127
i EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN Macaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI PARASETAMOL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Elisa Eka Adrianto NIM : 078114091 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUNrepository.usd.ac.id/17557/2/078114091_Full.pdf · PARASETAMOL Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN

    Macaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI

    PARASETAMOL

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

    Program Studi Farmasi

    Oleh :

    Elisa Eka Adrianto

    NIM : 078114091

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2011

  • ii

    Skripsi

    EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN

    Macaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI

    PARASETAMOL

    Yang diajukan oleh :

    Elisa Eka Adrianto

    NIM : 078114091

    telah disetujui oleh

    Pembimbing

    (Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. )

    Tanggal :

  • iii

    HALAMAN PENGESAHAN

    Pengesahan Skripsi

    Berjudul

    EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUNMacaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI

    PARASETAMOL

    Oleh :

    Elisa Eka Adrianto

    NIM : 078114091

    Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

    Fakultas Farmasi

    Universitas Sanata Dharma

    pada tanggal :

    Mengetahui,

    Fakultas Farmasi

    Universitas Sanata Dharma

    Dekan

    (Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt.)

    Pembimbing :

    (Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt.)

    Panitia Penguji : Tanda tangan

    1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. ………………..

    2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. ………………..

    3. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. ………………...

  • iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    “I CAN DO EVERYTHING THROUGH HIM GIVES ME STRENGTH”

    (Philippians 4:13)

    “Akhir dari upaya terbaik kita adalah awal dari campur tangan

    Tuhan. Maka bekerjalah sebaik mungkin, lalu bersabarlah seyakin

    mungkin.”

    Kupersembahkan skripsi ini untuk……

    Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjaga dan memberiku kekuatan

    Papa Mamaku tercinta, Kedua adikku Vina dan Vani, dan keluarga besarku

    yang selalu memberiku dukungan dan doa

    Marco Vincentius penyemangatku

    Sahabat-sahabatku tersayang

    Almamaterku tercinta

  • v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul efek

    hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus jantan

    terinduksi parasetamol, tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali

    yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya

    ilmiah.

    Yogyakarta, 28 Januari 2011

    Penulis

    (Elisa Eka Adrianto)

  • vi

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

    PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    vi

  • vii

    PRAKATA

    Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkatnya yang melimpah,

    sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Efek Hepatoprotektif

    Ekstrak Metanol:Air Daun Macaranga tanarius L. Pada Tikus Jantan

    Terinduksi Parasetamol” dengan baik.

    Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

    Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan

    skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh

    karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya selama ini.

    2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. sebagai Dosen Pembimbing Utama skripsi ini

    atas segala kesabarannya telah memberikan bimbingan, pengarahan, tuntunan,

    dukungan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

    4. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi atas bantuan,

    masukkan dan perhatian kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

    5. Bapak Dr. C.J. Soegihardjo, Apt sebagai Dosen Penguji skripsi yang telah

    banyak memberikan masukan dan saran.

  • viii

    6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Pimpinan Laboratorium Farmasi yang

    telah memberikan ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna

    penelitian skripsi ini.

    7. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. yang telah membimbing dalam

    determinasi tanaman Macaranga tanarius L.

    8. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Yuwono dan Pak Timbul yang

    telah banyak membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk

    melakukan penelitian ini.

    9. Papa Miming, Mama Ina, Oma, Opa, Vina, Vani, dan Yozh yang telah

    membantu dari awal sampai akhir penelitian ini, atas doa, dukungan semangat

    dan perhatiannya.

    10. Mikael Marco Vincentius Karyadi sebagai sahabat seperjalanan yang tak

    pernah selesai, atas doa, kasih sayang, perhatian, bantuan, motivasi dan

    waktunya.

    11. Teman-teman “Tim Macaranga” Andreas Arry Mahendra, Arry Widya

    Nugraha, Aryanti Prima Andini dan Dina Wulandari, atas kerja sama,

    bantuan, suka duka, dan perjuangan dalam menyelesaikan penelitian ini

    sampai akhir.

    12. Teman-teman tercinta Sano, Tika, Yesia, Siska, Ina, Paul, Mbak Dewi, dan

    Fenny atas semangat keceriaan selama penyelesaian skripsi ini.

    13. Seluruh warga FKK angkatan 2007 kelas C dan semua teman farmasi USD

  • ix

    atas kebersamaannya selama kuliah S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata

    Dharma ini.

    14. Teman-teman KKN-ku Lusi, Nana, Selly, Suster Yusta, Heri dan Andri yang

    telah memberikan semangat dan kerja sama dalam penyelesaian skripsi ini.

    15. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang turut

    membantu selama penyusunan skripsi ini berlangsung.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu

    penulis menerima kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat bagi

    pengembangan ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-

    penelitian selanjutnya.

    Yogyakarta, 28 Januari 2011

    Penulis

    ix

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL………………………………………………………..... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. ii

    HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………..... iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. iv

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………. v

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA …….. vi

    ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.......................................... vii

    PRAKATA………………………………………………………………….... viii

    DAFTAR ISI………………………………………………………………..... x

    DAFTAR TABEL…………………………………………………………..... xiv

    DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xvi

    DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..... xviii

    INTISARI…………………………………………………………………..... xx

    ABSTRACT………………………………………………………………....... xxi

    BAB I. PENGANTAR…………………………………………….................. 1

    A. Latar Belakang…………………………………………..……………….... 1

    1. Perumusan masalah.......…………………………………......……….... 3

    2. Keaslian penelitian…………………………………………….......…… 4

    3. Manfaat penelitian…………………………………………………..…. 5

    B. Tujuan Penelitian........................................................................................... 5

  • xi

    BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA.............................................................. 6

    A. Anatomi dan Fisiologi Hati.............................................................................6

    B. Kerusakan Hati................................................................................................9

    C. Hepatotoksin....................................................................................................12

    D. Parasetamol.................................................................................................... 13

    E. Metode Uji Hepatotoksisitas........................................................................... 15

    F. Macaranga tanarius (L.)................................................................................. 17

    1. Taksonomi................................................................................................. 17

    2. Nama Daerah............................................................................................. 18

    3. Morfologi................................................................................................... 18

    4. Kandungan kimia...................................................................................... 18

    5. Khasiat dan kegunaan............................................................................... 19

    6. Ekologi penyebaran dan budidaya............................................................. 21

    G. Metode Penyarian........................................................................................... 21

    H. Landasan Teori............................................................................................... 22

    K. Hipotesis ....................................................................................................... 25

    BAB III. METODE PENELITIAN..................................................................... 26

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian..................................................................... 26

    B. Variabel dan Definisi Operasional.................................................................. 26

    1. Variabel………..……………………………………………..................26

    2. Definisi operasional ................................................................................27

    C. Bahan Penelitian............................................................................................28

  • xii

    D. Alat atau Instrumen Penelitian........................................................................30

    E. Tata Cara Penelitian .......................................................................................31

    F. Tata Cara Analisis Hasil .................................................................................37

    BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................38

    A. Hasil Determinasi Tanaman………...............................................................38

    B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius..............39

    C. Uji Pendahuluan……….................................................................................40

    1. Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol………………………………40

    2. Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai maksimal…...40

    3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius……….43

    4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius …………………..44

    D. Perbandingan Aktivitas ALT-AST-serum tiap kelompok...............................45

    1. Kontrol hepatotoksin Parasetamol dosis 2,5 g/kgBB.................................48

    2. Kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/Kg BB.....................................50

    3. Kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kg BB..............................51

    4. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426;

    1,280; dan 3,840 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi parasetamol...........52

    E. Rangkuman Pembahasan...................................................................................63

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................…65

    A. Kesimpulan....................................................................................................…65

    B. Saran..............................................................................................................…65

    DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................66

  • xiii

    LAMPIRAN...........................................................................................................70

    BIOGRAFI PENULIS...........................................................................................106

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel I Aktivitas ALT-AST serum sel hati tikus setelah

    pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang

    waktu 24, 48, dan 72 jam...................................................................41

    Tabel II Purata ± SE aktivitas ALT-serum tikus jantan setelah pemberian

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hari yang

    diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol

    dosis 2,5 g/kgBB................................................................................45

    Tabel III. Purata ± SE aktivitas AST-serum tikus jantan setelah pemberian

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama

    6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi

    parasetamol dosis 2,5g/kgBB............................................................46

    Tabel IV. Efektif Dosis Tengah Hepatoprotektif (ED50) ...................................60

    Tabel V. Data aktivitas ALT-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol

    setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6

    hari......................................................................................................79

    Tabel VI. Data aktivitas AST-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol

    setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6

    hari.......................................................................................................92

    Tabel VII. Rangkuman signifikansi hasil uji Mann Whitney ALT-serum tikus

    setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius.................97

  • xv

    Tabel VIII. Rangkuman signifikansi hasil uji Anova oneway (Post Hoc)

    AST-serum tikus setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius..................................................................................................98

    Tabel IX. Dosis, log dosis, % efek hepatoprotektif dan ED50 pada masing- masing

    kelompok perlakuan................................................................................103

    Tabel X. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius............................105

    Tabel XI. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius.....................105

  • xvi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Struktur mikroskopik hati…....................................................................8

    Gambar 2. Struktur Parasetamol..............................................................................13

    Gambar 3. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius.....................................20

    Gambar 4. Mekanisme toksik parasetamol...............................................................23

    Gambar 5 Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated

    pada macarangiosida A...........................................................................25

    Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus setelah

    pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24,

    48, dan 72 jam. .......................................................................................41

    Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus setelah

    pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24,

    48, dan 72 jam. .......................................................................................42

    Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus

    setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari

    selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi

    parasetamol dosis 2,5 g/kgBB...............................................................47

    Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus

    setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari

    selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi

    parasetamol dosis 2,5 g/kgBB...............................................................47

  • xvii

    Gambar 10. Persamaan garis ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius.................61

    Gambar 11. Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated pada

    macarangiosida A...................................................................................63

  • xviii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Foto daun M. tanarius...........................................................................70

    Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius......................................... 70

    Lampiran 3. Foto larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius.............................. 70

    Lampiran 4. Surat Determinasi Tanaman M. tanarius............................................ 71

    Lampiran 5. Hasil uji anova waktu pencuplikan darah............................................. 72

    Lampiran 6. Hasil data aktivitas ALT-serum pada tikus jantan terinduksi

    parasetamol setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun

    M. tanarius selama 6 hari......................................................................78

    Lampiran 7. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway, Uji Kruskall Wallis

    dan Uji Mann Whitney ALT-serum tikus jantan setelah praperlakuan

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6 hari..............................79

    Lampiran 8. Hasil data aktivitas AST-serum pada tikus jantan terinduksi

    parasetamol setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun

    M. tanarius selama 6 hari.......................................................................92

    Lampiran 9. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway AST-serum

    tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    selama 6 hari..........................................................................................93

    Lampiran 10. Rangkuman Hasil Uji Statistik Kolmogorov Smirnov, ANOVA

    oneway, Uji Kruskall Wallis dan Uji Mann Whitney ALT- serum

  • xix

    tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun

    M. tanarius ..........................................................................................97

    Lampiran 11. Rangkuman Hasil Uji Statistik Kolmogorov Smirnov dan ANOVA

    oneway AST-serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak

    metanol-air daun M. tanarius.................................................................98

    Lampiran 12. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol daun

    Macaranga tanarius (L.) kelompok perlakuan......................................99

    Lampiran 13. Perhitungan konversi dosis untuk manusia.........................................100

    Lampiran 14. Perhitungan efek hepatoprotektif.......................................................101

    Lampiran 15. Perhitungan efektif dosis tengah (ED50) hepatoprotektif ekstrak

    metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) pada tikus jantan

    terinduksi parasetamol. .....................................................................103

  • xx

    INTISARI

    Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efek ekstrakmetanol-air daun M. tanarius untuk menurunkan aktivitas ALT-AST serum sehinggadapat digunakan sebagai hepatoprotektor, serta mendapatkan besar dosis efektifnya.

    Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkappola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan,dan berat ± 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompokperlakuan. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi parasetamol 2,5 g/kg BB.Kelompok II (kontrol negatif) diberi CMC Na 1% 3,840 g/kg BB. Kelompok III(kontrol ekstrak daun M. tanarius 3,840 g/kg BB. Kelompok IV-VI (perlakuan) diberiekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kg BB; 1,280 g/kg BB; dan 3,840g/kg BB secara oral sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-7 semua kelompok perlakuan diberi suspensi parasetamol dosis 2,5 g/kg BB secaraoral. Empat puluh delapan jam sesudahnya, darah diambil dari sinus orbitalis matauntuk ditetapkan aktivitas ALT-AST serumnya. Data ALT-AST serum yang didapatdianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya,dilanjutkan analisis dengan Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitasALT-AST serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan Mann Whitneyuntuk melihat perbedaan tiap kelompok. Dosis efektif hepatoprotektif (ED50) dihitungdengan analisis regresi linier.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanariusmempunyai efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol pada dosis0,426 g/kg BB; 1,280 g/kg BB; dan 3,840 g/kg BB dengan memberikan efekhepatoprotektif berturut-turut sebesar 39,5%; 69,2%; dan 90,7%. Nilai ED50 ekstrakmetanol-air daun M. tanarius adalah 0,629 g/kg BB.

    Kata kunci : Macaranga tanarius (L.), ekstrak metanol-air, hepatoprotektif,parasetamol

  • xxi

    ABSTRACT

    The research has purpose to get information about the effect of water-methanol extract M. tanarius leaf for reducing activity of ALT-AST serum so that itcan be used as hepatoprotector and estimated quantity of effective dose.

    The research was pure experimental with direct sampling design. The researchused Wistar male rats, age 2-3 months and the weight ± 150-250 grams. Rats can bedivided into six treatment groups. First group (hepatotoxin control) givenparacetamol 2.5 g/kg BW. Second group (negative control) given CMC Na 1% 3.840g/kg BW. Third group (extract control M. tanarius leaf) 3.840 g/kg BW. Fourth-sixthgroup (treatment) given water-methanol extract M. tanarius leaf dose 0.426 g/kg BW;1.280 g/kg BW; and 3.840 g/kg BW orally once a day for six days and then in theseventh day all treatment groups were given suspention of paracetamol dose 2.5 g/kgBW orally. After 48 hours, blood taken from sinus orbitalis eyes for measuring ALT-AST serum activity. Data ALT-AST serum that got and analyzed with Kolmogorov-Smirnov test to see the distribution the data and continue to the Kruskal Wallis toknow the different ALT-AST serum among the groups. Then it was continued the testwith Mann Whitney test to see the difference among the groups. Hepatoprotectiveeffective dose (ED50) was calculated by linier regresion analysis.

    The result of this research showed that water-methanol extract M. tanariusleaf has hepatoprotective effect on male rat induced by paracetamol at dose 0.426g/kg BW; 1.280 g/kg BW; and 3.840 g/kg BW and give hepatoprotective effects39.5%, 69.2%, and 90.7%. Hepatoprotective effective dose (ED50) as of the water-methanol extract M. tanarius leaf was 0,629 g/kg BW.

    Keyword: Macaranga tanarius (L.), methanolic extract, hepatoprotective,paracetamol

  • BAB I

    PENGANTAR

    A. Latar Belakang

    Faktor-faktor penyebab kerusakan pada hati adalah karena induksi oleh obat

    atau racun seperti alkohol, infeksi viral dan reaksi imunologi (Williamson, David, dan

    Fred, 1996). Kerusakan hati yang disebabkan oleh induksi obat menjadi hal yang

    sangat penting untuk diteliti karena jumlah keracunan hati pada pasien yang

    menderita penyakit kuning diperkirakan 2% disebabkan oleh induksi obat dan 3-10%

    diantaranya mempengaruhi hati. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1960-1970

    memberikan gambaran bahwa obat atau toksikan menyebabkan kira-kira 10% dari

    seluruh kasus hepatitis atau kira-kira 20-30% dari kasus penyakit hati akut. Beberapa

    penelitian terbaru melaporkan bahwa 15-40% kasus penyakit hati akut diperantarai

    oleh obat-obatan (Cadman, 2000). Obat-obatan untuk mengatasi kerusakan hati masih

    jarang ditemukan di Indonesia. Maka dari itu, dalam penelitian ini akan dicari

    alternatif terapi pengobatan dari sumber daya alam.

    Tanaman macaranga adalah salah satu tanaman yang tersebar di daerah Asia

    Tenggara, Afrika, Madagaskar, Australia dan daerah sekitar Pasifik. Di daerah

    Malaysia akar tanaman ini dimanfaatkan sebagai dekok yang khasiatnya sebagai

    antitusif dan antipiretik (Lim, Lim, dan Yule, 2009). Beberapa penelitian sudah

    dilakukan untuk meneliti kandungan-kandungan kimia dalam daun Macaranga

    1

  • 2

    tanarius (L.) Berdasarkan penelitian Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto,

    Kondo, Otsuka (2006), tanaman Macaranga tanarius (L.) mempunyai aktivitas

    sebagai antioksidan yang sangat bermanfaat untuk kesehatan, yaitu macarangiosida

    A-D, dan malofenol B yang didapat dari isolasi ekstrak metanol daun Macaranga

    tanarius (L.) yang mana mempunyai aktivitas penangkapan terhadap DPPH.

    Penelitian Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi, dkk (2009)

    yang terbaru melaporkan hasil isolasi daun Macaranga tanarius (L.) menghasilkan

    kandungan lignin glukosida yang memiliki aktivitas penangkapan DPPH oleh

    antioksidan. Hasil penelitian Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat dan

    Sutthivaiyakit (2005) menyebutkan bahwa ada kandungan senyawa antioksidan

    dalam daun Macaranga tanarius (L.) yang terbukti dapat menghambat radikal DPPH

    yaitu tanariflavanon C dan tanariflavanon D, nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol

    C.

    Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model yang dapat

    menimbulkan kerusakan pada hati adalah parasetamol. Umumnya, parasetamol aman

    jika diberikan pada dosis terapetik, yaitu 1-4 g per hari, tetapi jika diberikan pada

    dosis yang berlebih akan menyebabkan hepatotoksik (Forrest, 2006). Ketoksikan

    parasetamol akan terjadi pada manusia normal pada dosis sebesar 15 g (Madan,

    1977). Akibat overdosis, parasetamol akan menghasilkan metabolit yang dapat

    mengakibatkan kerusakan sel hati, yaitu N-acetyl, p-benzoquinone imine (NAPQI)

    (Williamson dkk, 1996).

  • 3

    Bentuk sediaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ekstrak. Hal ini

    berdasar pada penelitian Matsunami dkk (2006) bahwa senyawa antioksidan yang

    dapat diperoleh dari daun Macaranga tanarius (L.) adalah dari hasil isolasi ekstrak

    metanol yang bersifat polar. Oleh karena itu, dengan penggunaan pelarut penyari

    metanol-air, diharapkan dapat diperoleh senyawa antioksidan. Keberadaan

    antioksidan dari macaranga yang diharapkan dapat mencegah terjadinya oksidasi

    parasetamol menjadi metabolitnya (NAPQI). Eksplorasi terhadap tanaman M.

    tanarius di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian efek

    hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus

    jantan terinduksi parasetamol menarik untuk diteliti.

    1. Perumusan masalah

    Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

    a. Apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif

    pada tikus jantan terinduksi parasetamol dengan cara menurunkan aktivitas

    Alanine Aminotransferase (ALT) serum dan Aspartate Transaminase (AST)

    serum?

    b. Berapa besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius untuk menimbulkan efek

    hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol?

  • 4

    2. Keaslian penelitian

    Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek hepatoprotektif jangka

    panjang ekstrak metanol-air daun tanaman M. tanarius pada tikus jantan

    terinduksi parasetamol belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang telah

    dilakukan oleh Matsunami dkk (2006,2009) , M. tanarius mengandung senyawa

    glukosida yang dinamai macarangiosida A-C dan malofenol B, yang diisolasi dari

    ekstrak metanol daun M. tanarius. Senyawa tersebut menunjukkan aktivitas

    penangkapan radikal terhadap DPPH.

    Phommart, dkk (2005) melaporkan dari daun M. tanarius ditemukan 3

    kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan

    tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu

    nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanon B, blumenol A

    (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol dan annuionon).

    Penelitian terkait pengujian daun M. tanarius melaporkan kandungan ekstrak

    metanol M. tanarius berupa corilagin mallotinic acid, chebulagic acid dan novel

    ellagitannin (macatannin A) mempunyai aktivitas menghambat α-glukosidase

    (Puteri dan Kawabata, 2010).

    Ekstrak n-heksan dari daun M. tanarius dilaporkan mengandung nymphaeol

    dan tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nymphaeol B

    sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2 (Phommart, dkk, 2005).

  • 5

    Selain itu telah dilakukan penelitian oleh James, Mayeux, dan Hinson

    (2003) yaitu mengenai analisis terhadap dosis hepatotoksik dari parasetamol pada

    subyek uji mencit.

    3. Manfaat penelitian

    a. Manfaat teoritis

    Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu

    pengetahuan baik kefarmasian ataupun di bidang obat herbal.

    b. Manfaat praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan penggunaan tanaman M.

    tanarius oleh masyarakat khususnya sebagai alternatif pengobatan bagi para

    penderita penyakit hati.

    B. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

    1. Untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada

    tikus jantan terinduksi parasetamol dengan cara menurunkan aktivitas ALT-AST

    serum.

    2. Untuk mengetahui besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius untuk

    menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol.

  • BAB II

    PENELAAHAN PUSTAKA

    A. Anatomi dan Fisiologi Hati

    Hati adalah organ lunak lentur yang dicetak oleh struktur sekitarnya dan

    merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gram atau 2%

    berat badan orang dewasa normal. Hati memiliki permukaan superior yang cembung

    dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah

    hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas dan

    usus (Price dan Wilson, 2005). Kedua pembuluh darah ini akan bertemu di hati, dan

    darah yang dibawa akan keluar melalui vena sentralis menuju vena hepatika dan

    akhirnya sampai di vena kava inferior (Lingappa, 1995).

    Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi

    menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak

    terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh

    ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Setiap lobus hati terbagi menjadi

    struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan

    fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas

    lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena

    sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus (Price dan Wilson, 2005). Hati manusia

    berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus berbentuk silindris dengan panjang beberapa

    6

  • 7

    millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter (Guyton dan Hall, 1996). Diantara

    lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang

    merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid

    dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-

    makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam

    darah. Sejumlah 50% dari semua makrofag dalam hati adalah sel Kupffer ; sehingga

    hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri

    dan agen toksik (Price dan Wilson, 2005). Sel Kupffer merupakan bagian penting dari

    sistem retikuloendotelial tubuh. Darah dipasok melalui vena porta dan arteri hepatika,

    dan disalurkan melalui vena sentral dan kemudian vena hepatika ke dalam vena kava.

    Saluran empedu mulai sebagai kanalikuli yang kecil sekali yang dibentuk oleh sel

    parenkim yang berdekatan. Kanalikuli bersatu menjadi duktula, saluran empedu

    interlobular, dan saluran hati yang lebih besar. Saluran hati utama menghubungkan

    duktus kistik dari kandung empedu dan membentuk saluran empedu biasa, yang

    mengalir ke dalam duodenum (Lu, 1995). Skema struktur hati dapat dilihat pada

    gambar 1.

  • 8

    Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Chandrasoma dan Taylor, 1995)

    Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna limpa melalui vena

    porta hepatika, dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang

    masuk adalah darah arteria dan duapertiganya adalah darah vena dari vena porta.

    Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan

    melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava

    inferior (Price dan Wilson, 2005).

    Hati mempunyai bermacam-macam fungsi dengan 3 fungsi utama dalam

    tubuh yaitu untuk sintesis, ekskresi dan metabolisme (Chandrasoma dan Taylor,

    1995). Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresi empedu; saluran

    empedu mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan

  • 9

    mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan (Price dan Wilson,

    2005).

    Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak ; penimbunan

    vitamin, besi dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta

    detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting

    dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi

    zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis

    tidak aktif (Price dan Wilson, 2005). Untuk menjalankan fungsi tersebut, hati

    dilengkapi dengan sistem vaskuler hepatika, sistem retikuloendotelial, sistem saluran

    empedu, dan sistem parenkim hepatika (Guyton, 1983). Sistem vaskuler hepatika

    memungkinkan hati sebagai tempat utama metabolisme (biotransformasi) obat induk

    menjadi metabolitnya (Donatus, 1992).

    Hati yang normal mempunyai kapasitas cadangan yang besar untuk

    melakukan fungsinya. Dalam keadaan normal, 80% bagian dari hati dapat dihentikan

    aktivitasnya tanpa harus mengurangi fungsinya (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

    B. Kerusakan Hati

    Risiko klinis yang paling parah dari penyakit hati disebabkan oleh kegagalan

    hati. Hal ini dapat terjadi secara tiba-tiba dan menjadi kerusakan hati yang paling

    besar (Kumar, Contran, Ramzi, Robbins, dan Stanley, 1992). Karena hati mempunyai

  • 10

    fungsi cadangan yang sangat besar, kegagalan hati hanya terjadi ketika ada penyakit

    hati yang menyerang hingga 80% organ (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

    Kerusakan hati karena obat atau senyawa kimia dibagi menjadi dua, yaitu

    kerusakan hati akut dan kerusakan hati kronis (Zimmerman,1978).

    a. Kerusakan hati akut

    Kerusakan hati akut umumnya disebabkan oleh sel nekrosis masif akut yang

    dikarenakan adanya hepatitis viral dan toksisitas obat. Kerusakan hati akut

    digolongkan oleh : (1) penyakit kuning, (2) hipoglikemia, (3) luka yang cenderung

    disebabkan oleh penyebaran koagulasi intravaskular dan kerusakan sintesis faktor

    penggumpalan darah dalam hati, (4) elektrolit dan gangguan asam-basa (hipokalemia

    paling berbahaya), (5) peradangan hati, (6) sindrom hepatorenal, dan (7) peningkatan

    enzim serum (LDH, AST, ALT) (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

    b. Kerusakan hati kronis

    Kerusakan hati kronis biasanya disebabkan oleh sirosis, dimana terjadi

    pertambahan sel nekrosis hati, fibrosis, dan regenerasi nodular (Chandrasoma dan

    Taylor, 1995).

  • 11

    Akibat kerusakan hati akut dapat diikuti dengan mengamati perubahan

    sebagai berikut :

    (1) pengurangan sintesis albumin, yang menimbulkan rendahnya tingkat serum

    albumin, edema, dan efusi,

    (2) pengurangan tingkat protrombin dan faktor VII, IX, dan X yang dihasilkan saat

    terjadi luka,

    (3) hipertensi portal

    (4) peradangan hati

    (5) sindrom hepatorenal

    (6) perubahan endokrin yang disebabkan oleh gangguan metabolisme beberapa

    hormon. Akumulasi estrogen karena gynecomastia, testicular atrophy, dan lesi

    vaskular yang terbentuk oleh dilatasi sekelompok pembuluh darah kecil di dalam

    kulit. Kerusakan metabolisme aldosteron dikarenakan sodium dan retensi air dan

    dapat berkontribusi menjadi edema. Kerusakan metabolisme dari hormon

    antidiuretik dapat berkontribusi pada ketidaknormalan tingkat serum ADH pada

    kasus tertentu disebabkan oleh hyponatremia.

    (7) Fetor hepaticus

    Diduga disebabkan oleh defisiensi katabolisme metionin (Chandrasoma dan

    Taylor, 1995).

  • 12

    C. Hepatotoksin

    Hepatotoksin merupakan zat yang mempunyai efek toksik pada hati dengan

    dosis berlebih atau diberikan dalam jangka waktu lama sehingga dapat menimbulkan

    kerusakan hepar akut, subkronik, maupun kronik (Zimmerman,1978).

    Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat

    dibedakan menjadi dua, yaitu :

    1. hepatotoksin teramalkan (intrinsik)

    Merupakan obat atau senyawa kimia yang pada dasarnya mempunyai sifat

    toksik terhadap sel hati. Contoh hepatotoksin teramalkan yang dapat menimbulkan

    kerusakan nekrosis hepatoseluler adalah racun jamur (Amanita phalloides),

    aflatoksin, karbontetraklorida, kloroform, parasetamol, dan lain sebagainya

    (Chandrasoma dan Taylor, 1995). Prosesnya dikenal sebagai toksisitas-intrinsik, dan

    aksinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung,

    maksudnya obat induk atau bentuk metabolitnya langsung berikatan dengan

    komponen membran sel dan merusak sel hati beserta seluruh organelnya, seperti

    ditunjukkan oleh CCl4 dan parasetamol. Secara tidak langsung, maksudnya obat

    induk atau bentuk metabolitnya dalam menimbulkan luka hepatik dengan cara

    mengganggu jalur metabolik-khas (misalnya tetrasiklin), atau mengganggu jalur

    ekskresi hepatik (misalnya rifampisin) (Donatus,1992). Kerusakan yang ditimbulkan

  • 13

    bergantung dosis dan dapat dicobakan pada hewan uji dan menyebabkan lesi yang

    mirip manusia (Zimmerman,1978).

    2. hepatotoksin tak teramalkan (idiosinkratik)

    Senyawa yang termasuk golongan ini yaitu senyawa yang mempunyai sifat

    tidak toksik pada hati, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit hati pada individu

    yang hipersensitif terhadap senyawa tersebut yang diperantarai oleh mekanisme alergi

    (misalnya sulfonamid, halotan) atau karena keabnormalan metabolik menuju

    penumpukan metabolit toksik (misalnya iproniazid, isoniazid) (Zimmerman, 1978;

    Donatus, 1992). Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh hepatotoksin golongan ini

    tidak dapat diperkirakan dan tidak tergantung pada dosis (Donatus, 1992).

    D. Parasetamol

    Gambar 2 . Struktur Parasetamol (Anonim,1979)

    Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol (gambar 2) merupakan derivat para

    amino fenol yang memiliki khasiat sebagai analgesik-antipiretik. Parasetamol

  • 14

    merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasanya sedikit pahit (Anonim,

    1979).

    Parasetamol memiliki efek analgesik-antipiretik. Mekanisme aksi parasetamol

    tidak jelas. Parasetamol merupakan inhibitor siklooksigenase lemah pada jaringan

    perifer (Katzung dan Trevor, 1995).

    Parasetamol sejumlah 10-15 g (20-30 tablet) dapat menyebabkan nekrosis

    hepatoselular berat dan kadang-kadang nekrosis tubuli ginjal. Kadar dalam darah

    antara 4-10 jam setelah minum obat, yang mencapai 300 µg/ml dapat menyebabkan

    kerusakan hati (Wenas,1999). Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah,

    diare dan nyeri abdomen (Katzung, 1989).

    Pada dosis terapi, parasetamol tidak bersifat toksik. Pada pemakaian over

    dosis, parasetamol bersifat hepatotoksik. Mekanisme toksik parasetamol memerlukan

    proses oksidasi dan melalui reaksi fase I (Katzung dan Trevor, 1995). Parasetamol

    dimetabolisme dengan cara konjugasi oleh glukoronida dan komponen sulfat yang

    kemudian akan diekskresi dalam urine. Sebagian kecil (5-10%) dioksidasi oleh enzim

    oksidasi membentuk metabolit reaktif, yaitu N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI)

    (Forrest, 2006). Pada kondisi overdosis akut parasetamol, persediaan sulfat tidak

    memadai untuk mengkonjugasi seluruh parasetamol sehingga lebih banyak

    parasetamol yang dimetabolisme oleh sitokrom P450, dengan demikian jumlah

    glutation yang digunakan untuk mendetoksifikasi metabolit reaktif juga tidak

  • 15

    memadai. Kemudian NAPQI bereaksi dengan gugus sulfidril lain yang terdapat

    dalam hepatoselular seperti sitosol, dinding sel, dan retikulum endoplasma. Hal ini

    mengakibatkan nekrosis sentrilobuler hepatic (DiPiro dkk, 2005).

    E. Metode Uji Hepatotoksisitas

    Studi tentang senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan efek toksik pada

    hati dapat dilakukan secara invivo maupun invitro. Model invivo dapat menunjukkan

    bahwa senyawa eksogen secara nyata menimbulkan kerugian pada hati berdasarkan

    pada tanda-tanda fisiologi yang terjadi. Model invitro menjelaskan mekanisme

    kerusakan yang terjadi.

    Zimmerman (1978) mengemukakan beberapa parameter yang dapat digunakan

    untuk mengevaluasi kerusakan hati antara lain : (1) uji enzim serum ; (2) pemeriksaan

    asam amino dan protein; (3) perubahan penyusun kimia dalam hati; (4) uji ekskretori

    hati; dan (5) analisis histologi.

    1. Uji enzim serum

    Pengukuran enzim serum (atau plasma) dilakukan untuk mendeteksi

    ketoksikan pada hati yang kemudian didukung dengan analisis histologi.

    Apabila terjadi kerusakan hati, enzim akan dilepaskan ke dalam darah dari

  • 16

    sitosol dan organela subsel, seperti mitokondria, lisosom, dan nukleus

    (Zimmerman, 1978).

    Enzim-enzim transaminase adalah contoh yang paling utama

    kelompok enzim hati yang level serumnya berubah selama gangguan

    hepatoseluler. Transaminase terdiri atas glutamate piruvat transaminase (GPT)

    dan glutamat oksaloasetat transaminase (GOT). Sebagian besar GOT terdapat

    di hati dan otot rangka, serta tersebar ke seluruh jaringan. Meskipun enzim

    GPT terdapat pula pada beberapa bagian jaringan, konsentrasi terbesarnya

    pada semua spesies adalah di hati sehingga GPT merupakan petunjuk yang

    lebih spesifik terhadap nekrosis hati daripada GOT. Pada keadaan nekrosis,

    sel hati akan dipecah sehingga enzim GPT yang terdapat di dalam sel hati

    keluar dan masuk ke dalam aliran darah. Peningkatannya bisa mencapai 10-

    100 kali lipat dari harga normal (Zimmerman,1978).

    2. Pemeriksaan asam amino dan protein

    Pemeriksaan asam amino dan protein penting dilakukan karena

    metabolisme asam amino di hati membentuk ammonia dan ureum terjadi

    secara lebih lambat dan meningkatkan kadar globulin (Zimmerman, 1978).

  • 17

    3. Perubahan penyusun kimia dalam hati

    Perubahan penyusun kimia dalam hati menjelaskan mekanisme

    kerusakan hati. Pengukuran jumlah lemak di dalam hati mempunyai hubungan

    yang dekat dengan terjadinya steatosis (Zimmerman, 1978).

    4. Uji ekskretori hati

    Kemampuan hati untuk mensintesis urea, kolesterol, plasma protein,

    dan mempertahankan kadar glukosa darah serta asam amino merupakan

    sebagian contoh fungsi hati. Adanya ketidaknormalan dari beberapa fungsi

    hati tersebut dapat menunjukkan terjadinya kerusakan hati. Perubahan

    kecepatan metabolisme obat yang terjadi di hati dapat dijadikan parameter

    hepatotoksisitas (Zimmerman, 1978).

    F. Macaranga tanarius (L.)

    Tanaman Macaranga tanarius (L.)

    1. Taksonomi

    Kingdom : Plantae

    Subkingdom : Tracheobionta

    Divisio : Spermatophyta

    Sub- Divisi : Magnoliophyta

  • 18

    Classis : Magnoliopsida

    Sub-classis : Rosidae

    Ordo : Euphorbiales

    Familia : Euphorbiaceae

    Genus : Macaranga

    Spesies : Macaranga tanarius (L.) (Anonim, 2008).

    2. Nama daerah

    Tutup ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Anonim, 2010).

    3. Morfologi

    Merupakan pohon kecil sampai sedang, berdaun hijau memiliki ketinggian 4-

    5 meter dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan

    stipula besar yang luruh. Perbungaan bermalai di ketiak, bunga ditutupi oleh

    daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya.

    Biji membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup

    untuk menyamak jala dan kulit (Anonim, 2010).

    4. Kandungan kimia

    Dalam penelitian kandungan kimia daun M. tanarius yang sudah dilakukan

    dilaporkan bahwa terdapat empat kandungan senyawa didalam daun M.

    tanarius megastigman glukosida dinamai macarangiosida, bersama dengan

    malofenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin dan

    isoquercitrin (Matsunami, dkk, 2006), serta lignan glukosida, pinoresinol, dan

  • 19

    2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F, bersama dengan

    15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada daun M.

    tanarius (Matsunami, dkk, 2009). Uji kandungan kimia dari tanin daun M.

    tanarius melaporkan kandungan tanin baru, yaitu 7 hydrolyzable, bersama

    dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lin, Nonaka dan Nishioka,

    1990). Dari daun M. tanarius ditemukan 3 kandungan senyawa baru yaitu

    tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7

    kandungan yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone

    B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol, dan

    annuionone) (Phommart,dkk, 2005). Gambar 4 menunjukkan struktur

    senyawa tanariflavanon C dan D, nymphaeol A, B dan C, malofenol serta

    macarangiosida A-D.

    5. Khasiat dan kegunaan

    Daun M. tanarius secara tradisional digunakan untuk fermentasi tempe dan

    pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Daun M. tanarius selain kaya akan

    tanin, dapat digunakan sebagai obat diare, luka dan antiseptik (Lin, dkk,

    1990). Di Malaysia dan Thailand, dekok akar Macaranga digunakan sebagai

    antipiretik dan antitusif. Untuk agen emetik dapat diambil dari akar keringnya,

    dan untuk penutup luka dapat diambil dari daun segarnya guna mencegah

    terjadi inflamasi. Di Cina tanaman Macaranga ini menjadi tumbuhan yang

    komersil, karena dapat dijadikan sebagai produk minuman kesehatan (Lim,

    Lim, Yule, 2009).

  • 20

    Tanariflavanon C Tanariflavanon D

    Nymphaeol A Nymphaeol B Nymphaeol C

    Malofenol Macarangiosida A Macarangiosida B

    Macarangiosida C Macarangiosida D

    Gambar 3. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius (Phommart, dkk,

    2005) dan (Matsunami, 2006)

  • 21

    6. Ekologi penyebaran dan budidaya

    M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar, Indo-Cina,

    Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malesia, sampai ke

    Australia Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di daratan

    Asia Tenggara (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak

    pulau di Malesia (yaitu Sumatera, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi,

    Nugini, seluruh Kepulauan Filipina). Selain itu M. tanarius ditemukan di

    daerah bersemak di sepanjang Asia Selatan dan Timur, khususnya bagian

    Selatan Cina, Korea, dan Okinawa, Jepang (Anonim, 2010).

    G. Metode Penyarian

    Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian

    tumbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem

    maserasi dengan menggunakan pelarut organik.

    Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dengan cara merendam

    serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel

    dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut

    dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di

    luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi

    secara berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar

    dan di dalam sel (Anonim, 1986).

  • 22

    Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan cara

    mengekstraksi zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dengan

    menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

    diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa

    hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).

    H. Landasan Teori

    Di dalam hati, terdapat bermacam-macam bentuk kerusakan hati. Kerusakan

    hati akibat induksi obat yang biasa terjadi yaitu nekrosis (Forrest, 2006). Pada

    keadaan nekrosis terjadi pemecahan sel hepatosit sehingga enzim ALT yang

    terdapat dalam sel hati keluar dan masuk ke aliran darah. Kerusakan ini ditandai

    dengan adanya peningkatan aktivitas ALT (Zimmerman, 1978).

    Pemberian parasetamol sebagai senyawa model dengan dosis berlebih (dosis

    hepatotoksik) akan menimbulkan nekrosis. Di dalam hati, sebagian besar

    parasetamol akan terkonjugasi dengan asam glukoronat dan sulfat, dan kurang

    lebih 5% nya akan dioksidasi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi metabolit

    reaktif (NAPQI) (Forrest, 2006). NAPQI bersifat elektrofilik dan didetoksifikasi

    oleh glutation (GSH). Jika jumlah GSH di dalam hati mengalami penurunan,

    maka GSH tidak dapat mengikat semua NAPQI yang terbentuk, karena jumlah

    GSH yang sedikit, sehingga NAPQI yang bebas akan berikatan dengan

  • 23

    makromolekul protein hati dan menimbulkan hepatotoksisitas (Zimmerman,

    1978). Mekanismenya sebagai berikut :

    Gambar 4. Mekanisme toksik parasetamol (Lee, 1995)

    Hepatotoksisitas dapat dihambat dengan pemberian senyawa antioksidan.

    Antioksidan akan menghambat terjadinya oksidasi parasetamol oleh enzim

  • 24

    sitokrom P-450 menjadi NAPQI. Salah satu kandungan daun M. tanarius yang

    dapat tersari dari ekstrak metanol-air adalah glikosida, yang mempunyai aktivitas

    antioksidan terhadap penangkapan radikal DPPH (Matsunami, dkk, 2006, 2009).

    Secara umum dapat dikatakan bahwa senyawa turunan glikosida mampu

    memberikan efek antioksidan karena adanya senyawa didalamnya yaitu

    malofenol B dan macarangiosida A (Matsunami, dkk, 2006). Kemungkinan

    mekanisme kerja antioksidan ini dalam memberikan efek hepatoprotektif adalah

    dengan menghambat oksidasi parasetamol menjadi metabolit reaktifnya yaitu

    NAPQI oleh sitokrom P-450. Selain sebagai antioksidan, kemungkinan lain

    senyawa malofenol B dan macarangiosida A mampu meningkatkan jumlah enzim

    glutation S-transferase dalam hati yang berfungsi sebagai enzim penetralisir setiap

    metabolit reaktif, sehingga dapat dieliminasi dengan mudah oleh tubuh.

    Kemungkinan lain mekanisme kerja antioksidan, yaitu malofenol B dan

    macarangiosida A yang dilihat dari pendekatan struktur memiliki penangkapan

    radikal bebas (Matsunami, dkk, 2006) akibat adanya gugus karbonil (C=O)

    dengan ikatan rangkap terkonjugasi serta memiliki ikatan α-β unsaturated. Ikatan

    α-β unsaturated ini mempunyai ciri khusus yaitu memiliki ikatan sigma dan

    ikatan phi. Seperti telah diketahui bahwa elektron pada ikatan sigma kuat dan

    elektron pada ikatan phi lemah, hal ini menyebabkan elektron pada ikatan phi

    dapat berpindah atau melompat. Jika terjadi protonasi pada ikatan α-β

    unsaturated, maka terjadi perpindahan elektron seperti pada gambar 5.

  • 25

    Gambar 5. Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated

    pada macarangiosida A

    Pada gambar diatas, atom C pada posisi β akan bermuatan positif karena pada

    ikatan phi terdapat lompatan elektron. Dimungkinkan atom C pada posisi β ini

    yang akan menangkap radikal bebas.

    I. Hipotesis

    Ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif pada

    tikus jantan terinduksi parasetamol.

    O O

    +- -OH

    a

    b

    α

    β

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan

    rancangan acak lengkap pola searah.

    B. Variabel dan Definisi Operasional

    1. Variabel Utama

    a. Variabel bebas

    Variabel bebas dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun M. tanarius

    dalam variasi dosis. Dosis ekstrak daun M. tanarius adalah sejumlah (gram)

    ekstrak daun M. tanarius tiap satuan kg berat badan subyek uji yang

    bersangkutan. Ekstrak daun M. tanarius dibuat dengan mengekstraksi

    sejumlah (gram) serbuk daun M. tanarius dalam pelarut polar (metanol-air).

    b. Variabel tergantung

    Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek hepatoprotektif ekstrak

    metanol-air daun M. tanarius secara jangka panjang terhadap sel hati tikus

    terinduksi parasetamol, ditandai dengan tolok ukur kuantitatif berupa

    penurunan aktivitas Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate

    Transaminase (AST).

    26

  • 27

    2. Variabel pengacau terkendali

    a. Hewan uji tikus jantan galur Wistar, berat badan 150-250 gram, umur antara

    2-3 bulan.

    b. Frekuensi pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1x sehari selama 6

    hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama.

    c. Cara pemberian obat pada tikus dilakukan secara per oral.

    d. Bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius yang diperoleh dari kebun

    obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan diambil

    pada tanggal 10 Agustus 2010.

    3. Variabel pengacau tak terkendali

    Kondisi patologis hewan uji

    4. Definisi Operasional

    Definisi operasional penelitian ini adalah

    a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    Ekstrak daun M. tanarius adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan

    mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10,0 gram yang

    dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama 72 jam,

    dengan putaran 140 rpm. Kemudian disaring dengan kertas saring dan

    diuapkan di oven selama 24 jam pada suhu 50oC, hingga bobot pengeringan

    tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.

  • 28

    b. Efek hepatoprotektif

    Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari hepatotoksin.

    C. Bahan Penelitian

    1. Bahan Utama

    a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan

    dengan berat badan berkisar antara 150-250 gram yang diperoleh dari

    Laboratorium Imono Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta.

    b. Daun M. tanarius yang dipanen dari Kebun Obat Fakultas Farmasi

    Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus 2010.

    2. Bahan Kimia

    a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah metanol dan air yang diperoleh dari

    Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata

    Dharma Yogyakarta.

    b. Bahan hepatotoksin yang digunakan yaitu Parasetamol, berwarna putih, tidak

    berbau, dan berasa pahit yang diperoleh dari PT. Konimex, Solo.

    c. Bahan pensuspensi parasetamol berupa serbuk CMC-Na 1% berwarna putih,

    terdispersi dalam air yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi

    Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  • 29

    d. Aquadest dan aquabidest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi

    Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

    e. Bahan untuk mengukur aktivitas ALT dan AST serum berupa bahan kit-

    ALAT (GPT) FS* dan kit-ASAT (GOT) FS* produksi Dyasis yang digunakan

    untuk mengukur aktivitas ALT-AST serum. Masing- masing bahan terdiri atas

    dua reagen yaitu Reagen 1 dan Reagen 2.

    Kit-ALAT (GPT) FS* :

    R1 TRIS pH 7.15 140 mmol/L

    L-Alanine 700 mmol/L

    LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/L

    R2 2-Oxoglutarate 85 mmol/L

    NADH 1 mmol/L

    Pyridoxal-5-phosphate FS :

    Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L

    Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

    Kit-ASAT (GOT) FS* :

    R1 TRIS pH 7.65 110 mmol/L

    L-Aspartate 320 mmol/L

    MDH (Malate dehydrogenase)≥ 800 U/L

    LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 1200 U/L

    R2 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

    NADH 1 mmol/L

  • 30

    Pyridoxal-5-phosphate FS :

    Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L

    Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

    D. Alat atau Instrumen Penelitian

    1. Alat ekstraksi

    a. Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur,

    cawan porselen. pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki Glass)

    b. Shaker

    c. Timbangan analitik

    d. Oven (Memmert)

    e. Mesin penyerbuk (Retsch)

    2. Alat uji hepatoprotektif

    a. Seperangkat alat gelas (Pyrex)

    b. Timbangan elektrik

    c. Sentrifuge

    d. Vortex

    e. Spuit per oral dan syringe 3 cc

    f. Pipa kapiler

    g. Vitalab mikro (Microlab 200, Merck)

  • 31

    E. Tata Cara Penelitian

    1. Determinasi Tanaman M. tanarius

    Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri

    tanaman M. tanarius dengan buku acuan (Koorders dan Valeton,1918).

    Determinasi dilakukan oleh Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., dosen

    Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas JP MIPA, Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta.

    2. Pengumpulan bahan

    Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan

    berwarna hijau, dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata

    Dharma Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus 2010.

    3. Pembuatan Serbuk

    Daun M. tanarius dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih daun

    diangin-anginkan hingga daun tidak tampak basah lagi kemudian untuk

    mengoptimalkan pengeringan, pengeringan dilakukan dengan menggunakan

    oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Setelah kering daun dibuat serbuk dan

    diayak dengan ayakan nomor 50.

    4. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    Sebelum pembuatan ekstrak, daun M. tanarius dibuat serbuk terlebih dahulu

    supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M. tanarius lebih

    mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut

    makin besar. Sebanyak 10 g serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara

  • 32

    maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut metanol 50% pada

    suhu kamar selama 3x24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Tujuan dilarutkan

    dalam pelarut metanol adalah agar senyawa kimia yang terkandung dalam

    daun M. tanarius dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman,

    hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan

    dipindahkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar

    mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh.

    Selanjutnya, cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi tersebut

    dimasukkan dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu 50°C

    agar mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan

    bobot pengeringan ekstrak yang tetap yaitu sebesar 1,92 g (Andini, 2010).

    5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

    Menghitung rata-rata randemen ke-6 replikasi ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius kental yang telah dibuat.

    Randemen ekstrak = Berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong

    Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata randemen ekstrak. Konsentrasi

    yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana

    pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari

    spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak

    percawannya yaitu 1,92 g dalam labu ukur terkecil dengan pelarut yang sesuai

  • 33

    CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga

    konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan yaitu sebesar 0,384 g/ml atau 384 mg/ml

    atau 38,4% b/v (Andini, 2010).

    6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    Dasar penetapan peringkat dosis adalah dari bobot tertinggi tikus dan

    pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml.

    Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah:

    Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya dari dosis

    tertinggi sehingga didapatkan dosis 1280 mg/Kg BB dan 426 mg/Kg BB.

    Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 426 ; 1280 ; dan 3840

    mg/kg BB.

    7. Pembuatan suspending agent CMC- Na 1%

    Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara mendispersikan lebih

    kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam air

    mendidih sampai volume 100,0 ml dan digunakan untuk membuat suspensi

    parasetamol.

  • 34

    8. Pembuatan suspensi Parasetamol konsentrasi 25%

    Suspensi parasetamol dalam CMC-Na 1% dibuat dengan cara

    mensuspensikan 25 g parasetamol yang telah ditimbang seksama ke dalam

    suspending CMC-Na 1% sebanyak 100 ml.

    9. Uji pendahuluan

    a. Penetapan dosis hepatotoksin parasetamol

    Pemilihan dosis parasetamol dilakukan untuk mengetahui pada dosis

    berapa parasetamol mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang

    ditandai dengan peningkatan aktivitas GPT-serum paling tinggi. Dosis

    hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian

    Linawati, Apriyanto, Susanti, Wijayanti, dan Donatus (2006), bahwa dosis

    2,5 g/kg BB sudah terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT serum

    pada tikus bila diberikan secara per oral.

    b. Penetapan waktu pencuplikan darah

    Menurut Olson (2006), kenaikan serum ALT dan AST akan terjadi pada

    waktu 24-48 jam setelah pemejanan parasetamol. Untuk mendapatkan

    waktu pencuplikan darah dilakukan orientasi dengan 3 kelompok perlakuan

    waktu. Masing-masing kelompok sejumlah 5 ekor tikus. Kelompok I

    diambil darah pada jam ke-24 setelah pemejanan parasetamol, kelompok II

    diambil darah pada jam ke-48 setelah pemejanan parasetamol dan

    kelompok III diambil darah pada jam ke-72 setelah pemejanan

  • 35

    parasetamol. Setelah pengambilan darah, darah diukur aktivitas serum ALT

    dan AST-nya.

    c. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    Lama waktu pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dilakukan

    selama 6 hari berturut-turut, pada hari ketujuh dipejankan senyawa

    hepatotoksin dan ukur aktivitas ALT dan AST-nya setelah 48 jam

    pemejanan senyawa hepatotoksin.

    10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

    Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok

    perlakuan masing-masing sejumlah 5 ekor. Kelompok I (kontrol hepatotoksin)

    diberi suspensi parasetamol 2,5 g/kgBB secara oral. Kelompok II (kontrol

    negatif) diberi suspensi CMC-Na 1% dosis 3,84 g/kgBB selama 6 hari

    berturut-turut secara oral. Kelompok III (kontrol ekstrak daun M. tanarius

    3,84 g/kgBB diberikan selama 6 hari berturut-turut secara oral. Kelompok IV

    sampai dengan kelompok VI berturut-turut diberi ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius dosis 0,426 g/kgBB; 1,280 g/kgBB; dan 3,840 g/kgBB secara oral

    sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-7 semua

    kelompok perlakuan diberi suspensi parasetamol dosis 2,5 g/kgBB secara

    oral. Setelah 48 jam diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata. Cuplikan

    darah diambil serumnya untuk diukur aktivitas ALT-AST serumnya.

  • 36

    11. Pembuatan serum

    Darah tikus diambil melalui sinus orbitalis mata dan ditampung dalam

    tabung sentrifugasi melalui dinding tabung, diamkan selama 15 menit,

    kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan

    diambil supernatannya (serum).

    12. Penetapan aktivitas ALT-AST serum

    Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas ALT-AST serum adalah

    vitalab mikro.

    Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340nm, suhu 37°C,

    dengan faktor koreksi -1745. Aktivitas serum ALT dan AST dinyatakan

    dalam U/L. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di

    laboratorium Farmakologi Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

    Dharma, Yogyakarta.

    Analisis dilakukan dengan cara sebagai berikut, 100 µL serum atau plasma

    dicampur dengan reagen I sebanyak 800 µL, setelah itu dicampurkan 200 µL

    reagen II, dan dibaca resapan setelah 1 menit. Untuk analisis fotometri dengan

    AST-serum dilakukan sebagai berikut, 100 µL serum atau plasma dicampur

    dengan reagen I sebanyak 800 µL, setelah itu dicampurkan 200 µL reagen II,

    dan dibaca resapan setelah 1 menit.

  • 37

    F. Tata Cara Analisis Hasil

    Data aktivitas ALT-AST diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk

    mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas

    varian antar kelompoknya sabagai syarat analisis parametrik. Jika data

    terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah

    (ANOVA one way) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui

    perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji LSD

    untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p0,05). Tetapi bila distribusi tidak normal

    dilakukan analisis dengan Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan

    aktivitas ALT-AST serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan

    Mann Whitney untuk melihat perbedaan tiap kelompok.

    Data derajat kerusakan hati juga dianalisis sesuai prosedur diatas dengan

    taraf kepercayaan 95%. Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap

    hepatotoksin parasetamol diperoleh dengan rumus :

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan khasiat

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius sebagai hepatoprotektor tikus terinduksi

    parasetamol serta untuk mengetahui kisaran dosis hepatoprotektif dari ekstrak

    metanol-air daun M. tanarius. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka

    dilakukan serangkaian pengujian. Aktivitas ALT-AST serum digunakan sebagai

    tolok ukur kuantitatif pengujian tersebut.

    A. Hasil Determinasi Tanaman

    Determinasi tanaman ini dilakukan untuk membuktikan kebenarannya

    bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar M. tanarius,

    dimana tanaman ini sering digunakan untuk pakan ternak hewan. Bagian tanaman

    yang digunakan dalam determinasi adalah batang, daun, biji, buah dan bunga.

    Determinasi dilakukan secara benar dengan mencocokkan ciri-ciri yang

    dimiliki sesuai dengan buku acuan. Dari determinasi dinyatakan bahwa batang,

    daun, biji, buah dan bunga yang digunakan adalah benar M. tanarius.

    38

  • 39

    B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius

    Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius menggunakan metode

    penyarian yaitu maserasi. Alasan menggunakan metode maserasi karena

    pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana. Selain itu, metode maserasi

    ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah

    larut dalam cairan penyari. Digunakan cairan penyari metanol-air (50:50).

    Senyawa hipotesis yang diketahui adalah golongan glikosida fenolik yang dapat

    larut dalam air.

    Pada standarisasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dilihat

    sebagai parameternya adalah bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan

    0%. Tujuan dilakukan pengukuran parameter non spesifik yaitu parameter susut

    pengeringan adalah untuk menghitung sisa zat setelah dilakukan pengeringan

    pada temperatur 50°C. Ekstrak yang berada dalam cawan ditimbang setiap 1 jam

    selama 24 jam atau hingga berat menjadi konstan (dinyatakan dalam persen).

    Tujuannya adalah untuk menentukan batasan atau rentang mengenai seberapa

    banyak senyawa yang hilang selama proses pengeringan, dimana hal ini dapat

    mempengaruhi bobot ekstrak yang didapatkan sehingga akan mempengaruhi

    konsentrasi dan dosis ekstrak.

    Hasil dari proses pengeringan didapatkan bahwa tidak ada perubahan

    bobot ekstrak sehingga diperoleh bobot pengeringan tetap yaitu pada jam ke-23

    dan ke-24. Untuk susut pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada

    jam ke-23 dan ke-24 sebesar 0% sehingga dapat diketahui pelarut penyari ekstrak

  • 40

    sudah tidak ada atau tidak ada sisa. Dengan demikian, pada penelitian ini, waktu

    pengeringan 24 jam yang digunakan untuk memperoleh bobot pengeringan tetap

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius.

    C. Uji Pendahuluan

    1. Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol

    Pada percobaan ini digunakan parasetamol sebagai hepatotoksin.

    Pemilihan dosis parasetamol dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa

    parasetamol mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai

    dengan peningkatan aktivitas ALT-AST serum paling tinggi.

    Dosis yang digunakan pada percobaan ini yaitu 2,5 g/kgBB. Dosis

    tersebut mengacu pada penelitian sebelumnya (Linawati, dkk, 2006), dimana pada

    dosis tersebut terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT-serum, minimal 10

    kali lipat terhadap kontrol negatif (Ladoangin, 2004).

    2. Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai maksimal

    Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai maksimal

    bertujuan untuk mengetahui selang waktu dimana parasetamol dosis 2,5 g/kgBB

    memberikan efek hepatotoksik maksimal. Hal ini ditunjukkan oleh aktivitas ALT-

    AST serum tertinggi pada selang waktu tertentu. Parasetamol dosis 2,5 g/kgBB

    diujikan pada tikus jantan dengan selang waktu pengambilan cuplikan darah 24

    jam, 48 jam, dan 72 jam.

  • 41

    Data aktivitas ALT-AST serum setelah pemberian parasetamol dosis 2,5

    g/kgBB pada selang waktu 24 jam, 48 jam dan 72 jam tersaji pada tabel I.

    Tabel I. Aktivitas ALT-AST serum sel hati tikus setelah pemberian

    parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24, 48, dan 72 jam

    Selang Waktu (jam)Purata Aktivitas ALT-

    serum ± SE (U/L)Purata Aktivitas AST-

    serum ± SE (U/L)

    24 343,7 ± 33,4 390,3 ± 32,6

    48 1102,3 ± 66,5 804,7 ± 137,4

    72 505,0 ± 12,7 326,7 ± 27,8

    Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus

    setelah pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang

    waktu 24, 48, dan 72 jam

    Rat

    a-ra

    taak

    tivi

    tas

    ALT

  • 42

    Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus

    setelah pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang

    waktu 24, 48, dan 72 jam

    Berdasarkan tabel I terlihat bahwa aktivitas ALT-serum pada selang waktu

    24 jam, 48 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah 343,7 ± 33,4 U/L, 1102,3 ± 66,5

    U/L dan 505,0 ± 12,7 U/L. Dan untuk aktivitas AST- serum pada selang waktu 24

    jam, 48 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah 390,3 ± 32,6 U/L, 804,7 ± 137,4

    U/L dan 326,7 ± 27,8 U/L. Aktivitas ALT-serum tertinggi terjadi pada pemberian

    parasetamol 2,5 g/Kg BB dengan selang waktu 48 jam yakni 1102,3 ± 66,5 U/L

    dan aktivitas AST-serum tertinggi terjadi pada pemberian parasetamol 2,5 g/Kg

    BB dengan selang waktu 48 jam yakni 804,7 ± 137,4 U/L. Dalam selang waktu

    24 jam, aktivitas ALT-AST serum belum mencapai angka aktivitas yang tinggi.

    Hal ini dapat dikarenakan waktu untuk parasetamol menyebabkan hepatotoksik

    belum mencapai maksimal. Dan pada selang waktu 72 jam sudah terjadi

    Rat

    a-ra

    taak

    tivi

    tas

    AST

  • 43

    penurunan aktivitas ALT-AST serum yang signifikan (p

  • 44

    Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ladoangin (2004) dan

    Linawati dkk (2006), dimana penulis mengambil model penelitian tikus diberi

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke 7 diberi

    parasetamol dosis hepatotoksik.

    4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    Tujuan ditetapkan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah

    untuk menentukan tingkatan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang

    akan digunakan dalam penelitian ini. Penentuan dosis ekstrak metanol-air daun

    M. tanarius didasarkan pada dosis maksimal ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    pada tikus jantan. Dosis maksimal ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada

    tikus jantan didasarkan pada konsentrasi tertinggi ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius yang dapat dipejankan secara oral. Dari hasil orientasi diketahui bahwa

    konsentrasi tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dapat dipejankan

    secara oral pada tikus jantan yaitu 384 mg/ml sehingga dosis maksimal yang

    diperoleh sebesar 3,84 g/kgBB. Kemudian ditentukan 3 tingkatan dosis ekstrak

    metanol-air daun M. tanarius yaitu 0,426; 1,280; dan 3,840 g/kgBB.

  • 45

    D. Perbandingan Aktivitas ALT-AST serum tiap kelompok

    Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol didasarkan pada ada tidaknya

    penurunan aktivitas ALT-AST serum akibat praperlakuan ekstrak metanol-air

    daun M. tanarius terhadap aktivitas ALT-AST serum kontrol parasetamol.

    Aktivitas ALT-AST serum (U/L) disajikan dalam bentuk purata ± SE pada tabel

    II.

    Tabel II. Purata ± SE aktivitas ALT-serum tikus jantan setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hariyang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis2,5 g/kgBB

    Aktivitas ALT-serum

    % Perbedaan terhadapKel. Praperlakuan Purata ± SE

    (U/L) Kel. I Kel. II

    EfekHepatoprotektif

    (%)

    IKontrol Hepatotoksin

    Parasetamol 2,5 g/kgBB977,2 ± 85,2 - (+) 1242,3 -

    IIKontrol Negatif CMCNa 1% 3,840 g/kgBB

    72,8 ± 1,7 (-) 92,5(b) - -

    IIIKontrol M.tanarius

    3,840 g/kgBB72,8 ± 1,3 (-) 92,5(b) 0,00(tb) -

    IVM. tanarius 0,426 g/Kg

    BB + parasetamol590,8 ± 36,6 (-) 39,5(b) (+) 711,5(b) 39,5

    VM. tanarius 1,280 g/Kg

    BB + parasetamol301,0 ± 30,7 (-) 69,2(b) (+) 313,5(b) 69,2

    VIM. tanarius 3,840 g/Kg

    BB + parasetamol91,2 ± 5,7 (-) 90,7(b) (+) 25,3(tb) 90,7

    Ket : tb = berbeda tidak bermakna (P > 0,05)b = berbeda bermakna (P < 0,05)

  • 46

    Tabel III. Purata ± SE aktivitas AST-serum tikus jantan setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksiparasetamol dosis 2,5 g/kgBB

    Aktivitas AST-serum

    % Perbedaan terhadapKel. Praperlakuan Purata ± SE

    (U/L)Kel. I Kel. II

    EfekHepatoprotektif

    (%)

    IKontrol Hepatotoksin

    Parasetamol 2,5 g/kgBB673,2 ± 110,4 - (+) 567,8 -

    IIKontrol Negatif CMCNa 1% 3,840 g/kgBB

    100,8 ± 3,6 (-) 85,0(b) - -

    IIIKontrol M.tanarius

    3,840 g/kgBB104,8 ± 3,5 (-) 84,4(b) (+) 3,9(tb) -

    IVM. tanarius 0,426 g/Kg

    BB + parasetamol499,2 ± 24,1 (-) 25,8(tb) (+) 395,2(b) 25,8

    VM. tanarius 1,280 g/Kg

    BB + parasetamol252,2 ± 28,7 (-) 62,5(b) (+) 150,2(tb) 62,5

    VIM. tanarius 3,840 g/Kg

    BB + parasetamol125,8 ± 7,3 (-) 81,3(b) (+) 24,8(tb) 81,3

    Ket : tb = berbeda tidak bermakna (P > 0,05)b = berbeda bermakna (P < 0,05)

  • 47

    Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hariyang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis2,5 g/kgBB

    Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hariyang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis2,5 g/kgBB

    Rat

    a-ra

    taak

    tivi

    tas

    ALT

    Rat

    a-ra

    taak

    tivi

    tas

    AST

  • 48

    1. Kontrol hepatotoksin Parasetamol dosis 2,5 g/kgBB

    Kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5 g/kg BB (kelompok I)

    dibuat untuk mengetahui pengaruh induksi parasetamol 2,5 g/kgBB

    terhadap sel hati tikus sekaligus digunakan sebagai patokan dalam

    menganalisis efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius. Uji ini dilakukan dengan memejankan parasetamol dosis 2,5

    g/kgBB secara oral pada tikus. 48 jam kemudian diambil darahnya

    untuk diukur aktivitas ALT-AST serum.

    Aktivitas ALT-serum kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5

    g/kgBB (kelompok I) adalah sebesar 977,2 ± 85,2 U/L. Bila

    dibandingkan dengan aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC-Na

    1% 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 72,8 ± 1,7 U/L maka terlihat

    adanya kenaikan aktivitas ALT-serum yang begitu besar, yaitu lebih

    kurang 13,4 kalinya atau sebesar 1242,3 % yang tersaji pada tabel II.

    Secara statistik, kenaikan aktivitas ALT-serum kontrol hepatotoksin

    (kelompok 1) terhadap kontrol negatif (kelompok II) tersebut adalah

    bermakna (p

  • 49

    atau sebesar 567,8 % yang tersaji pada tabel III. Secara statistik,

    kenaikan aktivitas AST-serum kontrol hepatotoksin (kelompok I)

    terhadap kontrol negatif (kelompok II) tersebut adalah bermakna

    (p

  • 50

    2. Kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/Kg BB

    Kontrol negatif (kelompok II) dibuat dengan tujuan: (1)

    memastikan bahwa peningkatan aktivitas ALT-serum (efek

    hepatotoksik) pada tikus jantan adalah akibat pemberian hepatotoksin

    parasetamol dan (2) memastikan bahwa efek hepatoprotektif pada

    tikus jantan terinduksi parasetamol adalah akibat praperlakuan ekstrak

    metanol-air M. tanarius. Uji ini dilakukan dengan memberikan CMC

    Na 1% secara oral pada tikus 1x sehari selama 6 hari berturut-turut. 48

    jam kemudian diambil darahnya untuk diukur aktivitas ALT-AST

    serum.

    Aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC Na 1% 3,84

    g/kgBB (kelompok II) adalah sebesar 72,8 ± 1,7 U/L dan aktivitas

    AST-serum kontrol negatif CMC Na 1% 3,84 g/kgBB adalah sebesar

    100,8 ± 3,6 U/L. Angka aktivitas ALT-serum menunjukkan bahwa

    kondisi hati masih normal, hal ini dapat dilihat dari angka aktivitas

    ALT-serum yaitu 72,8 ± 1,7 U/L yang masih masuk dalam rentang

    normal serum darah tikus putih. Menurut Hastuti (2008) rentang

    normal serum darah tikus putih sebesar 29,8-77,0 U/L, sedangkan

    aktivitas AST-serum sebesar 100,8 ± 3,6 U/L tidak dapat menjadi

    patokan bahwa hati mengalami kerusakan sel atau nekrosis walaupun

    angka aktivitas tidak masuk dalam rentang normal 19,3-68,9 U/L,

    (Hastuti, 2008). Meningkatnya aktivitas AST-serum yang melebihi

  • 51

    batas rentang normal ini dapat disebabkan karena sebagian besar

    enzim aspartate tidak spesifik berada didalam hati, tetapi berada dalam

    otot rangka, jantung, hati, serta tersebar ke seluruh jaringan sehingga

    belum dapat digunakan sebagai patokan adanya kerusakan hati.

    Pada penelitian ini, nilai aktivitas ALT-AST serum kontrol

    negatif CMC Na 1% 3,84 g/kgBB dijadikan patokan nilai normal

    ALT-AST serum untuk penelitian ini selanjutnya.

    3. Kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kg BB

    Kontrol ekstrak daun M. tanarius (kelompok III) dibuat dengan

    tujuan melihat pengaruh ekstrak daun M. tanarius terhadap sel hati

    tikus tanpa induksi parasetamol. Uji ini dilakukan dengan memberikan

    ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kgBB secara oral pada tikus 1x

    sehari selama 6 hari berturut-turut. 48 jam kemudian diambil darahnya

    untuk diukur aktivitas ALT-AST serumnya.

    Aktivitas ALT-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis

    3,84 g/kgBB (kelompok III) adalah 72,8 ± 1,3 U/L. Bila dibandingkan

    dengan aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84

    g/kgBB (kelompok II) sebesar 72,8 ± 1,7 U/L maka terlihat angka

    aktivitas yang hampir mendekati sama (0,0). Secara statistik, angka

    aktivitas ALT-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius (kelompok III)

    terhadap kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/kgBB (kelompok

  • 52

    II) tersebut adalah tidak bermakna (p>0,05). Hal ini menggambarkan

    bahwa ekstrak daun M. tanarius tidak memberikan pengaruh

    hepatotoksik pada sel hati tikus, karena nilai aktivitas ALT-serum juga

    masih berada dalam rentang normal yaitu 29,8-77,0 U/L, (Hastuti,

    2008)

    Aktivitas AST-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis

    3,84 g/kgBB (kelompok III) adalah 104,8 ± 3,5 U/L. Bila

    dibandingkan dengan aktivitas AST-serum kontrol negatif CMC Na

    1% dosis 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 100,8 ± 3,6 U/L maka

    angka aktivitas keduanya hampir mendekati sama yaitu 3,9. Secara

    statistik angka aktivitas ini tidak bermakna (p>0,05). Walaupun angka

    aktivitas AST-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84

    g/kgBB tidak masuk dalam rentang normal, tetapi angka ini tidak

    dapat menjadi patokan terjadinya kerusakan sel hati tikus karena

    enzim aspartate didalam tubuh, sebagian besar tidak spesifik berada

    didalam hati saja, tetapi berada dalam otot rangka, jantung, hati, serta

    tersebar ke seluruh jaringan.

    4. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis0,426; 1,280; dan 3,840 g/kgBB pada tikus jantan terinduksiparasetamol

    Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air

    daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol didasarkan

  • 53

    pada ada tidaknya penurunan aktivitas ALT-AST serum akibat

    praperlakuan ekstrak daun M. tanarius terhadap aktivitas ALT-AST

    serum kontrol parasetamol.

    Dilihat dari tabel II dan III, semakin besar dosis praperlakuan

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diberikan, semakin besar

    pula perlindungan yang diberikan pada sel hati, hal ini ditunjukkan

    dengan penurunan aktivitas ALT-AST serum tikus.

    Kelompok IV adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M.

    tanarius dosis 0,426 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok ini

    adalah sebesar 590,8 ± 36,6 U/L. Bila dibandingkan dengan aktivitas

    ALT-serum kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5 g/kgBB (kelompok

    I) yaitu sebesar 977,2 ± 85,2 maka aktivitas ALT-serum kelompok IV

    mengalami penurunan lebih kurang 1,6 kalinya. Dapat diartikan bahwa

    ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB mampu menghambat

    peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi parasetamol 2,5

    g/kgBB sebesar 39,5 %. Secara statistik, penurunan tersebut

    menunjukkan perbedaan yang bermakna (p

  • 54

    Aktivitas AST-serum kelompok ini adalah sebesar 499,2 ± 24,1 U/L.

    Dapat dilihat di tabel bahwa angka AST-serum juga terjadi penurunan

    dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin parasetamol yaitu sebesar

    1,3 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis

    0,426 g/kgBB mampu menghambat peningkatan aktivitas AST-serum

    akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 25,8 %. Secara

    statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak

    bermakna (p>0,05), yaitu kelompok IV pada dosis 0,426 g/kgBB

    mengalami kerusakan hati. Hal ini dapat menunjukkan ekstrak daun

    M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB dapat menurunkan aktivitas ALT-

    AST serum sel hati akibat induksi parasetamol, karena patokan

    kerusakan hati lebih spesifik pada aktivitas ALT, dimana signifikansi

    pada kontrol hepatotoksin menunjukkan perbedaan yang bermakna.

    Kelompok V adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M.

    tanarius dosis 1,280 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok ini

    adalah sebesar 301,0 ± 30,7 U/L. Bila dibandingkan dengan kontrol

    hepatotoksin parasetamol (kelompok I) maka aktivitas ALT-serum

    kelompok V mengalami penurunan lebih kurang 3,2 kalinya. Dapat

    diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB mampu

    menghambat peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi

    parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 69,2 %. Secara statistik, penurunan

    tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p

  • 55

    menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak daun M. tanarius dosis

    1,280 g/kgBB mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus

    akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB.

    Kemampuan perlindungan ekstrak daun M. tanarius dosis

    1,280 g/kgBB juga dapat dilihat dari aktivitas AST-serumnya.

    Aktivitas AST-serum kelompok ini adalah sebesar 252,2 ± 28,7 U/L.

    Dapat dilihat di tabel III bahwa angka AST-serum juga terjadi

    penurunan dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin parasetamol

    yaitu sebesar 2,6 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun M.

    tanarius dosis 1,280 g/kgBB mampu menghambat peningkatan

    aktivitas AST-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar

    62,5 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan

    yang bermakna (p

  • 56

    tikus oleh ekstrak daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB (kelompok V)

    sebesar 62,5 % lebih baik daripada ekstrak daun M. tanarius dosis

    0,426 g/kgBB (kelompok IV) sebesar 25,8 %.

    Kelompok VI adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M.

    tanarius dosis 3,840 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok ini

    adalah sebesar 91,2 ± 5,7 U/L. Bila dibandingkan dengan kontrol

    hepatotoksin parasetamol (kelompok I) maka aktivitas ALT-serum

    kelompok VI mengalami penurunan lebih kurang 10,7 kalinya. Dapat

    diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB mampu

    menghambat peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi

    parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 90,7 %. Secara statistik, penurunan

    tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p

  • 57

    aktivitas AST-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar

    81,3 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan

    yang bermakna (p