ANALISIS MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA [Studi Kasus Penduduk Kampung Laut – Segara
Anakan Cilacap]
Mata Kuliah
PENGANTAR SOSIAL EKONOMI SUMBERDAYA PANTAI
Dosen PengampuProf. DR. Ir. Aziz Nur Bambang, MS
Oleh
F. EKO DWI HARYONO[Nomor Absen : 3]
PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN SUMBERDAYA PANTAI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
2010
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar isiDaftar Tabel
Iiiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar BelakangB. TujuanC. Kegunaan
BAB II. ANALISIS MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA SEGARA ANAKAN CILACAP
A. Kondisi Ekosistem Segara AnakanB. Pemanfaatan Lahan Kawasan Segara Anakan
CilacapC. Kondisi Perikanan Segara AnakanD. Karekteristik Sosial EkonomiE. Dimensi KependudukanF. Tingkat Pendapatan dan Penghidupan
BAB III. KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanB. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1
122
3
34567
11
131313
2
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Land use in Kampung Laut villages, 19805
2. Pemanfaatan Lahan Segara Anakan Tahun 2003
6
3. Tingkat Pendidikan di Kampung Laut, 1980.
9
4. Tingkat Pendidikan di Kampung Laut,1997
9
5. Profesi Penduduk Kampung Laut, 1980.
10
6. Profesi Penduduk Kampung Laut, 1997.
10
7. Settlement Areas, Village Population and Population Density
11
3
i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekosistem perairan pantai termasuk di dalamnya teluk,
laguna, dan hutan mangrove sangat penting artinya bagi
kelangsungan hidup ikan. Daerah ini dikenal sebagai daerah
asuhan bagi beberapa komoditas perikanan penting seperti ikan
dan udang (Sanchez-Velasco et al., 1996; Tomigama, 2000).
Komunitas ikan memanfaatkan tingginya produktifitas di daerah
pantai dalam menunjang kehidupannya. Daerah ini biasanya
berhubungan dengan ekosistem lain yang produktif seperti
sungai-sungai yang bermuara di dalamnya dan hutan mangrove
(Ekau et al., 1999). Estuaria bersama dengan perairan pantai
sekitarnya juga merupakan penopang yang sangat penting bagi
kegiatan perikanan (Blaber et al., 2000).
Ekosistem perairan pantai, dalam hal ini Teluk Penyu di
Kabupaten Cilacap adalah merupakan wilayah yang sangat
dinamis. Perairan ini banyak dipengaruhi langsung oleh kondisi
oseanografis fisik, kimia dan biologi dari Samudera Hindia, yang
antara lain kondisi arus, angin, pasang-surut, gelombang, dan
4
ii
salinitas maupun DO, pH, nitrat, nitrit, serta kondisi biologinya.
Ekosistem ini juga tidak terlepas dari pengaruh Ekosistem
Mangrove Segara Anakan yang banyak memberi masukan hara
yang mempengaruhi kesuburan perairan Teluk Penyu, kondisi
tersebut sangat mendukung kehidupan beragam jenis ikan dan
udang di Teluk Penyu.
Salah satu fungsi ekologis perairan pantai pada umumnya
dan Teluk Penyu khususnya adalah sebagai daerah pembesaran
bagi banyak spesies larva ikan. Larva ikan memanfaatkan
daerah ini sebagai daerah pembesarannya karena daerah ini
kaya dengan zat hara. Keragaman yang tinggi dari larva ikan
yang ada di dalamnya menggambarkan tingginya dukungan
ekosistem tersebut terhadap kelangsungan kegiatan perikanan
di daerah ini.
Tujuan utama dari manajemen perikanan adalah
memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada secara
maksimal dengan tetap memperhatikan keberlanjutan suatu
sumberdaya yang sedang dieksploitasi. Kondisi sumberdaya
perikanan yang ada tidak terlepas dari sumberdaya manusia
yang terlibat dalam mengeksploitasi sumberdaya perikanan
yang ada, dalam hal ini sumberdaya manusia di Segara Anakan
Cilacap, baik itu yang secara langsung maupun secara tidak
langsung terlibat dalam mengeksploitasi sumberdaya perikanan
yang ada.
Beberapa ahli telah memberikan rekomendasi
terkait dengan kondisi yang harus dilakukan oleh berbagai
pihak, seperti hal nya yang telah direkomendasikan oleh
Schwerdtner, Kathleen,at all [2009] bahwa penanganan
sedimentasi yang terjadi di Segara Anakan dengan penyelesaian
5
pengelolaan yang salah satunya adalah penanganan dari sudut
alamiah dan sumberdaya manusia yang menyebabkan
sedimentasi.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
menganalisis manajemen sumberdaya manusia di Segara
Anakan Cilacap
C. Kegunaan
Kegunaan dari analisis manajemen sumberdaya manusia
di Segara Anakan Cilacap ini adalah untuk lebih mengetahui
dinamika eksistensi sumberdaya manusia di Segara Anakan
Cilacap
BAB II. ANALISIS MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA
SEGARA ANAKAN CILACAP
[Studi Kasus Segara Anakan Cilacap]
Segara Anakan atau yang dikenal juga sebagai kampong
Laut, terdiri dari tiga desa yang terdiri dari delapan dusun, Desa
Ujung Gagak terdiri dari dusun Karang Anyar dan Cibeureum,
dan desa Panikel dengan dusun Muara Dua, Bugel dan Panikel,
serta Desa Ujung Alang terdiri dari dusun Motean, Klaces dan
Ujung Alang Baru.
6
Kondisi ekologi kawasan Segara Anakan secara umum
adalah merupakan suatu wilayah perairan yang dangkal yang
dihubungkan langsung dengan dua jalur pintu masuk keluar air
ke wilayah laut terbuka, jalur pertama di sisi selatan yang
merupakan kawasan pantai berpasir dan jalur ke dua adalah di
bagian barat pulau karang Nusakambangan. Kedua jalur
tersebut dikenal dengan alur Plawsangan Timur di sebelah Timur
dan Plawangan Barat di sebelaah selatan. Kedua Plawangan
tersebut merupakan tinpu keluar masuk air laut pada saat
pasang yang berasal dari Samudera Indonesia. Selain itu juga
tempat mengalir air tawar yang berasal dari daratan diatasnya.
Sehingga kawasan perairan Segara Anakan merupakan perairan
payau. Namun air tawar yang berasal dari daratan telah
menimbulkan masalah karena membawa material-material yang
tersuspensi yang menyebabkan pendangkalan pada kawasan
perairan Segara Anakan.
Air tawar yang membawa material pendangkalan berupa
sedimen masuk kawasan Segara Anakan melalui sungai
Citandui, Cibeureum dan sungai Kawunganten, serta sungai-
sungai yang merupakan percabangan dari sungai-sungai
tersebut. Kawasan Segara Anakan merupakan
kawasan/hamparan mangrove, yang terdiri dari lumpur berpasir
dan lumpur. Wilayah sepanjang pantai Cilacap merupakan
dataran rendah dan kawasan pertanian padi, dengan wilayah
pantai berpasir dan daerah hunian penduduk. Pada kawasan
pantai Cilacap terhampar secara terpisah-pisah seluas 18.500 ha
mangrove dan seluas 8.200 hanya menyatu dengan kawasan
pertanian padi [Saputra, S.W. 2003].
A. Kondisi Ekosistem Segara Anakan
7
Segara Anakan menerima endapan yang sangat besar
yang dibawa bersama air sungai tersebut. Setiap tahun sekitar
3.000.000 m3 endapan dari sungai-sungai tersebut diendapkan
di Segara Anakan (ECI,1995). Akibat dari pengendapan tersebut
luasan perairan Segara Anakan terus berkurang. Ekosistem
perairan Segara Anakan yang terdiri dari perairan payau dan
hutan bakau disertai endapan yang berasal dari sungai-sungai
tersebut merupakan perairan yang kaya akan nutrien, sehingga
Laguna Segara Anakan kaya akan sumberdaya perikanan seperti
ikan, udang, kepiting dan kekerangan. Nutrien dan larva dari
berbagai jenis organisme air yang terdapat di Segara Anakan
merupakan mata rantai pangan (food chain) bagi sumberdaya
perikanan yang ada di Samudera Hindia. [Saputra, S.W. 2003].
Tiap tahun sedimentasi rata-rata meningkat yang
menyebar di seluruh wilayah mangrove Segara Anakan, yang
menyebabkan penurunan luasan mangrove, dari 1400 ha
menjadi 550 ha di tahun 2000. (Guarin & White, 1988). Pada sisi
yang lainnya regulasi yang ada tidak mampu dalam mengelola
Segara Anakan sebagai kawasan lindung, sebagai akibat
lemahnya implementasi, dalam hal ini adalah pengawasannya,
dan menciptakan kondisi overfishing. Selain itu juga
penebangan bakau illegal menyebabkan degradasi hutan
mangrove, khususnya di wilayah seekitar kelurahan
Karanganyar. Kondisi yang mendukung penyempitan wilayah
segara anakan juga berkembang antara lain reklamasi untuk
tujuan pertanian yang berjalan terus. Sehingga kondisi
sekarang perairan Segara Anakan terpolusi secara serius akibat
limbah kimia aktifitas pertanian diatasnya.
B. Pemanfaatan Lahan Kawasan Segara Anakan Cilacap
8
Pemanfaatan lahan kawasan Segara Anakan Cilacap dari
tahun ketahun mengalami perubahan, salah satu penyebab
adalah konsisi perkembangan sosial ekonomi yang amengalami
peningkatan. Tabel 1 berikut adalah kondisi pemanfaatan lahan
di kawasan Segara Anakan pada tahun 1980.
TABLE 1. Land use in Kampung Laut villages, 1980
Ujung Alang Ujung Gagak PenikelTotalHa % Ha % Ha % Ha %
House compounds 130 4.6 76 3.1 55 2.7 2613.6
Fish ponds - - 0.25 0.01 - - 0.25 0.0Dry fields 30 1.1 - - - - 30 0.0State forest 675 24.1 476 19.0 505 24.6 1,65622.5Mangrove forest 1,96570.2 1,94877.9 1,49072.7 5,40373.5Total 2,800100.02,500100.02,050100.07,350
100.0
Pemanfaatan Lahan di kawasan Segara Anakan pada tahun
1980, hutan mangrove dan hutan semak menempati persentasi
terbesar yaitu sebanyak 76 persen, sedangkan wilayah
pemukiman dan pertambakan tidak sampai 4 %. Berdasarkan
kondisi tersebut menunjukan bahwa pada tahun 1980 kondisi
hutan mangrove Segara Anakan masih dalam kondisi hutan
yang cukup luas. Namun dewasa ini, khususnya pada tahun
2003 dinyatakan oleh Saputra [2003] bahwa kawasan mangrove
hanya tinggal 25 % dari seluruh kawasan Segara Anakan.
Tabel 2. Pemanfaatan Lahan Segara Anakan Tahun 2003
Luas [ha] %
9
Hutan dan Perkebunan 27.000 28,125Dataran tinggi 11.000 11,458Pemukiman dan Pekarangan 11.000 11,458Sawah 23.000 23,958Laguna dan mangrove 24.000 25,000Total 96.000 100Sumber : Atmawidjaja, 1995 dalam Saputra, 2003
C. Kondisi Perikanan Segara Anakan
Kawasan Cilacap adalah merupakan wilayah yang sangat
penting dengan sumberdaya perikanannnya dan sebanyak 8000
orang nelayan tergantung dengan Segara Anakan. Sumberdaya
perikanan telah dieksploitasi menggunakan metode tradisional
dengana jangka waktu yang sangat lama. Pada tahun 1971
mulai diaplikasikan teknologi modern, khususnya untuk
perikanan udang [trawling]. Jumlah unit penangkapan trawl
yang telah beroperasi sejak tahun 1976 dibatasi hanya 90 unit
armada untuk menghindari overfishing. Ditahun 1977 produksi
perikanan demersal sebanyak 18.300 metrik ton, namun pada
tahun 1979 produksi menurun menjadi 13.500 metrik ton.
Kondisi perikanan tangkap Cilacap dewasa ini diperkirakan
hanya mencapai 9.050 metrik ton, dengan 7150 ton merupakan
hasil tangkapan lepas pantai yang terdiri dari ikan dan udang.
Produksi perikanan mangrove Segara Anakan sendiri
menyumbang 400 metrik ton ikan, udang dan kepiting per
tahun.
Kawasan hutan mangrove Segara Anakan sendiri memiliki
nilai yang sasngat besar bagi masyarakat lokal, dalam hal
pemenuhan akan sumber bahan bakar, yaitu kayu bakar
[termasuk arang], bahan bangunan [kayu], bahan baku
10
perangkap ikan, rakit/para-para sebagai
penjemuran/pengeringan ikan dan udang
D. Karakteristik Sosial Ekonomi
Hasil sensus kependudukan tahun 1980 menunjukkan
bahwa, Segara Anakan, khususnya kampung laut berpenduduk
8.071 orang yang terdiri 3.871 pria dan 4.200 wanita, dalam
1.471 keluarga. Jumlah rata-rata penduduk tiap keluarga
sebanyak 5,5 orang, dimana kondisi tersebut berjumlah lebih
tinggi dibanding tahun 1975 di Sleman dan Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta, yaitu 4,4 di Kabupaten Sleman dan 4,5 di
Kebupaten Bantul.[Mantra, I.B. 1982]
Struktur umur populasi Kelurahan Kampung Laut adalah
muda, dimana lebih dari 40 % dari 1.940 responden [Hardoyo,
Rito, 1982] berusia dibawah 15 tahun, sedangkan 2 % nya
berusia 65 tahun atau lebih. Dengan struktur umur ini
merupakan indikator yang dapat digunakan untuk merngukur
rasio ketergantungan, antara lain rasio ketergantungan secara
ekonomi terhadap orang yang tidak produktif dalam suatu
populasi. Usia antara 15 sampai 65 tahun merupakan usia yang
produktif, dan usia anak-anak dibawah 15 tahun dan usia lanjut
diatas 65 tahun merupakan usia tidak produktif. Rasio usia
produktif di Kelurahan Kampung Laut sebanyak 83,2. Hal
tersebut berarti bahwa setiap 100 orang produktif menanggung
83,2 orang tidak produktif. Kondisi tersebut menunjukan lebih
tinggi dibanding sensus penduduk Indonesia secara keseluruhan
tahun 1980, yaitu 75. Karena rasio tidak produktif tinggi, kondisi
kehidupannya berada pada batas ketidaklayakan hidup. Jumlah
uang yang digunakan untuk makanan pengganti bersumber dari
ikan sangat rendah. Pendapatan yang rendah ini biasanya
11
digunakan untuk mengkonsumsi kebutuhan yang lain.
Penduduk sekitar kawasan mangrove sebagian besar tidak
memiliki modal investasi.
Tabel 1. Distribusi Usia dan Sex di Kampung Laut.[1940 responden,1980]
No
Usia [Tahun]
Pria Wanita Total %
1 0 – 4 141 150 29143,62 5 – 9 127 142 269
3 10 - 14 141 145 2864 15 – 19 107 122 229
55,6
5 20 – 24 70 84 1546 25 – 29 57 64 1217 30 - 34 59 66 1258 35 – 39 66 74 1409 40 – 44 50 60 11010 45 – 49 32 28 6011 50 – 54 22 22 4412 55 – 59 20 20 4013 60 – 64 13 23 36
1,814 65 – 69 12 13 2515 70 + 4 6 10
Total 963 977 1940 100
Sumber: Hardoyo 1982.
Rendahnya pendapatan nelayan di Kampung Laut
menunjukan minimnya materi kemakmuran. Secara umum
sebuah keluarga memiliki anggota keluarga yang kecil, dan
biasanya hanya memiliki meja daan kursi, peraslatan dapur dan
tempat tidur bambu beralas tikar.
Tingkat pendidikan formal di kawasan Segara Anakan
sangat rendah, sekitar 60 % penduduk pada tahun 1980 tidak
mengikuti pendidikan formal, pendidikan formal hanya diikuti
oleh beberapa orang di sekolah dasar, dan hanya sedikit yang
melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Biaya
pendidikan sangat tinggi akibat sekolah berjarak sangat jauh,
12
yaitu di Cilacap. Sehingga anak-anak tidak melanjutkan sekolah
dan selanjutnya hanya membantu orangtua.
Tabel 3. Tingkat Pendidikan di Kampung Laut, 1980.
UJUNG ALANG
UJUNG GAGAK
PENIKEL TOTAL
JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %TIDAH SEKOLAH
2558 63,9
1369 52,8
920 62,5
4847 60,1
TIDAK LULUS SD
1350 33,7
1146 44,2
510 34,6
3006 37,2
LULUS SD 70 1,7 55 2,1 29 2,0 154 1,9SMP 17 0,4 14 0,5 7 0,5 38 0,5SMA 10 0,2 9 0,3 7 0,5 26 0,3TOTAL 4005 100 2593 100 1473 100 8071 100Sumber : Kecamatan Cilacap. 1980
Kondisi tingkat pendidikan penduduk kawasan
Segara Anakan mengalami perubahan yang nyata setelah tujuh
belas tahun kemudian, yaitu pada tahun 1997 sudah tidak
diperoleh data untuk penduduk yang tidak sekolah dan tidak
lulus sekolah dasar, namun presentase penduduk yang hanya
luus sekolah dasar masih cukup tinggi yaitu 61,5 %.
Tabel 4. Tingkat Pendidikan di Kampung Laut,1997
UJUNG ALANG
UJUNG GAGAK
PENIKEL TOTAL
JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %TIDAH SEKOLAH
- - - - - - - -
TIDAK LULUS SD
- - - - - - - -
LULUS SD 452 73,2
256 61,7
296 65,6
1872 61,5
13
SMP 99 16,0
99 23,8
94 20,8
833 37,3
SMA 62 10,0
56 13,5
58 12,9
328 10,0
Akademi/Universitas
5 0,8 4 1,0 3 0,7 12 0,4
TOTAL 618 100 415 100 451 100 3045 100Sumber :Monografi Desa. 1997.
Profesi penduduk Segara Anakan [Kampung Laut]
sebagian besar adalah nelayan, yaitu sebanyak 88 %,
sedangkan pertanian merupakan pekerjaan yang hanya bagi
penduduk di Klaces dan Motean. Sebanyak 81 % nelayan
memiliki perahu sendiri, dengan panjang 5 – 8, dengan lebar
lerbih dari 1 m. Alat tangkap yang digunakan bervariasi, namun
sebagian besar nelayan menggunakan alat tangkap dalm
kelompok jenis perangkap. [Hardoyo,1982]
Tabel 5. Profesi Penduduk Kampung Laut, 1980.
UJUNG ALANG
UJUNG GAGAK
PENIKEL TOTAL
JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %Nelayan 1931 86,
31277 92,
3320 85,
63536 88,
3Petani 238 10,
6- - - - 238 5,9
Pedagang 3 1,3 25 1,8 24 6,4 79 2,0Jasa transportasi
19 0,80
37 2,7 14 3,7 70 1,7
Pendidik 8 0,4 9 0,7 5 1,3 22 0,5Lain-lain 12 0,5 35 2,6 11 2,9 58 1,4Total 2246 100 1383 100 374 100 4003 100Sumber : Kecamatan Cilacap. 1980
Pada tahun 1997, kondisi mata pencaharian
penduduk di kawasan Segara Anakan semakin bervariasi, namun
yang terjadi adalah bahwa jumlah penduduk yang berprofesi
14
sebagai nelayan mengalami penurunan yang sangat tajam, yaitu
hanya sebanyak 22,8 %.
Tabel 6. Profesi Penduduk Kampung Laut, 1997.
UJUNG ALANG
UJUNG GAGAK
PENIKEL TOTAL
JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %Nelayan 936 29,
3779 32 483 16,
72410 22,
8Buruh Tani 603 18.
9491 20,
2796 27,
52465 23,
4Petani 893 28,
0674 27,
8978 33,
73327 31,
5Buruh Lain 193 6,1 69 2,8 143 4,9 503 4,8Pendidik/PNS 20 0,7 24 1,0 21 0,7 82 0,8Lain-lain 545 17,
0391 16,
2477 16,
51767 16,
7Total 3190 100 2428 100 2898 100 1055
4100
Sumber :Monografi Desa. 1997.
Penduduk yang berprofesi sebagai nelayan melakukan
aktifitasnya tidak sepanjang hari, namun pada waktu-waktu
tertentu, dimana kondisi perairan memungkinkan untukl dapat
dioperasikan alat tangkap. Periode penangkapan terbesar
terjadi pada bulan Agustus dan Desember, yaitu pada saat
perbedaan pasang surut tinggi, dengan produksi harian 10 -15
kg per hari per unit penangkapan, dan dibandingkan periode
Januari – Juli hanya 2 – 5 kg. [Hardoyo, Su Rito 1982]. Sebagian
besar hasil tangkapan dijual dalam bentuk produk segar ke
pedngumpul terdekat, dan sedikit hasil tangkapan yang
dikeringkan sebagai ikan kering. Pengumpul juga berfungsi
sebagai pemberi pinjaman uang kepada nelayan untuk
perlengkapan kapal dan alat tangkapnya. Pengembalian
pinjaman berdasaarhan setoran hasil tangkapan atau menjual
kepada pembeli lainnya.
15
E. Dimensi Kependudukan
Kondisi dimensi social penduduk di Segara Anakan yang
meliputi kelurahan Ujung Gagak, Ujung Alang dan Panikel,
menunjukan bahwa di kelurahan Panikel dengan tingkat hunian
teretinggi dibandingkan dengan kedua kelurahan lainya, yaitu
sebanyak 28 %.
Table 7. Settlement Areas, Village Population and Population Density
No Village Settlement Area Population Population Density
(Ha) (No. of Persons/ha)
1 Ujung Alang 452.6 4,391 102 Ujung Gagak 184.2 3,673 203 Panikel 132.9 3,679 28
Total 769.7 11,743 15Source: Monografi Desa, 1997
F. Tingkat Pendapatan dan Penghidupan
Secara umum tingkat penbdapatan penduduk di kawasan
segara Anakan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,
pendapatan baru diperoleh melalui usaha pertanian,
penambangan mangrove dan buruh yang sangat terbatas. Rata-
rata tingkat pendapatan perkapita belum mencapai batas
minimum penghasilan yang layak, untuk penduduk di Ujung
Alang rata-rata sebanyak Rp 150.0000 per bulan, Desa Panikel
rata-rata berpenghasilan Rp 450.000 per bulan, Sedangkan di
desa Panikelgian besar profesi penduduk sebagai petani dan
buruh tani dengan tingkat pendapatan yang tidak menentu.
16
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian terdsahulu dapat disimpulkan bahwa,
sumberdaya manusia di kawasan Segara Anakan dari tahun
1980 hingga tahun 1997 mengalami perubahan dan
peningkatan jumlah penduduk, yang menyebabkan tingkat
kepadatan penduduk per luasan wilayah semakin tinggi.
17
Demikian juga hal nya tingkat pendidikan, mengalami
peningkatan, bahkan pada tahun 1997 tidak diperoleh penduduk
yang tidak bersekolah. Namun untuk profesi nelayan
mengalami perubahan yang drastis, pada tahun 1980 sebanyak
88,3 %, pada tahun 1997 hanya sebanyak 22,8 %.
B. SARAN
Perlu penelitian mendalam penyebab penurunan jumlah
penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, sebagai acuan
pengelolaan kawasan Segara Anakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Yacub, Agustinus; Hasanudin, Asriani; Suhartanto, Ery; Tabrany, Herman; Prianggono, Jarot; Christanto, Joko; Tanari, Mobius; Anwar, Saihul; Marwah, Siti. 2001. The Environmental Management of The Segara Anakan Lagoon and Its Sorroundings, Cilacap, Central Java. Indonesia.
18
Paper. Science Philosophy (PPs 702). Graduate Program Institut Pertanian Bogor.
Hardoyo. Su Rito. 1982. "The Kampung Laut of the Segara Anakan: A study of socio-economic problems." In E. C. F. Bird, A. Soegiarto, and K. A. Soegiarto, eds., Workshop on coastal resources management in the Cilacap region, pp. 172-182. Indonesian Institute of Sciences and the United Nations University, Jakarta
Mantra, Ida Bagus.1982. "Population and rural settlement in the Segara Anakan region." In E. C. F. Bird, A. Soegiarto, and K. A. Soegiarto, eds., Workshop on coastal resources management in the Cilacap region, pp. 86-92. Indonesian Institute of Sciences and the United Nations University, Jakarta.
Saputra, S.W. 2003. Paper. Science Philosophy (PPs 702). Graduate Program Institut Pertanian Bogor.
Schwerdtner, Kathleen Máñez Costaa, , Costab, Maria Máñez and Lukasa, Martin Christian. 2009. Volcanic eruptions and the forgotten pearls. Ocean & Coastal Management, Volume 52, Issues 3-4, March-April 2009, Pages 229-232
19