108
Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771 Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 55 ANALISA KUALITATIF BIJIH BESI KAWASAN LHOONG ACEH BESAR, PROVINSI ACEH SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH (ADDED VALUE) MINERAL LOKAL Adi Rahwanto 1# , Zulkarnain Jalil 1 , Mustanir 2 dan M. Nizar Machmud 3 1 Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111 2 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111 2 Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111 # e-mail: [email protected] ABSTRAK Bijih besi -yang menjadi bahan baku utama produksi baja- merupakan salah satu sumber daya alam yang patut diperhitungkan perannya. Di Propinsi Aceh, yang diketahui menyimpan potensi bijih besi yang cukup besar, depositnya dapat dijumpai dalam bentuk primary deposit dan secondary deposit. Namun, saat ini banyak yang belum tergarap atau dikelola dengan baik. Salah satunya di kawasan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar. Menurut data Dinas Pertambangan Aceh Besar ada sebesar 370.000 metrik ton lebih bijih besi yang sudah di ekspor. Sayangnya, ekspor bijih besi tersebut belum mampu meningkatkan pendapatan PAD daerah setempat. Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor masih berupa material murni berupa bongkahan batu. Karena itu perlu dilakukan upaya lebih intensif guna meningkatkan nilai tambah (added value) mineral lokal ini. Sebagai kajian awal, dalam kertas kerja ini dilaporkan tentang karakteristik bijih besi di kawasan Lhoong, Aceh Besar. Data kualitatif unsur dan persen berat yang terkandung di dalam sampel diidentifikasi menggunakan X-ray fluorescense (XRF), sedangkan komposisi unsur serta jenis fasa diidentifikasi menggunakan X-ray diffraction (XRD). Kata kunci: Bijih besi, analisa kualitatif, identifikasi mineral, potensi ekspor, Aceh Besar. ABSTRACT Iron ores -one of Indonesia’s popular natural resources- plays a crucial role in the steel production. In Aceh Province especially, the deposit are large and found in the form of primary deposit and secondary deposit. At Lhoong area, Aceh Besar, according to local Mining and Energy Office, has a deposit of 370.000 metrik tonnes which have already export. In Aceh itself mostly use in cement industry as mixing materials. Unfortunately, it has no significant effect on the local economic development. It is necessary to do intensive efforts in order to increase the added value of local minerals. As an initial study, in this paper we reported about the characteristics of iron ore in the region Lhoong, Aceh Besar. The elements content and the weight percent in the samples were identified using X-ray fluorescense (XRF), while the type and phases composition were characterized using X-ray diffraction (XRD). The morphology structure was observed by scanning electron microscopy (SEM) and the results will be discuss in detail. Keywords: Iron ore, qualitative analysis, mineral identification, export potency, Aceh Besar.

F1_makalah

Embed Size (px)

Citation preview

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 55

    ANALISA KUALITATIF BIJIH BESI KAWASAN LHOONG ACEH BESAR, PROVINSI ACEH SEBAGAI UPAYA UNTUK

    MENINGKATKAN NILAI TAMBAH (ADDED VALUE) MINERAL LOKAL

    Adi Rahwanto1#, Zulkarnain Jalil1, Mustanir2 dan M. Nizar Machmud3

    1Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111 2Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111

    2Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111 #e-mail: [email protected]

    ABSTRAK Bijih besi -yang menjadi bahan baku utama produksi baja- merupakan salah satu

    sumber daya alam yang patut diperhitungkan perannya. Di Propinsi Aceh, yang diketahui menyimpan potensi bijih besi yang cukup besar, depositnya dapat dijumpai dalam bentuk primary deposit dan secondary deposit. Namun, saat ini banyak yang belum tergarap atau dikelola dengan baik. Salah satunya di kawasan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar. Menurut data Dinas Pertambangan Aceh Besar ada sebesar 370.000 metrik ton lebih bijih besi yang sudah di ekspor. Sayangnya, ekspor bijih besi tersebut belum mampu meningkatkan pendapatan PAD daerah setempat. Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor masih berupa material murni berupa bongkahan batu. Karena itu perlu dilakukan upaya lebih intensif guna meningkatkan nilai tambah (added value) mineral lokal ini. Sebagai kajian awal, dalam kertas kerja ini dilaporkan tentang karakteristik bijih besi di kawasan Lhoong, Aceh Besar. Data kualitatif unsur dan persen berat yang terkandung di dalam sampel diidentifikasi menggunakan X-ray fluorescense (XRF), sedangkan komposisi unsur serta jenis fasa diidentifikasi menggunakan X-ray diffraction (XRD). Kata kunci: Bijih besi, analisa kualitatif, identifikasi mineral, potensi ekspor, Aceh Besar.

    ABSTRACT Iron ores -one of Indonesias popular natural resources- plays a crucial role in the steel production. In Aceh Province especially, the deposit are large and found in the form of primary deposit and secondary deposit. At Lhoong area, Aceh Besar, according to local Mining and Energy Office, has a deposit of 370.000 metrik tonnes which have already export. In Aceh itself mostly use in cement industry as mixing materials. Unfortunately, it has no significant effect on the local economic development. It is necessary to do intensive efforts in order to increase the added value of local minerals. As an initial study, in this paper we reported about the characteristics of iron ore in the region Lhoong, Aceh Besar. The elements content and the weight percent in the samples were identified using X-ray fluorescense (XRF), while the type and phases composition were characterized using X-ray diffraction (XRD). The morphology structure was observed by scanning electron microscopy (SEM) and the results will be discuss in detail. Keywords: Iron ore, qualitative analysis, mineral identification, export potency, Aceh Besar.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    56 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    PENDAHULUAN

    Beberapa tahun terakhir investigasi tentang pemanfaatan oksida besi sangat intensif dilakukan, terutama penerapannya pada material magnetik (umumnya yang mengandung fasa magnetite Fe3O4) [1]. Material jenis ini memiliki aplikasi yang luas seperti penyimpan data (data storage), katalisis hingga bio-aplikasi [2-6]. Untuk aplikasi material maju, salah satu kajian menantang saat ini adalah produksi material oksida besi berstruktur nano. Karena material dengan karakteristik seperti ini memiliki aplikasi untuk terapan teknologi tinggi di berbagai bidang.

    Menariknya, oksida besi tersebut dapat diperoleh dari bijih besi (iron ore) alam. Indonesia yang kaya akan bijih besi harus berupaya untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan industri, misalnya industri besi-baja. Salah satu daerah yang dikenal memiliki deposit bijih besi yang besar tersebut adalah Propinsi Aceh.

    Makalah ini berisi hasil kajian awal berupa data kualitatif yang mencakup identifikasi fasa, prosentase mineral dan morfologi permukaan batuan bijih besi di kawasan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar. Saat ini diketahui cadangan bijih besi di Aceh berjumlah cukup besar dan tersebar di beberapa wilayah seperti Aceh Besar, Pidie, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, Gayo Lues dan Aceh Timur dengan total deposit melebihi 92,3 juta ton. Adapun yang sudah ditambang baru di Lhoong, Aceh besar dengan memiliki deposit 4,2 juta ton [7]. Hasil tambang tersebut diekspor ke China dengan nilai jual yang rendah karena yang diekspor berupa bongkahan batuan murni. Kajian awal ini akan dijadikan sebagai dasar untuk penyelidikan yang lebih rinci terkait inventarisasi dan basis data sumber daya mineral logam di Aceh Besar.

    METODA EKSPERIMEN

    Bahan-bahan yang disiapkan masing-masing adalah batu bijih besi yang diambil di lokasi tambang PT. Lhoong Setia Mining (LSM), Desa Lhoong, Kab. Aceh Besar. Selanjutnya batu bijih besi dipecah menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Setelah itu dilakukan penghalusan awal dengan menggunakan mesin ball mill tipe vibrasi. Untuk proses penghalusan (milling) disiapkan mangkok miling yang diisi cakram besi (selanjutnya disebut disc-mill). Milling berlangsung selama 30 menit dengan kecepatan 900 rpm. Untuk penghalusan lanjutan dilakukan dengan menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) dengan rasio bola dan serbuk 10:1 selama 20 jam. Sejumlah kecil sampel dipindahkan ke dalam

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 57

    wadah lain untuk keperluan karakterisasi. Guna mengetahui komposisi fasa, dilakukan dengan

    menggunakan teknik difraksi sinar X (Philips PW 3710 diffractometer, radiasi Co-K (= 1.78896 ). Sedangkan prosentase unsur-unsur mineral yang terkandung dianalisa dengan X-ray fluorescence (XRF Brucker S2 Ranger). Pengamatan struktur mikro dengan menggunakan perangkat mikroskop elektron (SEM JEOL JSM-5310LV).

    HASIL DAN DISKUSI

    Gambar 1 menunjukkan evolusi dari pola-pola difraksi sinar X untuk material bijih besi Lhoong setelah proses penghalusan selama 20 jam sebagai fungsi dari sudut 2 dan intensitas. Berdasarkan hasil analisa kualitatif dengan program Match! teridentifikasi bahwa

    fasa utama yang hadir adalah Fe2O3 (hematite) pada kedudukan sudut difraksi 2 = 27.92o, 38.58o, 41.42o, 47.66o, 57.98o, 63.66o, 67.54o, 73.92o, dan 76.93o. Sedangkan fasa lain tak terdeteksi, hal ini dikarenakan elemen tersebut sangat kecil sekali prosentasenya.

    Gambar 1. Pola difraksi sinar-X bijih besi Lhoong setelah miling 20 jam

    Hasil penghalusan sampel dengan menggunakan Planetary Ball Mill (PBM) selama 20 jam telah berhasil membentuk serbuk halus yang diyakini memiliki ukuran kristal pada skala nanometer. Hal ini berdasarkan telah terjadi pelebaran puncak (peak broadening). Namun demikian analisis kualitatif menunjukkan tidak terjadi perubahan fasa yakni mayoritas fasa Fe2O3.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    58 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    Data XRD ini sekaligus memberikan informasi yang cukup penting bagi upaya pemanfaatan lebih lanjut dari oksida besi untuk aneka aplikasi. Salah satu aplikasinya yang saat ini intensif dilakukan adalah untuk industri magnet ferit. Untuk kategori ini, bahan magnet ferit yang paling popular adalah tipe BaO. 6Fe2O3 dan SrO. 6Fe2O3 [8]. Karena itu, oksida besi dari Lhoong ini dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk peningkatan nilai jualnya dengan diketahui karakteristiknya.

    Selanjutnya hasil observasi pengamatan struktur mikro yang dilakukan dengan menggunakan SEM seperti pada Gambar 2 berikut.

    (a) (b)

    Gambar 2. Foto SEM bijih besi Lhoong sebelum miling (a), setelah miling 20 jam (b) Terlihat ukuran partikel yang kurang dari 5 mm menunjukkan bahwa partikel tersebut

    merupakan partikel halus polikristal. Dapat disebutkan bahwa pada proses penghalusan 20 jam dengan high energy ball milling mempengaruhi proses reduksi ukuran butir. Hasil ini juga memperlihatkan metode mechanical alloying sangat atraktif dan menjanjikan dalam preparasi material berskala nanokristal.

    Adapun unsur-unsur mineral yang terkandung dalam bijih besi tersebut adalah sebagaimana diringkas pada Tabel 1. Terlihat bahwa hasil XRF konsisten dengan data kualitatif yang telah diperoleh melalui XRD, dimana unsur utama adalah oksida besi hematite Fe2O3 (93,88 wt%). Disamping hematite, beberapa unsur lain terdeteksi namun dengan prosentase kecil. Misalnya silika SiO2 sebesar 3,43 wt%, MnO (0,55 wt%), Al2O3 (0,43 wt%), dan beberapa lainnya.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 59

    Tabel 1. Hasil observasi bijih besi Lhoong dengan XRF

    KESIMPULAN

    Hasil identifikasi awal terhadap bijih besi Lhoong, Kab. Aceh Besar, masing-masing dengan menggunakan teknik difraksi sinar-X (XRD), X-ray fluoresensi (XRF) dan mikrostruktur permukaan dengan mikroskop elektron (SEM) diperoleh informasi bahwa unsur oksida besi hematite Fe2O3 sangat dominan. Data kualitatif XRD memperlihatkan bahwa fasa utama yang dominan adalah Fe2O3 sedangkan fasa minor tidak terdeteksi. Dikaitkan dengan analisa kandungan unsur dengan XRF diketahui Fe2O3 memiliki kandungan sebesar 93,88 wt%. Sejalan dengan itu, proses penghalusan butir bijih besi juga menunjukkan bahwa material tersebut bisa dibentuk menjadi material berstruktur nano, seperti ditunjukkan data pelebaran puncak pada pola XRD dan juga dikorelasikan dengan observasi morfologi permukaan dengan mikroskop elektron.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Erfan Handoko (Material Sains, UI Jakarta) atas asistensi penggunaan perangkat SEM dan XRD. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) Dikti Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan hibah penelitian MP3EI dengan nomor kontrak: 217/SP2H/PL/Dit.Litabmas/V/2012, tanggal 23 Mei 2012.

    Formula Z Concentration Status Line 1Fe2O3 26 93.88% Fit spectrum Fe KA1/EQ20SiO2 14 3.43% Fit spectrum Si KA1/EQ20MnO 25 0.55% Fit spectrum Mn KA1/EQ20Al2O3 13 0.43% Fit spectrum Al KA1/EQ20K2O 19 0.38% Fit spectrum K KA1/EQ20P2O5 15 0.33% Fit spectrum P KA1/EQ20SO3 16 0.29% Fit spectrum S KA1/EQ20Nd2O3 60 0.27% Fit spectrum Nd LA1/EQ20Cl 17 0.18% Fit spectrum Cl KA1/EQ20CuO 29 0.07% Fit spectrum Cu KA1/EQ20Cr2O3 24 0.06% Fit spectrum Cr KA1/EQ20Pr6O11 59 0.06% Fit spectrum Pr LA1/EQ20CaO 20 0.05% Fit spectrum Ca KA1/EQ20SnO2 50 0.02% Fit spectrum Sn KA1/EQ40

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    60 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Wei Wu, Quanguo He, Changzhong Jiang, Magnetic Iron Oxide Nanoparticles: Synthesis and Surface Functionalization Strategies, Nanoscale Res Lett 3 (2008) 397415

    2. D. Patel, J.Y. Moon, Y. Chang, T.J. Kim, G.H. Lee, Colloid Surf. A 313314, 91 (2008). doi:10.1016/j.colsurfa.2007.04.078.

    3. [3] M. Zhao, L. Josephson, Y. Tang, R. Weissleder, Angew. Chem. Int. Ed. 42, 1375 (2003). doi:10.1002/anie.200390352.

    4. S. Mornet, S. Vasseur, F. Grasset, P. Veverka, G. Goglio, A. Demourgues et al., Prog. Solid State Chem. 34, 237 (2006). doi:10.1016/j.progsolidstchem.2005.11.010.

    5. P.D. Stevens, J. Fan, H.M.R. Gardimalla, M. Yen, Y. Gao, Org. Lett. 7, 2085 (2005). doi:10.1021/ol050218w.

    6. Y. Jun, J. Choi, J. Cheon. Chem. Commun. (Camb) 1203 (2007). doi:10.1039/b614735f 7. Anonimous, Potensi Bahan Galian Unggulan, Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah

    Aceh, 2010. 8. Muljadi dan Hans Sudjono, Pembuatan dan Karakterisasi Keramik Magnet Permanen Ba-

    Hexaferrite dan Sr-Hexaferrite, Prosiding Seminar Fisika Jakarta96, ISSN 0854-4085.

    TANYA JAWAB:

    Pertanyaan:

    1. Dari hasil investigasi sinar-X, kenapa unsur lain tidak terdeteksi? 2. Bagaimana dengan prospek ekonominya bila dikaitkan dengan tingginya biaya untuk

    produksi seperti pendirian pabrik?

    Jawab: 1. Unsur-unsur lain tidak terdeteksi karena prosentasenya sangat kecil. Namun dari data

    XRF unsur-unsur lain bisa dideteksi. Hal ini telah ditampilkan pada Tabel 1 yang menyertakan kehadiran unsur lain beserta prosentasenya.

    2. Untuk hal prospek ekonomi, ini sangat bergantung pada kebijakan daerah dan juga kawasan regional. Khususnya pendirian pabrik produksi oksida/raw material bijih besi bias disiasati dengan kerjasam regional guna mengurangi cost produksi yang tinggi.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 61

    PENGARUH VARIASI TEMPERATUR SINTERING TERHADAP KEMAGNETAN BARIUM M-HEKSAFERIT TERSUBSTITUSI ION ZN

    Aghesti WS*, M. Zainuri, Linda Silvia

    Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

    Surabaya 60111

    ABSTRAK Barium M-heksaferrit tersubstitusi, BaFe11,4Zn0,6O19 telah berhasil disintesis dengan

    metode kopresipitasi. Barium M-heksaferrit tersubstitusi dikarakterisasi dengan cara analisis termal, DSC-TGA, XRD dan suseptibilitas magnetik. Variasi temperatur adalah 90 C, 180 C, 270 C, dan 300 C. Berdasarkan pola XRD, untuk suhu sintering yang berbeda menghasilkan komposisi fasa yang berbeda. Variasi tersebut juga menyebabkan suseptibilitas berbagai nilai. Fasa barium M-heksaferrit yang maksimum sebanyak 41,4% dicapai pada suhu 180 C, yang menunjukkan nilai suseptibilitas magnetiknya 7,3 x 1013. Hasil ini konsisten dengan DSC-TGA data yang menunjukkan proses endoterm pada sekitar 180 C. Kata kunci : suseptibilitas, ion dopan, barium m- heksaferit

    ABSTRACT Substituted barium M-hexaferrites, BaFe11,4Zn0,6O19 have been successfully

    synthesized by coprecipitation method. The doped barium M-hexaferrite was characterized by means of thermal analysis , DSC TGA, XRD and magnetic susceptibility balance. The temperature variations were of 90C, 180C, 270C, and 300C. Based on XRD pattern, for different sintering temperature resulted different phase composition. Those variations also lead to various susceptibility values. A maximum M-hexaferrite content as much as 41,4% was achieved at temperature 180C, which exhibited magnetic susceptibility of 7,3 x 1013. This result is consistent with DSC-TGA data which shows an endothermic process at around 180 C. Key word: suseptibilitas, ion dopan, barium m- heksaferit PENDAHULUAN

    Barium M-heksaferit oksida adalah senyawa keramik dengan rumus kimia BaFe12O19. Barium M-heksaferit memiliki stabilitas kimia yang baik dan suseptibilitas tinggi. Nilai anisotropi magnetokristallin dan magnetisasi saturasi yang tinggi mengindikasikan memiliki aplikasi yang luas ini sehingga BaFe12O19 yang disebut fase ferrit M ini sebagai magnet permanen [1] (Dwipangga, 2011). Barium M-Heksaferrit (BaFe12O19) dikenal sebagai magnet permanen dengan struktur heksagonal yang sesuai dengan space group P 63/mmc [2](Smith,1959). Struktur BaFe12O19 memanjang ke arah sumbu z karena berisi 64 atom dengan a=b=5,89 dan c=23,2. Ion-ion Ba+2 dan O-2 memiliki ukuran atom yang hampir

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    62 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    sama yaitu Ba+2 = 0,135 dan O-2 = 0,138, keduanya bersifat non magnetik. Sedangkan ion Fe+3 bersifat magnet dengan jari-jari ionik 0,064 dan ion Fe+2 memiliki jari-jari ionik 0,074 yang menempati posisi intertisi [3](Lawrence. 2004). Jadi bahan ini berguna dalam teknologi peralatan pada kisaran yang cukup lebar. Namun, gaya koersivitas Hc terlalu tinggi untuk beberapa aplikasi baru. Untuk mengatasi masalah ini, ion besi dalam fase- M dapat digantikan oleh kation lain non logam magnetik hampir ukuran yang sama (misalnya Zn2+, Al3+, Co2+, Ti4+).

    Berbagai upaya telah dilakukan untuk pengembangan prosedur sintesis yang mengarah ke kontrol yang lebih baik dari partikel, morfologi (hexagonal plates) dan homogenitas, karena metode konvensional keramik keramik tidak lagi maksimal. Akhir akhir ini, BaFe12O19 dihasilkan melalui proses kristalisasi dengan menggunakan metode matrik kaca, metode hidrotermal, metode salt melting , metode sol - gel, dan kopresipitasi. Metode kopresipitasi pada penelitian ini adalah metode yang mudah untuk menghasilkan prekursor heksaferit. Pada tulisan ini kami menyajikan hasil sintesis konvensional heksaferit tersubstitusi dan sehingga diperoleh sifat magnet yang diharapkan [4](Dian,2011).

    METODELOGI PENELITIAN

    Gambar 1. Proses sintesis prekursor serbuk Barium M-Heksaferrit (a) larutan HCl; (b) serbuk Zn dan BaCO3 dalam larutan HCl; (c) serbuk Zn dan BaCO3 yang tercampur homogen; (d) serbuk Zn, BaCO3 dan larutan FeCl3.H2O dalam larutan HCl; (e) pembilasan dengan aquades; (f) penyaringan dengan kertas saring; (g) serbuk prekursor Barium M-Heksaferrit.

    Serbuk BaFe11,4Zn0,6O19 dihasilkan dengan metode kopresipitasi. Material yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Barium Carbonat (BaCO3), Iron (III) Cloride Hexahidrate (FeCl3. 6H2O) sebagai material dasar, Serbuk Zn proanalisi(PA) sebagai material dopan, larutan HCl 37% 12,063 M, NH4OH 25% 6,5 M, dan Aquades. Proses sintesis BaFe11,4Zn0,6O19 dengan konsentrasi x= 0. 6 yaitu dengan melarutkan BaCO3, Zn dan FeCl3. 6H2O dalam HCl. Larutan di aduk dengan magnetic stirrer hingga homogen dan berwarna

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 63

    orange merah bata kemudian larutan diendapkan dengan NH4OH hingga berbentuk seperti pasta. Larutan dibiarkan mengendap dan disaring hingga pH=7. Proses sintesis Barium M-Heksaferrit doping Zn dengan metode kopresipitasi yang ditunjukkan pada gambar 1.

    Material hasil pengendapan tersebut didrying pada temperatur 80oC selama 4 jam dan didapatkan serbuk barium M-heksaferrit doping Zn. Sampel yang didapat dikarakterisasi dengan DSC-TGA untuk mengetahui temperatur terjadinya perubahan fasa kemudian sampel dikalsinasi pada temperatur 180oC, 270oC, dan 300oC selama 4 jam. Selanjutnya untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk pada sampel dilakukan uji XRD (X-Ray Diffractomter) dan Magnetic Susceptibility Balance Sherwood Scientific.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Karakterisasi Transformasi Fasa Berdasarkan pengujian DSC/TGA diperoleh grafik seperti pada Gambar 2. Dari grafik

    DSC TGA dapat dilihat pengurangan massa seiring perubahan temperatur. Pada temperatur antara 0C 70C, tidak terjadi perbedaan temperatur antara sampel referensi dan sampel itu sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa pada range ini terjadi penguapan dari air, ion klorida, dll, tetapi pada temperature 80C terdapat gejala endotermik. Hal ini menunjukkan pada temperature ini terjadi pembentukan fasa baru. Pembentukan fasa baru ini dapat diketahui melalui pengujian lebih lanjut menggunakan XRD.

    Gambar 2. Kurva DSC/TGA prekursor Barium M-Heksaferrit

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    64 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    B. Identifikasi Fasa BaFe11,6Zn0,6O19

    Metode yang digunakan untuk mengkarakterisasi bahan uji hasil percobaan menggunakan difraksi sinar-x dengan Tipe Philips XPert MPD (Multi Purpose Diffractometer) system terdapat di Laboratorium Difraksi Sinar-X RC (Research Center) LPPM ITS Surabaya, dengan menggunakan panjang gelombang CuK_ 1,54 Ao, 40 kV, 30 mA. Berdasarkan data DSA/TGA diatas tejadi gejala endotermik pada suhu-suhu tertentu yang memungkinkan adanya reaksi kimia yang terjadi pada rentang suhu tersebut maka dilakukan pemanasan pada suhu 100oC, 180oC, 270oC, dan 300oC untuk mengetahui pada temperatur terbentuknya fasa barium M-hexaferrit yang didopan Zn. Sampel hasil pemanasan dikarakterisasi dengan menggunakan difraksi sinar x dengan pola difraksi (sudut 2) dan mengikuti persamaan Bragg 2dhklsinqB=nl. Identifikasi fasa hasil XRD dianalisis menggunakan metode Rietveld dengan software High Score Plus.

    Gambar 3 Pola Difraksi BaFe11,6Zn0,6O19

    Tabel 1. Hasil Komposisi Fasa BaFe11,6Zn0,6O19

    No Temperatur Kalsinasi (0C) Phasa

    I (%) II (%) 1 900C 18,93 81,07 2 1800C 41,36 39,68 3 2700C 28,49 71,51 4 3000C 56,43 43,57

    Keterangan: Phase I: barium M-hekaferrit dopan Zn Phase II: hematit (-Fe2O3)

    900C

    1800C

    2700C

    3000C

    900C

    1800C

    2700C

    3000C

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 65

    Pola difraksi sinar-x dengan variasi temperatur ditunjukkan pada gambar 3. Tampak bahwa pada pemanasan suhu 90oC, 180oC, 270oC dan 3000C terdapat kesamaan pola difraksi. Pada suhu pemanasan 900C diskitar sudut 29 terdapat puncak tetapi semakin tinggi temperatur maka puncak tersebut hilang. Hasil Refinement dengan menggunakan software X'Pert HighScore Plus ditunjukkan pada tabel 1. C. Analisis Mikrostruktur

    Analisa mikrostruktur serbuk Barium M-Heksaferrit menggunakan pengujian SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui morfologi atau struktur mikro permukaan dari zat padat. Alat ini dilengkapi dengan detektor dispersi energi (EDX) sehingga dapat digunakan untuk mengetahui komposisi elemen-elemen pada sampel yang dianalisis. Adapun tujuan SEM-EDX dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kegradulaan struktur mikro dan komposisi unsur dalam serbuk Barium M-Heksaferrit doping ion

    Gambar 4. Morfologi serbuk Barium M-Heksaferrit pada pemanasan 150oC

    Hasil SEM pada gambar di atas terlihat bahwa ukuran partikel dalam serbuk Barium M-Heksaferrit berukuran mikrometer, yaitu sebesar 0,5 m. D. Analisis Sifat Kemagnetan

    Pengujian sifat kemagnetan dengan menentukan suseptibilitas barium M-heksaferit dilakukan di laboratorium fisika zat padat Fisika ITS. Alat yang digunakan adalah Magnetic Susceptibility Balance Sherwood Scientific. Hasil pengujian suseptibilitas terlihat pada tabel 2. Pada temperatur 900C dan 2700C nilai suseptibilitasnya berkisar 5 x 1013. Sedangkan pada temperatur 1800C dan 3000C suseptibilitasnya berkisar 7 x 1013. Hal ini dikarenakan phase

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    66 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    phase yang terbentuk disetiap temperatur menghasilkan jumlah phase yang berbeda beda sesuai dengan tabel 1. Barium M-heksaferit memiliki sifat kemagnetan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hematit sehingga semakin banyak phase barium M-heksaferit yang terbentuk makan akan semakin tinggi pula sifat kemagnetannya. Kehadiran Ion Zn2+ ini sebagai pengganggu dalam kemagnetan ferit oksida.Dalam struktur barium M-heksaferrit terdapat ion Fe3+ dengan jari-jari ioniknya 0.065 nm, sehingga dimungkinnya kehadiran Ion Zn2+ akan menggantikan Fe3+, hal ini dikarenakan kemiripan dimensi ionik antara ion Fe3+

    dengan Zn2+, namun penambahan Zn Pada Barium M-Heksaferrit juga berpengaruh pada parameter kisi dan temperatur curie dari material tersebut. Menyusupnya ion Zn2+ pada struktur M-heksagonal menggantikan ion Fe3+, namun tidak merubah stuktur Kristal yang sudah ada, kehadiran Zn2+ ini untuk menurunkan sifat kemagnetan barium M-hexaferrit sehingga sifatnya menjadi lebih lunak. Penambahan Zn2+ dengan momen magnet yang lebih rendah akan mereduksi sifat magnetik ferrit [5] (Rosler, 2003). Ketika dilakukan substitusi ion Zn pada ion Fe, maka konsentrasi ion doping sangat menentukan momen magnet total material yang terbentuk. Zn2+ dengan konfigurasi elektron [Ar]3d10 yang memiliki momen magnet 0B. Ini berarti bahwa adanya doping Zn pada ion Fe3+ (momen magnet totalnya 5B) berpotensi menurunkan magnetisasai saturasi yang berakibat pada menurunnya medan koercivitas magnetokristalinnya [6](Ozgur, 2009).

    Tabel 2. Hasil Suseptibilitas Fasa BaFe11,4Zn0,6O19

    Sifat kemagnetan Barium M-Heksaferrit juga dapat diidentifikasi dengan pengujian VSM (Vibrating Sample Magnetometer). Besarnya sifat magnet suatu bahan dapat diketahui melalui kurva histerisis , dari kurva histerisis tersebut dapat diketahui magnetisasi remanensi (Mr) dan medan koersivitas (Hc). Pada pengujian ini menggunakan besar magnetisasi sebesar 1 gauss sehingga tidak mampu untuk mengetahui magnetisasi saturasi (Ms) sampel. Pada kurva histerisis berikut juga dapat diketahui magnetisasi tertingginya. Berikut adalah kurva histerisis pada prekursor, temperatur kalsinasi 90oC, 180oC, 270oC dan 300oC.

    No Temperatur Kalsinasi (0C) Suseptibilitas ( g) 1 900C 5,71x1013

    2 1800C 7,31x1013

    3 2700C 5,67x1013

    4 3000C 7,22x1013

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 67

    Gambar 5. Kurva histerisis serbuk Barium M-Heksaferrit pada temperatur 90oC, 180oC, 270oC dan 300oC

    Tabel 3. Perbedaan sifat magnetik yang ditinjau dari kurva histerisis JENIS Mr (emu/gr) Hc (Tesla) Mmax(emu/gr)

    Prekursor 0,005 0,013 0,4 90oC 0,01 0,011 0,49

    180oC 0,01 0,008 0,55 270oC` 0,01 0,011 0,5 300oC 0,012 0,023 0,53

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagi berikut:

    1. Variasi temperatur sangat berpengaruh terhadap pembentukan struktur BaFe11,4Zn0,6O19

    2. Tersubstitusinya fasa BaFe12O19 dengan ion dopan Zn tidak merubah struktur dasar dari barium hexaferrit yaitu hexagonal.

    3. Variasi temperatur sangat berpengaruh terhadap suseptibilitas BaFe11,4Zn0,6O19

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada DIKTI (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan) untuk dukungan dana yang telah diberikan.

    -0,5

    -0,25

    0

    0,25

    0,5

    -1 -0,75-0,5-0,25 0 0,25 0,5 0,75 1

    B

    (emu/gr)

    H (Tesla)

    80 C

    150 C

    200 C

    280 C

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    68 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Dwi Pangga. 2011. Pengaruh substitusi Ion Dopan Co/Zn Terhadap Struktur Kristal Barium M-Heksaferrit (BaFe12O19). Institut Teknologi Sepuluh Nopember : Surabaya

    2. Lawrence. 2004. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Erlangga : Jakarta. 3. Smith & Wijn. 1959. Physical Properties of Ferrimagnetic Oxides in Relation to Their

    Technical Application. Netherland : Phillips Researc. 4. Dian Yuliana. 2011. Pengaruh Variasi Temperatur Terhadap Pembentukan Struktur

    Kristal Barium M-Heksaferrit Tersubstitusi Ion Dopan Zn. Institut Teknologi Sepuluh Nopember : Surabaya

    5. Ozgur et al. 2009. Microwave Ferrites, Part 1 : Fundamental Properties. Journal of Material Science : Material in Electronics.

    6. Rosler, dkk. 2003. Synthesis and Characterization of Hexagonal ferrites BaFe12-2xZnxTixO19 (0 x 2) by Thermal Decomposition of Freeze-dried Precursors. Crystal research and Technology. Vol. 38, No. 11, hal. 927 934.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 69

    STUDI EFEK REAKSI POZZOLAN DARI BUBUK SILIKA ALAM LAMPUNG TERHADAP LAMA WAKTU MILLING PADA MORTAR

    Agus Sukarto Wismogroho

    Pusat Penelitian Fisika - LIPI Email: [email protected]

    ABSTRAK Reaksi hidrasi antara semen portlan dengan air menghasilkan pasta semen dan kalsium

    hidroksida. Pasta semen akan mengikat agregat (pasir) pada mortar dan kalsium hidroksida tidak berkonstribusi pada kuat mortar. Pemberian pozolan silika pada mortar dapat mengkonsumsi kalsium hidroksida dan mengubahnya menjadi pasta semen. Hal ini dapat meningkatkan kinerja mortar menjadi lebih baik. Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian efek penggantian semen portlan dengan bubuk silika alam. Bubuk silika yang digunakan, diperoleh dari penghancuran batu silika alam Lampung yang dihancurkan dengan metoda mechanical milling dengan variasi waktu milling. Semen portlan pada mortar diganti dengan bubuk silika sebesar 18wt.%.Hasil uji mampu alir menunjukkan bahwa penggantian bubuk silika lampung sebesar 18wt.% untuk berbagai variasi waktu milling tidak mengurangi sifat mampu alirnya. Hasil uji kuat tekan menunjukkan bahwa penggantian semen portland dengan bubuk silika menjadikan kuat tekan pada umur kurang dari 13 minggu telah mendekati kuat tekan dari mortar standar. Ukuran partikel yang semakin halus menunjukkan hasil kuat tekan yang lebih baik. Kata kunci: mortar, bubuk silika alam, pozzolan.

    ABSTRACT Hydration reaction between Portland cement and water produces cement paste which will

    make bonding with aggregates (sand) in mortar. Unfortunately, at the same time it will form calcium hydroxide which has no contribution in mortar strengthening. The addition of silica pozzolan will create reaction which will transform calcium hydroxides back to cement paste. This will improve the performance of mortar or concrete. In this research, the effects of natural silica powder, which is varied by milling time, on replacement of cement have been observed. Natural silica powder was obtained from powdering of Lampung natural silica rock using mechanical milling method. The Portland cement in mortar mixture was replaced by 18% of silica powder.The result of flow ability test showed that the replacement of Portland cement by 18% of silica powder didnt reduce its flow ability. The result of compressive strength test showed that the replacement by silica powder resulted on the reduction of compressive strength of less than 13 weeks-mortar compared to standard mortar due to reduction of Portland cement. However, for 13 weeks-mortar, the strength is quite similar with the standard. The finer particle size gives the better result to compressive strength. Keywords: mortar, natural silica powder, pozzolan.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    70 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    PENDAHULUAN

    Beton merupakan produk industri yang paling banyak dikonsumsi di dunia menurut beratnya. Produk beton digunakan untuk pembangunan infrastruktur menunjukkan alasan yang jelas mengenai hal itu. Indonesia dengan karakteristik tropis dan berpulau-pulau membutuhkan pengembangan infrastruktur di wilayah ekstrim, seperti pegunungan, danau, rawa, pelabuhan dan lain-lain. Pada lingkungan ekstrim seperti itu memerlukan produk beton dengan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan beton pada umumnya.

    Berbagai metoda dikembangkan untuk meningkatkan kinerja beton, seperti dengan melakukan pemberian bahan-bahan aditif beton, serat polimer, surfaktan, perbaikan formulasi dan lain-lainnya. Salah satu diantaranya adalah penambahan bahan silika pozzolan. Bahan silika pozzolan merupakan bahan aditif yang berfungsi untuk bereaksi dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dalam jumlah besar selama reaksi hidrasi semen[1]. Pada reaksi antara semen dengan air atau reaksi hidrasi, akan terbentuk pasta semen yang merupakan pengikat agregat beton dan bersamaan itu pula menghasilkan produk samping kalsium hidroksida. Jumlah pembentukan kalsium hidroksida dapat mencapai 20wt.%, tetapi material ini tidak memberikan konstribusi kekuatan pada beton. Material silika pozzolan memiliki karakterisitik yang mampu bereaksi dengan kalsium hidroksida didalam beton dengan keberadaan air atau kelembapan udara yang akan membentuk kembali pasta semen. Reaksi ini akan mengkonsumsi kalsium hidroksida yang terbentuk dan meningkatkan kadar pasta semen dalam beton. Reaksi berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dimana pembentukan pasta semen pada tahan lanjut akan menutup pori-pori beton, sehingga beton menjadi lebih padat dan kuat.

    Material silika pozzolan biasanya terdiri dari 2 jenis, yaitu silika pozolan alam dan buatan. Silika pozolan buatan berasal dari abu batubara dan biomasa [2-4], produk samping bubuk silika dari terak produksi besi, industri silikon dan sejenisnya [5]. Sedangkan silika pozolan alam seperti pasir Sirasu (diproduksi di Kagoshima, Jepang) [6], silika amorf diproduksi di Turki [7] dan lain-lain.

    Tidak semua silika memiliki sifat pozolan. Untuk dapat digolongkan menjadi silika pozolan, harus memiliki beberapa sifat dasar yaitu: a) berstruktur amorf dan b) tidak memunculkan reaksi alkali agregat. Struktur amorf pada silika memungkinkan untuk silika lebih reaktif dan bereaksi dengan kalsium hidroksida secara optimal dalam waktu yang lebih pendek. Sedangkan reaksi alkali agregat adalah reaksi antara unsur atau oksida alkali dengan

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 71

    bubuk silika yang membentuk silika gel. Silika gel menyerap kandungan air di udara dan meningkatkan volumenya sehingga menimbulkan keretakan pada beton. Pada umumnya, unsur atau oksida alkali tersebut berasal dari kandungan bubuk silika itu sendiri.

    Saat ini, kebutuhan pozolan di Indonesia sebagian masih dipenuhi dengan produk impor. Di lain sisi, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki mineral silika alam yang berlimpah. Apabila silika alam tersebut dapat diolah menjadi material pozolan maka dapat meningkatkan nilai ekonominya. Pada kegiatan ini, telah dikembangkan bubuk silika dari batu silika alam Lampung. Batu silika alam tersebut berjenis Obsidian dan dihancurkan dengan metoda mechanical miling, yang merupakan metoda sederhana untuk mendapatkan partikel berukuran mikro dan submikro [8].

    Bubuk yang diperoleh direaksikan dengan kalsium hidroksida murni dengan perbandingan berat 1:1 selama 6 bulan menunjukkan bahwa terjadi reaksi antara bubuk silika dengan kalsium hidroksida, dimana reaksinya setelah 6 bulan menkonsumsi kalsium hidroksida sebanyak 74% [9]. Pada pengujian bubuk tersebut terhadap semen Portlan selama 6 bulan menunjukkan hasil serupa [10]. Hal tersebut menunjukkan kemungkinan bubuk silika tersebut memiliki sifat pozolan.

    Pada penelitian ini, untuk mempelajari lebih lanjut efek reaksi pozolan dari bubuk silika yang diperoleh dari batu silika Lampung, maka dilakukan uji mortar, dimana bubuk silika diimbuhkan pada bahan mortar dengan metoda penggantian jumlah semen portlan yang kemudian diuji kekuatannya. Bubuk silika dari batu silika Lampung yang digunakan divariasikan berdasarkan lama proses milling/ penghancuran.

    METODOLOGI

    1. Bahan mentah Material yang digunakan pada penelitian ini berupa semen portlan, pasir sebagai

    agregat halus dan bubuk silika dari batu silika alam lampung yang dihancurkan dengan karakteristik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Sedangkan campuran mortar yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 2.

    Tabel 1. Material yang digunakan dalam ujicoba No Material Densitas g/cm3 Keterangan 1 Semen portlan 3.15 Specific area3290 cm2/g 2 Agregat pasir sungai (hitam) 2.65 3 Bubuk Silika 2.35

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    72 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    Tabel 2. Campuran mortar yang digunakan. No W/C Semen (mass%) Silika powder (mass%) Jenis silika 1 0.5 100 0 - 2 0.5 82 18 Silika 1h 3 0.5 82 18 Silika 4h 4 0.5 82 18 Silika 10h 5 0.5 82 18 Silika 130h

    W/C adalah perbandingan air (water) dan semen portlan (cement). Contoh campuran mortar standar: semen 600g, air 300g dan agregat halus 1350g.

    2. Cara pembuatan mortar Mortar standar berupa campuran antara semen portlan 600g, pasir 1350g, air 300g.

    Sedangkan bubuk silika dimasukkan sebagai substitusi dari semen portlan. Mortar dibuat berukuran 40x40x160mm sebanyak 3 buah untuk sekali uji, dimana hasil uji diambil dari nilai rata-ratanya. Mortar dicetak dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian selama pemeliharaan mortar disimpan dalam air dengan suhu tetap 20C. Urutan pembuatan mortar untuk ujicoba ditunjukkan pada diagram Gambar 1.

    Gambar 1. Alur kerja pembuatan mortar

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 73

    3. Uji mortar a. Flow Test

    Ketika pembuatan mortar, apabila sifat alirnya tinggi, maka akan mengurangi timbulnya atau terjebaknya gelembung udara di dalam mortar sehingga memudahkan pada penggunaan. Flow test pada kegiatan ini dilakukan dengan cara meletakkan mortar dengan ukuran tertentu diatas meja flow test yang kemudian meja flow test digetarkan 15 kali, setelah itu rata - rata pelebaran aliran mortar diukur. Untuk flow test, dilakukan juga variasi penggantian semen dengan bubuk silika sebesar 10wt.% untuk mengetahui efek perubahannya.

    b Uji patah Setelah dirawat dalam air dengan suhu 20C dalam waktu 2, 4 dan 13 minggu, maka

    dilakukan uji patah masing-masing 3 sample yang kemudian diambil nilai rata-ratanya. Uji patah dilakukan dengan menggunakan metoda 3 point bending strength, dimana panjang antara penyangga adalah 100 mm. Sampel diberi beban dengan kecepatan 100N/s sampai patah. Nilai kuat patah terbesar diukur. Detil metoda uji patah ditunjukkan pada Gambar 2. c Uji tekan

    Setelah dilakukan uji patah, potongan mortar sisa uji patah yang memiliki ukuran memadai digunakan untuk uji tekan. Uji tekan dilakukan dengan menekan bagian tengah dari permukaan mortar dengan menggunana penekan berukuran 40x40mm dari kedua sisi mortar. Penekanan dilakukan dengan kecepatan 5000N/s. Detil metoda uji tekan ditunjukkan pada Gambar 2.

    Gambar 2. Uji mortar, a) uji patah 3 point bending strength dan b) uji tekan

    HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Ukuran partikel dari bubuk silika

    Batu silika Lampung dihancurkan dengan metoda mechanical milling selama waktu yang ditentukan. Hasil bubuk yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan particle size analyser (PSA) dengan hasil distribusi ditunjukkan pada Gambar 3.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    74 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    Pada silika 1h terdapat 2 wilayah distribusi partikel, yaitu kelompok partikel pertama 1-

    10m dan kelompok partikel kedua 10-175m. Ukuran rata-rata partikel adalah 28m. Pada tahap pertama penghancuran, ditunjukkan adanya proses pengecilan yang terjadi secara 2 tahapan. Pada silika 4h, distribusi partikel berada pada area 0.85-20m dengan rata-rata

    5.8m. Distribusi partikel semakin tajam dan menyempit. Sedangkan pada silika 10h, distribusi partikel pada area 0.85-17.5m dengan rata-rata 5.1m. Pada silika 130h diperoleh

    partikel dengan area distribusi 0.65-13.2m dengan rata-rata 3.6m. Distribusi partikel menunjukkan 2 puncak area yang berdekatan. Hal ini mengindikasikan adanya aglomerasi partikel. Hal ini menunjukkan bahwa metoda mechanical milling yang menghancurkan partikel dengan memanfaatkan aglomerasi dari partikel yang ditumbuk secara berulang-ulang menjadikan partikel yang terbentuk berstruktur aglomerasi dari partikel-partikel yang lebih kecil. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa semakim lama proses mechanical milling, ukuran partikel yang diproses semakin mengecil.

    Gambar 3. Distribusi partikel dari bubuk silika yang digunakan 2. Sifat mampu alir mortar

    Hubungan antara waktu proses mechanical millng dengan kualitas mampu alir mortar dengan W/C=0.5 ditunjukkan pada Gambar 4. Nilai mampu alir dari mortar standar adalah sekitar 200mm. Semakin lama waktu proses mechanical millng menunjukkan tidak ada perubahan dari sifat mampu alir mortar. Demikian juga perbedaan antara penggantian semen portlan dengan 10 dan 18wt.% bubuk silika. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bubuk silika dengan ukuran yang semakin kecil tidak begitu mempengaruhi kondisi mampu alir dari mortar yang dihasilkan. Pada umumnya, dengan imbuhan partikel halus dimana nilai specific

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 75

    surface area semakin besar, dan bentuk partikel yang semakin buruk akan mengurangi mampu alir dari mortar [5].

    Gambar 4. Hubungan antara waktu proses mechanical millng dengan kualitas mampu alir mortar dengan W/C=0.5

    3. Kuat tekan mortar Kuat tekan mortar ditunjukkan pada Gambar 5. Kuat tekan mortar standar setelah 2

    minggu adalah 55 MPa. Semakin lama waktu penyimpanan menunjukkan adanya peningkatan kuat tekan dari mortar. Pada mortar yang diberi penggantian bubuk silika sebesar 18wt.% untuk berbagai variasi bubuk pada umur 2 minggu menunjukkan nilai kuat tekan yang hampir sama, tetapi lebih rendah dari kuat tekan mortar standar. Semakin lama waktu penyimpanan menunjukkan bahwa kuat tekan semakin meningkat. Pada umur 4 minggu, silika 130h memiliki kuat tekan yang paling tinggi. Kemudian pada umur 13 minggu, mortar dengan penggantian bubuk silika 10h dan 130h memiliki kekuatan yang mendekati kekuatan mortar standar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bubuk silika dengan ukuran yang lebih halus lebih cepat mencapai kuat tekan mendekati kuat tekan mortar standar dibandingkan dengan yang menggunakan bubuk silika yang lebih besar. Perbedaan yang terjadi menunjukkan terjadinya interaksi antara bubuk silika dengan kalsium hidroksida di dalam mortar, dimana bubuk silika yang semakin halus semakin mudah dan cepat bereaksi dibandingkan dengan yang lebih besar.

    Pada awal umur mortar, karena jumlah semen portlan yang dimasukkan pada mortar dikurangi sebesar penambahan bubuk silika, maka kuat tekan pada umur tersebut lebih rendah dari mortar standar. Namun demikian, kuat tekan mortar sedikit demi sedikit meningkat sejalan dengan waktu reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa bubuk silika yang diimbuhkan di

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    76 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    dalam mortar bekerja meningkatkan kuat tekan dari mortar tersebut. Bubuk silika yang digunakan memberikan efek pozolan sehingga kalsium hidroksida yang terbentuk di dalam mortar dapat berekasi dengan bubuk silika yang diimbuhkan dan membentuk kembali pasta semen.

    Gambar 5. Hubungan kuat tekan mortar terhadap waktu dengan variasi bubuk silica

    4. Kuat patah mortar Kuat patah mortar ditunjukkan pada Gambar 6. Kuat patah mortar standar setelah 2

    minggu adalah 9.5 MPa. Semakin lama waktu penyimpanan menunjukkan adanya peningkatan kuat patah dari mortar. Pada mortar yang diberi penggantian bubuk silika sebesar 18wt.% untuk berbagai variasi bubuk pada umur 2 minggu menunjukkan bahwa mortar yang menggunakan silika 130h memiliki kuat patah yang paling tinggi. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa semakin pendek waktu proses mechanical milling, kuat patah semakin rendah. Pada umur 4 minggu, kuat patah secara keseluruhan meningkat. Namun pada umur 13 minggu menunjukkan bahwa kuat tekan hampir sama pada semua sampel. Hal ini menunjukkan bahwa penggantian semen portlan dengan bubuk silika pada mortar menunjukkan peningkatan efek kuat tekan yang baik, tetapi kurang terlihat pada kuat patahnya.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 77

    Gambar 6. Hubungan kuat patah mortar terhadap waktu dengan variasi bubuk silika

    KESIMPULAN

    Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian efek penggantian semen portlan dengan bubuk silika alam dengan variasi waktu milling pada mortar. Semen pada mortar diganti dengan bubuk silika sebesar 18wt.%. Bubuk silika yang digunakan berukuran rata-rata 28-

    3.6m. Hasil uji mampu alir menunjukkan bahwa penggantian bubuk silika lampung sebesar 10 dan 18wt.% untuk berbagai variasi waktu milling tidak mengurangi sifat mampu alirnya. Hasil uji kuat tekan menunjukkan bahwa penggantian dengan bubuk silika menjadikan kuat tekan pada umur kurang dari 13 minggu lebih rendah dari kuat tekan mortar standar dikarenakan pengurangan jumlah semen portlan sebesar penggantiannya dengan bubuk silika, tetapi pada umur 13 minggu menunjukkan kuat tekan yang semakin mendekati mortar standar. Ukuran partikel yang semakin halus menunjukkan hasil kuat tekan yang lebih baik dibandingkan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi terhadap silika sehingga memberikan efek peningkatan kekuatan dari mortar meskipun jumlah semen portlan lebih sedikit. Peningkatan ini menunjukkan adanya reaksi pozolan dari bubuk silika dari silika alam Lampung dengan kalsium hidroksida dalam mortar yang meningkatkan kekuatan mortar dalam waktu reaksi yang relatif lama. Ukuran partikel yang lebih kecil menunjukkan peningkatan kecepatan reaksi yang lebih baik.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    78 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada Prof. Takewaka Koji dan Prof. Sueyoshi Hidekazu dari Kagoshima University untuk diskusi dan bantuannya yang bermanfaat pada penelitian ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. M. S. Shetty: Concrete Technology, S. Chand, Pune (2001). 2. Wunchock Kroehong, Theerawat Sinsiri, Chai Jaturapitakkul, Effe Effect of Palm Oil

    Fuel Ash Fineness on Packing Effect and Pozzolanic Reaction of Blended Cement Paste, Procedia Engineering, Vol.14 (2011) pp. 361-369

    3. V. Sata, J. Tangpagasit, C. Jaturapitakkul, P. Chindaprasirt, Effect of W/B ratios on pozzolanic reaction of biomass ashes in Portland cement matrix,Cement and Concrete Composites, Vol. 34 (2012) pp. 94-100

    4. Moiss Fras, E. Villar-Cocia, M.I. Snchez de Rojas, E. Valencia-Morales , The effect that different pozzolanic activity methods has on the kinetic constants of the pozzolanic reaction in sugar cane straw-clay ash/lime systems: Application of a kineticdiffusive model, Cement and Concrete Research, Vol. 35, 11 (2005) pp. 2137-2142

    5. Y. Kasai, E. Sakai, New Admixtures for Cement and Concrete, Tokyo, Gijutu Shoin (2007).

    6. K. Takewaka: Development of new pozzolan using Shirasu particles as concrete admixture, Journal of The Society of Materials Science, 48 (1999) pp. 1300-1307.

    7. M. Davraz and L. Gunduz: Engineering properties of amorphous silika as a new natural pozzolan for use in concrete, Cement and Concrete Research, 35 (2005) pp. 12511261.

    8. C. Suryanarayana, Mechanical Alloying and Milling, Marcel Dekker, Inc., New York, NY, 2004, 466 pp.

    9. Agus Sukarto W dan Wahyu Bambang W: Studi Reaksi Pozolan antara Kalsium H idroksida dengan Silika Alam Hasil Proses Ball Milling, Proc. SENNAM V, ITS, Surabaya, 2012, inpress.

    10. Agus Sukarto W dan Wahyu Bambang W: Studi Reaksi Pozolan dari Semen Portland dan Silika Alam Hasil Mechanical Milling, Proc SNF 2012, Tangerang Selatan, 2012, inpress.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 79

    TANYA JAWAB: Apa syarat untuk bisa menjadi material pozolan (pertanyaan dari dosen ITS) Jawab: Pozolan memiliki dua syarat:

    a. Amorf, agar mudah bereaksi dengan kalsium hidroksida , sehingga waktu reaksi pozolan menjadi pendek.

    b. Tidak memunculkan reaksi alkali agregat. Kandungan unsur alkali didalam beton dapat memicu munculnya reaksi alkali agregat antara unsur alkali dengan silika. Hal ini akan membentuk silika gel, yang akan menyerap kandungan air dari udara dan memperbesar volumenya. Hal ini akan menyebabkan keretakan di dalam beton.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    80 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    PENGARUH UKURAN PARTIKEL BAHAN PENYUSUN REM KOMPOSIT TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL

    Agus Triono1,2, IGN Wiratmaja Puja2, Satryo Soemantri B.2 1Jurusan Teknik Mesin Universitas Jember,

    Jl. Slamet Riyadi no. 62 Jember Phone/Fax : 0331- 410243

    2Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung

    Email: [email protected]

    ABSTRAK Kebutuhan rem komposit khususnya untuk kereta api semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penumpang pengguna kereta api. Beberapa kelebihan rem komposit diantaranya lebih ringan, mudah dipasang serta lebih ekonomis jika dikaitkan dengan umur pakai. Pada pembuatan rem komposit, ukuran partikel penyusun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sifat mekanik material. Ukuran partikel yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu ukuran saringan biasa, mesh 50 dan mesh 100. Selanjutnya dibuat sampel dengan ukuran 100 mm x 15 mm x 10 mm untuk uji bending, 25 mm x 12,5 mm x 12,5 mm untuk uji tekan dan 30 mm x 30 mm x 6 mm untuk uji geser. Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa kekuatan tekan, bending dan geser material rem meningkat seiring dengan semakin halusnya ukuran partikel. Sedangkan untuk koefisien gesek, ukuran partikel tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Kata kunci: rem, komposit, partikel, sifat, mekanik

    ABSTRACT Needs of particular composite brakes for trains increased along with the increasing of passenger. Some of the advantages of composite brakes are lighter, easy to install and has longer lifetime compare to metal brakes. In the manufacture of composite brakes, the size of constituent particles have a significant influence on the mechanical properties of the material. The particle size used in this study was divided into three mesh, 25, 50 and 100. The size of samples are 100 mm x 15 mm x 10 mm for bending test, 25 mm x 12.5 mm x 12.5 mm for the crush test and 30 mm x 30 mm x 6 mm for shear test. Result of the test shows that smoothness size particles give a better compressive, bending and shear strength. But for the coefficient of friction, the particle size has no significant influence. Keywords: brake, composite particles, properties, mechanical

    PENDAHULUAN

    Salah satu bagian terpenting dalam sistem pergerakan kereta api adalah sistem pengereman. Keandalan sistem ini sangat dipengaruhi oleh kualitas blok rem yang digunakan. Terdapat dua blok rem yang biasa digunakan oleh kereta api selama ini yaitu blok rem metalik dan blok rem. Jika dibandingkan blok rem metalik, blok rem komposit memiliki kelebihan

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV

    antara lain: (1) lima kali lebih ringan, sehingga lebih mudah diplima kali lebih tahan lama, (3) tingkat keausan lebih rendah, dan (4) perbandingan harga dan umur pemakaian yang lebih baik. Yang menjadi permasalahan selama ini adalah blok rem komposit ada hampir seluruhnya merupakan produk imkriteria yang ditetapkan oleh PT. Kereta Api Indonesia.tersebut adalah koefisien gesek, kekuatan geser, kekuatan bending dan kekuatan tekan. Untuk memenuhi kriteria tersebudiperlukan. Pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh ukuran partikel bahan penyususn rem komposit terhadap sifat mekanik material. Dari penelitian ini diharapkan pengembangan produk lokal berupa blok rem komposit dapat segera diwujudkan.

    STUDI PUSTAKA

    Klasifikasi Komposit

    Gambar 2. Klasifikasi komposit menurut

    Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV

    Palangkaraya, 19-20 Oktober

    antara lain: (1) lima kali lebih ringan, sehingga lebih mudah dipasang, (2) umur pemakaian lima kali lebih tahan lama, (3) tingkat keausan lebih rendah, dan (4) perbandingan harga dan umur pemakaian yang lebih baik.

    Yang menjadi permasalahan selama ini adalah blok rem komposit ada hampir seluruhnya merupakan produk impor. Produk lokal yang ada belum mampu memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh PT. Kereta Api Indonesia. Beberapa kriteria yang ditetapkan tersebut adalah koefisien gesek, kekuatan geser, kekuatan bending dan kekuatan tekan. Untuk memenuhi kriteria tersebut, penelitian yang terus menerus dan mendalam sangatlah diperlukan. Pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh ukuran partikel bahan penyususn rem komposit terhadap sifat mekanik material. Dari penelitian ini diharapkan pengembangan

    a blok rem komposit dapat segera diwujudkan.

    Gambar 1. Blok rem kereta api

    Gambar 2. Klasifikasi komposit menurut strukturnya

    ISSN 1411-4771

    20 Oktober 2012 | 81

    asang, (2) umur pemakaian lima kali lebih tahan lama, (3) tingkat keausan lebih rendah, dan (4) perbandingan harga dan

    Yang menjadi permasalahan selama ini adalah blok rem komposit ada hampir por. Produk lokal yang ada belum mampu memenuhi

    Beberapa kriteria yang ditetapkan tersebut adalah koefisien gesek, kekuatan geser, kekuatan bending dan kekuatan tekan. Untuk

    t, penelitian yang terus menerus dan mendalam sangatlah diperlukan. Pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh ukuran partikel bahan penyususn rem komposit terhadap sifat mekanik material. Dari penelitian ini diharapkan pengembangan

    strukturnya

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    82 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    Penggunaan material gesek dari komposit ditujukan untuk memperbaiki beberapa sifat dari material non komposit. Beberapa sifat yang diharapkan dari sebuah material gesek terutama rem antara lain adalah:

    Koefisien gesek yang stabil dalam berbagai kondisi lingkungan (basah dan kering). Kestabilan koefisien gesek pada temperatur tinggi.

    Ketahanan terhadap temperatur tinggi.

    Laju keausan yang rendah dan menghindari keausan pasangan material geseknya misalnya roda kereta api.

    Daya rekat yang baik pada material penumpunya (backing plate). Ketahanan terhadap korosi.

    Dapat kontak dengan baik dengan pasangan material geseknya.

    Kemudahan dan keunggulan ekonomis dalam skala produksi massal.

    Ketersediaan dan kemudahan akses terhadap sumber bahan baku.

    Keamanan terhadap kesehatan manusia baik dalam proses pembuatan maupun saat penggunaan.

    Pengembangan material gesek rem kereta api dititikberatkan pada penggunaan material komposit non-asbestos. Pada beberapa tahun mendatang penggunaan material asbestos akan dilarang penggunaannya di Indonesia karena dampak negatif material tersebut terhadap kesehatan. Pertimbangan kesehatan dan keamanan bagi manusia menjadi pertimbangan pemilihan material penyusun rem komposit.

    Menurut Nicholson (1990), Hebert Frood mengembangkan material untuk rem pertama kalinya menggunakan material cotton-based. Penemuannya mengawali didirikannya perusahaan rem Ferodo Company hingga sekarang.

    Untuk aplikasi rem, material penyusun rem komposit pada dasarnya dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya menjadi komponen dasar penyusun blok rem yaitu (Nicholson, 1990):

    Material Abrasif

    Friction Modifier Material Pengikat (binder) Penguat (reinforcement) Material Pengisi (filler) Selain itu, beberapa bahan tambahan dapat dimasukkan ke dalam lebih satu fungsi di atas.

    Hal ini disebabkan penambahan suatu bahan tambahan untuk mencapai karakteristik yang

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 83

    diharapkan, akan mempengaruhi fungsi lain (Nicholson, 1990). Sebagai contoh adalah penggunaan resin sebagai material pengikat (binder) juga akan mempengaruhi koefisien gesek rem.

    METODOLOGI Pembuatan Spesimen Tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan spesimen rem komposit adalah sebagai berikut:

    1. Tahap persiapan alat produksi dan bahan-bahan pernyusun

    Gambar 3. Persiapan bahan komposit

    2. Tahap screening

    Gambar 4. Proses pengayakan (screening), dibagi menjadi 3 jenis ( mesh 25, 50 dan 100) 3. Tahap scaling

    Gambar 5. Scaling

    4. Tahap mixing

    Gambar 6. Diagram alir urutan pencampuran material komposit

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    84 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    Gambar 7. Pencampuran bahan menggunakan mixer

    5. Tahap Pembuatan Spesimen

    Gambar 8. Spesimen yang sudah dicetak

    Pengembangan Proses Produksi Blok Rem Komposit Proses produksi yang dilakukan untuk memproduksi blok rem komposit baik skala

    prototype maupun spesimen adalah Hot Press Molding. Bahan penyusun blok rem dimasukan kedalam cetakan yang sudah dipanaskan dengan heater sampai temperature tertentu lalu ditekan dengan mesin press pada tekanan tertentu. Setelah itu dilakukan proses curing yaitu pemanasan spesimen atau prototype yang baru diproduksi dengan memakai oven. Secara lengkap proses produksi blok rem komposit ditunjukan Gambar 9.

    Gambar 9. Proses produksi blok rem komposit kereta api.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 85

    Penentuan temperatur dan tekanan yang diberikan merupakan parameter proses produksi yang bisa mempengaruhi sifat blok rem yang dihasilkan. Lama waktu penekanan juga menjadi parameter yang bisa memvariasikan hasil pengujian blok rem komposit. Ketiga parameter akan menjadi spesifikasi proses produksi. Pengujian Mekanik Material Komposit Partikulat Pengujian Tekan

    Pengujian tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan tekan dari material uji[19]. Pengujian ini dilakukan dengan cara pemberian beban tekan kepada material uji hingga material tersebut hancur. Dengan cara ini maka nilai tegangan tekan maksimum (crush strength) yang dialami spesimen dapat diketahui. Pengujian mengacu pada standar ASTM D695.

    Gambar 10. Spesimen yang sedang diuji tekan Pengujian Bending

    Pengujian bending dilakukan untuk mengetahui kekuatan lentur dari spesimen rem blok komposit. Pengujian yang dilakukan dengan menumpu spesimen pada dua titik serta memberikan beban pada bagian tengah spesimen. Metode ini dikenal dengan sebutan three point bending. Tegangan maksimum saat spesimen patah adalah nilai kekuatan lentur atau cross breaking strength. Pengujian disesuaikan dengan standar ASTM D790.

    Gambar 11. Spesimen yang sedang diuji bending

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV

    86 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    Pengujian Geser Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kekuatan geser dari spesimen blok

    rem komposit. Nilai koefisien geser sangat berpengaruh terhadap kekuatan blok rem komposit ketika mendapat tekanan dari roda maupun hidrolik sistem penger

    Gambar 12. Alat pengujian gesekGambar 6 diatas menujukan alat uji

    dilakukan pada skala laboratorium atau skala spesimendipotong dan diambil sampel spesimen yang ktersebut. Teknik pengujian seperti ini mengacu pada standar ASTM D

    HASIL DAN DISKUSI

    Gambar 13. Perbandingan Cross Breaking Strength

    Dari gambar 13 dapat dilihat bahwa semakin halus ukuran butir, kekuatan semakin naik. Hal ini dikarenakan luas permukaan kontak antar partikel semakin besar sehingga daya tahan terhadap bending semakin baik.

    Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN

    20 Oktober 2012

    Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kekuatan geser dari spesimen blok rem komposit. Nilai koefisien geser sangat berpengaruh terhadap kekuatan blok rem komposit ketika mendapat tekanan dari roda maupun hidrolik sistem pengereman.

    Gambar 12. Alat pengujian gesek diatas menujukan alat uji geser yang digunakan dalam penelitian ini.

    dilakukan pada skala laboratorium atau skala spesimen dengan cara blok rem komposit dipotong dan diambil sampel spesimen yang kemudian dilakukan uji geser pada spesimen

    Teknik pengujian seperti ini mengacu pada standar ASTM D732.

    Gambar 13. Perbandingan Cross Breaking Strength

    Dari gambar 13 dapat dilihat bahwa semakin halus ukuran butir, kekuatan bending spesimen semakin naik. Hal ini dikarenakan luas permukaan kontak antar partikel semakin besar sehingga daya tahan terhadap bending semakin baik.

    ISSN 1411-4771

    Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kekuatan geser dari spesimen blok rem komposit. Nilai koefisien geser sangat berpengaruh terhadap kekuatan blok rem komposit

    yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian lok rem komposit

    emudian dilakukan uji geser pada spesimen

    bending spesimen semakin naik. Hal ini dikarenakan luas permukaan kontak antar partikel semakin besar

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV

    Gambar 14. Perbandingan Crush Strength

    Dari gambar 14 dapat dilihat bahwa semakin halus ukuran butir

    Gambar 15. Perbandingan Shear Strength

    KESIMPULAN Ukuran butir partikel penyusun blok rem komposit sangat berpengaruh kekuatan bending, tekan dan geser. Semakin halus ukuran butir, kekuatan bending, tekan dan geser semakin baik. Hal ini dikarenakan luas permukaan kontak yang terjadi semakin besar sehingga kemampuan butir untuk mempertahankan kondisinya semakin baik.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Triono Agus, Puja IGN Wiratmaja, Brodjonegoro Satryo S., Rem Kereta Api Menggunakan Program LabView, Seminar Hasil Penelitian Teknologi Mahasiswa Indonesia, Universitas Riau, 2012

    2. Triono Agus, Puja IGN Wiratmaja, Brodjonegoro Satryo S., Ezello Ridho, Serabut Kelapa Sebagai Reinforcement Pada Pembuatan Rem

    Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV

    Palangkaraya, 19-20 Oktober

    Gambar 14. Perbandingan Crush Strength

    Dari gambar 14 dapat dilihat bahwa semakin halus ukuran butir, crush strength semakin baik.

    Gambar 15. Perbandingan Shear Strength

    Ukuran butir partikel penyusun blok rem komposit sangat berpengaruh kekuatan bending, tekan dan geser. Semakin halus ukuran butir, kekuatan bending, tekan dan geser

    in baik. Hal ini dikarenakan luas permukaan kontak yang terjadi semakin besar sehingga kemampuan butir untuk mempertahankan kondisinya semakin baik.

    Triono Agus, Puja IGN Wiratmaja, Brodjonegoro Satryo S., Otomatisasi Uji Gesek Blok eta Api Menggunakan Program LabView, Seminar Hasil Penelitian Teknologi

    Mahasiswa Indonesia, Universitas Riau, 2012 Triono Agus, Puja IGN Wiratmaja, Brodjonegoro Satryo S., Ezello Ridho, Serabut Kelapa Sebagai Reinforcement Pada Pembuatan Rem

    ISSN 1411-4771

    20 Oktober 2012 | 87

    , crush strength semakin baik.

    Ukuran butir partikel penyusun blok rem komposit sangat berpengaruh kekuatan bending, tekan dan geser. Semakin halus ukuran butir, kekuatan bending, tekan dan geser

    in baik. Hal ini dikarenakan luas permukaan kontak yang terjadi semakin besar sehingga kemampuan butir untuk mempertahankan kondisinya semakin baik.

    Otomatisasi Uji Gesek Blok eta Api Menggunakan Program LabView, Seminar Hasil Penelitian Teknologi

    Triono Agus, Puja IGN Wiratmaja, Brodjonegoro Satryo S., Ezello Ridho, Pemanfaatan Komposit, Seminar

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    88 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    Nasional Energi Terbarukan Dan Produksi Bersih (Senter Probe), Universitas Lampung, 2012

    3. Alam Hilman S., Puja IGN Wiratmaja, Triono Agus, Penentuan Parameter Produksi Material Ramah Lingkungan Untuk Aplikasi Kereta Api Menggunakan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Penguat, Seminar Nasional, Universitas Udayana, Bali, 2012

    4. Triono Agus, Puja IGN Wiratmaja, Brodjonegoro Satryo S., Ridho, Eiger, Pengaruh Kecepatan Relatif dan Temperatur terhadap Koefisien Gesek Blok Rem Komposit Kereta Api, Jurnal Teknik Mesin ITB, 2009

    5. Triono Agus, Sujudi S., Puja IGN Wiratmaja, Studi Komposisi Material Penyusun Blok Rem Komposit sebagi upaya Mendukung Penerapan Green Technology, Seminar Nasional TEKNOIN, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2010

    6. Triono Agus, Budiarko A. , Puja IGN Wirtamaja, Studi Perancangan dan Pembuatan Blok Rem Komposit untuk Kereta Api, Simposium Nasional Rekayasa Aplikasi Perencanaan dan Industri IX, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2010

    7. Triono Agus, Sembiring H. Delanis, Puja IGN Wiratmaja Puja, Studi Analisis Pengaruh Kekuatan Backing Plate Blok Rem Komposit Kereta Api, Seminar Nasional Rekayasa

    dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri, ITENAS Bandung, 2010 8. Puja, IGN Wiratmaja. et al., Analisis Beban Mekanik dan Termal pada Rem Kereta Api,

    Paper Engineering Design Center, Institut Teknologi Bandung, 2007 9. Puja, IGN Wiratmaja. et al., Analisis Kegagalan dan Akar Penyebab Kerusakan Blok Rem

    Komposit Yang Digunakan Di Divre III Sumatera Selatan, Laporan PT. GE, 2007. 10. LAPI-ITB, Laporan Studi Penelitian, Pengembangan dan Implementasi Material

    Komposit untuk Blok Rem Kereta Api, 2006 11. SOP Pengujian Blok Rem Komposit Kereta Api, 2010 12. Ashby, Michael F. 2005. Materials Selection in Mechanical Design. 3rd ed, Oxford:

    utterworth Heinemann.

    13. Dieter, George E. 1986. Mechanical Metallurgy. 3rd ed. McGraw-Hill, Inc. 14. Dokumen Spesifikasi Teknik Blok Rem Komposit (Type T 358 K), No.2/GRB/RT/IX/06.

    PT. KA. 2006 15. Isaac. Daniel M. 1994. Engineering Mechanic of Composite Materials. New York: Oxfort

    University Press.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 89

    16. Laporan PT. GE, 2007, Analisis penggunaan Rem Komposit Untuk dan Pengaruhnya pada Roda Kereta Api untuk Lintasan Pegunungan

    17. Laporan PT. GE, 2007, Pengujian Blok Rem Komposit Kereta Api 18. Muchsin, Fauzi Anom, 2007, Analisis Kegagalan Pada Roda Kereta Akibat Thermal

    Fatigue, Tugas Akhir Teknik Mesin ITB

    19. Norton, Robert L. 1996. Machine Design. Prentice-Hall International, Inc. 20. Popov, Egor P. 1978. Mechanic of Materials. 2nd ed. USA: Prentice-Hal Inc. 21. Gopal, P, Dharani L.R, Blum, Frank D., Load, speed and temperature sensitive of a

    carbon-fiber-reinforced phenolic friction material, 1995 22. Shojaei, Akbar; Abbasi, Farhang; Cure Kinetics of a Polymer-Based Composite Friction

    Material, 2005

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    90 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    ANALISIS SIFAT MAGNET DAN KETAHANAN KOROSI MAGNET PERMANEN BONDED RE-Fe-B ANISOTROPIK DENGAN PELAPISAN

    LOGAM Ni

    Candra Kurniawan1*, Sri Endang W. 2, Priyo Sardjono1 1Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

    Gd. 440, Kawasan PUSPIPTEK, Tangerang Selatan, 15314 2Jurusan Fisika, Universitas Negeri Jakarta

    Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur, 13220 *Email : [email protected]

    ABSTRAK Selain memiliki sifat magnet yang terbaik dibadingkan magnet permanen jenis

    lainnya, magnet RE-Fe-B (RE = Pr, Nd) memiliki kekurangan yaitu ketahanan korosi dan temperatur Curie yang rendah. Untuk meningkatkan ketahanan korosi magnet RE-Fe-B dapat dilakukan penambahan bahan aditif sebagai komposit atau dengan cara melapisi magnet dengan polimer atau logam. Dalam tulisan ini dilakukan analisis sifat magnet dan ketahanan korosi magnet permanen bonded RE-Fe-B anisotropik dengan pelapisan logam Ni. Magnet bonded RE-Fe-B dibuat dengan komposisi resin epoxy sebagai binder sebanyak 3 wt%. Sedangkan pelapisan Ni dilakukan dengan variasi waktu pelapisan selama 30, 60, 90, dan 120 menit. Karakteristisasi yang dilakukan adalah pengukuran sifat fisis sebelum dan sesudah pelapisan Ni seperti densitas dan kekerasan Vickers. Selain itu juga dilakukan penghitungan aproksimasi ketebalan lapisan Ni melalui selisih massa setelah pelapisan. Kemudian dilakukan uji korosi magnet bonded RE-Fe-B anisotropik sebelum dan setelah pelapisan Ni dengan cara perendaman dalam larutan NaCl 3,5 wt%. Berdasarkan hasil pengujian sifat fisis, magnet, serta ketahanan korosi diketahui bahwa hasil terbaik didapatkan pada sampel magnet dengan waktu pelapisan selama 120 menit dengan densitas sebesar 5,3 g/cm3, tingkat kekerasan sebesar 466,93 kgf/mm2, dan medan magnet permukaan sebesar 1220 Gauss. Ketahanan korosi yang dihasilkan juga paling besar dengan tingkat korosi terkecil sebesar 1,38 mm/tahun. Kata Kunci : Hardness Vickers, Ketahanan Korosi, Magnet Nd-Fe-B, Pelapisan Ni.

    ABSTRACT In spite of having the best magnetic properties than other types of permanent magnets,

    RE-Fe-B (RE = Pr, Nd) based permanent magnet have the disadvantage which has the low corrosion resistance and Curie temperature. There are some effort to improve the corrosion resistance of RE-Fe-B magnet such as addition of additives as a composite or by coating with a polymer or metal. This paper explained an analysis of the magnetic properties and corrosion resistance of Ni coated anisotropy RE-Fe-B permanen magnet. Anisotropy bonded RE-Fe-B magnet is made by using epoxy resin mixed as a binder with the composition of 3 wt%. The Ni coating process performed by electroplating method with coating time variations of 30, 60, 90, and 120 minutes. Characterization performed is measuring the physical properties such a density and vickers hardness test. Then, analysis performed for calculating the thickness of the Ni layer with mass difference after coating. Corrosion resistance tested for bonded anisotropy RE-Fe-B magnet before and after Ni coating by immersion in a 3.5

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 91

    wt% NaCl solution. Based on the physical, magnetic, and corrosion resistance test obtained the best result of coated magnet on the 120 minutes coating time sample which has the highest density of 5,3 g/cm3, hardness of 466,93 kgf/cm2, and best magnetic flux density of 1220 Gauss. This sample also has a highest corrosion ressistance with the lowest corrosion rate of 1,38 mm/year. Keywords : Vickers Hardness, Corrosion resistance, Pr-Fe-B Magnet, Ni coating.

    PENDAHULUAN

    Magnet permanen jenis RE-Fe-B (RE = Nd, Pr) hingga saat ini merupakan jenis magnet permanen yang memiliki kualitas terbaik dengan energi produk yang mencapai 55 MGOe [1]. Namun demikian, selain memiliki sifat magnet terbaik tersebut, magnet berbasis RE-Fe-B tersebut memiliki kekurangan diantaranya adalah temperatur Curie yang rendah dan rentan teroksidasi sehingga mudah terkorosi. Rendahnya ketahanan korosi tersebut disebabkan adanya fasa RE-Rich yang ada di batas butir (grain boundaries) dan merupakan zat aktif yang dapat bereaksi dengan oksigen pada lingkungan yang humid.

    Usaha untuk meningkatkan ketahanan korosi magnet jenis RE-Fe-B ini telah banyak dilakukan, diantaranya adalah dengan menambahkan unsur aditif seperti SiO2, MgO, dan ZnO [2,3] maupun dengan memberikan proteksi luar dengan pelapisan bahan logam seperti Al, Ni, Zn, Cr, Cu, dan Sn [4-8].

    Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan proses pelapisan Nikel (Ni) pada magnet bonded Nd-Fe-B isotropik dengan metode elektroplating [9]. Dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa ketahanan korosi tidak selalu berbanding lurus dengan waktu pelapisan, sehingga diperlukan suatu verifikasi dan optimasi pada proses elektroplating tersebut untuk memaksimalkan hasil pelapisan yang dilakukan.

    Pada penelitian ini dilakukan pelapisan Ni pada magnet bonded RE-Fe-B anisotropik dengan metode elektroplating. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui karakteristik sifat fisis, magnetik, dan ketahanan korosi magnet bonded RE-Fe-B anisotropik setelah pelapisan logam Ni dibandingkan tanpa pelapisan sama sekali dan sebagai pengembangan dari pekerjaan sebelumnya. Laju korosi akan diuji dengan melakukan perendaman sampel dalam larutan NaCl 3,5wt% selama 3 jam.

    METODOLOGI

    Penelitian ini diawali dengan pembuatan magnet bonded RE-Fe-B anisotropi dengan metode pencetakan di dalam medan magnet. Bahan magnet yang digunakan berasal dari

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    92 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    magnequench tipe MQP-16-7-20068-070 dengan komposisi utama fasa Pr-Fe-B. Magnet Pr-Fe-B tersebut kemudian dicampur dengan binder epoxy resin sebanyak 3 wt%. Setelah prosees pencampuran kemudian serbuk Pr-Fe-B tersebut dikompaksi dalam medan magnet yang searah dengan arah tekan (paralel) pada kuat medan magnet 500 Gauss. Proses kompaksi dilakukan pada sampel berbentuk silinder dengan diameter 2 cm dengan press hidrolik dengan tekanan sebesar 3,6 tonf/cm2. Setelah proses kompaksi magnet kemudian dilakukan proses aging dengan pemanasan oven pada suhu 100 oC selama 2 jam.

    Tabel 1. Komposisi Larutan Ni-Strike Komposisi Larutan Jumlah

    NiCl2 .6H2O 330 g/L HCl (37%) 135 mL/L Nanopure water ~ 500 mL Suhu proses 28 oC Waktu pelapisan Rapat Arus

    30 detik 500 mA/cm2

    Preparasi sampel magnet Pr-Fe-B untuk proses pelapisan pertama-tama dilakukan dengan menghaluskan permukaan sampel secara berurutan dengan SiC paper #180, #500, #1000 kemudian disiram dengan aquades dan dikeringkan. Proses selanjutnya adalah sampel diberi pelapisan awal dengan melakukan elektroplating pada larutan Ni-Strike. Larutan Ni-Strike dan kondisi pelapisan awal tersebut ditunjukkan dalam Tabel 1. Proses pelapisan awal ini dimaksudkan sebagai adesif untuk meningkatkan daya rekat pada proses pelapisan Nikel selanjutnya.

    Tabel 2. Komposisi Larutan Ni-Watts Komposisi Larutan Jumlah NiCl2 .6H2O 45 g/L NiSO4 .6H2O 330 g/L H3BO3 40 g/L Nanopure water ~ 500 mL Suhu proses 55 oC pH Rapat Arus

    4 40 mA/cm2

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 93

    Proses utama selanjutnya adalah pelapisan sampel dalam larutan Ni-Watts dengan metode elektroplating. Anoda yang digunakan dalam setiap pelapisan berupa logam Nikel 78% yang disusun berpasangan sedangkan sebagai katoda adalah sampel magnet Pr-Fe-B. Komposisi larutan Ni-Watts beserta kondisi kerja ditunjukkan pada Tabel 2. Proses pelapisan Ni-Watts tersebut dilakukan dengan variasi waktu pelapisan selama 30, 60, 90, dan 120 menit untuk mendapat hasil pelapisan optimal. Karakterisasi sampel hasil pelapisan Ni dilakukan melalui uji densitas, uji hardness vickers, uji sifat magnet, dan terakhir adalah uji korosi melalui cara perendaman dalam larutan garam. Proses pengukuran densitas sampel dilakukan dengan menggunakan prinsip Archimedes, yaitu dengan menghitung perbandingan massa sampel di udara dibandingkan selisih massa sampel dalam air. Uji hardness vickers dilakukan dengan alat uji mikrohardness Matsuzawa tipe MXT50 dengan pembebanan 200 gf selama 10 detik. Pengukuran sifat magnet sampel dilakukan dengan alat Gaussmeter untuk mengukur medan magnet permukaan (magnetic flux density) sampel sebelum dan setelah pelapisan Ni. Uji korosi dilakukan dengan cara uji perendaman sampel dalam larutan NaCl 3,5 wt% selama 3 jam. Pengukuran perubahan massa selama perendaman dilakukan dengan interval 1,5 jam.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Sampel magnet Pr-Fe-B yang telah diberi pelapisan Ni dihitung aproksimasi ketebalan lapisan yang dihasilkan dengan menghitung selisih massa sampel sebelum dan setelah pelapisan. Nilai ini kemudian dikonversi menjadi ketebalan lapisan dengan mensubstitusi dalam persamaan, = . Nilai aproksimasi ketebalan tersebut kemudian diplot dalam grafik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

    Berdasarkan pada Gambar 1 tersebut tampak bahwa secara umum ketebalan meningkat sebanding dengan waktu pelapisan. Pada pelapisan Ni selama 30 menit didapatkan ketebalan aproksimasi sebesar 7,38 m sedangkan ketebalan lapisan Ni terbesar diperoleh pada waktu pelapisan selama 120 menit dengan ketebalan sebesar 63,66 m. Berdasarkan tren grafik ketebalan lapisan terlihat bahwa pada waktu pelapisan selama 120 menit terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan pada selang waktu 30 menit ke 60 menit.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    94 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    Gambar 1. Grafik aproksimasi ketebalan lapisan Ni pada substrat magnet bonded Pr-Fe-B anisotropik.

    Hasil pengujian selanjutnya adalah pengukuran densitas sampel magnet Pr-Fe-B yang tidak dilapisi dan dilapisi Ni dengan variasi waktu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

    Gambar 2. Grafik densitas sampel magnet bonded Pr-Fe-B yang telah dilapisi Ni dibandingkan dengan tanpa pelapisan Ni.

    Seperti yang terlihat pada Gambar 2 tersebut, densitas sampel setelah dilapisi Ni lebih tinggi dibandingkan densitas sampel tanpa pelapisan. Hal ini dapat diperkirakan karena densitas teoretis Ni murni yang lebih tinggi ( = 8,908 g/cm3) dibandingkan densitas magnet bonded Pr-Fe-B tanpa pelapisan, sehingga penambahan komponen Nikel sebagai pelapis akan meningkatkan densitas sampel. Berdasarkan grafik diperlihatkan bahwa peningkatan densitas

    7,38

    16,51 14,59

    63,66

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    0 20 40 60 80 100 120 140

    Ke

    teb

    ala

    n A

    pp

    rox

    (

    m)

    Waktu Pelapisan (menit)

    thickness (um)

    5,23

    5,255,27

    5,31

    5,20

    5,302 5,309 5,306

    5,338

    5,10

    5,15

    5,20

    5,25

    5,30

    5,35

    5,40

    0 30 60 90 120 150

    De

    nsi

    tas

    (g/c

    m3

    )

    Waktu Pelapisan (menit)

    Ni Coated Sample

    Uncoated Sample

    Theoretical Density

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 95

    sampel terhadap waktu pelapisan memiliki korelasi yang linear. Hal ini menunjukkan bahwa dengan ditingkatkanya waktu pelapisan akan sebanding dengan peningkatan densitas sampel yang dihasilkan. Densitas magnet setelah pelapisan Ni tersebut dapat dihitung secara matematis untuk mendapatkan densitas teoretis. Perhitungan densitas teoretis dilakukan dengan mengasumsikan komposisi Ni sebanding dengan ketebalan lapisan Ni pada pengukuran aproksimasi ketebalan lapisan dan hasilnya diplot seperti yang ditunjukkan pada grafik dengan garis putus-putus.

    Sampel magnet Pr-Fe-B yang telah dilapisi dengan Ni juga dibandingkan tingkat kekerasannya dengan melakukan pengujian Hardness Vickers, hasilnya kemudian dibuat histogram untuk membandingkan nilai sampel magnet sebelum dan sesudah diberikan pelapisan Ni seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

    a. b.

    Gambar 3. Grafik hasil uji tingkat kekerasan sampel magnet, a) histogram perbandingkan nilai HV sebelum dan setelah pelapisan Ni, b) persentase peningkatan tingkat kekerasan setelah pelapisan Ni.

    Berdasarkan tampilan histogram pada Gambar 3 tampak bahwa pada semua sampel tingkat kekerasan meningkat dengan diberikannya pelapisan Ni. Pengaruh variasi waktu pelapisan mempengaruhi besarnya peningkatan tingkat kekerasan yang dihasilkan. Hal tersebut tampak pada semakin lebarnya selisih tingkat kekerasan tiap sampel magnet sebelum dan sesudah diberi pelapisan Ni. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3(b), tampak bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada tingkat kekerasan sampel magnet bonded Pr-Fe-B hasil pelapisan Ni dengan waktu pelapisan 120 menit dengan peningkatan rata-rata mencapai 161,3%. Sedangkan berdasarkan grafik tersebut juga terlihat peningkatan tingkat kekerasan pada sampel hasil waktu pelapisan 30 90 menit relatif linier ditandai dengan kemiringan grafik yang relatif stabil pada rentang waktu tersebut. Dengan demikian, dapat ditunjukkan

    222,62205,60

    181,36 178,69

    231,26261,21

    244,63

    466,93

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    30 60 90 120

    Ha

    rdn

    ess

    Vic

    ke

    rs (

    kg

    f/m

    m2

    )

    Waktu Pelapisan (menit)

    Before Coating HV Ni Coated HV

    3,88%

    27,05%34,88%

    161,31%

    0%

    50%

    100%

    150%

    200%

    0 50 100 150

    Pe

    nin

    gk

    ata

    n H

    V s

    ete

    lah

    pe

    lap

    isa

    n N

    i (k

    gf/

    mm

    2)

    Waktu Pelapisan (Menit)

    Peningkatan HV (%)

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    96 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    bahwa untuk mendapatkan tingkat kekerasan maksimum pada pelapisan Ni untuk magnet bonded Pr-Fe-B dapat dilakukan pada waktu pelapisan selama 120 menit. Pengujian berikutnya adalah pengukuran kuat medan magnet sampel, yaitu setelah dimagnetisasi lalu diukur medan magnet permukaannya dengan menggunakan Gaussmeter. Hasil pengukuran tersebut diplot seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

    Gambar 4. Grafik medan magnet permukaan sampel magnet bonded Pr-Fe-B dengan variasi waktu pelapisan.

    Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4 tersebut berdasarkan garis tren tampak bahwa secara umum pelapisan Ni tidak mempengaruhi kuat medan magnet permukaan dibandingkan magnet bonded Pr-Fe-B tanpa pelapisan. Namun demikian, diperlihatkan juga nilai kuat medan magnet terbesar dihasilkan pada sampel magnet dengan waktu pelapisan selama 120 menit dengan kuat medan magnet sebesar 1220 Gauss. Nilai medan magnet permukaan yang tinggi tersebut mungkin disebabkan semakin banyaknya komposisi Nikel yang melapisi substrat magnet Pr-Fe-B seperti yang diperlihatkan pada pengukuran aproksimasi ketebalan lapisan Ni. Selain itu, nilai densitas yang dimiliki sampel magnet dengan waktu pelapisan 120 menit tersebut juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya nilai medan magnet permukaan. Pengujian terakhir adalah pengujian sifat ketahanan korosi tiap sampel magnet yang dilapisi Ni dan tanpa pelapisan dengan cara perendaman dalam larutan NaCl 3,5 wt% selama 3 jam. Analisis data dilakukan dengan mengacu pada ASTM G31-72 [10]. Perubahan massa pada sampel diukur setiap 1,5 jam untuk kontrol terjadinya korosi pada sampel magnet yang

    11341167

    1111 1122

    1220

    100

    300

    500

    700

    900

    1100

    1300

    0 20 40 60 80 100 120 140

    Me

    da

    n M

    ag

    ne

    t P

    erm

    uk

    aa

    n (

    Ga

    uss

    )

    Waktu Pelapisan (Menit)

    Magnet Field Flux Density

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 97

    dilapisi Ni tersebut. Perubahan massa yang terjadi kemudian dikonversikan menjadi laju korosi dengan mengaju pada ASTM G31-72 tersebut sehingga dihasilkan data yang diplot seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

    a b

    Gambar 5. Plot hasil uji korosi sampel magnet dalam larutan NaCl 3,5 wt%, a) selisih massa setelah uji perendaman, dan b) hasil perhitungan laju korosi.

    Pada Gambar 5(a) tampak bahwa terjadi penurunan perubahan massa yang terjadi pada sampel magnet yang terlapisi Ni berbanding terbalik dengan waktu pelapisannya. Setelah dikonversi menjadi laju korosi didapatkan bahwa tingkat korosi terendah yang berarti laju korosi tertinggi dihasilkan pada sampel magnet bonded Pr-Fe-B dengan waktu pelapisan 30 menit dengan laju korosi sebesar 40,52 mm/tahun. Sedangkan sampel magnet yang paling tahan korosi ditunjukkan pada sampel hasil pelapisan selama 120 menit dengan laju korosi 1,38 mm/tahun.

    Hal yang menarik adalah pada sampel magnet tanpa pelapisan terlihat bahwa laju korosi yang dihasilkan justru lebih rendah daripada sampel yang dilapisi Ni dengan waktu pelapisan 60 menit. Hal ini kemungkinan terjadi karena homogenisasi konten pelapis Nikel pada magnet yang belum optimal, sehingga masih ditemukan lubang-lubang dan crack dari pelapis Nikel tersebut. Selain itu, proses uji korosi pada magnet tanpa pelapisan dilakukan dalam kondisi belum termagnetisasi, sedangkan pada magnet yang terlapisi pengujian dilakukan setelah proses magnetisasi. Kurang optimalnya pelapisan tersebut dapat menjadi kelemahan yang harus segera ditutupi. Pengembangan proses pelapisan magnet selanjutnya perlu dioptimasi dengan memvariasikan bahan pelapis yang memungkinkan teknologi pelapisan multistep.

    0,023

    0,0700,064

    0,024

    0,003

    0,00

    0,01

    0,02

    0,03

    0,04

    0,05

    0,06

    0,07

    0,08

    0 50 100 150

    Pe

    rub

    ah

    an

    Ma

    ssa

    (g

    ram

    )

    Waktu Pelapisan (Menit)

    Perubahan

    massa (gram)

    13,11

    40,5236,71

    13,24

    1,38

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    0 50 100 150

    Co

    rr.

    Ra

    te (

    mm

    /ye

    ar)

    Waktu Pelapisan (Menit)

    corrosion rate

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    98 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    KESIMPULAN

    Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan proses pelapisan Ni pada sampel magnet bonded Pr-Fe-B anisotropik dengan metode elektroplating. Berdasarkan hasil pengujian sifat fisis, magnet, serta ketahanan korosi diketahui bahwa hasil terbaik didapatkan pada sampel magnet dengan waktu pelapisan selama 120 menit dengan densitas sebesar 5,3 g/cm3, tingkat kekerasan sebesar 466,93 kgf/mm2, dan medan magnet permukaan sebesar 1220 Gauss. Ketahanan korosi yang dihasilkan juga paling besar dengan tingkat korosi terkecil sebesar 1,38 mm/tahun. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelapisan magnet bonded Pr-Fe-B anisotropik dapat optimum pada waktu pelapisan selama 120 menit. Optimasi proses pelapisan masih perlu dilakukan untuk mendapatkan homogenisasi dan kehalusan permukaan hasil pelapisan yang terbaik.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Konsorsium Magnet Indonesia dengan judul Inovasi Teknologi Pembuatan Magnet Permanen Untuk Membangun Industri Magnet Nasional pada program Insentif Riset SINas yang didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia dengan kode program DF 2012 852. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan pada Kepala Lab. Pelapisan Material Puslit Fisika LIPI, Dr. K. A. Zaini atas penggunaan fasilitas penelitian selama penelitian berlangsung.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. David Brown, Bao-Min Ma, Zhongmin Chen. Developments in the processing and properties of NdFeb-type permanent magnets, Journal of Magnetism and Magnetic Materials 248 (2002): 432440.

    2. MO Wenjian, ZHANG Lanting, LIU Qiongzhen, SHAN Aidang, WU Jiansheng, Komuro Matahiro, SHEN Liping. Microstructure and corrosion resistance of sintered NdFeB magnet modified by intergranular additions of MgO and ZnO, Journal of Rare Earths, Vol. 26, No. 2, Apr. 2008, p. 268-273.

    3. X.G. Cui, M.Yan, T.Y.Ma, W.Luo, S.J.Tu. Effect of SiO2 nanopowders on magnetic properties and corrosion resistance of sintered NdFeB magnets, Journal of Magnetism and Magnetic Materials 321 (2009) 392395.

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012 | 99

    4. I. Skulj, H. E. Evans, I. R. Harris. Oxidation of NdFeB-type magnets modified with additions of Co, Dy, Zr and V, J Mater Sci (2008) 43:13241333.

    5. S. Pandian and V. Chandrasekaran, G. Markandeyulu, K. J. L. Iyer, and K. V. S. Rama Rao. Effect of Al, Cu, Ga, and Nb additions on the magnetic properties and microstructural features of sintered NdFeB, J. of Appl. Phys., Vol. 92 (10), 2002: 6082-6086.

    6. Shoudong Mao, Hengxiu Yang, Feng Huang, Tingting Xie, Zhenlun Song. Corrosion behaviour of sintered NdFeB coated with Al/Al2O3 multilayers by magnetron sputtering, Applied Surface Science 257 (2011) 39803984.

    7. A. Walton, J.D. Speight, A.J. Williams, I.R. Harris. A zinc coating method for NdFeB magnets, Journal of Alloys and Compounds 306 (2000) 253261.

    8. Purwanto Setyo, M. Ihsan, Mujamillah, Eko Yudho P., dan Wihatmoko P. Optimalisasi Sifat-Sifat Mekanik dan Tahan Korosi Bahan Rigid Bonded Magnet (RBM) dengan Pelapisan Logam Ni, J. Mikroskopi dan Mikroanalisis, Vol. 5 (2), 2002: 39-42.

    9. Kurniawan, Candra, Hayati M.A.S., P. Sebayang. Pelapisan Ni pada Magnet Bonded Nd-Fe-B dengan Metode Elektroplating. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2012 Pusat Penelitian Fisika LIPI. ISSN: 2088-4176. (In Press).

    10. ASTM int. ASTM G31-72: Standard Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metals. ASTM International : Pennsylvania (2004).

  • Prosiding Simposium Fisika Nasional XXV ISSN 1411-4771

    100 | Palangkaraya, 19-20 Oktober 2012

    PEMBUATAN KOMPOSIT KERAMIK ZIRKONIA MULLITE DENGAN MENGGUNANAKAN PASIR ZIRKON DAN FLY ASH

    SEBAGAI BAHAN BAKUNYA

    Erfin Yundra Febrianto, Slamet Priyono dan Fredina Destyorini

    Pusat Penelitian Fisika LIPI Komp. Puspiptek, Serpong , Tangerang Selatan

    Telp. 0217560579, Fax 0217560554 Email; [email protected]

    ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pembuatan komposit keramik Zirkonia Mullite dengan menggunakan pasir zirkon (zirkon silikat) dan fly ash (abu terbang) sebagai bahan bakunya. Penggunaan pasir zirkon dimaksudkan sebagai sumber ZrO2 dan SiO2 sedangkan penggunaan Fly Ash sebagai sumber Al2O3 dan SiO2 nya. Dengan memperhatikan komposisinya yaitu perbandingan antara Al2O3 , SiO2 dan ZrO2 , campuran disinter pada temperatur 15000C. Hasil proses sinter dianalisa yang meliputi pengukuran Densitas (), Porositas (%), K