Upload
others
View
21
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI KINERJA AGROINDUSTRI TEH PT MITRA KERINCI DENGAN METODE BALANCED SCORECARD
Oleh :
MENIK SULISTIOWATI A14104025
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
MENIK SULISTIOWATI. Evaluasi Kinerja Agroindustri Teh PT. Mitra Kerinci dengan Metode Balanced Scorecard. Di bimbing oleh D. IWAN RISWANDI.
Perkembangan bisnis saat ini menuntut perusahaan memiliki intangible assets seperti kapabilitas manajemen dan organisasi sebagai kunci sukses yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan di masa depan. Manajemen bukanlah statis, sehingga harus ada kreatifitas untuk mengembangkan manajemen agar memenuhi kebutuhan perkembangan lingkungan yang dinamis dengan mengutamakan future customers karena keberhasilan saat ini bukan jaminan keberhasilan di masa depan. Banyak perusahaan tidak berhasil mencapai target yang telah ditetapkan karena gagal dalam merencanakan strategi dan atau gagal dalam menimplementasikan strategi, maka perlu adanya sebuah evaluasi strategi. Evaluasi strategi di dalamnya tertapat tiga tahapan yaitu memeriksa strategi, analisis kinerja, dan melakukan tindakan korektif.
PT Mitra Kerinci merupakan perusahaan dalam tahap bertumbuh dengan beragam permasalahan yang ada antara lain realisasi penjualan di bawah target yang telah ditetapkan, besarnya biaya bunga pinjaman, kenaikan harga bahan bakar minyak solar industri pada pertengahan tahun, tidak tercapainya target produksi teh jadi karena serangan hama yang cukup hebat (hampir 50 persen luas lahan yang diserang) dan produktifitas kebun menurun, sehingga perusahaan mengalami rugi. Selama ini perusahaan menganalisis kinerja untuk mengevaluasi kinerjanya selama periode yang telah berjalan berdasarkan standar penilaian kinerja BUMN yang hanya fokus kepada aspek keuangan. Maka diperlukan sebuah metode penilaian kinerja yang komprehensif dan koheren yaitu balanced scorecard untuk menilai kinerja PT Mitra kerinci dari empat perspektif yang seimbang dalam jangka pendek dan jangka panjang. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hasil pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci berdasarkan standar penilaian kinerja BUMN dan mengevaluasi kinerja yang telah dicapai perusahaan melalui metode balanced scorecard dengan menganalisis indikator kunci sukses yang menunjang kinerja PT Mitra Kerinci, merumuskan hasil kinerja PT Mitra Kerinci ke dalam peta strategik balanced scorecard, mengevaluasi kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced scorecard, dan memberikan rekomendasi strategi pengembangan perusahaan untuk memperbaiki kinerja PT Mitra Kerinci demi keberlangsungan perusahaan di masa depan.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Liki Kabupaten Solok Selatan Sumatra Barat dan di Kantor Pusat PT Mitra Kerinci di kota Padang pada bulan April sampai dengan Mei 2008. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif melalui wawancara, literatur, dan kuesioner kemudian dianalisis secara deskriptif. Evaluasi dalam penelitian ini adalah evaluasi kinerja dimulai dari proses penentuan kunci sukses, pembobotan dengan metode paired comparison, pengukuran (membandingkan realisasi dengan target antara tahun 2007 dengan tahun sebelumnya guna melihat perkembangan kinerja perusahaan), scoring, penjumlahan, lalu mengkategorikan skor akhir dengan standar yang ada.
Penilaian kinerja PT Mitra Kerinci selama ini berdasarkan standar penilaian kinerja BUMN yang fokus pada aspek keuangan. Hal ini menunjukkan perusahaan menggunakan sistem pengukuran kinerja secara konvensional yang mengutamakan pengukuran kinerja dalam jangka pendek saja. Analisis kinerja berpedoman pada SK Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-100/MBU/2002. Total skor yang perusahaan hanya mampu mencapai angka 28,50 dari total maksimum skor 100,00. Nilai skor tersebut menunjukkan tingkat kesehatan perusahaan adalah tidak sehat pada kategori ”CCC”. Sedangkan berdasarkan evaluasi kinerja dengan metode balanced scorecard, PT Mitra Kerinci memperoleh skor kurang dari 80 persen dan dikategorikan tidak baik yaitu sebesar 70,42 pada tahun 2007. Kinerja pada perspektif keuangan mendapatkan total skor akhir terendah yaitu 8,96 persen dengan rata-rata hasil pengukuran sebesar 42,81 persen. Perspektif pelanggan mendapatkan total skor akhir tertinggi yaitu 24,54 persen bila dibandingkan dengan perspektif lainnya dengan rata-rata hasil pengukuran masing-masing indikator sebesar 77,25 persen. Total skor perspektif bisnis internal adalah 20,72 persen dengan rata-rata hasil pengukuran sebesar 65,16 persen. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mendapatkan total skor sebesar 16,20 persen dengan rata-rata skor pencapaian sebesar 68,48 persen. PT Mitra Kerinci mendapatkan skor kinerja lebih rendah pada tahun sebelumnya sebesar 68,38 persen. Perubahan yang signifikan terjadi pada perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis internal. Skor akhir perspektif pelanggan relatif tetap antara tahun 2007 dengan tahun 2006. Sedangkan skor akhir perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menurun di tahun 2007 akibat dilaksanakannya program lay off karyawan yang berpengaruh pada retensi pekerja dan produktifitas pekerja. Skor akhir perspektif proses bisnis internal pada tahun 2007 meningkat bila dibandingkan tahun 2006. Perusahaan telah memperbaiki kinerja proses bisnis internalnya dengan fokus pada sasaran cost effectiveness produksi. Untuk menekan biaya bahan bakar yang terus meningkat, perusahaan telah menggunakan bahan bakar alternatif dari cangkang kelapa sawit. Skor perspektif keuangan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara teori, peningkatan kinerja perspektif bisnis internal akan mendorong peningkatan kinerja perspektif utamanya (perspektif keuangan). Hal yang terjadi pada kinerja PT Mitra Kerinci adalah sebaliknya, perspektif bisnis internal mengalami kenaikan namun kinerja keuangannya mengalami penurunan. Hal ini disebabkan perusahaan masih melakukan investasi bidang non tanaman yaitu mengkonversi peralatan dan kabin pembakaran cangkang kelapa sawit, investasi mesin dan perlengkapan pabrik serta inventaris kantor dan alat pertanian. Selain itu biaya yang dikeluarkan juga meningkat karena pemberian pesangon dan tunjangan dalam program ”tali asih” (lay off karyawan). Hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan penjualan produk sehingga perusahaan mengalami rugi yang terakumulasi dari tahun sebelumnya. Hutang yang tinggi saat perusahaan masih dalam keadaan rugi memaksa perusahaan harus mendapatkan dana dari hutang lainnya kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia.
EVALUASI KINERJA AGROINDUSTRI TEH PT MITRA KERINCI DENGAN METODE BALANCED SCORECARD
Oleh :
MENIK SULISTIOWATI
A14104025
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Skripsi : Evaluasi Kinerja Agroindustri Teh PT Mitra Kerinci
dengan Metode Balanced Scorecard
Nama : Menik Sulistiowati
NRP : A14104025
Program Studi : Manajemen Agribisnis
Menyetujui ,
Dosen Pembimbing
Dr. D. Iwan Riswandi, M.Si
NIP 131 901 736
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“EVALUASI KINERJA AGROINDUSTRI TEH PT MITRA KERINCI
DENGAN METODE BALANCED SCORECARD” BELUM PERNAH
DIAJUKAN PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN
UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA
JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL
KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN
YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN
KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
BOGOR, JULI 2008
MENIK SULISTIOWATI
A14104025
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak perempuan pertama dari Raden Djali dan Sringah
Rahayu yang dilahirkan di Jakarta, 17 Juli 1986. Penulis tinggal bersama orang
tua dan seorang adik perempuan yang saat ini baru berumur 13 tahun di
Kecamatan Cimanggis, Kotamadya Depok. Pendidikan formal yang telah dijalani
penulis adalah SD Negeri Tugu XI Cimanggis dengan rengking urutan teratas,
SLTP Negeri I Cimanggis dengan NEM tertinggi dan SMA Negeri I Depok
dengan predikat PMDK Institut Pertanian Bogor.
Penulis selama menjalani perkuliahan di kampus IPB, juga aktif pada
beberapa organisasi kemahasiswaan, kegiatan kepanitiaan. Selama dua tahun
sebagai staf sebuah Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian (MISETA) pada divisi pers dan jurnalistik serta divisi Public Relation
(PR). Selain itu selama tiga tahun aktif dalam sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa
tingkat kampus (UKM) dalam bidang kewirausahaan Center of Entrepreneurship
Development for Youth (CENTURY) sebagai Vice President of Production tahun
2005-2006, Head of PR Division pada tahun 2006-2007, dan sebagai Ketua
Umum pada tahun 2007-2008. Penulis telah mendapatkan beasiswa
pengembangan prestasi dan akademik dari Women’s International Club,
sedangkan pada tingkat akhir mendapatkan beasiswa kewirausahaan dari Bank
Mandiri karena telah merintis bisnis kerajinan tangan daur ulang berbentuk
korsase.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberi rahmat dan anugerah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat
berjalan lancar dan selesai sesuai target.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan judul ”Evaluasi Kinerja
Agroindustri Teh PT Mitra Kerinci dengan Metode Balanced Scorecard ” sangat
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan tersebut dan
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dalam melaksanakan
dan memperbaiki menejemen strateginya. Penulis sangat berterimakasih kepada
pihak perusahaan dan seluruh pihak yang telah mendukung dalam penyusunan
skripsi ini.
Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
sarjana. Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam skripsi ini maka sangat
diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki skripsi ini agar
lebih bermanfaat untuk perusahaan pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Juli 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan pihak-pihak yang memiliki peran besar, maka penulis
menyampaikan ucapan syukur dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. ALLAH SWT yang telah membimbing dan memberi jalan terbaik dengan
segenap kasih sayang dan petunjuk dalam setiap langkah-langkahku serta
perlindungan-Mu kepada keluarga kami.
2. Ibundaku tersayang yang telah mendidik, menyayangi dan berkorban
untukku. Terima kasih semua nasihat ibu dan doa-doa ibu. Aku hanya
ingin ibu bangga dan bahagia. Bapakku tersayang yang sedang sakit,
bapak terus berjuang ya, kami akan selalu merawatmu, terima kasih atas
segalanya pak.
3. Bapak Dr. D. Iwan Riswandi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing saya selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Joko Purwono, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji
utama dan memberikan masukan-masukan untuk perbaikan skripsi saya.
5. Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Ec yang telah bersedia menjadi dosen penguji
wakil departemen dan memberikan masukan-masukan untuk perbaikan.
6. PT Rajawali Nusantara Indonsia yang telah mengakomodasi dalam pada
penelitian saya di PT Mitra Kerinci. Bapak Agung yang telah memberi
kesempatan kepada saya untuk melaksanakan penelitian di Pulau Sumatra,
Bapak Rudy yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam
melakukan penelitian, dan Ibu Yanti yang telah memberikan kesempatan
saya melakukan presentasi pada awal penjajakan.
7. Seluruh pihak perusahaan PT Mitra Kerinci yang telah membantu dan
mendukung dalam pengambilan data. Terima kasih khususnya saya
sampaikan kepada Bapak Sonny Noermachsyah atas sambutan baiknya,
Bapak Syaikur, Bapak Suyadi, Bapak Siallagan, Pak Mardi, Pak Rambe,
Pak Sondi, Bu Sondi, Bu Ati yang sangat membantu dan mendukung saya
selama di Kebun Liki, Solok- Sumatra Barat.
8. Adikku, Ena tersayang yang menemani aku bergadang, bercanda, curhat.
Permintaan aku buat kamu, banggakan, bahagiakan ibu dan bapak ya dek.
9. Sahabat dan teman dekat saya Cume, Mela, Dini, Bert, Sari, Wanti,
Kakanda Tifa, Nanien, Yus, Devita, Lestri yang selalu mendukung. Anggi
Baginda Siregar, SP atas semua perhatian, dukungan yang dikorbankan.
10. Seluruh teman-teman CENTURY tercinta atas kerjasamanya dan
pengorbannya selama membangun CENTURY, MAJU TERUS! Mba
Astri, Mas Unang, Kak Indra dan Kak Bagus terima kasih atas saran dan
masukan. Bundo Cimay, Jean, Mami Widya, Viona, Andri, Sinat, Saputri,
Marsel, Rafqy, terima kasih atas keikhlasan kalian.
11. Women’s International Club atas perhatian dalam dunia pendidikan dan
beasiswa yang telah diberikan. Ibu Notty, Ibu Riny dan Mrs. Yoko atas
kebaikannya.
12. Bapak Parta, Ibu Carry, Ibu Ani, yang telah membantu saya mendapatkan
beasiswa Bank Mandiri.
13. Ibu Soraya, Umi, Ami, Sastrow, Tere, Uci selama tinggal di kos dan
seluruh teman-teman serta seluruh pihak yang sudah berperan namun tidak
dapat saya sebutkan satu per satu.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat kini, diantaranya
karena peran dari sektor agribisnis yang mengelola hasil kekayaan alam.
Sumbangan terbesar dari sektor agribisnis terutama dari hasil perkebunan yang
sampai saat ini masih dalam rangking pengekspor hasil perkebunan untuk
komoditi utama.
Tabel 1. Hasil Produksi Perkebunan Nasional Komoditi Utama Produksi Perkebunan Nasional Komoditi Utama dalam Satuan Ton Komoditi 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Kakao Karet Kelapa Sawit Kopi Tebu Teh Tembakau
421.142 1.501.428 7.000.507
554.574 1.690.004
162.587 204.329
536.804 1.607.461 8.396.472
569.234 1.725.467
199.103 166.867
619.192 1.630.359 9.622.344
682.019 1.755.354
165.194 192.083
695.361 1.792.348
10.440.834 663.571
1.631.918 169.821 200.875
691.704 2.065.817
10.830.389 647.385
2.051.644 167.136 165.108
748,827 2.270.891 11.861.615 640.365 2.241.806 167.276 153.470
Sumber: Deptan 2005
Tabel 1 di atas menunjukkan fluktuasi hasil produksi tanaman perkebunan
yang rata-rata memiliki kecenderungan produksi yang meningkat. Apabila
diurutkan dari produksi tertinggi sampai terendah, kelapa sawit menempati urutan
pertama lalu tebu, karet, kakao, kopi, tembakau, dan terakhir adalah teh. Produksi
teh nasional menempati urutan terakhir dan memiliki kecenderungan produksi
yang menurun. Hal ini disebabkan oleh kinerja agribisnis teh Indonesia masih
rendah, baik dalam penanganan on-farm (produksi) serta of-farm (pengolahan dan
pemasaran). Persoalan pokok yang muncul antara lain produktifitas tanaman yang
rendah karena penggunaan bahan tanam yang tidak unggul, membutuhkan tenaga
kerja lima kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan perkebunan lainnya, serta
memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam pemetikan pucuk segar. Selain itu
keterbatasan penerapan teknologi dan daya saing teh Indonesia masih rendah di
pasar dunia (Tabel 2). Indonesia menempati urutan ke lima dunia dengan pangsa
pasar sebesar 6 persen dan hasil produksi hanya 7 persen dari produksi dunia.
Tabel 2. Ekspor Negara Penghasil Teh
Nama Negara Hasil Produksi (ton) Pangsa Pasar Ekspor (%) Sri Lanka 826.200 21 Kenya 310.600 19 China 745.400 19 India 287.000 12 Indonesia 172.700 6 Total 2.341.900
Sumber: International Tea Committee 20041
Sentra produksi teh tersebar Indonesia terdapat di Pulau Jawa khususnya
propinsi Jawa Barat dan Sumatra khususnya propinsi Sumatra Utara dan Sumatra
Barat dengan total area perkebunan seluas 18.389 Ha (Tabel 3). PT Mitra Kerinci
merupakan anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang
berstatus Badan Hukum Milik Negara (BUMN). Perusahaan tersebut bergerak
dalam bidang agroindustri untuk komoditi teh di Kebun Liki, Sumatra Barat
dengan perkebunan teh dan dua buah pabrik pengolahan untuk green tea dan
black leaf tea seluas 2.025 Ha. Skala produksi PT Mitra Kerinci jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan BUMN lainnya seperti PTPN IV dan PTPN VI.
Tabel 3. Luas Area Perkebunan Teh di Sumatra
Nama Perusahaan Jenis Teh Dihasilkan Letak Luas Area PTPN IV Black Tea Sumatra Utara 8.059 HaPTPN VI Black Tea Jambi, Sumatra
Barat 3.993 Ha
PTPN VII Black Tea Sumatra Selatan 1.580 HaPT Mitra Kerinci Black Tea, Green Tea Sumatra Barat 2.025 HaPT International Oloong Tea Sumatra Utara 475 HaPT Sarana Mandiri Black Tea, Green Tea Bengkulu 1.850 HaTotal Area Kebun Teh 18.389 HaSumber: Peta Sebaran Kebun Teh2
1 Http://www.indotea.org (Sumber diakses tanggal 10 Maret 2008) 2 Sumber didapat dari peta sebaran perkebunan teh Sumatra di kantor PT Mitra Kerinci
Perkembangan dunia bisnis saat ini sangat pesat apalagi setelah memasuki
abad persaingan global, setiap perusahaan berlomba-lomba memenangkan
persaingan. Lingkungan bisnis dengan sumber daya yang mempunyai keunggulan
tradisional seperti upah buruh murah tidak akan dapat menjamin kelangsungan
hidup suatu bisnis. Faktor yang menentukan suatu bisnis mempunyai daya saing
tinggi adalah aset yang tidak terhitung (intangible assets) seperti paten, good will,
produk bermutu selain itu kapabilitas manajemen dan organisasi sebagai kunci
sukses yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan di masa depan.
Manajemen bukanlah statis, sehingga harus ada kreatifitas untuk
mengembangkan manajemen agar memenuhi kebutuhan perkembangan
lingkungan yang dinamis dengan mengutamakan future customers (apa
keinginannya, apa harapannya, dan bagaimana persepsinya). Kendala terbesar
pada ketidakberhasilan sebuah strategi umumnya disebabkan oleh ketidaktepatan
dalam mengidentifikasi lingkungan bisnis perusahaan dan kegagalan dalam
mengimplementasi rumusan strategi tersebut. Bila kesalahan yang terjadi yaitu
pada identifikasi lingkungan, hal ini akan lebih mudah untuk diperbaiki dengan
melakukan identifikasi faktor internal dan faktor eksternal perusahaan yang dapat
dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan atau dengan menyewa jasa
konsultan. Permasalahan akan lebih kompleks jika terjadi kesalahan pada
implementasi strategi. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti kurang memahami konsep strategi, kurangnya komunikasi internal,
hambatan sumber daya, dan tidak konsisten dalam mencapai visi misi perusahaan.
Untuk meminimalisasi adanya kegagalan dalam implementasi rencana-rencana
bisnis strategi, membutuhkan evaluasi terhadap keputusan-keputusan strategi.
Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategi. Para
manajer sangat perlu mengetahui kapan strategi tertentu tidak berfungsi dengan
baik, evaluasi strategi berguna untuk memperoleh informasi ini. Evaluasi strategi
diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan di
masa depan (David, 2001). Pengukuran kinerja perusahaan merupakan salah satu
instrumen yang dapat digunakan dalam menilai keberhasilan perusahaan dan salah
satu cara yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan rencana-rencana bisnis
kepada karyawan sebagai pelaksana rencana bisnis strategis perusahaan. Alat
komunikasi antara manajemen organisasi dan karyawan tersebut adalah balanced
scorecard. Balanced scorecard merupakan sistem manajemen strategis bagi
perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka panjang (untuk pelanggan,
pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, proses bisnis internal) demi
memperoleh hasil-hasil finansial yang memungkinkan perkembangan organisasi
bisnis daripada sekedar mengelola bottom line untuk memacu hasil-hasil jangka
pendek (Gaspersz, 2003).
Pengukuran kinerja berkaitan dengan strategi dan langkah yang diambil
perusahaan, sehingga apabila dasar dari pengukuran kinerja yang digunakan tidak
tepat, maka akan berakibat buruk bagi keberlangsungan perusahaan. Banyak
perusahaan yang kurang menyadari akan pentingnya suatu sistem manajemen
sebagai suatu alat atau bagian di dalam pengukuran kinerja perusahaan baik
kinerja keuangan maupun kinerja non-keuangan. Sistem pengukuran kinerja yang
banyak dipakai cenderung melihat keberhasilan perusahaan hanya melalui
perspektif keuangan saja melalui pengukuran kinerja dengan mengandalkan
informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi. Oleh sebab itu, manajemen level
eksekutif lebih memfokuskan pencapaian kinerja janggka pendek tanpa
memperhatikan kepuasan karyawan terhadap perusahaan, kewajiban perusahaan
terhadap pelanggannya, serta proses bisnis internal akan menghasilkan
pengembalian keuangan dalam jangka panjang kepada shareholder menjadi
rendah, padahal kinerja keuangan perusahaan berasal atau dipengaruhi perspektif
non-keuangan.
1.2. Perumusan Masalah
Teh yang diusahakan oleh PT Mitra Kerinci awalnya merupakan hasil
diversifikasi usaha perusahaan induk PT Rajawali Nusantara Indonesia. Pada
siklus bisnis perusahaan, saat ini PT Mitra Kerinci berada pada tahap
pertumbuhan (growth). Permasalahan pokok agribisnis teh nasional adalah mutu
teh yang masih rendah sehingga tidak mendapat harga yang baik di pasar dunia
dan produktivitas tanaman teh yang rendah. Hal ini pula yang menjadi pokok
permasalahan yang dihadapi PT Mitra Kerinci sehingga sampai saat ini
perusahaan masih mengalami rugi. Pada tahun 2007 PT Mitra Kerinci mengalami
kerugian hingga puluhan milyar, hal ini desebabkan karena: (1) realisasi penjualan
hanya mencapai 77,25 persen di bawah target yang telah ditetapkan (Tabel 4) ; (2)
besarnya biaya bunga pinjaman; (3) kenaikan harga bahan bakar minyak solar
industri pada pertengahan tahun; (4) tidak tercapainya target produksi teh jadi
karena serangan hama yang cukup hebat (hampir 50 persen luas lahan yang
diserang) sehingga produktifitas kebun menurun. Produksi pucuk basah hanya
mencapai 79,93 persen (Tabel 4); (5) perusahaan belum memiliki sistem informasi
yang terintegasi sehingga pengambilan keputusan menjadi lambat; (6) kurangnya
pelatihan atau seminar guna pengembangan kapabilitas karyawan yang
dikarenakan keterbatasan dana perusahaan.
Tabel 4. Perkembangan Perusahaan PT Mitra Kerinci Tahun 2004-2007 Uraian Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 RKAP 2007 Penjualan (ribuan rupiah)
9.574.329 14.464.455 25.475.303 28.377.195 36.731.912
Pucuk Basah (kg) 7.863.406 12.243.758 14.434.397 14.390.545 18.000.000 Teh Jadi (kg) 1.726.048 2.751.333 3.536.279 3.359.359 4.104.000 Biaya Prod (ribuan rupiah)
20.610.546 26.759.597 36.564.727 35.568.829 35.543.819
Harga Jual Rata-rata total (Rp/kg)
5.523 6.323 6.777 8.382 8.872
Sumber: Laporan manajemen PT Mitra Kerinci 2007
Pada tahun 2007 level eksekutif PT Mitra Kerinci berfokus pada usaha
penekanan harga pokok produksi, efisiensi bahan bakar minyak dengan
penggunaan alternatif bahan bakar dari cangkang kelapa sawit, mekanisasi
pemetikan serta investasi pembangkit tenaga listrik tenaga hydro. Sedangkan
pada tahun 2008 dengan level eksekutif yang berbeda, strategi PT Mitra Kerinci
fokus pada penekanan harga pokok produksi, peningkatan kualitas (grade) teh,
penerapan program lay off karyawan yaitu penggantian karyawan tetap menjadi
karyawan kontrak serta alternatif bahan bakar hasil forestry utuk strategi jangka
menengah.
Perusahaan kini masih banyak beban pada investasi dan tingginya harga
pokok produksi, sehingga masih mengalami kerugian. Biaya produksi rata-rata
mencapai dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan penerimaan penjualan teh jadi.
Pengukuran kinerja yang selama ini dilakukan oleh perusahaan hanya berfokus
pada pengukuran kinerja keuangan. Sehingga pengukuran kinerja perusahaan
terlihat sempit hanya berorientasi pada pengukuran dalam jangka pendek.
Beberapa permasalahan yang saat ini dihadapi perusahaan, tidak cukup
pengukuran kinerja hanya fokus kepada kinerja keuangan yang sampai kini masih
dinilai kurang baik, maka perlu adanya pengukuran kinerja secara komprehensif
baik dalam perspektif keuangan juga dalam persepektif pelanggan, proses bisnis
internal serta pertumbuhan dan pembelajaran. Pengukuran secara komprehensif
tersebut dapat dimaksudkan akan mencari hubungan sebab akibat dalam keempat
perspektif pengukuran kinerja yang mengarah kepada kinerja keuangan. Balanced
scorecard sebagai salah satu metode analisis kinerja perusahaan dapat digunakan
sebagai evaluasi atas kinerja eksekutif yang diukur secara berimbang dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Maka pada penelitian ini dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil penilaian kinerja PT Mitra Kerinci berdasarkan standar
penilaian BUMN?
2. Bagaimana kinerja yang dicapai perusahaan dengan pendekatan balanced
scorecard dan rekomendasi strategi pengembangan perusahaan?
a. Apakah indikator kunci sukses yang menunjang kinerja PT Mitra Kerinci
dengan metode balanced scorecard?
b. Bagaimana rumusan peta strategik PT Mitra Kerinci berdasarkan metode
balanced scorecard?
c. Bagaimana evaluasi kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced
scorecard?
d. Apakah rekomendasi strategi pengembangan perusahaan untuk
memperbaiki kinerjanya di masa depan?
1.2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah di atas,
maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi hasil penilaian kinerja PT Mitra Kerinci berdasarkan standar
penilaian BUMN.
2. Mengevaluasi kinerja yang telah dicapai perusahaan dengan pendekatan
balanced scorecard dan memberikan rekomendasi strategi pengembangan
perusahaan untuk memperbaiki kinerja PT Mitra Kerinci di masa depan.
a. Mengidentifikasi indikator kunci sukses yang menunjang kinerja PT Mitra
Kerinci dengan metode balanced scorecard.
b. Merumuskan peta strategik PT Mitra Kerinci dengan metode balanced
scorecard.
c. Mengevaluasi kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced
scorecard.
d. Memberikan rekomendasi alternatif kegiatan-kegiatan pengembangan
perusahaan untuk memperbaiki kinerja PT Mitra Kerinci dan
keberlangsungan perusahaan di masa depan.
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak
terkait seperti:
1. Bagi PT Mitra Kerinci
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukkan bagi
perusahaan dalam menjalankan manajemen strategi dan merumuskan secara
sistematis pengukuran kinerja untuk pengembangan dan kemajuan
perusahaan. Balanced scorecard sebagai metode penilaian kinerja perusahaan
dapat digunakan sebagai evaluasi atas kinerja eksekutif yang diukut secara
berimbang dalam jangka pendek dan jangka panjang.
2. Bagi Penulis dan IPB
Penelitian ini berguna untuk mengasah keterampilan dalam menerapkan ilmu
yang telah didapat selama bangku perkuliahan serta mensosialisasikan
penggunaan konsep balanced scorecard sebagai sistem mamajemen strategi
dalam pengukuran kinerja perusahaan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan rujukan dalam penelitian-penelitian lainnya.
1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci.
Pengukuran kinerja ini dijabarkan pada empat perspektif yaitu keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran dengan
membandingkan target pada masing-masing ukuran pada setiap perspektif dengan
pencapaian pada masing-masing ukuran sehingga pada akhir didapat skor total
yang menunjukkan kinerja perusahaan.
Masing-masing indikator yang dijadikan kunci sukses dalam penelitian ini
adalah ukuran-ukuran yang telah ditentukan oleh peneliti dan ditetapkan oleh
level direksi perusahaan. Sehingga tidak semua ukuran menurut teori digunakan
dalam pengukuran kinerja perusahaan, dengan subjektivitas hanya ukuran yang
sesuai dengan permasalahan dan karakteristik perusahaan saja yang terpakai. Pada
perspektif pelanggan, peneliti menetapkan batasan pada penelusuran informasi
yaitu berfokus kepada informasi internal perusahaan. Hal ini disebabkan
pelanggan PT Mitra Kerinci adalah perusahaan pemborong, trader, broker, baik
dari dalam negeri maupun luar negeri sehingga bila melakukan survey secara
langsung akan menghabiskan banyak waktu, biaya dan tenaga.
Evaluasi dalam penelitian ini adalah evaluasi kinerja dimulai dari proses
penentuan kunci sukses, pembobotan, pengukuran (membandingkan realisasi
dengan target antara tahun 2007 dengan tahun sebelumnya guna melihat
perkembangan kinerja perusahaan), scoring, penjumlahan, lalu mengkategorikan
skor akhir dengan standar yang ada. Rekomendasi alternatif kegiatan perbaikan
berguna memberi masukan kepada perusahan untuk mencapai sasaran strategis
dalam memperbaiki kinerjanya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum tentang Produk
2.1.1. Karakteristik Tanaman Teh
Tanaman teh merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara namun
sudah dikenal oleh bangsa Cina sejak tahun 2737 SM. Teh dikenalkan pertama
kali oleh pedagang Belanda sebagai komoditas perdagangan di Eropa pada tahun
1610 SM dan menjadi minuman populer di Inggris sejak 1664 SM. Tanaman teh
dalam bahasa latin Camellia sinensis L dapat tumbuh mulai dari pantai sampai
pegunungan. Pada umumnya tanaman teh dikembangkan di daerah pegunungan
yang beriklim sejuk. Meskipun dapat tumbuh subur di dataran rendah, tanaman
teh tidaka akan memberikan hasil dengan mutu baik. Semakin tinggi daerah
penanaman teh, maka semakin baik mutu yang dihasilkan (Ghani, 2002).
Produk teh dapat dibedakan berdasarkan mutu dan jenis teh. Mutu teh
dapat dinilai berdasarkan rasa, aroma dan warna seduhan. Penilaian mutu
ditentukan oleh seorang ahli pencicip (tea taster) berdasarkan analisis
organoleptik, yaitu kemampuan mengukur mutu dengan indra penglihatan,
penciuman dan perasa. Parameter lain seperti kadar air dan berat jenis hanya
sebagai pendukung dalam menilai mutu teh jadi. Berdasarkan sistem pengolahan
teh dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Teh putih
Teh putih dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi
dan sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar matahari untuk
menghalangi pembentukan klorofil. Teh putih diproduksi dalam jumlah
lebih sedikit dibandingkan teh jenis lain sehingga harga menjadi lebih
mahal dan belum populer.
2. Teh hijau
Pucuk teh yang dijadikan teh hijau biasanya langsung diproses setelah
dipetik. Setelah daun mengalami oksidasi dalam jumlah minimal, proses
oksidasi dihentikan dengan pemanasan atau pengeringan. Teh yang sudah
dikeringkan bisa dijual dalam bentuk lembaran daun teh atau digulung
rapat berbentuk seperti bola-bola kecil (teh yang disebut gun powder).
3. Teh hitam
Daun teh dibiarkan teroksidasi sebelum masuk pada tahap pengeringan.
Teh hitam merupakan jenis teh yang paling umum di Asia Selatan (India,
Sri Langka, Bangladesh) dan sebagian besar negara-negara di Afrika
seperti: Kenya, Burundi, Rwanda, Malawi dan Zimbabwe. Teh hitam
terbagi menjadi 2 jenis: Ortodoks (teh diolah dengan metode pengolahan
tradisional melalui proses pelayuan selama 18-20 jam) atau CTC (metode
produksi teh Crush, Tear, Curl yang berkembang sejak tahun 1932).
Beberapa riset menunjukkan, teh bermanfaat dalam dunia kesehatan seperti
menurunkan kadar kolesterol, memperbaiki saluran darah dan kesehatan jantung,
mengurangi kerusakan DNA akibat merokok dan mengurangi resiko kanker.
2.1.2. Permasalahan Agribisnis Teh Indonesia
Permasalahan agribisnis teh yang dialami Indonesia disebabkan oleh
kinerja agribisnis teh yang rendah, baik pada on-farm maupun off-farm. Persoalan
pokok yang muncul antara lain produktifitas tanaman yang rendah karena
penggunaan bahan tanam yang tidak unggul, membutuhkan tenaga kerja lima kali
lipat lebih banyak dibandingkan dngan perkebunan lainnya, serta memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi dalam pemetikan pucuk segar. Selain itu keterbatasan
penerapan teknologi dan daya saing teh Indonesia masih rendah di pasar dunia.
Perusahaan agroindusri teh di Indonesia terbatas jumlahnya, permasalahan intern
yang dihadapi oleh perusahaan agroindustri teh Indonesia rata-rata adalah sama
yaitu pada tingginya harga pokok produksi dan penjualan kurang baik. Harga jual
teh jadi di pasar dunia sangat berfluktuatif, terkadang karena mutu teh Indonesia
kurang memenuhi standar mutu Internasional menyebabkan teh Indonesia
mendapatkan harga yang rendah.
Permasalahan lain yang terjadi di pasar komoditi teh yaitu terjadinya over
production atau over supply nasional maupun dunia dan di sisi lain tingkat
konsumsi teh masyarakat masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu adanya
upaya untuk mentransformasi keunggulan komparatif (comparative advantages)
menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantages), dengan
mengembangkan subsistem agribisnis hulu secara sinergi dengan pengembangan
subsistem agribisnis hilir dan membangun jaringan pemasaran domestik maupun
internasional, yang digerakkan oleh kekuatan inovasi (innovation driven)
(Tampubolon, 2002).
Tabel 4. Tingkat Konsumsi Teh Per Kapita Tahun 2003
Negara Konsumsi per kapita (gram)
Negara Konsumsi per kapita (gram)
India 660 Bahrain 1.310 Sri Lanka 1.380 Hongkong 1.370 Inggris 2.240 Arab 2.000 Irlandia 2.960 Pakistan 750 Polandia 820 Jepang 1.040 New Zealand 950 Indonesia 310
Sumber: International Tea Committee 20043
3 Http://www.indotea.org (Sumber diakses tanggal 10 Maret 2008)
Tingkat konsumsi teh bangsa Indonesia sangat rendah dibandingkan
tingkat konsumsi bangsa-bangsa lain bahkan sangat rendah dibandingkan negara
bukan penghasil teh seperti Inggris dan Irlandia. Sangat ironis Indonesia sebagai
penghasil teh terbesar ke lima dunia, konsumsi dalam negerinya sangat rendah.
Konsumsi teh dipengaruhi oleh tingkat selera, budaya, dan kelas sosial. Budaya
minum teh ditemukan di masyarakat China dan Jepang yang menjadikan teh
sebagai minuman sehat (tradisi), sedangkan di Eropa pada umumnya minum teh
merupakan minuman nasional. Beberapa daerah seperti Jawa Barat masih
mempertahankan budaya minum teh yang diyakini memiliki berbagai khasiat. Hal
ini menunjukkan teh Indonesia masih memiliki peluang bisnis untuk konsumsi
dalam negeri. Faktor lain konsumsi teh dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat
yang lebih menyukai kopi, soft drink, minuman impor serta minuman instan lain
dibandingkan dengan minuman asli hasil bumi dalam negeri. Mayoritas rakyat
Indonesia lebih menyukai minum kopi dari pada minum teh yang menyehatkan.
Masyarakat beranggapan bahwa minum teh merupakan minuman kelas rendah,
sedangkan minuman susu atau minuman lainnya dipersepsikan sebagai minuman
kelas sosial tingkat menengah dan atas. Padahal di negara lain, masyarakat yang
mempunyai pendapatan tinggi menganggap sebagai minuman terpenting dalam
pergaulan, karena minum teh telah dianggap sebagai bagian dari life style.
Perhatian dan peran pemerintah dirasakan masih kurang dalam
mendukung agribisnis teh Indonesia. Pemerintah hendaknya memiliki grand
strategy untuk industri teh terutama industri hilir teh yang mempunyai prospek
yang baik dan nilai tambah yang tinggi. Dukungan pemerintah dalam harmonisasi
tarif akan sangat membantu produsen teh dalam negeri.
2.1.3. Peluang Bisnis Komoditi Teh
Produsen teh dalam negeri mencoba meningkatkan mutu teh produksinya
dalam menghadapi era globalisasi. Hal ini mereka lakukan, agar produk teh
Indonesia mendapatkan posisi harga yang lebih tinggi. Indonesia memiliki potensi
areal komoditi teh yang sangat luas dan diperhitungkan di pasar dunia, namun
pada pelaksanaanya produsen Indonesia belum mencapai tingkat produksi yang
optimal. Untuk mengantisipasi hal tersebut produsen harus menerapkan program
cost effectiveness.
Indonesia sangat diperhitungkan dalam perdagangan teh dunia selama
bertahun-tahun dan selalu masuk pada urutan lima terbesar negara pengekspor teh.
Bahkan sesama negara penghasil teh, Sri Lanka juga mengimpor teh dari
Indonesia untuk dicampurkan dengan teh dalam negerinya sebelum dijual
kembali. Indonesia sampai kini hanya menjual ekspor dalam bentuk teh curah
(bulk) sehingga harga yang didapatkan lebih murah karena dalam bentuk teh
murni. Hal ini memberikan peluang justru kepada negara lain yang membeli
produk hulu teh (teh curah) Indonesia kemudian mereka campur dengan teh dari
berbagai asal negara kemudian mereka jual kembali kepada Indonesia. Hal ini
seharusnya perlu diperhitungkan dan dimanfaatkan peluangnya untuk
pengembangan agroindustri yang lebih berorientasi ke arah hilir merupakan
strategi yang harus dilaksanakan untuk beberapa jenis komoditas perkebunan,
antara lain teh, yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk hilir yang
berorientasi ekspor sehingga diharapkan akan mengurangi fluktuasi harga dan
mencegah penurunan nilai tukar hasil perkebunan.
2.2. Gambaran Umum Industri
Banyak masyarakat awam yang menganggap industri sinonim dengan
pabrik, padahal pada fungsinya industri berbeda dengan pabrik. Pabrik atau
manufaktur memproses bahan baku menjadi barang setengah jadi, lalu menjadi
barang jadi. Kata industri berasal dari kata Latin industria yang memiliki makna
any form of economic activity (berbagai bentuk kegiatan ekonomi yang sejenis).
Contohnya, perusahaan pembuat kecap, minuman, roti, dan kue kering merupakan
industri makanan dan minuman. Sedangkan perusahaan penghasil kelapa sawit,
teh dan tebu merupakan industri pertanian atau agroindustri.
Prawirosentono (2002) menjelaskan industri dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kelompok yaitu:
1. Industri berdasarkan hubungan vertikal
Industri-industri berdasarkan hubungan vertikal termasuk di dalamnya industri
hulu dan industri hilir. Industri hulu adalah kelompok perusahaan yang
membuat produk yang digunakan oleh perusahaan lain. Industri hilir adalah
kelompok perusahaan yang menggunakan produk perusahaan lain sebagai
bahan baku untuk kemudian diproses menjadi barang lain atau barang jadi.
2. Industri berdasarkan hubungan horizontal
Pengelompokkan industri ini ditinjau atas dasar sejajar antara produk yang
dihasilkan masing-masing perusahaan. Contohnya gabungan perusahan
makanan merupakan industri makanan, perusahaan penghasil teh, kelapa
sawit, kopi termasik industri pertanian.
3. Industri berdasarkan pada skala usaha
Industri dengan sklala usaha kecil yaitu modalnya kurang dari 100 juta rupiah.
Industri menengah dalam usahanya memakan biaya antara 100-500 juta
rupiah. Sedangkan industri besar, modal yang digunakan lebih dari 500 juta
rupiah.
4. Industri berdasarkan pada tingkatan jenis produksi
Kelompok industri ini terdiri dari: industri ringan (contohnya, barang-barang
konsumsi), industri menengah (contohnya, industri farmasi, industri semen,
industri kimia, dan agro industri), industri berat (contohnya, pembuatan mesin-
mesin mobil dan pembuatan pesawat).
Pengembangan industri yang dilakukan oleh negara atau swasta
merupakan bagian yang integral dari pembangunan nasional. Sasaran
pertumbuhan industri pada tahun 2008 diproyeksikan sebesar 7,43 persen, dengan
rincian pertumbuhan setiap Kelompok Lapangan Usaha Industri diproyeksikan
sebagai berikut: industri makanan, minuman dan tembakau 8,00 persen; barang
kayu dan hasil hutan lainnya 1,00 persen; kertas dan barang cetakan 8,00 persen;
pupuk, kimia dan barang dari karet 6,50 persen; barang lainnya 3,50 persen.
Pengembangan tahun 2008, disamping melanjutkan kebijakan tahun 2006
dan 2007 akan ditempuh berbagai kebijakan intervensi pemerintah yang lebih
besar lagi dalam rangka penyelesaian permasalahan yang dihadapi industri, dan
sebagai usaha dalam mempercepat upaya peningkatan daya saing. Dengan melihat
basis sumber daya alam serta basis tingkatan kemampuan sumber daya manusia
yang kita miliki maka bantuan atau intervensi pemerintah diprioritaskan kepada
pengembangan sektor agroindustri, yang basisnya ada di daerah. Dengan memberi
prioritas pada pengembangan agroindustri, sekaligus upaya dimaksud dapat
mempercepat upaya penangulangan kemiskinan, peningkatan kesempatan
dilaksanakan melalui dua pendekatan. Pertama, melalui pendekatan top-down
yaitu pembangunan industri yang direncanakan dari pusat (by design) dengan
memperhatikan prioritas terhadap komoditi-komoditi yang selama memiliki
kinerja yang baik di pasar internasional, yang ditentukan secara nasional dan
diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, melalui pendekatan bottom-up yaitu
melalui penetapan kompetensi inti daerah yang merupakan keunggulan daerah.
Pendekatan ini lebih diorientasikan pada industri yang berbasis agro4.
2.3. PT Mitra Kerinci sebagai Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh
kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula
berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa
bagi masyarakat.Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan
perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut
menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Sejak tahun
2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN,
yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN. Ciri-ciri BUMN adalah
sebagai berikut: (1) pemerintah memegang hak atas segala kekayaan usaha dan
berkedudukan sebagai pemegang saham dalam pemodalan perusahaan; (2)
pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam menetapkan kebijakan
perusahaan; (3) pengawasan dilakukan alat pelengkap negara yang berwenang; (4)
sebagai stabillisator perekonomian negara dalam rangka mensejahterakan rakyat;
(5) sebagai sumber pemasukan negara; (6) seluruh atau sebagian besar modalnya
milik negara; (7) modalnya dapat berupa saham atau obligasi bagi perusahaan go
4 laporan sektor industri 2007, Departemen Perindustrian
public; (8) dapat menghimpun dana dari bank maupun nonbank; (9) Direksi
bertanggung jawab penuh atas BUMN dan mewakili BUMN di pengadilan.
Perusahaan yang statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara dapat
dikategorikan ke dalam beberapa golongan. Ada BUMN yang berbentuk persero,
perusahaan jawatan (Perjan), perusahaan umum, dan Badan Usaha Milik Daerah.
Semua perusahaan tersebut diawasi dan diminta pertanggungjawabannya oleh
pemerintah sebagai pemegang saham perusahaan.
Perusahaan Jawatan (Perjan) sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki
modal yang berasal dari negara dan besarnya modal ditetapkan melalui APBN.
Perusahaan Umum (Perum) adalah sejenis perusahan badan pemerintah yang
mengelola sarana umum. Berbeda dengan persero yang berorientasi pada
keuntungan, lebih mengutamakan kepentingan umum. Sedangkan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) merupakan badan usaha yang dimiliki pemerintah daerah
dan segala tata cara perlaksanaannya diatur oleh peraturan daerah. Besarnya
modal BUMD setiap tahunnya ditetapkan melalui APBD. PT Rajawali Nusantara
Indonesia merupakan salah satu BUMN yang berbentuk perusahaan persero yang
berorientasi pada laba atau keuntungan.
Penelitian ini memilih BUMN jenis persero sebagai studi kasus.
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (yang modal
atau sahamnya paling sedikit 51 persen dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya
mendapatkan keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk
menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat
dan mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Ciri-ciri Persero
adalah sebagai berikut: (1) pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada
presiden dan berdasarkan Undang-Undang; (2) statusnya berupa perseroan
terbatas yang diatur berdasarkan Undang-Undang; (3) modalnya berbentuk saham
dan dipimpin oleh direksi; (4) sebagian atau seluruh modalnya adalah milik
negara dari kekayaan negara yang dipisahkan; (5) organ persero adalah Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi dan komisaris; (6) menteri yang
ditunjuk memiliki kuasa sebagai pemegang saham milik pemerintah; (7) apabila
seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri berlaku sebagai RUPS, jika
hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham perseroan terbatas; (8) RUPS
bertindak sebagai kekuasaan tertinggi perusahaan; (9) laporan tahunan diserahkan
ke RUPS untuk disahkan; (10) tidak mendapat fasilitas negara; (11) tujuan utama
memperoleh keuntungan; (12) hubungan-hubungan usaha diatur dalam hukum
perdata; (13) pegawainya berstatus pegawai swasta.
Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala
wewenang yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk
mengganti komisaris dan direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung
jawab atas pengurusan persero baik didalam maupun diluar pengadilan.
Pengangkatan dan pemberhentian dilakukan okeh RUPS. Komisaris adalah organ
persero yang bertugas dalam pengawasan kinerja persero itu, dan melaporkannya
pada RUPS. Persero terbuka sesuai kebijakan pemerintah tentang privatisasi.
Privatisasi adalah penjualan sebagian atau seluruh saham persero kepada pihak
lain untuk peningkatan kualitas. Persero yang diprivatisasi adalah yang unsur
usahanya kompetitif dan teknologinya cepat berubah. Hal-hal yang tidak dapat
diubah pada persero ialah: persero yang menurut perundang-undangan harus
berbentuk BUMN, persero yang diberi tugas khusus untuk kepentingan
masyarakat, persero yang bergerak di bidang hankam negara dan pengelola
Sumber Daya Alam. PT Rajawali Nusantara Indonesia termasuk dalam daftar
perusahaan dengan status BUMN, terlihat pada Tabel 5. Tujuan dari didirikannya
sebuah BUMN antara lain: berperan dalam perekonomian nasional dan
penerimaan kas negara, mengejar dan mencari keuntungan, pemenuhan hajat
hidup orang banyak, perintis kegiatan-kegiatan usaha, memberikan bantuan dan
perlindungan pada usaha kecil dan lemah.
Tabel 5. Daftar Perusahaan dalam BUMN
Perkebunan Pertanian Perikanan PT Perkebunan Nusantara I PT Perkebunan Nusantara II PT Perkebunan Nusantara III PT Perkebunan Nusantara IV PT Perkebunan Nusantara IX PT Perkebunan Nusantara V PT Perkebunan Nusantara VI PT Perkebunan Nusantara VII PT Perkebunan Nusantara VIII PT Perkebunan Nusantara X PT Perkebunan Nusantara XI PT Perkebunan Nusantara XII PT Perkebunan Nusantara XIII PT Perkebunan Nusantara XIV PT Rajawali Nusantara Indonesia
PT Pertani PT Sang Hyang Seri
Perum Prasarana Perikanan Samudra PT Perikanan Samodra Besar PT Perikani PT Tirta Raya Mina PT Usaha Mina
Sumber: wikipedia.com5
Bagan 1. Daftar Perusahaan dalam Rajawali Nusantara Indonesia Group
Agro Industri PT PG Rajawali I PT PG Rajawali II PT PG Candi Baru PT Mitra Ogan PT Mitra Kerinci PT PG Gorontalo PT MaduBaru
PT Rajawali Nusantara Indonesia
Bidang Usaha Gula dan Olahannya Gula dan Olahannya Gula dan Olahannya Kelapa Sawit Teh Hijau, Teh Hitam Gula dan Olahannya Gula dan Olahannya
5 http://www.wikipedia.com (diakses 19 Februari 2008)
2.4. Strategi Perusahaan
Menurut Dirgantoro (2001) strategi perusahaan dapat dibagi atau
dibedakan menjadi tiga tingkatan strategi, yaitu:
2.4.1. Strategi Tingkat Perusahaan atau Korporat
Strategi tingkat perusahaan dirumuskan oleh manajemen puncak sebagai
pusat pengambilan keputusan perusahaan untuk mengatur kepentingan dan
kegiatan organisasi yang mencakup lebih banyak dari satu bidang usaha
(multibisnis). Pada tingkatan strategi ini pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab adalah jenis usaha apa yang sebaiknya digeluti dan bagaimana sebaiknya
sumber daya dialokasikan untuk mencapai tujuan.
2.4.2. Strategi Tingkat Bisnis Unit
Strategi unit usaha atau strategi unit bisnis (SBU) menyangkut pengelolaan
kepentingan dan operasi unit usaha tertentu. Strategi pada tingkat ini kebanyakan
berurusan dengan pertanyaan:
1. Bagaimana perusahaan akan bersaing dalam industri atau pasar
2. Produk/jasa apa yang sebaiknya ditawarkan
3. Siapa pelanggan yang akan dilayani
4. Bagaiman berbagai fungsi perusahaan (produk, pemasaran, dan lainnya)
akan dikelola untuk memenuhi kebutuhan pasar
5. Bagaimana sumber daya akan didistribusikan
Penelitian ini termasuk ke dalam strategi tingkat bisnis unit dimana PT
Mitra Kerinci sebagai anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia yang
menjalankan unit bisnis komoditas teh sebagai bentuk diferensiasi usahanya.
Gambar I. Kerangka Tingkatan Strategi Perusahaan
Sumber: Dirgantoro (2001)
2.4.3. Strategi Tingkat Fungsional
Fungsi usaha dalam organisasi fungsional terpisah seperti pemasaran,
keuangan, produksi dan operasi serta Human Resorce and Development (HRD)
dikelompokkan ke dalam bagian yang terpisah. Masing-masing bagian tersebut
harus mengembangkan suatu strategi yang akan membantu mewujudkan suatu
strategi yang lebih tinggi. Pada tingkat ini, strategi yang ditetapkan lebih terinci
serta memiliki lingkup waktu yang lebih pendek.
2.5. Tinjauan terhadap Penelitian Terdahulu
Penelitian yang mengkaji konsep balanced scorecard kini sudah mulai
umum. Pada kesempatan ini penulis menggunakan konsep balanced scorecard
untuk mengevaluasi strategi pada BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia
(RNI) khususnya pada anak perusahaan PT Mitra Kerinci. Penelitian ini belum
Corporate Level Strategy
Business Unit Level Strategy
Functional Level Strategy
Level Of Strategy
pernah dilakukan sebelumnya dalam skripsi maupun tulisan lainnya. Adanya
penurunan laba PT Mitra Kerinci menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan
pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard untuk
mengevaluasi dan mengukur kinerja ke dalam empat perspektif. Sebelum itu,
penulis melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian terdahulu yang sesuai
dengan permasalahan yang akan diteliti.
Arysanti (2007) dalam skripsinya yang berjudul Pengukuran Kinerja
Strategic Business Unit (SBU) Perberasan PT Pertani (Persero) dengan Konsep
Balanced Scorecard, secara keseluruhan pencapaian kinerja empat perspektif
balanced scorecard cukup memuaskan. Hal ini terlihat dari skor akhir pencapaian
target sebesar 96,26 persen. Kontribusi pencapaian terbesar diberikan berturut-
turut oleh perspektif keuangan dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
sebesar 113,25 persen dan 110,30 persen. Skor dari perspektif keuangan sebesar
22,65 persen sedangkan skor untuk perspektif pertumbuhan dan perkembangan
sebesar 22,06 persen. Kinerja perspektif pelanggan cukup baik walaupun
pencapaian targetnya hanya sebesar 86,71 persen, kurang optimalnya pencapaian
target tersebut dikarenakan pencapaian target dari market share hanya 58,10
persen. Kinerja bisnis internal mencapai target 85,19 persen dengan skor 27,22
persen.
Hasil pengukuran kinerja perusahaan PTPN V, Pekanbaru yang dengan
menggunakan balanced scorecard, secara keseluruhan, PTPN V meraih skor akhir
pengukuran kinerja untuk tahun 2003 sebesar 91,18 persen. Hasil penelitian
Mardiansyah (2005). Dalam skripsinya yang berjudul Analisis Kinerja BUMN
Perkebunan Kelapa Sawit dengan Menerapkan Konsep Balanced Scorecard, hasil
pengukuran yang didapat tersebut dapat dikatakan baik mengingat PTPN V
mampu merealisasikan target yang ditetapkan pada tahun 2003 untuk masing-
masing indikator rata-rata sebesar 91,47 persen. Namun, hasil ini dirasakan
kurang optimal mengingat besarnya potensi lahan, sumberdaya manusia,
information technology (IT) yang dimiliki oleh perusahaan untuk dapat mencapai
target yang telah ditentukan oleh perusahaan itu sendiri. Faktor-faktor yang
menyebabkan tidak tercapainya kinerja dipengaruhi oleh mayoritas tanaman
menghasilkan merupakan tanaman tua hasil pengembangan sebelumnya,
pelaksanaan program perawatan yang dilakukan tidak sesuai dengan program
yang direncanakan, adanya inefisiensi produksi, belum optimalnya fungsi pabrik
kelapa sawit, selain itu rendahnya produktifitas karyawan dan tidak adanya
corporate culture sebagai acuan dan motivator dalam bekerja bagi karyawan.
Penelitian terdahulu tentang penerapan balanced scorecard pada
perusahaan perkebunan lainnya yaitu pada perusahaan PT Wana Sawit Subur
Lestari. Penelitian ini menegenai persiapan penerapan balanced scorecard pada
PT Wana Sawit Subur Lestari (Arfiyani 2003) yang hasilnya analisisnya
dituangkan ke dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan,
bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran. Pada perspektif keuangan,
mengevaluasi strategi perusahaan dengan menggunakan analisis rasio keuangan,
secara umum performance keuangan PT Wana Sawit Subur Lestari belum cukup
baik karena masih banyak investasi yang masih dilakukan. Perspektif pelanggan
menyangkut kegiatan pemasaran melalui distribusi sederhana. Pada perspektif
bisnis internal, Arfiyani (2003) menganalisis persiapan balanced scorecard dalam
performance produksi PT Wana Sawit Subur Lestari berusaha meningkatkan
efisiensi produksi, pengawasan produk, dan peningkatan mutu produk.
Pertumbuhan dan pembelajaran menyangkut kegiatan untuk meningkatkan
sumber daya manusia, sumber dan prosedur perusahaan.
Sahputra (2006), dalam hasil penelitiannya pada BUMN Bidang Pertanian
PT Sang Hyang Seri (Persero) pusat Jakarta melalui pendekatan balanced
scorecard sudah menunjukkan hasil pengukuran yang baik. PT Sang Hyang Seri
ini mengalami kinerja finansial yang menurun. Dari hasil perhitungan tabel
balanced scorecard diketahui bahwa kinerja perspektif finansial sebesar 88,125
persen, yang berarti sudah menunjukkan kinerja yang baik. Kinerja yang sangat
baik terjadi pada perspektif pelanggan dengan nilai pencapaian target 96,8 persen.
Kinerja bisnis internal memiliki nilai pencapaian target terendah dibanding tiga
perspektif lainnya yaitu 83,5 persen. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
mencapai 91 persen. Penilaian kinerja perusahaan secara keseluruhan dari hasil
deskripsi total skor balanced scorecard adalah 93,37 persen yang menunjukkan
kinerja PT Sang Hyang Seri dinilai cukup baik. Dari hasil pengukuran balanced
scorecard dapat diketahui sumber dan sebab pencapaian kondisi kinerja
perusahaan tersebut dengan pendekatan peta strategis balanced scorecard,
walaupun sudah berada pada kategori kinerja yang baik, namun ketidakoptimalan
pencapaian kinerja disebabkan karena pencapaian yang kurang optimal pada
perspektif proses bisnis internal terutama pada sasaran pengembangan usaha
melalui ukuran peningkatan jenis kelamin.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual
3.1.1. Teori Manajemen Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepemimpinan dalam
ketentaraan. Pengertian ini berlaku selama perang, berkembang menjadi
manajemen ketentaraan dalam rangka mengelola para tentara bagaimana
melakukan mobilisasi dan mengomando pasukan dalam jumlah besar untuk
mencapai tujuan. Istilah strategi kemudian diambil alih dunia usaha. Khususnya
manajemen untuk menetapkan arah bagi sumber daya manusia dan bagaimana
mengidentifikasi kondisi yang memeberikan keuntungan yang terbaik untuk
membantu sebuah institusi bisnis menang dalam persaingan. Dengan demikian
dalam strategi selalu mengandung dua unsur yaitu tujuan jangka panjang dan
keunggulan bersaing (Dirgantoro, 2001).
Manajemen strategi dapat diartikan sebagai seni dan ilmu yang digunakan
untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan yang
memungkinkan suatu organisasi untuk memperoleh tujuannya. Perumusan strategi
termasuk mengembangkan misi bisnis, mengenali peluang dan ancaman eksternal
perusahaan, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan objektif
jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu
untuk dilaksanakan (David, 2001).
Tiga tahap dalam proses manajemen strategi, yaitu formulasi strategi,
implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Formulasi strategi termasuk
mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal
perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan
jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi yang akan
dilaksanakan.
Implementasi strategi adalah tahap pelaksanaan strategi yang telah
dirumuskan dalam formulasi strategi. Melaksanakan strategi berarti memobilisasi
karyawan dan manajer untuk menempatkan strategi yang telah diformulasikan
menjadi sebuah tindakan. Kemampuan interpersonal sangatlah penting dalam
implementasi strategi.
Tahap yang terakhir dari manajemen strategi adalah evaluasi strategi.
Evaluasi strategi adalah alat utama untuk mengetahui kapan strategi tidak dapat
berjalan seperti yang diharapkan. Evaluasi strategi meliputi tiga aktivitas dasar:
(1) memeriksa dasar strategi perusahaan, (2) membandingkan hasil yang
diharapkan dengan hasil aktual, dan (3) mengambil tindakan koreksi untuk
memastikan kinerja sejalan dengan rencana.
3.1.2. Tahapan Evaluasi dalam Manajemen Strategi
Proses manajemen strategis dapat menghasilkan keputusan yang memiliki
konsekuensi jangka panjang. Keputusan strategi yang salah dapat mengakibatkan
kerugian dan untuk memeperbaiki kesalahan tersebut adalah hal yang sangat sulit.
Evaluasi antar waktu dapat memberikan peringatan dini kepada manajemen
terhadap masalah dan potensi masalah sebelum semakin merugikan organisasi
tersebut. Umpan balik yang memadai dan tepat waktu adalah dasar bagi evaluasi
strategi yang efektif. Evaluasi strategi sangat penting untuk memastikan agar
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (David, 2001).
Evaluasi strategi sangat penting karena perusahaan menghadapi
lingkungan yang dinamis, di mana faktor-faktor internal maupun eksternal
berubah dengan cepat. Keberhasilan perusahaan saat ini bukan merupakan
jaminan keberhasilan hari esok. Aktivitas evaluasi manajemen harus dilakukan
secara terus-menerus dan berkesinambungan, tidak hanya pada akhir periode atau
saat masalah muncul. Dengan melakukan evaluasi secara terus menerus
memungkinkan standar penilaian perkembangan dapat dibuat dan dipantau
dengan lebih efektif.
Ada beberapa aktivitas dalam kerangka kerja evaluasi strategi yaitu: (1)
Menelaah berdasarkan strategi. Aktivitas evaluasi ini dapat berupa koreksi
terhadap perubahan yang terjadi dalam manajemen organisasi, pemasaran,
keuangan, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan. (2) Mengukur kinerja
organisasi. Aktivitas ini berguna untuk membandingkan antara hasil yang
diharapkan dengan hasil sesungguhnya, menyelidiki deviasi dalam rencana,
mengevaluasi kinerja individu, dan menilai perkembangan yang terjadi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik tujuan dalam jangka panjang maupun
dalam jangka pendek. Mengukur kinerja organisasi dapat berdasarkan pada
kriteria kuantitatif dan kualitataif. (3) Mengambil tindakan korektif. Aktivitas
evaluasi strategi yang terakhir adalah mengambil tindakan korektif dengan
melakukan perubahan untuk memposisikan perusahaan ke tempat yang lebih
kompetitif bagi masa depan. Mengambil tindakan korektif sangat penting untuk
menjaga organisasi tetap berada pada jalur pencapaian tujuan.
Salah satu metode pengukuran kinerja yang dapat diterapkan dalam
mengevaluasi strategi adalah konsep balanced scorecard. Proses ini
memungkinkan perusahaan mengevaluasi strategi berdasarkan empat perspektif:
kinerja keuangan, perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran
dan pertumbuhan.
3.1.3. Pengertian Balanced Scorecard
Balanced scorecard terdiri dari dua kata yaitu kartu skor (scorecard) dan
berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat
hasil kinerja eksekutif. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan oleh
personel di masa depan akan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya.
Hasil perbandingan ini akan digunakan untuk mengevaluasi atas kinerja personel
yang bersangkutan (Mulyadi 2005). Sedangkan makna berimbang menunjukkan
bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari beberapa aspek yaitu
keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, serta intern dan
ekstern.
3.1.4. Balanced scorecard Sebagai Sistem Manajemen Strategis
Balanced scorecard memberi manajemen organisasi suatu pengetahuan,
keterampilan dan sistem yang memungkinkan karyawan dan manajemen belajar
dan berkembang terus menerus (perspektif pembelajaran dan bertumbuh) dalam
berinovasi untuk membangun kapabilitas strategis yang tepat serta efisien
(perspektif proses bisnis internal) agar mampu menyerahkan nilai spesifik ke
pasar (perspektif pelanggan) dan selanjutnya akan mengarah pada nilai keuangan
(perspektif keuangan) yang terus-menerus meningkat (Gaspersz, 2003). Melalui
mekanisme sebab akibat (cause and effect), perspektif keuangan menjadi tolak
ukur utama yang dijelaskan oleh tolak ukur pada tiga perspektif lainnya.
Keuangan
Pelanggan
Proses bisnis Internal
Pembelajaran
Dan Pertumbuhan
Bagan 2. Hubungan Sebab Akibat Empat Perspektif Balanced Scorecard
Sumber : Mulyadi 2005
Menurut Kaplan dan Norton (2000), suatu perusahaan menggunakan
pengukuran balanced scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen
dan sebagai kerangka kerja tindakan strategis melalui empat proses, yaitu:
1. Memperjelas dan Menterjemahkan Visi dan Strategi
Visi adalah fondasi bagi pembelajaran strategis, sedangkan strategi adalah
titik tolak atau referensi bagi keseluruhan proses manajemen. Proses
balanced scorecard dimulai dengan menterjemahkan strategi perusahaan ke
dalam berbagai tujuan strategis yang spesifik (tujuan finansial, pelanggan,
proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran), dan
mengidentifikasi beberapa faktor penggerak penting tujuan strategis.
Penggunaan balanced scorecard merupakan sebuah model bersama dari
Peningkatan Pendapatan ROI
Nilai Pelanggan
Modal Manusia Modal Informasi Modal organisasi
Peraturan dan
Proses sosial
Proses manajemen
operasi
Proses manajemen pelanggan
Proses inovasi
bisnis keseluruhan dimana setiap orang memberikan kontribusi dan
mengasilkan konsensus serta kerjasama tim diantara semua eksekutif senior.
2. Mengkomunikasikan dan Mengaitkan Tujuan Serta Ukuran Strategis
Tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard dikomunikasikan ke dalam
seluruh organisasi agar semua pekerja mengetahui mengenai berbagai tujuan
penting yang harus dicapai agar strategi sebuah organisasi atau institusi
dapat berhasil. Pendidikan dan komunikasi yang terbuka tentang strategi
adalah basis bagi pemberdayaan pegawai dengan sistem kompensasi yang
terhubung dengan strategi. Secara individu para pegawai dapat merumuskan
berbagai tindakan operasional yang akan memberi kontribusi bagi
pencapain-pencapaian unit bisnis. Semua usaha serta inisiatif perusahaan
akan disesuaikan dengan proses perubahan yang dibutuhkan.
3. Merencanakan, Menetapkan Sasaran, dan Menyelaraskan Berbagai Inisiatif Strategis Perencanaan dan proses manajemen penetapan sasaran memungkinkan
perusahaan untuk mengukur hasil jangka panjang yang ingin dicapai,
mengidentifikasikan mekanisme dan mengusahakan sumber daya untuk
mencapai hasil tersebut, dan memetapkan tonggak-tonggak jangka pendek
bagi ukuran finansial maupun non finansial scorecard. Tonggak-tonggak
jangka pendek ini memberikan sasaran yang spesifik untuk menilai
kemajuan dalam jangka waktu yang lebih pendek di sepanjang perjalanan
mencapai tonggak-tonggak strategis jangka panjang unit bisnis.
Gambar 2. Balanced scorecard sebagai Kerangka Kerja Tindakan Strategis
Sumber: Kaplan dan Norton (2000)
4. Meningkatkan Umpan Balik dan Pembelajaran Strategi
Dalam proses ini umpan balik digunakan untuk menguji hipotesis dimana
strategi dilaksanakan. Pengembangan strategi dilaksanakan secara
berkesinambungan dengan memonitor hasil jangka pendek dari tiga
perspektif lainnya, perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan.
Memperjelas dan Menterjemahkan Visi
dan Strategi • Memperjelas Visi • Menghasilkan
Konsensus
Balanced scorecard
Merencanakan dan Menetapkan Sasaran
• Menetapkan sasaran • Memadukan inisiatif
strategis • Mengalokasikan
sumber daya • Menetapkan tonggak
penting
Mengkomunikasikan dan Menghubungkan
• Mengkomunikasikan dan mendidik
• Menetapkan tujuan • Mengaitkan imbalan
dengan ukuran kinerja tonggak
Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis • Mengidentifikasi visi
bersama • Memberikan umpan
balik strategis • Memfasilitasi
tinjauan ulang dan pembelajaran
Gambar 3. Balanced scorecard sebagai Suatu Sistem Manajemen Kinerja
Sumber: Gaspersz (2003)
Balanced scorecard sebagai suatu sistem manajemen kinerja
menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan operasional yang
lebih spesifik sehingga para manajer dan karyawan mengetahui dengan jelas apa
yang harus dilaksanakannya agar dapat mencapai tujuan jangka panjang yang
diinginkan perusahaan. Metode ini merumuskan pengukuran kinerja ke dalam
kerangka operasional yang menterjemahkan tujuan yang ingin dicapai, ukuran
yang digunakan dalam mencapai tujuan, sasaran yang akan dicapai, target yang
ingin dicapai dan inisiatif strategi untuk mencapai sasaran (Gambar 3).
3.1.5. Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan pendekatan balanced scorecard dalam sistem manajemen dan
instrumen pengukuran kinerja menurut Mulyadi yaitu:
Perspektif Keuangan
Tujuan Ukuran Target Inisiatif
Visi dan
Strategi
Perspektif Bisnis Internal Tuj Ukuran Target Inisiatif
Perspektif Pelanggan
Tuj Ukuran Target Inisiatif
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Tujuan Ukuran Target Inisiatif
1. Komprehensif
Konsep balanced scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam
perencanaan strategik dari sebelumya yang hanya terbatas pada perspektif
keuangan, namun juga meliputi perspektif pelanggan, bisnis internal,
pertumbuhan dan pembelajaran. Perluasan sasaran strategik ke dalam
perspektif non keuangan secara komprehensif tersebut memberikan manfaat
menjajikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berkesinambungan
serta mendorong organisasi memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
2. Koheren
Balanced scorecard menghasilkan dua macam kekoherenan: (1)
kekoheranan antara visi dan misi perusahaan dengan program-program
rencana laba jangka pendek, (2) kekoherenan antara berbagai sasaran
strategis yang telah dirumuskan dalam tahap perencanaan strategik. Konsep
balanced scorecard membangun hubungan sebab akibat diantara sasaran
strategik. Adanya hubungan sebab akibat antara keluaran yang dihasilkan
sistem perumusan strategi dengan keluaran yang dihasilkan pada sistem
perencanaan strategi.
3. Seimbang
Konsep ini berusaha mengarahkan perencanan strategik untuk mencapai
keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan melalui empat perspektifnya
seperti perspektif keuangan, pelanggan, bisnis internal, pertumbuhan dan
pembelajaran. Balanced scorecard menghasilkan keseimbangan antara
fokus proses (perspektif bisnis internal dan perspektif keuangan) dan fokus
personel (perspektif pelanggan dengan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran) serta kesemimbangan antara fokus internal perusahaan
(perspektif bisnis internal dengan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran)
dan fokus eksternal perusahaan (perspektif keuangan dan pelanggan).
4. Terukur
Konsep ini menghasilkan sasaran startegik yang ditentukan ukurannya untuk
mengukur keberhasilan pencapaian sasaran startegik yang telah dirumuskan
untuk mengukur faktor yang memacu pencapaian sasaran strategik tersebut.
Sasaran startegik yang dihasilkan melalui kerangka balanced scorecard
ditentukan ukuran pencapaiannya melalui dua macam ukuran yaitu ukuran
hasil (outcome measure) dan ukuran pendorong kinerja (performance driver
measure).
3.1.6. Empat Perspektif Pengukuran Kinerja dengan Metode Balanced
Scorecard
Manajemen strategis memugkinkan sebuah organisasi untuk proaktif
dalam membentuk masa depannya. Perusahaan yang menerapkan manajemen
strategis dapat terlihat secara nyata dalam kinerja keuangannya dan kinerja non
keuangannya. Bisnis yang menggunakan konsep manajemen strategi
menunjukkan perbaikan dalam penjualan, profitabilitas, dan produktifitas
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerapkan aktivitas perencanaan
dan koreksi secara sistematis.
Perusahaan pada umumnya melakukan pengukuran kinerja berdasarkan
sudut pandang finansial saja, hal ini mengakibatkan kinerja mereka tidak optimal
karena tidak memeperhatikan ada faktor-faktor non finansial yang sangat krusial
mendorong kinerja keuangan.
Balanced scorecard merupakan sebuah sistem pengukuran kinerja sebagai
instrumen evaluasi strategi perusahaan yang lebih komprehensif. Metode ini tidak
hanya mengukur kinerja berdasarkan kinerja keuangan juga berdasarkan
perspektif pelanggan, bisnis internal serta pertumbuhan dan perkembangan.
3.1.6.1. Perspektif Keuangan
Perusahaaan pada dasarnya merupakan institusi pencipta kekayaan (wealth
creating institution). Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, hanya sebagai
institusi pencipta kekayaan saja tidak cukup. Perusahaan harus dapat mampu
menjadi pelipat ganda kekayaan (wealth-multtiplyng institutions) untuk tetap
bertahan dan tumbuh dalam lingkungan bisnis tersebut. Perusahaan harus
merumuskan sasaran-sasaran strategik pada perspektif keuangan yang
mencerminkan kemampuannya sebagai institusi pencipta atau pelipatganda
kekayaan. (Mulyadi, 2005).
Perspektif keuangan memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan,
implementtasi dan pelaksanaanya memberikan kontribusi atau tidak dalam
peningkatan laba perusahaan yang menjadi fokus tujuan serta ukuran disetiap
perspektif balanced scorecard. Setiap ukuran yang terpilih harus merupakan
bagian dari hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
kinerja keuangan. Ukuran dalam perspektif keuangan biasanya berupa
peningkatan pendapatan, penurunan biaya, dan peningkatan produktifitas,
peningkatan pemanfaatan aktiva dan penurunan resiko dapat menghasilkan
keterkaitan yang diperlukan antara keempat perspektif scorecard (Kapplan dan
Norton, 2000).
Setiap perusahaan memiliki tujuan jangka panjang yang berbeda-beda
berdadarkan siklus bisnis bertumbuh (growth), bertahan (sustain) dan menuai
(harvest). Pada siklus bisnis bertumbuh (growth) perusahaan berada pada tahap
awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa
yang memiliki potensi dalam pasar. Sasaran keuangan pada fase ini adalah tingkat
pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam pasar yang telah ditentukan. Pada
siklus bisnis bertahan (sustain), perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi untuk mendapatkan tingkat pengembalian terbaik. Sasaran keuangan
pada fase ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang
telah dilakukan sepoerti Return of Investment (ROI), Return of Equity (ROE) laba
operasi dan margin kotor. Sedangkan pada tahap menuai (harvest), perusahaan
dalam keadaan memanen atau menuai hasil investasi pada tahap-tahap
sebelumnya. Pada tahap ini tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun
pembangunan baru kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan.
Sasaran keuangan dalam siklus bisnis menuai lebih menekankan terhadap arus kas
perusahaan (Gaspersz, 2003).
Kaplan dan Norton (2000) menjelaskan, untuk setiap strategi dalam tahap
pertumbuhan, bertahan, dan menuai, terdapat tiga tema finansial yang dapat
mendorong penetapan strategi bisnis, yaitu: bauran dan pertumbuhan pendapatan,
penghematan biaya atau peningkatan produktifitas, serta pemanfaatan aktiva atau
strategi bisnis. Faktor-faktor tersebut dalam hubungannya dengan tujuan finansial
perusahaan dapat dilihat pada (Tabel 6). Perspektif Keuangan merupakan tolak
ukur utama yang ditunjang dengan tiga perspektif lainnya dalam satu periode
bisnis perusahaan juga menunjukkan tingkat kesehatan perusahaan secara umum.
Tabel 6. Faktor Pendorong Tujuan Finansial Perusahaan
Tema Strategis Bauran dan
pertumbuhan pendapatan
penghematan biaya atau peningkatan
produktifitas
pemanfaatan aktiva
Pert
umbu
han Tingakat
pertumbuhan penjualan, peresentase pendapatan produk, jasa dan pelanggan baru
Pendapatan pekerja Investasi (persentase penjualan) riset dan pengembangan (persentase penjualan)
Ber
taha
n
Pangsa pelanggan dan sasaran penjualan silang (cross selling), persentase pendapatan dari aplikasi baru, profitabilitas lini pelanggan dan produk
Biaya perusahaan sendiri vs kompetitor, tingkat penghematan biaya, beban tak langsung (persentase penjualan)
Rasio modal kerja (siklus kas ke kas), berdasarkan kategori aktiva kunci
Stra
tegi
Uni
t Bis
nis
Men
uai Profitabilitas lini
pelanggan dan produk, persentase pelanggan yang tidak menguntungkan
Biaya unit (per unit output, per transaksi)
Pengembalian (payback), Throughput
Sumber: Kaplan dan Norton (2000)
3.1.6.2. Perspektif Pelanggan
Kaplan dan Norton (2000) mendefinisikan bahwa perspektif pelanggan
adalah pelanggan dan segmen pasar di mana bisnis unit. Perspektif pelanggan
memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan utama
yaitu kepuasan, retensi, loyalitas, akuisisi, dan profitabilitas dari pelanggan dan
segmen pasar tertentu. Perspektif pelanggan juga memungkinkan perusahaan
melakukan identifikasi dan pengukuraan proporsi nilai yang akan perusahaan
berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Proporsi nilai merupakan faktor
pendorong, lead indicator, untuk ukuran pelanggan penting. Serangkaian atribut
yang membentuk proporsi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan
dan pasar sasaran yang menjadi sumber penyusunan balanced scorecard (Gambar
3) adalah atribut produk/ jasa, hubungan pelanggan, serta citra dan reputasi.
Gambar 4. Model Umum Proporsi Nilai Pelanggan
Sumber: Kaplan dan Norton (2000)
Atribut produk dan jasa meliputi fungsional atau daya guna produk, harga
dan waktu. Hal ini berasal dari pandagan konsumen mengenai apa yang
seharusnya terdapat dalam satu produk. Atribut hubungan dengan pelanggan
terdiri dari penyampaian produk, pelayanan, waktu respon dan pengiriman serta
pengalaman pembeli sewaktu membeli produk yang kesemuanya pada akhirnya
akan mempengaruhi komitmen jangka panjang.
3.1.6.3. Perspektif Bisnis Internal
Perspektif bisnis internal pada intinya menjelaskan proses internal untuk
memenuhi nilai bagi pelanggan dan pemilik perusahaan. Dalam konsep balanced
scorecard, setiap bisnis memiliki serangkaian proses tertentu untuk menciptakan
nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Proses bisnis
utama tersebut adalah:
1. Inovasi
Proses inovasi dilakukan oleh unit bisnis dengan meneliti kebutuhan
pelanggan yang sedang berkembang atau yang masing potensi. Kemudian
= + -
Mutu Harga Waktu
= - + Nilai Atribut Produk/jasa Hubungan Citra
Fungsionalitas
unit bisnis menciptakan produk atau jasa unuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Inovasi adalah proses internal yang sangat penting dan
merupakan gelombang panjang penciptaan nilai sehingga dalam
pelaksanaannya membutuhkan ketepatan waktu, efektif dan efisien.
2. Operasi
Pelaksanaan operasi dimulai ketika perusahaan menerima pesanan dari
pelanggan dan berakhir dengan penyampaian produk atau jasa kepada
pelanggan. Proses ini menitikberatkan kepada penyampaian produk/jasa
kepada pelanggan secara efisien dan konsisten.
3. Layanan Purna Jual
Layanan purna jual menghasilkan nilai tambah bagi keseluruhan proses
bisnis internal perusahaan. Proses ini mencakup garansi, dan berbagai
aktivitas perbaikan, penggantian produk dan yang dikembalikan, serta
proses pembayaran. Agar mudah dalam melaksanakan layanan purna jual,
perlu adanya customer relationship management atau perusahaan dengan
sistem manajemen tradisional dapat membuat customer database.
Gambar 5. Model Rantai Nilai Perspektif Bisnis Internal
Sumber: Kaplan dan Norton (2000)
3.1.6.4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Metode balanced scorecard memberikan penekanan bahwa investasi tidak
hanya pada peralatan serta proses penelitian dan pengembangan, akan tetapi
Kebutuhan pelanggan terpuaskan
Kebutuhan pelanggan diidentifikasi
Kenali pasar
Ciptaka produk/ jasa
Luncurkan produk/ jasa
Bangun produk/ jasa
Layani pelanggan
Proses inovasi Proses Operasi Layanan Purna Jual
diperlukan investasi dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia, modal
informasi, serta modal organisasi.
Mulyadi (2005) mengemukakan tiga kategori utama dalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu: kapabilitas karyawan, kapabilitas sistem
informasi, serta kapabilitas organisasi. Ukuran yang berorientasi pada kapabilitas
karyawan meliputi kelompok pengukuran utama yaitu kepuasan pekerja, tingkat
retensi, pelatihan dan keahlian pekerja ditambah faktor pendorongnya seperti
indeks khusus yang terinci mengenai keahlian spesifik yang dibutuhkan bagi
lingkungan kompetitif baru. Ukuran yang berorientasi pada kapabilitas sistem
informasi meliputi tersedianya informasi yang tepat waktu dan akurat mengenai
pelanggan dan proses bisnis internal yang penting bagi para pengambil keputusan.
Ukuran yang berorientasi kepada modal organisasi adalah seluruh hal yang
berkaitan dengan sistem dan prosedur perusahaan seperti budaya perusahaan,
kepemimpinan, dan team work. Keseluruhan ukuran pada perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan bertujuan terbangunnya personel yang berkemampuan,
bermotivasi, dan berketerampilan dalam memanfaatkan teknologi, untuk
mengaplikasikan pengetahuan ke dalam pekerjaan. Sehingga, organisasi didesain
dengan kapabilitas untuk belajar, kapasitas untuk berubah dan akuntabilitas tinggi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Dalam persaingan industri pada era globalisasi ini, perusahaan berlomba-
lomba untuk memenangkan persaingan bisnis. PT Rajawali Nusantara Indonesia
merupakan salah satu BUMN besar bergerak dalam tiga bidang, yaitu
agroindustri, farmasi dan alat kesehatan serta perdagangan. PT Mitra kerinci
sebagai anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia yang bergerak dalam
bidang agroindustri untuk komoditas teh dituntut menciptakan keuntungan bisnis
dalam mendukung target perusahaan inti. Sejak berdirinya perusahaan tersebut
pada tahun 1990, perusahaan kini masih dalam keadaan rugi. Permasalahan utama
yang dihadapi oleh PT Mitra Kerinci adalah tingginya biaya produksi dan
investasi yang besar. Seperti permasalahan pada perusahaan teh lain di Indonesia,
beban terberat terletak pada biaya upah karyawan dan bahan bakar. Secara
mayoritas lahan perkebunan teh milik PT Mitra Kerinci berada pada kontur lahan
dataran rendah maka mutu teh yang dihasilkan menjadi kurang baik, sehingga
produk teh jadi yang dijual tidak mendapatkan harga yang tinggi.
Perusahaan dalam siklus bisnis bertumbuh mengalami banyak kendala
seperti: realisasi penjualan di bawah target yang telah ditetapkan, kenaikan harga
bahan bakar minyak solar industri, tidak tercapainya target produksi teh karena
serangan hama yang cukup hebat sehingga produktifitas kebun menurun,
perusahaan belum memiliki sistem informasi yang terintegasi, kurangnya
pelatihan atau seminar guna pengembangan kapabilitas karyawan karena
keterbatasan dana perusahaan.
Keeadaan tersebut mendorong manajemen perlu dilakukan evaluasi
strategi berupa pengukuran kinerja secara komprehensif untuk mengukur kinerja
keuangan dan non-keuangan dengan metode balanced scorecard. Melalui metode
ini dapat dilakukan pengukuran terhadap perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pelanggan yang
mempengaruhi kinerja keuangan. Melalui metode ini pula, penulis ingin melihat
kinerja masing-masing bidang dalam perusahaan yang akan mempengaruhi
kinerja PT Mitra Kerinci.
Tema strategis dalam masing-masing strategi sangat ditentukan oleh siklus
hidup bisnis perusahan. Penentuan sasaran strategis dan tolak ukur masing-masing
perspektif ditentukan oleh pihak manajemen dimulai dari perspektif keuangan
sampai perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hal tersebut dikarenakan
keseluruhan perspektif ini memiliki hubungan sebab akibat yang telah
direfleksikan dari visi dan misi perusahaan. Setelah tujuan, sasaran, target dan
inisiatif dari perspektif ditentukan, tahap selanjutnya adalah membuat peta
strategi/rancangan balanced scorecard. Peta balanced scorecard ini akan
memudahkan proses komunikasi strategi perusahaan kepada karyawan (Bagan 3).
Penelitian ini akan membandingkan kinerja perusahaan berdasarkan
standar kinerja BUMN dengan penilaian kinerja perusahaan berdasarkan metode
balanced scorecard. Kemudian evaluasi terhadap penilaian kinerja berdasarkan
metode balanced scorecard dengan memberikan rekomendasi strategi
pengembangan perusahaan utuk memperbaiki kinerja perusahaan di masa depan.
Bagan 3. Kerangka Pemikiran Operasional
Visi, Misi dan Strategi Perusahaan
Balanced Scorecard
Tujuan dan Sasaran
Perspektif Keuangan
Tujuan dan Sasaran
Perspektif Pelanggan
Tujuan dan Sasaran
Perspektif Bisnis Internal
Tujuan dan Sasaran Perspektif
Pembelajaran dan pertumbuhan
PT Mitra Kerinci
Target
Ukuran
-Rasio lancar -Rasio
penjualan& biaya -Pertumbuhan
penjualan
Inisiatif Strategis
Target
Ukuran -Pelayanan
kepada Pelanggan
-On Time Delivery -Nilai
Penjualan Ekspor
Inisiatif Strategis
Target
Ukuran -Peningkatan
produktifitas tanaman
-Peningkatan produktifitas Pabrik
-Cost Effectiveness
Inisiatif Strategis
Target
Ukuran -Komitmen
karyawan -Produktifitas
karyawan -Efektivitas
program Lay Off
Inisiatif Strategis
Peta Strategi BSC
Pengukuran Kinerja
Rekomendasi kebijakan
Masalah-masalah: Keuangan, belum memiliki sistem informasi, target
produksi menurun, kenaikan harga
bahan bakar, tidak ada pelatihan
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT Mitra Kerinci yang berkantor pusat di
Jalan Patimura No. 8 Padang, Sumatra Barat. Kegiatan penelitian tidak hanya
dilakukan di kantor pusat namun lebih banyak melakukan observasi di lokasi
perkebunan yang terletak di Kebun Liki Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat.
Pertimbangan pemilihan lokasi lebih kepada pendekatan masalah yang sesuai
dengan topik penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2008.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dengan
wawancara dan dengan bantuan daftar pertanyaan dan kuesioner. Wawancara
dilakukan kepada pihak manajemen perusahaan untuk mengetahui kondisi
perusahaan. Pihak menajemen yang terlibat sebagai informan dalam pengambilan
data antara lain kepala dinas pengolahan, asisten kepala, kepala dinas keuangan,
kepala dinas pemasaran dan para asisten. Kuesioner ditujukan kepada karyawan
untuk mengukur tingkat kepuasan mereka dan pengambilan sampel menggunakan
rumus slovin sebagai berikut:
Sumber: Angel, 1999
Selain data primer dala penelitian ini, dibutuhkan pula data sekunder
bersifat kualitatif dan kuantitatif dari berbagai sumber yang didapatkan dengan
N n = 1+Ne 2
Keterangan: n : Ukuran sample N : Ukuran populasi e : Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan
memanfaatkan data dari literatur-literatur yang relevan baik berasal dari buku,
media masa, internet, penelitian terdahulu, dan instansi terkait dengan nara
sumber yang sesuai dengan bidangnya. Jenis data yang dikumpulkan selama
penelitian berupa data kuantitatif dan data kualitatif yang berhubungan dengan
perusahaan untuk mendukung penelitian. Data-data yang dibutuhkan dalam
menunjang penelitian ini antara lain laporan manajemen perusahaan tahun 2007,
peta persebaran arel tanam, data investasi perusahaan, serta data perkembangan
perusahaan tahun 2002-2006.
4.3. Metode Analisis Data
Evaluasi dalam penelitian ini adalah evaluasi kinerja dimulai dari proses
penentuan kunci sukses, pembobotan, pengukuran (membandingkan realisasi
dengan target antara tahun 2007 dengan tahun sebelumnya guna melihat
perkembangan kinerja perusahaan), scoring, penjumlahan, lalu mengkategorikan
skor akhir dengan standar yang ada. Data yang diperoleh dari penelitian akan
diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis (1) deskriptif evaluatif yang
digunakan untuk data-data kualitatif dari hasil wawancara dengan pihak
manajeman dan informasi kualitatif lainnya agar dapat memberikan gambaran
secara dekriptif tentang keadaan dan situasi perusahaan pada saat penelitian. (2)
Rasio, sebagai alat ukur yang digunakan dan dipilih oleh pihak manajemen
perusahaan untuk mencapai sasaran strateginya. (3) Tabulasi deskriptif, untuk
mengintrepretasikan data hasil kuesioner dengan memindahkan data nilai dari
kuestioner ke dalam lembar tabulasi. Kemudian dipindahkan ke dalam lembar
kerja untuk dianalisis berdasarkan metode analisis yang ditentukan. Pengolahan
data menggunakan alat bantu kalkulator dan program Microsoft Excel 2003.
4.4. Pengukuran dengan Balanced scorecard
Proses pembangunan kerangka balanced scorecard dimulai dengan
menterjemahkan visi, misi, serta strategi yang telah ditetapkan ke dalam tujuan
strategis perusahaan (Mulyadi, 2001). Pada metode balanced scorecard ini,
memerlukan data-data seperti visi, misi, tujuan dan strategi perusahaan yang
dihasilkan setelah perumusan strategi perusahaan.
Data-data yang diperoleh kemudian diterjemahkan ke dalam sasaran
strategis berdasarkan empat perspektif balanced scorecard. Sasaran strategis ini
berupa pernyataan kualitatif mengenai kondisi yang akan diwujudkan oleh
perusahaan di masa yang akan datang. Setelah sasaran strategis dihasilkan,
langkah selanjutnya yaitu menentukan ukuran strategis yang memungkinkan
sasaran tersebut menjadi terukur, dapat dikelola, dan pada akhirnya sasaran
tersebut dapat diwujudkan. Ukuran strategis tersebut terdiri dari ukuran hasil (lag
indicator) dan ukuran pemicu lead indicator) sebagai kunci sukses. Proses
selanjutnya adalah membandingkan hasil realisasi yang dicapai terhadap
targetnya.
4.4.1. Menentukan Indikator Hasil sebagai Kunci Sukses
Secara teoritis terdapat banyak indikator hasil yang dapat digunakan dalam
perhitungan balanced scorecard. Namun tidak seluruhnya digunakan dalam
pengukuran kinerja perusahaan. Beberapa indikator hasil yang dapat digunakan
adalah indikator hasil yang sesuai dengan sasaran strategis perusahaan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Indikator hasil untuk masing-masing sasaran strategis
diukur secara kalitatif. Berikut adalah indikator hasil empat perspektif balanced
scorecard yang akan digunakan dalam pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci:
a. Perspektif Keuangan
Terdapat beberapa indikator hasil dalam pengukuran kinerja perusahaan
berdasarkan perspektif keuangan. Indikator hasil yang sangat lazim digunakan
adalah Return Of Equity (ROE), yaitu pengembalian laba setelah pajak terhadap
modal sendiri perusahaan. PT Mitra Kerinci saat ini dalam keadaan rugi, maka
untuk mempermudah pengukuran kinerja akan digunakan pengukuran
berdasarkan nilai positif saja. Indikator hasil yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Rasio lancar
2. Rasio penjualan dan biaya
3. Pertumbuhan nilai penjualan tahunan (dalam satuan persen)
b. Perspektif Pelanggan
Penetapan indikator hasil pada perspektif pelanggan dapat berasal dari
eksternal (survey) dan internal perusahaan. Namun dalam penelitian ini, indikator
hasil yang digunakan sebagai ukuran adalah berasal dari internal perusahaan saja.
Hal ini disebabkan oleh jenis pelanggan PT Mitra Kerinci yang berasal dari
perusahaan-perusahaan dalam negeri dan luar negeri yang berubah-ubah setiap
tahunnya, sehingga bila harus melakukan survey pelanggan secara langsung akan
membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Indikator hasil pada perspektif
pelanggan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Rasio biaya pemasaran
2. Ship on time delivery
3. Jumlah penjualan ekspor (dinyatakan dalam satuan kilogram)
4. Rata-rata harga teh jadi (dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram)
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Indikator hasil yang digunakan pada penelitian dalam pengukuran kinerja
PT Mitra Kerinci antara lain:
1. Ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun (dalam satuan persen)
2. Hasil produksi pucuk segar (dinyatakan dalam satuan kilogram per Ha)
3. Rata-rata rendemen teh (dinyatakan dalam persentase)
4. Ratio machine utilization
5. Peningkatan mutu teh jadi (dinyatakan dalam persentase)
6. Rasio penjualan terhadap biaya
7. Penurunan harga pokok produksi (HPP) teh jadi (dalam satuan persen)
8. Penghematan dengan cangkang kelapa sawit (dalam satuan rupiah)
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Indikator hasil yang digunakan pada penelitian pada perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan PT Mitra Kerinci antara lain:
1. Kepuasan karyawan (dinyatakan dalam satuan persen)
2. Produktivitas pemetik di kebun (dinyatakan dalam satuan persen)
3. Retensi pekerja setelah program lay off (dalam satuan persen)
4. Learning index (dinyatakan dalam satuan persen)
5. Accountability index (dinyatakan dalam satuan persen)
4.4.2. Pembobotan Perspektif Pengukuran, Sasaran dan Indikator Hasil
Pembobotan dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat kepentingan
masing-masing variabel pengukuran yang akan dievaluasi. Metode yang
digunakan dalam menentukan pembobotan adalah metode paired comparison.
Metode ini akan membantu menentukan ukuran kepentingan dalam ukuran
kuantitatif sehingga dapat memberikan hasil ukuran pembobotan berdasarkan
tingkat prioritas dalam bentuk angka. Bobot masing-masing variabel yang akan
diukur dihasilkan dari perbandingan antara indikator horizontal dengan indikator
vertikal menggunakan skala tertentu terhadap total skor kelompok pembobotan.
Tabel 7. Pembobotan dengan Metode Paired Comparison Perspektif Pengukuran, Sasaran masing-masing perspektif, Indikator hasil masing-masing yang akan diukur
1 2 3 i Total Horizontal
%
1 α 1 β1 2 α 2 β2 3 α 3 β3 i α i β i Total vertikal µ
∑αί i=1
100
Bobot yang diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap
jumlah nilai keseluruhan variabel yang dibobotkan, dengan menggunakan rumus:
Sumber: Kinnear, 1996
Keterangan:
β i : Bobot kepentingan variabel yang diukur dalam persen
α i : Jumlah bobot kepentingan secara horizontal variabel diukur
i : 1,2,3...n
n : jumlah variabel yang diukur
Skala yang digunakan dalam menentukan bobot pada masing-masing
variabel adalah skala antara 1 sampai dengan 5 dengan kecenderungan skala yang
meningkat. Skala 1 dapat menjelaskan indikator horizontal tidak penting dari
α i β i = x 100% n
∑αί i=1
indikator vertikal. Skala 2 menjelaskan bahwa indikator horizontal kurang penting
dibandingkan dengan indikator vertikal. Skala 3 jika indikator horizontal sama
pentingnya dengan indikator vertikal. Skala 4 jika indikator horizontal lebih
penting dari indikator vertikal. Sedangkan skala 5 adalah indikator horizontal
sangat penting dibandingkan dengan indikator vertikal.
4.5. Perhitungan Skor Balanced scorecard
Setiap perspektif dan ukuran hasil pada balanced scorecard ditentukan
bobotnya, bobot keempat perspektif dan setiap ukuran hasil harus sama dengan
satu. Penentuan bobot setiap perspektif dan setiap ukuran hasil dilakukan oleh
pihak perusahaan. Setelah itu dapat dihitung pencapain kinerja perusahaan cara:
1. Hasil pengukuran untuk lag indicator (ukuran hasil) adalah hasil yang
telah dicapai pada periode tertentu dibandingkan dengan target pada
periode tersebut;
2. Total bobot adalah perkalian masing-masing bobot dengan
menggunakan metode paired comparison pada perspektif dengan
sasaran strategis dan indikator hasilnya;
3. Skor untuk lag indicator adalah hasil pengukuran lag indicator dikali
total bobot;
4. Skor akhir untuk setiap perspektif adalah penjumlahan skor lag
indicator yang terdapat pada perspektif tersebut;
5. Pencapaian target setiap perspektif adalah skor perspektif dibagi bobot
perspektif;
6. Total skor kinerja perusahaan adalah penjumlahan skor seluruh
perspektif balanced scorecard.
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Sejarah Singkat Perusahaan
PT Mitra Kerinci pada awalnya bernama PT Perkebunan Mitra Kerinci
yang didirikan pada tanggal 17 Juli 1990 dan merupakan usaha patungan antara
PT Perkebunan Nusantara VIII (sekarang dengan nama PT Perkebunan Nusantara
IV) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (sebuah BUMN) dengan komposisi
saham 51 persen dan 49 persen. Perusahaan ini awalnya didirikan dengan tujuan
diversifikasi dalam bidang agroinduistri dan sebagai kegiatan padat karya untuk
mengatasi permasalahan pengangguran di Pulau Sumatra. Pada tahun 1993 nama
perusahaan diubah menjadi PT Mitra Kerinci dan setelah beberapa mengalami
perubahan komposisi permodalan, tahun 2001 kepemilikan saham 100 persen
dimiliki oleh PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero).
PT Mitra Kerinci ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
perkebunan teh berikut pengolahan teh pada pabriknya, dengan kapasitas produksi
mencapai 20.000 ton pucuk teh basah atau 4.000 ton produk teh jadi per tahun. PT
Mitra Kerinci memproduksi teh hijau dengan kapasitas pabrik 25.000 kg pucuk
basah per hari dan teh hitam dengan kapasitas pabrik 35.000 kg pucuk basah per
harinya. Pabrik teh hijau selesai dibangun pada tahun 1994 dan pabrik teh hitam
dengan kapasitas tersebut selesai dibangun pada akhir tahun 1998. Kapasitas
kedua pabrik tersebut telah diperhitungkan seimbang dengan produktivitas kebun.
Produk yang dihasilkan PT Mitra kerinci adalah teh curah (bulk) untuk dijual
secara ekspor maupun lokal. Saat ini perusahaan tersebut memiliki pangsa pasar
lokal dan pangsa pasar luar negeri seperti Taiwan.
5.2. Lokasi dan Tata Letak Pabrik
Kegiatan operasional perusahaan terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan
administrasi yang terletak di kantor pusat Jalan Patimura No. 8 Padang, Sumatra
Barat dan kegiatan produksi teh yang terletak di Kebun Liki yang lokasinya di
Desa Sei Lambai, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan.
Kebun milik PT Mitra Kerinci memiliki struktur topografi landai sampai
dengan berbukit dengan ketinggian antara 900-1200 m di atas permukaan laut dan
terletak pada 1o 43’ LS dan 101o 17’ BT. Kebun dengan luas hak guna usaha
(HGU) 2.025,30 Ha ini efektif ditanami dengan luas tanaman menghasilkan seluas
1.470,16 Ha. Pada daerah ini kebun mendapatkan suhu udara harian 18o-29o C
dengan kelembaban nisbi diatas 70 persen.
Gambar 6. Tata Letak Pabrik Teh Kebun Liki
Keterangan: : Ruangan Tertutup : Ruangan Terbuka 1. Bengkel Pemetik 2. Stasiun Pembangkit Listrik 3. Penghasil Gas Muara Kabi 4. Gudang 5. Kantin
6. Koperasi Ikatan Pekerja 7. Parkir Motor 8. Gudang Pengadaan 9. Timbang Pabrik
99
7
8
GREEN TEA 4
BLACK TEA 4
KANTOR KEBUN LIKI
1
6
5
2 3
U
Kebun yang dapat menghasilkan pucuk basah seluas 1.470,16 Ha terbagi
menjadi lima wilayah afdeling, afdeling A 3365,6 Ha; afdeling B 367,3 Ha;
afdeling C 280,22 Ha; afdeling D 244,74 Ha; dan afdeling D seluas 212,3 Ha
(Lampiran 1). Afdeling E ini adalah wilayah kebun yang paling jauh dan paling
tinggi letaknya. Total panjang jalan yang mengelilingi perkebunan adalah 32 Km
dengan kondisi jalan yang berbatu-batu. Pada masing-masing afdeling terdapat
perumahan, sekolah, mushola, balai kesehatan dan tempat penitipan anak yang
telah disediakan oleh perusahaan untuk memfasilitasi pekerja selama mengabdi
kepada perusahaan. Pabrik pengolahan terletak di tengah-tengah perkebunan,
tepatnya berada di tengah-tengah afdeling B berjarak 5 Km dari jalan utama
(Gambar 6).
5.3. Visi dan Misi PT Mitra Kerinci
Sebuah perusahaan sudah pasti memiliki arah dan tujuan yang ingin
dicapai sejak awal berdirinya. Arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan
diterjemahkan ke dalam visi perusahaan, sedangkan cara untuk mencapai tujuan
perusahaan rangkum menjadi misi perusahaan.
PT Mitra Kerinci merupakan salah satu anak perusahaan dari sebuah
BUMN besar PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Perusahaan ini
memiliki visi ”Sebagai perusahaan terbaik dalam industri teh, serta siap
menghadapi tantangan dan unggul dalam kompetisi lokal maupun global dengan
bertumpu pada kemampuan sendiri dan mau memenuhi harapan Stakeholder”.
Sedangkan misi PT Mitra Kerinci adalah ”Menjadi badan usaha yang professional
di bidang industri teh yang mandiri, produktif, berdaya saing tinggi dan
menguntungkan (provit motive)”.
55
72
Perusahaan tersebut memiliki tujuan untuk turut serta melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dan menunjang program pemerintah dalam bidang
ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya serta membangun sektor
industri teh pada khususnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan
menjalankan usaha di bidang industri teh secara profesional agar dapat menunjang
kelangsungan hidup perusahaan, peningkatan kesejahteraan karyawan, dan
pengembalian kepada pemegang saham
Pada tahun 2007 level eksekutif menyusun strategi PT Mitra Kerinci
berfokus pada usaha penekanan harga pokok produksi, efisiensi bahan bakar
minyak dengan penggunaan alternatif bahan bakar dari cangkang kelapa sawit,
mekanisasi pemetikan serta infestasi pembangkit tenaga listrik tenaga hydro.
Sedangkan pada tahun 2008 dengan level eksekutif yang berbeda, strategi PT
Mitra Kerinci fokus pada penekanan harga pokok produksi, peningkatan kualitas
(grade) teh, penerapan program lay off karyawan yaitu penggantian karyawan
tetap menjadi karyawan kontrak serta alternatif bahan bakar hasil forestry utuk
strategi jangka menengah.
5.4. Struktur Organisasi PT Mitra Kerinci
Struktur organisasi PT Mitra Kerinci masih merupakan struktur organisasi
yang tradisional. Perusahaan dipimpin oleh seorang direktur utama dan diawasi
oleh seorang komisaris. Kegiatan operasional terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan
administrasi di kantor pusat dan kegiatan produksi di perkebunan. Seluruh
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan anggaran perusahaan di kebun
harus dengan persetujuan dari kantor pusat di Padang. Sehingga terkadang
pengambilan keputusan menjadi lambat.
73
Kegiatan operasional di kantor pusat Padang ditangani oleh bagian
akuntansi dan keuangan, pengadaan dan umum, serta urusan pemasaran yang
dihubungkan dengan garis hubungan horizontal. Kegiatan produksi di kebun
menjadi tanggung jawab site manager yang memiliki hubungan langsung kepada
direktur utama dan memiliki hubungan ke bawah dengan asisten kepala kebun,
bagian pengolahan dan bagian tehnik (Lampiran 2).
5.5. Sumber Daya Manusia dan Sistem Penggajian
Sumber daya manusia merupakan salah satu modal utama dalam
menjalankan bisnis suatu perusahaan. Perusahaan dituntut secara profesional
mengorganisir sumber daya manusia agar dapat sejalan dengan visi dan misi
perusahaan. PT Mitra Kerinci merupakan perusahaan perkebunan dan pengolahan
teh yang membutuhkan banyak sekali tenaga kerja. Perkebunan teh membutuhkan
tenaga kerja pemetik empat sampai lima kali dari perkebunan untuk komoditas
lainnya. Perkebunan kopi dan kelapa sawit biasanya membutuhkan 0,35 pekerja
per hektar, sedangkan perkebunan membutuhkan pekerja pemetik 1,2 sampai 1,5
orang per hektar. Namun, untuk mengurangi beban tenaga kerja PT Mitra Kerinci
telah menerapkan sistem mekanisasi dalam pemetikan pucuk basah teh sejak
tahun 2007, sehingga untuk menggarap satu hektar lahan teh hanya membutuhkan
0,9 orang saja.
Sistem pengorganisasian sumber daya manusia kantor pusat Padang telah
berjalan dengan baik dan setiap orang memiliki job description yang jelas. Namun
kerena terbatasnya jumlah sumber daya yang ada, beberapa peran dilaksanakan
oleh satu orang. Sistem pengorganisasian sumber daya manusia di kebun terbagi
74
menjadi pekerja bagian kebun dan pekerja bagian pabrik. Pekerja-pekerja tersebut
memiliki tanggung jawab dan status kerja yang berbeda-beda.
Status kerja ditentukan oleh kontrak kerja dan golongan kerja. Staf adalah
karyawan yang memiliki golongan kerja 3A0-4D6 yaitu mulai dari direktur,
kepala dinas, sampai asisten. Pekerja terdiri dari pekerja borongan yaitu pekerja
dengan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Karyawan Harian Tetap
(KHT) yaitu pekerja dari golongan 1A0-1A14, dan Pegawai Rendah Bulanan
yaitu pekerja dengan golongan kerja dari 1B0-2D6 termasuk dalam golongan ini
adalah mandor utama. Sebelum kontrak PKWT ini, pekerja berstatus karyawan
tetap, sejak akhir 2006 terjadi restrukturisasi untuk menekan beban tenaga kerja
yang menghabiskan 60 persen dari total biaya produksi. Para pekerja memiliki
jam kerja rata-rata 7 jam per hari, jika lebih dari itu akan terhitung sebagai
lembur.
Tabel 8. Daftar Pekerja Pekerja PT Mitra Kerinci (Kebun Liki)
Bagian Kerja Tenaga PKWT Tenaga KHT Tenaga PRB Afdeling A 317 orang 3 orang 15 orang Afdeling B 260 orang 3 orang 15 orang Afdeling C 228 orang 4 orang 11 orang Afdeling D 145 orang 4 orang 9 orang Afdeling E 147 orang 4 orang 8 orang Pabrik Pengolahan 203 orang 12 orang 21 orang Tehnik 8 orang 23 orang 18 orang Kantor 9 orang 13 orang 18 orang Quality Control - 40 orang 1 orang Total 1.317 orang 106 orang 116 orang
Sistem penggajian dan pengupahan pekerja berdasarkan kepada sistem
upah minimum pekerja tahun 2007 sebesar Rp. 725.000,-. Ketika seluruh pekerja
berstatus karyawan tetap, perusahaan memiliki sistem penggajian berdasarkan gaji
pokok berdasarkan gaji pokok. Setelah sistem PKWT, seluruh pekerja kasar
75
mendapatkan upah berdasarkan hasil (Kg) yang mereka petik atau mereka olah.
Pemetik pucuk basah mendapatkan upah berdasarkan jumlah pucuk yang dapat
mereka hasilkan per hari lalu dikalikan dengan indeks mutu pucuk yang mereka
petik. Semakin banyak jumlah yang mereka petik dan semakin bagus mutu pucuk
yang mereka petik, maka semakin besar pula upah yang mereka terima (Tabel 9).
Tabel 9. Daftar Perhitungan Upah Pekerja Kebun
Mutu Pucuk Upah/Kg Pemetik Manual
Upah/Kg Pemetik Mesin
≥ 65 Rp 600/ kg Rp 300/ kg 63 – 64,99 Rp 550/ kg Rp 250/ kg 60 – 62,99 Rp 500/ kg Rp 225/ kg ≤ 60 Rp 400/ kg Rp 200/ kg
Mandor mendapatkan premi atas hasil yang didapatkan oleh anak buahnya.
Mandor kebun membawahi 30 sampai 35 orang pemetik, namun sejak program
PKWT efektifnya mandor hanya membawahi 10-25 orang pemetik. Perhitungan
premi mandor adalah dengan mengalikan pucuk lebih target dengan harga per kg
dengan konstanta premi dibagi dengan jumlah mesin atau jumlah anak buah.
Mandor mesin mendapatkan premi berdasarkan jumlah mesin yang dibawa.
Tabel 10. Daftar Perhitungan Premi Mandor
Mutu Pucuk Konstanta Pemetik Manual
Banyak Mesin yang Digunakan
Konstanta Pemetik Mesin
≥ 65 0,08 1 buah 0,25 63 – 64,99 0,07 2 buah 0,37 60 – 62,99 0,06 3 buah 0,40 ≤ 60 0,05 4 buah 0,45
Pendidikan karyawan sebagian besar adalah tamatan Sekolah Menengah
Atas (SMA), sedangkan pekerja kasar pendidikannya rendah bahkan tidak
sekolah. Setiap karyawan mulai dari golongan 1A0 memiliki kesempatan promosi
pada setiap tahunnya. Promosi karyawan dinilai berdasarkan Daftar Penilaian
76
Prestasi Karyawan (DP2K). Daftar penilaian tersebut merupakan lembar rahasia
yang dinilai dan dipantau secara subjektif oleh atasan masing-masing pekerja
yang nantinya akan diolah dan ditentukan oleh Kepala Dinas Sumber Daya
Manusia. Lembar rahasia tersebut berisikan penilaian-penilaian terhadap hasil
kerja, disiplin kerja, kepatuhan, loyalitas, kepribadian, kemampuan teknis dan
kemampuan manajemen. Dalam pengembangan sumber daya mausia, perusahaan
memberikan pelatihan seperti studi banding ke perkebunan teh lain setiap tahun,
namun program ini belakangan terhambat karena terbatasnya dana yang dimiliki
perusahaan dalam menganggarkan pelatihan rutin kepada karyawannya.
5.6. Kegiatan Produksi PT Mitra Kerinci
Kegiatan produksi PT Mitra Kerinci berpusat di Kebun Liki mulai dari
pemetikan sampai proses menjadi teh kering (teh jadi). Perusahaan ini
menghasilkan dua jenis teh jadi yaitu teh hijau dan teh hitam jenis ortodox.
5.6.1. Kegiatan Produksi di Kebun Liki
Kegiatan produksi di kebun Liki antara lain kegiatan budidaya,
pemeliharaan, dan pemetikan pucuk tanaman menghasilkan. Jenis tanaman yang
dibudidayakan saat ini adalah jenis gambung (GMB) dan jenis TRI yang tersebar
di kelima afdeling dengan luas 1.470,16 Ha. Selain jenis tersebut, terdapat jenis
Sinensis seluas 45,96 Ha yang masih tergolong tanaman belum menghasilkan.
Jenis Sinensis ini merupakan jenis tanaman yang baru saja dibibitkan tiga tahun
lalu yang semestinya sudah dapat dikonversi menjadi tanaman menghasilkan,
namun lambatnya pertumbuhan yang dikarenakan ketidakcocokan dengan
lingkungan tanam maka tanaman jenis Sinensis ini belum dapat manghasilkan.
77
Jenis lain yang baru saja dibibitkan tahun ini adalah jenis Macadamia dengan luas
23,70 Ha.
Pemeliharaan dengan mengacu pada rencana kerja yang telah ditentukan.
Kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan di kebun antara lain:
1. Pangkas, pangkas dilakukan tiga tahun sekali untuk meramperbaharui dan
merangsang tumbuh pucuk;
2. Penyiangan manual (clean weed), seminggu setelah tanaman dipangkas lalu
dilakukan pengendalian gulma secara manual dengan dicangkul untuk
mematikan/membersihkan gulma sampai tuntas;
3. Penyiangan kimiawi (chemical clean weed/CCW), suatu pengendalian gulma
dengan menggunakan bahan kimia atau herbisida. Ada tiga tipe pengendalian
gulma dengan metode CWC ini, tipe I yaitu pengendalian gulma sembilan kali
setahun, tipe II enam kali setahun dan tipe III lima kali setahun;
4. Membuat jalan saluran air, jalan saluran air harus selalu bersih agar jalannya
air menjadi lancar;
5. Babat Pinggir, pemangkasan tanaman pinggir pembatas jalur untuk pekerja
agar mempermudah kerja pemetik;
6. Pengendalian gulma (pulling out), pengendalian gulma ini dilakukan dengan
cara mencabut gulma dengan manual yang berada di atas bidang petik. Hal ini
biasanya dilakukan pada saat tanaman dalam keadaan sedang dan tinggi agar
gulma tidak ikut terpetik dan terolah nantinya;
7. Pengendalian hama, pada tahun lalu terjadi serangan hama yang serius yaitu
hama Helopeltis antonii. Sejak awal ditanamnya teh pada perkebunan ini tidak
pernah mengalami serangan hama yang serius namun hama Helopeltis ini
78
menyerang hampir separuh luas area perkebunan. Serangan ini dapat diatasi
dengan pemberian dosis insektisida Ripcord 0,5 cc/Ha/aplikasi.
8. Pemupukan, pemupukan yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan
perusahaan dengan perbandingan N : P : K : Mg adalah 5 : 1 :1 : 0,2. frekuensi
pemupukan yang telah dilakukan adalah tiga sampai empat kali setahun,
kendala dalam pemupukan adalah cuaca dan keterlambatan pengadaan pupuk.
Kegiatan panen dan pengumpulan dilakukan dengan dua cara yaitu
manual dan mekanisasi dengan menggunakan mesin penggunting dengan
komposisi 25 persen pemetik manual dan 75 persen pemetik mesin. Konversi
pemetikan secara manual dengan mekanisasi bertujuan untuk mengurangi beban
upah pekerja. Pemetik manual mampu memetik pucuk 30 kg per orang per hari
dengan upah Rp. 1.000,- per kilogram. Sedangkan pemetik mesin mampu
memetik pucuk basah 110 kg per mesin dengan upah Rp. 300,- per kilogram, ini
berarti perusahaan mampu menghemat biaya uapah Rp. 700,- per kilogram pucuk
basah. Sebuah mesin mampu memetik pucuk 0,75-1 Ha per hari.
Pemetikan pucuk dilakukan setiap hari dengan luasan 80 persen luas
keseluruhan lahan, sedangkan 20 persen lainnya diperlakukan pemeliharaan
secara bergiliran. Rotasi pemetikan secara manual adalah 8-9 hari dan rotasi
pemetikan dengan menggunakan mesin adalah 19-20 hari, sehingga luasan area
yang dipetik secara manual adalah seluas 39,2 Ha dan petik mesin seluas 46,42
Ha. Hal ini diharapkan mampu terus berjalan dengan baik.
5.6.2. Kegiatan Pengolahan di Pabrik
PT Mitra Kerinci adalah perusahaan agroindustri teh yang menghasilkan
teh hijau dan teh hitam dengan kapasitas pabrik 25.000 Kg teh hijau dan 25.000
79
Kg teh hitam per hari. Kegiatan produksi di masing-masing pabrik dipengaruhi
oleh jumlah pucuk basah yang masuk ke pabrik, jumlah pucuk yang masuk ke
pabrik dipengaruhi juga dipengaruhi oleh hasil kebun dan kebutuhan pesanan atas
teh jadi.
Pucuk basah mulai datang di pabrik setelah waktu timbang pertama yaitu
pukul 11.00 WIB dan waktu timbang kedua yaitu pukul 13.00 WIB. Hasil petikan
dari masing-masing afdeling ditimbang di kebun lalu diangkut dengan 9 unit truk
dan ditimbang ulang di pabrik. Setelah pucuk basah sampai di pabrik, team
quality control mengambil sampel pucuk dari masing-masing mandor untuk
dianalisa mutu pucuk basah yang telah dipetik (mutu benar petik). Hasil analisa
inilah yang dijadikan faktor pengali dalam penghitungan upah pemetik dan premi
mandor.
Pucuk basah yang sudah sampai di pabrik teh hijau diturunkan dari truk
pengangkutan lalu diletakkan di wadah persegi yang besar, withering trough
sebagai penempatan sementara sebelum masuk pucuk basah dimasukkan ke dalam
rotary panner. Rotary panner berfungsi sebagai mesin pelayuan cepat, waktu
yang dibutuhkan adalah 5-7 menit saja dan memiliki kapasitas 2100 kg/5 unit.
Setelah tahap pelayuan cepat, daun teh tersebut dimasukkan ke dalam mesin
penggulung yang berkapasitas 525 kg/unit selama 25 menit yaitu Open Top Roller
(OTR). Kadar air daun teh setelah proses penggulungan tersebut berkurang 30
persen. Daun teh yang sudah digulung tadi dikeringkan dalam mesin pengeringan
tahap satu, Endless Cup Presure (ECP) yang memiliki kapasitas 230 kg/jam/unit.
Tahap ini daun teh dikeringkan dengan suhu 135oC-150oC selama 30 menit akan
menghasilkan output dengan kadar air 40 persen. Selanjutnya daun teh masuk
80
pada tahap pengeringan kedua dengan menggunakan mesin ball tea. Pengeringan
kedua ini membutuhkan waktu selama 10-14 jam pada suhu 120oC-150oC dan
menghasilkan output teh kering dengan kadar air lima persen. Tahap terakhir dari
proses ini adalah penyortiran. Penyortiran teh kering tersebut juga melalui
beberapa tahap mesin penyortir, antara lain:
1. Mydleton, yaitu pemisahan partikel berdasarkan ukuran besar dan kecil teh
kering;
2. Chota, yaitu pemisahan partikel berdasarkan ukuran, bentuk dan kebersihan
dari serat (fibre);
3. Stalk Separator, yaitu pemisahan partikel berdasarkan bentuk, ukuran dan
kebersihan dari batang (stalk);
4. Winower, yaitu pemisahan partikel berdasarkan berat jenis teh kering.
Setelah melalui beberapa tahap penyortiran dihasilkan output berupa teh jadi
(Lampiran 3). Proses pengolahan teh hijau lebih singkat dari pada teh hitam
karena teh hijau tanpa melalui proses pelayuan (oksidasi) yang intensif. Teh hijau
memiliki empat grade menurut kehalusan partikel dan kebersihan dari serat dan
batang. Grade tersebut dipisahkan menjadi grade ekspor dan grade lokal. Teh jadi
yang termasuk dalam grade ekspor berdasarkan kualitasnya adalah PS STD 12
BN, PS STD 110 dan PECO MIX. Sedangkan grade lokal yang dimiliki PT Mitra
Kerinci adalah BROKEN MIX.
Proses pengolahan pada pabrik teh hitam lebih lama dari pada pabrik teh
hijau karena melalui tahap pelayuan selama 18-20 jam. Pucuk teh yang masuk ke
pabrik pagi hari langsung dilayukan selama semalam untuk mengoksidasi unsur
daun teh. Daun teh yang sudah dilayukan akan diolah esok harinya jika daun
81
benar-benar sudah teroksidasi. Selama ini PT Mitra Kerinci memproduksi teh
hitam jenis ortodox, namun ada beberapa produksi yang mengikuti permintaan
seperti leafy tea. Daun teh yang sudah dilayukan selama semalam dimasukkan ke
dalam mesin penggulungan. Ada empat mesin penggulungan yang digunakan
Open Top Roller (OTR), Double Indian Ballbreaker Natsortier (DIBN), Press
Cup Roller (PCR) dan Rotor Vane (RV). Skema rolling dalam proses
penggulungan adalah OTR- DIBN- PCR- DIBN- RV- DIBN- RV- DIBN. Proses
selanjutnya adalah pengeringan dengan menggunakan mesin two stage drier
dalam suhu 105oC-115oC dan menghasilkan teh kering berkadar air tiga persen.
Tahap akhir untuk mendapatkan teh jadi dengan grade yang diinginkan
adalah tahap penyortiran melalui beberapa langkah (Lampiran 4), antara lain:
1. Mydleton, yaitu pemisahan partikel berdasarkan ukuran dan bentuk;
2. Vibro, yaitu pemisahan partikel dari serat (fibre);
3. Indian sortir, yaitu pemisahan partikel berdasarkan ukuran besar kecilnya;
4. Winower, yaitu pemisahan partikel berdasarkan berat jenisnya;
5. Colour separator, yaitu pemisahan partikel berdasarkan warna.
Setelah melalui beberapa tahap penyortiran, maka dihasilkakan teh jadi dengan
grade yang berbeda-beda berdasarkan kualitas terbaik seperti OP I, F PEKOE,
BOP I SP, BOP, BOPF, PF, DUST I, BROKEN TEA, BP, PF II, DUST II, BT II,
BLT MIX, PW DUST dan PLUFF.
Seluruh teh jadi diuji coba mutunya oleh quality control berdasarkan
masing-masing grade. Mutu teh dinilai berdasarkan rasa, aroma dan warna
seduhan. Penilaian mutu ditentukan oleh seorang ahli pencicip (tea taster)
berdasarkan analisis organoleptik, yaitu kemampuan mengukur mutu dengan indra
82
penglihatan, penciuman dan perasa. Parameter lain seperti kadar air dan berat
jenis hanya sebagai pendukung dalam menilai mutu teh jadi. Standar mutu yang
dipergunakan oleh perusahaan belum seluruhnya memenuhi standar nasional dan
internasional, namun ada beberapa grade dengan kualitas terbaik mampu
memenuhi standar nasional dan mendapatkan harga baik di pasar komoditi teh
lokal dan ekspor. Selain teh hitam dan teh hijau, PT Mitra Kerinci sempat
mencoba memproduksi white tea namun tidak secara masal karena sulit
mendapatkan pucuk pekoe yang belum terbuka dan proses produksinya sangat
bergantung kepada sinar matahari. White tea ini dapat menjadi peluang
pengembangan produk bagi PT Mitra Kerinci mengingat harga untuk teh jenis ini
dapat mencapai US$ 8 per kilogram.
Proses pengolahan pada pabrik teh hijau dan teh hitam telah berjalan
sesuai dengan standar operasi perusahaan yang telah ditetapkan walaupun belum
100 persen terlaksana dengan baik. Perusahaan ini tidak memiliki pengolahan
limbah karena pada proses pengolahan di pabrik tidak menghasilkan limbah,
semua teh yang diolah menjadi teh jadi dengan grade tertentu menurut standar
perusahaan. Teh jadi dengan tingkat kehalusan debu tetap dijual kepada
perusahaan lain untuk dijadikan bahan campuran teh celup, contoh perusahaan
yang telah menggunakan teh PT Mitra Kerinci adalah Sari Wangi.
Biaya produksi pengolahan teh di pabrik sangat besar karena beban bahan
bakar solar. Strategi dalam menanggapi hal tersebut perusahaan mengkonversi
mesin berbahan bakar solar menjadi mesin berbahan bakar cangkang sawit dan
kayu bakar. Hal ini berani dilakukan oleh perusahaan karena tidak membutuhkan
83
perubahan yang mendasar, biaya reinvestasi tidak terlalu besar. Perusahaan
mampu menghemat biaya produksi sebesar Rp. 1.500,- per kilogram teh jadi.
5.7. Sistem Pemasaran Perusahaan
Teh jadi hasil pengolahan di pabrik yang telah selesai kemudian dipak dan
disimpan di gudang sebelum dikirim kepada pembeli. Teh hijau dikemas dalam
paper sack dan karung dalam ukuran 45 kg dan 50 kg. Seperti itu pula teh hitam
dikemas dalam paper sack dan karung dengan ukuran 30 kg, 40 kg dan 50 kg lalu
disimpan di gudang sampai waktu pengiriman kepada pembeli.
Sistem pemasaran yang selama ini dijalankan oleh PT Mitra Kerinci
belum terstruktur dengan baik dan belum melakukan riset pasar secara langsung.
Perusahaan ini belum mampu menjual teh yang akan diekspor langsung kepada
end user (pembeli akhir). Penjualan teh selama ini sebagian besar kepada pihak
ketiga yaitu perusahaan pemborong, trader, broker, mereka yang menawar
dengan harga tertinggi adalah yang berhak membeli teh PT Mitra Kerinci.
Sebelum kontrak antara kedua pihak terjadi perusahan menawarkan produk dalam
bentuk chop, yaitu contoh produk yang dapat mewakili 20 ton produk untuk
masing-masing grade. Kontrak yang telah disetujui oleh kedua pihak dilanjutkan
dengan pembuatan delivery order oleh bagian penjualan kantor pusat Padang
untuk bagian pabrik Kebun Liki. Pengiriman barang dari gudang Liki dilampirkan
dengan tanda terima penyerahan barang yang ditandatangani oleh bagian gudang,
site manager, transportir, dan penerima barang kemudian dikirimkan ke gudang
pembeli langsung atau ke gudang forwarder yang ditunjuk sebelum barang
dikapalkan.
84
Bagan 4. Alur Pendistribusian Barang ke Pelanggan
Sumber: Internal PT Mitra Kerinci
PT Mitra Kerinci melakukan penjualan lokal dan ekspor yang memiliki
target 70 persen barang terjual ekspor. Teh hijau milik PT Mitra Kerinci sudah
ada pangsa pasar yang jelas dibandingkan dengan teh hitam yang banyak
pesaingnya. Pesaing utama PT Mitra Kerinci antara lain PT Perkebunan Nusantara
IV, VI, VII, dan PT Perkebunan Nusantara VIII. Pesaing-pesaing PT Mitra
Kerinci memiliki keunggulan dari aroma dan konsistensi penyediaan produk.
PT Mitra Kerinci telah mengikuti pelelangan sejak awal tahun 2008 lalu di
Kantor Pemasaran Bersama yang beralamat di Jl. Cut Meutia No. 11 Jakarta
Pusat. Kegiatan pelelangan tersebut hanya berjalan selama dua bulan saja karena
prosesnya yang lama dan produk teh PT Mitra Kerinci tidak mendapatkan harga
yang lebih baik dari kegiatan free sales yang selama ini dilakukannya. PT Mitra
Kerinci memiliki beberapa customer tetap seperti PT Kabepe Chakra, PT Tri
Bintang Inter Global, PT Trijasa Prima Sejati, Yoosuf Akbani, Sari Wangi A.E.A.
Sales Contract / Purchase Confirmation
Delivery Order
Gudang Liki
Gudang Pembeli
Gudang Pembeli Gudang Forwarder yang Ditunjuk Sebelum Barang Dikapalkan
85
5.8. Kegiatan Perencanaan dan Pengawasan
Kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh perusahaan masih fokus
kepada perencanaan keuangan, anggaran biaya dan investasi. Perusahaan dapat
menyusun anggaran berdasarkan kebutuhan dan pemasukan dari masing-masing
fungsi perusahaan. Penyedia modal PT Mitra Kerinci sepenuhnya berasal dari
pinjaman PT Rajawali Nusantara Indonesia selaku investment holding mengingat
perusahaan ini belum dapat menghasilkan keuntungan.
Perusahaan secara berkala menyampaikan laporan kinerja keuangan
bulanan, triwulan dan tahunan. Laporan keuangan tersebut dapat menggambarkan
kinerja perusahaan dibandingkan rancangan kerja dan anggaran perusahaan
(RKAP). Laporan kinerja tersebut merupakan pengawasan internal dan
pertanggungjawaban kepada shareholder untuk perbaikan masa depan.
5.9. Perkembangan Perusahaan
PT Mitra Kerinci selalu melakukan perbaikan-perbaikan secara berkala
untuk kemajuan perusahaan. Sebagai salah satu BUMN dalam bidang agroindustri
teh dengan struktur ekonomi perusahaan yang sedang bertumbuh, PT Mitra
Kerinci masih banyak melakukan investasi. Investasi perusahaan terus berjalan
sampai tahun 2012 baik tanaman, jalan, jembatan, mesin dan perlengkapan pabrik,
alat pertanian, alat pengangkutan, pembangkit listrik tenaga air.
Perusahaan terus memperbaiki strategi pengembangan dalam bidang
agroindustri teh. Sejak awal tahun 2007 perusahaan telah menerapkan sistem
mekanisasi dalam pemetikan pucuk. Makanisasi tersebut mampu menekan biaya
upah pekerja sebesar Rp. 700,- per kg. Selain strategi dalam mengurangi upah
tenaga kerja, perusahaan juga menerapkan strategi dalam mengurangi biaya bahan
86
bakar. Harga bahan bakar fosil yang terus meningkat menyebabkan biaya pokok
produksi meningkat jauh. Perusahaan mengantisipasinya dengan menganti bahan
bakar solar dengan bahan bakar dari cangkang kelapa sawit. Semua usaha
perusahaan untuk menurunkan biaya pokok produksi semata-mata bertujuan untuk
menciptakan keuntungan bagi perusahaan disamping terus memaksimalkan
produksi dan penjualan.
VI. PENGUKURAN KINERJA PT MITRA KERINCI BERDASARKAN STANDAR PENGUKURAN
KINERJA BUMN
6.1. Perkembangan PT Mitra Kerinci
PT Mitra Kerinci merupakan perusahaan yang berdiri sejak tahun 1990
dan telah beroperasi selama 10 tahun. Perusahaan ini dalam siklus bisnis yang
bertumbuh masih melakukan investasi dalam bidang tanaman dan non tanaman
seperti infrastruktur, mesin dan peralatan untuk pengolahan. Perusahaan yang
bergerak dalam bidang agroindustri teh ini selama perkembangannya memiliki
beban terbesar pada biaya produksi dan investasi perusahaan. Biaya tenaga yang
sangat besar dan harga bahan bakar fosil yang terus meningkat menyebabkan
harga pokok produksi melebihi target perusahaan.
PT Mitra Kerinci sebagai pemain baru merupakan market follower dalam
pasar komoditas teh baik lokal maupun internasional. Produk yang dimiliki PT
Mitra kerinci belum mendapatkan harga yang optimal di pasar karena sistem
pemasaran yang diterapkan perusahaan belum terstruktur dengan baik. Penjualan
87
teh selama ini sebagian besar kepada pihak ketiga yaitu perusahaan pemborong,
trader, broker, mereka yang menawar dengan harga tertinggi adalah yang berhak
membeli teh PT Mitra Kerinci. Penjualan produk tersebut, perusahaan
mendapatkan harga 80 persen dibawah harga lelang Kantor Pemasaran Bersama
di Jakarta. Harga produk yang diterima oleh PT Mitra Kerinci jauh lebih rendah
dibandingkan dengan biaya produksi yang dihabiskan untuk setiap kilogram teh
jadi. Pada periode tahun 2007 PT Mitra Kerinci mengalami kerugian yang sangat
besar, mencapai puluhan milyar rupiah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal
antara lain realisasi penjualan dibawah target yang telah ditetapkan, harga jual
rata-rata per kilogram, besarnya biaya bunga pinjaman, biaya bahan bakar fosil
yang tinggi, serta tidak tercapainya target produksi teh jadi (hanya 81,86 persen
dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan). Untuk memperbaiki kinerja
perusahaan, beberapa upaya perusahaan telah dan akan dilaksanakan tahun ini
antara lain mengadakan restrukturisasi organisasi, lay off karyawan dengan
melakukan tali asih sebanyak 636 karyawan, melaksanakan penekanan dan
pengetatan operasional, perbaikan mutu teh jadi dengan upaya memenuhi
kebutuhan pupuk dan herbisida sesuai dosis, perbaikan mesin pabrik yang rusak,
peningkatan kapasitas produksi, penjualan langsung kepada konsumen (tidak
melalui broker), serta ikut dalam lelang teh yang diselenggarakan oleh Jakarta
Tea Auction. Dengan beberapa upaya tersebut diharapkan pada masa yang akan
datang kinerja perusahaan akan lebih baik dari tahun sebelumnya dan kondisi
pasar teh yang membaik disertai upaya perbaikan mutu produksi dan peningkatan
kapasitas pabrik dapat meningkatkan penjualan baik ekspor maupun lokal.
6.2. Kinerja Perusahaan
88
Kinerja PT Mitra Kerinci selama setahun lalu disusun dalam sebuah
Laporan Manajemen periode tahun 2007. Laporan tersebut disusun berdasarkan
dan berpedoman pada SK Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-100/
MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang penilaian tingkat kesehatan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN).
Beberapa aspek yang dijadikan pengukuran kinerja perusahaan selama ini
adalah aspek keuangan, aspek operasional dan administrasi. Aspek keuangan
diukur melalui beberapa indikator yaitu imbalan kepada pemegang saham,
imbalan investasi, rasio kas, rasio lancar, collection periods, perputaran
persediaan, perputaran total aset, dan rasio modal sendiri terhadap total aktiva.
Indikator yang digunakan dalam pengukuran kinerja aspek operasional yaitu
efisiensi produksi dan produktivitas serta indikator peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Sedangkan aspek administrasi menggunakan indikator dalam
pengukuran seperti laporan perhitungan tahunan, rancangan Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan (RKAP), laporan periodik, dan kinerja Pembinaan Usaha
Kecil dan Koperasi (PUKK).
Gambaran singkat kinerja perusahaan selama satu tahun lalu telah
terangkum dalam laporan manajemen. Laporan ini dapat berguna sebagai evaluasi
dan proyeksi keberhasilan perusahaan selama beroperasi satu tahun lalu. Laporan
manajemen juga berguna sebagai gambaran pertanggungjawaban direksi kepada
seluruh stak holder dan shareholder.
6.2.1. Penjualan
Penjualan teh jadi baik ekspor dan lokal merupakan sumber penerimaan
utama perusahaan. Tahun 2007 penjualan total mencapai 3.385.453 kg teh hijau
89
dan teh hitam. Nilai tersebut hanya memenuhi 81,77 persen dari RKAP. Total
nilai penjualan yang dicapai oleh perusahaan adalah Rp. 28.377.195.277,- yaitu
77,25 persen dari nilai yang telah ditargetkan. Hal tersebut disebabkan karena
penjualan ekspor selama ini melalui broker, tidak langsung kepada end user.
Realisasi harga rata-rata yang didapatkan adalah di bawah harga rata-rata RKAP
dan Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Penjualan lokal lebih banyak bila
dibandingkan dengan penjualan untuk ekspor. Teh hijau telah memiliki pangsa
pasar sendiri sehingga penjualannya lebih baik dari pada teh hitam.
6.2.2. Produksi
Pencapaian produksi pucuk basah pada tahun 2007 adalah sebesar
14.386.819 kg, hanya memenuhi 79,93 persen dari RKAP. Hasil produksi pucuk
basah di pabrik selama setahun menunjukkan bahawa produksi teh hitam sebesar
1.608.241 kg (78,54 persen dari anggaran yang telah ditetapkan) dan teh hijau
sebesar 1.751.298 kg (85,17 persen dari jumlah yang ditargetkan). Jumlah total
teh jadi PT Mitra Kerinci Kebun Liki adalah 3.359.539 kg per tahun yaitu hanya
mencapai 81,86 persen dari jumlah yang ditargetkan. Tidak tercapainya produksi
sesuai dengan target disebabkan oleh banyaknya serangan hama penyakit
Hellopeleltis antonii yang menyerang sekitar 47 persen luas area tanaman
menghasilkan. Selain itu terjadi pengurangan dosis pupuk karena keterbatasan
dana yang ada.
Produktifitas kebun yang telah tercapai oleh PT Mitra Kerinci adalah
79,93 persen dari RKAP, yaitu 9.787 kg/Ha. Sedangkan total teh jadi yang
dihasilkan menunjukkan produktifitas sebesar 2.285 kg/Ha, memenuhi 81,86
persen dari target tahun 2007.
90
6.2.3. Biaya Produksi
Biaya produksi meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya
langsung produksi meliputi pemeliharaan tanaman, panen dan pengumpulan,
pengangkutan ke pabrik, biaya pengolahan, dan biaya quality control. Sedangkan
biaya tidak langsung produksi adalah biaya administrasi dan umum kebun serta
biaya penyusutan. Perusahaan menghabiskan biaya produksi Rp. 35.568.828.676,-
yaitu 0,07 persen diatas anggaran yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh adanya
pembelian pucuk dari pihak ketiga, PT Huberta yang tidak dianggarkan dan
adanya serangan hama yang menghabiskan banyak biaya di kebun.
6.2.4. Investasi
Perusahaan melakukan investasi tanaman dan non tanaman untuk
menunjang produksi di kebun dan pabrik. Investasi tanaman tahun 2007 adalah
1.515,96 Ha untuk tanaman jenis sinensis. Investasi tanaman sesuai dengan
anggaran yang ditetapkan. Selain investasi pada tanaman, perusahaan juga
melakukan investasi untuk non tanaman. Investasi ini terdiri dari mesin dan
perlengkapan pabrik serta inventaris kantor dan alat pertanian.
Investasi mesin dan perlengkapan pabrik meliputi open top roller, ball tea,
rotary panner, pembuatan withering trough, dan mesin genset yang menghabiskan
anggaran sebesar Rp. 2.426.496.725,-. Investasi lainnya untuk inventaris kantor
dan alat pertanian antara lain mesin gunting rumput, mist blower, mesin gerinda
dan katrol, laptop, komputer kiebun Liki, printer (kantor pusat Padang dan kebun
Liki), AC kantor, dan mesin pruning. Investasi ini menghabiskan anggaran dana
91
sebesar Rp. 80.416.250,-. Seluruh investasi non tanaman berjumlah Rp.
2.506.912.975,- yaitu 17 persen lebih besar dari RKAP 2007.
6.3. Tingkat Kesehatan Perusahaan Berdasarkan Standar Pengukuran Kinerja BUMN
Pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci selama ini berdasarkan standar
pengukuran kinerja BUMN yang fokus pada aspek keuangan. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan sistem pengukuran kinerja secara
konvensional yang mengutamakan pengukuran kinerja dalam jangka pendek saja.
Analisis kinerja berpedoman pada SK Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor
Kep-100/ MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang penilaian tingkat kesehatan
BUMN. Kinerja perusahaan diterjemahkan ke dalam beberapa aspek seperti aspek
keuangan, opersional dan administrasi yang diukur melalui indikator yang telah
ditetapkan lalu diberi bobot untuk mendapatkan skor kinerja perusahaan.
Penetapan indikator dan penilaian masing-masing bobot ditetapkan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk Persero pada pengesahan RKAP
tahunan perusahaan yang sebelumnya telah diusulkan oleh dewan komisaris.
Dewan komisaris wajib memberikan justifikasi mengenai masing-masing
indikator aspek operasional yang diusulkan dan dasar pembobotnya.
6.3.1. Kinerja Perusahaan pada Aspek Keuangan
Aspek keuangan diukur melalui beberapa indikator yaitu imbalan kepada
pemegang saham, imbalan investasi, rasio kas, rasio lancar, collection periods,
perputaran persediaan, perputaran total aset, dan rasio modal sendiri terhadap total
aktiva. Imbalan kepada pemegang saham diukur dengan Return On Equity (ROE)
92
yaitu persentase laba setelah pajak terhadap modal sendiri. ROE ini memiliki
bobot tertinggi dalam penciptaan skor kinerja perusahaan. Imbalan investasi atau
Return On Investment adalah perbandingan antara laba bersih sebelum bunga dan
pajak ditambah penyusutan terhadap total aktiva dikurangi aktiva tetap yang
dinyatakan dalam persentase. Rasio kas adalah penjumlahan antara kas, bank,
surat berharga jangka pendek dibagi dengan kewajiban lancar pada akhir periode
dan dinyatakan dalam persen. Rasio lancar adalah perbandingan antara total aktiva
lancar dengan total kewajiban lancar yang menggambarkan seberapa besar
kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban lancar dengan aktiva lancar
milik perusahaan. Collection periods merupakan waktu yang dibutuhkan
perusahaan untuk mengumpulkan piutang dengan menghitung total piutang usaha
dibagi total pendapatan usaha lalu dikalikan 365 hari. Perputaran persediaan dapat
dihitung dengan membagi total persediaan dengan total pendapatan perusahaan.
Sedangkan perputaran total aset dapat diukur dengan membagi total pendapatan
terhadap total aset yang dimiliki perusahaan. Indikator yang terakhir adalah rasio
modal sendiri terhadap total aset perusahaan.
Tabel 11. Rasio Keuangan Komparatif
Rasio Keuangan Realisasi 2007 Realisasi 2006Imbalan kepada pemegang saham (ROE) (%) (21,61) (24,83) Imbalan investasi (ROI) (%) (27,48) (28,07) Rasio kas (%) 2,24 0,11 Rasio lancar (%) 12,09 12,09 Collection periods (hari) 69,45 77,26 Perputaran persediaan (hari) 48,50 54,66 Perputaran total aset (%) 36,53 37,19 Rasio modal sendiri terhadap total aktiva (%) (127,19) (130,07) Sumber: Laporan Manajemen PT Mitra Kerinci
93
Kinerja PT Mitra Kerinci fokus kepada aspek keuangan (Tabel 11). Hal ini
membuktikan perusahaan masih menggunakan pengukuran kinerja konvensional
yang hanya mengutamakan pengukuran kinerja dalam jangka pendek. Ada
beberapa indikator pengukuran yang nilainya negatif seperti ROE, ROI, rasio
modal sendiri terhadap total aktiva. Hal ini dapat menggambarkan bahwa
perusahaan masih melakukan investasi yang besar, mempunyai hutang yang besar
sehingga perusahaan memiliki modal sendiri yang negatif dan perusahaan dalam
keadaan rugi yang besar sekali.
Perusahaan memiliki rasio lancar sebesar 12,09 persen. Nilai ini mengukur
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek
dengan menggunakan aktiva lancar perusahaan. Setiap satu satuan kewajiban
lancar perusahaan dapat dipenuhi oleh 0,12 satuan aktiva lancar. Artinya
perusahaan belum mampu memenuhi kewajibannya.
6.3.2. Kinerja Perusahaan pada Aspek Operasional
Indikator yang digunakan dalam pengukuran kinerja aspek operasional
yaitu efisiensi produksi dan produktivitas serta indikator peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Indikator tersebut diukur berdasarkan hal yang paling
penting dan paling sering dilakukan dalam kegioatan operasional. Efisiensi dan
produktivitas mendapatkan nilai 17 ka/Ha. Nilai tersebut mendapatkan skor 4 dari
nilai bobot 10 yang telah ditetapkan berdasarkan bobot standar kinerja BUMN.
Indikator peningkatan kualitas sumber daya manusia mendapatkan penilaian baik
dan mendapatkan skor 4 dari nilai bobot 5 yang telah ditentukan.
6.3.3. Kinerja Perusahaan pada Aspek Administrasi
94
Aspek administrasi menggunakan indikator dalam pengukuran seperti
laporan perhitungan tahunan, rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
(RKAP), laporan periodik, dan kinerja Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi
(PUKK). Seluruh indikator memenuhi skor maksimal dari bobot penilaian yang
telah ditetapkan, kecuali kinerja PUKK tidak dimiliki oleh perusahaan sehingga
indikator ini tidak dapat diukur.
PT Mitra kerinci banyak memiliki kinerja keuangan yang bernilai negatif.
Sesuai dengan ketetapan pengukuran kesehatan BUMN, indikator yang bernilai
kurang dari nol akan diberi skor nol. Hal ini antara lain disebabkan oleh
perusahaan mengalami kerugian yang besar, beban biaya produksi yang lebih
besar dibandingkan dengan nilai penjualan yang didapatkan oleh perusahaan,
perusahaan memiliki hutang kepada perusahaan induk PT Rajawali Nusantara
Indonesia, dan perusahaan masih melakukan investasi yang bernilai besar. Seluruh
indikator pada aspek keuangan sudah dapat menggambarkan tingkat kesehatan
perusahaan karena pengukuran kinerja perusahaan berfokus kepada aspek
keuangan.
Tabel 12. Tabel Perhitungan Tingkat Kesehatan Perusahaan
Indikator Standar Bobot
Realisasi 2007
Skor
Aspek Keuangan Imbalan kepada pemegang saham (ROE) (%) 20,00 (21,61) 0,00 Imbalan investasi (ROI) (%) 15,00 (27,48) 0,00 Rasio kas (%) 5,00 2,24 0,00 Rasio lancar (%) 5,00 12,09 0,00 Collection periods (hari) 5,00 69,45 4,50 Perputaran persediaan (hari) 5,00 48,50 5,00 Perputaran total aset (%) 5,00 36,53 2,00 Rasio modal sendiri terhadap total aktiva (%) 10,00 (127,19) 0,00
95
Jumlah skor aspek keuangan 70,00 11,50 Aspek Operasional Efisiensi produksi dan produktivitas 10,00 17 ku/Ha 4,00 Peningkatan kualitas sumber daya manusia 5,00 baik 4,00 Jumlah skor aspek operasional 15,00 8,00 Aspek Administrasi Laporan perhitungan tahunan 3,00 3,00 3,00 Rancangan RKAP 3,00 3,00 3,00 Laporan periodik 3,00 3,00 3,00 Kinerja PUKK 6,00 0,00 0,00 Jumlah skor administrasi 15,00 9,00 Total skor 100,00 28,50 Sumber : Laporan Manajemen PT Mitra Kerinci 2007
Aspek operasional hanya diukur oleh dua indikator yaitu efisiensi produksi
dan produktifitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kedua hal itu
menurut peneliti belum dapat menggambarkan kinerja opersional perusahaan
secara keseluruhan. Kegiatan opersional perusahaan sangat luas mulai dari
manajemen produksi, proses inovasi, manajemen pengadaan, manajemen
customer, perlu dikaji lagi. Aspek administrasi PT Mitra Kerinci telah
menunjukkan kinerja yang terstruktur dalam pemenuhan laporan periodik
bulanan, triwulan, dan tahunan. Indikator PUKK yang diukur untuk setiap
BUMN, perusahaan ini memiliki skor nol karena tidak melakukan PUKK.
Perusahaan telah memiliki koperasi pegawai namun tidak dikelola dengan baik
dan pada tahun 2007 kegiatan koperasi terhenti. Pengukuran tingkat kesehatan
perusahaan berdasarkan standar BUMN tertalu sempit dan hanya dapat mengukur
kinerja dalam jangka pendek (Tabel 12).
Tabel 12 dapat menjelaskan tingkat kesehatan PT Mitra Kerinci sesuai
ketetapan SK Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-100/ MBU/2002.
Jumlah skor perspektif keuangan hanya mencapai 11,50 persen saja dari skor
maksimum sebesar 70 persen. Jumlah skor perspektif operasinal mencapai 8
96
persen dari skor maksimum yang diharapkan yaitu sebesar 15 persen. Sedangkan
jumlah skor perspektif administrasi sebesar 9 persen dari skor maksimal sebesar
15 persen. Total skor yang perusahaan hanya mampu mencapai angka 28,50 dari
total maksimum skor 100,00. Nilai skor tersebut menunjukkan tingkat kesehatan
perusahaan adalah tidak sehat pada kategori ”CCC”. Sebuah BUMN jenis Persero
berorientasi pada keuntungan disamping harus memperhatikan kesejahteraan
karyawan, keadaan sosial sekitar perusahaan dan menunjang perekonomian
negara.
VII. ANALISIS KINERJA PT MITRA KERINCI BERDASARKAN METODE BALANCED SCORECARD
7.1. Identifikasi Sasaran Strategis Perusahaan dengan Balanced scorecard
Balanced scorecard ditujukan untuk mengatasi problem dalam sistem
manajemen strategik pada tahap pengimplementasian dan pemantauan di tahap
awal penerapanya. Tahap pengimplementasian, pelaksanaan rencana dipantau
melalui pendekatan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif
dalam empat perspektif: keuangan, customer, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja
berdasarkan metode balanced scorecard tersebut dikomunikasikan kepada
eksekutif untuk memberikan umpan balik tentang kinerja perusahaan, sehingga
dapat diambil keputusan atas pekerjaaan yang menjadi tanggung jawab mereka
97
(Mulyadi, 2005). Pembangunan masa depan perusahaan diperlukan beberapa
tahap seperti perumusan strategi, perencanaan strategi, penyusunan program dan
penyusunan anggaran, pengimplementasian, terakhir adalah pemantauan.
Banyak perusahaan hanya mengandalkan pada anggaran tahunan yang
menggunakan jangka waktu setahun untuk merencanakan masa depannya. Tipe
perencanaan berdasarkan anggaran tahunan tersebut menyebabkan perusahaan
berpandangan jangka pendek, terlalu melihat ke dalam, tidak mampu melihat
perubahan yang akan terjadi beberapa tahun ke depan. Dalam menghadapi
lingkungan bisnis global yang bersifat kompleks dan turbulen, perusahaan
memerlukan rencana laba jangka panjang yang komprehensif. Perencanaan jangka
panjang harus memenuhi total bussiness plan yang koheren meliputi adanya
hubungan sebab akibat antara visi, tujuan, strategi, dan sasaran dengan program.
Sasaran strategis tersebut harus memiliki hubungan sebab akibat satu sama lain
dan berimbang. Selain itu terdapat pula hubungan sebab akibat antara jangka
pendek dan jangka panjang.
Level eksekutif PT Mitra Kerinci pada tahun 2007 berfokus pada usaha
penekanan harga pokok produksi, efisiensi bahan bakar minyak dengan
penggunaan alternatif bahan bakar dari cangkang kelapa sawit, mekanisasi
pemetikan serta investasi pembangkit tenaga listrik tenaga hydro. Perusahaan kini
masih banyak beban pada investasi dan tingginya harga pokok produksi, sehingga
masih mengalami kerugian. Pengukuran kinerja yang selama ini dilakukan oleh
perusahaan hanya berfokus pada pengukuran kinerja keuangan. Perusahaan belum
memiliki pengukuran berdasarkan empat perspektif balanced scorecard. Sehingga
98
pengukuran kinerja perusahaan terlihat sempit hanya berorientasi pada
pengukuran dalam jangka pendek.
Penelitian ini akan menganalisis kinerja perusahaan sesuai dengan metode
balanced scorecard. Perusahaan memiliki visi ”Sebagai perusahaan terbaik dalam
industri teh, serta siap menghadapi tantangan dan unggul dalam kompetisi lokal
maupun global dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan mau memenuhi
harapan Stakeholder”. Sedangkan misi PT Mitra Kerinci adalah ”Menjadi badan
usaha yang profesional di bidang industri teh yang mandiri, produktif, berdaya
saing tinggi dan menguntungkan (provit motive)”. Sasaran strategis dalam
pengukuran kinerja perusahaan diturunkan dari visi dan misi tersebut. Setelah
melakukan observasi, peneliti menentukan sasaran strategis sesuai dengan sasaran
strategis yang telah disusun, unsur subjektivitas sangat dominan disini.
Visi : Sebagai perusahaan terbaik dalam industri teh, serta siap menghadapi
tantangan dan unggul dalam kompetisi lokal maupun global dengan
bertumpu pada kemampuan sendiri dan mau memenuhi harapan
Stakeholder
Misi : Menjadi badan usaha yang profesional di bidang industri teh yang
mandiri, produktif, berdaya saing tinggi dan menguntungkan (provit
motive)
SASARAN STRATEGIS
99
Bagan 5. Penurunan Visi dan Misi Perusahaan pada Sasaran Strategis
Perusahaan telah dan akan menerapkan beberapa program dalam
memperbaiki kinerja perusahaan, antara lain: mengadakan restrukturisasi
organisasi, lay off karyawan dengan melakukan tali asih sebanyak 636 karyawan,
melaksanakan penekanan biaya operasional, perbaikan mutu teh jadi dengan
mencukupi kebutuhan pupuk dan herbisida sesuai dosis, perbaikan mesin pabrik,
peningkatan kapasitas produksi, perbaikan sistem pemasaran dengan penjualan
langsung kepada konsumen serta ikut dalam lelang teh di Jakarta Tea Auction.
Perspektif Keuangan (F) F1: Pengembalian kepada Shareholder F2: Optimumnya Pemanfaatan Aset F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi
Perspektif Pelanggan (C) C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar Perspektif Bisnis Internal (I) I1: Meningkatnya Produktifitas Kebun I2 : Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik I3 : Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi Perspektif Pembelajaran L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan dan Pertumbuhan (L) L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi
100
Bagan 6. Program Recovery PT Mitra Kerinci
Sumber: Laporan Kinerja dan Perkembangan PT Mitra Kerinci 2007
Perusahaan membagi sasaran strategi dan program perbaikan ke dalam
empat bidang utama. Bagan 6 tersebut merupakan rangkaian sasaran strategi dan
program yang disusun oleh perusahaan dalam memperbaiki kinerja perusahaan.
Tanaman
Pemupukan tepat dosis, waktu, cara aplikasi; Menekan penyebaran organisme pengganggu; Pembuatan jalan dan jembatan Mekanisasi pemetikan Lay off karyawan
Recovery PT Mitra Kerinci
Teknik/ Pengolahan
Keuangan, SDM, Umum
Meningkatkan kapasitas pabrik Meningkatkan Kapasitas pengolahan Menurunkan biaya Bahan Bakar Minyak (BBM)
Mengurangi beban hutang Meningkatkan produktivitas tenaga kerja
Rekondisi mesin-mesin pabrik Investasi mesin dan konveyorisasi Konversi energi (gasifikasi) dan pembangunan PLTA 1 MW
Restrukturisasi pelunasan utang Up Grading sumber daya manusia
Pemasaran
Meningkatkan Produktivitas tanaman Efisiensi pemetikan Rasionalisasi tenaga kerja
Meningkatkan harga jual Meningkatkan kuantum penjualan Memperbaiki cara-cara memasarkan (ekspor/lokal)
Standarisasi mutu teh jadi; Rutin memantau lelang Minimal 90 % barang di gudang terjual Pemasaran teh per chop agar perputaran uang dan barang lebih cepat; Meminimalisasi peran broker
101
7.2. Identifikasi Indikator Kunci Perusahaan Berbasis Balanced scorecard
Pelaksanaan rencana perusahaan dipantau melalui pendekatan balanced
scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif ke dalam empat perspektif:
keuangan, customer, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Penyusunan balanced scorecard diawali dengan pembuatan peta strategi
perusahaan yang didalamnya terdapat faktor-faktor kunci yang menunjang
performance perusahaan. Faktor-faktor kunci tersebut disusun berdasarkan
hubungan sebab akibat visi, misi, sasaran strategis, dan program. Sasaran strategis
merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai oleh perusahaan. Peneliti menentukan
sasaran strategis tersebut (Bagan 5) merujuk kepada sasaran strategis yang telah
ditetapkan perusahaan, kemudian dikonfirmasikan kepada pihak manajemen.
Sasaran strategis yang telah ditetapkan akan diukur dengan indikator kunci yaitu
ukuran hasil (lag indicator) dan ukuran pemacu kinerja (lead indicator).
7.2.1. Perspektif Keuangan
PT Mitra Kerinci dalam keadaan ekonominya termasuk pada siklus bisnis
yang bertumbuh. Perusahaan BUMN ini merupakan entitas bisnis yang bermotif
laba dan selama ini perusahaan mengukur kinerja hanya berfokus kepada
perspektif keuangan. Pengukuran kinerja tersebut membandingkan realisasi
penggunaan dana dengan anggaran yang ditetapkan dalam RKAP. Anggaran
tersebutlah yang digunakan oleh perusahaan dalam merencanakan laba jangka
pendek (satu tahun periode bisnis).
Pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard memberikan gambaran
kinerja keuangan dari beberapa indikator hasil dan indikator pemacu. Indikator
hasil dalam sasaran strategis ini adalah:
102
7.2.1.1. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis F1: Pengembalian kepada Shareholder Pemerintah sebagai pemegang saham sebuah BUMN (Persero) berhak
mengetahui dan menikmati nilai pengembalian atas saham yang mereka
tanamkan. Perusahaan memiliki tujuan meningkatkan pengembalian kepada
pemegang saham sebagai sasaran strategis utama. Indikator hasil dalam sasaran
strategis perusahaan ini adalah:
1. Return On Investment
Perusahaan melakukan investasi dalam jumlah besar untuk tanaman
dan non tanaman di Kebun Liki. Return On Investment (ROI)
menggambarkan pengembalian perusahaan atas investasi yang telah
ditanamkan. Perhitungan ROI adalah laba bersih setelah pajak dibagi
dengan total aktiva perusahaan.
7.2.1.2. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis F2: Optimumnya Pemanfaatan Aset PT Mitra Kerinci bertujuan turut menunjang perekonomian negara
namun mengutamakan keuntungan (profit motive). Dalam siklus bisnis bertumbuh
perusahaan peningkatan volume bisnis menjadi penting untuk mengetahui
seberapa besar pemanfaatan aset lancar yang dimiliki perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya. Aset atau aktiva perusahaan merupakan harta lancar atau
harta terakhir yang dapat menyelamatkan perusahaan jika perusahaan dalam
keadaan bangkrut. Indikator hasil untuk mengukur optimumnya pemanfaatan aset
antara lain:
103
1. Rasio Lancar
Rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendek. Rasio ini dihitung dengan
membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar.
2. Total Assets Turnover
Indikator lain adalah perputaran aset atau aktiva total. Indikator ini
untuk mengetahui apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis
yang cukup sesuai dengan ukuran investasi aktivanya. Perputaran
aktiva total dihitung dengan menggunakan perbandingan antara
penjualan dengan total aktiva dalam satuan kali.
7.2.1.3. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi Agroindustri teh yang berorientasi kepada keuntungan, perusahaan ini
dituntut untuk dapat meningkatkan penerimaan perusahaan. Sasaran strategi yang
dapat dicapai adalah kenaikan arus kas dari operasi dengan indikator:
1. Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan
Indikator ini merupakan salah satu rasio pertumbuhan. Persentase
pertumbuhan pertumbuhan penjualan tiap tahunnya akan mengukur
tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan.
7.2.2. Perspektif Pelanggan
PT Mitra Kerinci sebagai penghasil teh hijau dan teh hitam belum
memiliki sistem pemasaran yang baik. Selama ini perusahaan melakukan
penjualan produk secara lokal maupun ekspor dengan perbandingan 30 dan 70
104
persen berdasarkan RKAP. Rencana jangka pendek milik perusahaan tidak
terdapat pengukuran perspektif pelanggan, namun pada penelitian ini akan
menentukan sasaran strategis dan indikator hasilnya, antara lain:
7.2.2.1. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis C1: Meningkatnya Proses Pelayanan kepada Customer Customer merupakan stakeholder terpenting dalam menghasilkan
pemasukan bagi perusahaan. Pemasaran produk lebih banyak dengan
menggunakan metode free sales. Perusahaan berusaha memberikan yang terbaik
untuk pelayanan kepada customer seperti pengiriman tepat waktu. Indikator hasil
dalam sasaran strategis ini adalah:
1. Rasio Biaya Pemasaran
Perusahaan memperbaiki sistem pemasaran yang ada untuk
mendapatkan nilai penjualan yang meningkat. Besar atau kecil biaya
pemasaran yang dihabiskan dalam satu periode bisnis belum tentu
menggambarkan keberhasilan sistem pemasaran perusahaan. Rasio
biaya pemasaran dengan nilai penjualan selama satu periode akan
mengukur efisiensi dan efektivitas pemasaran dalam memberikan
pelayanan terbaik kepada customer.
2. Ship On Time Index
Barang akan segera dikirim ke gudang pembeli atau gudang
sementara yang telah disepakati agar pengiriman tepat pada waktunya.
Indikator hasil ini merupakan bentuk kualits layanan yang dijanjikan
perusahaan diukur dari ketepatan waktu pengiriman ke tangan
customer.
105
7.2.2.2. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis C2: Terwujudnya Produk yang unggul di Pasar Pernyataan visi menginginkan perusahaan memiliki produk unggul
dalam kompetisi lokal maupun global. Perusahaan menetapkan sasaran strategis
terwujudnya produk yang unggul di pasar dengan indikator hasil sebagai berikut:
1. Memasarkan dengan Harga Optimum
Salah satu indikator hasil dalam sasaran strategis tersebut adalah
memasarkan dengan harga optimum. Indikator hasil ini diukur dengan
menghitung harga rata-rata per kilogram teh jadi (teh hijau dan teh
hitam) berdasarkan kontrak lokal/ekspor yang terjadi dalam Rp/kg.
2. Jumlah Penjualan Ekspor
Perusahaan telah membuat target penjualan ekspor sebesar 70 persen
dari total produk yang siap dipasarkan. Nilai ini jauh lebih besar
dibandingkan dengan nilai penjualan lokal hanya sebesar 30 persen.
Indikator hasil ini akan menggambarkan pencapaian target penjualan
ekspor yang diukur dalam satuan kilogram.
7.2.3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Proses bisnis internal sebuah perusahaan secara umum dibagi menjadi
empat bagian yaitu proses manajemen operasi, manajemen customer, proses
inovasi, proses peraturan dan sosial. Sasaran strategis perspektif bisnis internal ini
fokus kepada proses manajemen operasi karena perusahaan belum memiliki divisi
penelitian dan pengembangan, proses inovasi tidak terjadi. Selain itu perusahaan
belum memiliki manajemen customer, proses peraturan dan sosial seperti
pengabdian masyarakat karena lebih mengutamakan kesejahteraan karyawan.
106
7.2.3.1. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun Perusahaan selalu mengawasi dan mengontrol kegiatan produksi di
kebun dalam usahanya meningkatkan produktivitas kebun. Indikator hasil dalam
mengukur sasaran strategis ini adalah:
1. Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di Kebun
Penilaian ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun dihitung dengan
pelaksanaan pemupukan berdasarkan jumlah dosis dan frekuensi yang
diberikan, pengendalian gulma, pelanggaran dalam pemetikan pucuk,
serta pengendalian hama. Semua unsur-unsur kegiatan utama di kebun
tersebut dihitung dan di rata-rata dalam satuan persen.
2. Jumlah Produktivitas Kebun
Produktivitas kebun menggambarkan nilai produksi rata-rata per tahun
dengan satuan kilogram per Ha.
7.2.3.2. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik Kegiatan pengolahan di pabrik merupakan proses utama dalam
menghasilkan teh jadi. Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi proses
pengolahan di pabrik. Sasaran strategis peningkatan kapasitas produksi pabrik
diukur dengan indikator hasil seperti:
1. Rata-rata Rendemen Teh
Pengukuran rendemen teh dalam satuan persen menggambarkan
penyerahan hasil dalam proses pengolahan di pabrik. Perusahan
mengukur indikator ini sama halnya mengukur kadar air pada teh jadi.
107
2. Ratio Machine Utilization
Ratio Machine Utilization merupakan indikator hasil yang digunakan
untuk mengukur sasaran strategi dengan menghitung perbandingan
jam kerja mesin digunakan terhadap total jam mesin tersedia.
3. Peningkatan Mutu Teh Jadi
Perusahaan memiliki program peningkatan mutu dalam menciptakan
produk yang unggul. Hal ini juga dijadikan indikator hasil untuk
mengukur peningkatan kapasitas kerja pabrik dan dinyatakan dengan
peningkatan jumlah kilogram teh jadi mutu terbaik.
7.2.3.3. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi Sasaran strategis ini akan diketahui perusahaan berproduksi dalam
keadaan yang efektif atau bahkan dalam keadaan yang boros. Untuk mengetahui
hal tersebut indikator yang dapat digunakan dalam mengukur efektivitas produksi
antara lain:
1. Harga Pokok Produksi Teh Jadi
Harga pokok produksi teh jadi selama ini sangat besar. Setiap tahun
perusahaan menargetkan penurunan harga pokok produksi untuk
mencapai efektivitas produksi yang diukur dalam satuan Rp/kg.
2. Rasio Penjualan dan Biaya
Rasio total penjualan dengan total biaya akan menggambarkan
seberapa besar pengembalian penjualan terhadap biaya yang
dikeluarkan.
108
3. Biaya Bahan Bakar
Strategi yang dilakukan perusahaan dalam mengurangi biaya produksi
yaitu dengan mengkonversi bahan bakar minyak dengan bahan bakar
dari cangkang kelapa sawit. Indikator ini mengukur jumlah
penghematan biaya dengan konversi tersebut dalam satuan rupiah.
7.2.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Modal dasar yang harus dimiliki perusahaan pada perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan adalah modal manusia, modal organisasi dan modal informasi.
PT Mitra kerinci merupakan perusahaan yang masih menggunakan sistem
tradisional dalam organisasinya. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yang
dimiliki oleh perusahaan dan dapat diukur antara lain modal manusia dan modal
organisasi. Perusahaan belum memiliki modal informasi seperti sistem informasi
yang terintegrasi. Sasaran strategis dan indikator hasil adalah:
7.2.4.1. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan Tenaga kerja merupakan modal utama yang harus dikembangkan oleh
perusahaan dalam mendukung visi dan misi perusahaan. Hal pertama yang
menjadi sasaran strategis modal manusia adalah komitmen karyawan dengan
indikator hasil sebagai berikut:
1. Indeks Kepuasan Karyawan
Kepuasan karyawan dapat membentuk komitmen karyawan dalam
bekerja. Kepuasan karyawan diukur dengan menggunakan alat bantu
berupa kesioner yang berisi bobot pertanyaan yang berhubungan.
109
2. Retensi Pekerja setelah program Lay Off
Kesetiaan adalah jaminan keberlangsungan bisnis perusahaan
walaupun bukan yang utama. Retensi pekerja diukur dengan
persentase jumlah pekerja yang bertahan setelah program lay off.
7.2.4.2. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan Kapabilitas karyawan sebagai sumber pembelajaran modal manusia
merupakan tingkat kemampuan pekerja dalam melakukan dan menyelesaikan
tugas dan tanggung jawabnya. Indikator hasil pada sasaran strategis ini adalah:
1. Produktivitas Pemetik di Kebun
Produktivitas pemetik dinyatakan dengan nilai mutu pucuk benar
petik. Nilai mutu pucuk benar petik ini menunjukkan ketepatan tehnik
dan hasil petikan secara manual maupun petik mesin.
7.2.4.3. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi Modal organisasi modal manusia dimobilisasi untuk mewujudkan visis
perusahaan. Indikator hasil dalam sasaran strategis ini adalah:
1. Accountability Index
Accountability Index merupakan kemampuan perusahaan menerapkan
pengetahuan ke dalam pekerjaan, perencanaan yang diaplikasikan.
2. Learning Index
Learning Index adalah kemampuan perusahaan dalam belajar
pengetahuan baru, mengembangkan inovasi baru.
110
KEY PERFORMANCE INDICATOR SASARAN STRATEGIS LAG INDICATOR LEAD INDICATOR F1: Pengembalian kepada Shareholder F1.1: ROI pengembalian atas investasi, laba bersih terhadap total aset
F2.1: Rasio Lancar rasio antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar F2: Optimumnya Pemanfaatan Aset F2.2: Total Assets Turnover perbandingan penjualan, harta total (kali) F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi F3.1: Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan persentase pertumbuhan nilai penjualan (%)
C1.1: Rasio Biaya Pemasaran perbandingan biaya pemasaran dari total penjualan C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer C1.2: Ship On Time Index jumlah ketepatan waktu pengiriman ke customer
C2.1: Memasarkan dengan Harga Optimum harga kontrak rata-rata terjadi (Rp/Kg) C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar C2.2: Jumlah Penjualan Ekspor jumlah penjualan teh jadi diekspor (Kg)
I1.1: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur Kebun penilaian ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun (%) I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun I1.2: Jumlah Produktivitas Kebun produksi pucuk basah rata-rata pertahun (Kg/Ha)
I2.1: Rata-rata Rendemen Teh nilai penyerahan pengolahan teh (%) I2.2: Ratio Machine Utilization rasio jam kerja mesin digunakan ,total jam mesin tersedia
I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik I2.3: Peningkatan Mutu Teh Jadi peningkatan jumlah Kg teh jadi mutu terbaik (Kg)
I3.1: Harga Pokok Produksi Teh Jadi penurunan harga pokok produksi (Rp/Kg) I3.2: Rasio Penjualan dan Biaya perbandingan total penjualan terhadap total biaya
I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi I3.3: Biaya Bahan bakar penghematan biaya menggunakan cangkang kelapa sawit (Rp)
L1.1: Index Kepuasan Pekerja tingkat kepuasan pekerja (%) L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan
L1.2: Retensi Pekerja setelah Program Lay Off jumlah pekerja yang bertahan terhadap pekerja yang keluar (%)
L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L2.1: Produktivitas Pemetik di Kebun nilai mutu pucuk segar benar petik (%) L3.1: Accountability Index kemampuan perusahaan menerapkan pengetahuan (%) L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi
L3.2: Learning Index kemampuan perusahaan dalam belajar pengetahuan baru (%)
Tabel 13. Tabel Indikator Kunci Sukses PT Mitra Kerinci
94
111
7.3. Peta Strategi PT Mitra Kerinci Berdasarkan Balanced scorecard
Balanced scorecard menyediakan kerangka untuk membangun sasaran-
sasaran strategis yang koheren. Kekoherenan sasaran strategis dibangun dengan
menciptakan hubungan sebab akibat antara satu sasaran strategis dengan sasaran
strategis lainnya. Dengan hal tersebut, kerangka balanced scorecard memenuntut
tim perumus sasaran strategis untuk menjadikan sasaran strategis pilihan
berdampak terhadap pencapaian sasaran strategis yang lain. Pada akhirnya, di
dalam organisasi bisnis, setiap sasaran strategis dalam perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
harus bermanfaat untuk mewujudkan sasaran strategis perspektif keuangan. Oleh
karena pada dasarnya organisasi merupakan institusi pencipta kekayaan, dan
dalam organisasi bisnis pencipta kekayaan dicerminkan dalam bentuk kinerja
keuangan, maka setiap sasaran strategis yang dirumuskan harus secara langsung
ataupun tidak langsung bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan
(Mulyadi, 2005: 157).
Hubungan sebab dan akibat antara sasaran strategis dalam masing-masing
perspektif tersebut disusun dalam sebuah kerangka peta strategis. Sasaran strategis
telah diturunkan dari visi dan misi perusahaan ke dalam masing-masing perspektif
dengan konsep balanced scorecard. Penyusunan peta strategis PT Mitra Kerinci
mengunakan konsep balanced scorecard dengan empat perspektif, perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. Seperti perusahaan BUMN lainnya, PT Mitra
Kerinci memiliki tujuan prifit motive disamping meningkatkan perekonomian
negara dan mensejahterakan karyawannya.
112
Perspektif pertumbuhan pembelajaran merupakan fondasi perusahaan
dalam menciptakan modal manusia dan modal organisasi untuk menjalankan
bisnis perusahaan. Sasaran strategis yaitu meningkatnya komitmen karyawan
mempengaruhi meningkatnya kapabilitas karyawan. Komitmen karyawan yang
ditunjukkan dengan tingkat kepuasan dan retensi pekerja program lay off yang
baik akan meningkatkan kapabilitas karyawan juga produktivitas pemetik di
kebun. Kapabilitas karyawan akan menunjang kapabilitas organisasi. Modal
manusia akan meunjang kapabilitas organisasi karena saling berbanding lurus.
Modal manusia dan modal organisasi yang unggul dapat menyokong
sasaran-sasaran strategis pada perspektif proses bisnis internal. Peningkatan
produktivitas kebun, peningkatan kapasitas produksi pabrik dan terwujudnya cost
effectiveness tidak semata-mata terjadi tanpa adanya modal manusia dan modal
organisasi yang unggul tersebut.
Sasaran strategis pada perspektif bisnis internal tersebut berhasil baik akan
membantu terwujudnya produk teh yang unggul di pasar sesuai dengan harapan
visi perusahaan. Terwujudnya produk yang unggul dipengaruhi oleh kontinyuitas
mutu dan kuantitas produk serta efisiensi dalam produksi.
Perspektif keuangan digambarkan dengan kenaikan arus kas operasi,
optimumnya pemanfaatan aset dan yang utama yaitu pengembalian kepada
Shareholder. Terwujudnya produk yang unggul di pasar akan meningkatkan
pertumbuhan penjualan tahunan, pengembalian terhadap aset total dan dua hal
tersebut akan meningkatkan pengembalian kepada pemegang saham. Semakin
efisien bisnis yang dijalankan perusahaan, maka akan meningkatkan volume
bisnis perusahaan dan tingkat pengembalian kepada pemegang saham (Gambar 7).
113
Perspektif
Keuangan
Perspektif
Pelanggan
Perspektif
Bisnis
Internal
Perspektif
Pertumbuhan
dan
Pembelajaran
Index Kepuasan Pekerja
Produktivitas Pemetik di
Kebun
Retensi Pekerja setelah Program
Lay Off
Meningkatnya Komitmen Karyawan
Meningkatnya Kapabilitas Karyawan
Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di
Kebun
Nilai Produkti-
vitas Kebun
Meningkatnya Produktivitas Kebun
Rata-rata Rendemen
Teh
Ratio Machine
Utilization
Nilai Peningkatan Mutu Teh
HPP Teh Jadi
Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik
Penghematan Biaya Bahan
Bakar
Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi
Rasio Biaya Pemasaran Ship On Time Index Nilai Penjualan Ekspor Memasarkan dengan Harga Optimum
Meningkatkan Pelayanan kepada Customer Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar
Rasio Lancar
Rasio Penjualan dan Biaya
Pertumbuhan Penjualan Tahunan
Optimumnya Pemanfaatan Aset Kenaikan Arus Kas dari Operasi
Total Assets Turnover
Meningkatnya Kapabilitas Organisasi
Learning Index Accountability Index
Pengembalian kepada Shareholder
ROI
Keterangan : Hubungan Kausalitas Hubungan Indikator Hasil
Gambar 7. Peta Strategis PT Mitra Kerinci
97
114
7.4. Pembobotan Masing-masing Perspektif, Sasaran Strategis, dan Indikator Hasil
Keunggulan pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard adalah
seimbang, komprehensif, koheren dan terukur. Pembobotan berguna mengukur
tingkat kepentingan masing-masing variabel yang dibandingkan agar
menghasilkan angka yang terukur pada pernyataan kualitatif. Pembobotan
variabel yaitu masing-masing perspektif, sasaran strategis, dan indikator hasil
dilakukan dengan metode paired comparison. Metode pembobotan tersebut
mengukur secara subjektif tingkat prioritas setiap variabel dalam persentase.
a. Perspektif Keuangan
Perspektif keuangan memiliki bobot pengukuran rendah diantara
perspektif yang lainnya yaitu sebesar 22,50 persen. Perusahaan memiliki tujuan
provit motive namun masih mengutamakan kesejahteraan karyawan dan
bagaimana tetap berproduksi walaupun dalam keadaan merugi.
Sasaran stretegis optimumnya pemanfaatan aset mendapatkan bobot yang
paling tinggi yaitu sebesar 41,67 persen. Sasaran strategis ini diukur dengan
indikator hasil rasio lancar dan perputaran aset total. Bobot tertinggi yaitu rasio
lancar sebesar 57,14 persen. Hal tersebut dikarenakan perusahaan masih
mengutamakan pengembalian hutang dan pengembalian atas investasi serta
mengawasi pertumbuhan penjualan. Selengkapnya pada tabel 14.
b. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan mendapatkan bobot tertinggi yaitu sebesar 30 persen
bila dibandingkan dengan tiga perspektif lainnnya.
115
Perusahaan selama ini belum memiliki pengukuran kinerja untuk perspektif
pelanggan, namun perusahaan sangat mengutamakan kepentingan pelanggan.
Perusahaan dapat merubah proses produksi pengolahan teh untuk memenuhi
permintaan pelanggan. Ketepatan waktu dalam mengantarkan barang yang telah
disetujui pada kontrak merupakan indikator hasil yang paling menonjol pada
sasaran strategis peningkatan pelayanan kepada customer juga bila dibandingkan
dengan indikator hasillainnya. Indikator tersebut memiliki bobot sebesar 83,3
persen. Indikator lainnya, nilai penjualan ekspor dan memasarkan dengan harga
optimum memiliki bobot yang sama besarnya yaitu 50 persen.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perusahaan lebih memfokuskan programnya pada perspektif bisnis internal,
terutama proses manajemen operasi perusahaan. Sasaran strategis terwujudnya
cost effectiveness produksi mendapatkan bobot yang tertinggi sebesar 42,86
persen dibandingkan dengan sasaran strategis lainnya seperti peningkatan
produktivitas kebun dan kapasitas produksi pabrik. Perusahaan secara
berkesinambungan memperbaiki produksinya terutama dalam penekanan biaya
produksi yang tinggi karena beban tenaga kerja dan bahan bakar fosil.
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mendapatkan nilai bobot yang
sama besar dengan nilai bobot pada perspektif yaitu 22,50 persen. Perusahaan
mengukur komitmen karyawan pada prioritas utama dibandingkan dengan sasaran
lainnya yaitu kapabilitas karyawan dan kapabilitas organisasi. Bobot pada masing-
masing indikator hampir memiliki perbandingan prioritas yang sama.
116
SASARAN STRATEGIS KEY PERFORMANCE INDICATOR
BOBOT
(%) LAG INDICATOR LEAD INDICATOR BOBOT
(%)
TOTAL BOBOT
(%) F1: Pengembalian kepada Shareholder 33,33 F1.1: ROI pengembalian atas investasi, laba bersih terhadap total aset 100,00 7,50
F2.1: Rasio Lancar rasio antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar 57,14 5,36 F2: Optimumnya Pemanfaatan Aset
41,67 F2.2: Total Assets Turnover perbandingan penjualan, harta total (kali) 42,86 4,02
F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi 25,00 F3.1: Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan persentase pertumbuhan nilai penjualan (%) 100,00 5,63 BOBOT PERSPEKTIF KEUANGAN (22,50 persen)
C1.1: Rasio Biaya Pemasaran perbandingan biaya pemasaran dari total penjualan 16,67 3,33 C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer
66,67 C1.2: Ship On Time Index jumlah ketepatan waktu pengiriman ke customer 83,33 16,67
C2.1: Memasarkan dengan Harga Optimum harga kontrak rata-rata terjadi (Rp/Kg) 50,00 5,00 C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar
33,33 C2.2: Jumlah Penjualan Ekspor jumlah penjualan teh jadi diekspor (Kg) 50,00 5,00
BOBOT PERSPEKTIF PELANGGAN (30,00 persen) I1.1: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur Kebun penilaian ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun (%) 33,33 2,78 I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun
33,33
I1.2: Jumlah Produktivitas Kebun produksi pucuk basah rata-rata pertahun (Kg/Ha) 66,67 5,56 I2.1: Rata-rata Rendemen Teh nilai penyerahan pengolahan teh (%) 26,31 1,57 I2.2: Ratio Machine Utilization rasio jam kerja mesin digunakan dari total jam mesin tersedia 42,10 2,51
I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik
23,81 I2.3: Peningkatan Mutu Teh Jadi peningkatan jumlah Kg teh jadi mutu terbaik (Kg) 31,58 1,88
I3.1: Harga Pokok Produksi Teh Jadi penurunan harga pokok produksi (Rp/Kg) 41,17 4,41 I3.2: Rasio Penjualan dan Biaya perbandingan total penjualan terhadap total biaya 23,53 2,52
I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi
42,86 I3.3: Biaya Bahan bakar penghematan biaya menggunakan cangkang kelapa sawit (Rp) 35,29 3,78
BOBOT PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL (25,00 persen) L1.1: Indeks Kepuasan Pekerja tingkat kepuasan pekerja (%) 66,67 5,87
L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan
39,13
L1.2: Retensi Pekerja setelah Program Lay Off jumlah pekerja yang bertahan terhadap pekerja awal (%) 33,33 2,93
L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan 30,43 L2.1: Produktivitas Pemetik di Kebun nilai mutu pucuk segar benar petik (%) 100,00 6,85 L3.1: Accountability Index kemampuan perusahaan menerapkan pengetahuan (%) 33,33 2,28 L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi
30,43
L3.2: Learning Index kemampuan perusahaan dalam belajar pengetahuan baru (%) 66,67 4,56 BOBOT PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN (22,50 persen) TOTAL 100,00
Tabel 14. Tabel Pembobotan Perspektif, Sasaran Strategis, dan Indikator Hasil dalam Pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci
100
117
SASARAN STRATEGIS LAG INDICATOR REALISASI TARGET HASIL (%)
TOTAL BOBOT
(%)
SKOR AKHIR
(%) F1: Pengembalian kepada Shareholder F1.1: ROI -28,07 -14,98 30,41 7,50 2,28
F2.1: Rasio Lancar 12,09 24,19 49,98 5,36 2,67 F2: Optimalnya Pemanfaatan Aset F2.2: Total Assets Turnover (kali) 0,37 0,46 80,43 4,02 3,23 F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi F3.1: Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan (%) 24,49% 54,45% 44,98 5,63 2,53
TOTAL PERSPEKTIF KEUANGAN 10,71 C1.1: Rasio Biaya Pemasaran 10,66 11,57 92,13 3,33 3,07 C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer
C1.2: Ship On Time Index 92 100 92,00 16,67 15,33 C2.1: Memasarkan dengan Harga Optimum (Rp/Kg) Rp 6.777/kg Rp 7.784/kg 87,06 5,00 4,35 C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar
C2.2: Jumlah Penjualan Ekspor (Kg) 1.129.430 kg 3.000.000 kg 40,98 5,00 2,05 TOTAL PERSPEKTIF PELANGGAN 24,80
I1.1: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di Kebun (%) 81,72% 90% 90,80 2,78 2,52 I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun I1.2: Jumlah Produktivitas Kebun (Kg/Ha) 9.818 kg/Ha 12.244 kg/Ha 80,19 5,56 4,46
I2.1: Rata-rata Rendemen Teh (%) 22,62% 23% 98,35 1,57 1,54 I2.2: Ratio Machine Utilization 90,19 100 90,19 2,51 2,26
I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik I2.3: Peningkatan Mutu Teh Jadi (Kg) 145.775 kg 235.400 kg 61,93 1,88 1,16
I3.1: HPP Teh Jadi (Rp/Kg) Rp 355/kg Rp 1.564/kg 22,70 4,41 1,00 I3.2: Rasio Penjualan dan Biaya 69,67 90,30 77,15 2,52 1,94
I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi I3.3: Biaya Bahan bakar (Rp) Rp 0 Rp 77.597.054 0,00 3,78 0,00
TOTAL PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL 14,88 L1.1: Indeks Kepuasan Pekerja (%) 72,77% 100% 72,77 5,87 4,27 L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan
L1.2: Retensi Pekerja sebelum Program Lay Off (%) 85,71% 95% 90,22 2,93 2,64 L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L2.1: Produktivitas Pemetik di Kebun (%) 62,49% 66% 94,68 6,85 6,49
L3.1: Accountability Index (%) 63,85% 90% 70,94 2,28 1,62 L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi L3.2: Learning Index (%) 58,50% 90% 65,00 4,56 2,97
TOTAL PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN 17,99 TOTAL SKOR PENGUKURAN KINERJA PT MITRA KERINCI DENGAN METODE BALANCED SCORECARD 68,38
Tabel 15. Tabel Penilaian Kinerja PT Mitra Kerinci Tahun 2006 dengan Metode Balanced Scorecard
101
118
SASARAN STRATEGIS LAG INDICATOR REALISASI TARGET HASIL (%)
TOTAL BOBOT
(%)
SKOR AKHIR
(%) F1: Pengembalian kepada Shareholder F1.1: ROI -27,49 -13,21 35,09 7,50 2,63
F2.1: Rasio Lancar 12,09 36,47 33,15 5,36 1,78 F2: Optimalnya Pemanfaatan Aset F2.2: Total Assets Turnover (kali) 0,36 0,47 77,25 4,02 3,10 F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi F3.1: Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan (%) 11,39% 44,19% 25,78 5,63 1,45
TOTAL PERSPEKTIF KEUANGAN 8,96 C1.1: Rasio Biaya Pemasaran 9,76 9,95 98,09 3,33 3,27 C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer
C1.2: Ship On Time Index 92 100 92,00 16,67 15,33 C2.1: Memasarkan dengan Harga Optimum (Rp/Kg) Rp 8.382/kg Rp 8.872/kg 94,48 5,00 4,72 C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar
C2.2: Jumlah Penjualan Ekspor (Kg) 733.088 kg 3.000.000 kg 24,44 5,00 1,22 TOTAL PERSPEKTIF PELANGGAN 24,54
I1.1: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di Kebun (%) 70,50% 90% 78,33 2,78 2,18 I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun I1.2: Nilai Produktivitas Kebun (Kg/Ha) 9.786 kg/Ha 12.244 kg/Ha 79,92 5,56 4,44
I2.1: Rata-rata Rendemen Teh (%) 22,75% 23% 98,91 1,57 1,55 I2.2: Ratio Machine Utilization 90,46 100 90,46 2,51 2,27
I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik I2.3: Peningkatan Mutu Teh Jadi (Kg) 119.420 kg 227.471 kg 52,50 1,88 0,99
I3.1: HPP Teh Jadi (Rp/Kg) Rp 985/kg Rp 1.927/kg 51,12 4,41 2,25 I3.2: Rasio Penjualan dan Biaya 79,78 103,34 77,20 2,52 1,95
I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi I3.3: Biaya Bahan bakar (Rp) Rp 736.184.498 Rp 546.608.031 134,68 3,78 5,09
TOTAL PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL 20,72 L1.1: Indeks Kepuasan Pekerja (%) 72,77% 100% 72,77 5,87 4,27 L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan
L1.2: Retensi Pekerja setelah Program Lay Off (%) 44% 95% 46,32 2,93 1,36 L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L2.1: Produktivitas Pemetik di Kebun (%) 57,66% 66% 87,36 6,85 5,98
L3.1: Accountability Index (%) 63,85% 90% 70,94 2,28 1,62 L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi L3.2: Learning Index (%) 58,50% 90% 65,00 4,56 2,97
TOTAL PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN 16,20 TOTAL SKOR PENGUKURAN KINERJA PT MITRA KERINCI DENGAN METODE BALANCED SCORECARD 70,42
Tabel 16. Tabel Penilaian Kinerja PT Mitra Kerinci Tahun 2007 dengan Metode Balanced Scorecard
102
119
7.5. Penilaian Kinerja PT Mitra Kerinci dengan Membandingkan Dua Metode
Penilaian kinerja perusahaan dengan metode balanced scorecard
menunjukkan skor akhir perusahaan adalah 68,38 pada tahun 2006 (Tabel 15) dan
70,42 pada tahun 2007 (Tabel 16). Hal ini berarti kinerja perusahaan yang kurang
baik pada siklus bisnisnya. Penilaian dengan standar kinerja BUMN seperti yang
telah dibahas pada Bab 6 menunjukkan skor 28,50 yang artinya perusahaan dalam
keadaan yang tidak sehat. Penilaian kinerja berdasarkan standar BUMN hanya
mengukur tiga sapek yaitu aspek keuangan, operasional dan administrasi. Berbeda
dengan penilaian melalui metode balanced scorecard mengukur empat aspek
(perspektif) yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan.
Kedua metode penilaian kinerja sama-sama menunjukkan kinerja
perusahaan yang kurang baik dan kondisi perusahaan dalam keadaan yang tidak
sehat. Namun perbedaan terletak pada proses dan kelebihan yang ditonjolkan oleh
metode balanced scorecard. Metode balanced scorecard mengukur kinerja secara
komprehensif melalui empat perspektif yang lengkap dan lebih mendalam pada
indikator kunciya. Selain itu, balanced scorecard mengukur dan menilai kinerja
berdasarkan sebab akibat antar sasaran strategis pada masing-masing perspektif
yang mengarah pada perspektif keuangan. Penilaian kinerja berdasarkan standar
BUMN hanya diukur dari indikator-indikator yang telah ditetapkan tanpa merujuk
kepada sasaran strategis yang dijalankan perusahaan.
Aspek keuangan pada penilaian kinerja perusahaan dengan standar BUMN
menggunakan beberapa indikator rasio keuangan utama, ada beberapa indikator
sama seperti yang digunakan balanced scorecard. Aspek operasional adalah
120
efisiensi dan produktivitas produksi serta kualitas sumberdaya. Dua indikator
tersebut belum dapat mewakili penilaian kinerja aspek operasional perusahaan.
Ketetapan dalam standar BUMN, perusahaan dapat mengukur kinerja operasional
maksimal dengan lima indikator saja. Balanced scorecard membagi-bagi kriteria
pengukuran lebih fokus dan mendalam berdasarkan perspektif pelanggan, bisnis
internal perusahan serta pertumbuhan dan pembelajaran yang mengukur modal
manusia dan modal organisasi PT Mitra Kerinci. Penilaian aspek administrasi
dianggap kurang penting dalam menilai kinerja perusahaan karena tidak
mengukur kegiatan bisnis perusahaan dan strategi yang perusahaan yang telah
dijalankan. Penilaian kinerja berdasarkan standar BUMN yang fokus kepada
kinerja keuangan (70 persen proporsi penilaiannya) hanya mampu menilai kinerja
dalam jangka pendek saja. Sedangkan berdasarkan balanced scorecard
perusahaan dapat merencanakan laba jangka panjang dengan mengawasi
pencapaian sasaran strategis perspektif pelanggan, bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan dengan mengacu kepada visi dan misi perusahaan.
Total skor yang dihasilkan perusahaan melalui metode balanced scorecard
menunjukkan angka di bawah 71 persen. Bila merujuk kepada Keputusan Mentri
Keuangan Nomor 198/KMK.016/1998 tanggal 24 Maret 1998 tentang penilaian
tingkat kesehatan BUMN, digolongkan menjadi: (1) Sehat, AAA bila total skor
lebih besar dari 95; AA bila diantara 80 dan 95; A bila diantara 65 dan 80; (2)
Kurang sehat, BBB apabila total skor diantara 50 dan 65; BB bila diantara 40 dan
50; B bila total skor diantara 30 sampai 40; (3) Tidak sehat, CCC bila total skor
20 sampai 30; CC bila diantara 10 dan 20; C bila total skor kurang dari 10.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa total skor lebih dari 95
121
menunjukkan kinerja perusahaan sangat baik, total skor diantara 80 dan 95 adalah
baik, dan total skor dibawah 80 adalah tidak baik. Hasil penilaian perusahaan
dengan standar penilaian awal yaitu total skor 28,50 persen menunjukkan tingkat
kesehatan perusahaan pada kategori ”CCC” tidak sehat. Penilaian tersebut fokus
kepada keuangan yang memiliki proporsi 70 persen penilaian. Berdasarkan teori,
selama ini belum ada ketentuan baku mengenai kategori hasil kinerja dengan
metode balanced scorecard. Bila berpedoman dengan standar BUMN tersebut,
hasil kinerja perusahaan tahun 2007 dan tahun sebelumnya melalui metode
balanced scorecard menunjukkan kinerja yang tidak baik dengan total skor akhir
di bawah 80 persen dan kinerja keuangan yang tidak sehat.
7.5. Evaluasi Kinerja PT Mitra Kerinci dengan Metode Balanced scorecard
Penilaian kinerja perusahaan fokus pada tahun 2007, penilaian kinerja
tahun 2006 adalah sebagai pembanding kinerja perusahaan dua tahun terakhir.
Hasil pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard telah
melalui beberapa tahap sebelumnya seperti penentuan kunci sukses, pembobotan
dan penilaian mendapatkan skor kinerja tahun 2007 sebesar 70,42 persen dan
68,38 persen pada tahun 2006. Perspektif keuangan mendapatkan skor akhir
terendah dan perspektif pelanggan mendapatkan skor tertinggi diantara perspektif
lainnya pada dua tahun yang dibandingkan.
Hasil pengukuran tersebut menunjukkan kinerja perusahaan selama ini
dikategorikan tidak baik. Pengitungan indikator hasil rata-rata mendapatkan nilai
pencapaian dibawah yang ditargetkan dalam rencana kerja dan anggaran
perusahaan yaitu 70,75 persen pada tahun 2007 dan 68,23 persen pada tahun
2006. Namun ada beberapa indikator hasil yang mendapatkan skor melebihi target
122
yang telah ditetapkan perusahaan. Perusahaan harus segera mengambil tindakan
korektif dan melakukan restrukturisasi strategi guna memperbaiki kinerja
perusahaan di masa depan.
a. Perspektif Keuangan
Kinerja pada perspektif keuangan mendapatkan total skor akhir terendah
yaitu 8,96 persen pada tahun 2007. Skor ini lebih rendah dari tahun 2006 yang
senilai 10,71 persen. Skor ini sangat kecil karena hasil pencapaian antara realisasi
dan terget perusahaan rata-rata hanya mencapai 42,81 persen saja di tahun 2007
yang lebih rendah 8,64 persen dari tahun 2006.
Indikator hasil Return On Investment (ROI) mencapai skor 2,63 persen.
Pencapaian ROI adalah rugi (Rp. 21.351.924.854,-) dibagi total aset Rp..
77.679.570.530,- dari target yang ditetapkan yaitu (Rp. 10.262.450.148,-)
terhadap Rp. 77.679.570.530,-. Hasil pada tahun 2007 ini relatif sama dengan
hasil yang dicapai pada tahun 2006 sebesar 2,28 persen. Perusahaan memberikan
bobot terbesar untuk indikator hasil ROI namun pencapaiannya rendah sekali. Hal
ini karena perusahaan masih mengalami kerugian (laba negatif) dan besarnya
investasi yang dilaksanakan dalam bisnisnya. Pencapaian dan skor ROI yang
rendah menggambarkan perusahaan belum dapat meraih pengembalian atas
investasinya dan pengembalian kepada pemegang saham belum tercapai.
Rasio lancar yaitu rasio antara aktiva lancar terhadap hutang lancar tahun
2007 mendapatkan skor akhir 1,78 persen dengan hasil pengukuran sebesar 33,15
persen. Skor yang didapatkan ini menggambarkan perusahaan belum mampu
dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancarnya. Hutang
lancar perusahaan sangat besar mencapai tiga kali lipat dari harta lancar yang
123
dimiliki perusahaan. Rasio lancar tahun 2006 mendapatkan skor akhir lebih tinggi
sebesar 2,67 persen dengan hasil pengukuran sebesar 49,98 persen. Nilai ini
memang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2007, hal ini hanya karena
target yang ditetapkan lebih rendah dengan target yang ditetapkan pada tahun
2007. Aktiva lancar yang dimiliki perusahaan tahun 2006 lebih rendah bila
dibandingkan dengan aseet akhir tahun 2007.
Lain halnya dengan indikator hasil total assets tunover (perputaran aset
total) mendapatkan skor akhir tertinggi dibandingkan dengan skor akhir indikator
lainnya sebesar 3,10 persen. Skor pencapaian total assets tunover tertinggi
diantara skor pencapaian indikator lain yaitu mencapai 77,25 persen, namun
mendapatkan bobot yang terendah. Perhitungan skor pencapaian tersebut adalah
(Rp. 28.377.195.277,- dibagi dengan total aset Rp. 77.679.570.530,-)
dibandingkan dengan target perusahaan (Rp. 36.731.912.000,- dibagi dengan Rp.
77.779.570.530,-). Skor yang dihasilkan perusahaan tahun 2006 lebih tinggi 0,13
persen dengan hasil pengukuran sebesar 80,43 persen (realisasi 0,37 terhadap
target 0,46 total assets tunover yang dicapai perusahaan). Hasil pengukuran yang
tinggi indikator ini tidak menunjukkan perputaran aset perusahaan yang baik.
Perputaran aset perusahaan memiliki nilai realisasi kurang dari satu, hal ini
menunjukkan perusahan belum menghasilkan volume bisnis yang sesuai dengan
ukuran investasi aktivanya.
Pertumbuhan penjualan tahun 2007 mendapatkan skor hasil terendah yaitu
senilai 1,45 persen. Hal ini karena perusahaan hanya mampu mencapai 25,78
persen dari target pertumbuhan penjualan. Penjualan 2007 adalah Rp.
28.377.195.277,- sedangkan target penjualan tahun 2007 adalah Rp.
124
36.731.912.000,-. Penjualan tahun 2007 dan target penjualan tahun 2007
dibandingkan dengan penjualan tahun 2006 yang sebesar Rp. 25.475.503.594,-.
Pertumbuhan penjualan tersebut bila dibandingkan dengan tahun 2006 jauh lebih
rendah. Tahun 2006 perusahaan mencapai skor 2,53 persen dengan hasil
pengukuran sebesar 44,98. Pertumbuhan penjualan tahun 2006 lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2007 karena penjualan tahun 2006 dibandingkan
dengan penjualan tahun 2005 yang lebih rendah yaitu sebesar Rp.
20.464.000.000,-. Penjualan produk tahun 2007 terhambat karena beberapa faktor
antara lain penjualan belum mendapatkan harga yang maksimum, hasil produksi
yang menurun, dan sistem pemasaran yang belum terstruktur.
PT Mitra Kerinci sebagai salah satu BUMN yang bertujuan kepada laba
memiliki pertumbuhan penjualan yang relatif rendah dan laba yang negatif.
Perusahaan memiliki kinerja keuangan perusahaan sangat rendah tahun ini.
b. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan tahun 2007 mendapatkan total skor akhir tertinggi
yaitu 24,54 persen bila dibandingkan dengan perspektif lainnya, namun lebih
rendah bila dibandingkan dengan skor akhir tahun 2006 sebesar 24,80 persen.
Terdapat dua sasaran strategis utama pada perspektif pelanggan ini yaitu
peningkatan pelayanan kepada customer dan terwujudnya produk yang unggul di
pasar. Masing-masing sasaran strategis dikur dengan dua indikator hasil. Rata-rata
hasil pengukuran masing-masing indikator sebesar 77,25 persen, lebih rendah bila
dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 78,04 persen.
Rasio biaya pemasaran tahun 2007 mendapatkan skor akhir sebesar 3,27
persen dengan hasil pengukuran tertinggi sebesar 98,09 persen. Rasio biaya
125
pemasaran merupakan hasil perbandingan biaya pemasaran dengan total
penjualan. Rasio biaya pemasaran tahun 2007 adalah biaya pemasaran sebesar Rp.
2.768.452.878,- dibagi dengan total penjualan Rp. 28.377.195.277,- dan targetnya
adalah Rp. 3.656.512.253,- dibagi dengan Rp. 36.731.912.000,-. Hasil kinerja
tahun 2006 menunjukkan skor akhir rasio biaya pemasaran yang lebih rendah
sebesar 3,07 persen dengan hasil pengukuran sebesar 92,13 persen. Hasil yang
lebih rendah pada tahun 2006 tersebut karena biaya pemasaran khususnya pada
biaya administrasi yang lebih tinggi dan penjualan yang lebih rendah
dibandingkan dengan tahun 2007. Indikator ini menggambarkan efisiensi
pemasaran dengan membandingkan biaya pemasaran dengan hasil penjualan.
Ship on time index (indeks ketepatan waktu dalam pengiriman) ditetapkan
oleh perusahaan sebagai bentuk kualitas layanan kepada customer. Perusahaan
mengukur secara subjektif kagagalan pengiriman tidak tepat waktu hanya terjadi
karena adanya gangguan alam saat perjalanan pengiriman barang. Kegagalan
tersebut hanya terjadi delapan kali dari seratus pengiriman yan terjadi bahkan
kurang dari itu. Maka ketepatan waktu dalam pengiriman mendapatkan skor
pencapaian sebesar 92 persen. Artinya dari 100 order yang terjadi hanya delapan
yang gagal dikirimkan tepat waktu. Faktor penyebab kegagalan tersebut biasanya
adalah faktor alam yang tidak dapat diperkirakan dan dihindari seperti bercana
alam, longsor, atau cuaca buruk. Perusahaan menetapkan bobot tertinggi pada
indikator ini sehingga skor akhir yang diperoleh adalah 15,33 persen tertinggi dari
seluruh perspektif balanced scorecard. Hasil ini sama besarnya pada tahun 2006.
Indikator hasil lainnya adalah memasarkan dengan harga optimum
mendapatkan skor akhir pada tahun 2007 sebesar 4,72 persen. Skor pencapaian
126
pada indikator hasil ini mencapai 94,48 persen, artinya total harga jual rata-rata
masih dibawah target. Skor akhir tahun 2006 lebih rendah yakni 4,35 persen
dengan harga yang dicapai Rp. 6.777 terhadap target Rp. 7.784 (87,06 persen
hasil pengukuran). Tahun 2006 terjadi over supply produk di pasar dunia,
sehingga harga menjadi turun. Harga yang didapatkan produk PT Mitra Kerinci
masih dibawah harga lelang, karena selama ini perusahaan menjual kepada
pembeli seperti perusahaan besar, trader, broker secara free sales. Perusahan
memiliki posisi tawar yang rendah dibanding pembelinya.
Nilai penjualan ekspor tahun 2007 mendapatkan hasil pengukuran sebesar
24,44 persen sedangkan dalam RKAP perusahaan menargetkan penjualan ekspor
mencapai 70 persen dari total penjualan. Tahun 2006 perusahaan mendapatkan
skor akhir lebih tinggi sebesar 2,05 dengan nilai penjualan ekspor mencapai
1.229.430 kg (40,98 persen dari target). Perusahaan pada tahun tersebut banyak
melakukan penjualan ekspor, namun harga yang didapatkan rendah akibat over
supply pasar dunia, sehingga nilai penjualan perusahaan tetap rendah (lebih
rendah dibandingkan tahun 2007). Perusahaan lebih banyak melakukan penjualan
lokal karena perusahaan belum memiliki jaringan pemasaran internasional, mutu
produknya kurang baik dibanding pesaingnya, perusahaan masih mengandalkan
broker untuk pembelian produknya, tidak langsung kepada end user.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Total skor akhir perspektif bisnis internal tahun 2007 adalah 20,72 persen
dengan rata-rata hasil pengukuran sebesar 65,16 persen. Hasil ini lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai skor akhir 14,88 persen dengan
rata-rata hasil pengukuran sama sebesar 65,16 persen. Sasaran strategis perspektif
127
bisnis internal fokus pada proses manajemen operasi saja. Sasaran strategis
tersebut adalah meningkatnya produktifitas kebun, meningkatnya kapasitas
produksi pabrik, dan terwujudnya cost effectiveness produksi.
Ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun untuk tahun 2007 mendapatkan
skor akhir sebesar 2,18 persen yaitu lebih rendah 0,34 persen dari skor yang
dicapai pada tahun 2006. Indikator ini diukur dari rata-rata indikator pemicu yaitu
ketepatan pemupukan, pengendalian gulma, pemetikan pucuk, dan pengendalian
hama. Pemupukan yang terlaksana baik dosis dan frekuensi sebesar 68,80 persen.
Lahan yang ditumbuhi gulma adalah 230 Ha dari total area perkebunan seluas
1470,16 Ha (15,64 persen pengendalian gulma tidak baik, jadi 84,44 persen tepat
pengendalian gulma). Lahan yang terserang hama seluas 690,97 Ha (yaitu 47
persen dari total luasan lahan), artinya hanya 53 persen efektivitas pengendalian
hama penyakit dengan chemical clean weed (CCW). Proses pemetikan pucuk
dilakukan dengan manual dan mekanisasi, namun hanya 76 persen yang
melakukan pemetikan dengan benar. Hal ini disebabkan banyak pemetik manual
yang menggunakan arit dan pisau dalam tehnik pemetikannya dan hal ini pula
yang menyebabkan pertumbuhan pucuk terhambat. Ketepatan pelaksanaan
prosedur di kebun untuk tahun 2006 mendapatkan hasil pengukuran lebih tinggi
yaitu sebesar 90,80 persen karena tidak ada serangan hama seperti tahun 2007.
Nilai produktivitas kebun mencapai skor akhir yang tertinggi yakni 4,44
persen, indikator ini juga mendapatkan bobot yang tertinggi diantara indikator lain
dalam perspektif bisnis internal. Produktivitas kebun sebesar 9,786 kg/Ha dari
nilai 12,244 kg/Ha yang ditargetkan oleh perusahan (79,92 persen skor
pencapaiannya). Hasil tersebut bila dibandingkan dengan tahun 2006 hanya
128
berbeda lebih rendah 0.02 persen saja dengan hasil pengukuran 80,19 persen
(0,27 persen lebih tinggi dari tahun 2007), artinya kinerja perusahaan sama pada
kedua tahun tersebut.
Rata-rata nilai rendemen pengolahan teh adalah 22,75 persen. Nilai ini
98,91 persen dari nilai yang ditargetkan pada tahun 2007. Indikator hasil tersebut
mendapatkan skor 1,55 persen pada pengukuran kinerja. Hasil tersebut tidak
berbeda dengan tahun 2006 yakni rata-rata nilai rendemen 22,62 persen (98,35
persen dari nilai yang ditargetkan) dan skor akhir 1.54 persen.
Ratio machine utilization merupakan indikator hasil yang mengukur rasio
jam kerja mesin yang digunakan dari total jam mesin yang tersedia. Mesin pada
pabrik teh hijau rata-rata beroperasi selama 11,62 jam dari total jam tersedia 14
jam. Mesin pada pabrik teh hitam rata-rata beroperasi selama 21,85 jam dari total
jam tersedia yaitu 23 jam. Skor akhir ratio machine utilization adalah 2,27 persen.
Skor tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan skor yang dihasilkan tahun
2006 sebesar 2,26 persen, karena ada mesin yang tidak dapat beroperasi.
Indikator lain dalam sasaran strategis meningkatnya kapasitas pabrik
adalah peningkatan mutu teh jadi. Peningkatan mutu teh jadi diukur berdasarkan
peningkatan jumlah kilogram teh jadi dengan mutu atau grade terbaik. Mutu atau
grade terbaik yang termasuk dalam pengukuran ini adalah grade ekspor antara
lain OP 1, F PEKOE, BOP 1, BOP untuk teh hitam dan PS STD 12 BN, PS STD
110, PECOMIX untuk teh hijau. Peningkatan jumlah teh jadi dengan grade
tertinggi tahun 2007 sebesar 119.420 kg dari RKAP yang ditentukan sejumlah
227.471 kg, sehingga skor pencapaian sebesar 52,50 persen dan skor akhir sebesar
0,99 persen. Nilai tersebut nila terkecil dari seluruh skor akhir masing-masing
129
indikator. Skor yang didapatkan tahun 2007 lebih rendah bila dibandingkan
dengan skor di tahun 2006 yaitu 1,16 persen. Hal tersebut menunjukkan
peningkatan mutu teh terbaik lebih berhasil di tahun 2006 dan proporsi penjualan
ekspor dengan lokal juga lebih tinggi.
Harga pokok produksi teh jadi rata-rata sebelum penekanan biaya dengan
perubahan status karyawan tetap menjadi karyawan borongan dan penggunaan
bahan bakar cangkang kelapa sawit adalah Rp 11.591,-/kg sedangkan targetnya
adalah Rp. 10.606,-/kg. Dengan dilaksanakannya program tersebut, harga pokok
produksinya menjadi Rp. 10.587,-/kg, namun belum memenuhi target yang
ditetapkan sebesar Rp. 8.660,-/kg. Skor akhir indikator hasil tersebut adalah 2,25
persen. Nilai tersebut jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang dicapai
tahun 2006 sebesar 1,00 persen dan hasil pengukurannya sebesar 22,70 persen.
Penurunan harga pokok produksi tahun 2006 hanya Rp. 355,-/kg terhadap target
yang ditetapkan Rp. 1.564,-/kg, hal ini karena beban biaya bahan bakar solar
untuk pengolahan yang terus meningkat. Sampai saat ini harga pokok produksi PT
Mitra Kerinci masih jauh diatas harga jual yang didapatkan.
Efektivitas bisnis perusahaan dapat diukur dengan perbandingan antara
penjualan dan biaya yang dihabiskan untuk produksi teh jadi. Rasio penjualan dan
total biaya produksi perusahaan adalah Rp.28.377.195.277,-/Rp. 35.568.828.676,-
sedangkan target yang ditetapkan yaitu Rp.36.731.912.000,-/Rp. 35.543.818.870,-
sehingga skor pencapaiannya sebesar 77,20 persen. Skor akhir yang didapatkan
perusahaan yakni sebesar 1,95. Biaya tinggi tahun 2007 karena perusahaan
memberikan pesangon kepada pekerja dalam program lay off (perubahan status
karyawan tetap menjadi karyawan dengan status borongan). Hasil tersebut adalah
130
sama dengan yang dihasilkan tahun 2006 sebesar 1,94 persen. Artinya perusahaan
dalam melakukan bisnis tidak efisien dalam mengalokasikan biaya dan tidak
efektif dalam meraih nilai penjualannya.
Perusahaan dalam mengurangi beban biaya produksi menyiasati dengan
mengganti bahan bakar minyak solar dengan bahan bakar dari cangkang kelapa
sawit. Indikator yang diukur dalam hal ini adalah penghematan biaya bahan bakar
karena menggunakan bahan bakar cangkang kelapa sawit. Cangkang kelapa sawit
didatangkan dari beberapa daerah di Sumatra dengan harga yang jauh lebih murah
dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Penghematan biaya bahan bakar dihitung
dari pengurangan pengeluaran untuk bahan bakar tahun 2007 dibandingkan
dengan tahun 2006. Tahun 2006, perusahaan menghabiskan biaya untuk bahan
bakar minyak sebesar Rp. 5.034.893.719,-. Perusahaan menargetkan biaya bahan
bakar sejumlah Rp. 4.488.285.688,- (penghematan sebesar Rp. 546.608.031,-)
namun realisasi biaya sebesar Rp. 4.298.709.221,- (penghematan sebesar Rp.
736.184.498,-), sehingga perusahaan mendapatkan skor pencapaian sebesar
134,68 persen. Skor yang didapatkan indikator hasil ini mencapai 5,09 persen,
skor tertinggi pada perspektif bisnis internal. Tidak halnya bila dibandingkan
dengan hasil yang dicapai perusahaan tahun 2006 dengan skor akhir adalah nol.
Tahun 2006 perusahaan masih menggunakan 100 persen bahan bakar solar yang
harganya terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Maka pada tahun 2006
perusahaan masih memiliki beban biaya bahan bakar yang tinggi karena belum
melakukan penghematan bahan bakar. Dengan demikian perusahaan telah sedikit
demi sedikit berusaha memperbaiki kinerja perusahaannya untuk mencapai cost
effectiveness yang selama ini menjadi akar persoalan dalam bisnis perusahaan.
131
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif pembelajaran dan perumbuhan merupakan modal yang tidak
terukur intangible. Sasaran strategis yang utama dalam hal ini adalah modal
manusia dan modal organisasi. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
mendapatkan total skor hasil sebesar 16,20 persen dengan rata-rata hasil
pengukuran sebesar 68,48 persen. Nilai tersebut bila dibandingkan dengan yang
dicapai tahun 2006 adalah lebih rendah. Skor akhir tahun 2006 yakni 17,99 persen
dengan rata-rata hasil pengukuran sebesar 78,72 persen.
Indeks kepuasan karyawan dihitung dengan menggunakan alat bantu
berupa kuesioner. Peneliti menyiapkan 94 eksemplar kuesioner (perhitungan
rumus slovin) dengan memilih sempel secara acak. Jumlah pekerja yang berhasil
mengisi seluruh poin pertanyaan (25 pertanyaan dengan tema kepuasan karyawan)
adalah 93 orang saja. Dari hasil perhitungan, kuesioner yang ada, rata-rata pekerja
yang menyatakan kepuasan bekerja di perusahaan ini adalah 1692 poin jawaban
yang menunjukkan pekerja merasa puas (68 orang merasa puas) dari 2325 total
pertanyaan yang terisikan oleh semua karyawan, artinya 72,77 persen saja pekerja
yang telah merasa puas selama bekerja di perusahaan.
Indikator hasil yang diukur pada tahun 2006 adalah retensi pekerja
sebelum program lay off dengan hasil pengukuran yaitu 85,71 persen (90,22
persen dari nilai yang ditargetkan) dan skor akhirnya sebesar 2,64 persen. Retensi
pekerja setelah program lay off karyawan menunjukkan jumlah karyawan yang
masih bertahan setelah program tersebut dilaksanakan. Program lay off merupakan
program yang dilaksanakan perusahaan untuk mengurangi beban biaya tenaga
kerja yaitu dengan merubah status karyawan tetap menjadi karyawan borongan.
132
Berapa jumlah pucuk yang berhasil dipetik pada hari dikalikan dengan
mutu pucuk basah benar petik dikalikan dengan harga per kilogram pucuk
berdasarkan mutu petik itu adalah upah yang berhak diterima oleh pekerja.
Seluruh afdeling lahan perkebunan terdapat 67 orang mandor yang setiap mandor
membawahi 25-30 orang pekerja (1675 orang total pekerja pemetik). Setelah
program perubahan status tersebut dilaksanakan, efektif yang hadir setiap hari
rata-rata hanya 11 orang saja per mandoran (737 orang total pemetik). Skor
pencapaian untuk indikator ini adalah 44 persen. Banyaknya pekerja yang keluar
dari pekerjaan setelah perubahan status tersebut disebabkan karena uang pesangon
”tali asih” yang diberikan oleh perusahaan sebesar Rp 13-15 juta per orang
sebagai uang kompensasi. Mereka merasa sangat berkecukupan setelah menerima
uang tersebut sehingga memilih meninggalkan pekerjaannya. Hal ini berimbas
kepada penurunan jumlah produksi teh.
Produktivitas pemetik manual dan mekanisasi dengan gunting pemetik di
kebun diukur dengan nilai mutu pucuk basah benar petik, hal ini mengukur juga
kapabilitas pekerja. Indikator hasil ini mendapatkan skor tertinggi sebesar 5,98
persen dan pembobotan tertinggi diantara indikator hasil lainnya. Rata-rata nilai
mutu pucuk basah benar petik meraih sebesar 57,66 persen berdasarkan
pengukuran tim analis quality control. Perusahaan menargetkan mutu pucuk basah
benar petik sebesar 66 persen, artinya skor pencapaiannya 87,36 persen. Nilai ini
bila dibandingkan dengan hasil pengukuran tahun 2006 adalah lebih rendah.
Tahun 2006 perusahaan mampu menghasilkan rata-rata mutu pucuk basah benar
petik sebesar 62,49 persen (94,68 persen terhadap nilai yang ditargetkan) dengan
skor akhir sebesar 2,64. Hal ini karena pekerja melakukan pemetikan sesuai
133
dengan prosedur yang ditetapkan, namun memang hasil pemetikan mesin tidak
dapat dihindari.
Sasaran strategis berikutnya adalah meningkatnya kapabilitas organisasi
yang diukur dengan accountability index dan learning index. Accountability Index
merupakan kemampuan perusahaan menerapkan pengetahuan ke dalam pekerjaan,
perencanaan yang diaplikasikan. Indikator ini diukur dengan menggunakan
bantuan sebuah kuesioner yang diisikan oleh direktur perusahaan. Kuesioner ini
berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengevaluasi kemampuan perusahaan
menerapkan pengetahuan ke dalam pekerjaan dan perencanaan yang berhasil
diaplikasikan. Setiap jawaban atas pertanyaan kuesioner mendapatkan skor
tertentu kemudian dirata-ratakan, hasilnya sebesar 63,85 persen dari target yang
ditentukan sebesar 90 persen. Learning Index adalah kemampuan perusahaan
dalam belajar pengetahuan baru, mengembangkan inovasi baru. Indikator ini juga
diukur menggunakan bantuan sebuah kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan
yang mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam belajar pengetahuan baru dan
mengembangkan inovasi baru yang diisikan oleh direktur perusahaan. Indikator
ini perusahaan mendapatkan hasil sebesar 58,50 persen dari target sebesar 90
persen. Skor pencapaian accountability index dan learning index masing-masing
adalah 70,94 persen dan 65 persen serta skor akhirnya 1,62 dan 2,97 persen.
Tabel 17. Tabel Skor Kinerja Komparatif PT Mitra Kerinci
Perspektif dalam Balanced scorecard Skor Akhir Tahun 2006
Skor Akhir Tahun 2007
Perspektif Keuangan 10,71 8,96 Perspektif Pelanggan 24,80 24,54 Perspektif Proses Bisnis Internal 14,88 20,72 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 17,99 16,20 Total 68,38 70,42
134
Tabel 17 menunjukkan skor kinerja masing-masing perspektif Balanced
scorecard dengan membandingkan kinerja dua tahun terakhir untuk melihat
perkembangan perusahaan. Seperti telah sebelumnya, perusahaan mendapatkan
skor kinerja lebih rendah pada tahun 2006. Perubahan yang signifikan terjadi pada
perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis internal. Skor akhir perspektif
pelanggan relatif tetap antara tahun 2007 dengan tahun sebelumnya. Sedangkan
skor akhir perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menurun di tahun 2007
akibat dilaksanakannya program lay off karyawan yang berpengaruh pada retensi
pekerja dan produktifitas pekerja seperti telah dijelaskan pada halaman 115.
Perkembangan yang signifikan terjadi pada perspektif keuangan dengan
perspektif proses bisnis internal. Skor akhir perspektif proses bisnis internal pada
tahun 2007 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2006. Perusahaan telah
memperbaiki kinerja proses bisnis internalnya dengan fokus pada sasaran cost
effectiveness produksi. Untuk menekan biaya bahan bakar yang terus meningkat,
perusahaan telah menggunakan bahan bakar alternatif dari cangkang kelapa sawit.
Perusahaan mampu menurunkan biaya bahan bakar sebesar Rp. 736.184.498 yang
awalnya perusahaan menggunakan bahan bakar solar kini menggunakan bahan
bakar cangkang kelapa sawit. Perusahaan telah mengkonversi peralatan dan kabin
pembakaran untuk dapat mengalirkan panas yang sama tingginya dengan yang
dihasilkan bahan bakar solar.
Skor perspektif keuangan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Secara teori, peningkatan kinerja perspektif bisnis internal
akan mendorong peningkatan kinerja perspektif utamanya (perspektif keuangan).
Hal yang terjadi pada kinerja PT Mitra Kerinci adalah sebaliknya, perspektif
135
bisnis internal mengalami kenaikan namun kinerja keuangannya mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan perusahaan masih melakukan investasi bidang non
tanaman yaitu mengkonversi peralatan dan kabin pembakaran cangkang kelapa
sawit, investasi mesin dan perlengkapan pabrik serta inventaris kantor dan alat
pertanian yang totalnya Rp. 2.506.912.975 (16,97 persen diatas target yang
dianggarkan perusahaan). Selain itu biaya yang dikeluarkan juga meningkat
karena pemberian pesangon dan tunjangan dalam program ”tali asih” (lay off
karyawan). Hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan penjualan produk
sehingga perusahaan mengalami rugi yang terakumulasi dari tahun sebelumnya.
Hutang yang tinggi disaat perusahaan masih dalam keadaan rugi memaksa
perusahaan harus mendapatkan dana dari hutang lainnya kepada PT Rajawali
Nusantara Indonesia. Total hutang perusahaan kini mencapai ratusan milyar
rupiah dengan biaya bunga yang semakin besar menjadi beban perusahaan. Dalam
siklus bisnis yang bertumbuh perusahaan memerlukan banyak dana untuk
kegiatan investasinya.
7.6. Rekomendasi Alternatif Kegiatan Pencapaian Sasaran Strategis
Hasil pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced
scorecard menunjukkan kinerja masing-masing perspektif yang kurang baik
dengan total skor akhir sebesar 70,42 persendan 68,38 pada tahun 2006. Nilai
rata-rata hasil pengukuran balanced scorecard adalah 70 persen pada tahun 2007
dan 68 persen pada tahun 2006. Penilaian kinerja pada penelitian ini telah
diuraikan ke dalam empat perspektif secara komprehensif dan koheren. Beberapa
hasil pengukuran menunjukkan nilai dibawah skor kinerja perusahaan, namun ada
beberapa indikator yang hasil pengukurannya di atas skor kinerja perusahaan. Hal
136
ini mengarahkan perusahaan melakukan tindakan korektif terhadap strategi
perusahaan untuk memperbaiki kinerja perusahaan terutama dalam jangka
panjang. Perusahaan dapat menggunakan peta strategi balanced scorecard untuk
mempermudah penyusunannya (Gambar 7).
Beberapa alternatif srtategis dapat dijadikan bahan pertimbangan dan
rekomendasi kepada pihak manajemen untuk memperbaiki kinerja perusahaan
serta merencanakan masa depan perusahaan dalam jangka panjang, tidak lagi
fokus pada rencana jangka pendek. Perusahaan memiliki wewenang penuh untuk
menerapkan atau tidak inisiatif strategis tersebut, namun sangat baik bila pihak
manajemen mampu dikomunikasikan rancangan balanced scorecard sampai level
bawah serta memotivasi setiap porsenil perusahaan untuk memperbaiki kinerja
perusahaan (Tabel 18). Rekomendasi berupa kegiatan-kegiatan kongkret yang
dapat mewujudkan sasaran strategis untuk indikator-indikator yang hasil
pengukurannya kurang dari skor kinerja perusahaan, sehingga perusahaan dapat
melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerjanya.
a. Perspektif Keuangan
Pengukuran kenerja dengan standar BUMN dan metode balanced
scorecard menunjukkan perusahaan dalam keadaaan kurang sehat. Hasil
pengukuran indikator kuncinya rata-rata 50 persen dibawah nialai yang telah
ditargetkan perusahaan. Seperti ROI, rasio lancar, dan total assets turnover.
Hasil pengukuran ROI tahun 2006 dan 2007 masing-masing adalah 30,41
persen dan 35,09 persen menggambarkan perusahaan belum mampu
menggasilkan laba sebagai pengembalian ats investasinya. Hal ini disebabkan
karena kerugian yang semakin meningkat karena biaya operasional yang tinggi
137
dan nilai investasi yang besar. Perusahaan harus menekan biaya operasional
perusahaan dan pengeluaran lainnya seperti biaya administrasi dan umum dengan
urutan prioritas atau kepentingannya, mengingat perusahaan masih dalam tahap
tumbuh sehingga masih banyak investasi yang dilakukan.
Indikator rasio lancar perusahaan menunjukkan hasil pengukuran yang
rendah yaitu 49,98 persen tahun 2006 dan 33,15 persen di tahun 2007. Aset lancar
milik perusahan belum mampu memenuhi kewajiban lancarnya, karena hutang
perusahan yang sangat besar. Pelunasan hutang sesuai kemampuannya dapat
dijadikan alternatif rekomendasi strategi kepada perusahaan. Pelunasan hutang
sesuai jatuh temponya dapat menghindari akumulasi beban bunga. Hal ini mampu
mengurangi beban hutang perusahaan, namun harus diimbangi dengan
peningkatan aset melalui collection period dan perputaran persediaan yang tinggi.
Perputaran aset perusahaan (total assets turnover) mendapatkan hasil
pengukuran yang tinggi diatas 70 persen. Perusahaan telah berhasil mendekati
nilai tergetnya, namun nilai realisasi perputaran aset total adalah di bawah satu
(Tabel 15 dan 16). Hal ini menunjukkan perusahaan belum menghasilkan volume
bisnis yang sesuai dengan ukuran investasi aktivanya. Perusahaan dapat
mengurangi piutang yang tidak lancar dengan kontrak pembelian tunai dan
meningkatkan perputaran persediaan agar penjualan meningkat.
Pertumbuhan penjualan perusahaan relatif rendah dengan rata-rata
pertumbuhan pertahun 18 persen. Hal ini disebabkan karena tidak ada promosi
dalam penjualan produknya sehingga produk lambat dikenal oleh konsumen,
harga jual produk yang rendah, sistem pemasaran belum terstruktur, dan hasil
produksi yang berfluktuatif . Perusahaan harus mengantisipasi hal tersebut dengan
138
meningkatkan perputaran persediaan, meminimalkan peran pihak ketiga dalam
jalur pemasaran, menjaga hubungan baik dengan pelanggan agar penjualan dapat
stabil dan terus meningkat. Menjaga hubungan pelanggan dengan melakukan
pelayanan paska transaksi.
b. Perspektif Pelanggan
Penilaian kinerja perspektif pelanggan mendapatkan skor tertinggi
dibandingkan perspektif-perspektif lainnya. Sasaran strategis meningkatkan
pelayanan kepada pelanggan sudah baik. Artinya customer relationship
management sudah berjalan dengan baik. perusahaan harus mempertahankan dan
meningkatkan hal tersebut.
Hasil pengukuran indikator memasarkan harga optimum mendapatkan
nilai mendekati target. Perusahaan memperoleh harga jual rata-rata di bawah
target yang ditentukan, karena over supply, posisi tawar perusahaan rendah, mutu
dibawah standar. Pembeli dapat keluar dan masuk dalam sistem pemasaran tanpa
dapat dikendalikan perusahaan. biasanya perusahaan dalam penualan produknya
melalui peran pihak ketiga seperti broker. Alternatif strategi perbaikan antara lain
memperbaiki sistem pemasaran dengan meminimalkan peran broker, dan
memperbaiki mutu teh jadi dengan penerapan standar operasi pelaksanaan
pengolahan nasional.
Nilai penjualan ekspor pada tahun 2006 lebih tinggi namun harga yang
didapatkan rendah akibat over supply pasar dunia. Sedangkan pada tahun 2007
nilainya menurun jauh dari target yang ditetapkan dalam RKAP. Hal ini karena
perusahaan belum memiliki jaringan pemasaran internasional yang kuat. Tindakan
korektif yang dapat dilakukan antara lain memperluas jaringan pemasaran
139
internasional dengan bantuan media internet sehingga perusahaan tidak lagi
mengandalkan penjualannya melalui eksportir dalam negeri (trader). Selain
menerapkan alternatif-alternatif rekomendasi kegiatan untuk mencapai sasaran
strategis, perusahaan diharapkan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan
kinerjanya yang sudah baik seperti rasio biaya pemasaran dan ship on time index.
Pada tabel 18 untuk indikator rasio biaya pemasaran mengalami kenaikan karena
biaya administrasi yang meningkat, namun hal itu dalam batas yang wajar karena
menghasilkan kinerja rasio antara biaya pemasaran dengan total penjualan
menunjukkan kinerja yang baik (efisien).
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Peningkatan produktifitas kebun akan lebih berhasil jika perusahaan
memberikan prioritas alokasi dana dan memanajemen persediaan bahan-bahan
keperluan kebun seperti pupuk, insektisida, dan herbisida agar pelaksanaan
prosedur di kebun berjalan tepat waktu dan frekuensi minimum terpenuhi.
Walaupun indikator pelaksanaan prosedur di kebun mendapatkan hasil
pengukuran diatas skor kinerja, namun terdapat kendala terbesar pada pengadaan
bahan-bahan kebutuhan tanaman karena keterbatasan dana dan langkanya pupuk.
Indikator ratio machine utilization sangat dipengaruhi oleh input pucuk
basah yang masuk ke pabrik dan kondisi mesin. Hasil pengukuran sudah
mendekati target namun perusahaaan harus menjaga kondisi tersebut dengan
segera melakukan perbaikan terhadap mesin-mesin yang tidak dapat beroperasi
(rusak) agar proses pengolahan berjalan lancar.
Peningkatan mutu teh jadi mengalami penurunan kinerja, karena pucuk
yang masuk ke pabrik lebih banyak golongan petik kasar yaitu pucuk pekoe+4
140
dan lebih ikut terpetik sehingga stalk, serat, gulma ikut terolah. Seharusnya teh
jadi dengan mutu baik adalah dihasilkan dari pucuk yang masih muda dan ketas
(kandungan serat tidak banyak). Tindakan korektif yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan penyortiran langsung paska pemetikan dan menjaga sanitasi
pengolahan. Pekerja dilarang merokok saat berada di lingkungan pabrik saat
pengolahan agar teh yang dihasilkan tidak beraroma smooky. Selain itu,
meningkatkan quality control dengan memperbaiki dan meningkatkan standar
mutu produk.
Perusahaan menargetkan perurunan harga pokok produksi sepuluh persen
setiap tahunnya. Tahun 2006 perusahaan hanya mempu menurunkan harga pokok
produksi sebesar 22,70 persen karena biaya bahan bakar solar dan biaya tenaga
kerja tetap yang tinggi. Namun tahun 2007 penurunan harga pokok produksi
(HPP) mencapai 51,12 persen dari targetnya, hal tersebut dapat terjadi karena
pihak manajemen telah menggunakan bahan bakar dari cangkang kelapa sawit.
Akan tetapi biaya tenaga masih tinggi karena perusahaan melaksanakan program
”tali asih” (lay off karyawan), yaitu program perubahan status karyawan tetap
menjadi karyawan dengan status kontrak kerja waktu tertentu (borongan) dengan
memberikan pesangon untuk perubahan status tersebut. Perusahaan dapat
memenuhi target penurunan harga pokok produksi pada masa yang akan datang
dengan mensubtitusi seluruh bahan bakar solar untuk pengolahan dengan bahan
bakar dari alam seperti cangkang kelapa sawit dan kayu dari tanaman sela di
kebun.
Rasio biaya penjualan dan biaya mendapatkan hasil 77 persen yaitu nilai
yang diatas skor kinerja perusahaan. Hasil pengukuran tersebut cukup baik dan
141
mendekati target perusahaan, namun realisasinya nilai penjualan lebih kecil dari
pada total biaya (rasio penjualan dan biaya di bawah satu) dan artinya proses
bisnis perusahaan tidak efisien. Perusahaan harus melakukan tindakan korektif
untuk memperbaiki kinerja dengan menekan biaya tetap, biaya bunga, biaya
tunjangan dan biaya dinas. Dengan demikian perusahaan dapat mengurangi
pengeluaran perusahaan.
Biaya bahan bakar diukur dengan penghematan biaya bahan bakar karena
menggunakan bahan bakar alternatif untuk mewujudkan cost effectiveness. Tahun
2006 perusahaan masih menggunakan bahan bakar solar untuk seluruh kegiatan
produksi. Dengan demikian perusahaan masih bergantung kepada bahan bakar
fosil yang harganya terus melambung. Tahun 2007 perusahaan telah
menggunakan bahan bakar alternatif dari cangkang kelapa sawit sehingga mampu
menurunkan biaya untuk bahan bakar sebesar 134,68 persen. Maka perusahaan
harus mempertahankan keadaan tersebut dengan mengganti seluruh bahan bahar
keperluan pengolahan di pabrik dengan bahan bakar alternatif seperti cangkang
kelapa sawit dan mendatangkan bahanbaku cangkang dari dalam pulau Sumatra
agar dapat mengefisienkan biaya transportasi.
Tindakan korektif pada indikator-indikator yang hasil pengukurannya di
bawah skor total perusahaan akan memebantu mencapai sasaran strategis pada
perspektif bisnis internal dan dapat membangun nilai nilai tambah. Perusahaan
harus mempertahankan keadaan yang hasil pengukurannya sudah baik atau lebih
meningkatkan kembali kinerjanya seperti rata-rata rendemen teh jadi. Pada tahun
berikutnya diharapkan perusahaan dapat menerapkan proses manajemen
palayanan kepada customer, proses iovasi dan proses manajemen sosial.
142
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Indeks kepuasan pekerja mendapatkan hasil pengukuran diatas skor
kinerja perusahaan sebesar 72,77 persen. Nilai tersebut telah mendekati angka
terget perusahaan, kendalanya adalah keluhan pekerja akibat kekurangan fasilitas
dalam bekerja seperti peralatan di pabrik dan di kebun seperti sapu, keranjang
mesingunting, dan lain-lain sehingga pekerjaan mereka sedikit terhambat. Oleh
sebab itu perusahaan sebaiknya melengkapi fasilitas dalam bekerja untuk
kelancaran dan keselamatan dalam bekerja.
Retensi pekerja tahun 2006 diukur dengan retensi pekerja sebelum
program. Retensi pekerja tahun 2006 diukur dengan retensi pekerja sebelum
program lay off dengan hasil pengukuran mencapai 90,22 persen. Sedangkan
tahun 2007 adalah retensi pekerja setelah lay off dengan hasil pengukuran sebesar
46,32 persen karena banyak pekerja keluar setelah mendapatkan pesangon.
Perusahaan harus segera merekrut pekerja yang berpotensi dari daerah sekitar
kebun jangan sampai terjadi kekosongan pekerja sehingga produksi kebun
menurun.
Produktifitas pemetik di kebun diukur dengan mutu hasil petikannya.
Setelah program lay off pekerja berorientasi pada jumlah petikan tidak lagi kepada
mutu pucuk yang dipetik, dan mereka juga menggunakan alat natu pisau untuk
pemetik manual agar hasil lebih banyak dan cepat. Selain itu kurangnya
pengawasan dan motivasi mandor/asisten kepada pekerja dalam mengawasi
pemetikan. Maka perlu meningkatkan peran mandor dan asisten kebun dalam
mengawasi dan memotivasi pekerjanya agar hasil petikannya bagus dan
produktifitasnya meningkat.
143
Accountability index dan learning index perusahaan statis karena
perusahaan belum memiki kemampuan menerapkan pengetahuan ke dalam
pekerjaannya dan belum mampu belajar pengetahuan baru untuk diterapkan dalam
pekerjaan. Faktor penyebabnya adalah terdapat rencana yang tidak berhasil
diaplikasikan dan keputusan lambat akibat sistem manajemen yang kurang
sinergis, serta tidak ada pelatihan dan kurangnya inovasi. Rekomendasi strategi
kepada perusahaan antara lain perusahaan membentuk tim/divisi perencanaan dan
pengembangan, melakukan evaluasi secara berkesinambungan, memberikan
kesempatan pelatihan kepada karyawan, melakukan inovasi diberbagai bidang,
memperbarui pengetahuan sesuai perkembangan zaman melalui media internet
yang cepat dan luas perkembangannya.
Berdasarkan pembahasan tersebut, perusahaan dapat mempertimbangkan
kegiatan-kegiatan prioritas yang dapat menunjang tercapainya sasaran strategis
dan lebih mengarah pada perspektif keuangan agar kinerjanya lebih baik seperti:
1. Meningkatkan perputaran persediaan, meminimalkan peran pihak ketiga
dalam jalur pemasaran, menjaga hubungan baik dengan pelanggan
2. Memperluas jaringan pemasaran internasional dengan bantuan media
internet.
3. Meningkatkan perputaran persediaan dan pelunasan hutang sesuai batas
tempo untuk menekan beban bunga dan sesuai kemampuan perusahaan.
4. Menekan biaya operasional perusahaan dan pengeluaran lainnya dengan
urutan prioritas kepentingan. .
5. Merekrut pekerja potensial dari lingkungan terdekat agar tidak terjadi
kekosongan pekerja.
144
6. Menurunkan harga pokok dengan terus menggunakan bahan bakar yang
dapat diperbarui seperti cangkang kelapa sawit dan kayu tanaman pelindung.
7. Memperbaiki dan meningkatkan mutu dan kualitas produk agar mendapatkan
harga yang tinggi dengan melakukan penyortiran langsung di lapang untuk
mendapatkan hasil petikan halus (gulma, stalk, batang tidak lagi ikut
terolah).
8. Memberikan kesempatan pelatihan kepada karyawan, melakukan inovasi
diberbagai bidang, memperbarui pengetahuan sesuai perkembangan zaman.
9. Membentuk tim/divisi perencanaan dan pengembangan, melakukan evaluasi
secara berkesinambungan.
10. Melengkapi fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di kebun dan di pabrik.
11. Menekan biaya tetap, biaya bunga, biaya tunjangan, biaya dinas.
12. Mengurangi piutang jatuh tempo dengan kontrak pembelian tunai,
meningkatkan perputaran persediaan.
13. Prioritas alokasi dana dan manajemen persediaan bahan-bahan keperluan
kebun.
14. Mengoptimalkan kerja karyawan, penjadwalan secara tertib dalam kegiatan
di kebun, melengkapi fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di kebun dan
di pabrik.
15. Meningkatkan peran mandor dan asisten kebun dalam mengawasi dan
memotivasi pekerjanya.
145
SASARAN STARETGIS
LAG INDICATOR HASIL 2006 (%)
SKOR 2006 (%)
HASIL 2007 (%)
SKOR 2007 (%)
PRIO-RITY
FAKTOR PENYEBAB ALTERNATIF KEGIATAN PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS
F1: Pengembalian kepada Shareholder F1a: ROI 30,41 2,28 35,09 2,63 4
Kerugian meningkat 10,76 persen Biaya operasi tinggi
Menekan biaya tetap perusahaan dan pengeluaran lain nya dengan urutan prioritas kepentingan
F2a: Rasio Lancar 49,98 2,67 33,15 1,78 3 Hutang perusahaan sangat besar
Meningkatkan perputaran persediaan , Pelunasan hutang sesuai batas tempo untuk menekan beban bunga sesuai kemampuan perusahaan F2: Optimalnya Pemanfaatan
Aset
F2b: Total Assets Turnover 80,43 3,23 77,25 3,10 12 Hasil tinggi namun penjualan<asset, investasi tinggi
Mengurangi piutang jatuh tempo dengan kontrak pembelian tunai, meningkatkan perputaran persediaan
F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi
F3a: Pertumbuhan Penjualan Tahunan 44,98 2,53 25,78 1,45 1
Tidak ada promosi, harga rendah, Sistem pemasaran belum terstruktur
Meningkatkan perputaran persediaan, meminimalkan peran pihak ketiga dalam jalur pemasaran, menjaga hubungan baik dengan pelanggan
C1a: Rasio Biaya Pemasaran 92,13 3,07 98,09 3,27 19 Biaya administrasi meningkat Perusahaan mempertahankan dan memperbaiki kinerja C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer C1b: Ship On Time Index 92,00 15,33 92,00 15,33 17 Hanya halangan alam Perusahaan mempertahankan dan memperbaiki kinerja
C2a: Memasarkan dengan Harga Optimum 87,06 4,35 94,48 4,72 18
Over supply, posisi tawar perusahaan rendah, mutu dibawah standar
Memperbaiki sistem pemasaran, Meminimalkan peran broker, memperbaiki mutu teh jadi, C2: Terwujudnya Produk yang
Unggul di Pasar C2b: Nilai Penjualan Ekspor 40,98 2,05 24,44 1,22 2 Kurangnya jaringan internasional
Memperluas jaringan pemasaran internasional dengan bantuan media internet
I1a: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di Kebun 90,80 2,52 78,33 2,18 13
Keterlambatan pengadaan bahan pupuk, insektisida, herbisida
Prioritas alokasi dana dan manajemen persediaan bahan-bahan keperluan kebun I1: Meningkatnya Produktivitas
Kebun I1b: Nilai Produktivitas Kebun 80,19 4,46 79,92 4,44 14
Serangan hama, rotasi petik terlambat, tenaga kerja berkurang
Mengoptimalkan kerja karyawan, penjadwalan secara tertib dalam kegiatan di kebun
I2a: Rata-rata Rendemen Teh 98,35 1,54 98,91 1,55 20 Pengeringan optimum Perusahaan mempertahankan dan memperbaiki kinerja
I2b: Ratio Machine Utilization 90,19 2,26 90,46 2,27 16 Terdapat mesin yang tidak beroperasi Perbaikan mesin-mesin dan perawatan secara intensif I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik
I2c: Peningkatan Mutu Teh Jadi 61,93 1,16 52,50 0,99 7 Pucuk yang masuk adalah petik kasar, Stalk, serat, gulma ikut terolah
Melakukan penyortiran langsung paska pemetikan, menjaga sanitasi pengolahan, meningkatkan quality control
I3a: HPP Teh Jadi 22,70 1,00 51,12 2,25 6 Biaya bahan bakar dan pesangon Mensubtitusi bahan bakar solar dengan cangkang sawit
I3b: Rasio Penjualan dan Biaya 77,15 1,94 77,20 1,95 11 Biaya produksi jauh lebih tinggi Menekan biaya tetap, biaya bunga, biaya tunjangan, biaya dinas
I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi
I3c: Biaya Bahan bakar 0,00 0,00 134,68 5,09 21 Bahan bakar dari cangkang sawit Mendatangkan bahan baku cangkang dari pulau sumatra
L1a: Index Kepuasan Pekerja 72,77 4,27 72,77 4,27 10 Keluhan atas kekurangan fasilitas dalam bekerja
Melengkapi fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di kebun dan di pabrik L1: Meningkatnya Komitmen
Karyawan L1b: Retensi Pekerja setelah Program Lay Off 90,22 2,64 46,32 1,36 5 Pekerja keluar setelah mendapat pesangon Merekrut pekerja potensial dari lingkungan terdekat
L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L2a: Produktifitas Pemetik di
Kebun 94,68 6,49 87,36 5,98 15
Pekerja berorientasi pada jumlah petikan, kurang pengawasan dan motivasi mandor/asisten kepada pekerja
Meningkatkan peran mandor dan asisten kebun dalam mengawasi dan memotivasi pekerjanya ,
L3a: Accountability Index 70,94 1,62 70,94 1,62 9 Terdapat rencana yang tidak berhasil diaplikasikan, keputusan lambat
Membentuk tim/divisi perencanaan dan pengembangan, melakukan evaluasi secara berkesinambungan L3: Meningkatnya Kapabilitas
Organisasi
L3b: Learning Index 65,00 2,97 65,00 2,97 8 Tidak ada pelatihan, kurang inovasi
Memberikan kesempatan pelatihan kepada karyawan , melakukan inovasi diberbagai bidang, memperbarui pengetahuan sesuai perkembangan zaman
TOTAL SKOR PT MITRA KERINCI 68,38 70,42
129
Tabel 18. Rangkuman Alternatif Kegiatan Pencapaian Sasaran Strategis PT Mitra Kerinci dengan Balanced Scorecard
146
147
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
1. Penilaian kinerja PT Mitra Kerinci selama ini berdasarkan standar penilaian
kinerja BUMN yang fokus pada aspek keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan menggunakan sistem pengukuran kinerja secara konvensional
yang mengutamakan pengukuran kinerja dalam jangka pendek saja sehingga
perkembangan perusahaan seperti statis.
2. Analisis kinerja perusahaan dengan metode balanced scorecard lebih
komprehensif dan koheren dalam empat perspektif, yaitu keuangan, proses
bisnis internal, pelanggan, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Analisis ini
dapat merencanakan laba jangka panjang perusahaan dengan mulai
menetapkan sasaran strategis untuk membentuk intangible assets perusahaan.
a. Indikator kunci sukses perusahan merupakan indikator penunjang sasaran
strategis yang akan dicapai perusahaan. Indikator hasil yang digunakan
pada ipenelitian ini total berjumlah 21 indikator dari seluruh perspektif.
Kondisi perusahaan dalm siklus bisnis bertumbuh, fokus bagaimana
menghasilkan laba dan mencapai cost effectiveness. Indikator kunci sukses
yang ditetapkan dalam koridor visi misi perusahaan memiliki unsur
subjektivitas sesuai perkembangan perusahaan.
b. Peta strategis merupakan hubungan sebab akibat antara masing-masing
sasaran strategis dan indikator pada perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, perspektif bisnis internal, perspektif pelanggan yang
seluruhnya mengarah kepada terwujudnya perspektif utama yaitu keuangan.
148
Sasaran strategis modal manusia (komitmen karyawan dan kapabilitas
pemetik) dan modal organisasi sebagai fondasi perusahaan dalam mencapai
bisnis internal yang sampai sekarang masih fokus pada proses manajemen
operasi yang mengarah pada peningkatan pelayanan kepada customer dan
terwujudnya produk unggul di pasar untuk meningkatkan arus kas operasi
dan terpenuhinya pengembalian terhadap shareholder. Peta Strategis sangat
penting dibuat oleh pihak manajemen untuk membantu perusahaan
mengarahkan jalannya.
c. Kinerja perusahaan dengan skor di bawah 80 yang berarti kinerja yang
tidak baik. Perspektif keuangan mengalami penurunan ketika perusahaan
berusaha memperbaiki kinerja bisnis internalnya, karena perusahaan masih
melakasanakan investasi dan biaya yang besar karena pesangon karyawan
dan hutang yang tinggi. Perusahaan harus melakukan tindakan korektif
terhadap strategi bisnisnya untuk memperbaiki kinerja perusahaan.
d. Kegagalan perusahaan dalam menjalankan bisnis dan manajemen strategis
karena perusahaan masih menerapkan konsep manajemen konvensional
(tradisional) yang menerapkan perencanaan jangka pendek dengan
berpedoman pada rencana dan laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan
menggunakan metode balanced scorecard, perusahaan belum
memaksimalkan seluruh potensi internal dan eksternal perusahaan. Maka
perusahaan harus melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja
keuangan perusahaan di masa depan (profite motive) dengan menekan
biaya-biaya yang di keluarkan dan mengoptimalkan kinerja karyawan.
149
8.2. Saran
1. Perusahaan melakukan pengukuran kinerja yang berfokus kepada kinerja
keuangan. Hal tersebut tidak cukup untuk menggambarkan kinerja perusahaan
secara komprehensif, koheren dan seimbang. Maka sebaiknya perusahaan
menerapakan sistem pengukuran kinerja dan perumusan strategis dengan
menggunakan metode balanced scorecard selain menyusun laporan kinerja
berdasarkan standar BUMN. Metode ini memiliki kelebihan pengukuran
kinerja yang komprehensif, koheren, terukur dan seimbang, walaupun terdapat
kelemahan yaitu unsur subjektivitas yang tinggi oleh dewan direksi dan tim
perumus balanced scorecard dalam penyusunannya.
2. Perusahaan disarankan dapat mengkomunikasikan hasil rumusan balanced
scorecard kepada seluruh level manajemen agar tujuan perusahaan dapat
dipahami oleh seluruh elemen. Tingginya unsur subjektivitas dalam
penyusunan balanced scorecard dapat mengakibatkan pengukuran yang
berbeda dari satu periode dengan periode lainnya karena penetapan sasaran
strategis dan indikator kunci yang berbeda berdasarkan perkembangan
perusahaan. Maka perlu adanya ketajaman berpikir dalam merumuskan
strategi, tujuan dan target yang ingin dicapai.
a. Perusahaan sebaiknya menetapkan sasaran strategis dan indikator kunci
sukses yang digunakan perusahaan berbeda setiap periodenya berdasarkan
perkembangan perusahaan, namun tidak keluar dari rumusan visi dan misi
perusahaan. Perusahaan disarankan membentuk modal informasi seperti
software yang memudahkan dokumentasi dan pengambilan keputusan dan
melakukan proses inovasi dalam membangun nilai tambah perusahaan.
150
b. Sebaiknya perusahaan selalu menggunakan peta strategi dalam setiap
perencanaan bisnisnya. Peta strategis berisi hubungan sebab-akibat antar
sasaran strategis dan juga indikatornya dan tidak boleh keluar dari definisi
visi dan misi perusahaan. Peta strategis akan berguna bagi perusahaan
dalam menuntun kegiatan bisnisnya agar tidak berjalan secara terpisah-
pisah.
c. Evaluasi kinerja perusahaan dengan kategori kinerja yang tidak baik
menuntut perusahaan harus segera melakukan tindakan korektif terhadap
strategi yang selama ini dilaksanakan. Beberapa indikator menunjukkan
hasil pengukuran di bawah total skor akhir kinerja seperti ROI, rasi lancar,
total asset turnover, pertumbuhan penjualan, nilai penjualan ekspor,
peningkatan mutu teh jadi, harga pokok produksi teh jadi, learning index
adalah indikator-indikator yang harus segera ada tindakan konkret
perbaikan. Perusahaan harus melakukan evaluasi secara berkesinambungan
agar kegagalan dapat diantisipasi lebih awal.
d. Perusahaan dapat menerapkan alternatif kegiatan dengan urutan prioritas
kegiatan terpenting. Sebaiknya perusahaan memiliki tim perencanaan dan
evaluasi internal untuk mengawasi bisnisnya. Perusahaan harus dapat
mengidentifikasi lingkungan internal dan ekternal dalam setiap kegiatan
bisnisnya agar dapat memprediksi lingkungan bisnisnya. Penelitian
selanjutnya dapat melihat perkembangan perusahaan setelah menerapkan
konsep balanced scorecard dalam kerangka bisnisnya. Rekomendasi
alternatif kegiatan bertujuan agar sasaran strategus dapat terwujud dan
perusahaan perlahan dapat memperbaiki kinerja perusahaan dengan urutan
151
prioritas sebagai berikut: (1) Meningkatkan perputaran persediaan,
meminimalkan peran pihak ketiga dalam jalur pemasaran, menjaga
hubungan baik dengan pelanggan; (2) Memperluas jaringan pemasaran
internasional dengan bantuan media internet; (3) Meningkatkan perputaran
persediaan dan pelunasan hutang sesuai batas tempo untuk menekan
beban bunga dan sesuai kemampuan perusahaan; (4) Menekan biaya
operasional perusahaan dan pengeluaran lainnya dengan urutan prioritas
kepentingan; (5) Merekrut pekerja potensial dari lingkungan terdekat agar
tidak terjadi kekosongan pekerja; (6) Menurunkan harga pokok dengan
terus menggunakan bahan bakar yang dapat diperbarui; (7) Memperbaiki
dan meningkatkan mutu dan kualitas produk agar mendapatkan harga yang
tinggi dengan melakukan penyortiran langsung di lapang; (8) Memberikan
kesempatan pelatihan kepada karyawan, melakukan inovasi diberbagai
bidang, memperbarui pengetahuan sesuai perkembangan zaman; (9)
Membentuk tim/divisi perencanaan dan pengembangan, melakukan
evaluasi secara berkesinambungan; (10) Melengkapi fasilitas dalam
bekerja seperti peralatan di kebun dan di pabrik; (11) Menekan biaya tetap,
biaya bunga, biaya tunjangan, biaya dinas; (12) Mengurangi piutang jatuh
tempo, meningkatkan perputaran persediaan; (13) Prioritas alokasi dana
dan manajemen persediaan bahan-bahan keperluan kebun; (14)
Mengoptimalkan kerja karyawan, penjadwalan secara tertib dalam
kegiatan di kebun, melengkapi fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di
kebun dan di pabrik; (15) Meningkatkan peran mandor dan asisten kebun
dalam mengawasi dan memotivasi pekerjanya.
152
DAFTAR PUSTAKA
Angel, James F, Roger D. Backwel dan Paul W Miniard. 1999. Edisi keenam. Perilaku
Konsumen. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Arfiyani, Astrid. 2006. Skripsi: Persiapan Penerapan Balanced scorecard sebagai
Bentuk Pengembangan Sistem Manajemen PT Wana Sawit Subur Lestari. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB
Arysanti, Anggoro Budi. 2007. Skripsi: Pengukuran Kinerja Strategic Bussiness Unit
Perberasan PT Pertani (Persero) dengan Konsep Balanced Skorecard. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB.
David, Fred R. 2006. Manajemen Strategis. Edisi 10. Salemba Empat. Jakarta. Direktorat Perkebunan 2005. Hasil Pencarian Berdasarkan Komoditi. Departemen
Pertanian. www.deptan.go.id. [14 Maret 2008] Dirgantoro, Crown. 2001. Manajemen strategik. Konsep, Kasus dan Implementasi.
Gramedia. Jakarta. Ghani, Mohammad A. 2002. Dasar-dasar Budidaya Teh. Penebar Swadaya. Jakarta. Gaspersz, Vincent. 2003. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi: Balanced scorecard
dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta.
Kapplan, Robert S. dan David P. Norton. 2000. Balanced scorecard: Menerapakan
Strategi Menjadi Aksi. Erlangga. Jakarta. Kinear dan Taylor. 1996. Marketing Research: An Applied Approach. Edisi Keempat.
Mc Graw-Hill. USA. Mardiansyah, Mohammad Yougi. 2006. Skripsi: Analisis Kinerja BUMN Perkebunan
Kelapa Sawit dengan Menerapkan Konsep Balanced scorecard: Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara V, Pekanbaru Riau. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB.
Mulyadi. 2001. Balanced scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk
Melipatgandakan Kinerja Keuangan Perusahaan. Salemba. Jakarta. Mulyadi. 2005. Sistem Mnanajemen Strategik Berbasis Balanced scorecard. UPP
AMP YKPN. Yogyakarta. Prawirosentono, Suyadi. 2002. Pengantar Bisnis Modern. Bumi Aksara. Jakarta. Syahputra, Rizky. 2006. Skripsi: Analisis Kenerja PT Sang Hyang Seri Pusat Jakarta
Melalui Pendekatan Balanced Scorecard. Program Studi Manajemen Agribisnis. IPB.