Click here to load reader
Upload
gizkayolandaputri
View
23
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Kasus
Atresia Esofagus
Oleh :Gizka Yolanda Putri, S.Ked
NIM : 1408465718
Pembimbing :
dr. Nazardi Oyong, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan yang sudah ada sejak lahir dan
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Terkadang suatu kelainan
kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru
ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi. Salah satu bentuk dari kelainan
kongenital adalah malformasi. Malformasi merupakan suatu kelainan yang
disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses
embriogenesis sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang
menetap. Beberapa contoh malformasi yang terdapat pada esofagus adalah atresia
esofagus.1
Esofagus merupakan saluran berongga yang berfungsi untuk membawa
makanan dari mulut ke lambung.2 Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital
yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan
esofagus bagian distal.3 Insiden atresia esofagus adalah 1 dari 3000 sampai dengan
4500 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000
kelahiran hidup. Insidensi atresia esofagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000
kelahiran hidup. Secara internasional, insiden tertinggi kasus atresia esofagus
dilaporkan di Finlandia yaitu 1 dari 2500 kelahiran.4,5
Atresia esofagus banyak mengalami perkembangan dalam hal klasifikasi.
Klasifikasi yang paling banyak digunakan dan lebih mudah untuk
menggambarkan kelainan anatomi dari atresia esofagus adalah klasifikasi
berdasarkan Gross of Boston (1967). Klasifikasi tersebut paling banyak dipakai
saat ini karena membagi atresia esofagus berdasarkan ada atau tidaknya fistula
tracheoesofageal serta mempunyai dasar terapeutik dan prognosis.7
Pada atresia esofagus lebih dari 90% kasus berhubungan dengan fistula
tracheoesofageal yang merupakan hubungan abnormal antara trakea dan
esofagus.3 Sekitar 50% anak yang mengalami atresia esofagus akan mengalami
kelainan kongenital lainnya yang berkaitan dengan vertebra, anorektal, cardiac,
renal, limb serta kelainan di esofagus itu sendiri (VACTERL syndrome).6
1
Diagnosis atresia esofagus dapat ditegakkan sebelum lahir dengan
melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang ditandai dengan
polihidramnion. Bayi baru lahir yang dicurigai atresia esofagus memberikan
gejala hipersalivasi dan asi keluar bergelembung segera setelah minum, sebaiknya
dilakukan pemasangan oral gastric tube (OGT) dan pemeriksaan rontgen yang
memberikan gambaran ujung OGT yang tertahan. Penatalaksanaan atresia
esofagus dilakukan dengan tindakan operatif yang tergantung dari klasifikasinya
dan derajat kelainannya.2,7,8
Keberhasilan dari tindakan operatif pada atresia esofagus tergantung dari
kelainan anatomi serta gejala penyerta lainnya seperti berat badan lahir bayi, ada
atau tidaknya komplikasi pneumonia dan kelainan kongenital lain yang
menyertai.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Esofagus
Esofagus merupakan organ memanjang seperti sebuah tabung otot yang
menghubungkan faring dengan gaster. Panjangnya sekitar 25 cm dan dapat
kolaps. Sebagian besar esofagus terdapat di dalam rongga thoraks dan menembus
diafragma untuk masuk ke dalam cavitas abdominalis beberapa sentimeter,
esofagus lalu mencapai gaster pada sisi kanannya. Di anterior esofagus
berhubungan dengan facies posterior lobus hepatis sinister dan di posterior dengan
crus sinistrum diafragma. Esofagus berfungsi menyalurkan makanan dari faring
ke dalam gaster dengan menggunakan kontraksi bergelombang lapisan otot yang
disebut peristaltik yang akan mendorong makanan ke depan.9
Gambar 1. Anatomi Esofagus10
Esofagus diperdarahi oleh arteri cabang dari arteri thyroidea inferior, arteri
oesophagica, arteri bronchialis dan cabang dari arteri gastrik sinistra. Darah vena
mengikuti arterinya kecuali bagian tengah yang menuju vena azygos dan vena
hemiazygos. Darah dari bagian akhir esofagus akan mengalir ke vena portae
hepatis melalui vena gastrica sinistra. Plexus esofagus merupakan tempat penting
untuk anastomosis antara sistem vena azygos dan vena gastrika.9,11
3
Pembuluh getah bening berjalan mengikuti perjalanan pembuluh darah
arteri dan masuk ke nodi gastrici sinistra.9,11
Persarafan parasimpatis esofagus diatur oleh nervus vagus (gastrika)
terdapat di anterior dan posteriornya. Persarafan simpatis oleh rami oesophagealis
dari ganglia thoracica dan nervus splanchnicus major.11 Peralihan esofagus ke
gaster berfungsi sebagai sphincter esofagus bagian bawah. Makanan yang masuk
akan tertahan sementara di sini dan sphincter ini juga berguna untuk mencegah
kembalinya isi gaster ke dalam esofagus.9
2.2 Embriologi Esofagus
Saluran gastrointestinal mulai terbentuk pada minggu keempat fase embrio
sampai bulan keenam fase fetus. Pada saat embrio sepanjang 4 mm sampai dengan
200 mm terjadi pelipatan embrio dari sebagian rongga yolk-sac yang dilapisi
endoderm ke arah sefalokaudal dan lateral untuk membentuk primitive gut yang
terbentuk pada awal kehidupan. Primitive gut ini terdiri dari tiga bagian yaitu
foregut, midgut dan hindgut.12
Foregut atau usus depan akan membentuk faring, esofagus, sistem
pernafasan bagian bawah, lambung, duodenum proksimal, hepar, empedu serta
pankreas. Midgut atau usus tengah membentuk usus halus, duodenum distal,
sekum, apendik, kolon asenden sampai duapertiga kolon transversum. Hindgut
atau usus belakang membentuk bagian dari sepertiga distal kolon transversum,
kolon desenden, kolon sigmoideum, rektum hingga ke bagian proksimal kanalis
analis.12
Ketika mudigah berusia 4 minggu, terbentuk diventrikulum respiratorium
(tunas paru) di dinding ventral usus depan di perbatasan dengan usus faring. Pada
awalnya tunas paru berhubungan dengan foregut. Namun ketika diventrikulum
melebar ke arah kaudal, terbentuk tracheoesophageal rigde yang memisahkan
tunas paru dengan foregut. Selanjutnya saat tracheoesophageal rigde menyatu
untuk membentuk septum tracheoesofageale, foregut dibagi menjadi bagian dorsal
yang membentuk esofagus, bagian ventral yang membentuk primordium
respiratorik (trakea dan tunas paru). Pada awalnya esofagus berukuran pendek,
namun dengan turunnya jantung dan paru, organ ini cepat memanjang.12
4
Gambar 2. Embriologi esofagus12
Pada atresia esofagus terjadi deviasi spontan septum tracheoesofageale
atau dapat terjadi akibat faktor mekanis lain yang mendorong dinding dorsal usus
depan ke arah anterior sehingga bagian proksimal esofagus berakhir sebagai suatu
kantong buntu dan bagian distal berhubungan dengan trakea melalui saluran
sempit tepat diatas percabangan (fistula tracheoesofageal).12
2.3 Definisi Atresia Esofagus
Atresia esofagus adalah kelainan pada esofagus yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal,
esofagus bagian proksimal mengalami dilatasi yang kemudian berakhir sebagai
kantung dengan dinding muskuler yang mengalami hipertrofi yang khas
memanjang sampai pada tingkat vertebra torakal segmen 2-4.3,4,5
2.4 Epidemiologi
Insiden atresia esofagus adalah 1 dari 3000 sampai dengan 4500 kelahiran
hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup.
Insidensi atresia esofagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup.
Secara internasional, insiden tertinggi kasus atresia esofagus dilaporkan di
Finlandia yaitu 1 dari 2500 kelahiran.4,5 Pada atresia esofagus lebih dari 90%
kasus berhubungan dengan fistula tracheoesofageal yang merupakan hubungan
abnormal antara trakea dan esofagus.3
2.5 Etiologi dan Patofisiologi
5
Atresia esofagus disebabkan oleh kelainan pada masa embriogenesis yang
mengakibatkan terjadinya kegagalan pada proses perkembangan esofagus.3,12
Trakea dan esofagus berasal dari perkembangan embrio yang sama.
Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esofagus
proksimal berkembang. Pembelahan foregut pada bagian tengah memisahkan
esofagus dari trakea pada hari ke-26 masa gestasi. Kelainan dan disinkronisasi
mesenkim esofagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta
pemisahan yang tidak sempurna dari septum trakeosofageal dihasilkan dari
gangguan proses apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab
embriogenesis atresia esofagus.12
Selain itu, insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-
obatan dan penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga
berkontribusi pada perkembangan atresia esofagus. Berdasarkan pada teori-teori
tersebut, beberapa faktor muncul menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan
pfroliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasa terjadi
sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya seperti traktus intestinal, jantung,
ginjal, ureter dan sistem muskuloskeletal, juga berkembang pada waktu ini.3,4
Gambar 3. Patofisiologi Atresia Esofagus13
Atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi
memiliki kelainan kelahiran seperti:13
6
Trisomi 13, 18 dan 21
Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia
duodenal, dan anus imperforata).
Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogi of Fallot, dan
patent ductus arteriosus).
Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe
kidney, tidak adanya ginjal dan hipospadia).13
Atresia esofagus adalah kelainan yang terjadi pada awal gestasi (22 sampai
36 hari). Esofagus dan trakea berasal dari foregut (usus bagian depan) yang
terbentuk selama 4 sampai 5 minggu perkembangan embriologi, trakea terbentuk
menjadi divertikulum ventral dari faring primitif ( bagian kaudal dari foregut ).
Septum trakeoesofagus terbentuk pada pembungkus trakeoesopagus longitudinal
bergabung ke arah garis tengah dan menyatu. Septum ini terbagi menjadi bagian
ventral (tuba laringotrakheal) dan bagian dorsal (esofagus). Atresia esofagus
terjadi jika septum trakeoesofagus deviasi ke posterior. Deviasi ini membuat
pemisahan esofagus dari saluran laringotrakea tidak komplit sehingga terjadi
fistula trakeoesofagus.12
2.6 Klasifikasi
Atresia esofagus banyak mengalami perkembangan dalam hal klasifikasi.
Klasifikasi yang paling banyak digunakan dan lebih mudah untuk
menggambarkan kelainan anatomi dari atresia esofagus adalah klasifikasi
berdasarkan Gross of Boston (1967).7
Tipe A : Atresia esofagus tanpa fistula; atresia esofagus murni (10%)
Tipe B : Atresia esofagus dengan fistula tracheoesofageal proksimal
(<1%)
Tipe C : Atresia esofagus dengan fistula tracheoesofageal distal (85%)
Tipe D : Atresia esofagus dengan fistula tracheoesofageal proksimal
dan distal (<1%)
Tipe E : Fistula tracheoesofageal tanpa atresia esofagus; fistula tipe H
(4%)
Tipe F : Stenosis esofagus kongenital tanpa atresia (<1%)
7
Gambar 4. Klasifikasi Gross of Boston7
Klasifikasi tersebut paling banyak dipakai saat ini karena membagi atresia
esofagus berdasarkan ada atau tidaknya fistula tracheoesofageal serta mempunyai
dasar terapeutik dan prognosis.7
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Atresia esofagus dapat dicurigai pada saat antenatal melalui USG. Bila
pada saat pemeriksaan USG didapati polihidramnion pada ibu bayi, meskipun
penyebab polyhidramnion luas termasuk atresia usus halus, hernia diaphragmatica
maupun lesi intrathoracal. Akan tetapi jika tidak ditemukannya gelembung perut
(bubble stomach) pada bayi masa gestasti 18 minggu dengan ibu yang
polyhidramnion kemungkinan besar bukan atresia esofagus. Secara keseluruhan
sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang
lemah dari atresia esofagus (insiden 1%).
Polihidramnion merupakan keadaan dimana terdapat jumlah cairan
amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosis pasti, tetapi jika
ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus. Cairan amnion secara
normal mengalami proses sirkulasi dengan cara ditelan, dikeluarkan melalui urin.
Pada atresia esofagus atau fistula atresia esofagus, cairan amnion yang ditelan
dikeluarkan kembali karena menumpuknya cairan pada kantong esofagus
sehingga meningkatkan jumlah cairan amnion dan terjadilah polihidramion.
Pemeriksaan penunjang yang lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan
8
keakuratan diagnosis ialah USG pada leher janin untuk melihat kantong esofagus
yang buntu di proksimal dan untuk mengamati proses menelan pada janin.3,4
Pada alloanamnesis bayi baru dengan atresia esogafus didapatkan bayi
tidak mau menyusu atau air susu keluar bergelembung setelah selesai menyusu
disertai mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut), hipersalivasi,
batuk dan sesak napas. Terkadang disertai gejala pneumonia akibat regurgitasi air
ludah dari esophagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke
dalam jalan napas. Bayi juga terlihat biru, perut kembung akibat udara melalui
fistel masuk ke dalam lambung dan usus. Urin sedikit dapat menyertai gejala
karena tidak ada cairan yang masuk.6 Biasanya juga disertai dengan kelainan
bawaan yang lain yaitu VACTERL syndrome (Vertebral, Anorectal, Cardiac,
Tracheal, Esophageal, Renal, Limb).8
V = Vertebral, biasanya tulang belakang terbentuk abnormal. Yang paling
sering terjadi ialah hemivertebrae dan abnormal sakrum.
A = Anorectal, kelainan yang sering terjadi ialah atresia ani atau anus
imperforata
C = Cardiac, kelainan yang sering terjadi adalah patent ductus arteriosus
(PDA) dan ventrikel septal defek (VSD)
TE = Tracheoesophagus, kelainan dari esofagus sendiri (atresia esofagus )
yang melibatkan fistel trakeoesofagus di bagian distal trakea5
R = Renal, melibatkan dari ginjal sampai ureter yang menuju ke vesica
urinaria. Kelainan yang sering terjadi ialah ureteral reflux, Unilateral
Agenesis dan Horseshoe Kidney.
L = Limb, yang sering terjadi ialah radial aplasia atau hypoplasia,
abnormal thumb, preaxial polydactyl dan syndactyl.
b. Pemeriksaan Fisik
Bayi dengan atresia esofagus mempunyai gambaran klinis terdapat banyak
gelembung mukus berbusa berwarna putih di mulut serta hidung bayi, sering
9
batuk dan memerlukan suction berulang oleh karena atresia esofagus yang
menyebabkan isinya tertumpuk di bagian proksimal esofagus. Bayi juga
mengalami pernapasan yang tersedak saat diberi ASI disertai episode batuk dan
muntah serta sianosis. Saat dilakukan pemasangan oral gastic tube (OGT) tidak
bisa lewat melebihi 9-10 cm dari hidung ke gaster.2,3,5
Gejala-gejala pada atresia esofagus ini bervariasi tergantung dari tipe
kelainan fistula tracheoesofageal yang ada. Pada bayi dengan atresia esofagus
tanpa fistula, saliva keluar terus menerus melalui mulut dan saat diberi ASI, ASI
keluar kembali. Bayi dengan fistula pada bagian proksimal terjadi distress
pernafasan yang ditandai dengan retraksi pada dinding dada dan sianosis selama
diberikan ASI. Pada bayi dengan fistula distal, saliva yang banyak dan regurgitasi
muncul bersamaan dengan sianosis dan pneumonia sekunder yang terjadi akibat
refluks dari isi lambung. Selain itu, udara biasanya masuk keperut, sehingga perut
menjadi timpani dan mungkin menjadi begitu kembung sehingga mengganggu
pernapasan. Jika kedua fistula proksimal dan distal ada, biasanya fistula proksimal
yang memberikan gejala. Tipe yang berikutnya merupakan tipe fistula
trakeoesofagus tanpa atresia atau fistula tipe-H, akan menimbulkan gejala batuk
dan tersedak sewaktu makan, pneumonia berulang dan distensi abdomen
intermitten.2,3,4
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
Atresia esofagus dapat dicurigai pada saat antenatal melalui USG. Bila
pada pemeriksaan USG ditemukan adanya gelembung udara pada perut fetus yang
dikombinasikan dengan polihidramnion pada ibu maka dapat dicurigai adanya
atresia esofagus. Kecurigaan akan meningkat jika terdapat area anehoik pada
bagian tengah leher fetus, tanda ini membedakan atresia esofagus dengan
penyakit-penyakit gangguan menelan. Terdapatnya dilatasi kantung esofagus yang
buntu pada pemeriksaan ini dapat merujuk ke atresia esofagus. Tanda kantung ini
telah didapatkan secara langsung pada usia 26 minggu masa gestasi, tetapi
onsetnya diperkirakan paling cepat 22 minggu.4,14
10
Gambar 5. Pada ultrasound
sagittal sisi kiri fetus menunjukkan jantung, polihidramion dan tidak adanya
gambaran lambung14
2. MRI
Pemeriksaan MRI dapat dilakukan saat antenatal dan memberikan gambar
lesi sekitar esofagus dan hubungan anatominya. MRI memberikan gambar
esofagus dan sekitarnya pada posisi sagital dan karonal serta resolusi kontrasnya
lebih baik pada fetus memberikan bukti akurat untuk diagnosis atresia esofagus
pada anak dengan resiko tinggi berdasarkan penemuan USG.2
Gambar 6. Fetus berumur 32 minggu dengan atresia esofagus dan tidak adanya
lambung, hasil yang ditandai polihidramion17
3.Foto Thorax
11
Pemeriksaan radiologi foto thoraks dilakukan dengan OGT yang masih
terpasang atau dengan memasukkan sonde lambung ke dalam esofagus. Hasil
radiografi pada kasus atresia esofagus tergantung dari tipe atresia esofagus itu
sendiri, apakah terdapat fistula trakeoesfagus atau tidak beserta letak dari fistula
itu sendiri. Atresia esofagus sendiri terdapat beberapa tipe, berikut tipe dari atresia
esofagus tersebut beserta gambaran radiologinya: 3,15
a. Atresia Esofagus Tanpa Fistula Trakeoesofagus
Dilatasi dari kantong proksimal esofagus yang berisi udara, akan
menyebabkan trakea maju ke bagian depan. Tidak tampak gas mengisi abdomen.
Kantung esofagus bagian bawah dapat dilihat dengan menggunakan pemasukan
barium dengan gastrostonomi.4,16
Gambar 7. Tampak abdomen tidak memperlihatkan gas sama sekali atresia
esofagus tanpa adanya fistula trakeoesofageal.16
12
Gambar 8. Esophageal Atresia. Tampak ujung kateter yang tidak mencapai
abdomen, serta tidak adanya gas yang tampak pada daerah abdomen.16
b. Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian proksimal
Pada gambaran radiografi, tanda-tandanya sama dengan yang didapatkan
pada atresia esofagus tanpa fistul. Pemeriksaan dengan menggunakan barium
mungkin akan mengalami kegagalan dalam pemeriksaan ini. Gambaran fistula
membutuhkan pemeriksaan videofluoroskopi selama pengisian pada kantung
proksimal.4
Gambar 9. Pada pemeriksaan barium meal posisi pronasi oblik menunjukkan
aspirasi pada paru kanan akibat adanya fistula trakeoesofagus proksimal.14
c. Atresia Esofagus dengan fistula trakeoesofagus pada bagian distal
Distensi gas pada bagian perut dan usus halus (disebabkan udara melewati
fistula kemungkinan akan ditemukan. Foto akan memperlihatkan gambaran udara
yang sedikit jika fistula okolusi. Sejumlah udara akan terlihat pada esofagus,
13
meskipun biasanya udara dalam esofagus pada neonatus dan anak-anak normal,
selain itu akan tampak gas pada abdomen.2,17
Gambar 10. Gambaran atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal di bagian
distal. Tampak OGT di bagian proksimal esofagus serta terlihat gas pada usus di
abdomen.17
Gambar 11. Pada gambaran thorax dan abdomen tampak depan neonatus
memperlihatkan saluran di kantung proksimal. Adanya gas pada bagian perut
menunjukkan adanya fistula trakeoesofagus distal.4
d. Fistula Trakeoesofagus tanpa atresia esofagus ( H-Type )
Pneumonia rekuren mungkin akan terlihat, dengan bentuk
pneumonia secara umum. Penggambaran fistula sulit dilakukan. Sejumlah udara
akan terlihat pada esofagus. Pemeriksaan dengan kontras merupakan pemeriksaan
14
pilihan untuk diagnosis. Kontrak non-ionik merupakan pilihan kontras; dilusi
barium dapat digunakan sebagai kontras alternatif. Jika pasien diintubasi atau
dengan foto kontas menunjukkan trakea tanpa gambaran fistula, maka
esofagogram sebaiknya dilakukan pada pasien ini.4
Gambar 12. Foto Sebelah Kanan: Fistula trakeoesofagus tanpa atresia. Pada
pemeriksaan esofagogram menunjukkan adanya fistula (tanda panah) dari bagian
anterior esofagus (e) menuju bagian posterior trakea (t).
Foto Sebelah Kiri: H-Type Fistula Trakeoesofagus.4,16
2.8 Penatalaksanaan
Tindakan sebelum operasi
Atresia esofagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi
untuk bayi baru lahir mulai umur satu hari antara lain:2
-Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.
-Pemberian antibiotik broad-spectrum secara intravena.
-Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan inkubator,
supine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45°.
-NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.
-Monitor vital signs.
Pada bayi prematur dengan kesulitan bernapas, diperlukan perhatian
khusus serta dilakukan pemasangan endotracheal tube (ETT) dan ventilator
15
mekanik. Orofaring dibersihkan dengan menggunakan suction serta kepala bayi
harus elevasi. Cairan intravena (10% dextrose) dapat diberikan.2,7,8
Jika diduga terjadi spesis atau infeksi pulmonal, antibiotik spekrum luas
(seperti ampicilin+gentamisin) harus diberikan. Beberapa sumber
merekomendasikan memulai antibiotik intravena secara empiris karena
peningkatan resiko aspirasi. Bayi harus dipindahkan ke senter tersier yang
memiliki NICU.7,8
Sebelum pembedahan, bayi dievaluasi untuk mengetahui abnormal
kongenital yang lain. Foto thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal,
malformasi kordiovaskular, pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen
bertujuan mengevaluasi abnormalitas skeletal, obstruksi intestinal dan malrotasi.
Foto thoraks dan abdomen biasanya sudah mencukupi, penggunaan kontraks tidak
terlalu sering dibutuhkan untuk mengevaluasi atresia esofagus. Echokardiogram
dan renal ultrasonogram mungkin dapat membantu.7,8
Pembedahan ditunda pada bayi dengan berat badan lahir rendah,
pneumonia atau anomali mayor yang lain. Bayi prematur dengan BBLR dan bayi
dengan malformasi mayor yang bersamaan diterapi dengan nutrisi parenteral,
gastrotomi dan suction kantong atau sampai mereka dapat dioperasi. Rata-rata
harapan hidup keluarga ini antara 80-95% anomali jantung khusunya merupakan
penyebab kematian pada kasus yang lebih kompleks.7,8
Tindakan selama operasi
Pada umumnya, operasi perbaikan atresia esofagus tidak dianggap sebagai
hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi prematur dengan
gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan
yang keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan
mengganggu fungsi pernapasan. Distensi lambung yang terus menerus kemudian
bisa menyebabkan ruptur dari lambung sehingga mengakibatkan tension
pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.2
Pada keadaaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan
melakukan ligasi terhadap fistula trakeoesofageal dan menunda tindakan
thoracotomy sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar
16
teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemudian untuk memisahkan
fistula dan memperbaiki esofagus.7,8
Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki
abnormalitas anatomi. Tindakan operasi dari atresia esofagus mencakup:7,8
-Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan
akses vaskular yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan
yang cukup sehingga tidak menyebabkan distensi lambung.
-Bronkoskopi pre-operatif berguna untuk mengidentifikasi dan
mengetahui lokasi fistula.
-Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di
depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-
fistula, operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula
tanpa memperbaiki esofagus.
-Gastrotomi untuk dekompresi lambung digunakan pada pasien dengan
pnemonia signifikan atau atelektasis untuk mencegah refluk isi lambung
melewati fistel dan menuju trakea. Bayi yang sehat tanpa komplikasi
pulmonal atau anomali mayor yang lain biasanya menjalani perbaikan
primer pada beberapa hari kehidupan, rata-rata harapan hidup pada pasien
kelompok ini hampir 100%.3
-Operasi yang dilaksanakan adalah thoracotomy, dimana fistula ditutup
dengan cara diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomosis esofageal
antara kedua ujung proximal dan distal dari esofagus.
-Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hampir selalu jarak
antara esofagus proximal dan distal dapat disambung langsung. Ini disebut
dengan primary repair, yaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah
2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3-6 ruas vertebra, dilakukan delayed
primary repair. Operasi ditunda selama paling lama 12 minggu, sambil
dilakukan suction rutin dan pemberian makanan melalui gastrostomy,
maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian dilakukan
primary repair. Apabila jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas
vertebra, maka dicoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga
maka esofagus disambung dengan menggunakan sebagian kolon.
17
Gambar 13 Teknik operasi atresia esofagus7
Gambar 14. Teknik operasi Atresia esofagus dengan Fistula trakeoesofageal distal.7
Tindakan setelah operasi
Pasca operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan
secara rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu
dalam dan mengenai bekas operasi tempat anastomosis agar tidak menimbulkan
kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.7
18
(A) Anastomosis esofageal. Jahitan dilakukan di seluruh dinding esofagus.(B) Penting untuk memastikan bahwa lapisan mukosa ikut terjahit. (C) Kateter digunakan sebagai rangka anastomosis menghubungkan kedua ujung esofagus. (D) Anastomosis kedua ujung esofagus dengan jahitan benang 5-0 absorbable selesai dilakukan.
Gambar 15. Tampak esofagus anak yang telah menjalani operasi perbaikan dari
atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus18
2.9 Prognosis
Prognosis bergantung pada jenis kelainan anatomi dari atresia dan adanya
komplikasi. Saat ini tingkat keberhasilan operasi atresia esophagus mencapai
90%. Adanya defek kardiovaskular dan berat badan lahir rendah mempengaruhi
kemampuan unutk bertahan hidup. Berdasarkan klasifikasi Spitz untuk
mengetahui tingkat kelangsungan hidup berdasarkan berat badan lahir dan
kelainan kardiovaskular, yaitu:7
Grup I dengan berat badan lahir >1500 gram tanpa kelainan
kardiovaskuler, tingkat mortalitas 97%.
Grup II dengan berat badan lahir <1500 gram atau terdapatnya kelainan
kardiovaskuler mayor, tingkat mortalitas 59%.
Grup III dengan berat badan lahir < 1500 dengan terdapatnya kelainan
kardiovaskuler mayor, tingkat mortalitas 22%.
Kematian dini biasanya disebabkan oleh kelainan kardiovaskuler dan
abnormalitas kromosom. Kematian lanjut biasanya akibat gangguan
pernapasan.7
19
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : By. AY
RM : 9164xx
Umur : 2 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Sialang Bungkuk, Pekanbaru.
Tgl. Masuk : 20 Februari 2016
ANAMNESIS
Alloanamnesis :
Diberikan oleh : Ayah kandung pasien
Keluhan Utama:
Neonatus usia 2 hari masuk IGD RSUD AA dengan masalah tidak mau
minum serta keluar lendir bergelembung dari hidung dan mulut.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Neonatus lahir pada tanggal 18 Februari 2016 di RB. Taman Sari. Nilai
APGAR 8/9. Resusitasi dilakukan hingga stimulasi (rangsangan taktil).
Keadaan setelah lahir langsung menangis kuat, kulit kemerahan, letargi (-),
retraksi (-), sesak (-), akral dingin (-). Pasien sudah diberikan injeksi
vitamin K dan salep mata., sisa ketuban jernih, BAB dan BAK (+), muntah
(-), kembung (-), kuning (-), kejang (-). IMD (+) namun menumpuk di
mulut pasien dan keluar lagi melalui mulut dan hidung. Setelah lahir
pasien dirawat selama satu hari di RB. Taman Sari, lalu keesokan harinya
pasien diperbolehkan pulang. Namun selama dirumah pasien menangis
terus dan mulai terlihat kuning. Keesokan harinya, pasien kembali dibawa
ke RB. Taman Sari diberi oksigen dan disarankan ke RSUD Arifin
Achmad.
20
Saat di IGD RSUD AA, pasien dipasang OGT dan tidak ada masalah,
OGT masuk. Lalu diberikan pemasangan CPAP dengan nasal prong dan
dibawa ke NICU.
Saat di NICU, OGT lepas dan dilakukan pemasangan ulang, ternyata
OGT tidak dapat masuk dan dilakukan rotgen thorak didapatkan hasil
atresia esofagus.
Riwayat kehamilan
Ibu, usia 21 tahun, G1P0A0H0, kontrol kehamilan ke praktek bidan,
sebanyak 7 kali, USG di bidan 2x,dikatakan kondisi janin baik. Taksiran
maturitas 38-40 minggu. Menurut HPHT 05/05/2015 rencana persalinan
12 Februari 2016.
Riwayat hipertensi selama hamil disangkal, diabetes melitus selama hamil
disangkal. Terdapat riwayat keputihan selama hamil sejak usia kehamilan
4 bulan, berwarna putih kental, berbau, gatal dan tidak diobati. Demam (-).
Adapun BB ibu sebelum hamil 35 kg, setelah hamil 54 kg dan TB 150 cm.
Riwayat penyakit keluarga
• Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
• Tidak ada keluarga yang mengalami kelainan bawaan
Riwayat orang tua
Ayah : Wiraswasta, pendidikan SMA
Ibu : IRT, pendidikan SMA
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum:
Kulit tampak kemerahan, tonus baik, gerakan aktif, tangis kuat, akral hangat,
sesak nafas (+), retraksi (+), kesadaran alert.
Tanda-Tanda Vital:
Tekanan darah : 104/50 mmHg
Frekuensi jantung : 148 x/menit
Nafas : 87 x/menit
21
Suhu : 39,7 oC
CRT : < 2 detik, akral hangat
GD : 50 mg/dL
Status pertumbuhan:
Berat badan lahir : 3000 gram
Berat badan masuk : 3245 gram
Panjang badan : 43 cm
Lingkar kepala : 38 cm
Lingkar dada : 30 cm
Lingkar perut : 31 cm
Lingkar lengan atas : 10 cm
SSP : warna kulit kemerahan, aktivitas bayi diam, kesadaran waspada, ukuran
pupil (2mm/2mm) dan reaksi terhadap cahaya (+/+), tidak ada kejang.
Kepala: fontanella datar, sutura normal, langit-langit normal, tidak ada sianosis
sentral, telinga low set ear tidak ada.
Dada :
- Sistem Respiratorius: frekuensi napas 87 x/i, bernapas dengan upaya
keras, merintih (-), retraksi hebat (+), nafas cuping hidung (+), gerakan
dada simetris, ronkhi (+), wheezing (-). Down score: 5
- Sistem Kardiovaskuler: denyut jantung 148 x/i, bunyi jantung normal,
murmur dan gallop (-), denyut perifer kuat, CRT <2 detik, TD 104/50
- Sistem Gastrointestinal: warna dinding abdomen kemerahan, lingkar
abdomen 31 cm, massa (-), organomegali (-), bising usus normal, edema
tali pusat (-), anus (+)
- Genitalia: bentuk normal, tidak ada kelainan kongenital, jenis kelamin
laki-laki.
- Ekstremitas: bentuk simetris, tidak ada CTEV, gerakan sendi normal,
tidak ada polidaktili.
Tidak terdapat kelainan kongenital, tidak ada jejas persalinan, penilaian maturitas
fisik = 18, maturitas neuromuscular = 18, Ballad Score 36, Taksiran Maturitas:
38-40 minggu.
22
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
DPL (20/02/2016)
- Hemoglobin : 17,9 mg/dl- Hematokrit : 51,9 %- Leukosit : 6.700/mm3
- Trombosit : 136.000/mm3
- CRP Reaktif 192 mg/L
Pemeriksaan radiologi:
20-02-2015 21-02-2015
DIAGNOSIS KERJA:
Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, berat badan lahir cukup.
Atresia Esofagus.
TERAPI AWAL
Rawat instalasi perawatan neonatus (NICU)
23
AGDA (20/02/2016)
-pH : 7,42-pCO2: 25 mmHg-PO2: 55 mmHgHCO3 : 16,2 mmol/L-BE: -6,0 mmol/L
Elektrolit (20/02/2016)
- Na+ : 142 mmol/L- K+ : 3,7 mmol/L- Ca2+ : 0,38 mmol/L- Cl- : 0,38 mmol/L
Rawat inkubator
O2 nasal ½ L/i
Kebutuhan cairan IVFD D10% 1/2 NS 150 cc/kgbb/hari
Obat-obatan
Intra Vena : Bactesin 175 mg/12 jam
Amikasin 20mg/12 jam
Sanmol inf 3cc/8jam (K/P)
Monitor : Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, saturasi O2
Rencana
-Rontgen Thoraks
-Kultur bakteri
-Konsul Bedah Anak
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
24
Follow Up harian :
22/02/16 Sesak (+)Napas, hipersalivasi (+), cuping hidung (+)Retraksi (+)
Kesadaran : alertTTV : HR: 156x/menit RR: 88x/menit S : 37 0C
BB: 2570 grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (+), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat, CRT 2 detik.GDS : 84 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Atresia esofagus
-Rawat inkubator, SPO2 96%O2 CPAP 35/6-Cairan intravena II line: I: IVFD NS+K+Ca2 13,6 cc/jamII : A 6,4 cc/jam-Bactesin 175 mg/12 jam-Mikasin 20 mg/12 jam
-Rencana: konsul bedah anak
-Acc operasi tanggal 24 Februari 2016
23/02/16 Sesak (+)Napas cuping hidung (+)Retraksi (+)Hipersalivasi (+)
Kesadaran : alertTTV : HR: 145x/menit RR: 67x/menit S: 36,8 0C
BB 2490 grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (+), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.
NCB+SMK+BBLC+Atresia esofagus
Rawat inkubatorO2 ventilator SPO2 90%-Cairan intravena II line : I : N5 + K1 13,3 cc/jam II : AS 3,3 cc/jam-Bactesin 175 mg/12 jam-Mikasin 20 mg/12 jam
25
GDS : 66 mg/dlCT : 4’ BT : 1’30’’
24/02/2016
Sesak (+)Napas cuping hidung (+)Retraksi (+)Hipersalivasi (+)
Kesadaran : alertTTV : HR: 140x/menit RR: 62x/menit S: 35,4 0C
BB : 2500grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (+), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 77 mg/dlHb: 18,6 HT: 54,8Leu : 12700 Tromb: 89.00Na: 143K: 3,3Ca: 0,27
NCB+SMK+BBLC+Atresia esofagus
Rawat inkubatorO2 ventilator SPO2 >95%-Cairan intravena II line : I : N5 + K1 13,3 cc/jam II : AS 3,3 cc/jam-Bactesin 175 mg/12 jam-Mikasin 20 mg/12 jam
-9.15 – 11.15: Dilakukan thoracotomy ekstrapleura + anastomosis esofagus dan gastrostomi
25/02/2016
Sesak (+), retraksi (-), demam (-) BAK (-), BAB (+)
Kesadaran : alertTTV : HR: 135x/menit RR: 60x/menit S: 36,3 0C
BB : 2800grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar,supel, BU (+) normal.
NCB+SMK+BBLC+Post op H1 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal
Rawat inkubatorO2 ventilator SPO2 >90%-Cairan intravena II line :I: IVFD N5 + KCl 15 cc/jamII: A 3,7cc/jam-ASI 5-10 cc/3jam via gastrostomi-Bactesin 175 mg/12 jam-Mikasin 20 mg/12 jam
26
Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 91 mg/dl
26/02/2016
Sesak berkurang, BAB (+), Demam (-) Retraksi (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 160x/menit RR: 50x/menit S: 37,5 0C
BB : 2900grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 65 mg/dlKultur I: Escherichia Coli
NCB+SMK+BBLC+Post op H2 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal
Rawat inkubatorO2 ventilator SPO2 >95%-Cairan intravena II line : I : N5 + K1 11 cc/jam II : AS 4 cc/jam-Bactesin 175 mg/12 jam-Mikasin 20 mg/12 jam-Meropenem 120 mg/8 jam-ASI 20 cc/3jam via gastrostomi
27/02/2016
Sesak berkurang, retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 140x/menit RR: 52x/menit S: 36,3 0C
BB : 2845grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 75 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H3 Atresia esofagus dn fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli
Rawat inkubatorO2 ventilator SPO2 98%-Cairan intravena: N5 + K1 10 cc/jam-Mikasin 22,5 mg/12 jam- Meropenem 120 mg/8 jam-ASI 20 cc/3jam via gastrostomi
27
29/02/2016
Sesak berkurang, retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 145x/menit RR: 50x/menit S: 36,8 0C
BB : 2800grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 73 mg/dlHb: 16,97 HT: 52,78%Leu 24.400 Tromb : 77.000Kultur II : Candida Parapsilosis
NCB+SMK+BBLC+Post op H5 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli
Rawat inkubatorO2 ventilator SPO2 97%-Cairan intravena: N5 + KCl 4 cc/jam-Mikasin 22,5 mg/12 jam- Meropenem 120 mg/8 jam- Sanmol drip 0,3 cc/8 jam-Fluconazole loading 34 mg (maint 17 mg/3 hr) next 3/3/16-ASI 30-40 cc/3jam via gastrostomi
01/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 144x/menit RR: 35x/menit S: 37,0 0C
BB : 2910grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 100 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H6 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat inkubatorO2 ventilator SPO2 99%-Cairan intravena: N5 + K1 + Ca2 4 cc/jam-Mikasin 22,5 mg/12 jam- Meropenem 120 mg/8 jam- Sanmol drip 0,3 cc/8 jam- Fluconazole 18 mg/ 3 hr+ inj gamaras 0,5 gr-ASI 30-40 cc/3jam via gastrostomi
28
02/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 135x/menit RR: 40x/menit S: 36,8 0C
BB : 2910grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 79 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H7 Atresia esofagus + fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat inkubatorO2 ventilator SPO2 90%-Cairan intravena : N5 + K1 + Ca2 4 cc/jam- Fluconazole 18 mg/3 hr + inj gamaras 0,5 gr-ASI 30-40 cc/3jam via gastrostomi
03/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 130x/menit RR: 42x/menit S: 36,9 0C
BB : 2735grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 102 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H8 Atresia esofagus + fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat inkubatorO2 ventilator SPO2 99%-Cairan intravena N5 + K1 + Ca2 4 cc/jam-Mikasin 22,5 mg/12 jam- Meropenem 125 mg/8 jam- Fluconazole 18 mg/3 hr-ASI 35 cc/2jam via gastrostomi
29
04/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 150x/menit RR: 38x/menit S: 37,2 0C
BB : 2740grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 106 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H9 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-Mikasin 22,5 mg/12 jam- Meropenem 125 mg/8 jam- Fluconazole 18 mg/3 hr-ASI 35 cc/3jam via gastrostomi
05/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 142x/menit RR: 37x/menit S: 36,8 0C
BB : 2730grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 95 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H10 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-Mikasin 22,5 mg/12 jam- Meropenem 125 mg/8 jam- Fluconazole 18 mg/3 hr-ASI 40 cc/2jam via gastrostomi
30
07/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 139x/menit RR: 37x/menit S: 36,8 0C
BB : 2730grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 100 mg/dlHb: 14,4 HT: 44,50%Leu : 15.520 PLT: 489.200
NCB+SMK+BBLC+Post op H12 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-ASI 45 cc/2jam via gastrostomi- Fluconazole 18 mg/2 hr-Meropenem 125 mg/8jam
08/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 145x/menit RR: 45x/menit S: 36,5 0C
BB : 2745grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 84 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H13 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-ASI 40cc/2jam- Fluconazole 18 mg/2 hr-Meropenem 125 mg/8jam
31
09/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 139x/menit RR: 44/menit S: 37,3 0C
BB : 2805grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (+), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 84 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H14 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-ASI 40cc/2jam - Fluconazole 18 mg/2 hr
10/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 135x/menit RR: 39x/menit S: 36,5 0C
BB : 2840grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 78 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H15 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-ASI 45cc/2jam- Fluconazole 18 mg/2 hr-Meropenem 125 mg/8jam
-Rencana Esofagografi besok
32
11/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 130x/menit RR: 30x/menit S: 360, 0C
BB : 2840grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 98 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H16 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-ASI 45 cc/2jam via gastrostomi- Fluconazole 18 mg/2 hr-Meropenem 125 mg/8jam
-Esofagografi batal.
12/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 140x/menit RR: 36x/menit S: 36,8 0C
BB : 2860grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 93 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H17 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-ASI 40 cc/jam viaoralASI 50cc/jam via gastrostomi- Fluconazole oral 18 mg/2 hr-Meropenem125 mg/8jam
33
13/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 124x/menit RR: 340x/menit S: 36,7 0C
BB : 2915grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (-), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 87 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H18 atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-ASI 40 cc/jam oral-ASI 50 cc/jam via gastrostomi- Fluconazole oral 18 mg/2 hr-Meropenem 125 mg/8jam
14/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 128x/menit RR: 40x/menit S: 36,5 C
BB : 2885grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (+), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 93 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Post op H19 Atresia esofagus dg fistula thorakoesofageal distal+Sepsis ec E.coli dan Candida
Rawat Box-ASI 90cc/3jam oral-Fluconazole oral 18 mg/2 hr
-Aff gastrostomy Kontrol Selasa, 22/3/2016
34
15/03/2016
Sesak (-), retraksi (-), BAB (+), BAK (+), Demam (-), Muntah (-)
Kesadaran : alertTTV : HR: 140x/menit RR: 40x/menit S: 36,8 C
BB : 2925grPemeriksaan fisik :Mata : CA-/-, SI -/-Leher : pembesaran KGB (-)Thoraks : gerakan dinding dada simetris kiri kanan, retraksi (+), suara napas vesikuler -/-, rho +/+, whz -/-, BJ 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen : perut datar, BU (+) normal.Ekstremitas : akral hangat CRT 2 detik.GDS : 99 mg/dl
NCB+SMK+BBLC+Atresia esofagus H20 dengan fistula tracheoesofageal distal+ Sepsis ec. Ecoli
Rawat Box-Boleh pulang- Fluconazole oral 18 mg/2 hr
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini diagnosis atresia esofagus ditegakkan berdasarkan data-data
pasien dan gejala klinis. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien tidak mau
minum serta keluar lendir bergelembung dari hidung dan mulut sesaat setelah
lahir. Setelah itu dilakukan pemasangan OGT, OGT tidak dapat masuk lalu
dilakukan rontgen thoraks dan didapatkan OGT tertahan setinggi thorakal 5.
Neonatus tampak sesak disertai adanya retraksi pada dinding dada. Sesak tidak
disertai sianosis perifer ataupun sentral.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi napas 87x/menit, bernapas
dengan upaya keras, retraksi dada (+), Down score: 5. Pemeriksaan penunjang
radiologi didapatkan hasil foto toraks tampak gambaran OGT tertahan pada
thorakal 5.
Kontrol kehamilan yang kurang dan tidak teratur pada saat kehamilan serta
pemeriksaan USG yang tidak berkualitas merupakan permasalahan yang
menyebabkan keterlambatan diagnosis atresia esofagus pada saat antenatal. Selain
itu keterlambatan merujuk juga menjadi penyebab lamanya penanganan pada
pasien ini.
Penatalaksanaan awal pada pasien ini yakni perawatan intensif dengan
menempatkan bayi di dalam inkubator untuk memberikan lingkungan yang
optimal. Selain itu, terapi suportif berupa pemberian oksigen, cairan, glukosa dan
elektrolit. Penanaganan pada atresia esofagus ini adalah dengan pembedahan
berupa tindakan thoracostomy ekstrapleura, anastomosis esofagus dan
gastrostomi. Setelah dilakukan pembedahan, 2 minggu kemudian dilakukan
essofagografi yang berguna untuk melihat ada atau tidak akalasia atau
penyempitan saluran esofagus pasca operasi, namun tidak dilakukan pada pasien
ini. Selain itu diperhatikan keadaan klinis tanda-tanda pneumothoraks berupa
sesak berkurang, retraksi sudah berkurang atau tidak ada serta kemampuan untuk
makan dan minum melalui mulut. Diperhatikan juga komplikasi yang menyertai
pasca tindakan operasi.
36
Prognosis pasca operasi pada pasien ini sesuai dengan klasifikasi Splitz
yaitu pasien dengan berat badan lahir >1500 gram tanpa kelainan kardiovaskuler,
tingkat mortalitas 97% termasuk kategori 1.
Diagnosis sepsis pada pasien ini berdasarkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada bayi. Dari anamnesis ibu pasien mempunyai riwayat
keputihan sejak usia kehamilan 4 bulan. Keputihan berwarna kental, barbau, gatal
namun tidak pernah diobati. Selain itu dari hasil pemeriksaan kultur pada pasien
ini adalah positif pada kultur pertama dan kedua. Pada kultur pertama didapatkan
hasil Escherichia Coli positif dan kultur darah kedua didapatkan hasil Candida
parapsilosis. Menurut teori, infeksi dari Candida parapsilosis ini didapatkan
terutama pada pasien yang menjalani operasi bedah terutama pembedahan pada
saluran pencernaan. Untuk terapinya diberikan antibiotik Fluconazole yang efektif
untuk bakteri jenis ini.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Eurocat. A review of environmental risk factors for congenital anomalies. Northern Ireland. 2004 (available from: http://www.eurocat.ulster.ac.uk )
2. Nelson EW. Nelson textbook of pediatrics. Ed.18. Edited by Robert M. Kliegman, Hal B. Jenson, Richard E. Behrman and Bonita F. Stanton. Saunders Elsevier. Amerika Serikat. 2007. p. 315, 316, 1541-1544.
3. Saxena AK. Esophageal Atresia With Or Without Trakheoesophageal Fistula. Department of Pediatric Surgery, Chelsea Children’s Hospital. Amerika Serikat. 2016. (available from http://www.emedicine.com )
4. Kronemer Keith A. and Warwick AS. Imaging in esophageal atresia and tracheosophageal fistula. 2011. (Available from http://emedicine.medscape.com/article/414368-overview )
5. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Fistel dan Atresia. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-3. Jakarta, EGC. Penerbit Buku Kedokteran. 2012; 502-3.
6. Holzman.S.Robert. Kang Bhavandefl Veenu, Koka V. Babu. The Forgut and Chest In. Pediatric Anesthesia. Philadelphia, Lippicoth Willian & Wilkins; 2008 .p. 383-9.
7. Spitz, Lewis. Oesophageal atresia. Orphanet Journal of Rare Disease. Bio Med Central. 2007. (Available from: http://www.ojrd.com/content/2/1/24 )
8. Barksdale, Edward M in Basil J. Zitelli and Holly W. Davis. Atlas of pediatric physical diagnosis fifth edition. Elvesier Health. Philadelphia. 2007. p. 28, 623-628.
9. Snell R. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed. 6. Jakarta: EGC. 2006. h. 207, 218.
10. Putz, R. Atlas anatomi manusia. Alih bahasa, Y. Joko S; editor, Liliana S. Edisi 22. Jakarta: EGC. 2007. h. 104.
11. Wibowo, Daniel S. dan Widjaja Paryana. Anatomi tubuh manusia. Graha Ilmu. Indoneisa. 2009. h. 324-325.
12. Sadler, T.W. Embriologi kedokteran langman. alih bahasa, Brahm U. Pendit; editor, Novrianti A. Edisi 10. Jakarta: EGC. 2009. p. 229 – 244.
13. Lucile Packard Children’s fistula Hospital. Tracheosophageal and esophageal atresia. Stanford University of Medicine. California. 2011. (available from http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/digest/tracheo.html ).
38
14. Imaging Consult. Esophageal atresia. 2011. (available from http://imaging.consult.com/image/case/dx/Obstetrics%20and%20Gynecology?title=Atresia,%20Esophageal&image=fig1&locator=gr1&pii=S1933-0332(08)70523-8 )
15. Atlas of fetal MRI. Esophageal atresia. 2011.(available from http://radnet.bidmc.harvard.edu/fetalatlas/chest/esophatresia/esophatresia.html )
16. American Journal of Roentgenology. Esophageal atresia. United States. 2011. (Available from: http://www.ajronline.org/cgi/content/full/181/5/1391/FIG6 )
17. Devos, A.S. and J.G.Blickmann. Radiological imaging of the digestive tract in infants and children. Springer. Netherland. 2008. p. 86-87.
18. Javors, Bruce R. and Ellen L. Wolf. Radiology of the postoperative GI tract. Springer-Verlang. New York. 2003. p. 71
39