155
ii EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS FASE ADMINISTRASI DAN DRUG THERAPY PROBLEMS PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA AGUSTUS-SEPTEMBER 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Oleh: Andina Paramita NIM : 058114021 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS …

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

ii

EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS FASE ADMINISTRASI DAN DRUG THERAPY PROBLEMS

PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA AGUSTUS-SEPTEMBER 2008

(Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari)

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Andina Paramita

NIM : 058114021

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

iii

iv

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

“ Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia : semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia. “

1 Korintus 2 : 9

Skripsi ini kupersembahkan untuk : ♥ My Saviour Jesus Christ ♥ Mama, Oma, Kakakku, dan Keluargaku

yang sangat aku kasihi ♥ Om Agus yang aku kasihi ♥ Teman-temanku yang aku kasihi ♥ Almamaterku

Love is not about finding the right person but creating a right relationship. It’s not about how much love you have in the beginning

but how much love you build till the end -Anonim-

vi

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan berkat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi yang berjudul “ Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors

Fase Administrasi Dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit

Bethesda Agustus–September 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari)“ ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Farmasi, Jurusan Farmasi,

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan,

bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur RS Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis

untuk melakukan penelitian di RS Bethesda.

2. Rita Suhadi, M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen pembimbing

yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan dukungan kepada

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. dr. Fenty, M.Kes.,Sp.Pk selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

dan dukungan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

viii

4. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan dukungan kepada penulis dalam proses penyusunan

skripsi ini.

5. Dra. L. Endang Budiarti, M.Pharm.,Apt yang telah bersedia menjadi

pembimbing lapangan dan memberikan bimbingan selama penulis melakukan

pengambilan data untuk penelitian ini.

6. Semua dosen fakultas farmasi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis

7. Ibu Anna, Ibu Estri, Mbak Rutri, Pak Yok serta semua perawat yang bertugas

di bangsal kelas III RS Bethesda Yogyakarta atas bantuan yang diberikan

selama proses pengambilan data penelitian ini.

8. Kepala dan Staf Instalasi Rekam Medik RS Bethesda Yogyakarta atas bantuan

yang diberikan selama proses pengambilan data penelitian ini.

9. Bundaku Vidhyani tersayang yang telah membesarkan dan memberikan

perhatian, kasih sayang, dukungan serta doanya kepada penulis.

10. Oma Johana tercinta yang selalu menemani dan menjaga serta memberikan

kasih sayang, perhatian, pengorbanan serta doanya yang selalu ada di setiap

langkah penulis.

11. Om Agus dan om Ninditha yang aku kasihi yang telah banyak memberikan

dukungan dan doanya kepada penulis.

12. Kakakku Winda yang telah banyak memberikan dukungan dan doanya kepada

penulis.

13. Sepupuku Sukma dan Sandy yang selalu memberikan keceriaan kepada

penulis.

ix

14. Segenap keluargaku yang telah banyak memberikan doa dan kasih sayangnya

kepada penulis.

15. Rini, Novi, Nisi, Septi atas persahabatan, kekompakan dan dukungannya

selama ini.

16. Siska Suryanto (Wawa) atas persahabatan dan dukungannya kepada penulis

selama ini.

17. Temanku Dini terima kasih terjemahannya.

18. Teman-teman seperjuangan, Vivi, Sekar, Stela, Siska, Bambang, Donald,

Nolen, dan Weli yang telah rela berbagi suka dan duka, canda serta tawa.

19. Teman-teman angkatan 2005 seluruhnya khususnya FKK atas semua

kenangan, suka, dan duka selama penulis menuntut ilmu.

20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tidak ada suatu apapun

yang sempurna termasuk pada penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih baik lagi di

masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk

menambah ilmu pengetahuan. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 20 Januari 2009

Penulis

x

xi

INTISARI

Potensi terjadinya medication errors bisa ditemukan pada fase administrasi. Penyakit gangguan pada sistem saluran urinari dapat mempengaruhi banyak sistem dalam tubuh, sehingga pasien pada umumnya akan mendapatkan berbagai macam obat. Hal ini sering berkaitan dengan kejadian medication errors (ME) dan drug therapy problems (DTP).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah utama kejadian ME terutama pada fase administrasi dan DTP pada pasien di RS Bethesda Agustus-September 2008 (kajian terhadap obat gangguan sistem saluran urinari). Tujuan tambahan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan profil kasus (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan diagnosis utama); profil terapi kasus (jumlah obat keseluruhan, jenis obat, bentuk sediaan, serta aturan pakai obat (dosis/kekuatan obat dan frekuensi)). Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan evaluatif deskriptif yang bersifat prospektif.

Kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari sebanyak 21 kasus. Kasus terbanyak berumur 17-<65 tahun (81%), jenis kelamin terbanyak laki-laki (81%), tingkat pendidikan terbanyak SLTA (38,1%), jenis pekerjaan terbanyak pegawai swasta (38,1%), dengan diagnosis terbanyak yaitu batu ureter. Jenis obat paling banyak digunakan adalah seftriakson sebesar 47,6% dengan dosis 1g frekuensi pemberian 2 kali sehari dengan durasi selama 3 hari. Bentuk sediaan paling banyak adalah oral.

Jenis DTP yang terjadi yaitu dosis terlalu rendah 10 kasus, dosis terlalu tinggi 2 kasus, ketidakpatuhan pasien 1 kasus, butuh tambahan obat 2 kasus, efek obat yang merugikan 2 kasus, interaksi obat 2 kasus dan 7 kasus tanpa DTP. Jenis ME adalah kegagalan mencek instruksi sebanyak 16 kasus. Masalah utama penyebab ME dan DTP adalah terbatasnya jumlah apoteker di bangsal kelas III RS Bethesda yang bertugas memonitor pemberian dan penggunaan obat pasien. Kata kunci : medication errors, drug therapy problems, obat gangguan sistem

saluran urinari.

xii

ABSTRACT

The potensial of the medication errors occurring can be found in administration phase. Problems in urinary tract system may affect many systems in the body. Therefore, the patient gains many kinds of medicine in generally. It is often related to medication errors (ME) and drug therapy problems (DTP).

This research aims at identifying the main problem of ME case in the administration phase and DTP in patient at Bethesda hospital in August-September 2008 (the analysis of drug use in urinary tract system disorders). Moreover, this research function to describe the case profile (age, gender, education level, occupation, and main diagnose: therapy case profile (total number of medicine, types of medicine and availability, and direction for use (dose/strength and frequency of medicine). This research includes a kind of non experimental research with evaluative and descriptive plan which is prospective.

The case of patients using drug in urinary tract system disorders is 21 cases. The most frequency case 17-<65 year (81%), the most gender is male (81%), the most education level is SLTA (38,1%), the most occupation is private employee, the most main diagnose is calculi. The most consumed medicine is ceftriaxon about 47,6% with 1 g dose twice daily for 3 days. The most availability is oral availability.

The kind of DTP that happens that the low dosage is 10 cases, high dosage is 2 cases, patient’s non compliance is 1 case, need additional drug therapy 2 cases, adverse drug reaction 2 cases, drug interaction 2 cases, and without DTP 7 cases. The type of ME is failed to check the instruction 16 cases. The main problem causing ME and DTP is the limited number of pharmacists to monitor used and given medicines to patient in Bethesda hospital.

Key word : medication errors, drug therapy problems, drugs of urinary tract

system disorders

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………...... iii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………...... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………....... v

PERNYATAAN PUBLIKASI ...................................................................... vi

PRAKATA.......................………………………………………………...... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………....... x

INTISARI...……………………………………………………………........ xi

ABSTRACT...................................................................................................... xii

DAFTAR ISI……………………………………………………………....... xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………................ xxiii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xxiv

BAB I PENGANTAR................................................................................... 1

A. Latar Belakang ……………............................................................. 1

1. Permasalahan..........………........................................................... 3

2. Keaslian penelitian ……………………………………………... 4

3. Manfaat penelitian …………………………………………….... 5

B. Tujuan Penelitian............................................................................... 5

1. Tujuan umum ……………………………………………………. 5

2. Tujuan khusus....…………………………………………............ 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA.............................................................. 7

xiv

A. Sistem Saluran Urinari.......................................................................... 7

B. Gangguan Sistem Saluran Urinari......................................................... 8

1. Gagal ginjal kronik.......................................................................... 9

a. Definisi........................................................................................ 9

b. Etiologi........................................................................................ 9

c. Patofisiologi................................................................................ 10

d. Gejala klinis................................................................................ 11

2. Batu ginjal....................................................................................... 11

C. Penatalaksanaan Terapi........................................................................ 12

1. Gagal ginjal kronik...................................................................... 12

a. Tujuan terapi............................................................................... 12

b. Sasaran terapi.............................................................................. 12

c. Strategi terapi................................................................................ 12

2. Batu ginjal........................................................................................... 13

a. Tujuan terapi................................................................................. 13

b. Sasaran terapi................................................................................ 14

c. Strategi terapi................................................................................ 14

D. Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari................................................. 14

1. Antibakteri......................................................................................... 14

2. Diuretik kuat...................................................................................... 16

3. Antiseptik saluran kemih................................................................... 17

4. Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain................................ 17

5. Suplemen dan terapi penunjang......................................................... 17

xv

E. Medication Error................................................................................... 18

F. Drug Therapy Problems (DTPs)............................................................ 21

1. Definisi dan jenis................................................................................ 21

2. Interaksi obat...................................................................................... 23

G. Keterangan Empiris............................................................................... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian........................................................... 25

B. Definisi Operasional ........................................................................... 25

C. Subyek Penelitian ................................................................................ 27

D. Bahan Penelitian................................................................................... 28

E. Instrumen Penelitian ............................................................................ 28

F. Lokasi Penelitian ................................................................................. 29

G. Tata Cara Penelitian............................................................................. 29

1. Tahap orientasi .................................................................................... 29

2. Tahap pengambilan data ...................………....................................... 29

3. Tahap penyelesaian data ..................................................................... 30

H. Tata Cara Analisis Hasil ……….......................................................... 31

I. Kesulitan Penelitian…………………………………………………. 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 35

A. Profil Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari…………….. 36

1. Berdasarkan kelompok umur........................................................... 37

2. Berdasarkan jenis kelamin ............................................................. 38

xvi

3. Berdasarkan tingkat pendidikan ..................................................... 39

4. Berdasarkan jenis pekerjaan ............................................................ 40

5. Berdasarkan diagnosis utama .......................................................... 41

B. Profil Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari..................................... 42

1. Profil obat kasus pasien secara umum ............................................. 42

2. Profil obat kasus pasien secara khusus ............................................. 44

C. Evaluasi Medication Errors (ME) Fase Administrasi

dan Drug Therapy Problems Penggunaan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari ...................................................... 53

1. Evaluasi medication errors (ME) fase administrasi......................... 54

2. Evaluasi drug therapy problems ...................................................... 57

D. Evaluasi Masalah Utama ME Fase Administrasi ............................... 71

1. Wawancara dengan dokter................................................................ 71

2. Wawancara dengan apoteker ............................................................ 72

3. Wawancara dengan perawat.............................................................. 73

E. Dampak Terapi..................................................................................... 74

F. Rangkuman Pembahasan...................................................................... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 78

A. Kesimpulan .......................................................................................... 78

B. Saran .................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 81

LAMPIRAN......................................................................................................... 83

BIOGRAFI PENULIS......................................................................................... 129

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel I Sebab-sebab Utama Gagal Ginjal Kronik.................................... 9

Tabel II Bentuk-bentuk Medication error................................................. 20

Tabel III Taksonomi & Kategorisasi Medication error

versi the National Coordinating Council

for Medication Error Reporting and Prevention......................... 20

Tabel IV Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTPs)................ 22

Tabel V Tingkat Signifikansi Interaksi Obat............................................. 23

Tabel VI Pengelompokkan Diagnosis Utama Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari........................................................................................... 41

Tabel VII Jumlah dan Jenis Obat yang Digunakan pada 21 Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari Agustus-September 2008.................................... 43

Tabel VIII Jumlah dan Jenis Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari yang Digunakan pada 21 Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit

Bethesda Agustus-September 2008.............................................. 44

Tabel IX Golongan dan Jenis Obat Antiinfeksi yang Digunakan

pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008................................................... 45

Tabel X Golongan dan Jenis Obat Diuretik Kuat

yang Digunakan pada Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……………………………………….. 46

xviii

Tabel XI Golongan dan Jenis Obat Antiseptik yang

Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……………………………………… 47

Tabel XII Golongan dan Jenis Obat Saluran Kemih

dan Kelamin Golongan lain yang Digunakan

pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008………………………………………. 48

Tabel XIII Golongan dan Jenis Obat Suplemen dan

Terapi Penunjang yang Digunakan pada Kasus

Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit

Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……………………………………….. 48

Tabel XIV Bentuk Sediaan Antiinfeksi yang Digunakan

Pada Kasus Pasien yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

RS Bethesda Agustus-September 2008…………………………. 49

Tabel XV Bentuk Sediaan Diuretik Kuat yang

Digunakan Pada Kasus Pasien yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari RS Bethesda

Agustus-September 2008……………………………………….. 49

Tabel XVI Bentuk Sediaan Obat Antiseptik yang

Digunakan Pada Kasus Pasien yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari RS Bethesda

Agustus-September 2008………………………………………. 49

xix

Tabel XVII Bentuk Sediaan Obat Saluran Kemih dan

kelamin Golongan Lain yang Digunakan

Pada Kasus Pasien yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

RS Bethesda Agustus-September 2008……………………….. 50

Tabel XVIII Bentuk Sediaan Obat Suplemen dan

Terapi Penunjang yang Digunakan

Pada Kasus Pasien yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

RS Bethesda Agustus-September 2008…………………………50

Tabel XIX Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

Obat Antiinfeksi yang Digunakan pada

Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008………………………………………... 51

Tabel XX Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

Obat Diuretik Kuat yang Digunakan

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008.............................................................. 52

Tabel XXI Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

Obat Antiseptik yang Digunakan

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008............................................................... 52

Tabel XXII Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

Obat Saluran Kemih dan Kelamin Golongan Lain

yang Digunakan Pada

xx

Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang

Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008............................................................... 53

Tabel XXIII Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian

Obat Suplemen dan Terapi Penunjang yang

Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008................................................................ 53

Tabel XXIV Medication Error yang Terjadi

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda Agustus-September 2008

yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari………………………………. 54

Tabel XXV Kelompok Kasus ME Kegagalan Mencek Instruksi

pada Kasus Pasien Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda Agustus-September 2008

yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari………………………………. 55

Tabel XXVI DTP Kasus 1 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang

Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008………………………………………... 58

Tabel XXVII DTP Kasus 2 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008……………………………….. 59

Tabel XXVIII DTP Kasus 3 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

xxi

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……………………………………… 60

Tabel XXIX DTP Kasus 5 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……………………………………….. 61

Tabel XXX DTP Kasus 8 Pada Kasus Pasien di

Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda

yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……………………………………….. 62

Tabel XXXI DTP Kasus 15 Pada Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda

yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008……………………………………….. 63

Tabel XXXII DTP Kasus 17 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008……………………………….. 64

Tabel XXXIII DTP Kasus 18 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008……………………………….. 65

Tabel XXXIV Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008.................................................. 66

Tabel XXXV Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Tinggi Pada

xxii

Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008.............................................................. 67

Tabel XXXVI Kelompok Kasus DTP Ketidakpatuhan Pasien

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008.............................................................. 68

Tabel XXXVIIKelompok Kasus DTP Butuh Tambahan Obat

Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008............................................................. 68

Tabel XXXVIIIKelompok Kasus DTP Adverse Drug Reaction (ADR) Pada

Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008........................................................... 69

Tabel XXXIX Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat Pada

Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari Agustus-September 2008............................................... 69

Tabel XL Jenis DTP yang Ditemukan Pada

Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Agustus-September 2008...................................... 70

Tabel XLI Kondisi Keluar Kasus Pasien di Bangsal Kelas III

RS Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari………………………… 74

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Sistem Saluran Urinari.................................................................... 7

Gambar 2 Bagan Kedudukan Penelitian Kajian Terhadap

Penggunaan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari dalam

Penelitian Payung……………………………………………….. 35

Gambar 3 Distribusi Kelompok Umur Pasien di Bangsal Kelas III RS

Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari................................................. 37

Gambar 4 Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pasien di Bangsal

Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang

Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari...................................................................38

Gambar 5 Pengelompokkan Tingkat Pendidikan Kasus Pasien di Bangsal

Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang

Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari.................................................................. 39

Gambar 6 Pengelompokkan Jenis Pekerjaan Kasus Pasien di Bangsal Kelas

III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari........................................................................................... 40

Gambar 7 Jenis DTP yang ditemukan Pada Kasus Pasien

di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang

Menggunakan obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008.............................................................. 71

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data rekam medis kasus pasien di bangsal kelas III

RS Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008........................................................... 83

Lampiran 2 Golongan dan Jenis Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari yang Digunakan Pada Kasus Pasien

di Bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda

yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari

Agustus-september 2008............................................................ 104

Lampiran 3 Rangkuman hasil wawancara dengan Dokter

yang bertugas di Bangsal kelas III

RS Bethesda Yogyakarta.......................................................... 106

Lampiran 4 Rangkuman hasil wawancara dengan

Apoteker yang bertugas di Bangsal kelas III

RS Bethesda Yogyakarta......................................................... 107

Lampiran 5 Rangkuman hasil wawancara dengan Perawat

yang bertugas di Bangsal kelas III

RS Bethesda Yogyakarta.......................................................... 108

Lampiran 6 Wawancara Visit Bangsal........................................................... 117

Lampiran 7 Wawancara Pasien saat Home Visite.......................................... 119

Lampiran 8 Pemantauan Penggunaan Obat Saat Home Visit........................ 123

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Medication error ( ME ) terjadi ketika salah satu atau beberapa diantara

”5 tepat” pemberian obat tidak dipenuhi (Cohen, 1991). Lima tepat yang

dimaksud mencakup tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat rute, dan tepat

waktu.

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang

seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan

dan tanggung jawab profesi kesehatan (Anonim, 1998). Medication error

merupakan kasus yang paling sering terjadi tetapi jarang sekali dilaporkan

maupun dikemukakan di muka umum.

Kejadian medication error yang terjadi di rumah sakit cukup bervariasi,

yaitu berkisar antara 3-6,9% untuk pasien rawat inap. Dilaporkan pula adanya

angka kejadian medication error yang lebih besar yaitu 4-17% dari seluruh pasien

yang dirawat dirumah sakit. Medication error yang terjadi akibat kekeliruan

instruksi peresepan mencapai 16,9%. Medication error yang terjadi dalam bentuk

pharmacy dispensing errors berupa pemberian obat atau dosis yang keliru

mencapai 11% (Dwiprahasto dan Kristin, 2008). Studi pada tahun 1993 sampai

dengan 1998 yang dilaporkan FDA menyebutkan medication error fatal yang

paling sering terjadi pada fase administrasi yaitu penggunaan obat dengan dosis

yang kurang sesuai 41%, salah obat dan rute pemberian sebanyak 16%.

2

Medication errors dan drug therapy problems yang terjadi tentunya akan

dapat merugikan pasien yaitu dapat menyebabkan kegagalan terapi bahkan dapat

menimbulkan efek obat yang tidak diinginkan.

Penyakit gangguan pada sistem saluran urinari (seperti gagal ginjal, batu

ginjal ataupun infeksi saluran kemih) merupakan penyakit yang mempunyai

prevalensi cukup tinggi, baik di Indonesia maupun di beberapa negara lain.

Penyakit ini dapat mempengaruhi banyak sistem dalam tubuh, sehingga pasien

pada umumnya akan mendapatkan berbagai macam obat. Hal ini tentunya sering

berkaitan dengan kejadian medication error (ME) dan drug therapy problems

(DTP). Penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan gangguan sistem

saluran urinari (salah satu contohnya adalah antibiotik yang biasa digunakan

untuk mencegah terjadinya infeksi pada saluran urinari) merupakan salah satu

masalah yang sering berkaitan dengan medication error dan drug therapy

problems. Hal ini didukung oleh adanya hasil suatu penelitian medication error

fase prescribing yang menunjukkan bahwa angka kejadian medication error pada

terapi yang menggunakan agen antimikrobial adalah sebesar 29,4% (Pote, 2007).

Oleh karena itu, sangat penting melakukan observasi kejadian riil ME terutama

pada fase administrasi dan DTP pada golongan obat gangguan sistem saluran

urinari pada pasien RS Bethesda Agustus–September 2008.

Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk kerjasama antara Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma dan pihak RS Bethesda Yogyakarta dalam

rangka peningkatan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit dan merupakan

kelanjutan penelitian Patient Safety tahun 2007. Rumah Sakit Bethesda

3

merupakan rumah sakit swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000 versi 2001

dan merupakan rumah sakit swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY). Rumah sakit ini memiliki 7 orang apoteker dan telah mulai menjalani

kegiatan farmasi klinis.

Penelitian ini akan bersifat prospektif sehingga diharapkan dapat

menemukan dan memecahkan masalah utama timbulnya ME terutama fase

administrasi dan DTP pada penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada

pasien untuk mendukung pelaksanaan isu patient safety di RS Bethesda

Yogyakarta.

1. Permasalahan

Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah: ”apakah

yang menjadi masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP

pada penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien di RS

Bethesda Agustus–September 2008?”. Penelitian tambahan lain yang ingin

diamati adalah sebagai berikut :

a. seperti apakah profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan

diagnosis utama di RS Bethesda Agustus-September 2008?

b. seperti apakah profil obat gangguan sistem saluran urinari meliputi jumlah

obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat (meliputi kekuatan obat,

frekuensi, dan durasi) pada pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari di RS Bethesda Agustus-September 2008?

4

c. apa sajakah masalah-masalah penyebab utama terjadinya medication error

fase administrasi yang benar-benar terjadi dan drug therapy problems pada

penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien RS Bethesda

Agustus-September 2008 (berdasarkan pengamatan prospektif) serta dampak

terapi kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari

di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus-September 2008?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, penelitian mengenai

Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan

Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Agustus–September

2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari) belum pernah

dilakukan. Penelitian yang terkait dengan masalah medication error dan drug

therapy problems yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan judul

sebagai berikut :

a. Evaluasi Medication Error Resep Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat

Jalan Rumah Sakit Bethesda pada Bulan Agustus Tahun 2007 : Tinjauan Fase

Dispensing (Hinlandaou, 2008).

b. Evaluasi Drug Therapy Problems pada Pengobatan Pasien Stroke di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 (Krismayanti,

2007).

Penelitian tersebut berbeda pada hal tujuan penelitian, dan waktu

pelaksanaan penelitian. Pada penelitian yang dilakukan saat ini ingin mengetahui

dan mengevaluasi masalah utama kejadian ME fase administrasi dan DTP pada

5

pasien RS Bethesda Agustus-September 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari).

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan menambah

referensi untuk mendeskripsikan ME dan DTP (kajian terhadap obat gangguan

sistem saluran urinari) yang benar-benar terjadi pada pasien RS Bethesda

Agustus–September 2008.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan atau acuan untuk pengambilan keputusan penggunaan obat

gangguan sistem saluran urinari oleh farmasis dalam mempraktekkan

pharmaceutical care dan menerapkan isu patient safety di rumah sakit, secara

khusus RS Bethesda dan secara umum RS di Indonesia. Pada akhirnya akan

meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah utama

kejadian ME fase administrasi dan DTP penggunaan obat gangguan sistem

saluran urinari pada pasien di RS Bethesda Agustus-September 2008.

6

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. mengetahui profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan

diagnosis utama di RS Bethesda Agustus-September 2008.

b. mengetahui profil obat gangguan sistem saluran urinari meliputi jumlah obat,

jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat (meliputi kekuatan obat,

frekuensi, dan durasi) pada pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari di RS Bethesda Agustus-September 2008.

c. mengetahui masalah-masalah penyebab utama terjadinya medication error

fase administrasi yang benar-benar terjadi dan drug therapy problems pada

penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien RS Bethesda

Agustus-September 2008 (berdasarkan pengamatan prospektif) serta dampak

terapi kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari

di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus-September 2008.

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sistem Saluran Urinari

Sistem saluran urinari terdiri dari organ, otot, pembuluh, dan syaraf yang

semuanya bertanggung jawab pada proses produksi, pengangkutan, dan

penyimpanan urin. Susunan utama dari sistem urinari meliputi dua ginjal, dua

ureter, kandung kemih, dan uretra (Anonim, 2007a).

Ginjal adalah salah satu organ utama sistem urinari yang bertugas

menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh.

Kandung kemih memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan urin sebelum

meninggalkan tubuh dan mendorong urin ke luar tubuh. (Price, 1985). Ureter

merupakan saluran yang berotot tipis yang berfungsi sebagai jalan untuk

pengangkutan urin dari pelvis ginjal menuju kandung kemih, sedangkan uretra

merupakan saluran untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih keluar tubuh

(Anonim, 2007a).

Bagian-bagian dari sistem saluran urinari dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Sistem Saluran Urinari (Anonim, 2007a)

8

B. Gangguan Sistem Saluran Urinari

Gangguan sistem saluran urinari yang terjadi dapat disebabkan karena

adanya pertambahan usia, gangguan penyakit, kecelakaan, keracunan, ataupun

luka. Seiring dengan bertambahnya usia, perubahan struktur dari ginjal dapat

menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan untuk membersihkan cairan sampah

dari darah. Begitu juga dengan otot pada ureter, kandung kemih, dan uretra

cenderung akan kehilangan kekuatan. Hal ini akan dapat menyebabkan terjadinya

infeksi pada sistem urinari karena otot dari kandung kemih tidak cukup kuat untuk

mengeluarkan seluruh isi kandung kemih secara sempurna (Anonim, 2007a).

Gangguan pada ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu melakukan

tugasnya dalam menyaring sampah dari dari darah, mengatur tekanan darah, serta

mengatur keseimbangan elektrolit dalam tubuh.

Menurut (Anonim, 2007a), berdasarkan penyebabnya secara umum

gangguan ginjal akut dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

1. Prerenal

Penurunan tekanan darah yang terjadi secara hebat dan mendadak atau adanya

gangguan aliran darah yang menuju ke ginjal.

2. Intrarenal

Terjadi kerusakan pada ginjal secara langsung karena adanya proses

peradangan, toksin, obat, infeksi, atau berkurangnya persediaan darah.

3. Postrenal

Obstruksi ureter, malignansi (prostat atau kanker leher rahim), batu ginjal, dan

luka.

9

1. Gagal ginjal kronik

a. Definisi

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis ginjal yang rusak yang

merupakan perkembangan dari gagal ginjal progresif yang berlangsung beberapa

tahun dan bersifat irreversibel, keadaan ini sebagai akibat dari berbagai macam

penyakit yang merusak nefron ginjal (Price, 1985).

b. Etiologi

Gagal ginjal kronik terjadi karena hilangnya fungsi sejumlah besar nefron

yang bersifat irreversibel.

Tabel I. Sebab-sebab Utama Gagal Ginjal Kronik (Tierney., et al, 2002) Glomerulopathy 1. Penyakit glomerular primer :

a.Glomerulosklerosis fokal dan segmental b.Glomerulonephritis membranoproliferatif c. Nefropati membran IgA

2. Penyakit glomerular sekunder :

a. Nefropati diabetik b. Amyloidosis c. Glumeronephritis karena infeksi d. Nefropati dikaitkan dengan HIV e. Penyakit kolagen vascular f. Nefropati sel sabit g. Glomerulonephritis membranoprolifera-

tif dikaitkan dengan HIV

Tubulointerstitial nephritis 1. Hipersensitivitas obat 2. Logam berat 3. Nefropati analgesik 4. Pielonephritis kronik 5. Idiophatik

Penyakit herediter 1. Penyakit ginjal polikistik 2. Penyakit medulla kistik 3. Sindrom alport’s

Obstruksi nefropati 1. Penyakit prostat 2. Nefrolithiasis 3. Tumor/fibrosis retroperitoneal Penyakit vascular 1. Nefrosklerosis hipertensi 2. Stenosis arteri renal

10

c. Patofisiologi

Gagal ginjal kronik pada umumnya asimptomatik, pasien tidak

merasakan adanya gejala-gejala yang mengarah pada gagal ginjal kronik hingga

telah mencapai end stage kidney disease (ESKD) (Dipiro, 2005).

Semua penyakit ginjal yang dapat sembuh sendiri atau sembuh karena

diobati, lambat laun akan bertambah parah. Hal tersebut mengakibatkan fungsi

ginjal sebagai penyaring dan pembersih darah serta pembuang sampah dari dalam

darah atau ke dalam air seni pada akhirnya akan terganggu. Mula-mula gangguan

itu tidak terasa, karena hanya diketahui jika dilakukan pemeriksaan laboratorium

pada darah atau air seni. Jika sebagian besar ginjal sudah rusak, maka fungsi

ginjal membersihkan sampah dari darah tidak lagi memadai. Akibatnya sampah

tersebut (khususnya urea dan kreatinin) tertimbun dalam darah (Japaries, 1995).

Proses kegagalan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik ini memerlukan

waktu yang cukup panjang sehingga gejalanya tidak berkembang secara

mendadak seperti halnya pada gagal ginjal akut. Seperti diketahui, bahwa ginjal

memiliki cadangan nefron yang cukup banyak sehingga fungsinya akan baru

mengalami gangguan jika 75% dari satuan pembersih darahnya (nefron)

mengalami kerusakan total. Ketika cadangan nefron masih banyak dan fungsi

ginjal sudah mengalami penurunan, sampah darah tersebut masih dapat dibuang

ke dalam ke dalam air seni. Ketika cadangan nefron ginjal rusak, sampah

(terutama urea dan kreatinin) dalam darah tidak lagi dapat dikeluarkan sehingga

akan tertimbun (azotemia). Penimbunan sampah dalam darah itu menimbulkan

gejala dan tanda yang cukup jelas yang disebut uremia (Japaries, 1995).

11

c. Gejala klinis

Gejala klinis yang timbul pada gagal ginjal kronik merupakan kelanjutan

akibat dari :

1. kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

2. penumpukan metabolit toksik

3. kurangnya hormon ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D

(1,25dihidroksivitamin D3)

4. abnormalitas respon hormon endogen (hormon pertumbuhan)

Pasien gagal ginjal kronik yang disebabkan penyakit glomerulus atau

kelainan herediter, gejala klinis dari penyebab awalnya dapat diketahui sedangkan

gejala gagal ginjal kronik sendiri tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan

non spesifik seperti sakit kepala, lelah, letargi, kurang nafsu makan, muntah,

polidipsia, poliuria, dan gangguan pertumbuhan. Namun dapat ditunjang dengan

pemeriksaan laboratorium dan dengan melihat kondisi pasien yang mengalami

azotemia, asidosis, hiperkalemia, osteodistrofi ginjal, anemia, gangguan

perdarahan, hipertensi dan gangguan neurologi (Sekarwana, 1996).

2. Batu ginjal

Batu ginjal adalah material kristalin dan mineral yang keras yang

terbentuk di ginjal atau sepanjang saluran kemih. Terbentuknya batu bisa terjadi

karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau

kurangnya inhibitor pembentukan batu (Anonim, 2007b). Penyebab lain

terbentuknya batu ginjal yaitu kerusakan tubular pada ginjal, hiperkalsiuria,

hiperoksaluria, penurunan volume urin, dan faktor keturunan (Dale, 2003).

12

Pasien dengan penyakit batu ginjal mengalami beberapa gejala seperti

nyeri hebat yang tiba-tiba di bagian panggul (flank pain) atau terkadang menyebar

sampai ke bagian bawah dekat alat kelamin (groin pain). Nyeri hebat ini dapat

disertai dengan nausea dan vomiting. Adanya batu pada kantung kemih ditandai

dengan nyeri pada bagian bawah perut, berkurangnya volume urin, dysuria, dan

nyeri saat mengeluarkan urin. Gejala lain dari penyakit batu ginjal adalah

terjadinya hematuria (Dale, 2003).

Terdapat 4 jenis batu ginjal, yaitu batu kalsium, batu urat, batu struvit,

dan batu sistin.

C. Penatalaksanaan Terapi

1. Gagal ginjal kronik

a. Tujuan terapi

1) Modifikasi penyakit penyebab atau intensifikasi terapi

2) Memperlambat terjadinya gagal ginjal kronik

3) Mengurangi kemungkinan perkembangan penyakit menuju end stage renal

disease (ESRD)

b. Sasaran terapi

1) Penyakit penyebab gagal ginjal kronis

2) Pola hidup

c. Strategi terapi

1) Non farmakologi

Secara garis besar, terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu modifikasi pola makan dan modifikasi gaya hidup. Modifikasi

13

pola makan dapat dilakukan dengan pembatasan protein, pembatasan asupan

garam, pembatasan fosfat, pembatasan kalium, pembatasan cairan, makan

cukup zat besi. Modifikasi gaya hidup terkait dengan penyakit yang dapat

menyebabkan gagal ginjal kronik yang dapat dilakukan dengan manajemen

berat badan, berolahraga, mengurangi atau menghentikan merokok,

menghindari atau mengurangi konsumsi alkohol (Dipiro, 2005).

2) Farmakologi

Kelebihan cairan dapat diatasi dengan penggunaan diuretik.

Diuretik kuat dapat digunakan secara perlahan-lahan yang diberikan secara

infuse sehingga dapat meningkatkan volume urine serta meningkatkan

ekskresi garam pada ginjal. Pasien dengan hipertensi dan gagal ginjal kronik

memerlukan antitihipertensi sampai 3 atau lebih obat. ACEI atau ARBs

merupakan antihipertensi yang direkomendasikan untuk gagal ginjal kronik

progresif dan pada pasien dengan diabetes atau proteinuria. Pasien dengan

angka ferritin serum di bawah angka normal dapat diberikan suplemen

tambahan besi yaitu ferro sulfat, ferro fumarat, dan ferro glukonat. Pada

pasien gagal ginjal kronik, penggunaan garam basa seperti sodium bikarbonat

atau preparasi asam sitrat berguna untuk melengkapi bikarbonat dari tubuh

(Dipiro, 2005).

2. Batu ginjal

a. Tujuan terapi

1) Meringankan gejala penyakit batu ginjal

2) Menghilangkan batu dari saluran urinari

14

b. Sasaran terapi

1) Gejala

2) Batu ginjal

c. Strategi terapi

1) Non farmakologi

Untuk mencegah terbentuknya batu ginjal dapat dilakukan tindakan

antara lain seperti cukup banyak minum air putih, tidak menahan kencing,

mengurangi makanan yang mengandung protein hewani, makanan yang

berkapur tinggi, mengurangi makanan yang mengandung oksalat, mengurangi

asupan kalsium serta banyak makan sayuran dan buah-buahan (Dipiro, 2005).

Selain itu, tindakan operasi juga dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu

ginjal maupun extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL).

2) Farmakologi

Untuk penanganan gejala dari batu ginjal seperti nyeri, mual, dan

muntah, maka dapat diberikan analgesik golongan antiinflamasi nonsteroid

(NSAID) dan dalam mengatasi mual muntah dapat diberikan antiemetik,

sedangkan untuk terapi batu ginjal dapat diberikan diuretik thiazid, alupurinol,

antibiotik, maupun penicillin oral (Dipiro, 2005).

D. Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

1. Antibakteri

a. Sefalosporin

Sefalosporin berasal dari Cephalosporium acremonium. Inti dari

sefalosporin terdiri dari cincin dihidrotiazin dan cincin β-laktam. Mekanisme aksi

15

dari sefalosporin adalah menghambat sintesis dinding sel bakteri, oleh karena itu

bersifat sebagai bakterisidal (Laurence, 1997).

Dikenal senyawa-senyawa sefalosporin generasi pertama, kedua, dan

ketiga. Sefalosporin generasi pertama meliputi sefalotin, sefasolin, sefasporin,

sefadrin, sefaleksin, dan sefadroksil. Generasi kedua sefalosporin meliputi

sefamandol, sefoksitin, sefaklor, dan sefuroksin. Generasi ketiga sefalosporin

meliputi sefotaksim, seftazidim, sefozidime, seftisoksim, seftriakson, sefiksim,

seftibuten, sefpodoksim, dan sefoperazon. (Laurence, 1997).

Secara farmakokinetik, biasanya sefalosporin diekskresikan tanpa

perubahan di urin. Pada umumnya, penggunaan dosis pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal harus dikurangi. Sefalosporin mempunyai waktu paruh 1-4

jam.

Efek samping dari sefalosporin sangat jarang terjadi. Tetapi yang biasa

terjadi adalah reaksi alergi dari tipe penisilin. Ada reaksi alergi silang antara

penisilin dan sefalosporin yaitu terjadi sebesar 10% pada pasien. Rasa nyeri juga

dapat terjadi jika diberikan secara injeksi intravena atau intramuscular. Jika

sefalosporin diberikan lebih dari 2 minggu maka dapat terjadi trombositopenia,

neutropenia, interstitial nephritis, atau ketidaknormalan test fungsi hati (Laurence,

1997).

b. Kuinolon

Penggunaan kuinolon pertama secara luas adalah asam nalidixic yang

efektif untuk infeksi saluran urinari karena memiliki konsentrasi tinggi di urin.

Secara umum, kuinolon aktif melawan bakteri Gram-negatif seperti Escherichia

16

coli, Salmonella sp., Shigella sp., dan lain-lain. Sangat kurang dalam melawan

bakteri Gram-positif serta tidak efektif melawan bakteri anaerob. Kuinolon

meliputi siprofloksasin, akrososaksin, sinosaksin, norflosaksin, oflosaksin, dan

asam nalidik.

Secara farmakokinetik, kuinolon diabsorbsi dengan baik usus dan secara

luas didistribusikan ke jaringan tubuh.

Efek samping dari kuinolon meliputi gangguan gastrointestinal dan

reaksi alergi seperti kulit kemerahan, pruritus, arthralgia, sensitive terhadap

cahaya dan anafilaksis. Efek central nervous system (CNS) juga dapat terjadi

seperti dizziness, sakit kepala, dan kebingungan. Beberapa kuinolon berpotensi

menghambat enzim dan merusak metabolik inaktif jika diberikan bersama

warfarin, teofilin, dan sulfonylurea dan meningkatkan efeknya (Laurence, 1997).

2. Diuretik kuat  

Diuretik merupakan substansi yang digunakan untuk meningkatkan

ekskresi larutan dan urin. Golongan diuretik kuat dengan mekanisme menurunkan

reabsorpsi sodium dan klorida di ascending loop henle dan tubulus distal ginjal,

meningkatkan sodium, air, klorida, dan magnesium. Golongan diuretik kuat

adalah furosemid. Secara farmakokinetik, furosemid diabsorpsi dengan baik dari

saluran gastrointestinal sampai protein plasma.

Furosemid memiliki waktu paruh 2 jam, tetapi pada gangguan ginjal

lebih dari 10 jam. Efek samping yang terjadi seperti gangguan elektrolit,

hipotensi, mual, dan pankreatitis (Laurence, 1997). Dosis : Oral : 20-80 mg/

dosis, dapat ditambahkan 20-40 mg/ dosis dalam interval 6-8 jam, dapat

17

digunakan 600 mg/ hari untuk edema parah. Hipertensi : 20-80 mg/hari dalam 2

dosis terbagi. IV : 20-40 mg/dosis, dapat diulang 1-2 jam, sebagaimana

dibutuhkan, dapat ditingkatkan 20mg/dosis sampai efek yang diinginkan didapat.

Interval dosis : 6-12 jam untuk edema pulmonari,dosis yang biasanya digunakan

adalah 40mg-80mg (Lacy, et al., 2006).

3. Antiseptik saluran kemih

Antiseptik saluran kemih merupakan kelompok antimikrobia yang

bioavailabilitas sistemiknya rendah tetapi terkonsentrasi di tubulus ginjal sehingga

setelah berdifusi ke parenkim, efektif mengobati infeksi saluran kemih. Golongan

antiseptik saluran kemih adalah heksamina. Zat ini bersifat antiseptik akibat

aktivitas formaldehidnya. Efek samping yang terjadi seperti gejala saluran cerna,

iritasi kandung kemih dan ruam kulit. Dosis : oral : dewasa 1 g setiap 12 jam,

anak 6-12 tahun 500 mg setiap 12 jam (Anonim, 2004).

4. Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain

Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain adalah Ketosteril.

Ketosteril digunakan sebagai terapi insufisiensi ginjal kronik pada retensi yang

terkompensasi atau dekompensasi (laju filtrasi glomerulus 5-50 ml/menit). Efek

samping yang sering terjadi adalah hiperkalsemia. Dosis : oral : dewasa 70 kgBB

1 tablet/5 kgBB atau 4-8 tablet 3 kali sehari (Anonim, 2008).

5. Suplemen dan terapi penunjang

Renax merupakan suplemen dan terapi penunjang yang memiliki indikasi

sebagai urolitiasis. Renax memiliki komposisi yang terdiri dari sericocalyx folium

18

21,4%, orthosiphonis herba 21,4%, sonchus folium 17,85%, plantago folium

7,15%. Dosis : oral : dewasa 1 kapsul 3 kali sehari (Anonim, 2008).

E. Medication Error

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang

seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan

dan tanggung jawab profesi kesehatan (Anonim, 1998).

Sebuah Dewan Koordinasi Nasional yang bertugas melaporkan dan

mencegah terjadinya ME yaitu The National Coordinating Council for Medication

Error Reporting and Prevention (NCCMERP), mendefinisikan ME sebagai :

”any preventable event that may cause or lead to inappropriate medication use or patient harm while the medication is in the control of the health care professional, patient or consumer”

Dengan demikian ME dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang dapat

dicegah yang bisa sebagai penyebab atau berperan dalam pengobatan yang tidak

layak atau yang bersifat merugikan pasien padahal pengobatan tersebut berada

dalam pantauan tenaga kesehatan, pasien, atau konsumen. Beberapa kejadian

dapat berhubungan dengan praktisi kesehatan, produk kesehatan, prosedur, dan

sistem pengobatan, termasuk peresepan, miskomunikasi, pelabelan, dan penamaan

produk, pencampuran, penyediaan, pendistribusian, administrasi obat, edukasi,

dan penggunaan (Anonim, 2003).

Medication error dapat terjadi dalam setiap langkah penyiapan obat

mulai dari proses pemilihan obat, permintaan melalui resep, pembacaan resep,

formulasi obat, penyerahan obat kepada pasien hingga penggunaanya oleh pasien

19

atau petugas kesehatan. Kesalahan yang dimaksud dapat berasal dari manusia

maupun lemahnya sistem yang ada (Dwiprahasto dan Kristin, 2008).

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error

adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam

penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian

medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing,

fase dispensing dan fase administration.

Dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor

penyebabnya dapat berupa (Cohen, 1991) :

1. komunikasi yang buruk baik secara tertulis dalam bentuk kertas resep maupun

secara lisan (antara pasien, dokter dan apoteker).

2. sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem

penyimpanan obat, dan lain sebagainya).

3. sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan, dan

lainnya).

4. edukasi kepada pasien kurang.

5. peran pasien dan keluarganya kurang.

Dampak dari medication error sangat beragam mulai dari keluhan ringan

yang dialami pasien hingga kejadian serius yang memerlukan perawatan rumah

sakit lebih lama atau bahkan kematian (Dwiprahasto dan Kristin, 2008).

20

Tabel II . Bentuk-bentuk Medication error (Dwiprahasto dan Kristin, 2008) Prescribing

Transcribing Dispensing Administration

Kontraindikasi Duplikasi Tidak terbaca Instruksi tidak jelas

Instruksi keliru Instruksi tidak lengkap

Penghitungan dosis keliru

Copy error Dibaca keliru Ada instruksi yang terlewatkan

Mis-stamped Instruksi tidak dikerjakan

Instruksi verbal diterjemahkan salah

Kontraindikasi Extra dose Kegagalan mencek instruksi

Sediaan obat buruk Instruksi penggunaan obat tidak jelas

Salah menghitung dosis

Salah memberi label Salah menulis instruksi

Dosis keliru Pemberian obat di luar instruksi

Instruksi verbal dijalankan keliru

Administration error Kontraindikasi Obat tertinggal di samping bed

Extra dose Kegagalan mencek instruksi

Tidak mencek identitas pasien

Dosis keliru Salah menulis instruksi

Patient off unit Pemberian obat di luar instruksi

Instruksi verbal dijalankan keliru

Tabel III . Taksonomi & Kategorisasi Medication error versi the National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention

(Anonim, 1998) Tipe Error Kategori Keterangan

NO ERROR

A Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan terjadinya error

ERROR-

NO HARM

B Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien C Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak

menimbulkan risiko Obat mencapai pasien dan sudah terlanjut diminum/digunakan Obat mencapai pasien tetapi belum sempat diminum/digunakan

D Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan monitoring terhadap pasien, tetapi tidak menimbulkan risiko (harm) pada pasien

ERROR-HARM

E Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau intervensi serta menimbulkan risiko (harm) pada pasien yang bersifat sementara

F Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat yang bersifat sementara

G Error terjadi dan menyebabkan risiko (harm) permanen H Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (mis.

Anafilaksis, henti jantung) ERROR-DEATH

I Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien

21

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa Apoteker harus memahami dan

menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)

dalam proses pengobatan. Dalam pelayanan resep, apoteker harus melakukan

skrining resep yang meliputi: 1) persyaratan administratif (a. nama, SIP dan

alamat dokter, b. tanggal penulisan resep, c. tanda tangan / paraf dokter penulis

resep, d. nama, alamat, umur jenis kelamin dan berat badan pasien, e. nama obat,

potensi, dosis dan jumlah yang diminta, f. cara pemakaian yang jelas, g. informasi

lainnya), 2) kesesuaian farmasetik (a. bentuk sediaan, b. dosis, c. potensi, d.

stabilitas, e. inkompatibilitas, f. cara dan lama pemberian), 3) pertimbangan klinis

(a. efek samping, b. alergi, c. interaksi, d. kesesuaian indikasi, dosis, pasien, dan

lain-lain).

F. Drug Therapy Problems (DTPs)

1. Definisi dan jenis

Drug therapy problems adalah setiap kejadian yang tidak diinginkan,

yang dialami oleh pasien yang terlibat atau dicurigai terlibat dalam terapi obat,

yang akan mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan (Strand

et.al.,2004 ).

Ada tujuh kategori dan penyebab terjadinya DTPs, yaitu butuh terapi

obat tambahan (need for additional drug therapy), obat tanpa indikasi

(unnecessary therapy), salah obat (wrong drug), dosis terlalu rendah (dose too

low), efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat, dosis terlalu

22

tinggi (dose too high), ketaatan pasien (compliance)/gagal menerima obat (Strand

et.al., 2004). Untuk lebih memahami DTPs, pada tabel IV disajikan DTP dan

penyebabnya.

Tabel IV. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTPs) (Strand et al.,2004)

No Jenis DTPs Kemungkinan Penyebab DTPs 1. Ada obat tanpa indikasi

(unnecessary drug therapy) Ada indikasi obat yang sudah tidak valid saat itu Terapi dengan dosis toksik Penggunaan obat lebih dari satu dengan kondisi dapat

menggunakan terapi tunggal Kondisi pasien lebih baik diterapi non-farmakologi (tanpa obat) Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat

digantikan dengan yang lebih aman Kondisi pasien berkaitan dengan penyalahgunaan obat, alkohol,

dan merokok 2. Butuh tambahan obat

(need for additional drug therapy)

Munculnya kondisi medis baru yang membutuhkan tambahan obat baru

Kondisi kronis yang membutuhkan terapi lanjutan secara terus-menerus

Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang baru atau terapi profilaksis

Kondisi yang membutuhkan terapi kombinasi 3. Pemilihan obat yang salah

(wrong drug) Obat yang digunakan tidak efektif atau bukan yang paling efektif Pasien alergi atau kontraindikasi terhadap obat tersebut Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman Kondisi yang sukar disembuhkan dengan obat tersebut Pasien mengalami infeksi diberi obat yang sudah resisten Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang

baru Kombinasi obat yang salah

4. Dosis terlalu rendah (dosage too low)

Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk mendapatkan respon pada pasien

Konsentrasi obat dalam darah tidak berada pada rentang terapi yang diharapkan

Waktu pemberian obat yang tidak tepat, misalnya antibiotik profilaksis untuk operasi

Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang sesuai untuk pasien

5. Efek samping dan interaksi obat (adverse drug reaction)

Obat diberikan terlalu cepat Pasien memiliki reaksi alergi atau idiosinkrasi terhadap obat Pasien teridentifikasi memiliki resiko terhadap obat tersebut Bioavailabilitas obat diubah oleh interaksi dengan obat lain atau

makanan Efek obat diubah karena adanya induksi atau inhibisi enzim, serta

pergeseran tempat ikatan Hasil laboratorium dipengaruhi oleh adanya obat

6. Dosis terlalu tinggi

(dosage too high) Dosis terlalu tinggi Konsentrasi obat dalam darah di atas rentang terapi yang

diharapkan Dosis obat dinaikkan terlalu cepat Akumulasi obat karena terapi jangka panjang Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang

sesuai untuk pasien 7. Kepatuhan pasien

(compliance) Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error Pasien tidak mematuhi aturan yang ditetapkan baik dengan sengaja

maupun karena tidak mengerti Pasien tidak mampu menebus obat karena masalah biaya

23

2. Interaksi obat

Interaksi antar obat dapat terjadi pada pemberian obat kombinasi dan

menghasilkan respon farmakologi atau klinik yang berbeda dari respon

farmakologi masing-masing obat tersebut apabila diberikan secara tunggal. Hasil

klinis dari interaksi antar obat dapat berefek antagonisme, sinergisme, atau

idiosinkrasi.

Dalam mengevaluasi interaksi obat, yang perlu diperhatikan adalah

signifikansi interaksi. Signifikansi berhubungan dengan jenis dan besarnya efek

yang menentukan kebutuhan monitoring pasien dan perlu tidaknya pengubahan

terapi untuk mencegah efek yang merugikan. Menurut Tatro (2006), signifikansi

klinik meliputi kelas signifikansi, onset dari efek interaksi, dan tingkat keparahan

interaksi.

Tingkat signifikansi interaksi obat yang digunakan berupa angka 1

sampai 5, dengan tingkatan sebagai berikut :

Tabel V. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2006) Tingkat Signifikansi Keparahan Laporan

1 Berat (major) Terbukti 2 Sedang (moderate) Terbukti 3 Ringan (minor) Terbukti 4 Berat/Sedang (major/moderate) Mungkin terjadi 5 Ringan (minor) Mungkin terjadi

Tidak ada Tidak mungkin terjadi

Onset terjadinya interaksi obat dapat terbagi menjadi 2, yaitu cepat dan

tertunda. Cepat berarti efek akan terjadi selama 24 jam setelah pemberian obat

yang berinteraksi, dibutuhkan penanganan segera untuk menghindari efek

interaksi obat. Tertunda berarti efek akan terjadi setelah pemberian obat yang

berinteraksi selama beberapa hari atau minggu (Tatro, 2006).

24

Potensi keparahan interaksi obat penting untuk menilai risiko dan

manfaat alternatif terapi, dengan modifikasi dosis dan waktu pemberian obat

dapat mengatasi terjadinya efek interaksi obat. Ada 3 tingkat keparahan, yaitu

berat (major), sedang (moderate), dan ringan (minor). Tingkat keparahan berat

kemungkinan berpotensi menimbulkan kerusakan organ yang permanen. Efek dari

tingkat keparahan sedang tergantung dari kondisi klinis pasien, dapat berupa

butuh terapi tambahan, rawat inap di rumah sakit, maupun semakin lamanya

pasien menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tingkat keparahan ringan efek

yang ditimbulkan tidak diketahui dan tidak mempengaruhi tujuan terapi secara

signifikan, biasanya juga tidak membutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2006).

G. Keterangan Empiris

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication

Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit

Bethesda Agustus-September 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari) memberikan gambaran terhadap masalah utama yang

menyebabkan terjadinya medication error dan drug therapy problems sehingga

dapat digunakan untuk mengurangi kejadian medication errors dan drug therapy

problems pada penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas

III RS Bethesda.

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication

Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit

Bethesda Agustus-September 2008 (Kajian terhadap Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari) merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan

penelitian evaluatif deskriptif yang bersifat prospektif. Penelitian non

eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap

sejumlah ciri (variabel) subyek tanpa ada manipulasi dari peneliti (Pratiknya,

2007). Rancangan penelitian evaluatif deskriptif karena data yang diperoleh dari

lembar catatan medik pasien kemudian dievaluasi dan dideskripsikan dalam

bentuk tabel atau gambar. Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang

digunakan dalam penelitian ini diambil dengan mengikuti serta mengamati

keadaan pasien selama mendapatkan perawatan di rumah sakit yaitu dengan

melihat lembar catatan mediknya dan penggunaan obat pada pasien setelah keluar

dari rumah sakit yaitu dilakukan dengan home visite (selama periode penelitian).

B. Definisi Operasional

1. Masalah utama merupakan penyebab utama dari sebagian besar masalah-

masalah yang sering muncul yang menyebabkan terjadinya medication error

fase administrasi dan drug therapy problems pada penggunaan obat gangguan

sistem saluran urinari pada pasien RS Bethesda Agustus-September 2008.

26

2. Fase administrasi merupakan suatu fase pada saat obat diberikan dan

digunakan oleh pasien.

3. Drug therapy problems pada penelitian ini meliputi butuh tambahan obat,

dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, efek samping obat dan interaksi obat,

dan ketidakpatuhan pasien.

4. Agustus-September 2008 adalah periode pengambilan data di bangsal kelas III

Rumah Sakit Bethesda dan periode pengambilan data pada home visite yaitu

tanggal 4 Agustus 2008 – 27 September 2008.

5. Kasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menerima resep dan

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dibangsal kelas III RS

Bethesda Agustus-September 2008.

6. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang

memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat,

diagnosis, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat, hasil laboratorium,

lama perawatan, dan lembar resume pasien yang menerima resep obat

gangguan sistem saluran urinari di RS Bethesda Yogyakarta Agustus-

September 2008.

7. Karakteristik pasien meliputi distribusi umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, dan diagnosis utama.

8. Karakteristik peresepan obat meliputi unsur jumlah obat, jenis obat, bentuk

sediaan obat, aturan pemakaian obat ( meliputi kekuatan, frekuensi pemberian,

durasi pemakaian).

27

9. Peresepan dalam pembahasan penelitian ini bila tidak disebutkan lebih rinci

berarti meliputi resep racikan dan resep non racikan, baik generik dan paten.

10. Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat

dalam satu jenis racikan maupun interaksi antara obat racikan dan obat non

racikan berdasarkan sumber referensi Drug Interaction Fact (Tatro, 2006).

11. Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information

Handbook (Lacy, et al, 2006), British National Formulary 48 (Anonim, 2004),

dan MIMS (Anonim, 2008).

12. Home visite adalah pengamatan penggunaan obat dan kondisi pasien setelah

keluar dari rumah sakit tanpa melakukan intervensi, yang dilakukan pada

pasien yang menyetujui informed consent. Daerah home visite pasien meliputi

daerah sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta kecuali Gunung Kidul.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian meliputi: pasien yang dirawat inap di bangsal kelas III

RS Bethesda Agustus-September 2008 yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari. Kriteria inklusi subyek penelitian ini adalah pasien yang dirawat

di bangsal kelas III, pasien dewasa yang dilayani oleh farmasis klinis RS Bethesda

dan yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari. Kriteria eksklusi

subyek adalah subyek yang tidak menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari dan tidak bersedia bekerja sama serta memberikan informasi selama

penelitian berlangsung, untuk subyek home visite adalah subyek yang tidak

bersedia menandatangani informed consent dan mengundurkan diri tiba-tiba

28

ditengah proses penelitian. Khusus untuk subyek wawancara, selain pasien juga

meliputi dokter, perawat, dan apoteker.

Terdapat 97 kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda selama

periode Agustus-September 2008. Dari 97 kasus tersebut, pasien yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari pada periode tersebut terdapat

sebanyak 21 kasus yang kemudian digunakan sebagai subyek penelitian.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien

yang menerima resep obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS

Bethesda Agustus–September 2008, yang ditulis oleh dokter, perawat, dan

apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil wawancara dengan dokter, apoteker,

perawat, dan pasien digunakan untuk membantu menggambarkan latar belakang

terjadinya ME fase administrasi dan DTP.

E. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan (1). Alat-alat untuk monitoring tanda vital

dan data laboratorium sederhana: tensimeter digital (Tensoval), termometer

digital, alat pengukur kadar gula one touch (Gluco Dr), dan alat pengukur kadar

kolesterol one touch (Eazy Touch); (2). Form pemantauan pasien; (3). Form

penggunaan obat pasien; (4). Panduan wawancara terstruktur.

29

F. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication

Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda

Agustus–September 2008 (Kajian terhadap Obat Gangguan Sistem Saluran

Urinari) di lakukan di bangsal kelas III (ruang B, C, D, E, F, J, dan H) RS

Bethesda Yogyakarta untuk kasus rawat inap dan di tempat tinggal (rumah) pasien

untuk home visite.

G. Tata Cara Penelitian

Ada tiga tahap yang dijalani dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi,

tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.

1. Tahap orientasi

Beberapa hal yang dilakukan selama tahap orientasi adalah :

a. diskusi/presentasi proposal di hadapan tim patient safety (dokter dan apoteker)

RS Bethesda dan studi pustaka.

b. mencari teknik pengambilan data yang sesuai di bangsal kelas III Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta agar tidak mengganggu kegiatan medis di bangsal.

c. mencari informasi mengenai kasus/penyakit, subyek penelitian serta kriteria

inklusi untuk penelitian.

2. Tahap pengambilan data

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung pada

pasien dan medical record pasien. Data yang dikumpulkan meliputi identitas,

lama tinggal di rumah sakit, riwayat penyakit, riwayat keluarga, dan riwayat

30

pengobatan, data medis berupa diagnosis dan terapi, dan data laboratorium

(Rovers et.al., 2003, Tietze, 2004). Bila diperlukan data dapat dikonfirmasi

dengan wawancara dengan pasien/keluarga dan/atau tenaga kesehatan. Data

tersebut dicatat setiap hari (kecuali hari minggu) selama bulan Agustus-

September 2008. Teknik pengambilan sampel penelitian ini merupakam non

random (non probability sampling) tipe consecutive sampling.

b. Tahap wawancara

Pada proses ini dilakukan wawancara terhadap dokter, perawat, dan

keluarga pasien. Data hasil wawancara digunakan sebagai data penunjang untuk

membantu mendeskripsikan hasil penelitian.

3. Tahap penyelesaian data

a. Pengolahan data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa

keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta cara pemakaian, tanggal

pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, serta jenis obat yang diberikan

kepada pasien di RS Bethesda Yogyakarta yang menerima obat gangguan sistem

saluran urinari. Data digunakan untuk identifikasi ME dan DTP yang mungkin

terjadi dan juga untuk identifikasi masalah utama kejadian ME dan DTP.

b. Evaluasi data

Data yang diperoleh tersebut kemudian dievaluasi medication error fase

administrasi dan drug therapy problems (DTPs) yang ditemukan berdasarkan

Drug Information Handbook (Lacy, et al, 2006), Drug Interaction Facts (Tatro,

31

2006), dan MIMS (Anonim, 2008) serta evaluasi masalah utama penyebab

medication error. Data ini dievaluasi secara kasus per kasus.

H. Tata Cara Analisis Hasil

Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar.

1. Persentase umur pasien dikelompokkan dalam umur 17-<65tahun (dewasa)

dan >65 tahun (lansia) dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pasien

pada tiap kelompok umur dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pasien

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan

100%.

2. Persentase jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi 2, yaitu pasien

berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung

jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah

keseluruhan kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari kemudian dikalikan 100%.

3. Persentase tingkat pendidikan pasien dihitung dengan cara menghitung jumlah

kasus pada tiap tingkat pendidikan dibagi jumlah keseluruhan kasus pasien

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan

100%.

4. Persentase jenis pekerjaan pasien dihitung dengan cara menghitung jumlah

kasus pada tiap jenis pekerjaan dibagi jumlah keseluruhan kasus pasien yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan 100%.

32

5. Persentase diagnosis utama dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus

pada tiap diagnosis utama dibagi jumlah keseluruhan kasus pasien yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan 100%.

6. Persentase jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat (meliputi

kekuatan obat, frekuensi, dan durasi) dari obat gangguan sistem saluran urinari

yang digunakan dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap

jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai (meliputi kekuatan obat,

frekuensi, dan durasi) obat gangguan sistem saluran urinari yang digunakan

pada pasien, dibagi jumlah keseluruhan pasien yang menggunakan obat

gangguan sistem saluran urinari kemudian dikalikan 100%.

7. Persentase dampak terapi yang terjadi dihitung dengan cara menjumlahkan

berapa kali dampak terapi tersebut terjadi pada kasus pasien dibagi dengan

jumlah keseluruhan pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari kemudian dikalikan 100%.

8. Identifikasi DTP meliputi : butuh obat tambahan, adanya interaksi antar

komponen dalam obat dalam resep yang diberikan, munculnya efek samping,

dosis yang diberikan kurang, dosis yang diberikan berlebih. Masing-masing

DTP yang ditemukan disajikan dalam bentuk persentase.

9. Identifikasi masalah utama penyebab terjadinya medication error fase

administrasi dan drug therapy problems yang terjadi dilakukan dengan melihat

korelasi antara ME dan DTP yang ditemukan dengan hasil wawancara

terhadap dokter, perawat apoteker, dan pasien, atau dapat juga dengan melihat

33

lembar catatan medik pasien sebagai pelengkap informasi dan disajikan dalam

bentuk persentase.

I. Kesulitan Penelitian

Dalam proses pengambilan data pada penelitian mengenai evaluasi

masalah utama kejadian medication error fase administrasi dan drug therapy

problems pada pasien RS Bethesda Agustus-September 2008, peneliti mengalami

beberapa kesulitan, antara lain kurangnya pengalaman peneliti dalam membaca

catatan rekam medik pasien sehingga peneliti kesulitan dalam membaca tulisan

dokter maupun perawat yang terdapat pada rekam medik. Selain itu peneliti juga

terkadang mengalami kesulitan dalam mencari rekam medik yang dibutuhkan

karena sedang digunakan oleh perawat atau dokter. Untuk mengatasi kesulitan

tersebut, peneliti mencoba bertanya kepada perawat yang pada saat itu sedang

berjaga di bangsal jika ada hal yang kurang dimengerti dari catatan rekam medik,

serta peneliti mencari waktu yang tepat dimana rekam medik pasien sudah tidak

digunakan oleh perawat. Peneliti juga mengalami kesulitan saat mengikuti

perkembangan pasien secara langsung di bangsal yang dilakukan dengan

wawancara singkat dengan pasien/keluarga pasien. Hal tersebut dapat terjadi

karena keadaan atau kondisi pasien yang masih lemah atau saat pasien sedang

tidur. Kesulitan ini tidak sepenuhnya dapat diatasi oleh peneliti, karena adanya

keterbatasan waktu saat pengambilan data (bersamaan dengan masa perkuliahan).

Peneliti juga mengalami kesulitan dalam proses evaluasi data karena

terdapat banyak keterbatasan yaitu data yang diambil dari rekam medik tidak

34

semuanya lengkap. Ada kemungkinan dokter maupun perawat tidak

mencantumkan beberapa catatan ke dalam lembar rekam medik seperti tidak

dicantumkannya diagnosis pasien maupun kekuatan (dosis) obat. Proses evaluasi

data pada pasien hanya berdasarkan catatan yang terdapat pada rekam medik

pasien yang bersangkutan.

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication

Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta Agustus-September 2008 (Kajian Terhadap Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari) ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul

”Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan

Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode

Agustus 2008”. Penelitian payung ini memuat tujuh subjudul lain yang masing-

masing dikerjakan oleh peneliti yang berbeda.

Gambaran mengenai kedudukan penelitian ini dalam penelitian payung

dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Bagan Kedudukan Penelitian Kajian Terhadap Penggunaan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari dalam Penelitian Payung

Evaluasi Masalah Kejadian Medication Errors dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS. Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus 2008

Obat Golongan Kardiovaskuler

Obat Golongan Cerebrovaskuler

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari dan

Reproduksi

Obat Golongan Antiemetic

Obat Gangguan Alergi dan Sistem

Imun

Obat Gangguan Sistem

Pernafasan

Obat Gangguan Sistem

Neuromuskular

Obat Golongan Endokrin

36

Selama periode Agustus-September 2008, didapatkan jumlah kasus

pasien yang ada di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda yaitu sebanyak 97

kasus. Dari 97 kasus tersebut, terdapat 21 kasus pasien yang menggunakan obat

gangguan sistem saluran urinari. Selama periode tersebut tidak didapatkan kasus

pasien rawat inap yang menggunakan obat gangguan sistem reproduksi, sehingga

pada penelitian ini hanya mengevalusi masalah utama kejadian medication error

fase administrasi dan drug therapy problems pada pasien RS Bethesda yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari periode Agustus-September

2008.

Pada penelitian ini dibahas mengenai profil kasus pasien di bangsal kelas

III Rumah Sakit Bethesda yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,

dan diagnosis utama, profil obat secara umum yang digunakan oleh 21 kasus

pasien dan profil obat secara khusus yaitu profil obat gangguan sistem saluran

urinari yang meliputi jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat

(meliputi kekuatan obat, frekuensi, dan durasi) serta masalah-masalah penyebab

utama terjadinya medication error fase administrasi dan drug therapy problems

yang muncul pada penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien

RS Bethesda Agustus-September 2008.

A. Profil Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Profil kasus pasien di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari Agustus-September 2008

37

meliputi persentase kasus pasien berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pekerjaan, dan diagnosis utama.

1. Persentase kasus berdasarkan kelompok umur

Umur kasus pasien yang dirawat di bangsal kelas III RS Bethesda dan

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dikelompokkan menjadi

2 kelompok yaitu kelompok umur dewasa (17-<65 tahun) dan lansia (>65 tahun).

Berdasarkan data pada gambar 3, dapat diketahui bahwa jumlah kasus

pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas

III RS Bethesda lebih banyak pada pasien yang berumur 17-<65 tahun yakni

sebesar 81%, sedangkan pada data dapat diketahui bahwa persentase kasus pasien

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari berumur >65 tahun

adalah sebesar 19%.

Gambar 3. Distribusi Kelompok Umur Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda

Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Pengelompokkan umur kasus pasien pada penelitian ini digunakan untuk

menggambarkan kondisi kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari.

38

2. Persentase kasus berdasarkan jenis kelamin

Masing-masing kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dikelompokkan berdasarkan

jenis kelaminnya, yaitu kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Kasus

pasien yang dirawat di bangsal kelas III RS Bethesda dan yang menggunakan obat

gangguan sistem saluran urinari paling banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu

sebesar 81%, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 19%.

Gambar 4. Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari

Pada penelitian ini tidak dapat dihubungkan antara jenis kelamin dengan

pemakaian obat gangguan sistem saluran urinari. Hal ini dikarenakan tidak adanya

perbedaan penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari, baik dalam hal jenis

obat, dosis, aturan penggunaan maupun cara penggunaan pada kelompok jenis

kelamin laki-laki dan kelompok jenis kelamin perempuan.Pengelompokkan jenis

kelamin kasus pasien pada penelitian ini digunakan untuk menggambarkan

kondisi kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda yang menggunakan obat

gangguan sistem saluran urinari.

39

3. Persentase kasus berdasarkan tingkat pendidikan

Masing-masing kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda

Yogyakarta yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari

dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu kelompok tingkat

pendidikan belum/tidak tamat SD, SD, SLTP, SLTA, Akademik, dan kelompok

tanpa adanya keterangan tingkat pendidikan pasien.

Gambar 5. Pengelompokkan Tingkat Pendidikan Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari

Berdasarkan data pada gambar 5, dapat diketahui bahwa jumlah kasus

pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas

III RS Bethesda lebih banyak pada tingkat pendidikan SLTA yaitu sebesar 38,1%.

Pengelompokan kasus berdasarkan tingkat pendidikan ini digunakan

untuk menggambarkan profil kasus pasien yang menggunakan obat gangguan

sistem saluran urinari.

40

4. Persentase kasus berdasarkan pekerjaan

Masing-masing kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda

Yogyakarta yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari

dikelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu kelompok dengan jenis

pekerjaan sebagai buruh, petani, pegawai swasta, dan tanpa adanya keterangan

jenis pekerjaan pasien.

Gambar 6. Pengelompokkan Jenis Pekerjaan Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari

Berdasarkan data pada gambar 6, dapat diketahui bahwa jenis pekerjaan

pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di

bangsal kelas III RS Bethesda lebih banyak pada jenis pekerjaan sebagai pegawai

swasta yaitu sebesar 38,1%.

Pengelompokan kasus berdasarkan jenis pekerjaan ini digunakan untuk

menggambarkan profil kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari.

41

5. Persentase kasus berdasarkan diagnosis utama

Kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda yang menggunakan obat

gangguan sistem saluran urinari dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu kasus

dengan satu diagnosis utama, kasus dengan dua diagnosis utama, dan kasus

dengan tiga diagnosis utama.

Diagnosis terbanyak dalam penelitian ini adalah batu ureter yaitu

sebanyak 7 kasus atau sebesar 33,3%. Kasus lain memiliki diagnosis lebih dari

satu diagnosis. Macam-macam diagnosis dapat dilihat dalam tabel VI.

Tabel VI. Pengelompokkan Diagnosis Utama Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

No. Diagnosis Utama Jumlah Kasus

Persentase (%)

Dengan Satu Diagnosis 1 Chronic Renal Failure (CRF) 3 14,3 2 Orchitis 1 4,8 3 Renal kolik dekstra 1 4,8 4 Retensi urin post cateter supra pubis 1 4,8 5 Uretrolithiasis dekstra 1 4,8 6 Cholesystitis 1 4,8

Dengan Dua Diagnosis 7 Retensi urin, hematuria 1 4,8

8 Kolik renal sinistra, Obstruksi uretra sinistra 1 4,8

9 Batu ureter pyleum sinistra, Calexis medial sinistra 1 4,8

10 Renal kolik dengan hidronefrosis, batu ureter pyleum 1 4,8

11 Suspect CRF, obstruksi uropathy 1 4,8 12 Retensi urin, relaps hemolisis 1 4,8

13 Congestive Heart Failure (CHF), Cor Pulmo Chronis (CPC) dekompensata 1 4,8

14 Appendiks akut, ISK/BSK 1 4,8 Dengan Tiga Diagnosis

15 Diabetes melitus, CRF, Glaukoma 1 4,8

16 Batu ureter sinistra, meteorism, hidronefrosis 1 4,8

17 Abdominal pain, peritonitis umum, appendiks akut perforata 1 4,8

18 Observasi dyspnea, palpitasi, CRF 1 4,8 19 Kolik renal, ISK/BSK, Adeno ca colon 1 4,8

42

B. Profil Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Profil obat pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus-September 2008, dapat

ditinjau dari terapi obat secara keseluruhan (umum) dan secara khusus (terapi

obat gangguan sistem saluran urinari). Secara umum profil obat kasus pasien

digambarkan dengan jumlah dan jenis obat yang diberikan secara keseluruhan,

sedangkan secara khusus digambarkan dengan jumlah obat, jenis obat, dan aturan

pakai (meliputi dosis, frekuensi pemberian dan durasi pemberian) dari obat

gangguan sistem saluran urinari.

1. Profil obat kasus pasien secara umum

Secara umum jumlah dan jenis obat yang digunakan pada 21 kasus

pasien di bangsal kelas III RS Bethesda yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari Agustus-September 2008 dapat dilihat pada tabel VII.

Berdasarkan tabel VII diketahui bahwa jumlah obat yang pasien dapatkan

yaitu minimal 3 jenis obat dan maksimal adalah 13 jenis obat. Banyaknya jumlah

dan jenis obat yang diterima oleh pasien bergantung pada penyakit serta kondisi

klinis pasien tersebut. Berdasarkan pada tabel VII, dapat diketahui bahwa kasus

pasien yang menerima 8 jenis obat yaitu sebanyak 4 kasus atau sebesar 19%,

kasus pasien yang menerima 3, 11, 12, dan 13 jenis obat sebanyak 1 kasus, kasus

pasien yang menerima 5 dan 10 jenis obat sebanyak 2 kasus, dan kasus pasien

yang menerima 6, 7, dan 9 jenis obat sebanyak 3 kasus.

43

Tabel VII . Jumlah Jenis Obat yang Digunakan pada 21 Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008 Jumlah Jenis Obat Jumlah

Kasus Persentase

% 3 jenis obat Renax®, seftriakson, ketoprofen 1 4,8 5 jenis obat Ketorolak, sefoperazon Na, siprofloksasin, ofloksasin, kalium diklofenak 1 4,8 amlodipin, CaCO3, asam folat, furosemid, Cernevit® 1 4,8 6 jenis obat metampiron, Legres®, amoksisilin, sefotaksim, ranitidine, metamizol Na 1 4,8 seftriakson, metronidazol, ranitidin HCl, ketorolak, siprofloksasin, asam mefenamat

1 4,8

asam asetilsalisilat, CaCO3, asam folat, nifedipin, diazepam, furosemid 1 4,8 7 jenis obat furosemid, bromhexine HCl, K I aspartat, kaptopril, paracetamol, ranitidine, attapulgite

1 4,8

CaCO3, asam folat, furosemid, digoxin, Exforge®, clonidin, alprazolam 1 4,8ranitidine, Spasmium®, seftriakson, metronidazol, ketoprofen, ketorolak, metoclopramid

1 4,8

8 jenis obat Spasmium®, paracetamol, ofloksasin, seftazidim, metoclopramid HCl, ranitidine, asam traneksamat, ketorolak

1 4,8

siprofloksasin, ketorolak, seftriakson, Dycinon®, asam traneksamat, sefiksim, Nutriflam®, ketoprofen

1 4,8

ketorolak, asam traneksamat, sefiksim, sulfas atrofin, metamizol Na, kaptopril, Qten®, Alupent®

1 4,8

seftriakson, CaCO3, asam folat, sefiksim, Ketosteril®, Nutriflam®, ATP, ketorolak

1 4,8

9 jenis obat ranitidin, ketorolak, seftazidim, metronidazol, Stabactam®, kalium diklofenak, rebamipid, ketoprofen, sefditoren pivoksil

1 4,8

seftazidim, ketoprofen, Calcusol®, sefaklor, Calensol, Alinamin F®, Mulax®, Ketesse, Provital plus®

1 4,8

paracetamol, asam traneksamat, xylladella, ranitidin, ketorolak, seftriakson, ketoprofen, Nutriflam®, sefiksim

1 4,8

10 jenis obat glimepirid, CaCO3, asam folat, nifedipin, irbesartan, Zypras®, insulin, sefadroksil, imidapril HCl, Epotrex®

1 4,8

seftriakson, ketorolak, furosemid, asam traneksamat, ranitidin, Nutriflam®, ketoprofen, sefiksim, Zypras®, losartan

1 4,8

11 jenis obat domperidon, Curcuma®, sefadroksil, paracetamol, vit.K, seftriakson, Multivitaplex, ranitidin, ketorolak, metronidazol, Enzyplex®

1 4,8

12 jenis obat heksamina, domperidon, siprofloksasin, Aspar K, furosemid, paracetamol, Nutriflam®, ketoprofen, sefiksim, seftriakson, ketorolak, asam traneksamat

1 4,8

13 jenis obat CaCO3, asam folat, irbersartan, Sandostatin, pantoprazol, vit.K, amlodipin, seftriakson, asam traneksamat, ketorolak, Ketosteril®, Nutriflam®, furosemid

1 4,8

44

2. Profil obat kasus pasien secara khusus

a. Jumlah dan jenis obat yang berhubungan dengan gangguan sistem

saluran urinari yang diterima pasien

Pasien yang menerima obat gangguan sistem saluran urinari

dikelompokkan menjadi 4, yaitu pasien yang menerima 1 jenis obat ; 2 jenis obat ;

3 jenis obat ; dan 4 jenis obat.

Jumlah dan jenis obat yang berhubungan dengan gangguan sistem

saluran urinari yang digunakan oleh 21 kasus pasien dapat dilihat pada tabel VIII.

Tabel VIII. Jumlah dan Jenis Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari yang Digunakan pada 21 Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda

Agustus-September 2008

Jumlah dan Jenis Obat yang Diterima Pasien Jumlah Kasus Persentase (%) 1 jenis obat

sefadroksil sefiksim furosemid

1 4,81 4,84 19,0

2 jenis obat

seftazidim → ofloksasin siprofloksasin → ofloksasin Renax®→ seftriakson sefotaksim → amoksisilin seftriakson → sefiksim seftriakson → metronidazol

1 4,81 4,81 4,81 4,82 9,51 4,8

3 jenis obat

seftazidim →Stabactam® → metronidazol seftriakson → siprofloksasin → metronidazol sefadroksil → seftriakson → metronidazol siprofloksasin → seftriakson → sefiksim seftazidim → sefaklor → Calcusol® seftriakson → sefiksim → Ketosteril® seftriakson→ furosemid → Ketosteril®

1 4,81 4,81 4,81 4,81 4,81 4,81 4,8

4 jenis obat heksamina → seftriakson → sefiksim → furosemid 1 4,8

45

b. Jenis obat

Jenis obat yang berhubungan dengan gangguan sistem saluran urinari

yang digunakan pada kasus pasien di bangsal kelas III RS Bethesda adalah jenis

obat dari golongan obat antiinfeksi, diuretika kuat, antiseptik, obat saluran kemih

dan kelamin golongan lain, serta suplemen dan terapi penunjang.

1) Antiinfeksi

Kelas terapi antiinfeksi digunakan untuk mencegah dan mengatasi

terjadinya infeksi pada pasien. Penggunaan antiinfeksi ini harus dengan dosis dan

durasi pemakaian yang tepat karena apabila pemakaiannya tidak tepat maka dapat

menyebabkan terjadinya resistensi mikroba terhadap obat antiinfeksi tersebut.

Kelas terapi antiinfeksi yang digunakan terdiri sub-kelas terapi

antibakteri dan antiprotozoa. Sub-kelas terapi yang paling banyak digunakan

adalah antibakteri. Adapun golongan dan jenis antiinfeksi yang digunakan oleh

pasien dapat dilihat pada tabel IX.

Tabel IX . Golongan dan Jenis Obat Antiinfeksi yang Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem

Saluran Urinari Agustus-September 2008 No. Golongan

Antiinfeksi Jenis Obat Jumlah

Kasus Persentase %

Antibakteri 1. Kuinolon siprofloksasin 3 14,3

ofloksasin 2 9,5 2. Penisillin amoksisilin 1 4,8 3. Sefalosporin gen 1 sefadroksil 2 9,5 4. Sefalosporin gen 2 sefaklor 1 4,8 5. Sefalosporin gen 3 seftriakson 10 47,6

sefiksim 6 28,6 seftazidim 3 14,3 sefotaksim 1 4,8

6. Kombinasi Stabactam ® 1 4,8 Antiprotozoa

7. Amubasid metronidazol 4 19,0

46

Dari tabel IX, dapat diketahui bahwa penggunaan obat antiinfeksi

terbanyak adalah pada kelas terapi antibakteri golongan sefalosporin generasi

ketiga seperti seftriakson, sefiksim, seftazidim, dan sefotaksim. Dari golongan

sefalosporin generasi ketiga tersebut yang paling banyak digunakan adalah

seftriakson dengan persentase sebesar 47,6%. 

Seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga

dan termasuk antibiotik beta laktam yang bekerja dengan cara menghambat

sintesis dinding sel mikroba.

Penggunaan obat antibakteri banyak digunakan pada kasus pasien dengan

gangguan sistem saluran urinari karena salah satu penyebab penyakit pada

gangguan sistem saluran urinari adalah adannya infeksi dari bakteri, sehingga

diperlukan antibiotik untuk membunuh bakteri tersebut.

2) Diuretik kuat

Diuretik kuat yang digunakan pada kasus pasien di bangsal kelas III RS

Bethesda adalah furosemid. Furosemid merupakan diuretik kuat yang banyak

digunakan dalam pengobatan pada kasus pasien dengan gangguan sistem saluran

urinari yaitu sebanyak 8 kasus atau 38,1%. Golongan dan jenis diuretik kuat yang

digunakan dapat dilihat lebih jelas pada tabel X.

Tabel X. Golongan dan Jenis Obat Diuretik Kuat yang Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-September 2008 Golongan Obat Jenis Obat Jumlah

Kasus Persentase

(%) Diuretik kuat Furosemid 8 38,1

Penggunaan jenis obat diuretik kuat pada kasus pasien yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS

47

Bethesda ini adalah untuk kasus pasien yang mengalami gangguan sistem saluran

urinari yaitu pada pasien yang menderita penyakit gagal ginjal kronik. Diuretik

kuat ini digunakan untuk membantu mengeluarkan cairan yang berlebih dari

tubuh pasien. Diuretik kuat yang banyak digunakan adalah furosemid. Furosemid

bekerja dengan menghambat reabsorpsi dari dari natrium dan klorida di ”loop”

Henle ascending dalam tubulus ginjal.

3) Antiseptik

Golongan dan jenis obat antiseptik yang digunakan pada kasus pasien

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS

Bethesda dapat dilihat pada tabel XI.

Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Antiseptik yang Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Urinari Agustus-September 2008 Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus Persentase

(%) Antiseptik heksamina 1 4,8 Obat antiseptik digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi kronik

saluran kemih. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa obat antiseptik yang

digunakan pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus-September 2008 adalah

heksamina dengan persentase sebesar 4,8%.

4) Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain

Golongan dan jenis obat saluran kemih dan kelamin golongan lain yang

digunakan pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari di bangsal kelas III RS Bethesda dapat dilihat pada tabel XII.

48

Tabel XII. Golongan dan Jenis Obat Saluran Kemih dan Kelamin Golongan lain yang Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-September

2008 Golongan Obat Jenis Obat Jumlah

Kasus Persentase

(%) Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain

Ketosteril® 2 9,5

Calcusol® 1 4,8

Dari tabel XII, dapat diketahui bahwa obat saluran kemih dan kelamin

golongan lain yang digunakan pada kasus pasien yang menggunakan obat

gangguan sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus-

September 2008 adalah Ketosteril® dengan jumlah kasus yaitu sebanyak 2 kasus

dengan persentase sebesar 9,5% dan Calcusol® dengan jumlah kasus yaitu

sebanyak 1 kasus dengan persentase sebesar 4,8%.

5) Suplemen dan terapi penunjang

Golongan dan jenis obat suplemen dan terapi penunjang yang digunakan

pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari di

bangsal kelas III RS Bethesda dapat dilihat pada tabel XIII.

Tabel XIII. Golongan dan Jenis Obat Suplemen dan Terapi Penunjang yang Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-September 2008

Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus

Persentase (%)

Suplemen dan terapi penunjang

Renax® 1 4,8

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa suplemen dan terapi penunjang

yang digunakan pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus-September 2008 adalah

Renax® dengan jumlah kasus sebanyak 1 dengan persentase sebesar 4,8%.

49

c. Bentuk Sediaan

1) Antiinfeksi

Bentuk sediaan antiinfeksi yang paling banyak digunakan pada kasus

pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari RS Bethesda

Agustus-September 2008 adalah bentuk injeksi, dapat dilihat pada tabel XIV.

Tabel XIV. Bentuk Sediaan Antiinfeksi yang Digunakan Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem saluran Urinari RS Bethesda Agustus-

September 2008 No. Bentuk Sediaan Jumlah Kasus Persentase (%) 1. Tablet (oral) 13 61,92. Injeksi 15 71,4

2) Diuretik Kuat

Bentuk sediaan diuretik kuat yang banyak digunakan pada kasus pasien

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari RS Bethesda

AgustusSeptember 2008 adalah bentuk injeksi, dapat dilihat pada tabel XV.

Tabel XV. Bentuk Sediaan Diuretik Kuat yang Digunakan Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem saluran Urinari RS Bethesda Agustus-

September 2008 No. Bentuk Sediaan Jumlah Kasus Persentase (%) 1. Tablet (oral) 4 19,02. Injeksi 5 23,8

3) Antiseptik

Bentuk sediaan obat antiseptik yang banyak digunakan pada kasus pasien

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari RS Bethesda Agustus-

September 2008 adalah bentuk tablet (oral), dapat dilihat pada tabel XVI.

Tabel XVI. Bentuk Sediaan Obat Antiseptik yang Digunakan Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem saluran Urinari RS Bethesda Agustus-

September 2008 Bentuk Sediaan Jumlah Kasus Persentase (%)

Tablet (oral) 1 4,8

50

4) Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain

Bentuk sediaan obat saluran kemih dan kelamin golongan lain yang

banyak digunakan pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari RS Bethesda Agustus-September 2008 adalah bentuk tablet (oral),

dapat dilihat pada tabel XVII.

Tabel XVII. Bentuk Sediaan Obat Saluran Kemih dan Kelamin Golongan lain yang Digunakan Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem saluran

Urinari RS Bethesda Agustus-September 2008 Bentuk Sediaan Jumlah Kasus Persentase (%)

Tablet (oral) 3 14,3

5) Suplemen dan terapi penunjang

Bentuk sediaan obat suplemen dan terapi penunjang yang banyak

digunakan pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari RS Bethesda Agustus-September 2008 adalah bentuk tablet (oral), dapat

dilihat pada tabel XVIII.

Tabel XVIII. Bentuk Sediaan Obat Suplemen dan Terapi Penunjang yang Digunakan Pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem saluran

Urinari RS Bethesda Agustus-September 2008 Bentuk Sediaan Jumlah Kasus Persentase (%)

Tablet (oral) 1 4,8

d. Aturan Pakai Obat

1) Antiinfeksi

Masing-masing antiinfeksi mempunyai variasi dosis, frekuensi dan durasi

pemberian yang berbeda baik untuk anak, dewasa, maupun lansia. Penggunaan

antiinfeksi ini sebaiknya dimulai dengan dosis minimal sehingga tidak terjadi

toksisitas maupun resistensi bakteri. Sebelum memulai terapi dengan antibiotika

sebaiknya dipastikan terlebih dahulu apakah infeksi benar-benar terjadi. Bukti

51

infeksi dapat diketahui dengan adanya tanda infeksi seperti demam, leukositosis,

inflamasi di tempat infeksi maupun hasil kultur. Adapun aturan pakai obat

antiinfeksi yang digunakan pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan

sistem saluran urinari dapat dilihat pada tabel XIX.

Tabel XIX. Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian Obat Antiinfeksi yang Digunakan pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-September 2008

No. Golongan Jenis Obat Dosis dan Frekuensi

Durasi Pemberian

Jumlah Kasus

Persentase %

Antiinfeksi 1. Kuinolon siprofloksasin 3xseharix500mg 5 hari 1 4,8

2xseharix500mg 5 hari 1 4,8 2xseharix1vial 3 hari 1 4,8

ofloksasin 2xseharix1/2dari 400 mg

3 hari 1 4,8

1xseharix400mg 3 hari 1 4,8 2. Penisillin amoksisilin 3xseharix500mg 5 hari 1 4,8 3. Sefalosporin

gen 1 sefadroksil 3xseharix500mg 4 hari 1 4,8

2xseharix500mg 4 hari dan 2 hari

1 4,8

4. Sefalosporin gen 2

sefaklor 2xseharix500mg 3 hari 1 4,8

5. Sefalosporin gen 3

seftriakson 1xseharix1g vial 1 hari 1 4,8 2xseharix1g vial 6 hari 3 14,3

5 hari 1 4,8 3 hari 4 19,0 8 hari 1 4,8

1 hari dan 2 hari

1 4,8

sefiksim 2xseharix100mg 5 hari 1 4,82 hari 1 4,87 hari 1 4,8

- 1 4,8 3xseharix100mg 1 hari 2 9,5

seftazidime 2xseharix1g vial 2 hari 1 4,8 3 hari 1 4,84 hari 1 4,8

sefotaksim 2xseharix1g vial 3xseminggu 1 4,8 6. Kombinasi Stabactam ® 2xseharix1g vial 4 hari 1 4,8

Antiprotozoa 7. Amubasid metronidazol 2xseharix500mg 6 hari 1 4,8

5 hari 1 4,84 hari 1 4,83 hari 1 4,8

52

2) Diuretik Kuat

Adapun aturan pakai obat diuretik kuat yang digunakan pada kasus

pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dapat dilihat pada

tabel XX.

Tabel XX. Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian Obat Diuretik Kuat yang Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-September 2008 Golongan Jenis Obat Dosis dan

Frekuensi Durasi

Pemberian Jumlah Kasus

Persentase %

Diuretik kuat

furosemid 1xseharix40mg 4 hari 1 4,81 hari 1 4,82 hari 1 4,8

2xseharix40mg 3 hari 1 4,8 1xseharix1ampul 2 hari 1 4,8

1 hari 1 4,8 1xseharix2ampul 1 hari 1 4,8

2 hari 1 4,83xseharix1ampul 2 hari 1 4,8

3) Antiseptik

Aturan pakai obat antiseptik yang digunakan pada kasus pasien yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dapat dilihat pada tabel XXI.

Tabel XXI. Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian Antiseptik yang Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-September 2008 Golongan Jenis Obat Dosis dan

Frekuensi Durasi

Pemberian Jumlah Kasus

Persentase %

Antiseptik heksamina 2xseharix500mg 2 hari 1 4,8

4) Obat saluran kelamin dan kemih golongan lain

Aturan pakai obat saluran kelamin dan kemih golongan lain yang

digunakan pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari dapat dilihat pada tabel XXII.

53

Tabel XXII. Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian Obat Saluran kemih dan Kelamin Golongan lain yang Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit

Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-September 2008

Golongan Jenis Obat Dosis dan Frekuensi

Durasi Pemberian

Jumlah Kasus

Persentase %

Saluran kemih dan kelamin golongan lain

Ketosteril® 3xseharix630mg 1 hari 1 4,8 2 hari 1 4,8

Calcusol® 2xseharix100mg 1 hari 1 4,8

5) Suplemen dan terapi penunjang

Aturan pakai obat suplemen dan terapi penunjang yang digunakan pada

kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dapat

dilihat pada tabel XXIII.

Tabel XXIII. Dosis, Frekuensi, dan Durasi Pemberian Obat Suplemen dan Terapi Penunjang yang Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 Golongan Jenis Obat Dosis dan

Frekuensi Durasi

Pemberian Jumlah Kasus

Persentase %

Suplemen dan terapi penunjang

Renax® 3xsehari 2 hari 1 4,8

C. Evaluasi Medication Error Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems Penggunaan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Proses evaluasi masalah penggunaan obat gangguan sistem saluran

urinari kasus pasien dilakukan dengan mengidentifikasi medication error (ME)

fase administrasi yang terjadi pada setiap kasus berdasarkan pengamatan

prospektif selama pasien di rawat di bangsal kelas III RS Bethesda Yogyakarta

dan dilanjutkan dengan pengamatan penggunaan obat gangguan sistem saluran

urinari pasien setelah keluar dari rumah sakit (home visite). Selain itu, juga

54

dilakukan dengan mengidentifikasi drug therapy problems (DTP) yang terjadi

berdasarkan hasil penelusuran pustaka.

1. Evaluasi medication error (ME) fase administrasi

Medication error yang diamati pada penelitian ini adalah medication

error pada fase administrasi yang ditemukan selama periode Agustus-September

2008, baik saat pengamatan pasien di bangsal kelas III RS Bethesda maupun

ketika dilakukannya home visit. Identifikasi ME hanya dilakukan pada fase

administrasi dan hanya pada obat gangguan sistem saluran urinari.

Berdasarkan hasil evaluasi terjadinya ME, dari 21 kasus pasien terdapat 5

kasus atau sebesar 23,8% yang tidak mengalami ME dan 16 kasus atau sebesar

76,2% yang mengalami ME. Kejadian medication error yang terjadi pada kasus

pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari dapat dilihat pada

tabel XXIV.

Tabel XXIV. Medication Error yang Terjadi Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda Periode Agustus–September 2008 yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Urinari ME fase administrasi Jumlah kasus Persentase %

Kegagalan mencek instruksi 16 76,2

Dari hasil pengamatan kejadian ME, ditemukan bahwa ME yang paling

banyak terjadi pada kasus penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari

adalah kegagalan mencek instruksi.

Medication error yang terjadi karena terjadinya kegagalan mencek

instruksi oleh petugas ini dapat menyebabkan kerugian bagi pasien karena akan

menyebabkan efek terapi obat menjadi tidak optimal.

55

Tabel XXV. Kelompok Kasus ME Kegagalan Mencek Instruksi pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang Menggunakan

Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-September 2008 Kasus Kejadian ME

1 Pada tanggal 3 Agustus 2008 pasien tidak diberikan obat furosemid.

2

Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 3, 6, dan 7 Agustus obat seftriakson hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali. Begitu juga dengan seftazidim pada tanggal 5 dan 6 Agustus hanya diberikan 1 kali seharusnya 2 kali.

3 Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 6 dan 9 Agustus obat metronidazol hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali.

4

Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 13 dan 14 Agustus obat seftazidim hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali. Begitu juga dengan ofloksasin pada tanggal 13 Agustus hanya diberikan 1 kali seharusnya 2 kali.

5 Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 20 dan 23 Agustus obat seftriakson dan metronidazol hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali.

6 Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 23 dan 26 Agustus obat sefadroksil hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali.

7 Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 25 dan 27 Agustus obat furosemid hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 3 kali.

8 Pada tanggal 27 Agustus obat siprofloksasin tidak diberikan 10 Pada tanggal 21 September obat siprofloksasin tidak diberikan

11 Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 6 Agustus obat sefiksim hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali.

12 Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 3 dan 4 Agustus 2008 obat Renax® pasien hanya diberikan 1 kali dan 2 kali obat, yang seharusnya diberikan adalah 3 kali.

13 Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 20, 26 dan 27 Agustus obat seftriakson hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali.

14 Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 18 Agustus obat sefaklor hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali.

17

Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 7 Agustus obat sefiksim hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali. Seftrikason pada tanggal 9 Agustus hanya diberikan 1 kali seharusnya 2 kali. Ketosteril® pada tanggal 7 Agustus diberikan 1 kali seharusnya 3 kali

19 Berdasarkan daftar pemberian obat pada tanggal 11 dan 12 Agustus obat seftriakson hanya diberikan 1 kali, seharusnya diberikan 2 kali.

21 Pada tanggal 17 dan 18 September 2008 obat sefotaksim dan amoksisilin tidak diberikan

56

Pada kasus 1, kejadian ME diketahui berdasarkan keterangan data pada

daftar pemberian obat (DPO) dan keterangan dari apoteker. Pada kolom

pemberian obat tanggal 3 Agustus 2008, diketahui bahwa instruksi pemberian

furosemid adalah 1x1 kali sehari setiap pagi. Namun pada kenyataannya obat

furosemid tidak diberikan kepada pasien karena adanya kegagalan dalam mencek

instruksi pada DPO dan faktor lain yang menyebabkan obat furosemid tersebut

tidak diberikan kepada pasien karena saat itu pasien sedang tidur. Kejadian ME ini

akan berdampak pada terapi pasien mengingat pasien mengalami oedema,

sehingga akan menimbulkan risiko yang membahayakan bagi pasien.

Kejadian ME pada kasus 8 dan 10 diketahui berdasarkan keterangan dari

kolom daftar pemberian obat. Pada kolom daftar pemberian obat tersebut

diketahui bahwa selama 5 hari terapi antibiotik, pasien tidak mendapatkan obat

siprofloksasin selama 1 hari. Kejadian ME ini tentunya akan merugikan pasien

karena akan memungkinkan terjadinya resistensi penggunaan antibiotik. Begitu

pula dengan kejadian ME pada kasus 21 yang mengalami hal yang sama yaitu

pada saat terapi antibiotik ada saat antibiotik tersebut tidak diberikan kepada

pasien akibat kegagalan dalam mencek instruksi.

Kejadian ME pada kasus 2, 3, 4, 5, 6, 7, 11, 12, 13, 14, 17, dan 19

pemberian obat tidak sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh dokter akibat

adanya kegagalan dalam mencek instruksi. Berdasarkan data tersebut, terdapat 2

kemungkinan yang terjadi. Pertama obat memang tidak diberikan kepada pasien.

Jika kemungkinan ini terjadi tentunya sangat maka merugikan pasien dan akan

berdampak pada proses terapi pasien.  Kemungkinan kedua yang dapat terjadi

57

adalah pada kasus-kasus tesebut obat sebenarnya diberikan kepada pasien, namun

kemungkinan perawat tidak melakukan pencatatan pada daftar pemberian obat.

Jika kemungkinan ini terjadi, maka dapat menyebabkan terjadinya pemberian obat

yang diulang. Hal ini akan sangat mungkin terjadi apabila tidak ada koordinasi

antara perawat satu dengan yang lain.

2. Evaluasi drug therapy problems (DTP)

Proses evaluasi DTP pada kasus pasien yang menerima obat gangguan

sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus-September 2008

dilakukan dengan penelusuran pustaka. Pada penelitian ini hanya mengkaji atau

mengevaluasi DTP yang terjadi dengan penggunaan obat gangguan sistem saluran

urinari yaitu sebanyak 21 kasus. Dari 21 kasus pasien yang menggunakan obat

gangguan sistem saluran urinari ada kasus yang tidak mengalami DTP apapun

namun ada yang mengalami satu jenis DTP bahkan ada pula yang mengalami

lebih dari satu jenis DTP.

Berdasarkan hasil evaluasi terjadinya DTP, dari 21 kasus yang dianalisis

terdapat 7 kasus atau 33,3% yang tidak terjadi DTP dan 14 kasus atau 66,7%

yang terjadi DTP dengan jenis DTP yang berbeda-beda.

Drug therapy problems yang dikaji pada penelitian ini hanyalah 5 bentuk

DTP yaitu : butuh obat tambahan, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,

ketidakpatuhan pasien, ADR dan interaksi obat.

Drug therapy problems (DTP) yang terjadi pada tiap kasus dapat dilihat

pada tabel XXVI-XXXIII.

58

Tabel XXVI. DTP Kasus 1 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 KASUS 1 Subyektif Ynt. No.RM 01920264. Jenis kelamin Laki-laki. Umur : 52 tahun. Keluhan utama pasien masuk rumah sakit karena 3 hari kaki terasa bengkak, seseg. Diagnosa Utama : Chronic Kidney Disease (CKD) Obyektif

Parameter Tanggal Periksa Satuan Nilai Normal 02-08-08 04-08-08 06-08-08

Hematologi: Hb Lekosit Trombosit

10,20 11,30 gr % 13.50 – 17.50 7,41 ribu/mmk 4.10 – 10.90 287,0 ribu/mmk 140.0 – 440.0

Fungsi ginjal: Ureum Kreatinin

109,2 122,1 58,1 mg/dL 10.0 – 50.0 8,60 8,40 4,70 mg/dL 0.80 – 1.40

Suhu (0C) Berkisar antara 36-37

Nadi (kali/menit)

Berkisar antara 80-88

Tekanan Darah (mmHg)

Berkisar 150/100; 170/120; 180/110

Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat Ascardia (asam asetilsalisilat) 80 mg 1x1 (oral), CaCO3 3x2 (oral), asam folat 3x1 (oral), nifedipin 10 mg 3x1 (oral), diazepam 5mg 1x1/2 (oral), furosemid 40 mg 1x1 (oral), Lasix® (furosemid) 1x2 ampul (20mg/2ml) (i.v) Penilaian 1. Dosis furosemid secara per oral dan secara intravena yang diberikan telah tepat dosis

terapi karena dosis furosemid yang dapat diberikan sebesar 20-80 mg/dosis. 2. Pemberian furosemid memungkinkan munculnya efek samping hipokalemia

sehingga perlu adanya asupan kalium. DTP yang terjadi : perlu obat tambahan 3. Pada kasus ini pasien mengalami gatal-gatal pada kulit. Hal ini dapat terjadi mungkin

karena adanya efek samping yang merugikan dari furosemid. DTP yang terjadi : Adverse drug reaction

Rekomendasi 1. Pertahankan dan lanjutkan terapi. 2. Perlu adanya tambahan asupan kalium dan monitor kadar kalium dalam darah 3. Perlu diberikan obat antihistamin untuk mengurangi rasa gatal yang terjadi. *DTP yang sama terjadi pada kasus 7 dan 9

59

Tabel XXVII. DTP Kasus 2 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 KASUS 2 Subyektif SBT. No.RM 00917464. Jenis kelamin Laki-laki. Keluhan utama pasien masuk rumah sakit karena 3 hari merasa nyeri perut sebelah kanan sampai dengan pinggang bawah Diagnosa Utama : batu ureter pyleum sinistra, calexis medial sinistra Obyektif

Parameter Tanggal Pemeriksaan Satuan Nilai Normal 01-08-08 03-08-08

Hematologi: Hb Lekosit Hematokrit Trombosit

15,1 gr % 13.50 – 17.50 20.10 ribu/mmk 4.10 – 10.90 44,3 % 41.0 – 53.0 303.0 ribu/mmk 140.0 – 440.0

Fungsi ginjal: Ureum Kreatinin

31,6 mg/dL 10.0 – 50.0 1,50 mg/dL 0.80 – 1.40

Urine rutin : Warna BJ pH Protein Glukosa lekosit gelap Leko pucat Epitel

Kuning 1,615

6,0 + -

1-2 Lp 20-30 Lp Sedikit

Suhu (0C) Berkisar antara 36-39

Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80-88

Tekanan Darah (mmHg)

Berkisar 90/60 ; 120/90 ; 130/80 ; 150/90

Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat paracetamol 500 mg 3x1 (oral), Kalnex® (asam traneksamat) 500 mg 2x1 (oral), xylladella (2:1/2 cc) 3x1 (i.v), ranitidin 2x1, Remopain® (ketorolak) 2x1 A (i.v), seftriakson 1x1g (i.v), Gracef® (seftriakson) 2x1g (i.v), Cefarox® (sefiksim) 100 mg 3x1(oral), Pronalges® (ketoprofen) 100 mg 3x1(oral), Nutriflam® 100 mg 3x1 (oral) Penilaian 1. Penggunaan dosis antibiotik seftriakson sudah tepat karena dosis seftriakson yang dapat

diberikan sebesar 1-2 g setiap 12-24 jam. 2. Dosis sefiksim yang diberikan secara peroral adalah 3x100 mg. Dosis yang seharusnya

diberikan adalah 400 mg dalam dosis terbagi setiap 12-24 jam (Lacy, et.al, 2006). Dosis kurang dari dosis terapi. DTP yang terjadi: dosis terlalu rendah

Rekomendasi 1. Pertahankan terapi dan monitor penggunaan antibiotik agar tidak terjadi resistensi. 2. Dosis sefiksim sebaiknya diberikan dengan dosis 400 mg dalam dosis terbagi setiap 12-24

jam. *DTP yang terjadi sama pada kasus 10

60

Tabel XXVIII. DTP Kasus 3 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 KASUS 3 Subyektif WYN. No.RM 01920382. Jenis kelamin Laki-laki. Umur : 41 tahun. Keluhan utama pasien masuk rumah sakit karena sejak 1 bulan pinggang kiri sampai perut sakit dan kambuh-kambuhan Diagnosa Utama : Kolik renal, ISK/BSK, Adeno Ca Colon Obyektif

Parameter Tanggal Pemeriksaan

Satuan Nilai Normal

04-08-08 Hematologi: Hb Lekosit

12,70 gr % 13.50 – 17.50 10,38 ribu/mmk 4.10 – 10.90

Hitung jenis: Eosinofil Basofil Segmen Limfosit Monosit Hematokrit Eritrosit Trombosit Fungsi Ginjal : Ureum Kreatinin

0,8 % 0 – 5.0 0,4 % 0 – 2.0 82,5 % 47.0 – 80.0 11,7 % 13.0 – 40.0 4,5 % 2.0 – 11.0 39,4 % 41.0 – 53.0 4,84 juta/mmk 4.5 – 5.90

287,0 ribu/mmk 140.0 – 440.0

45,8 mg/dL 10.0 – 50.0 1,10 mg/dL 0.80 – 1.40

Suhu (0C) Berkisar antara 36-39 Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80-88 Tekanan Darah (mmHg)

Berkisar 110/70;120/70;130/80

Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat ranitidin 2x1 ampul (i.v), ketorolak 1 ampul (i.v), seftazidim 2x1 g (i.v), metronidazol 500 mg 2x1 (oral), Stabactam® 2x1 g (i.v),Cataflam® (kalium diklofenak) 50 mg 2x1 (oral), Mucosta ® (rebamipide) 100 mg 3x1 (oral), Pronalges ® (ketoprofen) 50 mg 3x1 (oral), Meiact® (sefditoren pivoxil) 200 mg 2x1 (oral). Penilaian 1. Penggunaan dosis antibiotik seftazidime 2x1g sudah tepat, karena dosis seftazidime yang dapat

diberikan sebesar 500 mg-2 g tiap 8-12 jam. 2. Penggunaan dosis antibiotik Stabactam® 2x1 g sudah tepat, karena dosis Stabactam® yang dapat

diberikan sebesar 2g/hari tiap 12 jam. 3. Dosis metronidazol yang diberikan secara peroral adalah 2x500 mg dengan durasi pemberian selama 6

hari. Dosis yang seharusnya diberikan adalah 250-500 mg 3-4 kali sehari dengan durasi pemberian selama 10-14 hari. Dosis kurang dari dosis terapi dikarenakan frekuensi pemberian yang tidak sesuai (t1/2 eliminasi metronidazol adalah 6-8 jam). DTP yang terjadi: dosis terlalu rendah

Rekomendasi 1. Pertahankan terapi dan monitor penggunaan antibiotik agar tidak terjadi resistensi. 2. Metronidazol diberikan 3-4 kali sehari (3-4x500 mg) secara peroral dengan durasi 10-14 hari. *DTP yang sama terjadi pada kasus 5, 6, 16

61

Tabel XXIX. DTP Kasus 5 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 KASUS 5 Subyektif Mwt . No.RM 00962303. Jenis kelamin Perempuan. Umur : 29 tahun. Keluhan utama pasien masuk rumah sakit karena perut kanan bawah nyeri. Diagnosis sementara : abdominal pain : appendiks akut, ISK/BSK Obyektif

Parameter Tanggal Pemeriksaan Satuan Nilai Normal

19-08-08

Hematologi:

Hb

Lekosit

Hitung jenis:

Eosinofil

Basofil

Segmen

Limfosit

Monosit

Hematokrit

Eritrosit

Trombosit

Fungsi Ginjal :

Ureum

Kreatinin

12,60 gr % 12.0 – 18.0

10,84 ribu/mmk 4.10 – 13.0

7,9 % 0 – 5.0

0,6 % 0 – 2.0

68,9 % 47.0 – 80.0

18,4 % 13.0 – 40.0

4,2 % 2.0 – 11.0

37,6 % 36.0 – 46.0

4,22 juta/mmk 4.1 – 5.30

305,0 ribu/mmk 140.0 – 440.0

22,1 mg/dL 15.0 – 36.0

0 mg/dL 0.70 – 1.20

Suhu (0C) Berkisar antara 36,5-37,2

Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80-84

Tekanan Darah (mmHg)) 110/80

Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat seftriakson 2x1 g (i.v), Metrofusin® (metronidazol) 500 mg 2x1(i.v), Rantin® (ranitidin) 2x1 (i.v), Remopain® (ketorolak) 3x1 (i.v), siprofloksasin 500 mg 2x1 (oral), asam mefenamat 500 mg 3x1 (oral) Penilaian

1. Penggunaan dosis antibiotik seftriakson 2x1 g sudah tepat karena dosis seftriakson yang dapat diberikan sebesar 1-2 g

setiap 12-24 jam.

2. Penggunaan dosis antibiotik siprofloksasin 2x500 mg sudah tepat, karena dosis siprofloksasin yang dapat diberikan

sebesar 500 mg setiap 12 jam selama 7-14 hari.

3. Dosis metronidazol yang diberikan secara intravena adalah 2x500mg. Dosis yang seharusnya diberikan adalah 500 mg

tiap 8 jam (MIMS). Dosis kurang dari dosis terapi. DTP yang terjadi: dosis terlalu rendah.

4. Pasien menggunakan obat lain selain yang diresepkan dokter yaitu Teosal® (salbutamol sulfat dan teofilin).

Penggunaan Teosal bersamaan dengan siprofoksasin menimbulkan interaksi antar kedua obat tesebut dengan tingkat

signifikasi 2. Siprofloksasin akan meningkatkan efek dari teofilin. DTP yang terjadi : interaksi obat

5. Selama proses terapi di rumah, pasien tidak menebus resep obat siprofloksasin. DTP yang terjadi : ketidakpatuhan

Rekomendasi

1. Pertahankan terapi dan monitor penggunaan antibiotik untuk menghindari terjadinya resistensi.

2. Metronidazol diberikan 3 kali sehari (3x500 mg) secara intravena.

3. Penggunaan siprofloksasin sebaiknya tidak digunakan secara bersamaan dengan Teosal.

*DTP yang terjadi sama pada kasus 9

62

Tabel XXX. DTP Kasus 8 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 KASUS 8 Subyektif ABN . No.RM 01921265. Jenis kelamin Laki-laki. Umur : 20 tahun. Keluhan utama pasien masuk rumah sakit karena infeksi saluran kencing campur nanah dan darah. Diagnosa Utama : Orchitis

Obyektif

Parameter Tanggal Pemeriksaan Satuan Nilai normal 23-08-08

Hematologi: Hb 15,20 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 29,30 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Hitung jenis: Eosinofil 0,1 % 0 – 5.0 Basofil 0,3 % 0 – 2.0 Segmen 80,5 % 47.0 – 80.0 Limfosit 11,6 % 13.0 – 40.0 Monosit 7,6 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 44,4 % 41.0 – 53.0 Eritrosit 5,22 juta/mmk 4.5 – 5.90 Trombosit 299,0 ribu/mmk 140.0 – 440.0 Warna urine KuningBJ 1,010 pH 6,00 Protein SP lekosit gelap 10-15 Lp Suhu (0C) Berkisar antara 36,2-38Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80-88

Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat ketorolak 3% 2x1 (i.v), Ferzobat® (i.v), siprofloksasin 2x1 vial (i.v), ofloksasin 400 mg 1x1 (oral), kalium diklofenak 50 mg 3x1 (oral) Penilaian 1. Penggunaan dosis antibiotik siprofloksasin 2x1 vial (200 mg/100 ml) kurang dari dosis

terapi, karena dosis siprofloksasin yang dapat diberikan sebesar 400 mg setiap 12 jam. DTP yang terjadi : dosis terlalu rendah

2. Penggunaan dosis antibiotik ofloksasin 1x400 mg sudah tepat, karena dosis ofloksasin yang dapat diberikan sebesar 200-400 mg setiap 12 jam selama 3-10 hari. Namun pada kasus ini aturan pakainya tidak tepat. Ofloksasin diberikan 1 kali sehari, seharusnya ofloksasin diberikan 2 kali sehari.

Rekomendasi 1. Siprofloksasin diberikan dengan dosis 400 mg setiap 12 jam selama 7-14 hari. 2. Pertahankan terapi dan monitor penggunaan antibiotik agar tidak terjadi resistensi

63

Tabel XXXI. DTP Kasus 15 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 KASUS 15 Subyektif SN. No.RM 00642706. Jenis kelamin Laki-laki. Umur : 38 tahun. Keluhan utama pasien masuk rumah sakit karena pinggang kiri sakit. Diagnosa Sementara : Kolik renal sinistra, Obstruksi uretra sinistra

Obyektif

Pengukuran 31-08-08 01-09-08 Satuan Nilai normal Hematologi: Hb 14.80 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 10.72 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Hitung jenis: Eosinofil 1.7 % 0 – 5.0 Basofil 0.3 % 0 – 2.0 Segmen 75.0 % 47.0 – 80.0 Limfosit 16.4 % 13.0 – 40.0 Monosit 6.6 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 41.7 % 41.0 – 53.0 Eritrosit 5.07 juta/mmk 4.5 – 5.90 Trombosit 223.0 ribu/mmk 140.0 – 440.0 Gula darah sewaktu 101.0 gr/dL 70.0 – 140.0 SGOT (AST) 61.0 (H) u/l 17 – 59 SGPT (ALT) 61.0 u/l 21 – 72 Ureum 31.6 mg/dL 10.0 – 50.0 Creatinin 2.00 mg/dL 0.80 – 1.40 Alkali Phospatase 145.0 (H) u/l 38.0 – 126.0 Suhu (0C) Berkisar antara 36,5-39,5 Nadi (x/menit) Berkisar antara 80-88 Tekanan darah (mmHg) Berkisar 110/70 ; 120/80 ; 140/90 ; 150/100; 170/100

Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat Hexamin® (heksamina) 2x500 mg (oral), Vometa® (domperidon) (oral), Quidex® (siprofloksasin) (oral), Aspar K® (oral), Lasix® (furosemid) 40mg 2x1 (oral), Pamol® (parasetamol) (oral), Nutriflam® (oral), Pronalges® (ketoprofen) (oral), Cefarox® (sefiksim) 100 mg 2x1(oral ), Gracef ® (seftriakson) 2x1 g (i.v), Remopain® (ketorolak) (i.v), Kalnex® (asam traneksamat) (i.v), ATP (i.v) Penilaian 1. Pemberian heksamina dengan dosis 2x500 mg secara per oral kurang dari dosis yang seharusnya. Dosis

yang seharusnya diberikan adalah 1 g tiap 12 jam (Anonim, 2004). Dosis kurang dari dosis terapi. DTP yang terjadi : dosis terlalu rendah.

3. Pemberian dosis antibiotik seftriakson 2x1 g telah tepat dosis karena dosis yang seharusnya adalah 1-2 g setiap 12-24 jam.

2. Pemberian dosis antibiotik sefiksim 2x100 mg sudah tepat, karena dosis yang dapat diberikan adalah 100 mg setiap 12-24 jam.

3. Dosis furosemid secara intravena yang diberikan telah tepat dosis terapi, karena dosis furosemid yang dapat diberikan sebesar 20-80 mg.

Rekomendasi 1. Heksamina diberikan dengan dosis 1 gram setiap 12 jam 2. Pertahankan terapi dan monitor penggunaan antibiotik agar tidak terjadi resistensi 3. Monitor kadar kalium dalam darah

64

Tabel XXXII. DTP Kasus 17 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 KASUS 17 Subyektif BN. No.RM 01920462. Jenis kelamin Laki-laki. Umur : 25 tahun. Diagnosa utama: Suspect CRF, obstruksi uropathy Obyektif

Pengukuran 07-08-08 Satuan Nilai normal Hematologi: Hb 9.24 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 13.10 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Hitung jenis: Hematokrit 26.9 % 41.0 – 53.0 Trombosit 388 ribu/mmk 140.0 – 440.0 Fungsi ginjal: Ureum 104.2 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 4.50 mg/dL 0.80 – 1.40 Masa perdarahan 2 1/menit 2-7 Masa penjendalan 8 5-12 Masa protrombin 16.2 1/detik 12-18 Tromboplastin 32.10 22.60-35.00 Suhu (0C) Berkisar antara 36-37 Nadi (x/menit) Berkisar antara 80-84Tekanan darah (mmHg) Berkisar 120/70 ; 130/80 ; 140/90 ; 150/90

Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat Gracef® (seftriakson) 2x1 g(i.v), CaCO3 3x1(oral), asam folat 3x1 (oral), Cefarox® (sefiksim) 100 mg 3x1(oral), Ketosteril® 630 mg 3x1 (oral), Nutriflam® 3x1 (oral), ATP/infuse 1x1 (i.v), Remopain® (ketorolak) 2x1 (i.v) Penilaian 1. Pemberian dosis antibiotik seftriakson 2x1 g telah tepat dosis karena dosis yang seharusnya

adalah 1-2 g setiap 12-24 jam. 2. Dosis sefiksim yang diberikan secara peroral adalah 3x100 mg. Pasien memiliki kliren

kreatinin (Clcr) = 20,89 ml/menit sehingga dosis yang seharusnya diberikan adalah 200 mg sehari dalam dosis terbagi. Dosis lebih dari dosis terapi. DTP yang terjadi: dosis terlalu tinggi

3. Dosis Ketosteril® yang diberikan secara peroral adalah 3x1. Dosis yang seharusnya diberikan adalah 4-8 kaplet 3x perhari. Dosis tersebut kurang dari dosis terapi. DTP yang terjadi: dosis terlalu rendah

4. Pemberian Ketosteril dapat menyebabkan efek samping hiperkalsemia Rekomendasi 1. Pertahankan terapi dan monitor penggunaan antibiotik agar tidak terjadi resistensi. 2. Sefiksim diberikan dengan dosis 200 mg sehari dalam dosis terbagi. 3. Dosis Ketosteril® diberikan dengan dosis 3x 4-8 kaplet per hari. 4. Monitor kadar kalsium dalam darah

*DTP yang terjadi sama pada kasus 19

65

Tabel XXXIII. DTP Kasus 18 Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008

KASUS 18 Subyektif Sun. No.RM 00989238. Jenis kelamin laki-laki. Umur : 47 tahun. Keluhan utama pasien masuk rumah sakit karena Mau exterpasi bulbi, badan lemas, DM. Diagnosis utama : DM + CRF + Glaukoma

Obyektif Pengukuran Hasil Satuan Nilai normal

1/8 2/8 3/8 4/8 7/8 8/8 Hematologi: Hb 9.80 8.00 10,10 gr % 13.50 – 17.50

Lekosit 7.14 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Hitung jenis: Eosinofil 6.3 % 0 – 5.0 Basofil 1.8 % 0 – 2.0 Segmen 65.9 % 47.0 – 80.0 Limfosit 19.7 % 13.0 – 40.0 Monosit 6.3 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 28.3 24.4 % 41.0 – 53.0 Eritrosit 3.22 juta/mmk 4.5 – 5.90 Trombosit 283.0 ribu/mmk 140.0 – 440.0

Gula darah sewaktu

545.0 386.0 177.0 gr/dL 70.0 – 140.0

Glukosa puasa 338.0

Glukosa PP 458.0 HBsAg Negative Fungsi ginjal:

Ureum 191.7 96.7 119.2 41.0 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 10.20 4.40 9.3 3.60 mg/dL 0.80 – 1.40 Suhu (0C) Berkisar antara 36,5-37,5 Nadi (x/menit) Berkisar antara 80-88

Tekanan darah (mmHg)

Berkisar 130/80 ; 150/80; 170/110 ; 180/100

Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat Metrix® (glimepirid) 2x1 (oral), CaCO3 3x1 (oral), asam folat 3x1 (oral), Adalat ®

(nifedipin) 1x30 mg (oral), Irvel® (irbesartan) 1x300 mg (oral), Zypras® (alprazolam) 1x1/2 (oral), Actrapid (insulin)

3x12 ui (i.v), sefadroksil 500 mg 3x1 (oral), Tanapres® (imidapril HCl) 1x1 (oral), Epotrex® (eritropoietin) (i.v) Penilaian Dosis antibiotik sefadroksil yang diberikan adalah 3x500mg. Pasien memiliki kliren kreatinin (Clcr) = 21,22 ml/menit. Pemberian sefadroksil pada pasien yang memiliki Clcr 10-25 ml/menit diberikan setiap 24 jam sehingga pemberian sefadroksil 3x500 mg lebih dari dosis terapi. DTP yang terjadi : dosis terlalu tinggi.

Rekomendasi Sefadroksil diberikan dengan interval waktu setiap 24 jam. Kontrol penggunaan antibiotik agar tidak terjadi resistensi.

66

Drug therapy problems (DTP) yang ditemukan dalam penelitian ini

antara lain adalah obat dengan dosis terlalu rendah (dose too low), dosis terlalu

tinggi (dose too high), ketidakpatuhan pasien (non compliance), butuh tambahan

obat (needs additional drug therapy) , efek obat yang merugikan (adverse drug

reaction), dan interaksi obat. Ringkasan masing-masing DTP tersebut dapat

dilihat di bagian tabel XXXIV.

Tabel XXXIV. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

2, 10 sefiksim Penggunaan dosis sefiksim pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya, yaitu 400 mg. Kasus 2 menerima dosis 300 mg sedangkan kasus 10 menerima dosis 200 mg.

Dosis sefiksim dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus.

3

metronidazol

Penggunaan dosis metronidazol secara per oral pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya, yaitu 250-500 mg 3-4xsehari. Kasus 3 menerima dosis 500 mg 2xsehari.

Dosis metronidazol dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus.

5, 6, 16 Penggunaan dosis metronidazol secara injeksi pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya, yaitu 500 mg 3xsehari. Kasus 5, 6, dan 16 menerima dosis 500 mg 2xsehari.

Dosis metronidazol dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus

8 siprofloksasin Penggunaan dosis siprofloksasin pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya, yaitu 400 mg 2xsehari. Kasus 8 menerima dosis 200 mg 2xsehari.

Dosis siprofloksasin dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus

15 heksamina Penggunaan dosis heksamina pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya, yaitu 1g 2xsehari. Kasus 15 menerima dosis 500 mg 2xsehari.

Dosis heksamina dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus

17, 19 Ketosteril® Penggunaan dosis Ketosteril® pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya, yaitu 630 mg 3xseharix4-8 tablet. Kasus 17 dan 19 menerima dosis 630 mg 3xseharix1 tablet.

Dosis Ketosteril® dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus

67

Jenis obat yang menjadi penyebab DTP dosis terlalu rendah adalah

sefiksim, metronidazol, siprofloksasin, heksamin, dan Ketosteril®. DTP terjadi

dikarenakan dosis pemberian yang tidak sesuai. Dosis obat yang terlalu rendah ini

akan mengakibatkan konsentrasi obat dalam darah berkurang, sehingga tidak

mencapai efek obat yang diharapkan. Penggunaan dosis yang terlalu rendah pada

obat antibiotik sefiksim, metronidazol, dan siprofloksasin akan mengakibatkan

obat tidak dapat membunuh bakteri penyebab infeksi sehingga akan memiliki

resiko terjadinya resistensi.

Tabel XXXV. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Tinggi Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

18 sefadroksil Penggunaan dosis sefadroksil pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan melebihi dari dosis yang seharusnya, yaitu 500 mg setiap 24 jam. Kasus 18 menerima dosis 500 mg 3xseharix1 tablet.

Dosis sefadroksil diturunkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus

17 sefiksim Penggunaan dosis sefiksim pada pasien tidak tepat karena pasien memiliki kliren kreatinin (Clcr) = 20,89 ml/menit sehingga dosis yang seharusnya diberikan adalah 200 mg sehari dalam dosis terbagi . Kasus 17 menerima dosis 100 mg 3xseharix1 tablet.

Dosis sefiksim diturunkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus

Pemberian obat dengan dosis yang terlalu tinggi akan dapat

mengakibatkan kadar obat dalam darah meningkat. Hal ini tentunya dapat

menimbulkan efek samping obat yang tidak diinginkan bahkan dapat

menimbulkan toksisitas. Penggunaan sefadroksil dan sefiksim dengan dosis yang

terlalu tinggi dapat menyebabkan efek seperti mual, muntah, diare, dan

hiperiritabilitas neuromuskular (seizure).

68

Tabel XXXVI. Kelompok Kasus DTP Ketidakpatuhan Pasien Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

5 siprofloksasin Penggunaan siprofloksasin untuk terapi di rumah, obat tidak digunakan karena pasien tidak menebus resep obat.

Sebaiknya obat di-tebus mengingat si-profloksasin me-rupakan antibiotik yang apabila peng-gunaannya tidak tepat akan menyebabkan resiko terjadinya re-sistensi.

Dari tabel XXXVI, diketahui bahwa hanya satu kasus yang ditemukan

dengan DTP ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan pasien terhadap proses

pengobatan akan mempengaruhi efektifitas terapi. Pada kasus pasien 5, pasien

tidak menebus resep obat siprofloksasin dari dokter dikarenakan pasien tidak

mempunyai cukup biaya untuk menebus resep dari dokter. Hal ini akan

mempengaruhi proses terapi antibiotik yang apabila tidak digunakan dengan tepat

dapat menimbulkan resiko terjadinya resistensi.

Tabel XXXVII. Kelompok Kasus DTP Butuh Tambahan Obat Pada Kasus Pasien di

Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-September 2008

Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 1, 7 furosemid Penggunaan furosemid

berpotensi munculnya efek samping hipokalemia sehingga perlu adannya tambahan asupan kalium. Kasus 1 dan 7 tidak mendapatkan asupan kalium.

Monitor kadar kalium dalam darah dan perlu asupan kaium.

Dari tabel di atas, jumlah kasus DTP butuh obat tambahan ditemukan

sebanyak 2 kasus. Pada kedua kasus ini obat yang perlu ditambahkan pada proses

terapi adalah asupan kalium. Asupan kalium ini dibutuhkan untuk mengatasi

kemungkinan terjadinya efek samping dari furosemid yaitu hipokalemia. Efek dari

hipokalemia ini akan mengakibatkan perubahan irama denyut jantung pada

69

pasien. Oleh karena itu perlu adanya asupan kalium dan perlu dilakukannya

monitor kadar kalium dalam darah.

Tabel XXXVIII. Kelompok Kasus DTP Adverse Drug Reaction (ADR) Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

Agustus-September 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

1

furosemid

Pasien mengalami gatal-gatal pada kulit, hal ini dapat terjadi karena dimungkinkan merupakan efek samping yang merugikan dari furosemid.

Pasien mendapatkan antihistamin, lanjut-kan terapi sampai keluhan hilang,

9 Pasien mengalami diare, hal ini dapat terjadi karena dimungkinkan adanya efek samping yang merugikan dari pemberian furosemid

Pasien mendapatkan Arcapec® untuk mengatasinya, lan-jutkan terapi sampai keluhan hilang.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa ditemukan 2 kasus pasien yang

mengalami DTP efek samping obat yang merugikan atau adverse drug reaction

(ADR). ADR yang terjadi adalah pada penggunaan furosemid, yaitu terjadinya

rasa gatal pada kulit dan diare.

Tabel XXXIX. Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-

September 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

5 siprofloksasin dengan Teosal ® (salbutamol sulfat dan teofilin)

Siprofloksasin berinteraksi dengan teofilin dengan tingkat signifikansi 2. Siprofloksasin akan meningkatkan efek teofilin.

Siprofloksasin se-baiknya tidak di-gunakan bersamaan dengan Teosal ®

9 furosemid dengan kaptopril

Furosemid beinteraksi dengan kaptopril dengan tingkat signifikansi 3, kaptopril akan menurunkan efek dari Furosemid.

Pemberian furosemid sebaiknya tidak digunakan bersamaan dengan kaptopril

Siprofloksasin dan Teosal® (salbutamol sulfat dan teofilin) jika diberikan

secara bersamaan akan terjadi interaksi dengan tingkat signifikansi 2 dan onset

tertunda serta tingkat keparahan sedang (moderate). Interaksi dari kedua obat

70

tersebut akan mengakibatkan peningkatan kadar plasma dari teofilin sehingga

dapat meningkatkan efek farmakologi maupun efek samping dari teofilin.

Obat lain yang mengalami interaksi bila digunakan secara bersamaan

adalah furosemid yang berinteraksi dengan kaptopril dengan tingkat signifikansi 3

dan onset ditunda serta tingkat keparahan ringan (minor). Interaksi dari kedua

obat tersebut adalah kaptopril akan menurunkan efek furosemid. Tingkat

signifikansi 3 artinya efek yang ditimbulkan biasanya bersifat ringan, tidak

mempunyai pengaruh signifikan terhadap terapetik outcome, dan biasanya tidak

membutuhkan perlakuan tambahan.

Interaksi obat yang terjadi ini dapat meningkatkan maupun menurunkan

efektifitas dari obat yang saling berinteraksi. Hal ini akan berdampak pada terapi

yaitu dapat menurunkan efek terapetik dan meningkatkan toksisitas dari obat

tersebut.

Tabel XL. Jenis DTP yang Ditemukan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Agustus-September 2008

Jenis DTP Jumlah (kasus) Persentase % Dosis terlalu rendah (dose too low) 10 47,6 Dosis terlalu tinggi (dose too high) 2 9,5 Ketidakpatuhan pasien (non compliance) 1 4,8 Butuh tambahan obat (needs additional drug therapy) 2 9,5 Efek obat merugikan (adverse drug reaction) 2 9,5 Interaksi obat 2 9,5 Tanpa DTP 7 33,3

DTP yang paling sering terjadi adalah pada jenis DTP dosis terlalu

rendah (dose too low) dengan persentase sebesar 47,6%. Banyaknya obat yang

diberikan dengan dosis yang terlalu rendah akan dapat mengakibatkan konsentrasi

obat dalam darah berkurang, sehingga tidak dapat mencapai efek obat yang

diharapkan.

71

Gambar 7. Jenis DTP yang Ditemukan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS

Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan sistem Saluran Agustus-September 2008

D. Evaluasi Masalah Utama ME Fase Administrasi dan DTP 

Berdasarkan evaluasi masalah utama ME fase administrasi dan DTP,

diketahui bahwa kejadian ME fase administrasi yang paling banyak ditemukan

adalah kegagalan mencek instruksi, sedangkan DTP yang paling banyak

ditemukan adalah dosis terlalu rendah. Evaluasi terhadap permasalahan utama

yang menyebabkan terjadinya ME fase administrasi dan DTP tersebut

memerlukan data penunjang berupa wawancara terstruktur terhadap dokter,

apoteker, dan perawat yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan

tentang apa yang menjadi masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan

DTP.

1. Wawancara dengan dokter

Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang dokter yang bertugas di

bangsal kelas III RS Bethesda, dapat disimpulkan bahwa dokter mengakui bahwa

issue ME perlu mendapat perhatian lebih lanjut. Hal ini ditunjukkan dengan

72

adanya sikap para dokter yang sangat setuju dengan adanya keberadaan apoteker

di bangsal, karena bagi para dokter dengan adanya apoteker maka akan sangat

membantu dalam proses monitor pemberian maupun penggunaan obat kepada

pasien. Perhatian apoteker terhadap obat yang akan diberikan dan digunakan

pasien ditunjukkan dengan mempertimbangkan dosis (besar, frekuensi, dan durasi

pemberian), kontraindikasi, serta interaksi obat selama obat digunakan oleh pasien

di bangsal. Oleh karena itu, dengan adanya seorang apoteker yang ada di bangsal,

maka kejadian ME dapat ditekan.

2. Wawancara dengan apoteker

Berdasarkan wawancara dengan seorang apoteker yang ada di bangsal

kelas III RS Bethesda, dapat disimpulkan bahwa apoteker menganggap issue ME

merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Perhatian apoteker terhadap issue

ME ini bertujuan agar dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan

selama penggunaan obat oleh pasien. Perhatian terhadap issue ME tersebut

dibuktikan dengan dilakukannya pemberian informasi (konseling) kepada pasien

maupun kerabat pasien mengenai obat yang digunakan oleh pasien. Informasi

yang biasa diberikan oleh apoteker yaitu meliputi nama obat, indikasi, aturan

pakai obat, cara penyimpanan, efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal

lain yang dirasa diperlukan. Namun, pemberian informasi kepada pasien tidak

dapat sepenuhnya dijalankan oleh apoteker tersebut karena adanya keterbatasan

jumlah apoteker di bangsal, maka pemberian konseling tersebut hanya dilakukan

pada beberapa pasien tertentu saja. Dengan keterbatasan jumlah apoteker yang ada

di bangsal ini pun, maka kegiatan monitor terhadap pemberian dan penggunaan

73

obat kepada pasien tidak dapat dilakukan sepenuhnya oleh apoteker, sehingga

perawat akan mengambil alih tugas apoteker tersebut untuk memonitor pemberian

dan penggunaan obat pasien. Hal ini tentunya akan berpotensi untuk menimbulkan

terjadinya ME.

3. Wawancara dengan perawat

Wawancara dengan perawat ini dilakukan pada 14 perawat yang bertugas

di Bangsal Kelas III RS Bethesda. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat

dismpulkan bahwa perawat menganggap penting mengenai issue ME sehingga

issue ME ini perlu mendapat perhatian. Hal tersebut terbukti dengan keinginan

dari perawat akan adanya apoteker yang bertugas di bangsal dan dari kegiatan

perawat yang berusaha selalu memberikan informasi kepada pasien mengenai

penggunaan obat, serta mengingatkan pasien jika lupa meminum obatnya.

Berdasarkan hasil wawancara juga diketahui bahwa informasi yang

diperoleh perawat dari apoteker sangat terbatas, sebagian besar hanya sebatas

informasi penggunaan obat. Hal tersebut dikarenakan kurangnya waktu pertemuan

antara perawat dengan apoteker, yang merupakan akibat dari keterbatasan jumlah

apoteker yang bertugas di bangsal kelas III RS Bethesda.

Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter, apoteker, dan perawat

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa masalah utama yang menyebabkan

terjadinya ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat gangguan sistem

saluran urinari pada pada pasien yang dirawat di bangsal kelas III RS Bethesda

periode Agustus-September 2008 adalah terbatasnya jumlah apoteker yang

bertugas untuk melakukan monitor pemberian dan penggunaan obat kepada pasien

74

di bangsal kelas III RS Bethesda. Dengan adanya keterbatasan jumlah apoteker

tersebut maka mengakibatkan tugas dan tanggung jawab apoteker di bangsal

seperti mengecek dosis dan aturan pakai obat, efek samping, interaksi, dan

kontraindikasi, melakukan konseling pasien tidak dapat dilakukan secara penuh.

Hal inilah yang akan mengakibatkan terjadinya ME dan DTP.

E. Dampak Terapi

Dampak terapi dapat dilihat dari lama tinggal pasien/Length of Stay

(LOS), peningkatan kondisi kesehatan pasien terlihat dalam pemeriksaan fisik

maupun hasil laboratorium, serta diagnosis keluar dari dokter yaitu apakah pasien

keluar dari rumah sakit dalam keadaan telah sembuh, dalam perbaikan, ataupun

keluar atas permintaan sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar

kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran urinari pulang

dengan kondisi keluar sembuh. Sebagian besar kasus pulang atas persetujuan dari

dokter dan kemudian melakukan kontrol pemeriksaan sesuai waktu yang telah

ditentukan oleh dokter yang merawat. Dampak terapi berdasarkan kondisi keluar

dapat dilihat pada tabel XLI.

Tabel XLI. Kondisi Keluar Kasus Pasien di Bangsal Kelas III RS Bethesda yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari

No. Kondisi Keluar Jumlah kasus Persentase (%) 1 Sembuh 17 812 Perbaikan 3 14,33 Atas Permintaan Sendiri (APS) 1 4,8

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar kasus pasien

pulang dengan kondisi sembuh setelah menjalani perawatan beberapa di hari di

75

bangsal yaitu sebanyak 17 kasus atau sebesar 81%. Akan tetapi terdapat 1 kasus

yang pulang atas permintaan sendiri. Hal ini disebabkan kelurga meminta pasien

untuk dibawa pulang. Pasien pulang atas permintaan sendiri kemungkinan dapat

terjadi karena faktor ekonomi sehingga pasien tidak dapat melanjutkan rawat inap.

F. Rangkuman Pembahasan

Profil kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

urinari di bangsal III RS Bethesda Agustus 2008–September 2008, berdasarkan

data yang diperoleh ada 21 kasus dengan persentase terbesar kelompok umur 17-

<65 tahun yaitu sebesar 81% kasus ; berjenis kelamin laki-laki 81% ; jenis

pekerjaan sebagai pegawai swasta 38,1% ; tingkat pendidikan SLTA 38,1%. Hasil

diagnosis dokter, didapatkan ada tiga macam jumlah diagnosis, yaitu satu

diagnosis, dua diagnosis, tiga diagnosis, dan kasus pasien tanpa keterangan

diagnosis, yang terbanyak adalah kasus pasien dengan diagnosis yaitu batu ureter

yang berjumlah 7 kasus. Pengelompokkan kasus pasien berdasarkan umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan diagnosis utama digunakan

untuk menggambarkan profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda Agustus–September 2008.

Profil obat pasien dibagi menjadi dua yaitu profil obat secara umum dan

profil obat secara khusus (obat gangguan sistem saluran urinari). Berdasarkan

pengelompokkan tersebut diketahui jumlah obat yang diterima pasien berkisar

antara 3 sampai 13 jenis obat. Profil obat gangguan sistem saluran urinari terdiri

dari jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan obat dan aturan pemakaian obat

76

(meliputi kekuatan, frekuensi pemakaian, dan durasi pemakaian). Jumlah dan

jenis obat yang berhubungan dengan gangguan sistem saluran urinari yang banyak

digunakan adalah 2 dan 3 jenis obat yaitu sebanyak 7 kasus. Jenis obat yang

paling banyak digunakan adalah obat dari golongan antibakteri dengan jenis obat

seftriakson. Selain itu, dalam kasus juga ditemukan penggunaan obat diuretik

kuat, antiseptik, obat saluran kemih dan kelamin golongan lain serta suplemen dan

terapi penunjang, sedangkan bentuk sediaan dari obat antibakteri dan diuretik kuat

terbanyak adalah bentuk sediaan injeksi dan bentuk sediaan dari obat antiseptik,

saluran kemih dan kelamin golongan lain maupun suplemen dan terapi penunjang

adalah dalam bentuk tablet (oral). Pengelompokan profil obat berdasarkan aturan

pakai obat gangguan sistem saluran urinari meliputi dosis yang diberikan,

frekuensi penggunaan obat, dan durasi pemberian.

Identifikasi DTP pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan

sistem saluran urinari ditemukan 10 kasus dosis terlalu rendah (dose too low), 2

kasus dosis terlalu tinggi (dose too high), 1 kasus ketidakpatuhan pasien (non

compliance), 2 kasus butuh tambahan obat (needs additional drug therapy), 2

kasus efek obat yang merugikan (Adverse drug reaction), 2 kasus interaksi obat,

dan 7 kasus tanpa DTP.

Identifikasi ME, ditemukan bahwa ME yang sering terjadi pada fase

administrasi adalah kegagalan mencek instruksi yang terjadi sebanyak 16 kasus

atau sebesar 76,2%. Evaluasi masalah utama kejadian ME fase administrasi dan

DTP penggunaan obat gangguan sistem saluran urinari pada pasien di bangsal

kelas III RS Bethesda periode Agustus-September 2008 dilakukan berdasarkan

77

data hasil wawancara terhadap dokter, apoteker, dan perawat. Berdasarkan hasil

wawancara tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah utama kejadian ME

fase administrasi dan DTP pada kajian penelitian ini yaitu adanya keterbatasan

jumlah apoteker yang bertugas di bangsal untuk memonitor pemberian dan

penggunaan obat kepada pasien.

Dampak terapi terbanyak yang dialami kasus pasien dilihat dari kondisi

keluarnya yaitu pasien keluar dalam kondisi sembuh sebanyak 17 kasus atau

sebesar 81%.

78

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian evaluasi masalah utama kejadian medication

error fase administrasi dan drug therapy problems pada pasien Rumah Sakit

Bethesda Agustus-september 2008 (kajian terhadap penggunaan obat gangguan

sistem saluran urinari), maka dapat diambil beberapa kesimpulan :

1. Kelompok umur kasus pasien paling banyak yaitu kelompok umur 17-<65

tahun sebesar 80,1%, kelompok kasus pasien terbanyak dengan jenis kelamin

laki-laki sebanyak 80,1%, jumlah kasus terbanyak dengan tingkat pendidikan

SLTA sebanyak 38,1%, jumlah kasus terbanyak dengan jenis pekerjaan

pegawai swasta sebanyak 38,1%. Kasus paling banyak mengalami diagnosis

utama adalah batu ureter sebanyak 7 kasus.

2. Jumlah dan jenis obat yang diterima pasien secara keseluruhan yaitu 3 sampai

13 jenis obat. Jumlah dan jenis obat yang berhubungan dengan gangguan

sistem saluran urinari yang banyak digunakan pada 21 kasus pasien adalah 2

dan 3 jenis obat sebanyak 7 kasus. Jenis obat yang paling banyak digunakan

adalah obat dari golongan antibakteri dengan jenis obat seftriakson sebesar

47,6%. Pada kasus juga ditemukan penggunaan obat diuretik kuat, antiseptik,

saluran kemih dan kelamin golongan lain serta suplemen dan terapi

penunjang. Bentuk sediaan dari obat gangguan sistem saluran urinari paling

banyak diberikan secara oral. Kekuatan (dosis) dari obat antibakteri banyak

79

pada dosis 1g (vial) dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari dengan durasi

pemberian selama 3 hari.

3. Kejadian DTP pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran urinari ditemukan 10 kasus dosis terlalu rendah (dose too low), 2 kasus

dosis terlalu tinggi (dose too high), 1 kasus ketidakpatuhan pasien (non

compliance), 2 kasus butuh tambahan obat (needs additional drug therapy), 2

kasus efek obat yang merugikan (Adverse drug reaction), 2 kasus interaksi

obat, dan 7 kasus tanpa DTP. Kejadian ME fase administrasi yang sering

terjadi pada kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

adalah kegagalan mencek instruksi yaitu sebanyak 16 kasus atau sebesar

76,2%. Masalah utama kejadian ME fase administrasi dan DTP yaitu adanya

keterbatasan jumlah apoteker yang bertugas memonitor pemberian dan

penggunaan obat kepada pasien di bangsal kelas III RS Bethesda. Dampak

terapi terbanyak yang dialami kasus pasien dilihat dari kondisi keluarnya yaitu

pasien keluar dalam kondisi sembuh sebanyak 17 kasus atau sebesar 81%.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini : 1. Perlu adanya perhatian dari pihak RS Bethesda untuk melakukan optimasi

pembagian waktu kerja apoteker yang ada agar monitoring pemberian dan

penggunaan obat pada pasien di bangsal kelas III lebih optimal sehingga

diharapkan dapat menekan kejadian ME dan DTP.

80

2. Perlu adanya perhatian dan evaluasi mengenai penggunaan obat gangguan

sistem saluran urinari di bangsal kelas III RS Bethesda Yogyakarta.

3. Pencatatan daftar tanda vital dan daftar pemberian obat hendaknya diisi secara

lengkap sehingga dapat memantau perkembangan kondisi pasien dan

penggunaan obat pada pasien.

81

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998, NCCMERP Taxonomy of Medication Errors, http://www.NCCMERP/pdf/taxo2001-07-31, diakses tanggal 9 Agustus 2008

Anonim, 2003, Medication Errors, http://www.fda.gov/eder/drug/MedErrors/

default.htm. Diakses tanggal 4 November 2008

Anonim, 2004, British National Formulary 48, 303, BMJ Publishing Group, Great Britain

Anonim, 2007a, Acute Renal Failure, http://www.jama.com. Diakses tanggal 13 September 2008

Anonim, 2007b, Batu Ginjal, http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_ginjal. Diakses

tanggal 13 September 2008 Anonim, 2008, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi , Edisi 7, PT.Info Master,

Jakarta Cohen, M.R.,, 1991, Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),

Medication Error, American Pharmaceutical Association, Washington, DC Dale, D.C., 2003, Scientific American Medicine, volume II, 1993-1998, Web MD

Inc., New York Dipiro, J, 2005, Pharmacotherapy : Pathophysiologic Approach, 6th edition,

1033-1047, McGraw-Hill, New York Dwiprahasto, I., Kristin, E., 2008, Masalah dan Pencegahan Medication Error,

Bagian Farmakologi dan Toksikologi/Clinical Epidemiology & Biostatistics Unit, Fak. Kedokteran UGM/RS. Dr. Sardjito Yogyakarta, Avail.at. http://www.dkkbpp.com/index.php?option=com_content&task=view&id=132&Itemid=47

Hartini, Y.S., Sulasmono, 2007, Apotek, Edisi revisi, 729, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta Hinlandaou, E.Y.,2008, Evaluasi Medication Error Resep Racikan Pasien

Pediatrik di Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda pada Bulan Agustus 2007, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Japaries, W., 1995, Penyakit Ginjal, Cetakan III, 20, 56-74, 75-80, Arcan, Jakarta

82

Krismayanti, M., 2007, Evaluasi Drug Realted Problems Pada Pengobatan Pasien Stroke Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Lacy, C.F., et al, 2006, Drug Information Handbook, 14th Ed., Lexi-comp, Ohio.

McGraw-Hill Co., New York Laurence, B., MJ Brown, 1997, Clinical Pharmacology, 8th Edition, Churchill

Living Stone, London Pote, S., et.al., 2007, Medication Prescribing Errors in a Public Teaching

Hospital in India: a Prospective Study, 19 [email protected], diakses tanggal 29 September 2008

Pratiknya, A.W., 2007, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan, CV Rajawali, Jakarta Price, S.A., 1985, Patofisiologi, Edisi II, 3-13, Penerbit Buku Kedokteran ECG,

Jakarta Rovers, J.P., Currie,J.D.,Hagel,H.P., McDonough, R.P., Sobotka, J.L., 2003, A

Practical Guide to Pharmaceutical Care, 2nd Ed., American Pharmaceutical Association, Washington

Tatro, D.S. (Ed), 2006, Drug Interaction Facts, Facts&Comparison, Wolters

Kluwer, St. Louis Tierney,L.M., et. al., 2002, Current Medical Diagnosis & Treatment, 41th Edition,

929-941, Mc Grawhill, New York Tietze, K.J., 2004, Clinical Skills for Pharmacists, A Patient-Focused Approach,

2nd Ed., Mosby, St. Louis Sekarwana, N., 1996, Gagal Ginjal Kronik : dalam Buku Ajar Nefrologi Anak,

Jilid II, 465-484, FK UI, Jakarta Strand, L.M., et.al., 2004, Pharmaceutical Care Practice, 82-83, McGraw-Hill

Co., New York

Kasus1 LAMPIRAN 1

 

Data Diri

Pemeriksaan

Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Nama Obat Dosis &

Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Hasil Lab Nilai Normal 2 Agt 2008 4 Agt 2008 6 Agt 2008

Nama: Ynt

Anamnese : 3 hari kaki terasa bengkak, sesak

Hb(gr%) 13.50 – 17.50 10,20 11,30

Lekosit(ribu/mmk) 4.10 – 10.90 7,41

No. RM: 01920264

Trombosit(ribu/mmk) 140.0 – 440.0 287,0

Ureum(mg/dl) 10.0 – 50.0 109,2 122,1 58,1

Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 8,60 8,40 4,70

Jenis kelamin: Laki-laki

Umur: 52 tahun

D. utama: CKD

Tgl masuk: Tanda Vital

2 Agt 2008 D. sekunder: Suhu (ºC) berkisar antara 36-37

- TD (mmHg) berkisar 150/100 ; 170/120 ; 180/110

Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Dokter: S Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

2 Agt 2008 3 Agt 2008 4 Agt 2008 5 Agt 2008 6 Agt 2008 7 Agt 2008 Ascardia®

80 mg 1x1 p.o √  √  √  √  √  √ 

CaCO3 3x2 p.o 2x √ √ √ √ √

asam folat 3x1 p.o 2x √ √ √ √ √

nifedipin 10 mg 3x1 p.o _ 2x √ √ √ √

diazepam 5 mg 1x1/2 p.o _ √ ekstra pagi √ √ √ √

furosemid 40 mg 1x1 p.o _ Tidak diberi √ √ √ √

Lasix® 2 ampul i.v _ _ _ _ _ √

Kasus 2 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan

Nama : Nama Obat

Dosis & Cara Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Sbt Anamnese : Pemberian Hasil Lab Nilai Normal 1 Agt 2008 No.RM : 3 hari nyeri Hb (gr%) 13.50 – 17.50 15.1

917464 perut kanan Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 10.90 20.1 sampai dengan Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 44.3

Jenis Pinggang Trombosit (ribu/mmk) 140.0 – 440.0 303 Kelamin : bawah Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 31.6 Laki-laki Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 1.5

Warna Urine kuning Umur : BJ 1.615 56 tahun D.Utama : pH 6

Os Pyelum S Protein positif Tgl.masuk : Glukosa negatif 1 Agt 2008 Leko pucat 20-30

D.sekunder : Epitel sedikit Dokter : A Os calex med S

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36-39 TD (mmHg) berkisar 90/60 ; 120/90 ; 130/80 ; 150/90 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

1 Agt 2008 2 Agt 2008 3 Agt 2008 4 Agt 2008 5 Agt 2008 6 Agt 2008 7 Agt 2008

Remopain® 10mg/ml 2x1 amp i.v 1x 1x _ 1x √ _ _

ceftriaxon 1 g 1x1 iv √ Stop ganti

Gracef Gracef® 1g 2x1 i.v _ √ 1x √ √ 1x 1x

Ranitidine 50 mg/2ml 2x1 i.v _ √ √ √ √ - _

Xylladelaa 2:1/2 _ _ _ _ _ _ _ paracetamol 500 mg 3x1 p.o _ _ _ _ √ 2x _ Cefarox® 100mg 3x1 p.o Diberikan mulai tanggal 8 Agt 2008 Pronalges ® 100 mg 3x1 p.o _ _ _ _ _ _ _ Nutriflam ® 100 mg 3x1 p.o _ _ _ _ _ _ _ Kalnex ® 500 mg p.o √ √ 1x

Kasus 3 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Wyn Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal 4Agt 2008 No.RM : Sejak 1 bulan Hb (gr%) 13.50 – 17.50 12.70

01920382 Pinggang kiri Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 10.90 10.38 Sampai perut Eosinofil (%) 0 – 5.0 0.8

Jenis Sakit Basofil (%) 0 – 2.0 0.4 Kelamin : Segmen (%) 47.0 – 80.0 82.5 Laki-laki Limfosit (%) 13.0 – 40.0 11.7

Monosit (%) 2.0 – 11.0 4.5 Umur : Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 39.4 41 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk) 4.5 – 5.90 4.84

Adeno Ca Colo Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 287.0

Tgl.masuk : MPV (fL)

4.0 – 11.0 11.70

4 Agt 2008 PDW (fL) 0 – 5.0 12.50 D.sekunder : Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 45.8

Dokter : S - Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 1.10

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36-39 TD (mmHg) berkisar 110/70 ; 120/70 ; 130/80 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

4 Agt 2008 5 Agt 2008 6 Agt 2008 7 Agt 2008 8 Agt 2008 9 Agt 2008 10 Agt 2008

ranitidin 50 mg/2ml) 2x1 ampul i.v 1x √ √ 1x √ 1x √

ketorolak (10mg/ml) 1ampul i.v 1x _ 1x 2x √ 1x 1x

ceftazidi me 1 g 2x1 i.v _ 1x 1x _ _ _ _ metronidazol 500 mg 2x1i.v _ _ 1x √ √ 1x √ Stabactam ® 1 g 2x1 i.v _ _ _ √ √ √ √ Cataflam ® 50 mg 2x1 p.o 1x 1x _ _ √ 2x _

Mucosta® 100 mg 3x1 p.o Tgl 12 Agt

2x

Pronalges® 50 mg 3x1 p.o Tgl 12 Agt

2x

Meiact® 200 mg 2x1 Tgl 12 Agt

1x

Kasus 4 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

AS Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal 12 Agt 2008 No.RM : - Hb (gr%) 13.50 – 17.50 14.50

01920691 Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 10.90 12.60 Eosinofil (%) 0 – 5.0 0.1

Jenis Basofil (%) 0 – 2.0 0.2 Kelamin : Segmen (%) 47.0 – 80.0 82.9 Laki-laki Limfosit (%) 13.0 – 40.0 6.6

Monosit (%) 2.0 – 11.0 10.3 Umur : Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 42.3 39 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk) 4.5 – 5.90 4.63

- Trombosit (ribu/mmk) 140.0 – 440.0 296.0 Tgl.masuk : Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 38.4 12 Agt 2008 Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 1.20

D.sementara : Warna urine Kuning Dokter : B Uretrolithiasis D BJ 1.015

pH 6.00

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36-38 TD (mmHg) berkisar 110/70 ; 140/90 ; 150/90 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

12 Agt 08 13 Agt 08 14 Agt 08 15 Agt 08 16 Agt 08

3x1 p.o √ - - - - Spasmium® Pamol® 500 mg 4x1 p.o √ 1x √ 1x - ofloxacin 400 mg 2x1/2 1x √ √ - Primperan 10mg/2ml 2x1 i.v √ 1x - - ranitidin 50 mg/2ml 2x1 i.v √ 1x - - ceftazidime 1 g 2x1 i.v 1x 1x √ - Remopain® 10 mg/ml 2x1 i.v - 1x 1x Kalnex ® 50 mg 2x1 i.v - 1x 1x

Kasus 5

Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Pemeriksaan

Nama : Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Mwt Anamnese : Hasil Lab Nilai

Normal 19 Agt 2008 No.RM : Mulai tadi perut Hb (gr%) 12.0 – 18.0 12.60

00962303 kanan bawah Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 13.0 10.84 nyeri Eosinofil (%) 0 – 5.0 7.9

Jenis Basofil (%) 0 – 2.0 0.6 Kelamin : Segmen (%) 47.0 – 80.0 68.9 Perempuan Limfosit (%) 13.0 – 40.0 18.4

Monosit (%) 2.0 – 11.0 4.2 Umur : Hematokrit (%) 36.0 – 46.0 37.6 29 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk) 4.1 – 5.30 4.22

- Trombosit (ribu/mmk) 140.0 – 440.0 305.0 Tgl.masuk : Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 22.1 19 Agt 2008 Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 0

D.sementara : Warna urine Kuning Dokter : H Abd.pain : APP pH 6.00

Akut ; ISK/BSK Lekosit gelap 2-3

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36,5-37,2 TD (mmHg) berkisar 110/80 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-84

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

19 Agt 08 20 Agt 08 21 Agt 08 22 Agt 08 23 Agt 08

2x1 gr i.v √ 1x √ √ 1x ceftriaxon Metrofusin ® 2x1 i.v √ 1x √ √ 1x Rantin® 2x1 i.v 1x √ Remopain® 10mg/ml 3x1 i.v 2x 1x ciprofloksasin 500 mg 2x1 p.o Obat dibawa pulang asam mefenamat 500 mg 3x1 p.o Obat dibawa pulang

Kasus 6 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Mny Anamnese : 21 Agt 2008 No.RM : + 1 bulan perut Hasil Lab Nilai Normal

01921182 sakit kumat-kumatan, mual Hb (gr%)

12.0 – 18.0 14.30

Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 13.0 15.14 Jenis Eosinofil (%) 0 – 5.0 0.6 Kelamin : Basofil (%) 0 – 2.0 0.2 Perempuan Segmen (%) 47.0 – 80.0 89.7

Limfosit (%) 13.0 – 40.0 5.9 Umur : Monosit (%) 2.0 – 11.0 3.6 40 tahun D.Utama : Hematokrit(%) 36.0 – 46.0 42.4

Cholesystitis Eritrosit (juta/mmk) 4.1 – 5.30 4.94

Tgl.masuk : Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 297.0

21 Agt 2008 Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 27.4 D.sementara : Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 0.60

Dokter : S Obs.ikterik, susp.cholelitias-

SGOT 14 – 56 134.7

is SGPT 9 – 52 193.7 Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36-39 TD (mmHg) berkisar 110/70 ; 130/90 ; 140/100 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

10 mg 3x1 p.o Diberikan dari tanggal 22 Agustus-26 Agustus 2008 Vomitas® Curcuma® 200 mg 3x1 p.o Diberikan dari tanggal 22 Agustus-6 September 2008 cefadroxyl 500 mg 2x1 p.o Diberikan dari tanggal 22 Agustus-26 Agustus 2008 paracetamol 500 mg 3x1 p.o Diberikan dari tanggal 22 Agustus-6 September 2008 domperidon 10 mg p.o Diberikan dari tanggal 25 Agustus-31 Agustus 2008 Vitamin K 2x1 i.v Diberikan dari tanggal 27 Agustus-1 September 2008 Multivitaplex® 2x1 p.o Diberikan dari tanggal 6 September-8 September 2008 Enzyplex® 2x1 p.o Diberikan dari tanggal 6 September-8 September 2008 ceftriaxon 2x1 g i.v Diberikan dari tanggal 1September-6September 2008 metronidazol 500 mg 2x1 i.v Diberikan pada tanggal 3 September 2008 Ranitidin 2x1 ampul i.v Diberikan dari tanggal 3 September-5 September 2008 Ketorolak 3% 2x1 i.v Diberikan dari tanggal 3 September-4 September 2008

Kasus 7 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

AY Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal 24 Agt 2008 No.RM : - Hb (gr%) 12.0 – 18.0 9.2

00448403 Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 13.0 10.5 Eosinofil (%) 0 – 5.0 1.8

Jenis Basofil (%) 0 – 2.0 0.6 Kelamin : Segmen (%) 47.0 – 80.0 79.5 Perempuan Limfosit (%) 13.0 – 40.0 13.2

Monosit (%) 2.0 – 11.0 4.9 Umur : Hematokrit (%) 36.0 – 46.0 28.7 42 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk) 4.1 – 5.30 3.29

- Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 201.0

Tgl.masuk : Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 118.7 24 agt 2008 Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 8.9

D.sementara :

Dokter : S Obs. Dyspnea

Palpitasi, CRF

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36-37 TD (mmHg) berkisar 160/100 ; 170/100 ; 190/130 ; 210/110 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

24Agt 08 25 Agt 08 26 Agt 08 27 Agt 08 28 Agt 08

2x1/2 p.o 1x √ √ √ 1x clonidin asam folat 3x1 p.o 1x 2x √ 2x CaCO3 3x2 p.o 1x 2x √ √ √ Folavit ® 3x1 p.o - 2x Alprazolam® 0,25 mg 2x1 p.o - 1x 1x 1x Exforge ® 1x1 p.o - √ 1x

Lasix® 20 mg/2ml 3x1 amp i.v 2x 1x √ 1x

furosemid 40 mg 1x1 p.o - - - - 1x digoxin O,25 mg 1x1 p.o -

Kasus 8 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Abn Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal 23 Agt 2008 No.RM : Mulai tgl 18 Agt Hb (gr%) 13.50-17.50 15.20

01921265 Infeksi saluran Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 10.90 29.30 Kencing campur Eosinofil (%) 0 – 5.0 0.1

Jenis Nanah dan darah Basofil (%) 0 – 2.0 0.3 Kelamin : Segmen (%) 47.0 – 80.0 80.5 Laki-laki Limfosit (%) 13.0 – 40.0 11.6

Monosit (%) 2.0 – 11.0 7.6 Umur : Hematokrit (%) 41.-53.0 44.4 20 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk) 4.5 – 5.90 5.22

- Trombosit (ribu/mmk) 140.0 – 440.0 299.0 Tgl.masuk : Warna urin Kuning 23 Agt 08 BJ 1.010 Pkl : 12.00 D.sementara : pH 6.00 Dokter : J Obs. Dyspnea Lekosit gelap 10-15

Palpitasi, CRF

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36,2-38 TD (mmHg) - Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

23Agt 08 24 Agt 08 25 Agt 08 26 Agt 08 27 Agt 08 28 Agt 08

3% 2x1 i.v √ √ √ √ 1x ketorolak Ferzobat® √

ciprofloxacin 2x1 fl i.v 1x 1x 1x Tidak diberi 1x

ofloxacin 400 mg 1x1 p.o √ √ √ kalium diklofenak 50 mg 3x1 p.o 2x

Kasus 9

Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Pemeriksaan

Nama : Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

MW Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal 3 Agt 2008 No.RM : Sesak, kaki Hb (gr%) 13.50-17.50 9.61

01920330 bengkak, perut Lekosit (ribu/mmk) 4.10-10.90 11.60 merongkol Segmen (%) 47.0 – 80.0 82.9

Jenis Limfosit (%) 13.0 – 40.0 10.9 Kelamin : Hematokrit (%) 41.0-53.0 28.2 Laki-laki Eritrosit (juta/mmk) 4.50-5.90 2.98

Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 250.0

Umur : Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 99.8 71 tahun D.Utama : Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 3.30

CPC Tgl.masuk : dekompensata

D.sementara :

Dokter : M CHF

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36-37,5 TD (mmHg) Berkisar 150/90 ; 160/90 ; 170/90 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

3 Agt 08 4 Agt 08 5 Agt 08 6 Agt 08 7 Agt 08 8 Agt 08 9 Agt 08

40 mg 1x1 p.o √ √ furosemid Bisolvon® 8 mg 3x1 p.o 1x 2x Aspar K ® 300 mg 2x1 p.o 1x √ √ √ √ 1x kaptopril 12,5 mg 2x1 p.o 1x √ √ 1x 1x 1x paracetamol 500 mg 3x1 p.o 1x √ Arcapec® 10 mg 3x2 p.o 1x √ √ 2x 1x 2x Lasix® 1x2 ampul i.v √ √ √ √ √ Rantin ® 2x1 ampul i.v 1x √

Kasus 10

Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Pemeriksaan

Nama : Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Wdn Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal 18 Sept 2008 No.RM : 1 minggu nyeri Hb (gr%) 13.50 – 17.50 15.20

00621739 Pada pinggang Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 10.90 7.53 Kanan Eosinofil (%) 0 – 5.0 3.3

Jenis Basofil (%) 0 – 2.0 0.4 Kelamin : Segmen (%) 47.0 – 80.0 53.7 Laki-laki Limfosit (%) 13.0 – 40.0 36.9

Monosit (% ) 2.0 – 11.0 5.7 Umur : Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 42.8 36 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk) 4.5 – 5.90 5.06

Obs pyelelus Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 236.0

Tgl.masuk : Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 24.9 18 Sept 08 Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 0.90

D.sementara : Dokter : D Renal kolik

Dengan hidro nefrosis D

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36,3-37,2 TD (mmHg) Berkisar 110/70 ; 12070 ; 130/80 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-84

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

18 Sept 08 19 Sept 08 20 Sept 08 21 Sept 08 22 sept 08 23 Sept 08 24 Sept 08

500 mg 2x1p.o √ 1x Tidak diberi √ 1x ciprofloxacin

Remopain® 30 mg 2x1 i.v IGD 1x √ 1x Gracef® 2 x1 I.v √ √ √ Dycinon® 50 mg 2x1 i.v √ asam traneksamat 3x1 i.v √ 1x cefixime 100 mg 2x1 p.o Nutriflam® 60 mg 2x1 p.o ketoprofen 50 mg 2x1 p.o

Kasus 11 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Ngm Anamnese : Hasil Lab Nilai

Normal 3 Agt 2008 No.RM : - Hb (gr%) 13.50 – 17.50 11.90

01920296 Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 10.90 9.69 Eosinofil (%) 0 – 5.0 15.4

Jenis Basofil (%) 0 – 2.0 0.4 Kelamin : Segmen (%) 47.0 – 80.0 68.7 Laki-laki Limfosit (%) 13.0 – 40.0 9.2

Monosit (%) 2.0 – 11.0 6.3 Umur : Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 36.3 90 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk) 4.5 – 5.90 3.94

- Trombosit (ribu/mmk) 140.0 – 440.0 171.0 Tgl.masuk : Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 55.7 3 Agt 08 Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 1.3

D.sementara : GDS 70.0 – 140.0 110 Dokter : T Retensi urin +

hematuria

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36,4-37,6 TD (mmHg) Berkisar 150/80 ; 170/80 ; 180/90 ; 200/100 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

3 Agt 08 4 Agt 08 5 Agt 08 6 Agt 08 7 Agt 08

30 mg 2x1 amp i.v √ √ 1x ketorolak Asam tranex® 500 mg 3x1 amp i.v √ 2x 1x SA ¼ Novalgin® 500 mg Cefarox® 2x1 p.o 1x √ Qten® 1x1 p.o √ √ Allupent® 20 mg 2x1/2 p.o √ kaptopril 3x1 √

Kasus 12 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama : Nama

Obat Dosis & Cara

Pemberian Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Sdy Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal No.RM : -

01920309 -

Jenis

Kelamin :

Laki-laki

Umur :

54 tahun D.Utama :

-

Tgl.masuk :

3 Agt 08

D.sementara :

Dokter : A Renal kolik D

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36 – 37,2 TD (mmHg) - Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

3 Agt 08 4 Agt 08 5 Agt 08

3x1 p.o 1x 2x Renax® ceftriaxon 2x1 g i.v √ √ 1x Kaltrofen ® 100 mg 2x1 p.o √ √

Kasus 14 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

FS Anamnese : 12 Agt 2008 12 Agt 2008 No.RM : 3 tahun pinggang Hasil Lab Nilai Normal Pagi Sore

00641692 Kiri nyeri, kemut- Hb (gr%) 13.50 – 17.50 14.90 15.60

kemut, BAK tidak Lekosit (ribu/mmk)

4.10 – 10.90 9.08

Jenis lancar Eosinofil (%) 0 – 5.0 2.6 Kelamin : Basofil (%) 0 – 2.0 0.6 Laki-laki Segmen (%) 47.0 – 80.0 60.5

Limfosit (%) 13.0 – 40.0 29.8 Umur : Monosit (%) 2.0 – 11.0 6.5 40 tahun D.Utama : Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 43.8

Meteroliki dan Eritrosit (juta/mmk)

4.5 – 5.90 5.02

Tgl.masuk : Hidronefrosis Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 239.0

12 Agt 08 Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 34.0 D.sementara : Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 1.30

Dokter : Batu ureter S, GDS 70.0 – 140.0 93.0 hidronefrosis

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36,5-37,8 TD (mmHg) Berkisar 60/90 ; 130/80 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-84

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

12 Agt 08 13 Agt 08 14 Agt 08 15 Agt 08 16 Agt 08 17 Agt 08 18 Agt 08

2x 1g i.v √ √ √ √ ceftazidime Ketesse 3x1 i.v 1x √ 2x Alinamin F® 2x1 i.v 1x 1x Pronalges® 100 mg 2x1 p.o 1x 1x Mulax® 7 g 1x1 p.o Calcusol ® 2x1 p.o Provital plus ® 1x1 p.o √ √ √ Cloracef ® 2x1 p.o √ √ 1x Calensol ® 2x1 p.o √ 1x 1x

Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan

Nama : Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Why Anamnese :

No.RM : + 10 hari pasien Hasil Lab Nilai Normal 22 Agt 08 25 Agt 08

01921136 Tidak bisa BAK Hb (gr%) 13.50 – 17.50 10.50 14.50

Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 40.4

Jenis Masa perdarahan 2-7 menit 2.00

Kelamin : Masa penjendalan 5-12 menit 10.00

Laki-laki

Umur :

67 tahun D.Utama :

-

Tgl.masuk :

20 Agt 08

D.sementara :

Dokter : A Retensi urin

Post cateter

Supra pubis

Tanda vital

Suhu (ºC) berkisar antara 36 – 38,7

TD (mmHg) Berkisar 120/80 ; 140/90 ; 150/100 ;

Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian

Tanggal Pemberian

20 Agt 08 21 Agt 08 22 Agt 08 23 Agt 08 24 Agt 08 25 Agt 08 26-27 Agt 08

50 mg 1x1 p.o √ √ √ Angioten®

Zypraz ® 1 mg 2x1/4 p.o √ √ 1x

ceftriaxone 2x1 g i.v 1x √ √ √ √

ketorolak 2x1 ampul i.v 1x √ stop

Lasix® 10 mg i.v Post transf

Remopain ® 3% 2x30 mg i.v 1x √ 1x

Kalnex ® 500 mg 3x1 i.v 2x 1x Nutriflam® 2x1 p.o

Obat dibawa pulang

Pronalges ® 100 mg 2x 1 p.o

Cefarox ® 100mg 2x1

Ranitidine 50 mg i.v √ 1x Gracef ® 2x1 g i.v √ 1x

Kasus 15 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Sn Anamnese : 31 Agt 2008 01 Sept 2008

No.RM : Pinggang kiri sakit Hasil Lab Nilai Normal

00642706 Hb (gr%) 13.50 – 17.50 14.80 Lekosit (ribu/mmk)

4.10 – 10.90 10.72

Jenis Eosinofil (%) 0 – 5.0 1.7 Kelamin : Basofil (%) 0 – 2.0 0.3 Laki-laki Segmen (%) 47.0 – 80.0 75.0

Limfosit (%) 13.0 – 40.0 16.4 Umur : Monosit (%) 2.0 – 11.0 6.6 38 tahun D.Utama : Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 41.7

Obs. Uretra S Eritrosit (juta/mmk)

4.5 – 5.90 5.07

Tgl.masuk : Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 223.0

31 Agt 08 Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 - 31.6

D.sementara : Kreatinin (mg/dl)

0.80 – 1.40 - 2.00

Dokter : Renal kolik S GDS 70.0 – 140.0 101.0

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36,5-39,5 TD (mmHg) Berkisar 100/80 ; 110/70 ; 120/80 ; 140/90 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

Diberikan dari tanggal 31 Agustus-1 September 2008 Hexamin® Vometa® 10 mg p.o Diberikan dari tanggal 31 Agustus-1 September 2008 Quidex ® 500 mg p.o Diberikan pada tanggal 4, 10, 11 September 2008 Aspar K ® 1 g p.o Diberikan pada tanggal 4, 10, 11 September 2008 Lasix ® 40 mg p.o Diberikan pada tanggal 4, 10, 11 September 2008 Pamol® 500 mg p.o Diberikan pada tanggal 7 September 2008 Nutriflam® 100 mg p.o Diberikan dari tanggal 10, 11 September 2008 Pronalges® Diberikan dari tanggal 10, 11 September 2008 Gracef ® 1g i.v Diberikan dari tanggal 5-10 September 2008 Remopain® 30 mg i.v Diberikan dari tanggal 5-9 September 2008 Kalnex ® 500 mg i.v Diberikan dari tanggal 5-9 September 2008 ATP 20 mg/2ml i.v Diberikan dari tanggal 6-9September 2008

Kasus 16

Data Diri Perawatan di BangsalPemeriksaan

Nama : Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Sry Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal 4 Agt 2008 No.RM : Sakit perut kanan Hb (gr%) 13.50 – 17.50 17.30

01920353 Bawah , kedua Lekosit (ribu/mmk)

4.10 – 10.90 11.52

Pinggang kanan Eosinofil (%) 0 – 5.0 0.2 Jenis Dan kiri sakit, Basofil (%) 0 – 2.0 0.2 Kelamin : BAK kesakitan Segmen (%) 47.0 – 80.0 94.3 Laki-laki Limfosit (%) 13.0 – 40.0 3.0

Monosit (%) 2.0 – 11.0 2.3 Umur : Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 49.7

34 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk)

4.5 – 5.90 5.52

Peritonitis umum Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 252.0

Tgl.masuk : APP akut perforata Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 28.3 Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 1.20

D.sementara : Dokter : P Abdominal pain

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36 - 37,5 TD (mmHg) Berkisar 120/70 ; 120/80 ; 130/90 ; 150/90 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-84

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

4 Agt 08 5 Agt 08 6 Agt 08 7 Agt 08 8 Agt 08 9 Agt 08 10 Agt 08

150 mg p.o 2x Rantin® Spasmium ® p.o 2x ceftriakson 2x1 g i.v √ √ √ metronidazol 2x1 i.v √ √ √ Kaltrofen® 100 mg i.v √ √ 2x 2x 1x Broadced® 1x1 g/vial i.v √ √ √ √ √Remopain® 3% i.v 3x 3x primperan 10 mg i.v 1x Rantin® 50 mg i.v 1x 2x 1x

Vomidex® i.v 1x 1x 1x Flagil suppo 1000 mg 3x 3x 2x 3x 2x

Kasus 17 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama : Nama

Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

BN Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal 7 Agt 2008 No.RM : - Hb (gr%) 13.50 – 17.50 9.24

01920462 Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 10.90 13.0 Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 26.9

Jenis Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 388

Kelamin : Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 104.2 Laki-laki Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 4.50

Masa perdarahan 2-7 /menit 2 Umur : Masa penjendalan 5-12 8 25 tahun D.Utama : Masa protrombin 12- 18 detik 16.2

Tromboplastin 22.60-35.00 32.10 Tgl.masuk : Obs. Uropathy

6 Agt 08

D.sementara :

Dokter : BD Susp. CRF

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36,4 – 37,3 TD (mmHg) Berkisar 110/80 ; 120/70 ; 130/80 ; 140/90 ; 150/90 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-84

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

7 Agt 08 8 Agt 08 9 Agt 08 10 Agt 08 11 Agt 08

3x1 p.o √ CaCO3 asam folat 3x1 p.o √ Cefarox® 100 mg 3x1 p.o 1x Ketosteril® 100 mg 3x1 p.o 1x Nutriflam ® 100 mg 3x1 p.o 1x Gracef ® 2x1 g i.v √ 1x √ ATP/infuse 1x1 1x1 √ √ Remopain® 30 mg 2x1 i.v 1x 1x √

Kasus 18 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Sun Anamnese : 1 Agt 2008 3 Agt 2008 4 Agt 2008 7 Agt 2008 8 Agt 2008No.RM : Mau exterpasi Hasil Lab Nilai Normal

00989238 Bulbi, badan Hb (gr%) 13.50 – 17.50 9.80 Lemas, DM Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 10.90 7.14

Jenis Eosinofil (%) 0 – 5.00 6.3 Kelamin : Basofil (%) 0 – 2.0 1.8 Laki-laki Segmen (%) 47.0 – 80.0 65.9

Limfosit (%) 13.0 – 40.0 19.7 Umur : Monosit (%) 2.0 – 11.0 6.3 47 tahun D.Utama : Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 28.3 24.4

DM + CRF + Eritrosit (juta/mmk) 41.0 – 53.0 3.22

Tgl.masuk : Glaukoma Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 283.0

Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 191.7 96.7 119.2 41.0 D.sementara : Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 10.20 4.40 9.3 3.60

Dokter : - A dan S

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36,5 – 37,5 TD (mmHg) Berkisar 130/80 ; 150/80 ; 170/110 ; 180/100 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

2 mg 2x1 p.o Diberikan dari tanggal 3 – 12 Agustus 2008 Metrix ® CaCO3 3x1 p.o Diberikan dari tanggal 3 – 12 Agustus 2008 asam folat 3x1 p.o Diberikan dari tanggal 3 – 12 Agustus 2008 Adalat® 30 mg 1x1 p.o Diberikan dari tanggal 3 – 12 Agustus 2008 Irvel® 300 mg 1x1 p.o Diberikan dari tanggal 4 – 12 Agustus 2008 Zypras® 1 mg 1x1/2 p.o Diberikan dari tanggal 6 – 12 Agustus 2008 Actrapid 3x12 IU i.v Diberikan dari tanggal 3 – 10 Agustus 2008 cefadroxil 500 mg 3x1 p.o Diberikan dari tanggal 9 - 12Agustus 2008 Tanapres 10 mg 1x1 p.o Diberikan dari tanggal 9 - 12Agustus 2008 Inj. Epotrex 4000 i.v Diberikan pada tanggal 8 Agustus 2008 Insulatard Diberikan pada tanggal 12 Agustus 2008

Kasus 19 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

AS Anamnese : Hasil Lab Nilai

Normal 3 Agt 2008 4 Agt 2008 5 Agt 2008 7 Agt 2008 8 Agt 2008 9 Agt 2008 10 Agt 2008 No.RM : Pro HD Hb (gr%) 13.50 – 17.50 7.3 6.60 10 9.43 10.1

01920335 Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 20.5 28.9 28.5 31.3 Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 130.0 137.0

Jenis Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 409 175.3 61.5 58.1 28.3 Kelamin : Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 20.6 12.10 6.3 5.0 3.10 Laki-laki GDS 70.0 – 140.0 138

SGOT (AST) 0 – 37.0 72.0 Umur : SGPT (ALT) 0 -41.0 51.0 58 tahun D.Utama :

Tgl.masuk : CRF

D.sementara :

Dokter : BD CRF

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36 – 37,7 TD (mmHg) Berkisar 120/80 ; 150/90 ; 160/90 ; 170/100 ; 180/110; Nadi (x/menit) berkisar antara 80-84

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

5 Agt 08 6 Agt 08 7 Agt 08 8 Agt 08 9 Agt 08 10 Agt 08 11Agt 08 12 Agt 08

CaCO3 500 mg 3x1 p.o √ 3x2 √ 1x √ √ √

asam folat 3x1 p.o √ √ 2x √ √ √ √ Irvel® 300 mg 1x1 p.o √ √ √ √ √ √ √ Pantozol ® 40 mg 2x1 p.o 1x 1x Vit K 2x1 ampul i.v √ √ 1x 1x Norvask® 2x1 p.o √ √ √ Gracef® 2x1 g i.v 1x 1x 1x Kalnex® 2x1 ampul i.v 1x 1x Remopain® 2x1 ampul i.v 1x √

Sandostatin ® 0,1 mg/ml 1x1 i.v 1x Ketosteril® 3x1 p.o √ √ Nutriflam® 3x1 p.o 2x Lasix® 1 ampul i.v √ √

Kasus 20 Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal

Pemeriksaan Nama :

Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

RMI Anamnese : Hasil Lab Nilai

Normal 22 Agt 2008 23 Agt 08 26 Agt 08 No.RM : Sudah 1 minggu Hb (gr%) 13.50 – 17.50 8.20

01921236 sesak Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 10.90 10.21 Eosinofil (%) 0-5.0 11.6

Jenis Basofil (%) 0-2.0 0.5 Kelamin : Segmen (%) 47.0-80.0 64.4 Laki-laki Limfosit (%) 13.0 17.6

Monosit (%) 40.0 5.9 Umur : Hematokrit (%) 41.0 – 53.0 22.8 24.8 23.0

60 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk) 4.5-5.90

2.56 CKD Trombosit (ribu/mmk) 140.0-440.0 259.0

Tgl.masuk : GDS 70.0-140.0 77.0 142.0 22 Agt 08 Ureum 10.0-50.0 144.8 61.7 115.4

D.sementara : Kreatinin 0.80-1.40 11.30 4.20 8.40 Dokter : BD CKD

Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36- 37,5 TD (mmHg) Berkisar 110/70 ; 120/80 ; 130/100 ; 140/80 ; 150/90 ; 170/100 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-88

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

22 Agt 08 23 Agt 08 24 Agt 08 25 Agt 08 26 Agt 08

5 mg 1x2 p.o √ √ √ √ Norvask ® CaCO3 3x2 p.o 1x √ 2x √ √ Folavit® 400 mcg 3x1 p.o 1x 1x 2x √ √

Lasix ® 20 mg/2ml 1 amp i.v IGD √

Cernevit® 750 mg 1 amp i.v √

Kasus 21

Data Diri Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Pemeriksaan

Nama : Nama Obat

Dosis & Cara Pemberian

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Pemeriksaan

Rbh Anamnese : Hasil Lab Nilai Normal 14 Sept 2008 No.RM : Pasien tidak bisa Hb(gr%) 12.00 – 18.00 11.20

01922260 BAK, ada ben- Lekosit (ribu/mmk) 4.10 – 13.00 6.02 Jolan di anus Eosinofil (%) 0 – 5.0 4.0

Jenis Basofil (%) 0 – 2.0 0.7 Kelamin : Segmen (%) 47.0 – 80.0 65.1 Perempuan Limfosit (%) 13.0 – 40.0 23.4

Monosit (%) 2.0 – 11.0 6.8 Umur : Hematokrit (%) 36.0 – 46.0 30.8 80 tahun D.Utama : Eritrosit (juta/mmk) 4.10 – 5.30 3.50

Retensi urin, Trombosit (ribu/mmk)

140.0 – 440.0 171.0

Tgl.masuk : Relaps hemolisis Ureum (mg/dl) 10.0 – 50.0 35.1 14 Sept 08 Kreatinin (mg/dl) 0.80 – 1.40 0.70

D.sementara : BJ urin 1.025 Dokter : G Retensi urin pH urin 5.00

Lekosit gelap 0-1 Ca oxalate + Tanda vital Suhu (ºC) berkisar antara 36-37 TD (mmHg) Berkisar 110/70 ; 130/80 ; 140/80 Nadi (x/menit) berkisar antara 80-84

Nama Obat Dosis & Cara

Pemberian Tanggal Pemberian

14 Sept 08 16 Sept 08 17 Sept 08 18 sept 08 19 sept 08

2x1 g i.v 1x 1x Tidak diberi

Tidak diberi 1x cefotaxim

ranitidin 2x1 ampul i.v 1x 1x Novalgin® 2x1 ampul i.v 1x 1x Antalgin® 500 mg 3x1 p.o 2x 2x 2x Legres® 1x1 p.o √ √ √

amoxicillin 500 mg 3x1 p.o 2x Tidak diberi 2x

104

LAMPIRAN 2

Golongan dan Jenis Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari yang Digunakan Pada Kasus Pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari Agustus-september 2008

Antiinfeksi

No. Golongan Antiinfeksi

Jenis Obat Nama Dagang

Antiinfeksi 1. Kuinolon Siprofloksasin Quidex®

Ofloksasin - 2. Penisillin Amoksisilin - 3. Sefalosporin gen 1 Sefadroksil - 4. Sefalosporin gen 2 Sefaklor Cloracef® 5. Sefalosporin gen 3 seftriakson Gracef®

Broadced® Sefiksim Cefarox® Seftazidime - Sefotaksim -

6. Kombinasi sulbaktam Na, sefoperazon Na

Stabactam®

Antiprotozoa 7. Amubasid Metronidazol Metrofusin®

Diuretik Kuat

Golongan Obat Jenis Obat Nama Dagang

Diuretik kuat Furosemid Lasix®

Antiseptik

Golongan Obat Jenis Obat Nama Dagang

Antiseptik Heksamina Hexamin®

105

Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain Golongan Obat Jenis Obat Nama Dagang

Obat saluran kemih dan kelamin golongan lain

asam 3-metil-2-oxovalerat 67 mg, asam 4-metil-2-oxovalerat 101 mg, asam 2-okso-3-fenilpropionat 68 mg, asam 3-metil-2-oksobutirat 86 mg, asam 2-hidroksi-4-metilbutirat 59 mg, L-lysine monoasetat 105 mg, L-treonin 53 mg, L-tryptophan 23 mg, histidine 38 mg, L-tyrosine 30 mg, nitrogen total 36 mg, Ca 0,05 mg

Ketosteril®

ekstrak Sonchus arvensis Calcusol®

Suplemen dan terapi penunjang

Golongan Obat Jenis obat Nama Dagang

Suplemen dan terapi penunjang

Sericocalyx folium 21,4%, orthosiphonis herba 21,4%, sonchus folium 17,85%, plantago folium 7,15%

Renax®

106

LAMPIRAN 3

Wawancara Dokter  

No. Pertanyaan Jawaban

Dokter A Dokter B Dokter C

1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai dokter? Berikan alasan anda.

Sangat penting, karena : Banyak terjadi di RS, dan merupakan bagian dari risiko pelayanan dari prescribing hingga dispensing sehingga akan mudah terjadi kesalahan.

Penting sekali. Tugas dari dokter adalah mendiagnosa, yang kemudian terkait dengan terapi. Medication error merupakan bagian dari terapi, dimana terapi berhubungan langsung dengan pasien.

Sangat penting, karena harus 7 tepat ( indikasi, pasien, dosis obat, waspada efek samping, cara, dan harga)

2. Bagaimana pendapat dokter jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan obat?

Sangat berterimakasih dan setuju. Error terjadi karena tulisan yang tidak jelas dan kurangnya informasi. Bukti farmasi klinis jika ada apoteker maka error akan turun.

Setuju, karena mereka lebih belajar lebih rinci mengenai obat

Harus seperti memonitoring obat (PMO = pengawas minum obat)

3.

Apakah Anda memperhatikan adanya interaksi obat, dosis (besar, lama dan frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak habis) dan kontraindikasi selama obat digunakan oleh pasien (di bangsal) pada saat melakukan monitoring terhadap pasien?

Dipertimbangkan, tetapi idak tahu interaksi obat ( tidak hafal ) hanya tau yang umum-umum saja. Ya Wajib

107

LAMPIRAN 4

Wawancara Apoteker

No. Pertanyaan Jawaban 1.

Seberapa pentingkah issue medication error bagi

Anda sebagai apoteker? Berikan alasan anda?

Penting, terapi dengan obat memerlukan ketelitian. Issue

ME sebagai perhatian yang penting agar tidak terjadi hal-

hal yang tidak diinginkan pada saat terapi

2. Bagaimana pendapat Anda selaku seorang apoteker

jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan

obat?

Diperlukan

3. Apakah Anda melakukan monitoring terhadap

penggunaan obat pasien? Jika iya, sejauh mana

monitoring yang Anda lakukan ?

Ya

4. Apakah Anda memperhatikan adanya :

- interaksi obat

- dosis (besar, lama dan frekuensi

pemberian, obat harus habis atau tidak

habis)

- kontraindikasi

- efek samping

dari obat yang diresepkan oleh dokter selama obat

digunakan oleh pasien (di bangsal)?

Ya

5. Apakah anda memberikan informasi ttg penggunaan

obat pada pasien di rawat inap? Jika iya, kepada

siapa dan apa saja informasi yang diberikan ?

Ya, bila memungkinkan kepada pasien dan keluarganya,

atau kepada yang menunggu pasien setiap hari di RS.

Nama obat dan indikasi, cara pakai/aturan minum,

frekuensi, penyimpanan, efek samping yang mungkin

timbul atau hal-hal lain yang diperlukan

6. Bagaimana sistem/cara penyaluran (dispensing) obat

hingga obat sampai kepada pasien?

Resep diterima farmasi, interpretasi resep, validasi,

negosiasi harga/ kemampuan pasien, etiket, koreksi,

penyerahan, konseling.

108

LAMPIRAN 5

Wawancara Perawat

Pertanyaan 1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai perawat? Berikan alasan anda ?

Perawat Jawaban

Perawat A Sangat penting, karena berkaitan dengan nyawa pasien. Kalau obat salah, perawat maupun farmasis kena imbasnya. Jika pasien menuntut urusan panjang.

Perawat B Penting sekali. Ada kaitan dengan patient safety, memberikan obat : memberikan racun. Pemberian obat juga harus sesuai dengan prinsip 10 benar.

Perawat C Penting. Karena pengobatan merupakan salah satu faktor penunjang kesembuhan pasien.

Perawat D Penting sekali, karena dampaknya pada pasien sangat besar, efeknya berat.

Perawat E Penting sekali, demi keamanan pasien, karena dapat membahayakan pasien jika keliru.

Perawat F Penting, karena berhubungan kepada pasien, kita harus tahu tujuan dan alasan biar kita tidak salah kepada pasien.

Perawat G Penting. Agar lebih hati-hati dan lebih teliti dalam memberikan obat kepada klien.

Perawat H Sangat penting untuk meningkatkan ketelitian.

Perawat I Sangat penting, karena bila terjadi akan berakibat fatal atau bisa memperlambat kesembuhan pasien sehingga akan memperpanjang waktu rawat inap.

Perawat J Penting, karena issue ME bisa menyebabkan atau merugikan pasien bahkan bisa fatal.

Perawat K Penting karena berpengaruh pada kesehatan pasien.

Perawat L Sangat penting. Menyangkut nyawa pasien, harus mematuhi 5B /6B.

Perawat M Sangat penting. Karena kita bisa tau bahayanya, bisa lebih bertindak hati-hati.

Perawat N Penting sekali. Karena akibatnya fatal kalau ada kesalahan

109

Pertanyaan2 Bagaimana pendapat anda jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan obat?

Perawat Jawaban

Perawat A Bagus, karena dapat mengurangi beban perawat. Untuk obat-obatan apoteker lebih tahu mengenai efek samping obat, waktu penggunaan, jam pemberian, indikasi, interaksi obat, dll.

Perawat B

Sangat setuju.Karena ada fungsi kontrol dalam tindakan keperawatan khususnya pemberian obat, sehingga dapat saling mengingatkan. Dalam prakteknya masih banyak kesalahan dalam pemberian obat oleh perawat sehingga dibutuhkan fungsi kontrol satu-sama lain baik apoteker maupun perawat.

Perawat C

Setuju.Hal itu bisa untuk mementau pemberian obat dari dokter kepada pasien, sehingga akan benar-benar tahu obat yang diberikan kepada pasien. Antara dokter dan apoteker ada komunikasi terkait obat yang diberikan.Disamping itu apoteker juga bisa menjadi sarana untuk ngomong masalah pengobatan kepada dokter.

Perawat D

Pekerjaan perawat menjadi lebih ringan karena obat-obatan mudah tercover (meminimalisir kesalahan). Kalau perawat ngurusi obat selain repot juga kurang menguasai (apoteker lebih mengetahui mengenai konraindikasi, interaksi, dll).

Perawat E Bagus lebih bisa mencek obat, asal tahu batasan-batasan pekerjaannya agar tidak mengganggu perawat.

Perawat F Bagus dan sangat mendukung, karena meminimalkan kesalahan-kesalahan dan pemberian obat bias maksimal sesuai dengan kapasitasnya.

Perawat G Setuju. Meringankan aktivitas perawat di ruangan, seperti dalam membagi dan mengecek obat.

Perawat H Sangat bagus

Perawat I Setuju, dengan adanya keterlibatan apoteker maka penggunaan obat benar-benar termonitoring, di samping itu pekerjaan perawat yang multifungsi jadi bisa terbantu dalam monitoring obat.

Perawat J Setuju Perawat K Sangat setuju

Perawat L Bagus, sangat bagus (kalau dikelas iya). Karena apoteker memang yang tau tentang obat.

Perawat M Lebih senang. Karena apoteker ikut mengawasi dan membantu melihat obat (tidak Cuma melihat FIO saja). Apoteker membagi-bagi obat lebih baik.

Perawat N Lebih baik. Farmasis bisa mengontrol obat-obat, dimana letak kesalahannya, monitor efek samping obat.

110

Pertanyaan 3 Informasi apa sajakah yang Anda dapatkan dari Apoteker pada saat pengambilan obat? (pada saat rawat inap)

Perawat Jawaban

Perawat A Kadang-kadang mengenai penyimpanan di kulkas, di etiket sesudah atau sebelum makan.

Perawat B Hanya klarifikasi jumlah obat, cek nama obat. Perawat C Cara penyimpanan, aturan pakai.

Perawat D Aturan pakai tapi tidak pernh mendetail, karena ada tertulis di kemasa (untuk secara lisan tidak ada).

Perawat E Jarang dijelaskan, karena dianggap sudah tahu (perawat), namun kalau obat-obat tertentu misalnya kemoterapi baru dijelaskan.

Perawat F Cara pemberian, dosis, efek samping obat.

Perawat G Kadang tidak ada, karena sudah sering di berikan dan umum digunakan. Kalau adapun berupa informasi obat misalnya aturan pemakaian dan efek samping

Perawat H Pemakaian dengan dosis yang tepat, cara pemakaian obat, waktu pemberian obat.

Perawat I - Perawat J Jarang ketemu. Perawat K Cara pemakaian / pemberian obat.

Perawat L Jarang ada (lebih banak jarangnya). Kadang-kadang hanya sitostatika.

Perawat M Tidak ada informasi. Perawat N Kadang-kadang. Dalam penyimpanan, pemakaian.

111

Pertanyaan 4 Apakah Anda memberikan informasi penggunaan obat terhadap pasien? Jika iya, informasi apa saja yang Anda berikan?

Perawat Jawaban Perawat A Ya, Informasi mengenai indikasi, nama obat, waktu minum obat.

Perawat B Ya,Informasi yang diberikan berupa dosis, cara minum obat (sblum atau setelah makan), sebelum tidur/malam hari, car penggunaan (mis sublingual, tidak boleh digerus).

Perawat C Waktu penggunaan (sebelum/setelah makan), obat-obatan yang bila perlu, obat-obat antibiotik yang aturan minumnya per berapa jam (mis tiap 8 jam, dll).

Perawat D Ya, informasi yang diberikan sesuai dengan aturan obat (misalnya obat diberikan 1 jam sebelum makan), interaksi obat (tapi yang sederhana saja).

Perawat E Iya. Efek samping, cara minum, harus dihabiskan (untuk AB), serta harus sesuai aturan pakai.

Perawat F Iya. Aturan pakai, cara pemberian (sebelum atau sesudah makan) dan jika obat habis segera kontrol.

Perawat G

Iya. Fungsi obat, aturan minum, cara minum, kalau meminum obat harus memakai air putih, jika obat habis harus kontrol dan harus rutin mengkonsumsinya dan tidak boleh ada selah (untuk OAT).

Perawat H Ya, waktu kapan obat diminum, cara pemakaian obatnya. Perawat I Tidak, tetapi kadang-kadang iya.

Perawat J Dosis pemberian obat, cara pemakaian, cara minum obat (sebelum/sesudah/saat makan ), reaksi setelah minum obat.

Perawat K Ya. Cara minum obat, efek samping minum obat, guna obat.

Perawat L Ya. Sebelum/sesudah makan, indikasi obat, 1⁄2 jam sebelum makan untuk obat muntah.

Perawat M Iya. Indikasi obatnya. Perawat N Ya. Obatnya sebelum / sesudah makan, obat luar / obat dalam.

112

Pertanyaan 5 Apakah Anda mengecek ulang terlebih dahulu obat untuk pasien sebelum menyerahkannya?

Perawat Jawaban Perawat A Ya

Perawat B Selalu dicek dulu. Setiap ganti shift pasti dicek, setelah dicek sudah enar jumlah dan pasiennya maka langsung diberikan.

Perawat C Ya, dicek melalui DPO, dicek obatnya juga, semua obat. Pagi, cek untuk pagi dan siang. Sore, cek sambil membagikan.

Perawat D Ya, lihat dari FIO/DPO, disesuaikan/dicocokkan. Perawat E Iya. Perawat F Iya. Perawat G Iya. Perawat H Iya. Perawat I Iya. Perawat J Iya. Perawat K Iya. Perawat L Iya. Perawat M Iya. Nama pasien, nama obat. Perawat N Ya. Nama obat, aturan pakai, dosis.

113

Pertanyaan 6 Apabila terdapat pasien yang tidak mematuhi aturan pakai obat, apa yang Anda lakukan?

Perawat Jawaban Perawat A Merayu/membujuk pasien supaya mau minum obat.

Perawat B Beri edukasi tentang pemberian obat. Jika pasien ada kendala, ber tahu apotekernya.

Perawat C Beri tahu cara pemakaian obat lagi.

Perawat D Memberi tahu bahwa obat tersebut harus diminum, jika tidak diminum akan menghambat proses penyembuhan, dan akan menjadi tidak efektif (menegur).

Perawat E Ditegur, kemudian dilbilangin tentang efek obat dan akan sulit sembuh.

Perawat F Dikasih tahu kembali aturan pakai obat. Kalau pasien merasa tidak dapat mengkonsumsi sendiri, perawat dapat membantu dan ditungguin sampai diminum.

Perawat G Menegur, kemudian diterangkan lagi tentang manfaat dan khasiat obat.

Perawat H Kita berikan sendiri atau diberi pengarahan. Perawat I Tidak ada.

Perawat J Memberikan informasi akibat-akibat bila tidak memenuhi aturan pakai dan menganjurkan untuk minum obat yang benar.

Perawat K Memberi tahu kalau kepatuhan minum obat adalah untuk kepentingan pasien (kesembuhan).

Perawat L Dinasehati. Dievaluasi mengapa tidak mematuhi aturan pakainya

Perawat M Terserah mereka, yang penting sudah memberi tahu. Perawat N Dinasehati, dirayu.

114

Pertanyaan 7 Pada saat Anda memberikan obat kepada pasien, apakah Anda menunggu/melihat hingga pasien menggunakan semua obatnya?

Perawat Jawaban

Perawat A Kadang-kadang menunggu. Meminumkan jika pasien tidak bisa minum, kalau bisa minum sendiri, obat diminum sendiri.

Perawat B Tidak selalu. Klo obatnya digerus maka ditunggui.

Perawat C Sering disaat pasien tidak ada keluarga yang menunggu. Jika ada yang menunggu, keluarga yang dipasrahi dalam memastikan obat sudah diminum oleh pasien.

Perawat D Menuggu, kadang-kadang semua diminumkan.

Perawat E Iya, ditungguin atau bahkan diminumkan, kecuali jika pasien tidak mau ditungguin, maka perawat akan meninggalkan ruangan.

Perawat F Ditungguin hingga terminum.

Perawat G

Iya ditungguin, bahkan kalau bisa diminumkan. Namun terkadang pasien bilang ke perawat bahwa dia akan meminum obat sebentar lagi sehingga perawat tidak memantau penggunaan obat tersebut.

Perawat H Kadang ya, kadang tidak. Perawat I Ya. Perawat J Ya. Perawat K Kadang-kadang ya

Perawat L Tergantung situasi dan tenaganya. Kalau pasien banyak, ditinggal saja, soalnya ramai.

Perawat M Ya. Langsung diminumkan. Perawat N Diminumkan.

115

Pertanyaan8 Apakah Anda sering menemukan obat pasien yang ketinggalan di bangsal Jika iya apa yang Anda lakukan?

Perawat Jawaban

Perawat A Kadang-kadang (terutama jika obat yang sudah distop). Ditelepon kalau masih digunakan oleh pasien. Dijadikan 1 dengan obat-obat stok (untuk obat yang telah distop).

Perawat B Ada pernah tapi jarang.

Perawat C Pernah, menelpon pasien tetapi juga tergantung dari jumlah obat, misalnya tertinggal 1⁄2 tablet, tidak usah ditelpon/disusulkan.

Perawat D Pernah tapi tidak terlalu sering. Menghubungi pasien/keluarga sedapat mungkin.

Perawat E Iya terutama sirup. Dihubungi jika ada telp dan kalau tidak bisa mengambilnya maka perawat akan mengantar ke rumah.

Perawat F Sering ketinggalan di kotak obat, kalau di ruangan jarang. Kalau ada nomor telepon perawat telepon, jika tidak ada perawat antar ke rumah.

Perawat G

Kadang-kadang. Menghbungi pasien atau keluarga untuk mengambil obat, kalau pasien tidak bisa datang, perawat yang akan membawa kerumah. Kebanyakan obat yang ketinggalan disebabkan karena proses lama di farmasi, sehingga pasien tidak betah untuk menunggu.

Perawat H Tidak sering, bahkan sangat jarang, tapi pernah ada yang ketinggalan biasanya kalau alamatnya ada dan mudah dijangkau kita akan antar ke rumah klien.

Perawat I Tidak.

Perawat J Ya, pernah dulu saya telpon humas lalu minta antar ambulance diantar sampai rumah. Pernah juga menelpon keluarganya untuk ambil ke ruangan.

Perawat K Jarang. Perawat L Jarang. Perawat M Tidak.

Perawat N Sering. Ditunggu kalau kontrol lagi Kalau rumahnya dekat, diantar atau ditelepon.

116

Pertanyaan 9 Apakah Anda pernah menjumpai obat yang kemungkinan sengaja dibuang atau disembunyikan oleh pasien? Jika iya, apa yang Anda lakukan?

Perawat Jawaban Perawat A Tidak. Perawat B Belum pernah lihat. Perawat C Belum pernah.

Perawat D Ada, ditegur (jika ada keluarganya diberi tahu).Kadang-kadang ada yang disembunyikan keluarganya juga.

Perawat E

Tidak, karena diminumkan. Kecuali obat syrup (OBH), dimana efek sampingnya malah membuat batuk, hal ini yang menyebabkan pasien jarang meminum sesuai aturan.

Perawat F Belum pernah.

Perawat G Ada, namun perbandingannya jarang. Jika pasien masih di rawat di bangsal, maka perawat akan menegur dan menerangkan kembali fungsi obat.

Perawat H Tidak pernah (di RS jiwa sering).

Perawat I Ya, bila memberikan obat langsung diminum kan supaya pasien tidak menyembunyikan atau membuang.

Perawat J Ya, memberi informasi akibat bila tidak memenuhi aturan pakai dan menganjurkan untuk minum obat yang benar.

Perawat K Tidak. Perawat L Sering. Dinasehati. Perawat M Banyak. Sengaja ditaruh dilaci. Tidak melakukan apa-apa.

Perawat N Jarang, karena diminumkan langsung, hampir tidak pernah ada.

117

Lampiran 6

Wawancara Visit Bangsal Kasus 5

Pertanyaan Jawaban (22/08/08)

Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? -

Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? Injeksi tadi pagi 2 macam

Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? -

Obat sesudah makan? Berapa jam sebelum makan? -

Yang dirasakan setelah minum obat? Masih nyeri sehabis operasi Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? Tidak

Kasus 6

Pertanyaan Jawaban (25/08/08) Jawaban (28/08/08)

Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Pagi 2 macam, siang 2 macam, sore 2 macam

Pagi 3 macam, 1 ac, 2 pc ; Siang 3 ; Sore 3

Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? - -

Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan?

Sebelum makan =1 , 1⁄2 jam sebelum makan

1⁄2 jam sebelum makan

Obat sesudah makan? Berapa jam sebelum makan?

Sesudah makan =2, langsung diminum sesudah makan

langsung diminum sesudah makan

Yang dirasakan setelah minum obat? Semakin baik, Kadang masih panas dingin

Enakan

Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa?

- -

Kasus 8

Pertanyaan Jawaban (26/08/08)

Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Malam belum minum

Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? Injeksi tadi pagi 1 macam, Siang 1 macam

Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? -

Obat sesudah makan? Berapa jam sebelum makan? Ada 1 macam jam 20.00

Yang dirasakan setelah minum obat? - Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? -

118

Kasus 10 Pertanyaan Jawaban (22/09/08)

Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Pagi , Siang belum

Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? Pagi 2 suntikan sebelum makan

Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? -

Obat sesudah makan? Berapa jam sebelum makan? Jam 8.00 habis makan langsung minum

Yang dirasakan setelah minum obat? Sakitnya berkurang Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? Tidak

Kasus 15

Pertanyaan Jawaban (01/09/08)

Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Pagi : 3 tablet, Siang : 2 tablet : Sore : -

Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? -

Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? -

Obat sesudah makan? Berapa jam sebelum makan?

Semua obat diminum sesudah makan, langsung (tidak ada jeda antara makan dan minum obat), minum obat bersamaan dengan suapan makanan terakhir. Tidak ditunggui saat minum obat.

Yang dirasakan setelah minum obat? Keadaan lebih membaik, tapi terkadang muntah, pusing

Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? Tidak ada

Kasus 21

Pertanyaan Jawaban (17/09/08)

Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Pagi 2, siang 2

Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? -

Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? -

Obat sesudah makan? Berapa jam sebelum makan? Langsung minum setelah makan

Yang dirasakan setelah minum obat? Lebih baik Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? Tidak

119

LAMPIRAN 7

Wawancara Pasien saat Home Visite

Kasus 5 No. Pertanyaan Jawaban Pasien

1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)? Sejak di rumah sakit

2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)

Asam mefenamatnya bila nyeri saja

3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll) Diminum dengan air

4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai dengan yang diberi tahu

5. Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?

Perawat

6.

Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?

Ya

7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan? Ya

8. Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?

-

9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul? -

10. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?

Ya, Teosal sejak 1tahun yang lalu.

11. Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?

Tidak

12.

Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat, nama pasien, umur, tanggal)

Ya, dicek

120

Kasus 10 No. Pertanyaan Jawaban Pasien

1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)? Selama di rumah sakit

2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)

-

3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll) Ditelan dengan air

4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai aturan pakai

5. Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?

Perawat

6.

Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?

Dari perawat, tapi hanya aturan pakainya saja

7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan? Ya

8. Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?

Tidak ada

9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul? -

10. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?

Tidak tapi dulu minum calcusol, kejibeling, dan batugin

11. Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?

Tidak

12.

Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat, nama pasien, umur, tanggal)

Ya

121

Kasus 15 No. Pertanyaan Jawaban Pasien

1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)?

Sejak di operasi di Bethesda, sebelumnya tidak

2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)

Paracetamol saat panas saja

3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll) Semua obat diminum

4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai aturan pakai

5. Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?

Langsung tanya dokter dan perawat

6.

Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?

Perawat, menjelaskan tentang aturan minum obat, saat mau pulang juga dikasih tahu

7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan? Ya

8. Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?

Semakin bertambah baik

9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul? -

10. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?

Minum obat herbal dari Tiens sekali

11. Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?

Tidak

12.

Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat, nama pasien, umur, tanggal)

Ya, dicek

122

Kasus 21 No. Pertanyaan Jawaban Pasien

1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)? Selama di rumah sakit

2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)

-

3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll)

Semua obat diminum dengan air

4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai aturan pakai

5. Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?

Perawat

6.

Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?

Ya

7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan? Ya

8. Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?

-

9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul? -

10. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?

Miracle herbs

11. Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?

Tidak

12.

Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat, nama pasien, umur, tanggal)

Ya

123

LAMPIRAN 8

Pemantauan Penggunaan Obat Saat Home Visit

Kasus 5 Obat-obat

Pengukuran tanda vital

Penggunaan Obat

Catatan perkembangan pasien Tanggal Kemajuan / Perkembangan

25/8 5/9

Tidak ada keluhan, hanya masih nyeri tetapi sudah bisa jalan. Tidak boleh makan yang pedas

dan es. Tubuh tidak panas. Selama minum obat merasa lebih baik. Ada riwayat asma dan darah

rendah. Sering minum Teosal untuk seseknya yang dibeli di apotek karena tidak bias tidur

kalau tidak minum Teosal. Diminum 1x1 waktu mau tidur. Meminum teosal tidak pakai aturan

pokokny alangsung minum.

Pada tanggal 26/8 kontrol ke rumah sakit obat tidak ditebus dan membeli antibiotik sendiri

yaitu Ofloxacin. Keadaan : kadang-kadang masih merasa perih.

Nama obat Dosis Aturan pakai

Waktu penggunaan

∑ awal Tgl mulai

Tanggal / jmlh obat sisa (saat visit)

25/8 5/9 Ciprofloxacin 500

mg 2x1 @12jam jam

08.00 & 20.00 sampai habis

15 24/8 11 0

Asam mefenamat 500 mg

3x1 kap Sesudah makan 12 24/8 5 0

Tanggal 25/8 Suhu 36,30C Nadi 78x/menit Respirasi 21x/menit TD 128/71 mmHg

Nama Obat Penggunaan Waktu Penggunaan Obat

Tanggal

25/8 26/8 27/8 Asam mefenamat 3x1

Sesudah makan Pagi 08.00 08.00 08.00 Siang 12.00 12.00 12.00 Sore 20.00 20.00 20.00

Ciprofloxacin 2x1 Sesudah makan Jam 08.00 & 20.00

Pagi 08.00 08.00 08.00 Siang - - - Sore 20.00 20.00 20.00

124

Kasus 10 Obat-obat

Pengukuran tanda vital

Penggunaan Obat

Catatan perkembangan pasien

Tanggal Kemajuan / Perkembangan

24/9 29/9

Masih nyeri bekas operasinya Kalo siang suka pusing, seperti mual-mual ( kaya gejala masuk angin ). Selera makan berkurang. Dulu sering minum calcusol, batugin, kejibeling

Nama obat Dosis Aturan pakai Waktu penggunaan

∑ awal Tgl mulai

Tanggal / jmlh obat sisa (saat visit)

24/9 29/9 Cefixime 100

mg 2x1 @12 jam 10 23/9 10 0

Ketoprofen 100 mg

2x1 Sesudah makan 10 23/9 8 0

Nutriflam 2x1 Sesudah makan 10 23/9 8+10 8 Artricam 20

mg 1x1 Sore 1 tab segera

setelah makan. Minum dgn 1 gelas air

8 27/9 6

Cefarox 100 mg

2x1 @12 jam sebelum makan smp hbs

10 27/9 10

Tanggal 24/9 29/9

Suhu 36,3 0C 37,10C

Nadi 78x/menit 89x/menit

Tekanan darah 128/88 mmHg 120/94 mmHg

Nama Obat Penggunaan Waktu PENGGUNAAN OBAT

Tanggal

24/9 25 26 27 28 29 Ketoprofen 2x1 Sesudah/sebelum

makan Pagi 08.00 08.00 08.00 08.00 08.00 Siang Sore 20.00 20.00 20.00 20.00

Nutriflam 2x1 Sesudah/sebelum makan

Pagi 08.00 08.00 08.00 08.00 08.00 Siang Sore 20.00 20.00 20.00 20.00

Cefixime 2x1 Sesudah/sebelum makan

Pagi 08.00 08.00 08.00 08.00 08.00 08.00 Siang Sore 20.00 20.00 20.00 20.00 20.00

125

Kasus 15 Obat-obatan

Pengukuran tanda vital

Penggunaan Obat

Catatan perkembangan pasien Tanggal Catatan 19/9 Kesemutan ditangan kiri dan susah untuk ditekuk

Luka masih sakit

Nama obat Dosis Aturan pakai Waktu penggunaan

∑ awal

Tanggal / jmlh

obat sisa 14/9 19/9

Pronalges 100mg 2x1 Sesudah makan 15 6 0 Pamol 2x1 Bila perlu 10 2 2 Nutriflam 260mg 2x1 Sesudah makan 15 7 6 Cefarox 100mg 2x1 08.00 dan 20.00 tiap

12 jam sampai habis 15 9 0

Cefixim 2x1 Sesudah makan 8

Tanggal 14/9 28/9 Nadi 80x/menit 73x/menit TD 105/77 mmHg 113/79 mmHg

Nama Obat Penggunaan Waktu

Tanggal

13/9 14 15 16 17 18 19 20 21 22-30

Pronalges Sesudah makan

Pagi 09.59 09.59 09.59 09.59 09.59 09.59 09.59 Siang Sore 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00

Pamol Sesudah makan

Pagi 10.01 10.01 Siang Sore

Nutriflam Sesudah makan

Pagi 10.01 10.01 10.01 10.01 10.01 10.01 10.01 10.01 10.01 10.01 Siang Sore 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00

Cefarox Sesudah makan

Pagi 10.05 10.05 10.05 10.05 10.05 10.05 10.05 Siang Sore 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00 17.00

Cefixim Sesudah makan

Pagi 10.01 10.01 10.01 Siang Sore 17.00 17.00 17.00

126

Kasus 18 Obat-obat

Pengukuran tanda vital

Catatan perkembangan pasien

Tanggal Kemajuan / Perkembangan

18/8 25/8 12/9 26/9

DM mulai tahun 1986. Ada masalah pada mata kiri ( glaukoma ) terasa sakit dan banyak cairan. Selama meminum obat belum merasakan efek apapun. Minum obat dengna teratur. Obat mata dari bethesda tidak diminum dulu karena ada efeknya ke ginjal. Dokter tidak memberi pantang makanan. Biasanya meminum suplemen Chlorophil, tetapi selama proses pengobatan suplemennya tidak diminum karena takut ada efek dengan obat-obat yang direseepkan. Selain itu pernah mengkonsumsi Glibenklamid ( bila perlu ). Kondisi lebih baik. Ingin mencoba pengobatan alternatif Sudah menjalankan pengobatan alternatif tapi obat-obat yang masih ada masih diminum. Mual-mual, kadang pusing, susah tidur, kadang seseg. Mata masih sakit. Metrix masih ada tapi tidak diminum lagi. Asam folat tidak diminum, tanapres tidak diminum padahal tekanan darah tinggi banget.

Nama obat Dosis Aturan Pakai

Waktu penggunaan

∑ awal Tgl

mulai

Tanggal / jmlh obat sisa (saat visit)

18/8 25/8 12/9 26/9 Tonar 3x1 90 11/8 72 44 2 0 Cefadroxyl 500

mg 2x1 @12 jam

sebelum makan dihabiskan

8/8 - - - -

CaCO3 3x2 60 10/8 25 - 0 0 As. Folat 3x1 90 11/8 72 86? 32 12 Irvel 300

mg 1x1 Pagi 11/8 36 30 12

Metrix 2 mg 1x1 Pagi, sesaat sebelum makan

11/8 64 48 40 27

Adalat Oros 30 mg

1x1 Sore 30 11/8 29 22 5

Tanapres 10 mg

1x1 Sore 15 11/8 35 28 11 3

Insulatard 8/8

Tanggal 18/8 25/8 12/9 26/9 Suhu 36,70C 35,60C 36,20C 36,40C Nadi (x/menit)

78 87 87 76

Respirasi (x/menit)

17 19 17

TD (mmHg)

178/92 163/92 171/98 196/108

GDS (mg/dl)

211 72 78

127

Kasus 18 Penggunaan obat

Nama Obat

Penggunaan Waktu

Penggunaan Obat Tanggal

19/8 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tonar 3x1 Sesudah/

sebelum makan

Pagi 8 8 8 8 5 8 8 8 8 8 8 8 8

Siang 12 12 12 HD 5 12 12 12 12 12 12 12 12

Sore 5

5 5 HD 5 5 5 5 5 5 5 5 5

CaCO3 Sesudah/ sebelum makan

Pagi 8 8 8 8 8 8

Siang 12 12 12 HD 12 12

Sore 5

5 5 HD 5 - -

As. Folat Sesudah/ sebelum makan

Pagi 8 8 8 8 8 8

Siang 12 12 12 12 12 12

Sore

5 5 5 5 5 5

Irvel Sesudah/ sebelum makan

Pagi 8 8 8 8 - 8 8 8 8 8 8 8 8

Siang

Sore

Metrix Sesudah/ sebelum makan

Pagi 7 7 7 7 - 7 7 7 7 7 7 7 7

Siang

Sore

Adalat oros

Sesudah/ sebelum makan

Pagi

Siang

Sore 5

5 5 - 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Tanapres Sesudah/ sebelum makan

Pagi

Siang

Sore 5

5 5 - 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Insulatard 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8

128

Kasus 21 Obat-obat

Pengukuran tanda vital

Penggunaan obat

Nama obat dosis At. pakai

Waktu penggunaan

∑ awal Tgl

mulai

Tanggal / jmlh obat sisa

(saat visit) 20/9 27/9

Amoxicillin 500 mg

3x1 @8jam sampai habis

15 16/9 5+20 5

Legres 1x1 Sesudah makan 7 15/9 2 Antalgin 3x1 15 15/9 3 Neurosanbe 3x1 20 20/9 3 NonFlamin 3x1 10 20/9 0

Tanggal 20/9 27/9 Suhu 34,80C Nadi (x/menit)

83

TD (mmHg) 120/90 148/85

Nama Obat

Penggunaan Waktu Penggunaan Obat Tanggal/ waktu

21/9 22 23 24 25 26 27 Amoxicillin 500 mg 3x1

Sesudah/sebelum makan

Pagi 07.00 6.30 07.00 07.30 07.00 07.00 07.00Siang 12.30 12.00 12.00 12.00 12.00 12.30 13.00Sore 18.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00

Legres 1x1 Sesudah makan Pagi 07.00 06.30 Siang Sore

Antalgin 3x1

Sesudah/sebelum makan

Pagi 07.00 Siang 12.30 Sore -

Neurosanbe 3x1

Sesudah/sebelum makan

Pagi 07.00 6.30 07.00 07.30 07.00 07.00 07.00Siang 12.30 12.00 12.00 12.40 12.00 12.00 13.00Sore 18.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00

Non flamin 3x1

Sesudah/sebelum makan

Pagi 07.00 6.30 07.00 07.30 07.30 Siang 12.30 12.00 12.00 12.00 12.30 Sore 18.00 19.00 19.00 19.00 19.00

129

BIOGRAFI PENULIS

Andina Paramita lahir di Yogyakarta pada tanggal 29

September 1986. Penulis merupakan anak ketiga dari

pasangan Raimil Bustamam dan Vidhyani. Penulis

menempuh pendidikan awal di Sekolah Dasar Negeri

08 Jakarta pada tahun 1993-1999. Selanjutnya ke

jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama Santo Mikail Balikpapan pada tahun 1999 -

2002. Kemudian ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 1

Balikpapan pada tahun 2002-2003 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 9

Yogyakarta pada tahun 2003-2005. Selanjutnya pada tahun 2005 melanjutkan ke

jenjang pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta dan menyelesaikan masa studi pada tahun 2009. Penulis pernah

menjadi Asisten Praktikum Mikrobiologi (2006) dan Praktikum Farmasi Fisik

(2007).