dregre

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dfgregtegh

Citation preview

  • 1

    STUDI KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL DALAM PERANCANGAN UNIT PENGOLAHAN FEED ADDITIVE RUMINANSIA SKALA UKM DI KECAMATAN

    KANDANGAN KABUPATEN KEDIRI Shobirin1*, Wignyanto, Nimas Mayang Sabrina Sunyoto3

    1) Alumni jurusan TIP 2) staff pengajar jurusan TIP 3) staff pengajar jurusan TIP Jurusan Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

    Brawijaya Jl. Veteran Malang 65145

    *email : [email protected]

    ABSTRAK Penelitian yang dilakukan adalah untuk memperoleh gambaran kelayakan pendirian pabrik feed

    additive ruminansia ditinjau dari aspek teknis dan finansial. membandingkan hasil penelitian skala laboratorium dan ganda. Dalam penelitian yang dilakukan adalah memproduksi bubuk cincau hitam skala laboratorium dan skala ganda. Bahan yang digunakan untuk skala laboratorium sebanyak 1 kg cincau hitam dan air sebanyak 15 liter, sedangkan skala ganda dengan bahan sebanyak 5 kg dan air sebanyak 75 liter. Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada 30 orang panelis (umum) dalam sampel gel bubuk cincau hitam pada skala laboratorium dan ganda tidak berbeda nyata baik warna, aroma, rasa, maupun tekstur. Hasil uji proksimat yang dilakukan antara sampel bubuk cincau hitam skala laboratorium dengan skala ganda tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada semua parameter. Bubuk cincau hitam pada skala ganda memiliki kadar air sebesar 12,25%, karbohidrat 43,7%, serat kasar 5,89%, dan rendemen sebesar 16,28%. Hasil analisis efisiensi energi proses perebusan sebesar 85,11%, penirisan sebesar 76,97%, pemekatan sebesar 99,64%, pengeringan sebesar 99,99%, dan penggilingan sebesar 99,39%. Kebutuhan utilitasnya antara lain kebutuhan air setiap batch sebesar 0.1 m3 dengan biaya setiap batch sebesar Rp 220,5,untuk kebutuhan listrik setiap batch adalah 20,01 Kwh dengan biaya setiap batch sebesar Rp 18.569,28, dan kebutuhan LPG setiap batch sebesar 30 kg sebesar Rp 234.000,00. Jadi, total biaya proses sebesar Rp 252.789,78. Keyword : cincau hitam, bubuk, neraca massa, neraca energi, biaya proses

    ABSTRACT The aim of this research is to compare the results of black grass jelly produced using laboratory scale and

    double scale. In this research, the production from the laboratory scale is using ingredients of 1 kg black grass jelly added with 5 litres of water, while the double scale is using 5 kg black grass jelly and 75 litres of water.

    The results of organoleptic tests performed by 30 panelists (general) to the sample gels of grass black powder produced from both of laboratory and double scale are not different significantly in color, odor, flavor, and texture. Proximate test results conducted in both of grass black jelly powder produced in laboratory scale and double scale also have no significant differences in all parameters. Grass black jelly powder from double scale contains water, carbohydrate, crude fiber, and yield in the amount of 12,25 %; 43,7 %; 5,89 %; and 16,28 % respectively. The results of the energy efficiency analysis by boiling, draining, evaporation, drying, and milling processes are 85,11 %; 76,97 %; 99,64 %; 99,99% and 99,39% respectively. Utility needs including water needs for each batch amounted 0.1 m3 and costed Rp 220,5 per batch, the electricity needs for each batch is 20.01 kWh and costed Rp 18569.28 per batch, and LPG needs for each batch is 30 kg costed Rp 234,000.00, so that the total cost spent for the process is Rp 252,789.78 . Keyword: black grass jelly, powder, mass balance, energy balance, cost.

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi sapi yang memadai. Hal ini diketahui dari permintaan

    daging sapi pada tahun 2008 di Indonesia yang tercatat mencapai 259.158 ton atau setara dengan 1.986.250 ekor sapi, sementara ternak yang dipotong pada tahun yang sama sebesar 1.295.789 ekor atau sebesar 65% dari kebutuhan daging di Indonesia. Sisa kebutuhan daging sebesar 35% dapat dipenuhi dari impor sebesar 690.461 ekor atau

  • 2

    setara dengan 138.092 ton (Badan Pusat Statistika, 2009). Meningkatnya jumlah kebutuhan dan kekurangan tersebut merupakan peluang usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan menghasilkan produk dan jasa yang diinginkan oleh masyarakat.

    Salah satu kebutuhan manusia dapat dipenuhi dari sektor peternakan. Sektor peternakan bisa berkembang apabila didukung oleh kondisi ternak dan jumlah pakan. Jumlah ternak yang ada sekarang harus bisa bertambah agar dapat memenuhi permintaan yang ada dipasaran. Ternak yang ada tersebut harus didukung dengan kebutuhan pakannya sehingga produknya dapat maksimal. Usaha peternakan ini sangat beragam misalnya usaha ternak sapi perah, sapi potong, unggas dan lain-lain. Terjadinya peningkatan permintaan daging sapi, maka perlu dilakukan peningkatan produktivitas sapi potong untuk menghasilkan anak sapi setiap tahun untuk mencukupi permintaan daging sapi. Permintaan daging yang meninggkat maka diperlukan sapi yang produktif untuk menghasilkan anak sapi setiap tahun. Sapi bisa dijaga produktivitasnya apabila diberikan feed additive secara berkala. Feed additive yang diberikan pada sapi akan meningkatkan produktivitas sapi. Feed additive yang baik akan meningkatkan produktivitas sapi sehingga setiap tahun sapi betina menghasilkan anak. Salah satu jenis pakan yang dibutuhkan yaitu feed additive. Feed additive yang dimaksudkan adalah pakan tambahan untuk sapi betina yang tidak mengalami gejala-gejala birahi. Feed additive ini merupakan pakan tambahan selain hijauan dan konsentrat yang diberikan sebagai pemunuhan hormone pada sapi. Feed additive tersebut dapat meninggkatkan birahi sapi sehingga bisa meningkatkan produktivitas sapi. Namun selama ini pakan untuk sapi yang diproduksi berupa konsentrat sedangkan feed additive masih jarang dan terkait studi kelayakan pembangunan pabrik feed additive juga jarang maka perlu diadakan studi kelayakan. 1.2 Rumusan Masalah

    Dari latar belakang tersebut dihasilkan rumusan masalah, yaitu bagaimana studi kelayakan pabrik feed additive ruminansia ditinajau dari aspek teknis dan finansial skala UKM yang menguntungkan?

    1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian ini mendapatkan gambaran dasar tentang studi kelayakan pabrik feed additive ruminansia ditinajau dari aspek teknis dan finansial skala UKM yang menguntungkan. 1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian memperoleh informasi tentang kelayakan pabrik feed additive ruminansia skala UKM ditinajau dari aspek tenis dan finansial.

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Feed Additive Imbuhan pakan (feed additive) adalah

    setiap pakan yang tidak lazim dikonsumsi ternak sebagai pakan, yang sengaja ditambahkan, memiliki atau tidak nilai nutrisi, dapat mempengaruhi karakteristik pakan atau produk hewan. Bahan tersebut memiliki mikroorganisme, enzim, pengatur keasaman, mineral, vitamin, dan bahan lain tergantung pada tujuan penggunaan dan cara pemakaiannya. Menurut Muarni (2002), additive adalah bahan pakan tambahan yang diberikan pada ternak dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak maupun kualitas produksi. Zat additive yang diberikan pada ternak digolongkan menjadi 4 yaitu:

    1. Vitamin tambahan 2. Mineral tambahan 3. Antibiotik 4. Anabolik (hormonal) 5. Agroindustri

    Kebutuhan sapi terdiri atas kebutuhan pokok, pertumbuhan, reproduksi dan produksi. Sedangkan nutrien dalam pakan harus seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan dan komposisi tubuh ternaknya, untuk memenuhi kuantitas maupun kualitas dari pakan yang diberikan. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan bahan kering, TDN, protein kasar dan mineral (Hutomo, 2012). Menurut Umiyasih et al. (2003), pertambahan bobot badan harian (PBBH) optimal untuk sapi dara yaitu 0,5 kg/hari dapat tercapai apabila jumlah pemberian bahan kering pakan pada sapi dara adalah 3% dari berat badan. Selanjutnya, dinyatakan pula bahwa konsentrat yang mengandung protein kasar (PK) 12% dan total disgestible nutriens (TDN) sebanyak 60% ideal digunakan sebagai pakan penguat pada sapi potong dara karena selain

  • 3

    menghasilkan PBBH yang optimal untuk sapi potong, juga menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi. Sebagai upaya pencapaian efisiensi pakan, maka penggunaan bahan pakan lokal perlu dilakukan pencatatan dan dilakukan koreksi terhadap kekurangannya. Strategi penggunaan suplemen (pakan tambahan) terbukti mampu mengoreksi kekurangan pakan asal biomass lokal. Pada penelitian Anggraeny et al. (2005), menunjukkan bahwa pada pemberian suplemen mengandung vitamin dan mineral sebanyak 100 g/ekor/hari dapat dihasilkan PBBH sebesar 0,550 kg lebih tinggi dari kontrol sebesar 0,497 kg.

    BAHAN DAN METODE

    3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Teknologi Grinding, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-September 2013

    3.2 Materi Penelitian Bahan-bahan feed additive didapatkan dari pasar tradisonal sekitar kota Malang dan pasar online Yogyakarta, bahan yang digunakan berupa ikan teri, terong, kecambah, dan daun katuk. Waktu melakukan pembelian bahan-bahan feed additive harus dilakukan pemilihan bahan-bahan dan penjual agar pasokan bahan baku tidak kekurangan atau terlambat.

    3.3 Batasan Masalah dan Asumsi 1. Bahan baku yang digunakan berupa ikan

    teri, kecambah, terong dan daun katuk dibeli di pasar yang menjual bahan tersebut.

    2. Harga tanah berdasarkan harga dasar tanah tahun 2013 yang pada umumnya di daerah sekitar kabupaten Kediri.

    3. Umur proyek diperhitungkan berdasarkan umur ekonomis mesin dan peralatan.

    4. Penyusutan diperhitungkan pertahun berdasarkan estimasi umur ekonomis asset yang digunakan, sedangkan metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan adalah metode garis lurus.

    5. Nilai sisa mesin atau peralatan dan bangunan pabrik pada akhir umur ekonomis adalah 0 tidak ada nilai sisa.

    6. Nilai akhir yaitu nilai sisa yang tidak terpakai habis selama umur proyek dihitung sebagai keuntungan.

    3.4 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh. Tahap awal dari penelitian ini adalah survei pendahuluan, studi literatur dan perumusan masalah. Tahap selanjutnya dilakukan penelitian pendahuluan di Dinas Peternakan Kota Batu, dengan pemberian feed additive untuk didapatkan formula feed additive yang paling efektif dalam meningkatkan birahi sapi, seterusnya dianalisa dari aspek teknis teknologis dan finansial.

    Gambar 1. Diagram Alir Prosedur Penelitian

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Produk Feed Additive Produk feed additive ini diberi nama

    birago, yang memiiki kandungan hormon dan

    kandungan yang bisa meningkatkan birahi sapi sehingga meningkatkan prduktivitas sapi betina. Adapun kandungan dari feed additive biragro bisa dilihat di Tabel 4.1.

    Ya

    Tidak

    Mulai

    Perumusan Masalah

    Studi Literatur

    Penyusunan Proposal

    Penelitian Pendahuluan

    Penentuan Formula

    pakan

    Analisa Aspek Teknis dan Finansial

    Layak

    Selesai

    Pengumpulan Informasi dan Data

    Survei Pendahuluan

  • 1

    Tabel 4.1. Perbandingan Kandungan Feed Additive Biragro dengan SNI Konsentrat Sapi Yang Diperbolehkan Dijual Dipasaran

    No Jenis

    Pakan

    Kadar Air

    Abu PK Lemak kasar

    Ca P NDF UDP Afla

    toksin TDN Cu

    Cd

    Maks (%)

    Maks (%)

    Min (%)

    Maks (%)

    (%) (%) Maks (%)

    Min (%)

    Maks (g/kg)

    Min (%)

    Maks (mg/kg

    )

    Maks (mg/kg)

    1 SNI 14 12 14 6 0,8 - 1,0 0,6 - 0,8 35 5,6 200 65 100 0,5

    2

    Hasil

    Uji

    biragro1

    10,61 11 67,9 5,88 2,12 1,64 4,73 1,99 - 49,76 2,45

    0,08

    3

    Hasil

    Uji

    biragro2

    11,04 11,7 66,68 4,74 2,25 1,72 4,31 2,32 - 48,64 3,78

    0,086

    4

    Hasil

    Uji

    biragro3

    11,2 11 64,17 4,12 2,23 1,79 5,20 2,96 0,31 49,45 55,67

    0,132 Sumber : Hasil uji di BMPPT dan SNI konsentrat sapi (2013)

    Dilihat dari hasil perbandingan antara produk feed additive biragro yang akan dibuat dengan syarat SNI sudah sesuai maka produk feed additive biragro layak dijual atau diproduksi secara masal. Produk yang akan diproduksi sudah sesuai dengan SNI maka perlu dikaji lagi secara aspek teknis dan finansial agar didapatkan gambaran studi kelayakan unit pengolahan pakan feed additive biragro yang menguntungkan. 4.2 Aspek Teknis

    4.2.1 Lokasi Pabrik Lokasi pendirian pabrik pakan feed additive biragro direncanakan berada di Dusun Jeruk Gulung, Desa Jeruk Gulung, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri. Dimana jalan di Desa Jeruk Gulung merupakan jalan Desa dan sudah beraspal dan dekat dengan jalan kabupaten yang menghubungkan kabupaten Jombang dengan Malang. Sehingga memudahkan dalam pengangkutan bahan baku dan produk yang didistribusikan kekonsumen. Pemilihan Desa Jeruk gulung kecamatan kandangan karena dekat dengan bahan baku yang berupa ikan terong, kecambah dan ikan teri, dimana bahan-bahan tersebut bisa didapatkan di pasar-pasar tradisina daerah Pare yang menjadi pusat sayur mayor. Pemilihan yang kedua didasarkan karena lokasi pendirian pabrik yang direncankan dekat dengan pasar yang dituju yaitu kecamatan Ngantang, Pujon dan Ngoro dimana hanya berjarak antara 35 KM

    dengan lokasi pabrik. Potensi pasar didaerah tersebut bisa diihat di Tabel 4.2

    Tabel 4.2 Populasi Sapi Betina di Indonesia

    Karakteristik Sapi

    Potong Sapi

    Perah Jumlah

    Betina-Muda Betina-Dewasa

    Total

    1.411.979 4.856.381 6.268.350

    598.564 1.821.453 2.420.017

    2.010.543 6.677.834 8.687.377

    Sumber : BPS tahun 2010 Pasar yang akan dituju sangat besar

    mencapai angka 8 juta. Rencana pasar yang akan diambil hanya 2,8% dari populasi yang ada, dikarenakan produk baru yang belum dikenal oleh konsumen dan keterbatasan bahan baku yang berupa ikan teri dan daun katuk yang harus membeli dari luar kota yaitu daerah Jgyakarta dan daerah pesisir untuk ikan terinya. Selain faktor diatas tadi ada pertimbangan lain untuk pemilihan lokasi didaerah kecamatan kandangan yaitu ketersedian tenaga listrik dan lingkungan. Dimana tenaga listrik didaerah Kecamatan Kandangan disuplai dari daerah Kecamatan Kepung dan Kecamatan Kasembon, karena dua Kecamatan tersebut ada PLTA. Pertimbangan dekat dengan sumber tenaga listrik disebabkan hampir 80% alat yang digunakan mengunakan tenaga listrik. Iingkuangan di Desa Jeruk Gulung sangat mendukung dengan adanya pabrik pakan feed additive dikarenakan bisa membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar pabrik. Selain itu masyrakat bisa menerima pembangunan pabrik feed additive

  • 2

    disebabkan tidak menimbulkan limbah. Lokasi pabrik bisa dilihat pada Lampiran 1.

    4.2.2 Formulasi Pakan Feed Additive

    Ruminansia

    Di dalam Shobirin (2013) didapatkan tiga formulasi pakan feed additive ruminansia yang bisa meningkatkan birahi sapi dara dan betina dewasa sebesar 100% dengan tingkat kebuntingan 50%. Adapun komposisi formula pakan ruminansia yang pertama yaitu ikan teri sebesar 100 gram ditambah kecambah 30 gram, formula kedua ikan teri 100 gram dengan terong 20 gram, dan formula ketiga ikan teri 100 gram dengan daun katuk 15 gram. 4.2.3 Proses Pengolahan Feed additive

    Proses produksi atau proses pembuatan feed additive sapi cukup sederhana dapat dilihat pada Gambar 4.1

    Bahan Baku

    Pengecilan ukuran

    pengeringan

    0-3

    0-5

    0-4

    Pengecilan

    ukuran

    Pengemasan

    Penimbangan

    0-2

    Pisau

    Hand sealer

    Disk mill

    Tunnel

    dryer

    Timbangan

    digital

    1 orang

    1 orang

    2 orang

    1 orang

    1 orang

    60'

    1440'

    300'

    60'

    500'

    Kegiatan Jumlah Waktu (menit)

    Jumlah

    Operasi

    Inspeksi & Operasi

    5

    1

    2340

    7 2360

    Penyimpanan 1

    0-1

    1-1

    20

    Gambar 4.1 Proses Pembuatan Feed Additive Ruminansia

    Pertama-tama semua bahan yang akan dikecilkan ukurannya dikeringkan dalam oven selama 2 hari dengan suhu 600C. Bahan yang sudah dikeringkan kemudian dikecilkan ukurannya dengan disk mill. Pengilingan ini merupakan proses pengecilan ukuran bahan ikan teri, kecambah, terong, dan daun katuk menjadi bentuk tepung. Bahan yang sudah menjadi tepung ditimbang untuk dicampur dengan bahan baku yang lainnya.

    Setelah semua bahan baku tersebut ditimbang sesuai dengan jumlah porsi masing-masing maka proses selanjutnya pencampuran. Proses pencampuran menggunakan alat manual mengunakan sekop. Proses pencampuran ini dimaksudkan untuk mencampurkan semua jenis bahan baku menjadi bentuk yang homogen. Setelah proses pencampuran tersebut selesai proses selanjutnya yaitu pengemasan. Feed additive yang telah dihasilkan dari pencampuran selesai dimasukkan kedalam kemasan plastik yang berukuran 200 gram. Kemasan yang sudah terisi feed additive kemudian direkatkan mengunakan hand sealer dan diberi label.

    Adapun mesin dan peralatan yang digunakan untuk memproduksi feed additive sapi yaitu pisau (3 buah), tunnel dryer (1 buah), loyang (21 buah), disk mill (1 buah), hand sealer (1 buah) dan timbangan digital kapasitas 10 kg (1 buah) gambar mesin dan peralatan dapat dilihat pada Lampiran 4.

    1. Pisau

    Pisau digunakan untuk memperkecil ukuran agar bahan cepat kering dan memeprmudah dalam penghancuran. 2. Tunnel Dryer

    Tunnel dryer digunakan untuk mengeringkan bahan baku yang akan digunakan feed additive agar memudahkan dalam penghancuran dan bahan baku menjadi tahan lama. Tunnel dryer yang digunakan memiliki kapasitas 6-10 kg /Loyang dengan daya listrik 300 watt dan untuk pemanasnya 2.600 watt. 3. Disk mill

    Disk mill merupakan alat untuk menggiling suatu bahan dengan perputaran rotor yang cepat. Prinsip dari penggilingan dengan menggunakan disk mill ini yaitu dengan cara pemukulan, dimana produk yang digiling jatuh lalu digiling lagi pemukul tersebut yang digerakkan oleh rotor dan potongan bahan yang digiling tadi saling bertubrukan. Pengilingan ini umumnya memiliki 3 bagian yaitu bak pengumpan, rumah penggiling yang di dalamnya ada alat pemukulnya, serta alat pengeluaran (saringan). Keadaan bahan yang cocok untuk disk mill ini yaitu bahan yang agak keras dan rapuh, dapat juga digunakan untuk bahan yang lebih halus atau lebih keras dan produk berserat. Ukuran

  • 3

    kehalusan yang dihasilkan yaitu 24-28 mesh. Kapasitas disk mill ini yaitu 150 kg/jam. Disk mill dapat diperoleh di toko pertanian dan industri. 4. Loyang

    Loyang sebagai wadah bahan baku waktu dilakukan pengeringan dalam oven supaya mempermudah dalam pengambilan sampel dan mengecek kekeringan bahan baku. 5. Timbangan Digital

    Timbangan ini digunakan untuk menimbang jumlah feed additive yang dihasilkan dari alat disk mill dan menimbang produk yang akan dijual kepasaran, memiliki kapasitas maksimal 10 kg dengan harga. 6. Hand Sealer

    Hand sealer digunalan untuk mengemas produk yang akan dipasarkan, supaya bahan baku tahan lama. Hand sealer memiliki berat 2 kg dengan power 300 watt.

    4.2.4 Tata Letak Fasilitas

    Pembuatan pakan ruminansia mengunakan peralatan dan mesin sederhana, pengunaan alat dan mesin tergantung pada skala dan bentuk usaha. Skala yang dipilih untuk industri pakan ruminansia ini adalah skala kecil karena adanya keterbatasan pasar dan penekenan biaya investasi. Jika memilih bentuk usaha dengan skala besar, maka biaya investasi yang diperlukan untuk peralatan dan pra produksi akan semakin besar. Susunan peralatan yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

    Tabel 4.3 Mesin dan Peralatan

    Proses Peralatan Spesifikasi Jumlah

    Pengecilan ukuran

    Pisau Dimensi 20 x 3 cm

    3

    Pengeringan Tunnel dryer

    Dimensi 348 x 54 x 115 cm

    1

    Pengecilan ukuran

    Disk mill Dimensi 49 x 23 x 65 cm

    1

    Penimbangan Timbangan digital

    Dimensi 24 x 23 x 14 cm

    1

    Pengemasan Hand sealer Dimensi 33 x 8 x 16 cm

    1

    Ruangan yang dibutuhkan oleh industri

    mencakup 2 jenis ruangan yaitu ruangan produksi dan non produksi. Ruangan produksi adalah tempat penggilingan bahan baku menjadi formula biragro, sedangkan ruangan non produksi yaitu ruangan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses produksi tetapi mendukung kegiatan produksi meliputi ruangan perkantoran dan kegiatan lainnya. Kebutuhan luas ruangan untuk proses produksi formula pakan ruminansia dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan lebih jelasnya tata letak pabrik bisa dilihat pada Lampiran 4. Tabel 4.4 Kebutuhan Luas Ruangan

    No.

    Fasilitas/Mesin

    Ukuran (m)

    Luas (m2)

    Kelonggaran (m2) Kelonggaran

    (m2)

    Luas Total (m2) P L

    Fasilitas 75%

    BB 25%

    TK 50%

    1. Ruang pengecilan ukuran

    1 1 1 0,75 0,25 0,5 1,5 2,5

    2. Tunnel dryer 3,48 0,54 1,88 1,4094 0,4698 0,9396 2,8188 4,698

    3. Disk mill 0,49 0,23 0,11 0,08452 0,02817 0,0563 0,1690 0,2817

    4. Hand sealer 0,33 0,08 0,026 0,0198 0,0066 0,0132 0,0396 0,066

    5. Timbangan digital

    0,24 0,23 0,055 0,0414 0,0138 0,0276 0,0828 0,138

    Pada tata letak fasilitas yang membutuhkan tempat paling luas adalah tunnel dryer sebesar 4.7 m2 dengan kelonggaran 2. 81 m2. Sedangkan tata letak fasilitas yang paling kecil yaitu pada tempat pengecilan ukuran sebesar 2.5 m2. 4.3 Analisis Finansial

    Data permintaan dan penawaran feed additive yang bisa mempercepat birahi sapi tidak tercatat di Departemen Perindustrian dan perdagangan serta departemen peternakan di Kabupaten Kediri. Hal ini karena pakan ruminansia merupakan produk baru. Begitu pula data permintaan dan penawaran feed additive yang mempercepat birahi sapi untuk pasar domestik tidak tercatat di kementerian pertanian dan peternakan maupun kementerian perindustrian dan perdagangan. Data permintaan didasarkan pada jumlah populasi sapi betina yang ada di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 4.2.

    Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa peluang pasar produk feed additive yang mempercepat birahi sapi masih luas. Kapasitas

  • 4

    produksi yang direncanakan adalah 2.8 % per tahun atau setara dengan 243.247 dari populasi sapi muda dan dewasa dengan jenis kelamin betina yang ada di Indonesia. Kapasitas produksi unit usaha pakan ruminansia sebesar mencapai 243.247 kemasan per tahunnya didasarkan dari ketersediaan bahan baku yang berupa ikan teri, kecambah, terong, daun katuk, dan merupakan produk baru yang masih perlu mencari konsumen agar produk dikenal. Permintaan dan penawaran yang ada maka bisa dilakukan analisis finansial sebagai berikut:

    1. Penentuan Harga Feed additive yang akan dipasarkan,

    dikemas dengan alumunium foil. Harga yang ditetapkan sebesar Rp. 15.000,00 per kemasan berdasarkan harga jual dengan margin keuntungan sebesar 60% atas dasar produk yang sudah ada dipasaran. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Margin ditentukan dengan angka dari 1-100% dan margin yang diinginkan dinyatakan dalam persentase. Pada tahun 2013, harga bahan baku di wilayah Kabupaten Kediri di tingkat pasar adalah Rp. 65.000,00 per/kg ikan teri, daun katuk Rp. 100.000,00 per kg, terong Rp 6.000,00 per/kg dan kecambah Rp 7.000,00 per/kg. 2. Konsep Produk dan Kemasan

    Menurut Muarni (2002), feed additive merupakan makan tambahan yang diberikan selain makanan pokok keseharian ternak. Target pasar yang akan dijadikan konsumen untuk industri feed additive adalah peternak sapi potong dan sapi perah. Pakan ruminansia dalam sinkronisasi birahi sapi hampir sama dengan produk lain yang ada dipasaran namun memiliki keunggulan dari segi harga. Hormon yang ada dipasaran per 10 ml dijual dengan harga Rp. 375.000,00 untuk 5 sapi namun produk biragro dijual dengan harga Rp. 15.000,00 untuk satu sapi apabila untuk lima sapi hanya mengeluarkan dana sebesar Rp. 75.000,00.

    Proses produksi pakan ruminansia, bahan baku yang digunakan ikan teri, kecambah, daun katuk, dan terong dikeringkan dan dikecilkan ukurannya agar menyerupai dedak serta mudah dikonsumsi oleh sapi. Formula yang sudah dikecilkan ukurannya dikemas dalam ukuran 115 gram. Kemasan yang digunakan untuk mengemas berupa

    aumunium foil Hal ini sudah diperhitungkan dari tingkat keefektifan dari formula serta dari harga yang bisa bersaing di pasaran. Proses pendistribusian formula biragro mengunakan motor roda tiga untuk konsumen di sekitar Kediri sedangkan di luar kota mengunakan jasa pengiriman. 3. Perencanaan Kapasitas Produksi

    Kapasitas produksi merupakan volume atau jumlah output yang sanggup dihasilkan dalam satuan waktu tertentu. Penentuan kapasitas produksi ini didasarkan atas analisa pemasaran, ketersediaan bahan baku, kemampuan mesin dan peralatan produksi serta ketersediaan tenaga kerja. Permintaan feed additive didasarkan pada populasi sapi betina dengan umur muda sapi dewasa yang ada di Indonesia yang dapat di lihat pada Tabel 4.3 Kapasitas produksi yang direncanakan yaitu 243.247 kemasan/tahun atau sekitar 2,8% dari sapi muda dan dewasa berjenis kelamin betina yang ada di Indonesia. Perencanaan kapsitas produksi konsentrat sebesar 243.247 kemasan/tahun per harinnya berproduksi 676 kemasan tersebut membutuhkan bahan baku ikan teri sebesar 75 kg/hari, kecambah 42 kg/hari, terong 66 kg/hari dan daun katuk 11 kg/hari jumlah kebutuhan ikan teri untuk memenuhi kapasitas produksi tersebut dapat dipenuhi dari pasar disekitar kecamatan Kandangan.

    Industri pakan ruminansia ini direncanakan memiliki kapasitas produksi sebesar 243.247 kemasan per tahun. Dengan menggunakan margin keuntungan sebesar 57 %, maka harga jual produk ditetapkan sebesar Rp.15.000,00 per kg perhitungan harga jual dapat dilihat pada Lampiran 11. Margin sebesar 57% ditetapkan dengan mempertimbangkan harga jual produk sejenis yaitu hormon prostaglandin sebesar Rp. 375.000,00. Dengan margin 57%, harga jual yang didapat masih lebih rendah dibandingkan produk pengertak birahi sapi lain, sehingga diharapkan dapat menarik minat konsumen. Panjangnya umur proyek ditetapkan selama 10 tahun, atau sama dengan umur ekonomis mesin dan peralatan. Asumsi yang digunakan dalam analisa finansial industri fedd additive biragro ini adalah :

  • 5

    a. Harga peralatan dan bahan baku yang digunakan dalam perhitungan adalah harga konstan pada tahun pertama, data yang digunakan adalah harga pada tahun 2013.

    b. Kapasitas produksi pada tahun pertama adalah 80% dan pada tahun kedua adalah 90% dari total produksi yang direncanakan, setelah tahun ketiga produksi berjalan 100%. Strategi ini digunakan untuk mengantisipasi permintaan pasar yang masih kurang mengenal produk fedd additive biragro, sehingga diharapkan pada tahun berikutnya pasar semakin mengenal produk ini dan akan memicu peningkatan permintaan.

    c. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus, dengan nilai sisa untuk fasilitas dan peralatan sebesar 0 % atau tidak ada nilai sisa.

    d. Permodalan didapatkan dari kemitraan.

    e. Perbandingan modal sendiri dengan mitra adalah 26,5% dari modal sendiri dan 73,5% dari mitra. Hal ini berdasarkan adanya kesempatan dari kebijakan pemerintah untuk menggalakkan industri skala kecil dan menengah, yang dikembangkan melalui peningkatan pemberian bantuan untuk usaha skala kecil dan menengah dengan berlatarbelakang ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan masyarakat.

    f. Faktor bagi hasil yang telah disepakati adalah 30% untuk pemberi modal dan 70% UKM yang didanai.

    g. Nilai tanah diasumsikan sama tiap tahunnya.

    h. Biaya pemeliharaan untuk bangunan dan peralatan ditentukan sebesar 2-3% dari nilai investasi bangunan dan peralatan.

    i. Umur ekonomis proyek ditetapkan 10 tahun.

    j. Jumlah hari tidak ditentukan tergantung permintaan.

    4. Biaya Investasi Biaya investasi digunakan untuk

    keperluan pembelian tanah dan perijinannya, pembangunan gedung dan bangunan lainnya, penyediaan peralatan dan perlengkapan untuk proses produksi, alat transportasi, fasilitas kantor, serta

    biaya pra-operasi. Rincian lengkap dari biaya investasi industri fedd additive biragro ini dapat dilihat di Lampiran 5.

    a. Pengadaan lahan dan bangunan Luas lahan yang dibutuhkan

    adalah 80 m dengan harga Rp. 500.000,00 per meter perseginya. Sehingga total biaya pengadaan lahan adalah Rp. 40.000.000,00. Bangunan yang diperlukan antara lain bangunan pabrik, kantor dan toilet. Jumlah dana yang diperlukan untuk pembangunan pabrik dan bangunan lainnya adalah Rp 21.200.000,00. b. Pengadaan Mesin dan Peralatan serta Fasilitas Kantor

    Data harga mesin dan peralatan diperoleh dari beberapa tempat penjualan mesin dan peralatan. Biaya penyediaan mesin dan peralatan untuk industri pakan ruminansia ini sebesar Rp. 48.680.000,00 sedangkan biaya pengadaan fasilitas kantor sebesar Rp. 2.360.000,00. c. Biaya Pra-Operasional

    Biaya pra-operasional dibutuhkan untuk membiayai kegiatan sebelum investasi proyek dilaksanakan. Kegiatan tersebut antara lain biaya pembelian bahan baku, studi kelayakan, menyewa jasa konsultan, dan lain-lain. Biaya pra-operasional diasumsikan sebesar 32% dari total biaya investasi, dalam industri pakan ruminansia ini maka besarnya biaya pra-operasional adalah Rp. 75.000.500,00.

    5. Biaya Operasional a. Biaya Tetap (Tahunan) Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan pada setiap tahun dan besarnya tidak terkait langsung dengan jumlah produksi. Biaya tersebut antara lain biaya tenaga kerja tak langsung, pembayaran listrik dan air, telepon, dan biaya lainnya. Hasil penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11. b. Biaya Variabel (Tahunan)

    Biaya variabel (biaya tidak tetap) adalah biaya yang dikeluarkan tiap tahun dan besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya yang dimaksud adalah biaya pengadaan bahan baku dan input, serta biaya tenaga kerja

  • 6

    langsung. Bahan baku yang digunakan ikan teri, terong, kecambah dan daun katuk tanpa penambahan zat lainnya, sedangkan jumlah tenaga kerja langsung untuk berproduksi pada kapasitas 100% adalah 3 orang. Jumlah biaya pengadaaan bahan baku dan input menjadi biaya yang paling besar dalam biaya operasional industri pakan ruminansia. Hasil penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11. c. Perkiraan Modal Proyek

    Modal proyek adalah modal yang dibutuhkan dalam suatu industri, modal tersebut didasarkan atas rencana produksi dan pemasaran. Modal proyek dibagi menajdi dua yaitu modal kerja dan modal tetap. Penentuan modal proyek juga dilibatkan pengeluaran tidak terduga, dimaksudkan untuk mengantisipasi apabila ada kemungkinan-kemungkinan kesalahan dalam perhitungan, besarnya pengeluaran tidak terduga diperkirakan sebesar 10%. Salah satu unsur dalam penentuan modal tetap yaitu produksi percobaan. Produksi percoaban ini dimaksudkan untuk melihat tingkat kestabilan mutu. Produk sebelum dipasarkan serta mengetahui bagaimana kinerja dari peralatan yang digunakan, besarnya modal proyek dapat dilihat pada Tabel 4.4.

    Tabel 4.4 Kebutuhan Modal Proyek Komponen Modal Proyek

    Modal tetap 1. Lahan Rp. 40.000.000,00

    2. Bangunan Rp. 39.950.000,00

    3. Mesin dan peralatan Rp. 48.680.000,00

    4. Instalasi dan utilitas Rp. 6.000.000,00

    5. Produksi percobaan dan pra operasional

    RP. 76.762.000,00

    6. Peralatan kantor Rp. 2.360.000,00

    7. Izin, Riset, dan Konsultasi Rp. 15.000.000,00

    8. Pengeluaran tidak terduga (10%)

    Rp. 22.875.200,00

    Total kebutuhan modal proyek Rp. 251.627.200,00

    Modal kerja merupakan modal atau biaya awal untuk mengoperasikan kegiatan produksi. Besarnya modal yang dibutuhkan

    untuk memutar roda operasi yaitu untuk modal kerja satu bulan. Besarnya perkiraan modal proyek untuk industri feed additive sapi ini yaitu terdapat pada Tabel 4.4. d. Analisa Kelayakan dengan Sistem Bagi Hasil Waktu melakukan analisa kelayakan yang pertama harus diketahui adalah kriteria kelayakan, kemudian menentukan sumber dana, setelah itu melakukan perhitungan rugi-laba yang dilanjutkan dengan perhitungan arus kas. Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan kelayakan suatu usaha yaitu, IRR (Internal rate of retrun), NPV (Net Present Value), Net B/C (Net Benefit-cost Rasio), PBP (Pacback Period) dan BEP (Break Event Point). Sumber dana atau uang yang digunakan untuk mendirikan usaha adalah dari investor swasta. Dana yang diberikan oleh mitra berupa biaya penelitian sampai pendirian badan usaha. Besarnya modal yang diberikan oleh mitra maksimal Rp. 300.000.000. Pengoperasian usaha dengan jenis pembiayaan jenis ini pihak pengusaha yang melakukan semua kegiatan, sedangkan investor hanya melakukan analisa keuangan. Usaha yang dilakukan berjalan dan mendapatkan keuntungan maka keuntungan tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian (sistem bagi hasil), apabila usaha tersebut mengalami kerugian pihak pengusaha tidak mengembalikan dana yang diberikan oleh investor namun ada evaluasi dan perbaikan. Sesuai dengan kesepakan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak sebagai investor besarnya porsi bagi hasil yaitu 70:30, artinya 70% untuk pengusaha dan 30% untuk investor. Bagi hasil dilakukan pada hasil penjualan bukan keuntungan yang diperoleh. Pada penentuan neraca rugi laba tersebut walaupun perusahaan telah mendapatkan keuntungan pertahunnya belum tentu dikatakan layak. Usaha dikatakan layak atau tidaknya tersebut dilakukan lagi perhitungan arus kas. Perhitungan arus kas tersebut menggambarkan perputaran uang yang ada dalam perusahaan. Pada perhitungan arus kas nilai penyusutan dari barang modal tidak dimasukkan dalam pengeluran, hal ini dimaksusdkan untuk menghindari perhitungan ganda. Perhitungan arus kas diperoleh nilai IRR (Internal Rate of Retrun) 69% besarnya nilai IRR ini lebih besar dari tingkat discount rate 19,45 % yang ditetapkan.

  • 7

    Ditinjau dari nilai IRR yang diperoleh maka usaha tersebut layak direalisasikan, karena nilai IRR tersebut lebih besar dari tingkat discount rate yang ditetapkan. Kelayakan ini didukung oleh kriteria kelayakan yang lainya yaitu NPV,PBP, Net B/C ratio serta BEP. Net present value (NPV) merupakan selisih antara present value benefit dan present value biaya. Nilai NPV pakan ruminansia pada tingkat rerata modal tertimbang sebesar 19,45% adalah Rp. 1.227.734.145,00. Nilai ini menunjukkakn bahwa laba bersih (net benefit) yang diterima selama 10 tahun mendatang dapat diukur dengan nilai sekarang, yaitu sebesar Rp. 1.227.734.145,00. Karena nilai NPV bernilai positif maka dikatakan layak. Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan nilai perbandingan antara nilai NPV positif dengan nilai NPV negatife. Apabial nilai Net B/C >1, maka nilai NPV > 0, sehingga proyek proyek layak dilaksanakan. Nilai Net B/C industri pakan ruminansia ini adalah 1.57 sehingga proyek dikatakan layak. Internal rate of retrunt (IRR) adalah suatu nilai suku bungga yang membuat nilai NPV proyek sama dengan nol, atau tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah NPV yang sama dengan jumlah keseluruhan ongkos investasi proyek. Nilai IRR industri pakan ruminansia adalah 69%. Nilai ini lebih besar dari rerata modal tertimbang dan suku bunga yang berlaku yaitu 19,45%, sehinga proyek dikatakan layak. Kapasitas produksi yang direncanakan, BEP dari industri pakan ruminansia ini adalah sebesar Rp. 93.631.036,04 titik ini tercapai pada saat produksi mencapai 6.242 kemasan.

    Nilai PP menunjukkan berapa lama modal yang ditanamdalam investasi akan kembali, dimana pengembalian modal ini dipandang dari arus kas masuk (cash in flow). Industri pakan ruminansia ini akan kembali modal dalam waktu 6 bulan. Tabel 4.5 berikut ini menunjukkan nilai dari kriteria investasi yang telah dilakukan. Tabel 4.5 Nilai Kriteria Investasi Kriteria Investasi

    Kriteria Penilaian

    Nilai keterangan

    NPV (Rp)

    Jika NPV > 0 usulan proyek layak

    Rp.1.227.734.145 layak

    Net B/C Jika Net B/C >1

    1.57 layak

    usulan proyek layak

    IRR (%) Jika IRR > 19.45% usulan proyek layak

    69% layak

    BEP modal

    Jika BEP < modal

    Rp.93.631.036 layak

    BEP produk

    Jika BEP < dari 342.247

    6.242 kemasan layak

    PP Jika PP < dari 10 tahun

    6.28 bulan layak

    Selain melakukan perhitungan kriteria investasi, juga diperlukan analisa ketahanan industri pakan ruminansia terhadap perubahan pada komponen kriteria investasi, misalnya perubahan pada harga jual dan harga bahan baku, yang disebut dengan analisa sensitivitas. Perubahan ini mungkin terjadi setelah proyek berjalan sehingga mempengaruhi cash flow perusahaan secara keseluruhan. Nilai-nilai investasi yang diperoleh dari analisa sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 4.6 analisa sensitivitas yang telah dilakukan, maka dapat terlihat bahwa industri pakan ruminansia masih bisa dikatakan layak jika terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 9 % dan penurunan pendapatan sebesar 8%. Akan tetapi proyek ini sudah tidak layak lagi jika terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 10% dan penurunan pendapatan sebesar 9% lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Analisa Sensitivitas

    Skenario

    Kriteria Investasi

    NPV (Rp)>0 IRR>19.45% Net B/C >1

    PP

  • 8

    Penurunan pendapatan 8 %

    Rp100.446.651 36% 1.48 2.39 tahun

    Penurunan pendapatan 9%

    Rp.40.464.286 9% 0.83 3.99 tahun

    V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan

    Unit pengolahan pakan tambahan sapi yang rencananya direalisasikan di Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri, memiliki kapasitas produksi sebesar 243.247 kemasan/tahun dan berat perkemasan ada yang 115, 120 serta 130 gr. Kegiatan produksinya dilakukan setiap hari dan menghasilkan 676 kemasan. Kebutuhan bahan baku yang berupa ikan teri sebanyak 27.028 kg/ tahun, kecambah 5.068 kg/tahun, terong 8.108 kg/tahun dan daun katuk 1.287 kg/tahun. Alat yang digunakan dalam pembuatan pakan ruminansia berupa tunnel dryer, disk mill, timbangan digital, hand sealer dan pisau. Luas ruangan yang digunakan dalam kegiatan produksi sebesar 7.68 m2. Proyek ini membutuhkan modal proyek sebesar Rp. 251.672.200,00. Hasil analisis finansial didapatkan beberapa kriteria kelayakan yaitu IRR sebesar 69% (lebih besar dari discount rate yaitu 19.45%), perhitungan efisiensi usaha (R/C ratio) 1,57 lebih besar dari 1, NPV sebesar Rp. 1.227.734.145,00, kemudian tingkat pengembalian modal atau payback period sebesar 6 bulan 8 hari dan BEP Rp. 93.631.036,04. Dilihat dari analisis sensitivitas proyek ini masih layak dilaksanakan jika kenaikan bahan baku tidak melebihi 9% dan penurunan pendapatan tidak melebihi 8%. 5.2. Saran

    Perlu dicari distributor daun katuk dan bahan-bahan lain agar kebutuhan bahan baku tercukupi, karena selama ini bahan baku di pasar-pasar tradisional masih terbatas.

    Daftar Pustaka Ahmadi, Y. 2008. Kebutuhan Proses Panas di

    Industri Pangan. www.foodreview.biz. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013.

    Afrianti, Leni H. 2013. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.

    Asyhar, C. 1988. Isolasi dan Karakterisasi

    Komponen Pembentuk Gel dari

    Tanaman Cincau Hitam. Skripsi.

    Institut Pertanian Bogor.

    Brennan, James G. 2006. Food Processing Handbook. Wiley-VCH. Wenheim.

    Estiasih, T. dan Ahmadi. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan, Edisi 1 Cetakan 2. Bumi Aksara. Jakarta.

    Pitojo, S dan Zumiati. 2005. Cincau : Cara Pembuatan dan Variasi Olahannya. PT Agromedia Pustaka. Tangerang.

    Powell S.T. 1992. Water Conditioning for Industry. Mc Graw Hill Book Co. Inc. Tokyo

    Ruhnayat, A. 2002. Cincau Hitam Tanaman Obat Penyembuh. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Smith, P.G. 2011. Introduction to Food Process Engineering Second Edition. Springer. New York.

    Toledo, Romeo T. 2007. Fundamentals of Food Process Engineering Third Edition. Springer. New York.

    Widyaningsih, T, D. 2007. Olahan Cincau Hitam. Trubus Agrisarana. Surabaya

    Widyaningsih, T, D. 2012. Cytotoxic Effect of Water, Ethanol and Ethyl Acetate Extract of Black Cincau (Mesona palustris BL) against HeLa Cell Culture. Sciverse Science Direct APCBEE Procedia. 110-114