21
I. Memahami Sirkulasi Kapiler Darah arteri akan melalui arteriol, metarteriol, prekapillary sfinkter, ujung arteriol kapiler, kapiler, ujung vena kapiler, venula pengumpul, venula kecil, venula dan seterusnya. Dinding kapiler terdiri dari atas satu lapis sel endotel. Secara umum zat dalam darah masuk cairan interstisiil melalui difusi dan filtrasi. Difusi untuk nutrien dan sisa metabolisme, dan filtrasi untuk oksigen dan glukosa. Filtrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling: perbedaan tekanan hidrostatik intravaskuler dan interstisiil, dan perbedaan tekanan koloid-osmotik intravaskuler dan interstisiil. Maka aliran cairan : K : koefisien filtrasi kaplier P c : tekanan hidrostatik kapiler (37 mm Hg) P i : tekanan hidrostatik interstitial (17 mm Hg) c : tekanan koloid – osmotik kapiler (25 mm Hg) i : tekanan koloid – osmotik interstisiil (diabaikan) Maka di ujung arteri kapiler terjadi aliran cairan keluar, sebesar (37-1) – 25 = ll mm Hg. Sedangkan di ujung venula kapiler terdapat aliran cairan ke dalam sebesar 25 – (17-1) = 9 mm Hg. 1 K (P c + io – (P i +

Edema

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl

Citation preview

Page 1: Edema

I. Memahami Sirkulasi KapilerDarah arteri akan melalui arteriol, metarteriol, prekapillary sfinkter, ujung arteriol

kapiler, kapiler, ujung vena kapiler, venula pengumpul, venula kecil, venula dan seterusnya. Dinding kapiler terdiri dari atas satu lapis sel endotel.

Secara umum zat dalam darah masuk cairan interstisiil melalui difusi dan filtrasi. Difusi untuk nutrien dan sisa metabolisme, dan filtrasi untuk oksigen dan glukosa.

Filtrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling: perbedaan tekanan hidrostatik intravaskuler dan interstisiil, dan perbedaan tekanan koloid-osmotik intravaskuler dan interstisiil. Maka aliran cairan :

K : koefisien filtrasi kaplierPc : tekanan hidrostatik kapiler (37 mm Hg)Pi : tekanan hidrostatik interstitial (17 mm Hg)c : tekanan koloid – osmotik kapiler (25 mm Hg)i : tekanan koloid – osmotik interstisiil (diabaikan)

Maka di ujung arteri kapiler terjadi aliran cairan keluar, sebesar (37-1) – 25 = ll mm Hg. Sedangkan di ujung venula kapiler terdapat aliran cairan ke dalam sebesar 25 – (17-1) = 9 mm Hg.

Jadi yang difiltrasi per hari sebanya 24 liter/hari, 85% diserap kembali dan disusun untuk 15% masuk saluran limfe.

Pada jaringan yang tidak aktif, kapiler kolaps dan aliran darah mengambil jalan pintas dari arteriol langsung ke venula.

Sirkulasi Limfe dan Cairan Interstitial

Saluran limfe mulai dengan limfe awal tanpa katup atau otot-otot. Cairan jaringan masuk antara sel endotel oleh pompa kerutan organ dan kontraksi arteriol dan venule. Cairan masuk ke saluran limfe penampung yang berkontraksi secara peristaltik. Aliran

1

K (Pc + io – (Pi + c)

Page 2: Edema

dibantu oleh pernapasan. Aliran terutama terjadi melalui kontraksi dinding. Zat yang meningkat di aliran disebut limfagog.

Fungsi Sistem Limfe

Sejumlah protein masuk saluran limfe dari cairan interstisiil hepar dan intestine dan dari darah jaringan lain. Protein-protein ini dikembalikan ke pembuluh darah. Sehari 25-50% plasma protein dikembalikan ke darah. Begitu juga asam lemak rantai panjang dari intestine.

II. Memahami Kelebihan CairanKelebihan volume ekstraseluler dapat terjadi jika natrium dan air tertahan dengan

proporsi yang kurang lebih sama. Dengan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolemia), maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan interstitial sehingga menyebabkan edema. Kelebihan volume cairan selalu terjadi sekunder dari peningkatan kadar natrium tubuh total yang akan mengakibatkan retensi air. (Sylvia A.P. dan Lorraine M.W., 1995)

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenik (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang. (Schwartz S.I., 1999)

Volume Cairan Interstitial

Jumlah cairan diruang interstitial bergantung pada tekanan kapiler, tekanan cairan interstitial, tekanan onkotik, koefisien filtrasi kapiler, jumlah kapiler aktif,aliran limfe, dan volume total cairan ekstrasel. Konstriksi tekanan prakapiler menurunkan tekanan filtrasi, sedangkan konstriksi pasca kapiler meningkatkannya. Perubahan pada salah satu variable di atas menyebabkan perubahan volume cairan interstitial.

Tabel.1 Faktor-faktor yang meningkatkan volume cairan interstitial

Penyebab DampakPeningkatan tekanan filtrasi Dilatasi arteriol

Konstriksi venulaPeningkatan tekanan vena (gagal jantung, katup inkompeten, obstruksi vena, peningkatan volume

2

Page 3: Edema

cairan ekstrasel total, pengaruh gravitasi, dsb.)Penurunan gradien tekanan Penumpukan zat-zat aktif osmotik di ruang interstitialosmotik melalui kapiler Penurunan kadar protein plasmaPeningkatan permeabilitas Substansi PKapiler Histamin dan substansi terkait

Kinin, dsb.Aliran limfe yang kurang kuat

Dikutip dari : William F. Ganong : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22, Jakarta, 2008, EGC.

Pada jaringan aktif, tekanan yang kapiler meningkat, seringkali melebihi tekanan onkotik di sepanjang kapiler. Selain itu, dapat terjadi akumulasi sementara metabolik aktif osmotik di dalam cairan interstitial karena metabolik ini tidak dapat dikeluarkan secepat pembentukannya. Akumulasi ini menimbulkan efek osmotik yang menurunkan besar gradien osmotik yang ditimbulkan oleh tekanan onkotik. Dengan demikian, jumlah cairan yang keluar kapiler mengalami peningkatan sedangkan jumlah cairan yang masuk mengalami penurunan. Aliran limfe yang meningkat dapat menurunkan derajat akumulasi cairan, tetapi hanya pada otot yang rutin berolahraga.

Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi. Sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis termasuk mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:a. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semi permeable (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades). Sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

b. DifusiDifusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak

dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

c. Pompa Natrium KaliumPompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion

natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium

3

Page 4: Edema

dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

Prinsip-Prinsip Umum dalam Penanganan

Penanganan kelebihan volume cairan membutuhkan pemahaman faktor-faktor yang mengakibatkan gangguan, baik primer maupun sekunder. Untuk kemudian dapat menangani sebab-sebab yang mendasarinya. Mayoritas dari langkah-langkah dalam penanganan kelebihan volume cairan, bertujuan untuk membatasi pemasukan natrium dan air. (Sylvia A.P. dan Lorraine M.W., 1995)

III. Memahami Edema dan AsitesAir merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah

tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia kurang dari 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia lebih dari 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.Hal ini dapat terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel.2 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Usia Kilogram Berat (%)

Bayi prematur 80%3 bulan 70%6 bulan 60%1-2 tahun 59%11-16 tahun 58%Dewasa 58-60%Dewasa dengan obesitas 40-50%Dewasa kurus 70-75%

Dikutip dari : Garner M.W. : Physiology and pathophysiology of the body fluid, St.Louis,1981, Mosby.

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.a. Cairan intraselular

4

Page 5: Edema

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.

b. Cairan ekstraselularCairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif

cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.

Cairan ekstraselular dibagi menjadi : Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ICF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.

Cairan IntravaskularMerupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume

plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.

Cairan transelulerMerupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Diagram Distribusi Cairan TubuhDiambil dari Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for Veterinary Health. 2006.http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.html

Edema

Edema merupakan penumpukan cairan interstitial yang berlebihan. Edema dapat terlokalisir (seperti pada inflamasi setempat dan obstruksi) atau generalisata (seluruh

5

B Body 100%

Water 60% Tissue 40%

I Interstitial 15%

ICF 40%

Plasma 5%

ECF 20%

Page 6: Edema

tubuh), sehingga cairan interstitial tertimbun pada semua jaringan tubuh. (Sylvia A.P. dan Lorraine M.W., 1995)

Istilah edema diperuntukkan untuk timbunan abnormal sejumlah cairan di dalam ruang jaringan intersel (diantara sel) atau ruangan tubuh. Gangguan timbul secara menyeluruh atau setempat. Istilah anasarka digunakan pada edema hebat dan menyeluruh, yang menyebabkan terjadinya sembab subkutan. (Robbins dan Kumar, 1995)

Edema adalah pembengkakan jaringan lunak yang disebabkan oleh kelebihan volume cairan interstitial. Cairan edema ini merupakan cairan transudat, yang disebabkan oleh perpindahan cairan dari ruang vaskular ke ruang interstitial. (Braunwald E., 1998)

Etiologi

Timbunan edema diberbagai ruang tubuh dapat menimbulkan hidrotoraks, hidroperikardium, dan hidroperitoneum (asites). Cairan edema yang disebabkan bukan oleh radang, misalnya gangguan hidrodinamik, disebut transudat. Transudat memiliki sifat kadar protein dan koloid rendah. Dengan berat jenis di bawah 1,012. Timbunan yang disebabkan oleh radang (karena adanya mikroorganisme) mengandung banyak protein. Dengan berat jenis di atas 1,012.

Edema merupakan akibat dari meningkatnya tenaga yang memindahkan cairan dari bagian intravaskuler ke interstitial. Pertukaran cairan yang secara normal, diajukan oleh Starling, yaitu diatur oleh tekanan hidrostatik dan osmotik di dalam dan di luar daerah vaskuler. Tekanan hidrostatik intravaskuler dan tekanan koloid osmotik interstitial, akan mengedarkan cairan ke luar dinding vaskuler. Sebaliknya tekanan cairan interstitial dan tekanan koloid osmotik intravaskuler, akan mengedarkan cairan ke dalam dinding vaskuler. Karena tenaga hidrostatik dan osmotik yang ditimbulkan oleh cairan interstitial relatif kecil dan tetap tidak menunjukkan adanya perbedaan antara arteriol dengan ujung venula kapiler, mereka tidak memiliki peran penting dalam pengaturan volume cairan ekstrasel. Efek yang berlawanan tekanan hidrostatik interavaskuler dan tekanan koloid osmotik plasma merupakan faktor utama pada patogenesis edema. Pada ujung arteriol suatu jalinan kapiler, tekanan hidrostatik besarnya kira-kira 35mmHg. Pada ujung venula akan turun menjadi 12-15mmHg. Tekanan osmotik koloid plasma sebesar 20-25mmHg, sedikit lebih tinggi pada ujung venula karena akibat dari pengeluaran cairan. Tidak semua cairan dalam ruang interstitial kembali ke venula, sebagian dialirkan ke luar melalui saluran limfe, secara tidak langsung dikembalikan ke dalam aliran darah.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan edema pada tubuh manusia:

Meningkatnya tekanan hidrostatikKegagalan aliran vena (venous outflow) dapat meningkatkan tekanan hidrostatik.

Hal tersebut paling sering ditemukan pada ekstremitas bawah, sekunder akibat trombosis obstruktif. Edema yang terjadi terletak pada tungkai bawah. Peningkatan menyeluruh tekanan vena dan edema sistemik terjadi apabila timbul kegagalan jantung kongestif yang mempengaruhi fungsi ventrikel kanan. Walaupun peningkatan tekanan hidrostatik vena merupakan faktor penting, patogenesis edema jantung jauh lebih kompleks. Kegagalan jantung kongetsif dikaitkan dengan pengurangan curah jantung dan pengurangan aliran darah ginjal. Melalui serangkaian mekanisme pengaturan yang kompleks, pengurangan

6

Page 7: Edema

perfusi ginjal atau tekanan perfusi mengawali aksis renin-angiotensin-aldosteron, yang mengakibatkan retensi ion natrium dan air dalam ginjal (aldosteronisme sekunder). Penambahan volume intravaskuler yang merupakan akibat dari rangkaian peristiwa ini yang tidak memperbaiki perfusi ginjal karena kegagalan jantung tidak mampu meningkatkan curah jantung. Dengan adanya beban cairan ekstra (jantung tidak mampu mengatasi) selanjutnya hal ini akan meningkatkan tekanan vena dan terbentuklah edema. Dengan demikian terbentuklah lingkaran setan retensi cairan yang akan memperberat edema. Oleh karena itulah terjadi pembatasan diet garam serta pemberian diuterika pada kegagalan jantung kongestif.

Pengurangan tekanan osmotik plasmaKehilangan albumin serum yang berlebih ataupun pengurangan sintesis albumin

serum dapat menurunkan tekanan osmotik plasma. Penyebab terpenting kehilangan albumin yang nyata adalah suatu penyakit ginjal tertentu yang menyerang lapisan basal glomerolus disertai permeabilitas yang tidak normal terhadap albumin. Pada sindrom nefrotik terdapat karakterisktik yang khas karena edema yang terjadi bersifat menyeluruh. Pengurangan sintesis protein serum terjadi pada penyakit hepar yang merata, seperti pada sirosis hepatis ataupun penyakit yang berkaitan dengan malnutrisi. Dalam kasus ini, perpindahan cairan dari intravaskuler ke bagian interstitial memiliki peran pentung dalam pengurangan volume plasma. Hal tersebut dikarenakan, terjadi penurunan perfusi ginjal dan menimbulkan aldosteronisme sekunder. Walaupun demikian, retensi garam dan air tidak dapat memperbaiki volume plasma yang kurang, karena kerusakan primernya, yaitu protein serum terlalu sedikit tetap ada. Gangguan mekanisme yang menyebabkan komplikasi retensi sekunder garam dan cairan akan menimbulkan edema.

Obstruksi pembuluh limfatikPenyebab primer dari edema adalah obstruksi pembuluh limfatik. Hal tersebut

dikarenakan terjadinya gangguan penyaluran limfe yang nantinya akan berujung pada limfedema. Jamaknya, limfedema terjadi secara lokal yang disebabkan oleh peradangan atau obstruksi neoplasma. Filariasis adalah suatu parasit yang dapat menyebabkan fibrosis luas pada kelenjar limfoid serta saluran limfatik di daerah ingunal. Timbulnya edema pada genitalia eksterna dan ektremitas bawah yang sangat menyolok disebut elefantiasis. Neoplasma ganas pada payudara biasanya diterapi dengan pembedahan ataupun penyinaran seluruh buah dada yang disertai dengan pengangkatan seluruh ataupun sebagian besar kelenjar limfoid aksilla. Akibatnya edema akan muncul setelah operasi pada lengan.

Retensi NatriumRetensi natrium yang secara normal akan diikuti dengan retensi air merupakan

salah satu faktor pendukung terjadinya edema. Retensi garam akan menjadi penyebab utama edema apabila terjadi penurunan mendadak terhadap fungsi ginjal. Seperti yang terlihat pada glomerulonefritis pasca streptokok atau pada gagal ginjal akut. Retensi garam dan air akan menyebabkan peningkatan volume cairan intravaskuler dan secara sekunder akan meningkatkan tekanan hidrostatik yang berujung pada edema.(Robbins dan Kumar, 1995)

7

Page 8: Edema

Cairan interstitial cenderung berakumulasi pada bagian-bagian dependen akibat efek gravitasi. Pada posisi berdiri, kapiler ditungkai dilindungi oleh arteriol dari tingginya tekanan arteri, tetapi tekanan vena yang tinggi disalurkan ke kapiler melalui venula. Kontraksi otot rangka menjaga agar tekanan vena tetap rendah dengan memompa darah menuju jantung bila individu bergerak. Namun, bila seseorang berdiri diam dalam waktu lama, cairan akan berakumulasi dan akhirnya timbul edema. Pergelangan kaki juga akan membengkak selama perjalanan jauh, ketika seseorang duduk pada waktu yang lama dengan posisi kaki yang tetap. Pada keadaan ini, obstruksi vena ikut berperan dalam menimbulkan edema.

Bila terjadi retensi abnormal garam di tubuh, air juga ikut di retensi. Garam dan air ini akan disalurkan ke seluruh cairan ekstrasel (ECF). Karena jumlah cairan interstitial meningkat, edema mudah terjadi. Retensi garam dan air adalah faktor pada edema yang dapat dijumpai pada penyakit gagal jantung, nefrosis serta sirosis. Penyakit-penyakit ini juga memiliki variasi dalam mekanisme pengaturan pergerakan cairan yang melewati dinding kapiler. Pada gagal jantung kongestif, tekanan vena biasanya mengalami peningkatan yang menyebabkan kenaikan tekanan kapiler. Pada sirosis hati, tekanan onkotik menjadi rendah. Hal ini dikarenakan sintesis protein plasma dihati berkurang serta ekskresi protein melalui urine yang berlebih.

Penyebab lain edema adalah aliran limfe yang kurang kuat. Edema yang disebabkan oleh obstruksi limfe disebut limfedema. Pada kasus seperti ini, cairan edema banyak mengandung protein. Bila mengendap, cairan tersebut bisa menimbulkan suatu keadaan inflamasi kronik yang menyebabkan fibrosis jaringan interstitial. Salah satu penyebab limfedema adalah mastektomi radikal, yakni suatu operasi kanker payudara. Selain itu, pengangkatan kelenjar limfe ketiak pada satu sisi dapat menyebabkan gangguan

drainase limfe. Edema lengan disisi tersebut memiliki persentase 10-30% pasien. Pada filariasis, cacing parasit bermigrasi ke pembuluh limfe dan menyumbatnya. Akumulasi jaringan ditambah reaksi jaringan dapat menimbulkan pembengkakan masif, yang umumnya terjadi pada tungkai dan skrotum

(elefantiasis). Luasnya reaksi, mungkin paling jelas digambarkan oleh manifestasi klinis pasien dengan elefantiasis yang skrotumnya begitu edematosa sehingga pasien harus menempatkan skrotum pada gerobak dorong, dan mendorongnya bersamaan ketika berjalan.

Pengobatan yang menarik dan bermanfaat untuk penyakit limfedema adalah pemberian benzopiron. Obat ini meningkatkan proteolisis oleh makrofag jaringan dan penurunan kandungan protein pada cairan edema. Hal tersebut dapat mengurangi efek peradangan serta memungkinkan cairan untuk dapat direabsorpsi.(William F. Ganong, 2008)

Patofisiologis

Hukum Starling :

Dimana,

8

Akumulasi cairan = K [(Pc – PIF) - σ(π PL - π IF)] - Qlymph

Page 9: Edema

K : Tahanan hidraulik (berbanding lurus dengan luas permukaan membran, berbanding terbalik dengan ketebalan membran)

Pc : Tekanan intra kapiler rata-rata

πIF : Tekanan onkotik cairan interstitialσ : Koefisien makromolekulPIF : Tekanan cairan interstitial rata-rata

πPL : Tekanan onkotik plasmaQlymph : Aliran limfatik

Tekanan kapiler Starling (mm Hg)HPc = Tekanan hidrostatik kapiler 35 – 17 mmHgOPc = Tekanan onkotik kapiler 25 mmHgHPi = Tekanan hidrostatik ruang interstitial 0 mmHgOPi = Tekanan onkotik ruang interstitial 1 mmHg

** HPc dan OPi : memindahkan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler HPi dan OPc : memindahkan cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler

(Braunwald E., 1998)

Gejala Klinis dan Klasifikasi

1. Edema Lokalisata (Edema Lokal)Terbatas pada organ atau pembuluh darah tertentu.Unilateral (1 ekstremitas), disebabkan oleh obstruksi pada vena atau pembuluh limfe. Contoh : trombosis vena dalam, obstruksi oleh tumor, limfedema primer, edema stasis pada ekstremitas yang mengalami kelumpuhan.Bilateral (2 ekstremitas), biasanya pada ekstremitas bawah, disebabkan oleh obstruksi vena cava inferior, tekanan akibat asites masif atau massa intra abdomen. Facial edema (muka), disebabkan oleh obstruksi pada vena cava superior dan reaksi alergi (angioedema).asites (cairan di rongga peritoneal).hidrotoraks (cairan di rongga pleura) efusi pleura

2. Edema Generalisata (Edema Umum)Pembengkakan terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh penderita.Pada ekstremitas bawah, terutama setelah berdiri lama dan disertai dengan edema pada paru, disebabkan oleh kelainan jantung.Pada mata terutama setelah bangun tidur, disebabkan oleh kelainan ginjal dan gangguan ekskresi natriumAsites, edema pada ekstremitas dan skrotum, sering disebabkan oleh sirosis atau gagal jantung

Gagal Jantung

9

Edema : HPc + OPi > HPi + OPc

Page 10: Edema

Berkurangnya curah jantung (cardiac output) dan volume darah arteri efektif → penurunan perfusi renal → vasokontriksi renal → hiperaldosteronisme sekunder → retensi air dan natrium di ginjal → edema

Sirosis Hati Pintas arteri-vena → perfusi ginjal yang efektif berkurang → retensi natrium Hipertensi portal → peningkatan tahanan pembuluh darah intra hepatik → asites Peningkatan tekanan intra abdomen dan penurunan kadar serum albumin → edema

pada ekstremitas bawah

Sindroma Nefrotik Keluarnya protein melalui ginjal → penurunan tekanan onkotik plasma → cairan

masuk ke rongga interstitial Penurunan volume darah efektif → retensi natrium di ginjal Gagal ginjal akut dan kronik : Penurunan filtrasi flomerulus Edema terjadi bila asupan Na melebihi kemampuan ginjal untuk mengeluarkan Na

Hipoalbuminemia Kadar albumin < 2,5 g/dL Tekanan onkotik menurun → edema Terdapat pada keadaan : defisiensi nutrisi (terutama protein), nefrosis (sindroma

nefrotik), penyakit hati kronik

Penyebab lain (kasus relatif jarang) Edema idiopatik : edema yang disertai dengan peningkatan berat badan secara cepat

dan berulang, biasanya terjadi pada wanita usia reproduktif Hipotiroid : merupakan mix-edema, biasanya terdapat di pre-tibial Obat-obatan : steroid, estrogen, vasodilator Kehamilan Makan kembali setelah puasa

Penanganan atau Penanggulangan

1. Cari dan atasi penyebabnya2. Tirah baring3. Diet rendah Natrium : < 500 mg/hari4. Stoking suportif dan elevasi kaki5. Restriksi cairan : < 1500 ml/hari6. Diuretik

Gagal jantung :- Hindari overdiuresis karena dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan

azotemia pre-renal.- Hindari diuretik yang bersifat hipokalemia karena dapat menyebabkan intoksikasi

digitalis. Sirosis hati :

- Spironolakton dapat menyebabkan asidosis dan hiperkalemia- Dapat ditambahkan dengan diuretik golongan tiazid

10

Page 11: Edema

- Deplesi volume yang berlebihan dapat menyebabkan gagal ginjal, hiponatremia dan alkalosis

Sindroma nefrotik :- Pemberian albumin dibatasi hanya pada kasus yang berat

Jenis-Jenis Obat Diuretik

1. Loop diuretik diberikan per oral atau intra vena Furosemid :

- 40-120 mg (1-2 kali sehari)- Masa kerja pendek, poten- Efektif pada laju filtrasi glomerulus (LFG) yang rendah

Bumetanide :- 0,5 – 2 mg (1-2 kali sehari)- Digunakan bila alergi terhadap furosemid

Asam etakrinat- 50-200 mg (1 kali sehari)- Masa kerja panjang

2. Bekerja di tubulus distal, tidak hemat kalium (menyebabkan hipokalemia) Hidroklorotiazide (HCT)

- 25-200 mg (1 kali sehari)- Bekerja bila LFG > 25 ml/menit

Clortalidone- 100 mg (1 hari atau 2 hari sekali)- Masa kerja panjang sampai 72 jam- Bekerja bila LFG > 25 ml/menit

Metolazone - Masa kerja panjang- Efektif pada LFG yang rendah

3. Bekerja di tubulus distal, tapi hemat kalium (tidak menyebabkan hipokalemia) Spironolakton

- 25-100 mg (4 kali sehari)- Dapat menyebabkan hiperkalemia, asidosis- Blok aldosteron → ginekomastia, impotensi, amenorea - Onset 2-3 hari- Penggunaannya jangan bersamaan dengan ACE-inhibitor dan kalium- Sebaiknya tidak digunakan pada pasien gagal ginjal

Amiloride- 5-10 mg (1-2 kali sehari)- Kurang poten dibanding spironolakton- Dapat menyebabkan hiperkalemia

Triamterene- 100 mg (2 kali sehari)- Kurang poten dibanding spironolakton- Dapat menyebabkan hiperkalemia dan pembentukan batu ginjal

11

Page 12: Edema

Asites

Definisi Cairan bebas di rongga peritoneal

Etiologi1. Penyakit hati kronik

Adanya asites pada gangguan hati menunjukkan keadaan penyakit yang kronik atau subakut. Asites tidak terjadi pada kondisi penyakit yang akut, misalnya : hepatitis virus tanpa komplikasi, reaksi obat, obstruksi saluran empedu. Penyebab yang paling sering adalah : sirosis, hepatitis kronik, hepatitis alkohol yang berat (tanpa sirosis), dan obstruksi vena hepatika (sindroma Budd-Chiari). Trombosis vena porta biasanya tidak dapat menyebabkan asites kecuali jika terdapat gangguan hepatoselular.

2. Gagal jantung3. Sindroma nefrotik4. Hipoalbuminemia yang berat5. Perkarditis konstriktif6. Gangguan intra abdomen : karsinomatosis, peritonitis tuberkulosis7. Hipotiroid8. Pankreatitis (asites pankreatik), tapi biasanya jarang9. Gagal ginjal, terutama yang sedang menjalani hemodialisis (asites nefrogenik)

PatofisiologiPertukaran cairan antara darah dan cairan interstitial dikontrol oleh keseimbangan

antara tekanan darah kapiler yang mendorong cairan masuk ke dalam jaringan interstitial, dan tekanan osmotik dari plasma protein yang menarik cairan tetap tinggal di dalam kapiler.

Ada 3 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites :1. Tekanan koloid osmotik plasma

Biasanya bergantung pada kadar albumin. Pada keadaan normal albumin dibentuk di hati. Bila hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu. Akibatnya kadar albumin akan berkurang, sehingga tekanan koloid osmotik plasma juga menurun. Ada tidaknya asites pada penderita sirosis terutama tegantung dari tekanan koloid osmotik plasma. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3gr %, sudah merupakan tanda kritis untuk terjadinya asites.

2. Tekanan vena portaPada penderita sirosis dengan peningkatan tekanan vena porta (hipertensi

portal) tidak selalu terjadi asites pada permulaannya. Tetapi bila terjadi perdarahan gastrointestinal maka kadar protein plasma akan berkurang sehingga tekanan koloid osmotik akan menurun, akibatnya terjadilah asites. Bila kadar protein plasma kembali normal, maka asites akan menghilang meskipun hipertensi portal tetap ada.

3. Perubahan elektrolita) Retensi Natrium (Na)

12

Page 13: Edema

Penderita sirosis hati tanpa asites mempunyai ekskresi Na yang normal, namun bila tedapat asites maka ekskresi Na akan terganggu, menjadi kurang dari 5 meq/hari. Sedangkan kadar Na serum sedikit lebih rendah dari normal. Untuk mengembalikan cairan menjadi isotonis, maka pada keadaan retensi Na ini terjadi pula retensi air sehingga tekanan hidrostatik meningkat, dan akibatnya terjadilah asites.

Selain itu pada penderita sirosis hati juga terjadi hipertrofi juksta glomerulus, sehingga merangsang sistem renin angiotensin. Akibatnya produksi aldosteron akan meningkat dan terjadilah peningkatan reabsorbsi Na sebanyak 99,5 % di tubulus ginjal bagian distal.

b) Retensi airGangguan ekskresi air pada penderita sirosis disebabkan oleh aktivitas

hormon anti diuretik (ADH). Gangguan tersebut kemungkinan besar merupakan akibat dari peningkatan absorbsi Na di tubulus ginjal bagian proksimal, sehingga tak ada lagi yang melewati bagian distal.

c) Perubahan Kalium (K)Kadar K dalam serum umumnya normal atau sedikit berkurang. Hal ini tidak

disebabkan karena hilangnya ion-ion, tapi terganggunya sel-sel untuk mempertahankan kadar K di dalam sel itu sendiri.

Mekanisme terjadinya asites sangat kompleks dan sulit dimengerti sepenuhnya. Pada penyakit hati ada 2 faktor penting yang berperan, yaitu :1. Terganggunya faal hati dalam pembentukan albumin, sehingga kadar albumin serum

menurun (hipoalbuminemia) akibatnya tekanan osmotik serum menurun.2. Peningkatan tekanan vena portal (hipertensi portal), sehingga cairan dapat melalui

membran peritoneal masuk ke dalam kavum peritoneal. Hal ini dapat menyebabkan pengurangan cairan di dalam tubuh. Akibatnya terjadilah retensi air dan Na oleh ginjal.

Efek pada tubulus renalis bagian distal adalah kemungkinan melalui aldosteron, sedangkan mekanisme pada tubulus renalis bagian proksimal belum diketahui benar. Pada keadaan tertentu aliran darah dan kecepatan filtrasi glomerulus mungkin berkurang dan akan menambah terjadinya retensi Na.

Gambaran Klinis

Asites dapat terjadi secara mendadak atau perlahan-lahan. Timbulnya secara mendadak dapat terjadi pada keadaan fungsi hepatoseluler yang terganggu, misalnya pada perdarahan saluran cerna, infeksi, syok, alkoholik. Keadaan ini disebabkan oleh : penurunan kadar serum albumin, peningkatan kadar aldosteron dan peningkatan tekanan vena porta.

Sedangkan asites yang terjadi secara perlahan-lahan dapat disebabkan oleh karsinoma, baik karsinoma primer hati maupun sekunder yang berasal dari karsinoma lain yang bermetastasis ke peritoneum. Asites yang terjadi secara perlahan-lahan ini umumnya mempunyai prognosis yang lebih buruk karena bukan disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat diperbaiki.

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan asites dapat kita temukan :

13

Page 14: Edema

Bentuk perut seperti perut kodok : abdomen cembung dan sedikit tegang karena banyaknya udara di dalam intestine yang telah mengalami dilatasi, dan umbilikus menonjol keluar

Tekanan cairan peritoneum pada vena cafa inferior sehingga terbentuk kolateral dari umbilikus ke sekelilingnya secara radier (caput medusae)

Striae abdominalis yang berwarna putih karena adanya regangan pada dinding perut

Efusi pleura kanan (6%), karena adanya defek pada diafragma sehingga cairan asites dapat melalui kavum pleura

Edema tibial, karena hipoalbuminemia Perubahan sirkulasi : terjadi peningkatan tekanan intra abdominal, tekanan intra

pleural, vena kafa inferior dan vena hepatika

Pemeriksaan Penunjang

1. Analisa cairan asites warna kadar protein dan glukosa bakteriologi sitologi

2. Urine jumlah kadar Na urin : < 10 mEq/hari

Penatalaksanaan

1. Diet diberikan diet rendah Natrium ± 800 mg/hari (2 gram NaCL/hari) restriksi cairan ± 1 liter/hari

2. Diuretik Loop diuretik : furosemid Diuretik hemat Kalium : Antagonis aldosteron (Spironolactone) Efek samping pemberian diuretik :

- hipokalemi → diberikan substitusi Kalium (KSR)- hiponatremia → diberikan manitol 10 % 2 L (IV) dan restriksi cairan- hipokloremia alkalosis → diberikan substitusi Klorida- presipitasi koma hepatikum

14