Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Available online at: http://journal.uny.ac.id/index.php/pythagoras
PYTHAGORAS: Jurnal Pendidikan Matematika, 13 (2), 2018, 189-202
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
Eksplorasi kemampuan penalaran dan representasi matematis
siswa sekolah menengah pertama
Absorin Absorin 1 *, Sugiman Sugiman 2 1 SMP NU Wanasari Kabupaten Indramayu, Wanasari, Bangodua, Indramayu, 45272, Indonesia
2 Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta.
Jalan Colombo No. 1, Karangmalang, Yogyakarta 55281, Indonesia.
* Corresponding Author. E-mail: [email protected]
Received: 16 September 2018; Revised: 17 October 2018; Accepted: 21 December 2018
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan matematis, yang terdiri atas
kemampuan penalaran dan representasi matematis siswa SMP di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII di Kabupaten Indramayu tahun pelajaran 2016/2017. Sampel
penelitian sebanyak 390 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random
sampling.Pengumpulan data dilakukan melalui teknik Tes. Teknik analisis data menggunakan
statistika deskriptif melalui dua cara, yaitu estimasi titik dan estimasi interval rata-rata untuk
menentukan kategori ketercapaian pada masing-masing kemampuan matematis siswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan matematis siswa SMP di Kabupaten Indramayu berada pada
kategori sedang. Secara lebih spesifik rata-rata skor pada kemampuan penalaran matematis siswa
termasuk dalam kategori sedang. Begitu juga pada rata-rata skor kemampuan representasi matematis
siswa berada pada kategori sedang.
Kata Kunci: kemampuan penalaran matematis, komunikasi matematis, representasi matematis
Exploration ability of mathematical reasoning and representation
of junior high school students
Abstract
This study aimed to describe the mathematical ability, which consists of the ability of
mathematical reasoning and representation in junior high school students in Indramayu, West Java
Province, Indonesia. This research was using survey method with quantitative approach. The
population in this study were all grade VIII students in both state and private junior high schools in
Indramayu district in academic year of 2016/2017 and 390 students selected as sample research. The
sampling technique was stratified random sampling. Data collected using test technique. Technique
data analysis used descriptive statistics through two ways, namely estimation point and the average of
interval estimation to determine the category of achievement in each of the students' mathematical
abilities. The result showed that the mathematical ability of junior high school students in Indramayu
district was in the medium category. More specifically the average score on students' mathematical
reasoning abilities was included in the moderate category. Similarly, the average score of students'
mathematical representation ability was in the medium category.
Keywords: mathematical reasoning, mathematical communication, mathematical representation
How to Cite: Absorin, A., & Sugiman, S. (2018). Eksplorasi kemampuan penalaran dan representasi matematis
siswa sekolah menengah pertama. Pythagoras: Jurnal Pendidikan Matematika, 13(2), 189-202.
doi:https://doi.org/10.21831/pg.v13i2.21249
https://doi.org/10.21831/pg.v13i2.21249
__________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Dunia pendidikan di negara Indonesia
yang semakin berkembang tidak dapat dipisah-
kan dari derasnya pengaruh kemajuan global.
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ber-
kembang sangat cepat, hal tersebut yang
menjadi tantangan untuk dunia pendidikan di
negara Indonesia. Dunia pendidikan di masa
Pythagoras, 13 (2), 2018 - 190
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
yang akan datang mampu mendukung pem-
bangunan, seperti yang dikemukakan Trianto
(2009, p.1) bahwa pendidikan mampu mengem-
bangkan potensi siswa. Kebijakan Pendidikan
Nasional dalam menyongsong pasar global ha-
rus mampu meningkatkan kualitas pendidikan,
secara akademik ataupun non-akademik. De-
ngan demikian upaya yang dapat meningkatkan
kualitas dunia pendidikan di negara kita secara
akademik salah satunya adalah mata pelajaran
matematika.
Peran matematika dalam dunia pendidik-
an sangat penting dan esensial terhadap perkem-
bangan ilmu pengetahuan. Matematika sebagai
dasar seluruh cabang ilmu pengetahuan diguna-
kan sebagai alat yang sangat penting di berbagai
bidang di seluruh dunia. Peran matematika di
atas sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidik-
an dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 58
Tahun 2014 mengenai kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsana-
wiyah (MTs), bahwa mata pelajaran matematika
perlu diberikan kepada semua peserta mulai dari
sekolah dasar, untuk membekali peserta didik
dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, inovatif dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kemampuan-kemam-
puan tersebut dapat dikembangkan dalam
pembelajaran matematika
Terkait dengan matematika Chambers
(2013, p.7) mendefinisikan “mathematics is
objective fact: a study of reason and logic, a
system of rigour, purity and beauty, free from
societal influence, self contained, and inter-
connected structure”. Pendapat tersebut men-
jelaskan bahwa matematika adalah fakta objek,
studi dari penalaran dan logika, sebuah sistem
ketelitian, kemurnian dan keindahan; bebas dari
pengaruh sosial; mandiri; dan struktur yang
saling berkaitan. Senada dengan pendapat di
atas, Van de Walle (2010, p.13) mengemukakan
bahwa matematika merupakan ilmu pengeta-
huan tentang konsep dan proses yang memiliki
pola keteraturan dan urutan yang logis, menger-
jakan matematika merupakan kegiatan mene-
mukan dan mengeksplorasi keteraturan dan urut-
an tersebut, kemudian memberi arti pada keter-
aturan dan urutan tersebut. Berdasarkan penda-
pat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa setiap
siswa harus memiliki kompetensi matematika
sebagai salah satu standar untuk mendapatkan
kemudahan berkecimpung di dunia kerja.
Pembelajaran matematika merupakan il-
mu dasar yang mempunyai fungsi penting bagi
pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan,
sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir
secara rasional. Hal di atas sejalan dengan Per-
mendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang stan-
dar isi yang menjelaskan bahwa pembelajaran
matematika bertujuan agar peserta didik memi-
liki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami
konsep; (2) menggunakan penalaran; (3) meme-
cahkan masalah; (4) mengkomunikasikan gagas-
an; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika. Lebih lanjut, pembelajaran mate-
matika merupakan suatu upaya guna menga-
rahkan aktivitas siswa ke arah aktivitas belajar.
Aktivitas intelektual siswa dalam belajar mate-
matika yang perlu diperhatikan dapat diklasi-
fikasikan sebagai berikut: mengungkapkan,
mentransformasikan, membuktikan, mengapli-
kasikan, menyelesaikan masalah, dan meng-
komunikasikan. Dengan demikian, melalui pro-
ses pembelajaran matematika di sekolah, di-
harapkan dapat mengembangkan kemampuan
siswa dalam berpikir logis, sistematis, kreatif
dan bijaksana dalam memandang dan menye-
lesaikan masalah (Wardhani & Rumiati, 2011,
p.58)
Penilaian keberhasilan pembelajaran ma-
tematika, dan sains suatu negara sangat diper-
lukan dalam rangka sebagai tolak ukur kualitas
pendidikan. Terkait penilaian keberhasilan pen-
didikan berstandar nasional di atas adalah hasil
Ujian Nasional (UN). Permendikbud Nomor 66
Tahun 2013 bahwa UN merupakan kegiatan
pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai
peserta didik dalam rangka menilai pencapaian
kriteria minimal tentang sistem pendidikan yang
termuat dalam Standar Nasional Pendidikan
yang dilaksanakan secara nasional. Berdasarkan
hasil rata-rata UN siswa SMP tahun pelajaran
2015-2016 mengalami penurunan, jika diban-
dingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang
selalu mengalami peningkatan. Begitu pula de-
ngan kondisi hasil rata-rata UN matematika
SMP/MTs di Provinsi Jawa Barat terutama di
Kabupaten Indramayu, yang tidak jauh berbeda
mengalami penurunan dibandingkan dengan
tahun-tahun pelajaran sebelumnya yang selalu
mengalami peningkatan.
Penurunan hasil UN tersebut sudah dira-
sakan sebagai masalah yang cukup serius dalam
pembelajaran matematika di sekolah. Lebih
lanjut, penurunan hasil UN ini disebabkan ka-
rena belum berkembang secara maksimal ke-
mampuan-kemampuan matematis siswa SMP
dalam memahami dan menjawab soal-soal mate-
matika. Dengan demikian peran pemerintah
dengan melakukan perbaikan demi perbaikan
Pythagoras, 12 (2), 2018 - 191
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
kurikulum sekolah sangat tepat yang bertujuan
agar siswa memiliki kemampuan-kemampuan
matematis. Ringkasan nilai rata-rata UN SMP/
MTs tahun 2015 dan 2016 disajikan Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Rata-Rata UN SMP/MTS di
Tingkat Nasional, dan di Kabupaten Indramayu
2014/ 2015 dan 2015/ 2016
Mata Pelajaran SMP/MTs
Tingkat Nasional
SMP/MTs
Tingkat Kab.
Indramayu
2015 2016 2015 2016
Bahasa Indonesia 71,06 70,75 64,02 64,85
Bahasa Inggris 60,01 57,17 51,29 45,40
Matematika 56,28 50,24 50,09 36,86
IPA 59,88 56,27 53,46 42,28
Berdasarkan data Tabel 1, dapat disimpul-
kan bahwa rata-rata nilai UN SMP/ MTs mata
pelajaran matematika secara keseluruhan di
Indonesia pada tahun 2016 yaitu 50,24 meng-
alami penurunan jika dibandingkan rerata UN
tahun-tahun sebelumnya, serta pada tahun 2016
pula nilai UN matematika masih di bawah rata-
rata nilai UN mata pelajaran lainnya. Kondisi
tersebut tidak jauh berbeda dengan prestasi UN
matematika SMP/MTs di Provinsi Jawa Barat
terutama di Kabupaten Indramayu. Terlihat dari
nilai rerata UN matematika pada tahun 2016
yakni, 36,86 masih lebih rendah lagi jika diban-
dingkan dengan nilai rerata UN matematika
tingkat nasional maupun tingkat Provinsi Jawa
Barat.
Terkait penilaian keberhasilan berstandar
nasional yaitu hasil UN tersebut, ada pula peni-
laian pendidikan berstandar Internasional yakni
The Trends in International Mathematichs and
Science Study (TIMSS) dan Programme for
International Student Assessment (PISA). Data
dari hasil TIMSS dan PISA siswa Indonesia ada-
lah salah satu alasan yang melatarbelakangi per-
baikan Kurikulum 2013. Lebih lanjut disebab-
kan karena siswa perwakilan dari negara
Indonesia masih sering mengalami kesulitan
menjawab materi ujian matematika berstandar
Internasional tersebut yang berisi soal-soal non
rutin. Ringkasan rata-rata persentase menjawab
benar soal TIMSS 2011 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Persentase Menjawab Benar
Soal TIMSS 2011
Negara Knowing Applying Reasoning
Indonesia 31 (0,7) 23 (0,6) 17 (0,4)
Rata-rata
International 49 (0,1) 39 (0,1) 30 (0,1)
(Mullis, Martin, Foy, & Arora, 2012, p.462)
Tabel 2 menunjukkan kemampuan rata-
rata siswa dari negara Indonesia pada tiap do-
main masih jauh di bawah rata-rata Internatio-
nal. Rata-rata persentase yang paling rendah
adalah pada domain kognitif level penalaran
(reasoning) yaitu 17% dengan simpangan baku
0,4 yang menjawab secara benar dari rata-rata
international sebanyak 30%. Lebih lanjut, hasil
PISA untuk kelas VIII juga menunjukkan bahwa
literasi matematika di Indonesia masih rendah.
Literasi matematika di sini didefinisikan sebagai
kapasitas siswa untuk menganalisis, menalar,
dan mengkomuni-kasikan matematika.
Data hasil PISA periode 2012 menempat-
kan Indonesia pada peringkat 64 dari 65 negara.
Lebih lanjut, data hasil PISA terakhir yaitu
tahun 2015 Indonesia berada pada peringkat 66
dari 72 negara peserta. Rata-rata nilai PISA
Indonesia adalah 375 masih di bawah rata-rata
internasional yaitu 494. Terkait hasil data dari
TIMSS dan PISA di atas bertolakbelakang de-
ngan pencapaian hasil siswa Indonesia dalam
beberapa event matematika berskala Internasio-
nal lainnya, seperti International Mathematics
Olimpiade (IMO). Lebih lanjut, dalam olim-
piade matematika dunia Internasional seperti
IMO tersebut, siswa Indonesia mulai jenjang Se-
kolah Dasar sampai Sekolah Menengah, mem-
peroleh pencapaian hasil yang bagus dan mem-
banggakan dengan menjuarai ajang bergengsi
adu keterampilan menyelesaikan soal-soal mate-
matika di olimpiade International matematika
seperti IMO tersebut.
Sebagai bukti pada IMO tahun 2013 di
Colombia tim olimpiade matematika lndonesia
meraih 1 medali emas, 1 medali perak, dan 4
medali perunggu. Pada IMO 2013 tersebut tim
olimpiade Indonesia menempati peringkat 19
dari 97 negara peserta. Kemudian pada IMO
tahun 2014 tim olimpiade matematika Indonesia
menempati peringkat 29 dari 101 negara peserta
dengan memperoleh 2 medali perak, 3 medali
perunggu, dan 1 penghargaan honorable men-
tion (Dolinar, 2014, p.1). Lebih lanjut, pada
IMO tahun 2015 tim olimpiade Indonesia men-
dapatkan peringkat 29 dari 104 negara peserta.
Padahal dalam PISA dan TIMSS banyaknya
negara peserta hanya sedikit, sedangkan event-
event olimpiade matematika berstandar Interna-
tional bergengsi lainnya seperti pada IMO jum-
lah negara peserta jauh lebih banyak. Berdasar-
kan uraian tersebut, muncul pertanyaan bagai-
mana kemampuan matematis siswa-siswa Indo-
nesia yang sebenarnya, khususnya siswa-siswa
di Kabupaten Indramayu dalam menjawab soal-
Pythagoras, 13 (2), 2018 - 192
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
soal setara PISA dan TIMSS. Lebih lanjut,
kemampuan matematis tersebut mencakup ke-
mampuan penalaran dan representasi matematis
siswa di Kabupaten Indramayu.
Prestasi matematika dalam PlSA dan
TlMSS secara nasional sudah diketahui, akan
tetapi belum terdapat pemetaan kemampuan ma-
tematis siswa SMP untuk masing-masing wila-
yah atau provinsi di Indonesia. Pemilihan Kabu-
paten Indramayu sebagai tempat penelitian, di-
karenakan belum ada penelitian yang serupa
yang menggali lebih dalam tentang kemampuan
matematis siswa yang mencakup kemampuan
penalaran dan representasi matematis siswa
SMP di Kabupaten Indramayu. Lebih lanjut, ke-
mampuan penalaran dan representasi matematis
dipilih sebagai variabel penelitian, karena kedua
kemampuan matematis siswa tersebut ada dalam
pengukuran atau penilaian pendidikan berstan-
dar international seperti PISA dan TIMSS.
Kedua kemampuan matematis siswa di atas juga
termasuk dalam lima standar proses pada pem-
belajaran matematika menurut Nasional Council
of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000, p.7),
yaitu: problem solving (pemecahan masalah),
reasoning and proof (penalaran dan bukti),
communication (komunikasi), connection (hu-
bungan), dan representation (penyajian).
Pemilihan sampel siswa kelas VIII SMP
untuk menyelesaikan soal-soal tes yang mengu-
kur kemampuan matematis yang mencakup ke-
mampuan penalaran dan representasi matematis
siswa menyesuaikan dari penilaian TIMSS. Ber-
kaitan dengan hal tersebut, Piaget (Slavin, 2006,
p.39) siswa usia lebih dari 11 tahun sudah
berada pada tahap peralihan dari operasi konkrit
ke operasi formal yang mencakup berpikir sim-
bolik, abstrak, dan logis sehingga sesuai dengan
karakteristik soal PlSA dan TIMSS yang men-
cakup soal level pengetahuan hingga penalaran
serta penggunaan konteks dalam soal PlSA.
Selain itu juga UN mulai tahun pelajaran 2015/
2016 sampai UN tahun 2016/2017 sudah me-
muat soal-soal setara PlSA. Sehingga pengem-
bangan soal model PISA yang mengukur ke-
mampuan siswa untuk menganalisis, menalar,
dan merepresentasikan masalah matematika di-
perlukan dalam dunia pendidikan.
Kurikulum yang ada di Indonesia khusus-
nya dalam belajar matematika, mengharuskan
setiap siswa mampu mengembangkan kemam-
puan bernalar yang tercermin melalui kemam-
puan berpikir logis, kritis, sistematis, dan memi-
liki sifat objektif, jujur serta disiplin dalam
pemecahan suatu masalah matematika. Kemam-
puan penalaran matematis merupakan salah satu
dari lima kemampuan yang penting diperlukan
dan dikembangkan dalam pembelajaran mate-
matika. Hal di atas sejalan dengan pendapat
Brodie (2010, p.11) menyatakan “reasoning is a
key element of mathematics and thus is central
to learning mathematics in school”. Pendapat di
atas berarti bahwa penalaran matematis meru-
pakan elemen kunci dari matematika dan seba-
gai pusat pembelajaran matematika di sekolah.
Hal senada juga dijelaskan NCTM (2000, p.262)
yang mengungkapkan bahwa penalaran meru-
pakan bagian yang tak terpisahkan dari mate-
matika. Siswa pada tingkat sekolah menengah
harus berpandangan bahwa matematika itu meli-
batkan kegiatan memeriksa pola dan kete-
raturan, membuat dugaan tentang kemungkinan
generalisasi dan mengevaluasi dugaan, mem-
bangun dan membuat argumen matematis. Pe-
ngalaman belajar siswa akan membantu dalam
meningkatkan kemampuannya dalam mengana-
lisis masalah-masalah matematika. Hal ini ber-
arti bahwa pada siswa sekolah menengah, harus-
nya memiliki kemampuan penalaran yang baik
dalam mempelajari matematika.
Kemampuan penalaran merupakan salah
satu cabang dari matematika yang melibatkan
logika, karena materi matematika dan penalaran
matematis merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, yakni materi matematika dipahami
melalui penalaran dan penalaran dipahami dan
dilatihkan melalui belajar matematika. Hal di
atas seperti yang diungkapkan Maarif (2016,
p.115) menjelaskan bahwa “reasoning and ma-
thematics are two aspects that cannot be
separated as understood through mathematical
reasoning”. Kutipan di atas mempunyai maksud
bahwa penalaran dan matematika adalah dua
aspek yang tidak dapat dipisahkan karena me-
lalui penalaran matematika dapat dipahami.
Terkait dengan pengertian kemampuan
penalaran matematis Clements dan Sarama
(2009, p.203) menyatakan “logic (reasoning) is
a branch of mathematics, and thinking involves
logic at some point”. Maksudnya bahwa
kemampuan penalaran adalah cabang ilmu mate-
matika melalui proses cara berpikir yang meli-
batkan logika dari suatu kesimpulan. Hal ter-
sebut sesuai dengan pendapat Moshman (2015,
p.22) menyatakan bahwa “reasoning is thinking
aimed at reaching true or justifiable conclu-
sions”. Pendapat tersebut berarti bahwa pena-
laran merupakan proses berpikir yang bertujuan
untuk mencapai kebenaran atau kesimpulan
yang benar.
Pythagoras, 12 (2), 2018 - 193
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
Lebih lanjut, Kurtz, et al (Goldstein,
2011, p.360) memberikan definisi yang lebih
lengkap yaitu “reasoning is the cognitive pro-
cesses by which people start with information
and come to conclusions that go beyond that
information”. Hal tersebut bermakna penalaran
adalah proses kognitif seseorang yang memu-
lainya dengan informasi menuju pada penarikan
suatu kesimpulan atas informasi tersebut. Ber-
dasarkan penjelasan para ahli terkait penalaran
matematis, disimpulkan bahwa kemampuan pe-
nalaran matematis adalah kemampuan siswa
untuk dapat menyelesaikan permasalahan mate-
matika secara logis dalam menemukan pola,
menggeneralisasi dari pola, merumuskan dugaan
serta melakukan penarikan kesimpulan yang
logis dari suatu pernyataan. Dengan demikian,
dapat diketahui bahwa kemampuan penalaran
matematis tidak terlepas dari pengetahuan siswa
yang telah dimiliki sebelumnya untuk kemudian
digunakan dalam membantu menemukan suatu
pengetahuan yang baru.
Lebih lanjut Brodie (2010, p.11) me-
ngungkapkan bahwa intuisi, kreativitas, imaji-
nasi, penjelasan dan komunikasi mempunyai pe-
ranan penting dalam penalaran matematis. Se-
jalan dengan pendapat tersebut Schwanke (2008,
p.1) “by using a reasoning and proof journal,
students are able to demonstrate their under-
standing of mathematical concepts in words and
numbers. Each student has the opportunity to
explore and develop a conceptual understanding
for each math objective”. Maksud kutipan di
atas adalah dengan menggunakan penalaran dan
pembuktian karya ilmiah, siswa dapat menun-
jukkan pemahaman mereka tentang konsep-kon-
sep matematika dalam kata dan angka. Kemam-
puan penalaran dapat menjadi keterampilan
dasar yang diperlukan untuk memahami konsep
dan mengkonstruksi pengetahuan matematika.
Setiap siswa memiliki kesempatan untuk meng-
eksplorasi dan mengembangkan pemahaman
konseptual untuk setiap tujuan matematika.
Kemampuan penalaran yang dimiliki oleh siswa
pada saat menyelesaikan permasalahan mate-
matika dapat menjadi salah satu sarana siswa
untuk dapat melatih dengan baik kemampuan
bernalarnya. Seperti yang diungkapkan oleh
Bieda, Ji, Drweneke, Picard (2013, pp.1-2), bah-
wa setiap praktek-praktek memerlukan pena-
laran matematika, yang merupakan proses me-
munculkan rasa dan memahami ide-ide mate-
matika dan konsep yang melekat pada prosedur.
Siswa menggunakan penalaran ketika mereka
terlibat dalam argumentasi matematika, sebuah
proses yang melibatkan membuat dan mem-
benarkan pernyataan matematika. Hakekatnya
dalam pembelajaran matematika di sekolah,
idealnya seorang siswa harus mampu bernalar
secara logis, kritis terlebih dahulu serta kemu-
dian harus mampu pula mengembangkan akti-
vitas kreatif kemampuan matematis lainnya
dalam memecahkan suatu masalah matematika
dan juga mampu mengekpresikan ide-idenya
dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Selain kemampuan penalaran yang harus
dikembangkan oleh setiap siswa dalam pembe-
lajaran matematika. Kemampuan yang tak kalah
penting lainnya yang harus dimiliki setiap siswa
dalam mempelajari matematika adalah kemam-
puan representasi matematis, sesuai lima standar
proses pada pembelajaran matematika menurut
NCTM. Kemampuan Berkaitan dengan penting-
nya siswa memiliki kemampuan representasi
matematis, Vergnaud (English, 2002, p.207)
menyatakan bahwa representasi merupakan ele-
men penting dalam teori belajar dan mengajar
matematika, bukan hanya karena penggunaan
sistem simbol, sintaks dan semantik yang kaya,
bervariasi, dan umum, tetapi ada dua alasan
yang kuat, yaitu (1) matematika memerankan
bagian esensial dalam membentuk konsep dunia
nyata dan (2) matematika menjadikan peng-
gunaan homomorpisme yang luas dalam me-
reduksi struktur ke struktur lainnya yang esen-
sial. Sejalan dengan pernyataan tersebut, NCTM
(2000, p.67) juga menyatakan bahwa represen-
tasi harus diperlakukan sebagai elemen penting
dalam mendukung pemahaman siswa tentang
konsep-konsep matematika dan hubungannya,
dalam pendekatan berkomunikasi matematika,
argumen, dan pemahaman untuk diri sendiri dan
lainnya, dalam mengenali hubungan antara kon-
sep-konsep matematika yang terkait, dan dalam
menerapkan matematika untuk situasi masalah
yang realistis melalui pemodelan. Dengan demi-
kian seorang siswa dalam merepresentasikan
masalah perlu memiliki keterampilan mengarti-
kulasikan masalah yang sama ke dalam bentuk
berbeda dengan menafsirkan dan meng-
hubungkan sesuai dengan pengetahun yang
dimilikinya
Terkait pengertian kemampuan represen-
tasi matematis Beetlestone (Farhan & Retna-
wati, 2014, p.229), menjelaskan bahwa repre-
sentasi matematis merupakan kreativitas yang
melibatkan pengungkapan atau pengekspresian
gagasan dan perasaan serta penggunaan bebagai
macam cara untuk melakukannya. Selanjutnya
Sabirin (2014, p.33), mengemukakan bahwa
Pythagoras, 13 (2), 2018 - 194
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
representasi adalah bentuk interpretasi pemi-
kiran siswa terhadap suatu masalah, yang digu-
nakan sebagai alat bantu untuk menemukan
solusi dari masalah tersebut. Berkaitan dengan
pengertian representasi menurut Hwang, Chen,
Dung, dan Yang (2007, p.192) mengemukakan
bahwa dalam ilmu psikologi, representasi berarti
permodelan hal-hal konkret dalam dunia nyata
ke dalam konsep atau simbol abstrak.
Lebih lanjut, Goldin (Salkind, 2007, p.2)
menyatakan bahwa representasi adalah sebuah
konfigurasi atau wujud yang dapat menyajikan
sesuatu yang lain dalam beberapa cara. Ber-
dasarkan pendapat para ahli, disimpulkan bahwa
kemampuan representasi matematis ialah ke-
mampuan siswa untuk memodelkan hal-hal yang
konkret dalam dunia nyata ke dalam konsep atau
simbol abstrak sehingga dapat menggambarkan
atau melambangkan suatu cara dalam mencari
solusi dari masalah yang sedang dihadapinya.
Kemudian untuk lndikator dari representasi
matematis yakni, dapat menerjemahkan masalah
matematika kedalam bentuk representasi (1)
gambar; (2) simbol aritmetika; dan (3) tabel.
Kemampuan representasi matematis sa-
ngat membantu siswa membangun persamaan
matematika yang benar dalam memecahkan ma-
salah matematika. Hal lain mengenai represen-
tasi matematis dikemukakan Kalathil dan Sherin
(2000, p.27), menyatakan bahwa representasi
dapat dianggap sebagai eksternalisasi model
mental siswa yang dapat dimanipulasi, dan
digunakan sebagai informasi bersama. Lebih
lanjut, Dufresne, Gerace dan Leonard (2004,
p.2) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
ketika membaca dan menganalisis masalah,
salah satu bentuk representasi masalah yakni
dengan menafsirkan dan menghubungkan
dengan pengetahuan yang dimilikinya. Penge-
tahuan yang digunakan untuk merepresentasikan
suatu masalah sangat bervarisi, yang dapat men-
cakup pengetahuan tentang konsep dan prinsip-
prinsip, persamaan, prosedur dan masalah-masa-
lah yang terkait. Kemampuan representasi mate-
matis yang dimunculkan oleh siswa merupakan
ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau
ide-ide matematika yang ditampilkan siswa da-
lam upayanya untuk mencari suatu solusi dari
masalah yang sedang dihadapinya. Hwang, et al
(2007, p.191) dalam penelitiannya mengemu-
kakan bahwa bahwa memecahkan masalah apli-
kasi matematika, siswa perlu mengamati dan
mencari tahu pola atau aturan khusus dalam
masalah. Pendapat tersebut artinya siswa perlu
merumuskan masalah aplikasi nyata ke dalam
masalah matematika abstrak. Kemudian dalam
proses perumusan, siswa harus memiliki bebe-
rapa keterampilan representasi untuk mengar-
tikulasikan masalah yang sama dalam bentuk
yang berbeda. Selanjutnya NCTM (2000, p.68)
menyatakan bahwa representasi dapat mem-
bantu siswa dalam mengatur pikiran mereka.
Siswa yang menggunakan representasi dapat
membantu menjadikan ide-ide matematika lebih
konkrit dan tersedia untuk refleksi.
Selain itu, Kennedy, Tipps, dan Johnson
(2008, p.50), tahap pertama dari representasi
adalah enaktif yang menunjukkan peran benda
fisik dalam belajar. Tahap kedua adalah ikonik
yang mengacu pada grafik dan gambar. Tahap
ketiga adalah simbolik yang menggunakan kata-
kata, angka-angka, dan simbol lain untuk mewa-
kili ide, benda, dan aksi. Goldin (2001, p.1-2)
menyatakan bahwa sistem representasi penting
untuk matematika dan pembelajaran yang memi-
liki struktur, sehingga representasi yang berbeda
dalam sebuah sistem yang kaya terkait satu sama
lain. Sejalan dengan pendapat di atas, Caprioara
(2014, p.1860) mengungkapkan bahwa dalam
matematika sebuah situasi masalah merupakan
situasi belajar dimana guru membayangkan un-
tuk menciptakan ruang untuk refleksi dan ana-
lisis sekitar masalah atau pertanyaan untuk
dipecahkan. Situasi ini harus memungkinkan
siswa untuk meningkatkan pengetahuan, melalui
representasi baru. Hal senada dikemukakan
Dauglaa (Brumbaugh, Moch & Wilkinson,
2005, p.229) yang menyatakan bahwa istilah
representasi menganggap antara proses dan ha-
sil, dengan kata lain mengarah pada tindakan
menyerap konsep atau hubungan matematis
dalam beberapa bentuk dan pembentukan diri-
nya sendiri.
Lebih lanjut NCTM (2000, p.67), mene-
tapkan pogram representasi pembelajaran dari
pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus
memungkinkan siswa untuk: (1) Menciptakan
dan menggunakan representasi untuk mengor-
ganisir, mencatat, dan mengomunikasikan ide-
ide matematis; (2) Memilih, menerapkan, dan
menerjemahkan representasi matematis unituk
memecahkan masalah; (3) Menggunakan repre-
sentasi untuk memodelkan dan menginterpre-
tasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena
matematis. Selain itu, menurut Goldin dan
Kaput (1996, p.399) representasi di bagi men-
jadi dua bagian yaitu representasi eksternal dan
representasi internal. Representasi eksternal ada-
lah suatu pengungkapan ide matematika meng-
gunakan simbol dan gambar yang tertulis dan
Pythagoras, 12 (2), 2018 - 195
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
bahasa verbal, sedangkan representasi internal
disebut juga sebagai representasi mental antara
lain: simbol personal siswa (student personal
symbols), bahasa alami siswa (student natural
language), gambar visual (visual imagery),
representasi spasial (spatial representation), dan
strategi penyelesaian masalah dan heuristik
penyelesaian masalah (problem solving
strategies and heuristik).
Goldin dan Shteingold (Panasuk, 2010,
p.237) menyatakan bahwa pertama dan paling
utama dalam representasi adalah representasi
sistem eksternal dan representasi sistem internal
dan interaksi diantaranya adalah penting untuk
belajar dan mengajar matematika. Representasi
sistem eksternal meliputi representasi konven-
sional yang biasanya berupa simbol, sedangkan
representasi sistem internal diciptakan didalam
pikiran seseorang dan digunakan untuk menun-
jukkan makna matematis. Sistem numerasi, per-
samaan matematika, ungkapan aljabar, grafik,
gambar geometri, dan garis bilangan merupakan
contoh dari representasi eksternal. Representasi
eksternal juga meliputi bahasa yang ditulis dan
diucapkan, contoh dari representasi internal me-
liputi sistem notasi perseorangan, bahasa asli,
perumpamaan visual, dan strategi pemecahan
masalah (Salkind, 2007, p.4).
Lesh, Post, dan Behr (Hwang, et al, 2007,
p.192) membagi representasi yang digunakan
dalam pendidikan matematika kedalam lima
jenis, meliputi representasi objek dunia nyata,
representasi konkret, representasi simbol aritma-
tika, representasi bahasa lisan atau verbal dan
representasi gambar atau grafik. Cai, Jakabcsin,
& Lane (1996, p.244) menyatakan bahwa ragam
representasi yang sering digunakan dalam
mengkomunikasikan matematika antara lain:
tabel, grafik, gambar, pernyataan matematika,
teka tertulis, atau kombinasi dari semuanya.
Berdasarkan kedua kemampuan matema-
tis, yakni kemampuan penalaran dan represen-
tasi matematis merupakan kemampuan yang ha-
rus dimiliki siswa dalam pembelajaran matema-
tika di sekolah, dimana kedua kemampuan mate-
matis tersebut saling terikat satu sama lain
dalam menyelesaikan sosl-soal matematika, se-
perti yang dikemukakan NCTM (2000, p.67),
bahwa kemampuan matematis yang dituntut
pada pembelajaran matematika adalah kemam-
puan penyelesaian masalah, kemampuan pena-
laran, dan kemampuan untuk merepresentasikan
ide matematis. Lebih lanjut, seorang siswa
dengan kemampuan penalarannya dapat mem-
bantu siswa lain untuk membangun suatu kon-
sep pemahaman baru, dengan cara mengkomu-
nikasikan atau mengekspresikan ide-ide/ gagas-
an baik secara lisan maupun tulisan dan juga
merepresentasikannya kedalam bentuk gambar,
grafik, simbol aritmetika, tabel dan lain seba-
gainya dalam rangka menyelesaikan berbagai
permasalahan, khususnya pada saat menyelesai-
kan masalah matematika.
Proses pembelajaran matematika siswa
dalam bernalar, dan berkomunikasi matematis
akan digunakan representasi-representasi dalam
menggambarkan ide-ide matematika yang di-
sampaikan. Oleh karena itu dalam kemampuan
bernalar, berkomunikasi matematis terdapat ke-
mampuan representasi matematis didalamnya.
Suatu masalah yang rumit akan menjadi seder-
hana jika menggunakan kemampuan matematis
yang tepat sesuai dengan permasalahan tersebut.
Kemampuan penalaran dan representasi mate-
matis yang dimunculkan siswa dalam menye-
lesaikan soal-soal matematika, merupakan ung-
kapan-ungkapan dari ide-ide atau gagasan-
gagasan matematis yang dimunculkan siswa
dalam upaya untuk mencari suatu solusi dari
masalah yang sedang dihadapinya.
Kurikulum yang ada di Indonesia khusus-
nya dalam belajar matematika, mengharuskan
setiap siswa mampu memperoleh kemampuan
matematis diantaranya kemampuan bernalar dan
merepresentasikannya dengan baik, yang tercer-
min melalui kemampuan berpikir logis, kritis,
sistematis dan memiliki sifat objektif, jujur serta
disiplin dalam pemecahan suatu masalah mate-
matika. Berbagai kemampuan matematis dan
keterampilan siswa dalam pembelajaran mate-
matika, pada setiap satuan pendidikan diharap-
kan mampu membekali siswa dalam mengha-
dapi berbagai permasalahan matematika dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan di bidang lain. Pem-
belajaran matematika di sekolah bertujuan
mengembangkan potensi siswa agar mampu
memahami matematika dengan benar. Dengan
demikian berarti kedua kemampuan matematis
tersebut wajib dimiliki siswa dan dilatih secara
terus menerus, dengan harapan siswa lebih aktif
dan kreatif menyelesaikan permasalahan mate-
matika dengan baik dan benar, serta dapat
meningkatkan keberhasilan penilaian pendidikan
di kanca nasional melalui UN maupun
International seperti PISA dan TIMSS.
Berdasarkan latar belakang masalah beri-
kut kajian teori yang telah dikemukakan sebe-
lumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kemampuan matematis, yang
Pythagoras, 13 (2), 2018 - 196
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
terdiri atas kemampuan penalaran dan represen-
tasi matematis siswa SMP di Kabupaten Indra-
mayu, Jawa Barat. Dengan adanya penelitian ini,
hasilnya diharapkan dapat dijadikan masukan
bagi pemangku kebijakan untuk perbaikan kua-
litas pendidikan di Kabupaten Indramayu khu-
susnya, dan Indonesia umumnya.
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian de-
ngan menggunakan metode survei dengan pen-
dekatan kuantitatif. Tempat penelitian ini dilak-
sanakan di seluruh SMP baik negeri maupun
swasta di Kabupaten Indramayu yang telah
ditetapkan sebagai sampel. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas VIII SMP di Kabupaten
Indramayu. Sementara itu, teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah stratified random
sampling (teknik sampling bertingkat).
Teknik pengumpulan data yang diguna-
kan dalam penelitian ini adalah tes. Pengum-
pulan data tes dilakukan dengan cara memberi-
kan soal tes matematika yang mengukur ke-
mampuan matematis yang mencakup kemam-
puan penalaran dan representasi matematis ke-
pada siswa secara tertulis. Siswa diminta untuk
menjawab soal beserta langkah penyelesaian
masalah. Setelah itu, lembar jawab siswa dikum-
pulkan dan direkap. Selanjutnya, dilakukan ana-
lisis pada lembar jawab siswa dalam menye-
lesaikan soal tes tersebut serta penilaian lembar
jawab siswa sesuai dengan pedoman penskoran
yang telah ditetapkan.
Soal tes matematika yang mengukur ke-
mampuan matematis siswa diujikan sebanyak 8
soal tes uraian. Soal tes uraian tersebut terdiri
dari 6 butir soal yang berkaitan dengan materi
pokok matematika, yaitu bilangan, aljabar dan
geometri yang dipelajari di kelas VII. Kemudian
terdapat 4 soal materi pokok aljabar dan sta-
tistika yang dipelajari di kelas VIII. Setiap siswa
yang menjadi sampel penelitian mengerjakan 15
item pertanyaan dari 8 soal tes uraian dengan
rincian 9 item pertanyaan yang mengukur ke-
mampuan penalaran matematis, dan 6 item per-
tanyaan yang mengukur kemampuan represen-
tasi matematis.
Data dalam penelitian ini berupa skor
kemampuan matematis siswa SMP di Kabupaten
Indramayu yang mencakup kemampuan pena-
laran dan representasi matematis. Setelah itu,
kategorisasi kemampuan matematis siswa dila-
kukan melalui suatu estimasi atau taksiran untuk
rata-rata populasi. Estimasi yang dilakukan ter-
hadap rata-rata populasi terdiri dari dua jenis
yaitu estimasi titik dan estimasi interval. Es-
timasi titik menggunakan nilai rata-rata sampel
sedangkan estimasi interval menggunkan rumus
t berikut.
Keterangan:
µ : Rata-rata populasi
x : Rata-rata sampel
2/at : Nilai t dengan derajat bebas (n – 1)
n : Ukuran sampel
s : Standar deviasi sampel
(Anderson, Sweeney & Williams, 2010, p. 315).
Tahap selanjutnya adalah memberikan
justifikasi terhadap estimasi titik dan estimasi
interval untuk mengetahui kategori ketercapaian
kemampuan penalaran dan representasi mate-
matis siswa pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategori Skor Kemampuan Matematis
Kategori Interval Skor
Sangat Tinggi 75 < X ≤ 100
Tinggi 58,33 < X ≤ 75
Sedang 41,67 < X ≤ 58,33
Rendah 25 < X ≤ 41,67
Sangat Rendah 0 < X ≤ 25
(Ebel & Frisbie, 1991, p.280)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil
Deskripsi data hasil tes kemampuan mate-
matis siswa sampel kelas VIII di 15 SMP di
Kabupaten Indramayu dapat dilihat Tabel 2.
Tabel 2. Estimasi Titik Rata-rata Skor
Kemampuan Matematis
Kemampuan
Matematis
SMP di
Indramayu
Strata Sekolah
Tinggi Sedang Rendah
Penalaran 47,3 52 49,3 40,7
Representasi 57,04 62,72 56,96 51,44
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa
rata-rata kemampuan representasi lebih tinggi
dibandingkan rata-rata kemampuan penalaran
dan komunikasi. Ditinjau dari strata sekolah
sampel yang digunakan, sekolah yang termasuk
dalam kategori strata rendah, rata-rata kemam-
puan matematisnya paling rendah dibandingkan
rata-rata kemampuan matematis sekolah strata
sedang dan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
strata sekolah berpengaruh terhadap kemampuan
matematis siswa yang ditinjau dari kemampuan
penalaran dan representasi.
Pythagoras, 12 (2), 2018 - 197
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
Jika rata-rata pada Tabel 2 dikategorisasi,
maka kategori dari masing-masing kemampuan
matematis disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kategorisasi Kemampuan Matematis
Kemampuan
Matematis
SMP di
Indramayu
Strata Sekolah
Tinggi Sedang Rendah
Penalaran Sedang Sedang Sedang Rendah
Representasi Sedang Tinggi Sedang Sedang
Berdasarkan Tabel 3, secara umum ke-
mampuan matematis siswa berada pada kategori
sedang. Namun jika dilihat dari strata sekolah-
nya, sekolah dengan strata tinggi memiliki
kemampuan representasi pada kategori tinggi.
Deskripsi Kemampuan Penalaran Matematis
Selanjutnya deskripsi kemampuan pena-
laran matematis siswa ditinjau dari indikatornya
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Estimasi Titik Rata-rata Skor
Kemampuan Penalaran Matematis
Indikator Strata Sekolah
Tinggi Sedang Rendah
Menemukan pola pada suatu
gejala matematis 42,5 41,06 34,62
Merumuskan suatu dugaan
matematis 63,3 58,1 49,9
Menarik kesimpulan dari
pernyataan suatu argumen 68,72 66,67 57,44
Membuat generalisasi 25,1 22,5 12,6
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa
capaian tertinggi siswa yaitu pada indikator
menarik kesimpulan dari pernyataan suatu
argumen, baik pada sekolah dengan strata tinggi,
sedang, dan rendah. Adapun indikator yang
dianggap paling sulit oleh siswa yaitu membuat
generalisasi, baik pada sekolah strata tinggi,
sedang, maupun rendah.
Selanjutnya, jika rata-rata pada Tabel 4
dikategorisasi, maka kategori kemampuan pena-
laran matematis siswa ditinjau dari indikatornya
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kategorisasi Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa
Indikator Sekolah
Tinggi
Sekolah
Sedang
Sekolah
Rendah
Menemukan pola pada suatu
gejala matematis
Sedang Rendah Rendah
Merumuskan suatu dugaan
matematis
Tinggi Sedang Sedang
Menarik kesimpulan dari
pernyataan suatu argumen
Tinggi Tinggi Sedang
Membuat generalisasi Rendah Sangat
Rendah
Sangat
Rendah
Mengacu pada Tabel 5, kemampuan pena-
laran matematis siswa sekolah strata rendah
dapat dikategorikan masih rendah, bahkan dari
keempat indikator penalaran, tak satupun capai-
an sekolah strata rendah yang berada pada
kategori tinggi.
Deskripsi Kemampuan Representasi Matematis
Deskripsi kemampuan representasi mate-
matis siswa ditinjau dari indikatornya disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Estimasi Titik Rata-rata Skor
Kemampuan Representasi Matematis
Indikator Strata Sekolah
Tinggi Sedang Rendah
Representasi Gambar 49,62 45,48 40,48
Representasi Simbol
Aritmetika 72,02 65,48 58,08
Representasi Tabel. 66,54 59,9 55,77
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa indikator
representasi gambar merupakan indikator de-
ngan rata-rata pencapaian terendah, baik pada
sekolah dengan strata tinggi, sedang maupun
rendah. Namun jika dibandingkan rata-rata anta-
ra strata, sekolah dengan strata tinggi memper-
oleh rata-rata paling tinggi untuk ketiga indika-
tor kemampuan representasi, disusul kemudian
sekolah dengan strata sedang.
Berikutnya jika rata-rata pada Tabel 6
dikategorisasi, maka kategori kemampuan repre-
sentasi matematis siswa dapat dilihat Tabel 7.
Tabel 7. Kategorisasi Kemampuan Representasi
Matematis Siswa
Indikator Sekolah
Tinggi
Sekolah
Sedang
Sekolah
Rendah
Representasi Gambar Sedang Sedang Rendah
Representasi Simbol
Aritmetika Tinggi Tinggi Sedang
Representasi Tabel Tinggi Tinggi Sedang
Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa
kategori kemampuan representasi matematis
siswa sekolah strata tinggi dan sedang adalah sa-
ma, namun untuk sekolah dengan strata rendah,
rata-rata untuk ketiga indikator representasi
belum ada yang mencapai kategori tinggi.
Estimasi Interval Penalaran Matematis
Interval kemampuan penalaran matematis
siswa ditinjau dari indikatornya dapat dilihat
pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat
bahwa untuk indikator pertama, kemampuan
tertinggi siswa pada sekolah strata rendah ham-
pir setara dengan kemampuan terendah siswa
pada sekolah strata tinggi. Sedangkan untuk
Pythagoras, 13 (2), 2018 - 198
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
indikator kedua, kemampuan tertinggi siswa
pada sekolah strata rendah tidak lebih baik dari
kemampuan terendah siswa pada sekolah strata
sedang dan tinggi. Hal yang sama juga berlaku
untuk indikator ketiga dan keempat.
Tabel 8. Estimasi Interval Rata-rata Skor
Kemampuan Panalaran Matematis
Indikator Strata Sekolah
Tinggi Sedang Rendah
Menemukan pola pada
suatu gejala matematis 38,19-46,81 36,65-45,46 31,08-38,15
Merumuskan suatu
dugaan matematis 59,41-67,12 54,28-61,87 46,56-53,25
Menarik kesimpulan
dari pernyataan suatu
argumen
65,11-72,32 62,91-70,43 54,13-60,74
Membuat generalisasi 21,26-28,93 19,23-25,77 10,79-14,40
Estimasi Interval Representasi Matematis
Interval kemampuan representasi mate-
matis siswa ditinjau dari indikatornya disajikan
pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat
bahwa untuk indikator pertama, kemampuan ter-
tinggi siswa pada sekolah strata rendah hampir
setara dengan kemampuan terendah siswa pada
sekolah strata sedang, namun masih di bawah
kemampuan terendah siswa pada strata tinggi.
Untuk indikator kedua, kemampuan tertinggi
siswa pada sekolah strata rendah masih di bawah
kemampuan siswa pada sekolah strata sedang
dan tinggi. Namun untuk indikator ketiga, ke-
mampuan tertinggi siswa pada sekolah strata
rendah sudah di atas kemampuan terendah siswa
pada sekolah strata sedang, tetapi masih di ba-
wah kemampuan terendah siswa pada sekolah
strata tinggi.
Tabel 9. Estimasi Interval Rata-rata Skor
Kemampuan Representasi Matematis
Indikator Strata Sekolah
Tinggi Sedang Rendah
Representasi
Gambar 45,54-53,69 42,18-48,78 37,99-42,97
Representasi Simbol
Aritmetika 70,02-74,02 63,29-67,68 55,71-60,44
Representasi Tabel. 62,41-70,66 55,83-63,98 52,34-59,20
Pembahasan
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Hasil analisis rata-rata skor jawaban siswa
yang berasal dari strata sekolah tinggi memiliki
capaian rata-rata skor yang lebih baik, jika di-
bandingkan strata sekolah sedang maupun ren-
dah. Ditinjau dari masing-masing indikator ke-
mampuan penalaran matematis, menunjukkan
bahwa pada indikator menarik kesimpulan dari
pernyataan suatu argumen menempati urutan
terbaik dengan skor rata-rata tertinggi. Kemu-
dian indikator kemampuan siswa membuat ge-
neralisasi merupakan capaian rata-rata skor
terendah siswa. Berikut disajikan contoh soal
kemampuan penalaran matematis siswa.
Gambar 1. Soal Penalaran Matematis
Gambar 1 yakni soal nomor 1.B terkait
dengan indikator kemampuan siswa menemukan
pola pada suatu gejala matematis. Selanjutnya
contoh respon jawaban siswa dalam menjawab
soal pada Gambar 1 disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 merupakan jawaban benar siswa,
yang lengkap dan detail (full credit). Berdasar-
kan jawaban siswa di atas menunjukkan bahwa
siswa mempunyai kemampuan bernalar yang
sangat baik. Dibuktikan dengan jawaban siswa
yang mampu memahami dan menangkap infor-
masi yang diperoleh dari soal, sehingga dapat
menyusun pola perhitungan jumlah tabungan
dengan tepat, rinci, lengkap dan detail.
Gambar 2. Contoh Jawaban Siswa Soal
Penalaran Matematis
Berdasarkan paparan data diskusi peniliti
dengan siswa serta hasil jawaban siswa di atas,
disimpulkan bahwa penalaran siswa dalam me-
nyelesaikan soal kemampuan penalaran mate-
matis nomor 1.B pada setiap tahapan sebagai
berikut:
Memahami Masalah
Pada tahapan ini siswa melakukan pena-
laran: (1). Mengungkapkan bahwa masalah yang
akan diselesaikan dalam menentukan jumlah ta-
bungan ayah pada awal menabung sampai de-
ngan bulan Desember 2016 sudah terbayangkan
dengan menentukan terlebih dahulu pola bunga
Pythagoras, 12 (2), 2018 - 199
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
tunggal setiap bulannya beserta langkah-langkah
penyelesaiannya; (2). Siswa melakukan dugaan
awal mengenai jumlah uang tabungan ayah pada
saat menabung di bulan Desember tahun 2015.
Merencanakan Penyelesaian
Pada tahapan ini, siswa melakukan pena-
laran dengan membayangkan dan mencoba du-
gaan awal mengenai jumlah uang tabungan ayah
pada saat awal menabung dan kemudian me-
nambahkan dengan bunga tunggal setiap bulan-
nya.
Melakukan Rencana Penyelesaian
Pada tahapan ini, siswa melakukan pena-
laran dengan melakukan perhitungan jumlah ta-
bungan ayah pada awal menabung dengan pola
bungan tunggal setiap bulannya berdasarkan
informasi yang sudah diperoleh dari soal.
Memeriksa Kembali
Pada tahapan ini, siswa melakukan pena-
laran dengan memeriksa kembali jawaban yang
sudah dikerjakan tanpa menggunakan catatan
lain (coret-coretan) dan yakin dengan jawaban
yang telah ditemukan. Lebih lanjut, dari hasil
analisis jawaban siswa, persentase siswa men-
jawab benar dari 390 siswa sampel sebanyak
17% atau sekitar 67 siswa SMP di Kabupaten
Indramayu mampu menjawab dengan benar,
dengan pola perhitungan lengkap dan detail (full
credit). Pada soal tersebut banyak siswa yang
berkemampuan matematis tinggi yang berasal
dari strata sekolah tinggi lebih banyak men-
jawab benar (full credit). Jika dibandingkan sis-
wa yang berasal dari strata sekolah sedang mau-
pun renda. Siswa sampel yang menjawab benar
tetapi pola perhitungan yang ditulis pada lembar
jawaban kurang lengkap sebanyak 15% atau 57
siswa. Kemudian untuk jawaban siswa yang
mempunyai sedikit kesalahan atau jawaban sis-
wa sebagian benar sebanyak 17% atau 66 siswa.
Kemudian untuk persentase jawaban salah de-
ngan pola perhitungan jawaban siswa yang salah
pula sebesar 28% atau sebanyak 110 siswa, serta
untuk siswa yang tidak menjawab atau tidak
menuliskan apapun pada lembar jawaban sekitar
23% atau sebanyak 90 siswa masih lemah dalam
bernalar matematis. Hal ini disebabkan karena
siswa belum menguasai materi yang dipelajari
dan belum terbiasa menyelesaikan soal dalam
menemukan pola, sehingga siswa mengalami
kesulitan dalam menggambarkan atau memodel-
kan solusi penyelesaianya.
Gambar 3 merupakan contoh respon
jawaban siswa dalam menyelesaikan soal meng-
ukur kemampuan penalaran matematis untuk
soal nomor 8.B.
Gambar 33. Contoh Jawaban Siswa Soal
Penalaran Matematis
Jawaban siswa pada Gambar 3, menun-
jukkan bahwa siswa mempunyai kemampuan
bernalar yang sangat baik. Siswa tidak hanya
mampu memahami dan menangkap informasi
yang diperoleh dari soal, tetapi juga siswa
mampu menyatakan ide-ide matematis yang di-
ekspresikan kedalam bentuk gambar. Lebih lan-
jut, peneliti melakukan diskusi dengan siswa
yang bertujuan mengeksplor kemampuan ber-
nalar siswa sedalam-dalamnya yang disesuaikan
dengan kondisi tulisan maupun penjelasan ja-
waban siswa di atas tersebut. Pertama, menurut
siswa yang dilakukannya setelah mendapatkan
informasi dari gambar timbangan 1 sampai 2
yang disajikan pada soal nomor 8.B, membuat
perkiraan spontan berat 1 bola, 1 tabung dan 1
balok. Siswa dengan mencoret-coret pada lem-
bar jawaban yang masih kosong, membuat duga-
an dengan pemisalan jika berat 1 bola adalah x,
1 tabung adalah 3x, karena 1 tabung mempunyai
keseimbangan sempurna dengan 3 bola, dan 1
balok adalah 7x¸karena terdiri dari 2 tabung dan
1 bola sesuai gambar yang disajikan pada soal.
Setelah itu, berdasarkan informasi lanjut-
an dari gambar timbangan 3, siswa melihat pada
gambar timbangan 3, ada 2 balok dan 1 bola.
Lebih lanjut, Siswa melakukan dugaan dengan
pemisalan bahwa berat 2 balok dan 1 bola
adalah (7x + 7x + x) = 15x. Kemudian langkah
berikutnya menurut siswa, membuat analisis
dugaan pada timbangan 3 yang terdiri dari 2 ba-
lok dan 1 bola agar seimbang sempurna. Siswa
menyatakan ide matematisnya dengan mulai
membuat ulang gambar timbangan 3, dan selan-
jutnya membuat kemungkinan-kemungkinan be-
rat 2 balok dan 1 bola, jika di setarakan dengan
berat bola, maka timbangan 3 akan seimbang
Pythagoras, 13 (2), 2018 - 200
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
sempurna dengan berat 15 bola. Kemungkinan
lain berat 2 balok dan 1 bola setara dengan berat
1 balok, 2 tabung dan 2 bola.
Berdasarkan pemaparan siswa kepada
peneliti dalam menjawab soal nomor 8.B yang
mengukur kemampuan penalaran matematis
terkait indikator menyatakan ide matematis dari
gambar yang disajikan, disimpulkan bahwa
kemampuan penalaran matematis siswa dimulai
dari tahapan melakukan penalaran dengan duga-
an awal menarik kesimpulan berat 1 bola, 1 ta-
bung dan 1 balok, kemudian tahapan selanjutnya
siswa membuat perkiraan awal dengan mengait-
kan konsep yang dipahami sebelumnya. Berikut-
nya siswa merencanakan penyelesaian dan mela-
kukan rencana penyelesaian dengan membuat
ekspresi jawaban kedalam bentuk gambar dan
membuat kemungkinan-kemungkinan yang tepat
berat 2 balok dan 1 bola agar seimbang.
Kemampuan Representasi Matematis Siswa
Hasil deskripsi analisis data diketahui
bahwa kategori kemampuan representasi mate-
matis siswa SMP di Kabupaten Indramayu bera-
da pada kriteria sedang. Contoh jawaban dan
respon siswa dalam menjawab soal yang diberi-
kan berdasarkan indikator kemampuan repre-
sentasi matematis siswa disajikan pada Gambar
4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Contoh Jawaban Siswa Soal
Representasi Matematis
Gambar 5. Contoh Jawaban Siswa Soal
Representasi Matematis
Pada Gambar 4 dan 5, terlihat contoh
jawaban siswa yang menunjukkan bahwa siswa
masih lemah dalam kemampuan representasi
matematis dan siswa keliru dalam hal perhitungan
matematika, meskipun mereka mampu menyaji-
kan data dalam Gambar lingkaran. Soal yang
mengukur kemampuan representasi matematis
nomor 7.A, tentang indikator kemampuan siswa
dapat menerjemahkan masalah matematika ke
dalam bentuk representasi gambar, dari 390
siswa sampel sebanyak 132 atau sekitar 34%
siswa SMP di Kabupaten Indramayu mampu
menggambar dengan benar tetapi kurang sesuai,
lengkap dan detail dari informasi yang sudah
diketahui. Dikarenakan banyak siswa yang lupa
merepresentasikan masalah ke dalam bentuk
gambar lingkaran dan juga ada beberapa siswa
yang melakukan kesalahan hitung seperti gam-
bar tersebut dalam mengkonversi satuan yang
sudah diketahui kedalam bentuk persen atau
derajat. Lebih lajut siswa yang membuat gambar
dengan benar dan sesuai, lengkap serta detail
sebanyak 11 atau 3% siswa. Kemudian untuk
siswa yang membuat gambar dengan benar dan
sesuai, tetapi kurang lengkap serta detail dari
informasi yang sudah diketahui sebanyak 90
atau 23% siswa, dan untuk siswa yang membuat
gambar, tetapi tidak merepresentasikan masalah
atau membuat gambar yang salah dan tidak ada
hubungannya dengan soal sebanyak 106 atau
27% siswa, serta untuk siswa yang tidak mem-
buat gambar atau tidak menuliskan apapun
dilembar jawaban sebanyak 51 atau 13% siswa.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pemba-
hasan, maka dapat disimpulkan bahwa kemam-
puan matematis siswa yang terdiri dari kemam-
puan penalaran dan representasi matematis sis-
wa SMP di Kabupaten Indramayu secara kese-
luruhan termasuk dalam kategori sedang. Ke-
mampuan penalaran matematis siswa SMP di
Kabupaten Indramayu secara umum juga berada
pada kategori sedang. Ditinjau dari strata seko-
lah, siswa dari sekolah strata tinggi memiliki ni-
lai rata-rata skor yang lebih baik, jika diban-
dingkan siswa dari sekolah strata sedang mau-
pun rendah. Begitupun siswa dari sekolah strata
sedang memiliki nilai rata-rata skor yang lebih
baik, daripada siswa sekolah strata rendah.
Selanjutnya, kemampuan representasi matema-
tis siswa SMP di Kabupaten Indramayu secara
umum berada pada kategori sedang. Ditinjau
dari indikator kemampuan representasi mate-
matis, yakni kemampuan menerjemahkan masa-
lah matematika ke dalam bentuk represen-tasi
simbol aritmetika, merupakan capaian nilai rata-
rata skor tertinggi siswa, sedangkan capaian ni-
Pythagoras, 12 (2), 2018 - 201
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
lai rata-rata skor terendah siswa, pada indikator
kemampuan menerjemahkan masalah matema-
tika ke dalam bentuk representasi tabel.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, D. R., Sweeney, D. J., & Williams, T.
A. (2010). Essential of statistics for
business and economics (6th ed.).
Southwestern, TX: Cengage Learning.
Bieda, K. N., Ji, X., Drweneke, J., & Picard, A.
(2013). Reasoning and proving
opportunities in elementary mathematics
textbooks. International Journal of
Educational Research, 9(46), 1-10.
Brodie, K. (2010). Teaching mathematical
reasoning in secondary school classroom.
New York, NY: Springer.
Brumbaugh, D. K., Moch, P. L., & Wilkinson,
M. E. (2005). Mathematics content for
elementary teachers. Marwah, NJ:
Lawrence Erbaum.
Cai, J., Jakabcsin, M. S., & Lane, S. (1996).
Assessing students' mathematical
communication. School Science and
Mathematics, 96(5), 238-246.
Caprioara, D. (2015). Problem solving – purpose
and means of learning mathematics in
school. Procedia social and behavioural
sciences, 191, 1859-1864.
Chambers, P., & Timlinm, R. (2013). Teaching
mathematics in the secondary school (2nd
Ed.). London: SAGE Publications.
Clements, D. H., & Sarama, J. (2009). Learning
and teaching early math: The learning
trajectories approach. New York, NY:
Routledge.
Dolinar, G. (2014). International Mathematics
Olympiade (IMO 2014): Indonesia team
result. Retrieved from https://imo-
official.org/team_r.aspx?code=IDN&year
=2015.
Dufresne, R. J., Gerace, W. J., & Leonard, W. J
(2004). Solving physics problems with
multiple representations. Retrieved from
http://www.srri.umass.edu/sites/srri/files/
dufresne-1997spp.pdf.
Ebel, R. L., & Frisbie, D. A. (1991). Essentials
of educational measurement. Englewood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
English, L. D. (2002). Handbook of
international research in mathematics
education. Mahwah, NJ: Lawrence
Elbaum.
Farhan, M., & Retnawati, H. (2014).
Keefektifan PBL dan IBL ditinjau dari
prestasi belajar, kemampuan representasi
matematis, dan motivasi belajar. Jurnal
Riset Pendidikan Matematika, 1(2), 227-
240.
doi:https://doi.org/10.21831/jrpm.v1i2.26
78
Goldin, G. A., & Kaput, J. J. (1996). A joint
perspective on the idea of representation
in learning and doing mathematics. In L.
Steffe, P. Nesher, P. Cobb, G. A. Goldin,
and B. Greer (Eds.), Theories of
mathematical learning (pp. 397-430).
Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Goldin, G. A. (1998). Representational systems,
learning, and problem solving in
mathematics. Journal of Mathematical
Behavior 17(2), 137-165.
Goldstein, E. B. (2011). Cognitive psychology:
conecting mind, research, and everyday
experience. Belmont, CA: Wadsworth.
Hwang, W. Y., Chen, N. S., Dung, J. J., &
Yang, Y. L. (2007). Multiple
representation skills and creativity effects
on mathematical problem solving using a
multimedia whiteboard system.
Eduacational Technology & Society,
10(2), 191-212.
Kalathil, R. R., & Sherin. M. G. (2000). Role of
students’ representations in the
mathematics classroom. In B. Fihman &
S.O’connor-Divelbiss (Eds.). Fourth
international conference of learning
sience (pp.27-28). Mahwah, NJ: Erlbaum.
Kemendikbud. (2013). Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66
Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan.
Kemendikbud. (2014). Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58
Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiah.
Kemendikbud. (2016). Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21
Tahun 2016 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kennedy, L. M., Tipps, S., & Johnson, A.
(2008). Guiding children’s learning of
Pythagoras, 13 (2), 2018 - 202
Absorin Absorin, Sugiman Sugiman
Copyright © 2018, Pythagoras, ISSN 1978-4538 (print), ISSN 2527-421X (online)
mathematics (11th ed.) Belmont, CA:
Thomson Higher Education.
Maarif, S. (2016). Improving junior high school
students’ mathematical analogical ability
using discovery learning method.
International Journal of Research in
Education and Science (IJRES), 2(1),
114-124.
Moshman, D. (2015). Epistemic cognition and
development: The psychology of
justification and truth. New York, NY:
Psychology Press.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Arora,
A. (2012). TIMSS 2011 international
result in mathematics. Philadelphia, PA:
TIMSS & PIRLS International Study
Center.
NCTM. (2000). Principles and standars for
school mathematics. Reston, VA: Author.
Panasuk, R. M. (2010). Three phase rankin
framework for assesing conceptual
understanding in algebra using multiple
representations. Education, 131(2), 235-
257.
Sabirin, M. (2014). Representasi dalam
pembelajaran matematika. Jurnal
Pendidikan Matematika IAIN Antasari,
1(2), 33-34.
Salkind, G. M. (2007). Mathematical
representation. Retrieved from
http://mason.gmu.edu/~gsalkind/portfolio/
products/857LitReview.pdf
Schwanke, B. (2008). Reasoning and proof
(RAP) Journals: I am here. Research
Projects, 36. Retrieved from
http://digitalcommons.unl.edu/mathmidac
tionresearch/36
Slavin, R. E. (2006). Educational psychology
theory and practice (8th ed.). Boston,
MA: Allyn and Bacon.
Trianto, T. (2009). Mendesain model
pembelajaran inovatif-progresif: Konsep,
landasan, dan implementasinya pada
kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP). Jakarta: Kencana.
Van de Walle, J. A. Karp, K. S., & Bay-
Williams, J. M. (2010). Elementary and
middle school mathematics: teaching
developmentally (7th ed.). Boston, MA:
Allyn and Bacon.
Wardhani, S., & Rumiati, R. (2011). Instrumen
penilaian hasil belajar matematika SMP:
Belajar dari PISA dan TIMSS.
Yogyakarta: PPPPTK Matematika.