70
“PRA PERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA; KAJIAN KRITIS TERHADAP PUTUSAN PRA PERADILAN KASUS BUDI GUNAWANDiajukan Oleh: Farkhani, S.H., S.HI., M.H. NIP. 197605242006041002 FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015

FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

“PRA PERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN

PIDANA DI INDONESIA; KAJIAN KRITIS TERHADAP

PUTUSAN PRA PERADILAN KASUS BUDI GUNAWAN”

Diajukan Oleh:

Farkhani, S.H., S.HI., M.H.

NIP. 197605242006041002

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

Page 2: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Harus diakui bahwa aliran hukum positivisme yang berkembang pesat antara abad 16 sampai 19 sangat mempengaruhi sistem hukum dan sistem peradilan di Indonesia. Kisaran abad itulah Indonesia berada dalam permulaan dan akhir penjajahan Indonesia oleh bangsa-bangsa Eropa, mulai dari Portugis, Belanda dan Inggris. Belanda yang terlama selama 350 tahun.

Masa penjajahan yang panjang oleh negara dengan sistem hukum bercorak Eropa Kontinental jelas tegas mewarnai sistem hukum Indonesia dari berbagai aspeknya. Hukum adat sebagai hukum yang asli hidup dalam masyarakat Indonesia dan Hukum Islam yang memberi corak hukum-hukum adat sebelum kedatangan penjajah dipersempit peran dan perkembangan. Upaya itu sejatinya nyata dengan dikebirinya kekuasaan raja-raja Islam Nusantara, teori receptie dan pembagian subyek hukum dalam masa penjajahan Belanda, serta konkordasi hukum Belanda di Hindia Belanda (Indonesia) semakin nyata akan sistem positivisme hukum dalam hukum Indonesia. Parahnya, setelah Indonesia merdeka warisan hukum penjajah Belanda belum sepenuhnya hilang dari peraturan perundang-undangan bumi pertiwi. Bahkan itu berada dalam urat nadi sistem hukum, upaya penggantiannya agar lebih berkarakter hukum keindonesiaan belum berhasil.

Atas latar belakang sejarah hukum yang demikian, serta seluruh foundingfathers negara ini yang bergelar sarjana hukum (master on the rechten) adalah alumni sekolah-sekolah hukum Belanda, maka tidak mengherankan bila tipikal hukum dan para penegak hukumnya sedarah dengan warisan penjajah.

Page 3: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Sungguh kondisi yang demikan telah disadari oleh para pakar hukum belakangan. Berbagai upaya dilakukan untuk pembangunan hukum yang berkeindonesiaan. Sedikit demi sedikit hukum warisan Belanda dikikis, berbagai upaya pembangunan hukum dilakukan, pemikiran hukum berkarakter keindonesiaan terus dibangun, living law diakomodasi. Arah kiblat hukum mulai bergeser, tipologi hukum Eropa Kontinental memang masih dominan tetapi tipologi hukum Anglo Saxon mulai diakomodir. Hukum Islam telah lebih dahulu diakomodir namun pasca reformasi lebih massif di berbagai daerah dengan perda-perda bernuansa syari’ah dan terbuka peluang pembelakuan Syariat Islam walau baru di Nangro Aceh.

Lebih menggembirakan, bersamaan dengan pada akhir abad 20, muncul gerakan hukum progressif yang di pelopori oleh begawan hukum Satjipto Rahardjo. Ide dan gagasan hukum progresifnya yang kental beraliran filsafat hukum utilitarianisme dan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto Raharjo, 2007), beliau ajarkan kepada para mahasiswanya yang berasal dari berbagai kalangan, tidak hanya para akademisi, para praktisi hukum dan penegak hukum banyak menjadi mahasiswanya. Pemikirannya cukup dapat diterima, hingga muncul perkumpulan hakim progresif dan bahkan organisasi yang secara khusus menebarkan gagasan-gagasannya.

Upaya-upaya yang dilakukan di atas dan berbagai upaya lain yang belum tersebutkan, susungguhnya cita-cita yang ingin dicapai adalah bagaimana keadilan yang menjadi ruh sekaligus tujuan dari hukum itu sendiri benar-benar terwujud secara hakiki, baik dalam pembentukan hukum, penemuan hukum, penciptaan norma hukum dan penegakan hukumnya.

Bila dipandang dari konsep hukum yang dikembangkan oleh Philipppe Nonet dan Philip Selznick (1978), perkembangan dan pembangunan hukum di Indonesia sedang berada dalam konsep hukum otonom dan mulai ada sedikit pergerakan menuju kepada hukum yang responsif. Yang dimaksud dengan hukum

Page 4: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

responsif dalam hal ini adalah diposisikannya hukum sebagai fasilitator dari respon terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial dan aspirasi-aspirasi sosial. Hukum dimaknai lebih luas, mencakup pengalaman-pengalaman hukum yang beraneka ragam dengan tidak meleburkan konsep hukum terhadap konsep kontrol sosial yang lebih luas.

Melihat pada pemaknaan hukum responsif yang demikian tersebut, tersirat jelas bahwa konsep hukum responsif adalah hasil evolusi dari dua konsep sebelumnya, represif dan otonom (A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, 1990, 164-165). Karena ia merupakan evolusi, maka butuh waktu, dan beragam konsekuensi logis atas berjalannya waktu tersebut. Sehingga wajar dapat dikatakan bahwa dengan argumen sederhana dimuka, Indonesia sedang bergerak menuju hukum yang responsif, walau kadang pada kasus tertentu, Indonesia terkesan sedang bergerak mundur menuju kembali pada hukum yang represif. Beruntungnya sensitifitas kontrol sosial masyarakat Indonesia sudah mulai muncul dan dibantu dengan tata hukum dan tata kelembagaan hukum yang lebih baik dapat mencegah keterpurukan itu.

Pada persoalan ini, Satjipto Rahardjo (2007: 87-88) menegaskan bahwa kontrol masyarakat yang seperti itu adalah bukti bahwa masyarakat memiliki kekuatan otonom. Kekuatan otonom itu bisa membuat masyarakat dapat menata dirinya sendiri walaupun tanpa kehadiran undang-undang. Kekuatan masyarakat yang bersifat otonom itu pada tahap tertentu dapat bergerak atau digerakkan menjadi kekuatan dahsyat yang dapat menggulingkan kekuasaan yang despotik, otoriter dan tiranik. Itulah yang disebut rakyat yang berdaulat atau kedaulatan rakyat.

Pasca reformasi dan amandemen UUD 1945, konfergensi hukum dan politik, dinamika keduanya selalu muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam upaya menegakkan cita-cita reformasi muncul beberapa lembaga yang terkait dengan

Page 5: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

upaya penegakan hukum. Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial adalah dua lembaga negara baru yang muncul secara langsung atas amanat hasil amandemen konstitusi tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi muncul tidak lama setelah itu. Mulanya sebagai respon atas berbagai kasus korupsi yang kurang membanggakan progressnya ketika ditangani oleh kejaksaan.

Setelah tiga lembaga baru ini terbentuk, harapan baru dilambungkan untuk merubah bopeng wajah penegakan hukum di Indonesia. Secara cepat dua, lembaga penegakan hukum (MK dan KPK) dan lembaga pengawas perilaku hakim (KY), karena kinerjanya merebut hati rakyat. Rakyat bangga dengan capaian kedua lembaga tersebut. Mahkamah Konstitusi menjelma menjadi pemegang kekuasaan yudikatif yang berwibawa. KPK menjelma menjadi lembaga kuat yang bisa menjerat dan memenjarakan para koruptor yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh kejaksaan.

Lembaga negara yang lahir setelah reformasi dan atas amanat butir-butir reformasi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tugas KPK adalah melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. Sifat kelembagaanya independen. Independen yang dimaksudkan adalah bebas dari kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan

Page 6: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK (http://www.kpk.go.id).

Sekilas menilik sejarahnya, KPK adalah satu-satunya lembaga negara yang lahir karena amanat reformasi. Satu diktum yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi menjadi point penting dalam amanat reformasi, karena regim yang ditumbangkan lewat gerakan reformasi 1998 itu dituduh korup dan membudayakan tindakan korupsi disemua lini penyelenggara negara.

Oleh karenanya, kehadiran KPK disambut dengan gembira dan langsung mendapatkan pendukung dan pembela fanatik terhadap lembaga ini. Terpuruknya legitimasi polisi dan kejaksaan agung dalam penangan kasus korupsi, kewenangan yang sangat besar yang diberikan oleh undang-undang, gebrakan-gebrakan dan prestasi kinerja KPK yang mengagumkan dan dukungan rakyat yang totalitas merubah lembaga baru ini menjadi tren dan tumpuan harapan pemberantasan korupsi.

Dukungan, simpati, empati yang loyalitas kecintaan dari rakyat semakin besar tatakala KPK berhasil menjerat dan memenjarakan orang-orang dengan pangkat dan jabatan tinggi yang pada zaman orde baru tidak pernah tersentuh. Para menteri, jenderal polisi dan TNI, akademisi bergelar profesor, anggota legislatif pusat dan daerah, penguasa-penguasa ekskekutif daerah dan pengusaha-pengusaha hitam banyak yang dijeblokan ke penjara oleh KPK karena kasus korupsi dan pengembalian uang negara yang cukup besar menambah dukungan rakyat semakin besar atas lembaga anti rasuah ini.

KPK terus mendapat dukungan dan menjadi lembagi anti body. Pencapaian tersebut tidak didapat dengan proses instan dan mudah, tetapi melalui proses berdarah-darah.

Page 7: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Proses menjadikan KPK sebagai lembaga bersih dan antibodi sangat penjang dan melelahkan. Saat pelaku koruptor dicaci massa dan dijebloskan ke penjara, dua petinggi KPK justeru mendapatkan dukungan massa. Kasus yang menimpa Chandra Hamzah dan Bibit Waluyo justru dinilai sebagai upaya kriminalisasi kepolisian terhadap mereka, hingga muncul istilah Cicak VS Buaya. Dukungan terhadap keduanya pun semakin menguat, hingga akhirnya dibebaskan. Saat dukungan terhadap KPK semakin menguat, terhadap kepolisian sebaliknya. Begitu pula, saat rencana pembangunan gedung DPR dicemooh rakyat, KPK justreru mendapatkan dukungan penuh plus sumbangan dana dari masyarakat untuk membangun gedung baru. Belum lagi upaya pemandulan wewenang KPK melalui revisi UU yang pada akhirnya batal (http://nahakunaon.blogspot.com). Kasus yang terbaru, pada saat “perang” antara KPK dengan Polisi jilid II, KPK mendapat dukungan penuh dari rakyat. Pada saat para penyidik KPK diperkarakan oleh Polisi, TNI bersedia memberikan bantuan personil professionalnya untuk menjadi penyidik-penyidik KPK. Walaupun kasus KPK tidak menjadikan Budiono (mantan meneteri keuangan dan wakil presiden) menjadi tersangka mendapat sorotan tajam, tapi dukungan publik terhadap lembaga ini tidak pudar. Dukungan terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto menjadi bukti atas kecintaan rakyat pada lembaga ini.

Menjelang pengangkatan Kapolri baru (Komjend. Budi Gunawan) diawal kepimpimpinan negara di tangan Presiden Joko Widodo, KPK dan Polri kembali bersitegang. Pasalnya calon Kapolri yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Budi Gunawan tidak terima atas penetapannya sebagai tersangka korupsi, ia mengelak tidak terlibat apapun dalam persoalan korupsi. Budi Gunawan melakukan perlawanan terhadap

Page 8: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

status yang ditetapkan (tersangka) oleh KPK, mengajukan pra peradilan ke Pengadilan Jakarta Selatan.

Hasilnya, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dibacakan oleh hakim Sarpin Rizaldi menyatakan bahwa gugatan pra peradilan atas penetapan tersangka Budi Gunawan di terima. Putusan ini berarti menghapuskan penetapan tersangka atas Budi Gunawan atas perkara yang dituduh. KPK kalah!

Secepat kilat, putusan hakim Sarpin menjadi trending topic. Berbagai pendapat bermunculan, sebagian memandang bahwa putusan Sarpin kebablasan, meruntuhkan sendi-sendi sistem hukum dan pandangan miring lainnya, sebagian yang lain menyanjung bahwa Sarpin telah melakukan terobosan hukum. Tidak berselang lama, putusan Mahkamah Konstitusi muncul yang menyatakan bahwa penetapan tersangka dapat menjadi obyek pra peradilan.

Ditambah dengan munculnya putusan MK tersebut muncul kekhawatiran baru bagi lembaga penegak hukum, yaitu banjirnya gugatan pra peradilan kepada tiga lembaga penegakan hukum di Indonesia, baik KPK, Kejaksaan dan Kepolisian yang diajukan oleh para tersangka pelanggar hukum.

Kehadiran Mahkamah Konstitusi secara tegas tertera dalam UUD 1945 pasal 24 ayat 2 berbunyi; “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Diktum dalam konstitusi ini dapat dimaknai bahwa pemegang kekuasaan kehakiman (yudicative power) berada dalam dua lembaga yang sederajat kedudukannya. Tetepi dilihat dari nama dan wewenang, terkesan bahwa Mahkamah Konstitusi berada di atas Mahkamah Agung.

Page 9: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Kasus putusan hakim Sarpin dan lahirnya putusan MK tentang pra peradilan menjadi heboh dan menjadi perbincangan dikalangan para akademisi hukum, praktisi dan penegak hukum, khususnya dalam ranah hukum pidana. Kasus itu merubah tatanan hukum acara pidana yang telah eksis dan establis dalam beberapa dasawarsa. Karena alasan tersebut penulis berminat untuk melakukan penelitian terhadap dua persoalan tersebut dengan judul PRA PERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA; KAJIAN KRITIS TERHADAP PUTUSAN PRA PERADILAN KASUS BUDI GUNAWAN.

Pengkajian terhadap persoalan urgen di awal proses peradilan sistem peradilan pidana penting dilakukan karena persoalan itu terdapat hak-hak warga negara yang negara wajib memberikan jaminan atas pemenuhannya. Hak warga negara atau hak asasi manusia dalam proses tribunal yang adil dijamin secara tegas dalam dokemen ICCPR dan Konstitusi Negara Republik Indonesia UUD 1945. Di samping itu dengan mengkaji persoalan tersebut apakah akan terjadi gelombang pra peradilan yang akan merubah wajah penegakan hukum di Indonesia, terkhusus di bidang hukum acara pidana. Perubahan menuju kebaikan atau sebaliknya. B. Rumusan Masalah

Berdasar pada latar belakang masalah yang disampaikan tersebut di atas, muncul beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan rumusan masalah untuk kepentingan penelitian ini, yaitu;

1. Bagaimanakah upaya perlindungan hukum terhadap warga negara yang menjadi tersangka dan/atau terpidana dalam sistem hukum pidana?

2. Bagaimanakah konsep dan pengaturan pra peradilan dalam sistem peradilan pidana?.

Page 10: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

3. Apa akibat dari putusan pra peradilan dalam kasus Budi Gunawan dan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pra peradilan pada sistem peradilan pidana?

C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui apa saja upaya perlindungan hukum terhadap warga negara yang menjadi tersangka dan/atau terpidana dalam sistem hukum pidana.

2. Untuk mengetahui bagaimanakonsep dan pengaturan pra peradilan dalam sistem peradilan pidana.

3. Untuk mengetahui pa akibat dari putusan pra peradilan dalam kasus Budi Gunawan dan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pra peradilan pada sistem peradilan pidana.

D. Kerangka Teori Pra peradilan adalah bagian dari sistem peradilan pidana,

sedangkan sistem peradilan pidana sangat identik dengan penegakan hukum. Sistem penegakan hukum pada dasarnya merupakan sistem kekuasaan atau kewenangan menegakkan hukum, istilah ini identik pula dengan kekuasaan kehakiman. Dan sistem kekuasaan kehakiman dalam hukum pidana diimplementasikan dalam 4 (empat) subsistem;

1. Kekuasaan penyidikan oleh lembaga penyidik 2. Kekuasaan penentutan oleh lembaga penuntut umum 3. Kekuasaan mengadili/menjatuhkan putusan oleh

lembaga peradilan dan 4. Kekuasaan pelaksanaan hukum pidana oleh aparat

pelaksana eksekusi (Barda Nawawi Arif, 2007). Praperadilan pada dasarnya sebagai betuk perlindungan

negara atas hak asasi setiap warga negara untuk tidak diperlakukan secara sewenang-wenang atas berbagai tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum, dalam hal ini adalah

Page 11: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

aparatur kepolisian dan kejaksaan pada tindakan hukum yang disebut sebagai upaya paksa. Pada awalnya dan pada kebiasaan yang telah berlangsung lama yang dimaksud upaya paksa yang dilakukan aparatur penegak hukum adalah penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penyadapan. Upaya-upaya paksa itu jelas merupakan perampasan hak atas seseorang yang dilindungi oleh hukum dan bagian dari hak asasi manusia. Disini kepastian hukum sangat ditekankan dan menjadi dasar utama bagi para aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.

Seperti yang sudah diketahui, demi untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukantindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya. Setiap upaya paksa yang dilakukan pejabat penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, pada hakikatnya merupakan Perlakuan yang bersifat :

1. Tindakanpaksa yang dibenarkanundang-undang demi kepentinganpemeriksaantindakpidana yang disangkakankepadatersangka ;

2. Sebagaitindakanpaksa yang dibenarkanhukumdanundang-undang, setiaptindakanpaksadengansendirinyamerupakanperampasankemerdekaandankebebasansertapembatasanterhadaphakasasi (I Gede Yuliarta, 2009). Sepintas dari penjelasan dimuka bahwa upaya paksa

dalam penegakkan hukum harus jelas landasan hukumnya sekaligus jelas pula siapa petugas yang berwenangnya. Di Amerika lembaga praperadilan ini disebut pre trial, sebuah mekanisme tribunal yang disediakan dan jaminan oleh pemerintah dalam rangka melindungi setiap hak dari warga negera atas kemerdekaannya (penerapan prinsip Habeas Corpus).

Page 12: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Di Indonesia jaminan ketersediaan lembaga ini diakomodir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terutama pada pasal 77 – 83. Secara garis besar bahwa yang dimaksud dengan lembaga pra peradilan adalah sebuah mekanisme tribunal guna menguji akan keabsahan atas segala tindakan yang dilakukan oleh penyidik dan/atau penuntut umum yang dilakukan secara paksa atas status seseorang di mata hukum. Yang dimaksu pada penjelasan dimuka adalah tindakan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (KUHAP pasal 77 huruf a).

Dalam perkembangannya, materi praperadilan tidak terbatas pada apa yang sudah tertera dalam KUHAP sebagaimana tersebutkan dimuka. Pada kasus penetapan tersangka Komjen. Budi Gunawan oleh KPK, KPK di gugat lewat lembaga pra peradilan atas penetapan tersangkanya tersebut. Padahal kita ketahui bahwa KUHAP sama sekali tidak memasukan sebagai materi pra peradilan dan belum ada kasus sebelumnya yang semisal perkara yang dimaksud itu. Namun setelah beberapa bulan kasus tersebut bergulir terbitlah Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2015 yang intinya memberikan penjelasan lebih lanjut (tafsir) bahwa ketentuan yang terdapat di dalam pasal 77 KUHAP termasuk didalamnya adalah penetapan tersangka.

E. Signifikansi

Signifikansi dari penelitianiniadalah: 1. Teoritik:

Secara teoritik penelitian ini akan mengantarkan kita pada pengetahuan tentang berbagai upaya perlindungan hukum yang dilakukan oleh negara terhadap warga negaranya, terutama warga negara yang tengah memiliki persoalan di bidang hukum. Hak –hak hukum setiap warga negara harus dipastikan mendapatkan jaminan persamaan dalam

Page 13: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

kedudukannya dimuka hukum dan mendapatkan perlakuan yang adil dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Pra peradilan sebelum kasus Budi Gunawan tidak pernah dilakukan oleh para pelaku kejahatan yang telah mendapat status penetapan sebagai tersangka baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi maupun Kepolisian. Perlawanan Budi Gunawan perlu dikaji secara teoritik dan mencari legalitas hukum yang dapat dijadikan sandaran mengapa hal itu dapat terjadi.

Adapun peninjauan kembali terhadap kasus yang telah mendapatkan kekuatan hukum yang tetap (incraht van guisde) sebelumnya terpidana dan/atau ahli warisnya hanya diperbolehkan mengajukan satu kali, tetapi setelah putusan Mahkamah Konstitusi dapat diajukan beberapa kali dan dalam pelaksaannya penuntut umumpun dapat mengajukan peninjauan kembali bahkan pada kasus yang telah diputus bebas.

Pergesaran-pergesaran teori dan penajaman atas asas-asas dalam hukum pidana perlu diketahui sebagai upaya pengembangan dan memperkaya khazanah ilmiah dan praksis dalam ranah hukum pidana.

Bekal pengetahuan dan pengayaan terhadap teori-teori maupun praksis di lapangan hukum pidana harus disosialisasikan agar para pemerhati maupun mahasiswa yang belajar hukum dapat mengetahui dari awal sampai pada perkembangan yang paling kontemporer.

2. Praktis: a. Bagi STAIN Salatiga

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan oleh IAIN Salatiga sebagai bukti bahwa para

Page 14: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

akademisinya tidak henti melakukan salah satu tanggung jawab tri darma perguruan tinggi, yakni di bidang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Penelian ini diharapkan akan menjadi pemicu untuk lahirnya karya-karya baru yang sejenis atau bahkan muncul variasi lain yang akan memperkaya khazanah keilmuan di IAIN Salatiga, memunculkan sifat kritis dalam bentuk falsifikasi, negasi atau bentuk penguatan dari penelitian ini.

Hasil dari penelitian ini bisa juga dijadikan bukti tertulis, bahwa di IAIN Salatiga ada dosen yang cukup konsen dan kompeten dalam bidang hukum. Show of force kompetensi keilmuan dari para dosen diharapkan dapat dijadikan entry point sebagai pendulang banyaknya masyarakat Salatiga dan sekitarnya atau bahkan seluruh Indonesia tertarik untuk kuliah di IAIN Salatiga.

b. Bagi Masyarakat Masyarakat akan mengetahui, mengerti dan menyadari hak-haknya sebagai warga negara apabila tersangkut masalah hukum. Pengetahuan yang masyarakat tetang pra peradilan diharapkan masyarakat akan berani melakukan perlawanan apabila diperlakukan secara sewenang-wenang dari para penegak hukum dan mengerti bagaimana melakukannya supaya tetap dalam koridor ketaatan terhadap hukum.

F. Tinjauan Pustaka

Sebelum penelitian yang hendak penulis lakukan ini, telah ada beberapa penelitan tentang pra peradilan dan peninjauan kembali dengan variasi variabel penelitiannya. Diantara penelitian-penelitian tersebut adalah;

Page 15: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

1. Tesis karya I Gede Yuliartha, mahasiswa pasca sarjana Universitas Dipenogoro dengan judul “Lembaga Pra Peradilan dalam Perspektif Kini dan Masa Mendatang dalam Hubungannya dengan Hak Asasi Manusia” (2013). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa pengaturan lembaga praperadilan dalam hukum positif Indonesia terdapat dalam Bab X Bagian Kesatu dari Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.Dalam penerapannya masih terdapat permasalahan terutama mengenai gugurnya permohonan praperadilan yang disebabkan oleh mulainya pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan. Dengan alasan tersebut, obyek permohonan praperadilan tidak diperiksa secara tuntas melalui suatu putusan praperadilan yang mempertimbangkan sah atau tidaknya permohonan dimaksud. Diperlukan adanya pembaharuan hukum (kebijakan) terhadap aturan Lembaga Praperadilan secara ideal dengan menitik beratkan perlindungan terhadap hak asasi manusia baik terhadap tersangka maupun korban. Pembaharuan hukum lembaga praperadilan dari segi substansi maupun struktur dengan jalan mengganti yang telah ada bukan merupakan jalan terbaik, namun yang lebih terpenting adalah pembaharuan dari segi budaya hukum, etika moral hukum dan ilmu pendidikan hukum.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Made Wire Darme dengan judul “Kajian Peran Lembaga Pra Peradilan dalam Pengawasan Horizontal Aparat Penegak Hukum (Studi Kasus Putusan No. 01/PRA/2010/PN/BI). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa Putusan praperadilan No. 01/PRA/2010/PN/BI telah menjalankan fungsinya sebagai pengawas horizontal sebagaimana dikehendaki pembentuk undang-undang. Wujudnya adalah di dalam sistem praperadilan pengawasan atau penghentian

Page 16: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

penyidikan bukan hanya di tangan penuntut umum saja, tetapi diperluas jangkauannya samapai pada pihak ketiga (saksi) (jurnal.hukum.uns.ac.id)

G. Metodologi

1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam kateogori penelitian

pustaka (library research), atau penelitian hukum doktrinal atau yuridis normatif dengan menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengambilan data melalui pengumpulan informasi melalui berbagai karya ilmiah maupun peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Yang utama adalah Putusan Pra Peradilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus Budi Gunawan. Jadi obyek yang diteliti adalah dokumen putusan lembaga penegak hukum Indonesia.

2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan mempelajari buku-buku, catatan-catatan, peraturan-peraturan dan catatan-catatan lainnya yang berupa hukum primer maupun bahan-bahan hukum sekunder. Adapun bahan hukum primer ini adalahPutusan pada lembaga peradilan sebagimana tersebut di atas, sedangkan bahan hukum sekunder adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan peraturan perundangan yang terkait dengan persoalan yang sedang diteliti.

3. TeknikAnalisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik analisis data kualitatif dengan model deskriptif-analitisyaitu data yang diperoleh akan diuraikan dalam penelitian ini dengan memberikan gambaran masalah hukum, sistem hukum dan

Page 17: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

mengkajinyaatau menganalisisnya sesuai dengan kebutuhan dari penelitian, kemudian dianalisis berdasarkan dari teori-teori yang ada (integrated criminal justice system) untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini (Bambang Waluyo, 2002: 50). Yakni menggambarkan aturan umum yang berkaitan dengan pra peradilan dalam sistem peradilan di Indonesia.

Pisau analisisnya menggunakan critical legal studies theory yang diantaranya dipopulerkan oleh Roberto M. Unger (2012), seorang filosof hukum modern dari Amerika Serikat. Penggunaan critical legal studies theory sebagai alat analisi diharapkan akan menemukan hasil yang lebih komprehensif dalam pengkajian hukum karena inti ide dari teori ini menolak dengan tegas tesis yang mengatakan hukum adalah hukum, hukum harus terbebas dari segala persoalan yang bukan hukum, baik politik, ekonomi, sosial, agama, moral atau hal lainnya. Dapat pula dikatakan bahwa hukum itu tidak otonom, lahir dari drinya sendiri dan untuk dirinya sendiri. Oleh karenanya penggunaan alat analisis ini tidak sekedar berhenti memperhatikan pada putusan-putusan yang akan diteliti, tetapi melihat pula pada aspek-aspek lain yang dimungkinkan turut dalam proses pemikiran dan pembentukan putusan pada saat itu bahkan pada sesuatu yang terjadi setelah putusan dikeluarkan.

H. Sistematika Pembahasan

Laporan penelitian yang akan disampaikan adalah menurut sistematika sebagai berikut:

Bab pertama tentang pendahuluan, pada bab ini dipaparkan secara argumentatif latar belakang masalah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang hal ini.

Page 18: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Selanjutnya rumusan masalah yang ada yang menjadi obyek eksplorasi yang urgen untuk dijawab dalam pembahasan penelitian selanjutnya yang harus dijawab, tujuan dan manfaat dari penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab dua, pada bab ini akan di bahas kewajiban negara dalam memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap warga negaranya.

Bab tiga, pada bab ini akan dibahas Pra peradilan dan peninjauan kembali dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dari mulai teori sampai praktik, sejarah dan perbagai persoalan yang melingkupinya.

Bab empat, berisi tentang hasil penelitian, pengkajian dan analisis terhadap Putusan Pra Peradilan Jakarta Selatan pada kasus Komjend. Budi Gunawan.

Bab lima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran penulis berdasar ada hasil penelitian.

Page 19: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

BAB II NEGARA HUKUM DAN KEWAJIBAN MEMBERIKAN

JAMINAN PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARANYA

A. Negara Hukum

Istilah negara, mulai muncul pada zaman renaissance di Eropa pada abad 15. Istilah yang saat itu muncul adalah Lo Stato yang berasal dari bahasa Italia dalam buku Il Principe karangan Niccolo Macchiavelli, kemudian menjelma menjadi Le 'Etat' dalam bahasa Prancis, The State dalam bahasa Inggris, Der Staat dalam bahasa Jerman dan De Staat dalam bahasa Belanda. Dalam perkembangannya orang mulai banyak mempertanyakan apakah sebenarnya negara? Setelah itu munculah berbagai definisi dari negara sebanyak para pemikir yang memberikan definisi tentangnya, diantaranya;

1. Plato mendefinisikan negara sebagai suatu sistem pelayanan yang mengharuskan setiap warga negara bertanggung jawab saling mengisi, saling memberi dan menerima, saling menukar jasa, saling memperhatikan kebutuhan sesame warga, dan saling membangun.

2. Menurut J.H.A. Logemann, negara adalah organisasi kekuasaan/kewibawaan.

3. Menurut Aristoteles, negara adalah satu persekutuan hidup politis.

4. R. Djokosutono memberikan definisi bahwa negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia-manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.

5. G. Pringgodigdo, mengartikan negara sebagai suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu harus ada; pemerintahan yang berdaulat, wilayah tertentu

Page 20: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

dan rakyat yang hidup dengan teratur sehingga merupakan suatu bangsa (Farkhani, 2014: 129). Negara dan hukum merupakan dua konsep yang kait

mengait antara satu dengan yang lainnya, boleh dikatakan sebagai dua sayap yang saling mengisi eksistensi antara satu dengan yang lainnya. Walaupun dalam sejarah perkembangannya hukum lebih dahulu muncul sebelum terbentuknya negara dalam bentuk yang tidak sederhana dan modern. Teori hukum alam, teori historis dan hukum wahyu adalah sebagian dari teori terbentuknya hukum yang paling tepat untuk menggambarkan bahwa keberadaan hukum lebih awal eksis dari pada kekuasaan negara.

Dari paradigma awal tersebut, sudah selayaknya apabila hukum menjadi core utama dalam menjalankan roda pemerintahan sebuah negara. Simplikasinya, negara hukum adalah negara yang menjalankan hukum bahkan negara sendiri harus tunduk oleh hukum. Lebih rinci Sumali (2002: 11) menegaskan bahwa negara hukum secara esensi bermakna bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintahan untuk tunduk pada hukum (subject to the law), tidak ada kekuasaan di atas hukum (above the law), semuanya di bawah hukum (under the rule of law). Dengan kedudukan ini tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitary power) atau atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power).

Kemudian, bila dirunut sejarah perkembangan negara hukum, pemikiran tentang negara hukum adalah sebuah proses dan evolusi sejarah yang sangat panjang. Pada awalnya cita negara hukum dikembangkan oleh Plato dan dilanjutkan oleh Aristoteles. Awal idenya adalah keprihatinan Plato terhadap kesewenang-wenangan para penguasa dalam menjalankan negara dan pemerintahannya dan bahkan ia sendiri hampir-hampir menjadi bagian dari tim tiga puluh yang disebut tyrannoi. Kekecewaan yang menghantuinya tentang para penyelenggara

Page 21: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

negara, menjadi Plato berpikir secara sungguh-sungguh tentang konsep negara yang menurutnya ideal dan dapat dijalankan dengan tidak melahirkan para penguasa diktator di kemudian hari (J.H. Rapar, 2001).

Bagi Plato negara dan manusia memiliki kesamaan, oleh karena masalah moralitas harus dikedepankan dalam kehidupan negara, bahkan harus menjadi yang paling hakiki dalam kehidupan negara itu sendiri. Karena moral menjadi sesuatu yang paling hakiki dalam negara, maka menurut Plato, para penguasa negara dan rakyatnya pun harus berada pada posisi menunjung nilai moral dalam bernegara. Dan nilai moral yang paling dikedapankan Plato adalah kebajikan. Kebajikan akan diperoleh bila para penguasa negaranya mengerti betul tentang nilai-nilai kebajikan. Pengertian tersebut hanya akan diperoleh apabila penguasa itu memiliki ilmu yang luas. Untuk menjembatani ketersediaan calon penguasa yang berwawasan luas adalah tersedianya lembaga pendidikan yang memadai.

Kondisi yang demikian mendorong Plato menulis sebuah buku yang diberi judul ‘Politea’. Ide utama dari buku ini berkenaan dengan awal konsep negara hukum adalah bahwa sebuah negara akan menjadi baik apabila pemimpin negara diamanahkan kepada para filsuf (sebagai opsi terakhir). Alasan sederhananya karena filsuf sangat mencintai kebenaran dan kebijaksanaan, menghargai humanisme dan manusia yang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Idenya itu ternyata sulit untuk diejawantahkan, karena sangat sulit untuk mencari manusia yang sempurna dan tingkat moralitas dan kebijaksanaan yang tinggi, bebas dari hawa nafsu dan kepentingan pribadi. Menyadari akan hal ini, Plato menulis buku keduanya berjudul ‘Politicos’. Ada semacam penurunan idealita dari pemikirannya ini, dalam buku ini Plato berpikir perlu adanya hukum untuk mengatur warga negara, termasuk didalamnya dalah mengatur penguasanya. Kemudian lahir buku yang ketiga, ia beri judul ‘Nomoi’ (the law). Buku ini ia tulis pada

Page 22: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

usia senja, dengan banyak pengalaman sebelumnya ia lebih tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah yang diatur oleh hukum (Romi Libriyanto, 2008: 10-11).

Ide dan praktek negara hukum ini sempat menghilang dan ditinggalkan orang. Ide ini kembali muncul di Barat pada abad XVII. Munculnya kembali ide ini ternyata dilatarbelakangi oleh kondisi kekuasaan negara yang persis sama (absolutisme negara) seperti pada zaman Plato dan Aristoteles ketika untuk pertama kali melontarkan gagasan tentang negara hukum. Pemikiran-pemikiran yang muncul pada abad XVII ini menjadi embrio konsep negara hukum yang berkembang pesat di abad XIX dan mengilhami tokoh semacam Jhon Lock, Montesquieu dan Rousseau (Romi Libriyanto, 2008: 10-11). Jhon Locke dan Montesquieu dapat disimpulkan memiliki ide yang sama dengan bahasa yang sedikit berbeda, yakni ide tentang pembagian dan keseimbangan antara tiga poros kekuasaan penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Adapun JJ. Rousseau dengan ide kontrak sosialnya, idenya ini juga menggiring pada pemikiran bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh negara merupakan hasil kontrak (kesepahaman perjanjian) yang kedaulatannya diamanatkan kepada para penguasa untuk menjalankan negara atas kesepakatan yang telah dilakukan. Artinya negara dalam kerjanya harus tunduk pada hukum yang dibuat.

Di zaman modern, konsep negara hukum yang paling dikenal adalah rechtsstaat (Jerman) dan rule of law (Inggris). Menurut Jimly Assiddiqie (dalam www.docudesk.com) konsep rechtsstaat dan the rule of law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy yang berasal dari perkataan nomos dan cratos. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan demos dan cratos atau kratien dalam demokrasi. Nomos berarti norma, sedangkan cratos adalah kekuasaan. Jadi, yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide

Page 23: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip rule of law yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon the Rule of Law, and not of Man,yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang.

Negara hukum merupakan terjemahan langsung dari rechtsstaat dan dipersamakan arti dengan rule of law. Dalam perdebatan akademis, tiga istilah (negara hukum, rechtsstaat dan rule of law), ada yang mempersamakannya dan ada pula yang mebedakannya. Diantara tokoh yang tidak membedakan tiga istilah tersebut adalah M. Yamin, Ismail Sunny, Sudargo Gautama, Notohamidjojo, Djokosoetono dan Sumrah. Sedang yang menganggapnya berbeda adalah Phillipus M. Hadjon. Menurutnya konsep rechtsstaat dan rule of law juga berbeda, berdasar pada latar belakang dan sistem hukum yang menopangnya. Konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner, sedangkan the rule of law berkembang secara evolusioner. Konsep rechtsstaat bertumpu pada sistem hukum kontinental yang disebut civil law, sedangkan the rule of law bertumpu di atas sistem common law (Azhari, 1995: 30-33).

Dalam kepustakaan Indonesia, dan pernah tercantum dalam konstitusi UUD 1945 adalah bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat) sebagaimana tertera secara tegas dalam pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dan yang dimaksud dengan negara hukum menurut tafsiran Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) (2010: 46) –sebagai lembaga pembentuk konstitusi- adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan. Menurut Widayati (2015: 41) negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjadi

Page 24: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

keadilan kepada warga negaranya. Peraturan hukum yang ada pada suatu negaradimaksudkan untuk melindungi hak-hak negara dari tindakan penguasa. Begitu pula dalam sebuah negara hukum dibuat peraturan untuk mencegah kekuasaan absolut demi pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia.

Negara hukum tidak hanya memberikan batasan atau petunjuk bagi negara untuk melindungi warga negaranya dari perilaku absolut penguasa, juga melindungi warga negara dari perbuatan dzalim warga negara lainnya. Dalam negara hukum, peran, fungsi dan kedudukan negara terhadap warga negaranya benar-benar berlandaskan dan dipantau oleh hukum, baik konstitusi negara maupun peraturan perundang-undangan lainnya.

Page 25: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

BAB III PRAPERADILAN

DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

A. Dinamika Institusi Hukum Harus diakui bahwa aliran hukum positivisme yang berkembang pesat antara abad 16 sampai 19 sangat mempengaruhi sistem hukum dan sistem peradilan di Indonesia. Kisaran abad itulah Indonesia berada dalam permulaan dan akhir penjajahan Indonesia oleh bangsa-bangsa Eropa, mulai dari Portugis, Belanda dan Inggris. Belanda yang terlama selama 350 tahun.

Masa penjajahan yang panjang oleh negara dengan sistem hukum bercorak Eropa Kontinental jelas tegas mewarnai sistem hukum Indonesia dari berbagai aspeknya. Hukum adat sebagai hukum yang asli hidup dalam masyarakat Indonesia dan Hukum Islam yang memberi corak hukum-hukum adat sebelum kedatangan penjajah dipersempit peran dan perkembangan. Upaya itu sejatinya nyata dengan dikebirinya kekuasaan raja-raja Islam Nusantara, teori receptie dan pembagian subyek hukum dalam masa penjajahan Belanda, serta konkordasi hukum Belanda di Hindia Belanda (Indonesia) semakin nyata akan sistem positivisme hukum dalam hukum Indonesia. Parahnya, setelah Indonesia merdeka warisan hukum penjajah Belanda belum sepenuhnya hilang dari peraturan perundang-undangan bumi pertiwi. Bahkan itu berada dalam urat nadi sistem hukum, upaya penggantiannya agar lebih berkarakter hukum keindonesiaan belum berhasil.

Atas latar belakang sejarah hukum yang demikian, serta seluruh foundingfathers negara ini yang bergelar sarjana hukum (master on the rechten) adalah alumni sekolah-sekolah hukum Belanda, maka tidak mengherankan bila tipikal hukum dan para penegak hukumnya sedarah dengan warisan penjajah.

Page 26: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Sungguh kondisi yang demikan telah disadari oleh para pakar hukum belakangan. Berbagai upaya dilakukan untuk pembangunan hukum yang berkeindonesiaan. Sedikit demi sedikit hukum warisan Belanda dikikis, berbagai upaya pembangunan hukum dilakukan, pemikiran hukum berkarakter keindonesiaan terus dibangun, living law diakomodasi. Arah kiblat hukum mulai bergeser, tipologi hukum Eropa Kontinental memang masih dominan tetapi tipologi hukum Anglo Saxon mulai diakomodir. Hukum Islam telah lebih dahulu diakomodir namun pasca reformasi lebih massif di berbagai daerah dengan perda-perda bernuansa syari’ah dan terbuka peluang pembelakuan Syariat Islam walau baru di Nangro Aceh.

Lebih menggembirakan, bersamaan dengan pada akhir abad 20, muncul gerakan hukum progressif yang di pelopori oleh begawan hukum Satjipto Rahardjo. Ide dan gagasan hukum progresifnya yang kental beraliran filsafat hukum utilitarianisme dan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto Raharjo, 2007), beliau ajarkan kepada para mahasiswanya yang berasal dari berbagai kalangan, tidak hanya para akademisi, para praktisi hukum dan penegak hukum banyak menjadi mahasiswanya. Pemikirannya cukup dapat diterima, hingga muncul perkumpulan hakim progresif dan bahkan organisasi yang secara khusus menebarkan gagasan-gagasannya.

Upaya-upaya yang dilakukan di atas dan berbagai upaya lain yang belum tersebutkan, susungguhnya cita-cita yang ingin dicapai adalah bagaimana keadilan yang menjadi ruh sekaligus tujuan dari hukum itu sendiri benar-benar terwujud secara hakiki, baik dalam pembentukan hukum, penemuan hukum, penciptaan norma hukum dan penegakan hukumnya.

Bila dipandang dari konsep hukum yang dikembangkan oleh Philipppe Nonet dan Philip Selznick (1978), perkembangan dan pembangunan hukum di Indonesia sedang berada dalam konsep hukum otonom dan mulai ada sedikit pergerakan menuju kepada hukum yang responsif. Yang dimaksud dengan hukum

Page 27: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

responsif dalam hal ini adalah diposisikannya hukum sebagai fasilitator dari respon terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial dan aspirasi-aspirasi sosial. Hukum dimaknai lebih luas, mencakup pengalaman-pengalaman hukum yang beraneka ragam dengan tidak meleburkan konsep hukum terhadap konsep kontrol sosial yang lebih luas.

Melihat pada pemaknaan hukum responsif yang demikian tersebut, tersirat jelas bahwa konsep hukum responsif adalah hasil evolusi dari dua konsep sebelumnya, represif dan otonom (A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, 1990, 164-165). Karena ia merupakan evolusi, maka butuh waktu, dan beragam konsekuensi logis atas berjalannya waktu tersebut. Sehingga wajar dapat dikatakan bahwa dengan argumen sederhana dimuka, Indonesia sedang bergerak menuju hukum yang responsif, walau kadang pada kasus tertentu, Indonesia terkesan sedang bergerak mundur menuju kembali pada hukum yang represif. Beruntungnya sensitifitas kontrol sosial masyarakat Indonesia sudah mulai muncul dan dibantu dengan tata hukum dan tata kelembagaan hukum yang lebih baik dapat mencegah keterpurukan itu.

Pada persoalan ini, Satjipto Rahardjo (2007: 87-88) menegaskan bahwa kontrol masyarakat yang seperti itu adalah bukti bahwa masyarakat memiliki kekuatan otonom. Kekuatan otonom itu bisa membuat masyarakat dapat menata dirinya sendiri walaupun tanpa kehadiran undang-undang. Kekuatan masyarakat yang bersifat otonom itu pada tahap tertentu dapat bergerak atau digerakkan menjadi kekuatan dahsyat yang dapat menggulingkan kekuasaan yang despotik, otoriter dan tiranik. Itulah yang disebut rakyat yang berdaulat atau kedaulatan rakyat.

Pasca reformasi dan amandemen UUD 1945, konfergensi hukum dan politik, dinamika keduanya selalu muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam upaya menegakkan cita-cita reformasi muncul beberapa lembaga yang terkait dengan

Page 28: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

upaya penegakan hukum. Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial adalah dua lembaga negara baru yang muncul secara langsung atas amanat hasil amandemen konstitusi tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi muncul tidak lama setelah itu. Mulanya sebagai respon atas berbagai kasus korupsi yang kurang membanggakan progressnya ketika ditangani oleh kejaksaan.

Setelah tiga lembaga baru ini terbentuk, harapan baru dilambungkan untuk merubah bopeng wajah penegakan hukum di Indonesia. Secara cepat dua, lembaga penegakan hukum (MK dan KPK) dan lembaga pengawas perilaku hakim (KY), karena kinerjanya merebut hati rakyat. Rakyat bangga dengan capaian kedua lembaga tersebut. Mahkamah Konstitusi menjelma menjadi pemegang kekuasaan yudikatif yang berwibawa. KPK menjelma menjadi lembaga kuat yang bisa menjerat dan memenjarakan para koruptor yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh kejaksaan.

Lembaga negara yang lahir setelah reformasi dan atas amanat butir-butir reformasi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tugas KPK adalah melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. Sifat kelembagaanya independen. Independen yang dimaksudkan adalah bebas dari kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan

Page 29: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK (http://www.kpk.go.id).

Sekilas menilik sejarahnya, KPK adalah satu-satunya lembaga negara yang lahir karena amanat reformasi. Satu diktum yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi menjadi point penting dalam amanat reformasi, karena regim yang ditumbangkan lewat gerakan reformasi 1998 itu dituduh korup dan membudayakan tindakan korupsi disemua lini penyelenggara negara.

Oleh karenanya, kehadiran KPK disambut dengan gembira dan langsung mendapatkan pendukung dan pembela fanatik terhadap lembaga ini. Terpuruknya legitimasi polisi dan kejaksaan agung dalam penangan kasus korupsi, kewenangan yang sangat besar yang diberikan oleh undang-undang, gebrakan-gebrakan dan prestasi kinerja KPK yang mengagumkan dan dukungan rakyat yang totalitas merubah lembaga baru ini menjadi tren dan tumpuan harapan pemberantasan korupsi.

Dukungan, simpati, empati yang loyalitas kecintaan dari rakyat semakin besar tatakala KPK berhasil menjerat dan memenjarakan orang-orang dengan pangkat dan jabatan tinggi yang pada zaman orde baru tidak pernah tersentuh. Para menteri, jenderal polisi dan TNI, akademisi bergelar profesor, anggota legislatif pusat dan daerah, penguasa-penguasa ekskekutif daerah dan pengusaha-pengusaha hitam banyak yang dijeblokan ke penjara oleh KPK karena kasus korupsi dan pengembalian uang negara yang cukup besar menambah dukungan rakyat semakin besar atas lembaga anti rasuah ini.

KPK terus mendapat dukungan dan menjadi lembagi anti body. Pencapaian tersebut tidak didapat dengan proses instan dan mudah, tetapi melalui proses berdarah-darah.

Page 30: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Proses menjadikan KPK sebagai lembaga bersih dan antibodi sangat penjang dan melelahkan. Saat pelaku koruptor dicaci massa dan dijebloskan ke penjara, dua petinggi KPK justeru mendapatkan dukungan massa. Kasus yang menimpa Chandra Hamzah dan Bibit Waluyo justru dinilai sebagai upaya kriminalisasi kepolisian terhadap mereka, hingga muncul istilah Cicak VS Buaya. Dukungan terhadap keduanya pun semakin menguat, hingga akhirnya dibebaskan. Saat dukungan terhadap KPK semakin menguat, terhadap kepolisian sebaliknya. Begitu pula, saat rencana pembangunan gedung DPR dicemooh rakyat, KPK justreru mendapatkan dukungan penuh plus sumbangan dana dari masyarakat untuk membangun gedung baru. Belum lagi upaya pemandulan wewenang KPK melalui revisi UU yang pada akhirnya batal (http://nahakunaon.blogspot.com). Kasus yang terbaru, pada saat “perang” antara KPK dengan Polisi jilid II, KPK mendapat dukungan penuh dari rakyat. Pada saat para penyidik KPK diperkarakan oleh Polisi, TNI bersedia memberikan bantuan personil professionalnya untuk menjadi penyidik-penyidik KPK. Walaupun kasus KPK tidak menjadikan Budiono (mantan meneteri keuangan dan wakil presiden) menjadi tersangka mendapat sorotan tajam, tapi dukungan publik terhadap lembaga ini tidak pudar. Dukungan terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto menjadi bukti atas kecintaan rakyat pada lembaga ini.

Menjelang pengangkatan Kapolri baru (Komjend. Budi Gunawan) diawal kepimpimpinan negara di tangan Presiden Joko Widodo, KPK dan Polri kembali bersitegang. Pasalnya calon Kapolri yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Budi Gunawan tidak terima atas penetapannya sebagai tersangka korupsi, ia mengelak tidak terlibat apapun dalam persoalan korupsi. Budi Gunawan melakukan perlawanan terhadap

Page 31: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

status yang ditetapkan (tersangka) oleh KPK, mengajukan pra peradilan ke Pengadilan Jakarta Selatan.

Hasilnya, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dibacakan oleh hakim Sarpin Rizaldi menyatakan bahwa gugatan pra peradilan atas penetapan tersangka Budi Gunawan di terima. Putusan ini berarti menghapuskan penetapan tersangka atas Budi Gunawan atas perkara yang dituduh. KPK kalah!

Secepat kilat, putusan hakim Sarpin menjadi trending topic. Berbagai pendapat bermunculan, sebagian memandang bahwa putusan Sarpin kebablasan, meruntuhkan sendi-sendi sistem hukum dan pandangan miring lainnya, sebagian yang lain menyanjung bahwa Sarpin telah melakukan terobosan hukum. Tidak berselang lama, putusan Mahkamah Konstitusi muncul yang menyatakan bahwa penetapan tersangka dapat menjadi obyek pra peradilan.

Ditambah dengan munculnya putusan MK tersebut muncul kekhawatiran baru bagi lembaga penegak hukum, yaitu banjirnya gugatan pra peradilan kepada tiga lembaga penegakan hukum di Indonesia, baik KPK, Kejaksaan dan Kepolisian yang diajukan oleh para tersangka pelanggar hukum.

Kehadiran Mahkamah Konstitusi secara tegas tertera dalam UUD 1945 pasal 24 ayat 2 berbunyi; “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Diktum dalam konstitusi ini dapat dimaknai bahwa pemegang kekuasaan kehakiman (yudicative power) berada dalam dua lembaga yang sederajat kedudukannya. Tetepi dilihat dari nama dan wewenang, terkesan bahwa Mahkamah Konstitusi berada di atas Mahkamah Agung.

Page 32: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

B. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Praperadilan di Indonesia

Hak untuk mendapatkan perlindungan adalah hak mutlak bagi warga negara dari negaranya, perlindungan dari apapun agar seseorang tersebut merasa nyaman, aman bertempat tinggal dan menjadi suatu warga negara yang berada pada suatu wilayah atau negara yang dilindungi oleh hukum dan pemerintah.

Perlindungan yang diberikan pemerintah itu tidak mengenal status atau kedudukan seseorang dalam strata sosial, politik, ekonomi, dan yang lainnya, yang pasti setiap warga negara harus dan wajib hukumnya berada pada lindungan pemerintah dalam bentuk apapun perlindungan itu. Bahkan perlindungan itu sampai pada titik dimana seorang warga negara disangkakan telah melakukan suatu tindak pidana.

Dalam konteks hak asasi manusia, negara menjadi subyek hukum utama, karena negara merupakan entitas utama yang bertanggung jawab melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia, setidaknya untuk waga negaranya masing-masing. Ironisnya, sejarah mencatat pelanggaran hak asasi manusia biasanya justru dilakukan oleh negara, baik secara langsung melalui tindakan-tindakan yang termasuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga negaranya atau warga negara lain, maupun secara tidak langsung melalui kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik baik di level nasional maupun internasional yang berdampak pada tidak dipenuhinya atau ditiadakannya hak asasi manusia warga negaranya atau warga negara lain (Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi (Ed.), 2008: 53).

Pada dasarnya setiap manusia memiliki hak asasi untuk hidup bebas, diperlakukan manusiawi, dihargai harkat dan martabatnya sebagai manusia. Tetapi di lain sisi terkadang ada manusia yang secara sadar ataupun tidak sadar melakukan perbuatan-perbuatan yang dianggap sebagai pelanggaran yang

Page 33: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

telah diatur dalam peraturan perundangan di negara berhukum. Negara hukum yang memiliki tujuan menjaga melindungi seluruh warga negaranya berhak melakukan satu tindakan yang dibenarkan oleh hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh warga negaranya. Walaupun begitu segala tindakan negara (organ) yang merampas hak warga negaranya harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, walaupun sering kali organ negara karena untuk kepentingan tertentu melakukan tindakan kurang cermat atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum bahkan pelannggaran terhadap hukum.

Bagi warga negara yang merasa diperlakukan sewenang-wenang oleh organ negara, negara memberikan ruang untuk melakukan pembelaan diri sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Karena para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak terlepas dari kemungkinan melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku sehingga terlanggarlah hak-hak asasi warga negara (tersangka atau terdakwa) dalam proses peradilan pidana. Salah satu upaya untuk perlindungan hak dalam proses peradilan pidana adalah melalui lembaga praperadilanyang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘pra’ berarti awalan yang bermakna sebelum atau dimuka. Sedangkan praperadilan adalah sesuatu mengenai perkara pengadilan atau lembaga hukum bertugas memperbaiki (Badudu dan Zein, 1999: 236). Praperadilan dalam bahasa yang sederhana berarti sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan (Andi Hamzah, 2012: 188). Arti kata secara bahasa ini berbeda dengan pengertian praperadilan dalam konsep peraturan perundang-undangan atau praktik yang dilakukan dalam lembaga peradilan.

Dalam Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 butir 10 KUHAP, praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut acara yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

Page 34: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka;

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Dari pengertian resmi menurut undang-undang ini,

menunjukan bahwa praperadilan merupakan wewenang (kompetensi) absolut dari Pengadilan Negeri. Dengan ketentuan tersebut, keberadaan lembaga pra peradilan bukan lembaga tersendiri yang terpisah dari lembaga peradilan, melainkan sebagai sebuah bagian dari proses peradilan atau bagian dari satu sistem peradilan.

Praperadilan pada mulanya menjadi bagian dari pemeriksaan sebelum dimulainya persidangan, biasa disebut sebagai pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Negeri atas permintaan pihak yang merasa haknya terampas oleh tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum (polisi dan/atau jaksa).

Untuk memahami lebih jauh tentang praperadilan, menilik sejarah munculnya praperadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia sangat penting dilakukan, dari mulai kapan kemunculannya sampai pada perkembangan mutakhir.

Pada masa prakemerdekaan diberlakukan dua hukum acara pidana sekaligus di wilayah Indonesia Hindia Belanda. Bagi golongan Eropa berlaku Strafvordering (Rv) dan golongan Pribumi berlaku Inland Reglement (IR), yang kemudian diperbarui menjadi Herziene Indische Reglement (HIR) melalui Staatsblad No. 44 Tahun 1941. Hukum acara bagi golongan Eropa memiliki susunan hukum acara pidana yang lebih baik dan lebih menghormati hak-hak asasi tersangka/terdakwa. Sedangkan

Page 35: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

dalam InlandReglement maupun HerzieneIndische Reglement (HIR), golongan pribumi kedudukannya sebagai warganegara di negara jajahan (Salman Luthan dkk, 2014: 29).

HIR diberlakukan bagi pribumi yang tinggal di kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang dan lain-lain, sedangkan IR diberlakukan bagi daerah-daerah lainnya. Baik dalam IR maupun HIR tidak dikenal istilah praperadilan, yang ada untuk urusan pemeriksaan awal adalah hakim komisaris.

Hakim komisaris bekerja aktif, bekerja sebagai bagian dari eksekutif, berbeda dengan hakim biasa yang memeriksa perkara pada sidang-sidang seperti biasanya. Hakim komisaris berperan sebagai pengawas pada tahap pemeriksaan pendahuluan dari serangkaian tahapan proses peradilan pidana. Lembaga ini juga dapat melakukan tindakan eksekutif seperti memanggil orang, baik para saksi (Pasal 46) maupun tersangka (Pasal 47), mendatangi rumah para saksi maupun tersangka (Pasal 56), dan juga memeriksa serta mengadakan penahanan sementara terhadap tersangka (Pasal 62). Tindakan hakim komisaris yang termasuk tindakan eksekutif tersebut menunjukan bahwa kedudukannya bersikap aktif dan memiliki tanggung jawab pengawasan yang besar pada tahap pemeriksaan awal (Salman Luthan dkk, 2014: 30).

Hukum-hukum buatan penjajah Belanda semuanya telah establish di seluruh tanah jajahan Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, masa itu adalah tonggak awal tata hukum Indonesia mulai disusun. Dengan argumentasi untuk menghindari kekosongan hukum (facum of law), dalam konstitusi itu tetap memberikan peluang masih berlakukanya peraturan-peraturan yang pernah berlaku dalam masa jajahan Belanda, yakni melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.

Berdasarkan ketentuan tersebut, HIR masih berlaku dan bisa dipergunakan sebagai hukum acara pidana di pengadilan seluruh Indonesia. Hal ini diperkuat oleh Pasal 6

Page 36: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

UU No. 1 Drt/195, yang dimaksudkan untuk mengadakan unifikasi dalam bidang hukum acara pidana, yang sebelumnya terdiri dari dua hal, yakni hukum acara pidana bagi Landraad serta hukum acara pidana bagi Raad van Justice. Dualisme hukum acara pidana adalah akibat perbedaan antara peradilan bagi golongan Bumi Putra dan bagi golongan Eropa (Salman Luthan dkk, 2014: 31). Pada akhir tahun 1979 Menteri Kehakiman Mudjono mewakili Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Pidana ke DPR. Pada masa itu pemerintah beranggapan bahwa HIR warisan Belanda sudah tidak relevan lagi setelah sekian puluh tahun Indonesia merdeka. Saat itu muncul gerakan penolakan RUU Hukum Acara Pidana dari kalangan LBH/YLBHI, Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), akademisi dan kalangan pers. Mereka beranggapan bahwa RUU tersebut amat buruk bahkan lebih buruk dari HIR warisan Belanda yang akan digantikannya. Rancangan itu dianggap masih saja berorientasi pada kekuasaan dan tidak cukup melindungi hak-hak asasi tersangka ataupun terdakwa yang selama berpuluh-puluh tahun tidak dilindungi oleh HIR. Kemudian muncul draf-draf RUU tandingan dan sembari terus melakukan perlawanan terhadap usulan pemerintah. Pemerintah tidak mengendurkan semangatnya untuk menggati HIR dengan RUU Hukum Acara yang dibuatnya, namun menyetujui untuk membuat draf yang baru bersama DPR dengan masukan-masukan baik dari Komite Aksi Pembela Pancasila, Peradin maupun lembaga-lembaga lainnya. Maka RUU Hukum Acara Pidana yang diajukan ke DPR benar-benar rancangan baru yang dibuat oleh Pansus DPR dengan masukan-masukan dari steakholder. Salah satu konten dan itu merupakan satu terobosan di bidang hukum dalam RUU tersebut adalah pengaturan tentang praperadilan untuk menggantikan model hakim komisaris yang diajukan dalam RUU Hukum Acara Pidana versi Pemerintah.

Page 37: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Lembaga ini lahir dari pemikiran untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam melaksanankan tugasnya tidak menyalahgunakan wewenang. Karena pengawasan internal yang selama ini dilakukan dirasa kurang cukup sebab bisa saja ada faktor psikologis dan ikatan emosional antara pejabat negara yang bertugas dilembaga tersebut untuk men-judge teman seprofesinya. Untuk kepeningan fair prosses due of law dibutuhkan pengawasan silang antara sesama aparat penegak hukum. RUU Hukum Acara Pidana yang sama sekali baru dan berbeda dengan RUU versi pemerintah akhirnya disahkan dalam sidang Paripurna DPR dan menjadi Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, kemudian Undang-Undang tersebut dikenal dengan sebutan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Pada saat itu, menurut beberapa pakar KUHAP ini dianggap sebagai karya besar bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari sistem hukum acara warisan penjajah Belanda, HIR dan IR. Dalam KUHAP buatan asli Indonesia yang mengatur praperadilan terinspirasi dari prinsip-prinsip hukum di negara bersistem hukum Anglo Saxon, yaitu hak habeas corpus act. Habeas corpus act memberikan hak pada seseorang melalui suatu perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil agar tidak melanggar hukum (illegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (Putusan Mahkamah Agung.go.id). Praperadilan yang diatur oleh KUHAP, dimulai dari sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutandan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Pemikiran para perumus KUHAP mendasarkan bahwa penangkapan dan

Page 38: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

penahanan merupakan upaya paksa yang dapat dilakukan oleh pejabat penegak hukum. Dan upaya paksa tersebut sangat mungkin melanggar hak asasi warga negara. Pada sistem hukum pidana Indonesia menganut asas presumtion of innocence (pra duga tak bersalah) yang artinya seseorang wajib dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya oleh suatu putusan pengadilan yang terbuka, bebas dan tidak memihak. Asas ini jelas menjunjung dan melindungi hak asasi warga negara serta menjadi asumsi awal bagi para hakim dalam memeriksa perkara.

Aturan tersebut telah lebih dari 4 (empat) dasawarsa berjalan tanpa ada riak-riak yang cukup berarti muncul dipermukaan. Upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan yang tidak prosedural dan merampas hak asasi manusia pernah beberapa kali terjadi, yang cukup mendapatkan perhatian adalah kasus Abu Bakar Ba’asyir dan tersangka kasus teroris. Namun kasus-kasus tersebut tidak sampai pada munculnya kegaduhan hukum, baik dalam wacana hukum maupun praktik hingga muncul satu putusan hukum atas peristiwa itu, disamping tidak adanya perlawanan yang berusaha keluar dari aturan hukum yang telah ada.

Berbeda dengan kasus yang menjerat Komjen Pol. Budi Gunawan, yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka korupsi. Budi Gunawan melakukan perlawanan hukum atas penetapannya sebagai tersangka korupsi, dengan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pendaftaran gugatan praperadilan Budi Gunawan kemudian diproses, walaupun KUHAP sebagai buku induk hukum acara pidana tidak mengatur perihal praperadilan pada kasus penetapan seseorang menjadi tersangka. Biarpun tidak atau belum ada aturannya, hakim, secara normatif tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada, belum ada hukum yang mengaturnya atau alasan lainnya. Karena berdasar pada undang-undang kekuasaan kehakiman, seorang hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan

Page 39: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

kepadanyadalam persidangan. Penolakan hakim terhadap persoalan perkara yang diajukan padanya justru dinilai sebagai pelanggaran terhadap undang-undang dan dapat dipidanakan.

Hakim Sarpin yang menjadi hakim tunggal pada persidangan pra peradilan tentang gugatan status tersangka Budi Gunawan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dalam putusannya dengan berbagai argumentasi mengabulkan (memenangkan) gugatan Penggugat dan menyatakan bahwa penetapan tersangka pada Penggugat (Budi Gunawan) oleh tergugat (KPK) dinyatakan tidak sah dan tersangka bukan termasuk penegak hukum. Argumentasi Hakim Sarpin tertuang dalam putusan perkara nomor 04/Pid/Prap/2015/PN Jkt Sel, dengan naskah setebal 244 halaman.

Setelah putusan tersebut, dunia hukum Indonesia gempar. Karena baru pertama kali dalam sejarah KPK menetapkan seseorang menjadi tersangka koruptor bisa lepas dari jerat hukum yang dipasang KPK. Syak wasangka, pro dan kontra bermunculan, diskusi warung jalan, media elektronik, media cetak, media sosial (facebook, twittwer, instagram dll), kajian, penelitian ilmiah dan bincang-bincang hukum ramai membahas putusan Hakim Sarpin. Bahkan Komisi Yudisial mengadukan Sarpin ke Mahkamah Agung dan merekomendasikan untuk mengeksaminasi serta mengevaluasi Hakim Sarpin. Ada pula yang mengusulkan KPK untuk mengajukan PK (Peninjauan Kembali) terhadap putusan Pengadilan Negeri tersebut.

Ada sebagian pengamat yang menyatakan bahwa putusan Hakim Sarpin merupakan terobosan atau penemuan hukum baru terkait putusan praperadilan, tetapi pendapat yang lain menyatakan bahwa putusan ini dinilai sebagai putusan yang kontroversial, karena dianggap telah melampaui kewenangan praperadilan yang diatur di dalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (UU HAP).

Page 40: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Perdebatan apakah lembaga praperadilan berwenang untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penetapan tersangka akhirnya terjawab sudah, Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 28 April 2015 melalui Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 (Putusan MK) telah memutus diantaranya bahwa lingkup kewenangan praperadilan yang diatur dalam Pasal 77 huruf (a) UU HAP mencakup juga sah atau tidaknyapenetapan tersangka (halaman 110 Putusan MK). Putusan MK ini artinya telah memperluas kewenangan praperadilan itu sendiri, yang dahulu mencakup sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, saat ini diperluas diantaranya pula mencakup mengenai memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penetapan status tersangka seseorang (Zaqiu Rahman, 2015).

Pasca putusan MK tersebut beberapa tersangka koruptor melakukan perlawanan hukum terhadap KPK, diantaranya mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan Mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo yang dimenangkan dalam sidang praperadilan dan beberapa kasus lainnya. Atas beberapa kasus tersebut, banyak orang menyimpulkan bahwa peristiwa itu adalah bentuk perlawanan balik dari para koruptor terhadap usaha-usaha pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan oleh para penegak hukum, terutama KPK.

C. Fungsi, Tujuan dan Wewenang Praperadilan

Setelah terbitnya Putusam Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 pada tanggal 28 April 2015, penetapan tersangka yang semula tidak menempatkannya sebagai obyek praperadilan menjadi obyek praperadilan. Maka secara otomatis Putusan tersebut merubah iklim praperadilan yang sebelumnya adem ayem menjadi hingar bingar.

Page 41: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Putusan tersebut menuntut pada pejabat penyidik, baik dari kepolisian, kejaksaan maupun KPK harus lebih professional lagi, lebih cermat, lebih ketat prosedur dan memenuhi betul batas maksimal alat bukti untuk memberikan pada seseorang status sebagai tersangka suatu tindak pidana.

Semua itu harus ketat dilaksanakan karena sesorang wajib dianggap tidak bersalah (presumption of innocence).Semakin menegaskan bahwa hukum acara pidana tidak lagi memandang tersangka atau terdakwa sebagai obyek hukum tetapi sebagai subyek hukum. Hal ini tercermin dengan adanya jaminan perlindungan hak-hak tersangka atau terdakwa yang tercantum secara tegas dalam pasal-pasal KUHAP dan telah sesuai dengan tujuan hukum acara pidana itu sendiri, yaitu mencari kebenaran materiil dalam proses pemeriksaan perkara pidana.

Menjadi jelas bahwa nilai yang ingin dibawa dalam lembaga praperadilan adalah membantu apa yang menjadi tujuan negara hukum demokratis, menjunjung tinggi dan menjamin harkat dan martabat manusia dan hak asasinya.KUHAP telah mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang berderajat, sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh. “Tersangka atau terdakwa tersebut telah ditempatkan oleh KUHAP dalam posisi his entity and dignity as a human being yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan”(Yahya Harahap, 2001 : 6).

Selain itu tindakan paksa, mulai dari pemaksaan terhadap seseorang untuk menyandang status hukum sebagai tersangka yang dilakukan oleh para penegak hukum bisa terjadi kesewenang-wenangan yang berakibat pada runtuhnya harkat dan martabat seseorang yang bisa jadi berimbas pada harkat dan martabat orang-orang yang terdekat dengannya atau bahkan sampai pada keluarga besarnya. Maka keberadaaan lembaga

Page 42: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

praperadilan untuk checks and balances serta pengawasan horizontal antara penegak hukum.

Sepertiyangtelahdiketahui,demi untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, maka para penegak hukum diberi kewenangan oleh undang-undang untuk untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan ataupun tindakan lainnya terhadap tersangka yang diduga keras telah melakukan tindak pidana. Karena tindakan upaya paksa yang dikenakan instansi penegak hukum merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan atas hak asasi manusia, maka tindakan tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab menurut ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku.

Oleh karenanya, di dalam pedoman pelaksanaan KUHAP, Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01.PW.07.03 tahun 1982 dinyatakan bahwa penegak hukum merupakan salah satu untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketenteraman dalam masyarakat, baik itu usaha pencegahan maupun merupakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan kata lain usaha preventif maupun represif.Sedangkan sifat praperadilan secara khusus akan berfungsi sebagai pencegahan terhadap upaya paksa sebelum seseorang diputus oleh Pengadilan, pencegahan yang dimaksud disini dapat berupa pencegahan terhadap tindakan yang merampas hak kemerdekaan setiap warga negara serta pencegahan terhadap tindakan yang melanggar hak asasi tersangka atau terdakwa, agar segala sesuatunya berjalan atau berlangsung sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan aturan.

Sekali lagi bahwa wewenang lembaga praperadilan telah diatur secara tegas dalam KUHAP mengenai sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

Page 43: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

terdakwa. Dari berawalnya perlawanan hukum dari Komjen Pol. Budi Gunawan atas penetapan tersangka oleh KPK melalui lembaga praperadilan, dan putusannya menjadikannya terbebas dari penetepan tersangka yang dianggap tidak prosedural atau sewenang-wenang, ditambah dengan putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 kewenangan praperadilan menjadi bertambah, termasuk penetapan tersangka. Intinya sekarang bahwa yang dimaksud dengan criminal justice process dimulai dari penetapan tersangka, proses penangkapan, penggeledahan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. D. Pra Peradilan; Sebuah Upaya Perlindungan Terhadap Subyek Hukum

Pra peradilan adalah bagian dari sistem peradilan pidana, sedangkan sistem peradilan pidana sangat identik dengan penegakan hukum. Sistem penegakan hukum pada dasarnya merupakan sistem kekuasaan atau kewenangan menegakkan hukum, istilah ini identik pula dengan kekuasaan kehakiman. Dan sistem kekuasaan kehakiman dalam hukum pidana diimplementasikan dalam 4 (empat) subsistem;

5. Kekuasaan penyidikan oleh lembaga penyidik 6. Kekuasaan penentutan oleh lembaga penuntut umum 7. Kekuasaan mengadili/menjatuhkan putusan oleh

lembaga peradilan dan 8. Kekuasaan pelaksanaan hukum pidana oleh aparat

pelaksana eksekusi (Barda Nawawi Arif, 2007). Praperadilan pada dasarnya sebagai betuk perlindungan

negara atas hak asasi setiap warga negara untuk tidak diperlakukan secara sewenang-wenang atas berbagai tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum, dalam hal ini adalah aparatur kepolisian dan kejaksaan pada tindakan hukum yang disebut sebagai upaya paksa. Pada awalnya dan pada kebiasaan yang telah berlangsung lama yang dimaksud upaya paksa yang

Page 44: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

dilakukan aparatur penegak hukum adalah penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penyadapan. Upaya-upaya paksa itu jelas merupakan perampasan hak atas seseorang yang dilindungi oleh hukum dan bagian dari hak asasi manusia. Disini kepastian hukum sangat ditekankan dan menjadi dasar utama bagi para aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.

Seperti yang sudah diketahui, demi untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya. Setiap upaya paksa yang dilakukan pejabat penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, pada hakikatnya merupakan Perlakuan yang bersifat :

3. Tindakan paksa yang dibenarkan undang-undang demi kepentingan pemeriksaan tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka ;

4. Sebagai tindakan paksa yang dibenarkan hukum dan undang-undang, setiap tindakan paksa dengan sendirinya merupakan perampasan kemerdekaan dan kebebasan serta pembatasan terhadap hak asasi (I Gede Yuliarta, 2009). Sepintas dari penjelasan dimuka bahwa upaya paksa

dalam penegakkan hukum harus jelas landasan hukumnya sekaligus jelas pula siapa petugas yang berwenangnya. Di Amerika lembaga praperadilan ini disebut pre trial, sebuah mekanisme tribunal yang disediakan dan jaminan oleh pemerintah dalam rangka melindungi setiap hak dari warga negera atas kemerdekaannya (penerapan prinsip Habeas Corpus).

Di Indonesia jaminan ketersediaan lembaga ini diakomodir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terutama pada pasal 77 – 83. Secara garis besar bahwa

Page 45: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

yang dimaksud dengan lembaga pra peradilan adalah sebuah mekanisme tribunal guna menguji akan keabsahan atas segala tindakan yang dilakukan oleh penyidik dan/atau penuntut umum yang dilakukan secara paksa atas status seseorang di mata hukum. Yang dimaksu pada penjelasan dimuka adalah tindakan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (KUHAP pasal 77 huruf a).

Dalam perkembangannya, materi praperadilan tidak terbatas pada apa yang sudah tertera dalam KUHAP sebagaimana tersebutkan dimuka. Pada kasus penetapan tersangka Komjen. Budi Gunawan oleh KPK, KPK di gugat lewat lembaga pra peradilan atas penetapan tersangkanya tersebut. Padahal kita ketahui bahwa KUHAP sama sekali tidak memasukan sebagai materi pra peradilan dan belum ada kasus sebelumnya yang semisal perkara yang dimaksud itu. Namun setelah beberapa bulan kasus tersebut bergulir terbitlah Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2015 yang intinya memberikan penjelasan lebih lanjut (tafsir) bahwa ketentuan yang terdapat di dalam pasal 77 KUHAP termasuk didalamnya adalah penetapan tersangka. E. Kebebasan Hakim dalam Pembuatan Putusan

Hakim adalah pejabat yang memimpin persidangan. Ia yang memutuskan hukuman bagi pihak yang dituntut. Hakim harusdihormati di ruang pengadilan dan pelanggaran akan hal ini dapat menyebabkan hukuman. Hakim biasanya mengenakan baju berwarna hitam. Sedangkan menurut UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur oleh undang-undang (pasal 31).Adapun yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia (pasal 1).

Page 46: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Hakim disebut sebagai aparatur penegak hukum yang diberi kedudukan tinggi dan wewenang oleh undang-undang diharapkan memberikan putusan yang seadil-adilnya, memberi kepastian dan manfaat hukum yang tepat untuk setiap kasus yang diajukan padanya.

Agar kedudukan hakim tetap pada pada posisinya yang mulia, berbagai “rekayasa” agar kemuliaan hakim terjaga. Mulai dari sitem seleksi calon hakim yang diperbaiki dari waktu ke waktu, ruang sidang dan peraturan dalam ruang sidang yang dikondisikan sedemikian rupa, kesejahteraan hakim diperhatikan, kemampuan dan professionalitasnya terus ditingkatkan dan perilakunya diawasi.

Namun hakim adalah manusia yang sangat mungkin memiliki kelemahan, kekurangan dan kesalahan. Pada posisi seperti itu ditangkap dengan jeli oleh para perongrong hukum untuk menjadikan putusan hakim tidak berdiri di atas kebenaran dan keadilan.

Menurut Soerjono Soekanto (1982: 51) pada diri seseorang memiliki faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakter dan kepribadiannya, yaitu;

1. Raw in put yaitu faktor-faktor individual dan latar belakang kehidupan yang bersangkutan, misalnya pengaruh orang tua,

2. Instrumental in put yaitu faktor-faktor pendidikan formal, misalnya pengaruh sekolah,

3. Environmental in put yaitu faktor-fakor yang berasal dari lingkungan sosialnya secara luas. Turut menguatkan apa yang disampaikan Soerjono

Soekanto, Bismar Siregar (1986: 51) mengatakan bahwa “kemandirian dan kebebasan hakim sangat bergantung pada pribadinya dan kemandirian hakim bukan terletak pada jaminan undang-undang tapi iman”. Kebebasan hakim berarti kemerdekaan hakim atau kemandirian hakim untuk menyelenggarakan peradilan yang

Page 47: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 24 UUD 1945 banyak yang menafsirkan bahwa dalam perkataan merdeka dan terlepas dari ‘pengaruh’ kekuasaan pemerintah itu, terkandung pengertian yang bersifat fungsional dan sekaligus institusional. Tetapi, ada yang hanya membatasi pengertian perkataan itu secara fungsional saja, yaitu bahwa kekuasaan pemerintah tidak boleh melakukan intervensi yang bersifat mempengaruhi jalannya proses pengambilan keputusan dalam penyelesaian perkara yang dihadapi oleh hakim. Hal ini berarti kekuasaan kehakiman yang merdeka atau independensi kekuasaan kehakiman, telah diatur secara konstitusional dalam UUD 1945. Dari konsep negara hukum seperti yang digariskan oleh konstitusi, maka dalam rangka melaksanakan Pasal 24 UUD 1945, harus secara tegas melarang kekuasaan pemerintahan negara (eksekutif) untuk membatasi atau mengurangi wewenang kekuasaan kehakiman yang merdeka yang telah dijamin oleh konstitusi tersebut. Dengan demikian kekuasaan kehakiman yang merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sebagai upaya untuk menjamin dan melindungi kebebasan rakyat dari kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari pemerintah (https://kgsc.wordpress.com/). Produk kekuasaan kehakiman yang harus nir dari interfensi kekuasaan, kepentingan modal atau yang lainnya adalah putusan, penetapan dan akta perdamaian. Terkhusus yang menjadi sorotan dalam penetian ini adalah Putusan.

Dalam hal pembuatan putusan -dan dua bentuk produk yang lain- tanggung jawab Hakim sangat berat disebabkan oleh karena Hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya harus bertanggung jawab kepada Tuhan (transendental responsibility), diri sendiri (internal responsibility), para pihak yang berperkara dan masyarakat (horizontal responsibility), pengadilan yang lebih tinggi (hierarcy responsibility) dan ilmu pengetahuan

Page 48: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

hukum (legal studies responsibility). Mengingat beratnya tanggung jawab itu maka adanya profesionalisme dan integritas pribadi belumlah cukup, melainkan hakim juga harus mempunyai iman dan taqwa yang baik, mampu berkomunikasi serta menjaga peran, kewibawaan dan statusnya dihadapan masyarakat, memiliki kemampuan multiple intelegent, IQ, EQ dan SQ.

Membuat putusan menjadi kerjaan rutin setiap kali menangani perkara, namun yang rutin itu wajib bersifat ilmiah. Artinya bahwa setiap produk putusan hakim adalah semacam karya ilmiah yang menuntut keilmiahan pada tiap-tiap landasan pijak hukum dan berbagai argumentasinya. Bedanya dengan karya ilmiah-karya ilmiah produk akademisi adalah produk putusan hakim menjadi hukum (jurisprudensi) yang bisa merampas hak asasi atau melindungi hak asasi. Oleh karena sifat tugas hakim yang demikian ini, membawa konsekuensi bahwa hakim harus selalu mendalami perkembangan ilmu hukum dan kebutuhan hukum masyarakat. Dengan cara itu, akan memantapkan pertimbangan-pertimbangan sebagai dasar penyusunan putusannya. Dengan cara ini pula hakim dapat berperan aktif dalam reformasi hukum yang sedang dituntut oleh masyarakat saat ini.

Terkadang tugasnya menjadi sangat berat, menurut UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 10 hakim “pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Pasal ini adalah imperatif bagi hakim untuk kreatif dan inovatif, merumuskan hukum dengan cara interpretasi hukum, terobosan hukum atau penemuan hukum yang sama sekali baru yang tidak tercantum dalam ragam peraturan perundangan yang ada sebelumnya.

Walaupun mendapatkan jaminan oleh undang-undang untuk melakukan penemuan hukum tidak banyak hakim mengambil peluang ini untuk kasus-kasus yang dihadapi, apalagi

Page 49: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

pada kasus yang tidak atau belum diatur dalam peraturan perundangan. Kontroversi bisa saja muncul, hujatan bisa datang, eksaminasi bisa menghadang, dievaluasi menjadi tantangan.

Untuk menghindari putusan yang tidak berkualitas, hendaknya setiap putusan hakim memperhatikan beberapa hal berikut;

1. Putusan hakim harus memperhatikan kondisi sosial masyarakat, terutama yang terkait dengan kasus yang dihadapinya. Dengan adanya penilaian dari masyaraka tmengenai output pengadilan berarti telah terjadi persinggungan antara lembaga peradilan dengan masyarakat di mana lingkungan peradilan itu berada. Implikasi dari penilaian masyarakat terhadap putusan pengadilan tersebut mengandung makna, bahwa pengadilan bukanlah lembaga yang terisolir dari masyarakatnya. Pengadilan tidak boleh memalingkan muka dari rasa keadilan dan nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang. Para hakim senantiasa dituntut untuk menggali dan memahami hukum yang hidupd alam masyarakatnya (Zudan Arif Fakrulloh dalam http://www.indomedia.com/bernas).

2. Putusan hakim perlu mempertimbangkan kepastian hukum, untuk kasus-kasus yang biasa, bisa diputus dengan putusan yang sangat normatif. Tapi perlu diperhatikan putusan yang hanya menitikan kepastian hukum berarti membatasi hukum pada hukum yang tertulis saja. Hukum semacam ini berhadapan dengan kenyataan-kenyataan baru yang mungkin berbeda dengan suasana hukum yang akan diterapkan. Menerapkan secara serampangan hukum tersebut demi kepastian hukum dapat berhadapan dengan rasa keadilan baik bagi pencari keadilan maupun masyarakat. Bismar Siregar pernah mengatakan di dunia ini tidak ada yang pasti

Page 50: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

(termasuk kepastian hukum), putusan hukum berdasar pada nurani dan iman.

3. Putusan hakim harus fungsional, pendekatanhukum yang fungsional pada putusan hakim akan dapat mengukur norma hukum dengan mendasarkan pada efektivitasnya dan bagaimana bekerjanya hukum dalam masyarakat. Hakim yang berpikir fungsional dalam membuat putusan suatu kasus tidak akan semata-mata hanya mendasarkan pada suatu tatanan yang menghendaki status quo, keadilan, kebahagian dan kemanfaatan sosial masyarakatakan selalu dikedepankan. Dengan demikian, rumusan undang-undang tidak hanya dipahami sebatas bunyi undang-undang. Pasal-pasal yang adadalam undang-undang tidak hanya dianggap sebagai pasal yang mati akan tetapi dilihat dan dipahami sebagai satu rumusan yang senantiasa dapat dijabarkan untuk mewujudkan kehendak dari undang-undang itus endiri. Bahkan apabila hukum dilihat sebagai suatu sistem yang mempunyai tujuan tertentu, maka rumusan pasal-pasal yang ada haruslah dilihat sebagai wahana untuk mewujudkan tujuan tersebut. Memahami makna yang terkandung dalam peraturan perundangan. Menurut Cardozo (dalam Bagir Manan, 2008: 5) bahwa dalam hal ada aturan hukum namun terjadi pertentangan antara kepastian hukum dengan keadilan dan kemanfaatan masyarakat, tugas hakim adalah menafsirkan aturan tersebut agar hukum tersebut dapat sesuai dengan keadaan-keadaan baru. Dengan menafsirkan maka dapat dipertemukan antara kepentingan kepastian (putusan berdasar hukum), dan kepentingan sosial dengan memberi makna baru terhadap hukum yang ada. Dalam kerangka yang lebih luas, aktualisasi aturan hukum dilakukan dengan menemukan hukum (rechtsvinding, legalfinding) yang meliputi

Page 51: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

menemukan aturan hukum yang tepat, menafsirkan, melakukankonstruksi, dan lain sebagainya. Bahkan menggunakan bahan-bahan hukum non sistemik, local wisdomsataupun hukum transendental.

4. Putusan hakim sebagai tanggung jawab ilmiah, sebagaimana penulis pernah nyatakan dimuka bahwa putusan hakim merupakan karya ilmiah yang wajib dipertanggungjawabkan, dieksaminasi ataupun dievaluasi. Suatu putusan yang bertanggungjawab adalah putusan yang mempunyai tumpuan-tumpuan konsep yang kuat, dasar hukum yang kuat. Alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan (hukum dan atau non hukum) yang kuat. Orang boleh berbeda terhadap putusan semacam ini, tetapi tidak ada yang dapat menyalahkan karena diputus atas dasar konsep yang kuat. Jadi, harus dibedakan antara pertanggungjawaban dengan rasa puas atau tidak puas terhadap suatu putusan (Bagir Manan, 2008: 5). Wajar dalam setiap putusan pasti ada yang dimenangkan dan dikalahkan, ada yang puas dan tidak puas.

Page 52: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

BAB IV CONTENT ANALYSIS TERHADAP PUTUSAN

PRAPERADILAN NOMOR: O4/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

A. Pemberantasan Korupsi dan Perlawanan Balik Koruptor

Awal reformasi dan terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi adalah harapan bagi seluruh rakyat Indonesia agar penyelenggara dan penyelenggaraan negara menjadi lebih baik dari masa orde-orde sebelumnya. Para politikus dan pejabat negara turut membuat iklan anti korupsi. Ada pula partai politik yang berani pasang badan akan membubarkan diri bila anggotanya hidup dari uang korupsi.

Kinerja KPK dari mulai pendirian sampai detik ini masih mendapat apresiasi dari rakyat. Rakyat berani pasang badan agar lembaga ini tidak dilemahkan atau bahkan dibubarkan. Walaupun rakyat semuanya mengerti bahwa lembaga ini awalnya adalah sebagai shock terapy dan bentuk degradasi kepercayaan kepada lembaga negara yang bernama kejaksaan, terutama untuk penanganan kasus-kasus korupsi.

Jika masa sebelum adanya KPK banyak kasus korupsi yang tak tersentuh hukum, khususnya yang melibatkan para penguasa, namun sejak KPK berdiri sudah banyak kasus-kasus besar yang ditangani dan dijatuhi hukuman. Dalam kurun waktu 2004 sampai ddengan Mei 2012, KPK telah berhasil membawa para koruptor kelas kakap ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan semuanya diputus bersalah (100% conviction rate). Mereka adalah 50 anggota DPR, 6 Menteri/Pejabat Setingkat Menteri, 8 Gubernur, 1 Gubernur Bank Indonesia, 5 Wakil Gubernur, 29 Walikota dan Bupati, 7 Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Yudisial dan Pimpinan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). 4 Hakim, 3 Jaksa di Kejaksaan Agung, 4 Duta Besar dan 4 Konsulat Jenderal

Page 53: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

(termasuk Mantan Kapolri), Jaksa senior, Penyidik KPK, seratus lebih pejabat pemerintah eselon I &II (Direktur Umum, Sekretaris Jenderal, Deputi, Direktur, dll), 85 CEO pemimpin perusahaan milik negara (BUMN) dan pihak swasta yang terlibat dalam korupsi serta beberapa jenderal aktif dari kepolisian. Data ini akan terus bertambah seiring banyaknya kasus korupsi yang saat ini sedang ditangani/disidangkan di Pengadilan Tipikor baik di Jakarta maupun di daerah (http://kpk.go.id/id/nukpk/id/berita/berita-kpkkegiatan/290-kpk-lembaga-permanen).

Kemudian hipokrisi muncul dari mulut dan sikap para politisi dan pejabat negara. KPK yang berkinerja baik diserang sedemikian rupa sebelum KPK menjerat mereka. Perlawanan secara politik hukum dan politik peradilan dilakukan agar langkah KPK tersendat. Perlawanan yang sekarang nyata dirasakan adalah upaya merevisi UU KPK dengan memangkas kewenangan dan membuat sedemikian rupa agar korupsi dengan nilai fantastis saja yang dapat disidik oleh KPK. Dan yang telah dan sedang berjalan ini adalah upaya permohonan praperadilan dari para koruptor atas penetapan status tersangka oleh KPK.

Pertama kali permohonan praperadilan terhadap KPK diajukan oleh Budi Gunawan, seorang Komisaris Jenderal Polisi yang ditetapkan sebagai tersangka. Budi Gunawan yang saat itu digadang-gadang sebagai calon Kapolri bahkan telah diajukan Presiden ke DPR dan telah melakukan fit and proper test merasa dirugikan. Apalagi tuduhannya adalah melakukan korupsi yang disangkakan oleh lembaga yang kinerja 100 % tidak pernah meloloskan para tersangka koruptor dari jeratan hukum, KPK. Akhirnya Budi Gunawan gagal menjadi kapolri.

Pada beberapa peraturan perundangan, efek dari penetapan tersangka tindak pidana berakibat diberhentikannya seorang pejabat negara dari jabatannya sampai berkekuatan hukum tetap. Dalam Pasal 33 Ayat (2) UU 30/2002, disebutkan bahwa:“Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi

Page 54: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya”. Lalu, dalam Pasal 10 Ayat (1) PP 3/2003, disebutkan bahwa : “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijadikan tersangka/terdakwa dapat diberhentikan sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, sejak dilakukan proses penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap”

Tidak terima dengan penetapan status tersangka, Budi Gunawan melalui beberapa kuasa hukumnya mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Padahal mereka semua tahu bahwa dalam KUHAP tidak ada aturannya. Permohanan praperadilan diterima dan putusannya membebaskan Budi Gunawan dari penetapan tersangka oleh KPK.

Tidak begitu lama dari “kemenangan” Budi Gunawan atas KPK menginspirasi para tersangka koruptor lainnya beramai-ramai mengajukan praperadilan dan banyak dimenangkan oleh tersangka koruptor.

Setelah Budi Gunawan gagal menjadi Kapolri, menurut penilaian para pegiat anti korusi, serangan balik kepada KPK berlanjut yakni ditetapkannya dua komisioner KPK (Abrham Samad dan Bambang Widjojanto) sebagai tersangka untuk masing-masing kasus yang disangkakan pada mereka oleh Kepolisian. Penetapan tersangka tersebut mengharuskan dua komisione KPK tersebut berhenti untuk sementara dari jabatannya masing-masing.

B. Analisis Prosedur Hukum Putusan Nomor:

O4/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Prosedur pengajuan praperadilan ke Pengadilan Negeri

tepat sesuai dengan ketentuan KUHAP. KUHAP menunjukkan dengan tegas bahwa praperadilan termasuk kompetensi absolut bagi PN. Yang menjadi soal adalah bahwa wewenang praperadilan sebagaimana tertera dalam pasal 77 KUHAP tidak

Page 55: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

memasukkan atau tidak ada klausul sama sekali yang secara tegas memasukkan penetapan tersangka sebagai obyek.

Peneliti berkeyakinan bahwa tersangka Budi Gunawan dan kuasa hukumnya paham bahwa penetapan tersangka tidak tertulis dalam aturan hukum acara pidana sebagai obyek praperadilan. Dalam sejarah sejak pertama kali praperadilan diberlakukan pada tahun 1983, belum ada tersangka kasus tindak pidana mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka baik oleh penyidik kepolisian ataupun kejaksaan.

Penulis menduga bahwa awal ide untuk mengajukan praperadilan atas kasus Budi Gunawan yang ditetapkan oleh KPK terasa beraroma politik. Aroma politiknya begitu kentara karena selang satu hari sebelum fit and proper test Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri oleh DPR, KPK menetapkannya sebagai tersangka.

Penetapannya sebagai tersangka pelaku tindak pidana korupsi oleh KPK menjadi aral bagi Budi Gunawan menjadi Kapolri. Keberhasilannya lolos dalam fit and proper test oleh DPR sebagai calon tunggal Kapolri menjadi tidak berguna sama sekali.Karena aturan dalam pasal 10 Ayat (1) PP 3/2003, disebutkan bahwa: “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijadikan tersangka/terdakwa dapat diberhentikan sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, sejak dilakukan proses penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Aroma politik balas dendam politik juga terlihat pada alasan-alasan bagi Budi Gunawan dalam surat permohonan praeradilan. Yakni bahwa Budi Gunawan sebagai orang yang menghalangi Abraham Samad (komisioner KPK) untuk menjadi calon wakil presiden pada pemilu 2014. Terlepas dari persoalan yang non hukum tersebut tidak menafikan penilaian bahwa langkah yang diambil oelh Budi Gunawan dan Kuasa Hukumnya

Page 56: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

tepat secara prosedural, yakni mengajukannya ke Pengadilan Negeri.

Adapun kedudukan Pengadilan Negeri yang dimintakan mohon untuk memproses praperadilan penetapan status tersangka, tidak dapat menghindar untuk menolak satu kasus yang tidak atau belum diatur dalam peraturan perundangan. Hal ini berkesesuaian dengan aturan dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa “pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Ditambah dengan ketentuan pada pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa “hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Oleh karenanya tepat pula bila hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyelenggarakan sidang praperadilan pada kasus yang dimohonkan oleh Pemohon dan Kuasa Hukumnya. Permasalahan belum ada hukum yang mengatur tentang perkara tersebut, berdasar pada amanat 2 (dua) pasal tersebut memberikan wewenang kepada hakim untuk menetapkan suatu hukum yang sebelumnya tidak ada, dapat dengan menggunakan metode penemuan hukum (rechtsvinding), penafsiran (interpretasi) atau dengan metode lain yang dapat dibenarkan melalui penalaran ilmu hukum atau bahkan out of contect dari ilmu hukum atau mengkombinasikan berbagai metode (mix methode) yang dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk kasus permohonan praperadilan penetapan seseorang sebagai tersangka yang nota bene tidak ada klausul jelas dalam KUHAP, hakim dengan menggunakan asas dalam ilmu hukum; legalitas dan kepastian hukum atau dengan dalil-dalil lain untuk menetapkan bahwa permohonan kasus tersebut tidak ada dasar hukumnya dan kasus dapat dilangsungkan dalam sidang peradilan biasa.

Page 57: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

C. Content Analysisdari Perspektif Idealitas Putusan Hakim

Sebelum mengambil putusan perkara, hakim dituntut untuk mendalami apa makna dari kebebasan dan kemandirian serta dituntut untuk pula memprediksi akibat putusannya, sehingga diharapkan hakim akan benar menjatuhkan putusan dan seadil-adilnya. Putusan yang benar dan adil adalah putusan yang mencerminkan tingkat kesadaran.

Hakim yang berkualitas adalah hakim yang menguasai undang-undang secara baik dan benar, selanjutnya menggunakan undang-undang itu secara baik dan benar dalam kasus-kasus konkrit. Hakim juga harus mengetahui nilai-nilai (tingkat) kesadaran hukum masyarakat sehingga keputusan hakim selalu dilandasi pertimbangn-pertimbangan hukum yang lengkap dan sistematis sehingga orang yang mendengar atau membaca suatu putusan dapan mengetahui jalan pikiran hakim dalam pengambilan keputusan (Subiharta, 1999: 117).

Setelah membaca secara seksama putusan praperadilan O4/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. yang ditandatangani oleh Hakim Sarpin Rizaldi dan Panitera Pengganti Ayu Triana Listiati, yang pada intinya memenangkan permohonan praperadilan Budi Gunawan atas penetapan statusnya sebagai tersangka koruptor oleh KPK. Kemenangan Budi Gunawan dalam praperadilan itu menjadikan ia terbebas dari penetapan tersangka koruptor oleh KPK.

Putusan tersebut serta merta menimbulkan kegaduhan dalam dunia hukum di Indonesia. Paling tidak terpolarisasi dalam dua kubu, kubu pertama mendukung putusan Hakim Sarpin, Sarpin dipandang menerapkan kebebasan dan kemandirian hakim dengan melakukan satu terobosan hukum dan kubu yang menganggap putusannya kontroversial. Untuk tidak terjebak pada kubu-kubuan tentang hal itu, peneliti mencoba menganalisis konten putusan tersebut dengan tolak ukur idealita putusan hakim yang dibahas pada bab sebelumnya

Page 58: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

dan asas-asas yang berlaku pada hukum pidana terutama asas legalitas dan kepastian hukum serta logika hukum.

Sebelum melakukan itu, dalam putusan yang memenangkan Budi Gunawan tersebut, Hakim Sarpin memberikan 5 (lima) pertimbangan sebagai berikut;

1. Penetapan tersangka merupakan obyek praperadilan Hakim Sarpin dalam putusannya itu mengetahui bahwa wewenang praperadilan sebagaimana tertera dalam KUHAP Pasal 77juncto 82 ayat (1) juncto 95 ayat (1) dan (2) KUHAP serta Pasal 1 angka 10 KUHAP tidak disebutkan penetapan tersangka termasuk dalam obyek praperadilan. Namun, Sarpin berpendapat, bukan berarti jika tidak disebutkan kemudian bukan wewenang praperadilan. Argumentasi Sarpin terhadap pendapatnya bahwa penetapan tersangka menjadi obyek praperadilan adalah; a. Mendasarkan pada pendapat ahli Bernard Arief

Shidarta yang menyatakan bahwa penetapan tersangka sebagai hasil dari penyidikan.

b. Penerapan tafsiran “barang” terhadap satu tidak pidana.

c. Penafsiran penghaluasan hukum (recht verfeining) dan penafsiran secara luas (extensive intepretatie) dalam hukum pidana materiil tindak pidana subversif pada masa lalu (lihat putusan pada hal 223-225).

2. Penetapan tersangka mengandung unsur pemaksaan Hakim Sarpin berpandangan bahwa penetapan tersangka termasuk bagian dari bentuk pemaksaan yang dilakukan oleh penyidik. “bahwa segala tindakan Penyidik dalam proses penyidikan dan segala tindakan Penuntut Umum dalam proses penuntutan adalah merupakan tindakan paksa, karena telah menempatkan atau menggunakan label “Pro Justicia” pada setiap tindakan” (hal 225 putusan).

Page 59: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

3. Komjen Pol.Budi Gunawan bukan penegak hukum dan pejabat negara pada saat melakukan tindak pidana yang disangkakan. Sarpin menuturkan KPK menyasar Budi Gunawan saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier pada 2003-2006. Menurut Sarpin, jabatan ini hanya administrasi di bawah Deputi Sumber Daya Manusia dengan pangkat eselon II. Dengan posisinya yang seperti itu pada saat itu, dengan berbagai argumennya ia menyimpulkan bahwa Budi Gunawan bukan penegak hukum dan bukan penyelenggara negara (hal 234-236).

4. KPK tidak bisa menyerahkan bukti penetapan tersangka Budi Gunawan. Karena menurut Hakim Sarpin yang hadir dalam persidangan, KPK tidak dapat menghadirkan alat bukti yang menunjukkan Budi Gunawan sebagai penegak hukum ataupun penyelenggara negara (hal 237-238).

5. Tidak meresahkan masyarakat. Sarpin menilai kasus yang disangkakan kepada Budi Gunawan tidak berdampak banyak kepada masyarakat. Sebab, status tersangka dikenakan saat Budi Gunawan menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier. Kasus menjadi perhatian publik baru ketika ia jadi calon tunggal Kapolri (hal. 238).

6. Tidak ada kerugian negara

Bahwa hakim Sarpin mendasarkan pada alasan-alasan sebelumnya, terutama terkait dengan hadiah atau pemberian janji tidak berkorelasi dengan hilangnya uang negara sehingga dinilai tidak ada kerugian negara (hal 238-239).

Dari 6 (enam) argumentasi Hakim Sarpin yang mendorongnya untuk menjatuhkan kemenangan bagi Pemohon. Bahwa argumentasi tersebut dapat dilihat bagaimana sesungguhnya argumentasi itu dapat dieksaminasi;

Page 60: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Pertama, bahwa penerimaan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan dapat saja diterima sebagai satu terobosan hukum di bidang hukum acara. Tetapi setelah membaca keseluruhan argumnetasi Sarpin, ada hal yang menurut peneliti janggal; a. Untuk argumentasi bahwa asas legalitas menurut

Sarpin hanya berlaku dalam hukum pidana materiil. Pada pada banyak tulisan baik dalam media elektronik (website atau blog) serta buku-buku bahwa dalam hukum acara pidana pun berlaku asas legalitas. Asas legalitas asas yang berlaku umum disemua sistem hukum.

b. Kejanggalan berikutnya adalah dalam metode penafsiran; Sarpin menafsirkan penetapan tersangka sebagaimana penafsiran tentang barang/benda yang ada dalam tindak pidana. Ini tidak fair. Karena pada argumen sebelumnya ia menyatakan tafsirannya bahwa asas legalitas hanya berlaku pada pidana materiil. Disini terlihat ketidakkonsistenan Sarpin dalam berargumentasi. Ditambah dengan metode penafsiran ekstensif pada kasus subversif yang pernah berlaku pada zaman orde baru. Pada hal bila melihat klausul pada pasal 77 KUHAP penyebutan tindakan paksa limitatif pada penangkapan, penahanan dan penggeledahan.

Kedua, Pada kemantapan argumentasinya yang menyatakan bahwa dalam penetapan tersangka terdapat upaya paksa dan perampasan hak asasi manusia, pendasaran argumentasi Sarpin bukan pada klausul aturan tetapi pada landasan filosofis dan sisi unsur perampasan hak asasi manusia. Pandangannya tersebut disandarkan pula pada pendapat saksi ahli Bernard Arief Shidarta sebagaimana diungkap

Page 61: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

dimuka. Kemudian ada beberapa pandangan dari saksi ahli juga yang menyatakan bahwa penetapan tersangka pada saat pembuatan undang-undang berbeda konsekuensinya bersamaan dengan perkembangan hukum yang ada, kaitannya dengan harkat dan martabat manusia serta ada beberapa peraturan perundangan yang walaupun untuk sementara merampas hak-hak orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Putusan Sarpin yang memasukan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan akhirnya mendapat kekuatan hukum setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa penetapan tersangka juga sebagai obyek praperadilan yang dipandang didalamnya ada unsur pemaksaan dari penyidik dan perampasan hak asasi. Alasan-alasn dalam putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 yang dibacakan pada tanggal 28 April 2015 secara subtantif memiliki alasan yang sama sebagaimana yang digunakan oleh Sarpin.

Ketiga, bahwa argumentasi Budi Gunawan bukan penegak hukum dan bukan pula penyelenggara negara adalah alasan yang dapat dikatakan tidak masuk akal, mengada-ada. Pada argumentasi ini logika hukum Sarpin terlihat kacau.

Telah menjadi pengetahuan umum bahwa lembaga kepolisian adalah penjaga keamanan da ketertiban. Jawahir Thontowi (2002: 256) mengatakan “jati diri polisi sebagai aparat keamanan dan bagian dari penegak hukum”. Polisi sebagai penegak hukum dan aparatur negara tidak terbagi-bagi dalam jabatan-jabatan eselonitas. Jabatan eselonisasi hanya sebagai struktur organisasi dan administrasi. Semua orang yang dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan gaji negara dapat dikatakan sebagai penyelenggara

Page 62: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

negara, tidak terbagi-bagi dalam jabatan-jabatan tertentu.

Keempat, KPK dianggap tidak mampu menghadirkan alat bukti yang terkait perbuatan yang disangkan, berupa bukti transaksi keuangan, yakni seluruh Laporan Hasil Analisi (LHA) transaksi keuangan antara tahun 2003-2009. Disini yang terjadi adalah perbedaan pemahaman antara Termohon dengan Hakim tentang alat bukti. Padahal KPK telah menyerah 22 alat bukti yang dapat dijadikan alat bukti lain yang tidak sama dengan permintaan hakim. Ini menunjukkan bahwa hakim hanya memfokuskan satu alat bukti saja yang belum bisa dihadirkan KPK, sementara alat bukti lainnya tidak dipertimbangkan.

Kelima, Setiap perkara tindak pidana korupsi, pada saat dilakukan tentu tidak akan timbul keresahan dalam masyarakat, karena sifatnya yang tersembunyi. Tidak mungkin korupsi dilakukan secara terang-terangan, sifat extra ordinary dari kejahatan ini berbeda dengan kejahatan-kejahatan lainnya, white collar crime, tersembunyi, rapi, sistematis, non-violence. Disinilah terlihat bahwa hakim tidak memahami secara tepat sifat kejahatan korupsi. Masalah keresahan muncul, hanya persoalan waktu saja yang kebetulan bersamaan dengan penetapan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.

Keenam, dalam kejahatan korupsi berupa pemberian hadiah, janji, gratifikasi, dan suap pasti tidak akan ada unsur kerugian negara. Tetapi perlu diingat bahwa tindak pidana korupsi yang tertuang dalam UU Tipikor tidak hanya mensyaratkan adanya kerugian (keuangan) negara, termasuk didalamnya penyalahgunaan wewenang, memperkaya diri sendiri atau orang lain. Pemberian hadiah, janji, gratifikasi,

Page 63: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

dan suap bisa memperkaya diri sendiri. Jadi argumentasi tidak ada kerugian negara pada perkara ini tidak ada relevansinya.

Bila dilihat dari idealita putusan hakim sebagiamana tercantum dalam pembahasan sebelumnya (bagian akhir bab sebelumnya), maka dapat dinilai bahwa putusan hakim praperadilan (Sarpin) sebagai berikut;

1. Bahwa putusan hakim harus memperhatikan kondisi sosial masyarakat kurang diperhatikan oleh Hakim Sarpin. Sebab selama ini korupsi adalah white collar crime yang memiliki dampak kehancuran luar biasa yang bagi pembangunan fisik maupun karakter bangsa. Ekspektasi masyarakat agar korupsi mendapatkan penindakan yang extra ordinary dengan hukuman ekstra pula menjadi tercederai. Keputusan Sarpin menjadi pendorong kuat bagi para tersangka koruptor lainnya untuk melakukan perlawanan kepada para penyidik. Imbas kedepannya akan membuat langkah-langkah penyidik dalam penanganan segala tindak pidana, khususnya korupsi akan terhambat dilangkah awal. Kemudian dapat pula merubah image korupsi, bukan lagi sebagai extra ordinary crime.

2. Putusan hakim perlu mempertimbangkan kepastian hukum. Dalam kasus ini, hakim Sarpin cukup berani untuk keluar dari apa yang dinamakan kepastian hukum. Kepastian hukum sangat identik dengan asas legalitas dimana suatu perbuatan hukum tidak akan dilakukan suatu proses penindakan hukum bila tidak ada aturan yang menghendakinya. Padahal dalam KUHAP pasal 77 jelas bahwa penetapan tersangka bukan obyek praperadilan. Disini Sarpin mencoba untuk lepas dari kungkungan positifisme hukum, yang menghendaki bahwa hukum harus berdasar pada undang-undang.

Page 64: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Sarpin menggunakan beberapa metode interpretatif dan menggunakan satu sumber hukum formil berupa doktrin sebagai landasan penguat argumentasi putusannya. Tapi sayangnya logika hukum yang dipakai tidak konsisten, argumentasinya terlalu dangkal dan menyederhanakan persoalan. Oleh karenanya setelah putusan itu jatuh, banyak ahli yang mencemooh apa yang jadi putusannya, mencurigai kemerdekaanya sebagai hakim, sampai pada rekomendasi untuk memeriksanya oleh otoritas Mahkamah Agung. Putusan Hakim Sarpin menjadi putusan satu-satunya yang kontroversial di tahun 2015 dan menjadi perbincangan ataupun kajian bagi para praktisi dan akademisi.

3. Putusan hakim harus fungsional. Pendekatan hukum yang fungsional pada putusan hakim akan dapat mengukur norma hukum dengan mendasarkan pada efektivitasnya dan bagaimana bekerjanya hukum dalam masyarakat. Hakim yang berpikir fungsional dalam membuat putusan suatu kasus tidak akan semata-mata hanya mendasarkan pada suatu tatanan yang menghendaki status quo, keadilan, kebahagian dan kemanfaatan sosial masyarakat akan selalu dikedepankan. Faktanya adalah bahwa pasca putusan Sarpin pada kasus ini menjadi kegaduhan di bidang hukum. Masyarakat tidak senang ada koruptor yang dapat lepas dari jeratan hukum (lembaga KPK). Kalaupun itu bukan masuk wewenang KPK seharusnya penyidikan awal KPK bisa digunakan oleh Kejaksaan untuk melanjutkannya, tapi sampai sekarang tidak ada kabar adanya proses lanjutan dari data (alat bukti) hasil penyidikan KPK. Image yang berkembang di masyarakat adalah tidak mungkin kasus Budi Gunawan akan ditindaklanjuti baik oleh Kepolisian maupun oleh Kejaksaan.

Page 65: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

4. Putusan hakim sebagai tanggung jawab ilmiah. Putusan hakim adalah karya ilmiah hakim. Layaknya karya ilmiah yang dapat dikonsumsi oleh khalayak, maka dalam setiap membuat putusan, hakim harus benar-benar menggunakan prinsip-prinsip dasar karya ilmiah; sistematis, logis, dapat diukur dan diuji. Secara umum putusan Hakim Sarpin berkenaan dengan perkara ini sudah dapat dikatakan baik dalam menerapkan prinsip-prinsip karya ilmiah dalam bentuk putusan. Ada beberapa masalah dalam penggunaan logika dapat dijadikan bahan uji bagi putusannya. Tapi sayangnya, putusan hakim bukan karya ilmiah biasa. Putusan hakim adalah hukum yang harus dipatuhi oleh siapapun, apalagi sudah tertutup atau tidak adalagi upaya hukum yang dapat ditempuh untuk melakukan koreksi ataupun perlawanan dari putusan hakim tersebut. Ditambah setelah putusan Hakim Sarpin itu muncul putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan penetapan tersangka menjadi obyek praperadilan, dimana putusan MK adalah final and binding.

Page 66: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Hakim Sarpin yang menjadi hakim tunggal pada persidangan pra peradilan tentang gugatan status tersangka Budi Gunawan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dalam putusannya dengan berbagai argumentasi mengabulkan (memenangkan) gugatan Penggugat dan menyatakan bahwa penetapan tersangka pada Penggugat (Budi Gunawan) oleh tergugat (KPK) dinyatakan tidak sah dan tersangka bukan termasuk penegak hukum. Argumentasi Hakim Sarpin tertuang dalam putusan perkara nomor 04/Pid/Prap/2015/PN Jkt Sel, dengan naskah setebal 244 halaman. Setelah putusan tersebut, dunia hukum Indonesia gempar. Karena baru pertama kali dalam sejarah KPK menetapkan seseorang menjadi tersangka koruptor bisa lepas dari jerat hukum yang dipasang KPK. 2. bahwa argumentasi Budi Gunawan bukan penegak hukum dan

bukan pula penyelenggara negara adalah alasan yang dapat dikatakan tidak masuk akal, mengada-ada. Pada argumentasi ini logika hukum Sarpin terlihat kacau.

Telah menjadi pengetahuan umum bahwa lembaga kepolisian adalah penjaga keamanan da ketertiban. Jawahir Thontowi (2002: 256) mengatakan “jati diri polisi sebagai aparat keamanan dan bagian dari penegak hukum”. Polisi sebagai penegak hukum dan aparatur negara tidak terbagi-bagi dalam jabatan-jabatan eselonitas. Jabatan eselonisasi hanya sebagai struktur organisasi dan administrasi. Semua orang yang dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan gaji negara dapat dikatakan sebagai penyelenggara

Page 67: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

negara, tidak terbagi-bagi dalam jabatan-jabatan tertentu.

B. Saran Kejelian hakim dalam mengadili suatu perkara wajib serta menghindari intervensi dan menegakan kebebasan hakim tapi bukan sebebabasnya tanpa ada argumrntasi hukum yang baik. Semua itu harus ada, plus mengedepankan integritas dan professionalitas hakim

Page 68: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

DAFTAR PUSTAKA A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial

Buku Teks Sosiologi Hukum Buku II, Jakarta,: Pustaka Sinar Harapan, 1990.

Abdul Hakim Garuda Nusantara, “Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia”, Makalah dalam Training Hak Asasi Manusia Bagi Pengajar Hukum dan HAM, Makassar, 2010.

Adji Samekto, Justice Not For All; Kritik Terhadap Hukum Modern dalam Perspektif Studi Hukum Kritis, Yogyakarta: Genta Press, 2008.

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di Indonesia Cet. VI, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Artidjo Alkotsar, Identitas Hukum Nasional, Yogyakarta: UII Press, 1997. Bagir Manan, Menjadi Hakim Yang Baik, Jakarta: Pusdiklat Teknis Peradilan

Balitbang Diklat Kumdil MA-RI, 2008. Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan

Pidana Terpadu, Semarang: BP. Undip Semarang, 2007. Bismar Siregar, Keadilan Hukum dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional,

Jakarta: Cv Rajawali, 1986. Busyro Muqoddas dkk, 1992, Politik Pembangunan Hukum Nasional,

Yogyakarta: UII Press. Farkhani, Pengantar Ilmu Hukum cet. III, STAIN Salatiga Press, Salatiga,

2014. Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan, Kebijakan dan Asas-

Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Jakarta: Erlangga, 2010.

Hasby Asy-Syiddiqie, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993. I Gede Yuliarta, “Lembaga Praperadilan dalam Perspektif Kini dan Masa

Mendatang dalam Hubungannya dengan Hak Asasi Manusia, Tesis, Semarang: Pascasarjana UNDIP, 2009.

J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato Aristoteles Augustinus Machiavelli, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Knut D. Asplund, Suparman Marzuki, Eko Riyadi (Ed.), Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008.

Majda El-Mahtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009.

Page 69: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, Buku II edisi revisi, Jakarta: Reedbox Publisher diterjemahkan oleh Muhammad Iqbal S.Hi.,MA, 2010.

MPR RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (sesuai dengan urutan Bab, Pasal dan Ayat), Jakarta: Sekertaris Jenderal MPR RI, 2010.

Romi Libriyanto, Trias Politika dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia,Malang: Pukap Indonesia, 2008.

Salman Luthan dkk, Praperadilan di Indonesia; Teori, Sejarah dan Praktiknya, Jakarta: ICJR, 2014.

Satjipto Raharjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas, 2007. _____________, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Yogyakarta:

Genta Publishing, 2009. Siti Fatimah, Praktik Judicial Review di Indonesia (Sebuah Pengantar),Yogyakarta:

Pilar Media, 2005. Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi tentang Pribadi dan Masyarakat, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1982. Subiharta, “Kebebasan Hakim dalam Mengambil Keputusan Perkara

Pidana di Lingkungan Peradilan Umum”, tesis, Semarang: Universitas Dipenogoro, 1999.

Widayati, Rekonstruksi Kedudukan Ketetapan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2015.

Zaqiu Rahman, “Kewenangan Praperadilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, artikel dalam Jurnal Online Rechtsvinding diunduh tanggal 23 Oktober 2015.

Zudan Arif Fakrulloh, “Hakim Sosiolog, Hakim Masa Depan”, dalam http://www.indomedia.com/bernas, diakses pada 10 Nopember 2015.

Page 70: FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4816/1/Pen. Praperadilan.pdfdan sibghah spiritualitas keagamaannya (Islam) (lihat Sajtipto

Bahan Internet www.tikusmerah.com Riza Thalib dalam http://www.dilmilti-jakarta.go.id. D. Adriyanto dalam http://greatandre.blogspot.com http//hukumonline.com http://nahakunaon.blogspot.com Putusan Mahkamah Agung.go.id https://kgsc.wordpress.com/ http://kpk.go.id/id/nukpk/id/berita/berita-kpk-kegiatan/290