10
EKTIMA I. PENDAHULUAN Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan olehStreptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah. (1,2) Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit. (3) Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus. (4,5) II. EPIDEMIOLOGI Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun. (1,4) Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan angka

EKTIMA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

artikel

Citation preview

Page 1: EKTIMA

EKTIMA

I.       PENDAHULUAN

 Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan olehStreptococcus β-

hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari

keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta

berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.(1,2)

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,Streptococcus, atau

oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah

hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit.(3)

Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada ektima.

Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih

dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit,

misalnya, ekskoriasi, varicella atau gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan

impetigo, berupa vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras

dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched out berupa

ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.(4,5)

 II.      EPIDEMIOLOGI

 Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya ektima

berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan

jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan

sampai 18 tahun.(1,4)

Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari pasien dan

kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan

angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima.(6)

Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada orang-orang

yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis, ditemukan bahwa dari 60

orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri

terbanyak yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureusdan Streptococcus B-hemolyticus grup

A yang merupakan penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula,

ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki riwayat gigitan

serangga (73%).(7,8)

Page 2: EKTIMA

III.    ETIOLOGI

 Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan

olehStreptococcus β-hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya mirip

dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus

didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Ini didasarkan pada

isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari beberapa Staphylococcus saja. (9)

Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi secara

sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan

serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia)

merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran

infeksi Streptococcus pada kulit diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat dan hygiene

yang buruk.(9,10)

 

IV.    PATOFISIOLOGI

 Staphylococcus aureus  merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan sistemik. Seperti

halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal sebagai bakteri patogen untuk

kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G merupakan bakteri patogen yang paling sering

ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini

resisten terhadap fagositosis.(11)

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapatoksin  yang

dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan

lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung 

pada molekul HLA-DR (Mayor Histocompability Complex II (MHC II)) padaantigen-

presenting cell  tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional

memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks  reseptor sel T, superantigen hanya

memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi  non spesifik

dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α),Interleukin-1 (IL-

1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin

ini menyebabkangejala klinis berupa demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cedera jaringan.(11,13)

Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic memainkan peranan

penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus. Adanya trauma ataupun inflamasi dari

jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma, dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang

berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini. (13)

V.      GAMBARAN KLINIS

Page 3: EKTIMA

 Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa,

membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudianterbentuk krusta tebal

dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang

muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superficial dengan gambaran “punched out

appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung

menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat

ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.(1,2,12,13)

Gambar A:  Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah

(diambil dari kepustakaan 1)

Gambar B: Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian pecah

membentuk ulkus.

(diambil dari kepustakaan 1)

 

Page 4: EKTIMA

 Gambar C: Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang menderita diabetes dan

gagal ginjal

(diambil dari kepustakaan 13)

Gambar D: Ektima pada aksila

(diambil dari kepustakaan 14)

VI.    DIAGNOSIS

 Anamnesis

           Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah. Pasien biasanya

menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan kebersihan dirinya.(1)         

          Anamnesis ektima, antara lain:(1)

1.             Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.

2.             Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti gigitan serangga.

3.             Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti tungkai bawah.

4.             Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang

tertutupi krusta

5.             Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat menyebabkan penyembuhan

luka yang lama.

Pemeriksaan fisis

           Effloresensi ektima berupa awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus

yang tertutupi krusta.(1)

Page 5: EKTIMA

Gambar D : Krusta coklat berlapis lapis pada ektima

(diambil dari kepustakaan 2)

Gambar E : Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal

(diambil dari kepustakaan 2)

   Pemeriksaan penunjang

           Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan. yaitu biopsi kulit dengan jaringan dalam

untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juda dapat dilakukan pemeriksaan

histopatologi(2,12).

          Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus, dengan

infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung

pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi granulomatous perivaskuler

yang dalam dan superficial terjadi dengan edema endotel. Krusta yang berat menutupi

permukaan dari ulkus pada ektima.(2)

Gambar F: Pioderma

Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi

Page 6: EKTIMA

(Seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah)

(diambil dari kepustakaan 12)

VII.   DIAGNOSIS BANDING

           Diagnosis banding ektima, antara lain:

1.       Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di tungkai bawah

dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa. Perbedaannya, pada folikulitis, di

tengah papul atau pustul terdapat rambut dan biasanya multipel. (3,4,5,13,15)

Gambar G: Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.

(diambil dari kepustakaan 13)

2.       Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan gambaran

Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta. Bedanya, pada impetigo

krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya

biasanya pada wajah dan punggung serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi

biasanya lebih dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya

biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda. (3,4,5,13,15)

Gambar H: Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial

(diambil dari kepustakaan 13)

Page 7: EKTIMA

Gambar I: Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur

(diambil dari kepustakaan 15)

VIII. KOMPLIKASI

          Komplikasi ektima, antara lain selulitis, erisipelas, gangren, limfangitis, limfadenitis

supuratif, dan bakteremia.(16)

IX.    PENATALAKSANAAN

          Penatalaksanaan ektima, antara lain:

1.             Nonfarmakologi

          Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun antibakteri dan

sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian. (1,10,13,16,17,18)

2.             Farmakologi

          Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah

komplikasi (1,10,13,16,17,18)

a.              Sistemik

         Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi menjadi

pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.(1,10,13,16,17,18)

1.             Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)

a.       Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.

          Anak    : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.

b.       Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB

c.       Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari

2.             Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)

a.       Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari

b.       Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari

Page 8: EKTIMA

c.       Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari. 

          Anak    : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.

b.      Topikal

Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas  maka digunakan

pengobatan sistemik. Neomisin,  Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan Basitrasin merupakan

antibiotik yang dapat digunakan secara topikal. (1,10,13,16,17,18)

Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak digunakan secara

sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki angka resistensi bakteri yang

rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut dalam air dan

memiliki kestabilan terhadap perubahan suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in

vitro yang bekerja spektrum luas gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa

kerusakan ginjal dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini

penggunaannya secara topical dan oral. (1,10,13,16,17,18)

 3.       Edukasi

          Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan badan dan

lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit kulit.(1,10,13,16,17,18)

X.      PROGNOSIS

           Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut (skar).(16)

XI.    PENCEGAHAN

           Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga untuk

mencegah gigitan serangga.(16)