25
1 Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional (Tinjauan Teoritis)". Global & Strategis, Th I, No. 2, Juli-Desember 2007, 83-107. Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional (Tinjauan Teoritis) Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Aggraini Dewi Sinorita Sitepu, Departemen Ilmu Hubungan Internasional dan Peneliti di Center for International Relations Studies (CIReS), FISIP-UI, sedang melanjutkan studi Kajian Kawasan Asia Tenggara, di Universitas Kyoto -Jepang. Silvia Dian Anggraini, Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI dan asisten peneliti di Center for International Relations Studies (CIReS) FISIP UI. Multinational corporations (MNCs) are key agents transforming the international and political economy landscape. They are highly visible organization with great power and mobility, they inspire both awe and fear. This article tries to explain the conceptual framework of multinational corporations by analyzing their relationship with stale, local enterprises, and non -governmental organizations and how their impact in global political economic constellation. Thus, Leon Gr unberg said that if one believes that economic growth overrides all other considerations, then one is likely to see MNCs as sources of progress in the world. However, if one believes that the pursuit of balanced development is preferable, then MNCs may represent forces exacerbating inequality and exploitation. Keywords: MNCs, state's role, global political economy. Pendahulu an Jika menelaah konsep korporasi, maka asumsi ai,yal yang terbentuk di pikiran kita cenderung berdirnensi ekonomi (pasar) daripada po litik. Ini dikarenakan, aktivitas bisnis yang dijalankan pelaku ekonomi termasuk korporasi selalu bertujuan mengejar keuntungan (profit) dan

Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

  • Upload
    vudat

  • View
    220

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

1

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam KonstelasiInternasional (Tinjauan Teoritis)". Global & Strategis, Th I, No. 2, Juli -Desember 2007, 83 -107.

Fenomena Korporasidalam Konstelasi Internasional

(Tinjauan Teoritis)

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Aggraini

Dewi Sinorita Sitepu, Departemen Ilmu Hubungan Internasional dan Peneliti di Center forInternational Relations Studies (CIReS), FISIP-UI, sedang melanjutkan studi Kajian KawasanAsia Tenggara, di Universitas Kyoto -Jepang.

Silvia Dian Anggraini, Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI dan asistenpeneliti di Center for International Relations Studies (CIReS) FISIP UI.

Multinational corporations (MNCs) are key agentstransforming the international and political economylandscape. They are highly visible organization with greatpower and mobility, they inspire both awe and fear. Thisarticle tries to explain the conceptual framework ofmultinational corporations by analyzing their relationshipwith stale, local enterprises, and non -governmentalorganizations and how their impact in global politicaleconomic constellation. Thus, Leon Gr unberg said that ifone believes that economic growth overrides all otherconsiderations, then one is likely to see MNCs as sources ofprogress in the world. However, if one believes that thepursuit of balanced development is preferable, then MNCsmay rep resent forces exacerbating inequali ty andexploitation.Keywords: MNCs, state's role, global political economy.

Pendahulu an

Jika menelaah konsep korporasi, maka asumsi ai,yal yang terbentuk dipikiran kita cenderung berdirnensi ekonomi (pasar) daripada po litik.Ini dikarenakan, aktivitas bisnis yang dijalankan pelaku ekonomitermasuk korporasi selalu bertujuan mengejar keuntungan (profit) dan

Page 2: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

2

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fcnomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tinjauan Teoritisr, Global er Strategis, Th 1, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

menghasilkan sebanyak mungkin uang. Sebagaimana dinyatakanJoseph E. Stiglitz (2006): "Business pursues profits, and that meansmaking money is their first priority." (Stiglitz, 2006: 188).Stiglitz rnenambahkan, untuk memaksimalkan keuntungan yangdiperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biayaproduksi; atau jika perlu `me manipulasi' aturan main yang berlakuseperti menghindar dari pajak, menggelapkan jaminan kesehatanburuh, termasuk membatasi anggaran yang seharusnya digunakanuntuk rehabilitasi lingkungan akibat limbah dari pola produksimereka.Walau demikian, praksisny a, korporasi tidak hanya bermuatandimensi ekonomi, tapi juga memiliki kekuatan pengaruh dan posisitawar secara politik. Korporasi dalam aktivitas bisnisnya terkadangjuga bersinggungan dengan persoalan lingkungan hidup dan turutberperan dalam menciptakan budaya global atau penyeragaman selera(homogenizing of taste) (Bernauer, www.cis.ethz.ch/education/Bernauer_polecon.pdf. Bahkan, korporasi menjadi `simbol' anomaliproses globalisasi akibat praktik bisnis yang dijalankannya. Ini dapatdiperhatikan dari contoh kasus, misalnya, penyuapan yang dilakukanMosanto terhadap pcjabat Indonesia agar mengubah ketentuanpemerintah soal dampak lingkungan dari varietas transgenic (Gatra, 2Februari 2005).* Ataupun, kasus aksi protes masyarakat urban diChocabamba Bolivia akibat semakin tak terjangkaunya air karenabergesernya konsep air dari barang publik menjadi barang ekonomisetelah diakuisisi Betchel Corporation —perusahaan air minum dari AS(Stiglitz, 2006, lihat pula http://www.democracyctr.org/bechtel/bechtel_corp.html, 29 Desember 2006).Sebelum masuk analisis kritis tentang jejaring bisnis korporasi,keterlibatan dalam percaturan politik dan critical assessment dariaktivitas bisnis yang dilakukan; akan diuraikan lebih dahulubagaimana studi hubungan internasional mencermati kehadirankorporasi dalam dinamika ekonomi politik internasional. Dalambagian ini, akan disinggung pula bagaimana jaringan bisnis korporasimengubah kesadaran kita tentang arti batas negara, kedaulatan, dankapasitas negara untuk mengendalikan modal.

Mosanto adalah korporasi yang bermarkas (home country) di .Amerika Serikat, Mosanto,perusahaan pestisida yang ditahun 2001 mengajukan izin untuk mengembangkan kapastransgenik di Sulawesi Selatan. Departemen Pertanian memberi izin untuk penanaman kapastransgenik di lahan seluas 10 ribu hektare (ha) selama satu tahun. Akan tetapi, Mosanto hanyamerealisasikan di lahan seluas 4.000 ha. Departemen Kehaldman dan Badan Pengawas PasarModal Amerika Serikat mengenakan denda pada perusahaan ini sebesar 1,5 juta dollar AS ataspraktik suap terhadap pejabat yang dilakukan cabang perusahaannya di In donesia.

Page 3: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

3

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi I nternasional(Tinjauan Teoritis)", Global & Strategis, Th I, No 2, Juli-Desernber 2007, 83-107.

Negara dan Korporasi

Jika kita menelaah faktor -faktor yang mendorong percepatanglobalisasi dan dampaknya terhadap negara, dapat dicermati bahwasalah satu tekanan atas posisi negara dalam dinamika globalisasi saatini yakni lebih sul it bagi negara untuk mengontrol modaldibandingkan buruh di tingkat domestiknya. ini dikarenakan, modalhanya mengenal konsep 'profit' dan cenderung tidak peduli dengansemangat kesetiaan nasional (Papps, 2002, lihat pula Ohmae, 1995).Korporasi tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan neg araseketika is memindahkan investasi ke tempat lain seperti terciptanyapengangguran, hilangnya pendapatan negara dari sektor pajak,ataupun beragam dampak luas lainnya (multiplier effects).Ini disebabkan, korporasi -dengan kekuatan modal yang dimiliki -dalam hertindak selalu didasari pilihan rasional (rational choice)dengan memperhitungkan opportunity cost dari setiap keputusanbisnis yang dilakukan (Palan, 2000). Artinya, keputusan bisniskorporasi tidak pernah berbasis pada pertimbangan moralitas apalagidiwarnai semangat berderma (charity). Keputusan bisnis yangdilakukan selalu dilandasi kalkulasi untung (benefit) dan rugi (cost)atas berbagai pilihan yang ada. Berbasis pada nilai -nilai seperti ini,maka ketika suatu negara (wilayah) dirasa tidak lagi kompetitif,korporasi tidak segan untuk mengalihkan investasi ke tempat lain yanglebih menguntungkan dan sekaligus dapat menurunkan biaya produksi(cost production).Sebagaimana dinyatakan Richard Langhorne, sign ifikansi dariglobalisasi kapitalisme saat ini ditandai dengan semakin mendalam,intensif, dan menyatunya (interconnected) transaksi lintas batas(cross-border transactions) antarnegara dimana sumber daya(resources), kapabilitas, barang, dan jasa merniliki mobilitas yangtinggi dibandingkan sebelumnya (Langhorne, 24306: 105-111).Korporasi dalam hal ini tentunya memainkan peranan besar dalammendorong percepatan perpindahan (volatility) cross border marketsalas modal, finansial, produk, dan jasa.Mencermati realitas ini, ,Joshua S. Goldstein menambahkan, meskipunnegara tetap merupakan aktor utama penentu kebijakan dankerjasama ekonomi, akan tetapi dahlia praktiknya seluruh transaksiekonomi dijalankan akto r swasta (individu pelaku pasar); dan dariseluruh aktor swasta ini korporasi (multinational corporations)

Page 4: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

4

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tinjauan Teoritis)", Global & Strategis, Th 1, No 2, Juli-Desernber 200'7, 83- to7.

merupakan pernain pasar terpenting (Goldstein, 2007: 361 -362). Jikakita perhatikan aktivitas perdagangan dunia saat ini, 70% dikendalikankorporasi dan 200 korporasi top dunia mengendalikan 1/4 aktivitasekonomi global dengan pendapatan pertahun dapat mencapai 28%dari PDB dunia (http://www.nirjdeva.com/book/ri.htm) . Bahkan,pendapatan pertahun korporasi dapa t melampaui pendapatan negara.Sebagai contoh, tahun 2005, total keuntungan penjualan retail dariWal-Mart's mencapai $ 285,2 miliar dollar AS, jauh melampauikombinasi PDB seluruh negara di kawasan Sub -Sahara Afrika (Stiglitz,2006: 188).

Jika kita merunut 100 aktor ekonomi terbesar dunia, 48 merupakannegara, sedangkan sisanya dikendalikan korporasi dengan totalkeuntungan penjualan bisa mencapai S51 -247 miliar dollar AS pertahunnya (http://www.stwr.net/content/view/1164/) . Menariknya, ditahun 2002, 70% ekonomi dunia dikendalikan 500 korporasi besar,dan kombinasi penjualan 200 korporasi ini mencapai 28% totalpendapatan dunia. Namun, ironisnya 200 top korporasi dunia inihanya mempekerjakan 0,82% dari total angkatan kerja global.Shana J. Sadowski (2005) juga menjabarkan bagaimana pertumbuhandan dominasi power korporasi dalam ekonomi internasional dapatdikatakan meningkat secara signifikan. Sebagai contoh, tahun 2003,lebih dari 65.000 korporasi melakukan bisnis dan kontrol atas aset dibcherapa negara sekaligus. Begitu pula jumlah ekspor yang dilakukankorporasi meningkat berarti dari 25% di tahun 1980 -an menjadi 1/3ekspor global di ahun 1990 -an. Selain itu, korporasi juga turutmemainkan peran yang signifikan di hidang produksi, distribusi, danpenjualan produk di negara maju dan berkembang. Bahkan, angkapenjualan 100 top korporasi dunia meningkat dari $ 3,2 triliun ditahun 1990 menjadi $ 4,8 triliun tahun 2000 (litt p://vava,v.pon.org/downloads/ien14_2sadowski.pdf).Dari uraian ini, terlihat bahwa negara tidak lagi dapat dilihat sebagaiaktor tunggal dalam arena ekonomi politik internasional. Faktanya,korporasi juga turut memainkan pe ran signifikan dalam mengukuhkanarti penting pasar dalam transaksi ekonomi politik global.Walau demikian, realitas ini tidak berarti menegasikan peran pentingnegara dalam transaksi ekonomi politik global. Artinya, ada ranah dimans negara dan pasar memiliki kepentingan yang salingbersinggungan (intersection) dan saling membutuhkan. Argumentasiini berangkat dari tiga dasar pemikiran.

Page 5: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

5

Dewi Sinorita Sitepii & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korp orasi dalam Konstelasi internasional(Tinjauan Teoritis)", Global & Strategis, Th 1, No 2, Juli-Desember 2007, S3-107.

Pertama, meskipun negara bukan lagi pelaku Lunggal dalam kegiatanekonomi global, namun negara tetap memainkan peran penting dalammembuat perjanjian dan keputusan (deal) bisnis di level internasional.Sebagai contoh, perluasan kerjasama perdagangan bebas bilateral(BFTA) maupun multilateral di bawah WTO tetap diputuskan ditingkat negara meskipun sesungguhnya kesepakatan ini lebihmerepresentasikan kepentingan korporasi dibandingan real economyneeds di tingkat masyarakat (the people) (Chandra, 2005, lihat jugaPrambudi dan Chandra, 2006). Selain itu, menarik dicermatidiaturnya ketentuan Flak Milik Intelektual (Intellectual PropertyRights) dalam perjanjian perdagangan bebas. Aturan terkait hak milikini jelas menunjukkan kuatnya lobi kelompok bisnis dalam perjanjianperdagangan yang disepakati oleh aktor negara, Karena faktanya,HAM lebih merepresentasikan kepentingan korporasi besar dalam halperlindungan inovasi teknologi yang dilakukan maupun perolehan labamengingat besarnya investasi dana yang dialokasikan bagi R & D(research and development) untuk menciptakan temuan-temuan barutersebut.Kedua, dalam realitasnya, korporasi tetap mernerlukan peran negaradalam memfasilitasi dan mempermudah bertransaksi. Ini dapatdicermati dari lobi -lobi bisnis yang dilakukan korporasi terhadapbirokrat (decision maker), balk di tingkat domes tik ataupun foruminternasional untuk dihasilkannya aturan main yang semakin kondusifbagi akses pasar. Korporasi juga membutuhkan negara untukmemfasilitasi tersedianya sarana suprastruktur dan infrastruktur yangmemadai, seperti regulasi yang jelas -berkaitan dengan aturan mainsoal investasi, perijinan usaha, perpajakan, lingkungan hidup, danperburuhan- dan terutama terciptanya situasi ekonomi politik yangstabil untuk berinvestasi. Semua elemen ini sangat dibululikankorporasi dalam bertransaksi dan te ntunya peran sentral aktor negaratak terelakkan.Ketiga, korporasi juga membutuhkan proteksi negara untukmembatasi kompetisi dengan penyalur asing (foreign suppliers).Biasanya, kelompok bisnis ini berusaha mempengaruhi birokrat untukdihasilkannya kebijakan yang dapat membatasi masuknya kompetitorasing ke dalam sektor bisnis domestic, misalnya entry barriers. Efeknegatif dari kebijakan seperti ini menciptakan tumbuhnya kelompokpemburu rente (rent seeking activities) yang mencari keuntunganekonomi tanpa melakukan aktivitas bisnis hanya karena kedekatannyadengan orang dalam (insider man).

Page 6: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

6

Devi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fertomena Korporasi dalam Konstelasi Intemasional(Tinjauan Teoritis)", Global & Strategis, Th I, No 2,.fuli-Desember 2007, 83-107.

Korporasi, State Sovereignty dan PolitikNamun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa selain mendatangkankeuntungan bagi negara, korporasi juga menghadirkan tantangansendiri bagi eksistensi negara, mencermati kekuatan modal dan peranekonomi politik yang dimainkannya. Seperti diuraikan sebelumnya,korporasi turut berperan menggeser pemahaman kita mengenaikonsep kedaulatan negara (sovereignty), baik dalam kapasitas untukmengontrol modal (in-out flow capital) ataupun otonorni dalammenentukan kebijakan ekonomi domestik. Dalam uraian ini, akandijelaskan beberapa tantangan yang dihadapi negara dengankehadiran korporasi.Pertama, semakin terbatasnya otonomi negara untuk mengontrolinvestasi dalam batas wilayahnya (borderless state). Dalam hal ini,negara tidak punya kapasitas untuk memberlakukan sanksi hukummencegah investor asing melarikan investasinya ke negara lain.Apalagi, jika negara tersebut menerapkan sistem devisa bebas. Faktayang ada menunjukkan, korporasi tidak segan -segan untukmemindahkan investasinya seketika host country dirasa tidak lagimenguntungkan. Sebagai contoh, menarik dicermati ketika Indonesiamencanangkan 2003 sebagai tahun invcstasi, namun ironisnya dalamrentan waktu itu pula investasi asing di Indonesia terus merosot.Laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan jclasmenggambarkan buruknya perkembangan investasi negara. Tahun1997 misalnya, PMA mencapai $33,816 miliar dolar AS dengan 783unit proyek namun di tahun 2002 tinggal $9,744 miliar dolar AS(Kompas, 6 Maret 2003). Kasus yang sama juga menimpa industrisepatu dan elektronik, seperti PT Primarindo Asia Infrastructure(Reebok), PT Doson Indonesia (Nike), dan Sony Electronic. Ketiganyamenutup pabrik di Indonesia dan hengkang ke Vietnam dengan alasanbiaya infrastruktur yang semakin mahal, maraknya aksi rnogok kerjaburuh dan tuntutan kenaikan upah, buruknya sistem hukum,ditambah pula persoalan instabilitas sosial dan politik domestic(Kornpas, 6 Maret 2003).—

Kedua, meskipun negara diuntungkan dengan masuknya korporasikarena mendorong terjadinya transfer kekayaan (inflow of productive

** Di tahun 2003, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti rnengakui kelesuan iklimberusaha di Indonesia yang diciptakan pemerintah. DelisaInya, prosedur yang sangat panjangdalam pengurusan izin usaha dan kepabeanan. Pembertakuan pajak yang tinggi, ketenagakerjaan,serta kondisi sarana dan prasarana yang tidak memadai, sehingga mengakibatkan arus mobilisasibarang dan jasa dari kawasan sentra produksi ke konsumen/pasar tersendat

Page 7: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

7

Dewi Sinorita Sitepu Silvia Dian Anggraini, 7enorriena Korporasi dalam Konstelasi Interna.sional(Tinjauan Teoritis)°, Global & Strategis, Th 1, No 2, JIM Desember 2007, 83-107.

wealth), transfer teknologi, dan tata kelola perusahaan (sophisticatedmanagement); akan tetapi bagi negara, korporasi juga merupakanancaman atas peran adminstratif yang selama ini dirnainkannya(administrative and regulatory capability) (Goldstein, http://socialistregister.com/socialistregister.com/files/SR_1974 Goldstein.pdf). Walter Goldstein menjelaskan, fenomena ini tidak hanya terjadi dinegara herkembang tapi juga negara maju. Ia mencontohkanbagaimana industri otomotif dan komputer Inggris saat ini didominasiafiliasi korporasi raksasa milik AS. Demikian pula dengan Kanada yang63% industri domestik dan aset di sektor mi neral telah dikuasai modalasing. Implikasi langsung yang dirasakan negara adalah ketikaperusahaan raksasa ini mengubah kebijakan soal buruh, produksiataupun investasinya di host country secara langsung turutmemengaruhi fokus negara atas persoalan pengangguran, pendapatannegara dari sektor ekspor ataupun pajak.Ketiga, lemahnya posisi tawar negara terhadap korporasi karenakebutuhan akan investasi. Menarik dicermati, meskipun negara -kelompok politik lokal anti pasar- bersuara keras mengkritik dampaknegatif dari praktik bisnis korporasi, faktanya negara juga berlombamenarik korporasi untuk herinvestasi dengan menawarkan berbagaiinsentif dan kemudahan (Hoekman dan Keane, 1996). Ini dikarenakanmasuknya korporasi bersama modal yang dibawa Re host countryselain menambah pendapatan negara dari sektor pajak juga dapatmenyerap tenaga kerja lokal, menciptakan lapangan usaha baru bagipenduduk lokal (trade creation), dan berkembangnya saranainfrastruktur di sekitar wilayah beroperasinya korporasi —contohnyasarana penerangan, air bersih ataupun jalan.Keempat, tak terhindarkannya keterlibatan korporasi dalam dinamikapercaturan politik domestik sehagai upaya melindungi modal yangditanamkan di host country. Contoh dari argumentasi ini cliuraikanDaniel S. Papps (2002) tentang bisnis AS di Chili. ITT -korporasi jasatelekomunikasi AS- dengan bantuan Badan Intelijen AS diindikasikanturut terlibat dalam proses pemilihan presiden di Chili tahun 1973. Initerlihat dari adanya upaya AS untuk mencegah terpilihnya SalvadorAllende -kandindat yang didukung mayoritas rakyat Chili - karenaagenda ckonominya berorientasi nasionalis dan tak sejalan dengankepentingan investasi ITT. Agenda kebijakan seperti ini tentu saja takmenyenangkan AS yang telah menanamkan investasinya di sektor jasatelekomunikasi lokal. Dengan lobi-lobi politik di tingkat elit politik AS,ITT berhasil `menggagalkan' terpilihnya Allende dan mendukungAugusto Pinochet Ugarte yang propasar menjadi presiden Chili meskidengan gaya pemerintahan militeristik.

Page 8: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

8

Dewi Sirtorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi daram Konstetasi Internasional(Tinjauan Teoritis)", Global & Strateyis, Th 1, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

Kelima, dari uraian di atas, terlihat bahwa korporasi dapat bekerjadengan sistem politik (pemerintahan) apapun selama sistem tersebutmendukung bekerjanya pasar. Menarik dicermati, korporasi tidakpeduli apakah suatu negara menganut sistem politik demokrasi ataumiliteristik otoritarian sekalipun. Korporasi dapat berkompromidengan bentuk pemerintahan apapun selama sistem itu kondusifdengan kepentingan bisnisnya. Ini dengan jelas tergambarkan dalamkasus investasi AS di Chili tahun 1973. Patut dicatat bahwa korporasitidak mengusung nilai-nilai moralitas dalam agenda bisnisnya. Sepertidinyatakan Stiglitz, bagi korporasi tidak ada yang salah secaramoralitas jika harus menyuap pejabat birokrat untuk melancarkankepentingan bisnisnya. Tindakan seperti ini jauh lebih efisien daripadamengikuti jalur prosedur resmi yang berbelit -belit, menguras ongkostinggi dan belum tentu mencapai sasaran yang ditargetkan karena bagikorporasi kepentingan bisnis merupakan moralitas itu sendiri.Keenam, salah satu kendala negara mengontrol perolehan labakorporasi yakni transfer pricing strategies (Goldstein, http://www.ctj.org/hid_ent/part-2/part2-4.htm). Strategi ini biasanya dimainkankorporasi menghindari dikenakannya pajak tinggi oleh negara.Faktanya, strategi ini cukup menyulitkan negara mengontrol besaranpajak yang seharusnya dikenakan pada korporasi. Apa yang dimaksuddengan transfer pricing strategy yakni, untuk menghindari pajak,korporasi melakukan mark-up hiaya produksi (expense) dan menekanperolehan laba (income) dengan cars mengimpor komponen produksidari cabang perusahaannya yang ada di negara lain. Senyatanya imporini tidak dibutuhkan karena dapat diproduksi sendiri dan trik inisengaja dikembangkan sebagai strategi menurunkan nilai transaksiperolehan laba. Strategi seperti ini sangat merugikan negara di sektorpajak. Namun demikian, dalam realitasnya banyak ruang yang tetapmemungkinkan korporasi bermanuver untuk melakukan mark-uppengeluaran dan menghindar dari pajak. Sebagai contoh, tahun 1987,dalam laporan tahunan IBM kepada stockholders disebutkan, 1/3perolehan profit korporasi ini berasal dari aktivitas bisnisnya di AS.Namun, dalam laporan pajak ke p emerintah federal , IBMmenyebutkan bahwa seluruh perolehan keuntungan IBM terkurasuntuk mengembangkan R&D dan keuntungan pemasaran produknyadi AS hanya tersisa sekitar $25 miliar dolar AS. Dengan argumentasiseperti ini, di tahun 1987, IBM lobs dari federal income tax samasekali (http://www.c.org/hid ent/part-2/part2-4.htm).Selain dilema soal pajak, korporasi juga semakin mengukuhkantipisnya sentiment nasionalis konsumen atas produk. Untuk mengejarprofit, nilai-nilai yang diusung korporasi yakni bagaimana

Page 9: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

9

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tinjauan Tcoritisr, Global 8 r Strafegis, Th I, No 2, Juli-Desember 2007, 83-1O7.

menawarkan produk dengan kualitas baik, harga bersaing, ungguldalam inovasi, atau justru menciptakan kebutuhan Baru denganbermain di ranah fantasy dan expectacy konsumen. Strategi ini sangatdipahami Nokia melalui inovasi produk selular yang ditawarkandengan mengusung jargon 'connecting people' yang menciptakankesan seakan Nokia merupakan solusi atas kegagapan komunikasisosial individu.

Begitu juga dengan persoalan asal produk (rule of origin). JohnSpanier (1993) menjelaskan, meningkatnya interdependensi danpenekanan asas efisiensi dalam proses produksi korporasi turutmengaburkan rule of origin dari suatu produk. Sebagai misal,meskipun Jaguar dikenal sebagai mobil mewah buatan Inggris, a kantetapi komponen dari kendaraan ini tidak sepenuhnya berasal darinegara ini. Beberapa komponen mobil mewah ini seperti mesin, body,rangka mobil, ban, ataupun onderdil lainnya bisa saja assembly darinegara lain seperti Cina ataupun Jerman.Mencermati peran korporasi dalam arena ekonomi global saat ini,tidak tnemadai lagi jika analisis terhadap konstelasi ekonomi politikinternasional hanya ditekankan pada pendekatan state-centric semata.Ini terbukti, ada ranah seperti pasar (market) dan modal yang tidakbisa sepenuhnya diserahkan pada negara karena keterbatasankapabilitas bisnisnya. Namun, perlu disadari dengan semakinterbukanya porsi korporasi untuk bermain dalam aktivitas pasar jugaberimbas terhadap konsepsi (mind-set) yang telah terbentuk mengenaiotonomi negara dan peran negara di level sistemik (internasional).Walau demikian, patut disadari bahwa tidak semua persoalan negaradapat diserahkan sepenuhnya pada peran pasar (private sector). Adaranah di mana peran sentral negara tetap sangat diperlukan publik.Negara sangat dibutuhkan untuk mewujudkan keadilan distribusibarang publik, keadilan berkonsumsi, menekan kemiskinan,melindungi hak rakyat untuk hidup layak termasuk semangat sosiallain yang mengikutinya dimana korporasi tidak berkepentingan didalamnya.Untuk itu, menarik diulas, apa yang menjadi kepentingan korporasidalam berinvestasi dan persinggungan beragam persoalan yangdihadapi, seperti masalah lingkungan hidup, juga budaya d alampraktik hisnis yang dijalankan.

Page 10: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

10

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, 'lienomena Korporasi claim Konstelasi InternasionalCTinjauan Teoritisr, Global & Strategis, Th I, No 2, Juli-Desernber 2007, 83-107.

Korporasi dan Penanaman Modal AsingKorporasi -multinational atau transnational corporations -didefinisikan sebagai perusahaan yang memiliki base (home country)di negara maju -seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Kanadadan Australia- dan melakukan ekspansi bisnis di negara lain (hostcountry) (Spanier, '993). Korporasi juga dapat didefinisikan sebagaikelompok usaha yang memiliki dan melakukan kontrol ata s fasilitasproduk/jasa di host country atau di luar negara asalnya (homecountry) (National Trade Data Bank, 1994). Host country tidak hanyaterbatas pada negara berkembang saja, tapi juga antarnegara majusendiri. Sebagai contoh, Bridgestone Americas Hol ding Inc (tirescompany) milik AS menanamkan modalnya di Inggris denganmengakuisisi Firestone, salah satu big tires company milik negaraInvestasi korporasi di suatu negara -secara garis besar - dapatdilakukan dalam dua cara. Pertama, sharing kepemilikan sahamsebesar ro%-25% untuk eksplorasi sumber daya yang ada di hostcountry. Contoh penjelasan ini terlihat jelas dalam keterlibatankorporasi asing yang bekerja di bawah kontrol Pertamina dantergabung dalam Kontraktor Production Sharing (KPS). Seluruhkorporasi ini hanya mendapat porsi ro% sharing eksplorasi sumberminyak dan gas bumi lokal. Selain itu, aktivitas bisnis korporasi inihanya dibatasi pada pengeboran/eksplorasi sedangkan seluruliaktivitas di luar itu seperti pengolahan, penjualan dan dist ribusisepenuhnya dikontrol Pertamina. Kedua, cara lain yang dipilihkorporasi dalam berinvestasi yakni melalui investasi langsung (PMA)atau akuisisi (pengambilalihan) kepemilikan saham sebesar 70%0 -r00%. Investasi seperti ini biasanya ditandai dengan be berapakarakteristik: (1) penanaman modal ditandai dengandioperasionalisasikannya sarana fisik (infrastruktur) seperti pabrikatau kantor di host country, (2) dilakukannya rekruitmen alas tenagakerja local, (3) terjadinya transfer management perusahaan, (4)dilakukannya proses produksi dengan menggunakan kandungan lokal(local contain). Dari uraian ini terlihat bahwa aktivitas bisnis korporasitidak dapat dipisahkan dari Penanaman Modal Asing (PMA).Maraknya PMA juga berkorelasi dengan cakupan ekspansi bisniskorporasi di luar home country-nya. Bagi korporasi, negaraberkembang merupakan tujuan pasar sekaligus penyedia sumber daya -natural resources, buruh, dan lainnya- yang dibutuhkan dalamberproduksi. Mengacu laporan International Finance Corporation, daritahun 1990-2000, arus masuk PMA kc negara berkembang rneningkat

Page 11: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

11

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, 'Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tinjauan Teuritis)", Global 1- Strategis, Th I, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

23% per tahun dengan nilai transaksi di pasar modal mencapai $ 5triliun dollar AS di tahun 2006.

Beberapa pertimbangan strategis mengapa korporasi melakukanekspansi PMA (foreign direct investment) ke negara lain. Pertama,menghindari kebijakan proteksi barang impor dari pemerintab hostcountry, baik yang bersifat tarif maupun non tarif. Kedua, antisipasiatas fluktuasi nilai tukar mata uang yang tidak pasti yang berpengaruhterhadap harga jual suatu produk. Ketiga, following the customers.Korporasi membuka cabangnya di host country dikarenakansignifikannya jurnlah konsumen di suatu kawasan (negara); dan PMAmerupakan langkah efektif `mengejar' konsumen. Keempat,tersedianya sumber daya alam dan buruh yang relatif murah bagiproses produksi. Kelima, ketatnya ketentuan dan aturan mainlingkungan hidup di home country menjadi alasan tersendiri bagikorporasi untuk mengalihkan investasinya ke host country. Kebijakanlingkungan hidup yang ketat di negara maju (home country)dipandang justru menambah beban belanja (cost production) darikorporasi.Susan E. Feinberg dan Michael P. Keane menyatakan bahwa, antaratahun 1982-1994, setengah dari perdagangan dunia (global trade)melibatkan korporasi (Feinberg dan Keane, 2002). Perdagangan inimemiliki dua karakteristik. Pertama, arms length trade, yakniperdagangan yang dilakukan dalam bentuk pengiriman barangantardivisi korporasi ataupun terhadap pembeli dan penyalur(suppliers) di negara lain. Kedua, intro firm trade. Perdagangan iniditandai dengan pengiriman barang antara korporasi di home countrydengan afiliasinya di negara lain. Dalam realisasinya, bisnis intra firmtrade berkembang jauh lebih cepat dibandingkan arms length trade.Tahun 1982-1994, misalnya, perdagangan intro firm trade meningkathingga 4o% dari seluruh total transaksi perdagangan korporasi yangbermarkas (home country) di AS.Contoh model perdagangan intro firm ini dapat diamati dari aktivitasbisnis perusahaan minuman ringan Coca -Cola di Indonesia. Sebagaicontoh, perusahaan Coca -Cola mengimpor concentrate (chic foodsubstance) bahan dasar membuat minuman ringan (soft drink) jugabotol kemasan produk dari subdiaries di negara lain untuk prosesproduksi dan pemasaran di Indonesia karena pertimbangan costproduksi yang lebih murah dibandingkan hams diproduksi kembali diIndonesia.

Page 12: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

12

Dewi Sinorita Sitepu Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tinjauan Teoritisr, Global & Strategis, Th 1, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107,

Memperhatikan jangkauan jaringan bisnisnya, adalah tepat jikakorporasi diposisikan sebagai agen globalisasi. Samuel J. Pamilsano(2006) menjelaskan, pergeseran pola mobilitas bisnis korporasi tidakhanya berdampak pada negara tapi juga masyarakat (society).Pergeseran ini, misalnya, dapat diamati dalam pola bisnis korporasi diChina dan India. Diestimasikan, antara tahun 2000 -2003, sekitar60.00o pabrik manufaktu r dibangun di China, seperti industri kimia(Eropa), perusahaan otomotif (Jepang) ataupun konglomerasi dari AS.Beberapa pabrik yang dibangun korporasi asing ini tidak hanyamentargetkan penjualan untuk pasar lokal (Chinese market) tapi jugapasar global (Palmisano, http://www.ibm.com/ibm/publicaffairs/gp/samforeignaffairs.pdf).Selain itu, menarik dicermati, kemajuan teknologi yang berkembangsaat ini herbanding lurus dengan kapasitas ekspansi korpor asi dalammenjalankan aktivitas bisnisnya. Ini terlihat dari semakin banyakkorporasi dari negara maju seperti Australia, Amerika, ataupun inggrisyang mcmbangun fasilitas R & D service center-nya di India untukmendukung kinerja buruh, pelanggan dan produ ksinya secara global.Tidak dapat dipungkiri, terintegrasinya bisnis korporasi dalamekonomi global, otomatis turut mendistribusikan (deliver)kemakinuran tidak hanya bagi negara maju tapi juga berkembang.Terintegrasinya angkatan kerja negara berkembang ke dalam sistemproduksi global juga berdampak positif terhadap standar hidup,perbaikan kondisi kerja, dan terbukanya kesempatan kerja yang lebihluas. Meskipun patut diakui bahwa kelompok Usaha Kecil/Menen gah(UKM) lokal cukup terdesak dan tertantang dengan kehadirankorporasi. Akan tetapi, di sektor tertentu, kelompok ini justrudiuntungkan karena dibutuhkan untuk menopang transaksi korporasidi host country balk sebagai supplier kebutuhan lokal ataupundistributor. Sebagai contoh, beberapa UKM yang bergerak di sektorjasa seperti catering, kontraktor, ataupun penyewaan alat -alat beratsangat diuntungkan dengan masuknya PMA oil company di Indonesia.Masuknya oil contractors di beberapa daerah terpencil prop insi justrumenghidupkan ekonomi masyarakat setempat, rnenyerap tenaga kerjalokal -buruh kasar- dan terjadinya pembangunan di tingkat pedesaan(rural development) yang ditandai dengan semakin baiknya aksessarana infrastruktur, seperti jalan, penerangan, air bersih, ataupunfasilitas kesehatan di sekitar lokasi pertambangan. Namun, realitasherbeda dijumpai untuk sektor -sektor tertentu, contohnya sektor jasaretail. Maraknya hypermarket ataupun combini franchiese asing yangmembanjiri pasar Indonesia dengan menawarkan sistem pelayanan

Page 13: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

13

Dew-i Sinorita Sitepu &Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi datam Konstetasi Internasional(Tinjauan Teraina)", Global & Strategis, Th 1, Nu 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

one stop shopping-nya turut menggeser popularitas pasar tradisionalkarena kalah dalam permodalan dan pelayanan.

Argumentasi dari uraian di atas, tidak berarti menegasikan sejumlahanomali dari praktik yang dijalankan bisnis korporasi. N yatanya,cukup banyak contoh kasus dijumpai bagaimana kehadiran korporasijustru menimbulkan masalah baru bagi penduduk lokal sepertipersoalan lingkungan hidup ataupun gaya hidup konsumerismeirasional implikasi yang terkonstruksikan secara budaya (mindset).

Korporasi dan Lingkungan HidupMasifnya liberalisasi ekonomi berkorelasi dengan perubahan yangterjadi pada pola produksi, konsumsi masyarakat, dan lingkunganhidup. Ayesta Aparakkakankanamage (2005) memberikan contohyang menarik bagaimana proses liberalisasi di Sri Lanka menggeserekonomi negara yang bersandar pada sektor pertanian ke sektorindustri (manufaktur) juga berimplikasi terhadap lingkungan hidup.Polusi yang diakibatkan proses produksi korporasi biasanya be lumbegitu terasa untuk industri skala kecil namun berbeda halnya dengankorporasi yang memusatkan proses produksi dengan skala besar disuatu areal tertentu. Pola produksi korporasi dan teknikpenanggulangan limbah yang dilakukan dapat berimbas langsungtidak hanya pada ekologi disekitar areal operasional (sungai, hutan,tanah, udara) tapi juga tingkat keamanan penduduk setempat(Aparakkakankanamage, https://drum.urnd.edu/dspacc/bitstream/19 03 / 2443/i/ umi-umd-2311.pdf).Ayesta menambahkan, ada beberapa indikator menjelaskan korelasiantara pola produksi dan kerusakan ekologi dengan mencermati, (1)jenis dan karakteristik produk yang dihasilkan, (2) jenis species danhabitat yang terancam dengan produ k yang dihasilkan.Asumsi ini terbuktikan dari contoh kasus lumpur Lapindo Brantas Incdi Jawa Timur ataupun PT, Freeport Indonesia di Papua. Sepertidilaporkan Lembaga Kaftan Ekologi dan Konversi Lahan Basah(Ecoton) misalnya, kasus Lapindo yang belum juga teratasi selama 8bulan ini tidak hanya merugikan penduduk setempat secara sosio -ekonomi tapi juga menyebabkan kematian ikan dan biota air di many6000 nelayan di Muara Porong menggantungkan hidupnya padakualitas air bersih untuk keberlangsungan tambak udang windu

Page 14: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

14

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Imggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tinjauan Teoritis)", Global & Strategis, Th 1, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

mereka (Ecotori, hlip://www.ecoton.or.id/tulisanlengkap.php?id=1785)-Dampak pola produksi atas lingkungan tidak hanya menjadi perhatiannegara yang dirugikan, tapi juga masyarakat global. Hadirnya rezimlingkungan hidup di tataran internasional seperti Kyoto Protocolmisalnya, merupakan wujud kepedulian internasional mendis iplinkanpola produksi korporasi. Namun demikian, lemahnya mekanismesanksi dari rezim lingkungan hidup menyebabkan ketentuan iniditerapkan secara longgar olch korporasi. Ini dikarenakan, bagikorporasi, isu lingkungan hidup dan disiplin ekologi dalam pol aproduksi sebagaimana diatur dalam rezim lingkungan menyebabkanbiaya tinggi (high cost production) jika ditinjau dari kepentinganhisnis. Ini pula yang menjadi alasan mengapa korporasi memutuskanmelakukan relokasi produksi ke negara dengan disiplin ling kunganhidup yang longgar.Rumitnya lagi, pemerintah seringkali bersifal permisif dan tidakherdaya menekan korporasi dengan memberlakukan sanksi tegasketika jelas-jelas ditemukan indikasi pencemaran lingkungan akibatpola produksi yang dikerjakan. Ini se nada dengan apa yang dipaparkanLo Sze Ping, Direktur Kampanye Greenpeace di Cina: "What concernsenvironmentalists more, however, is the weak governmental and legaloversight of multinational corporations. As local governments seek toattract foreign investment, their affiliated environmental protectionbureaus dare not take strict measures to address pollution bymultinational corporations".Walau demikian, apa yang dilakukan pemerintah Cina menarik ditirunegara berkembang lainnya, khususnya Indonesia. B elajar dari Cina,untuk mendisiplinkan pola produksi, pemerintah Cina mengenakansanksi atas sejumlah korporasi yang diindikasikan melakukanpelanggaran lingkungan hidup. Seperti dilaporkan World WatchInstitute (2006), pemerintah Cina mengenakan sanksi kepadasejumlah korporasi seperti American Standard, Panasonic, Pepsi,Nestle dan M3 karena terbukti menyebabkan pencemaraan air danmelakukan aktivitas konstruksi tanpa seizin pemerintah(http://www.worldwatch.org/node/4764) . Diberlakukannya sanksi inijuga merupakan langkah bantahan strategis Cina atas tuduhaninternasional bahwa negara ini merupakan penyumbang polusi karbondioksida (greenhouse carbon dioxide) terbesar di dunia mengalahkanAS. Seperti dinyatakan seorang anggota China's National People'Congress (2006): "foreign companies were nol only exporting theirwaste but also underpaying Chinese Workers". LSM di negara ini

Page 15: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

15

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi internasional(Tinjauan Teoritis)', Global & Strategis, Th 1, No 2 „f Desember 2007, 83-107.

mencatat hingga Oktober 2006, sekitar 2.700 korporasi asing,termasuk PepsiCo dan Dupont, diindikasikan melanggar ketentuannegara soal pencemaran air bersih (The Washington Post, December2006).

Selain dikritisi karena dampak lingkungan hidup yang dihadirkan,korporasi juga dituduh `meraeuni' dan menghimpit konteks kelokalandan identitas individu karena kefasihannya bermain di ranahkesadaran individu (needs dan fantacy) dengan mengonstruksikankesadaran baru (simulacra) sebagai bagian dari strategi pemasaran(marketing) yang dijalankan.

Korporasi dan Kesadaran Sem u

Pencitraan (image) merupakan salah satu strategi yang dikembangkankorporasi untuk memenangkan akses pasar atas produknya.Karenanya, korporasi sangat unggul bermain di ranah keinginan danfantasi individu dengan menciptakan kebutuhan baru melaluikreatifitas produk yang ditawarkan. Kemampuan korporasi bermain ditataran need dan fantacy menjadi alat yang efektif untukmengonstruksikan realitas semu (simulacra) dalam ranah kesadaranindividu.Terbentuknya budaya pemujaan materialisme dan konsumerismemerupakan gejala yang tak terelakkan seiring dengan berkembangnyasemangat pasar (kapitalisme) yang diusung korporasi sebagai pelakuutamanya. Salah satu contoh kasus yang menarik menjelaskanargumentasi ini yakni dugaan politisi India atas terdapatnyakandungan pestisida (overdose of pesticide in coke brans) dalamproduk minuman ringan yang dipasarkan Pepsi and Coke di negaraitu. Kasus ini tidak hanya menjadi wacana elitis tapi juga mendapattanggapan luas masyarakat India sebagaimana dimuat dalam kolomsurat pembaca di harian India Times yang mengatakan:

"The high consumption of the colas in the upper classes of the society isonly meant to maintain their 'stylish' image. In a week alone, theyconsume more cola than an average Indian residing in villages. Thegovernment should check the availability of such products in the marketand insist on healthy alternatives".(http:/ timesofindia.indiatimes.com)

Respons masyarakat India ini menarik diperhatikan sebagaimanadiungkapkan pembaca lainnya, terluputnya korporasi minuman ringan

Page 16: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

16

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tiojauan Teoritisr, Global & Strategis, Th I, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

ini dari sanksi hukum karena berangkat dari pembenaran bahwa kasusserupa tidak pernah ditemukan untuk produksi dan pema saran dinegara lain, bukan alasan yang tepat untuk pemerintah menundamelakukan investigasi lebih lanjut dan mencari tahu penyebabterjadinya keeerobahan tersebut ( http://timesofindia.indiatimes.com/artieleshow/1849371.ems).

Terlepas dari kritik terhadap budaya konsumerisme, sikap konsumtifternyata tidak selalu berarti buruk. Setidaknya bagi perekonomian.Faktanya di Indonesia dan juga beherapa negara lain, konsumsi jadikomponen terbesar pembentuk produk nasional bruto (P1)8).Konsumsi to% rumah tangga terkaya (yang umumnya lebih banyakbermotifkan gaya hidup) terhadap total konsumsi nasional mencapaisekitar 3o%. Ini menunjukkan perilaku konsumtif kelompok kaya jugamenjadi penyumbang penting pertu mbuhan ekonomi. Sebagaiperbandingan, kontribusi konsumsi 10% penduduk termiskin hanyaberkontribusi 3,6% dari total konsumsi nasional (Samhadi,www.kompas. com/kompas-ceta k/ 0609 / 23/ Fokus/2971955.htm, 18Januari 2007).Perusahaan-perusahaan asing dalam hal ini lebih bisa memanfaatkantren meningkatnya konsumerisme di Indonesia. Salah satu gambarannyata bahwa fenomena konsumerisme di Indonesia lebih banyakditangkap oleh pcmain asing adalah data penguasaa n pasar garmenlokal di pasar domestik dan lonjakan angka impor tekstil dan produktekstil yang dilaporkan Asosiasi Pertekstilan Indonesia.

Korporasi dan Dinamika Ekonomi Politik IndonesiaDinamika ekonomi politik Indonesia tidak bisa dipisahkan darikontribusi yang dimainkan korporasi asing. Indonesia yang kaya akansumber daya alam khususnya sektor minyak dan gas bumi menjadisalah satu daya tank korporasi asing untuk berinvestasi. Ini teramatidari maraknya sejumlah korporasi asing yang bergerak di sekto rpertambangan seperti Total Fina Elf, Caltex, ataupun Schlumbergeryang memilih Indonesia sebagai subsidiary bisnis eksplorasinya.Menariknya, meskipun pemerintah memberlakukan kebijakanmembatasi kelompok bisnis ini hanya bergerak di industri hulu,namun uniknya korporasi asing ini justru menunjukkan performakerja yang sangat efisien dibandingkan Pertamina sendiri. Ini ditandaidengan terus merosotnya pendapatan pertahun Pertamina meskipun

Page 17: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

17

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tinjauan Teoritisr, Global & Strategis, Th I, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

memegang hak monopoli dalam mengontrol eksplorasi, produksi,distribusi dan retail.Meningkatnya kontribusi investasi asing dalam perekonomiannasional seiring dengan diterapkannya sistem devisa bebas olehpemerintah yang ditandai dengan diberlakukannya PP No. 1/1982.Peraturan Pemerintah ini kemudian diperkuat dengan dikeluarkannyaUU No. 24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar(Sudrajat,

w w w . s u a r a m e r d e k a . c o m / h a r i a n / 0 6 0 3 / 22 / o p i o 3 . h tm. ,Januari 2007). Pemerintah dalam hal ini berupaya keras menghindaripengawasan ketat atas devisa dengan tujuan menghindari hilangnyakepercayaan investor dan terhambatnya aliran modal masuk. Padatahun 2003, nilai investasi asing melalui korporasi multinasi onalmencapai Rp 35,2 triliun atau sekitar 28,1% terhadap total nilaiperdagangan Indonesia. Jumlah tersebut meningkat cukup drastisdibandingkan tahun sehelumya yang hanya berkisar Rp 9,6 triliun atausekitar 8% dari total perdagangan. Selain itu, penjual an saham-sahamBUMN (Initial Public Offering,IPO) kepada pihak asing jugamendorong kegairahan pasar modal. Pada tahun 2003, penjualansaham-saham tersebut mencapai Rp 7,2 triliun atau 72,6% darikeseluruhan nilai IPO (htto://happeda.jawatengah.go.idj, 16 Januari2007). Indonesia merupakan salah satu contoh negara yang begitutergantung pada investasi asing dimana sampai tahun 1997 Indonesiamerupakan net importir modal asing untuk memenuhi savinginvestment gap neraca pembayaran negara.Namun demikian, akt ivitas korporasi di Indonesia juga sarat sorotan

masyarakat, khususnya LSM yang peduli terhadap persoalanlingkungan hidup ataupun sosial. Menurut kelompok ini, tidaksebanding antara keuntungan yang diraup korporasi dengan hargamahal yang harus dihayar negara akibat praktik bisnis dan polaproduksi yang dijalankan korporasi. Seiring dengan maraknyainvestasi asing di Indonesia melalui korporasi -korporasimultinasional, gelombang protes dan antipati dari kelompok LSMsemakin menguat. Namun, menurut Mansour Fakih, LSM-LSMIndonesia saat ini tengah berada di persimpangan jalan dalammenghadapi sistem ekonomi global yang liberal kapitalis. Di satu sisi,bangkitnya gerakan perlawanan rakyat terjadi di mana -mana. Namundi sisi lain, terjadi juga penguatan paham masyarakat liberal yangdipromosikan melalui penguatan masyarakat sipil yang banyakmelibatkan LSM. Banyak kebijakan neoliberal telah diterapkan diIndonesia, misalnya pemotongan subsidi negara dan pembebasan tarifproduk pertanian, privatisasi BUMN, perguruan tinggi, sertapelayanan kesehatan dan pendidikan. Negara juga dituntut untuk

Page 18: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

18

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tiniauan Teoritis)°, Global & Strategis. Th I, No z, Juli -Desember 2007, 83-107.

mengubah kebijakan termasuk peraturan perundang -undanganmengenai pajak, ekspor, hak paten, dan izin pemanfaatan GMO(genetically modified organism) di bidang pertanian. Semuafenomena tersebut terjadi hampir tanpa perlawanan berarti dari LSM(Fakih, http://www.smeru.or.id/, 18 Januari 2007).

Persoalan sosial dan lingkungan hidup yang ditimbulkan olehkorporasi acing di Indonesia dan banyak mendapat protes darikalangan LSM, misalnya praktik bisnis Mobil Oil di NAD, dimanatahun 1997 total keuntungan eksplorasi gas Mobil Oil di NADmencapai $ 2,1 miliar dolar AS, namun tidak sebanding denganpendapatan APBD NAD yang hanya sekitar Rp 700 miliar. Ditambahpula aktivitas bisnis Mobil Oil berjarak dengan kondisi masyarakatlokal menyebabkan tidak tersentuhnya tantangan persoalankemiskinan dan ketertinggalan penduduk lokal melalui ketersediaankesernpatan kerja. Contoh kasus lainnya teramati dari operasionalisasiPT Caltex di Riau. PT Caltex tiap harinya mampu meraup laha sekitar$ 9,8 juta dolar AS; kontras dengan sekitar boo des a miskin di sekitarareal perusahaan (Sihbudi et.al., 2001).Kasus yang paling dominan dan telah mengakar cukup lama adalahkonflik antara masyarakat adat Papua (khususnya suku Amungme danKomoro) dengan PT Freeport Indonesia yang juga melibatkanpemerintah. Konflik ini merupakan fenomena gunung es (icebergphenomenon) karena apa yang terlihat dan teramati publik, hanyalahkonflik-konflik di permukaan. Sementara, hakikat konflik yang bersifatlaten dan lebih besar, tidak mudah didcteksi.Lokasi pertambangan Freeport berupa gunung biji tembaga (Ertsberg),pertama kali ditemukan seorang ahli geologi kebangsaan Belanda,Jean Jacqnes Dory pada 1936. Kemudian ekspedisi Forbes Wilsontahun 1960 menemukan kembali Ertsberg. Freeport pertama kalimelakukan penambangan pada bulan Desember 1967 pasta -KontrakKarya I (KK 1) (Aditjondro, http://www.parasindonesia.comj , 17Januari 2007). Ekspor pert ama konsentrat tembaga ditnulai padaDesember 1972 dan beberapa bulan kemudian tepatnya Maret 1973,proyck pertambangan dan Kota Tembagapura ini diresmikan PresidenSoeharto.Setelah sekian lama dilakukan eksplorasi dan eksploitasi, kandungantembaga semakin berkurang. Namun, pada tahun 1986 ditemukansumber penambangan barn di puncak gunung rumput atau dikenaldengan nama Grasberg. Di daerah ini, kandungannya jauh lebih besardibanding sebelumnya. Kandungan bahan tambang emas terbesar di

Page 19: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

19

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional(Tinjauan Teoritis)", Global & Strategis, Th I, No 2, J Oli-Desember 2007, 83-107.

dunia ini diketahui sekitar 2,16 hingga 2,5 miliar ton dan kandungantembaga sebesar 22 juta ton lebih. Diperkirakan dalam seharidiproduksi 185.000 hingga 200.000 ton biji emas/tembaga. Melihatpotensi itu, Freeport memperpanjang KK I dan dibuatlah KK II padaDesember 1991 yang memberikan hak kepada Freeport selama 30tahun dengan kemungkinkan perpanjangan selama 2 X 10 tahun. Iniberarti KK II akan berakhir pada tahun 2021 dan jika diperpanjang,maka akan berakhir pada tahun 2041 mendatang. Sehingga setel ah 35tahun, barulah Freeport kembali menjadi milik Indonesia.Industri Tambang Freeport Indonesia selama ini hanyamenyumbangkan 1% dari total pendapatan bersihnya yang mencapai $3 juta dolar AS perhari pada masyarakat Papua. Patut diketahui 1.738dari 2.000 desa di Papua tergolong miskin dan masuk Program InpresDesa Tertinggal. Namun demikian, pemerintah daerah tidak memilikisharing kepemilikan saham sedikitpun atas bisnis Freeport di provinsiini.

Selain masalah sosial, Freeport juga menimbulkan berbagai persoalanekologi. Limbah yang dihasilkan oleh PT Freeport (tailing) mencemaritiga badan sungai utama di wilayah Mimika, Sungai Aghawagon,Sungai Otomona dan Sungai Ajkwa. Ribuan ton tailing itu me masukiSungai Aghawagon kemudian mengalir ke Sungai Otomona dan SungaiAjkwa. Partikelnya yang tidak mengendap, kemudian ikut mengalirsampai ke Laut Arafura. Dari sebuah studi menggunakan citra satelitLandsat-TM, ditemukan pada tahun 2000, tailing dari o perasipertambangan tersebut telah mengkontaminasi wilayah daratan seluas35.820 hektar, sementara Laut Arafura telah terkontaminasi seluas84.158 hektar. Sedangkan dari data Walhi, sekitar 65 persen darikapasitas produksi Freeport akan menjadi limbah. Padahal,lingkungan sekitar Freeport hanya bisa menoleransi limbah dariproduksi yang kapasitasnya hanya bo ribu ton per hari (Aditjondro,http://www.parasindonesia .com/, 17 Januari 2007). Dalam tabel dibawah ini, dijelaskan secara sistematis bagairnana PT FreeportIndonesia menimbulkan dampak kerusakan terhadap lingkungan yangcenderung masih primer di Kawasan Timur Indonesia.

Tabel I.Beberapa Daerah yang Terkena Dampak Negatif Ekologis

Akibat Aktivitas PT Freeport Indonesia

Page 20: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

20

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Ariggraini,"Fenomena Korporusi dalam Konstelasi Internasional(Tinjauan Teoritis)", Global & Strategis, Th I, No 2, Jiali-Desettiber 2007, 83-107.

L o k a s i K e g i a t a n D a m p a kD ar i ouWanagon

A. PenIrribunan dengan taiiirraB. Longsornya 190 ribu tonwilf.--ry meluap ke Sungaiwanagon

MuSrlannya ekosistern Donau Alpin, hilangnyasvesies *an, clan OAS ((Metall aliran sungai)Wanagon tercernar logarn beret tembage,rnerkui i den seno

DAS KarnoraA i k w a ,Minajerwi, clanMaw ar t if_KAMM)

A. Pembuangan tailing 17 rinuton pernariB. Nlasuknya air asarntambang ke DAS KAMM

Rusaknya akosistetn riutan pegunurigan sampaihutan bakau Brugue ira c lan 11 u tan rawa.Larutnya logarri dalarn f lmbars ke dalarn ai rsunga, karena asam sulrat

Estuaria clantaut Arafura

Pernnuarigan limbah -

Perairanpelanutian sampai ceceranrninyak dan kaPai

tercernar logani.Pendarrgkalan s.ungai karena SedinnentaSi tailingbolus. Bioakurnulasi pada ikan sernbIlang, kakap,iele, ekor garpu, dll.

Carstensz,Grasberg, clanErstberg

Open pa Menca i rn ya t u ck in g a s ab ad i .Repunnya tartan can batuan yang thsamenyebabican tnngsor baser.Polusi udara, cerulean gunung. PemanaSankawasan Puncak 3ayaviajaya

Kota-kotaba ru ( K ua l aK encana ,Kwamkl Baru,Ternba0apu -a)

Perribuangan limbah cair,lirnbati dome Sti k. (rumahCanoga),asap, clan kebisingan

Pencernarar tanah, air, den udara kawasanTirriika flan sekitarnya

PE_Tti diPe t abuna nArnamaraa re

Parnbuangan Orrk i%4 gas buang .Perntsuangan Ilmbah panesPiZtt 1

()dare dl kawasan A.marnapare tercernar SO4(sulfat) clan NO2 (rtitrat).Penurunan gas dan oksigen teriarut dalarn air

PerbatasanekosisternTam anNasionalLa ren u.

Lirnp,ahan air akibat masuknywiling ke DAS KAMM

• us riat,nyo Jenis pclhon Gymnospermae (kelastanaman bertini dengan br ,) i t idek terburigkusdatarn ovariurni, contohnya pinus dan cernara) dizone subalpin, dan hutan campuran di zoneoeounuegenAncarnan terhadap flora fauna endemik sepertibuaya inuara, dingtso (kenguru pohon), denpenyu_

Sumber: Majaiah TEMPO No..26/XXVIV 19 -25 Januari 1999,

Selain inasalah sosial berupa konflik lokal, dampak yang palingdirasakan dari keberadaan korporasi asing di Indonesia adalah budayakonsumerisme. Seperti telah disinggung sebelumnya, kemampuankorporasi membangkitkan realitas semu dalam kesadaran individutelah meninggikan tingkat konsumsi di Indonesia. Selain properti,real-mal atau pusat perbelanjaan, masuknya investasi asing seperliakuisisi perusahaan rokok HM Sampoerna oleh Philip MorrisInternational juga akibat konsumsi terkait gaya hidup. Karena budayakonsumtif, Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkattabungan nasional terendah di Asia Pasifik. Namun, meskipunmemiliki angka kemiskinan tinggi, konsumsi masyarakat di Indonesi aternyata mampu menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi beberapatahun terakhir. Di Indonesia, konsumsi swasta menjadi penyelamat ekonomidi masa krisis, pada scat sektor manufaktur dan ekspor terpuruk, dengankontribusi ke PDB mencapai 66,5 persen tahun 2004 dan 74 persen tahun2005 (Samhadi, www.kompas.com/, 18 Januari 2007). Inilah salah satuhal yang menjadikan pemcrintah menibiarkan praktik bisnis korporasimerajalela. Menjadi sebuah dilema bagi pemerintah ketika korporasi asing disatu sisi dapat menggerakkan perekonomian nasional namun di sisi lainkeberadaannya menimbulkan berbagai persoalan lokal yang cukup pelikseperti konflik yang bersifat vertikal, terkikisnya jati diri hangsa akibat budaya

Page 21: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

21

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasiona1(Tinjauan Teoritis)", Global & Strategis, Th I. NO 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

konsumtivisme, menurunnya investasi nasional dan mundurnya kinerjaindustri nasional, hingga pencemaran lingkungan.

Pen utup

Selain dampak negatif yang dihadirkan, keberadaan korporasi memangmenawarkan berbagai laser/tit' dalam ekonomi nasional. Dari segi upah,korporasi menawarkan insentif yang lebih tinggi pada buruh dibandingkanupah minimum nasional. Korporasi juga tidak segan -segan mengeluarkandana di bidang Pendidikan, Pelatihan dan Penelitian (R&D) di negara tempatmereka menanamkan investasinya. Namur kembali lagi, kritik yangdilontarkan pada korporasi, insentif yang mereka tawarkan sebenarnya tidaksebanding dengan apa yang hares dibayar pemerintah dalam menanggungresiko keterlibatan korporasi dalam kebijakan ekonomi maupun politik.

Mengingat manuver korporasi yang begitu luas dan pengaruhnya yang sangatkuat dalam kaneah ekonomi global, tidak mudah bagi pemerintah Indonesiamelepaskan did begitu saja dari cengkeram an konglomerasi global. Namuntepat kiranya, pemerintah patut mcngkaji kembali sejumlah kontrak yangtelah disepakati tapi kurang menguntungkan ataupun sarat nuansa KKN;termasuk menata ulang regulasi domestik yang sudah ada. Langkah inistrategis dilakukan agar tercipta ruang yang lebih aman (secure) bagiperusahaan domestik untuk exist berdampingan dengan korporasi global.Sebagaimana yang dinyatakan Stiglitz, negara (nation-state) tidak dapatmenghindar dari proses globalisasi yang berlangsung saat ini. Tak terpungkiribahwa korporasi dengan keunggulan organisasinya, penguasaan teknologi,akses pasar dan terutama modal (capital) menjadi alasan kuat mengapakelompok bisnis ini dapat bermain di arena global. Satu hal yang perludirenungkan negara adalah bagaimana proses globalisasi yang sedangberlangsung saat ini dapat menopang kemaslahatan seluruh masyarakat (howto make globalization works) termasuk keniscayaan keberadaan korporasiyang tak terelakkan. Berfungsinya aturan main yang jelas di tingkat domest ikmerupakan cara efektif rnengontrol sepak terjang korporasi.Tersedianya regulasi yang jelas seperti aturan soal monopoli, kompetisi, danreduksi 'praktik main mata' antara pejabat birokrat dan pelaku bisnis adalahsarana efektif membatasi power yang dipegang kelompok bisnis. Sebab, yangpaling dikhawatirkan 'oknum orang dalam' justru menikmati menjadicomprador kapitalisme (korporasi).

Page 22: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

22

Dewi Sinorita Sitepu Silvia Dian Anggraini, -Fenomena Korporasi dalam Konstelasi I nternasional(Tinjauan Teoritis)", Global & Strategis, Th I, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

Daftar Pustaka

Buku

Chandra, Alexander C. 2005. Indonesia dan Aticaman PerjanjianPerdagangan Bebas Bilateral. Jakarta: IGJ.

Goldstein, Josua S. 2007. International Relations: 2006-2007 edition.New York: Pearson Longman.

Hoekman, Benar M. dan Michael P. Keane. 1996. The PoliticalEconomy of the World Trading System: From GATT to WTO .USA: Oxford University Press.

Daniel, J., and L. Radenbaugh. 2004. International Business:Environmental and Operations. MA: Addison Wesley.

Ohmae, Kenichi. 1995. The End of Nation State: The Rise of RegionalEconomies. New York: The Free Press.

Langhorne, Richard. 2006. The Essentials of Global Politics. NewYork: Oxford University Press Inc.

Palan, Ronen. 2000. Global Political Economy: ContemporaryTheories. New York: Routledge.

Papps, Daniel S. 2002. Contemporary International Relations:Frameworks for Understanding. Boston: Addison WesleyLongman.

Prambudi, Daniel & Alexander C. Chandra. 2006. The Impact of TheASEAN-China FTA on The Indonesian Economy. Jakarta: IGJ.

Sihbudi, Riza, et.al. 2001. Bara dalam Sekam: IdentUikasi AkarMasalah dan Solusi atas Konfilk -Konflik Lokal di Aceh, Maluku,Papua, dan Riau. Jakarta: Mizan Pustaka.

Spanier, John. 1993. The Games Nations Play. New York: HoltRinehart & Winston.

Stiglitz, Joseph E. 2006. Making Globalization Work. New York: W.W.Norton & Company, Inc.

Page 23: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

23

Dewi Sinurita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korporasi dalani Konstelasi Internasional

(Tinjauan Teoritisr, Global & Stratea is, Th I, No 2, Juli-Desernher 2007, 83-107.

Alma' & Terbitan Berkala

"A comprehensive Guide to International Term of Trade". 1994.National Trade Data Bank.

"Betchel VS Bolivia". 2004. The Democracy Center Organization.

Elizabeth Economy. "A Blame Game China Needs to Stop", TheWashington Post, December 2006, dalam http://www.

washingtonpost.com/wp -dyn/content/article/2006/12/01/AR2006120101519.html.

Aditjondro, Enrico. "Pesta Belum Usai di Freeport", dalamhttp://www.parasindonesia.com/sp_read.php?gid=72&spid=24

Fakih, Mansour. "LSM di Persimpangan Jalan", dalamhttp://wvay.smeru.or.id/newslet/2003/ed08/newslet2oo308.pdf

"Menebar Bencana Lumpur di Kali Porong", Ecoton, 2006, dalamhttp : //www .ecoton . or. id/tulisanlengkap.php?id=1785.

"Multinational Corporations" Share the World's Resources Net, dalamhttp: //www.stwr.net/content/view/1164/.

Bernauer, Thomas. "Political Economy", dalamhttp://www.cis.ethz.ch/education/Bernauer_polecon.pdf

Tax Breaks for Multinational Corporations", dalamhttp://www.ct j.org/hid ent/part-2/part2-4.htm.

Palmisano, Samuel J. " The Globally Integrated Enterprises" dalamhttp : //www. ibm. co m/ibm/publi caffa i rs/gp/ samforeignaffairs pdf

Feinberg, Susan E., dan Michael P. Keane, "Accounting for the Growthof MNC-Based Trade Using a Structural Model of U.S. MNCs",Department of Economics Yale Univers ity, March 29, 2002.

Sadowski, Shana J. "Bringing Multinational Corporations into theEnvironmental Treaty-Making Process Through the UN GlobalCompact", http://www.pon.org/downloads/ien14_2sadowski.pdf.

"The Role of the Private Sector in Development" dalamhttp://www.nirjdeva.com/book/ii.litm.

Page 24: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

to6

Dewi Sinorita Silepu & Silvia Dian Anggraini, "Fenomena Korpurasi dalam Ko nstelasi Intemasional(Tinjanan Teoritisr, Global & Strategis, Th I, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

Walter Goldstein, "The Multi -National Corporation: A Challenge toContemporary Social ism", http://social istregister.com/socialistregister.com/files/SR_1974_Goldstein.pdf.

Surat Kabar & Majalah

Sudrajat, thwan. "Dik Freeport, ExxonMobil, dan Nasionalisme",dalam http://www.suaramerdeka.com/harian/o6o3/22/opio3 .htm.

"Kasus Kapas Transgenik: Michael Villareal Datangi KPK", Gatra, 2Februari 2005, dalam http://www,gatra.com/too$-o2-03/artikel.php?id=52748

"Konsolidasi investasi Tanpa Daya Dorong", Kompas, 6 Maret 2003,dalam http://kompas.com/kompas cetak/0303/06/ekonomi/163499.htm.

Majalah TEMPO No.16/XXVII/ 19 -25 Januari 1999.

Readerspeak: Vendetta Againts MNC Cola Giants", 16 Januari 2007,dalamhttp://timesofindia.indiatimes.com/articleshow/1849371. cms.

Samhadi, Sri Hartati. "Dalam Cengkeraman Konsumtivisme", dalamhttp://www.kornpas.com/kompas -cetak/0609/23/Fokus/2971955•htm

Alamat Situs Internet

http://www.democracyctr.org/bechtel/bechtel_corp.html,

http://www.stwr.net

http://www.cis.ethz.ch

http://www.ctj.org

http://www.nirjdeva.com

http://www.socialistregister.com

Page 25: Fenomena Korporasi dalam Konstelasi Internasional … dewi sinorita.pdf · diperoleh, korporasi berupaya sedemikian rupa menekan biaya produksi; atau jika perlu `memanipulasi' aturan

25

Dewi Sinorita Sitepu & Silvia Dian Anggraini, `Fenomena Korporasi dalain Konstelasi Internasional(Tiniauan Teoritis)°, Global & Strategis , Th I, No 2, Juli-Desember 2007, 83-107.

http://www.gatra.com

http://www.kompas.com/kompas

http://www.pon.org

http://www.ecoton.or.id

http://www.washingtonpost.com

http://timesofindia.indiatimes.com

ht-tp://bappeda.jawatengah.go.id/index -n.php/lang.ina/index.perencanaan/sub.dokumen/dok.09%243%2oNarasi %2oBid%2oEkonomi/type.pdf