Click here to load reader
Upload
azwar-ritonagayota
View
212
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR RESIKO PSIKOSOSIAL DAN PSIKIATRIS BUNUH DIRI
Penelitian Otopsi Psikologis Kasus-Kontrol
Latar belakang. Beberapa penelitian mengenai bunuh diri sama-sama memeriksa
individu dan efek kombinasi dari faktor-faktor resiko psikologis dan psikiatris.
Tujuan. Dilakukan pada sampel subjek bunuh diri yang representatif.
Metode. Otopsi psikologis kasus-kontrol dilakukan pada 113 kasus bunuh diri
berurutan dan 226 subjek kelompok kontrol yang masih hidup sesuai usia, gender,
etnis dan wilayah tempat tinggal di Taiwan.
Hasil. Lima faktor resiko utama (peristiwa kehilangan, perilaku bunuh diri pada
keluarga tingkat pertama (orang tua dan saudara kandung), Episode depresi mayor
ICD-10, gangguan kepribadian emosi yang tidak stabil, ketergantungan zat)
ditemukan sebagai efek independen untuk bunuh diri dari analisis regresi logistik
kondisional multivariat.
Kesimpulan. Intervensi dan manajemen yang efektif terhadap peristiwa
kehilangan dan episode depresif mayor pada subjek yang emosinya tidak stabil
disertai kecenderungan keluarga untuk bunuh diri, sering juga disertai dengan
ketergantungan alkohol dan zat lain, dapat menjadi langkah pencegahan paling
efektif pada populasi yang berbeda.
Minat. Penelitian ini didanai oleh National Science Council, Taiwan (NSC79-
0301-H002-04/NSC80-0301-H002-07).
Penelitian otopsi psikologis pada kasus bunuh diri secara konsisten
menemukan prevalensi gangguan mental yang tinggi pada orang-orang yang
bunuh diri di negara-negara Timur (Cheng, 1995; Cheng et al, 1997) dan Barat
(e.g. Robins et al, 1959; Barraclough et al, 1974; Lesage et al, 1994; Shaffer et al,
1996; Foster et al, 1999). Jenis gangguan paling umum adalah depresi dan
alkoholisme.
Sejumlah faktor resiko psikososial juga dilaporkan berhubungan secara
signifikan dengan resiko bunuh diri. Faktor-faktor tersebut meliputi kacaunya
hubungan pernikahan, pengangguran, status sosioekonomi yang rendah, hidup
1
sendiri, baru pindah tempat tinggal, deprivasi parental dini, riwayat perilaku
bunuh diri dan psikopatologi dalam keluarga, kesehatan fisik yang buruk dan
peristiwa hidup penuh stres (Sainsbury, 1986; Heikkenen et al, 1994; Gould et al,
1996; Foster et al, 1999).
Beberapa penelitian secara serentak memeriksa individu dan efek kombinasi
faktor psikososial dan psikiatris terhadap resiko bunuh diri. Satu penelitian baru-
baru ini dilakukan pada 120 subjek yang bunuh diri berusia muda dan 147 subjek
kontrol komunitas di wilayah metropolitan Kota New York dan seluruh negara
bagian New Jersey, USA (Gould et al, 1996). Para peneliti menemukan efek yang
berbeda antara faktor psikososial dan psikopatologi pada resiko bunuh diri. Tidak
ada hubungan signifikan antara kedua faktor resiko tersebut. Penelitian lainnya
(Foster et al, 1999) memeriksa 117 kasus subjek yang bunuh diri dan subjek
subjek kelompok kontrol yang masih hidup (1:1) di Irlandia Utara juga
menemukan efek independen dari peristiwa hidup, yang mengikuti diagnosis
untuk gangguan DSM-III-R Axis I (American Psychological Association, 1987).
Dalam laporan kami terdahulu mengenai penelitian otopsi psikologi bunuh
diri di Taiwan, kami mendeskripsikan anteseden psikiatris subjek yang bunuh diri
dan kontribusinya terhadap peningkatan resiko bunuh diri (Cheng, 1995; Cheng et
al, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa, di salah satu negara Timur,
semua faktor psikososial penting yang mendahului bunuh diri sebelumnya pada
masyarakat Barat dan hubungan faktor tersebut dengan gangguan psikiatris.
METODE
Subjek dan metodologi penelitian bunuh diri ini dideskripsikan secara rinci
dan akan disimpulkan dengan singkat di sini. Pengukuran variabel psikososial
yang unik pada penelitian ini akan dijelaskan kemudian.
Sampel dan Kriteria Bunuh Diri
Sampel subjek penelitian ini yang terdiri dari 117 kasus bunuh diri
berurutan (72 pria dan 45 wanita) diidentifikasi selama dua setengah tahun dari
kelompok Cina Han dan dua kelompok penduduk asli (Atayal dan Ami) di
2
Taiwan Timur. Berdasarkan laporan jaksa dan ahli forensik, semua kematian yang
terjadi bukan karena pembunuhan selama rentang penelitian ini diseleksi dan
diklasifikasikan ke dalam kelompok “berpotensi bunuh diri”, “tidak dapat
ditentukan”, dan “kecelakaan”. Kemudian, semua kematian yang berpotensi
bunuh diri dan tidak dapat ditentukan diperiksa melalui kerja lapangan. Akhirnya,
hasil kerja lapangan didiskusikan bersama dengan tiga pewawancara untuk
memutuskan kasus mana yang merupakan bunuh diri. Kasus-kasus yang kurang
mendapatkan persetujuan penuh oleh pewawancara diklasifikasikan sebagai “tidak
dapat ditentukan” (n=1).
Semua kasus bunuh diri, 113 cocok dengan dua subjek kelompok kontrol
yang masih hidup untuk syarat usia, gender, etnis dan wilayah tempat tinggal satu
tahun sebelum tewas. Subjek kelompok kontrol dipilih secara acak dari rekam
sensus untuk wilayah tempat tinggal yang relevan (10 subjek diseleksi
menggunakan tabel angka acak, kemudian dua subjek pertama yang cocok dengan
indeks bunuh diri untuk usia (±5 tahun), gender dan etnis kemudian dipilih)
dengan penelitian ini.
Memilih Informan Kunci dan Kerja Lapangan
Wawancara otopsi psikologi dilakukan dengan informan kunci kasus bunuh
diri dan subjek kelompok kontrol oleh seorang psikiater (A.T.A.C.) dan dua
psikolog selama kunjungan ke rumah mereka selama kurang lebih 1 bulan setelah
kematian terjadi. Informasi berdasarkan pohon keluarga dan orang kunci yang
dekat dengan subjek yang bunuh diri dan subjek kelompok kontrol terlebih dahulu
dikumpulkan untuk menemukan sebanyak mungkin subjek yang potensial untuk
diwawancarai. Rata-rata informan yang diwawancarai berjumlah enam orang
untuk subjek yang bunuh diri dan lima orang untuk subjek kelompok kontrol.
Pada lebih dari 90% subjek yang bunuh diri dan subjek kontrol, kami
mewawancarai anggota keluarga yang tinggal dengan subjek sebelum bunuh diri
atau wawancara. Kami dapat mewawancarai sekurang-kurangnya satu informan
kunci untuk masing-masing subjek, subjek yang bunuh diri dan subjek kontrol.
3
Wawancara Otopsi Psikologi
Wawancara otopsi psikologi dirancang untuk mengukur gangguan mental
sebelumnya, gangguan kepribadian, gangguan fisik, riwayat keluarga, peristiwa
hidup penuh stres dan data sosioekonomi.
Asesmen gangguan mental sebelumnya dan gangguan kepribadian
Penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur, yang dimodifikasi
dari Barraclough et al (1974), demi memenuhi sistem diagnostik internasional
untuk gangguan mental. ICD-10 (World Health Organization, 1992) versi
Standardized Assessment of Personality (Mann et al, 1981), yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Cina, diaplikasikan untuk mengukur gangguan kepribadian.
Informasi medis tambahan mengenai kesehatan fisik dan mental sebelumnya serta
catatan bunuh diri dikumpulkan dari keluarga, praktisi medis dan ahli forensik.
Reliabilitas dan diagnosis psikiatris
Reliabilitas antar-penilai (interrater reliability) semua butir wawancara dari
ketiga pewawancara diperiksa dalam pre-test (koefisien κ berkisar dari 0.78
sampai 1.0). A.T.A.C., yang memahami status kasus/kontrol subjek, membuat
diagnosis psikiatris subjek yang bunuh diri dan subjek kelompok kontrol
berdasarkan DSM-III-R dan ICD-10. Dua penelitian reliabilitas post hoc
dilakukan pada gangguan kepribadian dan gangguan mental lainnya oleh
A.T.A.C. serta satu psikiater senior dari Taiwan dan satu psikiater senior dari
Inggris, yang menegakkan diagnosis independen berdasarkan data klinis beberapa
kasus bunuh diri (n=29), kematian karena kecelakaan (n=7) dan subjek kelompok
kontrol (n=37) yang status kasus/kontrol subjeknya tidak diketahui. Hasil
penelitian memuaskan, dengan 100% tingkat persetujuan untuk episode depresi,
penyalahgunaan zat, skizofrenia dan gangguan mental organik, serta nilai κ yang
berkisar dari 0.89 hingga 1.0 untuk kategori ICD-10 gangguan kepribadian yang
berbeda.
4
Data sosiodemografis
Wawancara otopsi psikologis menyelidiki hubungan pernikahan,
pengangguran dan status sosioekonomi subjek yang bunuh diri dan subjek
kontrol. Status hidup (apakah tinggal sendiri atau tidak) dan berbagai riwayat
kepindahan sebelum bunuh diri atau wawancara juga direkam. Terakhir,
perubahan wilayah tempat tinggal sementara dikeluarkan dari kriteria penelitian
ini.
Riwayat pribadi
Kami juga menyelidiki deprivasi parental dini (didefinisikan dengan
kehilangan kasih sayang orang tua oleh salah satu atau kedua orang tua sebelum
usia 15 tahun dan berakhir hingga usia 15 tahun) karena alasan apapun (cth.
kematian orang tua, perpisahan kedua orang tua atau perceraian) dan riwayat
usaha bunuh diri sebelumnya pada subjek yang bunuh diri dan subjek kelompok
kontrol.
Morbiditas fisik bersamaan
Masalah fisik dalam penelitian ini termasuk adanya penyakit serius,
penyakit kronis dan ketidakmampuan. Penyakit serius termasuk penyakit
berbahaya terminal/non-terminal dan penyakit tidak berbahaya. Penyakit kronis
diberi rating positif jika berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan.
Ketidakmampuan dinilai dari aspek perumahan, komunikasi verbal dan non-
verbal, kebersihan pribadi dan aktivitas sosial di luar rumah.
Riwayat psikopatologi dan perilaku bunuh diri dalam keluarga
Pertama, pohon keluarga disusun. Kemudian, pewawancara menanyakan
riwayat hidup gangguan depresi, penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan dan
perilaku bunuh diri (berusaha bunuh diri dan berhasil bunuh diri) pada anggota
keluarga biologis tingkat pertama. Diagnosis psikiater dilakukan oleh A.T.A.C.
berdasarkan rekaman wawancara.
5
Peristiwa hidup penuh stres
Peristiwa hidup penuh stres yang terjadi sebelum bunuh diri dinilai
menggunakan 12 kategori dalam Daftar Pengalaman Menakutkan (List of
Threatening Events/LTE; Brugha et al, 1985), ditambah dengan tiga kategori lain
yang relevan dengan masyarakat Taiwan. LTE memasukkan kategori
penyakit/luka/penganiayaan serius (subjek), penyakit/luka/penganiayaan serius
(keluarga dekat), kematian orang tua/anak/pasangan (sahabat), kematian keluarga
dekat teman/keluarga lain, perpisahan karena masalah rumah tangga, putusnya
hubungan pacaran, masalah serius dengan teman/tetangga/keluarga dekat,
menganggur atau gagal mencari pekerjaan lebih dari 1 bulan saat itu, dipecat dari
pekerjaan, krisis finansial, masalah dengan polisi atau pengadilan, dan kehilangan
atau kecurian sesuatu yang berharga. Terakhir kami memasukkan kegagalan
dalam ujian penting, masalah serius dengan orang tua (perpisahan, perceraian atau
pertengkaran) dan peristiwa serius yang berhubungan dengan anak-anak (seperti
menganggur, mengalami krisis finansial, memiliki masalah perilaku serius,
masalah hukum atau pernikahan, dan mengeluarkan kategori penyakit utama atau
kecelakaan dari kriteria yang ada dalam LTE).
Semua peristiwa (n=345) yang dikumpulkan dalam wawancara otopsi
psikologis dikategorikan lebih jauh berdasarkan konsep dan definisi kehilangan
yang dikembangkan dalam Daftar Peristiwa dan Kesulitan Hidup (List of Life
Events and Difficulties Schedule/LEDS; Brown & Harris, 1989). Daftar tersebut
diklasifikasikan dalam empat jenis utama kehilangan (kesehatan, orang, harapan
berharga dan harta/pekerjaan) dan peristiwa yang bukan kehilangan. Kehilangan
harapan berharga termasuk: (a) kacaunya harapan subjek terhadap beberapa tugas,
komitmen, kesetiaan dan kelayakan seseorang sebagai orang yang dapat
dipercaya; (b) tantangan keyakinan subjek berdasarkan kualitas-kualitas dalam
dirinya, seperti keberhargaan diri, martabat, wajah, identitas diri dan
kompetensinya; (c) pikiran berulang mengenai kegagalan atau kekurangan dirinya
meliputi keberhargaan diri; dan (d) kehilangan cita-cita yang berharga atau
frustasi terhadap suatu tujuan, sering berhubungan dengan rasa aman dan makna.
6
Penelitian reliabilitas antar-penilai yang berhubungan dengan penilaian
tentang kehilangan/bukan kehilangan untuk semua peristiwa pada subjek yang
bunuh diri dan subjek kontrol dilakukan oleh A.T.A.C. dan C.-C.C. Ketika
A.T.A.C. lebih paham mengenai status kasus/kontrol, asesmen independen
berdasarkan deskripsi peristiwa dilakukan oleh C.-C.C. yang masih buta mengenai
hal tersebut dan dialami dalam penggunaan LEDS (Chen et al, 1995). Koefisien κ
antara dua penilai adalah 0.95.
Analisis Data
Saat subjek yang bunuh diri dan subjek kontrol dicocokkan secara individual,
regresi logistik kondisional diaplikasikan dalam analisis data. Analisis regresi
univariat dilakukan pertama kali untuk mengukur efek individual faktor
psikososial terhadap resiko bunuh diri. Analisis regresi multivariat kemudian
dilakukan untuk memeriksa efek independen dan interaktif semua faktor
psikososial dan gangguan psikiatris yang signifikan. Program statistik EGRET for
Windows (CYETL Software Corporation, 1999) digunakan dalam analisis ini.
HASIL
Tabel 1-4 mengilustrasikan distribusi faktor psikososial subjek yang bunuh
diri dan subjek kontrol. Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa bunuh diri secara
signifikan cenderung tidak menikah, pengangguran dan tidak memiliki
keterampilan dibandingkan subjek kontrol. Mereka juga secara signifikan
cenderung hidup sendiri sebelum bunuh diri dibandingkan dengan subjek kontrol
(sebelum wawancara). Bagaimanapun juga, proporsi subjek yang bunuh diri dan
subjek kontrol yang hidup sendiri tidak tinggi (kurang dari 10%). Dibandingkan
dengan subjek kelompok kontrol, proporsi bunuh diri yang lebih tinggi secara
signifikan pernah pindah rumah tahun lalu.
7
Tabel 1 Faktor psikososial bunuh diri: Profil sosiodemografis (analisis regresi
logistik kondisional univariat)
Subjek yang bunuh diri
(n=113)n (%)
Subjek kontrol yang masih
hidup (n=226)n (%)
Odds Ratio (OR)
95% Cl
Tidak/belum
menikah
56 (49.6) 77 (34.1) 2.4 (1.4-4.2)**
Pengangguran 73 (64.6) 102 (45.1) 3.5 (1.9-
6.5)***
Karyawan/pekerja
yang tidak punya
keterampilan1
81 (71.7) 107 (47.3) 3.6 (2.0-
6.3)***
Tinggal sendiri 10 (8.8) 7 (3.1) 4.0 (1.2-13.1)*
Migrasi 29 (25.7) 30 (13.3) 3.7(1.7-
8.2)***
1. Termasuk ‘ibu rumah tangga’ dan pensiunan.
*P<0.05; **P<0.01; ***P<0.001
Riwayat Pribadi dan Morbiditas Fisik Bersamaan
Subjek yang bunuh diri memiliki nilai rating usaha bunuh diri yang lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan subjek kelompok kontrol. Mereka juga
mengalami deprivasi parental dini lebih sering dibandingkan subjek pada
kelompok kontrol (Tabel 2).
Tabel 2 Faktor psikososial bunuh diri: Riwayat pribadi dan morbiditas fisik
bersamaan (analisis regresi logistik kondisional univariat).
Subjek yang bunuh diri
(n=113)n (%)
Subjek kontrol yang masih
hidup (n=226)n (%)
Odds Ratio(OR)
(95% Cl)
Deprivasi awal orang tua 32 (28.3) 37 (16.4) 2.1 (1.2-3.6)**
8
Usaha bunuh diri 24 (21.2) 9 (4.0) 5.8 (2.6-
13.0)***
Kesehatan fisik yang
buruk
Penyakit serius 36 (31.9) 42 (18.6) 2.2 (1.3-3.8)**
Penyakit kronis 21 (18.6) 16 (7.1) 3.3 (1.6-6.9)**
Ketidakmampuan 27 (23.9) 29 (12.8) 2.5 (1.3-4.8)**
**P<0.01; ***P<0.001
Subjek yang bunuh diri ditemukan memiliki nilai rating penyakit fisik
serius lebih tinggi secara signifikan sebelum melakukan bunuh diri dibandingkan
subjek kelompok kontrol (sebelum wawancara). Mereka juga memiliki nilai rating
penyakit kronis dan ketidakmampuan yang lebih tinggi secara signifikan.
Riwayat Psikopatologi dalam Keluarga
Tabel 3 menunjukkan bahwa subjek bunuh diri secara signifikan
cenderung memiliki riwayat perilaku bunuh diri (berusaha dan berhasil bunuh
diri) atau gangguan depresi dalam keluarga tingkat pertama, tapi tidak disertai
dengan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan. Prevalensi yang tinggi dalam
penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan pada subjek bunuh diri dan kontrol dapat
dihubungkan dengan tingginya prevalensi alkoholisme pada kelompok penduduk
asli Taiwan dalam studi epidemiologi sebelumnya (Cheng & Chen, 1995).
Tabel 3 Faktor psikososial bunuh diri: Riwayat psikopatologi dan perilaku bunuh
diri dalam keluarga (analisis regresi logistik kondisional univariat).
Subjek yang bunuh diri
(n=113)n (%)
Subjek kontrol yang masih hidup
(n=226)n (%)
Odds Ratio(OR)
(95% Cl)
Perilaku bunuh diri1 20 (17.7) 13 (5.8) 4.2 (1.8-9.6)
9
Ketergantungan alkohol
dan obat-obatan
54 (47.8) 111 (49.1) 0.9 (0.5-1.7)
Depresi 25 (22.1) 25 (11.1) 2.8 (1.4-5.6)
1. Termasuk berusaha bunuh diri atau berhasil bunuh diri.
**P<0.01; ***P<0.001
Peristiwa Hidup
Proporsi subjek yang bunuh diri yang lebih tinggi secara signifikan
mengalami peristiwa kehilangan pada tahun sebelum bunuh diri dibandingkan
dengan subjek kontrol (sebelum wawancara) (Tabel 4). Tidak ada kecenderungan
terjadinya peristiwa yang bukan kehilangan. Peristiwa kehilangan paling umum
pada subjek yang bunuh diri (60%) dan subjek kontrol (18,6%) merupakan
kehilangan harapan berharga, diikuti dengan kehilangan keluarga dekat atau
sahabat (karena kematian atau perpisahan).
Tabel 4 Faktor resiko psikososial bunuh diri: Peristiwa hidup dalam rentang 12
bulan sebelum bunuh diri atau wawancara (subjek kelompok kontrol) (analisis
regresi logistik kondisional univariat).
Subjek yang bunuh diri
(n=113)n (%)
Subjek kontrol yang masih hidup
(n=226)n (%)
Odds Ratio(OR)
(95% Cl)
Peristiwa kehilangan1 95 (84.1) 73 (32.3) 9.8 (5.2-
18.7)***
Kesehatan 15 (13.3) 13 (5.8) 2.4 (1.1-5.1)*
Orang 39 (34.5) 22 (9.7) 5.1 (2.7-
9.7)***
Ide berharga 68 (60.2) 42 (18.6) 7.5 (4.1-
13.8)***
Harta benda 22 (19.5) 11 (4.9) 5.0 (2.2-
11.3)***
10
Peristiwa bukan
kehilangan
28 (24.8) 47 (20.8) 1.3 (0.7-2.2)
1. Masing-masing subjek mengalami lebih dari satu jenis peristiwa kehilangan.
*P<0.05; ***P<0.001
Morbiditas Psikiatris
Seperti yang dilaporkan sebelumnya (Cheng, 1995; Cheng et al, 1997),
tiga gangguan mental utama dengan resiko bunuh diri yang tinggi pada analisis
kasus-kontrol adalah episode depresi mayor ICD-10, ketergantungan zat
(khususnya alkohol) dan gangguan kepribadian yang tidak stabil secara emosional
(EUPD). Frekuensi ketiga gangguan ini pada subjek yang bunuh diri berturut-
turut adalah 87.1, 27.6 dan 61,9%.
Hubungan antara Faktor Psikososial dan Psikiatris
Pada analisis regresi logistik multivariat untuk semua faktor psikososial
yang signifikan diilustrasikan dalam Tabel 1-4 dan tiga gangguan psikiatris
(episode depresif mayor, ketergantungan zat dan EUPD), lima efek independen
dari episode depresi mayor, ketergantungan zat, EUPD, peristiwa kehilangan dan
perilaku bunuh diri dalam keluarga tingkat pertama diturunkan. Tidak ada
hubungan signifikan antara variabel independen (Tabel 5). Efek paling kuat
adalah episode depresi, yang diikuti oleh peristiwa kehilangan.
Tabel 5 Gabungan efek faktor psikososial dan psikiatris terhadap resiko bunuh
diri (regresi logistik kondisional multivariat)
Odds Ratio P
Episode depresi mayor
Tidak ada 1.0
Ada 41.2 (10.6-160.4) <0.001
Penyalahgunaan zat
Penggunaan tanpa ketergantungan 1.0 0.050
11
Penggunaan hingga ketergantungan 3.2 (1.0-10.4)
Gangguan kepribadian yang secara emosional
tidak stabil
Tidak Ada 1.0
Ada 4.3 (1.1-16.9) 0.034
Peristiwa kehilangan
Tidak ada 1.0
Ada 6.1 (2.1-18.2) 0.01
Perilaku bunuh diri dalam keluarga tingkat
pertama
Ada 1.0
Tidak ada 5.2 (1.3-21.2) 0.22
1. Termasuk semua faktor resiko yang signifikan pada Tabel 1-3, episode depresi
ICD-10, ketergantungan zat dan gangguan kepribadian yang emosinya tidak
stabil; tidak ada hubungan yang signifikan dalam analisis regresi.
DISKUSI
Pertimbangan Metodologis
Laporan ini menganalisis peristiwa yang berlangsung 12 bulan sebelum
bunuh diri atau wawancara (pada subjek kelompok kontrol). Bab ini
mempertimbangkan kejadian peristiwa hidup yang umum ditemukan penuh stres
dalam tingkat menengah dalam proporsi subjek yang tinggi (sekurang-kurangnya
lebih dari 50%) dari sampel populasi keseluruhan pada penelitian komunitas
sebelumnya tentang gangguan mental di Taiwan (Cheng, 1989).
Bias saat subjek menceritakan kembali
Isu metodologis kunci yang diangkat dalam penelitian ini didiskusikan
secara rinci (Cheng, 1995). Karena ini merupakan penelitian otopsi psikologis,
bias saat subjek mengingat kembali informasi secara sistematis tentang bunuh diri
tidak dapat dihindarkan. Dalam mempertimbangkan peristiwa hidup, sebagai
contoh, informan melaporkan peristiwa pribadi bunuh diri karena mereka tidak
12
menyadari diri mereka, atau terlalu melebih-lebihkan peristiwa karena reaksi
psikologis pribadi informan terhadap bunuh diri (Heikkenen et al, 1993).
Penggunaan subjek kelompok kontrol
Dimasukkannya subjek kelompok kontrol dalam beberapa penelitian
otopsi psikologis berusaha untuk mengatasi bias informasi di atas dalam asesmen
resiko bunuh diri. Perkembangan strategi ini untuk mewawancarai informan
tentang subjek yang bunuh diri dan subjek kontrol. Hanya beberapa penelitian
(cth. Gould et al, 1996) yang memisahkan penelitiannya dari kehadiran seseorang.
Strategi ini, secara luas, mengatasi bias dari kekurangan isi informasi, namun
melebih-lebihkan informasi merupakan hal yang penting dan sulit bagi subjek
kelompok kontrol.
Validitas diagnosis
Telah dilaporkan bahwa diagnosis ditegakkan dari kumpulan otopsi
psikologis yang reliabel, valid dan tidak terpengaruh oleh kedukaan (Brent et al,
1988). Satu penelitian baru-baru ini yang membandingkan data dari otopsi
psikologis dengan data dari rekam medis menunjukkan konsistensi memuaskan
antara keduanya (Kelly & Mann, 1996).
Faktor Resiko Psikososial Bunuh Diri
Penelitian ini secara komprehensif memeriksa efek faktor resiko
psikososial bunuh diri yang ditemukan dalam penelitian sebelumnya pada subjek
bunuh diri usia dewasa masyarakat non-Barat. Dalam analisis regresi univariat,
hampir semua faktor ditemukan memiliki hubungan signifikan dengan resiko
bunuh diri. Pengecualian satu-satunya adalah kurangnya kontribusi signifikan
terhadap resiko bunuh diri dari aspek riwayat keluarga dengan gangguan
alkoholik dan penggunaan obat-obatan, dan ini mungkin dikarenakan oleh sangat
tingginya prevalensi alkoholisme pada kedua kelompok penduduk asli (Cheng &
Chen, 1995).
13
Peristiwa hidup
Banyak penelitian sebelumnya yang menyelidiki hubungan antara
peristiwa hidup dan bunuh diri fokus pada pasien psikiatris (subjek yang bunuh
diri dan subjek kontrol yang masih hidup) dan memiliki ukuran sampel yang kecil
(Heikkenen et al, 1994), sehingga menyulitkan pemeriksaan tentang kekuatan
hubungannya. Hanya beberapa penelitian yang menyertakan sampel bunuh diri
dan subjek kelompok kontrol normal yang reresentatif dari keseluruhan populasi
(cth. Bunch, 1972; Foster et al, 1999). Penelitian-penelitian yang lebih
representatif secara menyeluruh menemukan bahwa peristiwa hidup yang baru
dialami memegang peran penting dalam mempercepat bunuh diri. Banyak
peristiwa signifikan yang ditemukan dalam penelitian-penelitian tersebut sama
dengan 12 kategori LTE, dan diidentifikasi dengan cara yang sama dengan
penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang menggunakan konsep
peristiwa kehilangan dan bukan kehilangan (seperti yang dikembangkan dalam
LEDS) dalam penelitian tentang bunuh diri. Ditemukan bahwa hanya peristiwa
kehilangan yang memiliki kontribusi signifikan terhadap resiko bunuh diri.
Menarik untuk melihat bahwa kehilangan harapan berharga (yang sering terjadi
bersamaan dengan kehilangan seseorang, kesehatan dan harta benda) menciptakan
efek paling kuat. Dapat dikatakan bahwa kehilangan harapan berharga bertindak
sebagai komponen inti dari peristiwa kehilangan, sebuah pernyataan dengan
implikasi intervensi psikososial terhadap orang-orang dengan gangguan depresi
yang mengalami kehilangan.
Riwayat perilaku bunuh diri dalam keluarga
Efek riwayat perilaku bunuh diri dalam keluarga bebas dari faktor
demografis, psikososial dan psikiatris. Juga bebas dari faktor lingkungan,
termasuk deprivasi parental dini dan riwayat psikopatologi dalam keluarga
(gangguan depresi dan penggunaan zat). Hasil yang sama dilaporkan dari berbagai
penelitian kasus-kontrol baru-baru ini pada subjek yang bunuh diri berusia remaja
di Amerika, dimana kumpulan subjek yang bunuh diri baik yang pernah berusaha
14
bunuh diri atau yang sudah berhasil bunuh diri ditemukan tetap melakukannya
setelah aspek psikopatologis keluarga pada keluarga tingkat pertama (Brent et al,
1996; Gould et al, 1996) dan hubungan orang tua-anak yang lemah dikendalikan
oleh peneliti (Gould et al, 1996). Lebih banyak penelitian dibutuhkan untuk
menjelaskan kemungkinan kontribusi genetik dan lingkungan.
Hubungan antara Faktor Psikososial dan Psikiatris
Meskipun kebanyakan faktor psikososial mempertinggi efek individu yang
signifikan terhdap resiko bunuh diri, hanya peristiwa kehilangan dan riwayat
perilaku bunuh diri dalam keluarga yang mempertahankan efek independen
setelah disesuaikan dengan episode depresi, ketergantungan zat dan EUPD dalam
regresi multivariat. Temuan kami mengindikasikan bahwa episode depresi mayor
merupakan faktor resiko paling penting terhadap perilaku bunuh diri.
Temuan dimana faktor psikososial paling banyak diintervensi oleh lima
faktor yang signifikan mengimplikasikan bahwa sisanya secara luas bertindak
sebagai faktor yang berlangsung bersamaan atau sebagai konsekuensi akhir.
Sebagai contoh, seorang pria dengana gangguan kepribadian bercerai dan/atau
hidup melajang dan kehilangan harapan bahwa keluarganya akan tinggal
bersamanya untuk menjaganya (terutama di budaya non-Barat). Kemudian dia
menderita episode depresi akut yang mengarah ke bunuh diri. Faktor
keluarga/genetik dapat berperan terhadap faktor-faktor tersebut.
Efek independen gangguan mental dan peristiwa kehilangan ditemukan
dalam penelitian ini mengimplikasikan bahwa peristiwa kehilangan memiliki efek
yang kuat dalam meningkatkan gangguan mental (khususnya episode depresi)
yang mengarah pada bunuh diri. Bagaimanapun, peristiwa kehilangan sering
tampak sebagai konsekuensi gangguan mental, atau memang berlangsung
seiringan dengan bunuh diri karena gangguan mental. Satu strategi optimal untuk
memperjelas proses kompleks ini untuk menyelidiki proses menuju bunuh diri
merupakan topik penelitian yang belum digali lebih dalam.
Implikasi Langkah Pencegahan Bunuh Diri
15
Temuan dalam penelitian ini mengimplikasikan bahwa bunuh diri sangat
cenderung berasal dari efek gangguan mental (khususnya episode depresi,
ketergantungan zat dan EUPD) dan peristiwa kehilangan pada individu dengan
tingkat kecenderungan yang tinggi untuk mengalami efek tersebut baik pada
masyarakat timur dan Barat. Jadi, intervensi dan manajemen yang efektif terhadap
peristiwa kehilangan dan episode depresi mayor pada subjek yang emosinya tidak
stabil (terutama subjek dengan riwayat perilaku bunuh diri dalam keluarga dan
sering disertai dengan ketergantungan alkohol dan zat lain), terbukti sebagai
langkah pencegahan bunuh diri paling efektif dalam populasi yang beragam.
IMPLIKASI KLINIS
Faktor resiko yang signifikan terhadap bunuh diri termasuk peristiwa
kehilangan, perilaku bunuh diri oleh keluarga tingkat pertama, episode
depresi mayor ICD-10, gangguan kepribadian emosi yang tidak stabil dan
ketergantungan zat.
Jenis peristiwa kehilangan yang paling penting terhadap resiko bunuh diri
adalah kehilangan ide berharga. Peristiwa yang bukan kehilangan tidak
meningkatkan resiko.intervensi dan manajemen untuk peristiwa
kehilangan dan episode depresi mayor pada subjek yang emosinya tidak
stabil dengan kecenderungan keluarga bunuh diri, sering pula disertai
dengan ketergantungan alkohol dan zat terbukti sebagai langkah
pencegahan bunuh diri paling efektif dalam populasi yang beragam.
KETERBATASAN
Ada beberapa bias mengenai masalah informasi yang sistematis dalam
proses wawancara dan efek ingatan terdahulu pada informan subjek yang
bunuh diri dan subjek kelompok kontrol.
Penggunaan subjek kelompok kontrol menyulitkan untuk mengendalikan
kemungkinan reaksi psikologis untuk bunuh diri pada informan (keluarga).
Hubungan sementara antara peristiwa kehilangan dan gangguan mental
yang mengarah ke bunuh diri tidak diselidiki.
16
17