok fungsi utama (Penggunaan Kekuatan) yang
seharusnya ada di TNI AL adalah:
1) Fungsi Pullahta, mengintegrasikan dan menghimpun
berbagai data dalam bentuk database untuk
keperluan Intelijen dan Komando. Fungsi ini menjadi
dasar untuk meningkatkan kinerja dari kelompok
Fungsi Penggunaan Kekuatan.
2) Fungsi Intelijen, berfungsi menangani proses
informasi intelijen mulai dari Penyelidikan,
Pengamanan dan Penggalangan. Fungsi ini mengolah
data yang dari Fungsi Infolahta menjadi informasi
berguna untuk kebutuhan intelijen.
3) Fungsi Operasi, berfungsi menjalankan fungsi
operasional TNI sesuai dengan tugas dan tanggung
jawab TNI AL dalam menjaga dan mengamankan
wilayah laut Indonesia. Terdapat empat aktifitas pada
fungsi ini yaitu kegiatan Operasi Militer, Operasi Nir
Militer, Operasi Khusus, Oparsi & Latihan dan serta
Potensi Maritim. Ada tambahan fungsi baru pada
fungsi operasi yaitu Fungsi Operasi Nirmiliter. Fungsi
ini perlu ditambahkan agar TNI AL dapat
mengantisipasi ancaman dan perang informasi.
Penyusunan Kelompok Penggunaan Kekuatan beserta
fungsi-fungsi di dalamnya adalah sesuai dengan rencana
TNI AL untuk mendukung penerapan konsep C4ISR
(Command, Control, Comunication, Computer, Intelligence,
Surveilance & Reconaisance) dimasa mendatang.
Fungsi bisnis lainnya yang dikelompokkan menjadi
kelompok Pembinan Kekuatan terdiri dari Fungsi Logistik,
Fungsi Personalia dan Fungsi Keuangan), Kelompok
Administrasi dan Umum terdiri dari Fungsi Administrasi
dan Arsip, Fungsi Humas, Fungsi Hukum dan Fungsi
Pengelolaan Markas. Seluruh Kelompok Penggunaan
[109]
Kekuatan, Kelompok Pembinaan Kekuatan dan Kelompok
Administrasi dan Keuangan dibantu oleh Fungsi
Perencanaan dan diawasi kegiatannya oleh Fungsi
Pengawasan. Semua kelompok fungsi tersebut diatas
didukung oleh Fungsi Sistem dan Teknologi Informasi
seperti yang terlihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Kelompok Fungsi Bisnis TNI AL yang Diinginkan
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
k. Analisis Rantai Nilai Aktifitas Yang Diinginkan.
Sejalan dengan usulan penambahan fungsi organisasi
TNI AL tersebut di atas maka proses bisnis TNI AL secara
lengkap dapat digambarkan dengan diagram aktifitas rantai
nilai seperti pada Gambar 3.9 Aktifitas utama yang
diinginkan adalah inti dari seluruh kegiatan TNI AL.
Kelompok aktifitas ini merupakan kelompok kegiatan
Penggunaan Kekuatan yang terdiri dari aktifitas Pullahta,
Intelijen dan Operasi.
Aktifitas utama disusun sesuai dengan urutan proses
pelaksanaan kegiatan Operasi (proses bisnis) TNI AL.
[110]
Dimulai dengan Aktifitas Pullahta untuk mendapatkan data
dari segala unsur internal maupun eksternal baik berupa
data intelijen, pernika, komunikasi dan keamanan dan
ancaman informasi. Aktifitas ini juga berfungi menghimpun
data base dari informasi yang didapatkan tersebut. Data
yang terdapat di database Pullahta diolah oleh Intelijen
untuk keperluan kegiatan penyelidikan, pengamanan dan
penggalangan. Informasi yang diolah oleh Intelijen
selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan
operasi. Rantai nilai mulai dari Aktifitas Pullahta sampai
kepada Operasi harus mendukung pencapaian misi TNI AL.
Oleh karena itu setiap aktifitas dari Pullahta, Intelijen dan
Operasi harus memberikan nilai bagi proses sebelum dan
sesudahnya. Kegagalan Fungsi pullahta dalam menyajikan
data yang diperlukan oleh Intelijen, demikian pula Intelijen
dan Operasi akan berakibat fatal terhadap pencapaian Misi
TNI AL. Aktifitas selain dari aktifitas tersebut di atas,
dikelompokkan sebagai aktifitas pendukung dan tidak
berhubungan dengan waktu (berurutan).
Gambar 3.9 Kelompok Rantai Nilai Aktifitas TNI AL yang Diinginkan
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
[111]
l. Analisa terhadap Kerangka Sistem Informasi Operasi
TNI AL
Analisa terkait dengan kerangka sistem informasi
operasi TNI AL bila dikaitkan dengan perencanaan,
pembangunan dan pengembangan sistem operasi sudah
sesuai dengan tuntutan kebutuhan operasi TNI AL terhadap
sistem informasi yang tergelar di Mabes TNI AL, Mabes TNI
dan instansi non TNI dalam rangka mendukung pencapaian
tugas pokok dan sistem pertahanan negara di laut. Setelah
data direduksi dan dikatagorisasi adalah sebagai berikut:
1) Kerangka Sistem Informasi Operasi yang
diharapkan.
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam konsep
Sistem Informasi TNI AL tersebut adalah: (1) Setiap
Platform adalah sensor (dilengkapi dengan sensor), (2)
Setiap sensor harus terjalin dalam suatu network. (3)
Pengurangan jumlah operasional platform berawak yang
disertai dengan penambahan jumlah operasional
platform tanpa awak. (4) Satu operator mampu
mengendalikan berbagai macam platform secara
bersamaan. (5) Mampu melaksanakan berbagai macam
tugas informasi (pengumpulan data, analisa data,
cyberspace, pernika, dll). (6) Memiliki suatu sistem data
link dan kemampuan command and control terhadap
unsur-unsur operasi. dan (7) Memiliki keunggulan dalam
peralatan dan teknologi cyberspace sebagai urat nadi
dalam sistem C4ISR.
Penerapan konsep sistem informasi ini di dalam
postur TNI AL pada prinsipnya bertujuan untuk
mendukung pembangunan Minimum Essential Force
[112]
(MEF) TNI AL, khususnya dalam mencapai efisiensi dan
efektifitas penyelenggaraan operasi.
Sistem Informasi Operasi untuk memiliki
kemampuan dalam mendapatkan/mengumpulkan data,
memproses dan menyimpan informasi serta
mendistribusikannya. Dalam tahap perencanaan ini
ditetapkan 3 arsitektur dari Sistem Informasi Operasi
yang akan diterapkan, yaitu (1) Arsitektur Sistem
Informasi Operasi Armada. (2) Arsitektur Sistem
Informasi Operasi Tempur. dan (3) Arsitektur Sistem
Pusat Informasi Operasi.
2) Kebutuhan Sistem Informasi Operasi TNI AL.
a) Mendukung Operasi.
b) Mendukung Keunggulan Strategis.
c) Mengefisiensikan dan mengefektifkan penggunaan
alutsista yang terbatas dengan memberdayakan
potensi maritim.
d) Dengan sistem informasi yang terintegrasi satu
sama lain untuk memudahkan pengambilan
keputusan manajerial dan pengawasan.
e) Kemudahan dalam komando dan kendali.
f) Mempermudah penyebaran informasi dan
komunikasi dari hasil pengamatan dan pengintaian
dalam menjaga daerah perbatasan. Sehingga
management sistem pertahanan dapat terintegrasi
dalam bentuk kemampuan monitoring situasi
secara real time.
3) Tujuan dan Sasaran Sistem Informasi Operasi TNI
AL.
a) Tujuan Sistem Informasi Operasi, meliputi: (a)
Sistem Informasi digunakan untuk memantau gelar
unsur-unsur operasi dan pangkalan serta gelar
kekuatan asing maupun kontak kapal dan Pesud.
[113]
b) Sistem Informasi digunakan dalam portal
information sharing yang digunakan untuk
pembagian informasi bidang Kamla antara Satwah
dengan Puskodal TNI AL. (c) Sistem Informasi
digunakan sebagai gelar Video Conference antara
Pangkalan TNI AL dengan Kotama TNI AL dan
Mabesal maupun dengan Mabes TNI. (d) Sistem
Informasi digunakan untuk pemantauan situasi
menggunakan CCTV pangkalan. (e) Sistem
Informasi digunakan untuk berkoordinasi maupun
pemberian instruksi/komando melalui Radio over
Internet Protocol (ROIP). dan (f) Memberikan
pertimbangan strategis dan taktis kepada
pimpinan secara cepat, tepat dan akurat sehingga
dapat mengambil tindakan dan keputusan strategis
maupun taktis secara cepat dan tepat guna
mendukung pelaksanaan SPLN.
c) Sasaran Sistem Informasi Operasi adalah: (a)
Peningkatan kemampuan mendapatkan informasi
intelijen, (b) Peningkatan hubungan kerjasama
dengan instansi lain terkait, (c) Peningkatan
kemampuan komando dan patrol, (d) Peningkatan
kemampuan mendapatkan data potensi maritim,
dan (e) Peningkatan kualitas data operasional.
m. Analisa Dampak dan Pengaruh Sistem Informasi
Terhadap Pertahanan Negara Di Laut.
Analisa terhadap dampak sistem informasi dan
pengaruh sistem informasi terhadap Strategi pertahanan
Negara di Laut serta peran sistem informasi yang tergelar di
lingkungan TNI AL dalam mendukung pertahanan negara di
laut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengembangan Sistem Informasi operasi TNI AL
yang baik dan terintegrasi dengan sistem informasi
ekternal akan dapat meminimalkan risiko ancaman
[114]
(ancaman terhadap tindak pelanggaran hukum,
ancaman tindak kekerasan di laut dan ancaman
keamanan navigasi/pelayaran) serta mempunyai
dampak penindakan secara cepat, tepat dan akurat
terhadap strategi pertahanan negara di laut.
2) Perkembangan dari kemajuan Sistem Informasi
tidak mempengaruhi penyelenggaraan Strategi
Pertahanan Negara di Laut, namun kemajuan
sistem informasi membawa perubahan pada
Postur Militer. Berkembangnya Sistem Informasi,
maka muncul ancaman perang secara “maya”,
sehingga perlu adanya perubahan postur militer
dalam penyelenggaraan strategi dalam
penyelenggaraan Pertahanan Negara di Laut.
3) Penyelenggaraan Sistem Informasi saat ini
berbasis pada Teknologi Informasi dan Komputer
(TIK), di sisi lain Komando dan Kendali bersandar
pada infrastruktur komunikasi dan komputer guna
memperoleh informasi dimana dalam strategi
militer keunggulan informasi yang didukung
dengan Sistem Informasi yang handal merupakan
aset yang strategis untuk memenangkan suatu
pertempuran. Dengan demikian, peranan Sistem
Informasi sangat berpengaruh terhadap
terlaksananya strategi pertahanan negara
termasuk strategi pertahanan negara di laut.
4) Bila sistem informasi kuat dan aman maka akan
mampu meminimalisir risiko-risiko dan ancaman-
ancaman yang selama ini ada, dengan demikian,
pelaksanaan strategi Pertahanan Negara di laut
bisa didukung dengan sistem informasi yang tepat,
akan mampu untuk melakukan pengendalian laut
(sea control) sekaligus menjamin keunggulan
udara (air superiority);
[115]
5) Sistem informasi telah membawa sistem
pertahanan negara di laut menjadi tergantung
pada peralatan perang dengan teknologi
elektronik, komputerisasi dan informasi sehingga
delivery means dalam sebuah operasi militer pun
sangat bergantung kepada sharing informasi
dimana dan kapan pun informasi tersebut
dibutuhkan. Pelaksanaan pertahanan laut pun
dituntut untuk tidak dilaksanakan sendiri,
sehingga TNI dalam hal ini diharapkan mengikuti
perkembangan pertahanan dengan efektivitas
operasi terpadu. Teknologi informasi elektronik
dan komputerisasi bersinergi dengan teknologi
militer dimana membuat suatu lingkungan
peperangan dalam bentuk yang sangat berbeda,
baik dari segi manajemen pertempuran, komando,
kendali, komputer, komunikasi, intelijen,
pengamatan dan pengintaian (K4IPP) menjadi
suatu kepentingan utama.
I. Tahapan Pembangunan dan Langkah Implementasi
Teknologi Informasi TNI AL.
1. Strategi Pembangunan Sistem dan Teknologi Informasi
Perencanaan Sistem dan Teknologi Informasi TNI AL,
dibagi dalam tiga tahapan strategi pembangunan, yaitu:
a. Strategi Pembangunan Sistem Informasi
Mendiskripsikan informasi-informasi apa saja yang
dibutuhkan oleh organisasi, baik yang menyangkut
kebutuhan operasional maupun kebutuhan manajemen
dengan dimensi yang luas. Hal ini direpresentasikan dengan
pembangunan aplikasi-aplikasi sistem informasi yang
dibutuhkan.
[116]
b. Strategi Pembangunan Teknologi Informasi
Mendiskripsikan teknologi informasi yang
dibutuhkan meliputi perangkat keras, perangkat lunak
sistem, basis data serta perangkat jaringan komputer dan
komunikasi yang harus tersedia untuk menghasilkan
teknologi informasi yang dibutuhkan oleh TNI AL. Strategi
ini diperlukan untuk menyiapkan sarana yang mendukung
berlangsungnya kegiatan proses bisnis TNI AL dan
interaksi antara fungsi bisnis yang ada.
c. Strategi Manajemen Sistem dan Teknologi Informasi
Mendiskripsikan tentang pengelolaan seluruh
sumber daya TIK meliputi pengembangan organisasi Lahta,
sumber daya manusia dan berbagai faktor lainnya yang
berkaitan dengan penerapan sistem informasi yang
dibangun.
2. Langkah Implementasi Teknologi Informasi
Hasil yang diperoleh pada kegiatan pengembangan IT
TNI AL ini perlu dikembangkan lebih jauh dalam ITMP Matra
Laut seperti yang dikembangkan pada Architecture Framework
Departemen Pertahanan di AS (DODAF). Oleh karenanya
diperlukan suatu kegiatan lanjutan untuk mengembangkan
ITMP TNI-AL secara menyeluruh.
Perlu diselenggarakan pengembangan prosedur dilihat
dari berbagai sudut Langkah Implementasi Teknologi
Informasi pandangan pengendalian internal/ umum.
Pengembangan ini didasarkan pada perbandingan antara
kondisi terkini (eksisting), kondisi yang diharapkan, dan
kondisi ideal yang bersandar pada standar CobiT.
Salah satu kunci sukses perencanaan SI di TNI AL,
hendaknya mencakup seluruh proses bisnis dalam organisasi
TNI-AL yang mengacu kepada Pembinaan Kekuatan
(BINKUAT) dan Penggunaan Kekuatan (GUNKUAT). Saat ini
perencanaan ITMP di TNI AL belum mencakup seluruh unit
[117]
kerja, sehingga ada dua sistem yang berjalan. Secara umum
informasi yang dihasilkan dari unit kerja-unit kerja yang
diobservasi telah sesuai dengan harapan, tetapi ditemukan
masalah berkenaan dengan konsolidasi informasi level
korporasi karena ketiadaan integrasi data antara unit kerja.
Untuk mendapatkan manfaat yang maksimum,
diperlukan pengembangan ITMP secara menyeluruh di semua
unit kerja TNI AL, yang berujung pada integrated dashboard
untuk KSAL. Pengembangan sistem dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
Gambar 3.10 Tahapan Pengembangan Sistem
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
[118]
4 PERAN COBIT DALAM
PERANCANGAN SISTEM DAN
TEKNOLOGI INFORMASI TNI AL
[119]
BAB 4
PERAN COBIT DALAM PERANCANGAN
SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI TNI AL
A. Peran CobiT dalam Perancangan Teknologi Informasi TNI
AL
Informasi telah menjadi aset penting bagi
perusahaan/organisasi sehingga pengelolaannya (penyimpanan,
penggunaan, pengklasifikasian, penghapusan) menjadi perhatian
penting bagi manajemen perusahaan. Sementara IT berperan
dalam mendukung pengelolaan informasi, dan lebih jauh lagi
peran teknologi informasi telah menjadi bagian tak terpisahkan
bagi perusahaan (organisasi).
Pengelolaan informasi dengan teknologi informasi secara
efektif dan efisien adalah penting bagi organisasi. Di sisi lain,
perusahaan ingin mendapatkan value dari investasi teknologi
informasi, termasuk: meminimalisir risiko, dan biaya yang optimal
dari penggunaan teknologi informasi. Untuk memenuhi tujuan
tersebut, perusahaan membutuhkan tata kelola teknologi
informasi yang baik dan membantu dalam penataan, pengarahan
dan pengelolaan teknologi informasinya. Kerangka kerja
terstandar dapat digunakan untuk memastikan value dapat
dicapai oleh perusahaan melalui pengelolaan teknologi
informasinya. Kerangka kerja CobiT dapat digunakan untuk
kebutuhan tersebut, dan mengacu pada Tuttle dan Vandervelde
(Tuttle, 2007:240-263), kerangka kerja CobiT dapat dijadikan
sebagai referensi kontrol internal dalam pengelolaan teknologi
informasi di organisasi.
Kerangka kerja CobiT 5 menyediakan kerangka kerja tata
kelola teknologi informasi (TI) yang komprehensif sehingga dapat
membantu organisasi untuk mencapai tujuannya dan
menyampaikan value bagi pemangku kepentingan (stakeholder)
melalui penataan, pengarahan, dan pengelolan teknologi
informasi secara efektif. Dengan demikian, kerangka kerja
[120]
tersebut, membantu penyampaian value melalui penyampaian
manfaat, sembari meminimalisir risiko dalam pengelolaan
teknologi informasi. Kerangka kerja tersebut berperan sebagai
referensi tata kelola teknologi informasi terstandar, yang
dapat digunakan organisasi TNI AL dalam menata, mengarahkan
dan mengelola teknologi informasinya. Melalui produknya, CobiT
5 secara komprehensif dapat membantu organisasi TNI AL dalam
penyampaian value dari teknologi informasi terhadap pemangku
kepentingan (stakeholder). Peran tersebut diperkuat melalui lima
prinsip CobiT 5 yang menunjukkan pentingnya menggunakan
kerangka kerja dalam pengelolaan teknologi informasi, termasuk
faktor pendukung pengelolaan teknologi informasi yang
direpresentasikan dalam tujuh kategori enabler.
Pada sub bagian ini adalah pembahasan tentang penerapan
untuk tiap prinsip CobiT 5 yang mencakup: a. Meeting
Stakeholder Needs (penyesuaian terhadap kebutuhan); b.
Convering the Enterprise End - to - End (Mengintegrasi dan
Mengakomodasi); c. Applying a Single Integrated Framework
(Penggunaan sebuah framework yang terintegrasi); d. Enabling a
Holistic Approach (Pendekatan menyeluruh); e. Separating
Governance from Management (Tegas antara Tata Kelola and
Manajemen).
1. Meeting Stakeholder Needs (penyesuaian terhadap
kebutuhan).
CobiT 5 menyediakan proses teknologi informasi yang
menyeluruh yang dikelola dan didukung melalui enabler-nya
dalam upaya penyampaian value dari teknologi informasi
kepada pemangku kepentingan (stakeholder). Organisasi TNI
AL dapat menggunakan kerangka kerja CobiT 5 dalam
menerjemahkan tujuan organisasinya ke tujuan teknologi
informasi, karena kerangka kerja tersebut menyediakan
penerjemahan tujuan organisasi ke tujuan teknologi informasi
sehingga diketahui kategori enabler apa yang dapat membantu
kesuksesan dalam pengelolaan teknologi informasi sehingga
[121]
dapat memberikan value kepada pemangku kepentingan
(stakeholder).
Pada organisasi TNI AL, akusisi dan implementasi
teknologi informasi belum sepenuhnya diarahkan ke tujuan
organisasi. Keberlanjutan dari pembangunan, pengembangan,
dan implementasi teknologi informasi membutuhkan
pengelolaan yang berkelanjutan agar dapat diarahkan kepada
tujuan organisasi dan lebih jauh memberikan value terhadap
pemangku kepentingan. Dengan demikian, dalam mendukung
pengembangan teknologi informasi, CobiT 5 dapat digunakan
oleh organisasi TNI AL untuk pemenuhan kebutuhan
stakeholder dalam perolehan value dari teknologi informasi
yang diinvestasikan. Peran CobiT 5 tersebut - melalui prinsip
ke I, secara generik terlihat pada Gambar 4.1.
[122]
Gambar 4.1 Cobit 5 Menterjemahkan ke Tujuan Organisasi Sumber: Teknologi Informasi (ISACA, 2013)
2. Covering the Enterprise End-to-End (Mengintegrasi dan
Mengakomodasi).
CobiT 5 mengintegrasikan teknologi informasi pada
organisasi TNI AL, dengan cara: 1) Mengakomodasi seluruh
fungsi dan proses yang terdapat pada TNI AL, CobiT 5 tidak
hanya fokus pada “fungsi teknologi informasi”, namun
termasuk pada pemeliharaan informasi dan teknologi terkait
sebagai aset layaknya aset-aset teknologi informasi yang
terdapat di TNI AL. 2) Mengakomodasi seluruh pengguna
sistem informasi operasi, fungsi sistem informasi operasi dan
proses yang relevan dengan keamanan informasi. Pada
[123]
penelitian ini, hadirnya kerangka sistem informasi Operasi
berfungsi untuk mengintegrasi dan mengakomodasi
kepentingan Operasi di seluruh unit kerja di TNI Angkatan
Laut.
3. Applying a Single Integrated Framework (Penggunaan
sebuah framework yang terintegrasi).
Ada beberapa standar dan best practices yang
berhubungan dengan teknologi informasi, masing-masing
menyediakan panduan dalam sebuah bagian dari aktivitas
teknologi informasi. CobiT 5 adalah sebuah kerangka tunggal
dan terintegrasi, karena:
a. CobiT 5 selaras dengan standar dan kerangka kerja lain
yang relevan dan terbaru, dan hal tersebut
memungkinkan perusahaan menggunakan COBIT 5
sebagai kerangka kerja untuk tata kelola dan manajemen
secara menyeluruh dan terintegrasi.
b. CobiT 5 sangat lengkap menjangkau semua lingkup
Operasi TNI AL, menyediakan dasar untuk secara efektif
mengintegrasikan kerangka kerja, standar, dan praktik
lain yang telah digunakan.
c. CobiT 5 menyediakan sebuah arsitektur sederhana
untuk menyusun bahan panduan dan menghasilkan
produk yang konsisten.
d. CobiT 5 mengintegrasikan semua pengetahuan
sebelumnya yang terpisah dalam kerangka ISACA yang
berbeda-beda. ISACA sebelumnya telah mengembangkan
beberapa kerangka kerja seperti CobiT, ValIT, RiskIT,
BMIS, ITAF, dan lain-lain. CobiT 5 mengintegrasikan
semua pengetahuan tersebut.
e. Pada penelitian digunakan penjabaran kontrol Objectif
CobiT 5 tentang Manajemen Risiko untuk melakukan
Identifikasi Risiko terhadap Aset teknologi informasi di
TNI AL. Untuk mempertajam hasil Identifikasi digunakan
juga standar ISO 27001.
[124]
4. Enabling a Holistic Approach (Pendekatan menyeluruh).
Kondisi teknologi informasi terkini di organisasi TNI AL,
diketahui, bahwa 1) Strategi untuk arah pengembangan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah direncanakan,
namun belum dikomunikasikan dan dikelola dengan baik
dikarenakan kurangnya arahan yang berkelanjutan dari
manajemen tingkat atas terkait dengan pengembangan
teknologi informasi. 2) Pengelolaan sumber daya memiliki
prosedur yang baku formal, namun belum spesifik diarahkan
terhadap dukungan pengelolaan Proses teknologi informasi
dikarenakan tour of duty, dan tour of area.
Pendekatan ini dilakukan dengan menemukan
permasalahan dan mencari solusinya sebagai saran
pengembangan. Berikut akan dijabarkan tujuh kategori pemicu
(enabler), sebagai berikut:
a. Prinsip, Kebijakan, dan Kerangka Kerja, merupakan
sarana untuk menerjemahkan kebiasaan-kebiasaan yang
diinginkan menjadi suatu panduan praktik untuk
manajemen sehari-hari, namun belum ada kebijakan
sistem keamanan pengelolaan teknologi informasi.
b. Proses, menjelaskan serangkaian aktifitas dan praktik
yang teratur untuk mencapai tujuan tertentu dan
menghasilkan output dalam mendukung pencapaian
tujuan teknologi informasi secara menyeluruh.
c. Struktur Organisasi, merupakan kunci untuk
pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan. Dalam
kaitan ini, kondisi teknologi informasi terkini di
organisasi TNI AL, yaitu a) Alur komunikasi informasi
dari satker/kotama ke satker pelaksana masih kurang
lancar sehingga pengiriman informasi menjadi
terhambat. b) Koordinasi dan komunikasi masih banyak
menggunakan cara manual sehingga kurang efektif dan
efisien.
d. Budaya, Etika, dan Kebiasaan, sering diremehkan sebagai
salah satu kunci sukses dalam aktivitas tata kelola dan
[125]
manajemen. Dalam kaitan ini, kondisi teknologi
informasi terkini di organisasi TNI AL adalah kurang
cepatnya personel untuk melapor karena kurang
tersedianya form laporan secara on-line.
e. Informasi, menyebar keseluruh organisasi dan termasuk
semua informasi yang dihasilkan dan digunakan oleh
perusahaan. Informasi dibutuhkan untuk menjaga agar
perusahaan dapat berjalan dan dikelola dengan baik.
Dalam kaitan ini, kondisi teknologi informasi terkini di
organisasi TNI AL, diantaranya adalah: kurangnya
informasi tentang spesifikasi dan harga barang yang
dibutuhkan dan belum banyak dukungan teknologi
informasi yang optimal.
f. Layanan, Infrastruktur, dan Aplikasi, termasuk
infrastruktur, teknologi, dan aplikasi yang menyediakan
layanan dan pengolahan teknologi informasi bagi
perusahaan. Dalam kaitan ini, kondisi teknologi
informasi terkini di organisasi TNI AL, diantaranya
adalah: a) Kurangnya sarana dan prasarana teknologi
informasi, b) Belum terpasangnya jaringan komunikasi
di seluruh Badan Keuangan yang ada di TNI AL, c) Akses
internet yang ada lambat dan sering putus, d) Tidak
tersedianya jaringan komunikasi data atau LAN dengan
unit lain, e) Jaringan LAN yang ada di satker/kotama luar
Mabesal tidak terhubung on-line dengan LAN Mabes TNI
AL, f) Di beberapa unit kerja, g) server tidak beroperasi
24 jam, Belum adanya infrastruktur dan aplikasi
teknologi informasi untuk menerima dan mengolah data
informasi sistem pelaporan, h) Sistem komunikasi Single
Site Band (SSB) terkendala cuaca, i) Masih kurangnya
jaringan teknologi informasi yang tergelar di lingkungan
TNI AL, j) Peralatan V-Sat belum digunakan secara
optimal, k) Penggunaan media komsat dirasa kurang
secure, l) Kurang besarnya bandwidth untuk
upload/Download data, m) Belum adanya interkoneksi
[126]
data secara optimal, n) Aplikasi yang ada sekarang belum
berjalan secara optimal, Data tidak akurat dan tidak real
time, o) Belum ada aplikasi yang tepat dalam
pengoptimalan tugas di masing-masing satuan kerja, p)
Aplikasi pengolahan data intelijen masih belum
sempurna, q) Masih kurangnya aplikasi pendukung pada
setiap satuan kerja, r) Belum adanya aplikasi sistem
informasi yang memungkinkan adanya pertukaran data
secara tepat akurat dan aman, dan s) Pengelolaan data
rata-rata belum menggunakan aplikasi.
g. Manusia, Kemampuan, dan Kompetensi, berhubungan
dengan manusia dan diperlukan untuk keberhasilan
semua aktivitas dan untuk menentukan keputusan yang
tepat serta untuk mengambil tindakan korektif. Terkait
dengan hal ini, kondisi teknologi informasi terkini di
organisasi TNI AL, diantaranya adalah: a) Kurang
cepatnya personel untuk melapor ke komando atas
karena kurang tersedianya form lapor secara on line
dalam suatu sistem. b) Kemampuan SDM belum
memadai atau kurang jumlahnya. c) Kurang cepatnya
personel untuk melapor karena kurang tersedianya
sarana teknologi informasi secara on-line pada setiap
satuan kerja. d) SDM teknologi informasi masih belum
mencukupi pada level satuan kerja terendah sampai
dengan level yang lebih tinggi. dan e) Kemampuan SDM
teknologi informasi yang belum merata.
5. Separating Governance from Management (Tegas antara
Tata Kelola dan Manajemen).
Kerangka CobiT 5 memuat suatu perbedaan yang jelas
antara tata kelola dan manajemen. Dua disiplin yang berbeda
ini juga meliputi aktivitas yang berbeda, memerlukan struktur
organisasi yang berbeda dan melayani tujuan yang berbeda
pula. Kunci perbedaan antara tata kelola dan manajemen
menurut CobiT 5 adalah:
[127]
a. Tata kelola menjamin kebutuhan stakeholder, kondisi-
kondisi, dan pilihan-pilihan selalu dievaluasi untuk
menentukan tujuan organisasi yang seimbang dan
disepakati untuk dicapai, menentukan arah melalui
penentuan prioritas dan pengambilan keputusan, dan
memantau pemenuhan unjuk kerja terhadap tujuan dan
arah yang disepakati. Tanggung jawab tata kelola yang
lebih spesifik dapat didelegasikan kepada sebuah
struktur organisasi khusus pada sebuah tingkatan yang
lebih memerlukannya, biasanya pada organisasi yang
besar dan kompleks.
b. Manajemen bertugas untuk merencanakan, membangun,
menjalankan, dan memantau aktivitas dalam rangka
penyelarasan dengan arah perusahaan yang telah
ditentukan oleh badan pengelola (tata kelola), untuk
mencapai tujuan organisasi TNI AL.
Berdasarkan definisi tata kelola dan manajemen, jelas
terlihat bahwa keduanya meliputi aktivitas-aktivitas yang
berbeda dengan tanggung jawab yang berbeda. Bagaimanapun
juga, berdasarkan peranan tata kelola untuk mengevaluasi,
mengarahkan, dan memantau diperlukan suatu interaksi
antara tata kelola dan manajemen untuk menghasilkan sistem
tata kelola yang efektif dan efisien. Terkait dengan hal ini,
kondisi teknologi informasi terkini di organisasi TNI AL,
terdapat beberapa poin yang menggambarkan status
ketersediaan kontrol internal pengembangan teknologi
informasi yang mencakup beberapa poin sebagai berikut:
a. Tumpang tindih kepentingan terkait pengembangan
teknologi informasi, yang terutama disebabkan oleh: a)
Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan
(stakeholder); b) Kurangnya pemahaman akan dukungan
teknologi informasi terhadap strategi organisasi.
Kurangnya ketersediaan kontrol internal terlihat dari
pengembangan dan implementasi teknologi informasi
[128]
yang berulang dan redundan, terutama yang berkaitan
dengan fungsi operasi dalam organisasi TNI AL.
b. Minimnya keberlanjutan dari penerapan teknologi
informasi, yang terutama disebabkan oleh: a) Kendala
teknis implementasi; b) Pergantian kepemimpinan; c)
Tren teknologi informasi; d) Kurangnya pemantauan dan
evaluasi teknologi informasi. Kurangnya ketersediaan
kontrol internal terlihat dari proyek teknologi informasi
yang terbengkalai, dan pengadaan teknologi informasi
yang belum terarah.
Berdasarkan Tata Kelola di CobiT 5, Hal ini terjadi
karena tidak mematuhi domain EDM, Process Reference Model
di Cobit 5 membagi pelaksanaan proses yang berhubungam
dengan teknologi informasi dan aktifitas dari Organisasi dalam 2
area yaitu, Governance dan Manajemen. Governance
merupakan tata kelola yang memastikan bahwa tujuan organisasi
dapat dicapai dengan melakukan evaluasi terhadap kebutuhan,
kondisi & pilihan stakeholder, menerapkan arah melalui prioritas
& pengambilan keputusan terhadap arah & tujuan yang telah
disepakati. Tata Kelola adalah tanggung-jawab dari dewan direksi
dibawah kepemimpinan ketua. Sedangkan management adalah
terkait perencanaan, membangun, menjalankan & memonitor
aktivitas yang sejalan dengan arah yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan organisasi. Manajemen menjadi tanggung jawab
eksekutif manajemen dibawah pimpinan CEO (Chief Executive
Officer) atau Direktur Utama.
Tata Kelola memastikan bahwa kebutuhan stakeholder,
kondisi & pilihan telah di-evaluasi (evaluate) secara seimbang
dan sejalan dengan tujuan organisasi yang hendak dicapai;
pengarahan (direct) dalam bentuk penyusunan prioritas &
pengambilan keputusan; pengawasan (monitor) performa dan
kepatuhan terhadap arahan dan tujuan organisasi.
[129]
B. Tata Kelola Teknologi Informasi TNI AL.
Pengembangan prosedur perlu diselenggarakan dari
berbagai sudut pandangan pengendalian internal/umum.
Pengembangan ini didasarkan pada perbandingan antara kondisi
teknologi informasi terkini di organisasi TNI AL (eksisting),
kondisi yang diharapkan, dan kondisi ideal yang bersandar pada
standar CobiT. CobiT 5 memiliki lima cakupan domain, yaitu; 1)
Evaluate, Direct, and Monitor (EDM); 2) Align, Plan, and
Organize (APO); 3) Build, Acquire and Implement (BAI); 4)
Deliver, Sevice, and Support (DSS); 5) Monitor, Evaluate, and
Assess (MEA).
Berdasarkan CobiT, perlu dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut sebagai realisasi dari tahap pertama (persiapan):
1. Pengendalian Perspektif Manajemen
a. Pengembangan prosedur pembatasan akses,
pemeliharaan aset, dan lainnya.
b. Sosialisasi roadmap (perencanaan pengembangan sistem
baru berikut pendanaan) kepada unit kerja terkait.
c. Pembentukan komite pengarah (steering committee).
2. Pengendalian Manajemen Pengembangan Sistem.
a. Pemberlakuan prosedur tes kelayakan system.
b. Pengembangan prosedur pengembangan sistem dan
sosialisasi kepada unit kerja terkait.
3. Pengendalian Manajemen Sumber Data.
a. Pembentukan personil DA dan DBA.
b. Pertanggungjawaban integritas data.
c. Implementasi arsitektur desentralisasi dan integrasi
data/aplikasi/database
d. Implementasi DRS (Data Repository System).
4. Pengendalian Manajemen Operasi.
a. Pengembangan prosedur pendayagunaan sumber daya
informasi (hardware, software, netware, brainware) dan
pembagian tugas yang baik.
b. Pengaturan Service Level Agreements (SLA).
[130]
c. Pengembangan kepustakaan file (file library) yang
bersifat soft copy dan hard copy.
d. Pembentukan fungsi help desk.
e. Perencanaan pengembangan kapasitas data (capacity
planning) dan sosialisasi kepada unit kerja terkait.
f. Pengaturan/pengembangan mekanisme outsource.
5. Pengendalian Manajemen Keamanan.
a. Pengembangan kebijakan pengamanan TI (IT Security
Policy).
b. Pembentukan divisi/personil keamanan TI.
c. Pengendalian anti virus.
6. Pengendalian Manajemen Akhir (Backup).
a. Pengembangan mekanisme dan prosedur backup.
b. Implementasi mekanisme backup secara menyeluruh.
7. Pengendalian Manajemen Mutu.
a. Pembentukan divisi QA dan pembakuan prosedur.
b. Pelatihan standar dan prosedur QA.
8. Pengendalian Hasil Keluaran. Pengembangan sistematika
pelaporan (hard copy dan soft copy)
9. Pengendalian Data/File/Database. Pengembangan
prosedur pembatasan akses terhadap software dan
data/file/ database.
10.Pengendalian Komunikasi Aplikasi. Pengembangan
prosedur pembatasan akses terhadap hardware dan
netware.
Berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan
pengembangan teknologi informasi di organisasi TNI AL, maka
kebijakan yang direkomendasikan dalam konteks untuk
meningkatkan pengelolaan Proses Teknologi Informasi (TI) agar
dapat mendukung Sasaran Strategis Pertahanan Negara, yang
mencakup: Pertama, Terselenggaranya Strategi Penangkalan
Pertahanan Negara yang diwujudkan dalam Sistem Informasi
Pertahanan untuk menangkal segala bentuk ancaman berdimensi
globalisasi dan teknologi. Konsep penangkalan dibangun dan
dikembangkannya Sistem Informasi Pertahanan yang
[131]
mengedepankan fungsi pertahanan nir militer sebagai satu
kesatuan pertahanan yang terintegrasi secara menyeluruh;
Kedua, Terselenggaranya Pertahanan Negara yang diwujudkan
dalam Cyber Power System untuk menangani ancaman nir militer.
Ancaman berdimensi globalisasi dan teknologi ini tidak berbentuk
fisik sehingga dalam penanganannya menggunakan pendekatan
kekuatan pertahanan yang bersifat soft-power.
Berdasarkan analisis kondisi terkini dalam bentuk tingkat
kemampuan, rekomendasi mengenai peningkatan pengelolaan
proses TI diberikan utamanya berkaitan dengan:
1. Restrukturisasi organisasi IT dapat mengacu best practice
(Sarno, 2009:3) penyusunan organisasi TI berdasarkan
kerangka kerja terstandar seperti dalam Bon et al.
(Foundation of IT Service Management based on ITIL V3,
2007) untuk memberikan gambaran struktur organisasi
penyedia layanan ITI; maupun berdasarkan artikel ilmiah
terkait pengembangan struktur organisasi TI, seperti
Mahoney & Young (2012) yang menggaris bawahi tiga
prinsip utama dalam pengembangan organisasi TI,
mencakup: line management roles and structures, delivery
roles and structures, dan governance roles and structures;
serta Hanover Research (2010) yang memberikan
gambaran struktur organisasi fungsional, divisional,
regional, hingga matriks] dengan mengakomodasi
kebutuhan organisasi TNI AL akan dukungan TI dalam
proses bisnisnya.
2. Pendefinisian peran dan tanggung jawab pengelolaan TI
dapat mengacu pada standar pengelolaan TI, seperti: CobiT
(IT Governance Institute, 2007) dan ITIL (Bon, J.v. et al,
2007).
3. Pembentukan rencana strategi SI/TI jangka panjang dan
jangka menengah (dapat mengacu kerangka pengembangan
strategi IT) (Ward, J. & Peppard, J., 2002) agar
pengembangan teknologi informasi dapat diarahkan
terhadap pencapaian tujuan organisasi.
[132]
C. Pembuatan Kerangka Teknologi Informasi TNI AL.
Untuk memudahkan keterkaitan antara literatur/tinjauan
pustaka dengan pembahasan dalam penyusunan konsep kerangka
teknologi informasi TNI AL maka akan diilustrasikan pada bagan
Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Konseptual Pembuatan Kerangka IT TNI AL
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Kerangka teknologi informasi yang dibuat harus mewadahi
kebutuhan dan harapan pihak-pihak yang berkepentingan dalam
operasi di organisasi TNI AL dengan mempertimbangkan saran
perbaikan dan aspek pengembangan teknologi informasi.
Berdasarkan hasil wawancara dari berbagai informan dan
rekomendasi kebijakan pengembangan teknologi informasi
berdasarkan CobiT, dapat digambarkan kerangka teknologi
informasi TNI AL pada Gambar 4.3.
Ada beberapa bagian utama dari kerangka teknologi
informasi TNI AL, yaitu a. Sistem Informasi Armada, b. Sistem
[133]
Informasi Tempur, c. Pusat Sistem Informasi, d. Tata Kelola
Proses teknologi informasi, e. Manajemen Pengumpulan Data dan
f. Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan. Bagian-bagian
tersebut saling terhubung (integrity) dengan bagian lainnya.
Dalam kerangka ini, peran Tata Kelola Proses teknologi informasi
adalah sebagai mekanisme kontrol terhadap proses teknologi
informasi yang ada dalam pelaksanaan sistem informasi Operasi.
Dalam pengembangan sistem informasi tidak hanya sekedar
pengembangan sistem saja namun juga harus memperhatikan
aspek pendukung sistem informasi, salah satunya adalah Tata
Kelola Proses teknologi informasi. Hasil akhir top manajemen
pada kerangka sistem informasi ini adalah tersedianya Sistem
Pendukung Pengambilan Keputusan yang menerapkan prinsip
“Multi Expert - Multi Criteria Decision Making” dari input sistem
informasi Armada, sistem informasi Tempur dan Pusat sistem
informasi. Dalam kerangka sistem informasi operasi ini, menjadi
TNI AL bukan satu-satunya sumber data yang terlibat namun juga
instansi lain, sehingga diperlukan mekanisme filter dalam
mendukung manajemen pengumpulan data sehingga peningkatan
kemampuan pada teknologi informasi TNI AL yang akan
dikembangkan, adalah sebagai berikut:
1. Teknologi informasi harus mendukung kegiatan utama
operasi angkatan laut yaitu pembinaan kekuatan dan
penggunaan kekuatan baik OMSP maupun dimasa perang
OMP serta tugas khusus lainnya (SAR, dan lain-lain).
2. Teknologi informasi mendukung fungsi Komando yang
diperlukan untuk mengarahkan, mengkoordinasi,
mensinkronkan dan mengontrol kekuatan pertahanan.
Unsur-unsur penting dalam informasi suatu komando
adalah akurasi, kecepatan, ketepatan, sumber dan proses.
3. Dilengkapi dengan kemampuan intelligence assessment
yang lengkap dengan sistem situation assessment atas
perencanaan misi/operasi. Kemampuan secara spesifik
pada fasilitas ISR (Inteligent, Surveillance and
Reconnaissance) yang harus menonjol adalah pada
[134]
kemampuan deteksi, klasifikasi dan identifikasi yang harus
bisa tampil dengan cara real-time visual streaming pada
suatu situasi operasi atau insiden.
4. Memiliki kemampuan untuk secara tepat mempersiapkan
alokasi sumber daya internal dan nasional yang dapat
didayagunakan menjadi kekuatan pertahanan nasional
khususnya di bidang sistem informasi.
5. Memiliki kemampuan pengolahan data yang akurat dan
tinggi dengan output berupa alternatif-alternatif tindakan
serta risiko-risikonya, sehingga memudahkan pengambilan
keputusan disaat penting dan genting tersebut.
6. Mendukung kemampuan perang yang berbasis nirmiliter
karena perang tersebut lebih mengemuka dibandingkan
dengan perang yang berbasis kekuatan militer dimasa
mendatang.
7. Memiliki kemampuan penangkalan terhadap gangguan
serangan nirmiliter. Perang nirmiliter sering tidak mudah
untuk dideteksi dan sering kali terlambat untuk diantisipasi.
8. Memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai
sistem informasi yang sudah ada di TNI AL.
9. Sistem harus didukung dengan tersedianya infrastruktur
yang terintegrasi satu sama lain yang memungkinkan
terjadinya koneksi segenap sumber daya yang berada di
lingkungan.
[135]
Gambar 4.3 Kerangka teknologi informasi TNI AL Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Sistem
Informasi
Armada
Pusat
Informasi
Operasi
Sistem
Informasi
Tempur
Data Master
Data Intelejen
Sistem Pendukung
Pengambilan Keputusan
Data Instansi
Lain 1
.
.
.
Data Instansi
Lain n
Tata Kelola
Proses TI
Indikator
kematangan
Perbaikan
Proses
Laporan
Manajemen
Pengumpulan
Data
Video
Conference
Pimpinan TNI AL
[136]
D. Rancangan Pembangunan Kekuatan dan Kemampuan
Teknologi Informasi TNI AL
1. Penentuan Kebutuhan Teknologi Informasi TNI AL
Menentukan kebutuhan sistem informasi adalah proses
mendapatkan system informasi apa saja yang diperlukan untuk
mendukung aktifitas utama dan aktifitas pendukung. Adapun
tahapannya adalah membuat daftar kebutuhan sistem
informasi berdasarkan kepada analisis keperluan sistem
informasi pada setiap aktifitas baik aktifitas utama maupun
aktifitas pendukung pada rantai nilai aktifitas TNI AL yang
harus ada dan yang diinginkan, selanjutnya disusun Tabel yang
menggambarkan siapa saja menggunakan system informasi
tersebut.
2. Kebutuhan Sistem dan Teknologi Informasi TNI AL.
Kebutuhan teknologi informasi dapat diidentifikasikan
pada setiap aktifitas dari rantai nilai yang seharusnya yang
terdiri dari kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan.
Kebutuhan dasar adalah kebutuhan minimal yang seharusnya
ada agar operasional TNI AL dapat dijamin berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Dari hasil analisis terhadap fungsi
bisnis TNI AL dan rantai nilai tersebut didapat hubungan
fungsi dan subjek data seperti pada Tabel 4.1.
Subjek data selanjutnya dapat menjadi sumber acuan
dalam menentukan aplikasi apa yang diperlukan untuk
mendukung fungsi bisnis tersebut. Hasil dari penentuan
kebutuhan sistem informasi tersebut menjadi portofolio sistem
informasi di TNI AL. Dengan teridentifikasinya subjek data
maka dapat dirancang arsitektur informasi TNI AL yang
lengkap seperti pada Gambar 4.4.
Arsitektur informasi ini menggambarkan interaksi antar
subjek data dengan subjek data lainnya yang digambarkan
dengan diagram E-R (Entity Relationship) sederhana (Tabel
4.1). Dengan menggunakan diagram E-R dapat dibuat
perencanaan basis data TNI AL secara menyeluruh.
[137]
Tabel 4.1 Hubungan Fungsi Bisnis dengan Subjek Data
AREA FUNGSI FUNGSI SUBJEK DATA
MA
NA
JEM
EN
DA
N O
RG
AN
ISA
SI
A.1 Pimpinan A.1.1 Pimpinan
A.1.2 Unit Kerja
A.2 Perencanaan
A.2.1 Perencanaan Kegiatan
A.2.2 Perencanaan Anggaran
A.2.3 Monitoring dan Evaluasi
A.3 Pengawasan
A.3.1 Perencanaan Pemeriksaan
A.3.2 Pemeriksaan
A.3.3 Tindak Lanjut Pemeriksaan
A.3.4 Pelaporan
A.4 Sistem dan
Teknologi
Informasi
A.4.1 Pengembangan Kebijakan TI
A.4.2 Pengembangan Aplikasi
A.4.3 Pengolahan Data
A.4.4 Pemeliharaan Aplikasi
A.4.5 Pemeliharaan Hw & Jaringan
A.4.6 Dukungan Teknis (Help Desk)
PE
NG
GU
NA
AN
KE
KU
AT
AN
B.1 Pullahta
B.1.1 Intelijen Maritim
B.1.2 Pernika
B.1.3 Potensi Maritim
B.1.4 Hidrology
B.1.5 Keamanan Informasi
B.2 Intelejen
B.2.1 Penyelidikan
B.2.2 Pengamanan
B.2.3 Penggalangan
B.3 Operasi
B.3.1 Operasi Militer/Laut
B.3.2 Operasi Khusus
B.3.3 Latihan
B.3.4 Dukungan Operasi
B.3.5 Operasi Nirmiliter
PE
MB
INA
AN
KE
KU
AT
AN
C. L
OG
IST
IK
C.1 Pembinaan
Materiel
C.1.1 Pengadaan
C.1.2 Distribusi Materiel
C.1.3 Inventori/Fix Asset
C.1.4 Kelaikan
[138]
C.1.5 Penghapusan
C.2 Perawatan &
Pemeliharaan C.2.1 Perawatan dan Pemeliharaan
C.3 Pebekalan C.3.1 Pebekalan
C.4 Faslan C.4.1 Fasilitas Pangkalan
PE
MB
INA
AN
KE
KU
AT
AN
D. P
ER
SO
NE
L
D.1 Admin Personel
D.1.1 Perencanaan Personel
D.1.2 Rekrutmen Personel
D.1.3 Penempatan dan Jabatan
D.1.4 Pemisahan (Pensiun)
D.2 Pendidikan D.2.1 Pendidikan
D.3 Perawatan D.3.1 Perawatan Personel
E. K
EU
E.1 Keuangan
E.1.1 Anggaran
E.1.2 Keuangan/Kas
(Akuntansi)
KH
US
US
F.1 Kebijakan F.1.1 Kebijakan
F.2 Administrasi &
Arsip
F.2.2 Administrasi dan Persuratan
F.2.3 Arsip
F.3 Hukum F.3.1 Hukum
F.4 Humas F.4.1 Humas
F.5 Penelitian dan
Pengembangan
F.5.1 Penelitian Manajemen
F.5.2 Penelitian Ipengtek
F.5.3 Penelitian Indra Kendali
Senjata
F.5.4 Penelitian Alutsista
F.5.5 Penelitian Matbek
[139]
Gambar 4.4 Arsitektur Informasi TNI AL
[140]
Berbasiskan diagram E-R tersebut dapat dibuatkan
kandidat dari arsitektur aplikasi yang akan dibangun.
Pembangunan aplikasi disusun berdasarkan pada arsitektur
informasi yang telah dibuat. Arsitektur informasi ini masih
bersifat global perlu dikembangkan menjadi lebih rinci yaitu
dengan mengidentfikasi dan menambahkan atribut dari masing-
masing entity dan relasinya. Untuk menentukannya diperlukan
observasi dan analisis yang lebih mendalam dalam menentukan
rancangan informasi yang lebih rinci. Selanjutnya daftar
kebutuhan sistem informasi TNI AL secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kebutuhan Aplikasi Sistem Informasi TNI AL
AF FUNGSI APLIKASI
NO KEBUTUHAN DASAR PENINGKATAN KEUNGGULAN
MA
NA
JEM
EN
DA
N O
RG
AN
ISA
SI
Pimpinan 1
EIS (Executive Information
System)
DSS (Decision Support Systems)
KM (Knowledge Management)
Perencanaan 2
SIRENGAR
(Perencanaan Kegiatan
dan Anggaran)
SIMRENGAR
(Sisinfo Manajemen Perencanaan
Kegiatan dan Anggaran)
Pengawasan 3
SIWASRIK
(Pengawasan dan
Pemeriksaan)
SIMWASRIK
(Sistem Informasi Manajemen
Pemeriksaan dan Pegawasan)
Sistem dan
Teknologi
Informasi
4
SIPSTI
(Pengelolaan Sistem
dan Teknologi
Informasi) SIMPSTI
(Sisinfoman Pengelolaan SI/TI) 5
SISOFTLIB
(Pengelolaan Software
Library)
6 SiLogBook
(Pengelolan Har TI)
7
Help Desk
BI (Business Inteligent)
DW (Data Warehouse)
[141]
PE
NG
GU
NA
AN
KE
KU
AT
AN
Pullahta
8
IMSS
(Integrated Maritim
Surveilance System) SIMLAHTA
(Sisinfo Manajemen
Pengolahan data)
9 SI PENGINTAIAN
10 SI HIDROS
11 SIKOMLEK
(Komunikasi dan Elektronika)
Intelejen
12 SIOPSINTEL SIMINTEL
(Sisinfo Manajemen
Intelejen) 13
SIINTELMAR
(Intelejen Maritim)
Operasi
14 SIOPSLAT
SIMOP
(Sisinfo Manajemen
Operasi)
15 SIDU
(Dislokasi Unsur)
16 SIPOTMAR
(Potensi Maritim)
17 SIDUKOPS
(Dukungan Operasi)
18 SIPUSKODAL
(Pusat Komando dan Kendali)
19 Si BinKamla
(Pembinaan Kamla)
20 SiAnglamil
(Angkutan Laut)
21 SISSAT
(Pengerahan SSAT)
22 SINIRMIL
(Nir Militer)
Logistik
23 SIBINMAT
(E-Procurement) SIMLOG
(Sisinfo Manajemen
Logistik)
24 SIWATMAT
(Perawatan Material)
25 SIBEKAL
(Perbekalan)
PE
MB
INA
AN
KE
KU
AT
AN
26
SIFASLAN
(Fasilitas Pangkalan)
Personalia 27 SIMINPERS
(Admin Personalia)
SIMPERS
(Sisinfo Manajemen
[142]
28 SIDIKPERS
(Pendidikan Personil)
Personel)
29 SIWATPERS
(Perawatan Personil)
Keuangan
30 SIRENGAR (Perencanaan &
Anggaran) SIMGARKU
(Sisinfo Manajemen
Penganggara &
Keuangan) 31
SIWABKU
(PertanggungjawabanKeuang
an)
32
ERP
(Enterprise Resource
Planning)
KH
US
US
Kebijakan 33 SI SAHLI
SIMLOG
(Sisinfo Manajemen
Logistik)
Administrasi
dan Arsip
34 Si ADMINSET
(Administrasi dan Sekretariat) SIMAD
(Sininfo Manajemen
Administrasi) 35 Si ARSIP
36 Si PERPUS
37
EDCMS
(Electronic Doc
Content Man System)
Hukum 38 SI HUKUM
(Pengelolaan Hukum) SIMHUK
Litbang 39 SILITBANG SIMLITBANG
Humas 40 SI PENERANGAN Website, WEB Portal
Kamtib 41 SIKAMTIBPLIN
Yan Umum
42 SI MARKAS SIMYAN
(Sistem Informasi
Manajemen Layanan
Umum)
43 SI PERJANJIAN
44 SI TRANSPORTASI
Pada Tabel 4.2 sistem informasi yang direkomendasikan
dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem informasi kebutuhan
dasar dan Sistem informasi untuk kebutuhan peningkatan
keunggulan TNI AL. Sistem Informasi kebutuhan dasar adalah
sistem informasi yang minimal harus ada sebagai basis bagi
[143]
terlaksananya kegiatan operasional di tingkat teknis.
Sedangkan Sistem Informasi untuk peningkatan keunggulan
adalah sistem informasi apabila ada dapat meningkatkan
keunggulan strategis TNI AL khususnya dalam kecepatan
pengambilan keputusan pada tingkat yang lebih tinggi yaitu
taktis dan stategis.
3. Hubungan Pemakaian Sistem Informasi dengan
Organisasi TNI AL.
Untuk menggambarkan siapa saja yang pengguna sistem
informasi yang baru tersebut (Tabel 4.2) perlu dipetakan
antara organisasi dengan aplikasi yang dibutuhkan. Pemakai
Aplikasi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pemilik
aplikasi dan pemakai lainnya. Pemakai yang memiliki sistem
informasi tersebut juga berfungsi sebagai pemilik data (data
owner) dan bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan
datanya. Untuk itu pemakai harus memiliki kemampuan akses
update data (U). Kemampuan update data memungkinkan
tidak hanya melihat/membaca data tetapi juga dapat
melakukan update, entry data baru, memindahkan data dan
menghapus data. Sedangkan pemakai lain yang memerlukan
informasi atau data yang bukan pemilik data tersebut, bisa
diberikan kemampuan membaca data (R). Tetapi juga bisa
diberikan kemampuan update data dengan lingkup yang
terbatas. Pemilik data mempunyai kewenangan penuh dalam
memberikan dan menolak pemberian akses kepada pemakai
lain yang membutuhkannya.
4. Analisis GAP antara Sistem Informasi yang Diinginkan
dengan Yang Telah Tergelar.
Secara umum kondisi Sistem dan Teknologi Informasi di
TNI AL saat ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk itu perlu diketahui seberapa jauh perbedaan antara
sistem informasi yang ada dengan sistem informasi yang
diharapkan (Analisis Gap). Perbandingan antara kebutuhan
[144]
sistem informasi yang baru dengan yang sudah tersedia dapat
dilihat pada Tabel Perbandingan Sistem Baru dengan Sistem
yang lama pada Tabel 4.3. Pada tabel tersebut secara jelas
mengGambarkan aplikasi sistem informasi TNI AL yang ada
masih banyak yang belum mengakomodasi kebutuhan bisnis
TNI AL. Untuk itu perlu dilakukan strategi untuk mendekatkan
atau menghilangkan gap atau perbedaan antara sistem yang
diinginkan dengan yang sudah ada.
Tabel 4.3 Perbandingan Sistem Baru dengan Sistem Lama
AF FUNGSI
APLIKASI
EXISTING KEBUTUHAN
DASAR
PENINGKATAN
KEUNGGULAN
MA
NA
JEM
EN
DA
N O
RG
AN
ISA
SI
Pimpinan
EIS
(Executive
Information
System)
DSS
(Decision Support
Systems)
KM
(Knowledge
Management)
Perencanaan
SIRENGAR
(Perencanaan
Kegiatan dan
Anggaran)
SIMRENGAR
(Sisinfo
Manajemen
Perencanaan
Kegiatan dan
Anggaran)
MA
NA
JEM
EN
DA
N
OR
GA
NIS
AS
I
Pengawasan Sisinfo Wasrik
SIWASRIK
(Pengawasan
dan
Pemeriksaan)
SIMWASRIK
(Sistem Informasi
Manajemen
Pemeriksaan dan
Pegawasan)
[145]
Sistem dan
Teknologi
Informasi
SIPSTI
(Pengelolaan
Sistem dan
Teknologi
Informasi) SIMPSTI
(Sisinfo dan
Teknologi
Informasi)
SISOFTLIB
(Pengelolaan
Software
Library)
SiLogBook
(Pengelolan Har
TI)
Help Desk
BI
(Business
Inteligent)
DW
(Data Warehouse)
PE
NG
GU
NA
AN
KE
KU
AT
AN
Pullahta
IMSS
(Integrated
Maritim
Surveilance
System) SIMLAHTA
(Sisinfo
Manajemen
Pengolahan data)
SI
PENGINTAIAN
SI HIDROS
SIKOMLEK
(Komunikasi
dan Elektronika)
Intelejen
SIOPSINTEL SIMINTEL
(Sisinfo
Manajemen
Intelejen)
SIINTELMAR
(Intelejen
Maritim)
Operasi
- Siippo
- Dislokasi
Unsur
- Silingops
SIOPSLAT SIMOP
(Sisinfo
Manajemen
Operasi)
SIDU
(Dislokasi
Unsur)
[146]
SIPOTMAR
(Potensi
Maritim) P
EN
GG
UN
AA
N K
EK
UA
TA
N
Operasi
SIDUKOPS
(Dukungan
Operasi)
SIPUSKODAL
(Pusat
Komando dan
Kendali)
Si BinKamla
(Pembinaan
Kamla)
SiAnglamil
(Angkutan Laut)
SISSAT
(Pengerahan
SSAT)
SINIRMIL
(Nir Militer)
PE
MB
INA
AN
KE
KU
AT
AN
Logistik
- Si IKN
(Inventori
Aset)
- Si Faslan
SIBINMAT
(E-
Procurement)
SIMLOG
(Sisinfo
Manajemen
Logistik)
SIWATMAT
(Perawatan
Material)
SIBEKAL
(Perbekalan)
SIFASLAN
(Fasilitas
Pangkalan)
Personalia
- Prog Pers
Korps
teknik
- Prog Pers
Korps
Pomal
- Sipers
SIMINPERS
(Admin
Personalia) SIMPERS
(Sisinfo
Manajemen
Personel)
SIDIKPERS
(Pendidikan
Personil)
SIWATPERS
[147]
(Pemisahan) (Perawatan
Personil)
Keuangan
- Tablin
- KPR
Tabplin
- Sikom
Lapkeu
- Prog
Otorisasi &
Pendanaan
TNI AL
- DPP Gaji
SIRENGAR
(Perencanaan &
Anggaran)
SIMGARKU
(Sisinfo
Manajemen
Penganggara &
Keuangan)
SIWABKU
(Pertanggungja
wabanKeuanga
n)
ERP
(Enterprise
Resource
Planning)
KH
US
US
Kebijakan SI SAHLI
SIMLOG
(Sisinfo
Manajemen
Logistik)
Administrasi
dan Arsip
Program
Surat
Menyurat
Si ADMINSET
(Administrasi
dan Sekretariat)
SIMAD
(Sininfo
Manajemen
Administrasi) Si ARSIP
Si PERPUS
EDCMS
(Electronic Doc
Conten Man
System)
Hukum
- Aplikasi
Prof Hukum
- Aplikasi
Gakkum
- Aplikasi
Kumlater
- Aplikasi
Bankum
SI HUKUM
(Pengelolaan
Hukum)
SIMHUK
Litbang SILITBANG SIMLITBANG
Humas SI
PENERANGAN
Website, WEB
Portal
Kamtib SIKAMTIBPLIN
[148]
Yan Umum
Prog
Penomeran ID
Card
SI MARKAS
SIMYAN
(Sistem Informasi
Manajemen
Layanan Umum)
SI
PERJANJIAN
SI
TRANSPORTA
SI
PE
ND
UK
UN
G
Perdukung
Perkantoran
Email, Aplikasi
Office Workflow
Infrastruktur
Pendukung
Komputer
Workstation,
LAN, WAN, File
Server, Koneksi
Internet,
Network Printer,
Backup
Storage, Server
Room, Security
Device
Advance Security
Device, Jaringan
Broad Band,
Konelsi Radar
Terintegrasi, GPS
E. Strategi Meningkatkan Peran Teknologi Informasi di TNI
AL
1. Peran Disinfolahtal dalam mendukung IT TNI AL.
Disinfolahtal sebagai penyelenggara jasa sistem
informasi di TNI AL saat ini berfungsi sebagai pendukung
setiap kegiatan TNI AL. Agar pembangunan sistem informasi di
TNI dapat berjalan sesuai dengan sasaran TNI AL maka peran
penyelenggara jasa sistem informasi perlu ditingkatkan. Era
globalisasi saat ini mengharuskan peran Teknologi Informasi
mutlak menjadi tulang punggung operasional untuk menjamin
tercapainya keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan
dan sasarannya. Untuk mencapai TNI AL yang kuat dan
disegani di kawasan ASIA maka TNI AL harus didukung oleh
kemampuan Sistem Informasi yang handal dan superior.
Untuk itu sasaran dan tujuan Disinfolahtal perlu
dipertegas agar peran Teknologi Informasi di TNI AL tidak lagi
[149]
dari sekedar pendukung namun dapat segera ditingkatkan
menjadi media dan alat strategis dalam pencapaian tujuan TNI
AL. Tinjauan ulang terhadap visi dan misi Disinfolahtal
memungkinkan arah pengembangan sistem informasi di TNI
AL dapat lebih terarah dan lebih fokus. Selanjutnya visi dan
misi Disinfolahtal diusulkan menjadi sebagai berikut: Visi:
“Teknologi Informasi Sebagai Media dan Alat Strategis Dalam
Mendukung Pencapaian Sasaran dan Tujuan TNI Angkatan
Laut”. Sedangkan Misi:
a. Mewujudkan sistem informasi terpadu dalam rangka
mempercepat proses pengambilan keputusan serta
mengoptimalkan kualitas pelaksanaan tugas TNI AL.
b. Menyediakan fasilitas, sarana & prasarana berbasis
teknologi informasi dalam rangka meningkatkan
efektifitas dan efisiensi koordinasi dan kerjasama,
sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi
TNI AL.
c. Membangun teknologi informasi TNI AL yang dapat
diandalkan serta melakukan sharing & kerjasama
informasi, dalam rangka mewujudkan kualitas &
kemampuan informasi TNI AL yang diharapkan.
d. Membangun dan mengembangkan SDM TNI AL agar
memiliki wawasan, prilaku & budaya teknologi informasi
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugasnya
2. Pengembangan Organisasi Disinfolahtal
Struktur organisasi DISINFOLAHTAL yang telah berjalan
di TNI AL saat ini terdiri dari memiliki 3 sub Dinas yang
dipimpin oleh Kepala Dinas Informasi dan Pengolahan Data
yaitu Pengembangan Sistem, Dukungan Teknis dan
Pemeliharaan Sistem.
[150]
Gambar 4.5 Struktur Organisasi DisinfoLahtal Level 1 Yang Ada
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Agar dapat mendukung pengelolaan Teknologi Informasi
yang baik sesuai dengan konsep tata kelola Teknologi
Informasi yang baik (IT Governance) maka struktur oganisasi
yang ada perlu diperkuat dengan penambahan beberapa fungsi
baru. Struktur organisasi yang diusulkan agar dapat
menangani kebutuhan teknologi informasi dimasa mendatang
dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Perubahan Struktur Organisasi DisinfoLahtal
[151]
Pada struktur organisasi yang baru tersebut terdapat
penambahan 3 (tiga) bagian baru yang merupakan
pengembangan dan penambahan dari bagian atau subdis yang
ada yaitu Sub kedinasan (Subdis) Operasional Komputer,
Subdis Sistem Administrasi dan Bagian Quality Assurance.
Subdis lama yaitu Bangsis, Harsis dan Duknis tetap digunakan.
Subdis Operasional Komputer perlu dibentuk tersendiri karena
akan menangani pengolahan data data yang semakin
kompleks. Subdis ini juga merupakan bagian yang mengolah
data yang didapat dari berbagai sumber (sensor, radar, komlek,
pengintaian dll) untuk kebutuhan informasi intelejen. Selain itu
subdis Operasional Komputer juga menangani help desk untuk
membantu pemakai apabila mengalami kendala teknis
pengoperasian komputer.
Subdis Sistem Administrasi perlu ditambahkan karena
akan khusus menangani pengelolaan basis data di tingkat
MBAL yang volumenya akan sangat besar. Subdis ini juga
nantinya akan menangani data warehouse. Bagian Quality
Assurance adalah bagian baru yang akan ditugaskan untuk
memastikan produk atau jasa yang dihasilkan oleh setiap
subdis pada organisasi InfoLahtal tersebut, agar selalu
memenuhi standar yang telah ditetapkan baik oleh TNI AL
maupun standar industri lainnya. Fungsi QA sebaiknya
ditempatkan dibawah Sekdis karena ia harus bersifat
independen dan tidak setara dengan subdis yang lainnya.
Dengan adanya fungsi QA memungkinkan organisasi
Disinfolahtal dapat memenuhi kaidah IT Governance sehingga
pengelolaan teknologi informasi dapat berjalan sesuai dengan
arah dan tujuan semestinya. Struktur organisasi Disinfolahtal
yang diusulkan seperti pada Gambar 4.6 sudah dirancang tidak
melanggar konsep pemisahan tugas (segregation of duty) yang
dipersyaratkan dalam standar IT Governance. Sebagai contoh
untuk menghindarkan konflik kepentingan dan kontrol maka
pengembangan program aplikasi harus dipisahkan dengan
pemeliharaan program.
[152]
Struktur organsiasi yang diusulkan tersebut masih
menempatkan pimpinan organisasi TI (KadisinfoLahta) pada
posisi Kepala Dinas. Namun jika dimungkinkan dapat
diusulkan menjadi CIO (Chief Information Officer) setara
dengan eselon Bantuan Pimpinan. Hal ini diperlukan karena
pembangunan Sistem Informasi tidak akan berjalan baik jika
penyelenggaran sistem informasi tidak mempunyai cukup
wewenang dalam menentukan kebijakan sistem informasi.
Dengan diletakkannya organisasi TI pada tingkat eselon
Bantuan Pimpinan maka kewenangannya akan menjadi lebih
strategis sehingga dapat mengarahkan pembangunan TIK
menjadi lebih baik dan lebih lancar.
F. Konsep Pembangunan Sistem dan Teknologi Informasi TNI
AL
Berdasarkan SMIT, C4ISR dan NCW maka konsep
pembangunan Sistem dan Teknologi Informasi TNI AL adalah
sebagai berikut:
1. Konsep Dasar Pembangunan Sistem dan Teknologi
Informasi TNI AL
a. Semi Centralized: adalah konsep dimana semua data dan
aplikasi sedapat mungkin dipusatkan satu tempat saja
(Mabes TNI AL). Meskipun di unit kegiatan yang berada
diluar Mabes TNI AL memiliki sistem informasi yang
terdistribusi namun datanya harus dapat disinkronisasi
dengan pusat data. Hal ini akan memudahkan dalam
integrasi dan sharing data pada level basis data serta
pemeliharaannya.
b. Thin Client: adalah konsep pengunaan PC sebagai
terminal komputer yang menggunakan sumber daya
komputer dan memory seminimal mungkin. Konsep
dapat dilakukan jika menggunakan perangkat lunak
aplikasi yang berbasiskan web (pemakai akan
menggunakan browser internet untuk menjalankan
aplikasi). Dengan konsep thin client, maka setiap
[153]
perangkat lunak aplikasi akan dibagi dalam 2 bagian
yaitu bagian Front-End yang menyediakan fasilitas
antarmuka (Client) dengan pemakai dan bagian Back-End
(Server) yang mencakup pengolahan data dan
penyimpanan data pada basis data di komputer Server
(Mabes TNI AL). Konsep ini mendukung Multi Tier Client-
Server sebagai cikal bakal dalam menerapkan konsep
Netcentric.
c. Open Systems: menggunakan teknologi terbuka dan
tidak tergantung kepada vendor tertentu.
d. Menerapkan konsep C4ISR (Command Control
Comunication Computer Intelligence Surveilance
Reconaisance) berbasis jaringan terpusat (network
centric). Pengembangan ke arah C4ISR harus bisa
memungkinkan dilakukannya kegiatan yang tidak
terbatas hanya kepada komando, kontrol, komunikasi
dan intelijen saja, akan tetapi lebih jauh dapat
dikembangkan dengan kemampuan koordinasi serta
peningkatan kinerja intelijen serta pemanfaatan sistem
Surveillance and Reconnaisance secara realtime.
e. Pemanfaatan sistem C4ISR memungkinkan
dilaksanakannya pengambilan keputusan berdasarkan
data yang lengkap, sehingga meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pelaksanaan operasi. Para pengambil
keputusan dimungkinkan dapat berkomunikasi dengan
para pelaksana operasi dilapangan sehingga dapat
memahami situasi kegiatan dilapangan secara langsung.
f. Integrasi system dengan menggunakan metoda message
passing yaitu menggunakan konsep Enterprise Service
Bus (ESB) dan Service Oriented Architeture (SOA). Konsep
ini memungkinkan digunakannya aplikasi perantara
yang menjadi broker untuk berbicara dan melewatkan
informasi yang diperlukan dari berbagai aplikasi yang
berbeda platform dan jenisnya.
[154]
g. System Security: Aplikasi harus memenuhi prinsip
keamanan system yaitu: 1) Confidentiality - kerahasiaan
terjamin; 2) Integrity - kelengkapan dan integritas
data/informasi terjamin; 3) Availability,
ketersediaannya terjamin.
h. Segregasi tugas: pemisahan yang jelas antara tugas
pihak pelaksana dan tugas pihak yang pencatat (dapat
dikontrol).
i. Accountable dan Auditable: aplikasi harus akuntable
dan dapat diaudit.
j. Efektivitas dan efisiensi kerja, aplikasi harus dapat: 1)
Meningkatkan kinerja (efektif); 2) Mencegah duplikasi
kerja (efisien).
k. IT Governance: Memenuhi tata pamong dalam
pembangunan dan penyelenggaraan TI di TNI AL agar
sesuai dengan standar yang berlaku.
2. Konsep Pembangunan Sistem dan Teknologi Informasi
TNI AL Berdasarkan C4ISR dan Network Centric.
Konsep C4ISR atau K4IPP (Komando, Kendali,
Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengamatan, Pengintaian).
Penggunaan Sistem C4ISR dipergunakan bagi pimpinan
sebagai sistem komando dan pengendalian secara global,
kontijensi sistem perencanaan daerah militer, sistem komando
gabungan maritim dan sistem manuver. Komando dan kendali
lebih menjurus pada pembuat keputusan bersifat arahan yang
dilaksanakan oleh komandan guna mengatur gerak
pasukannya dalam menyelesaikan misi. Peran itu didukung
oleh teknologi informasi dimana computer komunikasi
merupakan bagian dari C4ISR.
Sistem C4ISR menyediakan kemampuan utama untuk
mewujudkan situasi kesiapan komando yaitu informasi
mengenai kedudukan dan kekuatan pasukan musuh dan
pasukan sendiri. Oleh karenanya, C4ISR menjadi komponen
yang praktis dan diperlukan untuk mencapai keunggulan
[155]
ketika keputusan dibuat. Hal yang terpenting dari sistem C4ISR
yaitu memberikan informasi situasional kepada pimpinan
tentang lokasi dan status dari kekuatan musuh dan kekuatan
kita yang perlu mendapatkan perhatian. Kemampuan C4ISR
terdiri dari:
a. Situational Awareness. Situasi dimana seluruh informasi
unsur-unsur kekuatan sendiri berada pada lokasi
tertentu dan data statusnya serta kedudukan musuh
berada.
b. Information Superiority. Informasi merupakan aset
yang strategis bagi setiap organisasi. Kemampuan untuk
menyediakan informasi potensial merupakan faktor yang
sangat menentukan dari kekuatan pertahanan suatu
negara. Dalam doktrin militer, informasi merupakan
bagian integral dari komando dan kendali yang
merupakan kunci keberhasilan setiap operasi. Dengan
demikian maka setiap langkah yang diambil ditujukan
untuk mencapai keunggulan informasi.
Lingkup yang berkaitan dengan keunggulan informasi
(Information superiority) adalah sebagai berikut:
a. Information In Warfare (IIW) atau disebut Informasi Saat
Perang adalah informasi dari serangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan kepentingan mendapatkan dan
menyampaikan data dan informasi disaat terjadinya
pertempuran. Kegiatan IIW mencakup kegiatan
mendapatkan informasi operasi Surveillance,
Reconnaissance, Intelligence, dan informasi dukungan
dari kegiatan pemantauan dan peramalan cuaca, strategi
logistik, kondisi geografis. IIW juga merupakan basis
untuk melakukan perang nirmiliter yaitu bentuk perang
informasi.
b. Information Warfare (IW) atau yang disebut Peperangan
Informasi mencakup 3 hal yaitu :
1) Segala bentuk dan cara penyerangan dan
perusakkan terhadap fungsi-fungsi informasi
[156]
antara lain melalui penyusupan, defacing,
penyebaran dan perusakaan berupa malware
seperti virus komputer, trojan dan worm. Kondisi
ini menyebabkan fasilitas sistem informasi
menjadi DoS (Denial of Service) yang sangat
merugikan pada saat informasi sangat dibutuhkan
untuk kegiatan operasi.
2) Upaya menjaga fungsi-fungsi informasi agar aman
terhadap serangan terhadap fungsi-fungsi penting
informasi TNI AL.
3) Upaya menyerang lawan atau serangan balik
dengan cara melumpuhkan fasiltas fungsi-fungsi
informasi yang dilaksanakan dengan kiat siasat
penyerangan dan penjagaan yang taktis serta
kemampuan teknis yang superior.
c. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Electronic
Warfare (EW), adalah proses mendapatkankan
(akuisisi) data pernika yang mencakup tindakan
untuk mencari, mengintersepsi, menentukan lokasi
merekam dan menganalisis energi gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan oleh peralatan
transmisi komunikasi dan non komunikasi dengan
maksud untuk mengumpulkan mengolah dan
menyimpan kedalam data base serta menyajikan data
dalam menunjang keperluan operasi. Selanjutnya
informasi tersebut dihimpun dan dijadikan knowledge
base dalam mendukung pengambilan keputusan
berdasarkan pengetahuan yang ada. Database Pernika
digolongkan dalam 6 macam yaitu Alut di darat, laut,
udara, angkasa luar, sistem persenjataan (rudal,
roket, gunnery/meriam sistem kendali senjata) dan
database transmisi Alkom dan non alat komunikasi.
d. Konsep C4ISR dalam implementasinya perlu
didukung dengan konsep Network Centric Business
Operation (NCBO). Konsep C4ISR utamanya
[157]
mendukung kegiatan operasional dgm mensinergikan
Komando - Kendali - Komunikasi - Komputer -
Intelijen - Pengamatan -Pengintaian), sedangkan
konsep Net Cenric adalah berfokus pada bagian
proses delivery layanannya. Sedangkan konsep
Netcentric perlu didukung konsep SOA
mendefinisikan layanan informasi apa yang
diperlukan untuk mendukung keberhasilan suatu
operasi yang dilakukan.
G. Strategi Pembangunan Sistem Informasi TNI AL
Strategi pembangunan sistem informasi TNI AL meliputi
pembahasan tentang arsitektur sistem informasi bisnis TNI AL
dan strategi pembangunannya. Arsitektur sistem informasi
merupakan Gambaran global keterkaitan sistem informasi yang
telah didapat dari hasil penentuan portofolio sistem informasi TNI
AL. Sedangkan strategi sistem informasi bisnis adalah strategi
yang akan diterapkan dalam proses pembangunannya.
1. Arsitektur Sistem Informasi TNI AL
Strategi sistem informasi ini diperlukan agar proses
pembangunan sistem informasi dapat terlaksana dengan baik
sesuai dengan tujuan dan sasaran TNI AL. Strategi
pembangunan sistem informasi ini mengacu pada Gambar 4.7
yang dimulai dengan pengolahan data transaksi pada tingkatan
teknis, teknis dan strategis yang dibutuhkan untuk
pengambilan keputusan.
[158]
Gambar 4.7 Bagan Hirarki Manajemen
Aplikasi untuk mengolah data transaksi perlu dibangun
terlebih dahulu agar tersedia data yang dapat diolah menjadi
informasi yang dibutuhkan oleh manajemen menengah
maupun puncak (strategis). Sistem informasi yang menunjang
kegiatan manajemen tingkat menengah (Kabag/Kasi)
memerlukan data dari aplikasi transaksional untuk disarikan
agar sesuai dengan konsumsi manajemen menengah. Sistem
informasi untuk manajemen menengah atau yang sering
disebut Sistim Informasi Manajemen (SIM) akan berfokus
kepada kegiatan internal dengan sistem pelaporan yang baku.
Data dan informasi dari manajemen menengah kemudian
dapat diolah untuk kebutuhan pengambilan keputusan pada
level menengah dan puncak. Dukungan sistem informasi dalam
pengambilan keputusan adalah Decision Support System (DSS).
DSS selanjutnya memberikan input data dan informasi kepada
Sistem informasi bagi pimpinan (Excecutive Information
System). Keterkaitan data dapat dilihat dari bagan Keterkaitan
Sistem Informasi pada Gambar 4.8.
Aplikasi transaksional menggunakan basisdata untuk
menampung data hasil dari pengolahan data dari tingkat
operasional. Namun aplikasi basisdata umumnya dirancang
hanya untuk menyimpan data hasil transaksi terakhir (current)
[159]
dan tidak menyimpan data secara historikal. Untuk itu
diperlukan perangkat lunak Data Warehouse untuk dapat
mengatasi penyimpanan data secara historikal. Dengan
demikian hasil pengolahan data transaksi, hasil pengolahan
dari SIM dan informasi dari eksternal dapat ditampung di Data
Warehouse secara historikal. Data warehouse selanjutnya
dapat digunakan untuk mendukung Sistem Informasi eksekutif
(EIS) untuk dapat menyajikan data trend dan statistik yang
diperlukan dalam pengambilan keputusan.
Gambar 4.8 Bagan Keterkaitan Sistem Informasi
Oleh karena itu strategi pengembangannya harus
mengikuti pola pengolahan data dari transaksional sampai
kepada pengolahan data untuk pengambilan keputusan tingkat
manajemen puncak.
Rancangan arsitektur sistem informasi tersebut terdiri
dari aplikasi transaksional meliputi Operasi, Personel, Logistik,
Keuangan, Pengawasan, Pengembangan dan Penelitian,
Infolahta dan Umum. Aplikasi-aplikasi transaksional tersebut
di dukung aplikasi workflow untuk mendukung alur proses
[160]
antara bagian di Mabes dan Kotama. Aplikasi transaksional
tersebut kemudian mendukung sistem informasi manajemen.
Selanjutnya aplikasi tersebut mendukung pemasukan data
pada Datawarehouse. Terbentuknya data warehouse akan
mendukung Decision Support System (DSS), Business Inteligent
(BI) dan Executive Information Sysem (EIS). Arsitektur Sistem
Informasi TNI AL dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa sistem informasi untuk
kelompok manajemen (Strategis dan Taktis) yang terdiri dari
SIM TNI AL, DSS, BI dan EIS sangat perlu diimplementasikan
untuk mendukung proses pengambilan keputusan pada
manajemen menengah maupun puncak, namun memerlukan
prasyarat bahwa aplikasi operasional (transaksional) harus
jalan dulu. Kelompok sistem informasi ini, jika
diimplementasikan akan membuat TNI AL memiliki
keunggulan dalam pengambilan keputusan manajemen.
Sebagai salah satu alternatif pengembangan sistem dapat
dipakai konsep SOA (service oriented architecture atau
arsitektur berorientasi layanan). Dari sekian banyak
metodologi arstitektur sistem informasi yang ada, SOA
merupakan salah satu arsitektur yang menampilkan proses
bisnis dalam bentuk layanan aplikasi adalah SOA.
Definisi SOA adalah suatu gaya arsitektur sistem yang
membuat dan menggunakan proses bisnis dalam bentuk paket
layanan sepanjang siklus hidupnya. SOA juga mendefinisikan
dan menentukan arsitektur teknologi informasi (TI) yang
dapat menunjang berbagai aplikasi untuk saling bertukar data
dan berpartisipasi dalam proses bisnis. Fungsi-fungsi ini tidak
terikat dengan sistem operasi dan bahasa pemrograman yang
mendasari aplikasi-aplikasi tersebut.
[161]
Gambar 6.9 Bagan Arsitektur Sistem Informasi Binsis TNI AL
Gambar 4.9 Bagan Arsitektur Sistem Informasi Binsis TNI AL
[162]
SOA membagi fungsi-fungsi menjadi unit-unit yang
berbeda (layanan), yang dapat didistribusikan melalui suatu
jaringan dan dikombinasikan serta digunakan ulang untuk
membentuk aplikasi bisnis. Layanan-layanan ini saling
berkomunikasi dengan mempertukarkan data antar mereka
atau dengan mengkoordinasikan aktivitas antara dua atau
lebih layanan. Konsep SOA sering dianggap didasari atau
berkembang dari konsep-konsep yang lebih lama dari
komputasi terdistribusi dan pemrograman modular.
Setelah disesuaikan dengan kondisi eksisting dan
pengembangan sistem informasi yang dimiliki Infolahtal,
fungsi-fungsi dari SOA tersebut secara garis besar dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.10 Framework SOA – Sistem Informasi INFOLAHTAL
[163]
Perlu diperhatikan disini bahwa item-item komponen
pembangun sistem informasi pada ilustrasi di atas hanyalah
contoh hasil pendefinisian saat dokumentasi ini dibuat.
Kedepannya dalam pengembangan sistem informasi Infolahtal,
item-item komponen ini dapat berubah ataupun diubah sesuai
situasi, kondisi, dan kebutuhan dari pengembangan sistem itu
sendiri.
b. Konsep Integrasi Sistem Informasi TNI AL
Dengan adanya berbagai jenis aplikasi dan berbagai
jenis platform aplikasi maka kendala utama dalam
mengintegrasikan data adalah bagaimana suatu aplikasi
dapat berkomunikasi dengan lainnya tanpa harus
melakukan perubahan yang signifikan pada aplikasi masing-
masing. Berbagai aplikasi yang sudah diinvestasikan dan
masih berjalan dengan baik tidak mungkin dibuang begitu
saja karena sulit mempertanggungjawabkannya. Dengan
perkembangan teknologi yang demikian pesat solusi Service
Oriented Architecture dapat dikembangkan untuk mengatasi
masalah klasik tersebut. Salah satu komponen SOA adalah
Enterprise Service Bus memungkinkan aplikasi lama (legacy)
yang sudah matang (mature) dapat berintegrasi dengan
aplikasi baru yang dikembangkan. Hal ini dimungkinkan
dengan dibangunnya suatu aplikasi broker yang bebasiskan
ESB dan aplikasi yang berbasiskan WEB Service.
[164]
Gambar 4.11 Konsep Integrasi Aplikasi dengan ESB.
c. Strategi Pembangunan Sistem Informasi TNI AL
Strategi dalam pembangunan sistem informasi pada
TNI AL adalah sebagai berikut:
1) Perangkat Lunak Aplikasi Sistem Informasi.
a) Jika dimungkinkan dapat memanfaatkan
perangkat keras yang sudah ada.
b) Berbasiskan thin client dan menggunakan internet
browser sebagai interfacenya.
c) Pengembangan perangkat lunak aplikasi yang
meliputi: (a) Perangkat lunak aplikasi Penggunaan
Kekuatan untuk mendukung operasi bisnis TNI AL,
(b) Perangkat lunak aplikasi Pembinaan Kekuatan,
(c) Perangkat lunak aplikasi Administrasi dan
Umum, (d) Perangkat lunak aplikasi Dukungan
Manajemen dan pengambilan keputusan (SIM, EIS
dan DSS).
d) Pembangunan perangkat lunak aplikasi dilakukan
dengan menggunakan case tools dan menggunakan
basisdata relasional.
[165]
e) Menerapkan BI (Business Intelligence) yang
mendukung EIS (Executive Information System)
dan DSS (Decision Support System)
f) Menerapkan Expert System untuk meningkatkan
kemudahan dan keakuratan dalam pengambilan
keputusan (DSS).
g) Melakukan integrasi diantara perangkat lunak
aplikasi Sistem Informasi yang mendukung
operasi, keuangan, logistik dan personalia
(Pembinaan Kekuatan) dengan menerapkan
konsep ERP (Enterprise Resource Planning).
2) Sistem Kolaborasi Perusahaan.
a) Memanfaatkan paket perangkat lunak aplikasi
yang mendukung sistem kolaborasi dan Workflow.
b) Pengembangan Electronic Mail dan Electronic
Document Management System untuk mendukung
sistem kearsipan.
3) Pengoperasian dan pengelolaan.
a) Biaya pengoperasiannya murah dan ekonomis.
b) Aplikasi mudah dipelihara dan dikembangkan.
c) Biaya pemeliharaan ekonomis.
d) Penyiapan SDM dan Pelatihan tidak terlalu
memakan biaya tinggi.
4) Dalam strategi sistem informasi ini juga
dijelaskan pola pengembangan terhadap
perangkat lunak aplikasi, yaitu:
a) Dibuat dan di bangun sendiri (Custom
Development).
b) Joint Application Development (JAD).
c) Dikerjakan oleh pihak ketiga (Konsultan
pembangun aplikasi).
d) Menggunakan paket aplikasi jadi (Software
Package).
e) Sewa pengunaan perangkat lunak aplikasi dengan
pihak ketiga.
[166]
5) Platform Pembangunan Sistem Informasi. Untuk
memudahkan pembangunan, integrasi dan
pemeliharaan sistem informasi, perlu dipilih satu
jenis platform (hardware based dan sistem operasi)
saja. Dengan syarat platform yang dipilih harus
memenuhi konsep “Thin-Client”, Open System dan
Non-proprietary (tidak dikuasai/tergantung kepada
satu vendor saja).
6) Pola pembangunan sistem informasi perlu
dipertimbangkan dengan melihat pada beberapa
faktor, yaitu: (a) Keunikan dan kebutuhan bisnis, (b)
Kebutuhan tenaga ahli, (c) Manajemen risiko, (d)
Biaya pengembangan dan pemeliharaan, (e) Strategi
implementasi, (f) Ketergantungan kepada pihak
ketiga.
2. Strategi Pembangunan Teknologi Informasi TNI AL
a. Konsep Pembangunan Teknologi Informasi TNI AL
Konsep pembangunan teknologi informasi, akan
menekankan pada pembangunan dan pemantapan
infrastruktur sistem dan teknologi informasi untuk
mendukung operasional TNI AL. Pembangunan infrastuktur
sistem dan teknologi informasi berkaitan dengan
pembangunan perangkat keras, perangkat lunak system,
jaringan komputer area lokal (Local Area Network/LAN),
komunikasi data (data communication/ wide area network)
dan sistem basis data. Pembangunan tersebut merupakan
fondasi yang perlu disiapkan sebaik-baiknya karena akan
menjadi pendukung tersedianya layanan infrastruktur yang
dapat diandalkan. Tersedianya infrastruktur yang
teritegrasi di seluruh TNI AL akan mendukung konsep Net
Centric dan C4ISR.
Pengelolaan infrastruktur teknologi informasi TNI AL
membutuhkan kebijakan yang jelas agar kompleksitas
permasalahan yang mungkin timbul dapat ditekan
[167]
seminimum mungkin. Salah satu faktor penyebab tingginya
tingkat kompleksitas ini adalah terdistribusinya
infrastruktur teknologi informasi TNI AL ke banyak lokasi,
yaitu Mabes TNI AL dan Kotama. Selain faktor geografis,
keragaman lokasi ini juga berpengaruh pada perbedaan
tingkat penguasaan teknologi antara satu lokasi dengan
lokasi lainnya.
Pendekatan yang diambil dalam menghadapi
keragaman tingkat penyerapan dan pengembangan
teknologi informasi ini adalah dengan merancang keperluan
infrastruktur diwilayah diluar Mabes TNI AL yang
sederhana sehingga penanganannya tidak diperlukan
keahlian khusus. Kompleksitas teknologi sebaiknya terletak
di Mabes TNI AL sehingga dapat dihemat biaya karena
sumber daya dan tenaga ahli hanya berada di Mabes TNI AL.
Sedangkan di Kotama, aplikasi dan infrastrukturnya
dirancang sederhana sehingga cukup didukung teknisi
untuk pemeliharaan komputer kelas PC saja. Jika
personilnya belum tersedia, bisa dilakukan dengan kontrak
pemeliharaan dengan pihak ketiga (outsourcing).
Untuk menjamin konsep tersebut terlaksana dengan
baik, Mabes TNI AL dan seluruh Kotama harus mengikuti
kebijakan pengelolaan infrastruktur teknologi informasi
yang berlaku di TNI AL. Kebijakan tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Pengembangan awal dilakukan secara terpusat.
2) Pemilihan awal seluruh komponen infrastruktur
teknologi informasi dilakukan secara terpusat.
3) Implementasi rollout diprioritaskan dengan mitra
lokal untuk mendapatkan local support (technical help
desk, operational help desk).
4) Standar spesifikasi infrastruktur teknologi informasi
ditentukan secara terpusat
5) Informasi untuk publik berbasis web diselenggarakan
oleh Mabes TNI AL.
[168]
Selanjutnya, kriteria dalam pemilihan dan penerapan
teknologi sesuai dengan konsep tersebut di atas adalah
sebagai berikut:
1) Menggunakan teknologi dengan platform yang
umum atau sistem terbuka.
2) Bekerja sama dengan lembaga-lembaga dan instansi
terkait dalam memanfaatkan jaringan komputer
secara bersama.
3) Mendukung Aplikasi Client Server dan Thin Client.
4) Perangkat keras di kantor pusat sebaik dan sehandal
mungkin.
5) Penyebaran / deployment yang mudah.
6) Pengoperasian dan pemeliharaan sistem mudah dan
ekonomis.
7) Aplikasi dan data selalu up to date.
8) Jika dimungkinkan dapat memanfaatkan perangkat
keras yang ada.
9) Menggunakan bandwidth komunikasi data yang
rendah.
10) Memenuhi standar system security (Confidentiality,
Integrity and Availability).
b. Strategi Pembangunan Teknologi Informasi TNI AL
Pada strategi teknologi informasi ini, perlu
diperhatikan adanya perkembangan infrastruktur teknologi
informasi yang berubah dengan sangat cepat. Dengan
adanya konvegensi teknologi komputer, komunikasi dan
internet, maka pengembangan harus dilakukan pada
infrastruktur yang mendukung dan mempersiapkan TNI AL
memasuki era modernisasi tersebut. Ruang lingkup dari
strategi infrastruktur teknologi informasi dilakukan pada
lima (5) bidang infrastruktur, yaitu:
1) Perangkat Keras dan Perangkat Lunak.
a) Server. Meliputi: (i) Standarisasi platform (CPU
dan sistem operasi) untuk Komputer Server, (ii)
[169]
Menggunakan teknologi blade System dan sistem
rak yang memudahkan dalam pengembangan dan
pemeliharaannya, (iii) Menggunakan redundant
power supply untuk kehandalan, (iv) Dapat
mengunakan atau memanfaatkan Server yang ada
atau dialihkan ke kantor cabang lain, (v)
Menetapkan merek tertentu sebagai standar agar
mudah dalam pengembangan dan pemeliharaan
sistem. Merek yang dipilih adalah merek
terpercaya (branded) dengan memiliki dukungan
purna jual yang handal dan mencakup seluruh
kantor cabang TNI AL, (vi) Mendukung sistem fail
over jika diantara server terjadi kerusakan.
b) Workstation. Meliputi: (i) Standarisasi platform
dan merek PC sebagai workstation untuk
pengadaan baru, (ii) Mendukung teknologi Thin
Client dengan memory dan sumber daya komputer
yang sederhana minimal dapat menjalankan
Internet Browser dan aplikasi berbasiskan Web,
(iii) Menggunakan PC yang ada apabila
dimungkinkan, (iv) Menggunakan sistem sewa
dalam waktu terbatas untuk menghindari beban
aset dan ketertinggalan teknologi.
c) Sistem Operasi. (i) Standarisasi perangkat lunak
sistem operasi untuk server berbasiskan open
system untuk PC workstation berbasiskan
Microsoft Windows (minimal Microsoft Windows
XP). (ii) Penekanan kepada keamanan sistem dan
dukungan teknis. (iii) Platform sistem operasi pada
server harus homogen, dan sama di setiap server.
Sistem operasi pada Workstation adalah
berbasiskan Microsoft Windows (minimal MS
Windows-XP). Pemilihan penggunaan Microsoft
Windows tersebut karena saat sebagian besar
pemakai di TNI AL sudah terbiasa mengunakan
[170]
Microsoft Windows sehingga lebih mudah diterima
dan digunakan oleh pengguna yang ada. (iv)
Platform sistem operasi pada workstation harus
diseragamkan dan distandarkan di seluruh jajaran
TNI AL.
2) Jaringan Lokal (LAN) dan Komunikasi data.
a) Standarisasi instalasi kabel dan label (jika perlu
disertifikasi).
b) Standarisasi pada peralatan jaringan seperti
switch, hub, router dan security appliance.
c) Penerapan teknologi backbone/core-layer dengan
fiber optic atau gigabit ethernet, Access layer dan
Distribution layer sesuai dengan konsep TCP/IP
dan OSI layer pada jaringan lokal (LAN).
d) Komunikasi data berbasiskan intranet (Virtual
Private Network) untuk menghubungkan kantor
cabang dengan kantor pusat yang disewa dari
pihak ketiga (internet service provider).
e) Menggunakan network management dalam
mengelola dan memonitor jaringan komputer
secara tersentralisasi.
3) Storage dan Back Up System.
a) Untuk meningkatan keamanan data yang
tersimpan perlu memisahkan antara server dengan
alat penyimpan data (storage) sehingga
penyimpanan data independen terhadap
penggantian server. Pemisahan ini memungkinkan
pergantian server dapat langsung dilakukan tanpa
repot melakukan back up data terlebih dahulu.
b) Pemisahan server dengan storage dilakukan
dengan menggunakan teknologi Storage Area
Network (SAN) untuk kantor pusat dan Network
[171]
Attach Storage (NAS) untuk cabang yang relatif
sangat besar.
c) Membangun sistem back up yang terhubung
dengan sistem SAN maupun NAS.
d) Memisahkan lokasi storage dengan server untuk
antisipasi keamanan.
4) Sistem Pengelolaan dan Penyimpanan data (basis
data).
a) Menggunakan Relational Database Management
System yang mendukung open source.
b) Basis data harus memenuhi aspek kinerja yang
mencakup: Skalabilitas, Kehandalan, Failure
Handling & Recovery, Keamanan, Kemudahan
dukungan, Harga yang kompetitif, terstandarkan
sama, Mempunyai kemampuan pengelolaan data
dalam orde yang baik sesuai kondisi terkini.
c) Mengupgrade lisensi database yang ada jika
biayanya tidak sebesar membeli lisensi baru.
d) Membangun data warehouse untuk pengelolaan
data historical dan statistik.
5) Sistem Keamanan.
a) Pembangunan Bastion Host (De Military
Zone/DMZ) untuk meningkatkan keamanan akses
jaringan dari jaringan eksternal TNI AL.
b) Pemasangan Firewall Dual Homes, Viruswall dan
IPS (Intrusion Prevension System) untuk
meningkatkan keamanan akses dan serangan virus
dari jaringan eksternal TNI AL.
c) Memasang kunci elektronik untuk membatasi
akses fisik ke ruang Lahta dengan menggunakan
teknologi smart card (berfungsi juga sebagai ID
card) atau finger print.
[172]
d) Membatasi penggunaan USB flash disk dan
removable media lainnya (disket, eksternal
harddisk) untuk dihubungkan dengan PC
workstation yang terhubung dengan jaringan
untuk mencegah penularan dan penyebaran virus
komputer. Workstation Thin Client tidak dilengkapi
dengan harddisk dan koneksi USB (menggunakan
ROM), tetapi dapat mengakses dan menjalankan
aplikasi dari server.
e) Memasang anti virus yang selalu dilakukan update.
f) Membangun fasilitas perangkat keras back up
(Disaster Recovery System) dengan katagori warm
site dimana TNI AL akan menyediakan tempat lain
yang sudah tersedia instalasi jaringan dan
beberapa peripheral (printer, harddisk dsb) namun
belum termasuk server. Lokasi kantor cabang besar
dapat dijadikan alternatif lokasi warm site.
6) Jaringan komputer TNI AL ini juga harus
memenuhi syarat berikut:
a) Menggunakan protokol jaringan berbasis TCP/IP
(IP4 dan IP6).
b) Interkoneksi antar simpul menggunakan fasilitas
Virtual Private Network (VPN) untuk menjamin
keamanan pertukaran data.
c) Infrastruktur jaringan dapat dibagi-pakai (sharing)
dengan infrastruktur jaringan yang sudah tersedia.
c. Arsitektur Pendukung Keamanan Basis Data
Untuk menjamin basis data dapat memberi pelayanan
tanpa terputus (availability) kepada aplikasi sistem
informasi yang kritikal terhadap berjalannya bisnis TNI AL,
maka diperlukan basis data yang mendukung sistem fail
over. Sistem fail over menggunakan dua basis data yang
berjalan secara active-pasive di dua server dan dua sistem
[173]
penyimpanan (storage). Masing-masing basis data akan
menyimpan data yang sama pada saat aplikasi menyimpan
datanya. Dari sisi aplikasi, basis data akan terlihat sebagai
satu basisdata saja. Apabila salah satu server atau storage
gagal (fail), teknologi Fail Over akan mengaktifkan server,
storage dan basis data kedua. Selanjutnya seluruh proses
akan diambil alih oleh server, storage dan basis data yang
aktif tersebut (lihat Gambar 4.12).
Gambar 4.12 Arsitektur Sistem Fail Over
Sistem storage yang digunakan untuk mendukung
teknologi fail over tersebut adalah teknologi SAN (Storage
Area Network). SAN merupakan pengelolaan sistem
penyimpan data (storage) yang besar dan canggih.
Keuntungannya adalah SAN merupakan perangkat storage
yang terpisah dengan jaringan Local Area Network TNI AL.
Jika pada kondisi tertentu server pertama mengalami
kerusakkan (crash down) atau server memerlukan
[174]
pemeliharaan sehingga harus dimatikan sementara, maka
pada saat komputer pertama mati (tidak berfungsi), secara
otomatis sistem akan berpindah ke server kedua (server
kedua menjadi aktif). Setelah menjadi active server, server
kedua segera mengkoneksikan dirinya ke SAN dan
mengambil alih semua pekerjaan dari server pertama.
Selama peralihan tersebut, pemakai tidak akan merasa
terganggu karena tidak merasakan perubahan tersebut dan
tetap bisa bekerja seperti biasa.
Teknologi SAN juga memungkinkan berpindah (fail
over) antara satu storage dengan storage yang lain jika
terjadi kegagalan atau kerusakan pada salah satu storage
tersebut. Penggunaan SAN juga memudahkan proses back
up data. Back up data merupakan tindakan yang perlu
mendapat perhatian karena akan mengurangi risiko
kerugian operasional jika terjadi kegagalan pada sistem
penyimpanan data.
H. Strategi Manajemen Sistem dan Teknologi Informasi
Strategi Manajemen Sistem dan Teknologi Informasi
adalah untuk mengintegrasikan berbagai macam konsep yang
saling terkait. Kompleksitas yang tinggi dari sistem dan teknologi
informasi akan melahirkan suatu konsekuensi adanya koordinasi,
kontrol dan audit terhadap sistem dan teknologi informasi secara
menyeluruh. Dengan demikian untuk menjamin bahwa sistem dan
teknologi informasi dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya,
diperlukan suatu manajemen yang dapat mengoptimalkan fungsi
sistem dan teknologi informasi tersebut secara terpadu sehingga
mampu menciptakan keunggulan informasi bagi TNI AL.
1. Konsep Manajemen Sistem dan Teknologi Informasi
Konsep manajemen teknologi informasi didasarkan atas
beberapa pokok pemikiran yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
a. Perubahan kebijakan pemerintah dan persaingan bisnis
ke depan.
[175]
b. Lingkup penerapan sistem yang semakin luas dan
bervariasi.
c. Lintas fungsional dan lintas organisasi
d. Perubahan dari paradigma berfikir cara lama ke
paradigma baru.
e. Pergeseran fokus dari operasional menjadi manajerial
dan strategis.
f. Data dan informasi sebagai aset utama perusahaan.
g. Semakin lengkap dan kompleksnya sumber daya
informasi yang digunakan.
h. Penanggung jawab di bidang sistem dan teknologi
informasi masuk dalam jajaran eksekutif perusahaan.
Lingkup dari konsep manajemen teknologi informasi
adalah meliputi semua aktifitas yang terkait dengan masalah
penanganan teknologi informasi. Adapun strategi manajemen
teknologi informasi TNI AL , meliputi:
a. Pembentukan struktur organisasi sistem dan teknologi
informasi yang terwakilkan pada jajaran manajemen
puncak.
b. Dukungan yang efektif terhadap pengguna akhir (end-
user) sistem dan teknologi informasi.
c. Mekanisme kontrol dan integrasi arsitektur sistem dan
teknologi informasi.
d. Pengelolaan sumber daya sistem dan teknologi informasi
yang lebih terarah dan ekonomis.
e. Standarisasi metodologi pengembangan perangkat lunak
aplikasi sistem informasi.
f. Penerapan konsep-konsep pengembangan dan
pemeliharaan perangkat lunak aplikasi sistem informasi
(misalnya Software Quality Assurance, Software
Maintenance dan Security System).
g. Memenuhi prinsip IT Govenance.
h. Penerapan konsep pengawasan dan audit terhadap
sistem dan teknologi informasi.
[176]
i. Penerapan konsep perencanaan antisipasi proses bisnis
dan sistem informasi dalam menghadapi keadaan yang
tidak diinginkan (Business Continuity Plan).
2. Strategi Manajemen Sistem dan Teknologi Informasi
Pengelolaan teknologi informasi TNI AL antara lain
meliputi:
a. Pengoperasian dan Pemeliharaan TI. Perangkat
TI yang harus dioperasikan dan dipelihara meliputi
semua perangkat komputer server, komputer klien,
perangkat jaringan, dan perangkat komputer lain
yang terhubung dalam jaringan komputer TNI AL
(misalnya: modem, hub, switch, printer, dan lain-lain).
Pengoperasian dan pemeliharaan perangkat TI
berdasarkan kepada standar pengoperasian dan
tingkat SLA (Service Level Agreement) yang telah
ditetapkan.
b. Analisis Kebutuhan Pelatihan TI. Untuk selalu
menyesuaikan antara kebutuhan pengetahuan dan
keahlian dari seluruh pemakai dengan perkembangan
fasilitas-fasilitas maupun teknologi, maka BagLahta
harus melakukan analisis kebutuhan pelatihan secara
periodik sesuai kebutuhannya.
c. Audit TI. Untuk menjaga agar TI selalu mampu
melindungi keamanan semua aset TI, menjaga
integritas semua data, dan mencapai semua tujuan
TNI AL secara efektif dan efisien maka audit secara
periodik terhadap semua sistem kontrol TI harus
dilakukan.
d. Pengembangan Prosedur Operasional Standar TI
(SOP-TI). Untuk mengurangi kesalahan
pengoperasian TI yang disebabkan oleh faktor
manusia, maka berbagai prosedur pengoperasian
standar harus ditetapkan dan disebarluaskan ke
semua pemakai maupun calon pemakai dengan
[177]
menggunakan berbagai media (kertas maupun
online).
e. Help-desk. Help-desk merupakan suatu unit yang
mendukung semua unit organisasi TNI AL dalam
memberikan dukungan teknis terhadap semua
kebutuhan TI. Dukungan teknis yang dibutuhkan
meliputi pengembangan produk yang dibutuhkan
oleh bagian-bagian (misalnya pembuatan material
untuk Humas, situs web, dan lain-lain) maupun
bantuan teknis untuk mengatasi masalah yang
dihadapi pemakai komputer dalam menggunakan
sistem informasi di TNI AL.
I. Strategi Peningkatan Sumber Daya Manusia IT di TNI AL
1. Pembangunan Sumber Daya Manusia.
Pembangunan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
dalam menangani dan mengoperasikan TI harus sejalan
dengan rencana pembangunan sistem dan teknologi informasi
di TNI AL. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
meningkatkan keterampilan SDM di bidang TI adalah melalui
pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan untuk berbagai macam produk
TI banyak ditawarkan oleh berbagai konsultan maupun
perusahaan penyedia pendidikan dan pelatihan TI. Sering
sekali hasil pendidikan dan latihan tersebut tidak dapat segera
memenuhi kebutuhan kompetensi dan kemampuan yang
diinginkan. Hal ini sering terjadi karena pendidikan dan
pelatihan tersebut tidak dirancang khusus sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan. Dilihat dari segi biaya, pendidikan dan
latihan dengan pola seperti itu sangat memboroskan waktu
dan biaya karena pendidikan dan latihan tersebut tidak sesuai
dengan kebutuhan. Pendidikan dan latihan seharusnya dapat
memberikan kemampuan dan kompetensi peserta dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya dengan lebih cepat dan efisien.
[178]
Hal tersebut di atas dapat diatasi jika program
pendidikan dan latihan memenuhi dua aspek penting yaitu:
Pertama, Program pelatihan harus sesuai dengan kebutuhan
dari posisi pengguna dalam suatu organisasi. Kedua,
Menggunakan metodologi pelatihan yang tepat, sehingga
peserta benar-benar mampu menyerap materi yang diberikan.
Untuk itu perancangan program pendidikan dan pelatihan TI
untuk memenuhi kebutuhan SDM di TNI AL harus memenuhi
dua aspek penting tersebut.
2. Model Pelatihan IT.
Pelatihan teknologi informasi ini ditujukan untuk lebih
memantapkan aktivitas pelatihan teknologi informasi.
Pendekatan yang dilakukan adalah dengan melihat aspek-
aspek yang melekat pada individu dalam suatu organisasi.
Aspek-aspek tersebut yaitu: Fungsi bisnis, Jabatan, dan
Aktivitas.
Ketiga aspek tersebut dibutuhkan untuk memberikan
program pelatihan secara tepat. Hal ini bisa dimaklumi karena
ketiga aspek tersebut saling terkait. Aktifitas yang dilakukan
oleh seorang pegawai tergantung dari job description dari
jabatan yang diberikan padanya. Job description tersebut juga
tergantung pada fungsi bisnis dimana personel tersebut
bekerja. Ketiga aspek tersebut dapat pula dilihat sebagai
elemen yang merupakan sifat atau kompetensi yang
dibutuhkan oleh peserta pelatihan. Informasi mengenai
kompetensi ini diharapkan dapat mengarahkan materi maupun
teknik penyampaian yang lebih efisien dan efektif.
Dengan melihat ketiga aspek tersebut, dapat disusun
suatu program pelatihan yang sesuai. Setiap orang akan
memiliki progam tersendiri, tergantung dari ketiga aspek
tersebut di atas. Dengan demikian, program pelatihan yang
diberikan tidak bergantung pada produk yang digunakan, akan
tetapi tergantung dari aktivitas yang dilakukan. Dengan
metode yang demikian, akan dihasilkan kompetensi individu
[179]
dimana para peserta pelatihan akan mendapatkan pelatihan
sesuai dengan kebutuhannya.
Sebagai contoh kompetensi individu di atas, merupakan
gambaran dasar dari seorang personalia yang bekerja di
Bagian Sekretariat, kegiatannya antara lain menggunakan
aplikasi perkantoran, dan dia berada pada tingkat manajemen
menengah. Berdasarkan kompetensi individu tersebut,
disusunlah pelaksanaan pelatihannya, yang meliputi unsur-
unsur: Peserta Pelatihan, Pengajar, Materi dan Metode
pengajaran
Unsur peserta pelatihan berkaitan erat dengan
kebutuhan para pengguna komputer di TNI AL. Selain itu akan
diperhatikan bahwa para pengguna komputer di TNI AL telah
memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu yang menyebabkan
karakternya telah “terbentuk” sehingga dalam pendidikan dan
pelatihan akan dilakukan penanganan tertentu.
Unsur pengajar perlu menguasai prinsip-prinsip belajar
dan mengajar. Para pengajar diharapkan akan mampu
mengambil peran bukan saja sebagai pengajar tetapi juga
sebagai seorang fasilitator.
Unsur program atau materi pelatihan akan disesuaikan
dengan pesertanya agar tercapai hasil belajar seperti yang
diinginkan. Oleh karena itu, program pelatihan yang disiapkan
akan memiliki rentang spektrum yang akan disesuaikan
dengan peserta pelatihannya. Pada dasarnya spektrum materi
tersebut dapat diterapkan pada peserta tingkat pemula
(novice), menengah (intermediate), dan lanjut (advance).
3. Menentukan Kebutuhan Pelatihan.
Untuk menentukan kebutuhan pelatihan dengan model
tersebut di atas, diperlukan analisis dari ketiga aspek tersebut
yaitu aspek fungsi, jabatan dan aktivitas terhadap peserta
pelatihan. Informasi penting mengenai peserta pelatihan
adalah tersedianya profil para karyawan yang diperoleh
dengan melakukan pendekatan sebagai berikut:
[180]
a. Melakukan analisis jabatan sesuai dengan fungsi-fungsi
bisnis yang ada, untuk menentukan keahlian teknologi
informasi yang diperlukan, serta menentukan peringkat
penggunaan teknologi informasi untuk mendukung
pekerjaan yang harus dilaksanakan berbantu komputer.
b. Menentukan klasifikasi teknologi informasi, kategori
keahlian teknologi informasi dan tingkat keahlian
teknologi informasi yang diharapkan.
c. Melakukan analisis kesenjangan keahlian komputer,
antara yang diharapkan (dibutuhkan) dengan yang
dimiliki.
d. Membuat silabus pelatihan, jadwal pelatihan beserta
personil yang harus mengikuti pelatihan tersebut.
Silabus pelatihan diharapkan dapat dibuat dan telah
tersedia setelah produk sistem informasi telah selesai
dibuat dan diimplementasikan.
J. Dampak Teknologi Informasi di Oganisasi TNI AL.
Sebelum melaksanakan identifikasi dampak teknologi
informasi terhadap pertahanan negara di laut, maka terlebih
dahulu melakukan identifikasi risiko teknologi informasi
berdasarkan ISO 27001 dan CobiT for Risk. Keluaran dari studi
literatur ini adalah berupa penjabaran aktivitas-aktivitas yang
dilakukan untuk identifikasi risiko, masukan yang dibutuhkan,
dan teknik-teknik yang direkomendasikan untuk melakukan
identifikasi.
1. Aset Teknologi Informasi di Organisasi TNI AL.
Identifikasi risiko menurut ISO 27001 adalah identifikasi
aset-aset teknologi informasi yang dimiliki oleh teknologi
informasi di Organisasi TNI AL. Aset-aset tersebut adalah
layanan teknologi informasi yang dikelompokkan berdasarkan
komponen teknologi informasi (data, perangkat lunak,
perangkat keras, sumber daya manusia, dan proserur). Tabel
[181]
4.4 merupakan daftar aset teknologi informasi yang akan
diidentifikasi risikonya.
2. Ancaman pada Teknologi Informasi di Organisasi TNI
AL
Langkah selanjutnya setelah aset-aset teknologi
informasi di Organisasi TNI AL diketahui adalah
mengidentifikasi ancaman-ancaman yang bisa terjadi pada
aset-aset tersebut. Ancaman dibagi menjadi 2, yaitu ancaman
internal dan ancaman eksternal. Ancaman internal adalah
ancaman yang berasal dari dalam komponen itu sendiri,
sedangkan ancaman eksternal adalah ancaman yang berasal
dari faktor lain, misalnya faktor alam, hewan, atau kesalahan
sumberdaya manusia (bagi komponen selain sumberdaya
manusia). Ancaman yang mungkin terjadi pada Aset-aset
teknologi informasi TNI AL yang merupakan bagian dari
komponen sistem Informasi, Tabel 4.5 adalah daftar ancaman
pada teknologi informasi di organisasi TNI AL.
[182]
Tabel 4.4 Daftar Aset Teknologi Informasi di Organisasi TNI AL
[183]
Tabel 4.5 Daftar Ancaman Pada Teknologi Informasi di Organisasi TNI AL
[184]
3. Kerentanan pada Teknologi Informasi di Organisasi TNI
AL
Pada setiap ancaman yang telah teridentifikasi
sebelumnya, terdapat kerentanan yang dapat terjadi yang
mengakibatkan dampak negatif dari IT di Organisasi TNI AL.
Identifikasi kerentanan pada setiap ancaman dapat dilihat pada
Tabel 4.6.
a. Data. Kerentanan yang terjadi akibat dari ancaman
terhadap data adalah serangan internet dan pencurian,
penghapusan, atau perusakan data.
b. Perangkat Lunak. Kerentanan yang terjadi akibat dari
ancaman terhadap perangkat lunak adalah serangan,
cybercrime, beberapa fungsional tidak dapat digunakan
dan Server down akibat banyaknya permintaan user dan
serangan internet. Sebagai contoh adalah ancaman cyber
(periksa Tabel 4.6). Ancaman cyber adalah semua kondisi,
sesuatu atau situasi yang dianggap mampu mengganggu
atau menyerang, dimana gangguan atau serangan itu
dapat merusak dan merugikan, sehingga mengancam
kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity) dan
ketersediaan (availability) sistem informasi. Serangan
yang bisa muncul adalah sebagai berikut account tidak
terlindungi, cracking password terenkripsi, memata-matai,
mendengarkan lalu lintas komunikasi data, menebak,
penipuan dan rekayasa sosial, penyalah-gunaan protokol
komunikasi, penyusupan cyber, serangan defacement,
serangan denial of service (dos), serangan malware, sistem
otentifikasi, spam dan phising, serta trojan horse. Serangan
ataupun ancaman tersebut dapat mengganggu
kerahasiaan, integritas dan ketersediaan sebuah sistem
informasi. Sekecil apapun risiko dan tingkat kemungkinan
yang muncul, tetap saja kerugian akan berdampak dan
ketergantungan sistem informasi terhadap keutuhan
komponen sangatlah besar. Komponen utama sistem
informasi secara umum sebagai berikut: PC Desktop PC,
[185]
Laptop, Servers, Aplikasi software, Technical Software, Data
elektronik, jaringan dan sistem telepon. Secara langsung
maupun tidak langsung ancaman akan mengganggu salah
satu komponen dan dapat mengganggu keberlangsungan
seluruh sistem.
Tabel 4.6 Ancaman Cyber terhadap Aset IT TNI AL
c. Perangkat Keras. Kerentanan yang terjadi akibat dari
ancaman terhadap perangkat keras adalah koneksi wi-fi
terputus akibat kabel LAN yang terlepas, kebakaran akibat
korsleting karena penataan kabel yang kurang efektif,
server down akibat minimnya spesifikasi RAM atau
processor, penggunaan komputer server menjadi lambat
akibat minimnya spesifikasi RAM atau processor dan
rusaknya perangkat keras akibat perangkat keras yang
sudah lama atau terjadinya bencana alam serta kabel
putus akibat dimakan hewan.
[186]
d. Sumber Daya Manusia. Kerentanan yang terjadi
akibat dari ancaman terhadap SDM adalah pemeliharaan
aset TI di organisasi TNI AL tidak maksimal/tidak
terkontrol dengan baik dan pembagian tugas yang tidak
jelas/membingungkan sehingga aset tidak terjaga.
e. Sistem dan Metode. Kerentanan yang terjadi akibat dari
ancaman terhadap sistem dan metode adalah Server
menjadi error, kabel berantakan, suhu ruangan tidak
sesuai sehingga perangkat keras bisa rusak, terjadi
kerusakan atau pencurian perangkat keras akibat
penyalahgunaan akses masuk.
[187]
Tabel 4.7 Daftar Kerentanan Pada Teknologi Informasi di Organisasi TNI AL
[188]
4. Dampak Kerentanan pada IT di Organisasi TNI AL.
Setelah aset beserta ancaman dan kerentanan telah
diidentifikasi sebelumnya, berikutnya adalah dampak
kerentanan yang ditimbulkan terhadap layanan yang diberikan
teknologi informasi di Organisasi TNI AL kepada Sistem
Pertahanan Negara di Laut. Tabel 4.8 adalah daftar Dampak
kerentanan pada teknologi informasi di organisasi TNI AL.
Dari uraian Tabel 4.8 dapat disimpulkan Risiko erat
kaitannya dengan Sistem Informasi yang digelar, dikarenakan
dari level fungsi operasi pasti membutuhkan kesatuan antara
satu sistem informasi dengan sistem informasi yang lain
(Prinsip Integrity) dan juga keterkaitan antara pengguna satu
dengan pengguna yang lain.
Kewaspadaan terhadap pertahanan nasional harus dijaga
setiap saat. Dengan kata lain sistem-sistem yang ada harus bisa
memberikan informasi untuk memberikan keputusan yang
akurat setiap saat, tidak memandang tempat dan waktu
(Prinsip Availability). Kondisi sistem informasi yang belum
berjalan dengan baik menyebabkan ketidakstabilan
ketersediaan informasi yang dibutuhkan dalam membangun
pertahanan nasional.
Sistem yang masih buruk serta dibangun dengan aplikasi
dan software yang masih belum menitikberatkan pada tingkat
keamanan data dan transmisi data, akan menimbulkan
kerentanan terhadap data dan informasi yang bersifat rahasia
(Prinsip Confidentiality).
Menurut prinsip keamanan Integrity, Aplikasi dan
Confidentiality memiliki risiko tinggi akan mengancam
operasional sebuah sistem. Kegagalan sekecil apapun pada
masing-masing sistem informasi akan berdampak pada fungsi
sistem secara keseluruhan. Hal ini berbanding lurus dengan
risiko yang ada didalam sistem informasi operasi, semakin
besar risiko yang ada, maka semakin menurunkan nilai dan
information superiority yang dimiliki oleh TNI AL.
[189]
Tabel 4.8 Daftar Dampak Kerentanan Pada Teknologi Informasi di Organisasi TNI AL
[190]
Tabel 5.10 Daftar Dampak Kerentanan Pada Teknologi Informasi di Organisasi TNI AL (lanjutan)
[191]
[192]
K. Tahapan Pembangunan dan Langkah Implementasi
Teknologi Informasi TNI AL.
1. Tahapan Pembangunan Teknologi Informasi.
Tahapan implementasi pembangunan ITMP TNI AL
disusun dalam tahapan jangka pendek (1 tahun), jangka
menengah (3 tahun) dan jangka panjang (5 tahun). Rencana
jangka pendek adalah kegiatan menyiapkan kebutuhan sistem
informasi dasar yang mendukung pelayanan dan merupakan
aktifitas utama TNI AL. Aplikasi sistem informasi ini
merupakan penentu berjalannya operasional TNI AL.
Sedangkan rencana pembangunan dalam jangka menengah
adalah tahapan untuk memantapkan aplikasi pelayanan
dengan mengimplementasikan sistem informasi pendukung.
Rencana pembangunan untuk jangka panjang difokuskan
kepada integrasi, peningkatan pelayanan dan kemudahan
pengambilan keputusan manajemen. Awal dalam urutan
tahapan ini adalah dimulai dari tahapan pembangunan sistem
informasi, diikuti dengan pembangunan infrastruktur
teknologi informasi dan terakhir adalah perencanaan tahapan
pelatihan. Tahapan pembangunan sistem informasi disusun
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.13
Gambar 4.13 Bagan Roadmap Pembangunan Sistem Informasi TNI AL Sumber: Hasil Olah Data Penulis
[193]
Pentahapan implementasi pembangunan ITMP TNI AL
dapat dibuat sesuai dengan strategi seperti pada Gambar 6.10.
Pentahapan implementasi tersebut meliput pembangunan
sistem informasi, teknologi informasi dan pelaksanaan
pelatihan seperti Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Pentahapan Implementasi IT
TAHAP URAIAN KEGIATAN
Persiapan Prosedur
Aplikasi Dasar (SI, DRS-Disaster Recovery System, dll)
Infrastruktur dan Penyiapan SDM.
Melengkapi Master Plan
Menyiapan SDM
Penyempurnaan organisasi Infolahta (QA, Stering Committee)
Pembangunan Jaringan dan DRS (Disaster Recovery System) dan
Aplikasi SDM
Pematangan Logistik dan Keuangan
SDM
SITI dan Umum
Operasi
Litbang dan Pengawasan
Document Management System
Website/Portal Intranet
Perluasan Jaringan dan DRS dan Sekuriti
Pembangunan ESB
Integrasi IMSS
Penyiapan SDM
Pemantapan Pembangunan Aplikasi Tingkat Taktis (MIS)
Peluasan Jaringan dan DRS
Data Warehousing
Penyiapan SDM
Pemanfaatan Pembangunan Aplikasi Tingkat Strategis (EIS, DSS, KM)
Perluasan Jaringan dan DRS
Penyiapan SDM
[194]
Rincian paket-paket pembangunan Sistem dan Teknologi
Informasi TNI AL yang tersusun sesuai tahapan perencanaan
jangka pendek, menengah dan panjang pembangunan Sistem
dan Teknologi Informasi TNI AL pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Rincian Paket Pembangunan IT
TH URAIAN KEGIATAN
I Pebangunan SI SiBinMat
SiWatMat
Si Bekal
SiFaslan
Paket A
Pembenahan
Ruangan Data Center
Pengadaan Fire Protector
Pengadaan Acses Control
Pengadaan AC
Paket B
Pemasangan
Jaringan Mabesal
Pembenahan jaringan Mabesal
Pemasangan dan Pembenahan
Jaringan Kotama
Pengadaan Jasa Koneksi WAN
Pengadaan Perangkat Server
(Rack)
Pengadaan Server R&D
Paket C
Pemasangan
Perangkat Server dan
Server Operasional
Pengadaan Hardware-DataBase
Server, Blade Enclosure, App
Server, Web Server,
Domain/Antivirus Server, BackUp
Server, PC + WorkCenter dan
UPS
Pengadaan Software - RDBMS
software, Back Up software, Web
Server software
Pengadaan Jaringan Komunikasi-
Core Swith, Wan Router, Switch
Internal, Security, Firewall,
IPS/IDS dan Antivirus
Pelatihan Paket 1 Pengenalan Sistem Informasi
Microsoft Office (pemula,
menengah dan lanjutan)
[195]
Penggunaan email dan internet
Penggunaan dan Pengoperasian
Jaringan
Pelatihan Paket 2 SiBinMat
SiWatMat
Si Bekal
SiFaslan
II Pebangunan SI Logistik dan Keuangan
Operasi
SDM, SITI dan SiPen
Pebangunan TI Pembangunan Middleware
Enterprise Service Bus
Integrasi IMSS
Paket D Pengadaan SAN
Pengadaan
Workstation
Kampus
Disaster Recovery
System
Perluasan Jaringan Komputer
Mabesal dan DRS dan Sekuriti
Pelatihan Paket 3 Logistik dan Keuangan
Operasi
SDM, SITI
III Pebangunan SI Litbang dan Pengawasan
Administrasi dan Arsip
Document Management System
Website/Portal
Intranet
Pelayanan Umum
Keamanan dan Ketertiban
Si Hukum
Paket E:
Penambahan Server
Pengadaan Server Email
Pengadaan Proxy Server
Pengadaan Portal
Pelatihan Paket 4 Litbang dan Pengawasan
Administrasi dan Arsip
Document Management System
Website/Portal Intranet
Pelayanan Umum
[196]
Keamanan dan Ketertiban
SiHuk
Website/Portal
Intranet Jangka
Panjang
IV Pebangunan SI
Taktis
Melaksanakan pembangunan SI
SIM
Data Ware house
Pelatihan Paket 5 SIM.
Data
Warehouse
V Pebangunan SI Executive Information System,
Business Inteligent
Enterprice Resource Planning
Decision Support System
Workflow
Pelatihan
Paket 6
Executive Information System,
Business Inteligent
Enterprice Resource Planning
Decision Support System
Workflow
[197]
2. Langkah Implementasi Teknologi Informasi.
Langkah dalam pembangunan sistem dan teknologi
informasi dapat dilihat pada 4.14. Langkah ini merupakan
acuan dalam melaksanakan pengadaan aplikasi sistem
informasi maupun pengadaan perangkat keras dan jaringan
komputer.
Gambar 4.14 Langkah Pengadaan Aplikasi Sistem Informasi
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Pada Gambar tersebut terlihat pada tahap perancangan
sistem terdapat 2 pilihan yaitu membeli paket atau merancang
dari awal. Kedua-dua pilihan tersebut selanjutnya akan
mengalami tahapan yang sama. Hanya saja dari sisi waktu
pembuatan aplikasi sistem informasi akan membutuhkan
waktu yang lebih lama dari pembelian paket aplikasi sistem
informasi yang sudah jadi. Sedangkan langkah impmentasi
perangkat keras dan jaringan, seperti terlihat pada Gambar
4.15.
[198]
Gambar 4.15 Langkah Pengadaan Perangkat Keras dan Jaringan
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
[199]
5 PENUTUP
[200]
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penilaian tingkat kemampuan sistem dan teknologi
informasi TNI AL existing berdasarkan Framework CobiT
pada domain Align, Plan, and Organize (APO), Evaluate,
Direct and Monitor (EDM), Build, Acquire and Implement
(BAI), dan Deliver, Sevice, and Support (DSS), dimana hasil
penilaian terhadap proses-proses teknologi informasi
existing di organisasi TNI AL mendapatkan tingkat
kemampuan IT berada pada level diantara 2 dan 3, artinya
proses-proses teknologi informasi belum sepenuhnya
berjalan dengan maksimal. Kondisi teknologi informasi di
organisasi TNI AL perlu upaya perbaikan terus menerus dan
berkesinambungan, kondisi tingkat kemampuan ini
mengindikasikan bahwa perencanaan, pengorganisasian,
akuisisi dan implementasi dari teknologi informasi belum
sepenuhnya diarahkan ke tujuan organisasi.
2. Rancangan pembangunan kekuatan dan kemampuan IT TNI
AL telah menghasilkan sebuah model kerangka teknologi
informasi dengan mempertimbangkan saran perbaikan dan
aspek pengembangan teknologi informasi serta
rekomendasi kebijakan pengembangan teknologi informasi
berdasarkan CobiT yang mencakup sasaran, strategi, arah
kebijakan, kebutuhan dan aktifitas bisnis, kebutuhan IT,
aplikasi, infrastruktur IT, arsitektur IT dan sistem
keamanan IT. Bagian utama dari kerangka teknologi
informasi TNI AL, meliputi: (1) Sistem Informasi Armada;
(2) Sistem Informasi Tempur; (3) Pusat Sistem Informasi;
(4) Tata Kelola Proses teknologi informasi; (5) Manajemen
Pengumpulan Data, dan (6) Sistem Pendukung Pengambilan
Keputusan. Tiap bagian kerangka IT tersebut saling
terhubung (integrity) satu sama lain. Dalam pengembangan
[201]
IT TNI AL tidak hanya sekedar pengembangan sistem,
namun juga memperhatikan aspek tata kelola proses
teknologi informasi. Hasil akhir Top Manajemen dari
kerangka IT TNI AL ini adalah Sistem Pendukung
Pengambilan Keputusan yang menerapkan prinsip “Multi
Expert - Multi Criteria Decision Making” dari inputan Sistem
Informasi Armada, Sistem Informasi Tempur dan Pusat
Sistem Informasi.
3. Tahapan implementasi pembangunan ITMP TNI AL disusun
dalam tahapan jangka pendek, menengah dan jangka
panjang: (1) Rencana jangka pendek merupakan kegiatan
menyiapkan kebutuhan sistem informasi dasar yang
mendukung pelayanan dan merupakan aktifitas utama TNI
AL; (2) Rencana jangka menengah merupakan tahapan
untuk memantapkan aplikasi pelayanan dengan
mengimplementasikan teknologi informasi pendukung; dan
(3) Rencana jangka panjang difokuskan kepada integrasi,
peningkatan pelayanan dan kemudahan pengambilan
keputusan manajemen. Implementasi pembangunan ITMP
TNI AL dimulai dari tahap Pembangunan Sistem Informasi,
Pembangunan Infrastruktur Teknologi Informasi dan
terakhir Tahap Pelatihan. Adapun langkah pengadaan
Aplikasi Sistem Informasi, Hardware dan Jaringan Computer
pembangunan sistem dan teknologi informasi diawali
dengan kegiatan Perencanaan, Persiapan Proyek/Kontrak,
Analisis Kebutuhan, Perencanaan Sistem, Produksi,
Implementasi, Uji Sistem dan Operasional, dan Evaluasi
serta Pemeliharaan.
B. Saran.
1. Implementasi pembangunan IT TNI AL berdasarkan analisis
kondisi terkini dalam pengelolaan proses-proses teknologi
informasi di TNI AL, maka rekomendasi mengenai
peningkatan pengelolaan proses teknologi informasi
berpedoman pada:
[202]
a. Restrukturisasi organisasi teknologi informasi agar
mengacu pada best practice dalam penyusunan
organisasi teknologi informasi dengan mengakomodasi
kebutuhan organisasi TNI AL akan dukungan teknologi
informasi dalam proses bisnisnya.
b. Pendefinisian peran dan tanggung jawab pengelolaan
teknologi informasi agar mengacu pada standar
pengelolaan teknologi informasi CobiT.
c. Perumusan rencana strategi teknologi informasi jangka
panjang dan jangka menengah agar mengacu pada
kerangka pengembangan teknologi informasi sehingga
pengembangan teknologi informasi dapat mengarah
pada pencapaian tujuan organisasi.
2. Pelaksanaan implementasi ITMP TNI AL, apabila terdapat
pekerjaan yang diusulkan tidak terdapat pada rancangan
ITMP TNI AL, maka diperlukan evaluasi (studi kelayakan)
untuk menentukan apakah usulan tersebut layak apa tidak.
Jika hasil evaluasi ternyata usulan proyek tersebut tidak
mendukung ITMP dan tidak memberikan benefit bagi TNI
AL maka usulan tersebut lebih baik ditolak karena
pelaksanaan proyek yang tidak layak serta diluar
perencanaan ITMP akan merusak perencanaan yang telah
disusun dalam ITMP TNI AL ini.
3. Pembangunan Teknologi informasi TNI AL bila telah
diimplementasikan, maka pada pengembangan Tata Kelola
proses teknologi informasi berikutnya agar dilakukan
assessment pada kelima domain lainnya secara menyeluruh
sehingga gambaran kondisi pengelolaan teknologi informasi
menjadi lebih lengkap dan menghasilkan tingkat
kematangan dan kemampuannya berada pada skala
Maturity Model CobiT “Good practices are follow and
automated”, dimana pantauan dan evaluasi seluruh proses
teknologi informasi telah berjalan sesuai arahan maupun
solusi berupa layanan teknologi informasi kepada pengguna
dan kondisi organisasi dianggap telah
[203]
mengimplementasikan tatakelola teknologi informasi yang
sesuai dengan “Best Practice”.
4. Peningkatan peran Disinfolahtal, baik sasaran maupun
tujuan organisasinya perlu dipertegas agar peran Teknologi
Informasi di lingkungan TNI AL tidak lagi dari sekedar
pendukung namun dapat segera ditingkatkan menjadi
media dan alat strategis dalam pencapaian tujuan TNI AL.
Tinjauan ulang terhadap visi dan misi Disinfolahtal
memungkinkan arah pengembangan sistem informasi di
TNI AL menjadi lebih terarah dan lebih focus sehingga
perubahan visi dan misi Disinfolahtal diusulkan menjadi:
Visi: “Teknologi Informasi Sebagai Media dan Alat Strategis
Dalam Mendukung Pencapaian Sasaran dan Tujuan TNI
Angkatan Laut”. Sedangkan Misi:
a. Mewujudkan sistem informasi terpadu dalam rangka
mempercepat proses pengambilan keputusan serta
mengoptimalkan kualitas pelaksanaan tugas TNI AL.
b. Menyediakan fasilitas, sarana & prasarana berbasis
teknologi informasi dalam rangka meningkatkan
efektifitas dan efisiensi koordinasi dan kerjasama,
sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi
TNI AL.
c. Membangun teknologi informasi TNI AL yang dapat
diandalkan serta melakukan sharing & kerjasama
informasi, dalam rangka mewujudkan kualitas &
kemampuan informasi TNI AL yang diharapkan.
d. Membangun dan mengembangkan SDM TNI AL agar
memiliki wawasan, prilaku & budaya teknologi informasi
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugasnya
5. Implementasi manajemen risiko yang dijalankan pada
pengelolaan teknologi informasi tidak hanya berhenti
sampai tahap Identifikasi Risiko saja, namun dilanjutkan
hingga ke tahapan Assesment Risiko dan Rencana Darurat
sehingga dampak terhadap risiko IT dalam mendukung
[204]
pelaksanaan tugas pokok TNI AL dapat diantisipasi dan
diminimalisir secara optimal dan berkelanjutan.
6. Implementasi kebutuhan pengembangan IT TNI AL dalam
upaya meningkatkan pengelolaan proses teknologi
informasi agar berpedoman pada sasaran Strategis
Pertahanan Negara di Laut, yang telah dirumuskan yaitu:
a. Terselenggaranya Strategi Penangkalan Pertahanan
Negara yang diwujudkan dalam Sistem Informasi
Pertahanan untuk menangkal segala bentuk ancaman
berdimensi globalisasi dan teknologi. Konsep
penangkalan dibangun dan dikembangkannya Sistem
Informasi Pertahanan yang mengedepankan fungsi
pertahanan nir militer sebagai satu kesatuan pertahanan
yang terintegrasi secara menyeluruh.
b. Terselenggaranya Pertahanan Negara yang diwujudkan
dalam Cyber Power System untuk menangani ancaman
nir militer. Ancaman berdimensi globalisasi dan
teknologi ini tidak berbentuk fisik sehingga dalam
penanganannya menggunakan pendekatan kekuatan
pertahanan yang bersifat soft-power.
[205]
DAFTAR SINGKATAN
AAL : Akademi Angkatan Laut
AHP : Analisis Herarki Proses
AI : Acquire and Implement
APO : Align, Plan, and Organize
BAI : Build, Acquire and Implement
BDPM : Basis data perbatasan maritim
BINKUAT : Pembinaan kekuatan
C2 : command and control
C4ISR : Command, Control, Communications,
Computers, Surveillance and
Reconnaissance
CIS : Coastal Information System
CobiT : Control Objective for Information and
related Technology
Disinfolahtal : Dinas Informasi dan Pengolahan Data TNI
AL
DODAF : Architecture Framework Departemen
Pertahanan di AS
DSS : Deliver, Service, and Support
EAS : East Asia Summit
EDM : Evaluasi, pemantauan langsung, dan
monitor
FGI : Focus Group Interview
GDIT : Grand Design Information Technology
GDP : Gross Domestic Product
GSP : Group Service Peer
GUNKUAT : Penggunaan kekuatan
IC : Information Cooperation
ICT : Information and Communications
Technologies
IIW : Information in War
IJACSA : International Journal of Advanced Computer
[206]
Science and Applications
IJRMT : International Journal of Research in
Management & Technology
ISM : Interpretive Structural Modelling
ISR : Intelegent, Surveillance and Reconnaissance
IT : Information Teknology
ITMP : Information Technology Master Plan
IW : Information Warfare
K3I : Komando, Kontrol, Komunikasi dan
Intelejen
K4IPP : Komando, kendali, komputer, komunikasi,
intelijen, pengamatan dan pengintaian
KAL : Kapal Angkatan Laut
Kotama : Komando Utama
KRI : Kapal Perang Republik Indonesia
KTT : Konferensi Tingkat Tinggi
LSP : Local Service Peer
Mabes : Markas Besar
Mabesal : Markas Besar TNI AL
MDS : Multidimensional Scaling
MEA : Monitor, Evaluate, and Assess
MEF : Minimum Essential Force/
MSI : Model Struktur Imperatif
NCO : Network centric operations
NCW : Network Centric Warfare
OMP : Operasi Militer Perang
OMSP : Operasi Militer Selain Perang
Pernika : Peralatan elektronika
PMD : Poros Maritim Dunia
PO : Plan and Organize
Puskodalops : Pusat Komado dan Kendali Operasi
RMA : Revolutionary in Military Affair
RoIP : Radio over Internet Protocol
SAR : Search and rescue
[207]
SCMS : Sistem Supply Chain Management System
SDM : Sumber Daya Manusia
Seskoal : Sekolah Staf dan Komando
SLOC : Sea Lane of Communication
SMD : Skala Multi Dimensi
SMIT : Strategic Management Information
Technology
SOA : Service Oriented Architecture
SPLN : Strategi Pertahanan Laut Nusantara
SSAT : Sistem Senjata Armada Terpadu
STTAL : Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut
SWOT : Strength Weakness Opportunity dan Threat
TIK : Teknologi Informasi dan Komputer
UML : (Unified Modeling Language)
VPN : Virtual Private Network
[208]
DAFTAR TABEL
2.1 Rekapitulasi Lingkungan Strategis & Pengaruhnya
kepada Keamanan Maritim. 26
2.2 Ancaman terhadap fasilitas fisik 62
2.3 Ancaman terhadap Data Elektronik 63
2.4 Ancaman terhadap perangkat lunak 64
2.5 Ancaman pada Sumberdaya Manusia 64
3.1 Hasil Pengukuran Domain APO 78
3.2 Hasil Pengukuran Domain EDM. 79
3.3 Hasil Pengukuran Domain BAI 80
3.4 Analisis SWOT Terhadap TNI AL 103
4.1 Hubungan Fungsi Bisnis dengan Subjek Data 137
4.2 Kebutuhan Aplikasi Sistem Informasi TNI AL 140
4.3 Perbandingan Sistem Baru dengan Sistem Lama 144
4.4 Daftar Aset Teknologi Informasi di Organisasi TNI AL 182
4.5 Daftar Ancaman Pada Teknologi Informasi di Organisasi
TNI AL 183
4.6 Ancaman Cyber terhadap Aset IT TNI AL 185
4.7 Daftar Kerentanan Pada Teknologi Informasi
di Organisasi TNI AL 187
4.8 Daftar Dampak Kerentanan Pada Teknologi Informasi
di Organisasi TNI AL 189
4.9 Pentahapan Iplementasi IT 193
4.10 Rincian Paket Pembangunan IT 194
[209]
DAFTAR GAMBAR
2.1 Sasaran Strategis SPLN 31
2.2 Pokok-Pokok Penyelenggaraan SPLN pada Masa Damai 33
2.3 Pokok-Pokok Penyelenggaraan SPLN pada Masa Perang 34
2.4 Pokok-Pokok Penyelenggaraan SPLN pada Masa Krisis
atau Perang 35
2.5 Penyelarasan antara Strategi Organisasi dan IT 40
2.6 Keterkaitan antara Sistem Bisnis dan IS 41
2.7 Model Keselarasan Strategis Transformasi
Organisasi Melalui IT 42
2.8 Prinsip CobiT 5 45
2.9 Tujuh Kategori Enabler Kerangka Kerja CobiT 46
2.10 Lima Domain CobiT dalam Proses IT 49
2.11 C4ISR sebagai Komando dan Kendali 50
2.12 Network Centric Warfare Concept Implementation 54
2.13 Manajemen Risiko berdasarkan CobiT for IT Risk 57
2.14 Hubungan antara CobiT for IT Risk dan ISO 27001 59
2.15 Keterkaitan CobiT for IT Risk dan ISO 27001 60
3.1 Struktur Organisasi TNI AL 68
3.2 Grafik Perbandingan Tingkat Kemampuan dan
Harapan pada Domain APO 79
3.3 Grafik Perbandingan Tingkat Kemampuan dan
Harapan pada Domain EDM 80
3.4 Grafik Perbandingan Tingkat Kemampuan dan
Harapan pada Domain BAI 81
3.5 Struktur Organisasi TNI AL 87
3.6 Diagram Blok Kelompok Fungsi Bisnis 93
3.7 Rantai Nilai Kondisi TNI AL 95
3.8 Kelompok Fungsi Bisnis TNI AL yang Diinginkan 109
3.9 Kelompok Rantai Nilai Aktifitas TNI AL yang
Diinginkan 110
[210]
3.10 Tahapan Pengembangan Sistem 117
4.1 Cobit 5 Menterjemahkan ke Tujuan Organisasi 122
4.2 Konseptual Pembuatan Kerangka IT TNI AL 132
4.3 Kerangka Teknologi Informasi TNI AL 135
4.4 Arsitektur Informasi TNI AL 139
4.5 Struktur Organisasi DisinfoLahtal Level 1 Yang Ada 150
4.6 Perubahan Struktur Organisasi DisinfoLahtal 150
4.7 Bagan Hirarki Manajemen 158
4.8 Bagan Keterkaitan Sistem Informasi 159
4.9 Bagan Arsitektur Sistem Informasi Binsis TNI AL 161
4.10 Framework SOA – Sistem Informasi INFOLAHTAL 162
4.11 Konsep Integrasi Aplikasi dengan ESB 164
4.12 Arsitektur Sistem Fail Over 173
4.13 Bagan Roadmap Pembangunan Sistem Informasi TNI AL 192
4.14 Langkah Pengadaan Aplikasi Sistem Informasi 197
4.15 Langkah Pengadaan Perangkat Keras dan Jaringan 198
[211]
DAFTAR PUSTAKA
Alberts, David S., Garstka J.J., Frederick P and Stein. (2000).
Network Centric Warfare: Developing and Leveraging Information Superiority (2nd edition). CCRP. Washington
Alcuaz, J.R., Manuel A. (1989). Information Systems for Competitive
Advantage. Business World Bon, J.v. et al. (2007). Foundation of IT Service Management based
on ITIL V3. Amersfoort: Van Haren Publishing Boyd C., Williams W., Skinner D and Wilson S. (2005) Network
Centric Warfare Prioritisation & Integration Method – Literature Review, ACPL-REPORT-20-2005-J53, version 0.4 (draft), Aerospace Concepts Pty Ltd, Canberra
Buzan, Barry. (2007). What is national security in the age of
globalisation? London School of Economics and Political Science. London
Creswell. John W. (2009). Research Design : Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches (3rd Edition). Sage. UK
David Watson & Andrew Jones & Frank Thornton. (2013). Digital
Forensics Processing and Procedures, Meeting the Requirements of ISO 17020, ISO 17025, ISO 27001 and Best Practice Requirements. Syngress Elsevier.
Djalal, H. (2012). Indonesia’s Maritime Challenges dalam Joshua H.
Ho and Sam Bateman (eds.) Maritime Challenges and Priorities in Asia Implications for regional security. Routledge. London
Drew, Dennis M., Donald M and Snow. (2002). Making Strategy: An
Introduction to National Security. Air University Press. Alabama
[212]
Flodstrom, Racquel. (2006). A Framework for the Strategic Management of Information Technology. Linkopings Universitet. Linkoping
Hanover Research. (2010). Best Practices and Organizational
Structure. [Online] Available at:http://www.planning. salford.ac.uk/data/assets/pdf_file/0005/20696/ 20100908 -Best-Practices-and-Strategies-in Organizational-Structure-and-Design-[Accessed. 12 Agustus 2017]
Henderson J., Venkatraman N. (1990). Strategic Alignment: A
model for organizational transformation via Information Technology. Center for Information Systems Research, MIT. Massachusetts
Hu, Mengmeng, Zhang L and Su C. (2014). The IT capabilities
driven model and evolutionqry model: Based on the integration view of competitive strategy, resource-based view, and dynamic capabilities. Applied Mechanics and Materials, 519-520(2014):1472-1477
ISACA. (2012). Cobit 5 A Business Framework for Governance and
Management of Enterprise IT. ISACA. Illinois ISACA. (2013). COBIT 5: Enabling Information. IT Governance
Framework. Rolling Meadows. ISACA. Illinois. ISO 17020, ISO 17025, ISO 27001 and Best Practice Requirements.
Syngress Elsevier. IT Governance Institute. (2003). Board Briefing on IT Governance.
IT Governance Institute. Illinois IT Governance Institute. (2007). CobiT 4.1. IT Governance
Framework. IT Governance Institute. Kearney A.T. (2011). Building a Capability-Driven IT Organization.
Illinois Kementrian Pertahanan Republik Indonesia. (2007). Doktrin
Pertahanan Negara. Jakarta
[213]
Kementrian Pertahanan Republik Indonesia. (2007). Peraturan
Menteri Pertahanan No. Per/23/M/XII/2007 tentang Doktrin Pertahanan. Jakarta
Kementrian Pertahanan Republik Indonesia. (2008). Peraturan
Menteri Pertahanan No. Per/03/M/II/2008 tentang Buku Putih Pertahanan Indonesia. Jakarta
Kementrian Pertahanan Republik Indonesia. (2015). Buku Putih
Pertahanan Indonesia. Jakarta Laudon, Kenneth C and Laudon J.P. (2014). Management
Information Systems: Managing the Digital Firm (13th edition). Pearson Education Limited. Essex
Lind, William S. et al. (1989). The Changing Face of War: Into the
Fourth Generation. Marine Corps Gazzete, 73(10):22-26 Markas Besar TNI AL. (2004). Strategi Pertahanan Laut
Nusantara. Cilangkap. Jakarta Markas Besar TNI AL. (2006). Doktrin Eka Sasana Jaya. Cilangkap.
Jakarta Markas Besar TNI AL. (2006). Pola Dasar Pembinaan Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut. Cilangkap. Jakarta Markas Besar TNI AL. (2014). Paradigma Baru TNI Angkatan Laut
Kelas Dunia. Cilangkap. Jakarta Markas Besar TNI. (2007). Doktrin Tri Dharma Eka Karma
(TRIDEK). Cilangkap. Jakarta Marsetio, Boer. (2014). Manajemen Strategis Negara Maritim
dalam Persepektif Ekonomi dan Pertahanan. Jakarta. McKeen, James D. (2008). IT Strategy in Action. Pearson Prentice
Hall. New Jersey National Intelligence Council (NIC). (2012). Global Trends 2030:
[214]
Alternative Worlds. Octavian, A. (2012). Militer dan Globalisasi. Studi Sosiologi Militer
Dalam Konteks Globalisasi dan Kontribusinya Bagi Tranformasi TNI. UI-Press. Jakarta.
Prabowo, J.S. (2009). Pokok-pokok Pemikiran tentang Perang
Semesta. Pusat Pengkajian Strategi Nasional. Jakarta Putra N., Hakim A., Pramono S.H., Leksono A.S. (2017). Adopted
COBIT-5 Framework for System Design of Indonesia Navy IS/IT: An Evaluation, International Journal of Applied Engineering Research ISSN 0973-4562 Volume 12, Number 17 (2017) pp. 6420-6427. © Research India Publications.
Putra N., Hakim A., Pramono S.H., Leksono A.S. (2017). The Effect
of Strategic Environment Change toward Indonesia Maritime Security: Threat and Opportunity. International Journal of Applied Engineering Research ISSN 0973-4562 Volume 12, Number 16 pp. 6037-6044. © Research India Publications
Putra N., Hakim A., Pramono S.H. Tolle H. (2017). Design Concept
of Strengthen and Ability Development at Naval Operation/Information System to Supporting Archipelagic Sea Defence Strategy, International Journal of Applied Engineering Research ISSN 0973-4562 Volume 12, Number 13 (2017) pp. 3894-3903. © Research India Publications.
RAND. (2002). A Conceptual Framework for Network Centric
Warfare. Workshop on Network Centric Warfare and Network Enable Capabilities, December 17-19, 2002. OFT and ASD (C31)
Sarno, R. (2009). Strategi Sukses Bisnis Dengan Teknologi
Informasi. Penentuan best practice dapat dilakukan berdasarkan kerangka kerja pengelolaan TI yang standar, dan menyesuaikan dengan proses bisnis organisasi. ITS Pres. Surabaya
Smith, Christopher. (2010). Network Centric Warfare, Command,
and the Nature of War. Land Warfare Studies Centre.
[215]
Canberrra Suhartono A. (2011). Rakornis TI Kemhan & TNI: Pandangan TNI
terhadap Perang Cyber. Jakarta. Suhartono A. (2013). Perang Hibrida-Hybrid War: Amanat pada
Upacara Bendera. Jakarta. Turban, E. et al. (2006). Information Technology for Management:
Transforming Organization in The Digital Economy (5th edition). John Wiley & Sons Asia. New Jersey
Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia Universitas Pertahanan Indonesia. (2012), Kajian Strategis,
Keamanan Cyber Nasional, Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional Dibidang Keamanan Cyber. Jakarta
Ward, J. & Peppard, J. (2002). Strategic Planning for Information
Systems. Sussex: John Wiley & Sons Ltd Ward, John and Griffiths P. (1996). Strategic Planning for
Information Systems (2nd edition).John Wiley & Sons Ltd. Sussex
Yarger, Harry. R. (2006). Strategic Theory for The 21st Century:
The Little Book on Big Strategy. Strategic Studies Institute. Carlisle
[216]
SEKILAS TENTANG PENULIS
Kolonel Laut (E) Dr. I Nengah Putra A, S.T, M.Si(Han)
adalah Dosen sekaligus Wakil Komandan pada Sekolah Tinggi
Teknologi Angkatan Laut Surabaya (STTAL). Beliau merupakan
lulusan Akademi Angkatan Laut Angkatan 35 (1989), memperoleh
gelar Sarjana Teknologi pada Prodi S1 Teknik Elektronika STTAL
(2002) dan kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Staf dan
Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal) Angkatan 43 (2005),
selanjutnya mengikuti Pendidikan Operasi Gabungan TNI-IV di
Jakarta (2007), memperoleh gelar Magister Pertahanan pada
Fakultas Strategi Perang Semesta Universitas Pertahanan (2013),
serta memperoleh gelar Doktor Ilmu Lingkungan pada Universitas
Brawijaya Malang (2017). Berbagai jenis jabatan dan penugasan
telah diemban mulai tahun 1990 hingga saat ini di berbagai
penempatan penugasan di dalam maupun luar negeri.
Pernah mengikuti beberapa pelatihan diantaranya DIKLAT
FPB-57–PT. PAL Indonesia (1992), DIKLAT PFK Noistatd –
Germany (1994), Pelatihan Pengabdian Pada Masyarakat – ITB
Bandung (1999), Maintenance/DLM SIGMA Thales – Nederland
(2006), OPR TCMS 235RI/04A Thales – France (2006),
Maintenance ICS Raytheon ANS. GmbH – Germany (2006),
Maintenance IIF TSB 2525 Thales – Nederland (2006), IST SIGMA
Vlisingen Nederland (2007), Pelatihan Ahli Pengadaan Nasional
2008, Pelatihan Spiritual Bidang Kebangsaan “Wawasan
kebangsaan” 2016.
Disela-sela melaksanakan tugas sebagai seorang pendidik,
wakil Komandan, juga disibukkan sebagai motivator
penumbuhkembangan karakter, wawasan kebangsaan, bela
negara di berbagai kampus antara lain: Universitas Negeri
Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS),
Universitas Brawijaya Malang, dan di berbagai instansi baik
Pemerintah maupun swasta, serta tidak segan-segan terjun ke
masyarakat daerah pesisir untuk pengembangan potensi maritim
di sana.