Upload
tranquynh
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN TERHADAP
PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN RTRW
(Studi Kasus Sub DAS Ciliwung Hulu)
ASTRIA HERNISA
A14070007
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ii
RINGKASAN
ASTRIA HERNISA. Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/
Penutupan Lahan dan RTRW (Studi Kasus Sub DAS Ciliwung Hulu). Di bawah
bimbingan ERNAN RUSTIADI dan LA ODE SYAMSUL IMAN.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan
(Rustiadi et al., 2010). Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada
peningkatan kebutuhan lahan pada Kawasan Puncak, Sub DAS Ciliwung Hulu
untuk mewadahi berbagai aktivitas manusia dalam melangsungkan kehidupannya.
Di sisi lain, ketersediaan lahan relatif terbatas. Sehingga tidak mustahil jika
banyak terjadi konversi lahan menjadi kawasan terbangun. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi inkonsistensi penggunaan lahan eksisting terhadap
peruntukan lahan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025, mengevaluasi
ketidaksesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan wilayah,
serta mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW Kabupaten Bogor
Tahun 2005-2025 terhadap kemampuan lahan wilayah.
Dalam penelitian ini, penentuan peta kemampuan lahan dilakukan
menggunakan teknik Boolean yang selanjutnya dioverlay sesuai kombinasi
parameter dan dianalisis secara deskriptif. Luas penggunaan lahan yang
inkonsisten terhadap peruntukan lahan sebesar 3608,05 Ha (24,70 % dari total
luas wilayah). Inkonsistensi peruntukan lahan tertinggi pada hutan produksi,
sedangkan penggunaan lahan yang inkonsisten tertinggi adalah semak belukar.
Luas penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar
4863,18 Ha (33,34 % dari total luas wilayah). Ketidaksesuaian kemampuan lahan
tertinggi pada lahan kelas III, sedangkan penggunaan lahan yang tidak sesuai
tertinggi adalah pemukiman dan rumput/tanah kosong. Luas peruntukan lahan
yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 3985 Ha (27,32 % dari total
luas wilayah). Ketidaksesuaian kemampuan lahan tertinggi pada lahan kelas II dan
III, sedangkan peruntukan lahan yang tidak sesuai tertinggi terjadi untuk kawasan
permukiman.
Kata Kunci: Evaluasi, Inkonsistensi, Ketidaksesuaian, RTRW, Kemampuan
Lahan, Sub DAS Ciliwung Hulu
iii
SUMMARY
ASTRIA HERNISA. Evaluation of Land Capability to Land Use/Cover and
Local Spatial Plan (Case Study Sub-Watershed Upstream Ciliwung). Under the
guidance of ERNAN RUSTIADI and LA ODE SYAMSUL IMAN.
In Act No. 26 of 2007 on Spatial Planning, allocation of space utilization
at regional Provincial and District/City Spatial Plan must consider the supportive
and carrying capacity of the environment (Rustiadi et al., 2010). An increasing
number of population has implications in the increasing land demand on the
Puncak Area, Sub watershed Upstream Ciliwung to accommodate a variety of
human activities. Therefore there are many conversion of land into a developed
region. This study aims to evaluate the inconsistencies of existing land use against
the allotment of land according to Bogor District Spatial Planning (RTRW) Year
2005-2025, to evaluate the incompatibility of existing land use against the land
capability, and to evaluate the mismatch of allotment of land according to Bogor
District Spatial Plan Year 2005-2025 against the land capability.
In this study, the determination of land capability map is conducted using
Boolean techniques which later overlayed according to the combination of
parameters and analyzed descriptively. Area of land use that is inconsistent with
allotment land of 3608.05 ha (24.70% of the total land area). The highest
inconsistency on land allotment are in production forest area, while the land use
which most inconsistent is shrubs. Area of land use that is not appropriate to land
capability are in wide of 4863.18 ha (33.34% of the total land area). The widest
incompatibility of land capability are on the land class III, while the use type with
highest level of inconsistency to land capability are settlement and grass/bare
land. Area of allotment land that is not appropriate to land capability are in wide
of 3985 ha (27.32% of the total land area). Land capability class with highest level
of inconsistency rate are the land classes II and III, while the allotment of land
with highest rate of unsuitability is settlement area.
Keywords: Land Use, Inconsistency, Spatial Plan, Land Capability, Sub watershed
Upstream Ciliwung
iv
EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN TERHADAP
PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN RTRW
(Studi Kasus Sub DAS CIliwung Hulu)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
OLEH :
ASTRIA HERNISA
A14070007
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
v
Judul Skripsi : Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/
Penutupan Lahan dan RTRW (Studi Kasus Sub DAS
Ciliwung Hulu)
Nama Mahasiswa : Astria Hernisa
Nomor Pokok : A14070007
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr) (Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si)
NIP. 19651011 199002 1 002
Mengetahui :
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc)
NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus:
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor tepatnya di Cimanggu pada tanggal 13
September 1990, putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ibu Herawati dan
Bapak Husni Kasim.
Pendidikan yang ditempuh penulis antara lain, Sekolah Dasar tahun 1996-
2002 di SD Negeri Panaragan 1 Kota Bogor. Sekolah Menengah Pertama pada
tahun 2002-2005 di SMP Insan Kamil Kota Bogor. Sekolah Menengah Atas tahun
2005-2007 dengan mengikuti program akselerasi di SMA Insan Kamil Kota
Bogor. Setelah lulus pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan,
diantaranya sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) Divisi
Informasi dan Komunikasi periode 2009-2011 dan pengurus Koperasi Mahasiswa
(Kopma) IPB Divisi Komunikasi dan Informasi periode 2009-2011. Pada tahun
2011 penulis menjadi asisten mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah dan Sistem Informasi Geografi (SIG).
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabbil’aalamiin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah
SWT atas rahmat dan karunia yang diberikan-Nya. Terutama saat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret
2011 hingga November 2011 dengan judul Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap
Penggunaan/Penutupan Lahan dan RTRW (Studi Kasus Sub DAS Ciliwung
Hulu).
Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah kekayaan ilmu pengetahuan
pembacanya.
Penulis menyadari bahwa dalam meyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si atas
perhatian, bimbingan, saran, dan dukungannya selama penyusunan skripsi
ini.
2. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi.
3. Dosen Departemen Manajemen Sumber Daya Lahan atas ilmu yang telah
diberikan selama ini.
4. Andrea Emma Pravitasari, SP, M.Si dan Mbak Dian, serta Dosen dan staf
bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah.
5. Ibu Rohmah staf perpustakaan Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian
atas bantuannya dalam memperoleh data.
6. Papa, Mama, Abang (Azhary Husni, SE, M.Si) dan Adik (Astari
Khaerunnisa) atas segala kasih sayang, doa, motivasi, semangat dan
inspirasi yang telah diberikan selama ini.
7. Saudara Soilscaper 44 yang telah menjadi semangat selama kurang lebih 4
tahun ini.
viii
8. Keluarga kecilku yang selalu mengisi hariku dengan senyuman (Hanna
Aditya Januarisky, Setia Wahyu Cahyaningsih, Reyna Prachmayandini,
dan Juniska Muria Sariningpuri).
9. Arga Pandiwijaya, S.Hut dan kakak-kakak asisten praktikum mata kuliah
Analisis Spasial Lingkungan atas ilmu dan bantuannya pada tahap awal
membangun data penelitian.
10. Sahabat terbaikku, Siti Nurholipah SP, Harwan Susetio, SP, M.
Paturrohman, S.Si, Gilar Cahya Nirmaya, S.Si, Hairul, Try Asrini, SE,
Nova Prasetyanto, S.Pt, dan Andri Susanti, S.Gz, serta Kopmers.
11. Syahroji, SP atas pelajaran dan kasih sayangnya selama ini.
12. Semua pihak yang turut membantu kegiatan penelitian dan penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Februari 2012
Astria Hernisa
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xiv
I. PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………... 1
1.2. Permasalahan……………………………………………………. 2
1.3. Batasan Penelitian……………………………………………….. 3
1.4. Tujuan…………………………………………………………… 3
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. 4
2.1. Kemampuan Lahan……………………………………………… 4
2.2. Penggunaan Lahan/Penutupan Lahan…………………………… 7
2.3. Penataan Ruang………………………………………………….. 8
2.4. Tata Ruang Kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu………………… 9
2.5. DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung…………………………. 11
2.6. Evaluasi Lahan…………………………………………………... 12
2.7. Sistem Informasi Geografi (SIG)………………………………... 13
III. METODOLOGI………………………………………………………. 14
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian……………………………………. 14
3.2. Data, Sumber Data dan Alat……………………………….……. 15
3.3. Metode Penelitian……………………………………………….. 16
3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data……………….. 16
3.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial………….. 17
3.3.3. Pengecekan Lapang……………………………………... 21
3.3.4. Tahap Analisis Data…………………………………….. 22
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN……………………….. 23
4.1. Letak dan Lokasi Penelitian……………………………………... 23
4.2. Iklim……………………………………………………………... 24
4.3. Geologi dan Geomorfologi……………………………………… 25
4.4. Tanah……………………………………………………………. 25
x
V. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………….. 27
5.1. Penggunaan / Penutupan Lahan Eksisting………………………. 27
5.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan………………………………….. 28
5.3. Peruntukkan Penggunaan Lahan menurut RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005 – 2025………………………………………...
32
5.4. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Peruntukan Lahan RTRW………………………………………..
34
5.4.1. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW
menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan………………………………………………...…..
40
5.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW
menurut Klasifikasi Peggunaan/Penutupan Lahan
Eksisting…………………………………………………
42
5.5. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan Wilayah…………………………...
43
5.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan Wilayah….....................
48
5.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi
Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting…….
50
5.6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan Wilayah……………………………………..
52
5.6.1. Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW
terhadap Kemampuan Lahan Wilayah menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………...……..
57
5.6.2. Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW
terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan……………………….....
59
5.7. Analisis Penggunaan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan
Lahan dan RTRW………………………………………………..
61
VI. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….. 64
6.1. Kesimpulan……………………………………………………… 64
6.2. Saran…………………………………………………………….. 65
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 66
LAMPIRAN…………………………………………………………………. 68
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………………. 6
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian……… 15
Tabel 3. Contoh Identifikasi Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan…… 20
Tabel 4. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kecamatan dan Desa di Daerah
Penelitian……………………………………………….
24
Tabel 5. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Penggunaan/Penutupan Lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu………………………………………
27
Tabel 6. Luas (Ha) dan Proporsi (%) Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan……………………………………………………………
31
Tabel 7. Faktor Pembatas Setiap Kelas Kemampuan Lahan yang
Dianalisis…………………………………………………………
32
Tabel 8. Luas (Ha) dan Proporsi (%) Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab. Bogor tahun 2005-2025…………
34
Tabel 9. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi
Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW………………………………………..
36
Tabel 10. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa Terbesar
Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW…………………...
39
Tabel 11. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan……………………………………..
44
Tabel 12. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa Terbesar
Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan…………………………..
46
Tabel 13. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan………………………………………………
52
Tabel 14. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa yang Tidak
Sesuai antara Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan……………………………………………………………...
55
Tabel 15. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) 15 Besar Kombinasi
Ketidaksesuaian RTRW terhadap Kemampuan Lahan pada masing-masing Kecamatan……………………………………….
56
Tabel 16. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi 3
Parameter……………………………………………………........
62
Tabel 17. Sebaran Analisis 3 Parameter di Daerah Penelitian……………... 63
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Wilayah Penelitian……………………………….………. 14
Gambar 2. Bagan Alur Metode I…………………………………..………. 16
Gambar 3. Bagan Alur Metode II………………………………….……… 22
Gambar 4. Peta Administrasi Wilayah Penelitian…………………..……... 23
Gambar 5. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting tahun 2009 di
Sub DAS Ciliwung Hulu…………………………………..…...
28
Gambar 6. Peta Penyebaran Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan…….. 30
Gambar 7. Peta Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2005-2025……………………………
33
Gambar 8. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi
Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW……………………………………...
36
Gambar 9. Peta Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Peruntukan Lahan RTRW……………………………
37
Gambar 10. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Terbesar Kombinasi
Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Peruntukan Lahan RTRW (Ha)………………………………...
38
Gambar 11. Urutan 10 Besar Desa dengan Jumlah Poligon Terbanyak
Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan
Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW…………………
39
Gambar 12. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Inkonsistensi
Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan
Lahan RTRW menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan………...
40
Gambar 13. Urutan 5 Besar Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan
terhadap Peruntukan Lahan RTRW menurut Klasifikasi
Peruntukan Lahan (%)………………………………………….
41
Gambar 14. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Inkonsistensi
Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan
Penggunaan Lahan RTRW menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan…………………………………
42
Gambar 15. Urutan 5 Besar Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan
terhadap Peruntukan Lahan RTRW menurut klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan…………………………………
43
Gambar 16. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan…………………………………...
45
Gambar 17. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Terbesar Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan (Ha)……………………………..
46
Gambar 18. Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
tahun 2010 terhadap Kemampuan Lahan………………………
47
xiii
Gambar 19. Urutan 10 Besar Desa dengan Jumlah Poligon Terbanyak
Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan
Eksisting terhadap Kemampuan Lahan………………………...
48
Gambar 20. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian
Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting tahun 2010 terhadap
Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…
49
Gambar 21. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan
Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi
Kemampuan Lahan (%)………………………………………
49
Gambar 22. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian
Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan
Lahan menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting………………………………………………………..
51
Gambar 23. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan
Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting (%)………………….
51
Gambar 24. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan…………………………………………….
53
Gambar 25. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap
Kemampuan Lahan Wilayah…………………………………..
54
Gambar 26. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Peruntukan Lahan
RTRW Terluas yang Tidak Sesuai dengan Kemampuan Lahan
(Ha)…………………………………………………………….
55
Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Desa Terbanyak yang Tidak
Sesuai antara Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan
Lahan…………………………………………………………..
57
Gambar 28. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian
Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan
menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………….
58
Gambar 29. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…
58
Gambar 30. (a) Luas dan (b) Proporsi Ketidaksesuaian Peruntukan
Penggunaan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan…………
60
Gambar 31. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan terhadap
Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Peruntukan Lahan RTRW……………………………………..
60
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Matriks Logik Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap RTRW………………………………………………
69
Lampiran 2. Matriks Logik Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan
terhadap Kemampuan Lahan…………………………………
70
Lampiran 3. Matriks Logik Inkonsistensi Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan…………………………………
71
Lampiran 4. Luas Penyebaran Tanah di Sub DAS Ciliwung Hulu……….. 72
Lampiran 5. Gambar Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting…………… 73
Lampiran 6. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005 - 2025 menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan………………………
75
Lampiran 7. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005 - 2025 menurut Klasifikasi Penggunaan Lahan……………………...
78
Lampiran 8. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………………………………..
81
Lampiran 9. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………………………………..
83
Lampiran 10. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005
- 2025 terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………………………………..
85
Lampiran 11. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005
- 2025 terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan…………………………………………….
87
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Hal tersebut dikarenakan suatu lahan yang dipergunakan tidak sesuai dengan
kemampuan akan mencapai batas kritis setelah waktu tertentu. Daya dukung lahan
bersifat terbatas, sehingga untuk mensejahterakan kehidupannya maka manusia
dituntut untuk membuat daya dukung lingkungan tersebut berkelanjutan (Rustiadi
et al., 2010).
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) telah disusun oleh pemerintah
dimaksudkan untuk mendukung perbaikan ataupun mempertahankan kondisi
lingkungan yang ada. Menurut Rusdiana (1995), pengaturan tata guna lahan di
DAS Ciliwung bagian hulu (kawasan puncak, Bogor), bagian tengah (Bogor,
Depok), sampai hilir (DKI Jakarta) mempunyai pengaruh langsung terhadap
kinerja sistem hidrologi dalam ekosistem DAS dan secara tidak langsung terhadap
kelestarian sumberdaya alamnya. Oleh karena itu, perencanaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam dalam DAS harus dilakukan secara lestari dan dalam kegiatan
tersebut harus saling menunjang dan terintegrasi. Namun berdasarkan data hasil
review lahan kritis BPDAS Citarum Ciliwung tahun 2009, kerusakan lahan DAS
Ciliwung di Kabupaten Bogor menempati urutan ketiga. Dari total lahan DAS
Ciliwung 20.280,00 Ha, seluas 9.350,98 Ha sudah rusak atau 46,11 % dalam
keadaan kritis. Hal tersebut menunjukkan pemanfaatan sumberdaya alam dalam
wilayah DAS, khususnya Sub DAS Ciliwung Hulu, telah mengalami perubahan
kondisi lingkungan yang sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan
aktifitas pembangunan. Dikarenakan penataan ruang yang umumnya terjadi akibat
adanya kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkan lahan, sehingga terjadi
perubahan pengelolaan maupun perubahan keadaan.
Kawasan puncak yang masuk ke dalam wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu
ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah karena bernilai strategis
sebagai kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya.
2
Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada peningkatan kebutuhan lahan
untuk mewadahi berbagai aktivitas manusia melangsungkan kehidupannya.
Misalnya, berkembangnya kawasan terbangun baik untuk pemukiman penduduk
ataupun vila dan tempat wisata lainnya di kawasan puncak. Di sisi lain,
ketersediaan lahan tersebut relatif terbatas. Sehingga tidak mustahil jika banyak
terjadi konversi lahan dari kawasan budidaya pertanian ataupun kawasan lindung
menjadi kawasan terbangun. Menurut Denny (2004), bentuk-bentuk
penyimpangan penggunaan/penutupan lahan terhadap peruntukan lahan RTRW
umumnya didominasi oleh pemukiman pada sepanjang bantaran sungai-sungai
dan pada wilayah retensi air, seperti rawa-rawa dan lahan basah. Jika dalam
perkembangannya antara kebutuhan dan ketersediaan lahan tidak diatur dengan
baik, maka akan terjadi berbagai benturan kepentingan antar aktivitas yang
berdampak pada persaingan dalam penggunaan lahan. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya pergeseran pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
arahan penataan ruang dan daya dukung lahannya.
Penelitian inkonsistensi antara RTRW dengan pemanfaatan ruang sudah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, namun evaluasi RTRW yang tidak
sesuai dengan kemampuan lahan belum banyak dilakukan. Beberapa bentuk
degradasi lahan di kawasan Puncak terjadi karena inkonsistensi pemanfaatan
ruang dengan RTRW, dan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dan RTRW dengan
kemampuan lahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
konsistensi pemanfaatan ruang dengan RTRW dan sejauh mana RTRW sesuai
dengan kemampuan lahannya.
I.2. Permasalahan
Wilayah DAS Ciliwung merupakan salah satu sungai dengan kondisi
sangat kritis di Jawa Barat. Kabupaten Bogor, khususnya Kawasan Puncak
memiliki peranan penting sebagai kawasan konservasi tanah dan air karena
merupakan hulu dari DAS Ciliwung. Kawasan Puncak adalah kawasan yang
memiliki potensi dan karakteristik yang khas untuk dikembangkan. Selain itu pula
kawasan ini terdapat pada perlintasan regional yang menghubungkan wilayah
3
Jawa Barat (Bandung-Jakarta) dan merupakan bagian dari pusat kegiatan jasa,
industri dan pariwisata.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rusdiana (1995), pola penggunaan
lahan di DAS Ciliwung Hulu dan Tengah mengarah pada buruknya kondisi DAS
tersebut. Dimana lahan yang meresapkan air dan bak tampungan mengalami
penurunan, sedangkan lahan yang sedikit dan tidak meresapkan air semakin
bertambah tiap tahunnya. Hal tersebut sejalan dengan perkembangan yang sangat
pesat dan pembangunan kawasan terbangun (pemukiman, hotel, vila, jalan,
industri, dan lainnya) di DAS Ciliwung Hulu yang seringkali tidak mengikuti
arahan penataan ruang dan tidak jarang penataan ruang suatu kawasan tidak
menyesuaikan dengan daya dukung lahan kawasan tersebut.
I.3. Batasan Penelitian
1. Penentuan klasifikasi kemampuan lahan tanpa memperhatikan aspek
teknik konservasi lahan di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu.
2. Penggunaan/penutupan lahan eksisting wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu
tidak memperhitungkan luas poligon minimum atau poligon yang lebih
kecil dari unit satuan lahan terkecil.
I.4. Tujuan
1. Mengevaluasi inkonsistensi penggunaan lahan eksisting terhadap
peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025.
2. Mengevaluasi ketidaksesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap
kemampuan lahan wilayah.
3. Mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan lahan menurut Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 terhadap
kemampuan lahan wilayah.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi
lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa
menjelaskan peruntukkan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan
pengelolaannya. Tujuannya adalah untuk mengelompokkan lahan yang dapat
diusahakan bagi pertanian (arable land) berdasarkan potensi dan pembatasnya
agar dapat berproduksi secara berkesinambungan. Klasifikasi penggunaan lahan
merupakan sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh Hockensmith dan Steele
pada tahun 1943 yang kemudian dimodifikasi oleh Klingebel dan Montgomery
(1961; 2002), seperti yang tertuang dalam Agriculture Handbook No. 210. Dalam
sistem klasifikasi ini lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu kelas,
subkelas, dan satuan (unit) kemampuan atau pengelolaan (Rayes, 2007).
Kemampuan lahan merupakan pencerminan kapasitas fisik lingkungan
yang dicerminkan oleh keadaan topografi, tanah, hidrologi, dan iklim, serta
dinamika yang terjadi khususnya erosi, banjir dan lainnya. Kombinasi karakter
sifat fisik statis dan dinamik dipakai untuk menentukan kelas kemampuan lahan,
yang dibagi menjadi 8 kelas. Kelas I mempunyai pilihan penggunaan yang banyak
karena dapat diperuntukan untuk berbagai penggunaan, mulai untuk budidaya
intensif hingga tidak intensif, sedangkan kelas VIII, pilihan peruntukannya sangat
terbatas, yang dalam hal ini cenderung diperuntukan untuk kawasan lindung atau
sejenisnya (Rustiadi et al., 2010).
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dalam tingkat kelas,
kemampuan lahan menunjukkan kesamaan dari besarnya faktor-faktor
penghambat. Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin buruk, berarti
resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan
penggunaan lahan yang diterapkan semakin terbatas.
Kelas I
Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan
tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam,
bertekstur agak halus atau sedang, berdrainase baik, mudah diolah, dan responsif
5
terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman
kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan
aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang
baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktivitas.
Kelas II
Lahan kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi pilihan
jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang
tingkatnya sedang.
Kelas III
Lahan kelas III mempunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi
pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan
tanah yang khusus, atau keduanya.
Kelas IV
Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat untuk membatasi pilihan
tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-
hati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas.
Kelas V
Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai
penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat membatasi
penggunaan lahan ini. Akibatnya, lahan ini hanya cocok untuk tanaman rumput
ternak secara permanen atau dihutankan.
Kelas VI
Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak sesuai
untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan.
Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup
dengan baik. Bila dihutankan, penebangan kayu harus lebih selektif. Bila
dipaksakan untuk tanaman semusim, harus dibuat teras bangku. Lahan ini
mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki.
Kelas VII
Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim dan
hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan.
6
Kelas VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan hanya dibiarkan
dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan
untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung.
Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
Faktor Penghambat Kelas Kemampuan
I II III IV V VI VII VIII
1 Tekstur tanah (t)
Lapisan atas (40 cm) ah-s h-ak h-ak (+) (+) (+) (+) k
2 Lereng permukaan (%) 0-3 3-8 8-15 15-30 (+) 30-45 45-65 >65
3 Drainase b-ab Aj j Sj (++) (+) (+) (+)
4 Kedalaman efektif >90 >90 90-50 50-25 (+) <25 (+) (+)
5 Keadaan erosi t R r S (+) b sb (+)
6 Kerikil/batuan (%
volume) 0-15 0-15 0-15 15-50 50-90 (+) (+) >90
7 Banjir Oo Oi Oii Oii Oiv (+) (+) (+)
Keterangan : (+) : dapat mempunyai sebarang sifat faktor penghambat dari kelas yang
lebih rendah
(++) : permukaan tanah selalu tergenang air
Tekstur : ah = agak halus; h = halus; ak = agak kasar; k = kasar; s = sedang
Erosi : t = tidak ada; r = ringan; s = sedang; b = berat; sb = sangat berat
Drainase : b = baik; ab = agak baik; aj = agak jelek; j = jelek; sj = sangat jelek
Sumber : Konservasi Tanah dan Air (Arsyad, 2000).
Pengelompokan tanah ke dalam satuan pengelolaan, subkelas, dan kelas
kemampuan dilakukan terutama berdasarkan kemampuan lahan tersebut untuk
menghasilkan produksi tanaman umum dan tanaman makanan ternak (pasture
plants) tanpa kerusakan tanah di dalam periode waktu yang lama. Meskipun
sistem ini telah dirancang untuk klasifikasi lahan detil di daerah yang telah
berkembang namun sistem ini mempunyai beberapa keuntungan sehingga dapat
juga digunakan pada penilaian permulaan secara umum bagi sumberdaya lahan di
daerah-daerah yang belum berkembang, dengan alasan-alasan sebagai berikut
(Sitorus, 1985). Pertama, karena sistem ini didasarkan atas evaluasi dari keadaan
dan tingkat penghambat sifat-sifat fisik, maka sistem ini berguna untuk penilaian
obyektif, penilaian perbandingan, dan menghindarkan bias pengaruh subjektif
bagi wilayah yang sedang diklasifikasikan. Kedua, sistem ini hampir keseluruhan
7
didasarkan atas sifat-sifat fisik lahan, dan faktor ekonomis tidak dipertimbangkan
kecuali dalam asumsi untuk tindakan pengelolaan tertentu yang digunakan.
Ketiga, sistem ini menujukkan macam penggunaan lahan yang sesuai untuk lahan
dengan faktor-faktor penghambat tertentu, sekaligus dengan tindakan pengelolaan
yang dibutuhkan untuk dapat mengatasi faktor penghambat tersebut.
2.2. Penggunaan Lahan/Penutupan Lahan
Penggunaan lahan adalah bentuk perwujudan usaha manusia dalam
menggunakan sumberdaya alam/lahan, yang di dalamnya terdapat komponen
usaha, sedangkan penutupan lahan adalah bentuk perwujudan fisik dari
penggunaan yang direncanakan ataupun tidak (Rustiadi et al., 2010). Sedangkan
menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan
manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan (land use) juga diartikan
sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spirituil (Arsyad,
2000).
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) penggunaan lahan dapat
dibedakan menjadi penggunaan lahan pedesaan (rural land use) dan penggunaan
lahan perkotaan (urban land use). Penggunaan lahan pedesaan dititik beratkan
pada produksi pertanian, sedangkan penggunaan lahan perkotaan dititik beratkan
pada tujuan untuk tempat tinggal. Selanjutnya penggunaan lahan berdasarkan
Arsyad (2006) dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu
penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan
lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang
diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang
terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan
lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak
beririgasi), sawah, kebun, kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi,
hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan
bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman),
industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya.
8
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang tertulis: pemanfaatan ruang meliputi kawasan perdesaan,
kawasan perkotaan, kawasan lindung serta kawasan budidaya. Kawasan lindung
adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.
Sedangkan kawasan budidaya merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan menurut Sandy
(1977) diantaranya jenis-jenis bahan induk yang menentukan tingkat kesuburan
lahan dan selanjutnya menentukan pola penggunaan lahan dan pemusatan
penduduk. Faktor lereng dan ketinggian tempat juga memiliki peranan penting.
Selain itu, yang erat pula hubungannya dengan bahan induk dan lereng adalah
faktor kedalaman efektif tanah. Selain itu jumlah penduduk, penyebaran penduduk
dan profesi terbesar dari penduduknya, dan tingkat penggunaan lahan juga ikut
menentukan pola penggunaan lahan dan pemusatan penduduk.
2.3. Penataan Ruang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan (tanah) ruang lautan, dan
ruang udara sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya
hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Karena
tanah (daratan) merupakan salah satu bagian (unsur) dari ruang maka
penatagunaan lahan tidak dapat dilepaskan dari penataan ruang wilayah.
Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan pola pemanfaatan ruang yang
meliputi tataguna lahan, tataguna air, tataguna udara, tataguna sumberdaya
lainnya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Tujuan dari diwujudkannya penataan ruang adalah untuk mewujudkan
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional agar terwujud
keharmionisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam
penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan
sumberdaya manusia, dan terwujud perlindungan fungsi ruang dan pencegahan
9
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang (Rustiadi et al.,
2010).
Dalam kaitannya dengan tujuan tersebut, maka Rustiadi et al. (2011)
menyatakan tiga hal yang membuat unsur fisik menjadi peran penting dalam
penataan ruang. Pertama, efisiensi dan produktivitas dapat dipenuhi dengan
adanya alokasi sumberdaya fisik wilayah dilakukan secara tepat, sehingga
peruntukan berbagai kawasan dapat sesuai dengan kemampuan dan
kesesuaiannya. Kedua, unsur fisik dapat memenuhi tujuan keadilan dan
keberimbangan hanya jika alokasi sumberdaya fisik dapat bermanfaat bagi
wilayah yang bersangkutan dan memberikan dampak positif bagi wilayah di
sekitarnya. Ketiga, tujuan untuk menjaga keberlanjutan (sustainability), hanya
mungkin dicapai bila alokasi sumberdaya fisik wilayah dilakukan dengan cara
bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Oleh karena
itu, unsur fisik penataan ruang harus diperlakukan sesuai dengan daya dukung,
daya tampung, dan potensi wilayah.
2.4. Tata Ruang Kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu
Menurut Denny (2004), tujuan penataan ruang Kawasan Jabodetabek-
Punjur adalah untuk:
1. Keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah Kabupaten dan
Kota sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan;
2. Mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan
kawasan, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan serta
penanggulangan banjir;
3. Mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien
berdasarkan karakteristik wilayah, bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat
yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Adapun sasaran penyelenggaraan penataan ruang Kawasan Jabodetabek-
Punjur adalah:
1. Terwujudnya kerjasama penataan ruang antar Pemerintah Kabupaten dan Kota
dalam Kawasan Bopunjur, yaitu:
10
a. Sinkronisasi pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup yang penduduk;
b. Sinkronisasi pengembangan prasarana dan sarana wilayah secara terpadu;
c. Kesepakatan antar daerah untuk mengembangkan sektor-sektor prioritas
dan kawasan-kawasan prioritas menurut tingkat kepentingan bersama.
2. Terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan
fauna dengan ketentuan:
a. Tingkat erosi yang tidak mengganggu;
b. Tingkat peresapan air hujan dan air permukaan yang menjamin
tercegahnya bencana banjir dan ketersediaan air sepanjang tahun;
c. Kualitas air yang menjamin kesehatan lingkungan;
d. Situ yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber air baku, dan
sistem irigasi;
e. Pelestarian flora dan fauna yang menjamin pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
f. Tingkat perubahan suhu dan kualitas udara tetap menjamin kenyamanan
kehidupan lingkungan hidup.
3. Terciptanya optimalisasi fungsi budidaya, dengan ketentuan:
a. Kegiatan budidaya yang tidak melampaui daya dukung dan ketersediaan
sumber daya alam dan energi;
b. Kegiatan usaha pertanian yang memperhatikan konservasi air dan tanah;
c. Daya tampung bagi penduduk yang selaras dengan kemampuan
penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta
dapat mewujudkan jasa pelayanan yang optimal;
d. Pengembangan kegiatan industri yang menunjang pengembangan kegiatan
ekonomi lainnya;
e. Kegiatan pariwisata yang tetap menjamin kenyamanan dan keamanan
masyarakat, serasi dengan lingkungan, serta dapat meningkatkan
kesejahteraan penduduk;
f. Tingkat gangguan pencemaran lingkungan serendah-rendahnya dari
kegiatan transportasi, industri, dan pemukiman melalui penerapan baku
mutu lingkungan hidup.
11
4. Tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan budidaya.
2.5. DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan lahan total dan permukaan air
yang dibatasi oleh suatu batas air topografi dan yang dengan salah satu cara
memberikan sumbangan terhadap debit suatu sungai pada suatu irisan melintang
tertentu. Dinyatakan bahwa di Indonesia pada tahun 1989 terdapat 36 Daerah
Aliran Sungai (DAS) menderita erosi berat, 13 diantaranya terdapat di Pulau
Jawa. Luas lahan kritis pada saat itu adalah sekitar 10,63 juta hektar, dimana
42,81 persen dan 57,19 persen dari luasan itu berturut-turut dijumpai di dalam
kawasan hutan dan di luar kawasan hutan (Rayes, 2007).
Salah satu dari beberapa DAS yang tergolong kritis dan termasuk ke dalam
DAS super prioritas adalah DAS Ciliwung. Pada dekade ini DAS Ciliwung
mengalami perubahan-perubahan kearah yang merugikan, dimana
penggunaan/konversi lahan bagian hulu bertambah besar, meningkatnya
permukiman penduduk/ industri sepanjang sungai, dan fluktuasi debit yang tinggi.
Pada dasarnya, DAS Ciliwung mempunyai karakteristik yang hampir sama
dengan DAS kritis lainnya, akan tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan DAS
Ciliwung mendapat sorotan yang lebih banyak dibandingkan DAS lainnya, antara
lain karena:
a. Wilayah hilir DAS Ciliwung mencakup daerah ibukota Negara (DKI
Jakarta) yang sangat kaya akan aset-aset nasional dan pemukiman
penduduk,
b. Kerusakan wilayah hulu DAS Ciliwung diakibatkan oleh tumbuh dan
berkembangnya perumahan, industri, pariwisata/agrowisata, dan prasarana
lainnya yang tidak berwawasan lingkungan, dan
c. Wilayah hulu DAS Ciliwung merupakan kawasan wisata yang terus
berkembang mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya ait terus
berlanjut sehingga membutuhkan perencanaan yang dapat mengakomodasi
perkembangan tersebut.
Berdasarkan data yang bersumber dari hasil review lahan kritis BPDAS
Citarum Ciliwung Tahun 2009, kerusakan lahan DAS Ciliwung hampir mencapai
12
40 persen. Dari total luas DAS Ciliwung yang mencapai 39.017,12 hektar, seluas
12.036,81 hektar atau 30,85 persennya mengalami kritis. Di lahan DAS Ciliwung
yang rusak 100 persen adalah Sukabumi. Dari total luas DAS Ciliwung di
Sukabumi 52,58 hektar, seluruhnya saat ini rusak. Dan Cianjur menempati urutan
kedua yang lahan DAS-nya rusak akibat tedegradasi yakni dari total luas lahan
349,15 hektar, seluas 265,26 hektar atau 75,97 persen dalam keadaan kritis.
Sedangkan di urutan ketiga ditempati Kabupaten Bogor. Dari total lahan DAS
Ciliwung 20.280,00 hektar, seluas 9.350,98 hektar sudah rusak atau 46,11
persennya kritis (Harian Pos Kota, 19 Juni 2010).
2.6. Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.
Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan
yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan
diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe
penggunaan lahan tersebut. Tujuan evaluasi lahan (Land Evaluation atau Land
Assessement) adalah menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Menurut
FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), evaluasi lahan perlu
juga memperhatikan aspek ekonomi, sosial, serta lingkungan yang berkaitan
dengan perencanaan tataguna lahan.
Menurut Sitorus (1985), fungsi evaluasi sumberdaya lahan untuk
memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan
penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan
alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. Dengan demikian
manfaat yang mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai
kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan lahan yang akan dilakukan. Hal ini
penting terutama apabila perubahan penggunaan lahan tersebut diharapkan akan
menyebabkan perubahan-perubahan besar terhadap keadaan lingkungannya.
Informasi mengenai sumberdaya fisik wilayah sangat diperlukan untuk
dapat melaksanakan penyelenggaraan penataan ruang dengan baik. Evaluasi
13
sumberdaya fisik wilayah meliputi sumberdaya alam seperti lahan, hutan, mineral,
perairan, pesisir dan laut, potensi bencana alam, dan lain-lain. Evaluasi
sumberdaya fisik wilayah akan sangat terkait dengan daya dukung dan
sumberdaya yang terkandung dalam ruang (Rustiadi et al., 2011).
2.7. Sistem Informasi Geografi (SIG)
Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem komputer untuk
menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis, dan
menyajikan data yang bereferensi ke bumi (Barus, 2005). Dengan kata lain,
menurut Barus dan Wiradisatra (2000) SIG adalah suatu sistem basis data dengan
kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan
seperangkat operasi kerja. Komponen utama dalam Sistem Informasi Geografis
dibagi kedalam empat komponen utama, yaitu: perangkat keras, perangkat lunak,
organisasi/manajemen dan pemakai. Kombinasi yang benar antara keempat
komponen utama tersebut akan menentukan suatu proses pengembangan Sistem
Informasi Geografi.
Menurut Buchori (2010), SIG seringkali didefinisikan sebagai sistem
komputer yang dapat dipergunakan untuk mengelola data keruangan, baik berupa
gambar/peta ataupun tabel, sekaligus memahami keterkaitan di antara keduanya.
SIG dikenal memiliki berbagai kemampuan terkait dengan pengelolaan basis data,
analisis keruangan, dan penampilan hasil-hasil analisis keruangan. Dengan sistem
ini, berbagai analisis keruangan berbasis peta (map analysis) dan tabel (tabular
analysis) dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan akurat. Sistem ini juga
mampu mengintegrasikan kedua format data tersebut sehingga mempermudah
para pengambil keputusan/pelaku pembangunan untuk mengambil
keputusan/kebijakan yang berdimensi keruangan (spatial).
14
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai
dengan November 2011 dengan cakupan wilayah penelitian Sub DAS CIliwung
Hulu yang secara geografis terletak pada 6o 37’ 48’’ – 6
o 46’ 12’’ Lintang Selatan
(LS) dan 106o 49’ 48’’ – 107
o 00’ 00’’ Bujur Timur (BT). Wilayah Sub DAS
Ciliwung Hulu meliputi Kabupaten Bogor dan khususnya di beberapa kecamatan
yaitu: Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, dan
Kecamatan Sukaraja.
Pengolahan peta analog dan peta digital serta analisis data dilakukan di
Laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Pusat
Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB. Pengecekan
lapang dilakukan di daerah penelitian yaitu kawasan sekitar Sub DAS Ciliwung
Hulu. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Wilayah Penelitian
15
3.2. Data, Sumber Data, dan Alat
Data yang digunakan untuk mendukung dan sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini ditujukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian
No. Jenis Data Sumber Data
1
Citra ALOS Avnir yang
Diakuisisi pada 17 Juli 2009
Bagian Perencanaan Pengembangan
Wilayah, Departemen ITSL, IPB, Pusat
Pengkajian Perencanaan Pengembangan
Wilayah (P4W) LPPM IPB 2010
2 Peta Administrasi Desa
Provinsi Jawa Barat
Bapeda Provinsi Jawa Barat, Hasil
Update
3 Peta Rupa Bumi Indonesia Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional (Bakosurtanal) (diperoleh dari
Bagian Penginderaan Jauh, Departemen
ITSL, IPB 1996)
4
5
Peta Tanah Semidetil DAS
Ciliwung Hulu skala 1:50.000
Peta Land System with Land
Suitability and Environmental
Hazard, Lembar: Jakarta skala
1:250.000
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
1992
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
1992, dimodifikasi sesuai kedalaman
yang digunakan pada penelitian ini
dengan skala hasil modifikasi 1:50.000
6 Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten
Bogor Tahun 2005-2025
Bappeda (diperoleh dari P4W-LPPM IPB
hasil digitasi ulang oleh Afifah (2010))
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Erdas
9.1, ArcGIS 9.3, ArcView GIS 3.3, Microsoft Office Word, Microsoft Office Excel,
Microsoft Access, Microsoft Visio, GPS dan kamera digital.
16
3.3. Metode Penelitian
Secara garis besar penelitian ini terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu:
(1) tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) tahap analisis spasial dan data, (3)
tahap pengecekan lapang, (4) tahap analisis data, dan (5) tahap penyusunan
laporan akhir.
Gambar 2. Bagan Alur Metode I
3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data
Tahap persiapan diawali dengan pengumpulan studi pustaka yang
berhubungan dengan kemampuan lahan, penataan ruang, penggunaan/penutupan
lahan eksisting kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu, dan pustaka yang berkaitan
dengan penelitian ini. Selain itu juga pengumpulan data-data penunjang
penelitian, seperti peta tanah, peta administrasi, peta RTRW, data curah hujan dan
17
citra ALOS. Setelah data terkumpul kemudian dilanjutkan dengan penyeragaman
atau kalibrasi data sehingga proses pengolahan dapat dilakukan.
3.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial
Pada tahap yang kedua ini digunakan metode kombinasi teknik
penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk menganalisis peta.
Pengolahan citra digital dan analisis spasial dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, dan Erdas Imagine 9.1. Peta yang
berbentuk raster dilakukan registrasi dan koreksi geometrik terlebih dahulu
sehingga menghasilkan peta yang siap untuk di digitasi.
1. Koreksi Geometrik
Tahap koreksi geometrik (georeferencing) bertujuan untuk menyamakan
koordinat peta dengan koordinat sesungguhnya di lapangan atau merupakan
proses penempatan objek berupa raster atau image yang belum mempunyai acuan
sistem koordinat dan proyeksi tertentu. Peta yang dilakukan koreksi geometrik
adalah Peta Tanah Semidetil dan Peta Land System. Metode georeferencing
menggunakan koordinat yang tercantum pada peta analog. Koordinat yang
tercantum pada Peta Tanah Semidetil tersebut berupa decimal degree, maka
coordinate system yang digunakan adalah World Geographic System (WGS). Jika
koordinat berupa Universal Transverse Mercator (UTM), maka yang dugunakan
adalah Projected Coordinate System dengan zona wilayah 48 UTM. Tambahkan
titik ikat atau GCP (Ground Control Point) pada garis perpotongan koordinat.
Titik yang berwarna hijau merupakan source (koordinat gambar, sedangkan titik
berwarna merah merupakan destination (koordinat yang sebenarnya). Titik ikat
yang dibuat minimal berjumlah empat buah yang berseberangan untuk
mempermudah koreksi. Untuk hasil koreksi peta yang baik syarat besarnya RMS
Erorr tiap titik harus ≤ 1.
2. Proses Digitasi
Tahap digitasi dilakukan langsung pada layar komputer (on-screen
digitizing). Digitasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengubah peta
18
analog menjadi peta digital. Peta Tanah Semidetil dan Peta Land System yang
sudah di digitasi dengan koordinat decimal degree di convert menjadi koordinat
UTM zona 48 S. Citra ALOS yang sudah terkoreksi di potong (subset image)
pada software Erdas Imagine 9.1 sesuai batas wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu.
Digitasi citra ALOS dilakukan dengan batas administratif Sub DAS CIliwung
Hulu.
3. Interpretasi Visual
Analisis visual (interpretasi secara visual) merupakan suatu kegiatan untuk
mendeteksi obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi yang tampak pada citra
dengan mengenalinya atas dasar karakteristik citra. Pendekatan ini melibatkan
analisis/interpreter untuk mendapatkan informasi yang terekam pada citra dengan
cara interpretasi visual. Elemen-elemen diagnostik dalam analisi visual yang
digunakan adalah rona, warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs, dan
asosiasi. Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Warna
adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum tampak.
Ukuran adalah atribut obyek yang berkaitan dengan jarak, luas, tinggi, lereng,
dan volume. Bentuk adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau
kerangka suatu obyek. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau
pengulangan rona obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual.
Pola adalah susunan keruangan obyek yang merupakan ciri yang memadai bagi
beberapa obyek alamiah. Bayangan, dapat membantu memberikan gambaran
profil suatu obyek, atau bahkan menghalangi proses interpretasi akibat kurangnya
cahaya sehingga sukar diamati pada foto udara. Situs adalah lokasi obyek dalam
hubungannya dengan obyek lain yang sangat berguna untuk membantu
pengenalan suatu obyek. Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara
obyek yang satu dengan obyek yang lain.
Dari interpretasi peta penggunaan/penutupan lahan wilayah Sub DAS
Ciliwung Hulu, diperoleh delapan bentuk penggunaan/penutupan lahan, yaitu
hutan, semak/belukar, kebun/perkebunan, tegalan/ladang, sawah tadah hujan,
sawah irigasi, rumput/tanah kosong, dan pemukiman.
19
4. Ekstraksi Landform
Tahap ekstraksi ini bertujuan untuk menghasilkan beberapa parameter peta
dari suatu peta dari data atribut peta tersebut. Peta Tanah Semidetil diekstrak
menjadi peta kemiringan lereng, peta drainase tanah dan peta tekstur tanah,
sedangkan Peta Land System diekstrak menjadi peta kedalaman tanah dengan
modifikasi skala menggunakan bantuan dari DEM SRTM dan Peta Tanah
Semidetil.
5. Tumpang Tindih (Overlay)
Pada tahap ini dilakukan dengan menggunakan metode overlay peta
digital. Peta kelas erosi diperoleh dari hasil overlay antara peta
penggunaan/penutupan lahan dan peta tanah. Lima faktor pembatas yang
ditumpangtindihkan, yaitu peta kemiringan lereng, peta erosi, peta kedalaman
tanah, peta tekstur tanah, dan peta drainase tanah.
6. Penetapan Kemampuan Fisik Lahan
Pada tahap ini, penentuan kemampuan fisik lahan yang dikategorikan ke
dalam bentuk kelas dan subkelas. Besarnya hambatan yang ada untuk masing-
masing parameter menentukan masuk ke dalam kelas dan subkelas mana lahan
tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun
2009, penentuan kelas dan subkelas kemampuan lahan dilakukan dengan teknik
Boolean. Kemampuan fisik lahan dikelaskan ke dalam 8 (delapan) kelas, yaitu
kelas I sampai dengan kelas VIII. Kemampuan lahan kategori kelas dapat dibagi
ke dalam kategori subkelas yang didasarkan pada jenis faktor penghambat atau
ancaman dalam penggunaannya. Kategori subkelas hanya berlaku untuk kelas II
sampai dengan kelas VIII, karena lahan kelas I tidak mempunyai faktor
penghambat. Kelas kemampuan lahan dapat dirinci ke dalam subkelas
berdasarkan empat faktor penghambat, yaitu kemiringan lereng (t), penghambat
terhadap perakaran tanaman (s), tingkat erosi/bahaya erosi (e), dan genangan air
(w).
20
Dari hasil overlay peta, diperoleh kombinasi kelima faktor pembatas, yaitu
kemiringan lereng, tingkat kelas erosi, kedalaman tanah, drainase tanah, dan
tekstur tanah, sehingga dapat dilakukan identifikasi kelas kemampuan lahan.
Besarnya faktor pembatas yang ada menentukan masuk ke dalam kelas dan
subkelas mana lahan tersebut. Sebagai contoh, lahan yang memiliki kemiringan
lereng datar dan tidak mempunyai faktor pembatas dari parameter lainnya masuk
ke dalam kelas I. Contoh yang lebih rinci untuk mengidentifikasi kelas dan
subkelas lahan dijabarkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Contoh Identifikasi Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan
No. No. Sampel 1
Kode Kemampuan
Lahan Faktor Pembatas Data
1 Kemiringan Lereng > 3 - 8 % B II
2 Tingkat Erosi Erosi Ringan e1 II
3 Kedalaman Tanah Dalam k0 I
4 Tekstur Tanah Halus t1 I
5 Drainase Tanah Baik d0 I
Kelas
II
Subkelas II t, e
Dari penjabaran pada Tabel 3, maka lahan dengan unit karakteristik
tersebut masuk ke dalam kategori kelas II dengan faktor pembatas kemiringan
lereng (t) dan tingkat erosi (e).
Setelah peta penggunaan/penutupan lahan didigitasi dan diinterpretasi dan
setelah ditentukan kelas kemampuan lahan beserta faktor-faktor pembatasnya,
selanjutnya dilakukan tumpang tindih (overlay). Kombinasi peta yang
ditumpangtindihkan, yaitu peta penggunaan/penutupan lahan eksisting dengan
peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025,
peta penggunaan/penutupan lahan eksisting dengan peta kemampuan lahan, dan
peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025
dengan peta kemampuan lahan. Masing-masing kombinasi peta yang
ditumpangtindihkan tersebut dioverlay dengan peta administrasi Sub DAS
Ciliwung Hulu. Kemudian dilakukan penghitungan luas masing-masing poligon
dalam satuan meter. Kemudian peta hasil kombinasi tumpang tindih di-query
berdasarkan matrik logika inkonsistensi terhadap RTRW (Lampiran 1) dan matrik
21
logika ketidaksesuaian terhadap kemampuan lahan (Lampiran 2 dan 3) yang
menghasilkan 3 kombinasi peta tersebut.
3.3.3. Pengecekan Lapang
Data untuk pengecekan lapang (ground checking) mengacu pada
kombinasi peta inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap
RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dan kombinasi peta ketidaksesuaian
penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan. Pengambilan
sampel dilakukan secara acak (random) agar keterwakilan data baik. Menurut
Nasution (2003), pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasi,
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Dengan cara
random, bias pemilihan dapat diperkecil, sekecil mungkin. Ini merupakan salah
satu usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif.
Sampel pengecekan lapang dilakukan pada poligon terluas yang mewakili
setiap kombinasi menurut kelas penggunaan/penutupan lahan dan menurut kelas
peruntukan lahan RTRW untuk peta inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan
eksisting terhadap RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, serta pada poligon
terluas yang mewakili setiap kombinasi menurut kelas penggunaan/penutupan
lahan dan menurut kelas kemampuan lahan untuk peta ketidaksesuaian
penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan.
Pengecekan data lapang dilakukan untuk mengamati kondisi aktual
penggunaan lahan. Urgensi dari pengecekan data lapang adalah untuk
memperkuat hasil analisis interpretasi, terutama dalam kaitannya dengan
pengkoreksian peta penggunaan lahan, sehingga hasil akhir data yang di dapat
memiliki tingkat akurasi dan keterwakilan yang tinggi. Data lapang yang
diperoleh kembali dicocokkan dengan data hasil analisis yang pertama.
Pengecekan lapang dilaksanakan selama tiga hari pada minggu pertama
bulan November 2011, pada pukul 08.00 – 17.00 WIB. Alat yang digunakan
untuk pengecekan lapang adalah GPS, kamera digital, dan alat tulis.
22
3.3.4. Tahap Analisis Data
Data untuk keperluan analisis selanjutnya diektrak dari data atribut dari 3
kombinasi peta, dengan menggunakan MS Office Excell pada format file dbase
(.dbf). Kemudian luas yang dalam satuan meter persegi (m2) di konversi ke dalam
satuan hektar (Ha). Analisis data kombinasi menggunakan pivot table untuk
melihat luas poligon (Ha) dan jumlah poligon masing-masing kombinasi.
Gambar 3. Bagan Alur Metode II
23
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1. Letak dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kawasan Puncak, Sub DAS CIliwung Hulu,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kawasan ini merupakan daerah dataran tinggi
karena berada pada daerah pegunungan. Secara astronomis daerah ini terletak
pada kedudukan 6o 37’ 48’’ – 6
o 46’ 12’’ Lintang Selatan (LS) dan 106
o 49’ 48’’
– 107o 00’ 00’’ Bujur Timur (BT). Sub DAS Ciliwung Hulu di Kabupaten Bogor
mencakup 4 (empat) kecamatan, yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua,
Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Sukaraja.
Lokasi penelitian memiliki luas 14.587,06 Ha yang meliputi 27 desa untuk
4 kecamatan. Untuk lebih rinci luas setiap kecamatan dan desa yang terdapat di
wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Tabel 4.
Gambar 4. Peta Administrasi Wilayah Penelitian
24
Tabel 4. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kecamatan dan Desa di Daerah
Penelitian
No Kode Kecamatan Desa Luas Total Luas
Ha % Ha %
1 3201100004 Ciawi Bojong Murni 905.80 6.21 1412.70 9.68
2 3201100006
Banjar Sari 37.41 0.26
3 3201100010
Banjar Waru 31.98 0.22
4 3201100011
Ciawi 55.92 0.38
5 3201100012
Bendungan 149.37 1.02
6 3201100013 Pandansari 232.21 1.59
7 3201110001 Cisarua Citeko 584.07 4.00 7098.50 48.66
8 3201110002
Cibeureum 1118.12 7.67
9 3201110003
Tugu Selatan 2428.47 16.65
10 3201110004
Tugu Utara 1133.51 7.77
11 3201110005
Batu Layang 272.29 1.87
12 3201110006
Cisarua 240.52 1.65
13 3201110007
Kopo 652.85 4.48
14 3201110008
Leuwimalang 135.93 0.93
15 3201110009
Jogjogan 236.73 1.62
16 3201110010
Cilember 296.01 2.03
17 3201120001 Megamendung Sukaresmi 229.91 1.58 5911.93 40.53
18 3201120002
Sukagalih 408.92 2.80
19 3201120003
Kuta 548.52 3.76
20 3201120004
Sukakarya 435.20 2.98
21 3201120005
Sukamanah 104.42 0.72
22 3201120006
Sukamaju 212.79 1.46
23 3201120008
Gadog 441.10 3.02
24 3201120009
Cipayung Datar 963.43 6.60
25 3201120010
Cipayung Girang 197.67 1.36
26 3201120011
Megamendung 2369.97 16.25
27 3201130001 Sukaraja Cibanon 163.92 1.12 163.92 1.12
Total Luas 14587.06 100
Sumber : Hasil Analisis 2011, dari Peta Administrasi Desa Provinsi Jawa Barat
4.2. Iklim
Sub DAS Ciliwung Hulu terletak di ketinggian 1.530 mdpl, topografi
bergelombang dan berbukit, kelas lereng 2,7%-74,3% dengan panjang lereng 500-
700 m. Curah hujan rata-rata di daerah Sub DAS Ciliwung Hulu sebesar 2.929 –
4.956 mm/tahun. Perbedaan bulan basah dan bulan kering sangat mencolok, yaitu
10,9 Bulan basah per tahun dan hanya 0,6 Bulan kering per tahun. Tipe iklim
menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson (1951) dalam Aditama (2007)
yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (> 200 mm) dan
Bulan Kering (< 100 m) adalah termasuk ke dalam Tipe A.
25
4.3. Geologi dan Geomorfologi
Formasi batuan yang menutupi wilayah sekitar Bogor terdapat 4 satuan,
yaitu bahan volkan, aluvial sungai, breksi bersusunan andesit dan bahan napal
(LPT, 1986 dalam Aditama, 2007).
Jurusan Tanah IPB (1990) menyatakan bahwa kondisi geologi daerah
penelitian dapat dibagi atas 4 formasi geologi, yaitu Formasi Qvu: Terletak pada
bagian atas dari Sub DAS yang mempunyai lereng rata-rata di atas 40%. Formasi
ini merupakan endapan lahar, aliran lava, breksi gunung api, batu pasir tufa.
Formasi Qvba: Terletak pada bagian atas Sub DAS, formasi ini merupakan aliran
basal dari Geger Bentang. Formasi Qvb: Terdiri dari breksi gunung api, lahar.
Formasi Qv: Formasi ini terletak pada outlet dengan luasan yang kecil, merupakan
lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat, dan endapan lahar.
Geomorfologi Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh dataran volkanik
tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil yang merupakan
dataran alluvial. Geomorfologi daerah ini dibentuk oleh dua gunung api muda,
yaitu Gunung Salak (2.211 m) dan Gunung Gede Pangrango (3.019 m).
Rangkaian pegunungan api tua yang terdiri dari Gunung Malang (1.262 m),
Gunung Limo, Gunung Kencana, dan Gunung Gendongan (Riyadi dalam
Janudianto, 2004).
4.4. Tanah
Tanah-tanah yang terbentuk umumnya berasal dari bahan induk abu
volkan dan batuan piroklastik. Pada Peta Tanah Semidetil Tahun 1992 skala
1:50.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, jenis
tanah yang terdapat di Sub DAS Ciliwung Hulu meliputi order Andisol, Ultisol,
Inceptisol, dan Entisol yang masing-masing sebesar 38%, 11%, 48%, dan 2,1%
(Janudianto, 2004).
Inceptisol adalah tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang
ditandai oleh perkembangan profil yang lemah dan masih banyak menyerupai
sifat bahan induknya (Rachim dan Suwardi, 2002). Inceptisol di daerah penelitian
dijumpai dalam bentuk Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts,
26
Konsosiasi Typic Dystropepts, dan Konsosiasi Typic Eutropepts. Umumnya
ditemukan di daerah lereng tengah hingga lereng bawah dari area penelitian.
Andisol terbentuk dari pelapukan bahan induk volkan yang menghasilkan bahan
amorf. Bahan amorf terdiri dari alofan, ferrihidrit, dan senyawa kompleks humus-
aluminium. Tanah ini berwarna hitam kelam, berbobot isi rendah (<0,85g/cm3),
dan dikenal terasa berminyak (smeary) bila diremas karena mengandung bahan
organik antara 8% hingga 30%.
Andisol banyak ditemukan di daerah berelevasi tinggi seperti lereng atas
dan sekitar puncak Gunung Mandalawangi, Gunung Joglog, Gunung Sumbul, dan
Gunung Mas. Umumnya Andisol berada dalam bentuk konsosiasi Typic
Hapludands, dan Asosiasi Typic Hapludands dan Typic Tropopsamments. Ultisol
merupakan tanah yang memiliki horison argilik dengan kejenuhan basa kurang
dari 35%. Ultisol terbentuk di daerah dengan bahan induk yang berumur lebih tua,
akibatkan oleh proses liksiviasi lebih lanjut yang akan membentuk horizon argilik.
Di daerah penelitian, Ultisol berada dalam bentuk konsosiasi Typic Hapludults,
ditemukan di bagian utara daerah penelitian. Entisol merupakan tanah-tanah yang
tingkat perkembangannya relatif baru. Di daerah penelitian, Entisol menyebar di
sepanjang bantaran Sungai Ciliwung dalam bentuk kompleks Typic Troporthents-
Typic Fluvaquents. Luas penyebaran tanah di setiap kecamatan di Sub DAS
Ciliwung Hulu disajikan pada Lampiran 4.
27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penggunaan / Penutupan Lahan Eksisting
Penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu hasil digitasi
citra ALOS tahun 2009 memiliki 9 tipe penggunaan/penutupan lahan, yaitu hutan,
pemukiman, kebun/perkebunan, tegalan/ladang, sawah tadah hujan, sawah irigasi,
semak/belukar, air tawar, dan rumput/tanah kosong, seperti yang terlihat pada peta
(Gambar 5). Penggunaan/penutupan lahan terluas di daerah penelitian adalah
penggunaan/penutupan lahan hutan sebesar 5.269,80 Ha atau 36,13% dari total
luas daerah penelitian. Hal tersebut karena daerah penelitian merupakan daerah
konservasi air yang berfungsi memberikan perlindungan bagi daerah di bawahnya,
yaitu Kota Bogor dan DKI Jakarta. Pemukiman memiliki luasan terluas kedua,
yaitu sebesar 3.446,78 Ha atau 23,63% dari total luas daerah penelitian. Luas
pemukiman yang cukup tinggi dapat memungkinkan terjadinya penyimpangan
penggunaan/penutupan lahan baik dari peruntukan lahan RTRW, maupun
kemampuan lahan di daerah penelitian yang seharusnya sebagai kawasan lindung
ataupun kawasan pertanian menjadi kawasan terbangun. Luas masing-masing
penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS CIliwung Hulu disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Penggunaan/Penutupan Lahan di Sub
DAS Ciliwung Hulu
No. Penggunaan/Penutupan
Lahan
Luas
Ha %
1 Hutan 5269.80 36.13
2 Pemukiman 3446.78 23.63
3 Kebun / Perkebunan 2619.05 17.95
4 Tegalan / Ladang 2086.91 14.31
5 Sawah Tadah Hujan 838.40 5.75
6 Semak / Belukar 171.20 1.17
7 Sawah Irigasi 62.84 0.43
8 Air Tawar 46.30 0.32
9 Rumput / Tanah Kosong 45.78 0.31
Total Luas 14587.06 100
Sumber: Hasil Analisis, 2011
28
Gambar 5. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting tahun 2009 di Sub DAS
Ciliwung Hulu
5.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Hasil overlay antara beberapa unsur lahan seperti kemiringan lereng, erosi,
kedalaman tanah, tekstur, dan drainase, akan diperoleh klasifikasi kemampuan
lahan. Klasifikasi kemampuan lahan meliputi kelas dan subkelas kemampuan
lahan. Kelas kemampuan lahan memiliki tingkat kesamaan faktor-faktor pembatas
dengan 8 kelas kemampuan lahan yang dikelompokkan ke dalam kelas I sampai
dengan kelas VIII. Dalam kaitannya dengan penggunaan lahan, semakin tinggi
kelas kemampuan lahannya maka semakin sedikit pilihan penggunaan lahannya,
dimana pertimbangan kualitas lahan yang semakin buruk dan memiliki faktor
pembatas yang besar. Sedangkan semakin rendah kelas kemampuan lahannya
maka kualitas lahannya semakin baik dan memiliki faktor pembatas yang kecil,
sehingga sesuai untuk banyak penggunaan lahan.
29
Dalam analisis yang dilakukan di daerah penelitian terdapat 7 (tujuh) kelas
kemampuan lahan antara lain kelas I, II, III, IV, VI, VII, dan VIII yang tersebar di
masing-masing kecamatan. Kelas kemampuan lahan terluas dimiliki oleh lahan
kelas VIII, yaitu sebesar 3.345,95 Ha atau 22,94% dari total luas kelas
kemampuan lahan di daerah penelitian. Hal tersebut sesuai karena wilayah
penelitian terdapat di kaki gunung Gunung Pangrango yang berfungsi sebagai
daerah resapan air dan termasuk kawasan lindung yang memiliki kelas
kemampuan lahan VIII. Luas masing-masing kelas kemampuan lahan disajikan
pada Tabel 6. Pada lahan di kecamatan Cisarua dan kecamatan Megamendung
terdapat lahan kelas I, II, III, IV, VI, VII, dan VIII. Sedangkan pada kecamatan
Ciawi terdapat lahan kelas II, III, IV, VI, VII, dan VIII. Lahan di kecamatan
Sukaraja hanya terdapat lahan kelas IV, VI dan VII. Peta penyebaran klasifikasi
kemampuan lahan disajikan pada Gambar 6.
Setiap kelas kemampuan lahan memiliki masing-masing faktor pembatas
yang berbeda dan setiap kesamaan jenis faktor pembatas tersebut dapat
mengklasifikasikan subkelas kemampuan lahan. Untuk kelas kemampuan lahan I
tidak memiliki faktor pembatas sehingga cocok untuk digunakan sebagai
penggunaan lahan apapun. Kemampuan lahan kelas II dengan kemiringan lereng
>3%-8% memiliki tingkat erosi yang ringan dan kedalaman tanah yang sedang,
serta drainase tanahnya yang baik dan agak terhambat masih memiliki pilihan
penggunaan yang relatif banyak tetapi untuk penggunaan lahan yang sangat
intensif sangat tidak disarankan pada kelas kemampuan lahan ini.
Kemampuan lahan kelas III memiliki pilihan penggunaan lahan yang lebih
sedikit dari kelas kemampuan lahan II karena memiliki faktor pembatas yang
lebih berat, seperti kemiringan lereng >8%-15%, tingkat erosi sedang, kedalaman
tanahnya dangkal, dan berdrainase sedang. Faktor pembatas yang lebih berat lagi
terjadi pada kemampuan lahan kelas IV yang memiliki kemiringan lereng >15%-
30%, tingkat erosi agak berat, dan berdrainase baik dan cepat. Sedangkan untuk
kemampuan lahan kelas VI, menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007),
sudah tidak cocok digunakan untuk penggunaan lahan pertanian karena memiliki
faktor pembatas yang berat, yaitu kemiringan lereng >30%-45% dan tingkat erosi
berat.
30
Menurut Arsyad (2006), tanah-tanah dengan kelas kemampuan lahan VII
memiliki faktor pembatas yang berat dan tidak dapat dihilangkan, seperti terdapat
pada kemiringan lereng >45%-65% dan tingkat erosi yang sangat berat. Lahan
kelas kemampuan VIII lebih sesuai jika dibiarkan dalam keadaan alami dengan
faktor pembatas dalam penelitian ini adalah terdapat pada kemiringan lereng
>65% dan memiliki tekstur tanah yang sedang hingga kasar. Rincian faktor
pembatas setiap kelas kemampuan lahan dapat dilihat pada Tabel 7. Pada kelas II,
kelas VI, dan kelas VII faktor yang menjadi pembatas adalah kemiringan lereng
(t) dan erosi (e). Pada kelas III faktor yang menjadi pembatas adalah kemiringan
lereng (t), erosi (e), kedalaman tanah atau tekstur (s), dan drainase (w). Sedangkan
pada kelas IV faktor yang menjadi pembatas adalah kemiringan lereng (t), erosi
(e), dan drainase (w). Pada kelas VIII faktor yang menjadi pembatas adalah
kemiringan lereng (t), dan kedalaman tanah atau tekstur (s). Luas masing-masing
subkelas kemampuan lahan disajikan pada Tabel 6.
Gambar 6. Peta Penyebaran Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan
Tabel 6. Luas (Ha) dan Proporsi (%) Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan
No. Kemampuan Lahan Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Total Luas
Kelas Subkelas Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
1 I
- - 168.47 1.15 24.03 0.16 - - 192.50 1.32 2 II
73.06 0.50 822.05 5.64 758.23 5.20 - - 1653.34 11.33
3
II e 42.69 0.29 136.21 0.93 163.72 1.12 - - 342.63 2.35 4 II t, e 30.37 0.21 685.84 4.70 594.50 4.08 - - 1310.72 8.99
5 III
352.64 2.42 1434.41 9.83 998.86 6.85 - - 2785.90 19.10 6
III e 242.03 1.66 - - 258.71 1.77 - - 500.74 3.43
7
III e, s - - - - 2.53 0.02 - - 2.53 0.02 8
III s - - - - 23.84 0.16 - - 23.84 0.16
9
III t 12.01 0.08 786.96 5.39 202.05 1.39 - - 1001.02 6.86 10
III t, e 19.12 0.13 647.45 4.44 511.51 3.51 - - 1178.08 8.08
11
III t, e, w 76.77 0.53 - - - - - - 76.77 0.53 12 III t,w 2.70 0.02 - - 0.21 0.00 - - 2.91 0.02
13 IV
15.90 0.11 716.75 4.91 1460.37 10.01 9.87 0.07 2202.90 15.10 14
IV e 13.45 0.09 85.35 0.59 187.35 1.28 9.17 0.06 295.33 2.02
15
IV t, e - - 631.40 4.33 1248.56 8.56 0.70 0.00 1880.66 12.89 16 IV t, e, w 2.46 0.02 - - 24.45 0.17 - - 26.91 0.18
17 VI
29.04 0.20 517.86 3.55 888.36 6.09 125.18 0.86 1560.44 10.70 18
VI e 14.01 0.10 347.52 2.38 161.70 1.11 125.18 0.86 648.41 4.45
19
VI t 15.03 0.10 137.14 0.94 674.86 4.63 - - 827.02 5.67
20 VI t, e - - 33.20 0.23 51.80 0.36 - - 85.00 0.58
21 VII
40.71 0.28 1075.63 7.37 1700.81 11.66 28.87 0.20 2846.02 19.51 22
VII e 40.71 0.28 214.26 1.47 279.33 1.91 28.87 0.20 563.17 3.86
23
VII t - - 746.14 5.12 1420.70 9.74 - - 2166.84 14.85 24 VII t, e - - 115.24 0.79 0.78 0.01 - - 116.02 0.80
25 VIII
901.34 6.18 2363.33 16.20 81.28 0.56 - - 3345.95 22.94 26
VIII s 49.62 0.34 1392.22 9.54 - - - - 1441.84 9.88
27 VIII t, s 851.72 5.84 971.11 6.66 81.28 0.56 - - 1904.11 13.05
28 Total Luas
1412.70 9.68 7098.50 48.66 5911.93 40.53 163.92 1.12 14587.06 100
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Tabel 7. Faktor Pembatas Setiap Kelas Kemampuan Lahan yang Dianalisis
No. Faktor
Pembatas
Kelas Kemampuan Lahan
I II III IV VI VII VIII
1 Kemiringan
lereng 0 - < 3 % > 3 - 8 %
> 8 - 15
%
> 15 -
30 %
> 30 -
45 %
> 45 -
65 % > 65 %
2 Tingkat
erosi
Tidak ada
erosi
Erosi
ringan
Erosi
sedang
Erosi
agak
berat
Erosi
berat
Erosi
sangat
berat
(*)
3 Kedalaman
tanah Dalam Sedang Dangkal (*) (*) (*) (*)
4 Tekstur Halus (*) (*) (*) (*) (*)
Sedang
dan
kasar
5 Drainase Baik
Baik dan
agak
terhambat
Sedang
Baik
dan
cepat
(*) (*) (*)
(*) : dapat mempunyai sembarang faktor pembatas
Sumber: Hasil Analisis, 2011
5.3. Peruntukan Penggunaan Lahan menurut RTRW Kabupaten Bogor
tahun 2005-2025
Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun
2005-2025 yang digunakan dalam penelitian ini mencakup wilayah penelitian Sub
DAS Ciliwung Hulu. Peta RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dioverlay
dengan peta administrasi desa penelitian yang terdiri dari 27 desa yang
disajikankan pada peta (Gambar 7). Berdasarkan peta tersebut, daerah penelitian
memiliki 11 peruntukan lahan yang terbagi kedalam dua tipe kawasan, yaitu
kawasan lindung dan kawasan budidaya. Peruntukan lahan yang termasuk
kawasan lindung adalah hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, dan
sungai besar. Sedangkan peruntukan lahan yang termasuk kawasan budidaya,
yaitu pertanian lahan kering, perkebunan, tanaman tahunan, permukiman
perkotaan (hunian rendah), permukiman perkotaan (hunian sedang), permukiman
perdesaan (hunian rendah), permukiman perdesaan (hunian jarang).
33
Gambar 7. Peta Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bogor tahun 2005-2025
Kawasan lindung dan kawasan budidaya memiliki proporsi luas yang
seimbang untuk peruntukan lahan di daerah penelitian. Luas kawasan lindung
adalah 7.290,32 Ha atau 49,98% dari total luas peruntukan lahan di Sub DAS
Ciliwung Hulu, dan luas kawasan budidaya adalah 7.296,74 Ha atau 50,02% dari
total luas peruntukan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu. Peruntukan lahan terluas
yang mencakup kawasan lindung di daerah penelitian terdapat pada peruntukan
hutan lindung, yaitu 4.865,87 Ha (33,36% dari total luas peruntukan lahan Sub
DAS Ciliwung Hulu). Kawasan lindung tersebut diarahkan di beberapa desa di
Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Megamendung yang
memang memiliki letak dan kondisi wilayah pada ketinggian dan kemiringan
lereng yang cukup tinggi dan curam. Sedangkan peruntukan lahan yang
mendominasi kawasan budidaya di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu pada
peruntukan pertanian lahan kering sebesar 1.965,48 Ha atau 13,47% dari total luas
34
peruntukan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu. Luas masing-masing peruntukan
lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Luas (Ha) dan Proporsi (%) Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025
No.
RTRW Kab. Bogor tahun 2005-2025 Luas Total Luas
Tipe
Kawasan Peruntukan Ha % Ha %
1 Lindung Hutan Lindung 4865.87 33.36 7290.32 49.98
2
Hutan Konservasi 2334.18 16.00
3
Sungai Besar 45.75 0.31
4 Hutan Produksi 44.52 0.31
5 Budidaya Pertanian Lahan Kering 1965.48 13.47 7296.74 50.02
6
Perkebunan 1523.59 10.44
7
Permukiman Perkotaan
(Hunian Rendah) 1475.96 10.12
8
Permukiman Perkotaan
(Hunian Sedang) 917.65 6.29
9
Permukiman Perdesaan
(Hunian Rendah) 761.86 5.22
10
Permukiman Perdesaan
(Hunian Jarang) 473.91 3.25
11 Tanaman Tahunan 178.29 1.22
Total Luas 14587.06 100
Sumber: Diekstrak dari hasil digitasi (Afifah, 2010)
5.4. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Peruntukan Lahan RTRW
Luas penggunaan/penutupan lahan yang konsisten terhadap peruntukan
lahan RTRW sebesar 10.998,86 Ha atau 75,30% dari total luas daerah penelitian,
sedangkan luas inkonsistensi sebesar 3.608,05 Ha atau 24,70% dari total luas
daerah penelitian dengan kombinasi inkonsistensi sebanyak 26 kombinasi.
Menurut hasil analisis, diperoleh 10 besar luasan inkonsistensi
penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap peruntukan lahan RTRW yang
disajikan pada Tabel 9. Luas inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan hutan
lindung dengan penggunaan lahan kebun/perkebunan sebesar 879,81 Ha atau
6,02% dari total luas daerah penelitian. Hal tersebut sejalan dengan fakta di
lapang, bahwa di Kawasan Puncak terdapat Kawasan Wisata Agro Gunung Mas
yang merupakan perkebunan teh terluas di Jawa Barat yang dikelola oleh PTPN
VIII. Diikuti peruntukan pertanian lahan kering dengan penggunaan lahan
35
pemukiman sebesar 626,40 Ha atau 4,29% dari total luas daerah penelitian, dan
peruntukan perkebunan dengan penggunaan lahan pemukiman sebesar 361,94 Ha
atau 2,48% dari total luas daerah penelitian. Hasil analisis tersebut sesuai dengan
meningkatnya pembangunan pemukiman padat penduduk dan vila-vila mewah di
kawasan Puncak. Berdasarkan matriks logik inkonsistensi pada Lampiran 1, maka
diperoleh peta hasil overlay peta penggunaan/penutupan lahan eksisting tahun
2009 dengan peta peruntukan lahan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025
disajikan pada Gambar 9.
Matriks logik tersebut didasarkan konsep land rent (nilai ekonomi lahan),
yaitu suatu alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas dengan land rent yang
lebih rendah ke aktivitas yang land rent lebih tinggi. Pergeseran pengunaan lahan
berlangsung secara searah dan bersifat irreversible, seperti lahan-lahan hutan yang
sudah dikonversi menjadi lahan pertanian umumnya sulit dihutankan kembali
(Rustiadi et al., 2011)
Gambar 8 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak yang
mengalami inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap
peruntukan lahan RTRW di daerah penelitian. Jumlah poligon yang inkonsisten
berjumlah 631 poligon dari total poligon daerah penelitian. Poligon inkonsistensi
terbanyak berjumlah 127 poligon pada inkonsistensi peruntukan pertanian lahan
kering dengan penggunaan lahan pemukiman. Diikuti dengan inkonsistensi
peruntukan hutan lindung dengan penggunaan lahan pemukiman sebanyak 122
poligon, dan peruntukan perkebunan dengan penggunaan lahan pemukiman
sebanyak 73 poligon. Dari hasil cek lapang, sebagian besar lahan-lahan di daerah
penelitian baik kawasan lindung maupun kawasan budidaya pertanian banyak
yang terkonversi menjadi penggunaan pemukiman.
Urutan 10 besar luas rata-rata poligon inkonsistensi terluas digambarkan
pada Gambar 10. Luas rata-rata poligon terluas pada kombinasi peruntukan hutan
konservasi dengan penggunaan lahan kebun/perkebunan, yaitu 30,69 Ha. Diikuti
oleh peruntukan hutan lindung dengan penggunaan lahan kebun/perkebunan
sebesar 21,46 Ha, dan peruntukan hutan produksi dengan penggunaan lahan
semak/belukar sebesar 19,17 Ha.
36
Tabel 9. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi
Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Peruntukan Lahan RTRW
No Kombinasi Inkonsistensi Luas (Ha) Luas (%)
1 Hutan LindungKebun / Perkebunan 879.81 6.02
2 Pertanian Lahan KeringPemukiman 626.40 4.29
3 PerkebunanPemukiman 361.94 2.48
4 Hutan KonservasiKebun / Perkebunan 337.61 2.31
5 Pertanian Lahan KeringSawah Tadah Hujan 323.32 2.21
6 Hutan LindungTegalan / Ladang 322.37 2.21
7 Hutan LindungPemukiman 321.69 2.20
8 Hutan KonservasiPemukiman 71.10 0.49
9 Hutan LindungSemak / Belukar 54.17 0.37
10 Hutan KonservasiTegalan / Ladang 53.67 0.37
Gambar 8. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Inkonsistensi
Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan
RTRW
37
Gambar 9. Peta Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Peruntukan Lahan RTRW
38
Gambar 10. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Terbesar Kombinasi
Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW (Ha)
Tabel 10 menyajikan urutan 10 besar desa terluas yang mengalami
inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap peruntukan lahan
RTRW. Luas desa yang mengalami inkonsistensi terbesar di wilayah Sub DAS
Ciliwung Hulu adalah Desa Megamendung di Kecamatan Megamendung sebesar
661,73 Ha atau 4,53% dari total luas daerah penelitian. Menurut hasil cek lapang,
kombinasi inkonsistensi terluas pada peruntukan hutan lindung dengan
penggunaan lahan kebun/perkebunan terjadi di Desa Megamendung (gambar
disajikan pada Lampiran 5.a). Diikuti oleh Desa Tugu Utara di Kecamatan
Cisarua sebesar 576,85 Ha atau 3,95% dari total luas daerah penelitian, dan Desa
Tugu Selatan di Kecamatan Cisarua sebesar 364,92 Ha atau 2,50% dari total luas
daerah penelitian.
39
Tabel 10. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa Terbesar dalam
Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
terhadap Peruntukan Lahan RTRW
No Kecamatan Desa Luas (Ha) Luas (%)
1 Megamendung Megamendung 661.73 4.53
2 Cisarua Tugu Utara 576.85 3.95
3 Cisarua Tugu Selatan 364.92 2.50
4 Megamendung Kuta 255.39 1.75
5 Megamendung Sukagalih 254.15 1.74
6 Cisarua Citeko 211.10 1.45
7 Cisarua Cibeureum 189.30 1.30
8 Megamendung Sukakarya 181.01 1.24
9 Megamendung Cipayung Datar 138.83 0.95
10 Cisarua Jogjogan 136.27 0.93
Gambar 11 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon yang inkonsisten
terbanyak pada kombinasi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap
kemampuan lahan di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu. Jumlah poligon
inkonsistensi terbanyak terjadi pada Desa Megamendung di Kecamatan
Megamendung sebanyak 152 poligon, diikuti oleh Desa Cilember Datar di
Kecamatan Cisarua sebanyak 57 poligon dan Desa Sukagalih di Kecamatan
Megamendung sebanyak 47 poligon.
Gambar 11. Urutan 10 Besar Desa dengan Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi
Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW
40
5.4.1. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW menurut Klasifikasi
Peruntukan Penggunaan Lahan
Menurut Gambar 12 inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting
dominan terjadi pada peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan hutan lindung sebesar 1.591,31 Ha
atau 44% dari total luas inkonsistensi, diikuti inkonsistensi pada peruntukan
pertanian lahan kering sebesar 979,41 Ha atau 27% dari total luas inkonsistensi,
dan inkonsistensi pada peruntukan hutan konservasi sebesar 496,30 Ha atau 13%
dari total luas inkonsistensi.
Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas peruntukan
lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata poligon (Ha), dan
bentuk kombinasi inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap
peruntukan lahan RTRW menurut klasifikasi peruntukan lahan disajikan pada
Lampiran 6.
Gambar 12. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Inkonsistensi Penggunaan /
Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW
menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan
b) Proporsi Inkonsistensi menurut
Peruntukan Lahan (%)
a) Luas Inkonsistensi menurut
Peruntukan Lahan (Ha)
41
Gambar 13. Urutan5 Besar Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap
Peruntukan Lahan RTRW menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan
(%)
Berdasarkan Gambar 13 kombinasi inkonsistensi terbesar terjadi pada
kombinasi peruntukan hutan produksi menjadi semak/belukar sebesar 43,06% dari
total luas hutan produksi (gambar disajikan pada Lampiran 5.b), diikuti dengan
kombinasi inkonsistensi peruntukan hutan produksi menjadi kebun/perkebunan
sebesar 38,76% dari total luas hutan produksi dan kombinasi inkonsistensi
pertanian lahan kering menjadi pemukiman sebesar 31,87% dari total luas
pertanian lahan kering. Peruntukan lahan RTRW yang paling tinggi mengalami
inkonsistensi adalah pada peruntukan hutan produksi. Hal tersebut menunjukan
bahwa penggunaan lahan eksisting sudah tidak mengikuti kaidah peruntukan
lahan RTRW dan menyimpang dari fungsi utama lahan tersebut. Walaupun
persentase inkonsistensi pada hutan produksi terhadap total luas wilayah
tergolong rendah, namun penggunaan/penutupan lahan eksisting yang inkonsisten
diperuntukan hutan produksi hampir menggeser seluruh fungsi peruntukan lahan
RTRW sebagaimana mestinya dibandingkan dengan peruntukan lahan RTRW
yang lainnya.
42
5.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW menurut Klasifikasi
Peggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
Menurut Gambar 14 pemukiman menempati urutan pertama dalam
penggunaan/penutupan lahan eksisting yang inkonsisten terhadap peruntukan
lahan RTRW sebesar 1.409,30 Ha atau 39% dari total luas inkonsistensi, diikuti
oleh penggunaan lahan kebun/perkebunan dengan luas 1.234,67 Ha atau 34% dari
total luas inkonsistensi, dan penggunaan lahan sawah tadah hujan sebesar 414,04
Ha atau 12% dari total luas inkonsistensi.
Gambar 14. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Inkonsistensi Penggunaan/
Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Penggunaan
Lahan RTRW menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan
Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas
penggunaan/penutupan lahan eksisting dan total luas wilayah, jumlah poligon,
luas rata-rata poligon (Ha), dan bentuk kombinasi inkonsistensi
penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap peruntukan lahan RTRW menurut
klasifikasi penggunaan/penutupan lahan eksisting disajikan pada Lampiran 7.
Berdasarkan Gambar 15 kombinasi inkonsistensi penggunaan/penutupan
lahan eksisting terhadap peruntukan lahan RTRW terbesar adalah kombinasi
penggunaan sawah tadah hujan pada peruntukan lahan pertanian lahan kering
dengan luas inkonsistensi sebesar 38,56% dari total luas sawah tadah hujan
(gambar disajikan pada Lampiran 5.c), diikuti dengan kombinasi inkonsistensi
kebun/perkebunan pada peruntukan lahan hutan lindung sebesar 33,59% dari total
luas kebun/perkebunan dan kombinasi inkonsistensi semak/belukar pada
b) Proporsi Inkonsistensi menurut
Penggunaan/Penutupan Lahan (%)
a) Luas Inkonsistensi menurut
Penggunaan/Penutupan Lahan (Ha)
43
peruntukan lahan hutan lindung sebesar 31,64% dari total luas semak/belukar.
Penggunaan lahan semak/belukar merupakan penggunaan/penutupan lahan
eksisting yang paling tinggi ketidakkonsistenannya terhadap peruntukan lahan
RTRW. Tingginya ketidakkonsistenan semak/belukar pada daerah penelitian
menunjukan bahwa sudah terjadi degradasi lahan yang sangat signifikan dan
status kepemilikan lahan yang terabaikan.
Gambar 15. Urutan 5 Besar Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap
Peruntukan Lahan RTRW menurut klasifikasi
Penggunaan/Penutupan Lahan
5.5. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Kemampuan Lahan Wilayah
Hasil overlay peta klasifikasi kemampuan lahan dengan peta
penggunaan/penutupan lahan eksisting Sub DAS Ciliwung Hulu, diperoleh peta
ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan
lahan (Gambar 18). Menurut hasil analisis peta, luas kesesuaian
penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan sebesar
9.723,64 Ha atau 66,66% dari total luas wilayah penelitian, sedangkan sekitar
4.863,18 Ha atau 33,34% dari total luas wilayah penelitian tidak sesuai terhadap
kemampuan lahannya dengan 22 bentuk kombinasi ketidaksesuaian
penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan.
Ketidaksesuaian terbesar terjadi pada kelas kemampuan lahan II dengan faktor
44
pembatas kemiringan lereng (t) dan tingkat erosi (e) dengan penggunaan
pemukiman sebesar 655,59 Ha atau 4,49% dari total luas wilayah penelitian.
Kelas kemampuan lahan III dengan faktor pembatas kemiringan lereng (t) dengan
penggunaan pemukiman sebesar 639,64 Ha atau 4,39% dari total luas wilayah
penelitian. Diikuti luas kelas kemampuan lahan VII dengan faktor pembatas
tingkat erosi (e) dengan penggunaan pemukiman, yaitu 511,35 Ha atau 3,51% dari
total luas wilayah penelitian. Tabel 11 menampilkan secara rinci urutan 10 besar
luas kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap
kemampuan lahan.
Tabel 11. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Kemampuan Lahan
No. Kombinasi Ketidaksesuaian Luas (Ha) Luas (%)
1 II t, e Pemukiman 655.59 4.49
2 III t Pemukiman 639.64 4.39
3 VII e Pemukiman 511.35 3.51
4 III e Pemukiman 468.15 3.21
5 VII t Kebun / Perkebunan 400.66 2.75
6 VI e Pemukiman 337.01 2.31
7 III t, e Pemukiman 302.39 2.07
8 VIII s Kebun / Perkebunan 210.34 1.44
9 II e Pemukiman 189.07 1.30
10 VII t Tegalan / Ladang 141.42 0.97
Jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan eksisting yang tidak sesuai
terhadap kemampuan lahan berjumlah 2.159 poligon dari total poligon di daerah
penelitian. Poligon ketidaksesuaian terbanyak berjumlah 251 poligon pada
kombinasi ketidaksesuaian kelas kemampuan lahan VII dengan faktor pembatas
erosi dengan penggunaan pemukiman. Ketidaksesuaian kelas kemampuan lahan
VII dengan faktor pembatas erosi dengan penggunaan kebun/perkebunan
memiliki jumlah 201 poligon. Kemudian diikuti oleh kelas kemampuan lahan IV
dengan faktor pembatas kemiringan lereng dan tingkat erosi dengan penggunaan
pemukiman memiliki jumlah 192 poligon. Urutan 10 besar jumlah poligon
terbanyak digambarkan pada Gambar 16.
45
Urutan 10 besar luas rata-rata poligon terluas digambarkan pada Gambar
17. Luas rata-rata terluas pada kombinasi kelas kemampuan lahan VII dengan
faktor pembatas kemiringan lereng dengan penggunaan kebun/perkebunan, yaitu
14,84 Ha. Diikuti oleh kelas kemampuan lahan III dengan faktor pembatas
kemiringan lereng, tingkat erosi, dan drainase tanah dengan penggunaan
pemukiman sebesar 14,48 Ha, dan kelas kemampuan lahan VIII dengan faktor
pembatas tekstur tanah dengan penggunaan kebun/perkebunan sebesar 11,69 Ha.
Gambar 16. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Ke-
tidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Kemampuan Lahan
Tabel 12 menyajikan urutan 10 besar desa terluas yang mengalami
ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan. Luas
ketidaksesuaian terbesar terjadi di Desa Tugu Selatan di Kecamatan Cisarua
dengan luas ketidaksesuaian sebesar 640,94 Ha atau 4,39% dari total luas wilayah
penelitian. Menurut hasil cek lapang, kombinasi ketidaksesuaian terluas pada
kemampuan lahan kelas II dengan faktor pembatas kemiringan lereng dan tingkat
erosi dengan penggunaan pemukiman terjadi pada pada desa tersebut (gambar
disajikan pada Lampiran 5.d). Diikuti oleh Desa Tugu Utara di Kecamatan
Cisarua sebesar 535,69 Ha atau 3,67% dari total luas wilayah penelitian, dan Desa
46
Cipayung Datar di Kecamatan Megamendung sebesar 382,89 Ha atau 2,62% dari
total luas wilayah penelitian.
Gambar 17. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Terbesar Kombinasi Ke-
tidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Kemampuan Lahan (Ha)
Tabel 12. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa Terbesar Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Kemampuan Lahan
No Kecamatan Desa Luas (Ha) Luas (%)
1 Cisarua Tugu Selatan 640.94 4.39
2 Cisarua Tugu Utara 535.69 3.67
3 Megamendung Cipayung Datar 382.89 2.62
4 Cisarua Cibeureum 315.98 2.17
5 Megamendung Megamendung 294.37 2.02
6 Cisarua Kopo 278.24 1.91
7 Megamendung Gadog 231.86 1.59
8 Cisarua Batu Layang 214.31 1.47
9 Ciawi Pandansari 195.11 1.34
10 Cisarua Cisarua 186.13 1.28
47
Gambar 18. Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting tahun 2010 terhadap Kemampuan Lahan
Gambar 19 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon ketidaksesuaian
terbanyak untuk kombinasi penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan
48
lahan di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu. Jumlah poligon ketidaksesuaian
terbanyak terjadi pada Desa Megamendung di Kecamatan Megamendung
sebanyak 356 poligon, diikuti oleh Desa Cipayung Datar di Kecamatan
Megamendung sebanyak 315 poligon dan Desa Tugu Selatan di Kecamatan
Cisarua sebanyak 151 poligon.
Gambar 19. Urutan 10 Besar Desa dengan Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Kemampuan Lahan
5.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan Wilayah
Menurut Gambar 20 ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan
eksisting terhadap kemampuan lahan dominan terjadi pada kemampuan lahan
kelas III sebesar 1.514,11 Ha atau 31% dari luas total ketidaksesuaian. Kemudian
kelas kemampuan lahan VII dengan luas 1.207,51 Ha atau 25% dari luas total
ketidaksesuaian, dan kelas kemampuan lahan II sebesar 844,66 Ha atau 17% dari
luas total ketidaksesuaian.
Menurut hasil analisis, kemampuan lahan kelas I tidak mengalami
ketidaksesuaian penggunaan lahan. Karena lahan kelas I tidak memiliki faktor
pembatas, sehingga sesuai untuk berbagai pilihan penggunaan lahan.
Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas penggunaan
lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata poligon (Ha), dan
49
bentuk kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan eksisting
terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi kelas kemampuan lahan disajikan
pada Lampiran 8.
Gambar 20. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/
Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut
Klasifikasi Kemampuan Lahan
Gambar 21. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan
Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi
Kemampuan Lahan (%)
Menurut Gambar 21 kombinasi ketidaksesuaian terbesar pada lahan kelas
III menjadi pemukiman sebesar 53,33% dari total luas lahan kelas III (gambar
disajikan pada Lampiran 5.e), diikuti dengan kombinasi ketidaksesuaian lahan
kelas II menjadi pemukiman sebesar 51,09% dari total luas lahan kelas II dan
kombinasi ketidaksesuaian lahan kelas VI menjadi pemukiman sebesar 25,12%
b) Proporsi Ketidaksesuaian menurut
Kemampuan Lahan (%)
a) Luas Ketidaksesuaian menurut
Kemampuan Lahan (Ha)
50
dari total luas lahan kelas VI. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di lapang bahwa
pemukiman padat penduduk umumnya terbangun di lahan-lahan yang tidak begitu
curam namun secara penggunaan menurut klasifikasi kemampuan lahan sudah
tidak sesuai digunakan untuk pemukiman atau penggunaan lahan sangat intensif
dan vila-vila mewah banyak terbangun di wilayah-wilayah dengan kemiringan
lereng di atas 15%. Kelas kemampuan lahan yang paling tinggi mengalami
ketidaksesuaian dengan penggunaan/penutupan lahan adalah lahan kelas III.
5.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap
Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan
Lahan Eksisting
Berdasarkan Gambar 22 penggunaan/penutupan lahan hutan tidak
mengalami ketidaksesuaian terhadap klasifikasi kemampuan lahan, karena hutan
yang memiliki fungsi sebagai daerah resapan air yang sesuai dengan faktor
pembatas apapun di semua kelas kemampuan lahan. Penggunaan/penutupan lahan
eksisting terluas yang tidak sesuai dengan klasifikasi kemampuan lahan adalah
pemukiman sebesar 3.442,13 Ha atau 71% dari total luas ketidaksesuaian. Hal
tersebut sejalan dengan fakta di lapangan bahwa daerah penelitian yang berada di
kawasan wisata Puncak ini banyak di bangun vila-vila mewah ataupun tempat
wisata lainnya pada tingkat kemampuan lahan yang tidak semestinya. Kemudian
diikuti dengan kebun/perkebunan yang memiliki luas 662,44 Ha atau 14% dari
total luas ketidaksesuaian. Daerah penelitian merupakan kawasan produksi teh
tertinggi, oleh karena itu banyak lahan-lahan yang digunakan untuk
penggunaan/penutupan lahan kebun teh tanpa melihat daya dukung wilayah
tersebut.
Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas penggunaan
lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata poligon (Ha), dan
bentuk kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan eksisting
terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi penggunaan lahan disajikan pada
Lampiran 9.
Seperti yang terlihat pada Gambar 23 kombinasi terbesar terjadi pada
penggunaan lahan rumput/tanah kosong pada lahan kelas III sebesar 62,25% dari
total luas rumput/tanah kosong (gambar disajikan pada Lampiran 5.f), diikuti
51
dengan kombinasi pemukiman pada lahan kelas III sebesar 43,10% dari total luas
pemukiman dan kombinasi sawah irigasi pada lahan kelas VI sebesar 39,10% dari
total luas sawah irigasi. Penggunaan/penutupan lahan eksisting yang tidak sesuai
terhadap kemampuan lahan terbesar terjadi pada penggunaan pemukiman dan
rumput/tanah kosong.
Gambar 22. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/
Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut
Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
Gambar 23. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan
Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi
Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting (%)
b) Proporsi Ketidaksesuaian menurut
Penggunaan Lahan (%)
a) Luas Ketidaksesuaian menurut
Penggunaan Lahan (Ha)
52
5.6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan
Lahan Wilayah
Dari hasil analisis ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW terhadap
kemampuan lahan akan terlihat sejauh mana Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) yang sudah direncanakan oleh pemerintah sesuai dengan daya dukung
daerah penelitian jika dilihat dari segi sifat fisik lahannya (Gambar 25).
Berdasarkan analisis, peruntukan lahan RTRW yang sesuai terhadap kemampuan
lahannya sebesar 10.627,12 Ha atau 72,85% dari total luas wilayah penelitian,
sedangkan sebesar 3.985 Ha atau 27,32% dari total luas wilayah penelitian
peruntukan lahan RTRW tidak sesuai terhadap kemampuan lahannya dengan 25
bentuk kombinasi ketidaksesuaian.
Tabel 13. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan
Lahan
No Kombinasi Ketidaksesuaian Luas (Ha) Luas (%)
1 II t, ePermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 343.10 2.35
2 III tPermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 307.08 2.11
3 III ePermukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 279.13 1.91
4 III t, ePermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 263.49 1.81
5 VIII sPerkebunan 187.08 1.28
6 II t, ePermukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 172.77 1.18
7 VI ePermukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 172.31 1.18
8 VII ePermukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 154.37 1.06
9 VI tPermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 129.65 0.89
10 III ePermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 127.66 0.88
Menurut Tabel 13 dari 10 besar jenis ketidaksesuaian peruntukan lahan
RTRW terhadap kemampuan lahan, ketidaksesuaian terbesar terjadi pada lahan
kelas II dengan faktor pembatas kemiringan lereng (t) dan tingkat erosi (e) yang
diperuntukan dalam RTRW untuk permukiman perkotaan (hunian rendah) sebesar
343,10 Ha atau 2,35% dari total luas daerah penelitian, diikuti oleh lahan kelas III
dengan faktor pembatas kemiringan lereng (t) untuk peruntukan permukiman
perkotaan (hunian rendah) sebesar 307,08 Ha atau 2,11% dari total luas daerah
penelitian, dan kelas III dengan faktor pembatas tingkat erosi (e) untuk
53
peruntukan permukiman perkotaan (hunian sedang) sebesar 279,13 Ha atau 1,91%
dari total luas daerah penelitian.
Gambar 24 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak yang
mengalami ketidaksesuaian di daerah penelitian. Jumlah poligon yang tidak sesuai
berjumlah 859 poligon dari total poligon daerah penelitian. Poligon
ketidaksesuaian terbanyak berjumlah 59 poligon pada ketidaksesuaian lahan kelas
VII dengan faktor pembatas tingkat erosi (e) menjadi peruntukan pertanian lahan
kering. Ketidaksesuaian lahan kelas VI dengan faktor pembatas tingkat erosi (e)
menjadi peruntukan pertanian lahan kering memiliki 48 jumlah poligon.
Kemudian diikuti oleh lahan kelas III dengan faktor pembatas kemiringan lereng
(t) dan tingkat erosi (e) menjadi peruntukan permukiman perkotaan (hunian
rendah) yang memiliki 40 jumlah poligon.
Gambar 24. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Ke-
tidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan
Lahan
Urutan 10 besar luas rata-rata poligon yang tidak sesuai terluas disajikan
pada Gambar 26. Luas rata-rata poligon terluas pada kombinasi lahan kelas III
dengan faktor pembatas tingkat erosi (e) menjadi peruntukan permukiman
perkotaan (hunian sedang), yaitu 21,47 Ha. Diikuti oleh lahan kelas III dengan
faktor pembatas kemiringan lereng (t), tingkat erosi (e) dan drainase (w) menjadi
54
peruntukan permukiman perkotaan (hunian sedang) sebesar 19,19 Ha, dan lahan
kelas II dengan faktor pembatas tingkat erosi (e) menjadi peruntukan permukiman
perkotaan (hunian rendah) sebesar 18,03 Ha.
Gambar 25. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan Wilayah
55
Gambar 26. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Peruntukan Lahan RTRW
Terluas yang Tidak Sesuai dengan Kemampuan Lahan (Ha)
Urutan 10 besar desa yang paling luas mengalami ketidaksesuaian antara
peruntukan penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan disajikan pada Tabel
12.
Tabel 14. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa yang Tidak Sesuai
antara Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan
No Kecamatan Desa Luas (Ha) Luas (%)
1 Megamendung Cipayung Datar 535.21 3.67
2 Cisarua Tugu Selatan 415.38 2.85
3 Megamendung Gadog 400.46 2.75
4 Cisarua Cibeureum 276.63 1.90
5 Cisarua Kopo 242.06 1.66
6 Cisarua Cisarua 239.91 1.64
7 Ciawi Pandansari 232.08 1.59
8 Cisarua Tugu Utara 225.89 1.55
9 Megamendung Sukamaju 178.07 1.22
10 Sukaraja Cibanon 163.92 1.12
Luas ketidaksesuaian terbesar terjadi pada Desa Cipayung Datar di
Kecamatan Megamendung sebesar 535,21 Ha atau 3,67% dari total luas daerah
penelitian, diikuti oleh Desa Tugu Selatan di Kecamatan Cisarua dengan luas
415,38 Ha atau 2,85% dari total luas daerah peneltian, dan Desa Gadog di
56
Kecamatan Megamendung dengan luas 400,46 Ha atau 2,75% dari total luas
daerah penelitian.
Tabel 15. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) 15 Besar Kombinasi Ketidaksesuaian
RTRW terhadap Kemampuan Lahan pada Masing-Masing Kecamatan
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 15, dapat terlihat bahwa di
Kecamatan Cisarua mengalami penyimpangan peruntukan lahan permukiman
perkotaan (hunian rendah) pada lahan kelas III dengan faktor pembatas
kemiringan lereng sebesar 246,87 Ha atau 1,69% dari total luas daerah penelitian.
Pada Kecamatan Ciawi, peruntukan lahan yang menyimpang tertinggi terhadap
kemampuan lahan adalah peruntukan permukiman perkotaan (hunian sedang)
pada lahan kelas III dengan faktor pembatas erosi sebesar 164,69 Ha atau 1,13%
dari total luas daerah penelitian. Penyimpangan peruntukan lahan tertinggi pada
Kecamatan Megamendung, yaitu peruntukan pertanian lahan kering pada lahan
kelas VI dengan faktor pembatas kemiringan lereng sebesar 126,20 Ha atau
0,87% dari total luas daerah penelitian. Sedangkan pada Kecamatan Sukaraja
No
Kombinasi Ketidaksesuaian
Kemampuan Lahan dan
RTRW
Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja
Ha % Ha % Ha % Ha %
1 II t, e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)
8.25 0.06 219.87 1.51 114.98 0.79 - -
2 III t-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)
7.36 0.05 246.87 1.69 52.86 0.36 - -
3 III e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang)
164.69 1.13 - - 114.44 0.78 - -
4 III t, e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)
14.51 0.10 187.03 1.28 61.94 0.42 - -
5 VIII s-->Perkebunan - - 187.08 1.28 - - - -
6 II t, e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang)
22.12 0.15 140.62 0.96 10.03 0.07 - -
7 VI e-->Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah)
- - 23.67 0.16 24.28 0.17 124.36 0.85
8 VII e-->Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah)
- - 38.74 0.27 90.43 0.62 25.20 0.17
9 VI t-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)
9.60 0.07 - - 120.05 0.82 - -
10 III e-->Permukiman Perkotaan
(Hunian Rendah) 67.27 0.46 - - 60.39 0.41 - -
11 VI t-->Pertanian Lahan Kering 1.41 0.01 - - 126.20 0.87 - -
12 IV t, e-->Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah)
- - 33.52 0.23 89.92 0.62 0.70 0.00
13 III t-->Permukiman Perdesaan
(Hunian Jarang) 4.14 0.03 76.31 0.52 42.91 0.29 - -
14 II e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang)
4.54 0.03 42.69 0.29 64.63 0.44 - -
15 II e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)
28.59 0.20 46.80 0.32 32.82 0.22 - -
57
mengalami penyimpangan tertinggi pada peruntukan permukiman perdesaan
(hunian rendah) di lahan kelas VI dengan faktor pembatas erosi sebesar 124,36 Ha
atau 0,85% dari total luas daerah penelitian.
Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Desa Terbanyak yang Tidak Sesuai antara Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan
Jumlah poligon ketidaksesuaian peruntukan penggunaan lahan terhadap
kemampuan lahan terbanyak terdapat pada Desa Cipayung Datar di Kecamatan
Megamendung sebanyak 149 poligon, diikuti oleh Desa Gadog di Kecamatan
Megamendung sebanyak 100 poligon, dan Desa Tugu Selatan di Kecamatan
Cisarua sebanyak 62 poligon. Secara rinci urutan 10 besar desa dengan jumlah
poligon terbanyak disajikan pada Gambar 27.
5.6.1. Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW terhadap
Kemampuan Lahan Wilayah menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan
Menurut Gambar 28 klasifikasi kemampuan lahan yang tidak sesuai
dengan arahan peruntukan RTRW terbesar pada lahan kelas III sebesar 1.321,29
Ha atau 33% dari total luas ketidaksesuaian. Diikuti oleh lahan kelas II sebesar
735,93 Ha atau 19% dari total luas ketidaksesuaian, dan lahan kelas VI sebesar
697,79 Ha atau 18% dari total luas ketidaksesuaian.
58
Gambar 28. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian Peruntukan
Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi
Kemampuan Lahan
Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas
penggunaan/penutupan lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata
poligon (Ha), dan bentuk kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW
terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi kemampuan lahan disajikan pada
Lampiran 10.
Gambar 29. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan terhadap
Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan.
b) Proporsi Ketidaksesuaian menurut
Kemampuan Lahan (%)
a) Luas Ketidaksesuaian menurut
Kemampuan Lahan (Ha)
59
Kelas kemampuan yang paling tinggi mengalami ketidaksesuaian dengan
peruntukan lahan RTRW pada lahan kelas II dan lahan kelas III, dengan proporsi
kombinasi ketidaksesuaian terbesar pada lahan kelas II menjadi permukiman
perkotaan (hunian rendah) sebesar 27,30% dari total luas lahan kelas II, diikuti
dengan kombinasi ketidaksesuaian lahan kelas III menjadi permukiman perkotaan
(hunian rendah) sebesar 25,07% dari total luas lahan kelas III dan kombinasi
ketidaksesuaian lahan kelas II menjadi permukiman perkotaan (hunian sedang)
sebesar 17,21% dari total luas lahan kelas II (Gambar 29).
5.6.2. Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW terhadap
Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan
Lahan
Menurut Gambar 30 luas ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW
Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 terhadap kemampuan lahan terbesar terjadi
pada peruntukan permukiman perkotaan (hunian rendah) sebesar 1.451,32 Ha atau
36,65% dari total luas ketidaksesuaian. Diikuti dengan peruntukan permukiman
perkotaan (hunian sedang) sebesar 865,37 Ha atau 21,85% dari total luas
ketidaksesuaian, dan peruntukan permukiman perdesaan (hunian rendah) sebesar
527,81 Ha atau 13,33% dari total luas ketidaksesuaian. Secara lebih rinci tentang
luas ketidaksesuaian peruntukan penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan
menurut peruntukan penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 20.
a) Luas Ketidaksesuaian menurut Peruntukan Penggunaan Lahan (Ha).
60
b) Proporsi Ketidaksesuaian menurut Peruntukan Penggunaan Lahan (%)
Gambar 30. (a) Luas dan (b) Proporsi Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan
Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi
Peruntukan Penggunaan Lahan
Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas
penggunaan/penutupan lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata
poligon (Ha), dan bentuk kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW
terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi peruntukan lahan disajikan pada
Lampiran 11.
Gambar 31. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan terhadap
Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Peruntukan
Lahan RTRW
61
Peruntukan lahan RTRW yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan
umumnya terjadi pada peruntukan kawasan permukiman, dengan proporsi
kombinasi ketidaksesuaian terbesar pada permukiman perdesaan (hunian jarang)
pada lahan kelas III sebesar 47,84% dari total luas permukiman perdesaan (hunian
jarang), kemudian kombinasi ketidaksesuaian peruntukan permukiman perkotaan
(hunian rendah) pada lahan kelas III sebesar 47,31% dari total luas permukiman
perkotaan (hunian rendah) dan kombinasi ketidaksesuaian peruntukan
permukiman perkotaan (hunian sedang) pada lahan kelas III sebesar 43,18% dari
total luas permukiman perkotaan (hunian sedang) (Gambar 31).
5.7. Analisis Penggunaan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan
dan RTRW
Berdasarkan hasil overlay antara 3 parameter, yaitu peta
penggunaan/penutupan lahan eksisting, peta peruntukan lahan RTRW, dan peta
kemampuan lahan, maka dapat terlihat sejauh mana penggunaan/penutupan lahan
eksisting yang sudah konsisten terhadap RTRW tetapi tidak sesuai dengan
kemampuan lahannya, maupun sebaliknya. Serta dapat terlihat juga
penggunaan/penutupan lahan eksisting yang tidak konsisten baik terhadap RTRW
ataupun kemampuan lahannya.
Menurut analisis, penggunaan lahan yang sesuai terhadap kemampuan
lahannya namun tidak konsisten terhadap RTRW sebesar 1.310,77 Ha atau 8,98%
dari total luas daerah penelitian, dan penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap
kemampuan lahannya namun konsisten dengan RTRW sebesar 2.556,13 Ha atau
17,52% dari total luas daerah penelitian. Sedangkan penggunaan lahan yang tidak
konsisten baik terhadap kemampuan lahan dan RTRW sebesar 2.101,03 Ha atau
14,40% dari total luas daerah penelitian, dan penggunaan lahan yang konsisten
baik terhadap kemampuan lahan dan RTRW sebesar 8.619,24 Ha atau 59,08%
dari total luas daerah penelitian.
Dari Tabel 16 dapat terlihat bahwa sebesar 362,21 Ha (2,48% dari total
daerah penelitian) penggunaan kebun/perkebunan tidak sesuai di lahan kelas VII
yang diperuntukan untuk hutan lindung. Kemudian penggunaan pemukiman
sebesar 518,00 Ha (3,55% dari total daerah penelitian) tidak sesuai di lahan kelas
III, namun konsisten di peruntukan permukiman perkotaan (hunian rendah).
62
Penggunaan kebun/perkebunan sebesar 231,15 Ha (1,58% dari total daerah
penelitian) sesuai di lahan kelas IV, namun inkonsisten di peruntukan hutan
lindung. Sedangkan sebesar 1.697,88 Ha (11,64% dari total daerah penelitian)
penggunaan hutan sesuai di lahan kelas VIII dengan peruntukan hutan konservasi.
Tabel 16. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi 3
Parameter
No Kombinasi I I I K K I K K Total
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
1 VIII HK H - - - - - - 1697.88 11.64 1697.88 11.64
2 VII HL H - - - - - - 1594.20 10.93 1594.20 10.93
3 VIII HL H - - - - - - 1234.22 8.46 1234.22 8.46
4 III PKT (HR)
P - - 518.00 3.55 - - - - 518.00 3.55
5 III PKT (HS)
P - - 369.78 2.53 - - - - 369.78 2.53
6 VII HL
KB / PKB 362.21 2.48 - - - - - - 362.21 2.48
7 IV PLK T /
L - - - - - - 290.56 1.99 290.56 1.99
8 II PKT (HR)
P - - 270.65 1.86 - - - - 270.65 1.86
9 III PLK P 257.15 1.76 - - - - - - 257.15 1.76
10 IV HL KB
/ PKB - - - - 231.15 1.58 - - 231.15 1.58
Keterangan :
I I : Penggunaan Lahan Inkonsistensi terhadap Kemampuan Lahan dan RTRW
I K : Penggunaan Lahan Tidak Sesuai terhadap Kemampuan Lahan dan Konsisten terhadap RTRW
K I : Penggunaan Lahan Sesuai terhadap Kemampuan Lahan dan Inkonsisten terhadap RTRW
K K : Penggunaan Lahan Konsisten terhadap Kemampuan Lahan dan RTRW
HL: Hutan Lindung, HK: Hutan Konservasi, PLK: Pertanian Lahan Kering, PKT (HR): Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah), PKT (HS): Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang)
H: Hutan, P: Pemukiman, KB/PKB: Kebun/Perkebunan, T/L: Tegalan/Ladang
Berdasarkan Tabel 17 penggunaan lahan yang inkonsisten terhadap
kemampuan lahan dan RTRW paling banyak terjadi di Desa Tugu Utara,
Kecamatan Cisarua sebesar 395,19 Ha atau 2,71% dari total daerah penelitian.
Kemudian penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahannya
namun konsisten terhadap RTRW paling banyak terjadi di Desa Tugu Selatan,
Kecamatan Cisarua sebesar 297,25 Ha atau 2,04% dari total daerah penelitian, dan
penggunaan lahan yang sesuai terhadap kemampuan lahannya dan inkonsisten
terhadap RTRW paling banyak terjadi di Desa Megamendung, Kecamatan
Megamendung sebesar 381,77 Ha atau 2,62% dari total daerah penelitian.
Sedangkan penggunaan lahan yang konsisten terhadap kemampuan lahannya dan
RTRW paling banyak terjadi di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua sebesar
1.770,18 Ha atau 12,14% dari total daerah penelitian.
Tabel 17. Sebaran Analisis 3 Parameter di Daerah Penelitian
No Kecamatan Desa I I I K K I K K Total
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
Ciawi 13.65 0.09 390.45 2.68 3.18 0.02 1005.34 6.89 1412.63 9.68
1
Bojongmurni 11.76 0.08 - - 3.14 0.02 890.86 6.11 905.76 6.21 2
Pandansari 0.48 0.00 193.83 1.33 0.04 0.00 37.83 0.26 232.19 1.59
3
Bendungan 1.41 0.01 115.28 0.79 - - 32.68 0.22 149.37 1.02
4
Ciawi - - 53.35 0.37 - - 2.57 0.02 55.92 0.38 5
Banjar Sari - - 14.24 0.10 - - 23.17 0.16 37.41 0.26
6
Banjarwaru - - 13.75 0.09 - - 18.23 0.12 31.98 0.22
Cisarua 1354.47 9.29 1313.90 9.01 483.85 3.32 3946.18 27.05 7098.41 48.66
7
Tugu Selatan 336.53 2.31 297.25 2.04 24.40 0.17 1770.18 12.14 2428.36 16.65 8
Tugu Utara 395.19 2.71 135.30 0.93 185.96 1.27 417.02 2.86 1133.47 7.77
9
Cibeureum 156.71 1.07 156.19 1.07 31.08 0.21 774.16 5.31 1118.15 7.67
10
Kopo 101.14 0.69 161.60 1.11 7.36 0.05 382.76 2.62 652.85 4.48 11
Citeko 74.51 0.51 91.08 0.62 136.01 0.93 282.47 1.94 584.07 4.00
12
Cilember 82.41 0.56 61.65 0.42 55.00 0.38 96.94 0.66 296.01 2.03 13
Batu Layang 112.79 0.77 88.08 0.60 21.21 0.15 50.22 0.34 272.29 1.87
14
Cisarua 0.02 0.00 186.67 1.28 0.10 0.00 53.75 0.37 240.55 1.65 15
Jogjogan 95.14 0.65 34.09 0.23 22.40 0.15 85.10 0.58 236.73 1.62
16
Leuwimalang 0.03 0.00 102.00 0.70 0.33 0.00 33.57 0.23 135.93 0.93
17 Megamendung 732.38 5.02 754.69 5.17 823.04 5.64 3602.11 24.69 5912.23 40.53
18
Megamendung 282.82 1.94 14.45 0.10 381.77 2.62 1691.24 11.59 2370.27 16.25 19
Cipayung Datar 108.70 0.75 259.50 1.78 82.51 0.57 512.73 3.51 963.43 6.60
20
Kuta 90.82 0.62 - - 142.03 0.97 315.67 2.16 548.52 3.76 21
Gadog 14.21 0.10 211.97 1.45 1.67 0.01 213.25 1.46 441.10 3.02
Sukakarya 78.43 0.54 41.24 0.28 17.51 0.12 298.03 2.04 435.20 2.98 22
Sukagalih 61.73 0.42 1.79 0.01 120.05 0.82 225.35 1.54 408.92 2.80
23
Sukaresmi 22.15 0.15 25.36 0.17 52.22 0.36 130.19 0.89 229.91 1.58
24
Sukamaju 14.61 0.10 80.46 0.55 - - 117.72 0.81 212.79 1.46 25
Cipayung Girang 58.93 0.40 71.47 0.49 25.30 0.17 41.98 0.29 197.67 1.36
26
Sukamanah - - 48.46 0.33 - - 55.95 0.38 104.42 0.72
Sukaraja 0.53 0.00 97.09 0.67 0.70 0.00 65.61 0.45 163.92 1.12
27
Cibanon 0.53 0.00 97.09 0.67 0.70 0.00 65.61 0.45 163.92 1.12
Total 2101.04 14.40 2556.13 17.52 1310.77 8.99 8619.24 59.09 14587.19 100.00
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Lahan di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu umumnya tergolong ke dalam
lahan kelas VIII dengan luas 3.345,95 Ha atau 22,94% dari total luas kemampuan
lahan, lahan kelas VII dengan luas 2.846,02 Ha atau 19,51% dari total luas
kemampuan lahan, dan lahan kelas III dengan luas 2.785,90 Ha atau 19,10% dari
total luas kemampuan lahan. Hal tersebut sejalan dengan fungsi utama kawasan
tersebut sebagai daerah resapan air, tetapi fakta di lapangan banyak
penggunaan/penutupan lahan yang tidak sesuai dan arahan peruntukan RTRW
yang menyimpang dari konsep daya dukung lahan secara fisik.
Luas ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan
lahan sebesar 4.863,18 Ha atau 33,34% dari total luas wilayah dan luasan terbesar
terjadi pada lahan kelas II dengan faktor pembatas kemiringan lereng dan tingkat
erosi menjadi pemukiman (655,59 Ha atau 4,49% dari total luas wilayah). Desa
dengan ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan
terluas adalah Desa Tugu Selatan di Kecamatan Cisarua (640,94 Ha atau 4,39%
dari total luas wilayah).
Kemudian luas ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW terhadap
kemampuan lahan sebesar 3.985 Ha atau 27,32% dari total luas wilayah dan
luasan terbesar terjadi pada lahan kelas II dengan faktor pembatas kemiringan
lereng dan tingkat erosi menjadi permukiman perkotaan (hunian rendah) (343,10
Ha atau 2,35% dari total luas wilayah), desa dengan luas ketidaksesuaian
peruntukan lahan terbesar adalah Desa Cipayung Datar di Kecamatan
Megamendung (535,21 Ha atau 3,67% dari total luas wilayah).
Sedangkan untuk luas inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan terhadap
arahan peruntukan lahan RTRW sebesar 3.608,05 Ha atau 24,70% dari total luas
wilayah dan luasan terbesar terjadi pada peruntukan hutan lindung menjadi
perkebunan (879,81 Ha atau 6,02% dari total luas wilayah), desa dengan luas
inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan terbesar adalah Desa Megamendung di
Kecamatan Megamendung (661,73 Ha atau 4,53% dari total luas wilayah).
65
Penggunaan/penutupan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan
umumnya sejalan mengikuti ketidaksesuaian dengan peruntukan lahan RTRW,
dimana peruntukan lahan RTRW seharusnya mengikuti konsep daya dukung
lingkungan. Arahan sekitar 24,70% peruntukan lahan menurut RTRW di wilayah
Sub DAS Ciliwung Hulu tidak mengikuti kaidah daya dukung lingkungan secara
aspek fisik.
6.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi daya dukung
lingkungan dengan melihat aspek lainnya, seperti aspek status
pemilikan/penguasaan lahan, aspek ekonomi, serta aspek keberlanjutan lainnya.
Diperlukan pula komitmen dan peninjauan ulang kembali arahan peruntukan
lahan untuk mengurangi dan bahkan untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian
penggunaan/penutupan lahan dan peruntukan lahan terhadap daya dukung
lingkungan secara fisik, serta penyimpangan penggunaan/penutupan lahan
terhadap peruntukan lahan yang sudah diarahkan sesuai dengan daya dukung
lingkungannya.
66
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, DA. 2007. Analisis Perubahan Penggunaan Lahanpada Berbagai Kelas
Kemampuan Lahan Dan Keterkaitannya Dengan Aksesibilitas Menuju
Pusat-Pusat Pertumbuhan (Studi Kasus Sub DAS Ciliwung Hulu,
Kawasan Puncak-Bogor). Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Afifah. 2010. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Di Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Skripsi.
Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan. Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Barus, B. dan Wiradisastra, U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi. Laboratorium
Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Barus, B. 2005. Kamus SIG (Sistem Informasi Geografis). SOTIS (Studio
Teknologi Informasi Spasial). Bogor.
Buchori, I. 2010. Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam
Perencanaan Tata Ruang. Buletin Tata Ruang: Ruang Untuk Ekonomi
Masyarakat. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. Jakarta
Halaman: 20-25.
Denny, Rochyat Dj. 2004. Rencana Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur. Di
Dalam Panuju D. R. et al., Editor. Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang
dan Masalah Lingkungan di Jabodetabek. Prosiding. Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Halaman: 7-21.
Hardjowigeno S, dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah mada University Press. Yogyakarta.
Harian Pos Kota. 2010. DAS Ciliwung Memprihatinkan. Sabtu, 19 Juni 2010.
Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Dan
Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum-Minimum Di Sub DAS
Ciliwung Hulu. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Lillesand, T.M, dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Cetakan Ketiga. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
67
Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009. Tentang
Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan
Ruang Wilayah. Jakarta. Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Rachim, DA, dan Suwardi. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan
Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rahim SE. 2006. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi
Yogyakarta. Yogyakarta.
Rusdiana, O. 1995. Kondisi Tata Air DAS Ciliwung dan Sumber Daya Air DKI
Jakarta.
Rustiadi, E., Barus, B., Prastowo, dan Iman, L. S. 2010. Kajian Daya Dukung
Lingkungan Hidup Provinsi Aceh. Crestpent Press. Jakarta.
Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Crestpent Press. Jakarta.
Sandy, I Made. 1977. Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia. Direktorat
Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri.
Jakarta.
Sitorus, S. R. P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit TARSITO Bandung.
Bandung.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992. Tentang Penataan
Ruang. Jakarta. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.
68
LAMPIRAN
69
Lampiran 1. Matriks Logik Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap RTRW
No Klasifikasi Peruntukan RTRW DAS
Ciliwung
Penggunaan / Penutupan Lahan DAS Ciliwung
Hutan Kebun /
Perkebunan
Tanah
Ladang /
Tegalan
Sawah
Irigasi
Sawah
Tadah
Hujan
Belukar /
Semak Rumput
Ruang
Terbangun
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Hutan Lindung V X X X X X X X
2 Hutan Konservasi V X X X X X X X
3 Hutan Produksi V X X X X X X X
4 Perkebunan V V V X X X X X
5 Tanaman Tahunan V V V X X X X X
6 Pertanian Lahan Kering V V V V V X X X
7 Pemukiman Perdesaan (Hunian Jarang) V V V V V V V V
8 Pemukiman Perdesaan (Hunian Rendah) V V V V V V V V
9 Pemukiman Perkotaan (Hunian Rendah) V V V V V V V V
10 Pemukiman Perkotaan (Hunian Sedang) V V V V V V V V
70
Lampiran 2. Matriks Logik Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap Kemampuan Lahan
No
Kelas
Kemampuan
Lahan
Penggunaan / Penutupan Lahan DAS Ciliwung
Hutan Belukar /
Semak
Kebun /
Perkebunan
Tanah Ladang /
Tegalan
Sawah Tadah
Hujan Sawah Irigasi Rumput
Ruang
Terbangun
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Kelas I V V V V V V V V
2 Kelas II V V V V V V V X
3 Kelas III V V V V V V X X
4 Kelas IV V V V V V X X X
5 Kelas V V V X X V V X X
6 Kelas VI V V V X X X X X
7 Kelas VII V V X X X X X X
8 Kelas VIII V X X X X X X X
71
Lampiran 3. Matriks Logik Inkonsistensi Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan
No Kelas
Kemampuan Lahan
RTRW DAS Ciliwung
Hutan Lindung
Hutan Konservasi
Hutan Produksi
Perkebunan Tanaman Tahunan
Pertanian Lahan Kering
Pemukiman Perdesaan (Hunian
Rendah)
Pemukiman Perdesaan (Hunian
Jarang)
Pemukiman Perkotaan (Hunian
Rendah)
Pemukiman Perkotaan (Hunian
Sedang)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kelas I V V V V V V V V V V
2 Kelas II V V V V V V V V X X
3 Kelas III V V V V V V V X X X
4 Kelas IV V V V V V V X X X X
5 Kelas V V V V V V X X X X X
6 Kelas VI V V V V X X X X X X
7 Kelas VII V V V X X X X X X X
8 Kelas VIII V V V X X X X X X X
72
Lampiran 4. Luas Penyebaran Tanah di Sub DAS Ciliwung Hulu
No Nama Tanah Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Total Luas
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
1
Asosiasi Andic Humitropepts -
Typic Dystropepts, - - 1268.09 8.68 1428.08 9.78 - - 2696.17 18.46
2
Asosiasi Typic Hapludands -
Typic Tropopsamments 907.01 6.21 2368.94 16.22 114.28 0.78 - - 3390.24 23.21
3
Asosiasi Typic Humitropepts -
Typic Eutropepts - - - - - - 5.03 0.03 5.03 0.03
4
Kompleks Typic
Tropopsamment - Lithic
Troporthents
- - 2.71 0.02 - - - - 2.71 0.02
5
Kompleks Typic Troporthents -
Typic Fluvaquents 52.98 0.36 52.12 0.36 112.37 0.77 14.54 0.10 232.02 1.59
6 Konsosiasi Typic Dystropepts 142.67 0.98 884.74 6.06 815.55 5.58 - - 1842.95 12.62
7 Konsosiasi Typic Eutropepts 233.17 1.60 879.80 6.02 1230.17 8.42 - - 2343.14 16.04
8 Konsosiasi Typic Hapludands - - 1601.32 10.97 721.52 4.94 - - 2322.84 15.91
9 Konsosiasi Typic Hapludults 0.52 0.00 51.08 0.35 1492.90 10.22 144.40 0.99 1688.90 11.56
10 Konsosiasi Typic Humitropepts 79.70 0.55 - - 0.21 0.00 - - 79.91 0.55
Total 1416.05 9.70 7108.80 48.68 5915.08 40.50 163.97 1.12 14603.91 100
73
Lampiran 5. Gambar Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting
No. Lokasi Koordinat Kombinasi Inkonsistensi / Ketidaksesuaian Gambar Penggunaan/Penutupan Eksisting
a Kecamatan
Megamendung,
Desa Megamendung
x: 714524
y: 9265002
Hutan lindung Kebun/perkebunan
b Kecamatan
Megamendung,
Desa Megamendung
x: 711376
y: 9265432
Hutan produksi Semak/belukar
c Kecamatan
Megamendung,
Desa Sukagalih
x: 711198
y: 9260867
Pertanian lahan kering Sawah tadah hujan
74
d Kecamatan Cisarua,
Desa Cisarua
x: 713930
y: 9261936
II t, e Pemukiman
e Kecamatan Ciawi,
Desa Ciawi
x: 704364
y: 9264008
II t, e, w Pemukiman
f. Kecamatan Ciawi,
Desa Pandansari
x: 704502
y: 9264992
III e Rumput/tanah kosong
75
Lampiran 6. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025
menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan
No.
Peruntukan Penggunaan
Lahan RTRW Kab.
Bogor tahun 2005-2025
Luas
Peruntukan
(Ha)
Jenis Penggunaan
Lahan
Luas
Inkonsistensi
(Ha)
Persentase (%) Jumlah Poligon
Inkonsistensi
Luas Rata-Rata
Inkonsistensi
(Ha) terhadap Total
Luas Peruntukan
terhadap Total
Luas Wilayah
1 Hutan Konservasi 2334.18 Air Tawar - - - - - 2
Hutan - - - - - 3
Kebun / Perkebunan 337.61 14.46 2.31 11 30.69 4
Pemukiman 71.10 3.05 0.49 15 4.74 5
Rumput / Tanah Kosong 4.50 0.19 0.03 2 2.25 6
Sawah Tadah Hujan 9.84 0.42 0.07 4 2.46 7
Semak / Belukar 19.59 0.84 0.13 10 1.96 8 Tegalan / Ladang 53.67 2.30 0.37 9 5.96
9 Hutan Lindung 4865.87 Air Tawar - - - - - 10
Hutan - - - - - 11
Kebun / Perkebunan 879.81 18.08 6.02 41 21.46 12
Pemukiman 321.69 6.61 2.20 122 2.64 13
Rumput / Tanah Kosong 3.50 0.07 0.02 4 0.87 14
Sawah Tadah Hujan 9.77 0.20 0.07 6 1.63 15
Semak / Belukar 54.17 1.11 0.37 15 3.61 16
Tegalan / Ladang 322.37 6.63 2.21 60 5.37
17 Hutan Produksi 44.52 Hutan - - - - - 18
Kebun / Perkebunan 17.26 38.76 0.12 1 17.26 19
Pemukiman 0.24 0.54 0.00 4 0.06 20 Semak / Belukar 19.17 43.06 0.13 1 19.17
21 Perkebunan 1523.59 Air Tawar - - - - - 22
Hutan - - - - - 23
Kebun / Perkebunan - - - - -
24
Pemukiman 361.94 23.76 2.48 73 4.96 25
Rumput / Tanah Kosong 1.07 0.07 0.01 3 0.36 26
Sawah Tadah Hujan 34.50 2.26 0.24 17 2.03 27
Semak / Belukar 39.36 2.58 0.27 11 3.58 28 Tegalan / Ladang - - - - -
29 Permukiman Perdesaan
(Hunian Jarang)
473.91 Air Tawar - - - - - 30
Hutan - - - - -
31
Kebun / Perkebunan - - - - - 32
Pemukiman - - - - -
76
33
Rumput / Tanah Kosong - - - - - 34
Sawah Tadah Hujan - - - - - 35
Semak / Belukar - - - - - 36 Tegalan / Ladang - - - - -
37 Permukiman Perdesaan
(Hunian Rendah)
761.86 Air Tawar - - - - - 38
Hutan - - - - - 39
Kebun / Perkebunan - - - - - 40
Pemukiman - - - - - 41
Rumput / Tanah Kosong - - - - - 42
Sawah Irigasi - - - - - 43
Sawah Tadah Hujan - - - - - 44
Semak / Belukar - - - - - 45 Tegalan / Ladang - - - - -
46 Permukiman Perkotaan
(Hunian Rendah)
1475.96 Air Tawar - - - - - 47
Kebun / Perkebunan - - - - - 48
Pemukiman - - - - - 49
Rumput / Tanah Kosong - - - - - 50
Sawah Tadah Hujan - - - - - 51
Semak / Belukar - - - - - 52 Tegalan / Ladang - - - - -
53 Permukiman Perkotaan
(Hunian Sedang)
917.65 Air Tawar - - - - - 54
Kebun / Perkebunan - - - - - 55
Pemukiman - - - - - 56
Rumput / Tanah Kosong - - - - - 57
Sawah Irigasi - - - - - 58
Sawah Tadah Hujan - - - - - 59
Semak / Belukar - - - - - 60 Tegalan / Ladang - - - - -
61 Pertanian Lahan Kering 1965.48 Air Tawar - - - - - 62
Hutan - - - - - 63
Kebun / Perkebunan - - - - - 64
Pemukiman 626.40 31.87 4.29 127 4.93 65
Rumput / Tanah Kosong 8.02 0.41 0.05 4 2.00 66
Sawah Tadah Hujan 323.32 16.45 2.21 52 6.22 67
Semak / Belukar 21.67 1.10 0.15 9 2.41
68 Tegalan / Ladang - - - - -
69 Sungai Besar 45.75 Air Tawar - - - - - 70
Kebun / Perkebunan - - - - -
77
71
Pemukiman - - - - - 72
Rumput / Tanah Kosong - - - - - 73
Sawah Irigasi - - - - - 74
Sawah Tadah Hujan - - - - - 75
Semak / Belukar - - - - -
76
Tegalan / Ladang - - - - -
77 Tanaman Tahunan 178.29 Hutan - - - - - 78
Kebun / Perkebunan - - - - - 79
Pemukiman 27.93 15.67 0.19 14 2.00 80
Sawah Tadah Hujan 36.62 20.54 0.25 11 3.33 81
Semak / Belukar 2.94 1.65 0.02 5 0.59 82 Tegalan / Ladang - - - - -
Grand Total 14587.06 3608.05 253 24.70 631 152.53
78
Lampiran 7. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025
menurut Klasifikasi Penggunaan Lahan
No. Penggunaan/ Penutupan
Lahan Eksisting
Total Luas
Penggunaan
(Ha)
Jenis Peruntukan Lahan
Luas
Inkonsistensi
(Ha)
Persentase (%) Jumlah
Poligon
Inkonsistensi
Luas Rata-
Rata
Inkonsistensi
(Ha)
terhadap
Total Luas
Penggunaan
terhadap
Total Luas
Wilayah
1 Air Tawar 46.30 Hutan Konservasi - - - - -
2
Hutan Lindung - - - - - 3
Perkebunan - - - - - 4
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 5
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 6
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 7
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 8
Pertanian Lahan Kering - - - - - 9 Sungai Besar - - - - -
10 Hutan 5269.80 Hutan Konservasi - - - - - 11
Hutan Lindung - - - - - 12
Hutan Produksi - - - - - 13
Perkebunan - - - - - 14
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 15
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 16
Pertanian Lahan Kering - - - - - 17 Tanaman Tahunan - - - - -
18 Kebun / Perkebunan 2619.05 Hutan Konservasi 337.61 12.89 2.31 11 30.69 19
Hutan Lindung 879.81 33.59 6.02 41 21.46 20
Hutan Produksi 17.26 0.66 0.12 1 17.26 21
Perkebunan - - - - - 22
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 23
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 24
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 25
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - -
26
Pertanian Lahan Kering - - - - - 27
Sungai Besar - - - - - 28 Tanaman Tahunan - - - - -
29 Pemukiman 3446.78 Hutan Konservasi 71.10 2.06 0.49 15 4.74 30
Hutan Lindung 321.69 9.33 2.20 122 2.64 31
Hutan Produksi 0.24 0.01 0.00 4 0.06
79
32
Perkebunan 361.94 10.50 2.48 73 4.96 33
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 34
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 35
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 36
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - -
37
Pertanian Lahan Kering 626.40 18.17 4.29 127 4.93 38
Sungai Besar - - - - - 39
Tanaman Tahunan 27.93 0.81 0.19 14 2.00
40 Rumput / Tanah Kosong 45.78 Hutan Konservasi 4.50 9.82 0.03 2 2.25 41
Hutan Lindung 3.50 7.64 0.02 4 0.87 42
Perkebunan 1.07 2.34 0.01 3 0.36 43
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 44
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - -
45
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 46
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 47
Pertanian Lahan Kering 8.02 17.51 0.05 4 2.00 48 Sungai Besar - - - - -
49 Sawah Irigasi 62.84 Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 50
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 51 Sungai Besar - - - - -
52 Sawah Tadah Hujan 838.40 Hutan Konservasi 9.84 1.17 0.07 4 2.46 53
Hutan Lindung 9.77 1.17 0.07 6 1.63 54
Perkebunan 34.50 4.11 0.24 17 2.03 55
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 56
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 57
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 58
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 59
Pertanian Lahan Kering 323.32 38.56 2.21 52 6.22
60
Sungai Besar - - - - - 61 Tanaman Tahunan 36.62 4.37 0.25 11 3.33
62 Semak / Belukar 171.20 Hutan Konservasi 19.59 11.44 0.13 10 1.96 63
Hutan Lindung 54.17 31.64 0.37 15 3.61 64
Hutan Produksi 19.17 11.20 0.13 1 19.17 65
Perkebunan 39.36 22.99 0.27 11 3.58 66
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - -
67
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 68
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 69
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - -
80
70
Pertanian Lahan Kering 21.67 12.66 0.15 9 2.41 71
Sungai Besar - - - - - 72 Tanaman Tahunan 2.94 1.72 0.02 5 0.59
73 Tegalan / Ladang 2086.91 Hutan Konservasi 53.67 2.57 0.37 9 5.96
74
Hutan Lindung 322.37 15.45 2.21 60 5.37 75
Perkebunan - - - - - 76
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 77
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 78
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 79
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 80
Pertanian Lahan Kering - - - - - 81
Sungai Besar - - - - - 82 Tanaman Tahunan - - - - -
Grand Total 14587.06 3608.05 284 24.70 631 152.53
81
Lampiran 8. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan
Lahan
No.
Kelas
Kemampuan
Lahan
Total Luas
Kelas (Ha)
Jenis Penggunaan
Lahan
Luas Ketidak-
sesuaian (Ha)
Persentase (%) Jumlah Poligon
yang Tidak
Sesuai
Luas Rata-Rata
Ketidaksesuaian
(Ha) terhadap Total Luas
Kelas
terhadap Total Luas
Wilayah
1 I 192.50 Air Tawar - - - - - 2
Kebun / Perkebunan - - - - - 3
Pemukiman - - - - - 4
Sawah Tadah Hujan - - - - - 5
Semak / Belukar - - - - - 6
Tegalan / Ladang - - - - -
7 II 1653.34 Air Tawar - - - - - 8
Kebun / Perkebunan - - - - -
9
Pemukiman 844.66 51.09 5.79 161 5.25 10
Rumput / Tanah Kosong - - - - - 11
Sawah Irigasi - - - - - 12
Sawah Tadah Hujan - - - - - 13
Semak / Belukar - - - - - 14
Tegalan / Ladang - - - - -
15 III 2785.90 Air Tawar - - - - -
16
Hutan - - - - - 17
Kebun / Perkebunan - - - - - 18
Pemukiman 1485.62 53.33 10.18 414 3.59 19
Rumput / Tanah Kosong 28.50 1.02 0.20 32 0.89 20
Sawah Irigasi - - - - - 21
Sawah Tadah Hujan - - - - - 22
Semak / Belukar - - - - - 23
Tegalan / Ladang - - - - -
24 IV 2202.90 Air Tawar - - - - - 25
Hutan - - - - - 26
Kebun / Perkebunan - - - - - 27
Pemukiman 27.05 1.23 0.19 236 0.11 28
Rumput / Tanah Kosong 0.46 0.02 0.00 7 0.07 29
Sawah Irigasi - - - - - 30
Sawah Tadah Hujan 135.21 6.14 0.93 57 2.37 31
Semak / Belukar - - - - -
32
Tegalan / Ladang - - - - -
82
33 VI 1560.44 Air Tawar - - - - - 34
Hutan - - - - - 35
Kebun / Perkebunan - - - - - 36
Pemukiman 392.00 25.12 2.69 230 1.70
37
Rumput / Tanah Kosong 11.19 0.72 0.08 16 0.70 38
Sawah Irigasi 24.57 1.57 0.17 14 1.75 39
Sawah Tadah Hujan 134.07 8.59 0.92 51 2.63 40
Semak / Belukar - - - - - 41
Tegalan / Ladang 197.03 12.63 1.35 155 1.27
42 VII 2846.02 Air Tawar - - - - - 43
Hutan - - - - - 44
Kebun / Perkebunan 415.37 14.59 2.85 239 1.74
45
Pemukiman 628.19 22.07 4.31 276 2.28 46
Rumput / Tanah Kosong 5.37 0.19 0.04 13 0.41 47
Sawah Irigasi 1.83 0.06 0.01 20 0.09 48
Sawah Tadah Hujan 4.08 0.14 0.03 30 0.14 49
Semak / Belukar - - - - - 50
Tegalan / Ladang 152.67 5.36 1.05 134 1.14
51 VIII 3345.95 Air Tawar - - - - -
52
Hutan - - - - - 53
Kebun / Perkebunan 247.06 7.38 1.69 24 10.29 54
Pemukiman 64.61 1.93 0.44 23 2.81 55
Rumput / Tanah Kosong 0.20 0.01 0.00 2 0.10 56
Semak / Belukar 26.74 0.80 0.18 11 2.43 57
Tegalan / Ladang 36.70 1.10 0.25 12 3.06
Grand Total 14.587.06 4863.18 215.10 33.34 2157 44.82
83
Lampiran 9. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan
Lahan
No. Penggunaan/ Penutupan
Lahan Eksisting
Total Luas
Penggunaan
(Ha)
Jenis Kelas
Kemampuan
Lahan
Luas Ketidak-
sesuaian (Ha)
Persentase (%) Jumlah
Poligon yang
Tidak Sesuai
Luas Rata-Rata
Ketidaksesuaian
(Ha) terhadap Total Luas
Penggunaan
terhadap Total
Luas Wilayah
1 Air Tawar 46.30 I - - - - - 2
II - - - - - 3
III - - - - - 4
IV - - - - - 5
VI - - - - -
6
VII - - - - - 7 VIII - - - - -
8 Hutan 5269.80 III - - - - - 9
IV - - - - - 10
VI - - - - - 11
VII - - - - - 12 VIII - - - - -
13 Kebun / Perkebunan 2619.05 I - - - - - 14
II - - - - - 15
III - - - - - 16
IV - - - - - 17
VI - - - - - 18
VII 415.37 15.86 2.85 239 1.74 19 VIII 247.06 9.43 1.69 24 10.29
20 Pemukiman 3446.78 I - - - - -
21
II 844.66 24.51 5.79 161 5.25 22
III 1485.62 43.10 10.18 414 3.59 23
IV 27.05 0.78 0.19 236 0.11 24
VI 392.00 11.37 2.69 230 1.70 25
VII 628.19 18.23 4.31 276 2.28 26
VIII 64.61 1.87 0.44 23 2.81
27 Rumput / Tanah Kosong 45.78 II - - - - -
28
III 28.50 62.25 0.20 32 0.89 29
IV 0.46 1.02 0.00 7 0.07 30
VI 11.19 24.44 0.08 16 0.70 31
VII 5.37 11.72 0.04 13 0.41
84
32 VIII 0.20 0.44 0.00 2 0.10
33 Sawah Irigasi 62.84 II - - - - - 34
III - - - - - 35
IV - - - - -
36
VI 24.57 39.10 0.17 14 1.75 37 VII 1.83 2.92 0.01 20 0.09
38 Sawah Tadah Hujan 838.40 I - - - - - 39
II - - - - - 40
III - - - - - 41
IV 135.21 16.13 0.93 57 2.37 42
VI 134.07 15.99 0.92 51 2.63 43 VII 4.08 0.49 0.03 30 0.14
44 Semak / Belukar 171.20 I - - - - - 45
II - - - - - 46
III - - - - - 47
IV - - - - - 48
VI - - - - - 49
VII - - - - - 50 VIII 26.74 15.62 0.18 11 2.43
51 Tegalan / Ladang 2086.91 I - - - - - 52
II - - - - - 53
III - - - - - 54
IV - - - - - 55
VI 197.03 9.44 1.35 155 1.27 56
VII 152.67 7.32 1.05 134 1.14 57 VIII 36.70 1.76 0.25 12 3.06
Grand Total 14587.06 4863.18 333.77 33.34 2157 44.82
85
Lampiran 10. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005-2025 terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi
Kemampuan Lahan
No.
Kelas
Kemampuan
Lahan
Total Luas
Kelas (Ha) Jenis Peruntukan Lahan
Luas Ketidak-
sesuaian (Ha)
Persentase (%) Jumlah Poligon
yang Tidak
Sesuai
Luas Rata-Rata
Ketidaksesuaian
(Ha)
terhadap
Luas Total
Kelas
terhadap
Total Luas
Wilayah
1 I 192.50 Perkebunan - - - - - 2
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 3
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 4
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 5
Pertanian Lahan Kering - - - - - 6
Sungai Besar - - - - -
7 II 1653.34 Hutan Lindung - - - - -
8
Perkebunan - - - - - 9
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 10
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 11
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 451.31 27.30 3.09 36 12.54 12
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 284.62 17.21 1.95 55 5.17 13
Pertanian Lahan Kering - - - - - 14
Sungai Besar - - - - - 15
Tanaman Tahunan - - - - -
16 III 2785.90 Hutan Konservasi - - - - - 17
Hutan Lindung - - - - - 18
Perkebunan - - - - - 19
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 226.73 8.14 1.55 53 4.28 20
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 21
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 698.31 25.07 4.79 101 6.91 22
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 396.25 14.22 2.72 37 10.71
23
Pertanian Lahan Kering - - - - - 24
Sungai Besar - - - - - 25
Tanaman Tahunan - - - - -
26 IV 2202.90 Hutan Konservasi - - - - - 27
Hutan Lindung - - - - - 28
Hutan Produksi - - - - - 29
Perkebunan - - - - - 30
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 66.76 3.03 0.46 18 3.71
31
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 200.34 9.09 1.37 44 4.55
86
32
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 69.12 3.14 0.47 23 3.01 33
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 55.11 2.50 0.38 27 2.04 34
Pertanian Lahan Kering - - - - - 35
Sungai Besar - - - - - 36
Tanaman Tahunan - - - - -
37 VI 1560.44 Hutan Konservasi - - - - - 38
Hutan Lindung - - - - - 39
Hutan Produksi - - - - - 40
Perkebunan - - - - - 41
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 82.23 5.27 0.56 18 4.57 42
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 172.31 11.04 1.18 31 5.56 43
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 145.61 9.33 1.00 25 5.82 44
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 72.30 4.63 0.50 32 2.26
45
Pertanian Lahan Kering 215.19 13.79 1.48 64 3.36 46
Sungai Besar - - - - - 47
Tanaman Tahunan 10.16 0.65 0.07 7 1.45
48 VII 2846.02 Hutan Konservasi - - - - - 49
Hutan Lindung - - - - - 50
Hutan Produksi - - - - - 51
Perkebunan 144.97 5.09 0.99 27 5.37
52
Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 11.46 0.40 0.08 12 0.96 53
Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 155.16 5.45 1.06 31 5.01 54
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 86.81 3.05 0.60 39 2.23 55
Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 57.08 2.01 0.39 22 2.59 56
Pertanian Lahan Kering 114.33 4.02 0.78 64 1.79 57
Sungai Besar - - - - - 58
Tanaman Tahunan 4.51 0.16 0.03 1 4.51
59 VIII 3345.95 Hutan Konservasi - - - - -
60
Hutan Lindung - - - - - 61
Perkebunan 233.04 6.96 1.60 26 8.96 62
Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 0.16 0.00 0.00 1 0.16 63 Pertanian Lahan Kering 6.07 0.18 0.04 4 1.52
Grand Total 14587.06 3959.94 182 27.15 798 109
87
Lampiran 11. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005-2025 terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi
Peruntukan Lahan
No. Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW
Kab. Bogor tahun 2005-2025
Luas
Peruntukan
(Ha)
Jenis Kelas
Kemampuan
Lahan
Luas
Ketidak-
sesuaian
(Ha)
Persentase (%) Jumlah
Poligon yang
Tidak Sesuai
Luas Rata-Rata
Ketidaksesuaian
(Ha)
terhadap Total
Luas
Peruntukan
terhadap Total
Luas Wilayah
1 Hutan Konservasi 2334.18 III - - - - - 2
IV - - - - - 3
VI - - - - - 4
VII - - - - - 5 VIII - - - - -
6 Hutan Lindung 4865.87 II - - - - - 7
III - - - - -
8
IV - - - - - 9
VI - - - - - 10
VII - - - - - 11
VIII - - - - -
12 Hutan Produksi 44.52 IV - - - - - 13
VI - - - - - 14 VII - - - - -
15 Perkebunan 1523.59 I - - - - - 16
II - - - - - 17
III - - - - - 18
IV - - - - - 19
VI - - - - - 20
VII 144.97 9.52 0.99 27 5.37 21 VIII 233.04 15.30 1.60 26 8.96
22 Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 473.91 II - - - - - 23
III 226.73 47.84 1.55 53 4.28 24
IV 66.76 14.09 0.46 18 3.71 25
VI 82.23 17.35 0.56 18 4.57 26 VII 11.46 2.42 0.08 12 0.96
27 Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 761.86 I - - - - - 28
II - - - - - 29
III - - - - -
30
IV 200.34 26.30 1.37 44 4.55 31
VI 172.31 22.62 1.18 31 5.56
88
32 VII 155.16 20.37 1.06 31 5.01
33 Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 1475.96 I - - - - - 34
II 451.31 30.58 3.09 36 12.54 35
III 698.31 47.31 4.79 101 6.91
36
IV 69.12 4.68 0.47 23 3.01 37
VI 145.61 9.87 1.00 25 5.82 38
VII 86.81 5.88 0.60 39 2.23 39 VIII 0.16 0.01 0.00 1 0.16
40 Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 917.65 I - - - - - 41
II 284.62 31.02 1.95 55 5.17 42
III 396.25 43.18 2.72 37 10.71 43
IV 55.11 6.01 0.38 27 2.04
44
VI 72.30 7.88 0.50 32 2.26 45 VII 57.08 6.22 0.39 22 2.59
46 Pertanian Lahan Kering 1965.48 I - - - - - 47
II - - - - - 48
III - - - - - 49
IV - - - - - 50
VI 215.19 10.95 1.48 64 3.36
51
VII 114.33 5.82 0.78 64 1.79 52 VIII 6.07 0.31 0.04 4 1.52
53 Sungai Besar 45.75 I - - - - - 54
II - - - - - 55
III - - - - - 56
IV - - - - - 57
VI - - - - - 58
VII - - - - -
59 Tanaman Tahunan 178.29 II - - - - - 60
III - - - - - 61
IV - - - - - 62
VI 10.16 5.70 0.07 7 1.45 63 VII 4.51 2.53 0.03 1 4.51
Grand Total 14587.06 3959.94 394 27.15 798 109