11
1. Emfisema Pengertian: Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal yaitu adanya pelebaran rongga udara pada asinus yang sifatnya pemanen. Pelebaran ini disebakan karena adanya kerusakan dinding asinus. Ketika membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Oleh karena itu beberapa kali menyamakan antara emfisema dan bronkitis kronik Epidemiologi: Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas.Emfisema terdapat pada 65% laki-laki dan15% wanita. Data epidemiologis di Indonesia sangat kurang. Nawas dkk melakukan penelitian di poliklinik paru RS Persahabatan Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %, kedua terbanyak setelah tuberkulosis paru (65 %). Di Indonesia belum ada data mengenai emfisema paru Etiologi: Pajanan terhdap debu batubara merupakan penyebab terjadinya emfisema. Penentuan apakah memang menyebabkan emfisema pada pekerja tambang batubara adalah debu batabara masih diragukan sebab sebagian besar pekerja tersebut adalah perokok. Penyebab ini adalah pemajanan terhadap kadmium Patogenesis:

Emfisema

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PBL respirasi

Citation preview

Page 1: Emfisema

1. EmfisemaPengertian:Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal yaitu adanya pelebaran

rongga udara pada asinus yang sifatnya pemanen. Pelebaran ini

disebakan karena adanya kerusakan dinding asinus. Ketika

membicarakan emfisema, penyakit ini selalu dikaitkan dengan kebiasaan

merokok. Oleh karena itu beberapa kali menyamakan antara emfisema

dan bronkitis kronik

Epidemiologi:Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita

emfisema.Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis

yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas.Emfisema terdapat pada 65%

laki-laki dan15% wanita. Data epidemiologis di Indonesia sangat kurang.

Nawas dkk melakukan penelitian di poliklinik paru RS Persahabatan

Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %, kedua

terbanyak setelah tuberkulosis paru (65 %). Di Indonesia belum ada data

mengenai emfisema paru

Etiologi:Pajanan terhdap debu batubara merupakan penyebab terjadinya

emfisema. Penentuan apakah memang menyebabkan emfisema pada

pekerja tambang batubara adalah debu batabara masih diragukan sebab

sebagian besar pekerja tersebut adalah perokok. Penyebab ini adalah

pemajanan terhadap kadmium

Patogenesis:Kerusakan alveoli disebabkan oleh adanya protolisis (degradasi) elastin

oleh enzim elastase yang disebut protoase. Elastin adalah komponen

jaringan ikat yang meliputi kira – kira 25% jaringan ikat di paru. Dalam

kadaan normal, terdapat keseimbangan antara degradasi dan sintesis

elastinatau keseimbangan antara protoase yang mendegradasi jaringan

paru dan protoase-inhibitor yang menghambat kerja protoase. Pada

perokok, jumlah protoase meningkat. Makrofag dan leukosit ini

mengandung elastase dalam jumlah yang tinggi. Denagn banyaknya

elastase di paru, banyak jaringan paru yang didegradasi.

Page 2: Emfisema

Manifestasi klinik: Sesak nafas saat melakukan kegiatan yang disertai batuk

Sputum yang banyak dan bervariasi dari beberapa mL mukus jernih

dan cairan sampai material purulen dengan jumlah yang besar

Sesak nafas yang tampak jelas pada penyakit yang telah parah

Penderita menunjukkan hyperiflated lug dengan berkurangnya

ekspansi dada saat inspirasi

Perkusi hipersonor dan napas pendek

Pemeriksaan penunjang

Radiologi : diafragma datar dan letak rendah, sinus frenicus costalis tumpul.

Ruang retrosternal melebar, volume bertambah besar dan penipisan vesikuler

dan hiperlusen

Pemeriksaan fisis: thorax hiperinhalasi, harus diwaspadai sebab biaa dijumpai

pada asma bronchial. Hiperinflasi menimbulkan barrel chest, suara ketuk

hipersonor da suara napas menurun

Penatalaksanaan: Edukasi untuk penderita dan keluarga

Berhenti merokok

Terapi oksigen

Brokodilator

Antikolinergik (ipratropium bromide, 40mcg sehari 3-4)

Golongan xianthine (ainophyline/theophyline sehari 3x10

Fenoterol 200 mcg sehari 3-4 kali

Nutrisi

Referensi : . Soemantri S, Bronkhilis Kronik dan Emfisema Paru dalam : Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990; Hal 754-761.

2. Asma bronkialPengertian:Gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel

inflamasi

Epidemiologi:

Page 3: Emfisema

anak laki-laki lebih sering daripada perempuan,

setelah pubertas, perempuan sedikit lebih sering, sekitar 8% dari populasi

orang dewasa di Amerika Serikat memiliki tanda dan gejala yang konsisten

dengan diagnosis asma (300 juta di seluruh dunia),

biasanya terjadi sejak kecil

prevalensi meningkat lebih dari 45% sejak akhir 1970-an,

peningkatan cepat terjadi pada negara yang baru mengadopsi gaya hidup

industrial.

Penelitian menunjukkan bahwas asma pada dewasa (20-70thn) di Indonesia

pada tahun 1993 didapatkan prevalensi 9,2 % pada laki laki dan 6,6% pada

perempuan.

Etiologi:Hiperaktivitasbronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas dan

gejala oernapasan (mengi dan sesak)

Patogenesis:Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot

bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus.

Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologi

saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan

udara distal ditempat terjadinya obstruktif terjebak tidak bisa ekspirasi,

selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas volume residu

fungsional (KRF). Dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi

mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar

saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk

mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot – otot bantu napas.

Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang

besar, sedang maupun kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan

dibanding mengi.

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru

pada daerah – daearah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah

Page 4: Emfisema

kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penururn

PO2 mungkin menjadi berlebihan sehingga PCO2 menurun yang

kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang

lebih berat lagi banyak saluran napas alveolus tertutup oleh mukus

sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya petukaran gas. Hal ini

menyebabkan hipoksemia dan kerja otot – otot pernapasan bertambah

berat serta terjadi peningkatan produksi CO2

Manifestasi klinikGejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat

hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara

spontan maupun dengan pengobatan. Gejala – gejala asma antara lain:

Bising mengi (wheezing) yang terdengar atau tanpa stetoskop

Batuk produktif seperti tekanan

Napas atau dada seperti tertekan, gejalanya bersifat paroksimal

yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.

Komplikasi ASMA: pnumotorax, emfisema subkutis. Atelektasis.

Aspergilosis bronkopulmonar alergik, gagal napas,bonkhiti, faktor iga

Pengobatan:

Obat β- adrenergik , menyebabkan relaksasi otot polos bronkhial dan

memodulasi inhibisi pelepasan mediator. Obat ini antara lain

epinephrine, isoproterenol , dan beberapa β2- adrenergik yang lebih

selektif seperti metaproterenol , terbutaline, isoetharine , albuterol,

bitolterol dan pirbuterol

Theophylline (methylxantine) , merelaksasi otot polos bronkhial.

Mekanisme kerjanya tidak diketahui tetapi theophyline tampaknya

menginhibisi pelepasan Ca intraselular, menurunkan kebocoran

mikrovaskular ke mukosa saluran pernapsan, menginhibisi respons

lambat terhadap alergen dan menginhibisi pelepasan mediator dari sel

mast.

Kortikosteroid, menginhibisi penarikan leukosit polimorfonuklear ke

tempat reaksi alergi , menstimulasi sintesis reseptor β2, dan

menghambat sintesis leukotriene. Yang sangat penting, kortikosteroid,

Page 5: Emfisema

khususnya jika diberikan melalui aerosol , menghambat respon lambat

terhadap alergen inhalasi dan hiperresponsivitas bronkial yang terjadi

selanjutnya.

Cromolyn Sodium , digunakan secara profilaktik , tampaknya

menginhibisi pelepasan mediator dan menurunkan hipersentivitas

saluran pernafasan.

Agen anti kolinergik, menghambat jalur kolinergik yang menyebabkan

obstruksi saluran pernafasan. Obat ini memberikan efek bronkodilator

tambahan pada pasien yang telah mendapatkan agen β2 inhalasi

untuk asma akut.

Referensi : Prof. Dr. H.TabraniRab.Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Trans Info

Media.Jakarta .2010. hal 402-408

3. BRONKHITIS KRONIK

Definisi

Bronkhitis kronik adalah batuk berulang dan berdahak selama lebih dari 3

bulan setiap tahun dalam periode paling sedikit 3 tahun sebab utamanya

adalah merokok, berbagai penyakit akibat pekerjaan, polusi udara, dan

usia tua. Terutama laki-laki.Hipersekresi dan tanda-tanda adanya

penyumbatan saluran napas yang kronik merupakan tanda dari penyakit

ini

Epidemiologi:

Bronkitis kronik didapatkan lebih banyak pada laki-laki daripada wanita.

Mungkin ini disebabkan penyebab utama sampai saat ini adalah merokok,

dan laki-laki lebih banyak yang merokok dibandingkan wanita. Di Asia

jumlah perokok kira-kira 50%, sedangkan di Indonesia jumlah perokok

Page 6: Emfisema

menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga 1996 adalah 53% laki-laki dan

4% wanita.

Saat ini diperkirakan 20% laki-laki dewasa menderita bronkitis kronik, dan

pada wanita dewasa lebih sedikit. Namun karena wanita yang merokok

terus meningkat maka angka bronkitis kronik pada wanita akan meningkat.

Menurut Balter MS dalam Suyono S (2001), pada bukan perokok terdapat

15% yang menderita batuk kronik dengan sputum, meningkat menjadi 33%

pada perokok dengan pipa dan cerutu, sedangkan pada perokok sigaret

yang mengonsumsi setengah sampai satu pak rokok, akan mengalami

batuk kronik sebanyak 40-50%, dan akan meningkat menjadi 70-80% pada

yang mengonsumsi rokok dua bungkus atau lebih.

Di Amerika Serikat kira-kira 10-25% penduduk menderita simple chronic

bronchitis, lebih banyak terdapat pada laki-laki di atas 40 tahun. Di Inggris

bronkitis kronik terdapat pada 17% laki-laki dan 8% wanita. Diperkirakan

didapatkan 30.000 kematian karena bronkitis kronik setiap tahun,

merupakan angka kematian terbanyak ketiga pada laki-laki dengan usia di

atas 65 tahun.

Patologi

Pada bronchitis kronik terjadi hipertrofi kelenjar mucus dari

trakeobronkhial, dimana dapat menyebabkan penyempitan pada saluran

bronkus, sehingga diameter bronkus ini menebal lebih dari 30-40% dari

tebalnya dinding bronkus yang normal.Sekresi dari sel goblet bukan saja

bertambah dalam jumlahnya akan tetapi juga lebih kental sehingga

menghasilkan substansi mukosa purulen. Keadaan ini juga disertai

bronkeostatis dan atelektasis yang diakibatkan oleh

penyumbatan.Permukaan bronkus senantiasa terinfeksi, oleh karna

mekanisme untuk membersihkan bronkus melalui silia maupun dengan

mekanisme sekresi menjadi hilang, sehingga paru selalu diinfeksi oleh

kuman Haemophilus Influenza dan Streptococcus pneumonia yang

menghasilkan mukus yang purulen pada setiap eksaserbasi.

GejalaKlinis

Page 7: Emfisema

Batuk terutama pada pagi hari pada perokok

Sputum kental dan mungkin juga purulen, terutama bila terinfeksi

oleh haemophillus influenza. Pada tingkat permulaan didapatkan

adanya dispne yang sesaat.

Dispne makin lama makin berat dan sehari penuh, terutama pada

musim dimana udara dingin dan berkabut. Selanjutnya sesak napas

terjadi bila bergerak sedikit saja dan lama kelamaan dapat terjadi

sesak napas yang berat, sekalipun dalam keadaan istirahat.

Pada sebagian pasien justru datangnya pada malam hari, terutama

pada pasien yang berusia tua sehingga menyebabkan tidur pasien

menjadi terganggu.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Faal paru

FEV1 kurang dari 75 & dalam keadaan kronik bukan saja FEV1 yang

berkurang, akan tetapi VC juga. Pemeriksaan paru dengan MBBB

menunjukkan terdapatnya penurunan faal paru

2. Pemeriksaan Radiologi

Pada bronchitis kronik tampak adanya bronkovaskular dan pelebaran dari

arteri pulmonalis disamping itu ukuran jantung juga mengalami

pembesaran.Dengan pemeriksaan fluoroskopi dapat dinilai kecepatan aliran

udara pada waktu ekspirasi.Infeksi pada bronkiolus ditandai dengan adanya

bercak-bercak pada bagian tengah paru.

3. Pemeriksaan Elektrokardiografi

Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya korpulmonale dan hipertrofi

pulmonale.

4. Pemeriksaan Bronkoskopi

Dapat ditemukan adanya obstruksi dan kolaps pada alveoli dan kadang

kadang dapat meliputi bronkus yang besar.Pada bronchitis kronik tampak

karena mukosa yang merah dan hipersekresi.

Page 8: Emfisema

5. Pemeriksaan Darah Rutin

Dapatditemukan adanya peninggian hematokrit dan eritema,serta hipoksemia

kronik.

Pengobatan/penatalaksanaan

1. Berhenti merokok

Usaha menghentikan rokok adalah suatu tindakan yang berat, walupun

melalui program yang terorganisir angka kekambuhan dapat mencapai 80

%

2. PemberianVaksin Influenza

Untuk mencegah terjadinya influenza yang dapat memperburuk COPD,

terutama pada masa epidemik, dapat pula digunakan amantadin dan

rimantadin yang dapat memperpendek pengaruh kuman influenza.

3. Bronkodilator

Bronkodilator yang sering diberikan yakni beta-2 agonis (epinefrin,

albuterol, bitolterol, isoetarim, metaproteranol,terbutali) antikolinergik

4. Teofilin

Untuk meningkatkan faal paru dan mencegah keletihan.

5. Kortikosteroid

Diberikan dalam bentuk oral dengan dosis tunggal prednison 40 mg/hari

paling sedikit selama 2 minggu.

6. Antibiotik untuk mencegah infeksi, digunakan antibiotic spektrum yang

luas

7. Pemberian Oksigen dalam jangka waktu lama

Referensi : Prof. Dr. H.TabraniRab.Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Trans Info

Media.Jakarta .2010. hal 418-421