68
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestin, adalah sistem organ manusia yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Sistem pencernaan antara satu manusia dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda. Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung. Selanjutnya adalah proses penyerapan sari-sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa-sisa makanan melalui anus. 8 Saluran pencernaan dibagi menjadi dua, yaitu saluran pencernaan atas (rongga mulut, esofagus, lambung, dan usus halus yang terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum) dan saluran pencernaan bawah (usus besar, rektum, dan anus). Proses fisiologis dari saluran pencernaan akan terhambat jika terdapat sumbatan di saluran tersebut. Dimulai jika terdapat sumbatan saluran cerna atas, maka akan mempengaruhi saluran cerna bawah juga. Berdasarkan etiologinya, obstruksi saluran cerna atas dapat

Esophagus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Esophagus

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestin, adalah sistem organ

manusia yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien,

serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Sistem pencernaan antara satu

manusia dengan yang lainnya bisa sangat jauh berbeda. Pada dasarnya sistem

pencernaan makanan dalam tubuh manusia dibagi menjadi 3 bagian, yaitu

proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.

Selanjutnya adalah proses penyerapan sari-sari makanan yang terjadi di dalam

usus. Kemudian proses pengeluaran sisa-sisa makanan melalui anus.8

Saluran pencernaan dibagi menjadi dua, yaitu saluran pencernaan atas

(rongga mulut, esofagus, lambung, dan usus halus yang terdiri dari

duodenum, jejunum, dan ileum) dan saluran pencernaan bawah (usus besar,

rektum, dan anus). Proses fisiologis dari saluran pencernaan akan terhambat

jika terdapat sumbatan di saluran tersebut. Dimulai jika terdapat sumbatan

saluran cerna atas, maka akan mempengaruhi saluran cerna bawah juga.

Berdasarkan etiologinya, obstruksi saluran cerna atas dapat disebabkan oleh

kelainan mekanis dan ileus (tidak ada kelainan organik yang nyata).9

Gejala, tanda, pemeriksaan penunjang yang didapat, dan

penatalaksanaan dari setiap obstruksi saluran cerna atas berbeda-beda,

kebanyakan dari setiap kasus, membutuhkan tindakan bedah yang berbeda

pula.

II. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui

segala hal yang berkaitan dengan obstruksi saluran cerna atas khususnya

esofagus, lambung, dan duodenum mulai dari etiologi, gambaran klinik,

penegakan diagnosis dan penatalaksanaannya.

Page 2: Esophagus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi

Esofagus

Esofagus merupakan sebuah tabung yang dapat kolaps, panjangnya

sekitar 10 inchi (25cm), yang menghubungkan pharinx dengan gaster.

Sebagian besar esofagus terletak di dalam thorax. 2

Dalam perjalanannya dari faring menuju ke gaster, esofagus melalui

tiga kompartemen, yaitu leher, toraks, dan abdomen. Esofagus yang berada di

leher adalah sepanjang 5 cm dan berjalan diatas trakea dan kolumna

vertebralis, serta selanjutnya memasuki rongga toraks setinggi manubrium

sterni. 1

Gambar 1. Esophagus. 10

Di dalam rongga dada, esofagus berada di mediastinum posterior

mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, kemudian

agak membelok ke kanan berada di samping kanan depan aorta torakalis

bawah dan masuk ke dalam rongga perut melalui hiatus esofagus dari

diafragma dan berakhir di kardia lambung. Panjang esofagus yang berada di

rongga perut berkisar 2-4 cm.

Page 3: Esophagus

Otot esofagus sepertiga bagian atas adalah otot serat lintang yang

berhubungan dengan otot-otot faring, sedangkan dua pertiga bawah adalah

otot polos yang terditi atas otot sirkuler dan otot longitudinal seperti

ditemukan pada saluran cerna lainnya.

Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang

bersifat sfingter, terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara

faring dan esofagus, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot

polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat

tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak

bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus

diafragma, yaitu tempat esofagus berakhir di kardia lambung. Otot polos pada

bagian ini murni bersifat sfingter.

Esofagus mendapat darahnya dari banyak arteri kecil. Bagian atas

esofagus yang berada di leher dan rongga dada mendapat darah dari a.tiroidea

inferior, beberapa cabang a.bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta.

Esofagus di hiatus esofagus dan rongga perut mendapat dari a.frenika inferior

kiri dan cabang a.gastrika kiri.

Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosa esofagus. Di

esofagus bagian atas dan tengah, aliran vena dari pleksus esofagus berjalan

melalui vena esofagus v.azigos dan v.hemiazigos untuk kemudian masuk ke

v.cava superior. Di esofagus bagian bawah, semua pembuluh vena masuk ke

dalam vena koronaria, yaitu cabang v.porta dan sirkulasi vena esofagus

bagian bawah melalui vena lambung tersebut.

Pembuluh limf esofagus membentuk pleksus di dalam mukosa,

submukosa, lapisan otot, dan tunika adventisia. Di bagian sepertiga kranial,

pembuluh ini berjalan secara longitudinal bersama dengan pembuluh limf dari

faring ke kelenjar di leher. Sedangkan dari bagian dua pertiga kaudal di

alirkan ke kelenjar seliakus, seperti pembuluh limf dari lambung. 1

Lambung

Lambung atau gaster merupakan bagian sistem gastrointestinal yang

terletak di antara esophagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi

topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat

Page 4: Esophagus

diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga

sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya,

bergantung pada letak tukak.

Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan

bawah arcus costalis sisnistra sampai regio epigastrica dan umbilicalis.

Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian bawah. Secara kasar

gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan

ostium pyloricum. Dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor, dan

dua dinding, paries anterior, dan paries posterior.

Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:

1. Fundus gastricum, berbentuk kubah, menonjol ke atas, dan terletak di

sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus berisi penuh udara.

2. Corpus gastricum, terbentang dari ostium cardiacum sampai incisura

angularis, suatu lekukan yang selalu ada pada bagian bawah curvatura

minor.

3. Pylorus merupakan bagian gaster yang berbentuk tubular. Dinding otot

pylorus yang tebal membentuk musculus sphincter pyloricus. Rongga

pylorus dinamakan canalis pyloricus. 1

Gaster relatif terfiksasi pada kedua ujungnya, tetapi diantara ujung-

ujung tersebut gaster sangat mudah bergerak. Gaster cenderung terletak tinggi

dan transversal pada orang pendek dan gemuk dan memanjang vertikal pada

orang yang tinggi dan kurus. Bentuk gaster sangat berbeda-beda pada orang

yang sama dan tergantung pada isi, posisi tubuh, dan fase pernafasan.

Lambung terdiri atas empat lapisan :

1. Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari

peritoneum viseralis.

Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor

lambung dan duodenum, memanjang kearah hati membentuk omentum

minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari organ  satu menuju organ

lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus

kebawah membentuk omentum mayus.

Page 5: Esophagus

2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:

- Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot

esofagus.

- Serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta

membentuk otot sfingter; dan berada di bawah lapisan pertama.

- Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan

berjalan dari orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah

melalui kurvatura minor (lengkung kecil).

3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh

darah dan saluran limfe.

Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri

atas banyak kerutan atau rugue, yang hilang bila organ itu mengembang

karena berisi makanan.

4. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran

limfe. Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus.

Permukaan mukosa ini dilintasi saluran-saluran kecil dari kelenjar-

kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar lambung tubuler yang

bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya dilapisi oleh epithelium

silinder. Epithelium ini bersambung dengan permukaan mukosa dari

lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang mengeluarkan sekret

berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung. 4

Gambar 2. Lambung. 9

Page 6: Esophagus

Ciri yang paling menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran

darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh

nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding

lambung. Di belakang dan tepi medial duodenum, juga ditemukan arteri besar

(a.gastroduodenalis). perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri

itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.

Vena dari lambung dan duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran

vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan

embrional dengan lambung dan duodenum. 1

Pembuluh-pembuluh limfe mengikuti perjalanan arteria menuju ke

nodi gastrici sinistra dan dekstra, nodi gastroomentalis sinistra dan dekstra,

dan nodi gastrici breves. Seluruh cairan limfe dari gaster akhirnya berjalan

melalui nodi coeliacus pada dinding posterior abdomen. 2

Persarafan simpatis lambung melalui serabut saraf yang menyertai

arteri, implus nyeri di hantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis.

Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus

dan korpus lambung. Sel ini berfungsi menghasilkan asam lambung. Nervus

vagus anterior memberikan cabang ke kandung empedu, hati, dan antrum

sebagai saraf laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior memberikan

cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut dan ke antrium sebagai

saraf laterjet posterior. 1

Duodenum

Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang

sekitar 10 inci (25 cm) yang merupakan organ penghubung gaster dengan

jejunum. Duodenum adalah organ penting karena merupakan tempat muara

dari ductus choledochus dan ductus pancreaticus. Duodenum melengkung di

sekitar caput pakreatis. Satu inci (2,5 cm) pertama duodenum menyerupai

gaster, yang permukaan anterior dan posteriornya diliputi oleh peritoneum

dan mempunyai omentum minus yang melekat pada pinggir atasnya dan

omentum majus yang melekat pada pinggir bawahnya. Bursa omentalis

terletak di belakang segmen yang pendek ini. Sisa duodenum yang lain

terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang diliputi oleh peritoneum.

Page 7: Esophagus

Duodenum terletak pada regio epigastrica dan umbilicalis dan untuk

tujuan deskripsi dibagi menjadi empat bagian : pars superior duodenum, pars

descendens duodenum, pars ascendens duodenum, dan pars horizontalis

duodenum.

Gambar 3. Duodenum. 10

Setengah bagian atas duodenum diperdarahi oleh arteria

pancreaticoduodenalis superior, cabang arteria gastroduodenalis. Setengah

bagian bawah diperdarahi oleh arteria pancreaticoduodenalis inferior, cabang

arteria mesenterica superior. Vena pancreaticoduodenalis superior bermuara

ke vena portae hepatik, vena pancreaticoduodenalis inferior bermuara ke vena

mesenterica superior.

Pembuluh limfe mengikuti arteria dan bermuara ke atas melalui nodi

pacreaticoduodenalis ke nodi gastroduodenales dan kemudian ke nodi

coeliaci dan ke bawah melalui nodi pancreaticoduodenalis ke nodi

mesenterici superiores di sekitar pangkal arteria mesenterica superior.

Saraf-saraf berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari

pleksus coeliacus dan plexus mesentericus superior. 2

Page 8: Esophagus

II. Fisiologi

Pendorongan makanan melalui esofagus adalah proses aktif yang

tidak mengandalkan gravitasi. Makanan dapat di dorong ke lambung bahkan

dalam posisi kepala di bawah. Gelombang peristaltik berlangsung sekitar 5-9

detik untuk mencapai ujung bawah esofagus. Kemajuan gelombang tersebut

dikontrol oleh pusat menelan, melalui persarafan vagus.

Cairan yang tidak tertahan oleh friksi dinding esofagus, dengan cepat

turun ke sfingter esofagus bawah akibat gravitasi dan kemudian harus

menunggu selama 5 detik sampai gelombang peristaltik primer akhirnya

sampai sebelum cairan tersebut dapat melewati sfingter gastroesofagus.

Apabila bolus berukuran besar dan lengket tertelan, dan tidak dapat

terdorong ke lambung oleh gerak peristaltik primer, bolus yang tertahan

tersebut akan meregangkan esofagus dan memicu reseptor tekanan di dalam

dinding esofagus, menimbulkan gelombang peristaltik kedua yang lebih kuat

yang diperantai oleh pleksus saraf instrinsik di tempat peregangan.

Gelombang peristaltik sekunder ini tidak melibatkan pusat menelan, dan

orang yang bersangkutan juga tidak menyadari keberadaannya. Peregangan

esofagus juga secara refleks meningkatkan sekresi air liur. Bolus yang

terperangkap tersebut akhirnya dilepaskan dan digerakan ke depan melalui

kombinasi lubrikan air liur tambahan dan gelombang peristaltik sekunder

yang lebih kuat.

Sfingter gastroesofagus mencegah refluks isi lambung kecuali ketika

menelan, sfingter gastroesofagus tetap berkontraksi untuk mempertahankan

sawar antara esofagus dan lambung, sehingga mengurangi kemungkinan

refluks isi lambung yang asam ke esofagus. Apabila isi lambung mengalir

kembali ke esofagus walaupun terdapat sfingter, keasaman isi lambung

tersebut akan mengiritasi esofagus, menimbulkan rasa tidak nyaman di

esofagus yang dikenal sebagai heartburn.

Sfingter gastroesofagus melemas secara refleks saat gelombang

peristaltik mencapai bagian bawah esofagus sehingga bolus dapat masuk ke

dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung, sfingter gastroesofagus

kembali berkontraksi.

Page 9: Esophagus

Gambar 4. Gelombang peristaltik esofagus. 17

Sekresi esofagus seluruhnya adalah mukus, pada kenyataannya,

mukus disekresikan di sepanjang saluran pencernaan. Dengan menghasilkan

lubrikasi untuk lewatnya makanan, mukus esofagus memperkecil

kemungkinan rusaknya esofagus oleh bagian-bagian tajam makanan yang

masuk, selain itu, mukus melindungi dinding esofagus dari asam dan enzim

getah lambung apabila terjadi refluks lambung.

Waktu transit keseluruhan di faring dan esofagus rata-rata adalah 6-10

detik, terlalu singkat untuk terjadinya perncernaan atau penyerapan di daerah

tersebut.

Lambung melakukan beberapa fungsi. Fungsi terpenting adalah

menyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan

kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal.

Makanan yang dikonsumsi hanya beberapa menit memerlukan waktu

beberapa jam untuk dicerna dan diserap. Karena usus halus adalah tempat

utama pencernaan dan penyerapan, lambung perlu menyimpan makanan dan

menyalurkannya sedikit demi sedikit ke duodenum dengan kecepatan yang

tidak melebihi kapasitas usus. Fungsi kedua lambung adalah untuk

mensekresikan asam hidroklorida (HCL) dan enzim-enzim yang memulai

perncernaan protein, makanan yang masuk dihaluskan dan dicampur dengan

sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang dikenal dengan

kimus.

Page 10: Esophagus

Terdapat empat aspek motilitas lambung

1. Pengisian lambung (gastric filling)

Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50ml, tetapi organ

ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter ketika

makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga dua puluh

kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung

dan sangat meningkatkam tekanan intralambung jika tidak terdapat faktor

plastisitas otot polos lambung dan relaksasi reseptif lambung pada saat ia

terisi.

2. Penyimpanan lambung (gastic storage)

Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang

otonom dan berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut

terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut

menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di

sepanjang lambung menuju sfingter pilorus dengan kecepatan tiga

gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu

irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm) lambung,

berlangsung secara terus menerus dan mungkin diserta oleh kontraksi

lapisan otot polos sirkuler lambung. Bergantung pada tingkat ekstabilitas

otot polos, BER dapat dibawa ke ambang oleh aliran arus dan mengalami

potensila aksi, yang kemudian memulai kontraksi otot yang dikenal

sebagai gelombang peristaltik dan menyapu isi lambung dengan

kecepatan yang sesuai dengan BER, yaitu tiga kali per menit.

Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus

dan korpus lalu ke antrum dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot di

fundus dan korpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut

lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat

disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal.

3. Pencampuran lambung (gastric mixing)

Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab

makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus,

setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah

Page 11: Esophagus

sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus dalam keadaan normal

menjaga sfingter hampir, tetapi tidak seluruhnya, tertutup rapat. Lubang

yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, tetapi terlalu

kecil untuk kimus yang kental lewat, kecuali apabila kimus terdorong

oleh kontraksi peristaltik yang kuat.

Walaupun demikian, 20ml kimus yang dapat ditampung oleh

antrum, hanya beberapa milimeter isi antrum yang terdorong ke

duodenum oleh setiap gelombang oeristaltik. Sebelum lebih banyak

kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai

sfingter pilorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih

kuat, menutup pintu keluar, dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke

dalam duodenum. Bagian terbesar kimus yang terdorong ke depan tetapi

tidak dapat di dorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada

sfingter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk

di dorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik

yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut dengan

retropuksi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.

Gambar 32. Gerakan pencampuran lambung. 17

4. Pengosongan lambung (gastric empyting)

Kontraksi peristaltik antrum selain menyebabkan pencampuran

lambung, juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan

lambung. Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap gelombang

peristaltik sebelum sfingter pilorus tertutup erat terutama bergantung

pada kekuatan peristaltik. Intensitas peristaltik antrum dapat sangat

Page 12: Esophagus

bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan

duodenum, dengan demikian pengosongan lambung diatur oleh faktor

lambung dan duodenum. Dengan sedikit menimbulkan depolarisasi atau

hiperpolarisasi otot polos lambung. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi

ekstabilitas otot, yang pada gilirannya menentukan tingkat aktivitas

peristaltik antrum. Semakin tinggi ekstabilitas, semakin sering BER

menghasilkan potensial aksi, semakin besar aktifitas peristaltik di

antrum, dan semakin cepat pengosongan lambung.

Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi

adalah jumlah kimus yang di dalam lambung, apabila hal-hal ini setara

lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan

volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan

motilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos

serta melalui keterlibatan pleksus intrinsik, saraf vagus, dan hormon

tersebut yang disekresikan oleh sel endokrin khusus di antrum.

Selain itu derajat keenceran kimus di dalam lambung juga

mempengaruhi pengosongan lambung. Isi lambung harus diubah menjadi

bentuk cair kental merata sebelum dikosongkan. Semakin cepat derajat

keenceran dicapai semakin cepat isi lambung siap dievakuasi. 3

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan

masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang

bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan

sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. 4

Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan

lambung adalah asam, lemak, hipertonisitas, dan peregangan. 3 Fungsi

duodenum terdiri dari transportasi dan pencernaan makanan, serta

absorbsi cairan, elektrolit, dan unsur makanan. 1

Setiap hari beberapa liter cairan dan puluhan gram makanan yang

teridiri dari karbohidrat, lemak, dan protein akan berlalu di usus halus,

dan setelah dicerna, akan masuk ke dalam aliran darah. Proses ini sangat

efisien karena hampir seluruh makanan terserap. Kecuali bila terlindung

Page 13: Esophagus

oleh selulosa yang tidak dapat dicerna. Hal ini menjadi dasar diet berserat

tinggi yang memberi volume ke feses sehingga pasasi di saluran cerna

berlangsung lebih cepat. Isi usus digerakan oleh peristaltik yang terdiri

atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan longitudinal. Gerakan

intestinal ini diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. 1

III. Definisi

Obstruksi adalah tindakan memblokir atau menyumbat.5 Obstruksi saluran

cerna atas dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran

normal isi saluran cerna atas (esofagus sampai dudodenum). Obstruksi usus

dapat akut dengan kronik, partial atau total. 18

IV. Pemeriksaan penunjang

Pada beberapa pemeriksaan, sistem pencernaan harus dikosongkan

terlebih dahulu, ada juga pemeriksaan yang dilakukan setelah 8-12 jam

sebelumnya melakukan puasa, sedangkan pemeriksaan lainnya tidak

memerlukan persiapan khusus.

Langkah pertama dalam mendiagnosis kelainan sistem pencernaan

adalah riwayat medis dan pemeriksaan fisik. Tetapi gejala dari kelainan

pencernaan seringkali bersifat samar sehingga dokter mengalami kesulitan

dalam menentukan kelainan secara pasti. Kelainan psikis (misalnya

kecemasan dan depresi) juga bisa mempengaruhi sistem pencernaan dan

menimbulkan gejala-gejalanya.

1. Pemeriksaan esofagus

a. Pemeriksaan barium.

Penderita menelan barium dan perjalanannya melewati

kerongkongan dipantau melalui fluoroskopi (teknik rontgen

berkesinambungan yang memungkinkan barium diamati atau

difilmkan). Dengan fluoroskopi, dokter bisa melihat kontraksi dan

kelainan anatomi kerongkongan (misalnya penyumbatan atau ulkus).

Gambaran ini seringkali direkam pada sebuah film atau kaset video.

Page 14: Esophagus

Selain cairan barium, bisa juga digunakan makanan yang

dilapisi oleh barium, sehingga bisa ditentukan lokasi penyumbatan

atau bagian kerongkongan yang tidak berkontraksi secara normal.

Cairan barium yang ditelan bersamaan dengan makanan yang

dilapisi oleh barium bisa menunjukkan kelainan seperti:

- Selaput kerongkongan (dimana sebagian kerongkongan tersumbat

oleh jaringan fibrosa)

- Divertikulum Zenker (kantong kerongkongan)

- Erosi dan ulkus kerongkongan

- Varises kerongkongan

- Tumor

b. Manometri.

Manometri adalah suatu pemeriksaan dimana sebuah tabung

dengan alat pengukur tekanan dimasukkan ke dalam kerongkongan.

Dengan alat ini (alatnya disebut manometer) dokter bisa menentukan

apakah kontraksi kerongkongan dapat mendorong makanan secara

normal atau tidak.

c. Pengukuran pH kerongkongan.

Mengukur keasaman kerongkongan bisa dilakukan pada saat

manometri. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah

terjadi refluks asam atau tidak.

d. Uji Bernstein (Tes Perfusi Asam Kerongkongan).

Pada pemeriksaan ini sejumlah kecil asam dimasukkan ke

dalam kerongkongan melalui sebuah selang nasogastrik.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah nyeri dada

disebabkan karena iritasi kerongkongan oleh asam dan merupakan

cara yang baik untuk menentukan adanya peradangan kerongkongan

(esofagitis).

2. Intubasi

Intubasi adalah memasukkan sebuah selang plastik kecil yang

lentur melalui hidung atau mulut ke dalam lambung atau usus halus.

Prosedur ini bisa digunakan untuk keperluan diagnostik maupun

Page 15: Esophagus

pengobatan. Intubasi bisa menyebabkan muntah dan mual, tetapi tidak

menimbulkan nyeri.

Ukuran selang yang digunakan bervariasi, tergantung kepada

tujuan dilakukannya prosedur ini (apakah untuk diagnosik atau

pengobatan).

a. Intubasi Nasogastrik.

Pada intubasi nasogastrik, sebuah selang dimasukkan melalui

hidung menuju ke lambung.

Prosedur ini digunakan untuk mendapatkan contoh cairan

lambung, untuk menentukan apakah lambung mengandung darah

atau untuk menganalisa keasaman, enzim dan karakteristik lainnya.

Pada korban keracunan, contoh cairan lambung ini dianalisa

untuk mengetahui racunnya. Kadang selang terpasang agak lama

sehingga lebih banyak contoh cairan yang bisa didapat.

Intubasi nasogastrik juga bisa digunakan untuk memperbaiki

keadaan tertentu:

- Untuk menghentikan perdarahan dimasukkan air dingin

- Untuk memompa atau menetralkan racun diberikan karbon aktif

- Pemberian makanan cair pada penderita yang mengalami

kesulitan menelan.

Kadang intubasi nasogastrik digunakan secara

berkesinambungan untuk mengeluarkan isi lambung. Ujung selang

biasanya dihubungkan dengan alat penghisap, yang akan mengisap

gas dan cairan dari lambung.

Cara ini membantu mengurangi tekanan yang terjadi jika

sistem pencernaan tersumbat atau tidak dapat berfungsi sebagaimana

mestinya.

b. Intubasi Nasoenterik.

Pada intubasi nasoenterik, selang yang dimasukkan melalui

hidung lebih panjang, karena harus melewati lambung untuk menuju

ke usus halus.

Prosedur ini bisa digunakan untuk:

Page 16: Esophagus

- Mendapatkan contoh isi usus

- Mengeluarkan cairan

- Memberikan makanan.

Sebuah selang yang dihubungkan dengan suatu alat kecil di

ujungnya bisa digunakan untuk biopsi (mengambil contoh jaringan

usus halus untuk diperiksa secara mikroskopik atau untuk analisa

aktivitas enzim).

Lambung dan usus halus tidak dapat merasakan nyeri, sehingga kedua

prosedur diatas tidak menimbulkan nyeri.

3. Endoskopi

Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan

menggunakan selang/tabung serat optik yang disebut endoskop.

Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk

memeriksa:

- Kerongkongan (esofagoskopi)

- Lambung (gastroskopi)

- Usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas).

Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan

untuk memeriksa:

- Rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi)

- Keseluruhan usus besar (kolonoskopi).

Diameter endoskop berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan

panjangnya berkisar dari sekitar 30 cm-150 cm. Sistem video serat-optik

memungkinkan endoskop menjadi fleksibel menjalankan fungsinya

sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan.

Banyak endoskop yang juga dilengkapi dengan sebuah penjepit

kecil untuk mengangkat contoh jaringan dan sebuah alat elektronik untuk

menghancurkan jaringan yang abnormal.

Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem

pencernaan, daerah yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan

pertumbuhan jaringan yang abnormal. Biasanya diambil contoh jaringan

untuk keperluan pemeriksaan lainnya.

Page 17: Esophagus

Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya

dipuasakan terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam

lambung bisa menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan

selama pemeriksaan dilakukan. Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam

rektum dan kolon, penderita biasanya menelan obat pencahar dan enema

untuk mengosongkan usus besar.

Komplikasi dari penggunaan endoskopi relatif jarang. Endoskopi

dapat mencederai atau bahkan menembus saluran pencernaan, tetapi

biasanya endoskopi hanya menyebabkan iritasi pada lapisan usus dan

perdarahan ringan.

4. Laparoskopi

Laparoskopi adalah pemeriksaan rongga perut dengan

menggunakan endoskop. Laparoskopi biasanya dilakukan dalam keadaan

penderita terbius total. Setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik, dibuat

sayatan kecil, biasanya di dekat pusar. Kemudian endoskop dimasukkan

melalui sayatan tersebut ke dalam rongga perut.

Dengan laparoskopi dokter dapat:

- Mencari tumor atau kelainan lainnya

- Mengamati organ-organ di dalam rongga perut

- Memperoleh contoh jaringan

- Melakukan pembedahan perbaikan.

5. Rontgen

a. Foto polos perut

Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut,

yang tidak memerlukan persiapan khusus dari penderita.

Sinar X biasanya digunakan untuk menunjukkan:

- Suatu penyumbatan

- Kelumpuhan saluran pencernaan

- Pola udara abnormal di dalam rongga perut

- Pembesaran organ (misalnya hati, ginjal, limpa).

b. Pemeriksaan barium

Page 18: Esophagus

Setelah penderita menelan barium, maka barium akan tampak

putih pada foto rontgen dan membatasi saluran pencernaan,

menunjukkan kontur dan lapisan dari kerongkongan, lambung dan

usus halus.

Barium yang terkumpul di daerah abnormal menunjukkan

adanya ulkus, erosi, tumor dan varises kerongkongan.

Foto rontgen bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk

menunjukkan keberadaan barium. Atau digunakan sebuah fluoroskop

untuk mengamati pergerakan barium di dalam saluran pencernaan.

Proses ini juga bisa direkam.

Dengan mengamati perjalanan barium di sepanjang saluran

pencernaan, dokter dapat menilai:

- Fungsi kerongkongan dan lambung

- Kontraksi kerongkongan dan lambung

- Penyumbatan dalam saluran pencernaan.

Barium juga dapat diberikan dalam bentuk enema untuk

melapisi usus besar bagian bawah. Kemudian dilakukan foto rontgen

untuk menunjukkan adanya polip, tumor atau kelainan struktur

lainnya. Prosedur ini bisa menyebabkan nyeri kram serta

menimbulkan rasa tidak nyaman.

Barium yang diminum atau diberikan sebagai enema pada

akhirnya akan dibuang ke dalam tinja, sehingga tinja tampak putih

seperti kapur. Setelah pemeriksaan, barium harus segera dibuang

karena bisa menyebabkan sembelit yang berarti. Obat pencahar bisa

diberikan untuk mempercepat pembuangan barium.

6. Parasentesis

Parasentesis adalah memasukkan jarum ke dalam rongga perut

dan mengambil cairannya. Dalam keadaan normal, rongga perut diluar

saluran pencernaan hanya mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan bisa

terkumpul dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti perforasi lambung

atau usus, penyakit hati, kanker atau pecahnya limpa.

Page 19: Esophagus

Parasentesis digunakan untuk memperoleh contoh cairan untuk

keperluan pemeriksaan atau untuk membuang cairan yang berlebihan.

Pemeriksaan fisik (kadang disertai dengan USG) dilakukan sebelum

parasentesis untuk memperkuat dugaan bahwa rongga perut mengandung

cairan yang berlebihan.

Selanjutnya daerah kulit (biasanya tepat dibawah pusar)

dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dibius lokal. Melalui kulit dan

otot dinding perut, dimasukkan jarum yang dihubungkan dengan tabung

suntik ke dalam rongga perut dimana cairan terkumpul.

Sejumlah kecil cairan diambil untuk pemeriksaan laboratorium

atau sampai 0,96 liter cairan diambil untuk mengurangi pembengkakan

perut.

7. USG Perut

USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan

gambaran dari organ-organ dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan

bentuk berbagai organ (misalnya hati dan pankreas) dan juga bisa

menunjukkan daerah abnormal di dalamnya. USG juga dapat

menunjukkan adanya cairan. Tetapi USG bukan alat yang baik untuk

menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan

untuk melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus

atau usus besar.

USG merupakan prosedur yang tidak menimbulkan nyeri dan

tidak memiliki resiko. Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding

perut dan mengarahkan gelombang suara ke berbagai bagian perut

dengan menggerakkan alat tersebut. Gambaran dari organ dalam bisa

dilihat pada layar monitor dan bisa dicetak atau direkam dalam filem

video.

8. Pemeriksaan Darah Samar

Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik

oleh iritasi ringan maupun kanker yang serius.

Page 20: Esophagus

Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam

tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman

(melena).

Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau

tidak merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini

bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan

lainnya.

Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil

tinja . Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung

zat kimia. Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan

berubah bila terdapat darah.6

V. Macam-macam obstruksi saluran pencernaan bagian atas

Esofagus

1. Fistel dan atresia esofagus kongenital

Atresia esofagus dan fistel trakeosofagus relatif sering ditemukan,

kira-kira satu dari 3000 kelahiran. Kelainan ini terjadi karena gangguan

perkembangan jaringan pemisah antara trakea dan esofagus yang

dibentuk selama minggu keempat sampai keenam kehidupan di dalam

rahim. Karena cairan yang ditelan oleh fetus tidak dapat masuk saluran

cerna, tidak terjadi absorbsi cairan amnion di dalam uterus sehingga ibu

biasanya menderita hidroamnion. Atresia esofagus mungin disertai oleh

kelainan jantung (20%), atresia rektum/anus (12%), kelainan tulang

belakang, serta kelahiran prematur.

Gambaran klinis : atresia esofagus perlu dicurigai bila pada bayi

baru lahir yang mulut dan tenggorokannya telah dibersihkan dengan baik,

beberapa jam berikutnya timbul nafas mengorok, atau terlihat gelembung

udara bercampur lendir putih pada lubang hidung dan mulut. Keadaan ini

terjadi karena regurgitasi air ludah atau minuman pertama. Pada keadaan

ini perlu dilakukan pemeriksaan keutuhan lumen esofagus dengan

memasukan kateter kecil melalui hidung ke dalam esofagus. Jika kateter

tertahan setelah masuk 10-12 cm dari lubang hidung diagnosis atresia

Page 21: Esophagus

esofagus dapat ditegakan. Diagnosis harus ditegakan sebelum bayi diberi

minum susu, dapat timbul kegawatan akibat aspirasi susu ke dalam paru,

bayi akan batuk-batuk dan timbul sianosis. Penyulit paru-paru ditambah

prematuritas dan anomali lain sangat mungkin menimbulkan kematian.

Gambar 5. Atresia esofagus. 11

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiologi dada dan

perut untuk menentukan adanya fistel distal. Pemeriksaan ini dilakukan

dengan memasukan kateter melalui hidung ke esofagus. Pada foto akan

terlihat kateter yang mungkin melengkung ke atas dan lambung berisi

udara.

Pengobatan : pembedahan dapat dilakukan satu tahap atau dua

tahap, bergantung pada tipe atresia dan penyulit yang ada. Biasanya

dilakukan dengan membuat stoma pada esofagus proksimal dari

gastrostomi. Penutupan fistel anastomosis esofagus, atau interposisi

kolon dilakukan kemudian hari pada saat bayi berumur satu tahun.

Prognosis menjadi lebih buruk bila diagnosis terlambat akibat

penyulit pada paru. Keberhasilan pembedahan tergantung pada beberapa

faktor resiko antara lain, berat badah lahir bayi, ada tidaknya komplikasi

pneumonia, dan kelainan kongenital lain yang menyertai. Prognosis

untuk jangka panjang tergantung pada ada tidaknya kelainan bawaan lain

yang mungkin multipel.13

Page 22: Esophagus

2. Akalasia

Akalasia merupakan gangguan atau hilangnya peristalsis esofagus

dan kegagalan sfingter kardio-esofagus untuk relaksasi sehingga

makanan tertahan di esofagus.

Akibat dari gangguan ini, akan terjadi hambatan masuknya

makanan ke dalam lambung sehingga menimbulkan dilatasi esofagus

menjadi megaesofagus.

Etiologi : dasar penyebab akalasia adalah kegagalan koordinasi

relaksasi esofagus bagian distal disertai peristaltis esofagus yang tidak

efektif berdilatasi.

Patologi : segmen esofagus di atas sfingter esofagogaster yang

panjangnya berkisar antara 2-8cm menyempit dan tidak mampu

berelaksasi. Esofagus bagian proksimal dari penyempitan tersebut

mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga akhirnya menjadi

megaesofagus yang berkelok kelok. Bentuk esofagus ini sangat

bergantung pada lamanya proses. Bisa berbentuk botol, fusiform, sampai

berbentuk sigmoid dengan hipertrofi jaringan otot sirkuler dan

longitudinal.

Gambar 6. Akalasia. 12

Gambaran klinis : akalasia biasanya mulai pada dewasa muda

walaupun ada juga yang ditemukan pada bayi dan sangat jarang pada usia

Page 23: Esophagus

lanjut. Gejala utama akalasia adalah disfagia, regurgutasi, rasa nyeri, atau

rasa tidak enak di belakang sternum dan berat badan menurun. Lama

gejala timbul sangat bervariasi dari beberapa hari sampai bertahun-tahun,

dan gejala makin berat secara perlahan-lahan.

Disfagia adalah gejala utama yang mula-mula dirasakan sebagai

rasa penuh atau rasa mengganjal di daerah esofagus distal yang hilang

timbul dan makin lama makin berat. Pasien akan makan secara perlahan-

lahan dan selalu disertai minum yang banyak. Regurgitasi biasanya

dirasakan pada waktu malam hari sehingga pasien bangun dari tidurnya.

Makanan yang diregurgitasi tidak dicerna, tidak asam, dan baunya manis

karena pengaruh ludah. Keadaan ini berbahaya karena dapat

menimbulkan radang paru-paru akibat aspirasi. Keluhan nyeri umumnya

tidak dominan. Mula-mula keadaan gizi baik dan baru mundur pada

tahap lanjut.

Diagnosis : pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan

yang berarti. Dengan anamnesis sebetulnya sudah dapat diduga adanya

akalasia.

Pemeriksaan penunjang : pada esofagografi terdapat penyempitan

daerah batas esofagogaster dan dilatasi bagian proksimalnya. Jika proses

akalasia sudah lama. Bentuk esofagus berubah menjadi berkelok dan

akhirnya bernbentuk S. Dengan pemeriksaan esofagoskopi dapat

disingkirkan kelainan penyempitan karena striktur atau keganasan.

Pada akalasia terdapat gangguan kontraksi dinding esofagus

sehingga pengukuran tekanan di dalam lumen esofagus dengan

manometri sangat menentukan diagnosis. Tekanan di dalam lumen

esofagigaster meninggi dan tekanan di dalam lumen esofagus lebih tinggi

daripada tekanan di dalam lambung.

Pengobatan : tujuan utama pengobatannya adalah menurunkan

tahanan sfingter esofagus bagian bawah terhadap bolus makanan dan hal

ini dapat dicapai dengan cara dilatasi balon dan bedah esofagomiotomi.

Diet dan obat-obatan untuk menghilangkan atau mengurangi kontraksi

sfingter esofagus dan otot polos dinding esofagus dianjurkan pada tahap

Page 24: Esophagus

awal penyakit. Tindakan ini biasanya disertai dengan dilatasi. Tujuan

melakukan dilatasi ialah membuat sfingter esofagus bagian bawah

terbuka dan otot-ototnya rusak.

Bedah esofagomiotomi terdiri atas memotong otot esofagus, pada

arah sumbu esofagus sepanjang sfingter bawah, di luar mukosa. Hasil

operasi ini cukup memuaskan. Indikasi esofagomiotomi adalah : masih

berusia muda, mengalami kegagalan farmakologis atau dilatasi balon,

memiliki faktor resiko tinggi terjadinya perforasi pada tekhnik dilatasi,

yaitu pasien dengan esofagus yang berkelok-kelok atau divertikula, atau

telah menjalani pembedahan untuk kelainan lain sebelumnya, dan ingin

menghindari prosedur terapi berulang.

3. Benda asing

Umumnya terjadi pada anak dan penderita yang terbelakang

mentalnya akibat ketidaktahuannya. Insiden tertelan benda asing yang

dapat menutup lumen esofagus cukup tinggi akibat antara lain cara

makan menggunakan sumpit, potongan daging yang keras dan liat

sehingga langsung ditelan tanpa dikunyah. Benda asing ini umumnya

berhenti di tempat yang secara anatomik relatif sempit, yaitu di

hipofaring tempat setinggi arkus aorta dan percabangan bronkus utama

dan di atas batas esofagokardia.

Gambaran klinis : dengan anamnesis yang jelas, diagnosis mudah

ditegakan. Keluhan yang menonjol adalah nyeri di daerah leher atau

retrosternal, terutama bila benda asing yang tertelan cukup besar dan

telah menimbulkan infeksi di sekitar esofagus (setelah 24 jam).

Keluhan disfagia bervariasi dari yang ringan sampai berat akibat

obstruksi total. Apabila terjadi penekanan pada cabang bronkus utama

atau trakea, akan timbul kesulitan bernafas sampai sesak nafas yang

berat.

Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan radiologis yang dilakukan

dengan memakai zat kontras dapat menentukan lokasi benda asing dan

jenis benda asing tersebut. Esofagoskopi sangat berguna untuk

Page 25: Esophagus

menentukan diagnosis serta sekalian untuk pengobatan, misalnya dengan

mengangkat keluar benda asing tersebut.

Gambar 222. Benda asing pada esofagus 11

Pengobatan : kebanyakan benda asing yang menyumbat lumen

esofagus dan sempat menimbulkan keluhan, akan lepas sendiri dan

masuk ke lambung. Keadaan ini sering terjadi pada anak-anak yang

menelan benda seperti uang logam atau kelereng. Bila benda asing

tersebut tetap tidak dapat lolos dengan sendirinya, harus segera diambil

secara endoskopi atau dengan bimbingan radiologis menggunakan kateter

balon.

4. Perforasi iatrogenik akibat instrumentasi

Penyebab paling sering ialah dilatasi striktur, pengambilan benda

asing, dilatasi hidrostatik untuk akalasia, pemasangan splin esofagus

paliatif pada karsinoma, dan perlakuan diagnostik endoskopi. Lokasi

paling sering adalah pada tempat penyempitan anatomis atau

penyempitan patologis. Perforasi sering terjadi akibat penggunaan

endoskop yang kaku atau dilator udara.

Gambaran klinis : perforasi esofagus intraabdomen sering

menyerupai gejala akut abdomen bagian atas. Biasanya diketahui bila

mengalami kesukaran sewaktu melakukan berbagai prosedur tersebut di

atas. Gejala klinis sangat bergantung pada tempat dan luasnya perforasi.

Gejala utama ialah rasa nyeri, demam, dan emfisema mediastinum yang

kemudian meluas sampai di subkutis.

Page 26: Esophagus

Pemeriksaan penunjang : bila pasca tindakan endoskopi atau

dilataasi penderita merasa nyeri, harus dipertimbangkan adanya perforasi

sebelum dibuktikan sebaliknya.

Pada foto toraks terlihat pelebaran mediastinum, yaitu tanda

perdarahan dan udara di mediastinum atau leher. Esofagografi dapat

menegaskan perforasi tersebut, yang hampir 90% terletak intratorakal.

Perforasi esofagus daerah leher biasanya luput didiagnosis karena zat

kontras lebih cepat turun ke bawah.

Pengobatan : pada perforasi esofagus di daerah leher, tindakan

konservatif dengan melakukan penyaliran dan pemberian antibiotik dapat

dipertimbangkan. Pengamatan tanpa penyaliran pada perforasi di daerah

ini dapat dipertanggungjawabkan, bila tidak ada gejala klinis, radang

lokal, dan penyebaran emfisema ke daerah mediastinum serta pada

esofagografi hanya terlihat robekan kecil.

5. Esofagitis refluks

Dalam keadaan normal, refluks dapat terjadi terutama setelah

makan dan lamanya tidak lebih dari satu jam. Refluks jarang ditemukan

pada waktu tidur. Refluks fisiologis baru akan menyebabkan esofagitis

bila bahan refluks tersebut tidak bisa dikeluarkan dari esofagus karena

gangguan kontraksi atau peristaltis seperti pada spasme difus atau

skleroderma atau tidak adanya saliva sebagai bahan yang bisa

menetralkan asam dan pepsin dari lambung seperti pada usia lanjut.

Esofagisitis juga dapat terjadi jika kadar asam, cairan empedu, dan enzim

pankreas dari lambung terlalu tinggi karena makanan terlalu lama berada

di lambung. Pengosongan lambung yang lama ini mengakibatkan

kemungkinan refluks besar.

Page 27: Esophagus

Gambar 7. Esofagitis refluks. 13

Patologi : pada esofagitis refluks sering terjadi tukak yang mudah

berdarah. Bila tukak ini sembuh, akan timbul jaringan granulasi dan

jaringan parut yang disertai fibrosis. Fibrosis ini dapat menyebabkan

pengerutan dan stenosis. Esofagitis biasanya sering kambuh dan menjadi

kronik. Di daerah batas antara epitel kubik mukosa lambung dan epitel

berlapis gepeng mukosa esofagus biasa ditemukan daerah dengan

hiperplasia epitel. Radang kronik hiperplasia tersebut dinamakan

esofagus barrett yang kadang menjadi dasar perkembangan karsinoma

esofagus.

Gambaran klinis : pada stadium awal mulut terasa asam karena

regurgitasi asam lambung. Bila keadaan berlangsung menahun, akan

timbul rasa nyeri berupa rasa panas seperti terbakar di daerah

retrosternal. Gejala klinis esofagitis refluks tidak banyak berbeda pada

pasien dengan atau tanpa hernia hiatus. Disfagia timbul bila terjadi

striktur atau spasme dinding esofagus bawah. Gejala lain seperti anemia

karena perdarahan, muntah, dan aspirasi paru dapat terjadi pada keadaaan

lanjut.

Esofagitis dibagi menjadi empat tingkat, yaitu berturut-turut

hiperemia mukosa, erosi mukosa dengan bercak tukak kecil, tukak lebar

dan dalam, dan pembentukan striktur. Selain ditemukan tanda esofagitis

refluks, perlu ditentukan tingkat patologis esofagitis ini.

Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan radiologi dapat

menentukan adanya refluks dan hernia hiatus. Dengan endoskopi secara

Page 28: Esophagus

langsung dapat dilihat tanda dan tingkat esofagitis. Biopsi diperlukan jika

terdapat tanda-tanda adanya metaplasia karena kelainan ini bisa disertai

dengan perubahan menjadi karsinoma. Pengamatan sewaktu atau

pengamatan jangka lama, biasanya selama 24 jam, penting untuk

menentukan adanya refluks sangat besar bila pH<4 di daerah esofagus,

bertekanan tinggi di atas sfingter.

Pengobatan : tujuan pengobatan pada esofagitis refluks adalah

menghilangkan gejala klinis serta faktor penyebab. Penyebab yang sering

ditemukan adalah kelainan organik, seperti hernia hiatus. Pengobatan

esofagitis refluks umumnya dilakukan secara bertahap. Mula-mula secara

konservatif dan baru pada fase akhir dilakukan tindakan pembedahan jika

pengobatan konservatif ternyata gagal atau timbul komplikasi.

Pengobatan dimulai dari cara yang paling sukar yaitu mengubah

cara hidup yaitu tidak merokok, mengurangi berat badan, diet

menghindari cokelat, lemak, dan makanan yang merangsang seperti

asam, cabe, alkohol, dan menghindari obat-obatan yang merusak

pengaman mukosa atau mengurangi tekanan sfingter bawah. Selain itu

penderita diberi antasid dan atau penyekat reseptor H2.

Pembedahan dianjurkan jika setelah pengobatan konservatif, ada

komplikasi seperti striktur, perdarahan, atau tukak yang susah sembuh

sehingga tetap menimbulkan keluhan atau ada kelainan organik seperti

hernia hiatus, spasme difus, atau akalasia. Cara pembedahan bergantung

pada kelainan organik tersebut, tetapi umumnya terdiri dari atas tiga

tindakan, yaitu penempatan esofagus bagian distal di bawah diafragma,

funduplikasi, dan mempersempit hiatus esofagus. Operasi fundoplikasi

dapat dilakukan dengan laparoskopi. 1

6. Karsinoma esofagus

Pada karsinoma esofagus tidak diketahui adanya salah satu faktor

tunggal tertentu sebagai penyebab terjadinya kanker ini. Aneka ragam

faktor etiologi diperkirakan berperan dalam etiopatogenesis kanker

tersebut yaitu faktor lingkungan (lokasi geografis, kadar molibdium

dalam tanah yang rendah, kadar garam dalam tanah, suhu), faktor diet

Page 29: Esophagus

(aflatoksin, asbestos, defisiensi vitamin A, vitamin E, vitamin C,

riboflavin, niasin, dan zink), faktor kebiasaan ( merokok, alkohol), iritasi

kronik (radiasi, akalasia, skleroterapi injeksi), kultural (status sosio-

ekonomi, ras).

Gambaran klinis : karsinoma esofagus merupakan pembunuh

terselubung karena pada stadium awal tidak menimbulkan keluhan

sedangkan pada saat ada keluhan umumnya sudah terjadi metastasis.

Disfagia merupakan gejala paling sering ditemukan, terjadi pada lebih

dari 90% kasus. Esofagus mudah berdistensi sehingga pasien baru akan

menyadari adanya kelainan jika hampir separuh diameter lumen esofagus

sudah terkena. Pada keadaan ini penyakit sudah terlampau lanjut untuk

direseksi. Beberapa macam upaya biasanya dilakukan pasien untuk

mengatasi disfagia yaitu sering minum saat makan, makan makanan yang

lebih cair, dan makan secara lambat. Disfagia akan progresif sejalan

dengan lamanya sakit. Pada mulanya, disfagia terjadi pada saat makan

makanan padat, kemudian tidak dapat menelan makanan padat, dan

kemudian akhirnya tidak dapat menelan makanan cair termasuk saliva

yang selalu akan meleleh keluar dari mulut. Berbeda dengan spasme

esofagus. Disfagia pada kanker esofagus bersifat kronik dan progresif.

Berat badan yang menurun selalu ditemukan. Adanya anoreksia

merupakan tanda prognostik yang negatif.

Odinofagia (nyeri saat menelan) ditemukan lebih jarang

dibandingkan dengan disfagia. Nyeri terasa terus-menerus, tidak bersifat

tajam/seperti ditusuk. Nyeri menjalar ke punggung. Adanya suara serak

menandakan invasi ke N.laringeus rekurens atau aspirasi kronik. Batuk

kronik dapat terjadi karena aspirasi kronik atau fistula trakeoesofageal

yang pada gilirannya juga mengakibatkan batuk-batuk selagi menelan.

Komplikasi pulmonal lainnya sering terjadi adalah penumonia.

Perdarahan pada tumor mengakibatkan anemia defisiensi besi, atau

hematemesis dan melena.

Pemeriksaan fisik : hasil pemeriksaan fisik jarang dapat

membantu menegakan diagnosis kanker esofagus, tetapi penemuan

Page 30: Esophagus

adanya kelainan fisis akan bermanfaat dalam menentukan prognosis.

Pada kanker esofagus adanya limfadenopati, hepatomegali, pneumonia,

dan sindrom horner menunjukan bahwa kankernya sudah stadium lanjut,

limfadenopati dijumpai di daerah servikal supraklavikular dan aksila.

Diagnosis pencitraan : pada foto dada, air-fluid level di daerah

mediastinum menunjukan adanya cairan yang tertahan di dalam lumen

esofagus yang berdilatasi. Mungkin terdapat kelainan lain berupa

metastasis tumor di paru-paru, metastasis ke tulang, pneumonia,

pneumoperikardium, deviasi trakea, efusi pleura, dan limfadenopati.

Esofagografi memakai barium sering merupakan prosedur

pertama dan penting dalam diagnosis dan penentuan stadium kanker.

Lokasi tumor, panjang lesi, dan kelainan jaringan sekitar tumor dapat

dinilai melalui pemeriksaan esofagus dengan menggunakan suspensi

barium. CT scan memperlihatkan stadium, resektabilitas dan perencanaan

terapi endoskopik paliatif. Endoskopi : pemeriksaan ini mutlak

dikerjakan pada kasus yang diduga kanker esofagus terutama jika

esofagogram normal. Pada saat endoskopi juga dilakukan biopsi jaringan.

Gambar 8. Karsinoma esofagus 14

Pengobatan : sebelum merencanakan dan memberikan terapi pada

karsinoma esofagus, perlu dilakukan penentuan stadium (staging) dan

pengelompokan stadium tumor.

Klasifikasi TNM

T. : tumor primer

T0 : tidak ada tumor

Page 31: Esophagus

T1 : invasi hingga mukosa atau submukosa

T2 : invasi ke dinding otot

T3 : tumor menembus dinding otot

N. : kelenjar limfe regional

N0 : tidak terdapat metastasis

N1 : metastasis ke kelenjar regional unilateral

N2 : metastasis ke kelenjar regional bilateral

N3 : metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional

M. : metastasis jauh

M0 : tidak ada metastasis jauh

M1 : ada metastasis jauh

Secara menyeluruh di bagi menjadi empat tingkat :

Tingkat I : T1 N0 M0

Tingkat II : T2 N0 M0

Tingkat III : T3 N0 M0 atau berapa saja T, berapa saja N, dan M0

Tingkat IV : berapa saja T, berapa saja N, dan M1

Reseksi total hanya dapat dikerjakan pada 40% kasus, dan sering

terjadi tumor residif. Pascabedah reseksi total five-years survival rate

menunjukan jumlah yang kurang dari 20%. Mortalititas pascabedah yang

ditemukan sebesar 20% disebabkan oleh fistula anastomosis, abses

subfrenik, dan komplikasi kardiopulmonal.

Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan

pasien. Radiasi eksternal memberikan efek penyusutan tumor.

Komplikasi akibat radiasi sering berupa striktura, fistula, dan perdarahan.

Kadang-kadang dijumpai komplikasi kardiopulmonal. Kemoterapi dapat

diberikan sebagai pelengkap terapi bedah dan terapi radiasi. Biasanya

digunakan kemoterapi kombinasi misalnya kombinasi sisplatin bersama

bleomisin dan 5-FU memberikan respons sempurna pada 37% dan

respons parsial pada 200;0. 7

Page 32: Esophagus

Gambar . karsinoma esofagus 11

Lambung

7. Hipertrofi pilorus

Hipertrofi pilorus merupakan kelainan yang terjadi pada otot

pilorus yang mengalami hipertrofi pada lapisan sirkulernya, terbatas pada

lingkaran pilorus dan jarang berlanjut ke otot gaster. Kejadian hipertrofi

pilorus banyak diwariskan dari orangtuanya. Ibu yang menderita

hipertrofi pilorus akan cenderung melahirkan anak yang

kemungkinannya menderita hipertrofi pilorus empat kali lebih besar.

Lebih sering ditemukan pada bayi lelaki dibandingkan bayi perempuan,

yiatu 4:1.

Meskipun diagnosis hipertrofi pilorus telah dapat ditentukan

beberapa hari setelah lahir, gejalanya baru terlihat setelah umur 3-6

minggu dan jarang dijumpai setelah bayi berumur 3 bulan. Gejala

konstipasi dapat pula terjadi akibat sedikitnya jumlah cairan yang dapat

melewati pilorus menuju usus halus. Hal ini juga berakibat terjadinya

penimbunan cairan yang makin lama makin banyak di dalam lambung.

Menimbulkan muntah secara periodik dan bertingkat, baik frekuensi

maupun kekuatannya. Bahan muntahan merupakan bahan minuman yang

murni tanpa mengandung zat empedu.

Gambaran klinis : bayi setiap habis minum atau makan dalam

waktu yang tidak lama akan muntah dan makin lama makin kurus.

Frekuensi muntah makin sering dan akhirnya secara proyektil, setelah

muntah, bayi kelihatan selalu masih lapar dan rakus bila diberi minum.

Page 33: Esophagus

Kadang ditemui bahan muntahan bercampur darah. Hal ini disebabkan

oleh pecahnya kapiler pada mukosa gaster akibat gastritis.

Bila pada pemeriksaan fisik ditemukan massa di perut kanan atas

di bawah lengkung iga sebesar ujung jari telunjuk berbatas tegas.

Konsistensi kenyal pada hampir 100% diagnosis dapat ditegakan, akan

tetapi, bila masih diragukan dapat dilakukan pemeriksaan radiologik

memakai bahan kontras barium per os. Akan tampak pada pilorus

gambaran dawai yang menandakan adanya penyempitan lumen pilorus.

Gambar . hipertrofi pylorus 11

Pengobatan : akibat muntah yang terus menerus sesudah minum,

akan terjadi dehidrasi, alkalosis hipokloremi, dan hipokalemi. Deplesi

cairan dan elektrolit ini harus dikoreksi prabedah.

Piloromiotomi cara fredet-ramtedt merupakan pilihan prosedur

pembedahan. Kalau operasi ini dikerjakan secara benar, tidak akan

kambuh. Prognosis baik, setelah dilakukan tindakan piloromiotomi.

8. Tumor jinak lambung (polip dan leiomioma)

Tumor jinak yang tersering ditemukan adalah polip dan leimioma

yang dapat berbentuk adenomatosa hiperplastik, atau fibroid.

Leimomioma yang merupakan tumor jinak otot polos lambung tidak

bersimpai sehingga sulit dibedakan dari bentuk yang ganas

(leiomiosarkoma).

Gambaran klinis dapat terjadi pada semua kelompok umur, dan

umumnya tumor ini tidak memberikan gejala klinis. Kalaupun ada, hanya

beberapa yang tidak sembuh dengan antasid. Pemeriksaan fisik tidak

Page 34: Esophagus

menemukan suatu kelainan. Bila ditemukan kelainan perlu dipikirkan

adanya karsinoma.

Diagnosis ditegakan melalui pemeriksaan foto rontgen atau

endoskopi. Hampir semua tumor yang menonjol ke lumen dapat

didiagnosis dengan foto kontras ganda. Pada endoskopi dilakukan biopsi

untuk pemeriksaan histologik atau dilakukan sikatan untuk pemeriksaan

sitologik. Pada polip yang lebih besar dari 2 cm, kemungkinan adanya

keganasan lebih besar.

Pengobatan : polip kecil dapat dikeluarkan sewaktu endoskopik.

Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor jinak yang

harus diperiksa segera secara mikroskopik. Bila ditemukan tanda

keganasan operasi diteruskan dengan gastretomi.

9. Karsinoma lambung

Sebab timbulnya karsinoma lambung (karsinoma ventrikulum)

tidak diketahui. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kejadian

karsinoma lambung, adalah diet rendah serat, makanan terlalu asin,

pedas, dan asam, alkohol dan aklorhidria, tukak lambung, gastritis

atrofikans, anemia pernisiosa, dan golongan darah A. Kecuali gastritis

atrofikans tidak ada hubungan dengan karsinogenesis kanker lambung.

Patologi : ada berbagai bentuk adenokarsinoma lambung. Bentuk

yang bisa ditemukan adalah karsinoma ulseratif, karsinoma polipoid,

karsinoma superfisial, dan karsinoma linitis plastika yang menyebar ke

seluruh dinding lambung. Bentuk linitis plastika prognosisnya paling

jelek.

Gambaran klinis : pada stadium awal, karsinoma lambung sering

tanpa gejala karena lambung masih berfungsi normal. Gejala biasanya

baru timbul setelah massa tumor cukup besar sehingga untuk

menimbulkan gangguan aktifitas motorik pada suatu segmen lambung,

gangguan pasase, inflitrasi tumor di alat sekitar lambung, atau terjadi

metastasis. Kalau massa tumor sudah besar, keluhan epigastrium

biasanya samar-samar, seperti rasa berat dan kembung. Akhirnya terjadi

anoreksia, cepat kenyang, penurunan berat badan, dan kelemahan yang

Page 35: Esophagus

berkaitan dengan anoreksia dan penurunan berat badan. Anemia terjadi

karena kehilangan darah kronik, tetapi perdarahan masif jarang

ditemukan. Disfagia kemungkinan besar disebabkan oleh tumor di kardia

atau fundus. Karsinoma di dekat pilorus dapat memberikan tanda

obstruksi.

Adanya nyeri perut, hepatomegali, asites, teraba massa pada

colok dubur, dan kelenjar limf supraklavikler kiri (limfonodi virchow)

yang membesar menunjukan penyakit yang lanjut dan sudah menyebar.

Bila terdapat ikterus obstruktiva, harus dicurigai adanya penyebaran di

porta hepatika.

Gambar 11

Diagnosis : pada foto kontras ganda lambung memeberikan

kepekaan diagnosis sampai 90%. Dicurigai adanya keganasan bila

ditemukan deformitas, tukak, atau tonjolan di lumen. Gastroskopi dengan

biopsi multiple dan pemeriksaan sitologis terhadap bahan sikatan tukak

diperlukan untuk memastikan diagnosis. Untuk menilai stadium penyakit,

selain pemeriksaan fisik yang teliti, diperlukan foto paru, uji fungsi hati,

penyamaran hati, dan limfa, serta pemeriksaan tulang.

Pengobatan : pembedahan dilakukan dengan tujuan kuratif dan

paliatif. Untuk tujuan kuratif, dilakukan operasi radikal, yaitu gastrktomi

(subtotal atau total) dengan mengangkat kelenjar limf regional dan organ

lain yang terkena, sedangkan untuk tujuan paliatif hanya dilakukan

pengangkatan tumor yang mengalami perforasi atau berdarah atau

Page 36: Esophagus

mungkin hanya sekadar membuat jalan pintas lambung. Kemoterapi

diberikan untuk kasus yang tidak dapat direseksi atai dioperasi tidak

radikal. Kombinasi sitostatik memberikan perbaikan 30-40% untuk 2-4

bulan. (5FU, adriamisin, dan mitromisin).

10. Benda asing

Benda asing pada anak-anak mungkin berupa uang logam, atau

mainan yang tertelan, tetapi dapat juga berupa benda tajam, seperti jarum

atau paku. Pada orang tua bisa terjadi gigi palsu tertelan. Anak

perempuan dapat dengan tidak sengaja menggigiti dan menelan

rambutnya. Rambut yang tidak tercerna ini bila mngumpul di lambung

dapat membentuk apa yang disebut dengan trikobezoar.

Penderita yang pernah mengalami gastrektomi atau vagotomi

menurun motilias lambungnya.; begitu juga produksi asam dan

pepsinnya. Hal ini akan mempermudah terjadinya penggumpalan serat

tumbuhan sehingga membentuk massa yang disebut dengan fitobezonat.

Umumnya benda asing tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang

timbul nyeri epigastrium, misalnya karena jarum yang menusuk lambung

atau bezoar yang menekan dan mengakibatkan tukak. Komplikasi

obstruksi. Perdarahan, dan perforasi jarang terjadi.

Diagnosis : karena gejala tidak khas, anamnesis yang baik sangat

berperan dalam menegakan diagnosis. Foto polos bisa mendeteksi benda

asing yang radioopak. Untuk mendeteksi benda asing radiolusen,

diperlukan foto lambung dengan kontras. Endoskopi juga diperlukan,

selain itu untuk meyakinkan diagnosis, juga untuk pengambilan benda

asing.

Page 37: Esophagus

Gambar 11

Pengobatan : benda asing yang dapat melewati pilorus akan dapat

pula keluar melalui anus. Untuk itu sangat diperlukan foto berturut-turut

dan pencarian benda asing dalam tinja. Bila benda asing diperkirakan

dapat keluar spontan, boleh ditunggu 3-4 minggu. Diet khusus dan

pencahar tidak dianjurkan. Penemuan benda asing di tinja dan hilangnya

benda asing pada foto polos menunjukan keberhasilan terapi konservatif.

Bezoar bisa dipecah oleh sediaan selulase yang dimasukan intragastrik.

Tindakan endoskopik dilakukan bila terapi konservatif gagal.

Benda asing dapat dikeluarkan dengan cunam biopsi. Benda asing logam

kadang dapat dikeluarkan dengan magnet.

Pembedahan dilakukan pada benda asing yang menyebabkan

keluhan dan tidak berhasil diatasi dengan kedua cara diatas. Juga

dilakukan pada kasus berkomplikasi misalnya perdarahan yang tidak

berhenti dengan pengobatan konservatif, atau perforasi maupun

obstruksi. Pada pengambilan benzoar, perlu dilakukan eksisi tukak bila

terjadi tukak akibat benda asing tersebut.

Duodenum

11. Atresia duodenal

Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian

pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak

Page 38: Esophagus

berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan

perjalanan makanan dari lambung ke usus.

Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum

masih belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan dengan

baik. Seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis duodenum

dengan malformasi neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini

disebabkan oleh gangguan perkembangan pada masa awal kehamilan.

Atresia duodenum berbeda dari atresia usus lainnya, yang merupakan

anomali terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah mesenterik

pada perkembangan selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal

sebagai predisposisi yang ditemukan hingga saat ini. Meskipun hingga

sepertiga pasien dengan atresia duodenum menderita pula trisomi 21

(sindrom Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam

perkembangan atresia duodenum.

Gambar 18

Gejala atresia duodenum:

- Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas

- Muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat

adanya empedu (biliosa)

- Muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa

jam

- Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kecil

Page 39: Esophagus

- Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar

mekonium.

Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal

tinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa

jam pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun

dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari

ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati

deteksi abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak,

atau lebih jarang lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami

obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan

biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal

hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan

menyeluruh.

Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki

abdomen skafoid. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat

dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium

dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu. Dehidrasi,

penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi

kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika

hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik

hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada

obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi

dengan suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna

empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.

Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble

tanpa gas pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya

gas pada usus distal mengindikasikan stenosis duodenum, web

duodenum, atau anomali duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu

dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi

dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia

duodenum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Page 40: Esophagus

Pengobatan : tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi

lambung. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan

memberikan cairan dan elektrolit melalui infus intravena. Lakukan juga

evaluasi anomali kongenital lainnya. Masalah terkait (misalnya sindrom

Down) juga harus ditangani.

Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu

dilakukan namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat

abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini berupa

duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun

dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan

koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal invasif.19

12. Malrotasi usus halus

Pada tahapan perkembangan usus dapat terjadi gangguan rotasi

dan fiksasi usus pada peritoneum dinding belakang. Malrotasi dapat

menimbulkan gangguan pasase dan vaskularisasi.

Gambaran klinis umumnya berupa gangguan passe usus halus.

Bila timbul tanda obstruksi, muntah hijau, dan perut kembung segera

setelah lahir, dapat dipikirkan gangguan pasase usus halus. Gambaran

klinis obstrusi usus yang hilang timbul mungkin dimulai pada masa bayi

dan berlangsung sampai umur dewasa.

Foto polos perut memperlihatkan dua gelembung yang mencoloh

jika malrotasi menyebabkan obstruksi tepat di bagian ketiga duodenum.

Biasanya disertai satu-dua bayangan gelembung kecil pada malrotasi di

usus tengah. Foto kontras per os kadang diperlukan untuk menentukan

tempat sumbatan. Foto kontras menemukan obstruksi setinggi sekum bila

terjadi malrotasi usus halus.

Tindakan bedah baru dikerjakan bila jelas ada obstruksi usus yang

lengkap, parsial, maupun berulang. Tindakannya adalah laparotomi dan

mengembalikan usus agar tidak berputar dan a.mesenterica superior tidak

terjepit. Sebaliknya jangan berusaha mengembalikan anatomi usus ke

anatomi “normal”.

13. Divertikulum duodenum

Page 41: Esophagus

Divertikulum duodenum jarang menyebabkan keluhan, walaupun

ditemukan pada 1% manusia, yaitu di dinding median duodenum pada

pankreas. Komplikasi terdiri dari perdarahan atau perforasi, tetapi jarang

sekali ditemukan. Jika ditemukan dibertikulum secara kebetulan pada

pemeriksaan rontgen sebaiknya dianjurkan supaya dibiarkan saja jika

tidak ada keluhan.

14. Obstruksi sederhana dan strangulasi

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi,

artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di

dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah.

Keadaan umum akan memburuk dalam waktu relatif singkat.

Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan

penyebab, misalnya berupa adesi dalam perut karena pernah dioperasi

atau terdapat hernia. Pada pemeriksaan ditemukan tanda dan gejala yang

bergantung pada tahap perkembangan obstruksi.

Gejala umum berupa syok, oliguri, dan gangguan eketrolit.

Selanjutnya, ditemukan meteorisme dan kelebihan cairan di usus,

hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual, dan muntah.

Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau

kejang usus, dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltik

kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan

menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi

flatus atau defekasi.

Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan

pedoman untuk menegakan diagnosis. Pada foto polos rontgen perut,

tampak kelok-kelok usus halus yang melebar, mengandung cairan dan

banyak udara, sehingga memberi gambaran batas-cairan (fluid level)

yang jelas.

Diagnosis : ada atau tidaknya obstruksi tinggi tidak sukar

ditentukan asal cukup sabar menantikan timbulnya kolik sehingga dapat

melihat gejala kolik yang khas.

Page 42: Esophagus

Pada strangulasi terdapat jepitan atau lilitan yang menyebabkan

gangguan peredaran darah sehingga terjadi iskemia, nekrosis, atau

gangren. Gangren menyebabkan tanda toksis seperti yang terjadi pada

sepsis, yaitu takikardia, syok septik, dengan leukositosis.

Pengobatan : obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan

harus dihilangkan segera setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan

umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tata laksana dehidrasi,

perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung.

Pada strangulasi tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum,

strangulasi harus segera diatasi.

15. Obstruksi duodenum e.c. pankreas anulare

Merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan. Penyakit

ini disebabkan oleh kelainan pada perkembangan bakal pankreas

sehingga tonjoolan ventral dan dorsal melingkari duodenum bagian kedia

akibat tidak lengkapnya pergeseran bagian ventral. Keadaan ini

menyebabkan obstruksi duodenum dalam derajat tertentu dan juga

kadang disertai atresia duodenum.

Penyakit ini sering pada mulanya tidak menimbulkan gejala dan

baru ditemukan pada usia dewasa. Gejala klinis yang ditemukan berupa

tanda obstruksi akut dan nyeri perut berulang, mual, dan muntah yang

berwarna hijau. Gejala ini dapat timbul pada semua umur, tetapi

sepertiga pasien berusia di bawah satu tahun.

Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan pencitraan yang

menunjukan obstruksi duodenum total atau sebagian dan dinding lateral

kanan duodenum terlipat.

Pengobatan : operasi pintas untuk mengatasi obstruksi duodenum

merupakan cara baku untuk penanganannya.

Page 43: Esophagus

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Esofagus dan Diafragma, Lambung dan

Duodenum, Usus Halus Appendiks Kolon, dan Anorektum. 2004. Dalam:

Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Snell, Richard S. 2006. Cavitas Thoracis dan Caviatas Abdominalis. Dalam :

Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta; EGC.

3. Sherwoodm Lauralee. 2001. Sistem Pencernaan. Dalam : Fisiologi Manusia

dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta. EGC.

4. http://www.anneahira.com/anatomi-fisiologi-sistem-pencernaan.htm

5. Newman, W.A. 2002. Dalam : Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta.

EGC.

6. http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/penyakit-sistem-pencernaan/

pemeriksaan-diagnostik-untuk-saluran-pencernaan.html

7. Noer, Sjaiforllah, Prof. dr. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.

FKUI Jakarta. 1996.

8. http://www.scribd.com/doc/21469148/Sistem-Pencernaan-Pada-Manusia

9. http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/obstruksi-saluran-

cerna-pada-anak/

10. http://www.wellsphere.com/general-medicine-article/human-anatomy-8211-

esophagus/1178417

11. http://www.highlands.edu/academics/divisions/scipe/biology/faculty/

harnden/2122/notes/digest.htm

12. http://www.netterimages.com/product/9781416037019/3-215.htm

13. http://courses.md.huji.ac.il/96854/Congenital_esophageal_atresia/cea/01-

netter3.GIF

14. http://fastandfuriousfitness.net/forlogo.php?p=achalasia

15. http://hennykartika.wordpress.com/category/bronkoesofagologi/

16. http://jscr.co.uk/2010/09/upper-gi-surgery/carcinosarcoma-of-the-

oesophagus-a-rare-mixed-type-of-tumor/

17. http://www.tutorvista.com/content/science/science-ii/nutrition/alimentary-

canal.php

Page 44: Esophagus

18. Anonym. Duodenal Atresia. Available at

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/print/ency/article/001131.htm. Updated:

Des 9, 2010

19. Mandel G. Duodenal Atresia. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/408582-print. Updated: Des 9, 2010