71
EKSTRAKSI PEKTIN KULIT BUAH NAGA (Dragon fruit) DAN APLIKASINYA SEBAGAI EDIBLE FILM TUGAS AKHIR disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madia Program Studi Teknik Kimia oleh Adientya Yaniz Ulinuha 5511311011 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014

Ekstraksi pektin kulit buah naga dengan microwave assisted ekstracktion

Embed Size (px)

Citation preview

EKSTRAKSI PEKTIN KULIT BUAH NAGA (Dragon

fruit) DAN APLIKASINYA SEBAGAI EDIBLE FILM

TUGAS AKHIR disajikan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Ahli Madia Program Studi Teknik Kimia

oleh

Adientya Yaniz Ulinuha

5511311011

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Adientya Yaniz Ulinuha

NIM : 5511311011

Tugas Akhir

Judul : Ekstraksi Pektin Kulit Buah Naga (Dragon fruit) dan Aplikasinya

Sebagai Edible Film

telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian tugas

akhir

Pembimbing

Dr. Megawati, S.T., M.T.

NIP.197211062006042001

ii

PENGESAHAN KELULUSAN

Tugas Akhir

Judul : Ekstraksi Pektin Kulit Buah Naga (Dragon fruit) dan

Aplikasinya Sebagai Edible Film

oleh : Adientya Yaniz Ulinuha

NIM 5511311011

telah dipertahankan dalam sidang ujian tugas akhir Program Studi Teknik Kimia

Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang, dan disahkan pada:

Hari : K a m i s

Tanggal : 8 M e i 2 0 1 4

Dekan, Ketua Program Studi,

Drs. Muhammad Harlanu, M.Pd Prima Astuti Handayani, S.T., M.T.

NIP. 196602151991021001 NIP. 197203252000032001

Penguji Pembimbing

Bayu Triwibowo, S.T., M.T. Dr. Megawati, S.T., M.T.

NIP. 198811222013101129 NIP. 197211062006042001

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Jangan kecewakan orang tuamu

Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan, jika kita bersungguh-sungguh.

“Tidak ada orang yang benar-benar malas. Seorang pemalas adalah orang

yang rajin tidak melakukan apa-apa”. (Almarhum Ustadz Jefri Al-Buchori)

PERSEMBAHAN

1.Bapak, Ibu dan saudara-saudaraku tercinta

2.Dosen-dosenku

3.Teman-temanku

4.Almamaterku

iv

INTI SARI

Ulinuha, A, Yaniz. 2014. Ekstraksi Pektin Kulit Buah Naga (Dragon fruit) dan

Aplikasinya Sebagai Edible Film. Tugas Akhir. Program Studi Teknik

Kimia D3, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing

Dr. Megawati, S.T., M.T.

Bahan pangan berbentuk segar maupun hasil olahannya mudah rusak

apabila tidak ditangani dengan baik. Kerusakannya dipercepat dengan terjadinya

oksidasi terhadap makanan sehingga akan memperpendek umur simpan dan

mengurangi nutrisi dari makanan itu sendiri, dengan demikian peranan

pengemasan menjadi sangat penting. Kemasan selain melindungi makanan, juga

harus mempunyai sifat ramah lingkungan. Salah satu alternatif bahan kemasan

yang ramah lingkungan (biodegradable) yang bisa dipilih adalah edible film.

Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi makanan

(coating) atau diletakkan di antara komponen yang berfungsi sebagai penahan

terhadap transfer massa za-zat luar seperti kadar air, oksigen, lemak, dan cahaya.

Salah satu bahan dasar pembuatan edible film adalah pektin. Pektin

merupakan senyawa polisakarida kompleks dengan komponen utama asam D-

galakturonat. Pektin dapat diperoleh dari kulit buah-buahan, salah satunya adalah

kulit buah naga. Kulit buah naga mengandung pektin ±10,8% yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan edible film. Ekstraksi pektin kulit buah

naga secara konvensional sudah pernah diteliti, namun ekstraksi menggunakan

gelombang mikro belum pernah dilakukan. Sehingga percobaan ini dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstraksi pektin kulit buah naga

menggunakan gelombang mikro terhadap yield pektin yang dihasilkan yaitu

dengan methode Microwave Assisted Extaction (MAE). Ekstraksi dilakukan

dengan variasi berat bahan dan waktu ekstraksi, kemudian pektin yang di dapat

digunakan sebagai bahan pembuatan edible film.

Variasi berat bahan dilakukan pada 10, 15 dan 20 gram dalam 300 mL

pelarut asam oksalat dengan waktu ekstraksi 20 menit dan daya 600 W,

sedangkan variasi waktu ekstraksi dilakukan pada 15, 20 dan 25 menit dengan

berat bahan 10 gram dan daya 600 W. Pektin yang diperoleh dilakukan uji

Fourier Transform Infrared (FTIR) dan selanjutnya digunakan sebagai bahan

pembuatan edible film. Hasil percobaan diperoleh bahwa ekstraksi pektin kulit

buah naga dengan metode MAE menghasilkan yield pektin lebih besar

dibandingkan menggunakan metode konvensional, dengan yield pektin sebesar

72%. Variasi berat bahan mempengaruhi yield pektin yang dihasilkan, semakin

sedikit bahan yang digunakan dalam ekstraksi, semakin besar yield pektin kulit

buah naga yang dihasilkan, yield pektin terbesar dihasilkan pada variasi berat 10

gram. Variasi waktu ekstraksi juga memberikan pengaruh terhadap yield pektin,

semakin lama waktu ekstraksi semakin besar yield pektin kulit buah naga yang

dihasilkan, yield pektin terbesar dihasilkan pada waktu ekstraksi 25 menit. Hasil

analisis FTIR menunjukkan bahwa pektin mengandung beberapa senyawa, yaitu

eter, karbon siklik, haloalkana, karbonil, alkena/gugus alkil, alkohol dan ester.

Pektin hasil ekstraksi dapat digunakan sebagai bahan pembuatan edible film.

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat, taufik, dan

hidayahNya sehingga penulis dapat melalui masa-masa sulit, panjang, tegang,

melelahkan dan menyedihkan dalam pembuatan Tugas Akhir ini. Tugas akhir ini

merupakan hasil penelitian yang berjudul “Ekstraksi Pektin Kulit Buah Naga

(Dragon fruit) dan Aplikasinya Sebagai Edible Film” yang telah dilakukan

selama 8 bulan mulai Oktober 2013 hingga Mei 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengolah limbah kulit buah naga menjadi

pektin dan memanfaatkannya sebagai bahan pembuatan edible film. Melalui

penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran untuk menciptakan bahan

pengemas yang ramah lingkungan.

Banyak pihak yang telah memberikan kontribusi baik berupa dorongan,

bantuan, motivasi, bimbingan dan kritikan yang membangun dalam penulisan

Tugas Akhir ini, mulai dari persiapan dan pelaksanaan penelitian serta penulisan.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Drs. Muhammad Harlanu, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Negeri Semarang.

2.Prima Astuti Handayani, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi D3

Teknik Kimia.

3.Dr. Megawati, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan masukan, nasehat dan pengarahan dalam penyempurnaan

penyusunan Tugas Akhir.

4.Bayu Triwibowo, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

masukan dalam penyempurnaan penyusunan Tugas Akhir.

5.Para Dosen Program Studi Teknik Kimia atas ilmu yang diberikan.

6.Danang Subarkah, S.Si. sebagai laboran yang telah memberikan bantuan

dan fasilitas penelitian.

7.Bapak Muh. Khaeroni dan Ibu Nur Rokhimah tercinta yang mendidikku

selalu mendoakanku, dan dengan ikhlas memberikan motivasi, nasehat,

kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materil.

vi

8.Mbah kakungku Sapardi dan Sugianto serta mbah utiku Siti Fatimah dan

Antiah atas doa, nasehat dan perhatian yang diberikan pada cucumu ini.

9.Adikku yang lucu atas doa dan gurauan yang menghibur, semoga bisa

menjadi lebih baik dari mas.

10.Seluruh anggota keluarga yang menyemangati, mendoakan, memotivasi

dan memberikan dukungan.

11.Teman-teman Prodi Teknik Kimia D3 khususnya angkatan 2011 Falih

Ghoniyal Haq, Ayu Candra Dewi, Rizky Widyastuti, Rosa Dwi

Kurniawan, Asriningtyas Ajeng Eprihana, Heti Nurcahyanti, Eko

Nurjannah, Anis Tri Wahyuni, Nur Nalindra Putra, Muhammad Nur Aziz,

Sunar Tejo Tsani, Radityo Pungky Permana, Ayu Dewi Prameswari,

Khozin Asror, Nova Susilowati, Eko Aji Surdiansyah, Nita Setianingsih

untuk tawa, canda, suka, duka, sedih, senang yang dilalui bersama serta

semangat yang diberikan.

12.Adik-adik angkatan yang memberikan semangat, perhatian, dukungan dan

motivasi.

13.Semua pihak yang telah mendukung dan membantu hingga

terselesaikannya tugas akhir ini.

Penulis menyadari dengan keterbatasan kemampuan, penulis menyadari

bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun.

Semoga Tugas Akhir ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan terutama di bidang Teknik Kimia.

Semarang, April 2013

Penulis

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv

INTISARI .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2Permasalahan ........................................................................... 3

1.3Tujuan ...................................................................................... 4

1.4Manfaat .................................................................................... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 5

2.1Buah Naga ............................................................................. 5

2.1.1Morfologi Buah Naga ............................................................ 5

2.1.2Khasiat dan Kandungan Gizi Buah Naga .............................. 6

2.2Struktur Pektin ....................................................................... 7

2.2.1Sifat Fisis dan Kimia Pektin .................................................. 10

2.2.2Kegunaan Pektin .................................................................... 13

2.3Pemungutan Pektin ................................................................ 14

2.4Edible Film ............................................................................ 16

2.5Pembuatan Film ..................................................................... 17

BAB III PROSEDUR KERJA .................................................................... 19

3.1Alat ........................................................................................ 19

3.2Bahan ..................................................................................... 20

viii

3.3Rangkaian Alat ...................................................................... 20

3.4Cara Kerja .............................................................................. 21

3.4.1Ekstraksi Pektin dengan Metode Analisis Standar ................ 21

3.4.2Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode ................................ 22

Microwave Assisted Extraction (MAE) dengan Variasi Berat

Bahan

3.4.3Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode ................................ 23

Microwave Assisted Extraction (MAE) dengan Variasi Waktu

Ekstraksi

3.4.4Pembuatan Edible Film dengan Plasticizer dan .................... 23

Aplikasinya pada Permen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 24

4.1Preparasi Bahan Baku ........................................................... 25

4.2Analisis Yield Pektin Standar ................................................ 26

4.3Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE ...................... 27

4.3.1Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE ...................... 28

dengan Variasi Berat Bahan

4.3.2Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE ...................... 29

dengan Variasi Waktu

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 35

5.1Simpulan ................................................................................ 35

5.2Saran ...................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 37

LAMPIRAN ......................................................................................................... 39

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1Komposisi Gizi per 100 Gram Daging Buah Naga .................................... 6

2.2Lanjutan Komposisi Gizi per 100 Gram Daging Buah Naga ..................... 7

4.1Pengaruh Berat Bahan Terhadap Yield Pektin ........................................... 29

4.2Yield Percobaan dengan Variasi Waktu ..................................................... 30

4.3Yield Pektin Literatur dengan Variasi Waktu ............................................ 30

4.4Komposisi Senyawa Pektin Literatur ......................................................... 32

4.5Komposisi Senyawa Pektin Hasil Percobaan ............................................. 33

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1Spesies Buah Naga ........................................................................................ 6

2.2Komponen Utama Molekul Pektin ............................................................... 8

2.3Rantai Molekul Pektin .................................................................................. 8

2.4FTIR Pektin ................................................................................................... 13

3.1Seperangkat Alat Ekstraksi dengan Pelarut Asam Oksalat ........................... 19

Menggunakan Microwave Assisted Extraction

3.2Seperangkat Alat Hidrolisis dan Pembuatan Edible Film............................. 20

4.1Pektin Hasil Analisis Standar ........................................................................ 26

4.2Gel Pektin ...................................................................................................... 28

4.3Yield Pektin Kulit Buah Naga dengan Variasi Berat Bahan ........................ 29

4.4Yield Pektin Kulit Buah Naga dengan Variasi Waktu .................................. 31

4.5Spektrum Pektin Kulit Buah Naga ................................................................ 32

4.6Edible Film .................................................................................................... 33

4.7Aplikasi Edible Film ..................................................................................... 34

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1.Cara Kerja Preparasi Bahan Baku ................................................................... 39

2.Cara Kerja Ekstraksi Pektin dengan Metode Analisis Standar ....................... 40

3.Cara Kerja Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE ............................. 41

dengan Variasi Berat Bahan

4.Cara Kerja Pembuatan Edible Film dengan Plasticizer.................................. 42

5.Data Pengamatan ............................................................................................. 43

6.Analisis Data ................................................................................................... 46

7.Dokumentasi Pemungutan Pektin dengan Metode MAE ................................ 50

8.Uji Fourier Transform Infrared (FTIR) .......................................................... 55

xii

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahan pangan berbentuk segar maupun hasil olahannya mudah rusak

apabila tidak ditangani dengan baik. Kerusakannya dipercepat dengan

terjadinya oksidasi terhadap makanan yang akan memperpendek umur simpan

dan mengurangi nutrisi dari makanan itu sendiri. Dengan demikian peranan

pengemasan menjadi sangat penting (Anugrahati 2001 dalam Herdigenarosa

2013). Kemasan selain melindungi makanan, juga harus mempunyai sifat

ramah lingkungan. Penggunaan polimer sintetik seperti plastik mempunyai

peranan penting untuk pembungkusan produk makanan. Penggunaan plastik

untuk kemasan makanan sudah meluas, tetapi tidak disertai perhatian terhadap

dampak negatif yang ditimbulkannya. Selain merusak lingkungan,

penggunaan plastik juga berpotensi mengganggu kesehatan manusia, karena

transfer senyawa dari kemasan plastik selama penyimpanan dapat

menimbulkan resiko keracunan (Budiyanto 2008 dalam Herdigenarosa 2013).

Salah satu alternatif bahan pelindung yang ramah lingkungan

(biodegradable) yang bisa dipilih adalah edible film (Wahyono 2009 dalam

Nugroho dkk. 2013). Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan

untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen yang

berfungsi sebagai penahan terhadap transfer massa seperti kadar air, oksigen,

lemak, dan cahaya atau berfungsi sebagai pembawa bahan tambahan pangan

(Krochta 1997 dalam Nugroho 2013). Keuntungan edible film antara lain

dapat dikonsumsi langsung bersama produk yang dikemas, tidak mencemari

lingkungan, memperbaiki sifat organoleptik produk yang dikemas, berfungsi

sebagai suplemen penambah nutrisi, sebagai flavor, pewarna, zat antimikroba,

dan antioksidan (Murdianto 2005 dalam Nugroho dkk. 2013).

2

Salah satu bahan dasar pembuatan edible film adalah pektin. Pektin

merupakan senyawa polisakarida kompleks dengan komponen utama asam D-

galakturonat (Rouse 1977 dalam Fitriani 2003). Pektin dapat diperoleh dari

kulit buah-buahan seperti pisang, jeruk bali, buah naga dan lain-lain. Buah

naga dapat menjadi pilihan sebagai alternatif untuk bahan baku sumber pektin,

terutama dari kulitnya. Buah naga (Dragon fruit) selain dikonsumsi dalam

bentuk segar juga diolah menjadi beberapa produk olahan. Sedangkan kulitnya

yang mempunyai berat 30-35% dari berat buah, belum dimanfaatkan dan

hanya dibuang sebagai sampah sehingga dapat menyebabkan pencemaran

lingkungan. Padahal, kulit buah naga mengandung pektin ±10,8% yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan edible film (Jamilah, 2011). Proses

ekstraksi secara konvensional dengan panas yang berlebihan dapat

menyebabkan kerusakan pektin sehingga menurunkan kualitasnya (Sudiyono,

2012). Selain itu panjangnya waktu yang diperlukan untuk ekstraksi

menyebabkan energi yang diperlukan untuk pemanasan juga semakin tinggi

(Purwanto, 2010). Ekstraksi dengan menggunakan mikrowave dapat

mengurangi kebutuhan energi yang digunakan dibandingkan dengan cara

konvensional, disamping itu kemungkinan kerusakan senyawa pektin dapat

dikurangi (Fishman 2000 dalam Sudiyono 2012). Oleh karena itu, ekstraksi

pektin kulit buah naga dengan memanfaatkan teknologi gelombang mikro

perlu dipelajari.

Edible film dari pektin masih memiliki kekurangan sehingga

dibutuhkan zat aditif untuk memperbaiki sifatnya, seperti plasticizer karena

dapat meningkatkan elastisitas pada suatu material (Darni dkk. 2009 dalam

Herdigenarosa 2013). Sorbitol dan gliserol merupakan jenis plasticizer yang

dapat digunakan dalam pembuatan edible film. Pembuatan edible film dari

pektin yang berasal dari sumber-sumber yang berbeda dengan plasticizer

gliserol dan sorbitol telah dilakukan, namun pembuatan ediblefilm yang

berasal dari pektin kulit buah naga belum banyak dilakukan. Dengan demikian

pektin kulit buah naga menarik untuk digunakan sebagai bahan pembuatan

3

edible film dan diharapkan dapat dijadikan sebagai solusi permasalahan

pelapis alami untuk bahan pangan.

Ekstraksi pektin kulit buah naga secara konvensional menggunakan

variasi pH, volume pelarut, waktu ekstraksi, jenis pelarut sudah pernah diteliti

(Woo dkk. 2010; Tang dkk. 2011; Nazaruddin dkk. 2011; Ismail dkk. 2012).

Pelarut ammonium oksalat/asam oksalat menghasilkan yield paling tinggi

dengan suhu ekstraksi 85°C, waktu ekstraksi 1 jam, pH 4,6 (Nazaruddin dkk.

2011). Namun ekstraksi pektin kulit buah naga dengan pelarut asam oksalat

menggunakan radiasi gelombang mikro serta pengaruh variasi berat bahan dan

waktu belum pernah dilakukan. Istilah ekstraksi yang sumber energinya

dibantu oleh radiasi gelombang mikro ini sering disebut dengan Microwave

Assisted Extraction (MAE). Sementara itu, metode ekstraksi dengan pelarut

menggunakan panas yang perpindah secara konduksi-konveksi sering disebut

dengan istilah konvensional karena sudah terlebih dahulu dicoba, dipelajari,

dan diterapkan. Sebutan ini tentunya hanya untuk memudahkan dalam rangka

membuat perbandingan hasilnya. Pektin hasil ekstraksi kulit buah naga

memiliki karakteristik yang khas, sehingga perlu diuji kemungkinannya

sebagai bahan baku edible film (Ismail dkk. 2012). Berdasarkan permasalahan

tersebut maka ekstraksi pektin kulit buah naga dengan pelarut asam oksalat

menggunakan radiasi gelombang mikro sebagai sumber energi dengan variasi

berat bahan, waktu ekstraksi dan aplikasinya sebagai edible film perlu

dilakukan.

1.2Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

a.Berapakah yield pektin kulit buah naga (Dragon fruit) hasil ekstraksi

dengan pelarut asam oksalat menggunakan metode Microwave Assisted

Extraction (MAE)?

b.Bagaimanakah pengaruh penggunakan radiasi gelombang mikro, MAE

terhadap yield pektin kulit buah naga?

4

c.Bagaimanakah pengaruh berat bahan terhadap yield pektin kulit buah naga

yang dihasilkan menggunakan metode MAE?

d.Bagaimanakah pengaruh waktu terhadap yield pektin kulit buah naga yang

dihasilkan menggunakan metode MAE?

e.Apakah pektin kulit buah naga hasil ekstraksi dapat digunakan sebagai

bahan pembuatan edible film?

1.3Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini, sebagai berikut:

a.Mengetahui yield pektin kulit buah naga dengan pelarut asam oksalat

menggunakan metode MAE.

b.Mengetahui pengaruh penggunakan MAE terhadap yield pektin kulit buah

naga (Dragon fruit).

c.Mengetahui pengaruh berat bahan terhadap yield pektin kulit buah naga

yang dihasilkan menggunakan metode MAE.

d.Mengetahui pengaruh waktu terhadap yield pektin kulit buah naga yang

dihasilkan menggunakan metode MAE.

e.Membuat edible film dari pektin kulit buah naga.

1.4Manfaat

Manfaat yang dapat diberikan dari tugas akhir ini, antara lain:

a.Memanfaatkan limbah kulit buah naga untuk diambil pektinnya.

b.Memanfaatkan pektin kulit buah naga sebagai edible film.

c.Memberikan alternatif kemasan yang ramah lingkungan.

d.Mengurangi limbah kulit buah naga yang mencemari lingkungan.

e.Meningkatkan nilai ekonomis dari kulit buah naga dengan

menggunakannya sebagai bahan edible film.

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Buah Naga

Buah naga sering disebut sebagai kaktus manis atau kaktus madu

adalah buah dari beberapa jenis kaktus marga Hylocereus dan Selenicereus.

Buah naga ditemukan pertama kali di tempat tumbuhnya yang asli, di

lingkungan hutan belantara dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika

Selatan. Saat ini, buah naga dibudidayakan di negara-negara Asia seperti

Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan juga Indonesia (Winarsih 2007

dalam Rahmawati 2012). Pengembangan tanaman buah naga sangat bagus

dibudidayakan di daerah tropis seperti di Indonesia.

2.1.1Morfologi Buah Naga

Banyak spesies dari buah naga tetapi yang terdapat di pasar Indonesia

antara lain buah naga kulit merah dengan daging buah putih (Hylocereus

undatus Hawth. Britton&Rose). Buah naga kulit merah dengan daging buah

merah (Hylocereus sp) dan buah naga kulit merah dengan daging buah merah

mencolok (Hylocereus costaricensis Webb. Britton&Rose). Selain tiga

spesies di atas, ada juga spesies lainnya, yaitu buah naga kulit merah dengan

daging buah merah keunguan (Hylocereus polyrhizus Webb. Britton&Rose)

dan kulit kuning dengan daging buah putih (Selenicereus megalanthus A.

Berger Riccob). Dua spesies terakhir terdapat dalam jumlah yang sedikit dan

harganya sangat mahal. Berat buah naga kulit merah, kecuali polyrhizus dapat

mencapai 500 gram atau lebih (Le Bellec dkk. 2006 dalam Jaya 2010).

Sedangkan buah naga dengan kulit kuning beratnya kurang dari 250 gram

(Mizrahi dkk. 2004 dalam Jaya 2010). Berat maksimum Hylocereus

polyrhizus adalah 350 gram (Le Bellec dkk. 2006 dalam Jaya 2010).

6

A B C D E

Gambar 2.1 Spesies buah naga

A.Hylocereus undatus, B. Hylocereus sp., C. Hylocereus costaracensis,

D. Hylocereus polyrhizus dan E. Selenicerus megalanthus

(sumber: Mizrahi dkk. 2004 dalam Jaya 2010)

2.1.2Khasiat dan Kandungan Gizi Buah Naga

Di balik kesegaran dan kenikmatannya, buah naga ternyata

memiliki banyak khasiat. Buah naga sangat baik untuk sistem peredaran

darah, efektif untuk mengurangi tekanan emosi dan menetralkan racun

dalam darah (Winarsih 2007 dalam Rahmawati 2012). Badan Litbang

Pertanian RI menyebutkan bahwa buah naga dapat menurunkan kadar

kolesterol, penyeimbang gula darah, menguatkan fungsi ginjal dan tulang,

serta meningkatkan kerja otak. Buah naga juga merupakan sumber vitamin

dan mineral yang cukup baik untuk kesehatan tubuh. Buah naga

mengandung gizi yang cukup banyak (Tabel 2.2).

Tabel 2.1 Komposisi Gizi per 100 gram Daging Buah Naga

Kandungan gizi per 100 gram daging buah naga

Komponen Kadar

Air (g) 82,5 83,0

Protein (g) 0,16 0,23

Lemak (g) 0,21 0,61

Serat/dietary fiber (g) 0,7 0,9

Betakaroten (mg) 0,005 0,012

Kalsium (mg) 6,3 8,8

7

Tabel 2.2 Lanjutan Komposisi Gizi per 100 gram Daging Buah

Fosfor (mg) 30,2 36,1

Besi (mg) 0,55 0,65

Vitamin B1 (mg) 0,28 0,30

Vitamin B2 (mg) 0,043 0,045 Vitamin C (mg)

Niasin (mg)

8 9

1,297 1,300

(sumber: Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities 2005

dalam Rahmawati 2012)

Fungsi dari kandungan buah naga antara lain sebagai berikut

(Winarsih 2007 dalam Rahmawati 2012):

a.Protein dari buah naga mampu melancarkan metabolisme tubuh dan

menjaga kesehatan jantung.

b.Serat berfungsi mencegah kanker usus, penyakit kencing manis dan

baik untuk diet.

c.Karoten berfungsi menjaga kesehatan mata, menguatkan otak dan

mencegah penyakit.

d.Kalsium untuk menguatkan tulang.

e.Fosfor untuk pertumbuhan jaringan tubuh.

f.Zat besi untuk menambah darah.

g.Vitamin B1 untuk kestabilan suhu tubuh, vitamin B2 untuk

meningkatkan nafsu makan, vitamin C untuk menjaga kesehatan dan

kehalusan kulit.

2.2Struktur Pektin

Senyawa kimia pektin pertama kali ditemukan oleh Vauguelin pada

tahun 1790. Istilah pektin pertama kali digunakan oleh Braconot pada

tahun 1825 untuk menggambarkan komponen utama pembentuk gel buah-

buahan. Istilah ini berasal dari Yunani yang berarti mengentalkan (Imeson

1992 dalam Fitriani 2003).

Pektin merupakan senyawa polisakarida kompleks dengan

komponen utama asam D-galakturonat (Gambar 2.2), tetapi terdapat juga

8

D-galaktosa, L-arabinosa dan L-rhamnosa dalam jumlah bervariasi dan

kadang-kadang terdapat gula lain dalam jumlah kecil. Pektin merupakan

senyawa-senyawa asam anhidrogalakturonat yang dihubungkan dengan

ikatan -1,4 glikosidik. Beberapa gugus karboksilnya dapat teresterifikasi

dengan metanol, beberapa ternetralisasi dengan kation dan lainnya berupa

asam-asam bebas. Polimer asam anhidrogalakturonat tersebut, Gambar

2.2, merupakan rantai lurus atau tidak bercabang (Rouse 1977 dalam

Fitriani 2003).

Gambar 2.2 Komponen utama molekul pektin (sumber: Fitriani 2003)

Gambar 2.3 Rantai molekul pektin (sumber: Fitriani 2003)

Kelompok-kelompok senyawa pektin secara umum disebut

substansi pektat, yang meliputi protopektin, asam pektinat dan asam pektat

(Fitriani, 2003). Protopektin adalah substansi pektat yang tidak larut dalam

air, terdapat dalam tanaman, jika dipisahkan secara hidrolisis akan

menghasilkan asam pektinat. Asam pektinat adalah asam poligalakturonat

yang bersifat koloid dan mengandung sejumlah kecil metil ester. Asam

pektinat pada kondisi yang sesuai dapat membentuk gel dengan gula dan

asam. Pektin merupakan asam pektinat dengan kandungan metil ester dan

9

derajat netralisasi yang berbeda-beda. Sedangkan senyawa asam pektat

ditunjukkan sebagai senyawa asam poligalakturonat yang bersifat koloid

dan pada dasarnya bebas dari kandungan metil ester (Klavons, Bennet dan

Vanner dalam Fitriani 2003). Menurut tata nama yang dikeluarkan oleh

American Society; istilah pektin digunakan secara umum bagi asam

pektinat yang larut dalam air dan bisa membentuk gel dengan gula dan

asam pada perbandingan yang tepat (Glicksman 1969 dalam Fitriani

2003).

Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi

dua golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP), dan pektin

berkadar metoksil rendah (LMP). Pektin bermetoksil tinggi mempunyai

kandungan metoksil minimal 7%, sedangkan pektin bermetoksil rendah

mempunyai kandungan pektin maksimal 7%. Pektin dengan kadar

metoksil lebih rendah dari 7% dapat membentuk gel bila ada ion-ion

logam bivalen. Ion logam bivalen dapat bereaksi dengan gugus-gugus

karboksil dari 2 molekul asam pektat dan membentuk jembatan. Pada

pembentukan gel ini, tidak diperlukan gula dan tekstur gel yang terbentuk

kurang keras (Guichard dkk. 1991 dalam Hariyati 2006).

Penggunaan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk

menghidrolisis protopektin menjadi pektin yang larut dalam air ataupun

membebaskan pektin dari ikatan dengan senyawa lain, misalnya selulosa

(Fitriani, 2003). Meyer (1978) dalam Fitriani 2003, menyatakan bahwa

protopektin merupakan makromolekul yang mempunyai berat molekul

tinggi, terbentuk antara rantai molekul pektin satu sama lain atau dengan

polimer lain. Protopektin tidak larut karena dalam bentuk kalsium-

magnesium pektinat. Proses pelarutan protopektin menjadi pektin dapat

terjadi karena adanya penggantian ion kalsium dan magnesium oleh ion

hidrogen ataupun oleh putusnya ikatan antara pektin dengan selulosa.

Semakin tinggi konsentrasi ion hidrogen (pH) semakin rendah,

kemampuan untuk mengganti ion kalsium dan magnesium ataupun

10

memutus ikatan dengan selulosa akan semakin tinggi pula, dan pektin

yang larut akan bertambah.

2.2.1Sifat Fisis dan Kimia Pektin

Di dalam Kodeks Makanan Indonesia disebutkan bahwa pektin

merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus berwarna putih

kekuningan, tidak berbau dan memiliki rasa seperti lendir (Fitriani, 2003).

Menurut Crues (1958) dalam Fitriani 2003, menyatakan bahwa pektin

kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan

kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya,

penyebarannya dalam pelarut dan berat molekulnya. Pektin yang

mempunyai kadar metoksil tinggi larut dalam air dingin, sedangkan pektin

dengan kadar metoksil rendah larut dalam alkali dan asam oksalat.

Menurut Towle dan Christensen (1973) dalam Fitriani 2003, umumnya

kelarutan pektin meningkat dengan meningkatnya kandungan metil ester

atau dengan menurunnya berat molekul. Selain itu, pH, suhu, konsentrasi

garam dan kandungan gula juga mempengaruhi kelarutan pektin.

Sifat-sifat fisis seperti kelarutan, viskositas, dan kemampuan

membentuk gel tergantung pada karakteristik kimia pektin seperti berat

molekul, dan kandungan senyawa-senyawa kimia lainnya termasuk dalam

bagian molekul pektin. Sifat-sifat pektin di dalam larutan juga dipengaruhi

oleh kondisi larutan itu sendiri seperti pH dan bahan-bahan terlarut,

misalnya kation-kation (Nelson dkk. 1977 dalam Fitriani 2003).

Pektin larut dalam air dan pelarut organik polar seperti formamida

dan metil sulfoksida. Kelarutan pektin dalam air ditentukan oleh sejumlah

gugus metoksil, penyebarannya dalam pelarut serta bobot molekulnya

(Walter 1991 dalam Fitriani 2003).

Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif karena

adanya gugus karboksil bebas. Larutan 1% pektin yang tidak ternetralisasi

akan memberikan pH 2,7-3. Larutan pektin stabil pada kisaran pH 2-4.

Pada pH lebih dari 4 atau kurang dari 2, viskositas dan kekuatan gelnya

11

menurun disebabkan oleh depolimerisasi pada pektin. Sedangkan pada

kondisi basa, pektin dapat mengalami saponifikasi dan degradasi melalui

reaksi -eliminasi (Nelson dkk. 1977 dalam Fitriani 2003).

Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin

cenderung terhidrolisa menghasilkan asam galakturonat. Selama perlakuan

dengan asam pada suhu rendah, kecepatan hidrolisa pada ikatan glikosidik

akan lebih lambat dibandingkan kecepatan deesterifikasi, sehingga

dimungkinkan pembuatan pektin berester rendah dengan sedikit perusakan

pada rantainya. Pektin dapat terhidrolisa oleh asam, basa dan enzim.

Pemanasan dapat menyebabkan degradasi senyawa pektin (Towle dan

Christensen 1973dalam Fitriani 2003).

Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin

(Guichard dkk. 1991 dalam Hariyati 2006). Faktor yang mempengaruhi

pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu

meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ion kalsium, dan gula (Chang dan

Miyamoto 1992 dalam Hariyati 2006). Kekentalan larutan pektin

mempunyai kisaran yang cukup lebar tergantung pada konsentrasi pektin,

garam, dan ukuran rantai asam poligalakturonat (Rouse 1977 dalam

Hariyati 2006).

Pektin dengan kadar metoksil lebih rendah dari 7% dapat

membentuk gel bila ada ion-ion logam bivalen. Ion logam bivalen dapat

bereaksi dengan gugus-gugus karboksil dari 2 molekul asam pektat dan

membentuk jembatan. Pada pembentukan gel ini, tidak diperlukan gula

dan tekstur gel yang terbentuk kurang keras (Guichard dkk. 1991 dalam

Hariyati 2006).

Pembentukan gel dari pektin dengan derajat metilasi tinggi

dipengaruhi juga oleh konsentrasi pektin, persentase gula, dan pH.

Semakin besar konsentrasi pektin, semakin keras gel yang terbentuk.

Konsentrasi 1% telah menghasilkan kekerasan yang cukup baik. Gula yang

ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar terbentuknya kristal-kristal di

permukaan gel dapat dicegah (Guichard dkk 1991 dalam Hariyati 2006).

12

Pembentukan gel pektin metoksil tinggi terjadi melalui ikatan hidrogen

diantara gugus karboksil bebas dan antara gugus hidroksil. Pada pektin

metoksil rendah, kemampuan membentuk gel dengan gula dan asam

hilang. Sebaliknya pektin ini mampu membentuk gel dengan adanya ion

kalsium (Gliksman 1969 dalam Hariyati 2006).

Untuk mengetahui gugus fungsional dan informasi mengenai

struktur pektin, perlu dilakukan uji Fourier Transform Infrared (FTIR)

(Ismail, 2012). Spektroskopi FTIR merupakan salah satu teknik analitik

yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu

senyawa. Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer

Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi

infra merah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan

interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR

dibandingkan metode spektroskopi infra merah konvensional maupun

metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur

molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang

tinggi). Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan

untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat atau cair).

Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan

spektroskopi FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan

menggunakan metode spektroskopi yang lain (Harmita 2006 dalam

Kusumastuti 2011). Adapun komponen-komponen pektin berdasarkan

frekuensi yang terukur oleh FTIR tersaji seperti pada Gambar 2.4.

13

Gambar 2.4 FTIR Pektin (sumber : Ismail, 2012)

2.2.2Kegunaan Pektin

Dalam bidang farmasi, pektin mempunyai potensi yang cukup baik,

seperti untuk penyembuhan diare, menurunkan tingkat kolesterol darah,

anemia, bahan kapsul obat-obatan (Towle dan Christensen 1973 dalam

Fitriani 2003). Pektin mempunyai efek haemostatik dan anti fibrinolik

serta meningkatkan laju sedimentasi eritrosit (Pilknik dan Voragen 1970

dalam Fitriani 2003). Selain itu pektin sering juga digunakan pada

berbagai aplikasi industri seperti industri kosmetika (pasta gigi, sabun,

lotion dan krim), baja dan perunggu (quenching), plastik, bahan sintetis

serta film nitropectin (Muhidin 1999 dalam Fitriani 2003).

Di bidang pengobatan, pektin digunakan untuk perbaikan otot

pencernaan, menurunkan kolesterol dan trigliserida (penyebab penyakit

jantung), menghentikan pendarahan internal (diminum) mapun eksternal

(dikompres), juga menyerab kelebihan air dalam usus serta mengikat dan

menghilangkan racun dalam usus (pada penyakit diare). Pada industri

makanan dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, stabilizer dalam ice cream

dan sari buah tertentu, pengental dan pelapis puding, serta lainnya

(Subagyo dan Achmad, 2010)

14

2.3Pemungutan Pektin

Pemungutan pektin dilakukan melalui beberapa cara, yaitu

sedimentasi (pengendapan), dimaksudkan untuk memisahkan pektin dari

larutannya (Suhardi 1997 dalam Subagyo 2010). Hal ini dilakukan bila

pektin hasil diinginkan kering. Yang lazim dilakukan adalah dengan

menambahkan alkohol, aseton dan ion polivalen. Pemurnian, dimaksudkan

untuk mengisolasi komponen pektin dari komponen ikutan yang tidak

diinginkan. Ekstraksi, dimaksudkan untuk memungut pektin dengan

menambahkan pelarut berupa air (dingin atau panas) atau larutan asam

yang dipanaskan, seperti asam sitrat, asam tartrat, asam laktat, asam

oksalat, asam klorida atau asam sulfat.

Ekstraksi secara umum adalah perpindahan massa suatu komponen

dari suatu zat ke zat yang lain. Perpindahan massa suatu komponen dari

zat padat ke zat cair sering disebut ekstraksi padat cair atau leaching. Jika

suhu pelarut tinggi biasanya waktu ekstraksi yang diperlukan lebih singkat

dari pada jika digunakan pelarut bersuhu rendah (Brown 196l dalam

Subagyo 2010). Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi

menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap

komponen lain dalam campuran. Pelarut polar akan melarutkan zat terlarut

yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan zat terlarut yang non

polar atau disebut dengan “like dissole l ike” (Suyitno 1989 dalam

Rahmawati 2012).

Tetapi pada umumnya ekstraksi pektin dilakukan dengan

menggunakan ekstraksi asam, baik asam mineral maupun asam organik,

seperti asam natrium heksametafosfat (Ranggana 1977 dalam Fitriani

2003), asam sulfat (Cruess 1958 dalam Fitriani 2003), asam khlorida

(Suradi 1984 dalam Fitriani 2003), asam nitrat (Rouse dan Crandall 1978

dalam Fitriani 2003).

Proses ekstraksi secara konvensional dengan panas yang

berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pektin sehingga menurunkan

kualitasnya (Sudiyono, 2012). Selain itu panjangnya waktu yang

15

diperlukan untuk ekstraksi menyebabkan energi yang diperlukan untuk

pemanasan juga semakin tinggi (Purwanto, 2010). Ekstraksi dengan

menggunakan mikrowave dapat mengurangi kebutuhan energi yang

digunakan dibandingkan dengan cara konvensional, disamping itu

kemungkinan kerusakan senyawa pektin dapat dikurangi (Fishman 2000

dalam Sudiyono 2012).

Teknologi Microwave Assisted Extraction (MAE) merupakan

teknik untuk mengekstrak bahan-bahan terlarut di dalam bahan tanaman

dengan bantuan energi gelombang mikro. Teknologi tersebut cocok bagi

pengambilan senyawa yang bersifat thermolabil karena memiliki kontrol

terhadap suhu yang lebih baik dibandingkan pemanasan konvensional.

Selain kontrol suhu yang lebih baik, MAE juga memiliki beberapa

kelebihan, diantaranya adalah waktu ekstraksi yang lebih singkat,

konsumsi energi dan solvent yang lebih sedikit, yield yang lebih tinggi,

akurasi dan presisi yang lebih tinggi, adanya proses pengadukan sehingga

meningkatkan fenomena transfer massa (Purwanto, 2010).

Tiga faktor penentu dalam ekstraksi pektin adalah suhu, pH dan

waktu reaksi. Kisaran pH yang direkomendasikan adalah 1,8-3 tetapi yang

sering digunakan adalah pH 2,0-2,8 (Bhatia dkk. l959; Kertesz 195l;

Othmer 1958; Suhardi 1997 dalam Subagyo 2010). Batasan bagi

kombinasi kondisi operasi untuk pencapaian optimasi hasil perlu

memperhatikan beberapa hal berikut (Bhatia dkk. 1959 dalam Subagyo

2010):

a.Penggunaan pH rendah tidak boleh dikombinasikan dengan suhu yang

tinggi karena dapat menyebabkan terhidrolisisnya pektin yang sudah

terdispersi ke solven.

b.Suhu ekstraksi tinggi tidak boleh dikombinasikan dengan waktu

ekstraksi yang lama. Karena pada suhu tinggi dan dalam waktu

ekstraksi yang lama pektin akan terdegradasi ketika pektin terlepas dari

jaringan dinding sel.

16

Pemakaian perbandingan larutan pengekstrak terhadap bahan juga

sangat bervariasi, tergantung pada kemampuan dan daya serap bahan

terhadap air dan faktor-faktor lainnya. Perbandingan bahan dengan cairan

pengekstrak juga berpengaruh terhadap sifat-sifat pektin yang dihasilkan

seperti sifat warna, flavor dan kemampuan dalam membentuk gel dari

pektin (Fitriani, 2003).

Sedimentasi pektin dapat dilakukan dengan alkohol, aseton,

garam metal kalium sulfat dan alumunium sulfat (Morris 1951 dalam

Fitriani 2003) menggunakan alkohol 95 persen yang mengandung 2 mL

asam khlorida setiap 1 liter etanol. Biasanya untuk pengendapan secara

komersial digunakan alkohol dan garam metal seperti alumunium

hidroksida, kalium sulfat atau alumunium sulfat.

Penggumpalan pektin terjadi karena gangguan terhadap kestabilan

dispersi koloidnya. Pektin termasuk koloidal hidrofilik yang bermuatan

negatif (dari gugus karboksil bebas yang terionisasi) dan tidak mempunyai

titik isolistrik. Seperti koloid hidrofilik umumnya, pektin distabilkan

terutama oleh hidrasi partikelnya daripada oleh muatannya. Pektin

distabilkan oleh selapis air melalui ikatan elektrostatik antara muatan

negatif molekul pektin dan muatan positif molekul air. Penambahan zat

pendehidrasi seperti alkohol dapat mengurangi stabilitas dispersi pektin

karena efek dehidrasi mengganggu keseimbangan pektin air, sehingga

pektin akan menggumpal (Rouse 1977 dalam Fitriani 2003).

2.4Edible Film

Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi

makanan atau diletakkan di antara komponen yang berfungsi sebagai

penahan terhadap transfer massa seperti kadar air, oksigen, lemak, dan

cahaya atau berfungsi sebagai pembawa bahan tambahan pangan (Krochta

1997 dalam Nugroho 2013). Menurut Bourtoom (2008) dalam Wirawan

2012, edible film merupakan lapisan tipis yang dapat dikonsumsi dan

sering digunakan sebagai pelapis makanan. Keuntungan edible film antara

17

lain dapat dikonsumsi langsung bersama produk yang dikemas, tidak

mencemari lingkungan, memperbaiki sifat organoleptik produk yang

dikemas, berfungsi sebagai suplemen penambah nutrisi, sebagai flavor,

pewarna, zat antimikroba, dan antioksidan (Murdianto 2005 dalam

Nugroho 2013).

2.5Pembuatan Film

Pembuatan film dari pektin dilakukan dengan membuat larutan

pektin metoksil rendah kemudian diikuti dengan larutan yang mengandung

Ca2+ untuk membentuk gelatinasi. Pelapis jenis ini memiliki permeabilitas

uap air yang tinggi sehingga untuk mencegah terjadinya dehidrasi, maka

pelapis ini dilapisi lagi dengan lipid yang akan menurunkan permeabilitas

uap airnya. Lipid penyusun film diantaranya waxes, asilgliserol, dan asam

lemak (Krochta 1994 dalam Wirawan 2012).

Edible film yang terbentuk dari pektin biasanya bersifat rapuh

sehingga diperlukan penambahan plasticizer untuk mengubah sifat fisik

dari film. Plasticizer dapat menurunkan gaya intermolekul dan

meningkatkan fleksibilitas film dengan memperlebar ruang kosong

molekul dan melemahkan ikatan hidrogen rantai polimer (Suppakul 2006

dalam Wirawan 2012). Penggunaan plasticizer harus diminimalkan karena

beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa plasticizer dapat

meningkatkan permeabilitas uap air dan menurunkan sifat kohesi film

yang mempengaruhi sifat mekanik film (Silva dkk. 2009 dalam Wirawan

2012). Jenis Plasticizer yang paling umum digunakan pada pembuatan

edible film adalah gliserol, sorbitol dan polietilen glikol. Karena sifatnya

yang hidrofilik maka plasticizer ini cenderung banyak menyerap uap air

(Suppakul 2006; Laila 2008 dalam Wirawan 2012).

Kadar plasticizer yang digunakan pada pembuatan edible film

dapat mempengaruhi kuat tarik lapisan film. Tekanan turun dan

ketegangan meningkat secara signifikan seiring dengan kenaikan

plasticizer dalam seluruh lapisan film (Cervera dkk. 2004 dalam Wirawan

18

2012). Ketika suatu plasticizer tidak bergabung dalam jaringan polimer,

maka jarak antara rantai-rantai polimer semakin melebar. Karena pengaruh

kuat tariknya, pergerakan dari rantai polimer berada pada plasticized film,

sehingga terjadi penurunan suhu transisi gelas dari material-material rantai

polimer dan terjadi peningkatan kelenturan dari material-material itu

(Suppakul 2006 dalam Wirawan 2012). Penelitian Bozdemir dan Tutas

(2003) dalam Wirawan 2012, menunjukkan bahwa gliserol merupakan

plasticizer dengan kemampuan menurunkan ikatan hidrogen antar polimer

yang terbesar sedangkan sorbitol merupakan yang terkecil dibandingkan

dengan plasticizer lain seperti propilen glikol dan polietilen glikol. Namun

ikatan hidrogen antar polimer yang kuat akan membuat film yang

terbentuk menjadi keras dan kurang fleksibel, dan begitu pula sebaliknya.

19

BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1Alat

a.Oven microwave

b.Ekstraktor kaca

c.Kondensor

d.Labu takar

e.Pemompa air

f.Pisau

g.Blender

h.Pipet ukur

i.Ball filler

j.Pompa vakum

k.Beker gelas

l.Gelas ukur

m.Timbangan digital

n.Statif

o.Klem

p.Cawan porselen

q.Oven listrik

r.Desikator

s.Selang

t.Ember

u.Teflon

v.Buret

w.Ayakan

20

3.2Bahan

a.Kulit buah naga

b.Asam oksalat

c.Aquades

d.Gliserol

e.CaCl2.2H2O

f.Ethanol 96%

g.Silika gel

h.Kertas saring

3.3Rangkaian Alat

Kondensor

Oven Mikrowave

Ekstraktor kaca

Setting Waktu

Gambar 3.1 Seperangkat Alat Ekstraksi dengan Pelarut Asam Oksalat

Menggunakan Microwave Assited Extraction

21

Pengaduk

Statif

Gelas

beker

Termometer alkohol

Kompor listrik

Gambar 3.2 Seperangkat Alat Hidrolisis dan Pembuatan Edible Film

3.4Cara Kerja

3.4.1Ekstraksi Pektin dengan Metode Analisis Standar

1.Memilih kulit buah naga yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil

kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 55 °C

sampai berat konstan.

2.Potongan kulit buah naga kering diblender, sehingga diperoleh

serbuk.

3.Mengambil 5 gram serbuk ditambahkan 40 mL aquades.

4.Dipanaskan sambil dilakukan pengadukan hingga larut.

5.Larutan dimasukkan labu takar 50 mL dan ditambahkan aquades

sampai tanda batas.

6.Disaring dengan kertas saring dan diambil 10 mL filtrat.

7.Ditambahkan 25 mL aquades dan ditambahkan 2 tetes indikator

PP.

8.Dititrasi dengan NaOH 1N.

9.Ditambahkan 1mL NaOH 1N dan dibiarkan selama 1 malam.

10.Ditambah 5 mL asam asetat 1 N hingga warna menjadi jernih.

11.Setelah 5 menit, ditambahkan 2,5 ml Kalsium Khlorida 1 N dan

diaduk sampai rata.

22

12.Disaring dengan kertas saring yang telah dibasahi dengan

aquades.

13.Dikeringkan menggunakan oven pada suhu 102 °C.

14.Didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

15.Endapan dicuci dengan air panas untuk menghilangkan Khlorida.

16.Kertas saring yang berisi endapan ditimbang dan dikeringkan

pada suhu 100 °C.

17.Setelah dingin kertas saring ditimbang kembali.

3.4.2Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode Microwave Assisted

Extraction (MAE) dengan Variasi Berat Bahan

1.Memilih kulit buah naga yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil

kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 55 °C sampai

berat konstan.

2.Potongan kulit buah naga kering diblender, sehingga diperoleh

serbuk.

3.Serbuk dengan berat tertentu ditambahkan dengan pelarut asam

oksalat (0,25%) pH 4,6 ± 0,01 dengan volume 300 mL.

4.Mikrowave dihidupkan pada gelombang 600 W.

5.Diambil filtrat hasil ekstraksi dan ditambahkan ethanol 95%,

perbandingan filtrat dengan ethanol 1 : 1,5 untuk mengendapkan

pektin, proses pengendapan dilakukan selama 12 jam.

6.Pektin dikeringkan menggunakan oven pada suhu 65 °C, sampai

berat konstan.

7.Percobaan dilakukan pada variasi berat serbuk (10, 15 dan 20

gram) dan waktu ekstraksi 20 menit.

8.Analisis yield pektin dan uji Fourier Transform Infrared (FTIR).

23

3.4.3Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE dengan Variasi Waktu

Ekstraksi

1.Memilih kulit buah naga yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil

kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 55 °C

sampai berat konstan.

2.Potongan kulit buah naga kering diblender, sehingga diperoleh

serbuk.

3.Serbuk dengan berat tertentu ditambahkan dengan pelarut asam

oksalat (0,25%) pH 4,6 ± 0,01 dengan volume 300 mL.

4.Mikrowave dihidupkan pada gelombang 600 W.

5.Diambil filtrat hasil ekstraksi dan ditambahkan ethanol 95%,

perbandingan filtrat dengan ethanol 1 : 1,5 untuk mengendapkan

pektin, proses pengendapan dilakukan selama 12 jam.

6.Pektin dikeringkan menggunakan oven pada suhu 65 °C, sampai

berat konstan.

7.Percobaan dilakukan pada variasi waktu ekstraksi (15, 20 dan 25

menit) dan berat serbuk 10 gram.

8.Analisis yield pektin dan uji FTIR.

3.4.4Pembuatan Edible Film dengan Plasticizer dan Aplikasinya pada

Permen

1.Melarutkan 1,5 gram pektin dalam 100 ml larutan yang

mengandung 0,6 g plasticizer/g pektin pada suhu kamar sambil

dilakukan pengadukan selama 1,5 jam agar larutan homogen.

2.Memanaskan larutan pada suhu 70 °C, kemudian menambahkan

larutan CaCl2.2H2O (0,6 gram dalam 15 ml aquades) selama 30

menit (sedikit demi sedikit).

3.Menuang larutan pada teflon dan juga pada permen kemudian

dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 15 jam.

4.Menyimpan film dan permen yang sudah terlapisi film ke dalam

eksikator berisi silika gel.

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mengacu pada tujuan yang akan dicapai, beberapa hal yang akan

dipelajari meliputi, preparasi bahan baku, analisis yield pektin standar,

ekstraksi pektin menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE)

dengan variasi berat bahan dan variasi waktu, serta pembuatan edible film

dengan penambahan plasticizer. Sebelum bahan digunakan untuk percobaan,

perlu dilakukan preparasi terlebih dahulu dengan tujuan untuk mendapatkan

serbuk kulit buah naga kering yang sekecil mungkin dan seragam.

Selanjutnya dilakukan analisis yield pektin standar, sebab setiap kulit buah

naga memiliki yield pektin standar yang belum tentu sama, kondisi iklim,

cuaca maupun geografis dapat mempengaruhi yield pektin yang dihasilkan,

sehingga perlu dilakukan analisis yield pektin standar terhadap kulit buah

naga yang akan digunakan. Ekstraksi pektin kulit buah naga dalam percobaan

ini dilakukan dengan menggunakan metode MAE, metode ini dipilih karena

cocok bagi pengambilan senyawa yang bersifat thermolabil seperti pektin,

dikarenakan metode ini memiliki kontrol terhadap suhu yang lebih baik

dibandingkan proses pemanasan konvensional, selain itu MAE juga memiliki

beberapa kelebihan lain, diantaranya adalah waktu ekstraksi yang lebih

singkat, konsumsi energi dan solvent yang lebih sedikit, yield yang lebih

tinggi, serta akurasi dan presisi yang lebih tinggi (Purwanto, 2010). Selain itu

karena metode konvensional menggunakan pemanasan, sehingga

menyebabkan degradasi senyawa pektin (Towle dan Christensen 1973 dalam

Fitriani 2003). Pada percobaan ini ekstraksi menggunakan metode MAE

dilakukan dengan varisi berat bahan dan variasi waktu. Pektin hasil ekstraksi

kemudian diaplikasikan sebagai bahan pembuatan edible film dengan

penambahan plasticizer, plasticizer ditambahkan dengan tujuan untuk

25

meningkatkan elastisitas film yang dihasilkan (Darni dkk. 2009 dalam

Herdigenarosa 2013).

4.1Preparasi Bahan Baku

Sebelum bahan digunakan untuk percobaan, perlu dilakukan preparasi

terlebih dahulu dengan tujuan untuk mendapatkan serbuk kulit buah naga

kering yang sekecil mungkin dan seragam. Bahan baku yang digunakan

adalah kulit buah naga dari jenis Hylocereus polyrhizus, yaitu buah naga kulit

merah dengan daging buah merah keunguan. Sebelum kulit buah naga

dilakukan proses ekstraksi dengan metode Microwave Assisted Extraction

(MAE), dilakukan proses preparasi terlebih dahulu. Proses preparasi dimulai

dengan mengeringkan kulit buah naga menggunakan oven dengan suhu 55°C

sampai berat konstan. Pengeringan bahan baku dalam proses preparasi perlu

dilakukan, karena metode pengeringan pada persiapan bahan memiliki yield

yang lebih besar dibandingkan dengan kulit yang tidak dikeringkan terlebih

dahulu. Hal ini disebabkan pengeringan bahan baku akan memperluas

permukaan sehingga lebih optimal ketika ekstraksi, dan difusi larutan ke

bahan akan lebih baik dibandingkan dengan keadaan segar, sebab dalam

keadaan segar kandungan air dalam bahan yang tinggi akan menutup

permukaan yang mempersulit difusi larutan asam untuk mengekstrak pektin

dari bahan. Pada proses pengeringan suhu yang dipilih 55°C, karena suhu

pengeringan lebih dari itu ataupun semakin tinggi akan menyebabkan pektin

yang terkandung di dalam bahan terdegradasi. Selain itu pengeringan juga

berfungsi untuk meminimalisasi jumlah pelarut yang digunakan dalam proses

ekstraksi, ini dikarenakan pengecilan ukuran dan massa (Fitriani, 2003).

Setelah kulit buah naga kering kemudian dihaluskan menggunakan blender

dengan tujuan memperluas area permukaan kontak antara bahan dengan

pelarut, sehingga meningkatkan rendemen pektin hasil ekstraksi dengan

Microwave Assisted Extraction (MAE). Setelah preparasi, yield pektin dalam

bahan baku dianalisis menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut asam

26

karena metode ini mempermudah terhidrolisisnya protopektin menjadi pektin

(Hariyati, 2006).

4.2Analisis Yield Pektin Standar

Setiap kulit buah naga memiliki yield pektin standar yang belum tentu

sama, kondisi iklim, cuaca maupun geografis dapat mempengaruhi yield

pektin yang dihasilkan, sehingga perlu dilakukan analisis yield pektin standar

terhadap kulit buah naga yang akan digunakan. Yield pektin dari analisis

standar pada kulit buah naga berdasarkan percobaan ini adalah 9,6% w/w.

Sedangkan menurut literatur, kandungan pektin kulit buah naga adalah 10,8%

(Jamilah, 2011). Ini membuktikan bahwa kondisi iklim, cuaca maupun

geografis penanaman buah naga mempengaruhi yield pektin yang dihasilkan.

Pektin hasil analisis standar memiliki warna putih bersih, seperti pada

Gambar 4.1., tetapi kekuatan gelnya rendah, ini kemungkinan disebabkan

oleh jenis zat pendehidrasinya, dalam percobaan ini zat pendehidrasi yang

digunakan adalah NaOH yang memiliki berat molekul 40 g/mol atau dapat

dikatakan rendah. Semakin besar berat molekul zat yang digunakan untuk

mendehidrasi pektin, maka kekuatan gel yang dihasilkan semakin tinggi.

Sehingga dalam proses ekstraksi pektin selanjutnya dalam percobaan ini zat

pendehidrasi yang digunakan adalah ethanol yang memiliki berat molekul

yang lebih besar daripada NaOH.

Gambar 4.1 Pektin Hasil Analisis Standar

27

4.3Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE

Pada ekstraksi pektin kulit buah naga menggunakan metode MAE

dengan variasi berat bahan ini, pelarut yang digunakan adalah asam oksalat.

Penggunaan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk menghidrolisis

protopektin menjadi pektin yang larut dalam air ataupun membebaskan pektin

dari ikatan dengan senyawa lain, misalnya selulosa (Fitriani, 2003).

Setelah proses ekstraksi selesai, kemudian dilakukan penggumpalan

pektin yaitu dengan menambahkan ethanol 95%, penggumpalan ini terjadi

karena gangguan terhadap kestabilan dispersi koloidalnya. Pektin termasuk

koloidal hidrofilik yang bermuatan negatif (dari gugus karboksil bebas yang

terionisasi) dan tidak mempunyai titik isolistrik. Seperti koloid hidrofilik

umumnya, pektin distabilkan terutama oleh hidrasi partikelnya dari pada oleh

muatannya. Pektin distabilkan oleh selapis air melalui ikatan elektrostatik

antara muatan negatif molekul pektin dan muatan positif molekul air.

Penambahan zat pendehidrasi seperti alkohol dapat mengurangi stabilitas

dispersi pektin karena efek dehidrasi mengganggu keseimbangan pektin-air,

sehingga pektin akan menggumpal (Rouse 1977 dalam Fitriani 2003).

Hasil penggumpalan pektin berwarna putih kecoklatan (Gambar 4.2)

dengan kekuatan gel rendah, ini dikarenakan pengaruh dari gelombang

microwave yang cukup tinggi, semakin tinggi gelombang menyebabkan suhu

ekstraksi yang semakin tinggi, dengan suhu ekstraksi semakin tinggi pektin

yang dihasilkan semakin tidak jernih, sehingga gel yang diperoleh pun keruh

dan kekuatan gel berkurang (Kertesz 1951 dalam Hariyati 2006). Pada alat

microwave oven yang digunakan, gelombang microwave dikonversikan pada

dayanya, yang berarti pada daya tinggi maka intensitas gelombang juga

tinggi, sehingga pemanasan lebih cepat. Kekuatan gel dari pektin yang rendah

ini dibuktikan dengan masih mudahnya air dalam pektin yang keluar bila

diangkat. Gel pektin yang didapatkan kemudian dilakukan pengeringan pada

tekanan yang rendah, dengan tujuan agar pektin tidak terdegradasi (Ranganna

1977 dalam Hariyati 2006). Jika pektin tidak dilakukan pengeringan, maka

kondisi lembab pada gel pektin akan dimanfaatkan oleh jamur untuk tumbuh

28

dan berkembang biak, sehingga merusak pektin. Pektin yang sudah

dikeringkan kemudian ditumbuk sampai pektin berbentuk serbuk halus, agar

nantinya pektin mudah dilarutkan dalam pembuatan edible film.

Gambar 4.2 Gel Pektin

4.3.1Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE dengan Variasi Berat

Bahan

Variasi berat bahan dalam ekstraksi pektin kulit buah naga belum

pernah dipelajari, sehingga percobaan ini ditujukan untuk mengetahui

pengaruh variasi berat bahan terhadap yield pektin kulit buah naga. Pada

percobaan ini, variasi berat bahan dipelajari pada berat bahan 10, 15 dan 20

gram. Berdasarkan yield pektin hasil ekstraksi dapat dikatakan bahwa

semakin sedikit bahan yang diekstraksi, semakin tinggi yield pektin yang

dihasilkan. Hal ini terlihat seperti pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.3. Hal ini

terjadi karena dengan semakin sedikitnya bahan maka kontak antara bahan

dengan pelarut menjadi lebih besar, sebaliknya jika bahan semakin banyak,

kesempatan kontak antara bahan dengan pelarut menjadi lebih kecil. Dari

hasil percobaan, berat bahan 10 gram memberikan yield paling tinggi, yaitu

72% sedangkan untuk berat bahan 15 gram yield pektin yang dihasilkan

29

18,33% dan variasi berat 20 gram menghasilkan yield pektin terendah yaitu

12,45%.

Tabel 4.1 Pengaruh Berat Bahan Terhadap Yield Pektin

(Waktu = 20 menit ; P = 600 watt; Konsentrasi pelarut = 0,25% ;

Volume pelarut = 300 mL )

Berat bahan (gram) Yield (%)

10 72

15 18,33

20 12,45

Gambar 4.3 Yield Pektin Kulit Buah Naga dengan Variasi Berat Bahan

4.3.2Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE dengan Variasi Waktu

Variasi waktu ekstraksi terhadap yield pektin kulit buah naga memang

pernah dipelajari, tetapi metode ekstraksi yang digunakan masih secara

konvensional. Sehingga percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk

membandingkan yield pektin hasil ekstraksi secara konvensional dengan

ekstraksi menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE).

Variasi waktu ekstraksi pada percobaan ini dilakukan pada variasi waktu 15,

30

20 dan 25 menit. Variasi waktu ekstraksi memberikan pengaruh terhadap

yield pektin yang dihasilkan, dengan semakin lamanya waktu ekstraksi, yield

pektin yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini terlihat seperti Tabel 4.2 dan

Gambar 4.4., ini terjadi karena kontak antara bahan dengan pelarut

berlangsung lebih lama sehingga memberikan kesempatan lebih besar kepada

pelarut untuk menghidrolisis protopektin, selain itu dengan semakin lamanya

gelombang mikrowave kontak dengan bahan mengakibatkan suhu yang

semakin tinggi, sehingga kinetika reaksi hidrolisis protopektin menjadi

semakin meningkat, akibatnya yield pektin yang dihasilkan semakin besar

(Hariyati, 2006). Pada hasil percobaan waktu ekstraksi 25 menit memberikan

yield pektin paling besar, yaitu 63%. Perbandingan hasil penelitian sejenis

menunjukkan bahwa ekstraksi pektin menggunakan metode Microwave

Assisted Extraction (MAE) lebih efektif dan efisien, karena selain menghemat

konsumsi energi, waktu yang digunakan untuk ekstraksi juga lebih singkat,

selain itu yield pektin yang dihasilkan juga lebih tinggi.

Tabel 4.2 Yield Percobaan dengan Variasi Waktu

(Berat bahan = 10 gram; P = 600 watt; Konsentrasi pelarut = 0,25%;

Volume pelarut = 300 mL )

Waktu (menit) Yield (%)

15 9

20 15

25 63

Tabel 4.3 Yield Pektin Literatur dengan Variasi Waktu

(Berat bahan = 10 gram; Konsentrasi pelarut = 40%)

Waktu (menit) Yield (%)

30 10,40

60 12,11

120 16,76

(sumber: Woo, 2010)

31

Gambar 4.4 Yield Pektin Kulit Buah Naga dengan Variasi Waktu

Pektin yang didapatkan dari hasil ekstraksi selanjutnya dilakukan uji

FTIR untuk mengidentifikasi kelompok bahan kimia utama dalam pektin,

kelompok-kelompok fungsional utama pektin biasanya di wilayah antara

1.000 dan 2.000 cm-1 dari spektrum FTIR (Kalapathy & Proctor 2001 dalam

Ismail 2012). Adanya gugus karbonil pada 1639,08 cm-1 menunjukkan bahwa

sampel tersebut tergolong sebagai pektin, dan juga adanya gugus C-O pada

1102,9 cm-1 yang diikuti juga oleh gugus karbonil pada 1639,08 cm-1

menunjukkan bahwa sampel mengandung gugus ester. Ikatan absorpsi pada

1102,9 cm-1 berasal dari eter dan CC siklik dalam struktur cincin molekul

pektin (Ismail, 2012). Komposisi senyawa pektin tersebut disusun pada Tabel

4.4. Komposisi pektin hasil ekstraksi kulit buah naga menggunakan MAE

pada percobaan disajikan pada Gambar 4.5. Berdasarkan keterangan literatur

di atas komposisi senyawa kimia di dalam pektin tersebut dituliskan seperti

pada Tabel 4.5.

32

Gambar 4.5 Spektrum Pektin Kulit Buah Naga

Spektrum di atas hampir mirip dengan spektrum yang sebelumnya

sudah ada pada Gambar 2.4.

Tabel 4.4 Komposisi Senyawa Pektin Literatur

Ikatan Absorpsi (cm-1) Gugus Senyawa

1630 1650 C = O Karbonil 1740 1760 O

Karboksilat

RCOH

1100 R-O-R Eter

1200 C C siklik Karbon siklik

(sumber: Ismail, 2012)

33

Tabel 4.5 Komposisi Senyawa Pektin Hasil Percobaan

Ikatan Absorpsi (cm-1) Gugus Senyawa

1102,9 C O & C - C siklik Eter dan Karbon Siklik

1044,37 C O Eter

1414,68 CX Haloalkana

1639,08 C = O Karbonil

2928,05 C Hsp3 Alkena/gugus alkil

3430,82 O H Alkohol 1102,9 & 1639,08 O

Ester

RCOR

Pektin yang didapatkan dari hasil ekstraksi dan dijadikan bentuk

serbuk kemudian digunakan sebagai bahan pembuatan edible film, hasilnya

seperti yang terlihat pada Gambar 4.6. Pada pembuatan edible film ini

dilakukan penambahan plasticizer. Plasticizer ditambahkan dengan tujuan

untuk meningkatkan elastisitas film yang dihasilkan (Darni 2009 dalam

Herdigenarosa 2013). Edible film yang dihasilkan dari percobaan ini memiliki

kuat tarik yang rendah, ini kemungkinan disebabkan banyaknya plasticizer

yang ditambahkan, karena semakin banyak plasticizer yang ditambahkan

nilai kuat tarik cenderung menurun (Wirawan, 2012). Nilai kuat tarik edible

film tergantung dari berat molekulnya, semakin besar berat molekul

plasticizer semakin meningkat kuat tarik dari edible film (Laila 2008 dalam

Wirawan 2012). Padahal berat molekul dari plasticizer gliserol hanya 92,09

g/mol atau dapat dikatakan rendah, sehingga nilai kuat tarik edible film yang

dihasilkan rendah.

Gambar 4.6 Edible Film

34

Selanjutnya edible film yang dihasilkan dilakukan pengamatan

permeabilitas uap air (Water vapour permeability), nilai permeabilitas uap air

dari edible film yang dihasilkan rendah, ini dapat dilihat ketika edible film

selesai dikeluarkan dari pemanas oven setelah beberapa menit film yang

dihasilkan lembab atau dapat dikatakan menyerap air. Ini mungkin

dikarenakan penambahan platicizer pada film yang cukup banyak.

Penambahan plasticizer yang banyak menyebabkan permeabilitas uap air dari

film semakin besar yang menunjukkan bahwa nilai permeabilitasnya rendah,

selain itu film dari pektin memang bersifat hidrofilik, plasticizer juga bersifat

hidrofilik sehingga transfer uap air dari lingkungan ke permukaan edible film

menjadi lebih cepat (Wirawan, 2012). Edible Film yang dihasilkan juga

diaplikasikan terhadap permen, tetapi karena nilai permeabilitas uap airnya

rendah menyebabkan edible film tidak dapat melapisi permen dengan baik

sebab film terus mengeluarkan air akibat dari sifat hidrofilik plasticizer dan

film yang berbahan pektin. Hasil aplikasi tersebut disajikan pada Gambar 4.7.

Pada gambar terlihat terdapat air pada bagian bawah permen.

Gambar 4.7 Aplikasi Edible Film

35

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

a.Yield pektin hasil ekstraksi kulit buah naga menggunakan metode

Microwave Assisted Extraction (MAE) dengan pelarut asam oksalat 300

mL dan berat bahan 10 gram adalah 72%.

b.Ekstraksi pektin kulit buah naga menggunakan MAE menghasilkan yield

yang lebih besar dibandingkan menggunakan metode konvensional,

ekstraksi menggunakan MAE dengan waktu 25 menit menghasilkan yield

pektin 63% sedangkan metode konvensional dengan waktu ekstraksi 120

menit hanya menghasilkan yield 16,76%.

c.Variasi berat bahan dalam ekstraksi pektin menggunakan MAE

mempengaruhi yield pektin yang dihasilkan, pada volume pelarut 300 mL,

semakin sedikit bahan yang digunakan dalam ekstraksi, semakin besar

yield pektin kulit buah naga yang dihasilkan, ini terbukti dengan berat

bahan 10 gram menghasilkan yield pektin sebesar 72% sedangkan

ekstraksi dengan berat bahan 20 gram hanya menghasilkan yield 12,45%.

d.Variasi waktu ekstraksi menggunakan metode MAE memberikan

pengaruh terhadap yield pektin kulit buah naga dan waktu ekstraksi pektin

kulit buah naga yang optimal dengan volume pelarut asam oksalat 300 mL

berat bahan 10 gram adalah pada waktu ekstraksi 25 menit.

e.Pektin kulit buah naga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan edible

film.

5.2Saran

a.Ekstraksi pektin kulit buah naga menggunakan metode MAE dengan

variasi konsentrasi pelarut asam oksalat perlu dilakukan untuk mengetahui

konsentrasi asam oksalat yang optimal.

36

b.Penggunaan pektin kulit buah naga sebagai bahan pembuatan edible film

dengan penambahan plasticizer jenis lain perlu dilakukan untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas edible film.

37

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Z dan Subagyo, P. 2010. Pemungutan Pektin dari Kulit dan Ampas Apel

Secara Ekstraksi. Eksergi Vol 10 (2): 48.

Bae, In Young., Chau, Hoa K., Fishman, Marshall L., Hotchkiss Jr, Arland T., Lee,

Byeong-Hoo., Lee, Suyong., Lee, Heungsook., ., Lee, Heyon Gyu., Savary,

Brett J dan Yoo, Sang-Ho. 2012. Structural Characteristics of Pumpkin

Pectin Extracted by Microwave Heating. Institute of Food Technologists

Journal of Food Science Vol. 77 (11): 1169-1173.

Basito, R., Baskara, K.A dan Nugroho, A.A. 2013. Kajian Pembuatan Edible Film

Tapioka dengan Pengaruh Penambahan Pektin Beberapa Jenis Kulit Pisang

Terhadap Karakteristik Fisik dan Mekanik. Teknosains Pangan Vol 2 (1):

74.

Chong, Y.Y., Li Hiong, S.K., Tang, P.Y dan Woo, K.K. 2010. Pectin Extraction

and Characterization from Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus) :

Preliminary Study. Jurnal of Biological Sciences 10 (7) : 631-636.

Dzulkifly, M.A., Jamilah, B., Kharidah, M., Noranizan, A dan Shu, C.E. 2011.

Physico-chemical Characteristic of Red Pitaya (Hylocereus polyrhizus) peel.

International Food Research Journal 18: 279-286.

Ernie, Prasetya, A dan Wirawan, S.K. 2012. Pengaruh Plasticizer Pada

Karakteristik Edible Film Dari Pektin. Reaktor, Vol. 14 (1): 61-67

Fessenden, J.S. dan Fessenden, R. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid I.

Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.

Fitriani, Vina. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon

(Citrus medica var Lemon). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hariyati, M.N. 2006. Ekstraksi Dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses

Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa). Skripsi. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Hartati, I., Kurniasari, L dan Purwanto, H. 2010. Pengembangan Microwave

Assisted Extractor (MAE) pada Produksi Minyak Jahe dengan Kadar

Zingiberene Tinggi. Universitas Wahid Hasyim. Momentum Vol 6 (2) : 9.

38

Herdigenarosa, Muren. 2013. Pembuatan Edible Coating dari Pektin Kulit Buah

Jeruk Bali (Citrus maxima) dengan Variasi Sorbitol Sebagai Plasticizer.

Skripsi. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Ismail, N.S.M., Nazaruddin, R., Norziah, M.H dan Zainudin, M. 2012. Extraction

and Characterization of Pectin from Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus)

using Various Extraction Conditions. Sains Malaysiana 41(1): 41 45

Jaya, I.K.D. 2010. Morfologi Dan Fisiologi Buah Naga Dan Prospek Masa

DepannyaDi Indonesia. Crop Agro Vol.3 (1): 44-50.

Kusumastuti, Ari. 2011. Pengenalan Pola Gelombang Khas dengan Interpolasi. UIN

Maulana Malik Ibrahim Malang. Vol. 2 (1): 7-12.

Natyalaksmi, 2014. Laporan Analisis Pangan Buah. On line at

http://www.WordPress.com.(accessed 30 Januari 2014).

Nazaruddin, R., Norazelina, S.M.I., Norziah, M.H dan Zainudin, M. 2011. Pectins

From Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus) Peel. Malays. Appl. Biol. 40(1):

19-23.

Rahmawati, Asri. 2012.Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Dragon Fruit) Sebagai

Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna Sintetis. Tugas Akhir.

Universitas Negeri Semarang.

Sudiyono, 2012. Ekstraksi Dan Kegunaan Pektin Dari Kulit Jeruk. Universitas

Widyagama Malang. Malang.

Wong, C.J., Woo, K.K dan Tang, P.Y. 2011. Optimization of Pectin From Peel of

Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus). Asian Journal of Bilogical Sciences 4

(2): 189-195.

39

Lampiran 1

Cara Kerja Preparasi Bahan Baku

Kulit buah naga

Dipotong kecil-kecil

Dipanaskan dalam oven T= 55°C

hingga konstan

Kulit buah naga kering

Dihaluskan dengan blender

Serbuk kulit buah naga

Diayak untuk menyeragamkan ukuran

Lolos ayakan

Tidak lolos ayakan

40

Lampiran 2

Cara Kerja Ekstraksi Pektin dengan Metode Analisis Standar

Serbuk kulit buah naga

40 mL aquades

Dipanaskan dan diaduk

Larutan kulit buah naga

Ditambahkan aquades hingga 50 mL

Disaring menggunakan kertas saring

Ampas kulit

filtrat

Diambil 10 mL filtrat

Ditambah aquades 25 mL dan 2 tetes PP

Ditambah dengan NaOH 1N setetes demi setetes sampai pH netral (jernih)

Ditambah 1 mL NaOH 1N, dibiarkan 1 malam

Ditambah 5 mL as.asetat 1N

Ditambah 2,5 mL CaCl2 1N

Disaring menggunakan penyaring vakum

Limbah

Gel pektin

Dikeringkan suhu 102°C, sampai konstan

Ditimbang

Dicuci dengan air panas bersuhu ± 60°C

Dikeringkan suhu 100°C sampai konstan

Pektin

41

Lampiran 3

Cara Kerja Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE dengan Variasi Berat

Bahan

Serbuk kulit buah naga

Asam

oksalat 0,25%

300 mL

Ekstraksi dengan MAE

(600 W) selama 20 menit

Hasil ekstraksi

Disaring

Filtrat

Residu

Ditambahkan ethanol 95%

Perbandingan 1:1,5

Pektin terendapkan

Dipisahkan

Cairan

Gel Pektin

Dikeringkan dengan oven T = 65°C sampai konstan

Pektin

42

Lampiran 4

Cara Kerja Pembuatan Edible Film dengan Plasticizer

1,5 gram pektin

Dilarutkan dalam 100 mL larutan

plasticizer disertai pengadukan

Dipanaskan suhu 70°C, dijaga konstan

Ditambahkan larutan CaCl2.2H2O

Dituangkan dalam teflon

Dikeringkan suhu 50°C, 15 jam

Film

43

Lampiran 5

Data Pengamatan

1.Preparasi Bahan Baku

Perlakuan Pengamatan

1. Memilih kulit buah naga yang tidak cacat,

kemudian dicuci

Kulit buah naga

berwarna merah bersih 2. Memotong kulit buah naga Potongan kulit buah

naga 3. Mengeringkan kulit buah naga menggunakan

oven pada suhu 55°C sampai berat konstan

Kulit buah naga kering

berwarna coklat 4. Kulit buah naga kering diblender Serbuk kulit buah naga

berwarna coklat 5. Serbuk kulit buah naga dilakukan

pengayakan

Bahan baku serbuk kulit

buah naga halus

2.Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE dengan Metode Analisis Standar

Perlakuan Pengamatan

1. Serbuk kulit buah naga ditambah 40 mL

aquades dilakukan pemanasan dan

pengadukan

Larutan berbentuk bubur

kental berwarna coklat

tua 2. Larutan ditambahkan aquades 50 mL,

dilakukan penyaringan

10 mL filtrat berwarna

coklat 3. Penambahan aquades 25 mL dan 2 tetes

indikator pp

Warna coklat muda

beningpH 13 4. Dilakukan titrasi dengan NaOH 1N Warna coklat muda

lebih bening (lebih

cerah) 5. Penambahkan 1 mL NaOH 1N dan dibiarkan

Terbentuk endapan putih selama 1 malam.

6. Penambahan 5 ml asam asetat 1 N hingga

warna menjadi jernih

Warna menjadi lebih

jernih 7. Setelah 5 menit, ditambahkan 2,5 ml Kalsium

Khlorida 1 N dan diaduk sampai rata.

Timbul letupan

berwarna putih, cairan kental hampir seperti

jelly 8. Dilakukan penyaringan dan dikeringkan suhu

102°C

Bubuk pektin berwarna

coklat kering 9. Penyimpanan di desikator dan ditimbang Berat pektin 0,49 gram 10. Pencucian endapan pektin dengan air panas

untuk menghilangkan Khlorida

Pektin basah berwarna

putih kecoklatan 11. Pengovenan pektin sampai berat konstan Pektin berwarna putih

kecoklatan, yield 9,6%

44

3.Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE dengan Variasi Berat Bahan

Perlakuan Pengamatan

1. Serbuk kulit buah naga dengan variasi berat

bahan 10, 15 & 20 gram setiap 300 mL

Serbuk kulit buah naga

berwarna coklat larutan/pelarut

2. Ekstraksi dengan MAE 20 menit Larutan berwarna coklat

tua

3. Penyaringan larutan dengan kertas saring Filtrat berwarna coklat

muda bening dengan

pH 5 (untuk semua rasio

bahan, sesuai pH aquades) 4. Penambahan ethanol konsentrasi 95%

dengan perbandingan

1 : 1,5 didiamkan selama semalam

Pektinterendapkan

berbentuk gel dengan

warna coklat 5. Endapan pektin dioven suhu 65°C sampai

berat konstan

Pektin kering berwarna

putih kecoklatan Yield pektin rasio bahan

10 gram = 72%

15 gram = 18,33%

20 gram = 12,45%

4.Ekstraksi Pektin Menggunakan Metode MAE dengan Variasi Waktu Ekstraksi

Perlakuan Pengamatan

1. Serbuk kulit buah naga dengan variasi waktu

ekstraksi 5, 10, 15, 20 dan 25 menit

Serbuk kulit buah naga

berwarna coklat 2. Ekstraksi dengan MAE dengan variasi waktu

ekstraksi 5, 10, 15, 20 dan 25 menit

Larutan berwarna coklat

tua 3. Penyaringan larutan dengan kertas saring Filtrat berwarna coklat

muda bening dengan

pH 5, sesuai pH aquades 4. Penambahan ethanol 95% dengan

perbandingan

1 : 1,5 didiamkan selama semalam

Pektin terendapkan

berbentuk gel dengan

warna coklat 5. Endapan pektin dioven suhu 65°C sampai

berat konstan

Pektin kering berwarna

putih kecoklatan, yield 5 menit = 21%

10 menit = 21%

15 menit = 9%

20 menit = 15%

25 menit = 63%

45

5.Pembuatan Edible Film dengan Plasticizer

Perlakuan Pengamatan

1. 1,5 gram pektin dilarutkan dalam 100 mL

larutan plasticizer disertai pengadukan

Larutan pektin berwarna

coklat muda 2. Memanaskan larutan suhu 70°C Pektin larut sempurna

3. Menambahkan larutan CaCl2.2H2O Cairan menjadi kental,

terbentuk letupan putih 4. Larutan dituangkan dalam teflon,

dipanaskan suhu 50°C selama 15 jam

Edible film berwarna

coklat transparan, elastis, daya tarik

rendah, permeabilitas

uap air rendah

46

Lampiran 6

Analisis Data

1.Perhitungan kebutuhan NaOH 1N

N = M.e-

N = 1M.1

N = 1N

M = x

1M =

2000 = g.1000

g = 2 gram (dilarutkan dalam 50 mL aquades)

2.Perhitungan kebutuhan 5 mL asam asetat (CH3COOH) 1N

M =

=

=

= 17,5 M

CH3COOH CH3COO- + H+

N = M . e-

= 17,5 M . 1

= 17,4 N

N1 . V1 = N2 . V2

17,5 N.V1 = 1N. 5 mL

V1 =

V1 = 0,286 mL (diencerkean aquades sampai 5 mL)

47

3.Perhitungan kebutuhan 2,5 mL kalsium khlorida anhidrat (CaCl2.2H2O)1N

CaCl2 Ca2+ + 2Cl-

N = M.e-

M =

M = 0,5 M

M = x

0,5M = x

183,75 = gram x 1000

Gram = 0,18375 gram (ditambah aquades sampai 2,5 mL)

4. Perhitungan analisis kadar pektin standar, dengan sampel 10 mL filtrat dari 5 gram

bahan

Rendemen :

:

: 9,6%

5. Perhitungan rendemen pektin untuk 10 gram bahan, dengan sampel 10 mL filtrat

diendapkan dengan ethanol 95%

Asumsi :

- Tidak terjadi kehilangan volume = 300 mL

- Larutan pektin hasil ekstraksi homogen

Total berat pektin : 0,24 gram x

: 7,2 gram

Rendemen : x 100%

: 72%

6. Perhitungan rendemen pektin untuk 15 gram bahan, diendapkan dengan ethanol 95%

Rendemen :

:

: 18,333%

7. Perhitungan rendemen pektin untuk 20 gram bahan, diendapkan dengan ethanol 95%

Rendemen :

:

: 12,45%

48

8. Perhitungan rendemen pektin untuk 10 gram bahan, dengan sampel 10 mL filtrat

diendapkan dengan ethanol 95%, dengan variasi waktu 5 menit

Asumsi :

- Tidak terjadi kehilangan volume = 300 mL

- Larutan pektin hasil ekstraksi homogen

Total berat pektin : 0,07 gram x

: 2,1 gram

Rendemen :

:

: 21%

9. Perhitungan rendemen pektin untuk 10 gram bahan, dengan sampel 10 mL filtrat

diendapkan dengan ethanol 95%, dengan variasi waktu 10 menit

Asumsi :

- Tidak terjadi kehilangan volume = 300 mL

- Larutan pektin hasil ekstraksi homogen

Total berat pektin : 0,07 gram x

: 2,1 gram

Rendemen :

:

: 21%

10. Perhitungan rendemen pektin untuk 10 gram bahan, dengan sampel 10 mL filtrat

diendapkan dengan ethanol 95%, dengan variasi waktu 15 menit

Asumsi :

- Tidak terjadi kehilangan volume = 300 mL

- Larutan pektin hasil ekstraksi homogen

Total berat pektin : 0,03 gram x

: 0,9 gram

Rendemen :

:

: 9%

11. Perhitungan rendemen pektin untuk 10 gram bahan, dengan dampel 10 mL

Filtrat diendapkan dengan ethanol 95%, dengan variasi waktu 20 menit

Asumsi :

- Tidak terjadi kehilangan volume = 300 mL

- Larutan pektin hasil ekstraksi homogen

Total berat pektin : 0,05 gram x

: 1,5 gram

49

Rendemen :

:

: 15%

12. Perhitungan rendemen pektin untuk 10 gram bahan, dengan dampel 10 mL

Filtrat diendapkan dengan ethanol 95%, dengan variasi waktu 25 menit

Asumsi :

- Tidak terjadi kehilangan volume = 300 mL

- Larutan pektin hasil ekstraksi homogen

Total berat pektin : 0,21 gram x

: 6,3 gram

Rendemen :

:

: 63%

50

Lampiran 7

Dokumentasi Pemungutan Pektin dengan Metode MAE

1.Ekstraksi Pektin dengan Metode Analisis Standar

Kulit Buah Naga

Serbuk kulit buah naga

Pemanasan disertai Pengadukan

51

Larutan hasil titrasi

Residu pektin

Pektin kering hasil ekstraksi

52

2.Ekstraksi Pektin dengan Metode MAE

Larutan serbuk kulit buah naga

Ekstraksi dengan metode MAE

Filtrat hasil ekstraksi

53

Pengendapan pektin

Gel pektin hasil penyaringan

Serbuk pektin hasil ekstraksi

54

3.Pembuatan Edible Film

Pengadukan dan pemanasan larutan edible film

Pencetakan larutan edible film

Lapisan Edible film

55

Lampiran 8

Uji Fourier Transform Infrared (FTIR)

Gambar Spektrum Penelitian

Gambar Spektrum Literatur

56

57

58

59

BIOGRAFI PENULIS

ADIENTYA YANIZ ULINUHA, lahir pada 26 November

1992 di Kendal, Jawa Tengah. Berasal dari keluarga

sederhana, namun beruntung dapat mengenyam pendidikan

formal di SD Negeri 01 Karangmanggis yang terletak tidak

jauh dari tempat tinggal dan lulus tahun 2004. Selanjutnya

meneruskan sekolah di SMP Negeri 01 Boja, tamat tahun

2007 dan SMA Negeri 01 Singorojo, lulus tahun 2011.

Alhamdulillah bisa melanjutkan kuliah di Prodi Teknik Kimia D3 Fakultas Teknik

Universitas Negeri Semarang melalui jalur SPMU.

Kuliah di Prodi Teknik Kimia D3 Fakultas Teknik Universitas Negeri

Semarang ditekuni sejak tahun 2011. Di sini banyak teman yang baik dan

memegang teguh persahabatan, tawa, canda, sedih, senang dilalui bersama tanpa

berkeluh kesah, kelak bisa menjadi kenangan yang tidak terlupakan. Bersyukur,

beberapa waktu setelah masuk kuliah bisa mendapatkan beasiswa Bidik Misi

sehingga bisa mengurangi beban orang tua. Sebagai mahasiswa pernah menjadi

fungsionaris Himpro Teknik Kimia selama 2 periode kepengurusan, banyak

pengalaman berorganisasi yang bisa didapatkan.

Selama menempuh kuliah banyak ilmu yang didapatkan, namun itu

pastinya masih kurang. Perlu banyak belajar untuk menjadi orang yang lebih baik

dari sekarang. Waktu begitu cepat berlalu, tidak terasa sudah menginjak semester

akhir, Tugas Akhir pun dikerjakan tentunya dengan bantuan dosen-dosen Teknik

Kimia. Di ujung masa pendidikan penulisan tugas akhir banyak mendapat

bimbingan dari Dr. Megawati, S.T., M.T. yang memberikan banyak arahan,

nasehat, masukan sehingga tersusunlah Tugas Akhir ini. Sidang Tugas Akhir pun

sudah tiba, saatnya dosen Penguji Bayu Triwibowo, S.T., M.T. memberikan

koreksian dan saran terhadap Tugas Akhir yang dikerjakan. Revisi dan persiapan

wisuda segera dipersiapkan. Semoga ilmu yang didapat berguna untuk bekal

dalam menempuh kehidupan.

Perjuangan hidup selanjutnya semoga selalu mendapat rahmat dan ridho

dari Allah SWT. Amin Ya Rabbalalamin.