Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONTRIBUSI
PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PAJAK DAERAH
DI KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH
USMAN
NIM : 08C20101173
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2013
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONTRIBUSI
PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PAJAK DAERAH
DI KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH
USMAN
NIM : 08C20101173
Skripsi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar
Meulaboh
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2013
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemerintah berwenang dalam mengatur kehidupan bernegara menjalankan
fungsinya dalam penyelenggaraan negara sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku dalam suatu negara. Pemerintah sudah semestinya bertanggung
jawab pada kehidupan rakyatnya. Peranan pemerintah sangat besar dalam
menjalankan kehidupan masyarakatnya.
Perubahan berbagai kebijakan nasional sebagaimana dimaksud membawa
harapan besar bagi daerah untuk membangun daerahnya dengan menggali potensi
daerahnya masing-masing sebagai sumber pendapatan daerah, khususnya
pendapatan daerah di Kabupaten Nagan Raya. Harapan dari daerah tersebut
merupakan hal yang wajar, karena diberikannya berbagai urusan pemerintahan
sebagai urusan rumah tangganya dibarengi dengan muatan kewenangan untuk
mengurus keuangannya secara otonom dalam membiayai penyelenggaraan
otonomi, baik dalam menggali sumber-sumber keuangan, pemanfaatannya serta
pertanggung jawabannya.
Fokus perhatian berkenaan dengan pembiayaan dalam penyelenggaraan
otonomi daerah bertumpu pada persoalan pendapatan daerah yang berasal dari
berbagai jenis sumber. Artinya pendapatan daerah merupakan cerminan dari
kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pada sisi lain
berjalannya pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah dalam
membiayai daerah, memberikan peluang untuk menggali potensi daerah melalui
pungutan daerah berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai sumber
2
pendapatan daerah ke dalam penetapan kebijakan hukum berupa Perda. Gejala
yang tidak terhindarkan terjadi pada daerah adalah adanya beberapa perda yang
menetapkan subjek dan objek pajak daerah dan retribusi daerah dibatalkan oleh
pemerintah pusat, diantaranya dengan alasan objek yang dipungut pada pajak
daerah dan retribusi daerah tersebut pada dasarnya sudah dikenakan sebagai objek
pajak pusat, terutama dalam memberikan jawaban atas adanya dugaan telah terjadi
tumpang tindih objek pajak daerah dan retribusi daerah. Di samping itu adanya
rumor yang berkembang, sejak era reformasi terkesan pada setiap daerah saling
berlomba memperbesar tingkat pendapatan daerahnya melalui instrumen pajak
daerah dan retribusi daerah, sehingga dinilai telah menambah beban bagi investor
yang mau berusaha atau menanamkan modalnya di daerah yang bersangkutan.
Salah satu fungsi negara adalah melindungi negara dan rakyatnya. Dalam
menjalankan roda pemerintahan dan melaksanakan fungsinya tersebut pemerintah
atau penguasa setempat memerlukan dan atau modal yang besar. Untuk
memperoleh dana yang besar, pemerintah menyediakan pos penerimaan yaitu
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu penerimaan negara
yang masuk dalam APBN adalah penerimaan pajak.
Pajak merupakan salah satu jenis penerimaan yang bersumber dari dalam
negeri, sering dikemukakan bahwa pemungutan pajak masih perlu ditingkatkan
lagi, sejalan dengan perkembangan yang ada dan di sadari bahwa banyak masalah
yang tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, sehingga menuntut adanya
penyempurnaan undang-undang perpajakan, diharapkan penerimaan negara yang
bersumber dari sektor pajak dapat lebih maksimal.
3
Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah
pusat saja melainkan juga menjadi perhatian pemerintah daerah (pemda).
Terutama sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah. Pada saat ini prinsip otonomi daerah adalah otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab maka pembiayaan Pemerintah dan
pembangunan Daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah perlu di
tingkatkan.
Pajak daerah merupakan sumber pembiayaan yang paling penting dimana
komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari komponen pajak daerah
dan retribusi daerah. Pajak daerah berdasarkan Undang- Undang Nomor 28 Tahun
2009 adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Retribusi daerah atau retribusi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah pemungutan daerah
sebagai pembayaran atau jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Disisi lain masyarakat sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki
kewajiban untuk ikut serta dalam menjalankan fungsinya yang bisa ditujukan
melalui keikut sertanya dalam pembiayaan negara.
Pajak Penerangan Jalan merupakan bagian dari Pajak Daerah diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelengaraan pemerintah dan
pembangunan daerah untuk meningkatkan dan kesejahteraan masyarakat. Pajak
penerangan jalan atau yang sering disebut dengan pajak penerangan jalan Umum
4
(PJU) merupakan hal yang perlu dikaji karena menimbulkan beberapa
permasalahan di masyarakat. Pemungutan pajak penerangan jalan dilakukan
bersamaan dengan pembayaran rekening listrik. Hal ini menimbulkan adanya
anggapan pada masyarakat bahwa dengan telah dibayarkannya pajak penerangan
jalan maka masyarakat berhak menikmati secara langsung fasilitas penerangan
jalan di tempatnya atau tanpa izin PT. PLN. Hal ini selanjutnya dikenal adanya
penerangan jalan umum secara liar yang menimbulkan kerugian di pihak PT. PLN
sekaligus membawa dampak adanya kemungkinan bahaya kebakaran. Pajak
penerangan jalan merupakan salah satu sumber penghasilan negara untuk
membiayai semua kebutuhan tentang penyelenggaraan negara. Berkaitan dengan
adanya otonomi daerah maka pajak merupakan sumber keuangan daerah yang
utama. Mengingat salah satu unsur pendapatan asli daerah adalah pajak daerah.
Pajak penerangan jalan merupakan salah satu jenis pajak daerah.
Pajak penerangan jalan adalah pajak yang memiliki potensi yang sangat
besar peranannya untuk dikembangkan khususnya di Kabupaten Nagan Raya.
Dalam artian untuk meningkatkan sumber pendapatan asli daerah di Kabupaten
Nagan Raya. Sebagai gambaran bisa kita lihat secara lebih luas pajak penerangan
jalan tahun anggaran 2006 sampai dengan 2012 total penerimaan pajak
penerangan jalan yang diterima oleh pemerintah daerah Kabupaten Nagan Raya
sangat memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kontribusi penerimaan
pajak penerangan jalan yang diterimanya cukup menyakinkan dengan total
sebesar 200.5 persen, dalam kurun waktu lima tahun.
5
Penduduk sebagai orang yang berperan penting dalam mewujudkan
peningkatan Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah di
Kabupaten Nagan Raya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis ingin
meneliti tentang “Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kontribusi Pajak
Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Nagan Raya”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah adalah
faktor- faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kontribusi Pajak Penerangan
Jalan terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Nagan Raya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Nagan
Raya ?
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan bagi penulis sebangai bahan perbandingan antara teori yang
telah dipelajari di kampus dengan praktek yanag telah diterapkan.
b. Bagi Lingkungan Akademik
Menjadikan sebagai bahan referensi mahasiswa-mahasiswa di lingkungan kampus
agar dapat membantu proses perkuliahan.
6
1.4.2. Manfaat Praktis
Peneliti ini berharap juga menjadikan sebagai referensi dilingkungan untuk
dapat menjadi tolak ukur bagi Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah
Kabupaten Nagan Raya terutama dalam mengelola berbagai sumber-sumber
penerimaan daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah di Kabupaten Nagan
Raya.
1.5. Sistematika Pembahasan
Secara garis besar sistematika pembahasan dalam karya Skripsi ini terdiri
dari lima bagian yaitu :
Bagian pertama terdiri dari, Pendahuluan tentang Latar Belakang,
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dari Penelitian, Manfaat Penelitian, dan
Sistematika Pembahasan.
Bagian kedua berisi tentang Tinjauan pustaka yang digunakan sebagai
dasar pijakan dalam penulisan skripsi.
Bagian ketiga berisi tentang ruang lingkup penelitian, data penelitian
yanag didalamnya mengenai jenis dan sumber data serta pengumpulan data,
model analisis data, definisi operasional variabel dan pengujian hipotensis.
Bagian kempat berisi tentang Pembahan, Statistik Deskriptif Variabel
Penelitian, Hasil Pengujian Hipotesis, Pembahasan Hasil Penelitian : Faktor-
faktor yang mempengaruhi Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pajak
Daerah di Kabupaten Nagan Raya, Analisis Laju Pertumbuhan.
Bagian lima merupakan bab penutup yang berisikan tentang simpulan hasil
dan Saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan
dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi
menggunakan “per waktu unit” untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan
penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan
sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan
penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk baik pertambahan
maupun penurunannya (http://vionasasya.blogspot.com) diakses 21 Oktober 2013.
2.1.1. Pengertian Penduduk
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis
Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan
oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi (http://blog.unsri.ac.id)
diakses 26 Oktober 2013.
2.1.2. Pengertian PDRB
Produk Domestik Regional Bluto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah
barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan pekonomian diseluruh
daerah dalam tahun tertentu atau perode tertentu dan biasanya satu tahun.
penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu harga berlaku dan
harga konstan. PDRB harga atas harga berlaku merupakan nilai tmabah barang
dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun yang
8
bersangkutan sementasra atas harga konstan dihitung dengan menggunakan harga
pada tahun tertentu sebagai tahun dasar (http://economicbappedakpkak.com)
diakses 25 Oktober 2013.
2.1.3. Kontribusi
adalah keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri maupun sumbangan.
Berarti dalam hal ini kontribusi dapat berupa materi atau tindakan. Hal yang
bersifat materi misalnya seorang individu memberikan pinjaman terhadap pihak
lain demi kebaikan bersama. Kontribusi dalam pengertian sebagai tindakan yaitu
berupa perilaku yang dilakukan oleh individu yang kemudian memberikan
dampak baik positif maupun negatif terhadap pihak lain. Sebagai contoh,
seseorang melakukan kerja bakti di daerah rumahnya demi menciptakan suasana
asli di daerah tempat ia tinggal sehingga memberikan dampak positif bagi
penduduk maupun pendatang. (http://Feprints.uny.ac.id) diakses 20 Oktober 2013.
2.2. Pengertian Pajak
Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus
dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu
banyak memerhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk
mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau bangsa negara dalam pembiayaan
pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa
pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi
kepentingan bersama (Waluyo 2007, h. 1).
Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dipungut oleh Pemerintah
dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya
9
pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjukan secara langsung. Namun
secara logika pajak yang dibayar oleh masyarakat tersebut mempunyai dampak
secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan,
dan tempat-tempat umum lainnya (Suprianto 2011, h. 11).
Pajak daerah, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Setiawan & Musri
2006, h. 349).
Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik,
dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan,
yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah (Muljono 2007, h. 237).
Berdasarkan definisi diatas lebih memfokuskan pada fungsi budgeter dari
pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur.
Apa bila memperhatikan coraknya, dalam memberikan batasan pengertian pajak
dapat dibedakan berbagai macam ragamnya yaitu dari segi ekonomi, segi hukum,
segi sosiologi dan lain sebagainya. Hal ini juga mewarnai titik berat yang
diletakannya, sebagai contoh segi penghasilan, segi daya beli, namun kebanyakan
lebih bercorak pada ekonomi (Waluyo 2007, h. 6).
2.2.1. Prinsip-Prinsip Perpajakan
Ada dua prinsip yang lazim digunakan dalam prinsip perpajakan
diIndonesia khususnya yaitu:
a. Prinsip keuntungan, yang menyatakan bahwa individu harus dibebani
pajak dengan proporsi untuk keuntungan yang mereka dapatkan dari program-
10
program pemerintah. Sama seperti orang membayar uang secara pribadi dalam
proporsi untuk konsumsi mereka atau roti pribadi, pajak seseorang harus berkaitan
dengan pemakaian mereka atau barang-barang kolektif seperti jalan-jalan atau
taman-taman umum.
b. Prinsip kemampuan untuk membayar, yang menyatakan bahwa jumlah
pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus berkaitan dengan pendapatan atau
kesehatan mereka. Semakin tinggi pendapatan atau kesehatan, semakin tinggi pula
pajaknya. Biasanya sistem pajak yang diatur dengan prinsip kemampuan
membayar juga bersifat redistributive yang berarti bahwa mereka mendapatkan
dana dari orang-orang dengan pendapatan yang tinggi untuk meningkatkan
pendapatan dan konsumsi kelompok-kelompok yang lebih miskin (Samuel &
Nordhaus 2003, h. 392).
2.2.2. Tinjauan Pajak Berbagai Aspek
Masalah perpajakan tindaklah sederhana hanya sekedar menyerahkan
sebangian penghasilan atau kekayaan seseorang kepada negara, tetapi coraknya
terlihat bermacam-macam tergantung kepada pendekatannya. Dalam hal ini pajak
dapat di dekati atau ditinjau dari berbagai aspek (Waluyo 2007, h. 3).
a. Aspek Ekonomi
Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang
digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan.
Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat. Meskipun
kehidupan ekonomi sebagian besar dijalankan dengan mengandalkan mekanisme
pasar bebas, mekanisme pasar bebas Pemerintah memerlukan Pajak dari
masyarakat.
11
Pelayanan yang diberikan Pemerintah merupakan suatu kepentingan
umum (public utilities) untuk kepuasan bersama, sehingga pajak yang mengalir
dari masyarakat akhirnya kembali kemasyarakat. Hal ini erat kaitanya dengan
kebijakan ekonomi yang mengarah pada dukungan pemenuhan kenaikan
pendapatan masyarakat melalui distribusi pendapatan. Dalam negara yang
menganut ekonomi bebas, semua orang ingin dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan atau keinginan mereka, cukup makan, tersedianya perumahan yang
memadai, pelayanan kesehatan yang baik, fasilitas pendidikan yang cukup, dan
sebagainya. Ini semua dapat dicapai apabila Pemerintah mampu menyediakan
berbagai prasarana untuk menunjak pembangunan ekonomi. Prasarana dapat
berupa jalan, jembatan, pelabuhan, air, listrik, dan sebagainya. Apabila prasarana
ekonomi tersebut kurang memadai otomatis perekonomian tidak dapat
berkembang.
Prasarana ekonomi tersebut erat kaitannya dengan pertumbuhan eko nomi
tanpa pertumbuhan ekonomi. Negara tidak dapat meningkat kesejahteraan
warganya. Demikian pula, tanpa jarak serta tanpa kesadaran membayar pajak,
pemerintah tidak dapat menigkat prasarana ekonominya. Untuk itu diperlukan
usaha mengerahkan dana-dana investasi yang bersumber pada tabungan
masyarakat. Tabungan Pemerintah, serta penerimaan devisa yang berasal dari
ekspor dan jasa. Pengerahan dana-dana investasi tersebut harus di tingkatkan
dengan cepat, sehingga peranan bantuan luar negeri semakin berkurang.
Perlu diperhatikan dalam beberapa tahun anggaran. Pemerintah selalu
mengalami defisit anggaran hal ini perlu disampaikan kepada pembayaran pajak
bahwa ekonomi nasional tidak selalu baik. Pemerintah, untuk melindungi sesuatu
12
yang lebih penting, sering kali harus melaksanakan kebijakan yang seolah-olah
bertentangan dengan dunia usaha tindakan untuk menurunkan inflasi, sebagai
contoh : yaitu dengan melakukan kontraksi moneter atau kebijakan uang
ketetapan sehinga tingkat bunga perbankan baik. Keadaan seperti ini tidak dapat
dijadikan dalih atau alasan bagi wajib pajak untuk melalaikan kewajibannya
(Waluyo 2007, h. 3).
b. Aspek Hukum
Hukum pajak di indonesia mempunyai hierarki yang jelas dengan urutan
yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang pengaturan pemerintah,
Keputusan Presiden, dan sebagainya. Hierarki ini dijalankan secara ketat.
Peraturan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang tingkatannya lebih tinggi.
Pajak merupakan masalah keuangan negara yaitu : pasal 23 Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 (pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang). Meskipun Undang-
Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen) sudah berlaku sejak negara merdeka
(diganti sejak Tahun 1950-1959), kemudian diperlukan kembali dengan Dekrit
Presiden Tahun 1959, undang-undang pajak masih menggunakan produk undang-
undang zaman kolonial Belanda sampai pembaruan perpajakan sesuai Tahun
1983. Kemudian pembaruan kembali pada Tahun 1997 terdapat pula undang-
undang baru yang dilahirkan pada Tahun 1997 telah melahirkan yaitu Undang-
undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang pajak dan retribusi daerah, Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa dan Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
13
Pembangunan. Keseluruhan ketentuan peraturan perundang-undangan ini
memberikan dasar hukum dalam pemungutan pajak dengan kelengkapan
perundang-undangan diharapkan pemerintah dapat menegakkan dibidang
perpajakan (Waluyo 2007, h. 4).
c. Aspek keuangan
Pendekatan dari aspek keuangan ini tercakup dalam aspek ekonomi hanya
lebih menitik beratkan pada aspek keuangan. Pajak dipandang bagian yang sagat
penting dalam penerimaan negara. Jika dilihat dari penerimaan negara, kondisi
keuangan negara tidak lagi semata-mata dari penerimaan negara berupa minyak
dan gas bumi, tetapi lebih berupa untuk menjadikan pajak sebangai primadona
penerimaan negara. Salah satu sumber dana untuk pembiayaan pembangunan
yaitu tabungan Pemerintah yang merupakan selisih antara penerimaan dalam
negeri dan pengeluaran rutin. Alat ukur yang digunakan sebagai indikator efektif
dan produktifnya. Pemungutan Pajak yaitu dalam fungsinya pengumpulan
penerimaan negara berupa pajak. Kecenderungan umum dengan semakin maju
suatu sistem pajak suatu negara akan semakin tinggi (tax ratio) yaitu perbandingan
antara penerimaan pajak dan jumlah produk domestik bruto (PDB) di Indonesia
baru mencapai 11,1 persen, yang diharapakan pada Tahun 2004 dapat mencapai
16 persen (Waluyo 2007, h. 5).
d. Aspek Sosiologi
Pada aspek sosiologi ini bahwa pajak ini bahwa pajak ditinjau dari segi
masyarakat yaitu yang menyangkut akibat atau dampak terhadap masyarakat atas
pungutan dan hasil apakah yang dapat di sampaikan kepada masyarakat. Jelas
bahwa pajak sebangai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran
14
rutin dan juga digunakan untuk membiayai pembangunan. Berati, dengan
pembangunan ini dibiayai masyarakat. Oleh karena itulah, karena dana yang
dihimpun berasal dari rakyat (private saving), atau berasal dari pemerintah (publik
saving). Dengan demikian terlihat bahwa dari pajak sasaran yang disetujui adalah
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara merata dengan
melakukan pembangunan diberbagai sektor (Waluyo 2007, h. 6).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak adalah :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya komtraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerinth
daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat suplus, dipergunakan untuk membiayai
publik investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur
(Waluyo 2007, h. 8).
2.2.3. Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat Dan Pungutannya
Pajak dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok, adalah sebagai
berikut :
15
2.2.4. Menurut Golongan
a. Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya tidak dapat dilimpahkan
pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang
bersangkutan. Sebagai contoh : pajak penghasilan.
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan
kepihak lain. Sebagai contoh : pajak pertambahan nilai.
2.2.5. Menurut Sifat
Pembangian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya
berdasarkan ciri-ciri prinsip.
a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objeknya dalam arti
memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan
b. Pajak objektif adalah Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya tanpa memerhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang mewah.
2.2.6. Menurut Pemungutan dan Pengelolanya
a. Pajak pusat adalah Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea materai.
b. Pajak daerah adalah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak
Reklame, Pajak Hiburan (Waluyo 2008, h. 12).
Beberapa para ahli memaparkan pengertian pajak:
16
Pengertian pajak menurut Feldman, dalam buku De Over Heidsmiddelen
Van Indonesia (terjemahan) Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh
dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran umum.
Pajak menurut Rochmat, Mengatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksa), dengan
tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditujukan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Kemudian beliau
menjelaskan bahwa kata“dapat dipaksakan” artinya bila utang pajak tidak dibayar,
utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan seperti surat paksa dan
sita, dan juga menyenderaan, terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan
adanya jasa timbal balik tertentu seperti halnya di dalam retribusi. Akan tetapi,
apa yang dikemukakan diatas kemudian dikoreksi. Dalam bukunya yang berjudul
pajak dan pembangunan, Tahun 1974, definisi tersebut diubah menjadi “pajak
adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan’’surplus’’nya digunakan untuk (public saving), yang
merupakan sumber utama untuk membiayai publik investment.
Pajak menurut Soeparman, pajak adalah iuran wajib berupa uang atau
barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum. “Istilah iuran wajib diharapkan dapat memenuhi ciri bahwa
pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerja sama dengan wajib pajak, sehingga
perlu dihindari penggunaan istilah paksaan”. Apabila suatu kewajiban harus
17
dilaksanakan berdasarkan Undang-undang. Apabila kewajiban tersebut tidak
dilaksanakan, maka sebagai konsekuensinya, Undang-undang menunjukkan cara
pelaksanaannya. Hal tersebut tidak hanya dalam hal pajak saja, melainkan juga
untuk hal-hal yang lain juga dikenal. Cara tersebut terutama dimaksudkan untuk
memaksa.
Pajak menurut Adriani, Pengertian pajak adalah “iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh negara yang wajib membayarnya”.
Menurut perundang-undangan dengan tidak mendapat prestasi kembali, biaya
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan. Dari definisi Andriani ini terlihat bahwa pajak
dianggap sebagai pengertian yang merupakan (species) dari sebuah (genus)
berupa pungutan.
Pajak menurut Smeets, dalam bukunya De Economische Betekenis der
Belastingen mengatakan pengertian pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang
terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya
kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya
adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah (Pudyatmoko 2004, h. 3 – 4).
2.3. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak
mempunyai beberapa fungsi yaitu :
18
2.3.1. Fungsi Anggaran
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan
dari sektor pajak.
2.3.2. Fungsi Mengatur
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik
dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fas ilitas keringanan
pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan
bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
2.3.3. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran
uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan
efisien.
19
2.3.4. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat (http://khandraa.blogspot.com diakses 19
Januari 2013).
2.4. Jenis - jenis Pajak
2.4.1. Menurut Administratif Yuridis
Dari segi yuridis suatu jenis pajak adalah suatu jenis pajak dikatakan
sebagai pajak langsung apabila dipungut secara periodik, yakni dipungut secara
berulang-ulang, tidak hanya satu kali pungut saja, dengan menggunakan
penetapan sebagai dasarnya dan kohir yaitu harus dipikul sendirir oleh wajib pajak
dan tidak dapat dilimpahkan pada orang lain. Misalnya, bea materai, Pajak
Pertambahan Nilai atas barang dan jasa (Tarigan 2005, h. 19).
Dari segi ekonomi suatu jenis pajak dikatakan sebagai pajak langsung apa
bila beban pajak tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Jadi dalam hal ini
antara pihak yang benar-benar memikul beban pajak, merupakan pihak yang sama
(Tarigan 2005, h. 19).
2.4.2. Berdasarkan Titik Tolak Pungutannya
Perbedaan pajak dengan menggunakan dasar titik tolak pungutannya ini
akan menghasilkan dua jenis yaitu :
Pajak subyektif adalah pajak yang penggunaannya berpangkal pada diri
orang/badan yang dikenai pajak (wajib pajak). pajak subyektif dimulai dengan
menetapkan orangnya baru kemudian dicari syarat-syarat obyeknya. Jadi, yang
20
diperhatikan pertama kali adalah subyeknya (orang atau badan) baru kemudian
dicari obyeknya.
Pajak obyektif adalah pajak yang pengenaannya berpangkal pada obyek
yang dikenai pajak, dan untuk mengekan pajaknya harus dicari subyeknya. Jadi,
pertama-tama yang dilihat adalah obyeknya yang selain benda dapat pula berupa
keadaan, peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar, kemudian baru dicari subyeknya (orang atau badan) yang
bersangkutan langsung tanpa mempersoalkan apakah subyek itu sendiri berada di
Indonesia atau tidak. Sebagai contoh dapat dilihat dari pajak penghasilan (PPH),
(Tarigan 2005, h. 22)
2.4.3. Berdasarkan Sifatnya
Pembagian pajak dengan mendasarkan sifatnya ini akan memunculkan apa
yang disebut dengan pajak yang bersifat pribadi dan pajak kebendaan. Pembagian
yang seperti itu kurang disetujui oleh Prof. PJA. Adrian dan Prof. Smeets sebagai
nama lain pajak subyektif dan obyektif, karena dapat disalah artikan dan
ditafsirkan seolah-olah dalam menetapkan pajak ini tidak diindahkan sama sekali
pribadi seorang wajib pajak. Pada hal dalam banyak hal keadaan wajib pajak
mempengaruhinya walaupun bersifat sekunder.
Pajak yang bersifat pribadi yakni pajak yang dalam penetapannya
memperhatikan keadaan dari diri serta keluarga wajib pajak. Dalam penentuan
besarnya utang pajak, keadaan dan kemampuan wajib pajak diperhatikan.
Misalnya, status wajib pajak kawin/belum, berapa tanggungannya dan sebagainya
sehingga kemampuan bayar dari wajib pajak itu diperhatikan, atau sering kali
disebut dengan daya pukul wajib pajak itu sendiri.
21
Pajak yang bersifat kebendaan adalah pajak yang dipungut tanpa
memperhatikan diri dan keadaan si wajib pajak. Pajak yang bersifat kebendaan ini
umumnya merupakan pajak tidak langsung, sebagai contoh bea materai (Tarigan
2005, h. 22).
2.4.4. Menurut Kewenangan Pemungutannya
Menurut kewenangan pemungutannya, pajak dapat digolongkan menjadi
pajak pusat dan pajak daerah.
a. Pajak pusat atau pajak negara adalah pajak yang kewenanganya berada
pada pemerintah pusat. Yanag termasuk pajak pusat ini adalah pajak
pengahasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan (PBB) Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), bea materai , bea lelang, bea masuk dan bea cukai.
b. Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada
pemerintah daerah, baik pada pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten kota. Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah disebutkan dalam pasar 2 undang-undang
tersebut (Ansari 2006, h. 2).
2.5. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
Menurut Pengaturan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, Pada Bab II tentang Pajak dan Jenis Pajak, Pasal 2
adalah sebagai berikut :
2.5.1. Jenis Pajak Provinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor
22
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan atau
penguasaan kendaraan bermotor. semua kendaraan beroda beserta gandengannya
yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik
berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu
sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya
menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak
milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan
sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan,
atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan
bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah
semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.
d. Pajak Air Permukaan
Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan
air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan
tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat.
e. Pajak Rokok
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
Pemerintah.
23
2.5.2. Jenis Pajak Kabupaten Kota
a. Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel
adalah fasilitas penyedia jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa terkait
lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk
pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya,
serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
b. Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau minuman dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan
sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
c. Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah
semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan atau keramaian yang
dinikmati dengan dipungut bayaran.
d. Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame
adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya
dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,
orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau
dinikmati oleh umum.
24
e. Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam
dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
g. Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor.
h. Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat kualitas dalam lapisan tanah atau batuan
di bawah permukaan tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan
atau pengusahaan sarang burung walet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas
bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
25
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah pajak atas
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Prolehan hak atas tanah dan bangunan
adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang diperolehnya hak atas tanah dan
bangunan oleh orang pribadi atau badan (Sapto 2010, h. 19).
2.6. Tarif Pajak
Pungutan pajak tidak terlepas dari keadilan. Dengankeadilan dapat
mencibtakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan
masyarakat. Dalam penetapan tarif harus mendasarkan pada keadilan. Yang
dimaksud dengan tarif pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak
terutang (pajak yang harus dibayar).
Filsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar undang-
undang ini tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan
mekanisme tersebut menjadi ciri dan corak tersendiri dalam system perpajakan
Indonesia karena kedudukan Undang-undang ini yang akan menjadi “ketentuan
umum” bagi perundang-undangan perpajakan yang lain (Waluyo 2005, h. 4).
Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah:
1. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dan pengabdian dan
peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melakukan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan
negara dan pembangunan nasional.
2. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui system menghitug,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
26
(self assessment). Sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan
mudah untuk dipahami oleh anggota, masyarakat wajib pajak.
3. Sistem pemungutan pajak mempunyai arti bahwa penentuan penetapan
besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada wajib pajak sendiri dan
melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah
dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pula pelaksanaan administrasi
yang terlalu membebani wajib pajak dan birokratis akan dapat dihindari.
Sejalan dengan harapan dalam upaya peningkatan pelayanan masyarakat
tersebut wewenang direktur jendral pajak yang bersifat teknis administratif
dapat dilimpahkan kepada aparat bawahannya. Dalam Undang-undang ini
digariskan bahwa administrasi perpajakan berperan aktif dalam
melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pengawaan, dan penetapan sanksi
sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Pembinaan masyarakat
wajib pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian
penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media massa maupun
penerangan langsung kepada masyarakat.
4. Dengan berpegang teguh kepada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan
kesederhanaan.
Menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan
bersih, peningkatan pelayanan kepada wajib pajak termasuk penyederhanaan dan
kemudahan prosedur dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, peningkatan
pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut, serta
27
peningkatan penegakan pelaksanaan ketentuan hukum yang berlaku (Waluyo
2005, h. 4).
2.6.1. Asas-Asas Pemungutan Pajak
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-
asas pemungutan dalam memilih alternatif pemugutannya, sehingga terdapat
keserasian pemungutan pajak dengan tujuan asas yang masih diperlukan lagi yaitu
pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Asas-asas pemungutan pajak
sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku An Inquiri into the
Nature and Cause of the Wealth of Nations menyatakan bahwa pemungutan pajak
hendaknya didasarkan pada :
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan
kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar
pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil
dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk
pengeluaran Pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat
yang diminta.
2. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang
terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
28
3. Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan
saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat
wajib pajak memperoleh penghasilan.
4. Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin,
demikian pula beban yang pikul wajib pajak (Gujarati 2003, h. 13).
2.6.2. Pengertian Pajak Daerah
Pajak daerah dan retribusi daerah harus mengacu pada Undang-undang
Pajak daerah dan retribusi daerah, agar dapat diberlakukan kepada masyarakat
sebagai wajib pajak atau wajib retribusi dan dengan dibuatkan peraturan daerah
oleh daerah yang bersangkutan. Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak,
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah (Setiawan &
Musri 2006, h. 349).
Sesuaidengan bunyi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yang
dimaksud dengan pajak daerah adalah Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut
Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Setiawan & Musri 2006, h. 349).
29
2.6.3. Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah iuran yang dilakukan oleh orng pribadi atau badan
kepada daerah tampa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah
(Ahmad Yani 2002, h. 45)
2.6.4. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari
penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu
sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain- lain pendapatan yang sah.
Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan
bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi,
dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran
penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (UU.No 32 Tahun 2004)
http://sonnylazio.blogspot.com diakses 27 Oktober 2013.
2.6.5. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain- lain pendapatan asli daerah yang sah.
Di dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah disebutkan bahwa sumber
30
pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan
pajak (Saragih 2003, h. 123).
2.6.6. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari :
a. Hasil Pajak Daerah
b. Hasil Retribusi Daerah
c. Hasil Perusahaan milik Daerah dan hasil Pengolahan kekayaan Daerah
lainnya yang dipisahkan
d. Lain- lain Pendapatan Asli Daerah yang sah (Ahmad yani 2002, h. 39).
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbaru berdasarkan
Nomor 13 Tahun 2006 terdiridari : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain- lain pendapatan asli daerah yang
sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan
sesuai dengan Undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek
pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaaan modal pada perusahaan
milik daerah atau BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
milik pemerintah atau BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis lain- lain Pendapatan Asli Daerah yang sah disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah,
retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dip isahkan dirinci
menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti
kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, atau pun bentuk lain sebagai
31
akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah,
penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,
pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda
pajak, pendapatan denda retribusi. Pendapatan hasil eksekusi atau jaminan,
pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari
angsuran atau cicilan penjualan (Gregory 2006, h. 12).
Pendapatan asli daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan
kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana untuk
membiayai pengeluaran rutin. Jadi dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah
sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam
memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya sehingga dapat
mendukung pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah
(Rusyadi 2005, h. 52).
2.6.7. Sumber Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah daerah supaya dapat mengurus rumah tangganya sendiri
dengan sebaik-baiknya maka perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan yang
cukup. Tetapi mengingat tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada
daerah maka daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Pasal 157 tentang pemerintah daerah,
menyebutkan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi :
1. Pajak Daerah
Adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang ditetapkan melalui peraturan
32
daerah yang dikenakan pada semua obyek pajak seperti orang atau badan,
bergerak atau tidak bergerak.
2. Retribusi Daerah
Adalah pungutan yang dilakukan sebagai pembayaran atas pemakaian jasa
yang diberikan oleh daerah secara langsung dan nyata.
3. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah
Adalah penerimaan merupakan bagian laba bersih Badan Usaha Milik
Daerah yang terdiri dari laba bersih bank pembangunan daerah, bagian dari laba
bersih perusahaan daerah.
4. Penerimaan Dari Dinas-dinas Daerah
Adalah penerimaan daerah dari dinas-dinas yang tidak merupakan
penerimaan-penerimaan dari pajak daerah. Misal penerimaan dari dinas pertanian,
penerimaan dari dinas pertenakan, dari dinas kesehatan dan lain- lain.
5. Penerimaan Lain- lain
Adalah penerimaan dari selain pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba
usaha milik daerah dan penerimaan dari dinas-dinas, Misal hasil penjualan barang
milik daerah, penjualan barang-barang bekas, cicilan kendaraan bermotor roda
empat dan roda dua, cicilan rumah yang dibangun oleh pemerintah daerah, dan
lain- lain (Rusyadi 2005, h. 52).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini menyangkut data jumlah pajak
penerangan jalan terhadap pajak daerah Jumlah Penduduk dan PDRB di
Kabupaten Nagan Raya. Mengingat luasnya aspek analisis maka data yang
diambil oleh penulis hanya di batasi selama 7 tahun yakni pada kurun waktu
tahun 2006 - 2012.
3.2. Data Penelitian
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder yaitu data yang
dikumpulkan dari sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang secara langsung
diperoleh dari penelitian. Pada penelitian ini data yang diambil bersumber dari
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nagan Raya.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dan Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain:
1. Studi Pustaka ( Library Research )
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang di perlukan dengan
cara membaca buku-buku dan literatur lainnya baik yang di wajibkan maupun
yang dianjurkan yang berhubungan dan ada kaitannya dengan masalah yang akan
di bahas dalam penelitian ini.
34
2. Penelitian lapangan ( Field Research )
Metode ilmiah ini dilakukan dengan cara mngumpulkan data sekunder
secara langsung dari sumbernya dengan cara :
a. Wawancara
Wawancara yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengadakan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang dapat
memberikan keterangan yang berhubungan dengan masalah yang akan di
bahas. Dalam penelitian ini, penulis ingin melakukan wawancara langsung
pada kepala kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nagan Raya.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mengumpulkan hasil dari semua data yang di
dapatkan dari kantor atau perusahaan, kemudian data-data tersebut di
jadikan sebagai input dalam penelitian.
3.3 Model Analisis Data
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi
linear Sederhana, Analisis Korelasi, Koefisien Korelasi, Koefisien Determinasi
dan Uji t yang akan diolah dengan menggunakan program statistik SPSS
17.0 dengan penjelasan berikut :
3.3.1. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis ini digunakan sebagai alat peramal nilai pengaruh suatu
variabel bebas (x) terhadap satu variabel terikat (y), dengan rumus sebagai
berikut (Supranto 2000, h.174) :
𝒚 = 𝒂 + 𝒃1 𝒙 1+𝒃2 𝒙 2+𝒆………………………………(𝟏)
35
Dimana
𝑦 = Variabel terikat (kontribusi) yang dilihat dalam persen
a = koefesien regresi
b1 = Koefisien Regresi faktor 𝑥 1
b2 = Koefesien Regresi faktor 𝑥 2
𝑥 1 = Jumlah Penduduk
𝑥 2 = PDRB
E = error term
𝒚 = α +b1 Ln 𝒙 1 + b2 Ln 𝒙 2 + 𝒆 ……………………… (2)
Persamaan 2 (dua) merupakan persamaan yang akan digunakan untuk
memperkecil data kontribusi, dan pertumbuhan ekonomi dalam persen dengan
dilogaritma terlebih dahulu. Sementara untuk jumlah penduduk hanya di ukur
dalam jiwa, jadi tanpa menggunakan log Sehingga data kontribusi dan PDRB
dapat lebih kongkrit.
3.3.2. Analisis Korelasi (r)
a. Koefisien Korelasi (r)
Koefesien Korelasi merupakan indeks atau bilangan yang di
gunakan untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan
antar variabel yang datanya berbentuk data interval atau rasio. Disimbulkan
dengan r dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Hasan 2002, h.233) :
𝐊𝐏𝐁 𝐫.𝟏𝟐 =𝐛𝟏∑𝐱𝟏 𝐘+𝐛𝟐 ∑𝐱𝟐 𝐘
∑𝐲𝟐 ……………………………… 3)
36
∑𝐲𝟐 = ∑𝐘𝟐 − (∑𝐘)𝟐
𝐧 ……………………………………….… (4)
Dimana :
KPB = Koefesien Penentu Berganda (determinasi)
Y = Variabel Terikat Kontribusi Pajak Penerangan jalan (dalam persen)
X1 = Jumlah Penduduk
X2 = PDRB (dalam persen)
b. Koefesien Korelasi Berganda
Koefesien korelasi berganda di simbolkan r r12 merupakan ukuran keeratan
hubungan antar variabel terikat dan semua variabel bebas secara bersama-sama.
Koefesien Korelasi Berganda akar dari Koefesien Determinasi Berganda di
rumuskan:
r r.12== 𝐛𝟏 ∑𝐗𝟏 𝐘+ 𝐛𝟐 ∑𝐗𝟐𝐘
∑𝐲𝟐 ………………………………… (5)
Dimana :
r = koefesien korelasi
Y = Variabel Terikat Kontribusi (dalam persen)
X1 = Jumlah Penduduk
X2 = PDRB
c. Koefesien Korelasi Parsial
Koefesien korelasi parsial merupakan koefesien dua variabel, jika variabel
lainnya konstan dirumuskan sebagai berikut :
1. Koefesien Korelasi Parsial antara Y dan X1 dimana X2 tetap
37
𝐫𝐫𝟏 .𝟐 =𝐫𝐫𝟏.𝟐−𝐫𝟐.𝐫𝟏.𝟐
𝟏−𝐫𝟐𝐫𝟐 𝟏−𝐫𝟏.𝟐𝟐
............................................. (6)
2. Koefesien Korelasi Parsial antara Y dan X2 dimana X1 tetap.
𝒓𝒓𝟏.𝟐 =𝒓𝒓𝟐−𝒓𝟐.𝒓𝟐.𝟏
𝟏−𝒓𝟐𝒓𝟐 𝟏−𝒓𝟐.𝟏𝟐
............................................ (7)
d. Koefisien Determinasi Parsial
Koefisien determinasi atau koefisien penentu yang menjelaskan
besarnya pengaruh nilai suatu variabel bebas (X) terdapat naik atau turunnya
(variasi) nilai variabel terikat (Y) yang dapat dirumuskan sebagai barikut
(Hasan,2002, h. 236).
1. Koefesien determinasi Parsial antara Y dan X1 dimana X2 tetap
𝐊𝐃𝐏 = 𝒓𝟏.𝟐𝟐 𝝌𝟏𝟎𝟎% ..................................................................... (8)
2. Koefesien determinasi Parsial antara Y dan X2 dimana X1 tetap
𝐊𝐃𝐏 = 𝒓𝟐.𝟏𝟐 𝝌𝟏𝟎𝟎% ..................................................................... (9)
3.3.3. Uji t
Uji signifikasi parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat
signifikasi dari pengaruh variabel bebas Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) dan jumlah pendududk terhadap variabel terikat kontribusi secara
individual dengan rumus sebagai berikut (Hasan 2002, h. 241).
38
𝐭 = 𝐧− 𝐫𝟐
𝟏− 𝐫𝟐
Dimana :
n = Jumlah Tahun.
r = Koefisien Korelasi.
3.3.4. Uji F
Uji hipotesis ini berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefesien
regresi yang di dapat signifikan atau tidak. Uji F diperuntukkan guna melakukan
uji hipotesis koefesien regresi secara bersama-sama yaitu antara X1 dan X2
terhadap Y. Dengan rumus sebagai berikut (Nachrowi dan Usman 2006 h. 16-17):
𝐅 =𝐑𝟐/ 𝐤−𝟏
𝟏−𝐑𝟐/(𝐧−𝐤) ........................................................... (10)
Dimana :
K = banyaknya variabel bebas
R2 = koefesien determinasi
3.4. Definisi Operasional Variabel
Adapun defenisi operasional variabel dalam penelitian ini meliputi:
a. Jumlah Penduduk (X1) adalah jumlah manusia yang bertempat tinggal atau
berdomisili pada suatu wilayah atau daerah yang memiliki mata pencaharian
tetap di daerah itu serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang
berlaku di Kabupaten Nagan Raya dalam kurun waktu 2006-2012
39
b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (X2) adalah jumlah nilai tambah
yang ditimbulkan dari seluruh sektor perekonomian di Kabupaten Nagan
Raya, yang diukur dalam jutaan rupiah dalam kurun waktu 2006-2012
c. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah (Y) Pajak
Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Pajak Daerah
merupakan pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang ditetapkan melalui
peraturan daerah dan dikenakan pada semua objek pajak seperti orang atau
badan, bergerak atau tidak bergerak di Kabupaten Nagan Raya pada kurun
waktu 2006–2012 yang di ukur dalam persen.
3.5. Pengujian Hipotesis
Hipotesa Statistik Yang Digunakan Dalam Penelitian ini adalah:
a. Ho; β=0, faktor- faktor yang diteliti tidak berpengaruh kontribusi pajak
penerangan jalan di Kabupaten Nagan Raya.
b. Hi; β ≠ 0, faktor- faktor yang teliti berpengruh terhadap kontribusi pajak
penerangan jalan di Kabupaten Nagan Raya.
Kriteria uji hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Apabila thitung > ttabel maka Ho ditolak H1 diterima, artinya terdapat
pengaruh yang nyata antara pajak penerangan jalan terhadap faktor- faktor
yang mempengaruhinya di Kabupaten Nagan Raya
b. Apabila thitung < ttabel maka Ho diterima H1 ditolak, artinya tidak terdapat
pengaruh yang nyata antara pajak penerangan jalan terhadap faktor- faktor
yang mempengaruhinya di Kabupaten Nagan Raya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Bagian ini peneliti akan menjelaskan tentang Jumlah penduduk dan
Produk Regional Bruto (PDRB) dan kontribusi Pajak penerangan Jalan yang
menjadi variabel penelitian didalam skripsi ini di Kabupaten Nagan Raya dalam
kurun waktu 2006-2012.
4.1.1. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk di Kabupatan Nagan Raya memiliki penduduk yang
banyak didominasi oleh jenis kelamin perempuan dapat dilihat dalam tabel berikut
ini.
Tabel 1
Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Di Kabupaten nagan Raya Tahun 2006 – 2012
NO Tahun Penduduk
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 2006 61513 62234 123747
2 2007 61815 62326 124141
3 2008 61914 62426 124340
4 2009 62426 62999 125425
5 2010 70606 69057 139663
6 2011 72223 70638 142861
7 2012 76164 75674 151838 Sumber : BPS Kabupaten Nagan Raya (Data Oktober 2013)
Berdasarkan tabel diatas penulis dapat menguraikan pada Tahun 2006 jumlah
penduduk Kabupaten Nagan Raya sebanyak 123.545 jiwa yang terdiri dari jumlah
penduduk laki- laki sebanyak 61.414 jiwa dan jumlah penduduk peerempuan
sebanyak 62.131 jiwa. Pada Tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Nagan
Raya sebesar 123.747 jiwa dengan rincian, jumlah penduduk laki- laki sebesar
61.513 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan sebesar 62234 jiwa. Pada
41
Tahun 2007 jumlah penduduk di Kabupaten Nagan Raya sebesar 124.141 jiwa
yang terdiri dari jumlah laki- laki sebanyak 61.815 jiwa sedangkan jumlah
perempuan sebanyak 62.326 jiwa. Pada Tahun 2008 jumlah penduduk di
Kabupaten Nagan Raya sebanyak 124.340 jiwa dengan rincian jumlah laki- laki
sebanyak 61.914 jiwa sedangkan jumlah perempuan sebanyak 62.426 jiwa. Pada
Tahun 2009 jumlah penduduk di Kabupaten Nagan Raya sebanyak 125.425 jiwa
dengan rincian jumlah penduduk laki- laki sebanyak 62.426 jiwa sedangkan
jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari pada jumlh laki- laki yaitu
sebanyak 62.999 jiwa. Pada Tahun 2010 jumlah penduduk di Kabupaten Nagan
Raya yaitu sebanyak 139.663 jiwa jumlah penduduk laki- laki sebanyak 70.606
jiwa sedangkan jumlah penduduk wanita sebanyak 69.057 jiwa. Sedangkan pada
Tahun 2011 jumlah penduduk di Kabupaten Nagan Raya yaitu sebanyak 142.861
jiwa dengan rincian jumlah penduduk laki- laki sebanyak 72.223 jiwa sedangkan
rincian jumlah penduduk perempuan sebesar 70.638 jiwa. Jika kita amati jumlah
penduduk di Kabupaten Nagan Raya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
baik itu dari penduduk laki- laki maupun penduduk perempuan.
4.1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel 2 Pertumbuhan Produk Regional Bruto
di Kabupaten Nagan Raya Tahun 2006-2012
NO
Tahun Produk domestik
Regional Bruto
(PDRB)
Pertumbuhan
PDRB
1 2006 1.863.754.65 6,11
2 2007 1.905.922.36 24,30
3 2008 2.229.262.54 16,97
4 2009 2.375.115.21 6,54
5 2010 2.543.017.89 7,07
6 2011 2.766.291.01 8,78
7 2012 2.954.332,67 6,80 Sumber : BPS Kabupaten Nagan Raya (Data Oktober 2013)
42
Berdasarkan pada Tabel 2 diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
pertumbuhan PDRB Kabupaten Nagan Raya mengalami peningkatan secara
sengnifikan, keculi di Tahun 2011. Pada Tahun 2006 pertumbuhan PDRB Nagan
Raya sebesar 6,11 persen, yaitu dengan perolehan Rp 18.756.455,76. Pada Tahun
2007 pertumbuhan PDRB di Kabupaten Nagan Raya mengalami kenaikan yaitu
24,30 persen dengan perolehan sebesar Rp 1,905.922,36. Pada Tahun 2008
tingkat pertumbuhan PDRB kabupaten Nagan Raya sebesar 16,97 persen
diperoleh dari Rp.2.229.262,54. Pada Tahun 2009 produk domestik bruto di
Kabupaten Nagan Raya mengalami peningkatan sebesar 13,44 persen diperoleh
dari Rp. 2.528.826,55. Pada Tahun 2010 PDRB mengalami peningkatan sebesar
11,79 persen diperoleh dari Rp.2.826.920,33. Pada Tahun 2011 produk domestic
bruto di Kabupaten Nagan Raya sebesar 8,78 persen, diperoleh dari Rp
2.766.291,01. Hal ini menunjukkan bahwa PDRB di Nagan Raya semakin
membaik.
4.1.3. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah
Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap pajak daerah di Kabupaten
Nagan Raya dihitung dengan membandingkan jumlah penerimaan Pajak
Penerangan Jalan dengan jumlah penerimaan Pajak Daerah. Besarnya kontribusi
Pajak Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah Kabupaten Nagan Raya dapat
dilihat dalam tabel berikut ini:
43
Tabel 3
Kontribusi Pajak Penerangan Jalan terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Nagan RayaTahun 2006 – 2012
NO Tahun
Realisasi
Penerimaan Pajak
Penerangan Jalan
(Rp)
Realisasi
Penerimaan
Pajak Daerah
(Rp)
Kontribusi
(persen)
1 2006 1.134.874.123 2.354.765.125 48,2
2 2007 1.156.342.563 2.562.798.453 43,5
3 2008 1.196.068.974 2.706.482.529 44,2
4 2009 977.961.363 3.121.703.551 31,3
5 2010 1.236.298.134 3.223.411.898 38,4
6 2011 1.648.915.452 4.406.666.503 37,4
7 2012 1.784.490.168 5.177.766.976 34,5 Sumber : DPPKAD Kabupaten Nagan Raya (Data Oktober 2013)
Tabel 3 menjelaskan kontribusi Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten
Nagan Raya selama 5 tahun terakhir. Pada tahun 2006 pajak Penerangan jalan
memberikan kontribusi terhadap pajak Daerah lumayan besar yaitu sebesar 48,2
persen. Tahun 2007 pajak penerangan jalan memberikan kontribusi sebesar 43,5
persen. Tahun 2008 Pajak Penerangan Jalan memberikan kontribusi sebesar 44,2
persen untuk pajak daerah Nagan Raya. Namun Tahun 2009 kontribusi Pajak
Penerangan Jalan dalam penerimaan pajak daerah Kabupaten Nagan Raya
memberikan kontribusi sebesar 31,3 persen untuk pajak daerah. Tahun 2010 Pajak
Penerangan Jalan memberikan kontribusi sebesar 38,4 persen terhadap pajak
daerah. Di Tahun 2011 Pajak Penerangan Jalan mengalami penurunan
memberikan kontribusi sebesar 37,4 persen. di Tahun 2012 kembali mengalami
penurunan dengan besaran kontribusi 34,5 persen. Jika kita amati dalam kurun
waktu 2006-2012 yang memberikan kontribusi terbesar adalah di Tahun 2006
yaitu sebesar 48,2 persen. Dan kontribusi terendah adalah tahun 2009 yaitu
sebesar 31,3 persen.
44
4.2. Hasil Pengujian Hipotesis
Bagian ini penulis akan membahas tentang pengaruh yang ditimbulkan
oleh factor- faktor yang mempengaruhi kontribusi pajak penerangan jalan terhadap
pajak daerah di kabupaten Nagan Raya, yang akan dianalisis dengan
menggunakan model analisis regresi linier berganda yang akan diolah melalui
Program Statistik SPSS 17. Dari hasil penelitian diperoleh hasil akhirnya sebagai
berikut:
Tabel 4
Standar Deviasi Rata-rata dan Observasi
Rata-rata Std. Deviasi Observasi
Kontribusi PPJ 39.629 5.9244 7
Jumlah Penduduk 11.786 .1069 7
PDRB 14.671 .1799 7
Sumber : Hasil Regresi (Dio lah Oktober 2013)
Berdasarkan Tabel 4 diatas penulis dapat menjelaskan bahwa Rata-rata
variabel kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah (Y) di
Kabupaten Nagan Raya Selama kurun waktu 2006-2012 adalah 39.629 dengan
standar deviasi 5.924. di karenakan kontribusi Pajak penerangan jalan terhadap
pajak daerah setiap tahunnya mengalami naik turun dari tahun ketahun, hal
tersebut diakibatkan oleh indikator- indikator seperti banyaknya jumlah lampu
penerangan jalan. Sedangkan Rata-rata variable jumlah penduduk (X1) dengan
tahun yang sama 11.79 dengan Standar deviasi 0.1069 Rata-rata variabel PDRB
(X2) di Kabupaten Nagan Raya adalah sebesar 14.67 persen dengan standar
deviasi sebesar 0.1799 . Sedangkan N menyatakan jumlah observasi yang selama
7 (tujuh) tahun.
45
4.2.1. Analisis Koefiesien Korelasi dan Determinasi
Tabel 5
Hasil Korelasi dan Determinasi
KontribusiI J.Penduduk PDRB
Pearson
Correlation
Kontribusi PPJ
Jumlah Penduduk
PDRB
1.000 -.452 -.807
-.452 1.000 842
-.807 ..842 1.000
Model Koefisien Korelasi (R)
Koefisien Dterminasi adjusted
Koefisien Determinasi (R2)
.911
.744
.829
Sumber : Hasil Regresi (Dio lah Oktober 20013)
Pada tabel ini terlihat koefisien korelasi antara kontribusi pajak
penerangan jalan (Y) dengan jumlah penduduk (X1) adalah -.452. koefisien
korelasi antara kontribusi pajak penerangan jalan (Y) dengan PDRB (X2) adalah .
- .807 Sedangkan koefisien korelasi antara jumlah penduduk (X1) dan PDRB (X2)
adalah 91.1 persen. Sedangkan Angka R square (R²) adalah 0.829. Hal ini ini
berarti besarnya sumbangan jumlah penduduk dan PDRB terhadap variasi (naik-
turunya) kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah sebesar 82,9
persen, sedangkan sisanya sebesar 8,9 persen disebabkan oleh faktor- faktor yang
lain.
Berdasarkan kriteria interprestasi untuk menentukan keeratan hubungan
atau korelasi antar variabel tersebut, berikut ini diberikan nilai-nilai koefisien
korelasi sebagai patokan (Hasan 2002, h. 234) :
1. 0,9 sampai mendekati 1 menunjukkan adanya derajat hubungan yang sangat
kuat dan positif.
2. 0,7 sampai dengan 0,8 menunjukkan derajat hubungan yang kuat dan positif
3. 0,5 sampai dengan 0,6 menunjukkan derajat hubungan korelasi yang sedang.
46
4. 0,3 sampai dengan 0,4 menunjukkan adanya derajat korelasi yang rendah.
5. 0,1 sampai dengan 0,2 yang artinya hubungan derajat korelasi sangat rendah.
6. 0,0 tidak ada korelasi.
Berdasarkan hasil pengujian ini maka dapat diketahui pengaruh jumlah penduduk
dan PDRB (X1 dan X2) terhadap kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak
daerah di kabupaten Nagan Raya, koefisien determinasi dalam penelitian ini dapat
diketahui dengen menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :
Koefisien determinasi =R2 x 100%
Koefisien determinasi = (0,911)2 x 100%
Koefisien determinasi = 82,9%
Berdasarkan perhitungan diatas peneliti dapat menjelaskan bahwa nilai
koefesien determinasi (R2) Adjusted bernilai 0,744 persen. Dan menghasilkan R
squere (R2) sebesar 0,829 persen yang dapat diartikan bahwa 82,9 persen dapat
dijelaskan nilai yang cukup berarti yang disumbangkan oleh jumlah penduduk
dan PDRB (X1 dan X2), sedangkan sisanya sebesar 17,1 persen yang akan
dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
4.2.2. Uji Regresi linier Berganda Uji t (Parsial)
Tabel 6 Regresi linier Berganda Uji t (Parsial)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
95.0% Confidence
Interval for B Correlations
B Std. Error Beta
Lower
Bound
Upper
Bound
Zero-
order
Partia
l Part
1 (Const
ant)
237.146 137.249
1.728 .159 -1.439E2 6.182E2
J.PEN 43.250 21.187 .780 2.041 .111 -15.575 1.021E2 -.452 .714 .421
PDRB -48.206 12.587 -1.464 -3.830 .019 -83.153 -1.326E1 -.807 -.886 -.791
Sumber : Hasil Regresi (dio lah Oktobel 2013)
47
Dari hasil perhitungan regresi linier berganda (lihat tabel coefficient) maka
persamaannya adalah :
y = 237.146 + 43.250 X1 – 48.206 X2 + e
a. Konstanta
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai konstanta sebesar .
237.146 nilai konstanta ini menyatakan apabila jumlah penduduk dan
PDRB sama dengan nol maka kontribusi pajak penerangan jalan terhadap
pajak daerah sebesar 237.146
b. Koefisien regresi X1
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai jumlah penduduk
(X1) sebesar 43.250. Hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan jumlah
penduduk sebesar 1 persen mengakibatkan kontribusi pajak penerangan
jalan terhadap pajak daerah akan mengalami peningkatan sebesar 43.250.
c. Koefisien regresi PDRB (X2)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai PDRB (X2) sebesar
–48.206. Hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan PDRB sebesar 1
persen mengakibatkan meningkat sebesar –48.206.
4.2.3. Uji t (Uji Parsial/Individual)
Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antar
variabel bebas jumlah penduduk dan PDRB (X1 dan X2) terhadap variabel terikat
kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah (Y) secara individual
dengan tingkat kepercayaan (level of confidence 95 persen) yaitu :
48
a. Jumlah penduduk (X1)
Berdasarkan tabel diatas nilai thitung sebesar 2,041 > ttabel 1,533
dikarenakan nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.1 (derajat signifikan), maka,
H0 ditolak H1 diterima. Sehingga secara parsial jumlah penduduk mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kontribusi pajak penerangan jalan terhadap
pajak daerah di Kabupaten Nagan Raya.
b. Produk Domestik Regional Bruto (X2)
Tabel diatas nilai thitung < ttabel (-3,830 < ttabel 2,313) dikarenakan nilai
probabilitasnya lebih besar dari 0.05 (derajat signifikan), maka, H0 ditolak H1
diteriima. Sehingga secara parsial PDRB mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah di Kabupaten
Nagan Raya.
4.2.4. Uji f (Uji Simultan)
Tabel 7
Hasil regresi uji F
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 174.683 2 87.341 9.728 .029a
Residual 35.912 4 8.978
Total 210.594 6
Sumber : Hasil Regresi (dio lah Oktobel 2013)
Tabel di atas terlihat nilai Fhitungl sebesar 9.728 > Ftabel sebesar 6,944
dikarenakan nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (derajat signifikan). Maka
H0 ditolak H1 diterima, sehingga variabel jumlah penduduk dan PDRB secara
bersama-sama (simultan) terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kontribusi
pajak penerangan jalan di Kabupaten Nagan Raya.
49
4.3. Pembahasan Hasil
Berdasarkan hasil output dari penelitian diatas jumlah penduduk
mempunyai hubungan yang singnifikan terhadap kontribusi pajak penerangan
jalan terhadap pajak daerah di Kabupaten Nagan Raya. Artinya meskipun jumlah
penduduk pada tiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun ketahun hal ini
menunjukkan jumlah penduduk memberikan kontribusi yang singnifikan terhadap
pajak daerah di Kabupaten Nagan Raya.
Berdasarkan pengujian hipotesis secara bersama-sama menunjukkan
bahwa nilai Fhitung > Ftabel. Artinya variabel jumlah penduduk memiliki pengaruh
yang singnifikan terhadap kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak
daerah di Kabupaten Nagan Raya.
Jika dilihat dari nilai koefesien determinasi (R2) bahwa sumbangan yang
diberikan oleh variabel jumlah penduduk dan PDRB yang dapat mempengaruhi
kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah di Kabupaten Nagan
Raya yaitu sebesar 82,9 persen merupakan yang dapat mempengaruhi kontribusi
pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah di Kabupaten Nagan Raya,
sedangkan sisanya sebesar 17,1 persen dipengaruhi oleh faktor lain.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Penelitian yang dilakukan tentang Faktor- faktor Yang Mempengaruhi
Kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah di Kabupaten Nagan
Raya, ditentukan beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Jumlah rata-rata kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah
di Kabupaten Nagan Raya, dalam kurun waktu 2006-2012 ssebesar 39.629
persen dan rata-rata jumlah penduduk dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun
sebesar 11,786. Sedangkan jumlah rata-rata persentase PDRB dalam kuru
waktu yang sama adalah sebesar 14.671 persen
2. Koefesien korelasi jumlah penduduk (X1) dan PDRB (X2) diperoleh R =
0.911 secara positif menjelaskan hubungan yang kuat dan positif terhadap
kontribusi pajak penerangan jalan (Y) sedangkan koefesien determinasi
(R2) menunjukan bahwa sumbangan yang diberikan oleh jumlah penduduk
dan PDRB terhadap kontribusi pajak penerangan jalan di Kabupatan
Nagan Raya sebesar 0.829, sehingga sisanya hanya 0.171 dipengaruhi oleh
variabel diluar model.
3. Hasil yang diperoleh untuk variabel jumlah penduduk nilai thitung sebesar
2.041 > ttabel 1.533 dikarenakan nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.1
(derajat signifikan). Artinya H0 ditolak H1 diterima maka, secara parsial
jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah di Kabupaten
Nagan Raya. Sedangkan untuk variabel PDRB nilai thitung sebesar 3,830 =
51
ttabel 2,132 dikarenakan nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05 (derajat
signifikan) maka H0 ditolak H1 diterima secara parsial PDRB mempunyai
pengaruh yang singnefikan terhadap kontribusi pajak penerangan jalan di
Kabupaten Nagan Raya.
4. Dari hasil penelitian hipotesis ini maka diperoleh nilai Fhitung sebesar 9,728
> Ftabel sebesar 4,459 dikarenakan nilai probabilitasnya lebih besar dari
0.05 (derajat signifikan) maka Ho diterima H1 ditolak, sehingga variabel
jumlah penduduk dan PDRB secara bersama-sama (simultan) yang
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kontribusi pajak
penerangan jalan terhadap pajak daerah di Kabupaten Nagan Raya.
5. Berdasarkan dari perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-
faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kontribusi pajak penerangan
jalan terhadap pajak daerah di Kabupaten Nagan Raya, Tahun 2006-2012
yaitu mencapai angka 82,9 persen, hasil tersebut diperoleh dari data yang
diambil penulis dari kantor BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Nagan
Raya yang diolah dengan menggunakan SPSS 17.
5.2. Saran - Saran
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, penulis menyarankan beberapa hal
untuk pihak-pihak terkait, yaitu:
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Nagan Raya dalam upaya meningkatkan
pendapatan pajak daerah salah satunya pajak penerangan jalan agar lebih
mengutamakan pengembangan sektor unggulan dengan tidak mengabaikan
sektor dan sub sektor lain dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan.
52
2. Pemerintah daerah dalam hal Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan
Asset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Nagan Raya ini harus
memperlengkap dan melakukan validasi data-data yang dimiliki oleh
daerah, khususnya data-data tentang pajak penerangan jalan, yang
berkerja sama dengan PT. PLN.
3. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD)
Kabupaten Nagan Raya harus melakukan perhitungan ulang terhadap
penetapan target karena target yang di tetapkan lebih besar dari
penerimaan pajak daerah maupun pendapatan asli daerah tujuannya agar
sesuai dengan potensi riil yang dimiliki.
4. Pada perusahaan baik perusahaan pemerintah maupun, perusahaan swasta
maupun masyarakat agar membayar pajak tepat pada waktu jatuh tempo
untuk mempercepat pembangunan di Kabupaten Nagan Raya.
5. Penelitian ini masih terbatas pada tahapan melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah di
Kabupaten Nagan Raya, kepada peneliti lainnya disarankan untuk
melanjutkan penelitian tentang dua Sektor yang tergabung jumlah
penduduk (X1) dan (X2) dalam PDRB.
53
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, Tunggul, 2006. Pengantar Hukum Pajak . Bayumedia. Malang.
Gregory, 2006. Pendapatan Indonesia, ANDI. Yogyakarta
Gujrati, Domar. 2003. Azas - Azas dan kewenangan pajak. Jilid 1 edisi ketiga
Penerbit.
Husinyah, 2007. Kontribusi pendapatan petani karet terhadap pendapatan petani
kabupaten kutai barat. Progran study ekonomi pertanian, universitas
mulawarnan. Lamarinda.
Hasan, ikbal, 2002 .Pokok-Pokok Statistik 2 (Statistik Inferensif). Edisi 2 PT
Bumi Aksara. Jakarta.
Pudyatmoko, 2004. Pengantar Hukum Pajak. Edisi 2. ANDI. Yogyakarta
Rusyadi, Akhmad. 2005 “Peranan Pajak Reklame dalam Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah” Universitas Islam Indonesia.
Sumber data Badan Pusat Stastistik (BPS) Kabupaten Nagan Raya (Data diolah juni 2003).
Sumber data Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah
DPPKAD Kabupaten Nagan Raya (Data diolah juni 2013).
J Supranto .2000. Statistik Teori dan Aplikasi Penerbit. Erlangga edisi ke-6.
Jakarta
Suprianto Edy 2011. Perpajakan di Indonesia, Edisi 1, GRAHA ILMU.
Yogyakarta.
Samuel & Nordhaus, 2003. Ilmu Mikro Ekonomi. PT. Media Global Edukasi.
Jakarta.
Sapto, 2010. Pajak dan Retribusi Daerah. Andi Mattalatta. Jakarta.
Setiawan & Basri Musri, 2006 perpajakan umum, Edisi 1, PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Saragih, 2003. Retribusi dan Pendapatan daerah. Ghalia Indonesia. Bogor.
54
Tarigan, Robinson. 2005. Pembagian Pajak dan Teori Aplikasi. Bumi Akasara,
Jakarta
Muljono Djoko 2007. PPH dan PPN untuk berbagai kegiatan usaha, Edisi 1,
ANDI offset, Yogyakarta.
Nocheowi dan Usman, 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta.
Yani, Ahmad 2002. Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di
indonesia, Edisi 1, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Wirartha I Made 2006. Metodelogi penelitian sosial ekonomi, Edisi 1, ANDI
offset, Yogyakarta
Waluyo, 2007. Perpajakan Indonesia Salemba Empat Jakarta.
_______ 2008. Perpajakan Indonesia Salemba Empat Jakarta.
_______ 2005, Perpajakan Indonesia Salemba Empat Jakarta.
http://khandraa.blogspot.com definisi-dan-fungsi-pajak. diakses 19 Mei 2012
http://Feprints.uny.ac.id. diakses 20 Oktober 2013.
http://vionasasya.blogspot.com Pengertian Pertumbuhan Penduduk diakses
21Oktober 2013.
http://economicbappedapakpak.com Pengertian PDRB dan cara Perhitungannya
diakses 25 Oktober 2013.
http://blog.unsri.ac.id teori-kependudukan diakses 26 Oktober 2013
http://sonnylazio.blogspot.com Pengerttian dan Sumber-sumber Pendapatan
diakses 27 Oktober 2013.