Upload
despri-supriadi
View
11
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
wewqdsad
Citation preview
1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem penglihatan merupakan penghubung dengan lingkunganya, dimana
dapat mengenali cahaya, warna dan bentuk semua benda, penglihatan dapat
dikatakan sebagai system sensorik yang paling penting, sebab sebagian besar
informasi yang diterima melalui indera penglihatan. Mata sebagai organ yang
menyusun system penglihatan mempunyai dua fungsi yang berbeda namun saling
berhubungan erat. Pertama mata merupakan suatu alat optic yang menerima
gelombang cahaya dan merubahnya dalam bentuk bayangan. Kedua, mata
merupakan reseptor sensoris yang memberikan respon terhadap bayangan yang
terbentuk pada retina kemudian mengerimnya ke otak ( Siregar, dkk, 1995 ).
Respon visual dari ikan dapat dilihat pada saat pengoperasian dengan alat
tangkap jaring namun hal tersebut dapat disesuaikan berdasarkan jenis ukuran dan
perbedaan spesies dalam hal jarak pandang dan ketajaman visual.Untuk memahami
mekanisme dari respon tingkah laku pada saat proses penangkapan, bagaimana
ikan mengenali alat tangkap kemudian bagaiman ikan bisa menghindari alat tangkap
dapat diketahui dalam ilmu histologi. Indera penglihatan ikan pada sebagian besar
jenis ikan ekonomis penting adalah merupakan indera yang utama yang
memungkinkan mereka untuk terciptanya pola tingkah laku mereka terhadap
lingkunganya. Indera penglihatan ikan akan mempunyai sifat khas tertentu oleh
adanya berbagai faktor seperti jarak penglihatan yang jelas, kisaran dan cakupan
penglihatan, warna yang jelas, kekontrasan dan kemampuan membedakan objek
yang bergerak (Gunarso, 1985).
2
Mata bagi ikan berfungsi sebagai jendela yang menghubungkan organisme
dengan dunia luar memberikan konstribusi yang sangat penting bagi kehidupan ikan.
Keberhasilan ikan untuk eksis dan mempertahankan kelangsungan hidup
keturunannya di habitatnya, adalah salah satu kontribusi penglihatan, disamping
indera atau reseptor lainnya. Kemampuaan mata melihat oleh ikan digunakan untuk
menangkap mangsa/makanannya, menghindari musuhnya dan alat tangkap.
Selanjutnya juga berperan penting menentukan teritorialnya, mencari pasangannya,
dan mencari tempat pengasuhan bagi anak-anaknya ( Razak, dkk, 2005).
Perkembangan metode dan operasi penangkapan ikan hingga saat ini
banyak ditentukan oleh target tangkapannya dengan memanfaatkan tingkah laku
ikan. Selama ini pemanfaatan tingkah laku ikan dalam bidang penangkapan yang
telah banyak digunakan adalah penggunaan cahaya untuk menarik gerombolan ikan
pada waktu malam hari. Hampir dapat dikatakan bahwa ikan-ikan pelagis
merupakan ikan-ikan yang tertarik oleh cahaya baik cahaya alami (Matahari)
maupun cahaya buatan (Lampu). Adaptasi mata ikan terhadap cahaya berbeda
untuk setiap jenis ikannya, hal tersebut disebabkan karena setiap jenis ikan
mempumyai tingkat sensivitas cahaya yang berbeda beda. Sensifitas mata ikan
dalam merespon cahaya dapat diidentifikasi berdasarkan kontraksi dari sel kon
dengan melihat pergerakan dari elipsoid kon di dalam lapisan sel penglihatan (Visual
cell Layer) (Hajar, 2008).
Sebagian besar spesies ikan beraneka ragam habitatnya, retina mata ikan
memperlihatkan struktur yang bervariasi. Struktur retina telah dibentuk oleh tekanan
selektif intensitas cahaya dan spectral dalam lingkungan, serta resolusi ruang yang
3
dibutuhkan oleh hewan untuk bertahan hidup. Selanjutnya dikatakan bahwa pada
kebanyakan ikan, mata adalah reseptor penglihatan yang sangat sempurna, system
optik pada mata ikan melakukan pengumpulan cahaya dan membentuk suatu fokus
bayangan untuk analisis oleh retina. Sensitifitas dan ketajaman mata tergantung
pada terangnya bayangan yang mencapai retina (Fujaya, 1999).
Fungsi mata ikan selain dapat diketahui dari tingkat sensifitasnya dalam
merespon cahaya, juga dapat dikaji berdasarkan penglihatan mata ikan dari tingkat
kemampuan penglihatannya. Di Indonesia pemahaman dan kajian mengenai
kemampuan penglihatan ikan masih sangat terbatas, di pelajari dan diteliti. Disisi lain
pengetahuan tentang kemampuan penglihatan mata ikan sangat penting dalam
memahami tingkah laku ikan dalam merespon alat tangkap. Kemampuan
penglihatan mata ikan dapat diidentifikasi melalui observasi fisiologi dengan
menganalisis berdasarkan metode histologi retina mata ikan (Hajar, 2008, Arimoto,
1988).
Ikan layur merupakan salah satu kelompok (species group) dalam komunitas
sumber daya demersal. Dengan demikian keberadaan populasi ikan layur akan
terlibat dalam proses-proses dinamika dalam komunitas ikan demersal, seperti
interaksi biologis antar jenis. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah antar
hubungan pemangsaan (predator-prey relationship) dan persaingan makanan (food
competetion). Salah satu perilaku ikan layur adalah ‘voracious’ atau sangat ‘rakus’,
sehingga dalam suatu komunitas tertentu ikan layur dapat merupakan ‘top predator’
yang memperebutkan makanannya berupa ikan-ikan berukuran kecil dengan ikan-
ikan predator lainnya.
4
Perilaku kebiasaan makan ikan layur dewasa dan layur anakannya (yuwana,
juvenile) berhubungan erat dengan kebiasaan migrasi vertikal (diurnal – siang;
nocturnal - malam) mempunyai sifat yang berlawanan. Pada siang hari layur dewasa
biasanya bermigrasi vertikal ke dekat permukaan untuk mencari makan dan kembali
bermigrasi ke dasar perairan pada malam hari. Ikan layur anakannya yang
berukuran kecil akan membentuk gerombolan (schooling) mulai dari dasar sampai
ke dekat permukaan pada siang hari dan pada malam hari menyebar dan
mengelompok untuk mencari makan sampai ke dekat permukaan.
Berdasarkan kepentingan ini dalam aplikasinya di bidang teknologi
penangkapan ikan, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk megetahui tingkat
kemampuan penglihatan mata ikan, khususnya ikan Layur (Trichiurus savala).
B. Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui kemampuan
penglihatan mata ikan Layur (Trichiurus Savala) yang dapat di aplikasikan dalam
bidang teknologi penangkapan ikan dengan :
1. Mendeskripsikan struktur susunan kon (cone mosaic) sel-sel penglihatan di
dalam retina mata ikan
2. Mengetahui arah ketajaman penglihatan ikan (Visual axis)
3. Menentukan tingkat ketajaman penglihatan mata ikan (Visual acuity)
4. Mengetahui jarak maksimum penglihatan mata ikan berdasarkan ukuran
terhadap suatu objek (Maximum sighting distance)
5. Mejelaskan hubungan antara tingkat ketajaman mata ikan dan penerapannya
pada bidang teknologi penangkapan ikan.
5
Kegunaan penelitian ini adalah mengklarifikasi fenomena dan pengetahuan
tingkah laku ikan dalam merespon alat tangkap yang dapat digunakan dalam
menentukan startegi penangkapan. Khususnya respon mata pada ikan layur
(Trichiurus savala) terhadap alat tangkap.
6
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistematika, Ciri Morfologis dan Daerah Sebar
Sistematika ikan Layur (Trichiurus Savala) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Sub Ordo : Scombroidei
Family : Trichiurus
Genus : Trichiurus
Spesies : Trichiurus Savala
Gambar 1. Morfologi ikan Layur
Ciri utama dari kelompok ikan layur antara lain adalah: Badannya sangat
memanjang dan pipih seperti pita. Oleh karena itu dalam beberapa literatur
internasional ikan layur disebut sebagai ‘ribbon fish’. Gigi rahangnya sangat kuat dan
bagian depan gigi rahang tersebut membentuk taring. Sirip punggung memanjang,
mulai dari belakang kepala sampai mendekati ujung ekor. Pada bagian depan sirip
punggung terdapat jari-jari sirip keras. Kadang-kadang antara kedua sirip punggung
yang keras dan sirip lemah terdapat notch yang sangat jelas. Warna badannya pada
umumnya adalah keperakan, bagian punggungnya agak sedikit gelap. Ikan layur
merupakan salah satu kelompok (species group) dalam komunitas sumber daya
pelagis. Dengan demikian keberadaan populasi ikan layur akan terlibat dalam
7
proses-proses dinamika dalam komunitas ikan demersal, seperti interaksi biologis
antar jenis. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah antar hubungan
pemangsaan (predator-prey relationship) dan persaingan makanan (food
competetion). Salah satu perilaku ikan layur adalah ‘voracious’ atau sangat ‘rakus’,
sehingga dalam suatu komunitas tertentu ikan layur dapat merupakan ‘top predator’
yang memperebutkan makanannya berupa ikan-ikan berukuran kecil dengan ikan-
ikan predator lainnya
Melihat morfologi kepala, mulut dan gigi-gigi ikan layur tidak diragukan lagi
bahwa ikan layur adalah ikan predator yang kebiasaan makanannya adalah hewan
hewan berkuran lebih kecil. Jenis-jenis makanan ikan layur meliputi euphausid
(udang-udang berukuran kecil seperti Rebon, larva udang penaeid), ikan-ikan
berukuran kecil (seperti; teri, sardin, myctophids, bregmacerotids, carangoids,
sphyraenids, atherinids, sciaenids, scombrids, larva/yuwana ikan layur ) dan
cumicumi berukuran kecil. Perilaku kebiasaan makan ikan layur dewasa dan layur
anakannya (yuwana, juvenile) berhubungan erat dengan kebiasaan migrasi vertikal
(diurnal – siang; nocturnal - malam) mempunyai sifat yang berlawanan. Pada siang
hari layur dewasa biasanya bermigrasi vertikal ke dekat permukaan untuk mencari
makan dan kembali bermigrasi ke dasar perairan pada malam hari. Ikan layur
anakannya yang berukuran kecil akan membentuk gerombolan (schooling) mulai
dari dasar sampai ke dekat permukaan pada siang hari dan pada malam hari
menyebar dan mengelompok untuk mencari makan sampai ke dekat permukaan.
8
B. Indera Penglihatan Ikan
Indera penglihatan ikan pada sebagian besar jenis ikan pada sebagian besar
jenis ikan yang ekonomis penting adalah merupakan indera yang utama yang
memungkinkan mereka untuk terciptanya pola tingkah laku mereka terhadap
keadaan lingkungannya. Indera penglihatan ikan akan mempunyai sifat khas tertentu
oleh adanya berbagai faktor seperti jarak penglihatan yang jelas, kisaran dari
cakupan penglihatan, warna yang jelas, kekontrasan dan kemampuan membedakan
objek yang bergerak (Gunarso, 1985).
Ikan yang bergerombol berhubungan dengan daya penglihatannya, karena
ikan berpisah dan menyebar setelah gelap. Penerimaan mata ikan terhadap cahaya
mendorong timbul daya mempertahankan diri dari pemangsa yang menyebabkan
ikan bergerak ke arah penyinaran cahaya yang dilihatnya, kemudian membentuk
gerombolan untuk mempertahankan diri dari pemangsa (Yami, 1987).
Fujaya (1999) menyatakan bahwa pada sebagian besar spesies ikan dengan
beraneka ragam habitatnya, retina mata ikan memperlihatkan struktur yang
bervariasi. Struktur retina telak dibentuk oleh tekanan selektif intensitas cahaya dan
spektral dalam lingkungannya, serta resolusi ruang yang dibutuhkan oleh hewan
untuk bertahan hidup. Perbedaan yang dihasilkan oleh tekanan selektif yang tidak
sama dapat ditemukan di dalam (1) ketebalan retina (2) perbedaan sub jenis sel
retina, khususnya fotoreseptor dan (3) spesialisasi wilayah pada sel retina terhadap
pemantulan pandangan yang diperlukan. Selanjutnya dikatakan bahwa pada
kebanyakan ikan, mata adalah reseptor penglihatan yang sangat sempurna. Sistem
optika pada mata ikan ialah melakukan pengumpulan cahaya dan membentuk suatu
9
fokus bayangan untuk dianalisis oleh retina. Sensivitas dan ketajaman mata
tergantung pada terangnya bayangan yang mencapai retina.
Pada jenis ikan yang aktif pada siang hari, pada umumnya kon tersusun
dalam bentuk mosaik pada retina mereka. Kon tersebut dapat tersusun dalam
bentuk barisan atau dalam bentuk persegi empat. Pada umumnya ikan-ikan yang
memiliki kon dalam bentuk mozaik seperti ini adalah jenis ikan yang intensif sekali
menggunakan indera penglihatannya, biasanya mereka jenis ikan yang aktif
memburu mangsa. Untuk jenis-jenis ikan yang aktif pada malam hari atau jenis ikan
yang hidup pada lapisan dalam (deep sea fishes) jumlah kon sangat kurang atau
tidak ada sama sekali, dan kedudukan kon sangat kurang atau tidak ada sama
sekali, dan kedudukan kon tersebut digantikan oleh rod (Gunarso,1985).
C. Retina pada Mata Ikan
Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan
dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang
memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka
terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta. Adanya lensa dan ligamentum
pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi dua, yaitu bagian depan
terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan bagian
belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut
berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar. Kotak mata pada
tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput transparan yang
melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini
10
peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf.
Radang konjungtiva disebut konjungtivitis. Tiga daerah terpenting dari retina dapat
dibedakan secara histologi dan topografis (1) pars optika, yang melapisi bagian
terbesar dari ruang vitrus; (2) pars kiliaris, yamg menutupi benda silier; dan (3) pars
iridika, yang menutupi permukaan belakang iris. Pada pars optika merupakan bagian
terbesar retina yang terbagi atas sepuluh lapisan yaitu epitel berpigmen, kon dan
rod, membran pembatas luar, lapisan nucleus luar, lapisan pleksiform luar, lapisan
nucleus dalam, Lapisan pleksiform dalam lapisan sel ganglion, lapisan serat saraf
dan membran pembatas dalam (Ali and Anctil, 1976). Struktur lapisan retina ikan
yang telah diteliti pada ikan Sanma (Pacific,Saury) terlihat pada gambar berikut.
(Hajar. 2000).
Gambar 2. Struktur dari Lapisan Retina(Sumber : Hajar2008)
11
Sel Batang dan Sel Kerucut Retina
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan
sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi
pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama
pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel
basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus
berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke
tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning
hanya ada sel konus saja. Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut
rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya
sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan
kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi
rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari
sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin
dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah,
hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap
spektrum warna.
12
METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Maret 2009.
Pengambilan sampel dilakukan Diperairan Tanjung Palette Kabupaten Bone,
Sulawasi Selatan. Dan pengamatan di lakukan di Laboratorium Fisiologi hewan Air,
Laboratorium Parasit dan Laboratorium Teknologi Penangkapan Ikan Jurusan
Perikanan FIKP Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat Dan Bahan
Adapuan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, seperti ditunjukkan pada tabel 1 :
Tabel 1 : Alat dan bahan yang digunakan pada proses histologiNO Alat Dan Bahan Kegunaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Alat
Mikroskop
Timbangan
Benang
Mikrometer
Pisau bedah
Botol sample
Plastik sample
Spidol
Microtom
Cassette
Kayu 3x2x2cm
Untuk observasi sample
Untuk mengetahui bobot sampel
Untuk mengukur diameter lingkar badan
sampel
Untuk mengukur diameter bola dan lensa
mata sampel
Untuk memisahkan bagian tubuh sampel
Media penyimpanan sample
Untuk memisahkan sample
Untuk pemberian label dan tanda
Untuk pemotongan sampel
Tempat penyimpanan retina untuk
memasukkan paraffin ke dalam jaringan
13
12
1
2
3
4
5
6
7
8
Slide glass
Bahan
Ikan Layur (Trichiurus sp)
Larutan Bouins
(formalin,PicridAcid,Acetid
Acid)
Alkohol
Parrafin
Xylen
Eosin
Haematoxylen
Aquades
retina
Sebagai penahan pada saat pemotongan
Sebagai tempat hasil pemotongan jaringan
Sampel
Menjaga konsistensi jaringan mata
Untuk mengeluarkan air dari dalam jaringan
Untuk media tanam sample & penertrasi ke
dalam jaringan.
Untuk menghilangkan alcohol dalam jaringan
& mengeluarkan parrafin
Untuk pewarnaan
Untuk pewarnaan
Untuk penyempurnaan proses rehidrasi
C. Metode Pengambilan Sampel
Sampel diambil pada hasil tangkapan set net berdasarkan ketersediaan ukuran
hasil tangkapan. Jumlah sampel yang diambil berdasarkan ukuran panjang total
yang terkecil sampai yang terbesar tergantung ukuran yang diperoleh dari hasil
setiap tangkapan. Pengambilan sampel dilakukan secara berulang berdasarkan
ketersediaan sampel yang diperoleh. Dan sampel yang di peroleh 15 ekor yang di
mana panjang totalnya 25 cm sampai 65 cm.
14
Gambar 3. Ikan Layur (Trichiurus Savala) Ukuran TL : 25 cm – 65 cm
D. Proses Histologi Retina
a. Pengambilan sampel di lapangan
Pengambilan sampel dilakukan sesaat setelah proses hauling dilakukan.
Jumlah sampel yang diambil berdasarkan ukuran panjang total yang terkecil
sampai yang terbesar tergantung ukuran yang diperoleh dari hasil setiap
tangkapan. lalu sampel yang ada diukur dan ditimbang. Setelah itu sampel
dipotong kepalanya dan dimasukkan ke larutan bouins dan dilanjutkan dengan
proses histologi di laboratorium.
b. Proses histologi mata ikan
Untuk mengetahui kepadatan kon mata ikan dilakukan analisis dengan
menggunakan metode histologi retina mata ikan berdasarkan potongan
horizontal (Hajar,2008). Tahap-tahap metode histologi adalah sebagai berikut
1. Fiksasi, yaitu proses dimana potongan mata ikan dicelupkan ke dalam
larutan Bouine minimal selama 2 hari yang bertujuan untuk mempertahankan
bentuk morfologi dari sampel dan komposisi kimia jaringan (sampel)
Gambar 4. Proses Fiksasi
15
2. Washing, yaitu pencucian sampel dari bouinne dengan menggunakan
alkohol.
overnight
60 menit
Gambar 5. Proses Washing
3. Mengukur diameter bola mata dan lensa mata menggunakan micrometer
scrup, kemudian mengambil retina dengan metode spot pada bagian depan,
belakang, atas, bawah.
4. Sampel retina di bungkus dalam kertas saring dan memasukkan ke dalam
embedding cassettes.
5. Dehidrasi, memasukkan sampel ke dalam alkohol secara bertingkat, yang
bertujuan untuk mengeluarkan air dalam jaringan
30 menit
30 menit
30 menit
30 menit Gambar 6. Proses Dehidrasi
30 menit
Alkohol 70 %
Alkohol 75 %
Alkohol 75 %
Alkohol 85 %
Alkohol 90 %
Alkohol 96 % I
Alkohol 96 % II
16
6. Clearing, memasukkan sampel ke dalam larutan Xylene, yang bertujuan
untuk menghilangkan alkohol dalam jaringan, melarutkan lemak dan
mengantarkan paraffin ke jaringan, hal ini dilakukan sampai jaringan
transparan
60 menit
60 menit
60 menit
Gambar 7. Proses Clearing
7. Impregnating, memasukkan sampel ke dalam Xylen + paraffin, dan parafin.
Yang bertujuan untuk memasukkan parafin cair kedalam jaringan.
Overnight, suhu 60°C
60 menit, suhu 60°C
60 menit, suhu 60°C
Gambar 8. Proses Impregnating
8. Embedding, merupakan proses penanaman ke dalam parafin sebagai media,
dimana sampel retina dibenamkan dalam parafin kemudian sampel retina di
cairkan dalam oven dengan suhu 600C lalu dipadatkan dalm frezeer
kemudian diletakan pada kayu penahan.
Xylene I
Xylene III
Xylene II
Xylen + paraffin 1 : 1
Paraffin I
Paraffin II
Paraffin III
17
Gambar 9. Proses Embedding
9. Cutting, suatu proses pemotongan, di mana pemotongan sampel retina yang
telah dibenamkan dalam parafin disayat dengan menggunakan microtome
kemudian diletakan pada micro slide glass, setelah itu dipanaskan dengan
suhu 60 °C.
Gambar 10. Proses Cutting
10. Staining, yaitu proses pewarnaan sebagai tingkatan sebagai berikut :
A. Deparafinasi (clearing) yaitu sampel retina di masukan kedalam Xylene,
yang bertujuan untuk menghilangkan parafin dari dalam jaringan.
10 menit
10 menit
Gambar 11. Proses Deparafinas
Xylene I
Xylene III
Xylene II
18
B. Rehidrasi, bertujuan untuk memasukan air kedalam jaringan dengan
tahap sebagai berikut :
B1. Sampel retina dimasukan kedalam alkohol
10 menit
10 menit
10 menit
10 menit
Gambar 12.Proses Rehidrasi
B2. Sampel retina dimasukan kedalam air mengalir tujuan untuk
menyempurnakan proses rehidrasi. Setelah itu dimasukkan ke
dalam larutan Hematoxilene. Kemudian di masukkan ke dalam air
mengalir, selanjutnya di masukan kedalam larutan Eosin setelah itu
di masukan kembali ke dalam aquades.
2 – 3 detik
10 menit
10 menit
10 menit
Gambar 13. Proses Pewarnaan
1 – 2 detik
Alkohol 100 %
Alkohol 96 %
Alkohol 90 %
Alkohol 80 %
Alkohol 70 %
Air mengalir
Hematoxiline
Aquades
Eosin
Air mengalir
19
C. Dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat, dengan tujuan agar
air dalam jaringan keluar.
10 menit
10 menit
10 menit
10 menit
Gambar 14. Proses Dehidrasi
D. Clearing, dengan menggunakan larutan Xylene, yang bertujuan untuk
mengeluarkan alkohol dari dalam jaringan.
10 menit
10 menit
Gambar 15. Proses Clearing
E. Setelah itu sampel ditutup dengan micro cover glass.
Alkohol 70 %
Alkohol 80 %
Alkohol 90 %
Alkohol 96 %
Alkohol 100 %
Xylene I
Xylene III
Xylene II
20
11. Observasi dengan menggunakan mikroskop.
Gambar 16. Observasi
E. Analisis Data
1. Mendeskripsikan struktur susunan kon (Con mozaik) sel-sei penglihatan
didalam retina mata ikan. Dilakukan dengan cara melihat dari susunan con
jadi bentuk mozaik merupakan kon yang tersusun dalam bentuk barisan atau
dalam bentuk pola bujur sangkar. Ikan yang memiliki struktur susunan kon
berbentuk baris atau pola bujur sangkar menunjukkan bahwa ikan tersebut
sangat intensif menggunakan indera penglihatannya.
2. Menentukan arah ketajaman penglihatan (Visual Axis) dilakukan dengan
cara:
Dilihat dari jumlah kepadatan con (n) pada setiap arah pandangan
ikan. Jadi sistem penglihatan ikan untuk kasus ketajaman penglihatan
berdasarkan kepadatan kon dan diameter lensa dapat di hubungkan dengan
karakteristik hidupnya, dimana habitatnya berada sebagai bentuk adaptasi
terhadap lingkungan khususnya untuk kondisi penglihatannya.
0.1 mm
21
3. Menentukan tingkat ketajaman mata ikan (visual acuity) di lakukan dengan
cara :
Menghitung diameter lensa (F)
F = ( lens ø /2) x 2,55
Menghitung kepadatan kon (n)
(cells/0,01 mm2 )
Cone dihitung berdasarkan double cone
atau single cone
Gambar 17. Susunan Kon(Sumber:Hajar,2008)
Menentukan estimasi sudut pandang minimum (α)
1 ______ 0,1 x ( 1+ 0,25 ) x 2
F √n
Penentuan tingkat ketajaman( VA)
α x 180 x 60 -1
π
4. Mengetahui jarak maksimum penglihatan mata ikan berdasarkan ukuran
suatu objek, dilakukan dengan cara menhitung;
VA =
α =
0.1 mm
22
Estimasi jarak pandang maksimum (D)
D= t
α
Gambar 18. Estimasi Jarak Pandang Maksimum( Sumber :Hajar,Arimoto,2008)
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Alat Tangkap
Set net adalah salah satu alat tangkap yang popular dioperasikan
disepanjang perairan pantai Jepang dengan berbagai variasi besar dan desain yang
berbeda. Set net yang dioperasikan diperairan pantai Jepang, mulai dari Hokkaido
sampai pulau Okinawa, ditujukan untuk menangkap berbagai jenis ikan (pelagis,
demersal, ikan bermigrasi dan ikan yang menetap). Satu unit Set net terdiri dari
beberapa bagian yakni penaju (leader net), serambi ( play ground), ijeb-ijeb
(entrance) dan kantong (bag/crib).
Keterangan gambar
1. Penaju (leader net)
2. Daun pintu
3. Serambi (play ground)
4. Jaring pengarah
5. Kantong (bag/crib)
6. Kantong tambahan
7. Pelampung
8. Pemberat
Gambar 19. Alat Tangkap Set net Tipe Otoshi ami (Sumber: JICA Set Net Project)
24
Alat tangkap yang digunakan dalam pengaplikasiannya yaitu Set Net dengan
melihat tiga bagian yaitu penaju (leader net), serambi ( play ground), ijeb-ijeb
(entrance) dan kantong (bag/crib) berdasarkan ukuran objek target yaitu diameter
benang jaring, diameter tali ris dan diameter pelampung dengan data seperti pada
Tabel 2.
Tabel. 2 Data Bagian-Bagian Set Net
Objek Target Penaju (leader net) Serambi (play ground) Kantong (Chamber net)
JARING Mesh Size Bahan Diameter Warna
242,4 mmPolythelene
5 mmHitam
121,2 mmPolythelene
5 mmHitam
30,3 mmTetoron5 mmHitam
TALI RIS Bahan Diameter Warna
Polythelene18 mmHitam
Polythelene18 mmHitam
Polythelene14 mmHitam
PEMBERAT Bahan Diameter Bentuk
Timah14 mmSilinder
Timah14 mmSilinder
Timah14 mmSilinder
B. Kemampuan Penglihatan
Kemampuan penglihatan dari ikan layur(Trichiurus Savala) dapat ditaksir
dalam beberapa aspek kemampuan penglihatannya, seperti: arah penglihatan,
ketajaman penglihatan, dan jarak pandang maksimum dengan cara pengujian
histologi retina yaitu dengan melihat obervasi photomicroscopic. Dengan melihat dari
struktur retina dapat mengidentifikasi sel kon dari ikan Layur yang terdiri dari single
cone dan double cone, masing-masing kon tunggal diapit oleh empat double cone.
Dari ini dapat diperoleh dalam menentukan mosaik kon pada suatu ukuran kotak
25
pengaturan mosaic, untuk analisa lebih lanjut dari data ini, bisa digunakan untuk
menentukan arah penglihatan dengan melihat dari area kepadatan kon retinal yang
paling tinggi. Arah penglihatan berhubungan dengan penempatan dari kepadatan
kon paling tinggi itu lewat melalui pusat dari lensa yang dianggap sebagai arah
penglihatan mata ikan yang tertajam (Hajar, 2008).
Setelah melakukan uji histologi terhadap retina mata ikan layur(Trichiurus
Savala) dengan menghitung jumlah kepadatan kon (n) diperoleh hasil analisis data
seperti ditunjukkan pada Tabel 3 :
Tabel 3. Hasil Analisis Data pada Setiap Ukuran Ikan Layur (Trichiurus Savala)
NO
TL(cm)
BOLA MATA(mm)
Ø LENSA(mm)
n F (α) (VA)D (m)
(t=10mm)
D (m) (t=50mm
)
1 25 5.00 2.07 320 2.640.005
3 0.055 1.89 9.44
2 27 6.04 2.17 307 2.770.005
2 0.056 1.94 9.70
3 29 6.14 2.34 294 2.980.004
9 0.059 2.05 10.23
4 30 6.40 2.40 287 3.060.004
8 0.060 2.07 10.37
5 32 6.90 3.27 262 4.170.003
7 0.078 2.70 13.50
6 34 7.20 3.35 259 4.270.003
6 0.080 2.75 13.75
7 37 8.44 4.23 244 5.390.003
0 0.098 3.36 16.78
8 40 8.16 4.31 242 5.500.002
9 0.100 3.43 17.17
9 43 9.00 4.40 239 5.610.002
9 0.101 3.47 17.35
10 45 9.37 4.67 236 5.950.002
7 0.106 3.66 18.29
11 46 9.39 5.06 229 6.450.002
6 0.114 3.91 19.53
12 48 10.00 5.30 223 6.760.002
5 0.117 4.04 20.18
10 μm
double cone
single cone
26
13 51 11.40 5.72 212 7.290.002
4 0.124 4.25 21.24
14 56 17.12 7.47 183 9.520.001
9 0.150 5.15 25.77
15 65 19.12 8.46 155 10.790.001
9 0.156 5.37 26.86
1. Struktur Susunan Kon
Setelah melakukan uji histologi terhadap retina mata ikan layur (Trichiurus
Savala) dengan mendeskripsikan struktur susunan kon (mosaic cone) seperti
ditunjukkan pada Gambar 20 :
Gambar 20 . Struktur Susunan Kon
Berdasarkan pada Gambar 20 struktur susunan kon (mosaic cone) ikan layur
(Trichiurus Savala) adalah tersusun berbentuk segi empat beraturan (Regular
Square Pattern) yang saling berhubungan dimana setiap satu single cone dikelilingi
empat double cone. Hal ini sesuai dengan pendapat Munz dan Mc Farland, 1973
bahwa sel kon pada ikan pelagis, berpola seperti mosaik yaitu berbentuk garis atau
27
pola bujur sangkar tunggal maupun ganda. Pada kebanyakan jenis ikan, double
cone identik dengan sel kon kembar, sedangkan single cone hanya satu tipe (Loew
dan Lyhtgoe,1978). Menurut pendapat (Abdul Razak dkk, 2005) bahwa ikan yang
memiliki struktur susunan kon berbentuk baris atau pola bujur sangkar menunjukkan
bahwa ikan tersebut sangat intensif menggunakan indera penglihatannya.
2. Arah Ketajaman Penglihatan
Setelah melakukan uji histologi terhadap retina mata ikan layur (Trichiurus
Savala ) dengan mengambil sampel sebanyak lima sampel yang berukuran besar.
Dengan menghitung jumlah kepadatan kon pada setiap spot masing-masing daerah
pada retina sehingga diperoleh bahwa rata-rata jumlah kepadatan kon tertinggi dari
lima sampel tersebut berada pada daerah temporal (T) seperti ditunjukkan pada
Gambar 21 :
v
n1; TL = 65 cm n2; TL = 56 cm n3; TL = 48 cm
139
132
143
135
158
152
203
178
215
28
n4 ; TL = 45 cm n5 ; TL = 40 cm
Gambar 21. Penentuan Jumlah Kepadatan Kon Tertinggi dalam Retina dan Arah Penglihatan Mata Ikan layur (Trichiurus Savala)
Jumlah kepadatan kon (n) pada retina berbeda-beda, dimana perbedaan
tersebut berhubungan dengan pemanfaatan indera penglihatan pada lingkungannya
(Abdul Razak dkk, 2005). Berdasarkan pada Gambar 21 ikan layur (Trichiurus
Savala) memiliki jumlah kepadatan kon tertinggi pada area temporal (T) retina yang
menunjukkan pada jika area tersebut melewati pusat dari lensa mata maka arah
ketajaman penglihatan (Visual Acuity) ikan layur(Trichiurus Savala) ke arah nasal
(N) atau ke arah depan (Gambar 21). Pada penelitian ikan pelagis lainnya seperti
pasific saury (colorabis saira) bahwa ikan tersebut memiliki kepadatan sel kon pada
227
192211
238
222
218
29
daerah temporal retina yang menunjukkan bahwa arah penglihatan adalah daerah
nasal (Hajar, 2008).
3. Tingkat Ketajaman Penglihatan
Setelah melakukan uji histologi terhadap retina mata ikan layur (Trichiurus
Savala) dengan menghitung jumlah kepadatan kon (n) diperoleh grafik seperti
ditunjukkan pada Gambar 22 :
Gambar 22. Jumlah Kepadatan Kon (cone density, n) pada Berbagai Ukuran Ikan layur (Trichiurus Savala) dengan Total Length, TL ; 25-65 cm
Berdasarkan Gambar 22 terlihat bahwa ikan layur (Trichiurus Savala) pada
setiap pertambahan pertumbuhan panjang tubuh ikan maka semakin sedikit jumlah
kepadatan kon (n). Ukuran terkecil ikan memiliki jumlah kepadatan kon (n) yang
20 30 40 50 60 700
50100150200250300350
n
Panjang tubuh (cm)
Kepa
data
n ko
n(n)
30
lebih besar dibanding dengan ukuran ikan yang terbesar. Hal ini didasarkan kepada
nilai jumlah kepadatan kon (n) yang ditunjukkan Tabel 3 pada ukuran 25 cm yaitu
320 sementara ukuran 65 cm yaitu 155. Hubungan kepadatan kon dengan tingkat
ketajaman penglihatan adalah berbanding terbalik dimana kepadatan kon menurun
sejalan dengan pertambahan pertumbuhan panjang ikan sedangkan tingkat
ketajaman penglihatan meningkat sejalan dengan pertumbuhan panjang ikan.
Jumlah kepadatan kon yang diperoleh ini diperkuat oleh Purbayanto,1989 yang
menyatakan bahwa kepadatan sel kerucut (kon) cenderung menurun dengan
meningkatnya panjang tubuh. Hal ini disebabkan menurut Tamura (1957) kepadatan
sel kerucut akan tetap sama selama hidup ikan, yang berubah adalah kekuatan
penglihatan sejalan dengan pertumbuhan lensanya. Semakin bertambah panjang
tubuh ikan maka diameter lensa akan meningkat, fokus lensa akan meningkat
panjang dan ketajaman penglihatan ikan semakin meningkat karena meningkatnya
fokus lensa menyebabkan nilai sudut pembeda terkecil semakin kecil. Setelah
memperoleh nilai jumlah kepadatan kon (n), dan diameter lensa setiap ukuran ikan,
maka dapat menentukan nilai tingkat ketajaman penglihatan (Visual Acuity) pada
ikan layur (Trichiurus Savala) dengan menggunakan analisis data diperoleh grafik
seperti ditunjukkan pada Gambar 23 :
31
Gambar 23. Tingkat Ketajaman Penglihatan (Visual Acuity, VA) pada Berbagai Ukuran Ikan layur (Trichiurus Savala) dengan Total Length, TL ; 25-65 cm
Berdasarkan Gambar 23 terlihat bahwa ikan layur (Trichiurus Savala) setiap
pertambahan pertumbuhan panjang tubuh ikan maka semakin meningkat ketajaman
penglihatannya. Ukuran terbesar ikan memiliki nilai tingkat ketajaman penglihatan
yang lebih baik dibandingkan dengan ikan ukuran terkecil. Hal ini didasarkan kepada
nilai yang ditunjukkan Tabel 3 tingkat ketajaman penglihatan (VA) pada ukuran 25
cm yaitu 0,0053 sementara ukuran 65 yaitu 0,0019.
Hal ini sesuai dengan menurut Tamura (1957) semakin bertambah panjang
tubuh ikan maka diameter lensa akan meningkat, fokus lensa akan meningkat
panjang dan ketajaman penglihatan ikan semakin meningkat karena meningkatnya
fokus lensa menyebabkan nilai sudut pembeda terkecil semakin kecil.
Indera penglihatan pada ikan layur (Trichiurus Savala) adalah merupakan
indera yang sangat vital, hal ini disebabkan ikan ini tergolong ikan pelagis perenang
cepat, predator dan hidup bergerombol. Hal ini didukung oleh pernyataan Abdul
Razak dkk (2005) bahwa mata ikan membutuhkan mata yang tajam untuk bergerak
20 30 40 50 60 700.0000.0200.0400.0600.0800.1000.1200.1400.1600.180
VA
Panjang Tubuh(cm)
visu
al a
cuity
32
sekaligus menangkap mangsanya, makanannya berupa ikan-ikan kecil dan cumi-
cumi. Mata ikan-ikan pelagis yang predator lebih berkembang dari pada mata ikan
demersal. Disamping itu pada ikan pelagis yang tergolong perenang cepat/karnivora
yang hidup bergerombol dengan jumlah yang sangat besar.
4. Jarak Maksimum Penglihatan
Setelah melakukan uji histologi pada retina mata ikan layur (Trichiurus
Savala) dengan mendapatkan nilai sudut pandang minimum ( α ) maka dapat
menentukan jarak maksimum penglihatan (D) ikan Layur(Trichiurus Savala) pada
suatu objek dengan menggunakan analisis data. Maka grafik yang diperoleh
ditunjukkan pada Gambar 24 :
Gambar 24. Jarak Maksimum Penglihatan (Max. Sighting Distance, D) pada Berbagai Ukuran Ikan layur (Trichiurus Savala) dengan Total length TL ; 25-65 cm, (t = target objek)
Berdasarkan Gambar 24 menunjukkan bahwa ikan layur (Trichiurus Savala)
terdapat perbedaan antara ikan ukuran terkecil dengan ikan ukuran terbesar dalam
melihat ukuran objek (t) yang sama, dimana ikan ukuran terbesar memiliki jarak
10 20 30 40 50 60 7005
1015202530
D 50 (m)
panjang tubuh (cm)
Jara
k p
and
ang
mak
sim
um
(m
)
33
penglihatan yang jauh dibandingkan dengan ukuran terkecil. Hal ini didasarkan pada
nilai jarak maksimum penglihatan (D) mata ikan layur (Trichiurus Savala) yang
ditunjukkan pada Tabel 3 pada objek yang berdiameter 10 mm dengan ukuran 25
cm yaitu sejauh 1,89 m sedangkan ukuran 65 cm yaitu sejauh 5,37 m. Begitu pun
pada objek yang berdiameter 50 mm dengan ukuran 25 cm yaitu sejauh 9,4 m
sedangkan 65 cm yaitu sejauh 26,86 m.
Indera penglihatan ikan pada sebagian besar jenis ikan pada sebagian besar
jenis ikan yang ekonomis penting adalah merupakan indera yang utama yang
memungkinkan mereka untuk terciptanya pola tingkah laku mereka terhadap
keadaan lingkungannya. Indera penglihatan ikan akan mempunyai sifat khas tertentu
oleh adanya berbagai faktor seperti jarak penglihatan yang jelas, kisaran dari
cakupan penglihatan, warna yang jelas, kekontrasan dan kemampuan membedakan
objek yang bergerak (Gunarso, 1985).
Jarak maksimum penglihatan dan ketajaman penglihatan ikan merupakan
salah satu faktor yang dapat dijadikan acuan dalam memahami respon tingkah laku
ikan guna pengembangan strategi penangkapan dan juga untuk meningkatkan hasil
tangkapan dalam proses penangkapan (Hajar, 2008).
5.Hubungan Panjang Total (TL) dengan Bola Mata, Diameter Lensa, dan Estimimasi Sudut Pandang (α)
Hubungan panjang total ikan Layur (TL) dengan bola mata ditunjukkan pada
grafik gambar 25.
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 700
5
10
15
20
25
Hubungan Panjang (TL) & Bola Mata Ikan (F)
Hubugan Pan-jang Tubuh (TL) & Bola Mata
Panjang Total ikan (TL)
Bola
Mat
a
34
Gambar 25. Hubungan Panjang Total Ikan Layur (TL) dan Bola Mata Ikan
Berdasarkan Gambar 25 terlihat bahwa ikan layur (Trichiurus Savala) setiap
pertambahan pertumbuhan panjang tubuh ikan maka semakin besar Bola matanya.
Ukuran terbesar ikan memiliki nilai Bola mata yang lebih besar dibandingkan dengan
ikan ukuran terkecil. Hal ini didasarkan kepada nilai yang ditunjukkan Tabel 3 Bola
mata ikan pada ukuran 25 cm yaitu 5,00 sementara ukuran 65 yaitu 19,12.
Hubungan panjang total ikan Layur (TL) dengan diameter lensa mata ikan (F)
ditunjukkan pada grafik gambar 26.
Gambar 26. Hubungan Panjang Total Ikan Layur (TL) dan Diameter Lensa Mata Ikan (F)
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 700
5
10
15
20
25
Hubungan Panjang (TL) & Bola Mata Ikan (F)
Hubugan Pan-jang Tubuh (TL) & Bola Mata
Panjang Total ikan (TL)
Bola
Mat
a
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 700.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00Hubungan Panjang (TL) & Diameter Lensa Mata Ikan (F)
Hubungan Pan-jang & Diameter Lensa Mata Ikan F
Panjang Total Ikan (TL)
Diam
eter
Len
sa M
aa Ik
an (F
)
35
Berdasarkan Gambar 26 terlihat bahwa ikan layur (Trichiurus Savala) setiap
pertambahan pertumbuhan panjang tubuh ikan maka semakin besar diameter lensa
matanya. Ukuran terbesar ikan memiliki diameter lensa mata yang lebih besar
dibandingkan dengan ikan ukuran terkecil. Hal ini didasarkan kepada nilai yang
ditunjukkan Tabel 3 diameter lensa mata pada ukuran 25 cm yaitu 2.07 sementara
ukuran 65 yaitu 8,46.
Hubungan panjang Total ikan Layur (TL) dengan diameter lensa mata ikan
(F) ditunjukkan pada grafik gambar 27.
Gambar 27. Hubungan Panjang Total Ikan Layur (TL) dan Estimasi Sudut Pandang Minimum(α)
Berdasarkan Gambar 27 terlihat bahwa ikan layur (Trichiurus Savala) setiap
pertambahan pertumbuhan panjang tubuh ikan maka semakin meningkat estimasi
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 700.0000
0.0010
0.0020
0.0030
0.0040
0.0050
0.0060Hubungan Panjang & Estimasi Sudut Pandang Minimum α
Hubungan Pan-jang & Estimasi Sudut Panjang Minimum α
Panjang Total Ikan (TL)
Estim
asi S
udut
Pan
jang
Min
imum
(α)
36
sudut pandang minimum. Ukuran terbesar ikan memiliki nilai estimasi sudut pandang
yang lebih baik dibandingkan dengan ikan ukuran terkecil. Hal ini didasarkan kepada
nilai yang ditunjukkan Tabel 3 estimasi sudut pandang minimum (α) pada ukuran 25
cm yaitu 0,0053 sementara ukuran 65 yaitu 0,0019.
C. Metode Aplikasi Terhadap Alat Tangkap
1. Menentukan tingkat ketajaman penglihatan mata ikan (Visual acuity)
Nilai tingkat ketajaman penglihatan ikan Layur (Trichiurus Savala) yang
nantinya telah didapat maka nilai tersebut dapat damasukkan dalam analisis data
untuk menghitung nilai VA (Visual Acuity), sehingga menjadi informasi penting untuk
peningkatan strategi penangkapan.
2. Mengetahui arah ketajaman penglihatan ikan (Visual axis)
o Jika arah penglihatan ikan Layur (Trichiurus Savala) yang nantinya cenderung
ke atas maka untuk menangkapnya dioperasikan beberapa alat tangkap
misalnya untuk pancing dapat di pasang di sekitar permukaan perairan dengan
panjang tali kail yang bisa mencapai kedalaman ± 1- 5 m dari permukaan,
sehingga ikan bisa melihat pada jarak tersebut dan memakan umpan.
o Jika arah penglihatanya ke bawah, maka untuk aplikasinya dilakukan strategi
dengan memasang alat tangkap bubuh yang dipasang di dasar perairan.
o Jika arah penglihatan ikan Layur (Trichiurus Savala) nantinya cenderung ke
depan, maka dapat dioperasikan alat tangkap gill net dasar karena ikan
tersebut lebih banyak berada di dasar perairan.
3. Mengetahui jarak maksimum penglihatan mata ikan berdasarkan ukuran suatu
objek (Maximum sighting distance)
37
Untuk ikan Layur dengan ukuran 25 - 65 cm yang dapat melihat jaring dengan
diameter 5 mm pada jarak 0,94 – 2,69 m, hal ini berbeda untuk tingkatan
ukuran yang lain sehingga aplikasinya dilakukan pada pengoperasian alat
tngkap Set net misalnya karena jarak maksimum penglihatan ikan Layur
(Trichiurus Savala) telah di dapat, maka jaring Set net bisa dimodifikasi pada
bagian penaju dengan memperbesar diameter material jaring menjadi 6 mm
agar bisa terlihat oleh ikan sehingga ikan mengikuti penaju menuju kantong.
Untuk alat tangkap gil net bisa dilakukan perubahan ukuran diameter mata
jaring misalnya dengan memperkecil menjadi 4 mm sehingga pada jarak
kurang dari 0,94 m – 2,69 m ikan tidak dapat menghidari alat tangkap sehingga
bisa terjerat.
4. Mendeskripsikan struktur susunan kon (Con mosaik) sel-sel penglihatan di dalam
retina mata ikan
Susunan kone di dalam retina mata ikan Layur (Trichiurus Savala) terlihat
dengan susunan yang rapi dengan model singel atau double kone maka
diaplikasikan untuk alat tangkap Purse seine yang dioperasikan pada malam
harus memberikan efek pencahayaan yang baik karena cahaya merupakan
penentu keberhasilan operasi penangkapan karena ikan yang memiliki susunan
kone yang baik dapat tertarik dari efek cahaya yang diberikan dengan respon
yang cepat, sehingga pemanfaatan tingkah laku ikan dapat dilakukan.
Penelitian ini dalam pengaplikasiannya terhadap alat tangkap menggunakan
alat tangkap yaitu Set Net dengan melihat tiga bagian ukuran objek masing-masing
38
yaitu diameter benang, diameter tali dan diameter pelampung berdasarkan nilai yang
ditunjukkan pada Tabel 2 dengan tujuan untuk mengetahui jarak maksimum
penglihatan mata ikan layur (Trichiurus Savala) pada tiga objek tersebut. Untuk
kepentingan optimalisasi alat tangkap dan metode penangkapan selektif yang lebih
baik pada respon target penglihatan yaitu dengan melihat berdasarkan ukuran dan
jenis target yang merupakan salah satu faktor pokok untuk memahami bagaimana
ikan bereaksi pada alat tangkap (Wardle CS, 1983). Ketajaman penglihatan dari
suatu hewan merupakan ukuran tentang kapasitasnya dalam melihat secara detil
yang baik pada penglihatannya (Tamura 1957), yang dapat diketahui dari hasil nilai
dari jarak penglihatan maksimum. Nilai jarak penglihatan maksimum dapat diperoleh
melalui nilai pada sudut pandang minimum dalam melihat suatu objek seperti jaring,
tali dan pemberat, oleh karena itu beberapa ikan banyak dapat mendeteksi dan
menghindarinya untuk melepaskan diri (Hajar, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pada ikan ukuran TL;25 cm memiliki
jarak penglihatan maksimum mata ikan layur (Trichiurus Savala) pada objek ukuran
diameter benang jaring pada penaju sebesar 5 mm, yaitu sejauh 0,94 m, pada ikan
ukuran TL;40 cm pada objek ukuran diameter yang sama (5 mm) yaitu sejauh 1,72
m dan pada ikan ukuran TL;65 cm pada objek ukuran diameter yang sama (5 mm)
yaitu sejauh 2,69 m.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pada ikan ukuran TL;25 cm memiliki
jarak penglihatan maksimum mata ikan layur(Trichiurus Savala) pada objek ukuran
diameter tali pada penaju sebesar 18 mm, yaitu sejauh 3,4 m, pada ikan ukuran
TL;40 cm pada objek ukuran diameter yang sama (18 mm) yaitu sejuh 6,18 m dan
D : 4,81 m
D : 2,64 mD : 0,94 m D : 3,4 m
D : 1,72 m D : 6,18 m
D : 2,69 m D : 9,67 m
4 m 8 m
TL ; 65 cm
TL ; 25 cm
TL ; 40 cm
BenangJaring Pemberat tali ris (t =5 mm) (t = 14 mm) (t =18 mm) 2 m 6 m 10 m
2 m 4 m 6 m 8 m 10 m
D : 7,52 m
D : 4,81 m
D : 2,64 m
39
pada ikan ukuran TL;65 cm pada objek ukuran diameter yang sama (18 mm) yaitu
sejauh 9,67 m.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pada ikan ukuran TL;25 cm memiliki
jarak penglihatan maksimum mata ikan layur (Trichiurus Savala) pada objek ukuran
diameter pemberat pada penaju sebesar 14 mm, yaitu sejauh 2,64 m, pada ikan
ukuran TL;40 cm pada objek ukuran diameter yang sama (14 mm) yaitu sejauh 4,81
m dan pada ikan ukuran TL;65 cm pada objek ukuran diameter yang sama (14 mm )
yaitu sejauh 7,52 m.
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh dari jarak penglihatan ikan layur
(Trichiurus Savala) pada suatu objek dapat diaplikasikan pada alat tangkap. Dan
untuk pengaplikasiannya, alat tangkap yang digunakan adalah alat tangkap set net
pada objek jaring, tali ris dan pelampung (Gambar 27).
MAX. SIGHTING DISTANCE (D)
40
Gambar 28. Jarak Maksimum Penglihatan pada Setiap Ukuran Ikan Layur (Trichiurus Savala) dengan Total length TL ; 25, 40, dan 65 cm
41
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian kemampuan penglihatan mata ikan
layur(Trichiurus Savala) yang diperoleh maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Struktur susunan kon (mosaic cone) pada ikan Layur (Trichiurus Savala)
ditemukan memiliki struktur berbentuk segi empat beraturan (Regular Square
Pattern) yang saling berhubungan dimana setiap single cone dikelilingi oleh
empat double cone.
2. Arah ketajaman penglihatan (Visual Axis) ikan Layur (Trichiurus Savala)
ditemukan kepadatan kon tertinggi terdapat pada daerah temporal (T) retina
sehingga arah ketajaman penglihatan ke arah nasal (N) atau ke arah depan.
3. Tingkat ketajaman penglihatan (Visual Acuity) ikan Layur (Trichiurus Savala)
bertambah setiap pertambahan pertumbuhan panjang tubuh. Ukuran terbesar
ikan memiliki nilai tingkat ketajaman penglihatan yang lebih baik dibandingkan
dengan ikan ukuran terkecil.
4. Jarak maksimum penglihatan (Maximum Sigthing Distance) ikan Layur
(Trichiurus Savala) ditemukan terdapat perbedaan ikan ukuran terkecil dengan
ikan ukuran terbesar dalam melihat objek (t) yang sama, dimana ikan ukuran
terbesar memiliki jarak penglihatan yang jauh dibandingkan dengan ukuran
terkecil.
5. Setelah kita ketahui tingkat ketajaman penglihatan mata ikan Layur (Trichiurus
Savala) maka dapat diapalikasikan terhadap alat tangkap Set Net, dengan
42
melihat tiga bagian ukuran objek masing-masing yaitu diameter benang jaring,
diameter tali ris, dan diameter pemberat. Ikan Layur (Trichiurus Savala) ukuran
(TL) 25 cm memiliki jarak penglihatan maksimum 0,94 m, dengan objek ukuran
diameter benang jaring sebesar 5 mm. Agar ikan layur tersebut tidak
menghindari alat tangkap, Maka kita dapat mengubah diameter benang jarring.
B. SARAN
Peneliti selanjutnya di sarankan mengkaji tingkah laku ikan berdasarkan
aspek respon penglihatan terhadap cahaya (Visual Sensitivity), dan perlu juga di
lakukan penelitian sampel yang berbeda untuk perbandingan dari hasil penelitian,
namun lebih di perlukan ketelitian dan kesabaran dalam proses histologi yang akan
di lakukan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rasak, Kasful Anwar, Muliono S. Baskoro. 2005. Fisiologi Mata Ikan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Ali, M.A. and M. Anctil. 1976. Retinas of Fishes – An Atlas. Springer – Verley Berlin Heidelberg New York. Department de Biologie, Universite de Montreal, Canada.
Arimoto, T., N.Watanabe and N. Okamoto, 1988. Retinomotor Responses of Jack Mackerel, Trachurus japanicus to Light Condition. Journal of The Tokyo University of Fisheries.
Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Bahan pengajaran Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Metoda dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Harris Siregar, 1995. Neuro Fisiologi. Bagian Ilmu Feal FAkultasd Kedokteran Unhas Ujung Pandang.
Hajar, M.A.I. 2008.Visual Physiology of Fish in Capture Process of Light Fishing. Doctoral Course of Applied Marine Biosciences Tokyo University of Marine Science and Technology.
Hajar, M.A.I, Hiroshi Inada, Masahide Hasobe and Arimoto, T. 2008, Visual Acuity of Pasifis Saury Cololabis saira for Understanding Capture Process.
Hajar, M.A.I. 2000. Studi Analisis Jaringan Makanan pada Dua Kombinasi Alat Bantu Pengikat Ikan di Perairan Jeneponto. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar, Makassar.
Tamura T. 1957. A study of visual perception in fish, especially on resolving power and accommodation. Nippon Suisan Gakkaishi; 536-537.
Wagner HJ.Retinal structure of fishes.In: Douglas RH, Djamgos MBA (eds).1990, The Visual System of Fish. Chapman and Hall, London. 1990; 109-157.
Yami, B.M. 1987. Fishing With Light. FAO United Nation – Fishing News Book Ltd.
Surrey, England.
44
KEMAMPUAN PENGLIHATAN MATA IKAN LAYUR (Trichiurus savala) DALAM APLIKASINYA
PADA ALAT TANGKAP SET NET
S K R I P S I
OLEH:
BK.ASLAN
L 231 04 020
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
JURUSAN PERIKANANFAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
45
MAKASSAR 2011