Upload
muammar-fauzi
View
244
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tugas Akhir poltek Laboratorium
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar-Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang
Stuktur dan unsur-unsurnya direncanakan untuk memiliki cadangan kekuatan
untuk memikul beban yang lebih tinggi dari beban normal. Kapasitas
cadangan ini mencakup faktor-faktor yang dapat digolongkan menjadi dua
kategori, yaitu faktor pembebanan, dan factor reduksi kekuatan ∅
- Faktor Pembebanan adalah faktor yang memperhitungkan pelampauan
beban.
- Faktor Reduksi Kekuatan ∅ , yang memperhitungkan kemungkinan
berkurangnya mutu bahan dilapangan
Didalam metode rencana kekuatan, lazimnya digunakan istilah
“factor pembebanan” untuk membedakannya dengan factor keamanan
didalam metode tegangan kerja.
1. Kuat Perlu
Dalam SK SNI T-15-1991-03, factor beban dicakup dalam persyaratan
kuat perlu sebagai berikut :
- Kuat perlu U dari komponen struktur yang menahan beban mati D dan
beban hidup L paling tidak harus sama dengan :
U = 1,2 D + 1,6 L ............................................ (2.1)
3
- Bila beban angin W diperhitungkan :
U = 0,75 (1,2 D + 1,6 L + 1,6 W), atau
U = 0,9 D + 1,3 W ............................................ (2.2)
- Bila beban gempa E diperhitungkan :
U = 1,05 (D + LR± E), atau
U = 0,9 (D ± E) ........................................................ (2.3)
Keterangan:
LR = beban hidup yang telah direduksi menurut SKBI 1987
E = beban gempa menurut ketentuan SKBI 1987
- Bila beban horizontal tanah H diperhitungkan :
U = 1,2 D + 1,6 L + 1,6 H, tapi dalam hal D dan L
mengurangi pengaruh H, maka :
Umaks.= 0,9 D + 1,6 H .......................................... (2.4)
- Bila penurunan, rangkak atau susut T, diperhitungkan :
U = 0,75 (1,2 D + 1,2 T + 1,6 L), atau
U = 1,2 (D + T) ............................................ ......... (2.5)
2. Kuat Rencana (Rancang)
Kuat rencana adalah nominal dikalikan dengan suatu faktor reduksi
kekuatan ∅ , dimana besar ∅ ditentukan sebagai berikut :
- Lentur, tanpa beban aksial …………………………………… 0,8
- Aksial tarik, dan aksial tarik dengan lentur ………………….. 0,8
- Aksial tekan, dan aksial tekan dengan lentur :
4
Komponen struktur dengan tulangan spiral maupun
Sengkang ikat……………………………………………….. 0,7
- Komponen dengan tulangan sengkang biasa ………………. 0,65
- Geser dan torsi ……………………………………………… 0,6
- Tumpuan pada beton ………………………………………. 0,7
SK SNI-T-15-1991-03 pasal 3.3.2 butir7.(3). Menetapkan nilai reduksi
adalah sebesar 0.008 untuk setiap kenaikan 10 MPa dari fc = 30 MPa.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
β1 = 0.85 untuk 0 <f’c< 30 MPa
β1 = 0.85 – 0.008 (f’c – 30) untuk 30 <f’c< 55 MPa
β1 = 0.65 untuk f’c> 55 MPa
3. Provisi Daktilitas
Perilaku daktail pada suatu elemen lentur merupakan hal yang sangat
penting. Perilaku ini untuk menjamin terjadinya peringatan dari struktur
di saat awal keruntuhan pada beban ekstrim. Peringatan ini berupa
terjadinya deformasi yang cukup besar pada saat mendekati beban
maksimum. Dengan demikian seluruh penghuni bangunan tersebut dapat
diselamatkan.
Untuk dapat mencapai perilaku daktail ini SK SNI T-15-1991-03
memberikan rekomendasi batasan maksimum luas penampang baja
tulangan terhadap luas penampang beton yang dinyatakan dengan ρ.
Untuk penulangan daktail disyaratkan :
ρmaks. ≤ 0,75 ρb ............................................ (2.6)
5
Keterangan :
ρb = rasio tulangan tarik pada saat regangan berimbang.
ρ = As
b .d
As = luas tulangan tarik (mm2)
b = lebar balok (mm)
d = tinggi efektif (mm)
4. Keadaan Regangan Berimbang
Suatu defenisi yang sangat berguna di dalam metode kekuatan adalah
yang dinamakan “keadaan berimbang (Balanced Strain Condition)“,
yang dimaksud dengan keadaan regangan berimbang adalah keadaan
dimana serat tekan ekstrim dan tulangan tarik secara bersamaan
mencapai masing-masing reganganε cu (regangan beton maksimum pada
saat hancur), dan εy (regangan pada saat baja mencapai tegangan leleh).
Keadaan ini seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
3
h
Xb
b cu0,85 f'c
Penampang Melintang(a)
Diagram Regangan(b)
Gaya - Gaya dalam(c)
ASb
Cb
T =b ASb . f y
ab
3
s
3
y = f y E s
6
Gambar 2.1 Keadaan regangan berimbang
Lambang ρ, yang dikenal sebagai perbandingan tulangan atau rasio
tulangan, digunakan untuk menyatakan jumlah luas relative tulangan
tarik didalam suatu balok.
Jadi, ρ= As
b .d.¿> ρb=
Asbb .d
..............................(2.7)
Keterangan : As = luas tulangan tarik (mm2)
b = lebar balok (mm)
d = tinggi efektif (mm)
ρb = rasio tulangan tarik pada saat regangan
Rasio tulangan ρb untuk keadaan regangan berimbang, dapat diperoleh
dengan mengunakan syarat-syarat keseimbangan dan kompatibilitas. Dari
diagram regangan pada gambar 2.1.b., dengan mengunakan perbandingan
segitiga diperoleh :
Xb
d=
ε cu
εcu+ε y , dimana : Es = 2.105 MPa , ε cu = 0.003
Xb
d =
0.003
0.003+f y
Es
= 600
600+f y
Gaya-gaya dalam gambar 2.1.c diperoleh sebagai berikut :
Cb = 0.85 .f’c .b .ab = 0.85 . f.c .β1 . xb ……………… (2.8)
Tb = Asb .fy = ρb . b .d .fy ……………………………… (2.9)
7
Dimana : Asb = ρb . b .d
Dengan menyatakan Cb = Tb, didapat 0.85 .f.c . β1 . xb = ρb . b .d . fy sampai
diperoleh : ρb = 0.85 . f 'c
f y .(
600600+f y
) ……………………. (2.10)
Dimana nilai fy dan f’c dalam satuan MPa.
5. Rasio tulangan maksimum dan minimum.
Besarnya tulangan yang diberikan oleh persamaan (2.10) relative tinggi,
maka untuk menjamin pola keruntuhan yang daktail, jumlah tulangan tarik
dibatasi. SK SNI T-15-1991-03 membatasi jumlah tulangan tarik tidak
melebihi 75% dari tulangan keadaan berimbang.
Jadi : ρmaks = 0,75 . ρb ……………………................ (2.11)
Bila balok mengalami momen lentur Mn kecil, maka jumlah tulangan
kecil juga. Balok kemungkinan akan berfungsi dalam keadaan tak retak.
Akan tetapi metode yang akan dipakai untuk menghitung kekuatan lentur,
menganggap beton pada daerah tarik sudah retak. Demikian kemungkinan
bahwa kekuatan nominal Mn yang dihitung dengan penampang yang retak
dan tulangan sedikit. Mempunyai harga yang lebih kecil daripada Mn yang
dihitung berdasarkan beton polos. Jadi persyaratan daktail mengharuskan
digunakan tulangan minimum yang menghasilkan kekuatan yang sama
dengan balok tanpa tulangan. Secara teoritis, ρmin ≥ 0.15√ f 'c
f y
8
Sedangkan SK SNI T-15-1991-03 menetapkan ρmin sebesar :
ρmin ≥ 1.4f y
…………………………………………..... (2.12)
6. Analisis Penampang Persegi Bertulangan Tunggal Akibat Lentur
Didalam perencanaan persegi terhadap lentur dengan tulangan tunggal
(tulangan tarik saja), permasalahan adalah menentukan b, d, dan As
untuk harga Mn = Mu / ∅ yang disyaratkan, dan sifat bahan f’c dan fy
yang diberikan.
3
h
b c0,85 f'c
Penampang Melintang(a)
Diagram Regangan(b)
Gaya - Gaya dalam(c)
ASb
C
T = A S . f y
3
s
d
Mn a
(d - a/2)
x
Gambar 2.2. Penampang Persegi Bertulangan Tunggal
Kekuatan batas :beton hancur dan baja leleh sehingga pada saat itu
regangan beton pada serat tertekan mencapai regangan maksimum
sebesar ε c = 0,003 dan tegangan tarik baja mencapai tegangan lelehnya
(fs= fy).
a. Keseimbangan Gaya-Gaya Dalam
- Jumlah gaya-gaya horizontal = 0
∑ H = 0 C = T
9
0,085 f’c . a . b = As . Fy
a = A s. f y
0.85 . f 'c .b
…………………………………………. (2.13)
- Jumlah momen pada suatu titik = 0
- ∑ H = 0 Mn = C (d-a/2)
= T (d-a/2)
Mn = (0,85 . f’c . b) (d-a/2) ………………………. (2.14)
z = (d-a/2)
dimana nilai z diambil sebesar (0,85 – 0,9) d
z = lengan momen dalam
Atau : Mn = As . fy (d-a/2) ……………………….. (2.15)
Mn = As. Fy ( d-A s . f y
2. 0.85 . f ' c . b)
Mn = As. Fy ( d- A s .f y
1.7 . f 'c .b)
Mn = ρ .b.d.fy ( d- 0.59 . ρ . b . d . f y
f 'c . b)
Mn = ρ .b.d2. fy (1- 0,59 ρf y
f 'c .)…………………….... (2.16)
Mn = Mu∅ ……………………………………………… (2.17)
Mu = ∅ . ρ .b.d2. fy (1- 0,59 ρf y
f 'c .)
7. Analisis Penampang Persegi Bertulangan Rangkap
10
Penampang persegi dengan penulangan tarik dan tekan dinamakan juga
penampang yang bertulangan rangkap atau rangkap. Ada beberapa
pertimbangan yang mendorong penggunaan tulangan rangkap :
- Aspek deformasi jangka panjang yang merupakan fungsi dari waktu,
seperti rangkak (creep) dan susut (shrinkage). Adapun kehadiran
tulangan tekan disini berfungsi untuk membebaskan beton dari
tekanan yang terus menerus (Persistent).
- Kemungkinan dari momen luar yang arahnya bolak-balik.
- Terbatasnya tinggi balok (alasan arsitekturil), maka dibutuhkan
tulangan tekan didalam menambah kapasitas momen.
Alasan terakhir ini, sekali pun sering dipakai orang secara umum,
sebenarnya merupakan alasan yang kurang tepat karena :
- Penambahan kapasitas penampang dengan penambahan tulangan
tekan, tidaklah sebanding dengan jumlah tulangan yang
ditambahkan.
- Aspek kelayakan yang berkenaan dengan lendutan berangkali akan
menjadi masalah, sebab balok yang rendah cenderung mengalami
lendutan yang berlebihan.
- Balok rendah akan cenderung membutuhka tulangan geser yang
banyak sehingga kemungkinan akan sulit untuk menetapkan
tulangan.
Penampang bertulang rangkap, analisisnya diuraikan atas 2 bagian,
sebagai berikut :
11
- Bagian tulangan tunggal (berikut blok tegangan tekan ekivalen).
- Luas baja tulangan As2 dan As’ pada sisi tertarik dan tertekan yang
membentuk koppel T2 dan Cs.
0,003
h
b 0,85 f'c
(a) (b) (d)
A S
Cc
T1
3
s
d-d'
a
(d - d')
d'
XGN
E's Csd'
As1 As2
(c)
= +
As'
T
Gambar 2.3 Penampang Persegi Bertulanga rangkap
Dimana :
Mn1 = momen nominal bagian 1 (gambar 2.3.c)
Mn2 = momen nominal bagian II (gambar 2.3.d)
a. Keseimbangan Gaya-Gaya Dalam
- Bagian I
T1 = Cc ; T1 = As1 . fy
Cc = As1 . fy ; As2 = As’
As1 = As – As2 = As – As’
Jadi :
Mn1 = As1 . fy (d-a/2), atau
Mn1 = (As – As’). fy (d – a/2)……………………………. (2.18)
12
Dimana :
a = As1 . f y
0,85 . f 'c .b =
( As−A s' ) . f y
0,85 . f 'c . b ………………………………
(2.19)
- Bagian II
Luas tulangan tekan : As’ = As2
As’ = As2 = (As – As’)
Cs = T2 ; T2 = As2 . fy
Cs = As2 . fy
∑ M = 0 (terhaap posisi tulangan tarik)
Mn2 = As2 . fy (d – d’) ………………………………….... (2.20)
Jumlahkan bagian I dan II :
Mn = (As – As’) fy (d – a/2) + As’ . fy (d – d’)………….. (2.21)
Momen rancang : ∅ Mn ≥ Mu eksternal, jadi :
Mu = ∅ ((As – As’)fy (d – a/2) + As’ . fy (d – d’))……… (2.22)
Persamaan (2.14) hanya berlaku apabila tulangan tekan (As’) leleh.
Bila tidak leleh, balok boleh dipandang sebagai penampang
bertulangan tunggal (tulangan tekan diabaikan) atau atau tulangan
tekan diperhitungkan dengan mencari tegangan aktual fs’, dan
menggunakan gaya As’.
8. Geser
13
Gaya geser yang terjadi pada elemen struktur pada umumnya
berkombinasi dengan lentur, torsi atau gaya normal. Sifatnya keruntuhan
akibat gaya geser pada suatu elemen struktur adalah getas (brittle), tidak
daktail, dan keruntuhannya terjadi secara tiba-tiba tanpa ada peringatan.
Jenis tulangan geser pada umumnya dapat dibuat 3 (tipe) bentuk, yaitu :
a. Sengkang kombinasi
b. Sengkang vertikal
c. sengkang miring
Tulangan geser berfungsi :
- Menahan sebagian gaya geser pada bagian yang retak.
- Mengurangi pertambahan retak
- Mengikat tulangan utama.
Perencanaan penampang komponen struktur akibat gaya lintang yang
bekerja harus direncanakan (SK SNI-T15-1991-03 pasal 3.4.1)
ØVn ≥ Vu ...................................................................……… (2.23)
Dimana :
Vu = Gaya lintang pada penampang yang terjadi (N)
Vn = Kekuatas geser nominal
Vn = Vc + Vs ...................................................... (2.24)
14
Vc = Kekuatan gaya geser akibat beton (N)
Vs = Kekuatan geser akibat tulangan (N)
Sebagai pendekatan yang aman nilai Vc dapat diambil berdasarkan pedoman
sebagai berikut : (SK SNI-T15-1991-03 pasal 3.4.3)
Vc = 16
. √ fy . bw . d ...................................................... (2.25)
Vc
bw . d √ f ' c =
16
, dimana Vc
bw .d = Vc
Sehingga diperoleh :
Vc
√ f ' c =
16
Vc = 16
√ f ' c .................................................................. (2.26)
Keterangan :
bw = lebar balok untuk T, untuk penampang persegi bw = b (mm)
d = tinggi efektif balok (mm)
Vc = batas tegangan geser dari penampang (MPa)
f’c = mutu beton (MPa)
Vc = Av f y d
s ……………………………………........... (2.27)
= f y d
s .
b . s3 . f y
= d .b
3
15
Keterangan :
Av = luas tulangan berpenampang ganda dalam mm2
(Av=b ss f y
)s = lebar sengkang (mm)
b = lebar balok (mm)
fy = mutu baja (MPa)
sehingga diperoleh :
Vu ≤ ∅ (Vc + Vs)
Vu ≤ ∅ Vc + ∅Vs ……………………………………….. (2.28)
Dengan menggunakan persamaan 2.28, nilai-nilai ∅ Vc dapat
dirangkum pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Daftar nilai ∅ Vc
Mutu beton f’c (MPa) 15 20 25 30 35
∅ Vc = 0,1 √ f ' c 0,39 0,45 0,5 0,55 0,59
Sumber : dasar-dasar perc. Beton bertulang berdasarkan SK SNI T-15-1991-03
Apabila Vu ≥∅ Vc maka harus dipasang tulangan geser dengan
rumus sebagai berikut :
As = (Vu−∅Vc )ratarata by
∅ f y
…………………. (2.21)
Berdasarkan SK SNI T-!5-1991-03 pasal 3.4.5 (4), jarak tulangan geser
harus mengikuti ketentuan berikut :
Jarak tulangan geser yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial
komponen struktur tidak boleh melebihi ½ d atau 600 mm/
16
Smaks = ½ d atau S maks = 600 mm
B. Fondasi Dangkal
Fondasi dangkal merupakan Fondasi yang menyalurkan beban bangunan atas
(upper structure) pada tanah dekat permukaan. Suatu Fondasi dikatakan
dangkaapabila lebarnya lebih kecil atau sama dengan kedalaman perletakan
(Df ≤ B) seperti pada gambar dibawah ini.
B
Df
Gambar 2.4 Fondasi Dangkal
1. Jenis Fondasi Dangkal
Jenis fondasi dangkal termaksuk fondasi dangkal yaitu :
a. Fondasi telapak (spread footing)
b. Fondasi tikar/rakit (mat raf foundation)
Berbagai bentuk pondasi telapak (gambar 2.5) sebagai berikut :
a. Fondasi telapak bujur sangkar (square footing)
17
b. Fondasi telapak persegi panjang (rectangular footing)
c. Fondasi telapak menerus/jalur (continuous sirip wall footing)
d. Fondasi telapak gabungan (combined footing)
B
BT D
Square
B
BT D
Rectangular
L
B
T D
Combined
T DB
Continuous
Gambar 2.5 Bentuk-Bentuk Fondasi Telapak
2. Syarat Stabilitas Fondasi Dangkal
Fondasi dangkal dikatakan stabil jika memenuhi syarat yaitu :
a. Tegangan kontak ( σ ) < daya dukung izin (qall)
b. Penurunan yang terjadi (S) < penurunan izin (Sall)
Daya dukung (bearing capacity) tanah dimana fondasi diletakkan
ditentukan oleh :
18
a. Dimensi dan letak fondasi
Fondasi berdimensi besar dan diletakkan agak dalam/jauh dari
permukaan tanah cenderung lebih stabil daya dukungnya.
b. Sifat-sifat tanah meliputi : γ, c, Ø
Penurunan fondasi ditentukan oleh jumlah antara penurunan
seketika, penurunan konsolidasi, dan penurunan sekunder.
3. Pola Keruntuhan Geser
Pada umumnya pola keruntuhan geser ini dikaitkan dengan karakteristik
kemampuan tanah (soil compressibility).
Ada 3 pola keruntuhan daya dukung fondasi dangkal yaitu :
a. Keruntuhan geser umum (general shear failure)
Pola keruntuhan ini terjadi pada tanah yang tidak mudah mampat
seperti : tanah lempung dan pasir padat (Dr > 67%). Pada pola
keruntuhan geser umum, bidang keruntuhan jelas dan memanjang
sampai kepermukaan. Bidang keruntuhan terdiri dari kumpulan
segitiga seperti terlihat pada gambar 2.6.a berikut.
b. Keruntuhan geser setempat (local shear failure)
Pola keruntuhan ini terjadi pada tanah yang lunak atau tanah yang
mudah mampat seperti : tanah pasir lepas sampai kepadatan sedang
(30% < Dr < 67%). Pola keruntuhan ini serupa dengan pola
keruntuhan umum, hanya berbeda pada bidang gelincingnya tidak
mencapai permukaan tanah seperti yang terlihat pada gambar 2.6.b
19
berikut.pola keruntuhan lokal dapat disebut sebagai transisi antara
keruntuhan geser umum dan keruntuhan pons.
c. Keruntuhan geser pons (punching shear failure)
Pola keruntuhan ini terjadi pada tanah yang sangat mudah mampat
seperti : pasir sangat lepas (Dr < 30%). Pada pola keruntuhan ini
penggelembungan permukaan tanah tidak terjadi seperti terlihat pada
gambar 2.6.c b.
(a)
(b)
20
(c)
Gambar 2.6 Bentuk-bentuk keruntuhan Daya dukung dibawah fondasi telapak
C. Kuat Geser Pons
Perhitungan gaya geser untuk pondasi telapak harus memenuhi syarat-syarat-
syarat :
Vu ≤ ∅ Vn ……………………………………................ (2.29)
dan
Vn = Vc + Vs ……………………………………............ (2.30)
1. Geser satu arah (aksi balok) :
Digunakan untuk pondasi telapak yang panjang dan sempit.Gaya tarik
diagonal beton pada penampang kritis (sejarak d), ditentukan sebagai
berikut : (lihat Gambar dibawah ini baik dalam arah sisi pendek maupun
arah sisi panjang)
V c = 16
.√ f c' .bw .d
………………………....... (2.30)
Gaya geser yang bekerja pada penampang kritis sejarak d,Ditentukan
sebagai berikut :
21
V u = qa . netto . B .( H2
− h2
− d )……………... (2.32)
atau
V u = qa . netto . H .( B2
− b2
− d ) ……………... (2.33)
Apabila : Vu ≤∅Vc tebal pelat pondasi aman. (∅ = 0,60 untuk
keruntuhan geser.)
a dh
L
L
B
h
db
Pu
d
ds
retak miring
luas bidang geser
tekanan tanah
kolom
Gambar 2.7 Luas bidang geser 1 arah.
2. Geser dua arah (geser-pons) :
22
Digunakan untuk pondasi telapak segi-empat biasa besarnya kapasitas geser
beton pada keruntuhan dua arah (geser-pons) dari pondasi telapak, pada
penampang kritis sejarak d/2, ditentukan nilai terkecil dari persamaan berikut :
V c = (1 +2βc
) .√ f c' .b0 .d
……………....... (2.33)
V c = (α s . d
b0
+ 2) .√ f c
' .b0. d
12……………... (2.33)
V c = 13
.√ f c' . b0. d
……………...................... (2.33)
Dimana :
D = tinggi efektif pelat lantai
b0 = keliling dari penampang kritis, jarak d/2
βc = rasio dari sisi panjang terhadap sisi pendek d kolom,
daerah beban terpusat atau dari daerah reaksi.
α s = 40 untuk kolom dalam, 30 untuk kolom pinggir dan 20 untuk
kolom sudut, dimana kata-kata dalam, pinggir dan sudut
berhubungan dengan jumlah sisi dari penampang kritis.
Besarnya gaya geser yang bekerja pada penampang kritis sejarak
d/2,dapat ditentukan sebagai berikut :
23
V u = qa . netto . [ (B x H ) − (b + d ) . (h + d ) ]
Gambar 2.8 Luas bidang geser 2 arah
D. Daya Dukung Tanah
24
a d/2
h
L
L
B
Pu
h
d/2 d/2
d
ds
retak miring
tekanan tanah
d
luas retak yang diakibatkan olehpunching shear
Daya dukung tanah adalah besarnya tekanan atau kemampuan tanah untuk
menerima beban dari luas sehingga menjadi stabil. Kapasitas daya dukung
pondasi dangkal berhubungan dengan perancangan dalam bidang geoteknik.
Untuk pondasi lapisan pasir, Meyerhof (1956) menyarankan persaman
sederhana untuk menentukan kapasitas dukung izin didasarkan penurunan 1
inch. Persamaannya didasarkan pada kurva Terzaghi dan Peck (1943) dan
dapat diterapkan untuk pondasi telapak atau pondasi memanjang yang
dimensinya tidak begitu besar, pada pasir kering sebagai berikut :
Untuk fondasi bujur sangkar atau fondasi memanjang dengan lebar
B ≤ 1,20 meter.
qa = qc
30 (kg/cm2) ……………………………………. (2.15)
Untuk pondasi bujur sangkar atau pondasi memanjang dengan
lebar B ≥ 1,20 meter.
qa = qc
50 (1+ 0,30B )2 (kg/cm2) ...………………….... (2.16)
dengan :
B = lebar pondasi dalam meter
qa = kapasitas daya dukung izin untuk penurunan 2,54 cm (1’’)
qc = tahanan konus (kg/cm2)
Tahanan konus (qc), diambil nilai qc rata-rata pada kedalaman 0 sampai B
dari dasar pondasi.
25
Persamaan (2.24) dan persamaan (2.25) didasarkan pada nilai pendekatan
hubungan antara nilai N dari pengujian SPT dan tahanan konus (Meyerhof,
1956) :
qc = 4N ..................………………………… (2.17)
dengan N adalah nilai SPT.
26