Upload
praktikumhasillaut
View
10
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Praktikum Teknologi Hasil Laut kloter C mengenai Ekstraksi Karagenan dilakukan pada tanggal 30 September 2015 - 1 Oktober 2015 di Laboratorium Rekayasa Pangan Unika Soegijapranata, dengan diampu oleh asisten dosen Ferdyanto Juwono. Praktikum ini bertujuan untuk mengisolasi pigmen fikosianin dan membuat pewarna fikosianin dalam bentuk powder.
Citation preview
FIKOSIANIN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama: Nita Silviani Arifin
NIM: 13.70.0069
Kelompok : C2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
Acara III
1
1. MATERI METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer, hotplate, gelas ukur,
pengaduk/stirrer, tabung reaksi, sentrifuge, spektrofotometer, pipet volume, pompa
Pilleus, plate stirrer, sendok, loyang, plastik, oven, dan alat penumbuk.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina, aquades, dan
dekstrin.
1.2. Metode
Biomassa Spirulina dilarutkan ke dalam aquades dengan perbandingan 1:10.
Biomassa Spirulina ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2
Supernatant diambil sebanyak 8 ml dan ditambahkan dekstrin dengan
perbandingan 1:1 (kelompok C1, C2, C3) dan 8:9 (kelompok C4, C5).
Larutan diaduk dengan stirrer selama 2 jam.
Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.
Supernatant yang terbentuk diencerkan hingga 10-2
dan diukur
absorbansinya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.
3
Keduanya dicampur hingga merata dan dituangkan ke wadah.
Wadah dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50oC hingga kadar airnya ±7%.
Adonan yang sudah kering dihancurkan hingga berbentuk powder.
4
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) =𝑂𝐷615 − 0,474(𝑂𝐷652)
5,34×
1
10−2
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 (mg/g) =𝐾𝐹 × 𝑉𝑜𝑙 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡)
𝑔 (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑎)
Kadar fikosianin diukur dengan rumus sebagai berikut:
5
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan fikosianin pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin
Kel
Berat
biomassa
kering (g)
Jumlah
aquades
(ml)
Total
filtrat
(ml)
OD
615
OD
652
KF
(mg/ml)
Yield
(mg/g)
Warna
Sebelum
dioven
Sesudah
dioven
C1 8 80 56 0,1490 0,0575 2,280 15,960 +++ +
C2 8 80 56 0,1460 0,0594 2,207 15,449 +++ +
C3 8 80 56 0,1437 0,0574 2,181 15,267 +++ +
C4 8 80 56 0,1410 0,0593 2,114 14,798 ++ +
C5 8 80 56 0,1440 0,0588 2,175 15,225 ++ + Keterangan:
Warna
+ : biru muda
++ : biru
+++ : biru tua
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa masing-masing kelompok menghasilkan
konsentrasi fikosianin (KF) dan yield yang berbeda-beda. Konsentrasi fikosianin yang
didapatkan berkisar antara 2,114 hingga 2,280 mg/ml, di mana nilai yang tertinggi
diperoleh kelompok C1. Yield yang didapatkan berkisar antara 14,798 hingga 15,960
mg/g, di mana nilai yang tertinggi juga diperoleh kelompok C1. Sementara itu, warna
fikosianin pada semua kelompok berubah dari biru tua (kelompok C1, C2, C3) dan biru
(kelompok C4, C5) menjadi biru muda sesudah dikeringkan dalam oven.
6
3. PEMBAHASAN
Fikosianin merupakan pigmen yang bersifat dominan di dalam keluarga fikobiliprotein
(Zhang, 2014). Fikobiliprotein dapat melakukan penyerapan warna dengan jendela
spektra yang lebih luas, dan berkaitan dengan lokasi dan dinamika transfer energi dari
protein antenna terhadap fungsinya pada alga utuh, fikobiiliprotein merupakan sesuatu
yang penting (Wit et al., 2008). Menurut Adams (2005), fikobiliprotein banyak
ditemukan pada Rhodophyta (alga merah), Cyanophyta (alga hijau-biru) dan
Cryptophyta. Spirulina merupakan contoh spesies alga penghasil pigmen fikosianin
yang termasuk ke dalam golongan alga hijau-biru (Kumar et al., 2014).
Fikosianin secara umum digunakan sebagai pewarna alami pada makanan serta industri
kosmetik karena memiliki warna biru yang khas. Lebih jauh lagi, fikosianin dapat
digolongkan ke dalam makanan kesehatan karena sifat fisiologisnya, seperti sebagai
antioksidan, anti inflamasi, dan aktivitas-aktivitas yang melindungi organ hati. Oleh
karena keuntungan-keuntungan inilah, berbagai penelitian memfokuskan kepada
pembangunan pengolahan yang efisien untuk produksi massal dari fikosianin dan juga
ekstraksi fikosianin dari mikroalga, meskipun juga terdapat beberapa kesulitan dalam
ekstraksi fikosianin dikarenakan dinding selnya yang berlapis-lapis serta banyaknya
jumlah kontaminan (Zhang, 2014).
El-Baky (2003) menyatakan bahwa pigmen fikosianin dapat larut dalam pelarut polar
seperti air. Oleh karena itu, pigmen fikosianin ini telah sejak dulu dimanfaatkan sebagai
pewarna makanan yang alami. Selain itu, di dalam struktur fikosianin terdapat rantai
tetraphyrroles terbuka yang kemungkinan memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal oksigen (Romay et al., 1998).
Gambar 1. Struktur Fikosianin (Carra & Heocha, 1976).
7
Pada praktikum kali ini, dilakukan isolasi pigmen fikosianin beserta pembuatan
pewarna bubuk dari fikosianin. Untuk mengisolasi pigmen, pertama-tama biomassa
Spirulina ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk kemudian dilarutkan
ke dalam aquades dengan perbandingan 1:10. Perlakuan ini termasuk ke dalam metode
ekstraksi polar, di mana fikosianin merupakan salah satu pigmen yang larut air seperti
yang dinyatakan oleh Walter (2011), yaitu bahwa untuk mengekstrak fikosianin dari
Spirulina perlu digunakan pelarut polar yang memiliki pH netral.
Larutan kemudian diaduk dengan stirrer selama 2 jam. Menurut Pavia (2005),
penggunaan stirrer ini dilakukan untuk mencegah terjadinya bumping sebagai akibat
adanya turbulensi di dalam larutan. Turbulensi akan memecahkan gelembung-
gelembung besar yang terbentuk pada larutan yang mendidih. Pada saat suatu larutan
dipanaskan, terdapat suatu resiko bahaya bahwa larutan tersebut dapat mengalami
superheated. Ketika hal ini terjadi, gelembung-gelembung yang sangat besar terkadang
meletup secara hebat dari larutan tersebut; hal inilah yang dinamakan bumping.
Bumping harus dihindari karena dapat menimbulkan resiko akan hilangnya materi dari
apparatus, yang dapat memunculkan api, atau pun bahwa apparatus kemungkinan akan
pecah. Selain itu, tujuan tambahan dalam penggunaan stirrer ini adalah untuk
memastikan bahwa seluruh reagen telah benar-benar tercampur secara merata.
Selanjutnya, larutan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.
Perlakuan tersebut sesuai dengan pernyataan Silveira et al. (2007), yaitu bahwa setelah
dilakukan ekstraksi polar, langkah yang berikutnya adalah sentrifugasi dengan tujuan
untuk mengendapkan debris sel serta mengambil pigmen fikosianin yang terlarut di
dalam pelarut polar yang berupa air. Supernatant yang terbentuk diencerkan hingga 10-2
dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Tujuan dari
pengenceran tersebut adalah supaya larutan yang dianalisa tidak terlalu pekat, dan hasil
yang didapat benar-benar akurat (Day & Underwood, 1992). Supernatant yang sudah
diencerkan tersebut kemudian diambil sebanyak 8 ml dan ditambahkan dekstrin dengan
perbandingan 1:1 (kelompok C1, C2, C3) dan 8:9 (kelompok C4, C5). Menurut Murtala
(1999), penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat pengeringan, mencegah
kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan, serta
8
memperbesar volume. Selain itu, penambahan dekstrin ke dalam produk juga dapat
mengurangi kerusakan pigmen akibat oksidasi.
Dekstrin adalah suatu bentuk polisakarida hasil hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-
enzim tertentu, serta berwarna putih sampai kuning. Struktur molekul dekstrin adalah
bentuk spiral, sehingga dengan demikian molekul-molekul flavor dapat terperangkap di
dalam struktur spiral helix (Reynold, 1982). Fenema (1976) menambahkan bahwa
dekstrin tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga kandungan
oksigen yang terlarut dapat dikurangi, dan proses oksidasi dapat dicegah. Dekstrin juga
bersifat lebih stabil terhadap panas sehingga dapat melindungi senyawa volatil ataupun
senyawa yang peka terhadap panas dan oksidasi, di mana dalam hal ini berperan dalam
melindungi fikosianin. Wiyono (2007) menyatakan bahwa dekstrin memiliki viskositas
yang relatif rendah, sehingga penggunaan dekstrin dalam jumlah banyak masih
diizinkan. Penggunaan dekstrin dalam jumlah banyak ini berfungsi sebagai bahan
pengisi atau sebagai agen entrapment dikarenakan oleh karakteristik dekstrin yang dapat
meningkatkan berat produk serta memerangkap senyawa penting demi mempertahankan
stabilitasnya.
Setelah keduanya dicampur hingga merata dan dituangkan ke wadah, wadah yang
digunakan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50oC hingga kadar airnya ±7%.
Metode pengeringan yang dilakukan ini sesuai dengan pernyataan Desmorieux &
Decaen (2006), yaitu bahwa pengeringan sebaiknya dilakukan dengan aliran udara dan
pemanasan yang dirancang sedemikian rupa dengan suhu yang berkisar antara 40-60°C,
serta dengan kecepatan udara sebesar 1,9 hingga 3,8 m/s. Setelah dikeringkan, adonan
dihancurkan hingga berbentuk powder, sehingga terbentuklah pewarna bubuk
fikosianin.
Sementara itu, absorbansi dari supernatant yang telah diukur sebelumnya dapat
digunakan untuk mengukur konsentrasi dan yield fikosianin, yaitu dengan rumus
sebagai berikut:
KF (mg/ml) = – 0,474 ( )
,
9
(mg/g) = × ( )
( )
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa konsentrasi fikosianin berkisar
antara 2,114 hingga 2,280 mg/ml, di mana nilai yang tertinggi diperoleh kelompok C1.
Kemudian, yield yang didapatkan berkisar antara 14,798 hingga 15,960 mg/g, di mana
nilai yang tertinggi juga diperoleh kelompok C1. Menurut Fox (1991), absorbansi
(Optical Density) sangat dipengaruhi oleh kejernihan dari larutan. Dengan demikian,
semakin tinggi padatan terlarut atau semakin pekat dan keruh larutan yang dihasilkan,
maka absorbansinya juga semakin meningkat. Kemudian apabila OD yang dihasilkan
semakin tinggi, maka konsentrasi dan yield fikosianin yang dihasilkan juga semakin
tinggi. Jadi, OD berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin beserta yield yang
dihasilkan. Hal ini juga dapat dibuktikan dari rumus konsentrasi fikosianin yang telah
disebutkan sebelumnya (Bennet & Bogorad, 1973 dalam Antelo et al., 2010).
Sementara itu, warna fikosianin pada semua kelompok berubah dari biru tua (kelompok
C1, C2, C3) dan biru (kelompok C4, C5) menjadi biru muda sesudah dikeringkan dalam
oven. Ada sedikit perbedaan yang terletak pada warna fikosianin sebelum dikeringkan
dalam oven, yaitu warna awal fikosianin pada kelompok C1, C2, dan C3 yang
melakukan penambahan dekstrin dengan perbandingan 1:1, dengan kelompok C4 dan
C5 yang melakukan penambahan dekstrin dengan perbandingan supernatant:dekstrin
sebesar 8:9. Artinya, kelompok C4 dan C5 melakukan penambahan konsentrasi dekstrin
yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok C1, C2, dan C3, di mana pada
kelompok C4 dan C5, warna yang dihasilkan cenderung lebih muda atau lebih pudar.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiyono (2007), yaitu bahwa penambahan konsentrasi
dekstrin yang semakin tinggi akan menghasilkan bubuk fikosianin yang berwarna
semakin pudar atau cenderung cerah. Hal ini dikarenakan oleh warna dekstrin sendiri
yang adalah putih, sehingga dengan ditambahkannya dekstrin yang terlalu banyak akan
membuat bubuk fikosianin memudar.
Salah satu faktor terpenting dalam memperoleh fikobiliprotein dari bubuk kering
Spirulina adalah pemilihan protokol ekstraksi dan purifikasi, di mana efisiensi dari
metode ekstraksi sendiri ditentukan oleh perhitungan konsentrasi dan rasio kemurnian
10
dari fikosianin yang diisolasi. Kemurnian fikosianin memiliki peran yang signifikan
dalam aplikasi komersial dan pada umumnya dievaluasi menggunakan rasio absorbansi
A615 dan A280, di mana A615 mewakili ketinggian puncak untuk fikosianin dan A280
mengindikasikan kontaminasi dari protein-protein yang kaya akan asam amino
aromatik. Kemurnian sebesar 0,7 dianggap sebagai food grade, 3,9 sebagai reactive
grade, dan lebih dari 4,0 sebagai analytical grade (Kamble et al., 2013).
Gambar 2. Contoh Label Komposisi Nutrisi pada Produk Bubuk Spirulina Kering yang
Diproduksi secara Komersial (Tang & Suter, 2011).
11
Selain tingginya kadar provitamin A, mikroalga yang dikeringkan juga dapat
menyediakan berbagai macam nutrien lain termasuk protein, mineral, vitamin, dan
antioksidan. Spirulina sendiri mengandung sejumlah besar vitamin B12, protein (60-
70% dari berat kering), karotenoid, dan zeaxanthin (Tang & Suter, 2011). Kumar et al.
(2009) menambahkan, Spirulina mengandung 18 jenis asam amino dan vitamin-vitamin
penting seperti biotin, tokoferol, tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, asam pirodozoik,
beta karoten, vitamin B12, dan sebagainya. Dengan demikian, produksi dunia terhadap
alga yang dapat dikonsumsi dan produk-produk alga yang digunakan sebagai suplemen
makanan, bahan tambahan makanan, makanan fungsional, dan obat-obatan telah
mencapai ribuan ton per tahunnya. Kemudian karena penggunaannya yang potensial
untuk menjadi biofuel, produksinya tidak diragukan lagi pasti akan meningkat (Tang &
Suter, 2011).
Meskipun demikian, pigmen fikosianin yang didapatkan dari Spirulina ini juga
memiliki kelemahan, yaitu stabilitasnya yang rendah terhadap panas, dan cahaya
(Jespersen et al., 2005). Sarada et al. (1999) menambahkan, di mana pada hasil
penelitiannya, fikosianin bersifat stabil pada rentang pH antara 5-7,5 di suhu ruang
(25±2oC). Pada suhu yang lebih rendah, fikosianin dapat stabil lebih lama dibandingkan
pada suhu ruang. Di bawah dan di atas pH 5-7,5, pigmen fikosianin akan kehilangan
warnanya secara bertahap. Pengaruh suhu terhadap stabilitas fikosianin
mengindikasikan bahwa fikosianin sangat tidak stabil pada suhu 45oC dan di atasnya, di
mana fikosianin akan kehilangan warnanya. Di atas suhu 30oC, fikosianin secara
bertahap akan kehilangan warnanya. Fikosianin cukup stabil pada suhu 10 dan 4oC
untuk waktu yang lama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fikosianin bersifat
stabil pada suhu yang lebih rendah untuk waktu yang lama dengan pH berkisar antara
5,0-7,5.
12
4. KESIMPULAN
Fikosianin merupakan salah satu jenis pewarna biru yang bersifat alami pada
industri makanan dan kosmetik.
Fikosianin memiliki berbagai manfaat dalam bidang kesehatan, seperti sebagai
antioksidan, anti inflamasi, dan aktivitas-aktivitas yang melindungi organ hati.
Pigmen fikosianin dapat diekstrak dari biomassa Spirulina dengan menggunakan
metode ekstraksi polar.
Berdasarkan hasil pengamatan, konsentrasi fikosianin berkisar antara 2,114 hingga
2,280 mg/ml, sedangkan yield berkisar antara 14,798 hingga 15,960 mg/g.
Absorbansi (OD) dari supernatant fikosianin berbanding lurus dengan konsentrasi
fikosianin beserta yield yang dihasilkan.
Untuk membuat pigmen fikosianin dalam bentuk bubuk, supernatant dari hasil
ekstraksi polar ditambahkan dengan dekstrin dan dikeringkan dalam oven.
Penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat pengeringan, mencegah
kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan,
memperbesar volume, serta mengurangi kerusakan pigmen akibat oksidasi.
Setelah dikeringkan, warna fikosianin berubah menjadi lebih muda, di mana
penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan menghasilkan bubuk
fikosianin yang berwarna semakin pudar atau cenderung cerah.
Spirulina mengandung 18 jenis asam amino dan vitamin-vitamin penting.
Pigmen fikosianin memiliki stabilitas yang rendah terhadap panas, cahaya, dan pH.
Fikosianin bersifat stabil pada suhu yang lebih rendah untuk waktu yang lama
dengan pH berkisar antara 5,0-7,5.
Semarang, 21 Oktober 2015
Praktikan, Asisten Dosen:
- Deanna Suntoro
- Ferdyanto Juwono
(Nita Silviani Arifin)
13.70.0069
Kelompok C2
13
5. DAFTAR PUSTAKA
Day R. A. & A. L. Underwood. 1992. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi ke-5. Erlangga.
Jakarta.
Jespersen, L.; L. D. Stromdahl; K. Olsen; L. H. Skibsted. 2005. Heat and light stability
of three natural blue colorants for use in confectionery and beverages.
European Food Research and Technology, 220, 261-266.
Kamble, Suresh P.; Rajendra B. Gaikar; Rimal B. Padalia; Keshav D. Shinde. 2013.
Extraction and purification of C-phycocyanin from dry Spirulina powder and
evaluating its antioxidant, anticoagulation and prevention of DNA damage
activity. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 3 (08), pp. 149-153.
Kumar, Venkatesh; Dhiraj Kumar; Ashutosh Kumar; S. S. Dhami. 2009. Effect of Blue
Green Micro Algae (Spirulina) on Cocoon Quantitative Parameters of
Silkworm (Bombyx mori L.). ARPN Journal of Agricultural and Biological
Science. Asian Research Publishing Network. www.arpnjournals.com.
Pavia, Donald L. 2005. Introduction to Organic Laboratory Techniques: A Small Scale
Approach. Cengage Learning. USA.
Sarada, R.; Manoj G. Pillai; G. A. Ravishankar. 1999. Phycocyanin from Spirulina sp:
influence of processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficacy
of extraction methods and stability studies on phycocyanin. Process
Biochemistry 34 (1999) 795-801. Elsevier Science Ltd.
Tang, Guangwen & Paolo M. Suter. 2011. Vitamin A, Nutrition, and Health Values of
Algae: Spirulina, Chlorella, and Dunaliella. Journal of Pharmacy and Nutrition
Sciences, 2011, 1, 111-118. Jean Mayer USDA Human Nutrition Research
Center on Aging at Tufts University. Boston, USA.
Wit, Chantal D. van der Weij-De; Alexander B. Doust; Ivo H. M. van Stokkum; Jan P.
Dekker; Krystyna E. Wilk; Paul M. G. Curmi; Rienk van Grondelle. 2008.
Phycocyanin Sensitizes both Photosystem I and Photosystem II in Cryptophyte
Chroomonas CCMP270 Cells. Biophysical Journal Volume 94, March 2008,
2423-2433. Biophysical Society.
Zhang, Xifeng; Fenqin Zhang; Guanghong Luo; Shenghui Yang; Danxia Wang. 2015.
Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina using Aqueous Two-
Phase Systems of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition
Research, 2015, Vol. 3, No. 1, 15-19. Zhangye, P. R. China.
14
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = – 0,474 ( )
, ×
Yield (mg/g) = KF × ol (total iltrat)
g ( erat iomassa)
Kelompok C1
KF = 0,1490 – 0,474 (0,0575)
, ×
= 2,280 mg/ml
Yield = 2,280×56
= 15,960 mg/g
Kelompok C2
KF = 0,1460 – 0,474 (0,0594)
, ×
= 2,207 mg/ml
Yield = 2,207×56
= 15,449 mg/g
Kelompok C3
KF = 0,1437 – 0,474 (0,0574)
, ×
= 2,181 mg/ml
Yield = 2,181×56
= 15,267 mg/g
Kelompok C4
KF = 0,1410 – 0,474 (0,0593)
, ×
= 2,114 mg/ml
Yield = 2,114×56
= 14,798 mg/g
15
Kelompok C5
KF = 0,1440 – 0,474 (0,0588)
, ×
= 2,175 mg/ml
Yield = 2,175 × 56
= 15,225 mg/g
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal