Upload
hechun
View
36
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
1.3 TujuanPenelitian ini difokuskan untuk mengetahui efektifitas ozon terhadap pertumbuhan kapang yang terdapat pada produk pangan ikan nila merah (Oreochromis nilotica).
Citation preview
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Mencit (Mus musculus)
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan percobaan yang lazim
digunakan untuk penelitian di laboratorium karena mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu tubuh berukuran kecil, mudah dipelihara, cepat
berkembang biak, dan harganya murah. Semua galur mencit laboratorium
yang ada pada waktu ini merupakan turunan dari mencit liar sesudah melalui
peternakan selektif. Bulu mencit berwarna putih keabu-abuan, dan warna
perut sedikit lebih pucat. Mata berwarna hitam dan kulit berpigmen. Lama
hidup satu sampai tiga tahun. Bobot badan dewasa 20-40 g jantan; 18-35 g
betina (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Mencit laboratorium dapat dikandangkan dalam kotak dengan serbuk
gergaji atau sekam padi sebagai alas tidur. Kotak dapat dibuat dari plastik
(polipropilen atau polikarbonat), aluminium, atau baja tahan karat. Prinsip
dasar yang perlu diperhatikan jika memilih kotak mencit ialah kotak harus
mudah dibersihkan dan disterilkan, tahan lama, tahan digigit, dan mencit
tidak dapat lepas (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Mencit termasuk hewan omnivora. Mencit laboratorium biasanya
diberi makanan berbentuk pelet tanpa batas (ad libitum). Seekor mencit
dewasa makan 3-5 g/hari makanan dan minum 4-8 mL/hari air. Kualitas
makanan berpengaruh terhadap kondisi mencit secara keseluruhan (Smith
dan Mangkoewidjojo, 1988).
5
6
2.2. Tinjauan Umum Hepar
Hepar adalah organ tempat nutrien yang diserap dari saluran cerna
diolah dan disimpan untuk dipakai oleh bagian tubuh yang lain. Ia jadi
perantara antara sistem pencernaan dan darah (Junquiera et. al., 1998).
Hepar terletak di rongga perut di bawah diafragma. suplai darah
yang masuk sekitar (70-80%) datang dari vena porta, sebagian kecil darahnya
dipasok dari arteri hepatika. Posisi hepar dalam sistem sirkulasi adalah
optimal untuk menampung, mengubah, dan mengumpulkan metabolit dan
untuk menetralisasi dan mengeluarkan substansi toksik (Junquiera et. al.,
1998).
Hepar dibungkus oleh selaput tipis jaringan ikat (kapsula Glison)
yang menebal di hilum, tempat vena porta dan arteri hepatika memasuki
hepar, dan duktus hepatikus kiri dan kanan serta tempat keluarnya pembuluh
limfe. Pembuluh dan duktus ini dikelilingi oleh jaringan ikat disepanjang
daerah portal diantara lobulus hepar (Junquiera et. al., 1998).
Komponen struktural hepar adalah sel hepatosit. Sel epitelial ini
berkelompok membentuk lempeng-lempeng yang saling berhubungan. Hepar
pada hewan tertentu misalnya babi, lobulus ini dipisahkan oleh jaringan ikat.
Pemisahan lobulus tidak terjadi pada manusia yang lobulusnya saling kontak
sehingga sukar dibedakan batas-batas antar lobuli. Beberapa daerah, lobulus
ini dibatasi oleh jaringan ikat yang mengandung duktus biliaris, pembuluh
limfe, saraf, dan pembuluh darah. Bagian tepi diantara lobuli-lobuli terdapat
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/triad yaitu traktus
7
portalis yang mengandung cabang-cabang vena porta, arteria hepatika,dan
duktus biliaris. Hepar manusia memiliki tiga sampai enam triad portal
perlobulus. Hepatosit tersusun radier dalam lobulus hepar, dimana
susunannya mirip dengan tumpukan bata. Lempengan diantara hepar terdapat
celah yang mengandung kapiler, yaitu sinusoid hepar. Sinusoid berisikan
beberapa sel, salah satunya berisikan sel fagositik dari sel fagosit
mononukleus yang dikenal sebagai sel kupfer. Fungsi utama adalah untuk
metabolisme sel eritrosit yang sudah tua, hemoglobin hasil pencernaan dan
mensekresi protein yang berhubungan dengan sistem imun. Sel penimbun
lemak (sel ito) adalah sel stelata yang terletak dicelah disse. Sistem peredaran
darah di hepar tersusun atas vena porta dan arteria hepatika. Cabang dari
vena porta dan arteria hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam
sinusoid setelah banyak percabangan. Sistem bilier dimulai dari kanalikuli
biliaris yang halus yang terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut
membentuk dinding sel. Kanalikuli akan mengeluarkan isinya ke dalam
intralobularis, dibawa ke dalam empedu yang lebih besar, selanjutnya air
keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu (Junquiera et. al.,
1998).
Secara fisiologis hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh
tubuh dan sebagai sumber energi tubuh sebanyak 20%, serta menggunakan
20–25% oksigen darah. Bobot hepar 4–5% dari bobot badan. Aliran darah ke
hepar ± 1500 cc/ 1,75 m2 dan 75% berasal dari vena porta, 25% dari arteria
hepatika. Tekanan pada vena porta 7-10 mmHg, tekanan ini dapat meningkat
8
sekali pada sirosis hepatis yaitu 40–50 mmHg, sedangkan tekanan sinusoid
hanya 2-4 mmHg. Empedu terdiri atas bilirubin, garam-garam asam empedu,
kolesterol, fosfolipid, garam-garam inorganik, musin/lendir, air dan beberapa
metabolit. Produksi empedu setiap hari ± 600–1000 cc. Selain dari empedu,
hepar juga membentuk asam empedu dari bahan kolesterol sehingga empedu
merupakan rute utama eliminasi kolesterol oleh hepar. Bilirubin dibuat dari
pemecahan Hb (hemoglubin) oleh jaringan retikulum endoplasma halus di
berbagai tempat, terutama di sumsum tulang dan limpa (Anonim, 2008c).
2.3. Tinjauan Umum Bobot Badan
Bobot badan merupakan bobot massa dari suatu organisme yang
mencakup bobot protein tubuh, cadangan energi dari karbohidrat, lemak
dalam tubuh, bobot ostium dan konsentrasi cairan tubuh (Guyton, 1989).
Pertumbuhan hewan merupakan proses yang sangat kompleks, dipengaruhi
oleh faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik meliputi
pengaruh pakan, lingkungan, dan manajemen pemeliharaan. Faktor intrinsik
meliputi spesies, jenis kelamin, umur, dan hormon (Guyton, 1989).
Pertumbuhan mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan dan
kualitas pakan yang dapat berpengaruh pada kondisi mencit secara
keseluruhan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
9
2.4. Farmakokinetik Obat
Farmakokinetik adalah proses hancurnya bentuk sediaan obat dan
melarutnya bahan obat sehingga menimbulkan efek terhadap tubuh. Empat
proses yang termasuk di dalamnya adalah absorpsi, distribusi, metabolisme
atau biotransformasi, dan ekskresi atau eliminasi (Sridana, 2008).
a. Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran
gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi
aktif, atau pinositosis. Kebanyakan obat oral diabsorpsi di usus halus
melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas. Absorbsi akan menurun
sebagian dari vili ini berkurang karena pengangkatan sebagian dari usus
halus, maka absorpsi juga berkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar
protein, seperti insulin dan hormon pertumbuhan dirusak di dalam usus
halus oleh enzim-enzim pencernaan. Absorpsi pasif umumnya terjadi
melalui difusi (pergerakan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah).
proses difusi obat tidak memerlukan energi untuk menembus membran.
Absorpsi aktif membutuhkan karier (pembawa) untuk bergerak melawan
perbedaan konsentrasi. Sebuah enzim atau protein dapat membawa obat-
obat menembus membran. Pinositosis berarti membawa obat menembus
membran dengan proses menelan (Sridana, 2008).
Membran gastrointestinal terdiri atas lipid (lemak) dan protein,
sehingga obat-obat yang larut dalam lemak cepat menembus membran
gastrointestinal. Obat-obat yang larut dalam air membutuhkan karier, baik
10
berupa enzim maupun protein untuk melalui membran. Partikel-partikel
besar mampu menembus membran jika telah menjadi tidak bermuatan
(nonionized, tidak bermuatan positif atau negatif). Obat-obat yang larut
dalam lemak dan tidak bermuatan diabsorpsi lebih cepat daripada obat-
obat yang larut dalam air dan bermuatan (Sridana, 2008).
Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, rasa nyeri, stres,
kelaparan, makanan, dan pH. Obat-obat yang diberikan secara
intramuskular dapat diabsorpsi lebih cepat di otot-otot yang memiliki lebih
banyak pembuluh darah. Beberapa obat, secara tidak langsung masuk ke
dalam sirkulasi sistemik setelah absorpsi tetapi melewati lumen usus
masuk ke dalam hepar, melalui vena porta. Obat di dalam hepar,
kebanyakan obat dimetabolisme menjadi bentuk yang tidak aktif untuk
diekskresikan, sehingga mengurangi jumlah obat yang aktif. Proses di
mana obat melewati hepar terlebih dahulu disebut sebagai efek first-pass,
atau first-pass hepatik. Contoh obat dengan metabolisme first-pass adalah
warfarin (coumarin) dan morfin. Lidokain dan nitrogliserin tidak diberikan
secara oral karena kedua obat ini mengalami metabolisme first-pass yang
luas, sehingga sebagian besar dari dosis yang diberikan akan dihancurkan
(Sridana, 2008).
b. Distribusi
Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam
cairan tubuh dan jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran
darah, afinitas (kekuatan penggabungan) pada jaringan, dan efek
11
pengikatan dengan protein, ketika obat didistribusi di dalam plasma,
kebanyakan berikatan dengan protein (terutama albumin) dalam derajat
(persentase) yang berbeda-beda. Obat-Obat yang lebih besar dari 80%
berikatan dengan protein dikenal sebagai obat-obat yang berikatan dengan
tinggi protein. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein
adalah diazepam (valium), yaitu 98% berikatan dengan protein. Bagian
obat yang berikatan bersifat inaktif dan bagian obat selebihnya yang tidak
berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak
berikatan dengan protein yang bersifat aktif dapat menimbulkan respons
farmakologik. Kadar obat bebas yang mengalami penurunan kadar dalam
jaringan maka lebih banyak obat yang berada dalam ikatan dibebaskan dari
ikatannya dengan protein untuk menjaga keseimbangan obat dalam bentuk
bebas (Sridana, 2008).
c. Metabolisme atau Biotransformasi
Hepar merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan
obat diinaktifkan oleh enzim-enzim hepar dan kemudian diubah atau
ditransformasikan oleh enzim-enzim hepar menjadi metabolit inaktif atau
zat yang larut dalam air untuk diekskresikan. proses perubahan menjadi
metabolit inaktif tidak terjadi pada semua jenis obat, beberapa obat
ditransformasikan menjadi metabolit aktif menyebabkan peningkatan
respons farmakologik. Penyakit-penyakit hepar, seperti sirosis dan
hepatitis, mempengaruhi metabolisme obat. Waktu paruh, dilambangkan
dengan t1/2, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh
12
konsentrasi obat untuk dieliminasi. Metabolisme dan eliminasi
mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hepar
atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat
dimetabolisasi dan dieliminasi. Obat jika diberikan terus menerus maka
dapat terjadi penumpukan obat. Suatu obat akan melalui beberapa kali
waktu paruh sebelum lebih dari 90% obat itu dieliminasi (Sridana, 2008).
Reaksi biotransformasi secara umum dimasukkan dalam satu dari
2 kategori utama yang disebut reaksi fase I dan fase II. Reaksi-reaksi fase I
biasanya mengubah obat induk menjadi metabolit yang lebih polar dengan
menambahkan atau memfungsikan suatu gugus fungsional (-OH, -NH2, -
SH). Seringkali metabolit-metabolit ini tidak aktif meskipun dalam hal
tertentu aktivitasnya hanya dimodifikasi. Kalau metabolit-metabolit fase I
cukup polar maka metabolit-metabolit tersebut mudah diekskresi. Produk-
produk hasil fase I banyak yang tidak segera dieliminasi dan mengalami
reaksi berikutnya dimana suatu substrat endogen seperti glukoronic acid,
sulfuric acid, acetic acid, atau amino acid bergabung dengan gugus
fungsional yang baru terjadi membentuk konjugat yang sangat polar.
Reaksi-reaksi konjugasi atau reaksi-reaksi sintesis yang demikian adalah
tanda-tanda metabolisme fase II (Katzung, 2002).
Proses biotransformasi fase I melibatkan banyak enzim
metabolisme obat yang terletak di dalam membran lipofilik dari retikulum
endoplasmik hepar dan jaringan-jaringan lain. Proses-proses dalam reduksi
dan oksidasi, terdapat dua enzim mikrosom yang memegang peranan
13
utama. Salah satu dari enzim mikrosomal ini adalah suatu flavoprotein,
reduktase NADPH-sitokrom P450 (karena sitokrom c dapat berfungsi
sebagai aseptor elektron, enzimnya sering disebut reduktase NADPH
sitokrom c) (Katzung, 2002).
2.5. Diazepam (valium)
Diazepam atau valium merupakan obat penenang, yaitu golongan
benzodiazepin. Obat ini tergolong dalam obat sedatif yang memiliki efek
yang kuat pada sistem saraf otonom periferal, maka senyawa-senyawa ini
dikenal sebagai obat-obat sedatif-otonomik. Efek yang ditimbulkan oleh
diazepam selain hal di atas antara lain anksiolitik agen antipanik, sedatif,
relaksan otot rangka, dan dalam pentalaksanaan gejala-gejala akibat
penghentian pemakaian alkohol. Benzodiazepin merupakan obat penenang,
dengan dosis yang menyangkut susunan saraf pusat. Diazepam juga
bermanfaat untuk pengobatan kecanduan, susah tidur, gangguan pernapasan
dan kejang otot (Katzung, 2002). Gambar struktur kimia dari diazepam dapat
dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1. Struktur kimia diazepam (Anonim, 2008b)
Dosis diazepam yang dianjurkan berbeda-beda tergantung pada
kasusnya. Dosis diazepam harus dibedakan dari yang lain, karena pada
14
diazepam dosis yang efektif adalah dosis yang paling rendah terutama bagi
lansia, untuk menghindari overdosis. Dosis untuk anak-anak usia enam bulan
atau lebih boleh menerima dosis awal per oral 1–2,5 mg, 3 atau 4 kali sehari
dengan menggunakan tablet konvensional atau puyer. Alternatif lain,
beberapa klinisi merekomendasikan 0.12-0.8 mg atau 3,5-24 mg dengan oral
pada 3 atau 4 dosis per hari dengan tablet konvensional. Dosis disesuaikan
secara berangsur-angsur menurut penyakitnya. Sebagai suatu tambahan yang
berarti pada penyakit epilepsi pada anak-anak, 6-15 mg sehari dan
adakalanya sampai 30 mg sehari per oral. Dosis untuk orang dewasa per oral
dengan tablet konvensional adalah 2-10 mg 2-4 kali sehari. Pada peradangan
dihubungkan dengan ketergantungan alkohol, dosis diazepam oral tablet
konvensional yang umum pada orang dewasa adalah 10 mg, 3 atau 4 kali
sehari sepanjang pemberian yang pertama 24 jam, mengikuti dengan 5 mg, 3
atau 4 kali sehari jika dibutuhkan (Katzung, 2002).
Biotransformasi dari diazepam tergantung oleh metabolisme hepatis
dalam proses klierens atau eliminasi seluruh diazepam. Diazepam mengalami
oksidasi mikrosomal (reaksi fase I), termasuk dealkilasi-N dan hidroksilasi
alifatik. Metabolit selanjutnya dikonjugasi (reaksi fase II) oleh
glukoronosiltransferase membentuk glukoronide yang diekskresi di urin.
Diazepam mengalami metabolisme terutama menjadi desmethyldiazepam,
juga dapat menjadi temazepam yang selanjutnya mengalami metabolisme
sebagian menjadi oxazepam (Katzung, 2002).
15
Diazepam diabsorpsi dengan cepat secara lengkap setelah pemberian
peroral dan puncak konsentrasi dalam plasmanya dicapai pada menit ke 15-
90 pada orang dewasa dan menit ke-30 pada anak-anak. Bioavailabilitas obat
dalam bentuk sediaan tablet adalah 100%. Range t1/2 diazepam antara 20-
100 jam dengan rata-rata t1/2-nya adalah 30 jam (Rostiana, 2008).
2.6. Alkohol
Bahan kimia beracun yang dalam suhu kamar (32oC) berbentuk cair
merupakan bahan toksik yang paling dominan dan banyak jenisnya. Bahan
toksik tersebut ada yang sifatnya mudah menguap dan menjadi gas toksik.
Diantara bahan toksik cair dalam dosis yang kecil dan dalam larutan sering
sengaja diminum oleh manusia yaitu alkohol. Alkohol dan derivatnya
termasuk golongan bahan toksik karena dapat merusak jaringan terutama
jaringan saraf pusat. Bahan lain misalnya nitrat dan nitrit, target organ yang
dirusak ialah sistem kardiovaskuler. bahan lain yang termasuk logam dan
dalam suhu kamar bersifat cair, yaitu merkuri (Hg). Bahan racun ini juga
menyebabkan toksik terutama pada sistem saraf. Bahan racun bentuk cair
yang jumlah dan jenisnya relatif banyak dan bahan cair ini juga sangat
berpotensi untuk mencemari lingkungan maupun mengkontaminasi bahan
makanan (Darmono, 2008).
Alkohol adalah derivat dari hidroksi yang mempunyai ikatan
langsung atau rantai cabang dari alifatik hidrokarbon. Bentuk rantai alkohol
yang sering ditemukan adalah yang mengandung tiga gugus hidroksil dengan
ikatan satu gugus hidroksi dalam satu rantai karbon. Sedangkan jenis alkohol
16
lainnya ialah alkohol yang mengandung lebih dari satu gugus hidroksi dalam
satu atom karbon. Jenis alkohol yang kedua inilah yang bersifat toksik yaitu
etanol (etil alkohol), metanol (metil alkohol) dan isipropanol (isopropil
alkohol). Pada umumnya semakin panjang rantai karbon, maka semakin
tinggi daya toksisitasnya, tetapi ada pengecualian dalam teori ini, yaitu
metanol lebih toksik daripada etanol (Darmono, 2008).
Dihidroksi alkohol disebut juga glikol (dari asal kata glyc atau glyco
yang artinya manis), mencerminkan rasa dari glikol yang terasa manis.
Dihidroksi ethan disebut juga etilen glikol, yaitu merupakan bentuk
sederhana dari glikol. Ethylen glikol ini juga merupakan cairan anti beku,
dan juga merupakan cairan yang toksik. Glikol jenis lain ialah
trihidroksipropan (prophylen glycol), cairan ini merupakan bentuk produk
farmasi yang relatif tidak toksik (Darmono, 2008).
Alkohol golongan etanol adalah molekul kecil yang larut dalam air,
dan diabsorbsi dengan cepat dari saluran pencernaan. Setelah minum alkohol
dalam keadaan puasa, kadar puncak alkohol dalam darah dicapai dalam
waktu 30 menit, adanya makanan memperlambat efek alkohol. Distribusi
berjalan cepat, dengan kadar obat dalam jaringan mendekati kadar dalam
darah. Volume distribusi dari etanol mendekati volume total cairan tubuh
(0,05 - 0,7l/kg). Konsentrasi etanol dalam sistem saraf pusat meningkat
dengan cepat karena otak menampung sebagian besar aliran darah dan etanol
melewati membran biologi dengan cepat (Katzung, 2002). Struktur kimia
alkohol dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.
17
Gambar 2. 2. Struktur kimia alkohol (Darmono, 2008)
Jalur utama metabolisme alkohol meliputi alkohol dehidrogenase,
yaitu enzim pada sitosol yang mengkatalisasi perubahan alkohol menjadi
asetaldehid. Enzim alkohol dehidrogenase terdapat terutama di dalam hepar.
Selama perubahan menjadi etanol menjadi asetaldehid, ion hidrogen
ditransfer dari alkohol pada Nikotinamide Adenine Dinukleotide (NAD+)
untuk membentuk NADH. Sebagai hasil akhir oksidasi alkohol
menyebabkan penurunan ekuivalen yang berlebihan di dalam hepar terutama
sebagai NADH. Produksi NADH yang berlebihan inilah nampaknya yang
mendasari sejumlah gangguan metabolisme yang menyertai alkoholisme
berlebih (Katzung, 2002).
2.7. Formalin
Dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tapi dapat
larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk
dagang formalin atau formol). Formaldehid dalam air mengalami
polimerisasi, sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO.
Formaldehid umumnya mengandung beberapa persen metanol untuk
membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehid dalam air,
dengan kadar antara 10%-40% (Hart dan Harold, 1987). Senyawa
18
formaldehid bereaksi dengan cepat dengan waktu paruh sekitar 1-3 jam pada
lapisan troposfer pada 30°C saat tengan hari sehingga jarak tranportasi
formalin dalam tubuh menuju organ sasaran tidak berpengaruh (Bufalini,
1972; Lowe dan Schmidt, 1983).
Pemberian formaldehid secara oral dengan jarum gavage pada anjing
yang telah dianastesi dengan dosis 70 mg/kg menunjukkan hasil
konsentrasinya meningkat dalam darah. Meskipun 15 menit setelah
perlakuan, semua anjing memuntahkan senyawa tersebut (Malorny, 1965).
Konsentrasi normal antara formalin dalam darah telah ditentukan pada tikus
dan manusia. Pada tikus ditentukan dengan metode
kromatografi/spektrometer massa dengan menggunakan metode isotop tetap
(Heck et. al., 1982). DNA, RNA, fraksi protein, dan lemak dalam hepar dan
jaringan limpa dari tikus menunjukkan peningkatan yang signifikan pada 14C
yang bergabung setelah suntikan pertama yaitu sekitar 72 mg 14C-
formaldehid (14.7 µCi/kg) (Upreti et. al., 1987).
Formaldehid sering digunakan pada produk pembersih dan
perawatan karena merupakan bahan pengawet yang murah. Dalam
konsentrasi yang sangat kecil (di bawah satu persen), digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih peralatan
rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, dan sampo
mobil. Penggunaan formalin dalam proses pengawetan makanan merupakan
cara untuk mengurangi biaya produksi. Biasanya digunakan pada pengolahan
ikan asin, mi, dan tahu. Pemerintah melalui peraturan Menteri Kesehatan RI
19
No 722/MenKes/Per/IX/88 melarang formalin digunakan dalam makanan
maupun minuman (Amirudin,2006).
Ambang batas untuk formalin menurut IPCS (International
Programme on Chemical Safety) secara umum di dalam tubuh adalah 1
miligram per liter. IPCS adalah lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB,
yaitu ILO, UNEP, serta WHO yang mengkhususkan pada keselamatan
penggunaan bahan kimiawi. Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang
batas maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh
manusia. Akibat yang ditimbulkan dapat terjadi dalam waktu singkat atau
jangka pendek dan dalam jangka panjang, dapat melalui hirupan, kontak
langsung atau tertelan (Daniel, 2006).
Akibat jangka pendek yang terjadi biasanya bila terpapar formalin
dalam jumlah banyak. Tanda dan gejala akut atau jangka pendek yang dapat
terjadi adalah bersin, radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada yang
berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual, diare, dan muntah.
Konsentrasi formalin yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
Formalin apabila terhirup mengakibatkan iritasi pada hidung dan
tenggorokan, gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan
tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan jaringan sistem saluran pernafasan
bisa mengganggu paru-paru berupa pneumonia (radang paru) atau edema
paru atau pembengkakan paru (Daniel, 2006).
Formalin akan menimbulkan efek negatif apabila tertelan sehingga
mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, mual, muntah dan diare,
20
kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala,
hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu
juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem
susunan saraf pusat, dan ginjal (Daniel, 2006).
Formalin dapat bereaksi dengan cepat pada lapisan lendir saluran
pencernaan dan saluran pernafasan. Formalin di dalam tubuh akan cepat
teroksidasi menjadi asam formiat terutama di hepar, lambung, usus, atau
paru-paru. Reaksi oksidasi merupakan iritan yang kuat pada membran
mukosa organ tersebut, sehingga dapat menyebabkan diare berdarah dan
muntah. Selain itu dapat mengakibatkan luka pada organ pencernakan
misalnya hepar (Syukur, 2006).
2.8. Efek diazepam, formalin dan minuman beralkohol pada hepar dan
bobot tubuh
Metabolisme utama diazepam berada di hepar, menghasilkan tiga
metabolit aktif. Enzim utama yang digunakan dalam metabolisme diazepam
adalah CYP2C19 dan CYP3A4. N-Desmetildiazepam (nordiazepam)
merupakan salah satu metabolit yang memiliki efek farmakologis yang sama
dengan diazepam, dimana t1/2-nya lebih panjang yaitu antara 30-200 jam.
Ketika diazepam dimetabolisme oleh enzim CYP2C19 menjadi nordiazepam,
terjadilah proses N-dealkilasi. Pada fase eliminasi baik pada terapi dosis
tunggal maupun multi dosis, konsentrasi N-Desmetildiazepam dalam plasma
lebih tinggi dari diazepam sendiri. N-Desmetildiazepam dengan bantuan
enzim CYP3A4 diubah menjadi oxazepam, suatu metabolit aktif yang
21
dieliminasi dari tubuh melalui proses glukuronidasi. Oxazepam memiliki
estimasi t1/2 antara 5-15 jam. Metabolit yang ketiga adalah Temazepam
dengan estimasi t1/2 antara 10-20 jam. Temazepam dimetabolisme dengan
bantuan enzim CYP3A4 dan CYP3A5 serta mengalami konjugasi dengan
asam glukuronat sebelum dieliminasi dari tubuh (Rostiana,2008).
Diazepam secara cepat terdistribusi dalam tubuh karena bersifat larut
dalam lipid, volume distribusinya 1,1l/kg, dengan tingkat pengikatan
albumin dalam plasma sebesar 98-99%. Distribusi diazepam dapat terjadi
pada konsentrasi plasma mencapai 50-100 μg/L, tetapi ini juga tergantung
pada sensitivitas setiap individual. Diazepam tidak boleh digunakan dalam
jangka waktu yang panjang (tidak boleh lebih dari 3 bulan) karena berakibat
buruk bagi tubuh penderita. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena t1/2
diazepam yang cukup panjang, ditambah lagi t1/2 N-Desmetildiazepam yang
lebih panjang yaitu 2 kali t1/2 diazepam. Artinya setelah konsentrasi
diazepam dalam tubuh habis untuk menghasilkan efek, masih dapat
dihasilkan efek bahkan sebesar 2 kalinya yang diperoleh dari N-
Desmetildiazepam sebagai metabolit aktif diazepam, ditambah lagi
persentase metabolit yang terikat protein dalam plasma (97%), lebih sedikit
daripada prosentase diazepam yang terikat protein plasma (98%-99%)
(Rostiana,2008).
Efek dari penggunaan obat secara umum dapat menyebabkan
perubahan proses-proses biologis di dalam tubuh, diantaranya adalah
22
bergantung pada penyerapan makanan dalam tubuh (intestinum) dan
metabolisme senyawa-senyawa di hepar (Darmono,2008).
Mengetahui proses metabolisme etanol sangat berguna untuk
menangani suatu kasus toksisitas etanol. Sekitar 90-98% etanol yang
diabsorpsi dalam tubuh mengalami oksidasi oleh enzim. Biasanya sekitar 2-
10% diekskresikan tanpa mengalami perubahan baik melalui paru maupun
ginjal. Sebagian kecil dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu, cairan
lambung, dan air ludah. Konsentrasi alkohol selalu sama dengan kandungan
cairan jaringan atau disebut cairan tubuh (Darmono, 2008).
Proses oksidasi enzimatik etanol pertama terjadi dalam hepar
kemudian dalam ginjal. Proses metabolisme melibatkan tiga jenis enzim.
Pada proses pertama etanol dioksidasi menjadi asetaldehid oleh enzim
alkohol dehydrogenase dan memerlukan kovaktor NAD (Nicotinamid Adenin
Dinucleotid). Enzim alkohol dehidrogenase dalam hepar adalah enzim yang
tidak spesifik, enzim alkohol dehidrogenase juga mengubah alkohol primer
lainnya menjadi aldehid, begitu juga pada alkohol sekunder dan keton. Tahap
kedua asetaldehid diubah menjadi asam asetat oleh enzim aldehid
dehidrogenase juga dibantu oleh kovaktor NAD. Tahap berikutnya diubah
lagi menjadi acetil koenzim A (CoA), yang kemudian CoA masuk ke dalam
siklus Krebs dan mengalami metabolisme menjadi CO2 dan H2O (Darmono,
2008). Proses metabolisme alkohol secara singkat dapat dilihat pada Gambar
2.3
23
C2H5OH + NAD+ alkohol-dehydrogenase(ADH)->CH3CHO +NADH
Etilalkohol---------------------------asetaldehid
CH3CHO + NAD+ aldehyd-dehydrogenase__CH3COOH + NADH
Asetaldehid-----------------------asam asetat
CoA
AsetilCoAsiklus Krebs
CO2+H2OGambar 2.3. Proses biokimiawi metabolisme etanol (Darmono, 2008).
Proses metabolisme etanol mengakibatkan terjadinya pengubahan
NAD menjadi reduksi NAD (NADH). perubahan NAD menjadi NADH
menyebabkan penurunan rasio antara NAD:NADH di dalam hepar, sehingga
terjadi gangguan metabolisme karbohidrat karena intoksikasi etanol,
misalnya terjadinya gejala hipoglikemia setelah terjadi intoksikasi alkohol
secara berlebih ataupun akut, walaupun terjadi gangguan metabolisme yang
disebabkan keracunan etanol sangat komplek, tetapi dapat diduga hambatan
proses glukoneogenesis oleh etanol adalah akibat dari kekurangan NAD.
Oleh sebab itu asam amino yang biasanya masuk ke dalam jalur glikolisis
dan siklus asam trikarboksilat (TCA) berubah ke lain jalur. Akibat terjadi
penurunan kandungan oksaloasetat dan piruvat dan terjadi penimbunan laktat
serta ketoasit, juga reduksi dalam metabolisme gliserol yang mengakibatkan
terjadinya penimbunan lemak di dalam hepar (Darmono, 2008).
Penyalahgunaan alkohol berlebih lambat laun menyebabkan
kehancuran, bengkak, dan luka yang disebut sirosis dan dapat mengakibatkan
24
gagal hepar. Minum alkohol secara ringan mungkin memberikan
perlindungan sedang terhadap penyakit jantung, tetapi dosis yang tepat sulit
diketahui (Lu F.C, 1995)
Metabolit formaldehid bergabung dengan makromolekul melalui
jalur one-carbon atau dieliminasi menjadi air dan dikeluarkan bersama
dengan urin. Formaldehid yang tidak dimetabolisme akan bereaksi dengan
makromolekul pada sisi masuk. Protein DNA cross-linked telah dideteksi
pada jaringan yang terkena formaldehid secara langsung (Malorny, 1965).
Pemberian formalin dalam jangka waktu yang pendek dengan
konsentrasi (7-25 mg/m3) pada tikus menyebabkan perubahan histologis
pada bagian epitelium seperti kematian sel, inflamasi, nekrosis, metapalsia
alpisan skuamosa dan memacu proliferasi sel (Malorny, 1965).
Formaldehide mengalami metabolisme menjadi asam format dan
karbon dioksida. Reaksi dengan glutation dan ikatan kovalen dengan protein
dan asam nukleat bersifat reversibel. Ikatan kovalen terhadap formaldehid
ditentukan tidak secara langsung sejak radioaktif formaldehid bergabung
dengan DNA melalui jalur metabolisme one-carbon. Metabolisme formalin
secara keseluruhan terlihat pada Gambar 2.4 (Kitchens et. al., 1976).
25
Protein dan asam nukleat
Grup metil labil dan metabolisme one carbon
Formaldehid Asam format CO2
Urin (dalam bentuk garam sodium)
Gambar 2.4. Metabolisme formalin secara keseluruhan (Kitchens, 1976).
Reaksi kimia formaldehid dalam sistem biologi meliputi: (a) hidrasi
terhadap unsur air yang ada; (b) reaksi dengan hidrogen aktif dari ammonia,
gugus amin atau amida menghasilkan formasi jembatan metil yang stabil;
seperti reaksi yang penting karena senyawa nitrogen dari ubikuinon; dan (c)
reaksi dengan hidrogen aktif (tiol, nitroalkana, hidrogen sianida, dan fenol)
(Kitchens, 1976).
Oksidasi dari formaldehid yang diserap menjadi asam format
dikatalisis oleh beberapa jenis enzim. Enzim paling penting adalah NAD-
formaldehid dehidrogenase, yang membutuhkan glutation (GSH) sebagai
kofaktornya (Strittmatter dan Ball, 1955).
Terdapat 7 enzim yang terlibat dalam katalisasi reaksi oksidasi
formaldehid di dalam jaringan hewan yaitu: aldehid dehidrogenase,
xanthinoxidase, katalase, peroksidase, gliserinaldehid-3-fosfat
dehidrogenase, aldehide oksidase, dan formaldehyde dehidrogenase spesifik
(Cooper dan Kini, 1962).
26
2.9. Mekanisme kerusakan sel
Perubahan-perubahan morfologis pada sel yang mengalami
gangguan atau cidera sudah dapat dikenali. Perubahan yang dapat diamati ini
bersifat reversibel, yaitu apabila rangsang yang memberikan gangguan
dihentikan, maka sel akan kembali normal. Setiap sel dalam tubuh dapat
mengalami perubahan ini, terutama sel hepar, ren, dan jantung yang secara
aktif melakukan metabolisme (Price dan Wilson, 1995).
Cidera atau gangguan pada sel menyebabkan hilangnya pengaturan
volume pada bagian-bagian sel, senyawa apapun yang mengganggu
metabolisme energi dalam sel membuat sel tidak cukup mampu untuk
memompa ion natrium dalam sel yang menyebabkan air masuk ke dalam sel.
Akibatnya terjadi pembengkakan sel, yang secara makroskopis terlihat
pembesaran jaringan atau organ yang bersangkutan, dan biasanya dapat
diketahui karena bobotnya sedikit meningkat (Price dan Wilson, 1995).
Perubahan yang lebih penting dari pembengkakan sel sederhana
adalah penimbunan lipid intrasel. Penimbunan lipid intra sel sering dijumpai
pada ren, otot jantung, dan khususnya hepar. Secara mikroskopis, sitoplasma
sel-sel yang terserang mempunyai vakuola berisi lipid. Secara makroskopis,
jaringan yang terserang akan terlihat membengkak, bobotnya bertambah, dan
sering terlihat berwarna kekuningan. Penimbunan lemak dalam sel dapat
terjadi karena adanya zat-zat beracun dari lingkungan. Respon lain dari sel-
sel yang terserang gangguan adalah pengurangan massa atau penyusutan.
Pengurangan ukuran sel, jaringan, atau organ karena adanya suatu
27
pengganggu yang disebut dengan atrofi. Jaringan atrofi yang berukuran lebih
kecil dari ukuran normalnya (Price dan Wilson, 1995).
Proses atrofi diawali dengan adanya adsorbsi sebagian unsur-unsur
sel, yang disebut dengan otofagositosis atau proses memakan diri sendiri.
Enzim-enzim akan mencerna bagian sel pada vakuola sitoplasma, dan
meninggalkan sisa bahan makanan yang tidak tercerna sehingga tertimbun di
dalam sel. Sel yang mengalami artrofi akan berpigmen lebih kasar karena
adanya peningkatan lipofusin. Pengaruh berbahaya yang cukup lama akan
menyebabkan sel akan mencapai titik dimana sel tidak lagi mampu
mengkompensasi dan tidak dapat melakukan metabolisme. Sekelompok sel
atau jaringan tersebut dikatakan telah mengalami kematian, atau disebut
dengan nekrotik, yang merupakan kematian sel lokal (Price dan Wilson,
1995).
2.10. Hipotesis
Diazepam, formalin dan minuman beralkohol merupakan jenis
senyawa yang bersifat toksik bagi tubuh apabila penggunaannya tidak sesuai
dengan dosis yang dianjurkan. Ketiga senyawa tersebut akan dimetabolisme
di dalam tubuh. Salah satu organ yang berperan dalam proses metabolisme
adalah hepar. Diazepam merupakan obat yang bekerja menekan sistem saraf
yang aktif setelah dimetabolisme di hepar. Metabolisme diazepam
menyebabkan terjadinya pembengkakan sebagai akibat proses adaptasi sel
terhadap zat racun yang masuk, sehingga terjadi peningkatan rasio bobot
hepar-tubuh. Formalin merupakan zat yang dapat merusak sel hepatosit,
28
sehingga sel hepatosit akan mati sehingga bobot hepar akan turun, akibatnya
terjadi penurunan rasio bobot hepar-tubuh. Alkohol dapat menimbulkan
perlemakan pada hepar, sehingga bobot hepar akan meningkat, efeknya
dapat meningkatkan rasio bobot hepar-tubuh.