Upload
iedwal-dwi-r
View
22
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestin, adalah sistem organ
manusia yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien,
serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Sistem pencernaan antara satu
manusia dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda. Pada dasarnya sistem
pencernaan makanan dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.
Selanjutnya adalah proses penyerapan sari-sari makanan yang terjadi di dalam
usus. Kemudian proses pengeluaran sisa-sisa makanan melalui anus.8
Saluran pencernaan dibagi menjadi dua, yaitu saluran pencernaan atas
(rongga mulut, esofagus, lambung, dan usus halus yang terdiri dari
duodenum, jejunum, dan ileum) dan saluran pencernaan bawah (usus besar,
rektum, dan anus). Proses fisiologis dari saluran pencernaan akan terhambat
jika terdapat sumbatan di saluran tersebut. Dimulai jika terdapat sumbatan
saluran cerna atas, maka akan mempengaruhi saluran cerna bawah juga.
Berdasarkan etiologinya, obstruksi saluran cerna atas dapat disebabkan oleh
kelainan mekanis dan ileus (tidak ada kelainan organik yang nyata).9
Gejala, tanda, pemeriksaan penunjang yang didapat, dan
penatalaksanaan dari setiap obstruksi saluran cerna atas berbeda-beda,
kebanyakan dari setiap kasus, membutuhkan tindakan bedah yang berbeda
pula.
II. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui
segala hal yang berkaitan dengan obstruksi saluran cerna atas khususnya
esofagus, lambung, dan duodenum mulai dari etiologi, gambaran klinik,
penegakan diagnosis dan penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi
Esofagus
Esofagus merupakan sebuah tabung yang dapat kolaps, panjangnya
sekitar 10 inchi (25cm), yang menghubungkan pharinx dengan gaster.
Sebagian besar esofagus terletak di dalam thorax. 2
Dalam perjalanannya dari faring menuju ke gaster, esofagus melalui
tiga kompartemen, yaitu leher, toraks, dan abdomen. Esofagus yang berada di
leher adalah sepanjang 5 cm dan berjalan diatas trakea dan kolumna
vertebralis, serta selanjutnya memasuki rongga toraks setinggi manubrium
sterni. 1
Gambar 1. Esophagus. 10
Di dalam rongga dada, esofagus berada di mediastinum posterior
mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, kemudian
agak membelok ke kanan berada di samping kanan depan aorta torakalis
bawah dan masuk ke dalam rongga perut melalui hiatus esofagus dari
diafragma dan berakhir di kardia lambung. Panjang esofagus yang berada di
rongga perut berkisar 2-4 cm.
Otot esofagus sepertiga bagian atas adalah otot serat lintang yang
berhubungan dengan otot-otot faring, sedangkan dua pertiga bawah adalah
otot polos yang terditi atas otot sirkuler dan otot longitudinal seperti
ditemukan pada saluran cerna lainnya.
Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang
bersifat sfingter, terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara
faring dan esofagus, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot
polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat
tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak
bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus
diafragma, yaitu tempat esofagus berakhir di kardia lambung. Otot polos pada
bagian ini murni bersifat sfingter.
Esofagus mendapat darahnya dari banyak arteri kecil. Bagian atas
esofagus yang berada di leher dan rongga dada mendapat darah dari a.tiroidea
inferior, beberapa cabang a.bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta.
Esofagus di hiatus esofagus dan rongga perut mendapat dari a.frenika inferior
kiri dan cabang a.gastrika kiri.
Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosa esofagus. Di
esofagus bagian atas dan tengah, aliran vena dari pleksus esofagus berjalan
melalui vena esofagus v.azigos dan v.hemiazigos untuk kemudian masuk ke
v.cava superior. Di esofagus bagian bawah, semua pembuluh vena masuk ke
dalam vena koronaria, yaitu cabang v.porta dan sirkulasi vena esofagus
bagian bawah melalui vena lambung tersebut.
Pembuluh limf esofagus membentuk pleksus di dalam mukosa,
submukosa, lapisan otot, dan tunika adventisia. Di bagian sepertiga kranial,
pembuluh ini berjalan secara longitudinal bersama dengan pembuluh limf dari
faring ke kelenjar di leher. Sedangkan dari bagian dua pertiga kaudal di
alirkan ke kelenjar seliakus, seperti pembuluh limf dari lambung. 1
Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian sistem gastrointestinal yang
terletak di antara esophagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi
topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat
diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga
sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya,
bergantung pada letak tukak.
Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan
bawah arcus costalis sisnistra sampai regio epigastrica dan umbilicalis.
Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian bawah. Secara kasar
gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan
ostium pyloricum. Dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor, dan
dua dinding, paries anterior, dan paries posterior.
Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:
1. Fundus gastricum, berbentuk kubah, menonjol ke atas, dan terletak di
sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus berisi penuh udara.
2. Corpus gastricum, terbentang dari ostium cardiacum sampai incisura
angularis, suatu lekukan yang selalu ada pada bagian bawah curvatura
minor.
3. Pylorus merupakan bagian gaster yang berbentuk tubular. Dinding otot
pylorus yang tebal membentuk musculus sphincter pyloricus. Rongga
pylorus dinamakan canalis pyloricus. 1
Gaster relatif terfiksasi pada kedua ujungnya, tetapi diantara ujung-
ujung tersebut gaster sangat mudah bergerak. Gaster cenderung terletak tinggi
dan transversal pada orang pendek dan gemuk dan memanjang vertikal pada
orang yang tinggi dan kurus. Bentuk gaster sangat berbeda-beda pada orang
yang sama dan tergantung pada isi, posisi tubuh, dan fase pernafasan.
Lambung terdiri atas empat lapisan :
1. Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari
peritoneum viseralis.
Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor
lambung dan duodenum, memanjang kearah hati membentuk omentum
minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari organ satu menuju organ
lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus
kebawah membentuk omentum mayus.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:
- Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot
esofagus.
- Serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta
membentuk otot sfingter; dan berada di bawah lapisan pertama.
- Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan
berjalan dari orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah
melalui kurvatura minor (lengkung kecil).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh
darah dan saluran limfe.
Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri
atas banyak kerutan atau rugue, yang hilang bila organ itu mengembang
karena berisi makanan.
4. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran
limfe. Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus.
Permukaan mukosa ini dilintasi saluran-saluran kecil dari kelenjar-
kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar lambung tubuler yang
bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya dilapisi oleh epithelium
silinder. Epithelium ini bersambung dengan permukaan mukosa dari
lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang mengeluarkan sekret
berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung. 4
Gambar 2. Lambung. 9
Ciri yang paling menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran
darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh
nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding
lambung. Di belakang dan tepi medial duodenum, juga ditemukan arteri besar
(a.gastroduodenalis). perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri
itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.
Vena dari lambung dan duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran
vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan
embrional dengan lambung dan duodenum. 1
Pembuluh-pembuluh limfe mengikuti perjalanan arteria menuju ke
nodi gastrici sinistra dan dekstra, nodi gastroomentalis sinistra dan dekstra,
dan nodi gastrici breves. Seluruh cairan limfe dari gaster akhirnya berjalan
melalui nodi coeliacus pada dinding posterior abdomen. 2
Persarafan simpatis lambung melalui serabut saraf yang menyertai
arteri, implus nyeri di hantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis.
Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus
dan korpus lambung. Sel ini berfungsi menghasilkan asam lambung. Nervus
vagus anterior memberikan cabang ke kandung empedu, hati, dan antrum
sebagai saraf laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior memberikan
cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut dan ke antrium sebagai
saraf laterjet posterior. 1
Duodenum
Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang
sekitar 10 inci (25 cm) yang merupakan organ penghubung gaster dengan
jejunum. Duodenum adalah organ penting karena merupakan tempat muara
dari ductus choledochus dan ductus pancreaticus. Duodenum melengkung di
sekitar caput pakreatis. Satu inci (2,5 cm) pertama duodenum menyerupai
gaster, yang permukaan anterior dan posteriornya diliputi oleh peritoneum
dan mempunyai omentum minus yang melekat pada pinggir atasnya dan
omentum majus yang melekat pada pinggir bawahnya. Bursa omentalis
terletak di belakang segmen yang pendek ini. Sisa duodenum yang lain
terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang diliputi oleh peritoneum.
Duodenum terletak pada regio epigastrica dan umbilicalis dan untuk
tujuan deskripsi dibagi menjadi empat bagian : pars superior duodenum, pars
descendens duodenum, pars ascendens duodenum, dan pars horizontalis
duodenum.
Gambar 3. Duodenum. 10
Setengah bagian atas duodenum diperdarahi oleh arteria
pancreaticoduodenalis superior, cabang arteria gastroduodenalis. Setengah
bagian bawah diperdarahi oleh arteria pancreaticoduodenalis inferior, cabang
arteria mesenterica superior. Vena pancreaticoduodenalis superior bermuara
ke vena portae hepatik, vena pancreaticoduodenalis inferior bermuara ke vena
mesenterica superior.
Pembuluh limfe mengikuti arteria dan bermuara ke atas melalui nodi
pacreaticoduodenalis ke nodi gastroduodenales dan kemudian ke nodi
coeliaci dan ke bawah melalui nodi pancreaticoduodenalis ke nodi
mesenterici superiores di sekitar pangkal arteria mesenterica superior.
Saraf-saraf berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus coeliacus dan plexus mesentericus superior. 2
II. Fisiologi
Pendorongan makanan melalui esofagus adalah proses aktif yang
tidak mengandalkan gravitasi. Makanan dapat di dorong ke lambung bahkan
dalam posisi kepala di bawah. Gelombang peristaltik berlangsung sekitar 5-9
detik untuk mencapai ujung bawah esofagus. Kemajuan gelombang tersebut
dikontrol oleh pusat menelan, melalui persarafan vagus.
Cairan yang tidak tertahan oleh friksi dinding esofagus, dengan cepat
turun ke sfingter esofagus bawah akibat gravitasi dan kemudian harus
menunggu selama 5 detik sampai gelombang peristaltik primer akhirnya
sampai sebelum cairan tersebut dapat melewati sfingter gastroesofagus.
Apabila bolus berukuran besar dan lengket tertelan, dan tidak dapat
terdorong ke lambung oleh gerak peristaltik primer, bolus yang tertahan
tersebut akan meregangkan esofagus dan memicu reseptor tekanan di dalam
dinding esofagus, menimbulkan gelombang peristaltik kedua yang lebih kuat
yang diperantai oleh pleksus saraf instrinsik di tempat peregangan.
Gelombang peristaltik sekunder ini tidak melibatkan pusat menelan, dan
orang yang bersangkutan juga tidak menyadari keberadaannya. Peregangan
esofagus juga secara refleks meningkatkan sekresi air liur. Bolus yang
terperangkap tersebut akhirnya dilepaskan dan digerakan ke depan melalui
kombinasi lubrikan air liur tambahan dan gelombang peristaltik sekunder
yang lebih kuat.
Sfingter gastroesofagus mencegah refluks isi lambung kecuali ketika
menelan, sfingter gastroesofagus tetap berkontraksi untuk mempertahankan
sawar antara esofagus dan lambung, sehingga mengurangi kemungkinan
refluks isi lambung yang asam ke esofagus. Apabila isi lambung mengalir
kembali ke esofagus walaupun terdapat sfingter, keasaman isi lambung
tersebut akan mengiritasi esofagus, menimbulkan rasa tidak nyaman di
esofagus yang dikenal sebagai heartburn.
Sfingter gastroesofagus melemas secara refleks saat gelombang
peristaltik mencapai bagian bawah esofagus sehingga bolus dapat masuk ke
dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung, sfingter gastroesofagus
kembali berkontraksi.
Gambar 4. Gelombang peristaltik esofagus. 17
Sekresi esofagus seluruhnya adalah mukus, pada kenyataannya,
mukus disekresikan di sepanjang saluran pencernaan. Dengan menghasilkan
lubrikasi untuk lewatnya makanan, mukus esofagus memperkecil
kemungkinan rusaknya esofagus oleh bagian-bagian tajam makanan yang
masuk, selain itu, mukus melindungi dinding esofagus dari asam dan enzim
getah lambung apabila terjadi refluks lambung.
Waktu transit keseluruhan di faring dan esofagus rata-rata adalah 6-10
detik, terlalu singkat untuk terjadinya perncernaan atau penyerapan di daerah
tersebut.
Lambung melakukan beberapa fungsi. Fungsi terpenting adalah
menyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan
kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal.
Makanan yang dikonsumsi hanya beberapa menit memerlukan waktu
beberapa jam untuk dicerna dan diserap. Karena usus halus adalah tempat
utama pencernaan dan penyerapan, lambung perlu menyimpan makanan dan
menyalurkannya sedikit demi sedikit ke duodenum dengan kecepatan yang
tidak melebihi kapasitas usus. Fungsi kedua lambung adalah untuk
mensekresikan asam hidroklorida (HCL) dan enzim-enzim yang memulai
perncernaan protein, makanan yang masuk dihaluskan dan dicampur dengan
sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang dikenal dengan
kimus.
Terdapat empat aspek motilitas lambung
1. Pengisian lambung (gastric filling)
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50ml, tetapi organ
ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter ketika
makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga dua puluh
kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung
dan sangat meningkatkam tekanan intralambung jika tidak terdapat faktor
plastisitas otot polos lambung dan relaksasi reseptif lambung pada saat ia
terisi.
2. Penyimpanan lambung (gastic storage)
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang
otonom dan berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut
terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut
menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di
sepanjang lambung menuju sfingter pilorus dengan kecepatan tiga
gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu
irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm) lambung,
berlangsung secara terus menerus dan mungkin diserta oleh kontraksi
lapisan otot polos sirkuler lambung. Bergantung pada tingkat ekstabilitas
otot polos, BER dapat dibawa ke ambang oleh aliran arus dan mengalami
potensila aksi, yang kemudian memulai kontraksi otot yang dikenal
sebagai gelombang peristaltik dan menyapu isi lambung dengan
kecepatan yang sesuai dengan BER, yaitu tiga kali per menit.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus
dan korpus lalu ke antrum dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot di
fundus dan korpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut
lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat
disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal.
3. Pencampuran lambung (gastric mixing)
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab
makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus,
setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah
sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus dalam keadaan normal
menjaga sfingter hampir, tetapi tidak seluruhnya, tertutup rapat. Lubang
yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, tetapi terlalu
kecil untuk kimus yang kental lewat, kecuali apabila kimus terdorong
oleh kontraksi peristaltik yang kuat.
Walaupun demikian, 20ml kimus yang dapat ditampung oleh
antrum, hanya beberapa milimeter isi antrum yang terdorong ke
duodenum oleh setiap gelombang oeristaltik. Sebelum lebih banyak
kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai
sfingter pilorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih
kuat, menutup pintu keluar, dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke
dalam duodenum. Bagian terbesar kimus yang terdorong ke depan tetapi
tidak dapat di dorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada
sfingter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk
di dorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik
yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut dengan
retropuksi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.
Gambar 32. Gerakan pencampuran lambung. 17
4. Pengosongan lambung (gastric empyting)
Kontraksi peristaltik antrum selain menyebabkan pencampuran
lambung, juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan
lambung. Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap gelombang
peristaltik sebelum sfingter pilorus tertutup erat terutama bergantung
pada kekuatan peristaltik. Intensitas peristaltik antrum dapat sangat
bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan
duodenum, dengan demikian pengosongan lambung diatur oleh faktor
lambung dan duodenum. Dengan sedikit menimbulkan depolarisasi atau
hiperpolarisasi otot polos lambung. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi
ekstabilitas otot, yang pada gilirannya menentukan tingkat aktivitas
peristaltik antrum. Semakin tinggi ekstabilitas, semakin sering BER
menghasilkan potensial aksi, semakin besar aktifitas peristaltik di
antrum, dan semakin cepat pengosongan lambung.
Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi
adalah jumlah kimus yang di dalam lambung, apabila hal-hal ini setara
lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan
volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan
motilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos
serta melalui keterlibatan pleksus intrinsik, saraf vagus, dan hormon
tersebut yang disekresikan oleh sel endokrin khusus di antrum.
Selain itu derajat keenceran kimus di dalam lambung juga
mempengaruhi pengosongan lambung. Isi lambung harus diubah menjadi
bentuk cair kental merata sebelum dikosongkan. Semakin cepat derajat
keenceran dicapai semakin cepat isi lambung siap dievakuasi. 3
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. 4
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan
lambung adalah asam, lemak, hipertonisitas, dan peregangan. 3 Fungsi
duodenum terdiri dari transportasi dan pencernaan makanan, serta
absorbsi cairan, elektrolit, dan unsur makanan. 1
Setiap hari beberapa liter cairan dan puluhan gram makanan yang
teridiri dari karbohidrat, lemak, dan protein akan berlalu di usus halus,
dan setelah dicerna, akan masuk ke dalam aliran darah. Proses ini sangat
efisien karena hampir seluruh makanan terserap. Kecuali bila terlindung
oleh selulosa yang tidak dapat dicerna. Hal ini menjadi dasar diet berserat
tinggi yang memberi volume ke feses sehingga pasasi di saluran cerna
berlangsung lebih cepat. Isi usus digerakan oleh peristaltik yang terdiri
atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan longitudinal. Gerakan
intestinal ini diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. 1
III. Definisi
Obstruksi adalah tindakan memblokir atau menyumbat.5 Obstruksi saluran
cerna atas dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi saluran cerna atas (esofagus sampai dudodenum). Obstruksi usus
dapat akut dengan kronik, partial atau total. 18
IV. Pemeriksaan penunjang
Pada beberapa pemeriksaan, sistem pencernaan harus dikosongkan
terlebih dahulu, ada juga pemeriksaan yang dilakukan setelah 8-12 jam
sebelumnya melakukan puasa, sedangkan pemeriksaan lainnya tidak
memerlukan persiapan khusus.
Langkah pertama dalam mendiagnosis kelainan sistem pencernaan
adalah riwayat medis dan pemeriksaan fisik. Tetapi gejala dari kelainan
pencernaan seringkali bersifat samar sehingga dokter mengalami kesulitan
dalam menentukan kelainan secara pasti. Kelainan psikis (misalnya
kecemasan dan depresi) juga bisa mempengaruhi sistem pencernaan dan
menimbulkan gejala-gejalanya.
1. Pemeriksaan esofagus
a. Pemeriksaan barium.
Penderita menelan barium dan perjalanannya melewati
kerongkongan dipantau melalui fluoroskopi (teknik rontgen
berkesinambungan yang memungkinkan barium diamati atau
difilmkan). Dengan fluoroskopi, dokter bisa melihat kontraksi dan
kelainan anatomi kerongkongan (misalnya penyumbatan atau ulkus).
Gambaran ini seringkali direkam pada sebuah film atau kaset video.
Selain cairan barium, bisa juga digunakan makanan yang
dilapisi oleh barium, sehingga bisa ditentukan lokasi penyumbatan
atau bagian kerongkongan yang tidak berkontraksi secara normal.
Cairan barium yang ditelan bersamaan dengan makanan yang
dilapisi oleh barium bisa menunjukkan kelainan seperti:
- Selaput kerongkongan (dimana sebagian kerongkongan tersumbat
oleh jaringan fibrosa)
- Divertikulum Zenker (kantong kerongkongan)
- Erosi dan ulkus kerongkongan
- Varises kerongkongan
- Tumor
b. Manometri.
Manometri adalah suatu pemeriksaan dimana sebuah tabung
dengan alat pengukur tekanan dimasukkan ke dalam kerongkongan.
Dengan alat ini (alatnya disebut manometer) dokter bisa menentukan
apakah kontraksi kerongkongan dapat mendorong makanan secara
normal atau tidak.
c. Pengukuran pH kerongkongan.
Mengukur keasaman kerongkongan bisa dilakukan pada saat
manometri. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah
terjadi refluks asam atau tidak.
d. Uji Bernstein (Tes Perfusi Asam Kerongkongan).
Pada pemeriksaan ini sejumlah kecil asam dimasukkan ke
dalam kerongkongan melalui sebuah selang nasogastrik.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah nyeri dada
disebabkan karena iritasi kerongkongan oleh asam dan merupakan
cara yang baik untuk menentukan adanya peradangan kerongkongan
(esofagitis).
2. Intubasi
Intubasi adalah memasukkan sebuah selang plastik kecil yang
lentur melalui hidung atau mulut ke dalam lambung atau usus halus.
Prosedur ini bisa digunakan untuk keperluan diagnostik maupun
pengobatan. Intubasi bisa menyebabkan muntah dan mual, tetapi tidak
menimbulkan nyeri.
Ukuran selang yang digunakan bervariasi, tergantung kepada
tujuan dilakukannya prosedur ini (apakah untuk diagnosik atau
pengobatan).
a. Intubasi Nasogastrik.
Pada intubasi nasogastrik, sebuah selang dimasukkan melalui
hidung menuju ke lambung.
Prosedur ini digunakan untuk mendapatkan contoh cairan
lambung, untuk menentukan apakah lambung mengandung darah
atau untuk menganalisa keasaman, enzim dan karakteristik lainnya.
Pada korban keracunan, contoh cairan lambung ini dianalisa
untuk mengetahui racunnya. Kadang selang terpasang agak lama
sehingga lebih banyak contoh cairan yang bisa didapat.
Intubasi nasogastrik juga bisa digunakan untuk memperbaiki
keadaan tertentu:
- Untuk menghentikan perdarahan dimasukkan air dingin
- Untuk memompa atau menetralkan racun diberikan karbon aktif
- Pemberian makanan cair pada penderita yang mengalami
kesulitan menelan.
Kadang intubasi nasogastrik digunakan secara
berkesinambungan untuk mengeluarkan isi lambung. Ujung selang
biasanya dihubungkan dengan alat penghisap, yang akan mengisap
gas dan cairan dari lambung.
Cara ini membantu mengurangi tekanan yang terjadi jika
sistem pencernaan tersumbat atau tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
b. Intubasi Nasoenterik.
Pada intubasi nasoenterik, selang yang dimasukkan melalui
hidung lebih panjang, karena harus melewati lambung untuk menuju
ke usus halus.
Prosedur ini bisa digunakan untuk:
- Mendapatkan contoh isi usus
- Mengeluarkan cairan
- Memberikan makanan.
Sebuah selang yang dihubungkan dengan suatu alat kecil di
ujungnya bisa digunakan untuk biopsi (mengambil contoh jaringan
usus halus untuk diperiksa secara mikroskopik atau untuk analisa
aktivitas enzim).
Lambung dan usus halus tidak dapat merasakan nyeri, sehingga kedua
prosedur diatas tidak menimbulkan nyeri.
3. Endoskopi
Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan
menggunakan selang/tabung serat optik yang disebut endoskop.
Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk
memeriksa:
- Kerongkongan (esofagoskopi)
- Lambung (gastroskopi)
- Usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas).
Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan
untuk memeriksa:
- Rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi)
- Keseluruhan usus besar (kolonoskopi).
Diameter endoskop berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan
panjangnya berkisar dari sekitar 30 cm-150 cm. Sistem video serat-optik
memungkinkan endoskop menjadi fleksibel menjalankan fungsinya
sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan.
Banyak endoskop yang juga dilengkapi dengan sebuah penjepit
kecil untuk mengangkat contoh jaringan dan sebuah alat elektronik untuk
menghancurkan jaringan yang abnormal.
Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem
pencernaan, daerah yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan
pertumbuhan jaringan yang abnormal. Biasanya diambil contoh jaringan
untuk keperluan pemeriksaan lainnya.
Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya
dipuasakan terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam
lambung bisa menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan
selama pemeriksaan dilakukan. Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam
rektum dan kolon, penderita biasanya menelan obat pencahar dan enema
untuk mengosongkan usus besar.
Komplikasi dari penggunaan endoskopi relatif jarang. Endoskopi
dapat mencederai atau bahkan menembus saluran pencernaan, tetapi
biasanya endoskopi hanya menyebabkan iritasi pada lapisan usus dan
perdarahan ringan.
4. Laparoskopi
Laparoskopi adalah pemeriksaan rongga perut dengan
menggunakan endoskop. Laparoskopi biasanya dilakukan dalam keadaan
penderita terbius total. Setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik, dibuat
sayatan kecil, biasanya di dekat pusar. Kemudian endoskop dimasukkan
melalui sayatan tersebut ke dalam rongga perut.
Dengan laparoskopi dokter dapat:
- Mencari tumor atau kelainan lainnya
- Mengamati organ-organ di dalam rongga perut
- Memperoleh contoh jaringan
- Melakukan pembedahan perbaikan.
5. Rontgen
a. Foto polos perut
Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut,
yang tidak memerlukan persiapan khusus dari penderita.
Sinar X biasanya digunakan untuk menunjukkan:
- Suatu penyumbatan
- Kelumpuhan saluran pencernaan
- Pola udara abnormal di dalam rongga perut
- Pembesaran organ (misalnya hati, ginjal, limpa).
b. Pemeriksaan barium
Setelah penderita menelan barium, maka barium akan tampak
putih pada foto rontgen dan membatasi saluran pencernaan,
menunjukkan kontur dan lapisan dari kerongkongan, lambung dan
usus halus.
Barium yang terkumpul di daerah abnormal menunjukkan
adanya ulkus, erosi, tumor dan varises kerongkongan.
Foto rontgen bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk
menunjukkan keberadaan barium. Atau digunakan sebuah fluoroskop
untuk mengamati pergerakan barium di dalam saluran pencernaan.
Proses ini juga bisa direkam.
Dengan mengamati perjalanan barium di sepanjang saluran
pencernaan, dokter dapat menilai:
- Fungsi kerongkongan dan lambung
- Kontraksi kerongkongan dan lambung
- Penyumbatan dalam saluran pencernaan.
Barium juga dapat diberikan dalam bentuk enema untuk
melapisi usus besar bagian bawah. Kemudian dilakukan foto rontgen
untuk menunjukkan adanya polip, tumor atau kelainan struktur
lainnya. Prosedur ini bisa menyebabkan nyeri kram serta
menimbulkan rasa tidak nyaman.
Barium yang diminum atau diberikan sebagai enema pada
akhirnya akan dibuang ke dalam tinja, sehingga tinja tampak putih
seperti kapur. Setelah pemeriksaan, barium harus segera dibuang
karena bisa menyebabkan sembelit yang berarti. Obat pencahar bisa
diberikan untuk mempercepat pembuangan barium.
6. Parasentesis
Parasentesis adalah memasukkan jarum ke dalam rongga perut
dan mengambil cairannya. Dalam keadaan normal, rongga perut diluar
saluran pencernaan hanya mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan bisa
terkumpul dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti perforasi lambung
atau usus, penyakit hati, kanker atau pecahnya limpa.
Parasentesis digunakan untuk memperoleh contoh cairan untuk
keperluan pemeriksaan atau untuk membuang cairan yang berlebihan.
Pemeriksaan fisik (kadang disertai dengan USG) dilakukan sebelum
parasentesis untuk memperkuat dugaan bahwa rongga perut mengandung
cairan yang berlebihan.
Selanjutnya daerah kulit (biasanya tepat dibawah pusar)
dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dibius lokal. Melalui kulit dan
otot dinding perut, dimasukkan jarum yang dihubungkan dengan tabung
suntik ke dalam rongga perut dimana cairan terkumpul.
Sejumlah kecil cairan diambil untuk pemeriksaan laboratorium
atau sampai 0,96 liter cairan diambil untuk mengurangi pembengkakan
perut.
7. USG Perut
USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan
gambaran dari organ-organ dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan
bentuk berbagai organ (misalnya hati dan pankreas) dan juga bisa
menunjukkan daerah abnormal di dalamnya. USG juga dapat
menunjukkan adanya cairan. Tetapi USG bukan alat yang baik untuk
menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan
untuk melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus
atau usus besar.
USG merupakan prosedur yang tidak menimbulkan nyeri dan
tidak memiliki resiko. Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding
perut dan mengarahkan gelombang suara ke berbagai bagian perut
dengan menggerakkan alat tersebut. Gambaran dari organ dalam bisa
dilihat pada layar monitor dan bisa dicetak atau direkam dalam filem
video.
8. Pemeriksaan Darah Samar
Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik
oleh iritasi ringan maupun kanker yang serius.
Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam
tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman
(melena).
Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau
tidak merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini
bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan
lainnya.
Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil
tinja . Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung
zat kimia. Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan
berubah bila terdapat darah.6
V. Macam-macam obstruksi saluran pencernaan bagian atas
Esofagus
1. Fistel dan atresia esofagus kongenital
Atresia esofagus dan fistel trakeosofagus relatif sering ditemukan,
kira-kira satu dari 3000 kelahiran. Kelainan ini terjadi karena gangguan
perkembangan jaringan pemisah antara trakea dan esofagus yang
dibentuk selama minggu keempat sampai keenam kehidupan di dalam
rahim. Karena cairan yang ditelan oleh fetus tidak dapat masuk saluran
cerna, tidak terjadi absorbsi cairan amnion di dalam uterus sehingga ibu
biasanya menderita hidroamnion. Atresia esofagus mungin disertai oleh
kelainan jantung (20%), atresia rektum/anus (12%), kelainan tulang
belakang, serta kelahiran prematur.
Gambaran klinis : atresia esofagus perlu dicurigai bila pada bayi
baru lahir yang mulut dan tenggorokannya telah dibersihkan dengan baik,
beberapa jam berikutnya timbul nafas mengorok, atau terlihat gelembung
udara bercampur lendir putih pada lubang hidung dan mulut. Keadaan ini
terjadi karena regurgitasi air ludah atau minuman pertama. Pada keadaan
ini perlu dilakukan pemeriksaan keutuhan lumen esofagus dengan
memasukan kateter kecil melalui hidung ke dalam esofagus. Jika kateter
tertahan setelah masuk 10-12 cm dari lubang hidung diagnosis atresia
esofagus dapat ditegakan. Diagnosis harus ditegakan sebelum bayi diberi
minum susu, dapat timbul kegawatan akibat aspirasi susu ke dalam paru,
bayi akan batuk-batuk dan timbul sianosis. Penyulit paru-paru ditambah
prematuritas dan anomali lain sangat mungkin menimbulkan kematian.
Gambar 5. Atresia esofagus. 11
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiologi dada dan
perut untuk menentukan adanya fistel distal. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan memasukan kateter melalui hidung ke esofagus. Pada foto akan
terlihat kateter yang mungkin melengkung ke atas dan lambung berisi
udara.
Pengobatan : pembedahan dapat dilakukan satu tahap atau dua
tahap, bergantung pada tipe atresia dan penyulit yang ada. Biasanya
dilakukan dengan membuat stoma pada esofagus proksimal dari
gastrostomi. Penutupan fistel anastomosis esofagus, atau interposisi
kolon dilakukan kemudian hari pada saat bayi berumur satu tahun.
Prognosis menjadi lebih buruk bila diagnosis terlambat akibat
penyulit pada paru. Keberhasilan pembedahan tergantung pada beberapa
faktor resiko antara lain, berat badah lahir bayi, ada tidaknya komplikasi
pneumonia, dan kelainan kongenital lain yang menyertai. Prognosis
untuk jangka panjang tergantung pada ada tidaknya kelainan bawaan lain
yang mungkin multipel.13
2. Akalasia
Akalasia merupakan gangguan atau hilangnya peristalsis esofagus
dan kegagalan sfingter kardio-esofagus untuk relaksasi sehingga
makanan tertahan di esofagus.
Akibat dari gangguan ini, akan terjadi hambatan masuknya
makanan ke dalam lambung sehingga menimbulkan dilatasi esofagus
menjadi megaesofagus.
Etiologi : dasar penyebab akalasia adalah kegagalan koordinasi
relaksasi esofagus bagian distal disertai peristaltis esofagus yang tidak
efektif berdilatasi.
Patologi : segmen esofagus di atas sfingter esofagogaster yang
panjangnya berkisar antara 2-8cm menyempit dan tidak mampu
berelaksasi. Esofagus bagian proksimal dari penyempitan tersebut
mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga akhirnya menjadi
megaesofagus yang berkelok kelok. Bentuk esofagus ini sangat
bergantung pada lamanya proses. Bisa berbentuk botol, fusiform, sampai
berbentuk sigmoid dengan hipertrofi jaringan otot sirkuler dan
longitudinal.
Gambar 6. Akalasia. 12
Gambaran klinis : akalasia biasanya mulai pada dewasa muda
walaupun ada juga yang ditemukan pada bayi dan sangat jarang pada usia
lanjut. Gejala utama akalasia adalah disfagia, regurgutasi, rasa nyeri, atau
rasa tidak enak di belakang sternum dan berat badan menurun. Lama
gejala timbul sangat bervariasi dari beberapa hari sampai bertahun-tahun,
dan gejala makin berat secara perlahan-lahan.
Disfagia adalah gejala utama yang mula-mula dirasakan sebagai
rasa penuh atau rasa mengganjal di daerah esofagus distal yang hilang
timbul dan makin lama makin berat. Pasien akan makan secara perlahan-
lahan dan selalu disertai minum yang banyak. Regurgitasi biasanya
dirasakan pada waktu malam hari sehingga pasien bangun dari tidurnya.
Makanan yang diregurgitasi tidak dicerna, tidak asam, dan baunya manis
karena pengaruh ludah. Keadaan ini berbahaya karena dapat
menimbulkan radang paru-paru akibat aspirasi. Keluhan nyeri umumnya
tidak dominan. Mula-mula keadaan gizi baik dan baru mundur pada
tahap lanjut.
Diagnosis : pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan
yang berarti. Dengan anamnesis sebetulnya sudah dapat diduga adanya
akalasia.
Pemeriksaan penunjang : pada esofagografi terdapat penyempitan
daerah batas esofagogaster dan dilatasi bagian proksimalnya. Jika proses
akalasia sudah lama. Bentuk esofagus berubah menjadi berkelok dan
akhirnya bernbentuk S. Dengan pemeriksaan esofagoskopi dapat
disingkirkan kelainan penyempitan karena striktur atau keganasan.
Pada akalasia terdapat gangguan kontraksi dinding esofagus
sehingga pengukuran tekanan di dalam lumen esofagus dengan
manometri sangat menentukan diagnosis. Tekanan di dalam lumen
esofagigaster meninggi dan tekanan di dalam lumen esofagus lebih tinggi
daripada tekanan di dalam lambung.
Pengobatan : tujuan utama pengobatannya adalah menurunkan
tahanan sfingter esofagus bagian bawah terhadap bolus makanan dan hal
ini dapat dicapai dengan cara dilatasi balon dan bedah esofagomiotomi.
Diet dan obat-obatan untuk menghilangkan atau mengurangi kontraksi
sfingter esofagus dan otot polos dinding esofagus dianjurkan pada tahap
awal penyakit. Tindakan ini biasanya disertai dengan dilatasi. Tujuan
melakukan dilatasi ialah membuat sfingter esofagus bagian bawah
terbuka dan otot-ototnya rusak.
Bedah esofagomiotomi terdiri atas memotong otot esofagus, pada
arah sumbu esofagus sepanjang sfingter bawah, di luar mukosa. Hasil
operasi ini cukup memuaskan. Indikasi esofagomiotomi adalah : masih
berusia muda, mengalami kegagalan farmakologis atau dilatasi balon,
memiliki faktor resiko tinggi terjadinya perforasi pada tekhnik dilatasi,
yaitu pasien dengan esofagus yang berkelok-kelok atau divertikula, atau
telah menjalani pembedahan untuk kelainan lain sebelumnya, dan ingin
menghindari prosedur terapi berulang.
3. Benda asing
Umumnya terjadi pada anak dan penderita yang terbelakang
mentalnya akibat ketidaktahuannya. Insiden tertelan benda asing yang
dapat menutup lumen esofagus cukup tinggi akibat antara lain cara
makan menggunakan sumpit, potongan daging yang keras dan liat
sehingga langsung ditelan tanpa dikunyah. Benda asing ini umumnya
berhenti di tempat yang secara anatomik relatif sempit, yaitu di
hipofaring tempat setinggi arkus aorta dan percabangan bronkus utama
dan di atas batas esofagokardia.
Gambaran klinis : dengan anamnesis yang jelas, diagnosis mudah
ditegakan. Keluhan yang menonjol adalah nyeri di daerah leher atau
retrosternal, terutama bila benda asing yang tertelan cukup besar dan
telah menimbulkan infeksi di sekitar esofagus (setelah 24 jam).
Keluhan disfagia bervariasi dari yang ringan sampai berat akibat
obstruksi total. Apabila terjadi penekanan pada cabang bronkus utama
atau trakea, akan timbul kesulitan bernafas sampai sesak nafas yang
berat.
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan radiologis yang dilakukan
dengan memakai zat kontras dapat menentukan lokasi benda asing dan
jenis benda asing tersebut. Esofagoskopi sangat berguna untuk
menentukan diagnosis serta sekalian untuk pengobatan, misalnya dengan
mengangkat keluar benda asing tersebut.
Gambar 222. Benda asing pada esofagus 11
Pengobatan : kebanyakan benda asing yang menyumbat lumen
esofagus dan sempat menimbulkan keluhan, akan lepas sendiri dan
masuk ke lambung. Keadaan ini sering terjadi pada anak-anak yang
menelan benda seperti uang logam atau kelereng. Bila benda asing
tersebut tetap tidak dapat lolos dengan sendirinya, harus segera diambil
secara endoskopi atau dengan bimbingan radiologis menggunakan kateter
balon.
4. Perforasi iatrogenik akibat instrumentasi
Penyebab paling sering ialah dilatasi striktur, pengambilan benda
asing, dilatasi hidrostatik untuk akalasia, pemasangan splin esofagus
paliatif pada karsinoma, dan perlakuan diagnostik endoskopi. Lokasi
paling sering adalah pada tempat penyempitan anatomis atau
penyempitan patologis. Perforasi sering terjadi akibat penggunaan
endoskop yang kaku atau dilator udara.
Gambaran klinis : perforasi esofagus intraabdomen sering
menyerupai gejala akut abdomen bagian atas. Biasanya diketahui bila
mengalami kesukaran sewaktu melakukan berbagai prosedur tersebut di
atas. Gejala klinis sangat bergantung pada tempat dan luasnya perforasi.
Gejala utama ialah rasa nyeri, demam, dan emfisema mediastinum yang
kemudian meluas sampai di subkutis.
Pemeriksaan penunjang : bila pasca tindakan endoskopi atau
dilataasi penderita merasa nyeri, harus dipertimbangkan adanya perforasi
sebelum dibuktikan sebaliknya.
Pada foto toraks terlihat pelebaran mediastinum, yaitu tanda
perdarahan dan udara di mediastinum atau leher. Esofagografi dapat
menegaskan perforasi tersebut, yang hampir 90% terletak intratorakal.
Perforasi esofagus daerah leher biasanya luput didiagnosis karena zat
kontras lebih cepat turun ke bawah.
Pengobatan : pada perforasi esofagus di daerah leher, tindakan
konservatif dengan melakukan penyaliran dan pemberian antibiotik dapat
dipertimbangkan. Pengamatan tanpa penyaliran pada perforasi di daerah
ini dapat dipertanggungjawabkan, bila tidak ada gejala klinis, radang
lokal, dan penyebaran emfisema ke daerah mediastinum serta pada
esofagografi hanya terlihat robekan kecil.
5. Esofagitis refluks
Dalam keadaan normal, refluks dapat terjadi terutama setelah
makan dan lamanya tidak lebih dari satu jam. Refluks jarang ditemukan
pada waktu tidur. Refluks fisiologis baru akan menyebabkan esofagitis
bila bahan refluks tersebut tidak bisa dikeluarkan dari esofagus karena
gangguan kontraksi atau peristaltis seperti pada spasme difus atau
skleroderma atau tidak adanya saliva sebagai bahan yang bisa
menetralkan asam dan pepsin dari lambung seperti pada usia lanjut.
Esofagisitis juga dapat terjadi jika kadar asam, cairan empedu, dan enzim
pankreas dari lambung terlalu tinggi karena makanan terlalu lama berada
di lambung. Pengosongan lambung yang lama ini mengakibatkan
kemungkinan refluks besar.
Gambar 7. Esofagitis refluks. 13
Patologi : pada esofagitis refluks sering terjadi tukak yang mudah
berdarah. Bila tukak ini sembuh, akan timbul jaringan granulasi dan
jaringan parut yang disertai fibrosis. Fibrosis ini dapat menyebabkan
pengerutan dan stenosis. Esofagitis biasanya sering kambuh dan menjadi
kronik. Di daerah batas antara epitel kubik mukosa lambung dan epitel
berlapis gepeng mukosa esofagus biasa ditemukan daerah dengan
hiperplasia epitel. Radang kronik hiperplasia tersebut dinamakan
esofagus barrett yang kadang menjadi dasar perkembangan karsinoma
esofagus.
Gambaran klinis : pada stadium awal mulut terasa asam karena
regurgitasi asam lambung. Bila keadaan berlangsung menahun, akan
timbul rasa nyeri berupa rasa panas seperti terbakar di daerah
retrosternal. Gejala klinis esofagitis refluks tidak banyak berbeda pada
pasien dengan atau tanpa hernia hiatus. Disfagia timbul bila terjadi
striktur atau spasme dinding esofagus bawah. Gejala lain seperti anemia
karena perdarahan, muntah, dan aspirasi paru dapat terjadi pada keadaaan
lanjut.
Esofagitis dibagi menjadi empat tingkat, yaitu berturut-turut
hiperemia mukosa, erosi mukosa dengan bercak tukak kecil, tukak lebar
dan dalam, dan pembentukan striktur. Selain ditemukan tanda esofagitis
refluks, perlu ditentukan tingkat patologis esofagitis ini.
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan radiologi dapat
menentukan adanya refluks dan hernia hiatus. Dengan endoskopi secara
langsung dapat dilihat tanda dan tingkat esofagitis. Biopsi diperlukan jika
terdapat tanda-tanda adanya metaplasia karena kelainan ini bisa disertai
dengan perubahan menjadi karsinoma. Pengamatan sewaktu atau
pengamatan jangka lama, biasanya selama 24 jam, penting untuk
menentukan adanya refluks sangat besar bila pH<4 di daerah esofagus,
bertekanan tinggi di atas sfingter.
Pengobatan : tujuan pengobatan pada esofagitis refluks adalah
menghilangkan gejala klinis serta faktor penyebab. Penyebab yang sering
ditemukan adalah kelainan organik, seperti hernia hiatus. Pengobatan
esofagitis refluks umumnya dilakukan secara bertahap. Mula-mula secara
konservatif dan baru pada fase akhir dilakukan tindakan pembedahan jika
pengobatan konservatif ternyata gagal atau timbul komplikasi.
Pengobatan dimulai dari cara yang paling sukar yaitu mengubah
cara hidup yaitu tidak merokok, mengurangi berat badan, diet
menghindari cokelat, lemak, dan makanan yang merangsang seperti
asam, cabe, alkohol, dan menghindari obat-obatan yang merusak
pengaman mukosa atau mengurangi tekanan sfingter bawah. Selain itu
penderita diberi antasid dan atau penyekat reseptor H2.
Pembedahan dianjurkan jika setelah pengobatan konservatif, ada
komplikasi seperti striktur, perdarahan, atau tukak yang susah sembuh
sehingga tetap menimbulkan keluhan atau ada kelainan organik seperti
hernia hiatus, spasme difus, atau akalasia. Cara pembedahan bergantung
pada kelainan organik tersebut, tetapi umumnya terdiri dari atas tiga
tindakan, yaitu penempatan esofagus bagian distal di bawah diafragma,
funduplikasi, dan mempersempit hiatus esofagus. Operasi fundoplikasi
dapat dilakukan dengan laparoskopi. 1
6. Karsinoma esofagus
Pada karsinoma esofagus tidak diketahui adanya salah satu faktor
tunggal tertentu sebagai penyebab terjadinya kanker ini. Aneka ragam
faktor etiologi diperkirakan berperan dalam etiopatogenesis kanker
tersebut yaitu faktor lingkungan (lokasi geografis, kadar molibdium
dalam tanah yang rendah, kadar garam dalam tanah, suhu), faktor diet
(aflatoksin, asbestos, defisiensi vitamin A, vitamin E, vitamin C,
riboflavin, niasin, dan zink), faktor kebiasaan ( merokok, alkohol), iritasi
kronik (radiasi, akalasia, skleroterapi injeksi), kultural (status sosio-
ekonomi, ras).
Gambaran klinis : karsinoma esofagus merupakan pembunuh
terselubung karena pada stadium awal tidak menimbulkan keluhan
sedangkan pada saat ada keluhan umumnya sudah terjadi metastasis.
Disfagia merupakan gejala paling sering ditemukan, terjadi pada lebih
dari 90% kasus. Esofagus mudah berdistensi sehingga pasien baru akan
menyadari adanya kelainan jika hampir separuh diameter lumen esofagus
sudah terkena. Pada keadaan ini penyakit sudah terlampau lanjut untuk
direseksi. Beberapa macam upaya biasanya dilakukan pasien untuk
mengatasi disfagia yaitu sering minum saat makan, makan makanan yang
lebih cair, dan makan secara lambat. Disfagia akan progresif sejalan
dengan lamanya sakit. Pada mulanya, disfagia terjadi pada saat makan
makanan padat, kemudian tidak dapat menelan makanan padat, dan
kemudian akhirnya tidak dapat menelan makanan cair termasuk saliva
yang selalu akan meleleh keluar dari mulut. Berbeda dengan spasme
esofagus. Disfagia pada kanker esofagus bersifat kronik dan progresif.
Berat badan yang menurun selalu ditemukan. Adanya anoreksia
merupakan tanda prognostik yang negatif.
Odinofagia (nyeri saat menelan) ditemukan lebih jarang
dibandingkan dengan disfagia. Nyeri terasa terus-menerus, tidak bersifat
tajam/seperti ditusuk. Nyeri menjalar ke punggung. Adanya suara serak
menandakan invasi ke N.laringeus rekurens atau aspirasi kronik. Batuk
kronik dapat terjadi karena aspirasi kronik atau fistula trakeoesofageal
yang pada gilirannya juga mengakibatkan batuk-batuk selagi menelan.
Komplikasi pulmonal lainnya sering terjadi adalah penumonia.
Perdarahan pada tumor mengakibatkan anemia defisiensi besi, atau
hematemesis dan melena.
Pemeriksaan fisik : hasil pemeriksaan fisik jarang dapat
membantu menegakan diagnosis kanker esofagus, tetapi penemuan
adanya kelainan fisis akan bermanfaat dalam menentukan prognosis.
Pada kanker esofagus adanya limfadenopati, hepatomegali, pneumonia,
dan sindrom horner menunjukan bahwa kankernya sudah stadium lanjut,
limfadenopati dijumpai di daerah servikal supraklavikular dan aksila.
Diagnosis pencitraan : pada foto dada, air-fluid level di daerah
mediastinum menunjukan adanya cairan yang tertahan di dalam lumen
esofagus yang berdilatasi. Mungkin terdapat kelainan lain berupa
metastasis tumor di paru-paru, metastasis ke tulang, pneumonia,
pneumoperikardium, deviasi trakea, efusi pleura, dan limfadenopati.
Esofagografi memakai barium sering merupakan prosedur
pertama dan penting dalam diagnosis dan penentuan stadium kanker.
Lokasi tumor, panjang lesi, dan kelainan jaringan sekitar tumor dapat
dinilai melalui pemeriksaan esofagus dengan menggunakan suspensi
barium. CT scan memperlihatkan stadium, resektabilitas dan perencanaan
terapi endoskopik paliatif. Endoskopi : pemeriksaan ini mutlak
dikerjakan pada kasus yang diduga kanker esofagus terutama jika
esofagogram normal. Pada saat endoskopi juga dilakukan biopsi jaringan.
Gambar 8. Karsinoma esofagus 14
Pengobatan : sebelum merencanakan dan memberikan terapi pada
karsinoma esofagus, perlu dilakukan penentuan stadium (staging) dan
pengelompokan stadium tumor.
Klasifikasi TNM
T. : tumor primer
T0 : tidak ada tumor
T1 : invasi hingga mukosa atau submukosa
T2 : invasi ke dinding otot
T3 : tumor menembus dinding otot
N. : kelenjar limfe regional
N0 : tidak terdapat metastasis
N1 : metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 : metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 : metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
M. : metastasis jauh
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh
Secara menyeluruh di bagi menjadi empat tingkat :
Tingkat I : T1 N0 M0
Tingkat II : T2 N0 M0
Tingkat III : T3 N0 M0 atau berapa saja T, berapa saja N, dan M0
Tingkat IV : berapa saja T, berapa saja N, dan M1
Reseksi total hanya dapat dikerjakan pada 40% kasus, dan sering
terjadi tumor residif. Pascabedah reseksi total five-years survival rate
menunjukan jumlah yang kurang dari 20%. Mortalititas pascabedah yang
ditemukan sebesar 20% disebabkan oleh fistula anastomosis, abses
subfrenik, dan komplikasi kardiopulmonal.
Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan
pasien. Radiasi eksternal memberikan efek penyusutan tumor.
Komplikasi akibat radiasi sering berupa striktura, fistula, dan perdarahan.
Kadang-kadang dijumpai komplikasi kardiopulmonal. Kemoterapi dapat
diberikan sebagai pelengkap terapi bedah dan terapi radiasi. Biasanya
digunakan kemoterapi kombinasi misalnya kombinasi sisplatin bersama
bleomisin dan 5-FU memberikan respons sempurna pada 37% dan
respons parsial pada 200;0. 7
Gambar . karsinoma esofagus 11
Lambung
7. Hipertrofi pilorus
Hipertrofi pilorus merupakan kelainan yang terjadi pada otot
pilorus yang mengalami hipertrofi pada lapisan sirkulernya, terbatas pada
lingkaran pilorus dan jarang berlanjut ke otot gaster. Kejadian hipertrofi
pilorus banyak diwariskan dari orangtuanya. Ibu yang menderita
hipertrofi pilorus akan cenderung melahirkan anak yang
kemungkinannya menderita hipertrofi pilorus empat kali lebih besar.
Lebih sering ditemukan pada bayi lelaki dibandingkan bayi perempuan,
yiatu 4:1.
Meskipun diagnosis hipertrofi pilorus telah dapat ditentukan
beberapa hari setelah lahir, gejalanya baru terlihat setelah umur 3-6
minggu dan jarang dijumpai setelah bayi berumur 3 bulan. Gejala
konstipasi dapat pula terjadi akibat sedikitnya jumlah cairan yang dapat
melewati pilorus menuju usus halus. Hal ini juga berakibat terjadinya
penimbunan cairan yang makin lama makin banyak di dalam lambung.
Menimbulkan muntah secara periodik dan bertingkat, baik frekuensi
maupun kekuatannya. Bahan muntahan merupakan bahan minuman yang
murni tanpa mengandung zat empedu.
Gambaran klinis : bayi setiap habis minum atau makan dalam
waktu yang tidak lama akan muntah dan makin lama makin kurus.
Frekuensi muntah makin sering dan akhirnya secara proyektil, setelah
muntah, bayi kelihatan selalu masih lapar dan rakus bila diberi minum.
Kadang ditemui bahan muntahan bercampur darah. Hal ini disebabkan
oleh pecahnya kapiler pada mukosa gaster akibat gastritis.
Bila pada pemeriksaan fisik ditemukan massa di perut kanan atas
di bawah lengkung iga sebesar ujung jari telunjuk berbatas tegas.
Konsistensi kenyal pada hampir 100% diagnosis dapat ditegakan, akan
tetapi, bila masih diragukan dapat dilakukan pemeriksaan radiologik
memakai bahan kontras barium per os. Akan tampak pada pilorus
gambaran dawai yang menandakan adanya penyempitan lumen pilorus.
Gambar . hipertrofi pylorus 11
Pengobatan : akibat muntah yang terus menerus sesudah minum,
akan terjadi dehidrasi, alkalosis hipokloremi, dan hipokalemi. Deplesi
cairan dan elektrolit ini harus dikoreksi prabedah.
Piloromiotomi cara fredet-ramtedt merupakan pilihan prosedur
pembedahan. Kalau operasi ini dikerjakan secara benar, tidak akan
kambuh. Prognosis baik, setelah dilakukan tindakan piloromiotomi.
8. Tumor jinak lambung (polip dan leiomioma)
Tumor jinak yang tersering ditemukan adalah polip dan leimioma
yang dapat berbentuk adenomatosa hiperplastik, atau fibroid.
Leimomioma yang merupakan tumor jinak otot polos lambung tidak
bersimpai sehingga sulit dibedakan dari bentuk yang ganas
(leiomiosarkoma).
Gambaran klinis dapat terjadi pada semua kelompok umur, dan
umumnya tumor ini tidak memberikan gejala klinis. Kalaupun ada, hanya
beberapa yang tidak sembuh dengan antasid. Pemeriksaan fisik tidak
menemukan suatu kelainan. Bila ditemukan kelainan perlu dipikirkan
adanya karsinoma.
Diagnosis ditegakan melalui pemeriksaan foto rontgen atau
endoskopi. Hampir semua tumor yang menonjol ke lumen dapat
didiagnosis dengan foto kontras ganda. Pada endoskopi dilakukan biopsi
untuk pemeriksaan histologik atau dilakukan sikatan untuk pemeriksaan
sitologik. Pada polip yang lebih besar dari 2 cm, kemungkinan adanya
keganasan lebih besar.
Pengobatan : polip kecil dapat dikeluarkan sewaktu endoskopik.
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor jinak yang
harus diperiksa segera secara mikroskopik. Bila ditemukan tanda
keganasan operasi diteruskan dengan gastretomi.
9. Karsinoma lambung
Sebab timbulnya karsinoma lambung (karsinoma ventrikulum)
tidak diketahui. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kejadian
karsinoma lambung, adalah diet rendah serat, makanan terlalu asin,
pedas, dan asam, alkohol dan aklorhidria, tukak lambung, gastritis
atrofikans, anemia pernisiosa, dan golongan darah A. Kecuali gastritis
atrofikans tidak ada hubungan dengan karsinogenesis kanker lambung.
Patologi : ada berbagai bentuk adenokarsinoma lambung. Bentuk
yang bisa ditemukan adalah karsinoma ulseratif, karsinoma polipoid,
karsinoma superfisial, dan karsinoma linitis plastika yang menyebar ke
seluruh dinding lambung. Bentuk linitis plastika prognosisnya paling
jelek.
Gambaran klinis : pada stadium awal, karsinoma lambung sering
tanpa gejala karena lambung masih berfungsi normal. Gejala biasanya
baru timbul setelah massa tumor cukup besar sehingga untuk
menimbulkan gangguan aktifitas motorik pada suatu segmen lambung,
gangguan pasase, inflitrasi tumor di alat sekitar lambung, atau terjadi
metastasis. Kalau massa tumor sudah besar, keluhan epigastrium
biasanya samar-samar, seperti rasa berat dan kembung. Akhirnya terjadi
anoreksia, cepat kenyang, penurunan berat badan, dan kelemahan yang
berkaitan dengan anoreksia dan penurunan berat badan. Anemia terjadi
karena kehilangan darah kronik, tetapi perdarahan masif jarang
ditemukan. Disfagia kemungkinan besar disebabkan oleh tumor di kardia
atau fundus. Karsinoma di dekat pilorus dapat memberikan tanda
obstruksi.
Adanya nyeri perut, hepatomegali, asites, teraba massa pada
colok dubur, dan kelenjar limf supraklavikler kiri (limfonodi virchow)
yang membesar menunjukan penyakit yang lanjut dan sudah menyebar.
Bila terdapat ikterus obstruktiva, harus dicurigai adanya penyebaran di
porta hepatika.
Gambar 11
Diagnosis : pada foto kontras ganda lambung memeberikan
kepekaan diagnosis sampai 90%. Dicurigai adanya keganasan bila
ditemukan deformitas, tukak, atau tonjolan di lumen. Gastroskopi dengan
biopsi multiple dan pemeriksaan sitologis terhadap bahan sikatan tukak
diperlukan untuk memastikan diagnosis. Untuk menilai stadium penyakit,
selain pemeriksaan fisik yang teliti, diperlukan foto paru, uji fungsi hati,
penyamaran hati, dan limfa, serta pemeriksaan tulang.
Pengobatan : pembedahan dilakukan dengan tujuan kuratif dan
paliatif. Untuk tujuan kuratif, dilakukan operasi radikal, yaitu gastrktomi
(subtotal atau total) dengan mengangkat kelenjar limf regional dan organ
lain yang terkena, sedangkan untuk tujuan paliatif hanya dilakukan
pengangkatan tumor yang mengalami perforasi atau berdarah atau
mungkin hanya sekadar membuat jalan pintas lambung. Kemoterapi
diberikan untuk kasus yang tidak dapat direseksi atai dioperasi tidak
radikal. Kombinasi sitostatik memberikan perbaikan 30-40% untuk 2-4
bulan. (5FU, adriamisin, dan mitromisin).
10. Benda asing
Benda asing pada anak-anak mungkin berupa uang logam, atau
mainan yang tertelan, tetapi dapat juga berupa benda tajam, seperti jarum
atau paku. Pada orang tua bisa terjadi gigi palsu tertelan. Anak
perempuan dapat dengan tidak sengaja menggigiti dan menelan
rambutnya. Rambut yang tidak tercerna ini bila mngumpul di lambung
dapat membentuk apa yang disebut dengan trikobezoar.
Penderita yang pernah mengalami gastrektomi atau vagotomi
menurun motilias lambungnya.; begitu juga produksi asam dan
pepsinnya. Hal ini akan mempermudah terjadinya penggumpalan serat
tumbuhan sehingga membentuk massa yang disebut dengan fitobezonat.
Umumnya benda asing tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang
timbul nyeri epigastrium, misalnya karena jarum yang menusuk lambung
atau bezoar yang menekan dan mengakibatkan tukak. Komplikasi
obstruksi. Perdarahan, dan perforasi jarang terjadi.
Diagnosis : karena gejala tidak khas, anamnesis yang baik sangat
berperan dalam menegakan diagnosis. Foto polos bisa mendeteksi benda
asing yang radioopak. Untuk mendeteksi benda asing radiolusen,
diperlukan foto lambung dengan kontras. Endoskopi juga diperlukan,
selain itu untuk meyakinkan diagnosis, juga untuk pengambilan benda
asing.
Gambar 11
Pengobatan : benda asing yang dapat melewati pilorus akan dapat
pula keluar melalui anus. Untuk itu sangat diperlukan foto berturut-turut
dan pencarian benda asing dalam tinja. Bila benda asing diperkirakan
dapat keluar spontan, boleh ditunggu 3-4 minggu. Diet khusus dan
pencahar tidak dianjurkan. Penemuan benda asing di tinja dan hilangnya
benda asing pada foto polos menunjukan keberhasilan terapi konservatif.
Bezoar bisa dipecah oleh sediaan selulase yang dimasukan intragastrik.
Tindakan endoskopik dilakukan bila terapi konservatif gagal.
Benda asing dapat dikeluarkan dengan cunam biopsi. Benda asing logam
kadang dapat dikeluarkan dengan magnet.
Pembedahan dilakukan pada benda asing yang menyebabkan
keluhan dan tidak berhasil diatasi dengan kedua cara diatas. Juga
dilakukan pada kasus berkomplikasi misalnya perdarahan yang tidak
berhenti dengan pengobatan konservatif, atau perforasi maupun
obstruksi. Pada pengambilan benzoar, perlu dilakukan eksisi tukak bila
terjadi tukak akibat benda asing tersebut.
Duodenum
11. Atresia duodenal
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian
pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak
berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan
perjalanan makanan dari lambung ke usus.
Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum
masih belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan dengan
baik. Seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis duodenum
dengan malformasi neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini
disebabkan oleh gangguan perkembangan pada masa awal kehamilan.
Atresia duodenum berbeda dari atresia usus lainnya, yang merupakan
anomali terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah mesenterik
pada perkembangan selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal
sebagai predisposisi yang ditemukan hingga saat ini. Meskipun hingga
sepertiga pasien dengan atresia duodenum menderita pula trisomi 21
(sindrom Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam
perkembangan atresia duodenum.
Gambar 18
Gejala atresia duodenum:
- Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas
- Muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat
adanya empedu (biliosa)
- Muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa
jam
- Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kecil
- Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar
mekonium.
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal
tinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa
jam pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun
dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari
ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati
deteksi abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak,
atau lebih jarang lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami
obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan
biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal
hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan
menyeluruh.
Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki
abdomen skafoid. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat
dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium
dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu. Dehidrasi,
penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi
kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika
hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik
hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada
obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi
dengan suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna
empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.
Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble
tanpa gas pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya
gas pada usus distal mengindikasikan stenosis duodenum, web
duodenum, atau anomali duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu
dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi
dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia
duodenum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Pengobatan : tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi
lambung. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan
memberikan cairan dan elektrolit melalui infus intravena. Lakukan juga
evaluasi anomali kongenital lainnya. Masalah terkait (misalnya sindrom
Down) juga harus ditangani.
Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu
dilakukan namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat
abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini berupa
duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun
dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan
koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal invasif.19
12. Malrotasi usus halus
Pada tahapan perkembangan usus dapat terjadi gangguan rotasi
dan fiksasi usus pada peritoneum dinding belakang. Malrotasi dapat
menimbulkan gangguan pasase dan vaskularisasi.
Gambaran klinis umumnya berupa gangguan passe usus halus.
Bila timbul tanda obstruksi, muntah hijau, dan perut kembung segera
setelah lahir, dapat dipikirkan gangguan pasase usus halus. Gambaran
klinis obstrusi usus yang hilang timbul mungkin dimulai pada masa bayi
dan berlangsung sampai umur dewasa.
Foto polos perut memperlihatkan dua gelembung yang mencoloh
jika malrotasi menyebabkan obstruksi tepat di bagian ketiga duodenum.
Biasanya disertai satu-dua bayangan gelembung kecil pada malrotasi di
usus tengah. Foto kontras per os kadang diperlukan untuk menentukan
tempat sumbatan. Foto kontras menemukan obstruksi setinggi sekum bila
terjadi malrotasi usus halus.
Tindakan bedah baru dikerjakan bila jelas ada obstruksi usus yang
lengkap, parsial, maupun berulang. Tindakannya adalah laparotomi dan
mengembalikan usus agar tidak berputar dan a.mesenterica superior tidak
terjepit. Sebaliknya jangan berusaha mengembalikan anatomi usus ke
anatomi “normal”.
13. Divertikulum duodenum
Divertikulum duodenum jarang menyebabkan keluhan, walaupun
ditemukan pada 1% manusia, yaitu di dinding median duodenum pada
pankreas. Komplikasi terdiri dari perdarahan atau perforasi, tetapi jarang
sekali ditemukan. Jika ditemukan dibertikulum secara kebetulan pada
pemeriksaan rontgen sebaiknya dianjurkan supaya dibiarkan saja jika
tidak ada keluhan.
14. Obstruksi sederhana dan strangulasi
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi,
artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di
dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah.
Keadaan umum akan memburuk dalam waktu relatif singkat.
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan
penyebab, misalnya berupa adesi dalam perut karena pernah dioperasi
atau terdapat hernia. Pada pemeriksaan ditemukan tanda dan gejala yang
bergantung pada tahap perkembangan obstruksi.
Gejala umum berupa syok, oliguri, dan gangguan eketrolit.
Selanjutnya, ditemukan meteorisme dan kelebihan cairan di usus,
hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual, dan muntah.
Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau
kejang usus, dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltik
kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi
flatus atau defekasi.
Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan
pedoman untuk menegakan diagnosis. Pada foto polos rontgen perut,
tampak kelok-kelok usus halus yang melebar, mengandung cairan dan
banyak udara, sehingga memberi gambaran batas-cairan (fluid level)
yang jelas.
Diagnosis : ada atau tidaknya obstruksi tinggi tidak sukar
ditentukan asal cukup sabar menantikan timbulnya kolik sehingga dapat
melihat gejala kolik yang khas.
Pada strangulasi terdapat jepitan atau lilitan yang menyebabkan
gangguan peredaran darah sehingga terjadi iskemia, nekrosis, atau
gangren. Gangren menyebabkan tanda toksis seperti yang terjadi pada
sepsis, yaitu takikardia, syok septik, dengan leukositosis.
Pengobatan : obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan
harus dihilangkan segera setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan
umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tata laksana dehidrasi,
perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung.
Pada strangulasi tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum,
strangulasi harus segera diatasi.
15. Obstruksi duodenum e.c. pankreas anulare
Merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan. Penyakit
ini disebabkan oleh kelainan pada perkembangan bakal pankreas
sehingga tonjoolan ventral dan dorsal melingkari duodenum bagian kedia
akibat tidak lengkapnya pergeseran bagian ventral. Keadaan ini
menyebabkan obstruksi duodenum dalam derajat tertentu dan juga
kadang disertai atresia duodenum.
Penyakit ini sering pada mulanya tidak menimbulkan gejala dan
baru ditemukan pada usia dewasa. Gejala klinis yang ditemukan berupa
tanda obstruksi akut dan nyeri perut berulang, mual, dan muntah yang
berwarna hijau. Gejala ini dapat timbul pada semua umur, tetapi
sepertiga pasien berusia di bawah satu tahun.
Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan pencitraan yang
menunjukan obstruksi duodenum total atau sebagian dan dinding lateral
kanan duodenum terlipat.
Pengobatan : operasi pintas untuk mengatasi obstruksi duodenum
merupakan cara baku untuk penanganannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Esofagus dan Diafragma, Lambung dan
Duodenum, Usus Halus Appendiks Kolon, dan Anorektum. 2004. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Snell, Richard S. 2006. Cavitas Thoracis dan Caviatas Abdominalis. Dalam :
Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta; EGC.
3. Sherwoodm Lauralee. 2001. Sistem Pencernaan. Dalam : Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta. EGC.
4. http://www.anneahira.com/anatomi-fisiologi-sistem-pencernaan.htm
5. Newman, W.A. 2002. Dalam : Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta.
EGC.
6. http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/penyakit-sistem-pencernaan/
pemeriksaan-diagnostik-untuk-saluran-pencernaan.html
7. Noer, Sjaiforllah, Prof. dr. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.
FKUI Jakarta. 1996.
8. http://www.scribd.com/doc/21469148/Sistem-Pencernaan-Pada-Manusia
9. http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/obstruksi-saluran-
cerna-pada-anak/
10. http://www.wellsphere.com/general-medicine-article/human-anatomy-8211-
esophagus/1178417
11. http://www.highlands.edu/academics/divisions/scipe/biology/faculty/
harnden/2122/notes/digest.htm
12. http://www.netterimages.com/product/9781416037019/3-215.htm
13. http://courses.md.huji.ac.il/96854/Congenital_esophageal_atresia/cea/01-
netter3.GIF
14. http://fastandfuriousfitness.net/forlogo.php?p=achalasia
15. http://hennykartika.wordpress.com/category/bronkoesofagologi/
16. http://jscr.co.uk/2010/09/upper-gi-surgery/carcinosarcoma-of-the-
oesophagus-a-rare-mixed-type-of-tumor/
17. http://www.tutorvista.com/content/science/science-ii/nutrition/alimentary-
canal.php
18. Anonym. Duodenal Atresia. Available at
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/print/ency/article/001131.htm. Updated:
Des 9, 2010
19. Mandel G. Duodenal Atresia. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/408582-print. Updated: Des 9, 2010