47
A. Pengertian Kepribadian Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan saking banyaknya boleh dikatakan jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan pengukurannya. Kepribadian secara umum Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral. Kepribadian menurut Psikologi Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi akan menggunakan teori dari George Kelly yang memandang bahwa

ETIKA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

etika yang baik

Citation preview

Page 1: ETIKA

A. Pengertian Kepribadian

Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan saking banyaknya boleh dikatakan

jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya.

Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan

pengukurannya.

Kepribadian secara umum

Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada

topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara

umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan

kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara

umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan

tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada

situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat

evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai

“baik” atau “buruk” karena bersifat netral.

Kepribadian menurut Psikologi

Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi akan menggunakan teori dari

George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari

individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon

Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu

yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang

bersangkutan.

Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah

suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan

tingkah laku dan pikiran individu secara khas.

Page 2: ETIKA

Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan

bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat

dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam

mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport

itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada

dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku

sama.

Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari

tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain

merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.

Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sbb (E.

Koswara):

1. Sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau

organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan

diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai

“organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita.

2. Sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan

individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan.

Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang

membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat

dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik

dan atau khas pada diri setiap orang.

3. Sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut

“sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris

kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas

pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup factor-faktor genetic atau

biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan

kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh factor-faktor

bawaan dan lingkungan.

Page 3: ETIKA

B. Unsur-unsur Kepribadian

Ada beberapa unsur-unsur dari kepribadian. Diantaranya adalah sebagai berikut :

Pengetahuan

Pengetahuan merupakan suatu unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang

yang sadar. Dalam alam sekitar manusia terdapat berbagai hal yang diterimanya

melalui panca inderanya yang masuk kedalam berbagi sel di bagian-bagian tertentu

dari otaknya. Dan didalam otak tersebutlah semuanya diproses menjadi susunan yang

dipancarkan oleh individu kealam sekitar. Dan dalam Antropologi dikenal sebagai

“persepsi” yaitu; “seluruh proses akal manusia yang sadar”.

Ada kalanya suatu persepsi yang diproyeksikan kembali menjadi suatu

penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian.

Penggambaran yang terfokus secara lebih intensif yang terjadi karena pemustan

secara lebih intensif di dalam pandangan psikologi biasanya disebut dengan

“Pengamatan”.

Penggambaran tentang lingkungan dengan fokus pada bagian-bagian yang paling

menarik perhatianya seringkali diolah oleh sutu proses dalam aklanya yang

menghubungkannya dengan berbagai penggambaran lain yang sejenisnya yang

sebelumnya pernah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya, dan kemudian muncul

kembali sebagai kenangan.

Dan penggambaran yang baru dengan pengertian baru dalam istilah psikologi

disebut “Apersepsi”.

Penggabungan dan membandingkan-bandingkan bagian-bagian dari suatu

penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis

secara konsisten berdasarkan asas-asas tertentu. Dengan proses kemampuan untuk

membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak, yang dalam kenyataanya tidak

mirip dengan salah satu dari sekian macam bahan konkret dari penggambaran yang

baru.

Page 4: ETIKA

Dengan demikian manusia dapat membuat suatu penggambaran tentang tempat-

tempat tertentu di muka bumi, padahal ia belum pernah melihat atau mempersepsikan

tempat-tempat tersebut. Penggambaran abstrak tadi dalam ilmu-ilmu sosial disebut

dengan “Konsep”.

Cara pengamatan yang menyebabkan bahwa penggambaran tentang lingkungan

mungkin ada yang ditambah-tambah atau dibesar-besarkan, tetapi ada pula yang

dikurangi atau diperkecil pada bagian-bagian tertentu. Dan ada pula yang digabung

dengan penggambaran-pengambaran lain sehingga menjadi penggambaran yang baru

sama sekali, yang sebenarnya tidak nyata.

Dan penggambaran baru yang seringkali tidak realistic dalam Psikologi disebut

dengan “Fantasi”.

Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi merupakan

unsur-unsur pengetahuan yang secara sadar dimiliki seorang Individu.

Perasaan

Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam

perasaan. Sebaliknya, dapat juga digambarkan seorang individu yang melihat suatu

hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak menyenangkan. Persepsi-persepsi

seperti itu dapat menimbulkan dalam kesadaranya perasaan negatif.

“Perasaan”, disamping segala macam pengetahuan agaknya juga mengisi alam

kesadaran manusia setiap saat dalam hidupnya. “Perasaan” adalah suatu keadaan

dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilai sebagai keadan yang

positif atau negative.

Dorongan Naluri

Kesadaran manusia mengandung berbagi perasaan berbagi perasaan lain yang

tidak ditimbulkan karena diperanguhi oleh pengeathuannya, tetapi karena memang

sudah terkandung di dalam organismenya, khususnya dalam gennya, sebagai naluri.

Dan kemauan yang sudah merupakan naluri disebut “Dorongan”.

Page 5: ETIKA

C. Faktor Pembentuk Kepribadian

Kepribadian seseorang terbentuk dari hasrat-hasrat biologis dan bakat-bakat naluri

yang sudah ada. Kepribadian baru akan berkembang sepenuhnya melalui proses

belajar terhadap lingkungan sosial.

Perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor,

yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Keturunan (heredity) Warisan Biologis

Semua manusia yang normal dan sehat memiliki persamaan biologis

tertentu, seperti memiliki dua tangan, pancaindra, kelenjar seksual, dan otak

yang rumit. Persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa

persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang.  Setiap orang

memiliki warisan biologis yang berbeda satu dengan lainnya.

Faktor keturunan berperan terhadap keramahtamahan, perilaku

kompulsif (dipaksakan), dan kemudahan dalam pergaulan sosial. Akan tetapi

Page 6: ETIKA

faktor keturunan tidak berpengaruh terhadap terbentuknya kepemimpinan,

pengendalian diri, dorongan hati, sikap, dan nilai.

2. Faktor Lingkungan Alam (natural environmental)

Keadaan lingkungan alam seperti perbedaan iklim, topografi, dan

sumber daya alam mengharuskan manusia  mampu menyesuaikan diri.

Dengan adanya proses penyesuaian diri itulah  maka akan muncul bentuk

kebudayaan yang dipengaruhi oleh alam. Misalnya olahraga ski muncul pada

masyarakat yang lingkungan alamnya mengalami musim salju. Kebudayaan

masyarakat yang hidup di pantai berbeda dengan masyarakat yang hidup di

pegunungan atau hutan belantara. Melalui proses penyesuaian diri manusia

membentuk sikap dan tindakan yang berbeda dengan manusia lainya.

3. Faktor Sosial (social environment)

Di samping keadaan alam memengaruhi kebudayaan, kebudayaan pun

bisa memengaruhi alam. Perbedaan kebudayaan dalam setiap masyarakat

dapat memengaruhi kepribadian seseorang. Misalnya kebudayaan petani,

kebudayaan kota, dan kebudayaan industri tertentu memperlihatkan corak

kepribadian yang berbeda-beda. Di masyarakat kadang-kadang terdapat

karakteristik kepribadian umum, namun tidak berarti semua anggota termasuk

di dalamnya. Kepribadian umum merupakan serangkaian ciri kepribadian yang

dimiliki oleh sebagian besar anggota kelompok sosial yang bersangkutan.

4. Faktor Kelompok Manusia (group)

Kepribadian  seseorang juga dipengaruhi oleh adanya kelompok

manusia lainnya. Hal itu dikarenakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial

yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Kelompok manusia pertama yang

memengaruhi kepribadian anak adalah keluarga, tetangga, teman sepermainan,

dan sekolah.

Page 7: ETIKA

D. Teori Kepribadian Psikonalisis

1.  Tokoh dan Teori dasar Psikoanalisis

Teori psikoanalisis di kembangkan oleh sigmun freud yang lahir pada tanggal 6

mei 1856 dan meninggal pada tanggal 23 september 1939. Pada usia 8 tahun freud

bermimpi untuk mencapai kemashuran melalui berbagai penemuan atau penelitian.

Untuk maksud tersebut freud mencoba membedah 400 belut jantan, untuk meneliti

apakah mereka mempunya testes, penelitian ini belum membuat dia terkenal akhirnya

daia mengalihkan perhatiannya pada manuasia.

Pada tahun 1873 freud masuk fakultas kedokteran di Wina dan lulus pada tahun

1881 dengan yudisium excellent. Sebagai seorang ahli neurologi dia sering membantu

masalah-masalah pasiennya seperti rasa takut yang irrasional, obsesi dan rasa cemas.

Dalam membantu menyembuhkan masalah-masalah mental freud menggunakan

prosedur yang inovatif yang dinamakan psikoanalisis. Penggunaan psikoanalisis

memerlukan interaksi verbal yang cukup lama dengan pasien untuk menggali

pribadinya yang lebih dalam. Banyak buku yang telah di tulis freud, dan dari teori

freud ini memiliki beberapa kelemahan terutama dalam hal-hal berikut :

1. Ketidaksadaran (uniconsciousness) amat berpengaruh terhadap prilaku

manusia. Pendapat ini menunjukan bahwa manusia menjadi budak dirinya

sendiri.

2. Pengalaman masa kecil sangat menentukan atau berpengaruh terhadap

kepribadian masa dewasa. Ini menunjukan bahwa manusia dipandang tidak

berdaya untuk mengubah nasibnya sendiri.

3. Kepribadian manusia terbentuk berdasarkan cara-cara yang ditempuh untuk

mengatasi dorongan-dorongan seksualnya. Ini menunjukan bahwa dorongan

yang lain dari individu kurang diperhatikan.

2.      Struktur Kepribadian

Semua teori kepribadian menyepakti bahwa manusia, seperti binatang lain,

dilahirkan dengan sejumlah insting dan motifasi. Insting yang paling dasar ialah

Page 8: ETIKA

tangisan. Ketika lahir tentunya kekuatan motifasi dalam diri tentunya belum

dipengaruhi oleh dunia luar.kekuatan ini bersifat mendasar dan individual.

Frued membagi struktur kepribadian kedalam tiga komponen, yaitu id, ego, dan

superego. Prilaku seseorang merupakan hasil dari interaksi antara ketiga komponen

tersebut.

1.  Id (Das Es)

Id berisikan motifasi dan energy positif dasar, yang sering disebut insting atau

stimulus. Id berorientasi pada prinsip kesenangan (pleasure principle) atau prinsip

reduksi ketegangan, yang merupak sumber dari dorongan-dorongan biologis (makan,

minum, tidur, dll) Prinsip kesenangan merujuk pada pencapaian kepuasan yang

segera, dan id orientasinya bersifat fantasi (maya). Untuk memperoleh kesengan id

menempuh dua cara yaitu melalui reflex dan proses primer, proses primer yaitu dalam

mengurangi ketegangan dengan berkhayal.

2. Ego (Das Ich)

Peran utama dari ego adalah sebagai mediator (perantara) atau yang menjembatani

anatar id dengan kondisi lingkungan atau dunia luar dan berorintasi pada prinsip

realita (reality principle). Dalam mencapai kepuasan ego berdasar pada proses

sekunder yaitu berfikir realistic dan berfikir rasional. Dalam proses disebelumnya

yaitu proses primer hanya membawanya pada suatu titik, dimana ia mendapat

gambaran dari benda yang akan memuaskan keinginannya, langkah selanjutnya

adalah mewujudkan apa yang ada di das es dan langkah ini melalui proses sekunder.

Dalam upaya memuaskan dorongan, ego sering bersifat prakmatis, kurang

memperhatikan nilai/norma, atau bersifat hedonis.

Hal yang perlu diperhatikan dari ego adalah :

1. Ego merupakan bagian dari id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan

kebutuhan id.

2. Seluruh energy (daya) ego berasal dari id

3. Peran utama memenuhi kebutuhan id dan lingkungan sekitar

Page 9: ETIKA

4. Ego bertujuan untuk mempertahankan kehidupan individu dan

pengembanbiakannya.

3. Super Ego (Das Uber Ich)

Super ego merupak cabang dari moril atau keadilan dari kepridadian, yang

mewakili alam ideal daripada alam nyata serta menuju kearah yang sempurna yang

merupakan komponen kepribadian terkait dengan sytandar atau norma masyarakat

mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Dengan terbentukny super ego berarti pada

diri individu telah terbentuk kemampuan untuk mengontrl dirinya sendiri (self

control) menggantikan control dari orang tua (out control). Fungsi super ego adalah

sebagai berikut :

1. Merintangi dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif

2. Mendorong ego untuk mengantikan tujuan-tujuan relistik dengan tujuan-tujuan

moralistic.

3. Mengejar kesempurnaan. (perfection)

Karakteristik Sisitem Kepribadian Menurut Freud

ID EGO SUPEREGO

Sistem asli (the true

psychic), bersifat subjektif

(tidak mengenal dunia

objektif), yang terdiri dari

insting-insting dan

gudangnya (reservoir)

energy psikis yang digunaka

ketiga system kepribadian.

Berkembang untuk

memenuhi kebutuhan id

yang terkait dengan dunia

nyata. Memperoleh energy

dari id. Mengetahui dunia

subjektif dan objektif

(dunia nyata).

Komponen moral

kepribadian, terdiri dari dua

subsistem : kata hati (yang

menghukum tingkahlaku

yang salah) dan ego ideal

(yang mengganjar 

tingkahlaku yang baik).

 

3.      Dinamika Kepribadian

Page 10: ETIKA

Freud memandang organisme manusia sebagai sistem energi yang kompleks.

Berdasarkan doktrin konservasi energi bahwa energi berubah dari energy fisiologis ke

energi psikis atau sebaliknya. Freud berpendapat bahwa apabila energy digunakan

dalam kegiatan psikologis seperti berfikir, maka energi itu merupakan energi psikis.

Titik tumpu atau jembatan antara energi jasmaniah dengan energi kepribadian adalah

id dan instink-instinknya. Instink-instink ini meliputi seluruh energy yang digunakan

oleh ketiga struktur kepribadian (id, ego, dan superego) untuk menjalankan fungsinya.

Dinamika kepribadian terkait dengan proses pemuasan instink, pendistribusian energy

psikis dan dampak dari ketidakmampuan ego untuk mereduksi ketegangan pada saat

bertransaksi dengan dunia luar yaitu kecemasan (anxiety).

a. Instink

Instink merupakan kumpulan hasrat atau keinginan (wishes). Tujuan dari instink-

instink adalah mereduksi ketegangan (tension reduction) yang dialami sebagai suatu

kesenangan.

Freud mengklasifikasikan instink ke dalam dua kelompok, yaitu:

1. Instink hidup (life instink : eros). Instink hidup merupakan motif dasar

manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku secara positif atau

konstruktif, berfungsi untuk melayani tujuan manusia agar tetap hidup dan

mengembangkan rasanya. Energy yang bertanggung jawab bagi instink hidup

adalah libido. Libido ini bersumber dari erotogenic zones yaitu bagian-bagian

tubuh yang sangat peka terhadap rangasangan seperti: bibir/mulut, dubur dan

organ seks).

2. Instink mati (death instink : thanatos). Instink ini merupakan motifasi dasar

manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang bersifat negative

atau destruktif. Freud meyakini bahwa manusia dilahirkan dengan mambawa

dorongan untuk mati (keadaan tak barnyawa = inanimate state). Pendapat ini

didasarkan kepada prinsip konstansi dari Fechner yaitu bahwa proses

kehidupan itu cenderung kembali kepada dunia yang anorganis. Kenyataan

manusia akhirnya mati, oleh karena itu tujuan hidup adalah mati. Hidup itu

sendiri tiada lain hanya perjalanan kea rah mati.  Dia beranggapan bahwa

instink ini merupakan sisi gelap dari kehidupan manusia.

Page 11: ETIKA

Instink mempunyai empat macam karakteristik, yaitu : (a) sumber (source):

kondisi rangsangan jasmaniah atau needs, (b) tujuan (aim): menghilangkan

rangsangan jasmaniah atau mereduksi ketegangan, sehingga mencapai kesenangan

dan terhindar dari rasa sakit, (c) objek (object): meliputi benda atau keadaan yang

berada di lingkungan yang dapat memuaskan kebutuhan, termasuk kegiatan untuk

memperoleh objek tersebut, (d) mendorong/pergerakan (impetus): kekuatan yang

bergantung pada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan.

Sumber dan tujuan instink bersifat tetap, sedangkan objek dan penggerak sering

berubah-berubah. Apabila energi instink digunakan untuk mensubstitusi objek yang

tidak asli, maka tingkah laku yang dihasilkannya disebut instink derivative.

b. Pendistribusian dan penggunaan Energi Psikis.

Dinamika kepribadian merujuk kepada cara kepribadian berubah atau

berkembang melalui pendistribusian dan penggunaan energi psikis, baik oleh id, ego,

maupun superegoengha. Id menggunakan energi ini untuk memperoleh kenikmatan

(pleasure principle) melalui (1) gerakan refleksi dan (2) proses primer (menghayal

atau berfantasi). Mekanisme atau proses pengalihan energi dari id ke ego atau dari id

ke superego disebut identifikasi. Ego menggunakan energi untuk keperluan (1)

memuaskan dorongan atau instink melalui proses sekunder, (2) meningkatkan

perkembangan aspek-aspek psikologi, (3) mengekang menangkal id agar tidak

bertindak impulsive atau irasional dan (4) menciptakan integrasi di antara ketiga

sistem kepribadian dengan tujuan terciptanya keharmonisan dalam kepribadian,

sehingga dapat melakukan transaksi dengan dunia luar secara efektif. Seperti halnya

ego, superego memperoleh  energy itu melalui identifikasi.

Oleh karena itu dalam proses pendistribusian energy itu terjadi persaingan antara

ketiga komponen kepribadian, maka suasana konflik diantara ketiganya tidak dapat

dielakan lagi. Disamping itu ada kemungkinan, ego mendapat tekanan yang begitu

kuat, baik dari id maupun superego.

Page 12: ETIKA

1. Konflik

Freud berasumsi bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari rentetan

konflik internal yang terus menerus. Konflik (peperangan) antara id, ego, superego

adalah hal yang bisa (rutin). Feurd menyakini bahwa konflik-konflik itu bersumber

kepada dorongan-dorongan seks dan agresif.

Konflik sering terjadi secara tidak disadari. Walaupun tidak disadari, konflik

tersebut dapat melahirkan kecemasan (anxiety). Kecemasan ini dapat dilacak dari

kekhawatiran ego akan dorongan id yang tidak dapat di kontrol, sehingga melahirkan

suasana yang mencekam/mengerikan. Setiap orang berusaha untuk membebaskan diri

dari kecemasan ini yang dalam usahanya sering menggunakan mekanisme pertahanan

ego.

2.Kecemasan

Kecemasan mempunyai peranan sentral dalam teori psikoanalisis, kecemasan

digunakan oleh ego sebagai  isyarat adanya bahaya yang mengancam. Perasaan

terjepit dan terancam disebut kecemasan (anxiety). Perasaan ini berfungsi sebagai ego

bahwa ketika dia bertahan sambil tetap mempertimbangkan kelangsungan hidup

organism, dia sebenarnya sedang berada dalam bahaya.

Freud mengklasifikasikan kecemasan dalam tiga tipe, yaitu sebagai berikut:

Tipe kecemasan Pengertian

Kecemasan Realistik Resrpon terhadap ancaman dari dunia luar atau

perasaan takut terhadap bahaya-bahaya yang

nyata(real) yang berada di lingkungan. Contoh

seorang merasa takut bila di depannya ada ular.

Maka orang tersebut mengalami kecemasan

realistik.

Kecemasan Neurotik Respon yang mengancam dari dorongan id ke

dalam kesadaran. Kecemasan ini berkembang

berdasarkan pengalaman masa anak yang terkait

Page 13: ETIKA

dengan hukuman yang maya (hayalan) dari orang

tua atau orang lain yang mempunyai otoritas

secara maya pula untuk memuaskan dorongan

instinknya. Neurotik adalah kata latin dari

perasaan gugup.

Kecemasan moral Respon superego terhadap dorongan id yang

mengancam untuk memperoleh kepuasan secara

“immoral”. Kecemasan ini di wujudkan dalam

bentuk perasaan bersalah (guilty feeling) atau

rasa malu (shame). Seseorang yang mengalami

kecemasan ini, merasa takut akan dihukum oleh

superegonya atau katahatinya.

3. Mekanisme Pertahanan Ego.

Mekanisme pertahanan ego merupakan proses mental yang bertujuan untuk

mengurangi kecemasan dan dilakukan melalui dua karakteristik khusus  yaitu : (1)

tidak disadari dan (2) menolak, memalsukan atau mendistorsi (mengubah) kenyataan.

Mekanisme pertahanan ini dapat juga diartikan sebagai reaksi-reaksi yang tidak

disadari dalam upaya melindungi diri dari emosi atau perasaan yang menyakitkan

seperti cemas dan perasaan bersalah. Ego berusaha sekuat mungkin menjaga

kestabilan hubungannya dengan realitas, id dan superego. Namun kecemasan begitu

menguasai, ego harus berusahan mempertahankan diri. Secara tidak sadar, dia akan

bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan atau menciutkan

dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima atau tidak

terlalu mengancam.

Jenis-jenis mekanisme pertahanan ego itu adalah sebagai berikut.

1. Represi

Represi merupakan proses penekanan dorongan-dorongan ke alam tak sadar, ka,

orang atau karena mengancam keamanan ego. Anna Freud mengartikan pula sebagai

“melupakan yang bermotivasi”, adalah ketidakmampuan untuk mengingat kembali

situasi, orang atau peristiwa yang menakutkan. Represi merupakan mekanisme

Page 14: ETIKA

pertahanan dasar yang terjadi ketika memori, pikiran atau perasaan (kateksis objek =

id) yang menimbulkan kecemasan ditekan keluar dari kesadaran oleh antikateksis

(ego). Orang  cenderung  merepres keinginan atau hasrat yang apabila dilakukan dapat

menimbulkan perasaan bersalah (guilty feeling) dan konflik yang menimbulkan rasa

cemas atau merepres memori (ingatan) yang meyakitkan.

2. Projeksi

Projeksi merupakan pengendalian pikiran, perasaan, dorongan diri sendiri kepada

orang lain. Dapat juga diartikan sebagai mekanisme perubahan kecemasan neurotik

dan moral dengan kecemasan realistik. Anna freud mengatakan projeksi sebagai

penggantian kea rah luar atau kebalikan dari melawan diri sendiri, mekanisme ini

meliputi kecendrungan untuk melihat hasrat anda yang tidak bisa diterima oleh orang

lain. Projeksi memungkinkan orang untuk mengatakan dorongan yang mengancamnya

dengan menyamarkanya sebagai pertahanan diri. Projeksi bertujuan untuk mengurangi

pikiran atau perasaan yang menimbulkan kecemasan.

3. Pembentukan Reaksi  (Reaction Formation).

Pembentukan reaksi atau reaksi formasi ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang

mengantikan suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan

atau kebalikannya dalam kesadarannya (Hall dan Gardner). Dapat juga di artikan

pergantian sikap dan tingka laku dengan sikap dan tingkah laku yang berlawanan.

Bertujuan untuk menyembunyikan pikiran dan perasaan yang dapat menimbulkan

kecemasan. Mekanisme ini biasanya ditandai dengan sikap atau perilaku yang

berlebihan atau bersifat kompulsif, biasanya dari perasaan yang negatif ke positif

meskipun kadang-kadang terjadi dari negatif ke positif. Dalam hal ini Freud

berpendapat bahwa laki-laki yang suka mencemoohkan homoseksual merupakan

ekspresi dari perlawanannya akan dorongan-dorongan homoseksual dalam dirinya

sendiri.

4. Pemindahan Objek (Displacement)

Displacement adalah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengarahkan energi

kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak

Page 15: ETIKA

bisa dijangkau,  Corey (2003:19). Menurut Poduska (2000:119) displacement ialah

mekanisme pertahanan ego dengan mana anda melepaskan gerak-gerik emosi yang

asli, dan sumber pemindahan ini dianggap sebagai suatu target yang aman.

Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan kecemasan yang menimpa seseorang

kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.lebih lanjut dikatakan

pemindahan objek ini merupakan proses pengalihan perasaan (biasanya rasa marah)

dari objek (target) asli ke objek pengganti. Contohnya: seorang pegawai yang

dimarahi atasannya di kantor, pada saat pulang dia membanting pintu dan marah-

marah pada anaknya.

5. Faksasi

Faksasi  ini  merupakan  mekanisme  yang memungkinkan orang mengalami

kemandegan dalam perkembangannya, karena cemas untuk melangkah   ke

perkembangan berikutnya. Faksasi ini bertujuan   untuk   menghindari dari    situasi-

situasi   baru   yang   dipandang  berbahaya atau mengakibatkan   frustasi.

Contohnya   anak  usia 7 tahun masih ngeisap jempol dan belum berani berpergaian

tanpa ibunya.

6. Regresi

Regresi adalah kembali ke masa-masa  di mana seseorang mengalami tekanan

psikologis. Kerika kita menghadapi kesulitan   atau  ketakutan, perilaku   kita  sering

menjadi kekanak-kanakan atau primitif

Dapat   dikatakan   pula    pengulangan   kembali    tingkah laku yang cocok bagi

tahap perkembangan atau usia sebelumnya (perikaku kekanak-kanakan). Contohnya

seorang yang baru pensiun    akan   berlama

lama  duduk  di  kursi  goyang  dan  bersikap  seperti  anak-anak,   serta

menggantungkan hidupnya pada isntrinya. 

7. Rasionalisasi

Rasionalisasi merupakan penciptaan kepalsuan (alas an-alasan) namun dapat masuk

akal sebagai upaya pembenaran tingkah laku yang tidak dapat diterima.  Menurut    

Page 16: ETIKA

Berry (2001:82), rasionalisasi ialah mencari pembenaran atau alasan bagi prilakunya,

sehingga manjadi lebih bisa diterima oleh ego daripada alasan yang sebenarnya.

Rasionalisasi ini terjadi apabila individu mengalami kegagalan dalam memenuhi

kebutuhan, dorongan atau keinginannya. Dia mempersepsikan kegagalan tersebut

sebagai kekuatan yang mengancam keseimbangan psikisnya (menimbulkan rasa

cemas).

8. Sublimasi

Sublimasi adalah mengubah berbagai rangsangan yang tidak diterima, apakah itu

dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau bentuk lainnya, ke dalam bentuk-

bentuk yang bisa diterima secara sosial. Dengan kata lain sublimasi ini merupakan

pembelotan atau penyimpangan libido seksual kepada kegiatan yang secara sosial

lebih dapat diterima. Dalam banyak cara, sublimasi  merupakan mekanisme yang

sehat, karena energi seksual berada di bawah kontrol sosial. Bagi Freud seluruh

bentuk aktivitas positif dan kreatif aadalah sublimasi, terutama sublimasi hasrat

seksual.

9. Identifikasi

Identifikasi merupakan proses memperkuat harga diri (self-esteem) dengan

membentuk suatu persekutuan (aliansi) nyata atau maya dengan orang lain, baik

seseorang maupun kelompok. Identifikasi ini juga merupakan satu cara untuk

mereduksi ketegangan. Identifikasi ini dilakukan kepada orang-orang yang dipandang

sukses atau berhasil dalam hidupnya. Identifikasi dengan penyerangan adalah bentuk

introjeksi yang terfokus pada pengadopsian, bukan dari segi umum atau positif, tapi

dari sisi negatif.

E. Teori Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan

Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu

berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah

pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai

Page 17: ETIKA

aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak

sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan

orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan

menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan

semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan

perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa

stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru

kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap

stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan

respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat

diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang

diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus

dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran

merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah

laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor

penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)

maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan

(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat. Beberapa prinsip dalam

teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary

and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency

Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of

Responses (Gage, Berliner, 1984).

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull,

Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran

behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

Page 18: ETIKA

Teori Belajar Menurut Thorndike

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.

Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,

perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan

respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula

berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat

kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit

yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan

pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku

yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori

koneksionisme (Slavin, 2000).

Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2)

hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini

menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan

respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable)

dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental

dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut

sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson

adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan

dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada

pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon

untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori

evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah

laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh

sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan

Page 19: ETIKA

biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh

kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir

selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul

mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam

teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan

stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung

akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga

menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya

proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah

situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar

hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah

perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara,

oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi

stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie

juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses

belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah

tingkah laku seseorang.

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon

secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam

mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh

anak (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli

konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara

sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus

dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian

menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh

tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak

Page 20: ETIKA

sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan

interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang

diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah

yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu

dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan

antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin

dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut.

Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan

mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya

masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

F. Teori Kepribadian Humanistik

Teori humanistik (Yusuf Syamsu, 2007:141) berkembang sekitar tahun 1950-an

sebagai teori yang menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik. Serangan

humanistik terhadap dua teori ini adalah bahwa kedua-duanya bersifat

“dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia). Teori Freud dikritik, karena

memandang tingkah laku manusia didominasi atau ditentukan oleh dorongan yang

bersifat primitif, dan animalistic (hewan). Sementara behavioristik dikritik, karena

teori ini terlalu asyik dengan penelitiannya terhadap binatang, dan menganalisis

kepribadian secara pragmentasi. Kedua teori ini dikritik, karena memandang manusia

sebagai bidak atau pion yang tak berdaya dikontrol oleh lingkungan dan masa lalu,

dan sedikit sekali kemampuan untuk mengarahkan diri.

Teori humanistik dipandang sebagai “third force” (kekuatan ketiga) dalam

psikologi, dan merupakan alternative dari kedua kekuatan yang dewasa ini dominan

(psikoanalisis dan behavioristik). Kekuatan yang ketiga ini dinamakan humanistic

karena memiliki minat yang eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistik

dapat diartikan sebagai “orientasi teoritis yang menekankan kualitas manusia yang

unik, khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk

mengembangkan dirinya” (Yusuf Syamsu, 2007:141).

Page 21: ETIKA

Teori Kepribadian Humanistik Menurut Carl Rogers

Rogers adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan potensi manusia, yang

menekankan perkembangan pribadi melalui latihan sensitivitas, kelompok pertemuan,

dan latihan lainnyayang ditujukan untuk membantu orang agar memiliki pribadi yang

sehat. Dia membangun teorinya berdasarkan praktik interaksi terapeutik dengan para

pasiennya. Karena dia menekankan teorinya kepada pandangan subjektif seseorang,

maka teorinya dinamakan “person-centered theory” (Yusuf Syamsu, 2007: 143).

Konstruk (Aspek-aspek) Kepribadian

Karena perhatian utama Rogers kepada perkembangan atau perubahan kepribadian,

maka dia tidak menekankan kepada struktuk kepribadian. Meskipun begitu, dia

mengajukan dua konstruk pokok dalam teorinya, yaitu: organisme dan self (Yusuf

Syamsu; 2007 : 143).

1)      Organisme

Organisme yaitu makhluk fisik (physical creature) dengan semua fungsi-fungsinya,

baik fisik maupun psikis. Organisme ini juga merupakan locus (tempat) semua

pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-

peristiwa yang terjadi dalam diri sendiri dan juga di dunia luar (external world).

Totalitas pengalaman, baik yang disadari maupun yang tidak disadari membangun

medan fenomenal (phenomenal field).

Medan penomena seseorang tidak diketahui oleh orang lain, kecuali melalui inferensi

empatik, itu pun tidak pernah diketahui secara sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa

perilaku itu bukan fungsi (pengaruh) dari realitas eksternal, atau stimulus lingkungan,

tetapi realitas subjektif atau medan fenomenal.

2)      Self

Self merupakan konstruk utama dalam teori kepribadian Rogers, yang dewasa ini

dikenal dengan “self concept” (konsep diri). Rogers mengartikannya sebagai

“persepsi tentang karakteristik ‘I’ atau ‘me’ dan persepsi tentanmg hubungan ‘I’ atau

‘me’ dengan orang lain atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang

Page 22: ETIKA

terkait dengan persepsi tersebut”. Diartikan juga sebagai “Keyakinan tentang

kenyataan, keunikan, dan kualitas tingkah laku diri sendiri”. Konsep diri merupakan

gambaran mental tentang diri sendiri.

Hubungan antara “self concept” dengan organisme (actual experience) terjadi dalam

dua kemungkinan, yaitu “congruence” atau “incongruence”. Kedua kemungkinan

hubungan ini menentukan perkembangan kematangan, penyesuaian (adjustment), dan

kesehatan mental (mental health) seseorang.

Apabila antara “self concept” dengan organisme terjadi kecocokan maka hubungan itu

disebut kongruen, tetapi apabila terjadi diskrepansi (ketidak cocokan) maka hubungan

itu itu disebut inkongruen.

Suasana inkongruen menyebabkan seseorang mengalami sakit mental (mental illness),

seperti merasa terancam, cemas, berperilaku defensif, dan berpikir yang kaku atau

picik. Sedangkan kongruensi mengembangkan kesehatan mental atau penyesuaian

psikologis. Ciri orang yang sehat psikologisnya adalah sebagi berikut ( Yusuf

Syamsu, 2007: 145) :

1. Dia mampu mempersepsi dirinya, orang lain, dan berbagai peristiwa yang

terjadi di lingkungannya secara objektif.

2. Dia terbuka terhadap semua pengalaman karena tidak mengancam konsep

dirinya.

3. Dia mampu menggunakan semua pengalaman.

4. Dia mampu mengembangkan dirinya ke arah aktualisasi diri, “goal of

becoming”, atau “fully functioning person”.

Berkembangnya ide atau gagasan mengenai peranan self dalam kepribadian

didasarkan kepada hasil penelitian Rogers sendiri pada tahun 1930-an. Pada tahun itu

Rogers meneliti tentang faktor-faktor penentu yang mempengaruhi tingkah laku anak

yang sehat (konstruktif) atau tidak sehat (destruktif). Faktor-faktor yang diyakini

mempengaruhi anak tersebut adalah (Yusuf Syamsu, 2007: 145):

1. Faktor eksternal, terutama lingkungan keluarga: kondisi kesehatan, status

sosial ekonomi, tingkat pendidikan, iklim intelektual, dan interaksi sosial.

Page 23: ETIKA

2. Faktor internal: self-insight (understanding) self acceptance, atau self

responsibility.

Berdasarkan temuan-temuan atau pengalaman yang diperoleh, akhirnya Rogers

mengemukakan “pengalaman yang saya peroleh mendorong saya untuk memfokuskan

karir saya kepada upaya mengembangkan psikoterapi yang menitikberatkan kepada

faktor self understanding, self direction, dan personal responsibility, dari pada kepada

perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosial”.

Dinamika Kepribadian

Rogers (Yusuf Syamsu, 2007: 146) meyakini bahwa manusia dimotivasi oleh

kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktualisasikan, memelihara, dan

meningkatkan dirinya. Kebutuhan ini bersifat bawaan sebagai kebutuhan dasar jiwa

manusia, yang meliputi kebutuhan fisik dan psikis. Sebenarnya manusia memiliki

kebutuhan- kebutuhan lainnya namun itu semua tunduk kepada kebutuhan yang satu

ini. Kebutuhan lainnya itu adalah “positive regard of others” dan “self regard”. Kedua

kebutuhan ini bersifat dipelajari mulai usia dini, yaitu ketika bayi yang mendapat

curahan cinta kasih, perawatan, dan “positive regard” (penghargaan yang positif) dari

orang lain (terutama orang tua).

Dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan fisik seperti makan dan minum, serta

mempertahankan organisme dari serangan luar, maka motif aktualisasi diri

memelihara organisme agar tetap survive. Di samping itu juga motif aktualisasi diri

ini berfungsi untuk mendororng perkembangan menusia melalui diferensiasi organ-

organ fisik, perkembangan fungsi-fungsi psikis, dan pertumbuhan seksual masa

remaja.

Perkembangan Kepribadian

Rogers (Yusuf Syamsu, 2007:147) tidak mengemukakan tahapan (stages) dalam

perkembangan kepribadian. Dia lebih tertarik kepada cara-cara orang lain (orang tua)

menilai anak, atau sikap dan perlakuan orang tua (terutama ibu) terhadap anak. Jika

orang tua tidak mencurahkan “positive regard” (penerimaan, dan cinta kasih) bahkan

menampilkan sikap penolakan terhadap anak, maka kecenderungan bawaan anak

Page 24: ETIKA

untuk mengaktualisasikan dirinya menjadi terhambat. Anak mempersepsi penolakan

orang tua terhadap tingkah lakunya sebagai penolakan terhadap perkembangan “self

concept” nya yang baru. Apabila hal itu sering terjadi, anak akan mogok untuk

berusaha menngaktualisasikan dirinya.

Secara ideal, anak mendapatkan kasih sayang dan penerimaan yang cukup pada setiap

saat dari orang lain (orang tua). Kondisi ini disebut “unconditional positive regard”.

Kondisi ini mengimplikasikan bahwa cinta kasih ibu kepada anak tidak diberikan

secara konditional, tetapi secara bebas dan penuh.

Mengingat pentingnya memperoleh kepuasan akan kebutuhan “positive regard”,

khususnya pada masa anak, maka seseorang akan menjadi sensitif akan sikap dan

tingkah laku orang lain. Melalui penafsiran terhadap reaksi yang yang diterima dari

orang lain (baik penerimaan maupun penolakan) seseorang mungkin mengubah atau

memperhalus konsep dirinya. Hal ini menunjukkan, bahwa perkembangan konsep diri

seseorang dipengaruhi juga oleh upayanya menginternalisasi sikap-sikap orang lain.

Orang tua tidak selalu mereaksi setiap tingkah laku anak dengan penghargaan yang

positif (positive regard), apabila tingkah laku anak ini mengganggu, menjengkelkan,

atau membosankan. Berdasarkan pengalaman ini, anak belajar bahwa cinta kasih atau

penerimaan orang tua bergantung kepada tingkah laku tertentu, yang disetujuinya

mendapat penghargaan, sementara yang ditolaknya tidak mendapat penghargaan.

Standar pertimbangan eksternal (dari orang tua) untuk mengahargai atau menolak

suatu perilaku menjadi mempribadi pada diri anak, sehingga dia akan menghukum

dirinya apabila dia melakukan sesuatu yang orang tua pun menghukumnya. Anak

menginternalisasi norma atau standar orang tua dalam mempertimbangkan apakah

dirinya berharga atau tidak berharga, baik atau buruk. Apabila orang tua

mengembangkan kondisi yang tidak menghargai anak, maka anak akan terhambat

untuk mengembangkan aktualisasi dirinya.

Anak yang dikembangkan dalam suasana yang “unconditional positive regard” akan

mampu mengembangkan aktualisasi dirinya atau menjadi orang yang berfungsi penuh

(fully functioning person). Menurut Rogers “fully functioning person” ini merupakan

Page 25: ETIKA

tujuan dari perkembangan seseorang. Orang yang telah mencapai “fully functioning

person” ini memilki karakteristik pribadi sebagai berikut (Yusuf Syamsu, 2007:148) :

1. Memiliki kesadaran akan semua pengalaman. Tidak ada pengalaman yang

ditolak, semuanya disaring melalui self. Bersikap terbuka baik terhadap

perasaan yang positif (seperti keteguhan dan kelembutan hati), dan perasaan

yang negatif (seperti rasa takut dan sakit).

2. Mengalami kehidupan secara penuh dan pantas pada setiap saat. Berpartisipasi

dalam kehidupan bukan sebagai pengamat.

3. Memilki rasa percaya kepada dirinya sendiri, seperti dalam mereaksi atau

merespon sesuatu. Dalam arti, dia memiliki kemampuan untuk mengambil

keputusan sendiri berdasarkan data pengalaman yang diperoleh.

4. Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun. Dia

memahami bahwa masa depannya bergantung pada kegiatan atau aktivitasnya

sendiri, bukan ditentukan oleh orang lain atau masa lalu.

5. Menajalani kehidupan secara konstruktif dan adaptif terhadap perubahan yang

terjadi di lingkungan, serta berpikir kreatif.

G. Atribut Kepribadian

1. Locus of Control (LOC)

Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh

Rotter pada tahun 1966, seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control

merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai

keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri.

Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam kehidupannya

berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of

control. Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang

mempunyai kontrol terhadap nasib atau event-event yang terjadi dalam kehidupannya

dikatakan individu tersebut memiliki external locus of control.

Page 26: ETIKA

Kreitner & Kinichi (2005) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control

internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of

control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari

keadaan sekitarnya. lebih lanjut dinyatakan bahwa dimensi internal-external locus of

control dari Rotter memfokuskan pada strategi pencapaian tujuan tanpa

memperhatikan asal tujuan tersebut.

Bagi seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia

sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan

didalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan

memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam

mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran didalamnya

(Kreitner dan Kinicki, 2005)

Individu yang mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak

menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak

mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. Sementara itu individu yang

mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan

harapannya pada diri sendiri dan diidentifikasikan juga lebih menyenangi keahlian-

keahlian dibanding hanya situasi yang menguntungkan.

2. Intorvert dan Esktrovert

Pribadi ekstrovert adalah kondisi seseorang dimana dia menyenangi bergaul dan

bersama orang lain. Dia tidak merasa terpaksa untuk berbicara di depan orang lain

dalam acara sosial dan tidak canggung untuk berbicara di depan orang banyak yang

belum dikenal. Biasanya ia disenangi oleh lingkungannya karena cenderung lebih

pandai mengelola emosi dan siap berempati dengan orang lain.

Sebaliknya, pribadi introvert merupakan kepribadian seseorang dimana ia

cenderung kurang menyenangi bersama orang lain, dia lebih suka menyendiri, tidak

suka dengan orang baru, tidak suka berbicara di depan umum, kurang yakin diri,

pemalu dan pendiam (Hariwijaya, 2005).

3. Kepribadian Tipe A

Page 27: ETIKA

Kepribadian Tipe A merupakan kompleks tindakan emosi yang dapat diamati

dalam setiap orang yang terlibat secara agresif dalam suatu perjuangan yang terus-

menerus dan tak henti-henti untuk mencapai hal yang lebih dari sekarang. (Kreitner

dan Kinicki, 2005).

Meyer Friedmen dan Rosenman (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) memberikan

penjelasan mengenai pola perilaku tipe A yang merupakan suatu kompleks tindakan

emosi yang dapat diamati dalam setiap orang yang terlibat secara agresif dalam suatu

perjuangan yang terus menerus dan tak henti-hentinya untuk mencapai hal yang lebih,

dan lebih dalam waktu singkat dan lebih singkat lagi, dan jika perlu melawan usaha

yang berkebalikan dari orang lain.

Individu dengan jenis kepribadian tipe A adalah manusia yang tak henti-hentinya

ingin mencapai sesuatu yang lebih tinggi (tinggi dan banyak), dengan waktu yang

terasa selalu kurang. Ciri-ciri dari jenis kepribadian tipe A termasuk pemikiran yang

sarat dengan bagaimana manusia dapat mengejar waktu, bagaimana manusia bersaing

terus-menerus dengan ketat, bagaimana tingkah laku manusia hampir selalu mengarah

kepada permusuhan, keinginan yang besar untuk menggunakan waktu yang luang dan

ketidaksabaran menyelesaikan tugas.

H. Hubungan Nilai, Sikap, dan Kepuasan Kerja

NILAI (VALUE)

Nilai adalah keyakinan dasar dalam bentuk keadaan atau tindakan yang diyakini benar

secara personal ataupun dalam lingkup sosial.

Atribut nilai dibagi menjadi dua:

1. Konten

suatu tindakan atau keadaan tertentu yang dianggap penting

Contoh : Saya percaya keuletan membawa kesuksesan dalam berbisnis

2. Intensitas

Menjelaskan seberapa penting kegiatan atau keadaan tersebut

Contoh : seberapa besar saya pegang keyakinan itu. Semakin saya kendur maka saya

akan cederung malas, dan berbuah ketidaksuksesan dan sebaliknya

Page 28: ETIKA

Sistem nilai adalah urutan tingkat nilai yang dimiliki seseorang dilihat dari

intensitasnya. Jika konten dan intensitas berbeda, maka sistem nilai hancur. Nilai

bersifat tetap dan bertahan lama. Nilai menjadi dasar persepsi dalam memahami sikap

dan motivasi seseorang serta mempengaruhi perilaku kita

Tipe-tipe Nilai :

1. Terminal

Berupa VISI, cenderung abstrak

Contoh : saya ingin sukses

2. Instrumental

Berupa MISI, bagaimana mewujudkan terminal

Contoh : bekerja keras, ulet, selalu berinovasi baru dalam produk

SIKAP

Sikap adalah pernyataan/penilaian evaluatif menyangkut benda, orang atau kejadian.

Sikap bisa bertolakbelakang dengan nilai, karena lebih tidak stabil dan mudah

dipengaruhi dibandingkan dengan nilai.

Beberapa komponen sikap:

a. Kognitif (bagian dari sikap yang berupa pendapat atau kepercayaan) 

b. Afektif (bagian dari sikap yang berupa perasaan atau emosional)

c. Perilaku (kemauan untuk berperilaku tertentu terhadap seseorang atau sesuatu)

Jenis-jenis sikap:

a) Job Satisfaction (sikap yang menentukan kepuasan seseorang terhadap

pekerjaannya)

b) Job Involvement (sikap yang menggambarkan sampai sejauh mana partisipasi aktif

karyawan terhadap pekerjaannya)

c) Organization Commitment (sikap yang menunjukkan sampai mana seseorang

melibatkan diri dalam organisasi beserta dengan tujuan-tujuannya dan ingin menjaga

keanggotaannya dalam organisasi)

Page 29: ETIKA

KEPUASAN KERJA

Bagaimana hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas, kemangkiran dan keluar

masuknya karyawan dalam perusahaan.

Mengukur Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Pekerjaan

menuntut interaksi dengan orang lain, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi,

standar kerja, kondisi kerja yang kurang ideal dan lainnya. Jadi Assesment (penilaian)

merupakan hal yang rumit.

Ada 2 metode pendekatan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu :

1. Angka – nilai global tunggal (single global rating)

Dalam metode angka – nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individu –

individu untuk menjawab satu pertanyaan.

Contoh:  Bila kita memberikan sebuah pertanyaan “seberapakah puaskah anda dengan

pekerjaan anda?” kemudian responden menjawabnya dengan melingkari suatu

bilangan antara 1 sampai 5 yang berapa dan dengan jawaban dari “Sangat Dipuaskan”

sampai “Sampai tidak puas.”

2. Skor penjumlahan (summation score)

Dalam metode penjumlahan ini tersusun atas sejumlah fase pekerjaan yang digunakan

untuk mengenali unsur – unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan

perasaan karyawan mengenal tiap unsur.

Contoh : faktor yang biasa digunakannya itu upah sekarang, kesempatan promosi,

hubungan dengan rekan kerja, penyeliaan dan sifat dasar pekerjaan.

Faktor – faktor yang berfungsi mendorong kepuasaan kerja adalah :

1. Kerja yang secara mental menantang

Faktor ini memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan

mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai

betapa baik mereka bekerja

Page 30: ETIKA

2. Ganjaran yang pantas

Faktor ini selalu diinginkan oleh karyawan dalam sistem upah dan kebijakan promosi

yang dinilai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka

3. Kondisi kerja yang mendukung :

Fakor ini sangat mengdukung bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya karena

dengan lingkungan yang nyaman dapat menciptakan hasil kerja yang memuaskan

4. Rekan sekerja yang mendukung

Faktor ini sangat mendukung dalam menghasilkan kerja yang memuaskan karena

dengan adanya interaksi sosial didalam suatu pekerjaan maka dapat mendukung

kepuasan kerja dari karyawan

5. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian – pekerjaan

Karyawan yang memiliki kepribadian yang sama dengan pekerjaan yang dipilih

seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang

tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, jadi kemungkinan berhasilnya

pekerjaan tersebut sangat besar

6. Ada dalam Gen

Faktor ini penting karena Gen dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja dari

seoang karyawan. Disposisi seorang terhadap hidup baik positif maupun negatif

ditentukan oleh bentukan genetikya

Ada 3 Efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan :

1. Kepuasan dan Produktivitas

Dengan tingkat kepuasan kerja yang terjamin maka tingkat produktivitas dari seorang

karyawan semakin bagus.

2. Kepuasan dan Kemangkiran

Kepuasan kerja dari suatu karyawan ditentukan oleh tingkat kemangkiran.

Contoh : suatu perusahaan harus memberikan tunjangan cuti sakit kepada karyawan

yang sakit supaya karyawan tersebut seperti diperhatikan oleh perusahaan tersebut

Page 31: ETIKA

3. Kepuasan dan Tingkat keluar – masuknya karyawan

Kepuasan juga dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan. Jadi kepuasan kerja

sangat penting dalam mempengaruhi karyawan yang buruk untuk tinggal daripada

yang kinerjanya bagus.

Ada 4 respon karyawan dalam mengungkapkan ketidakpuasan :

1. Exit : ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan

untuk meninggalkan organisasi

2. Suara (voice) : Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan

konstruktif untuk memperbaiki kondisi

3. Kesetiaan (loyalty) : ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif

menunggu membaiknya kondisi

4. Pengabaian (neglect) : Ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan

kondisi memburuk