Upload
adriel-jezreel-pokatong
View
224
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
not mine
Citation preview
Penyakit Jantung Rematik pada Perempuan Usia 16 tahun
Adriel Jezreel Pokatong/102013381
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia
Alamat email: [email protected]
Pendahuluan
Pada kasus PBL skenario 9, seorang anak perempuan berusia 16 tahun datang ke UGD dengan
keluhan sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Keluhan sesak didahului batuk, mudah lelah, sering
berdebar- debar sejak 1 bulan yang lalu. Sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik dan
membaik setelah pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal. Keluhan-keluhan tersebut tidak
disertai demam. Pasien lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis dan tidak biru saat lahir.
Tidak ada riwayat sering mengalami batuk-pilek, berat badan yang sulit naik, ataupun menyusui
yang hanya sebentar- sebentar. Namun, menurut ibu saat kecil pasien sering sakit tenggorokan.
Dari hasil pembahasan pertama bersama kelompok PBL, ditentukan working diagnosis buat
kasus ini adalah rheumatic heart disease, serta differential diagnosisnya adalah acute rheumatic
fever, miokarditis, endokarditis, dan penyakit-penyakit jantung bawaan asianotik.
Rheumatic Heart Disease atau Penyakit Jantung Reumatik adalah kelainan jantung yang terjadi
akibat demam reumatik atau kelainan karditis reumatik. Demam reumatik merupakan suatu
penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vascular kolagen atau
kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai
banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan system saraf pusat.1
Perjalanan penyakit jantung reumatik dapat dibagi menjadi stadium akut dan kronis. Pada
stadium akut, katup mebengkak dan kemerahan akibat adanya reaksi inflamasi. Dapat terbentuk
lesi di daun katup. Setelah inflamasi akut mereda, terbentuk jaringan parut. Hal ini dapat
menyebabkan deformitas katup dan, pada sebagian kasus, menyebabkan daun-daun katup
menyatu sehingga orificium menyempit. Dapat terjadi stadium kronis yang ditandai inflamasi
berulang dan pembentukan jaringan parut yang terus berlanjut.1
Tinjauan pusataka ini akan membahas lebih mendalam tentang working diagnosis kasus PBL ini,
yaitu rheumatic heart disease, serta penatalaksanaan juga prognosisnya, setelah menganalisa
kembali anamnesis serta pemeriksaan fisik yang telah dan harus dilakukan.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung apabila kondisinya memungkinkan,
namun dapat ditanyakan pula pada orang terdekat atau orang yang mengantar pasien ke dokter.
Pertanyaan yang diajukan dapat meliputi identitas diri, keluhan utama, sejak kapan keluahan
utama muncul, keluhan lain yang mungkin dirasakan, riwayat penyakit yang diderita saat ini,
riwayat penyakit dahulu, pengobatan yang sudah dilakukan dan kondisi sosial ekonomi pasien.
Dari yang diberitahu pasien, harus digali lagi lebih mendalam tentang ciri-ciri keluhan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang spesifik. Dengan begitu akan didapatkan gambaran yang lebih luas
dan lengkap. Selain itu, diperlukan juga riwayat klinis.
Dari skenario, didapatkan keluhan utamanya yaitu, sesak nafas sejak 2 hari SMRS yang
didahului batuk, mudah lelah, sering berdebar- debar sejak 1 bulan yang lalu. Sesak nafas
meningkat setelah aktivitas fisik dan membaik setelah pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3
bantal.
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada skenario ini didapatkan, hasil tanda-tanda vital pasien, suhu tubuh
36,3°C, denyut nadi: 140x/menit, frekuensi pernafasan: 40x/menit.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi
pada dada pasien tersebut. Didapatkan hasil ictus cordis tampak dua jari lateral pada linea
midclavicularis sinistra pada ICS 6, pada auskultasi jantung terdengar pansistolik murmur grade
3/6 di apeks jantung dan pada auskultasi paru hasilnya vesikuler dan ronki basah halus pada
kedua basal paru, serta adanya bunyi murmur pada ICS 2 linea sternalis kanan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan adanya infeksi kuman Streptokokus Grup A sangat membantu diagnosis, yaitu :
a. Pada saat sebelum ditemukan infeksi Streptokokus Grup A
b. Pada saat ditemukan atau menetapnya pasca Strepokokus Grup A
Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman streptokokus ini dapat dideteksi
dengan hapusan tenggorok pada saat akut.3 Biasanya kultur sterptokokus grup A negatif pada
fase akut. Jika positif inipun belum pasti membantu diagnosis sebab kemungkinan akibat
kekambuhan dari kuman stretokokus atau infeksi dengan streptokokus dengan strain yang lain.
Tetapi antibodi stertokokus lebih menjelaskan adanya infeksi streptokokus dengan adanya
kenaikan titer antistreptoksin O (ASTO) dan antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B).2,3
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dialakukan dengan pemeriksaan darah dengan hasil
jumlah sel darah putih bertambah, laju endap darah meningkat.3
EKG, rontgen thoraks dan ecocardiografi didapatkan dengan hasil berupa hipertrofi atrium dan
ventrikel kiri sampai hipertofi bilateral, yang tergantung dari berat-ringannya kerusakan katup.4
Working Diagnosis
Rheumatic Heart Disease atau Penyakit Jantung Reumatik
Demam rematik adalah sindrom sebagai akibat infeksi beta- Streptococcus hemolyticus grup A,
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul
subkutan dan eritema marginatum.
Telah dikemukakan bahwa jantung merupakan satu- satunya organ yang dapat menderita akibat
kelainan permanen demam reumatik. Penyakit jantung reumatik kronik juga dapat ditemukan
tanpa adanya riwayat demam reumatik akit. Hal ini dapat ditemukan baik pada anak maupun
pada dewasa dengan kelainan katup yang khas untuk penyakit jantung reumatik. Kelainan katup
yang paling ditemukan adalah katup mitral, katup aorta dan katup pulmonal. Penyakit jantung
reumatik ini dapat ditemukan tanpa ada riwayat demam reumatik akut. Hak ini terutama
didapatkan pada penderita dewasa dengan ditemukannya kelainan katup. Mungkin dahulu pasien
pernah menderita “serangan karditis subklinis”. Kelainan katup yang sering dijumpai adalah:
Insufiensi Mitral2-3 adalah valvulitis mitral sebagian besar sudah terjadi pada hari- hari pertama
serangan demam reumatik akut. Sebagian akan sembuih sempurna, tetapi sebagian lain- lain
meninggalkan gejala sisa berupa insufiensi mitral. Arti lain adalah kebocoran mitral akibat
proses penyembuhan valvulitis mitral yang menyebabkan daun- daun katup menebal sehingga
tidak bisa menutup sempurna. Pelebaran ventrikel kiri dan perubahan arah M.Papilaris serta
korda tendinae menambah kebocoran tersebut.
Penutupan katup mitral yang tidak sempurna ini menyebabkan terjadinya regurgitasi darah dari
ventrikel kiri ke atrium kiri salama fase sistole. Pafa kelainan mungkin tidak terdapat
kardiomegali. Tertimbunnya darah atrium kiri saat awal diastole akan menyebabkan terjadinya
stenosis mitral relatif sehingga terjadi flow murmur diastolik. Biasanya tidak menimbulkan
keluhan yang serius, hanya biasanya anak mudah lelahdan terdapat dispneu. Pada pemeriksaan
EKG juga didapatkan hipertrofi ventrikel kiri dan hipertrofi atrium kiri.
Stenosis Mitral adalah perlekatan daun- daun katup, selain dapat menimbulkan insufiensi mitral,
juga dapat menyebabkan stenosis mitral. Perubahan- perubahan m. Papilaris, cincin
atrioventricularis dan korda tandinae juga terjadi. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya
insufisiensi dan stenosis bersamaan.
Obstruksi katup mitral akan menghalangi masuknya darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.
Beban volume atrium kiriakan menyebabkan dilatasi atrium kiri dan tekanan atrium kiri yang
berlebihan akan di kembalikan ke pungsi vena pulmonalis sehingga memungkinkan terjadi
hipertensi pulmonal. Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah, hipertrofi
ventrikel kanan yang dapat menyebabkan gagaj ginjal.
Insufiensi Aorta. Kelainan katup aorta pada demam reumatik hampir selalu berupa insufisiensi
aorta. Sebagian darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri ke aorta akan kembali ke ventrikel
kiri akibat kebocoran katup aorta. Hal ini terjadi saat awal diastol, akibatnya ventrikel menderita
beban volume sehinggal dilatasi. Untuk mendapatkan curah jantung, maka ventrikel kiri bekerja
lebih kuat untuk memompakan darah, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri.2,3
Dengan differential diagnosis yaitu,
Acute Rheumatic Fever atau Demam Reumatik Akut
Demam rematik adalah penyakit peradangan yang diakibatkan oleh infeksi streptococci grup A.
Penyakit ini menyerang jantung, persendian, susunan saraf pusat, dan jaringan subkutan.
Banyak manifestasi klinis demam rheumatic muncul pada gangguan vaskular kolagen.
Manifestasi klinis mayor dari demam rheumatic meliputi poliarthritis, karditis, korea, nodul
subkutan, dan eritema marginatum. Pada demam rheumatic klasik, terdapat poliarthritis migrant
akut berkaitan dengan penyakit yang mempunyai gejala demam. Sendinya berwarna merah,
panas, bengkak, sangat nyeri bila ditekan dan sakit bila digerakkan.
Kebanyakan pasien dengan karditis rheumatic tidak mempunyai gejala yang berhubungan
dengan jantung. Karditis dapat mengenai endokardium (katup), miokardium, atau pericardium.
Gambaran klinis demam rheumatic yang lain tidak begitu bernilai dalam menentukan diagnosis.
Demam dapat bervariasi dan bertahan selama beberapa minggu. Arthralgia sering muncul, tapi
bila gejala obyektif (poliarthritis migrans) tidak ada, hal ini tidak mempunyai kepentingan
diagnosis mayor.3
Miokarditis
Miokarditis merupakan penyakit iinflamasi pada miokard, yang disebabkan karena infeksi
maupun non infeksi. Miokarditis primer diduga karena infeksi akut atau respons autoimun pasca
infeksi viral. Sedangkan yang sekunder disebabkan oleh patogen seperti bakteri, jamur dan lain-
lain. Gejala paling jelas adalah demam, nyeri dada, nyeri otot, nyeri sendi, dan malaise. Biasanya
pasien tidak mempunyai keluhan kardiovaskular, tetapi memiliki kelainan pada segmen ST dan
gelombang T pada EKG.
Perikarditis
Perikardium terdiri dari perikardium viseralis yang melekat ke miokardium dan parietalis yang
bagian luarnya. Pada perikarditis, bisa terjadi inflamasi pada salah satu atau kedua lapisan
tersebut. Respond perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah,
deposisi fibrin, proliferasi fibrosa. Disebabkan biasanya oleh reaksi radang penumpukan cairan
(eksudasi) dalam rongga perikard yang disebut efusi perikard. Bisa karena virus, bakteri ataupun
jamur. Keluhan paling sering adalah nyeri dada yang tajam, retrosternal atau sebelah kiri.
Bertambah sakit apabila bernapas, batuk atau menelan.
Penyakit Jantung bawaan Asyanotik
Atrial Septal Defect
Defek pada septum yang memisahkan atrium kiri dan kanan. Pada bayi jarang terlihat yang
asimtomatik. Tapi sesudah beranjak dewasa terdengar murmur dan wide fixed split pada
inspirasi maupun ekspirasi saat auskultasi dan mengalami gangguan irama jantung. Pada kasus
ini didapatkan perbesaran atrium kanan jika dilakukan foto thorax. Pada EKG menunjukan
adanya beban volume ventrikel kanan dikarenakan pengisian ventrikel kanan lebih lambat.
Vena Septal Defect
Pada defek ini terdapat di septum yang memisahkan antara ventrikel kiri dan kanan. Pada
auskultasi terdengar murmur pansistole grade 3. Dan pada foto thorax terlihat adanya perbesaran
ventrikel kiri yang disebabkan oleh hipertrofi karena dilatasi miokardium akibat peningkatan
beban kerja. Pada kasus ini ventrikel kanan tidak membesar karena darah yang dipompa dari
ventrikel kiri langsung dipompa ke a. Pulmonalis pada fase sistole. Pada kasus ini, anak terdapat
gangguan tumbuh kembang, serta mudah lelah jika melakukan aktivitas berat. Infeksi paru
berulang hingga gagal jantung.
Persisten Ductus Arteriosus
Terdapatnya darah fetal yang mehubungkan percabangan a. Pulmonalis kiri dengann aorta
desendent yaotu tepat sebelah distal a. Subclavia. Kasus ini sering ditemukan pada bayi
prematur. Pada anamnesis, terdapat gagal jantung kongestif yang berakibat gagal tumbuh,
takipneu, takikardi dan penurunan aktivitas menyusu. Ditemukan continous murmur grade 2-4 di
ICS 2 saat auskultasi.
Etiologi
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu,
penyebab penyakit faktor lingkungan. Penyakit ini sangat berhubungan erat dengan infeksi
saluran nafas bagian atas oleh beta- Streptococcus hemolyticus golongan A (SGA). Berbeda
dengan glumerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit maupun
saluran nafas, demam rematik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit.1
Epidemiologi
Meskipun individu- individu segala umur dapat diserang oleh demam rematik akut, tetapi DR ini
banyak terdapat pada anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari
swgi epidemiologik pada DR akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk. Tetapi pada
saat wabah DR tahun 1980 di Amerika pasien- pasien anak yang terserang juga pada kelompok
ekonomi menengah keatas. Setelah perang dunia kedua dilaporkan bahwa di Amerika dan Eropa
insiden DR menurun, tetapi DR masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-
negara berkembang.
Penyakit ini masih terlihat meningkat di negara tropis dan sub-tropis seperti kegawatan karditis
dan payang jantung yang meningkat. Ternyata insiden tertinggi adalah pada anak muda dan
terjadinya kelainan kantup jantung adalah sebagai akibat kekurangan kemampuan untuk
melakukan pencegahan sekunder dari DR dan PJR. Dilaporkan bahwa DR dan PJR adalah
penyebab utama kematian penyakit jantung dibawah 45 tahun, juga 25%-40% penyakit jantung
disebabkan oleh PJR untuk semua umur.
Selain itu faktor predisposis pada individu juga ditentukan dari;
-Faktor genetik
Banyak demam rematik atau penyakit jantung rematik terjadi pada suatu keluarga maupun anak
kembar. Pada umumnya disetujui bahwa ada faktor keturunan tetapi cara penurunannya belum
dapat dipastikan.
-Jenis kelamin
Dahulu sering dikatakan bahwa demam rematik lebih sering didaptkan pada anak wanita
dibandingkan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar tidak ada yang membedakan jenis
kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin dapat ditentukan.
-Golongan etnis dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama sering didapatkan pada orang
berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih. Tetapi data ini harus dinilai dengan hati-hati,
sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada dua golongan tersebut ikut
berperan.
-Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada penyakit ini. Penyakit ini paing
sering mengenai anak umur 5-15 tahun dengan puncak sekitar 8 tahun. Tidak bisa ditemukan
pada anak berumur 3-5 tahun dan sangat jarang dengan anak yang berumur sebelum 3 tahun dan
20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Stretokokus pada anak
usia sekolah.
-Faktor-faktor lingkungan
-Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Insidens dinegara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik. Termasuk
dalam keadaan sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni yang padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang sedang sakit
sangat kurang., pendapatan yang rendah sehingga perawatan sangat kurang.
-Iklim dan geografi
Banyak didapatkan pada daerah beriklim sedang, tetapi data akhir0akhir ini menunjukkan bahwa
daerah tropis mempunyai insidens yang tinggi.
-Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas atas
meningkat, sehingga insidens demam rematik juga meningkat.1,3
Patofisologi
Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman beta-Streptococcus
hemolyticus group A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik
yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam reumatik
termasuk dalam penyakit autoimun.2,3
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang
terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease, serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-
produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.2
Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa
produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody terhadap
Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen
streptococcus; hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.2,3
Pada penderita yang sembuh dari infeksi Streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem antigen-
antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya
dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang
menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik, saat kadar antibody
lainnya sudah normal kembali. 3
ASTO (anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan
untuk indicator terdapatnya infeksi Streptococcus. Lebih kurang 80% penderita demam
reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini ; bila dilakukan
pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus demam reumatik/
penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibody terhadap Streptococcus.3
Gejala Klinis
DR atau PJR merupakan kumpulan gejala terpisah- pisah dan kemudian menjadi suatu penyakit.
Gejala- gejalanya dapat mengenai beberapa bagian tubuh, antara lain:
Artritis
Artritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada DR akut. Sendi yang dikenai
berpindah- pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki,
paha, lengan panggul, siku dan bahu. Munculnya tiba- tiba dengan rasa nyeri yang meningkat
selama 12- 24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan perlahan- lahan
menghilang. Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat
sembuh sempurna. Proses migrasi artritis ini membutuhkan waktu 3- 6 minggu. Sendi- sendi
kecil jari tangan dan kaki juga dapat dikenai. Biasanya yang menderita hebat tidak menderita
karditis yang berat dan seballiknya.
Karditis
Karditis adalah proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium atau
perikardium. Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena hanya karditis lah yang
meninggalkan gejala sisa terutama kerusakan katup jantung. Karditis merupakan manifestasi
klinis yang penting dengan insiden 40-50% atau berlanjut deengan gejala yang lebih berat yaitu
gagal jantung. Kadang- kadang karditis itu asimptomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi.
Karditis ini bisa hanya mengenai endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising
jantung. Katup mitral yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup
aorta sendiri jarang dikenai. Adanya regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang
menjalar ke aksila, dan kadang- kadang juga disertai bising mid- sistolik. Dengan dua dimensi
ekokardiografi dapat mengevaluasi kelainan anatomi jantung sedangkan dengan doppler dapat
menentukan fungsi dari jantung.
Chorea
Chorea ialah gerakan- gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan terutama
pada ekstremitas, seringkali disertai kelemahan otot. Chorea ini didapatkan 10% dari DR yang
dapat merupakan manifestasi klinis sendiri atau bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi
SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan
pada umur 8-12 tahun. Dengan gejala ini muncul selama 3-4 bulan. Gerakan- gerakan tanpa
disadari akan ditemukan pada wajah dan anggota- anggota gerak tubuh yang biasanya unilateral.
Dan gerakan ini menghilang saat tidur.
Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan gambaran demam reumatik pada kulit, berupa bercak- bercak
merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat
atau bergelombang tapi individu tidak merasa gatal. Tempatnya berpindah- pindah seperti di
kulit dada atau paha. Eritema marginatum ini ditemukan kira- kira 5 % dari pasien DR, dan
berlangsung berminggu- minggu dan berbulan- bulan, tidak nyeri dan tidak gatal.
Nodul Subkutanius
Nodul ini terletak dibawah kulit, keras, tidak terada sakit, mudah digerakkan. Biasanya terdapat
pada bagian ekstensor persendian terutama siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki. Nodul ini
timbul beberapa hari setelah serangan akut demam reumatik. Besarnya kira- kira 0,5- 2cm,
bundar, terbatas, dan tidak nyeri tekan. Demam pada DR tidak khas, dan jarang menjadi keluhan
utama pasien DR.5,6
Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Eradikasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilakukan setelah diagnosis
diteggakan. Dianjurkan menggunakan Benzathine penisilin G dengan cara intramuskular dan
penisilin oral 3 kali sehari selama 10 hari. Pada penderita yang resisten terhadap penicilin bisa
digantikan dengan eritromisin. Pengobatan terhadap streptococcus ini harus tetap diberikan
meskipun usap tenggorokan negatif. Karena kuman masing mungkin ada dalam jumlah sedikt
dalam jaringan faring dan tonsil. Penisilin tidak berpengaruh terhadap demam, gejala sendi dan
laju endap darah.
Obat anti inflamasi
Yang dipakai secara luas ilah salisilat dan steroid, keduanya efektif untuk mengurangi gejala
demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Kedua obat tersebut tidak mengubah lamanya
serangan demam reumatik maupun akibat seelanjutnya. Steroid tidak lebih unggul dari pada
salisilat terhadap gejala sisa kelainan jantung. Saat ini hanya dapat dilihat bahwa steroid lebih
cepat memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah, laju endap darahnya
menurun.2,3
Non Medika Mentosa
Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar kasus
cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Bila terdapat gagal jantung, diet
disesuaikan dengan diet gagal jantung.
Pembedahan
Indikasi terapi bedah pada penyakit jantung reumatik lebih sering kepada dewasa dibanding
anak- anak. Indikasi oada anak ialah:
a. Kardiomegali berat
b. Kardiomegali progresif
c. Gagal jantung yang tidak dapat diatasi dengan terapi medis.2,3
Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada penyakit jantung rematik yaitu adanya gagal jantung dan
aritmia dengan gejala sesak nafas, mual, muntah, nyeri lambung, dan batuk kering, jika terjadi
kerusakan katup jantung, maka sepanjang hidupnya penderita akan memiliki resiko menderita
infeksi katup (endokarditis), dan tromboemboli.
Prognosis
Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila
karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama
perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising
organik katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan
ternyata demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama
dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan
pencegahan sekunder dilakukan secara baik.7
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa, penyakit jantung rematik merupakan
kelanjutan dari penyakit demam rematik. Diagnosa dapat ditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terkait. Tatalaksana dilakukan melalui tirah
baring, pemberantasan infeksi streptokokus, pencegahan komplikasi karditis, mengurangi rasa
sakit dan pemberian anti radang, serta tindakan pembedahan. Prognosis penyakit baik dengan
tatalaksana yang adekuat.
Daftar Pustaka
1. Leman, Saharman. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II,ed 5. Jakarta: Internal
Publishing;2009.h.1662-8.1662-5
2. Ilmu kesehatan anak. FKUI. Jilid 2. Jakarta 1995; hal:734-459.
3. Markum A H, Ismael S, Alatas H, et al. Buku ajar ilmu kesehatan anak. FKUI. Jilid 1.
Jakarta. 1991; hal 599-607
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani I W. Kapita selekta kedokteran FKUI. Media
aesculapius. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta.
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Vol 2. Jakarta: 2000.
Hal;929- 35.
6. Wahab S. Demam reumatik dan kelainan jantung reumatik pada anak. PT pembimbing
masa. Jakarta; 1992. Hal: 5-49.
7. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Kasper DL, Braunwald E, Hauser S, Longo D,
Jameson JL, Fauci AS, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16 th ed.
Hamburg. McGraw-Hill Book.2005:1977-9.