8
FAKTOR VIRULENSI BAKTERI Banyak faktor yang menurunkan virulensi bakteri, atau kemampuan bakteri untuk menimblukan infeksi dan penyakit. Faktor Perlekatan Ketika masuk ke dalam tubuh pejamu, bakteri harus melekat pada sel-sel permukaan jaringan. Jika tidak menempel, bakteri akan tersapu oleh mucus dan cairan lain yang membasahi permukaan jaringan. Perlekatan, yang hanya merupakan satu langkah dalam proses infeksi, diikuti dengan pembentukan mikrokoloni dan langkah- langkah patogenesis seanjutnya. Interaksi antara bakteri dan permukaan sel jaringan pada proses perlekatan bersifat sangat kompleks. Beberapa faktor mempunyai peran penting; hidrofobisitas dan muatan ion dipermukaan, pengikatan molekul pada bakteri (ligand), dan interaksi reseptor sel pejamu. Permukaan bekteri dan sel pejamu sering kali bermuatan negatif sehingga menimbulkan gaya elektrostatik repulsive (tolak-menolak). Gaya tersebut dapat diatasi oleh sifat hidrofobik dan interaksi yang lebih spesifik lainnya antara bakteri dan sel pejamu. Berbagai strain bakteri dalam suatu spesies memiliki

FAKTOR VIRULENSI BAKTERI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR VIRULENSI BAKTERI

FAKTOR VIRULENSI BAKTERI

Banyak faktor yang menurunkan virulensi bakteri, atau kemampuan bakteri untuk

menimblukan infeksi dan penyakit.

Faktor Perlekatan

Ketika masuk ke dalam tubuh pejamu, bakteri harus melekat pada sel-sel

permukaan jaringan. Jika tidak menempel, bakteri akan tersapu oleh mucus dan

cairan lain yang membasahi permukaan jaringan. Perlekatan, yang hanya

merupakan satu langkah dalam proses infeksi, diikuti dengan pembentukan

mikrokoloni dan langkah-langkah patogenesis seanjutnya.

Interaksi antara bakteri dan permukaan sel jaringan pada proses perlekatan

bersifat sangat kompleks. Beberapa faktor mempunyai peran penting;

hidrofobisitas dan muatan ion dipermukaan, pengikatan molekul pada bakteri

(ligand), dan interaksi reseptor sel pejamu. Permukaan bekteri dan sel pejamu

sering kali bermuatan negatif sehingga menimbulkan gaya elektrostatik repulsive

(tolak-menolak). Gaya tersebut dapat diatasi oleh sifat hidrofobik dan interaksi

yang lebih spesifik lainnya antara bakteri dan sel pejamu. Berbagai strain bakteri

dalam suatu spesies memiliki sifat permukaan hidrofobik dan kemampuan

melekat pada sel pejamu yang sangat bervariasi.

Invasi Sel dan Jaringan Pejamu

Untuk banyak bakteri yang menyebabkan penyakit, invasi epitel pejamu

merupakan hal pokok dalam proses infeksi. Nenerapa bakteri (missal, spesies

salmonella) menginvasi jaringan melalui taut antar sel-sel epitel. Bakteri lain

(missal spesies yersinia, N gonorrhoae, Chlamydia trachomatis) menginvasi sel

epitel pejamu jenis tertentu dan selanjutnya dapat masuk kedalam jaringan. Ketika

berada dalam sel pejamu, bakteri tetap tertutup dalam suatu vakuola yang

dibentuk oleh membran sel pejamu, atau membran vakuola dapat larut dan bakteri

terdispersi dalam sitoplasma. Beberapa bakteri (missal, spesies shigella)

memperbanyak diri dalam sel pejamu, sedangkan bakteri lain tidak.

Page 2: FAKTOR VIRULENSI BAKTERI

“Invasi” adalah istilah yang sering digunakan untuk mendeskripsikan

masuknya bakteri kedalam sel pejamu, yang menunjukan peran aktif organisme

dan peran pasif sel-sel pejamu. Pada banyak infeksi, bakteri menghasilkan faktor

virulensi yang mempengaruhi sel pejamu, sehingga dapat menelan bakteri. Sel-sel

pejamu dapat berperan secara aktif dalam proses ini.

Produksi toksin dan sifat virulensi lainnya secara umum tidak bergantung

pada kemampuan bakteri menginvasi sel dan jaringan. Misalnya, corynebakterium

dipththeriae mampu menginvasi epitel nasofaring dan menyebabkan gejala nyeri

tenggorokan bahkan bila strain C diptheriae bersifat nontoksigenik.

Toksin

Toksin yang dihasilkan oleh bakteri secara umum digolongkan menjadi

dua kelompok: eksotoksin dan endotoksin.

Eksotoksin Endotoksin

Diekskresikan oleh sel hidup;

konsentrasi tinggi dalam medium cair.

Bagian integral dinding sel bakteri

gram negatif. Dilepaskan saat sel mati

dan sebagian selama sel pertumbuhan.

Mungkin tidak perlu dilepaskan untuk

menmbulkan efek biologis

Dihasilkan oleh bakteri garam positif

dan gram negatif

Hanya ditemukan pada bakteri gram

negatif

Polipeptida dengan berat molekul

10.000-900.000

Kompleks lipopolisakarida. Bagian

lipid A yang kemungkinan

menyebabkan toksisitas

Relatif tidak setabil; toksisitas sering

hilang dan cepat melalui pemanasan

pada temperatus di atas 600 C

Relatif stabil; tahan panas pada

temperatur diatas 600 C selama berjam-

jam tanpa kehilangan toksisitasnya.

Diubah menjadi toksoid yang bersifat

antigenic dan nontoksik oleh formalin,

asam, panas, dll. Toksoid digunakan

Tidak diubah menjadi toksoid

Page 3: FAKTOR VIRULENSI BAKTERI

untuk imunisasi (missal, toksoid

tetanus)

Sangat toksik; fatal bagi hewan dalam

jumlah microgram atau kurang

Toksik sedang; fatal bagi hewan dalam

jumlah puluhan sampai ratusan

microgram

Biasanya berikatan dengan reseptor

spesifik pada sel

Reseptor spesifik tidak ditemukan pada

sel

Biasanya tidak menimbulkan demam

pada pejamu

Biasanya menimbulkan demam bagi

pejamu dengan melepaskan interleukin-

1 dan mediator lain

Sering dikontrol oleh gen

ekstrakromosom (missal, plasmid)

Sintesis dikendalikan oleh gen

kromosom.

Enzim

Banyak spesies bakteri menghasilkan enzim secara intrinsic tidak toksi

terapi berperan penting dalam proses infeksi. Beberapa enzim akan di bahas di

bawah ini.

a. Enzim Perusak Jaringan

Banyak bakteri menghasilkan enzim perusak jaringan. Yang paling khas

adalah enzim dari C perfringens, S aureus, streptokokus Grup A, dan

dalam jumlah yang lebih sedikit, bakteri anaerob. Peran enzim perusak

jaringan pada patogenesis infeksi tampak jelas tetapi sulit dibuktikan,

terutama untuk enzim-enzim tertentu. Misalnya, antibody terhadap enzim

perusak jaringan yang berasal dari streptokokus tidak memodifikasi

gambaran penyakit yang disebabkan oleh streptokokus.

b. Protase IgA1

Imunoglobulin A merupakan antibody sekretorik pada permukaan mukosa.

Immunoglobulin tersebut mempunyai dua bentuk primer. IgA1 dan IgA2,

yang mempunyai perbedaan struktur di dekat regio engsel yang tidak

Page 4: FAKTOR VIRULENSI BAKTERI

ditemukan pada IgA2. Beberapa bakteri penyebab penyakit menghasilkan

enzim protease IgA1 yang memecah IgA1 pada ikatan spesifik prolin-

treonin atau prolin-serin di regio engsel dan menginaktifkan aktivitas

antibodinya. Protase IgA1 merupkan faktor virulensi yang penting untuk

patogen N gonorrhoeae, N miningitidis, H influenzae, dan S pneumoniae.

Faktor-faktor Antifagositik

Banyak patogen bakteri dibunuh secra cepat sekali tertelan oleh sel-sel

polimorfonuklear atau makrofag. Beberapa patogen menghindari fagositosis atau

mekanisme mikrobisidal leukosit dengan cara mengadsorpsi komponen pejamu

normal ke permukaannya. Misalnya, S aureus mempunyai protein permukaan A,

yang berkaitan dengan bagian Fc pada IgG. Patogen lain mempunyai faktor

permukaan yang mengganggu fagositosis. Missal, S pneumonia, N meningitides;

banyak bakteri lain yang mempunyai kapsul polisakarida. Streptokokus grup A

mempunyai protein M. N gonorrhoeae mempunyai pili. Sebagian besar

permukaan antifagositik tersebut menunjukan banyak heterogenesitis antigenic.

Beberapa bakteri (missal, kapnositofaga dan bordetella) menghasilkan

faktor-faktor atau toksin yang dapat larut yang menghambat kemotaksis oleh

leukosit sehingga menghindari fagositosis melalui mekanisme yang berbeda.

Patogenesitas Intraselular

Beberapa bakteri (missal, M tuberculosis, spesies brusela, dan spesies

legionella) hidup dan tumbuh dalam lingkungan yang bertentangan, yaitu dalam

sel-sel polimorfonuklear, makrofag, atau monosit. Bakteri ini melakukannya

melalui beberapa mekanisme; bakteri dapat menghindarkan dirinya masuk ke

dalam fagolisosom dan hidup dalam sitosol fagosit; bakteri dapat mencegah fusi

fagosom lisosom dan hidup di dalam fagosom; atau mungkin resistan terhadap

enzim lisosom dan bertahan hidup dalam fagolisosom.

Heterogenisitas Antigenik

Page 5: FAKTOR VIRULENSI BAKTERI

Struktur permukaan bakteri mempunyai heterogenesitas antigenic yang

besar. Antigen-antigen tersebut sering digunakan sebagai bagaian system

klasifikasi serologi untuk bakteri. Pada prinsipnya, klasifikasi 2000 salmonela

yang berbeda atau lebih didasarkan pada jenis antigen O (rantai samping

lipopolisakarida) dan H (flagella). Demikian pula, terdapat lebih dari 100 E coli

tipe O dan leih dari 100 E coli tipe K. tipe antigenic bakteri dapat menjadi

penanda virulensi, berkaitan dengan sifat klonal patogen, mekipun mungkin

sebenarnya bukan merupakan faktor virulensi.

Kebutuhan Besi

Bakteri patogen harus mampu berebut makanan secara sukses dengan

bakteri nonpatogen dan sel-sel pejamu, atau harus mengubah lingkungan agar

sesuai dengan kebutuhannya. Besi merupakan zat makanan yang penting untuk

proses infeksi dan telah dipelajari secara mendalam. Besi mempunyai potensi

oksidasi-reduksi yang luas, sehingga besi penting untuk berbagai fungsi

metabolic.

Peran Biofilm Bakteri

Biofilm adalah kumpulan bakteri interaktif yang melekat pada permukaan

yang keras atau melekat satu sama lain dan dibungkus dalam matriks

eksopolisakarida. Hal tersebut berbeda dengan planktonik atau pertumbuhan

bakteri yang hidup bebas; karena tidak ditemukan adanya interaksi

mikroorganisme. Biofilm membentuk lapisan berlendir pada permukaan keras dan

terjadi di seluruh alam. Satu spesies bakteri dapat terlibat, atau lebih dari satu

spesies dapat berkumpul bersama untuk membentuk biofilm.