Upload
vcvivace
View
535
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
1/14
EFEK OBAT TERHADAP SALURAN CERNA
Tujuan
Menentukan pengaruh pemberian garam MgSO4 dan NaCl terhadap retensi air disaluran pencernaan dan implikasi dari pemberian garam-garam katartik.
Menentukan pengaruh pemberian loperamid terhadap motilitas usus melaluiperbandingan panjang usus yang dilalui tinta dengan atau tanpa pemberian obat.
Prinsip Percobaan
Laksansia atau obat pencahar adalah zat-zat yang dapat menstimulasi gerakan
peristaltik usus sebagai refleks dari rangsangan langsung terhadap dinding usus
sehingga dapat menyebabkan, mengatur, atau mempermudah defekasi dan meredakan
sembelit. Dari daya untuk melancarkan defekasi dan melunakkan feses, dikenal
beberapa istilah yaitu laksan, katartika, purgatif, dan drastika.
Beberapa senyawa yang dapat bekerja pada saluran pencernaan di antaranya
larutan hipertonik dari garam yang sukar diabsorpsi (mekanisme : meningkatkan retensi
cairan dalam jumlah besar di usus); opium, morfin dan derivatnya (mekanisme :
memperlambat peristaltik usus dan meningkatkan tonus otot polos saluran pencernaan);
serta oleum ricini dan parafin cair (mekanisme : mengiritasi saluran cerna sehingga
mempercepat gerak peristaltik usus).
Larutan hipertonik dari garam-garam yang sukar diabsorpsi bila berada dalam
usus akan mengakibatkan retensi cairan/air dalam jumlah besar di dalam usus tersebut
melalui efek osmotik sehingga terjadi peningkatan volume usus yang berperan sebagai
stimulus mekanik yang meningkatkan aktivitas motorik dari usus yang mendorong
dengan cepat isinya ke dalam usus besar. Absorpsi air di usus besar pun terhambat dandalam waktu singkat terjadi pengeluaran isi usus dalam bentuk feses yang cair.
Morfin sebagaimana golongan opioid lainnya merupakan analgesik yang
memiliki mekanisme kerja sebagai penekan syaraf pusat. Karena mekanisme kerja
morfin yang menekan sistem syaraf pusat, salah satu efek yang ditimbulkan morfin
terhadap saluran gastrointestinal adalah penekanan gaya peristaltik usus. Di samping
itu, tonus otot polos di saluran pencernaan pun ditinggikan oleh kerja morfin, terutama
pada pleksus saraf di dinding usus. Pada saluran empedu pun terjadi peningkatan tonus
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
2/14
terutama pada sfingter Oddi. Spasmus dalam usus tersebut dapat dihambat dengan
penggunaan atropin, akan tetapi tidak dapat mempengaruhi transport isi usus yang
diperlambat karena kerja morfin. Prinsip penghambatan kerja usus untuk morfin ini
dapat digunakan untuk mengatasi diare.
Prosedur
Efek Garam terhadap Retensi Air di Saluran PencernaanMencit
- dipuasakan 24 jam- dibius dengan pentobarbital natrium 40 mg/kg (i.p.)
Mencit terbius
- dibedah dengan torehan ventral sagital dengan tidakmelukai usus
Usus terlihat
- dibasahi dengan NaCl 0,9% selama percobaanUsus
- jarak + 2,5 cm dari pilorus, diikat dengan benang sterilpada jarak + 8 cm
Tiga segmen usus yang terpisah
- segmen 1 : disuntik 1 mL MgSO4 25%- segmen 2 : disuntik 1 mL NaCl 0,9%- segmen 3 : disuntik 1 mL MgSO4 0,2%
Segmen usus berisi cairan
- ditempatkan kembali ke rongga abdomen-
dijahit kembali otot dan kulit perut mencit (tidakdilakukan)
- dibasahi terus dengan NaCl 0,9%Usus berada di rongga abdomen
- setelah 2 jam, usus dipamerkan lagi- isi usus tiap segmen dikeluarkan dengan alat suntik- dibaca volume yang terambil
Volume cairan tiap segmen terukur
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
3/14
Efek Morfin terhadap Saluran CernaMencit
- dipuasakan 18 jam, hanya diberi air- dibagi menjadi 2 kelompok
Kelompok mencit
- I : diberi larutan morfin HCl dosis 0,0052/20g BBmencit (i.p.)
- II : diberi larutan NaCl 0.9% (volume sama denganmorfin)
- ditunggu hingga 40 menit- diberikan tinta per oral 0,01 mL/g BB mencit- dislokasi leher untuk mengorbankan mencit- dibedah dengan torehan ventral sagital dengan tidak
melukai usus
Usus terlihat
- dikeluarkan dan dibersihkan dari jaringan mesenterium- diletakkan di atas kertas saring
Usus
- panjang usus yang dilalui tinta diukur dandibandingkan dengan panjang usus seluruhnya
Rasio panjang usus (tinta:total)
Data Pengamatan
Efek Garam terhadap Retensi Air di Saluran PencernaanKeadaan Volume Cairan Usus 40 Menit Setelah Pemberian Garam
Kelompok MgSO4 25% MgSO4 0,2% NaCl 0,9%
2 +++ ++ 0
7 +++ ++ +
8 +++ + ++
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
4/14
Keterangan :
Volume usus setelah penyuntikan tidak dapat diambil, maka pengamatan
hanya berdasarkan visual (kadar pembengkakan yang terjadi)
+ = kadar pembengkakan
0 = normal (sama seperti sebelumnya)
Efek Morfin terhadap Saluran Cerna
KelompokMencit
ke-
Bobot
Tubuh
(gram)
Zat yang
disuntikkan
Panjang
usus yang
dilalui tinta
(A)
Panjang
usus
total
(B)
A
B
1I 33,1 Loperamid 23 39 0,59
II 37,6 NaCl 0,9% 9 50 0,18
4I 40,3 Loperamid 26,5 56 0,47
II 30,9 NaCl 0,9% 30 60 0,500
6I 38,9 Loperamid 17,5 57 0,31
II 36,0 NaCl 0,9% 16 56 0,29
Obat : loperamid 0,1 mg/ml intraperitoneal; dosis: 0,0052 mg/ 20 g mencit
Kontrol : NaCl 0,9% intraperitonial, volume injeksi sama dengan volume
loperamid
Tinta : 0,01 ml/g per oral
Pembahasan
Efek Garam terhadap Retensi Air di Saluran PencernaanPercobaan yang dilakukan kali ini bertujuan untuk mengamati efek garam-garam
terhadap retensi air dalam saluran cerna. Sebelumnya mencit yang digunakan dalam
percobaan ini dipuasakan makan selama 24 jam, tetapi minum tetap diberikan. Hal ini
bertujuan untuk mengosongkan saluran cerna mencit-mencit tersebut dari makanan
sehingga efek pemberian garam-garam dapat lebih mudah diamati. Sebelum dibedah,
mencit dibius terlebih dahulu dengan pentobarbital natrium 40 mg/kg bobot tubuh yang
diinjeksikan secara intraperitoneal dan setelah itu usus dipamerkan melalui torehan
ventral sagital. Usus tersebut diikat dengan benang steril sehingga terbagi menjadi tiga
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
5/14
segmen. Masing-masing segmen diinjeksikan dengan larutan garam, yaitu MgSO4 25%,
NaCl 0,9% (larutan fisiologis), dan MgSO4 0,2% dengan volume yang sama yaitu
sebanyak 1 mL. Lalu segmen-segmen usus ditempatkan kembali ke dalam rongga
abdomen agar efek obatnya bekerja dan setelah 2 jam dilihat perbandingan volume
cairan pada masing-masing segmen usus. Akan tetapi, karena terdapat kesulitan saat
akan mengambil cairan di segmen usus, maka perbandingan volume cairan di tiap
segmen usus hanya dilihat bagaimana kadar pembengkakannya secara visual.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa volume cairan segmen usus yang diberi
MgSO4 25% lebih besar dibandingkan segmen yang diberi NaCl 0,9% maupun MgSO4
0,2%. Larutan MgSO4 25% dapat memberikan volume segmen usus yang paling besar
karena larutan tersebut merupakan larutan hipertonik dari jenis garam yang sukar
diabsorpsi. Bila berada dalam usus, larutan hipertonik dari garam-garam yang sukar
diabsorpsi dapat mengakibatkan retensi cairan/air dalam jumlah besar dalam usus
tersebut melalui efek osmotik. Akibatnya volume usus meningkat dan volume ini
berlaku sebagai stimulus mekanik yang meningkatkan aktivitas motorik dari usus yang
mendorong dengan cepat isinya ke dalam usus besar. Dengan demikian, absorpsi air
pun terhambat di usus besar dan dalam waktu singkat terjadi pengeluaran isi usus dalam
bentuk feses yang cair. Adanya perbedaan volume cairan segmen usus antara
penyuntikan dengan MgSO4 0,2% dan MgSO4 25% diakibatkan pada perbedaan
konsentrasi garamnya. Semakin pekat (hipertonis) garam yang disuntikkan, tekanan
osmotiknya akan semakin besar pula dan akan meretensi cairan dalam jumlah yang
lebih besar pula. Selain itu, berdasarkan nilai kesetaraan kadar MgSO4 dengan NaCl
yang diketahui dari pustaka (Farmakope Indonesia edisis IV, halaman 1248), MgSO4
1% setara dengan 0,18% NaCl sehingga MgSO4 20 % setara dengan 3,6% NaCl dan
MgSO4 0,2% setara dengan 0,036% NaCl. Pada pemberian garam MgSO4 20% makaberdasarkan tonisitasnya garam pada konsentrasi tersebut merupakan garam yang
bersifat hipertonis karena tonisitasnya lebih besar dari tonisitas cairan dalam tubuh
normal (NaCl 0,9%/fisiologis), sedangkan konsentrasi MgSO4 0,2 % bersifat hipotonis
yaitu tonisitasnya lebih kecil dari tonisitas cairan tubuh, sedangkan NaCl 0,9% bersifat
isotonis karena merupakan tonisitas cairan tubuh. Oleh karena itu, seharusnya urutan
volume retensi cairan di usus setelah pemberian obat, dari yang terbesar hingga ke yang
terkecil adalah : MgSO4 20% > NaCl 0,9% > MgSO4 0,2%. Hanya kelompok 8 yang
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
6/14
hasilnya sesuai dengan teori ini, sedangkan kelompok 2 dan kelompok 7 memberikan
efek pembengkakan MgSO4 0,2% yang lebih besar daripada NaCl 0,9%. Hal ini
kemungkinan terjadi karena pengikatan benang yang kurang sempurna sehingga masih
ada cairan dapat berpindah dari satu segmen ke segmen lain yang menyebabkan
kebocoran garam dari yang hipertonis ke yang hipotonis sehingga yang seharusnya
bersifat hipotonis menjadi bersifat hipertonis.
Senyawa laksatif yang mengandung kation magnesium atau anion fosfat biasanya
disebut saline laxatives. Contohnya magnesium sulfat, magnesium hidroksida,
magnesium sitrat, natrium fosfat, dan lain-lain. Mekanisme kerjanya adalah terjadinya
retensi air yang termediasi secara osmosis. Akibatnya, volume usus meningkat dan
volume ini bertindak sebagai stimulus mekanik yang meningkatkan aktivitas motorik
usus. Hal ini menyebabkan komponen yang terdapat dalam usus halus akan didorong
dengan cepat menuju usus besar. Absorpsi air di usus besar pun akan terhambat dan
dalam jangka waktu yang singkat terjadi pengeluaran isi usus dalam bentuk feses cair.
Mekanisme lain yang menyebabkan efek di atas yaitu produksi mediator inflamatori.
Laksatif yang mengandung magnesium menstimulasi pelepasan chole-cystokinin yang
mempengaruhi cairan intraluminal dan akumulasi elektrolit serta meningkatkan
pergerakan usus.
Laksansia atau pencahar adalah zat-zat yang dapat menstimulasi gerakan
peristaltik usus sebagai refleks dari rangsangan langsung terhadap dinding usus dan
dengan demikian akan menyebabkan, mengatur, atau mempermudah defekasi dan
meredakan sembelit. Dari daya untuk melancarkan defekasi dan melunakkan feses,
dikenal beberapa istilah, yaitu laksansia, katartika, purgatif, dan drastika. Istilah-istilah
tersebut menunjukkan tingkatan kuatnya efek kerja obat pencahar yang dapat dilihat
dari konsistensi feses yang dihasilkan, yaitu mulai dari feses yang lunak hingga fesesyang semakin cair. Laksansia akan memberikan efek pembentukan feses yang lunak,
sedangkan katartika memberi efek pembentukan feses yang cair.
Mekanisme kerja laksan didasarkan pada kemampuannya menaikkan kandungan
air dalam feses dan mempercepat transit isi usus. Mekanisme kerja secara umumnya
yaitu :
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
7/14
Retensi air dan elektrolit dalam lumen usus melalui sifat hidrofilik dan osmotikobat atau metabolitnya, yang diikuti dengan peningkatan transit intestinal secara
tidak langsung akibat kenaikan isi usus.
Bekerja secara langsung pada mukosa usus untuk menekan absorpsi air danelektrolit sehingga mempercepat transit intestinal secara tidak langsung akibat
massa cair dalam usus.
Menaikkan transit intestinal dengan efek utama pada motilitas usus, yangmengakibatkan peningkatan absorpsi elektrolit dan cairan berkurang secara tidak
langsung karena pengurangan waktu untuk proses absorpsinya.
Gerakan peristaltik secara fisiologik ditimbulkan dengan meningginya tekanan di
dalam usus. Peningkatan isi usus dengan demikian juga akan mengakibatkan naiknya isi
peristaltik. Sebagian besar laksansia bekerja dengan memperbesar volume intraluminal,
yaitu terjadinya pembesaran dengan menarik air (zat pengembang), retensi air secara
osmotik (osmolaksansia), menghambat absorpsi natrium dan juga absorpsi air dari
lumen usus, dan meningkatkan sekresi air ke lumen usus (laksansia yang bekerja
antiresorptif dan hidrogagum).
Penggolongan laksansia berdasarkan atas efek farmakologis dan sifat kimiawi
antara lain :
1. Laksansia kontak/stimulan, misalnya derivat-derivat antrakuinon, derivat-derivatdifenilmetan, dan oleum ricini. Zat-zat ini merangsang secara langsung otot polos
pada dinding usus dengan mengiritasi atau menstimulasi pleksus saraf dengan
akibat peningkatan peristaltik dan pengeluaran isi usus dengan cepat. Terdapat
perubahan morfologi dari epitel dinding usus dan perubahan transpor dari air dan
elektrolit.
2. Laksansia osmotis, misalnya gliserol, manitol, garam, dan laktulosa. Cara kerjaobat ini dengan menarik air dari luar usus melalui dinding ke dalam usus melalui
proses osmosis. Feses menjadi lunak dan volumenya membesar dan memberi
rangsang mekanis pada dinding usus. Peristaltik diperkuat yang mempermudah
pengeluaran isi usus.
3. Zat-zat pembesar volume (pembentuk massa), misalnya zat-zat lendir (agar-agar,metil selulosa dan CMC). Zat-zat ini dapat mengembang, sukar dipecah dalam
usus, dan tidak dicerna. Karena dapat mengembang, zat-zat ini memiliki
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
8/14
kemampuan untuk menahan air dan elektrolit dalam usus sehingga memperbesar
isi usus dan secara tidak langsung meningkatkan peristaltik usus. Khasiatnya
berdasarkan rangsangan mekanis dan kimiawi terhadap dinding usus dengan
pelunakan feses.
4. Zat-zat pelincir, misalnya natrium dioktilsulfosuksinat (docusat-natrium) danparafin cair. Zat-zat ini memiliki aktivitas permukaan, bekerja dengan
melunakkan feses dengan meningkatkan penetrasi air ke dalam usus dan
membuatnya melincir dengan mudah sehingga mempermudah proses defekasi.
Parafin melicinkan penerusan feses dan bekerja sebagai bahan pelumas.
Laksansia digunakan dalam keadaan konstipasi atau sembelit. Penggunaan yang
terlalu sering akan menyebabkan efek toleransi dan ketergantungan (habituasi) terhadap
defekasi normal karena menyebabkan refleks defekasi menurun. Selain itu, penggunaan
berlebihan juga justru dapat menyebabkan diare yang menyebabkan tubuh banyak
kehilangan cairan tubuh (hipokalemia). Laksansia juga dapat diberikan pada defekasi
disertai nyeri (misalnya setelah fisura anal). Pada obstipasi kronis, harus diusahakan
perubahan pola makan dan pola hidup, dan jika usaha tersebut gagal, barulah diberikan
laksansia dan sedapat mungkin pemberiannya dilakukan dalam waktu singkat. Makanan
berserat, buah-buahan, sayuran dan konsumsi air minum yang banyak merupakan
laksan alami. Kontra indikasi dari obat-obat pencahar yaitu tidak boleh diberikan
kepada orang yang mendadak nyeri perut karena ileus, radang usus, atau radang usus
buntu (appendisitis), dan juga untuk orang-orang yang menderita kejang, kolik,
misalnya muntah-muntah. Wanita hamil pada dasarnya tidak dianjurkan menggunakan
laksansia karena resiko keguguran. Penderita penyakit kantung empedu tidak boleh
diberi MgSO4 karena garam ini dapat menyebabkan kontraksi hebat dari organ tersebut.
Efek Morfin terhadap Saluran CernaPercobaan ini dilakukan untuk mengamati efek pemberian morfin terhadap saluran
cerna dan motilitas usus. Pada percobaan ini, digunakan dua kelompok mencit, yaitu
kelompok uji yang diberi loperamid (turunan morfin) dan kelompok kontrol yang hanya
diberi NaCl fisiologis. Selain itu, diberikan tinta secara per oral untuk mempermudah
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
9/14
pengamatan di usus mencit karena tinta merupakan zat inert yang tidak akan diabsorpsi
di usus sehingga akan tetap berada di daerah usus. Hal yang diamati adalah panjang
usus yang dilalui tinta (A) pada mencit yang dibandingkan dengan panjang usus
seluruhnya (B). Kemudian perbandingan dilakukan terhadap mencit yang disuntikkan
dengan larutan loperamid dan larutan NaCl. Berdasarkan teori pada literatur, pemberian
morfin akan memperlambat gerak peristaltik usus sehingga tinta yang diberikan secara
oral tersebut akan menempuh jarak yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan
kontrol (pemberian NaCl fisiologis). Akan tetapi, pada kelompok 1 dan kelompok 6,
hasil percobaan menunjukkan bahwa perjalanan tinta pada kelompok kontrol lebih
pendek daripada perjalanan tinta pada usus hewan uji yang diberi loperamid.
Penyimpangan ini kemungkinan terjadi karena adanya pemberian makanan sebelum
perlakuan pada mencit kontrol, karena pada saat pembedahan, lambung mencit terlihat
penuh oleh makanan dibandingkan mencit kelompok uji. Adanya makanan di lambung
dapat memperlama waktu pengosongan lambung sehingga makin lama pula waktu yang
dibutuhkan tinta yang ada di lambung untuk mencapai usus dan jarak tempuh tinta
menjadi terlihat lebih pendek dari yang seharusnya. Hal ini juga dapat dilihat dari
jumlah tinta yang masih banyak terkumpul di lambung mencit kelompok kontrol. Selain
itu, ketika mengurai usus mencit, jika tidak hati-hati juga bisa terjadi perpindahan tinta
yang menyebabkan jarak tempuh tinta pada hewan uji lebih panjang. Pendislokasian
mencit yang terlalu kuat juga dapat berpengaruh ke pendistribusian tinta yang
terlokalisasi di satu bagian dari saluran gastrointestinal menuju bagian lain.
Morfin memiliki pengaruh terhadap saluran pencernaan, terutama pada organ-organ
sebagai berikut.
1.
Lambung.Morfin dan agonis lainnya mampu menurunkan sekresi HCl meskipun terkadang
juga menstimulasinya. Aktivasi reseptor opioid pada sel parieta; merangsang
sekresi tetapi efek tidak langsung (termasuk peningkatan sekresi somatostatin dari
pancreas dan pengurangan pelepasan asetilkolin) terlihat dominan. Morfin dosis
rendah dapat menurunkan motilitas lambung dengan cara memperlama waktu
pengosongan lambung. Tonus pada bagian antral lambung dan bagian awal
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
10/14
duodenum meningkat yang terkadang menyebabkan terai pada duodenum menjadi
sukar.
2. Usus halus.Morfin menghambat sekresi intestinal, pankreas, dan empedu serta menunda
pecernaan makanan di usus halus. Bagian atas usus halus, terutama duodenum,
lebih terpengaruh morfin daripada ileum. Akib atnya terjadi hipertonisitas. Air
diabsorpsi lebih banyak dari makanan sebab ada penundaan laju makanan dan
sekresi usus menurun. Inilah yang meningkatkan viskositas makanan. Morfin
menginhibisi trasfer cairan dan elektrolit ke lumen dengan aksi sensiif-nalokson
pada mukosa usus dan sistem saraf pusat.
3. Usus besar.Gerakan peristaltik di kolon hilang seleh pemberian morfin dan tonus meningkat
pada titik menjelang kejang. Penundaan pergerakan makanan ini mengakibatkan
waktu penyerapan air bertambah lama sehingga feses menjadi lebih cepat kompak.
Kondisi ini didukung dengan menghilangnya respon normal terhadap refleks
defekasi. Oleh karena itu, sangat mungkin konstipasi terjadi.
Morfin maupun turunan opioid memperlambat transit dari kandungan intraluminal dan
memperpanjang proses absorpsi. Sifat ini dapat digunakan dalam terapi diare maupun
pengembangan obatobat antidiare. Akan tetapi, tidak dianjurkan untuk menggunakan
morfin ataupun senyawa opioid lain dalam kondisi-kondisi tertentu. Pertama, dalam
keadaan diare yang ringan dimana akan sembuh dengan sendirinya karena diare sendiri
sebenarnya merupakan suatu refleks yang ditujukan untuk pertahanan tubuh terhadap
senyawa senyawa asing yang dapat merusak tubuh di saluran pencernaan. Adanya
opioid akan menghambat mekanisme refleks normal dan mampu mengakumulasisenyawa yang dapat merusak tubuh tersebut. Kedua, adanya efek adiksi yang
ditimbulkan oleh morfin sehingga dapat menimbulkan ketergantungan jika digunakan
dalam waktu lama. Ketiga, dalam kondisi jika diare yang dialami pasien adalah diare
karena infeksi misalnya, amoebiasis kolitis, dimana opioid akan memperparah
pendarahan dalam tubuh dan memperlama serta membiarkan parasit (dalam hal ini
amoeba) untuk tumbuh dan bereplikasi. Keempat, efek samping dari morfin yang cukup
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
11/14
banyak misalnya, terjadi efek penekanan saluran pernafasan, miosis, euphoria,
psikotomimetik akibat stimulasi reseptor tertentu.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Goodman, Louis S. and Alfred Gilman. 2006. The Pharmacological Basis of
Therapeutics, Eleventh Edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. (p. 561-
562, 989-993)
Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika
(hlm. 464465)
Jawaban Pertanyaan/Diskusi
Efek Garam terhadap Retensi Air di Saluran Pencernaan1. Dapatkah larutan NaCl hipertonik digunakan sebagai katartik? Jelaskan jawaban
Saudara.
Jawab :
Larutan NaCl hipertonik tidak dapat digunakan sebagai katartik karena NaCl
merupakan garam yang mudah diabsorpsi sehingga tidak terjadi peningkatan
volume isi usus. Jika digunakan NaCl hipertonik, larutan tersebut akan mudahdiserap oleh usus ke dalam cairan intertisial dan digunakan oleh jaringan sehingga
tidak terjadi retensi cairan.
Garam yang dapat berfungsi sebagai katartik adalah garam-garam yang sukar
diabsorpsi yang akan mengakibatkan retensi cairan/air dalam jumlah besar di dalam
usus tersebut melalui efek osmotik sehingga terjadi peningkatan volume usus yang
menjadi stimulus mekanik yang meningkatkan aktivitas motorik dari usus yang
mendorong dengan cepat isinya ke dalam usus besar. Absorpsi air pun terhambat di
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
12/14
usus besar dan dalam waktu singkat terjadi pengeluaran isi usus dalam bentuk feses
yang cair.
2. Bila dalam percobaan ini digunakan Oleum Ricini apakah akan terjadi hal yangsama seperti larutan MgSO4 hipertonik?
Jawab :
Oleum ricini dan MgSO4 sama-sama merupakan laksansia, tetapi mekanisme
kerjanya berbeda. MgSO4 hipertonik merupakan laksansia osmotik yang bekerja
dengan menarik air dari luar usus melalui dinding ke dalam usus melalui proses
osmosis. Feses menjadi lunak dan volumenya membesar sehingga memberi
rangsang mekanis pada dinding usus dan peristaltiknya diperkuat sehingga
mempermudah pengeluaran isi usus. Oleum Ricini merupakan laksansia
kontak/stimulan yang bekerja dengan merangsang secara langsung otot polos pada
dinding usus dengan mengiritasi atau menstimulasi pleksus saraf dengan akibat
peningkatan peristaltik dan pengeluaran isi usus dengan cepat. Metabolit aktif dari
Oleum Ricini adalah asam risinolat. Kerjanya sebagai antiresorptif dan
hidragogum. Efek antiresorptif bekerja dengan cara menghambat absorpsi ion
natrium dan air dengan memblok ATPase yang tergantung pada ion kalium-
natrium. Pada saat yang sama, dengan kekuatan yang berbeda senyawa tipe ini
mendorong masuknya elektrolit dan air ke lumen (efek hidragogum), yaitu dengan
jalan meningkatkan permeabilitas pada tight junction.
3. Jika efikasi katartika garam ditentukan oleh tekanan osmotik fraksi katartika garamyang tidak terabsorpsi pada lumen usus, terangkan secara garis besar bagaimana
dapat diperkirakan efikasi-relatif antara berbagai katartika garam.Jawab :
Jika katartika garam yang digunakan konsentrasinya semakin tinggi (hipertonis)
maka fraksi yang tidak diabsorpsi meningkat dan tekanan osmotiknya pun semakin
besar. Hal ini menyebabkan peningkatan volume usus lebih besar pada pemberian
katartika garam yang lebih hipertonis. Gerakan peristaltik pun meningkat lebih
cepat dan kuat sehingga pengeluaran isi di dalam usus meningkat. Absorpsi air di
usus besar pun semakin terhambat sehingga feses yang dihasilkan menjadi lebih
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
13/14
cair. Jadi, garam-garam yang sukar terabsorpsi pada lumen usus akan memiliki
efikasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan garam-garam yang mudah
terabsorpsi pada lumen usus. Meskipun efek yang ditimbulkan lebih cepat,
penggunaan katartika dalam jumlah berlebihan justru dapat menyebabkan diare
karena tubuh banyak kehilangan cairan tubuh (hipokalemia).
Selain itu, untuk menentukan efikasi-relatif antara berbagai katartika garam, dapat
dilihat dari perbandingan tonisitasnya dengan isotonisitas tubuh (3,3% untuk
MgSO4 dan 4,2% untuk Na2SO4.10H2O) sehingga dapat dikatakan relatif
memberikan efek jika fraksi katartika garam yang tidak diabsorpsi lebih tinggi dari
isotonis.
Efek Morfin terhadap Saluran Cerna1. Jika seseorang menderita diare dan kepadanya diberikan morfin apakah dengan
demikian penyakitnya telah disembuhkan? Jelaskan jawaban Saudara.
Jawab :
Tidak semua diare bisa disembuhkan dengan morfin karena apabila diare
disebabkan infeksi bakteri maka morfin tidak dapat digunakan. Pemberian
morfin pada usus besar menyebabkan berkurangnya gerakan peristaltik dan
spasmus meningkat. Penundaan waktu lewatnya kandungan isi feses
menyebabkan pengeringan feses yang akan memperlambat kelajuannya
melewati kolon. Amplitudo kontraksi diam tipe ritmik dan segmental meningkat
sedangkan gerakan mendorong atau peristaltik berkurang. Ritme kerja sfingter
anal meningkat dan refleks relaksasi yang berhubungan dengan aktivitas
pengeluaran pada rektal berkurang. Hal ini akan mengakibatkan konstipasi.
Morfin dapat mengurangi diare tetapi di lain pihak juga dapat menyebabkankonstipasi. Selain itu, karena morfin dapat menyebabkan ketergantungan, maka
morfin bukan terapi utama pada penderita diare dan harga morfin juga relatif
cukup mahal.
2. Selain efek diatas, efek farmakologi apa lagi yang diperlihatkan morfin ?Jawab :
8/3/2019 Efek Obat Terhadap Saluran Cerna
14/14
Selain menjadi obat anti diare, morfin dapat diindikasikan untuk analgesik,
edema paru akut, batuk, dan untuk penggunaan dalam enestesi.
Morfin dapat efektif meningkatkan ambang nyeri dengan cara menghambat
penghantaran informasi dari sumsum tulang belakang dan batang otak sehingga
menurunkan aktivitas tanduk dorsal untuk merelay neuron. Neuron relay pada
tanduk dorsal bekerja menghantarkan informasi nyeri. Hal inilah yang
menghasilkan analgesi pada tubuh.
Mekanisme morfin pada pengobatan edema paru akut belum jelas tetapi
mungkin melibatkan pengurangan persepsi pendeknya napas dan kecemasan
yang berhubungan dengan gejala ini maupun berhubungan dengan pengurangan
preload(pengurangan tonus vena) dan afterload(penurunan tahanan perifer).
Penurunan batuk dapat diperoleh dengan dosis lebih rendah daripada yang
diperlukan untuk analgesi. Pengunaan analgesik opioid sebagai penghilang
batuk dalam beberapa tahun terakhir ini berkurang karena telah dikembangkan
beberapa senyawa sintetik baru yang efektif serta tidak mempunyai efek
analgesik maupun adiksi.
Opioid sering digunakan sebagai obat premedikasi sebelum anestesi dan
pembedahan karena sifat-sifat sedasi, ansiolitik dan analgesiknya. Opioid-opioid
juga digunakan intraoperatif sebagai pembantu obat anestesi lain dan morfin
dalam dosis tinggi yang paling sering digunakn pada pembedahan
kardiovaskular dan operasi lain yang beresiko tinggi dimana tujuan utama adalah
untuk memperkecil depresi kardiovaskular.